BAGIAN I PERKEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN RUMAH SAKIT DAN REFORMASI PELAYANAN KESEHATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN I PERKEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN RUMAH SAKIT DAN REFORMASI PELAYANAN KESEHATAN"

Transkripsi

1 BAGIAN I PERKEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN RUMAH SAKIT DAN REFORMASI PELAYANAN KESEHATAN PENGANTAR Perkembangan rumah sakit saat ini mengalami transformasi besar. Pada masa sekarang rumah sakit sedang berada dalam suasana global dan kompetitif, termasuk bersaing dengan pelayanan kesehatan alternatif seperti dukun dan tabib. Pada keadaan demikian pelayanan rumah sakit sebaiknya dikelola dengan dasar konsep manajemen yang mempunyai etika. Tanpa konsep manajemen yang jelas, perkembangan rumah sakit di Indonesia akan berjalan lambat. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan aspek keuangan rumah sakit. Infrastruktur keuangan rumah sakit pemerintah sangat buruk karena belum ada pemahaman bahwa sistem keuangan harus berdasarkan sistem akuntansi yang benar. Sebagai ilustrasi, pada suatu pertemuan pembahasan sistem keuangan di rumah sakit pemerintah milik pusat tahun 1995 teridentifikasi bahwa penyusun sistem keuangan rumah sakit ternyata para dokter yang sehari-hari masih melakukan praktik klinis. Akibatnya, pada waktu itu sistem akuntansi rumah sakit pemerintah pusat praktis tidak mengacu pada kaidah-kaidah akuntansi yang disusun oleh profesi akuntan. Hingga tahun 2001 ketika Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) harus menjadi rumah sakit berbentuk perusahaan jawatan, sistem akuntansinya belum terbentuk dengan benar. Keadaan ini memperkuat laporan konsultan manajemen rumah sakit dari Belanda pada tahun 1983 yang menyatakan bahwa keadaan manajemen rumah sakit di Indonesia berada di bawah standar

2 2 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi (Hardjosoebroto dan Bal, 1983). Akan tetapi terdapat perkembangan menggembirakan karena pada penghujung dekade 1990-an telah terjadi kesadaran bahwa infrastruktur manajemen rumah sakit harus berdasarkan kaidah-kaidah modern yang universal. Kaidah tersebut universal karena dipergunakan di berbagai negara. Bagian I merupakan pendahuluan untuk memahami perkembangan sistem manajemen rumah sakit di Indonesia. Terdapat empat bab dalam bagian ini. Bab I membahas sejarah perkembangan sistem manajemen rumah sakit di Indonesia dari masa kolonial hingga masa sekarang. Pembahasan ini akan dilakukan dengan latar belakang perkembangan sejarah rumah sakit melalui penelitian berbagai arsip, kutipan, dan diskusi dengan seorang ahli sejarah ekonomi dari UGM, Yogyakarta. Dengan berpijak pada akar sejarah tersebut, maka keadaan rumah sakit di Indonesia saat ini dibahas secara berkelompok yaitu: rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta keagamaan, hingga rumah sakitswasta yang mencari keuntungan. Pembahasan secara berkelompok ini penting untuk melihat berbagai ciri rumah sakit dan sistem manajemennya. Dapat dilihat bahwa perbedaan sistem manajemen dipengaruhi pula oleh sejarah dan perilaku ekonomi. Namun, menarik untuk disimak bahwa sistem manajemen rumah sakit swasta keagamaan ternyata berubah akibat hilangnya subsidi pemerintah dan donor. Hal tersebut mengakibatkan sebagian besar rumah sakit keagamaan praktis beroperasi pada segmen masyarakat kelas menengah ke atas dan hidup dari cash-flow yang bersumber pada perdagangan obat, serta menjadi tempat para spesialis memaksimalkan pendapatan. Keadaan ini hampir terjadi di seluruh rumah sakit besar keagamaan akibat tekanan sumber pendanaan yang semakin sulit. Sorotan mengenai perubahan sistem pendanaan rumah sakit dan perdebatan apakah mungkin sistem rumah sakit berkembang menjadi lembaga usaha yang mempunyai aspek sosial di Indonesia dibahas pada Bab II. Bab III membahas perkembangan terakhir sistem pada sektor kesehatan di Indonesia yaitu berbagai perubahan pada komponen

3 Bagian I 3 sektor kesehatan, antara lain perubahan pemerintah, masyarakat, lembaga asuransi kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, hingga perubahan pada sumber daya manusia (SDM). Perubahan yang terjadi pada berbagai komponen sistem kesehatan mendorong munculnya manajerialisme sektor rumah sakit yang diwujudkan dengan fenomena otonomi manajemen rumah sakit. Fenomena ini dibahas pada Bab IV dengan menekankan pada konsep otonomi penuh atau sebagian bagi rumah sakit. Kedua konsep tersebut saat ini banyak dibahas di berbagai negara.

4 4 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi BAB I SISTEM MANAJEMEN RUMAH SAKIT DALAM PERSPEKTIF SEJARAH Menurut seorang ahli sejarah ekonomi (Purwanto, 1996) pelayanan rumah sakit di Indonesia telah dimulai sejak awal keberadaan VOC pada dekade ketiga abad XVII, sebagai suatu bagian tidak terpisahkan dari usaha VOC itu sendiri. Pembangunan rumah sakit merupakan upaya untuk mengatasi persoalan yang dihadapi akibat pelayaran yang jauh yaitu dari Eropa ke Indonesia dan tidak didukung oleh fasilitas medis yang baik, adaptasi klimatis, dan ketidakmampuan mengadaptasi serta mengatasi penyakit tropik. Boomgard (1996) menyatakan bahwa sejarah rumah sakit di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu kedokteran Barat di Asia yang berlangsung sejak tahun 1649, ketika seorang ahli bedah bernama Caspar Schamberger berada di Edo (saat ini Tokyo) untuk mengajarkan ilmu bedah kepada orang Jepang. Masa ini merupakan awal dari beralihnya sistem tradisional kesehatan di Asia yang mengacu pada sistem Cina dan berubah menjadi sistem Belanda (Akira, 1996). Pengalihan ini berjalan secara lambat. Patut dicatat bahwa pelayanan kesehatan Barat sering diperuntukkan bagi keluarga bangsawan. Purwanto (1996) menyatakan bahwa pada masa awal rumah sakit di Indonesia secara eksklusif hanya diperuntukkan bagi orang-orang Eropa. Baru pada masa berikutnya orang non-eropa yang bekerja dengan VOC mendapat kesempatan untuk menggunakan rumah sakit, akan tetapi berbeda tempat, fasilitas, dan pelayanan. Sementara itu, orang Cina secara eksklusif digiring oleh peraturan VOC maupun oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan rumah sakit sendiri sehingga ilmu kedokteran dan pengobatan

