Pertumbuhan Jaringan Ikat. Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Khitosan Pengamatan Sediaan Histopatologi Jumlah Sel Radang.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pertumbuhan Jaringan Ikat. Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Khitosan Pengamatan Sediaan Histopatologi Jumlah Sel Radang."

Transkripsi

1 pencetak penuh dan dibiarkan sampai parafin membeku dan mengeras. Pemotongan jaringan menggunakan mikrotom dilakukan dengan ketebalan 3 mikron setelah sebelumnya dimasukkan ke dalam lemari pendingin. asil pemotongan yang berbentuk pita diletakkan diatas permukaan air hangat (45 C) dengan tujuan menghilangkan lipatan objek. Objek diletakkan di atas gelas objek yang kemudian dikeringkan dalam inkubator suhu 60 C selama 1 malam. Sediaan dimasukkan ke dalam xilol empat kali selama 2 menit, selanjutnya memasuki proses rehidrasi yang dimulai dari alkohol absolut sampai alkohol 80% masing-masing selama 2 menit. Kemudian sediaan di cuci dengan air mengalir lalu dikeringkan. Setelah itu, sediaan di warnai dengan Mayer s ematoksilin selama 1 menit kemudian dibilas lagi dengan air dan akhirnya diwarnai dengan pewarna Eosin selama 2 menit. Untuk menghilangkan warna Eosin yang berlebihan, sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Kemudian sediaan dicelupkan ke dalam alkohol 90% sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut I sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut II selama 2 menit, xilol I selama 1 menit, dan xilol II selama 1 menit. Akhirnya sediaan ditetesi perekat permount dan ditutup dengan gelas penutup dan siap diamati menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan Sediaan istopatologi Pengamatan secara hispatologi dilakukan pada sediaan sampel kulit. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan ini menggunakan parameterparameter seperti jumlah sel radang, jumlah neokapilerisasi, proses re-epitelisasi, dan pertumbuhan jaringan ikat. Jumlah Sel Radang. Perhitungan sel radang dilakukan dengan menghitung jumlah sel neutrofil, limfosit, dan makrofag pada sediaan histopatologi menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x10. Perhitungan dilakukan sebanyak 5 lapang pandang. Jumlah Neokapilerisasi. Pengamatan terhadap neokapilerisasi dilakukan dengan metode scorring berdasarkan jumlah neokapiler pada sediaan hispatologi menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 40x10. Nilai yang digunakan berkisar antara nol (0) sampai positif sepuluh (+4). Persentase Re-epitelisasi. Pengamatan reepitelisasi dilakukan dengan mengukur persentase proses re-epitelisasi berdasarkan kondisi jaringan epitel pada daerah luka menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 10x10. Pertumbuhan Jaringan Ikat. Pengamatan terhadap pertumbuhan jaringan ikat dilakukan dengan menghitung jumlah sel fibroblastik pada daerah luka menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x10. Perhitungan dilakukan sebanyak 5 lapang pandang.. Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Percobaan ini terdiri atas 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Model percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ij =µ + α i + ε ij keterangan : Y ij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i = pengaruh perlakuan ke-i ε ij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j Analisis data dilakukan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan 95% (Mattjik 2002). ASIL DAN PEMBAASAN Karakteristik Khitosan Khitosan merupakan turunan dari kitin. Khitosan didapat dari kitin yang telah melalui proses deasetilasi dengan menggunakan NaO. Kitin diperoleh dari ekstraksi limbah kulit kepiting yang telah melalui proses demineralisasi dengan menggunakan Cl 1 N dengan perbandingan 1:7. Ekstrak yang diperoleh kemudian dihilangkan proteinnya dengan NaO 3,5 % selama 1 jam pada suhu 90 C dengan perbandingan 1:10. Untuk mendapatkan khitosan, kitin dihilangkan gugus asetilnya, sehingga yang tertinggal hanya gugus hidroksil dan amino (Gambar 3). Gugus amino inilah yang membedakan khitosan dengan kitin (Masduki 1996). Kulit kepiting digunakan karena mengandung kadar protein yang lebih rendah dibandingkan dengan kulit udang, sehingga membuat masa simpan kulit kepiting lebih panjang dibandingkan dengan kulit udang. Tentunya selama penyimpanan, limbah kulit kepiting akan menghasilkan bau yang lebih ringan dibandingkan dengan yang akan

2 dihasilkan limbah kulit udang. Limbah kulit kepiting yang digunakan berasal dari daerah Muara Angke. Jumlah keseluruhan limbah kulit kepiting yang diproses sebanyak 38 kg. Setelah kulit kepiting melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi, kulit kepiting akan berubah menjadi khitosan (Gambar 4). Rendemen khitosan yang dihasilkan adalah 15.79% (Djamaludin et al. 2008). Sebelum dilakukan perlakuan, khitosan yang ada dilarutkan dalam larutan asam laktat 1% (v/v) dalam air hingga dihasilkan larutan khitosan 4% (b/v). Asam laktat dipilih karena sifatnya yang relatif aman terhadap kulit bila dibandingkan dengan asam organik lainnya. asil Pengamatan Patologi Anatomi Pengamatan terhadap penyembuhan luka berdasarkan gambaran patologi anatomi (PA) terhadap kelompok negatif, kelompok Betadine, dan khitosan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 setelah perlakuan dengan parameter ukuran luka, kering tidaknya luka, serta jumlah jaringan parut yang terbentuk pada luka. Berdasarkan pengamatan patologi anatomi pada luka terlihat bahwa pada hari ke-0, kelompok perlakuan khitosan sudah menunjukkan adanya perbaikan. Kondisi luka pada kelompok khitosan terlihat lebih kering dibandingkan kedua kelompok lainnya (Gambar 5). Diduga kemampuan khitosan sebagai koagulan menjadi pemicu keringnya luka yang lebih cepat bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Pengamatan pada hari ke-2 belum menunjukkan perbedaan kondisi luka antara kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif, namun perbedaan ditunjukkan pada kelompok khitosan. Kondisi luka terlihat lebih kering dengan pembentukkan jaringan parut yang lebih banyak (Gambar 6). Bahkan ukuran luka pada kelompok khitosan sama dengan ukuran luka pada kedua kelompok lainnya di hari ke-4. (kitin) (khitosan) + NaO + C 3COO Gambar 3 Reaksi yang terjadi dalam proses deasetilasi. Gambar 4 Pembuatan khitosan dari kulit kepiting hingga menjadi produk. Pengamatan pada hari ke-4 menunjukkan kondisi yang tidak berbeda dengan kondisi luka pada hari ke-2. Kondisi luka pada kelompok khitosan tetap terlihat lebih kecil secara nyata bila dibandingkan dengan kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif. Perbedaan yang signifikan pun juga sudah mulain ditunjukkan antara kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif (Tabel 1). Jaringan parut adalah salah satu tanda bahwa penyembuhan luka sedang berjalan. Dalam prosesnya, jaringan parut yang terbentuk dari hasil pembekuan darah akan menutupi area luka. Saat kondisi luka sudah membaik, penyembuhan luka masuk ke tahap berikutnya, yaitu tahap fibroblastik dan retraksi jaringan. Jaringan parut akan hilang atau hancur dengan sendirinya sementara selsel fibroblast akan masuk ke area luka untuk melakukan proses re-epitelisasi. Pengamatan pada hari ke-6 menunjukkan kondisi luka pada kelompok Betadine pun mulai menunjukkan kondisi yang lebih baik bila dengan kelompok kontrol negatif. Untuk

3 kelompok khitosan, menunjukkan kondisi luka yang lebih baik dengan mulai tidak terlihatnya bekas luka. Luka yang lebih kering dan jaringan parut yang sudah mulai berkurang menunjukkan kondisi luka pada kelompok khitosan lebih baik dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Dengan kata lain penyembuhan luka pada kelompok khitosan berjalan lebih cepat. asil Pengamatan istopatologi Pengamatan secara histologi terhadap penyembuhan luka dilakukan dengan membandingkan gambaran histopatologi dari kelompok kontrol negatif, kelompok Betadine, dan kelompok khitosan. Pengamatan ini dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 setelah perlakuan. Perbandingan gambaran histopatologi yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 9. Parameter yang digunakan adalah jumlah sel radang (neutrofil, limfosit, dan makrofag), pembentukan kapiler baru (neokapilerisasi), pembentukan jaringan ikat berdasarkan jumlah sel fibroblas, dan kondisi re-epitelisasi. Sel Radang Pengamatan sel radang dilakukan dengan menghitung jumlah dari 3 jenis sel radang, yaitu neutrofil, limfosit, dan makrofag pada 5 lapang pandang yang berbeda. Secara umum, hasil pengamatan menunjukkan adanya perubahan jumlah sel radang pada hari-hari tertentu semakin kering Gambar 5 Interaksi antara tingkat kekeringan luka terhadap hari perlakuan. Tabel 1 Rataan ukuran luka pada pengamatan patologi anatomi Kontrol - Kontrol + Khitosan (mm 2 ) (mm 2 ) (mm 2 ) e e e d d bc c b a ab ab a semakin banyak Gambar 6 Interaksi antara jumlah jaringan parut pada luka terhadap hari perlakuan. Sel Neutrofil. Neutrofil merupakan salah satu sel radang yang diamati. Peradangan pada luka akan mengundang datangnya neutrofil di daerah luka. Peningkatan jumlah neutrofil juga dapat disebabkan adanya respon neutrofil terhadap infiltrasi bakteri pada luka. Pengamatan di hari ke-2 setelah perlakuan menunjukkan adanya kenaikkan jumlah neutrofil. Kelompok khitosan menunjukkan adanya kenaikan jumlah sel neutrofil yang signifikan bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Perbedaan jumlah neutrofil kelompok khitosan pada hari ke-2 memang tidak dinyatakan berbeda nyata dengan kelompok Betadine, namun dinyatakan berbeda nyata secara statistik bila dibandingkan kelompok kontrol negatif. Neutrofil dalam jumlah yang banyak dapat mempercepat penyembuhan luka karena dapat mengeliminasi benda-benda asing serta sisa-sisa jaringan yang terdapat pada luka lebih cepat sehingga proses regenerasi sel-sel baru menjadi lebih cepat terjadi. Diduga khitosan mempunyai kemampuan sebagai