5 Bagian I 5 tradisional Cina diberlakukan tanpa ada pengaruh terapeutik dan farmakologis barat. Baru pada awal abad XX pengaruh Barat mulai ada di rumah sakit yang dikelola oleh orang Cina. Selain itu, penduduk pribumi boleh dikatakan tidak mendapat perhatian dalam masalah pelayanan rumah sakit ini. Walaupun pada akhir abad XVII ada usaha dari misionaris Kristen untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada anak-anak pribumi, tetapi lingkup dan dampak tindakan ini terlihat kecil. Baru pada akhir abad XIX suatu usaha sistematis dalam pelayanan rumah sakit kepada penduduk pribumi dilakukan oleh para misionaris Kristen di Indonesia. Sampai akhir abad XIX, pada dasarnya rumah sakit di Indonesia merupakan rumah sakitmiliter yang secara eksklusif ditujukan kepada anggota kesatuan militer dan pegawai VOC atau kemudian pemerintah baik orang Eropa maupun pribumi. Sementara itu, orang sipil yang berhak mendapat pelayanan rumah sakit hanya orang Eropa atau penduduk non-eropa yang secara yuridis formal disamakan dengan orang Eropa. Hal ini berhubungan dengan kebijakan kesehatan penguasa pada waktu itu yang tidak mengindahkan penduduk pribumi. Apabila penduduk pribumi mendapat pelayanan kesehatan, hal itu hanya dilakukan sebagai bagian dari upaya melindungi kepentingan orang Eropa. Pelayanan rumah sakit kepada orang pribumi dipelopori oleh para misionaris Kristen. Dalam perkembangannya beberapa organisasi sosial-keagamaan, seperti Muhammadiyah mendirikan rumah sakitsederhana dalam bentuk pelayanan kesehatan umum seperti yang ada di Yogyakarta dan memberikan pelayanan rumah sakit untuk penduduk pribumi. Ketika terjadi pergeseran kebijakan politik kolonial pada akhir abad XIX dan awal abad XX, secara langsung berdampak pula pada kebijakan kesehatan pemerintah kolonial yang berpengaruh terhadap perkembangan pelayanan rumah sakit oleh pemerintah untuk penduduk pribumi. Keberadaan pendidikan "Dokter Jawa" pada bagian kedua abad XIX mempunyai arti penting dalam pelayanan rumah sakit untuk penduduk pribumi. Pada masa awal para "Dokter Jawa" ini hanya

6 6 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi memberikan pelayanan kesehatan untuk penduduk sipil pribumi tidak dalam pengertian pelayanan rumah sakit, akan tetapi setelah pemerintah mulai membangun rumah sakit maka para "Dokter Jawa" ini merupakan pendukung utama dari pelayanan rumah sakit untuk penduduk sipil pribumi (Purwanto, 1996). Sejak akhir abad XIX terdapat pengembangan rumah sakit swasta yang dikelola oleh perkebunan besar dan perusahaan pertambangan. Satu catatan yang perlu diperhatikan bahwa walaupun hampir semua rumah sakit pada awal abad XX sudah membuka pelayanan untuk penduduk pribumi, pada dasarnya perbedaan secara yuridis formal dalam masyarakat kolonial tetap tercermin dalam pelayanan rumah sakit. Menurut Purwanto (1996) pada masa awal perkembangan rumah sakit masa VOC sampai awal abad XIX, pendanaan rumah sakit diperoleh dari subsidi penguasa dan dana yang diambil dari pasien yang pada dasarnya adalah pegawai VOC. Pada saat itu juga telah berkembang pemberian pelayanan rumah sakit tergantung kepada kebutuhan dan kemampuan pasien, terutama yang berhubungan dengan diet yang diterima pasien. Tinggi atau rendahnya tarif yang diberlakukan sesuai dengan pelayanan dan kebutuhan pasien, sehingga secara tidak langsung kelas dalam rumah sakit sudah tercipta pada waktu itu. Pada masa kekuasaan Daendels terjadi perubahan yang cukup penting. Sejak saat itu personil militer dibebaskan dari biaya rumah sakit, sedangkan pegawai sipil baru menikmati pembebasan biaya rumah sakit. Di kalangan penduduk sipil pribumi ada delapan kelompok yang dinyatakan bebas dari biaya rumah sakit, antara lain pelacur yang ditemukan sakit, orang gila, penghuni penjara, dan orang sipil yang bekerja pada kegiatan pemerintah. Pada sektor perkebunan dan pertambangan, biaya rumah sakit para buruh dipotong langsung secara reguler dari upah yang mereka terima, terlepas dari apakah mereka memanfaatkan pelayanan rumah sakit ataukah tidak. Sementara itu, rumah sakit milik orang Cina diharuskan membiayai sendiri dan dana itu terutama diambil dari pajak khusus yang berlaku pada masyarakat Cina pada waktu itu.

7 Bagian I 7 Rumah sakit swasta, seperti rumah sakit misionaris Kristen dan milik perusahaan pada mulanya harus membiayai sendiri semua kebutuhan dan sejak tahun 1906 pemerintah sudah memberikan subsidi secara teratur dalam bentuk bantuan tenaga, peralatan, obatobatan, maupun dana. Berdasarkan peraturan tahun 1928, sekitar 60% sampai 70% dari seluruh biaya operasional rumah sakit milik misionaris Kristen disubsidi oleh pemerintah. Trisnantoro dan Zebua (2000) menggambarkan keadaan pendanaan ini melalui sebuah rumah sakit Zending di Indonesia. Rumah sakit Zending tersebut, pada jaman Belanda (1936) mendapat subsidi yang cukup besar untuk membiayai rumah sakit. Jumlah pengeluarannya sebesar F. 218, Berdasarkan jumlah pengeluaran sebesar itu, sumber pendanaannya diperoleh dari berbagai sumber dengan rincian sebagai berikut: subsidi dari gubernemen atau pemerintah (44,5%); dari gereja-gereja di negeri Belanda, dari dokter, dan keuntungan bagian kelas (19,4%); dari pembayaran pasien rumah sakit (10,7%); Sumbangan Pemerintah Kasultanan termasuk F. 250 dari Pakualaman (8,4%); sumbangan perusahaan-perusahaan perkebunan, N.I.S, pemberian dan iuran Ned. Indie (5,6%); setoran premi pensiun dari personil (2,4%), dan pengeluaran yang tidak tertutup atau defisit (9%). Dengan demikian, rumah sakit keagamaan ini mempunyai subsidi pemerintah dan bantuan dari donor sebesar kurang lebih 70%-80% dari total sumber pendanaan. Namun, enam puluh tahun kemudian, rumah sakit tersebut tidak lagi mempunyai subsidi yang substansial untuk membiayai pelayanannya. Praktis rumah sakit keagamaan tersebut telah menjadi lembaga usaha yang harus membiayai segala kegiatannya dari pendapatan pasien. Akar sejarah tersebut menunjukkan bahwa rumah sakit di Indonesia berasal dari suatu sistem yang berbasis pada rumah sakit militer, yang diikuti oleh rumah sakit keagamaan, dan kemudian berkembang menjadi rumah sakit pemerintah serta menunjukkan aspek sosial yang akan memberikan pengaruh besar pada persepsi masyarakat mengenai rumah sakit. Patut dicatat pula bahwa subsidi pemerintah merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi sebelum kemerdekaan. Sebagai catatan lain, sistem asuransi kesehatan telah