4 imunomodulator dalam membantu penyembuhan luka. Kondisi pada kelompok khitosan ini pun dapat terjadi karena adanya pengaruh dari kemampuan khitosan sebagai antibakteri. (apsariyani et al. 2008). Aktivitas antibakteri pada khitosan ini dapat menurunkan jumlah mikroba pada luka sehingga dapat mengurangi terjadinya peradangan yang diakibatkan oleh bakteri dan pada akhirnya dapat mempercepat penyembuhan luka. asil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah neutrofil pada kelompok khitosan dan kelompok Betadine sudah mengalami penurunan setelah hari ke-2, sedangkan kelompok kontrol negatif baru mengalami penurunan setelah hari ke-4. Penurunan jumlah sel neutrofil menandakan bahwa penyembuhan masuk ke tahap berikunya. Walaupun perbedaan jumlah neutrofil antara ketiga kelompok dinyatakan tidak berbeda nyata secara statistik (Tabel 2), kondisi ini menunjukkan bahwa khitosan mempunyai pengaruh baik pada penyembuhan luka karena mengalami penurunan lebih cepat. Sel radang yang bekerja di area peradangan bukan hanya neutrofil. Saat penyembuhan oleh neutrofil telah selesai, keberadaan neutrofil akan digantikan oleh makrofag yang kemudian merangsang proses inisiasi sel fibroblast. Tabel 2 Rataan jumlah neutrofil pada pemeriksaan mikroskopis Kontrol Kontrol + Khitosan (butir) (butir) (butir) a 0.0 a 0.0 a a 74.6 ab b a 48.8 a 47.8 a a 3.2 a 0.4 a Sel Limfosit. Selain neutrofil, sel radang yang diamati adalah limfosit. Limfosit merupakan salah satu sel yang berperan dalam kekebalan tubuh. Limfosit biasanya terlihat pada jaringan sebagai sel yang kecil dengan inti yang jelas dan sitoplasma yang sangat sedikit (Tighe dan Davies 1984 diacu dalam apsari 2006). Pengamatan di hari ke-2 menunjukkan adanya kondisi kenaikkan jumlah limfosit yang sama dengan hasil perhitungan pada jumlah sel neutrofil. Kenaikan jumlah sel limfosit pada kelompok khitosan terlihat lebih signifikan bila dibandingkan dengan kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif, walau perbedaan jumlahnya tidak dinyatakan berbeda nyata secara statistik (Tabel 3). Pengaruh jumlah limfosit sama dengan pengaruh jumlah neutrofil di area peradangan. Semakin banyak limfosit dapat mempercepat penyembuhan luka. Jumlah limfosit mulai mengalami penurunan di kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif sebelum hari ke-4, sedangkan kelompok khitosan baru mengalami penurunan antara hari ke-4 dan ke-6. Jumlah limfosit kelompok khitosan pada hari ke-4 tidak berbeda nyata dengan kelompok Betadine, namun dinyatakan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Jumlah limfosit yang menurun diduga karena kondisi luka yang mulai mengalami penyembuhan sehingga peradangan juga mulai berkurang. Pengamatan pada hari ke-6 menunjukkan adanya penurunan yang signifikan bila dibandingkan dengan hari sebelumnya, bahkan lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Perubahan ini menunjukkan bahwa keberadaan khitosan di area peradangan membuat kerja limfosit menjadi lebih efektif sehingga mempercepat penyembuhan luka. Tabel 3 Rataan jumlah limfosit pada pemeriksaan mikroskopis Kontrol - Kontrol + Khitosan (butir) (butir) (butir) a 0.6 a 0.6 a ab 14.6 ab 25.0 b a 8.8 ab 26.6 b a 3.8 a 1.6 a Sel Makrofag. Makrofag adalah salah satu jenis sel fagosit utama yang memiliki daya hidup yang lebih panjang bila dibandingkan dengan neutrofil. Fagositosis oleh makrofag terhadap sel-sel yang mati merupakan salah satu cara membuang sisasisa sel yang rusak (Spector dan Spector 1989). Makrofag terdapat dalam dalam darah perifer. Akumulasi makrofag merupakan syarat pertama bagi reparasi jaringan pengikat (Spector dan Spector 1989). Pengamatan di hari ke-2 menunjukkan adanya kondisi kenaikkan jumlah makrofag signifikan pada kelompok khitosan bila dibandingkan dengan kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif. Namun,

5 perbedaan jumlah makrofag pada kelompok khitosan belum dapat dinyatakan berbeda nyata secara statistik bila dibandingkan dengan kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif. Jumlah makrofag mulai mengalami penurunan di ketiga kelompok pada setelah hari ke-4. Bila dilihat dari jumlahnya, makrofag kelompok khitosan pada hari ke-4 tidak berbeda nyata secara statistik dibandingkan dengan kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif. Martini et al (1992) menyatakan bahwa adanya perlukaan jaringan merangsang sel makrofag mengeluarkan zat-zat kimia yang akan merangsang sel monosit dan fagosit lainnya untuk bermigrasi ke dalam jaringan yang rusak. Selain itu, makrofag pun dapat menarik sel fibroblast untuk bermigrasi ke dalam jaringan yang rusak untuk membentuk jaringan parut yang akan menutup luka. Pengamatan makrofag pada hari ke-6 memperlihatkan hasil yang juga tidak berbeda nyata antara kelompok khitosan dengan kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif. Namun, kelompok khitosan menunjukkan adanya penyembuhan yang lebih cepat dengan adanya penurunan jumlah makrofag yang signifikan bila dibandingkan pada hari sebelumnya dan ini tidak terjadi pada kelompok lainnya (Tabel 4). Kondisi ini menunjukkan bahwa penyembuhan luka berupa pembuangan sel-sel mati pada daerah luka yang dilakukan oleh makrofag lebih cepat selesai sehingga berujung pada pengurangan makrofag di daerah luka. Kondisi yang berbeda ditunjukkan pada kelompok kontrol negatif. Jumlah makrofag justru meningkat kembali pada hari ke-6. Diduga hal ini terjadi karena adanya infeksi sehingga makrofag kembali mengalami peningkatan. Tabel 4 Rataan jumlah makrofag pada pemeriksaan mikroskopis Kontrol - Kontrol + Khitosan (butir) (butir) (butir) a 0.2 a 0.2 a ab 10.2 ab 15.4 b ab 8.8 ab 13.6 b ab 1.6 a 0.4 a Jumlah Neokapilerisasi Penyembuhan luka sangat ditunjang oleh suplai darah ke daerah luka. Pembentukkan pembuluh darah baru akan membantu mempercepat proses regenerasi sel dan normalisasi jaringan (Mayasari 2003). Pembentukkan neokapiler adalah akibat aktivitas mitosis sel-sel endotel pembuluh darah yang sudah diikuti oleh migrasi ke daerah luka. Pembentukan neokapiler berfungsi untuk menyuplai vitamin, mineral, glukosa, dan asam amino ke fibroblast untuk memaksimalkan pembentukkan kolagen serta membebaskan jaringan dari nekrosis, benda asing, dan infeksi sehingga mempercepat penyembuhan luka (Pavletic 1992 diacu dalam apsari 2006). asil pengamatan pada hari ke-2 menunjukkan adanya neokapilerisasi walau jumlahnya masih sedikit. Kelompok khitosan menunjukkan proses neokapilerisasi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif. Pengamatan hari ke-4 sampai ke-6 menunjukkan adanya peningkatan jumlah neokapilerisasi pada ketiga kelompok. Kelompok khitosan menunjukkan perkembangan terbaik bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Secara keseluruhan, proses neokapilerisasi terjadi lebih cepat pada kelompok khitosan bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya (Gambar 7). Pembentukan neokapilerisasi yang lebih cepat tentunya akan mempercepat penyembuhan luka karena dapat meningkatkan penyaluran suplai darah. Suplai darah diperlukan dalam metabolisme aktif sel sehingga mempercepat terjadinya regenerasi jaringan. Kapiler-kapiler pada jaringan parut muda sangat diperlukan karena proliferasi sel memerlukan banyak energi dan bahan yang berasal dari darah (Rukmono 1996) semakin banyak Gambar 7 Interaksi antara kondisi neokapilerisasi pada luka terhadap hari perlakuan.