8 8 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dikenal lama dalam sejarah pelayanan kesehatan di Indonesia. Dalam hal ini, maka jaminan pelayanan kesehatan oleh pemerintah merupakan hal yang sudah lama dipraktikkan. Sebagaimana dinyatakan oleh Boomgaard (1996) akar sejarah jaminan pelayanan kesehatan oleh pemerintah berdasarkan pada pemikiran sederhana para pelaut, serdadu, pedagang, dan birokrat layak mendapat pelayanan dari pemerintah karena jauh dari keluarga. Berdasarkan pengaruh sejarah, maka pada awal abad XXI terdapat berbagai jenis pemilik rumah sakit di Indonesia dengan berbagai kasus yang menarik untuk dibahas. 1.1 Rumah sakit Milik Pemerintah Ada dua jenis pemilikan rumah sakit pemerintah, yaitu rumah sakit milik pemerintah pusat atau RSUP dan rumah sakit milik pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota (Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD). Kedua jenis rumah sakit pemerintah ini berpengaruh terhadap gaya manajemen rumah sakit masing-masing. Rumah sakit pemerintah pusat, mengacu kepada Departemen Kesehatan (Depkes), sementara rumah sakit pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota mengacu pada stakeholder utamanya yaitu pimpinan daerah dan lembaga perwakilan masyarakat daerah. Rumah sakit pemerintah pusat sebagian adalah rumah sakit pendidikan yang cukup besar dengan hubungan khusus ke Fakultas Kedokteran. RSUD mempunyai keunikan karena secara teknis medis berada di bawah koordinasi Depkes, sedangkan secara kepemilikan sebenarnya berada di bawah pemerintah provinsi atau kabupaten atau kota dengan pembinaan urusan kerumahtanggaan dari Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Patut dicatat bahwa banyak rumah sakit milik pemerintah pusat atau daerah yang berakar dari rumah sakit zaman Belanda milik pemerintah Hindia Belanda atau milik lembaga keagamaan yang dikonversi. Pada dekade 1990-an rumah sakit pemerintah menerapkan kebijakan swadana yaitu rumah sakit pemerintah diberi kewenangan lebih besar dalam mengelola sistem keuangannya. Keluaran yang

9 Bagian I 9 diharapkan dari kebijakan swadana adalah kinerja pengelola yang semakin meningkat sehingga citra rumah sakit pemerintah di mata masyarakat semakin baik. Akan tetapi, kebijakan swadana di rumah sakit pemerintah tidak diteruskan menuju otonomi rumah sakit akibatnya, walaupun sudah swadana tetapi kinerja rumah sakit pemerintah masih rendah. Pada tahun 2000, dengan adanya Undang- Undang (UU) baru mengenai desentralisasi pelayanan kesehatan, sebagian RSUP berubah menjadi perusahaan jawatan dan sebagian RSUD menjadi Lembaga Teknis Daerah atau tetap sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah. Kasus Rumah sakit Pemerintah di Bali Rumah sakit milik pemerintah cenderung hidup dalam suasana birokrasi yang mempunyai sistem kaku sehingga ada kemungkinan tidak mendapatkan manfaat positif dari perkembangan lingkungan yang semakin membaik. Sebagai gambaran, berbagai RSUD di Bali tidak mendapatkan manfaat dari perbaikan lingkungan eksternal berupa status sosial ekonomi Bali yang meningkat. Terjadi suatu kegagalan usaha rumah sakit untuk mendapatkan dana dari masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena rumah sakit-rumah sakit daerah di Bali dikelola dengan suatu asumsi dasar bahwa pelayanan kesehatan harus murah dan mengikuti berbagai kaidah birokrasi pemerintah. Keadaan ini merupakan bentukan dari sejarah rumah sakit pemerintah yang mendapat subsidi besar di masa lampau. Kebijakan rumah sakit di Bali tidak mengenal nilai-nilai lembaga usaha, misalnya keinginan para stafnya untuk mendapatkan penghasilan memadai dari rumah sakit pemerintah. Berbagai penelitian di Bali menunjukkan adanya bukti bahwa pelayanan kesehatan yang ditekan murah di rumah sakit daerah ini tidak berarti sangat murah. Tarif rawat jalan yang murah untuk pelayanan dokter spesialis dapat tidak bermakna karena resepnya berisi obat-obat mahal dan harus dibeli di apotek tertentu. Konsep yang dipergunakan di Bali menyebabkan pelayanan rumah sakit menjadi bersifat lapis dua (two-tier). Bagi masyarakat

10 10 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi kelas menengah ke atas, rumah sakit swasta merupakan tempat berobat, sedangkan rumah sakit pemerintah khususnya rumah sakit daerah diperuntukkan bagi kelompok masyarakat miskin. Keadaan ini sebenarnya tidak ada masalah asalkan subsidi pemerintah untuk rumah sakit daerah cukup tinggi yang mencakup subsidi untuk fisik bangunan, peralatan medis, sampai ke insentif bagi SDM. Namun, data menunjukkan bahwa subsidi tersebut relatif kecil. Akibatnya, gedung dan fasilitas fisik rumah sakit relatif tidak sesuai dengan standar, proses kerja di dalam rumah sakit menjadi tidak baik, dan keinginan para dokter spesialis bekerja di luar menjadi lebih banyak. Dalam keadaan ini, rumah sakit pemerintah daerah di lingkungan Bali yang sangat dinamis pertumbuhan ekonominya, dapat berpredikat sebagai "bulgur" atau menjadi tikus yang kurus di lumbung padi. Mengapa menjadi bulgur? Rumah sakit daerah di Bali berkembang hanya untuk melayani orang miskin sehingga mutunya rendah akibat subsidi yang sangat kecil dari pemerintah. Akibatnya, RSUD menjadi sebuah lembaga yang inferior karena masyarakat yang meningkat pendapatannya cenderung lebih menggunakan pelayanan rumah sakit swasta. Menarik untuk dicermati bahwa pada tahun , salah satu rumah sakit daerah di Bali, RSUD Tabanan, berusaha meninggalkan citra bulgur ini dan secara sistematis berusaha mengembangkan diri untuk melayani seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten Tabanan. Pada tahun 2001, setelah melakukan perubahan selama 5 tahun, barulah RSUD Tabanan mampu meninggalkan citra bulgur ini. Kasus Rumah sakit Pemerintah di Papua Provinsi Papua merupakan provinsi yang kaya dari segi alam, tetapi anggaran pembangunan untuk kesejahteraan rakyat sangat kurang (relatif) dan masyarakat tidak mempunyai daya beli untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Ada berbagai akibat yang muncul. Pertama, pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit masih diperlakukan berupa public-goods yang harus gratis atau tarif sangat rendah. Kedua, terdapat masalah dalam SDM. SDM termasuk