6 Persentase Re-epitelisasi Restorasi epitel permukaan pada kulit dicapai dengan meningkatkan aktivitas mitosis epitel di dekat tepi luka, terutama pada lapisan yang lebih dalam. Epitel merupakan salah satu komponen yang berperan dalam penyembuhan luka. Regenerasi lapisan epitel merupakan serangkaian peristiwa yang sangat terkoordinasi dan terstruktur (Spector dan Spector 1989). Lapisan epitel yang terbentuk sangat tipis dan rapuh, sehingga mudah kambuh lagi apabila ada tekanan atau jilatan hewan (Pavletic 1992 diacu dalam apsari 2006). Pengamatan pada hari ke-2 terhadap pembentukan epitel menunjukkan hasil bahwa pada kelompok khitosan mengalami proses reepitelisasi yang lebih cepat bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (Gambar 8). Pembentukan epitel pada hari ke-4 dan ke- 6 terjadi lebih cepat pada kelompok khitosan dan lebih lambat pada kelompok kontrol negatif. Terutama pada hari ke-6, kondisi jaringan epitel sudah hampir sempurna pada kelompok khitosan. Banyak faktor yang membantu dan mempercepat terjadinya proses re-epitelisasi. Beberapa diantaranya adalah jumlah sel-sel mati yang sedikit, tidak adanya penyebab infeksi, dan adanya suplai darah yang cukup. Kondisi ini ditunjukkan pada kelompok khitosan. Diduga faktor ini yang berperan penting kenapa kondisi luka pada kelompok khitosan lebih cepat membaik. Fibroblast adalah sel mesenkim dasar jaringan dewasa yang sifat utamanya ialah mensintesis komponen-komponen jaringan pengikat, yaitu kolagen dan mukopolisakarida (Spector dan Spector 1989). Fibroblast-fibroblast ini kemudian membentuk kolagen hingga terjadi jaringan ikat yang menghubungkan dengan erat tepi-tepi luka. Jaringan ini dinamakan jaringan parut (Rukmono 1996). Pengamatan jaringan ikat dilakukan dengan mengamati jumlah fibroblast yang ada di sekitar daerah luka. Jumlah fibroblast dianggap setara dengan terbentuknya jaringan ikat pada daerah luka. Pengamatan pada hari ke-2 menunjukkan adanya sedikit fibroblast yang berperan dalam penyembuhan luka pada ketiga kelompok. Kelompok khitosan mengalami kenaikan jumlah fibroblast yang tinggi pada hari ke-4, sedangkan kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif baru mengalami kenaikan yang signifikan pada hari ke-6. Namun begitu, pengamatan pada hari ke-6 menunjukkan bahwa jumlah fibroblast pada kelompok khitosan tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan kelompok Betadine dan kelompok kontrol negatif (Tabel 5). Aktifitas dari pertumbuhan sel fibroblast yang tinggi akan membuat proses reepitelisasi pada daerah luka menjadi lebih cepat. Dengan kata lain, kondisi yang ditunjukkan pada kelompok khitosan menunjukkan bahwa penyembuhan luka berjalan lebih cepat bila dibandingkan kedua kelompok lainnya. Tabel 5 Rataan jumlah fibroblast pada pemeriksaan mikroskopis. Kontrol Kontrol + Khitosan (butir) (butir) (butir) a 4.6 a 4.6 a a 8.6 a 10.0 a a 10.0 a 26.4 ab ab 28.0 ab 40.4 b Gambar 8 Interaksi antara persentase re-epitelisasi pada luka terhadap hari perlakuan. Pembentukan Jaringan Ikat Ciri khusus jaringan ikat yang mengalami rekonstruksi ialah aktivitas sel fibroblastnya. Peranan Khitosan dalam Penyembuhan Luka Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan banyak sel dan jaringan. Proses ini terdiri atas beberapa tahap yang saling tumpang tindih dan saling berkaitan. Setiap sel yang terlibat dalam proses ini memiliki peranan yang berbeda-

7 beda. Penyembuhan luka diawali dengan fase peradangan. Sel-sel yang berperan dalam tahap ini adalah sel-sel leukosit seperti neutrofil, makrofag, dan limfosit. Ketiganya memiliki peranan masing-masing, bahkan memiliki waktu yang berlainan untuk menginfiltrasi daerah luka. Tentunya, semakin banyak sel leukosit (sel radang) yang muncul di daerah luka akan membuat penyembuhan luka menjadi lebih cepat. Banyak bahan kimia dalam jaringan yang dapat menyebabkan neutrofil dan makrofag bergerak menuju sumber bahan kimia tersebut. Fenomena ini, seperti yang tampak pada Gambar 9 dikenal sebagai kemotaksis (Guyton dan all 1997). Bila suatu jaringan mengalami radang, sedikitnya terbentuk produk-produk yang dapat menyebabkan kemotaksis ke arah area yang mengalami radang. Bahan-bahan ini adalah beberapa racun yang dikeluarkan oleh bakteri, produk degeneratif dari jaringan yang meradang itu sendiri, dan beberapa produk reaksi yang disebabkan oleh pembekuan plasma dalam area peradangan. Jumlah neutrofil yang menginfiltrasi daerah luka mengalami penurunan pada hari ke-4. Keberadaan sel neutrofil mulai digantikan oleh sel makrofag. Jumlah neutrofil berkurang karena daerah luka telah bebas dari infiltrasi mikroba sehingga dapat dilanjutkan dengan fase berikutnya yaitu fase proliferasi jaringan. Sifat antibakteri yang dimiliki khitosan diduga sebagai penyebab proses ini berlangsung lebih cepat bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Selain neutrofil dan makrofag, terdapat jenis sel radang lain pada daerah luka pada hari ke-2 yaitu limfosit. Sel limfosit-t merupakan sel limfosit dengan jumlah tertinggi yang berperan dalam perekrutan makrofag ke daerah luka dengan mengeluarkan limfokin berupa macrophage aggregating factor (MAF) dan macrophage chemotatic factor (MCF). MAF merangsang agregasi dari makrofag, sedangkan MCF berfungsi sebagai chemoattractant bagi makrofag (Banks 1993 diacu dalam andayani 2006). Data yang dihasilkan menunjukkan adanya kolerasi sesuai antara limfosit dan makrofag. Tingginya jumlah limfosit pada kelompok khitosan pada hari ke- 2 diduga karena sifatnya yang memicu terjadinya kemotaksis seperti yang terjadi pada neutrofil. Makrofag mengalami emigrasi setelah neutrofil dan tiba di daerah luka setelah neutrofil bekerja memfagosit partikel asing. Makrofag adalah sel radang yang berfungsi untuk mengeliminasi partikel asing dan jaringan mati. Jumlah makrofag di awal fase proliferasi akan meningkat karena keberadaanya yang diperlukan untuk mensekresi senyawa yang merangsang pertumbuhan jaringan lain seperti basic fibroblast growth factor (bfgf), platelet derived growth factor (PDGF), dan transforming growth factor- (TGF- ) yang menginisiasi proliferasi sel fibroblast untuk membentuk serabut kolagen di daerah luka (Vegad 1996). Kemampuan khitosan dalam membantu penyembuhan luka semakin terbukti dengan proses inisiasi sel fibroblast di area luka yang lebih cepat dan banyak bila dibandingkan kelompok lainnya. Dalam proses reparasi jaringan, keberadaan pembuluh darah memiliki peranan penting untuk memberikan asupan nutrisi bagi jaringan yang sedang beregenerasi. Untuk menunjang fungsi tersebut, pembuluh darah akan membentuk tunas-tunas pembuluh baru yang nantinya akan menjadi percabangan baru pada jaringan luka yang biasa disebut dengan neokapilerisasi. Proses neokapilerisasi dimulai dengan pembekuan darah. Lebih dari 50 macam zat yang mempengaruhi pembekuan darah, beberapa diantaranya mempermudah terjadinya pembekuan yang disebut prokoagulan, dan yang lain menghambat pembekuan, disebut antikoagulan. Pembekuan darah akan terjadi bergantung dengan keseimbangan antara kedua golongan zat tersebut (Guyton dan all 1997). Pembekuan darah itu sendiri terjadi dalam tiga langkah utama. Langkah pertama adalah terbentuknya rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks yang melibatkan selusin faktor pembekuan darah sebagai respon terhadap rusaknya pembuluh darah untuk menghasilkan suatu senyawa yang disebut aktivator protombin. Langkah kedua adalah perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh aktivator protombin. Langkah ketiga adalah mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan dengan trombin sebagai enzimnya (Guyton dan all 1997). Benang-benang fibrin ini yang akan menutup pembuluh darah yang rusak untuk kemudian membentuk tunas-tunas pembuluh baru. Khitosan memiliki beberapa sifat dan fungsi yang khas, diantaranya sebagai koagulan. Larutan khitosan pun akan menjadi