11 Bagian I 11 spesialis membutuhkan dukungan biaya agar pendapatan mereka cukup tinggi. Ketiga adalah perbedaan kultur antara sistem pelayanan kesehatan modern dan keadaan masyarakat Papua. Namun, masalah khusus yang dihadapi adalah kegagalan pengadaan SDM di Papua. Sebagai gambaran, tahun 1999 hanya terdapat dua orang dokter spesialis bedah. Dokter spesialis lebih banyak menghabiskan waktu Wajib Kerja Sarjana ke-2, kecuali beberapa orang dokter spesialis anak, kebidanan dan penyakit kandungan, serta penyakit dalam yang berada dalam kantong-kantong daerah makmur di Papua seperti, Jayapura dan Sorong. Seorang dokter spesialis bedah pada tahun 2000 menyatakan bahwa pendapatan seorang dokter spesialis bedah sangat rendah karena Peraturan Daerah (Perda) sangat kecil, sementara masyarakat banyak yang tidak mampu. Penghasilan yang diterima maksimal hanya Rp ,00, sedangkan pada kota besar di Pulau Jawa dapat mencapai Rp ,00 sebulan. Pada tahun 2000, harga tiket pesawat dari Pulau Jawa ke Papua mencapai Rp ,00 untuk pulang pergi. Ditambahkan bahwa perhatian pemerintah daerah untuk dokter spesialis sangat kurang. Akibatnya, muncul berbagai kejadian, misalnya RSUD Merauke tidak dapat menarik dokter spesialis untuk datang ke sana. Bahkan RSUD Sorong yang dianggap baik ternyata terpaksa melepaskan dokter spesialis bedah untuk pulang ke Pulau Jawa karena yang bersangkutan tidak betah. Pada tahun 2003, dengan adanya kebijakan desentralisasi berbagai pemerintah kabupaten di Papua meningkatkan insentif bagi tenaga dokter spesialis. Kasus RSUD Banyumas dan RSD X Terdapat beberapa RSUD yang saat ini berkembang pesat, seperti RSUD Banyumas dengan pendapatan tinggi dan dapat menunjukkan sebagai suatu badan usaha yang dinamis. SDM termasuk direktur dapat menggantungkan hidup dari rumah sakit tersebut. Dengan demikian, profesionalismenya dapat diandalkan. RSUD Banyumas terlihat sangat kuat dalam pengembangan SDM karena hal

12 12 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi ini terkait dengan kompensasi yang diterima. Di samping itu, para pemimpin formal dan informal mempunyai komitmen tinggi untuk melakukan perubahan. Bupati sebagai stakeholder sangat penting dalam membantu pendanaan pengembangan, walaupun RSUD sudah menjadi swadana dan mempunyai pendapatan fungsional yang cukup tinggi. Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) juga mendukung pengembangan RSUD Banyumas dari anggaran daerah selama sepuluh tahun terakhir. Sebagai perbandingan kontras, RSUD X tidak mempunyai gairah untuk berkembang. Para stakeholders dan pemimpin cenderung mengalami kebuntuan dalam pengembangan rumah sakit. Gambaran di bawah ini yang diucapkan Direktur RSUD X menunjukkan keputusasaan dalam usaha mengembangkan rumah sakit. Sebelum krisis moneter pernah dilakukan uji coba swadana. Bupati sudah memberikan ijin dan mengerti diperlukan dana untuk menambah jasa medis dan memberikan kesempatan pada rumah sakit swasta untuk mempergunakan sumber daya manusia rumah sakit kami dengan sistem win-win. Tetapi, karena kenaikan harga barang habis pakai, pendapatan rumah sakit kami terus menurun, insentif atau jasa medis sampai menunggak tidak terbayarkan sehingga gagal uji coba yang dilakukan kembali pada keadaan semula sebelum uji coba. Upaya lain yang diusulkan menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan (SK Menkes) adalah bahwa tarif kelas II ditetapkan sesuai dengan unit cost. Dengan kondisi ini diharapkan penentuan tarif yang lain (kelas I dan VIP) dapat digunakan dengan Surat Keputusan (SK) Bupati. Akan tetapi DPRD tidak menyetujui hal ini. Lebih lanjut, sang Direktur menyatakan keputusasaannya: Dengan SK lebih mudah, karena apabila ada kenaikan harga, tarif bisa disesuaikan dengan SK Bupati. Tetapi DPRD tidak mau, orang di sana hanya berfikir politis, berkeinginan murah dan bagus, tanpa melihat kebutuhan. Sehingga ya sudah terserah saja semua kebijaksanaan pada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk diapakan rumah sakit ini apakah diswastakan

13 Bagian I 13 atau kalau perlu ditutup atau jadi agen SDM untuk rumah sakit swasta. Dari keluhan-keluhan tersebut terlihat bahwa masalah ekonomi merupakan hal penting dalam usaha mengembangkan RSUD X. Akan tetapi, patut dicatat bahwa keberhasilan RSUD Banyumas ini masih harus diuji dalam jangka lebih panjang karena salah seorang dokter spesialisnya merencanakan untuk membuka klinik pribadi dengan rawat inap. 1.2 Rumah sakit Milik Militer Sejarah menunjukkan bahwa sebagian rumah sakit di Indonesia berasal dari program pelayanan kesehatan milik militer di masa kolonial Belanda. Contoh rumah sakit militer paling besar adalah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto di Jakarta. Pada tahun 1995, di Indonesia terdapat 112 rumah sakit militer yang berinduk pada Angkatan Darat (62), Angkatan Laut (19), Angkatan Udara (19), dan Kepolisian (12). Rumah sakit-rumah sakit militer tersebut misi utama sebenarnya untuk kesehatan militer dan persiapan perang. Pihak militer menganggap bahwa pelayanan rumah sakit bukan urusan pokok sehingga pendanaan rumah sakit tersebut sangat terdesentralisasi dan akibatnya sangat tergantung pada situasi serta kondisi lingkungan bekerja. Beberapa rumah sakit militer seperti RSPAD Gatot Subroto Jakarta atau Rumah Sakit Pusat Angkatan Laut (RSPAL) di Surabaya merupakan ujung tombak kemajuan pelayanan kesehatan militer. Peralatan dan SDM dapat mengungguli Rumah Sakit Umum (RSU). RSPAD Gatot Subroto bahkan mempunyai visi untuk menjadi pusat berbagai subspesialis Indonesia dengan mengirimkan sumber daya medisnya untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri dan bekerja sama dengan negara maju. Rumah sakit militer di Bogor lokasinya sangat strategis yaitu di depan Istana Bogor dengan pemandangan indah ke lembah dan

14 14 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi gunung. Potensi rumah sakit ini luar biasa sehingga dapat memanfaatkan posisinya untuk berkembang. Pada sisi ekstrim lain, rumah sakit-rumah sakit militer di daerah terpencil berada dalam keadaan mempertahankan hidup. Rumah sakit militer di kota besar pun ada yang mengalami keadaan yang sulit berkembang, misal rumah sakit militer di Yogyakarta. Walaupun berada di daerah elite Kotabaru di Yogyakarta, rumah sakit ini menghadapi kendala pengembangan yang cukup berat. Secara keseluruhan rumah sakit militer saat ini sudah menerima pembayaran langsung dari masyarakat dan berkompetisi dengan rumah sakit lainnya. Pengamatan terakhir menunjukkan bahwa rumah sakit militer benar-benar mengembangkan suatu sistem manajemen yang berorientasi pada kompetisi. 1.3 Rumah sakit Swasta Milik Yayasan Keagamaan dan Kemanusiaan Di Indonesia, pemilikan rumah sakit oleh yayasan mempunyai sejarah panjang yang bersumber dari masa kolonial Belanda, terutama rumah sakit Kristen dan Katolik. Di berbagai kota, rumah sakit swasta besar dimiliki oleh lembaga-lembaga keagamaan misalnya: Rumah Sakit (RS) Bethesda di Yogyakarta, RS PGI Cikini di Jakarta, RS Charitas di Palembang, RS St. Elisabeth di Semarang, RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta. Perkembangan menarik terjadi saat ini yaitu sumbangan dana-dana kemanusiaan yang menjadi sumber tradisional pendanaan ternyata semakin berkurang, kecuali pada beberapa rumah sakit Islam. Filosofi pemilik rumah sakit ini mempengaruhi pola manajemen dan situasi rumah sakit. Sebagai contoh, rumah sakit keagamaan yang dimiliki oleh lembaga keagamaan yang konservatif terlihat sangat berhati-hati dalam melakukan investasi untuk pengembangan. Dalam perkembangannya, rumah sakit keagamaan Kristiani yang berasal dari semangat misionaris tersebut saat ini justru terkenal sebagai rumah sakit untuk kelas menengah ke atas, atau dalam arti lain tarif sebagian besar kelas perawatannya adalah mahal. Hal ini wajar