8 suatu membran yang akan menutup daerah luka selama penyembuhan berjalan. Diduga, khitosan ini bekerja sebagai katalis pembekuan darah atau sebagai pengganti peranan dari trombosit dalam pembekuan darah. Dugaan ini diperkuat dengan kondisi luka pada kelompok khitosan yang cenderung lebih halus karena sedikitnya jaringan parut yang terbentuk. Terbentuknya bekuan darah akan memicu proses berikutnya yaitu pembentukan jaringan ikat. Proses ini melibatkan fibroblast yang menginvasi daerah bekuan darah membentuk jaringan ikat (Guyton dan all 1997). Data pengamatan menunjukkan bahwa kelompok khitosan mengalami kenaikan jumlah sel fibroblast lebih cepat bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembekuan darah pada kelompok khitosan berjalan lebih cepat. Suatu luka dapat dikatakan sembuh apabila daerah luka tersebut telah mengalami epitelisasi secara menyeluruh dan tidak lagi membutuhkan perawatan (Schimdt dan Greenspoon 1991 diacu dalam andayani 2006). ingga hari ke-6 setelah perlakuan, proses re-epitelisasi cenderung lebih cepat jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberian khitosan dapat memperbaiki proses re-epitelisasi jaringan luka lebih baik jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Gambar 9 Pergerakan neutrofil dengan cara kemotaksis menuju daerah jaringan yang rusak (Guyton dan all 1997) SIMPULAN DAN SARAN Larutan khitosan (dari limbah kepiting) 4% (b/v) dalam asam laktat 1% (v/v) secara nyata mampu membantu penyembuhan luka pada kulit mencit. Secara makroskopik khitosan dapat mempercepat pengeringan luka di hari ke-0, penyempitan luka pada hari ke-2, dan mempercepat pelepasan jaringan parut di hari ke-4 setelah perlakuan. Secara mikroskopik pun khitosan dapat mempercepat infiltrasi sel radang seperti neutrofil, limfosit dan makrofag pada hari ke-2 serta meningkatkan pertumbuhan jaringan ikat pada setelah hari ke-4, sedangkan untuk neokapilerisasi dan re-epitelisasi khitosan juga ikut memberikan pengaruh sejak hari ke-2 setelah perlakuan dengan mempercepat prosesnya. Khitosan pun diduga memiliki kemampuan sebagai katalis dan membantu peranan trombosit dalam pembekuan darah. Perhitungan jumlah bakteri dan dan pengaruh asam laktat sebagai pelarut dalam penyembuhan dapat manambah data pelengkap dari penelitian ini. Lanjutan penelitian penggunaan khitosan dengan konsentrasi atau tingkat deasetilasi serta jenis pelarut yang berbeda dapat dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari khitosan dalam penyembuhan luka. DAFTAR PUSTAKA Abbas AK, Lichtman A, Pubes JS Cellular and Molecular Immunology. Philadelphia: WB Saunders. Bastaman, S Studies on degradation and extraction of chitin and chitosan from prawn shell ( Nephrops norvegicus ) [Thesis]. The Department of Mechanical, Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering, The Faculty of Engineering, The Queen s University of Belfast. Braunstein Outlines and Review of Pathology. 2 nd Ed. Toronto: The Mosby. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Industri Kitin: Dari Limbah Menjadi Bernilai Tambah. [terhubung berkala]. go.id. [23 Okt 2008]. Djamaludin AM, abibie MS, artanti, Sari RF Teknologi desalinisasi air laut dengan menggunakan campuran khitosan, zeolit, dan arang aktif [PKMT-DIKTI]. Bogor: IPB Pr. Guyton CA, all JE Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta: ECG. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. andayani I Aktivitas sediaan gel dari ekstrak lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) untuk proses persembuhan luka pada mencit (Mus musculus) [skripsi].

PEMANFAATAN KHITOSAN DARI LIMBAH KRUSTASEA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) ANDRE MAHESA DJAMALUDIN

PEMANFAATAN KHITOSAN DARI LIMBAH KRUSTASEA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) ANDRE MAHESA DJAMALUDIN PEMANFAATAN KHITOSAN DARI LIMBAH KRUSTASEA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) ANDRE MAHESA DJAMALUDIN PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Hasil pengujian skrining fitokimia menunjukan bahwa ekstrak yang dioleskan pada hewan coba mengandung tannin, saponin, dan flavonoid (Tabel 1). Pada

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KHITOSAN DARI LIMBAH KRUSTASEA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) ANDRE MAHESA DJAMALUDIN

PEMANFAATAN KHITOSAN DARI LIMBAH KRUSTASEA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) ANDRE MAHESA DJAMALUDIN PEMANFAATAN KHITOSAN DARI LIMBAH KRUSTASEA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) ANDRE MAHESA DJAMALUDIN PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian didapatkan dari perhitungan jumlah fibroblas dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan mencapai 15% dari total berat badan dewasa. Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutaneus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Regenerasi jaringan periodontal merupakan tujuan utama terapi periodontal (Uraz dkk., 2013). Salah satu tindakan terapi periodontal ialah bedah periodontal sebagai