15 Bagian I 15 terjadi karena untuk biaya operasional, bantuan dari charity funds sudah berkurang tajam. Di beberapa rumah sakit misionaris, boleh dikatakan dana sumber pendanaan dari kemanusiaan sudah mendekati nol persen. Walaupun demikian, rumah sakit keagamaan tersebut masih berusaha memberikan pelayanan kesehatan untuk orang miskin dengan konsep subsidi silang. Pada beberapa daerah, masih ada rumah sakit Kristiani yang berusaha untuk tetap pada semangat misionaris, bahkan RS Elim di Sulawesi Selatan menolak keras pengaruh perbedaan kelas di masyarakat. Rumah sakit tetap bertahan menyelenggarakan pelayanan murah yang seragam, walaupun sebagian masyarakat ada yang meminta pelayanan yang lebih baik dengan membayar lebih mahal. Sebagai jawaban terhadap perubahan yang terjadi, sebagian besar pengambil keputusan di rumah sakit keagamaan masih melihat perubahan yang ada tanpa strategi pengembangan yang jelas. Hal ini dapat membawa suatu risiko yaitu rumah sakit keagamaan akan menjadi lembaga usaha yang praktis untuk mencari keuntungan atau untuk menghidupi SDM. Hal ini disebabkan hilangnya subsidi dan kenyataan bahwa pelayanan kesehatan semakin mahal serta tenaga kesehatan semakin menuntut pendapatan yang tinggi. Sudah menjadi kenyataan bahwa justru rumah sakit keagamaan menjadi: 1) tempat bagi sebagian dokter spesialis untuk meningkatkan pendapatan setinggi-tingginya; dan 2) tempat penjualan yang baik bagi industri farmasi. Subsidi yang mengecil ini mengakibatkan rumah sakit keagamaan kesulitan mencari sumber dana bagi orang miskin. Sementara itu, penggalian dana-dana kemanusiaan sama sekali tidak dilakukan secara sistematis. Dalam melayani orang miskin, pengamatan menunjukkan bahwa sebagian direktur rumah sakit keagamaan berkeinginan menerapkan konsep subsidi silang yaitu keuntungan dari kelas atas akan diberikan kepada orang miskin yang sakit. Akan tetapi, patut dicatat bahwa pendekatan subsidi silang dalam era manajemen modern sama sekali tidak masuk akal. Dalam persaingan ketat tidak mungkin diharapkan bahwa semua orang kaya yang sakit bersedia mensubsidi orang miskin yang sakit. Orang kaya yang sakit mencari pengobatan yang terbaik dan paling efisien. Berbagai pengamatan

16 16 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi menunjukkan bahwa konsep subsidi silang ternyata tidak ada, ataupun jika ada, subsidi silang ini akan menggerogoti aset dan kemampuan investasi rumah sakit keagamaan. Penelitian Abeng dan Trisnantoro (1997) di sebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa tarif kamar VIP berada di bawah unit cost. Hal yang dikhawatirkan adalah justru pasien kelas bawah memberikan subsidi ke kelas atas. Hal ini mungkin terjadi karena harga obat yang mempunyai keuntungan yang sama besarnya antara kelas atas dan kelas bawah, sedangkan jumlah pasien kelas bawah jauh lebih banyak di banding dengan kelas atas. Konsep subsidi silang, apabila dilakukan secara murni, akan menurunkan daya kompetitif sebuah rumah sakit, termasuk daya kompetitif internasional. Pendekatan subsidi silang ini secara praktis mengharapkan direktur rumah sakit melakukan pekerjaan yang sangat berat yaitu sebagai manajer lembaga pelayanan kesehatan, sekaligus sebagai pengatur redistribusi pendapatan masyarakat yang notabene adalah tanggung jawab pemerintah atau yayasan pemilik rumah sakit. Dapat dibayangkan bahwa beban direktur dan sistem manajemen menjadi sangat berat dalam melakukan subsidi silang ini yang sebenarnya berada di luar jangkauan mereka. Pada kasus ekstrim, sebuah rumah sakit keagamaan besar harus mensubsidi rumah sakit keagamaan kecil atau bahkan mensubsidi sekolah-sekolah atau panti asuhan. Keadaan ini mencerminkan ketidaksiapan rumah sakit keagamaan bersaing dengan rumah sakit lain yang tidak terbebani misi sosial. Hal penting lain yang mengesankan ketidaksiapan rumah sakit keagamaan menjadi rumah sakit yang berbasis pada sistem manajemen modern adalah keengganan mengembangkan diri menjadi lebih efisien dan kompetitif. Salah satu hal penting di sini adalah bentuk kerja sama antarrumah sakit keagamaan. Sampai saat ini belum ada sistem jaringan antarrumah sakit keagamaan yang mencerminkan efisiensi dan daya saing yang tinggi. Berbagai bukti pada sektor lain seperti makanan dan perhotelan, serta keadaan rumah sakit keagamaan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sistem jaringan merupakan jawaban peningkatan efisiensi dan daya saing. Perubahan ke arah jaringan ini memang sulit, apalagi merubah dari suatu sistem yang

17 Bagian I 17 sudah terbiasa sendiri-sendiri menjadi suatu jaringan. Hal ini berbeda dengan Hotel Ibis atau Novotel yang membuat jaringan dari kegiatan yang baru sama sekali. Kasus Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dan Rumah Sakit Bethesda Serukam Pontianak Dua rumah sakit Kristen yang kontras keadaannya akibat lingkungan dapat dipaparkan sebagai studi kasus menarik. Rumah sakit Bethesda di Yogyakarta merupakan rumah sakit swasta terbesar di Yogyakarta. Rumah sakit Bethesda mempunyai lingkungan baik untuk pengembangan usahanya dan telah menjadi rumah sakit yang sistem manajemennya sudah menyerupai badan usaha yang progresif. Pelayanan perawatan medis saja mempunyai sekitar 10 kelas, mulai dari yang paling murah hingga yang super VIP. Bandingkan dengan RS Elim di Sulawesi Selatan yang menolak keras adanya perbedaan kelas perawatan. Di samping pelayanan medis sebagai bisnis inti, RS Bethesda Yogyakarta melakukan berbagai diversifikasi, terutama yang memperkuat bisnis medisnya. Tidak dapat dibayangkan oleh pendiri RS Bethesda seratus tahun yang lalu, bahwa saat ini rumah sakit mempunyai hotel, kantin, ruang pertemuan, sampai warung telepon. Sebelum krisis moneter di penghujung tahun 1990-an RS Bethesda merencanakan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi rumah sakit militer yang berada di belakangnya untuk mengembangkan suatu rumah sakit dengan standar internasional. Pengamat luar menyebutkan bahwa perilaku RS Bethesda merupakan tindakan usaha yang agresif. Akan tetapi, agresivitas RS Bethesda ini perlu dikaji dalam hal efektivitas dan efisiensinya. Dipertanyakan apakah sistem manajemen di dalamnya mempunyai kemampuan sebagai suatu corporate yang mempunyai berbagai usaha. Dikhawatirkan terjadi suatu kesalahan perencanaan yang fatal, terlebih lagi pada situasi moneter yang banyak ketidakpastiannya. Ketika terjadi pergantian direksi di RS Bethesda selama krisis moneter di Indonesia, terlihat bahwa direksi baru menerapkan sistem manajemen yang tidak agresif, termasuk tidak

18 18 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi meneruskan pengembangan rumah sakit standar internasional. Rumah sakit Bethesda di Serukam Kalimantan Barat menunjukkan kondisi berbeda. Lingkungan luar RS Bethesda di Serukam tidak dapat diandalkan untuk pemasukan. Sementara itu, dana-dana kemanusiaan (sebagai charity funds) menurun. Akibatnya, terjadi penurunan kinerja dan kesulitan menarik staf untuk bekerja di sana. Hal ini dipersulit dengan kenyataan adanya saingan dari rumah sakit di Kuching, Malaysia. Kasus Rumah Sakit Islam dan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah di Yogyakarta Menurut sejarah, Rumah Sakit Islam (RSI) dibangun lebih belakangan dari rumah sakit keagamaan non-islam. Hal ini terlihat dari letak bangunan. Rumah sakit-rumah sakit keagamaan Kristiani biasanya berada di jalan-jalan paling strategis di kota-kota besar, misal di Palembang (RS Charitas), Yogyakarta (RS Bethesda dan RS Pantirapih), RS RKZ Surabaya, dan RS Elisabeth Semarang. Saat ini RSI mulai bangkit dengan pengembangan-pengembangan baru yang dimulai dari fisik. Dengan demikian, banyak dana yang digunakan untuk pengembangan fisik (kasus RSI Klaten, RSI Solo, RSI Yogyakarta). Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah sakit yang tertua dan letaknya strategis, tetapi memiliki lahan yang sangat sempit. Rumah sakit PKU Muhammadiyah bahkan harus membuat kebijakan strategis yang sulit untuk dipilih, apakah tetap berada pada lokasi lama yang sangat sempit ataukah pindah agak ke luar kota. Masalah yang dapat diamati dari RSI ini adalah efek dari kesibukan untuk membangun secara fisik, kelengkapan fasilitas, ketenagaan medis dan manajerial, serta warisan sejarah yang masih kurang mengakar. Memang menjadi pertanyaan menarik, apakah sistem manajemen yang diimpor dari Barat dapat diadopsi oleh semangat Islami di RSI. Dengan usia RSI yang relatif masih muda, dapat dipahami apabila sistem manajemennya belum tertata dengan

19 Bagian I 19 baik. Keadaan ini dapat dipersulit dengan kondisi moneter saat ini yang pembangunan fisik (konstruksi) dan pembelian alat-alat medis menghadapi kendala nilai kurs dollar yang tinggi. Sebagai contoh, pembangunan RSI di Kalasan Yogyakarta saat krisis tentu membutuhkan penanganan yang jauh lebih rumit dibanding rumah sakit-rumah sakit yang telah berdiri dan beroperasi dalam waktu lama. Disinilah sistem manajemen RSI yang baru berada dalam ujian yang berat. Hal penting lain bagi RSI adalah masalah biaya operasional dan pemeliharaan yang tidak semudah biaya investasi untuk memperolehnya. Akibatnya, terdapat kemungkinan rumah sakit terbangun secara fisik dan tercukupi peralatannya, tetapi tidak mempunyai subsidi untuk operasional dan pemeliharaan. Akibatnya, tarif menjadi tinggi yang sebenarnya berlawanan dengan misi sosial RSI. Sementara itu, belum ada standar sumber pendanaan termasuk pembagian SHU, apakah untuk pemilik ataukah harus dipakai untuk pengembangan. Sebuah kasus di RSI telah terjadi pertikaian antara pemilik dengan direksi. Pertikaian berlarut-larut hingga terjadi perangkapan jabatan direktur oleh pemilik. Lebih lanjut terjadi masalah hukum akibat situasi ini. 1.4 Rumah sakit Swasta Milik Dokter Kepemilikan rumah sakit oleh dokter biasanya bersumber dari prestasi klinis seorang dokter. Sebagai contoh, seorang dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dapat memiliki rumah sakit melalui perluasan klinik spesialis kebidanan dan penyakit kandungannya. Perluasan klinis ini dimulai dari kesehatan anak dengan membentuk rumah sakit ibu dan anak. Kemudian dapat berkembang menjadi RSU. Adapula rumah sakit khusus yang dimiliki oleh dokter misalnya rumah sakit mata, rumah sakit jiwa, dan lainlain. Fenomena saat ini menunjukkan terdapat sejumlah dokter

20 20 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi bersepakat membangun rumah sakit secara bersama-sama. Akan sulit seorang dokter tanpa kerja sama dengan rekan-rekannya membangun dan menjalankan rumah sakit yang lengkap dengan sarana dan prasarana medis yang kompleks. Gaya kepemilikan dokter akan mempengaruhi pola manajemen. Kasus di Bali, Padang, dan Yogyakarta menunjukkan bahwa dosen-dosen senior di Fakultas Kedokteran biasanya mempunyai rumah sakit kecil atau klinik besar yang menempati areal yang tidak dirancang untuk rumah sakit. Keadaan ini membuat sistem manajemen sulit dikembangkan dengan berlandaskan visi yang mantap. Di samping itu, ada berbagai masalah antara lain keterbatasan lahan, fasilitas, gedung yang semakin menua, dan juga kepemilikan yang merangkap sebagai dokter. Di tengah tuntutan masyarakat yang semakin kritis akan mutu pelayanan, tuntutan untuk mematuhi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan tuntutan hukum, maka sistem manajemen rumah sakit yang dimiliki oleh dokter membutuhkan pemikiran kembali. Beberapa kasus menunjukkan bahwa kemunduran keterampilan klinis pemilik diakibatkan karena usia lanjut sehingga menyebabkan kemunduran rumah sakit. Dengan demikian, timbul berbagai alternatif di masa mendatang bahwa rumah sakit kecil milik para dokter ini mungkin akan merger dengan sesamanya atau dibeli oleh rumah sakit besar dan akan berfungsi sebagai satelit-satelitnya. Pada prinsipnya rumah sakit kecil milik para dokter sulit berkembang menjadi pusat pengembangan teknologi kedokteran. Dikhawatirkan apabila dosen senior terlalu mementingkan praktik di rumah sakit pribadinya maka kemungkinan terjadi stagnasi dalam pengembangan teknologi kedokteran di suatu wilayah, termasuk di tempat yang ada rumah sakit pendidikannya. Keadaan ini sudah tercermin pada berbagai rumah sakit pendidikan pemerintah, yang para dokter senior dan profesor lebih banyak melakukan kegiatan di rumah sakitnya daripada di rumah sakit pendidikan. Hal ini tentu mengurangi laju perkembangan rumah sakit pemerintah. Patut dicatat bahwa kegiatan rumah sakit pribadi pada umumnya adalah kasuskasus penyakit yang sederhana karena keterbatasan peralatan medik.

21 Bagian I Rumah sakit Swasta Milik Perusahaan yang Mencari Keuntungan Rumah sakit saat ini sudah dianggap sebagai tempat yang menarik dan potensial untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian, berbagai perusahaan, terutama yang bersifat konglomerasi memandang perlu untuk mendirikan rumah sakit yang menguntungkan. Kecenderungan lain adalah tantangan pendirian jaringan rumah sakit, seiring dengan ekspansi bisnis konglomerasi. Contoh paling menarik adalah RS Gleneagles Siloam di Karawaci Tangerang yang berinduk pada kelompok perusahaan Lippo. Rumah sakit yang dikelola oleh perusahaan untuk mencari keuntungan ini merupakan fenomena baru yang melanda Indonesia, khususnya di Jakarta pada tahun 1980-an dan 1990-an. Sejarah rumah sakit ini masih singkat, tetapi dengan naluri bisnis yang baik dan kekuatan modal dan sistem manajemennya, rumah sakit milik perusahaan ini dapat menggantikan peran rumah sakit keagamaan di masa mendatang, apabila rumah sakit lainnya tidak memperbaiki sistemnya. Sistem manajemen rumah sakit yang mencari keuntungan relatif lebih mudah dibandingkan dengan rumah sakit keagamaan atau rumah sakit pemerintah. Sistem manajemen perusahaan dengan mudah dapat diterapkan. 1.6 Rumah sakit Milik Badan Usaha Milik Negara Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mempunyai rumah sakit, misalnya Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT Pelni, dan berbagai perusahaan perkebunan. Dengan sifat sebagai organ BUMN, maka keadaan rumah sakit tersebut sangat tergantung pada kondisi

22 22 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi keuangan induknya. Rumah sakit Pertamina Pusat terkenal sebagai rumah sakit yang mempunyai peralatan dengan teknologi tinggi karena Pertamina mampu membiayainya dan mempunyai segmen masyarakat yang menuntut penyediaan peralatan dengan teknologi tinggi. Sebaliknya, kondisi PT Timah yang pernah mempunyai masa sulit, mempengaruhi rumah sakitnya hingga dalam kondisi yang sulit untuk berkembang, sehingga rumah sakit dilepas dari induknya. Isu tentang strategi besar PT Pertamina saat ini, juga mempengaruhi rumah sakit-rumah sakit Pertamina yang tersebar di seluruh Indonesia. Dapat diramalkan apabila Pertamina mempunyai strategi efisiensi maka sebagian rumah sakit diharuskan berubah menjadi pusat keuntungan. Hal ini tentu menuntut keterampilan manajerial yang berbeda dibandingkan ketika rumah sakit-rumah sakit Pertamina dikelola sebagai cost-centre. Perkembangan Rumah sakit dan Ilmu Ekonomi Dengan memahami perkembangan berbagai rumah sakit dari masa lalu sampai sekarang, secara keseluruhan, perkembangan sejarah rumah sakit menunjukkan bahwa faktor ekonomi merupakan hal penting sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ataupun kemunduran rumah sakit adalah aspek ekonomi. Tanpa adanya sumber dana cukup, perkembangan rumah sakit akan sulit berjalan. Tanpa insentif ekonomi memadai bagi sumber daya manusia, sebuah rumah sakit akan kesulitan menarik tenaga yang menjadi penentu keberhasilan pelayanan rumah sakit. Pertanyaan pentingnya adalah apakah para pengambil kebijakan dan pengelola rumah sakit mau dan mampu mempelajari ilmu ekonomi untuk merumuskan kebijakan dan mengelola rumah sakit di Indonesia.

23 Bagian I 23 BAB II ASPEK PENDANAAN RUMAH SAKIT 2.1 Pemahaman terhadap Public dan Private Goods Secara konsepsual, sistem pelayanan kesehatan berjalan berdasarkan pemahaman akan makna public goods dan private goods. Katz and Rosen (1998) menyatakan bahwa public goods mempunyai berbagai sifat. Pertama, pemakaian jasa kepada seseorang tidak mengurangi jatah bagi orang lain yang ingin menggunakannya sehingga tidak perlu berebut. Sifat ini disebut non-rivalry. Hal ini berlawanan dengan private goods yang penggunaannya akan mengurangi jatah bagi orang lain yang ingin menggunakannya pula. Sifat kedua adalah non-excludable, artinya adalah tidak mungkin atau mahal sekali untuk mencegah orang menggunakannya, walaupun yang bersangkutan tidak mau membayar jasa pelayananan ini. Contoh yang paling terlihat adalah penyuluhan kesehatan melalui radio atau televisi yang tidak mungkin mencegah orang menikmati jasa pelayanan penyuluhan walaupun yang bersangkutan tidak membayar biaya penyuluhan. Sifat ketiga, adanya eksternalitas positif yaitu pelayanan jasa publik kepada seseorang akan menimbulkan pengaruh kepada orang lain yang tidak menggunakan. Contoh eksternalitas yang positif adalah pemberian jasa imunisasi kepada satu anak akan mengurangi risiko penularan penyakit kepada anak lain. Private goods mempunyai sifat sebaliknya yaitu pemakaian jasa kepada seseorang akan mengurangi jatah bagi orang lain yang ingin menggunakannya, bersifat excludable, walaupun mungkin mempunyai eksternalitas positif. Pemilahan public goods dan private goods bukanlah hitam-putih (dikotomi), tetapi memiliki gradasi pada titik terdapat public goods tidak murni.

24 24 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Public Goods Private Goods Gambar 2.1 Kontinum antara jasa publik dan jasa pribadi Contoh pelayanan public goods dalam kesehatan adalah program peningkatan higine dan sanitasi, penyuluhan kesehatan, program pembinaan kesehatan perusahaan, imunisasi. Contoh pelayanan private goods adalah bangsal VIP rumah sakit, pelayanan bedah plastik, operasi perorangan, dan lain sebagainya. Pelayanan jasa publik biasanya disubsidi oleh pemerintah. Pemahaman mengenai public goods dan private goods ini penting dalam menganalisis kebijakan pendanaan kesehatan. Konsep welfare state menyatakan bahwa pelayanan public goods seharusnya dibiayai oleh negara melalui mekanisme pajak. Dalam hal ini kesehatan merupakan salah satu sektor kehidupan yang mempunyai banyak pelayanan bersifat public goods. Secara normatif memang ada pernyataan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak bagi setiap warga untuk menerimanya, seperti yang terdapat dalam UUD 45. Namun, fakta berbicara lain karena biaya untuk pelayanan kesehatan sebagai public goods yang dibiayai negara ternyata tinggi. Akibatnya, membutuhkan sumber keuangan yang besar. Data Tabel 2.1 menunjukkan bahwa negara yang mempunyai persentase besar sumber pendanaan oleh negara adalah negara-negara yang termasuk kelompok kaya, kecuali Amerika Serikat. Di negara-negara yang tidak kaya ternyata sumber pendanaan lebih banyak berasal dari masyarakat, seperti di Indonesia, Vietnam, dan Myamar. Dengan melihat latar belakang ini perlu dicermati pemberian pelayanan private goods tidak hanya oleh swasta tetapi juga dapat dilakukan oleh pemerintah. Sebagai gambaran kasus pelayanan kuratif oleh rumah sakit pemerintah dan dalam masa keterbatasan sumber ekonomi negara mengakibatkan adanya kecenderungan semakin banyak lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan private goods. Hal ini yang menjadi pendorong utama berkembangnya proses korporatisasi pelayanan kesehatan.

25 Bagian I 25 Tabel 2.1 Perbandingan antarnegara dalam pengeluaran anggaran pemerintah untuk kesehatan Negara Pengeluaran kesehatan total per kapita dalam dollar Pengeluaran kesehatan oleh pemerintah per kapita dalam dollar Persentase Pengeluaran Kesehatan oleh pemerintan terhadap total % % Australia Belgia Kanada Denmark Perancis Jerman Itali Jepang Amerika Serikat Inggris China India Brazil Kuba Iran Kuwait Brunei Indonesia Malaysia Myamar Filipina Thailand Singapura Vietnam Sumber data: Diolah dari WHO Report Perkembangan Sumber Dana Kesehatan Masalah utama yang saat ini dihadapi oleh sistem pelayanan kesehatan adalah sumber daya yang semakin lama semakin sulit mengejar kebutuhan pelayanan. Sumber daya ini berasal dari swasta dan pemerintah dengan persentase dari swasta relatif semakin mem-

26 26 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi besar sehingga muncul masalah baru yang berkaitan dengan akses ke pelayanan kesehatan dan semakin rendahnya mutu pelayanan kesehatan masyarakat karena kekurangan subsidi pemerintah. Di negara-negara sedang berkembang, public spending pada semua sektor berkembang dengan pesat pada dekade 1960-an dan 1970-an. Pada periode ini ada optimisme bahwa pemerintah dapat aktif membiayai program-program kesejahteraan rakyatnya. Salah satu program kesejahteraan adalah membiayai pelayanan rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit milik pemerintah adalah suatu organisasi normatif yang mengacu pada fungsi sosial untuk menyehatkan masyarakat. Periode ini dipuncaki dengan deklarasi pada tahun 1978 di Alma-Ata. Di bekas negara sosialis Uni Soviet tersebut WHO mengeluarkan deklarasi "Health for All by the Year 2000". Pada dekade 1980-an, pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan pengeluaran untuk kesehatan menurun. Subsidi untuk pelayanan kesehatan semakin kecil, sementara itu biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat, khususnya pelayanan rumah sakit yang menggunakan teknologi canggih. Tidaklah mengherankan jika terjadi pergeseran mengenai arti pelayanan rumah sakit dari suatu pelayanan yang bersifat public-goods (dengan subsidi tinggi atau bahkan gratis sama sekali) menjadi suatu pelayanan yang bersifat individualistis (private goods). Pelayanan rumah sakit semakin mengarah pada barang komoditi yang mengacu pada kekuatan pasar dalam perekonomian masyarakat. Sebagai suatu organisasi, rumah sakit mulai berubah dari organisasi yang normatif (organisasi sosial) ke arah organisasi yang utilitarian. Saat ini dikenal istilah rumah sakit sebagai suatu organisasi sosial-ekonomis. Perubahan sifat rumah sakit ke arah organisasi sosial-ekonomi ini dipacu oleh keterlibatan Bank Dunia dalam sektor kesehatan. Tahun 1980 Bank Dunia mulai memberikan pinjaman ke sektor kesehatan. Pada tahun 1983 Bank Dunia telah menjadi salah satu pemberi dana kesehatan terbesar untuk negara-negara sedang berkembang. Tidaklah mengherankan para ekonom sebagai organisasinya apabila Bank Dunia berperan dalam menekankan prinsip-prinsip

27 Bagian I 27 ekonomi dalam manajemen rumah sakit. Pada tahun 1987, Bank Dunia mengeluarkan satu publikasi berjudul Financing Health Services in Developing Countries: an Agenda for Reform. Dalam publikasi tersebut, Bank Dunia melihat adanya tiga masalah, yaitu: misallocation, internal inefficiency of public programs, dan inequity in the distribution of benefit from health services. Untuk mengatasinya Bank Dunia mengusulkan 4 reformasi, yaitu: (1) subsidi untuk pelayanan kesehatan pemerintah harus dikurangi; (2) meningkatkan cakupan asuransi kesehatan; (3) meningkatkan peran swasta; dan (4) mendesentralisasikan pelayanan kesehatan pemerintah. Terlihat jelas bahwa reformasi ini terutama mengacu pada konsep efisiensi, walaupun Bank Dunia telah memasukkan konsep equity. Terjadi debat antara equity yang dicanangkan dalam Deklarasi Alma Ata dengan konsep efisiensi dalam reformasi Bank Dunia. Pada tahun 1993, Bank Dunia memilih kesehatan sebagai pokok bahasan World Development Report. Masalah hampir sama dengan publikasi tahun 1987 tetapi dengan sedikit perbedaan, yaitu: Misallocation, Inequity, Inefficiency, dan Exploding Costs. Terdapat berbagai penafsiran yang dapat ditarik dari laporan tersebut. Pertama, Bank Dunia ingin meningkatkan sumber daya untuk peningkatan status kesehatan melalui pendekatan di luar sektor pelayanan kesehatan dan peningkatan dana dari asuransi kesehatan. Kedua, Bank Dunia ingin meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui realokasi sumber daya pemerintah dari pelayanan kuratif tersier ke program-program kesehatan masyarakat dan pelayanan klinik dasar serta sistem asuransi kesehatan yang fair. Ketiga, Bank Dunia ingin meningkatkan efisiensi melalui peningkatan mutu pelayanan dan penurunan ongkos produksi. Untuk peningkatan efisiensi ini perlu adanya keragaman dan kompetisi sisi supply dan input pelayanan kesehatan serta adanya peningkatan kemampuan manajerial. Sebagai lembaga berpengaruh di negara sedang berkembang, usulan-usulan Bank Dunia tentunya tidak dapat diabaikan. Situasi ekonomi makro dunia sangat diperhatikan oleh Bank Dunia dan manajemen suatu rumah sakit pemerintah maupun swasta yang tidak

28 28 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi lepas dari pengaruh perekonomian dunia. Pada akhirnya terjadi pergeseran sifat rumah sakit dari suatu organisasi yang bertitik berat pada fungsi sosial (normatif) menjadi suatu lembaga sosial-ekonomi ke arah utilitarian. Satu kata kunci yang sangat penting adalah posisi "laba" atau profit dalam tujuan rumah sakit. Secara tradisional, sebagai organisasi normatif yang bersifat sosial