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil pengumpulan data dari observasi makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang pengaruh kasa hidrogel paduan kitosan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit atau jaringan akibat adanya kontak dengan listrik, api, pajanan suhu yang tinggi dari matahari,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi seluruh permukaan bagian tubuh. Fungsi utama kulit sebagai pelindung dari mikroorganisme,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MEMBRAN FILTRASI DARI KHITOSAN DENGAN BERBAGAI JENIS PELARUT ABSTRACT

KARAKTERISASI MEMBRAN FILTRASI DARI KHITOSAN DENGAN BERBAGAI JENIS PELARUT ABSTRACT Karakterisasi Membran Filtrasi dari Khitosan. KARAKTERISASI MEMBRAN FILTRASI DARI KHITOSAN DENGAN BERBAGAI JENIS PELARUT Nastiti Siswi Indrasti, Suprihatin, dan Feny Silvia Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan oleh pasien (Kidd dkk., 2003). Kondisi akut penyakit pulpitis menyebabkan nyeri sehingga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan resiko timbulnya luka pada tubuh. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh atau rusaknya

Lebih terperinci

AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON

AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON Majalah Obat Tradisional, 15(3), 121 137, 2010 AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON (Musa paradisiaca var sapientum) DALAM PROSES PERSEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan 1 faktor, yaitu perlakuan limbah cair nata de coco yang terdiri atas 5 variasi kadar dan 1 kontrol

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Mengetahui penyusun jaringan ikat 2. Memahami klasifikasi jaringan ikat 3. Mengetahui komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh paling luas yang melapisi seluruh bagian tubuh, dan membungkus daging dan organ-organ yang berada di dalamnya. Ratarata luas kulit pada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lemak merupakan salah satu zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Lemak ini mencakup kurang lebih 15% berat badan dan dibagi menjadi empat kelas yaitu trigliserida,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vulnus (luka) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tubuh dan terganggunya integrasi normal dari kulit serta jaringan di bawahnya yang dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Trombosit 1. Asal Trombosit Trombosit dihasilkan di dalam sumsum tulang dengan cara melepaskan diri (fragmentasi) dari perifer sitoplasma sel induknya (megakariosit) melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan suatu reaksi inflamasi karena adanya proses yang terhambat, atau proses penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang dilaksanakan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas. 1 Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan mengeluarkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meliputi empat fase, yakni : fase inflamasi, fase destruktif, fase proliferasi dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meliputi empat fase, yakni : fase inflamasi, fase destruktif, fase proliferasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan bagian terluar (pelindung) dari tubuh, dan luka kulit merupakan peristiwa yang sering dialami setiap orang dan sering kali dianggap ringan, padahal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

Makalah Sistem Hematologi

Makalah Sistem Hematologi Makalah Sistem Hematologi TUGAS I untuk menyelesaikan tugas browsing informasi ilmiah Disusun Oleh: IBNU NAJIB NIM. G1C015004 PROGRAM DIPLOMA IV ANALISI KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis ulseratif (KU) merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam Inflammatory Bowel Disease (IBD), yaitu penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN Nama : Yulia Fitri Djaribun NIM : 127008005 Tanggal : 22 September 2012 A.Tujuan Praktikum : 1. Agar mahasiswa mampu melakukan proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON

AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON Majalah Obat Tradisional, 15(3), 121 137, 2010 AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON (Musa paradisiaca var sapientum) DALAM PROSES PERSEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan atau desain penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi dan tulang alveolar dan meluas ke pertautan mukogingiva (Harty,2003).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka pencabutan gigi di Indonesia relatif masih tinggi. Rasio penambalan dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ terbesar dari tubuh, yang membentuk 16% dari berat badan (Amirlak, 2015). Kulit berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar dan menutupi permukaan

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur dibawahnya dari trauma mastikasi, dan mencegah masuknya mikroorganisme (Field dan Longman, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu jaringan organ (Harper dkk., 2014). Luka trauma pada jaringan lunak rongga mulut umumnya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

14 Cara Menghilangkan Komedo Secara Alami dan Terbukti Ampuh

14 Cara Menghilangkan Komedo Secara Alami dan Terbukti Ampuh 14 Cara Menghilangkan Komedo Secara Alami dan Terbukti Ampuh Written by Rosalia in Beauty Tips Sebelum membahas lebih lanjut mengenai berbagai cara menghilangkan komedo, terlebih dahulu kita harus tahu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman nenek moyang kita dengan pengetahuan dan peralatan yang sederhana telah mampu mengatasi masalah kesehatan. Berbagai macam penyakit dan keluhan ringan

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci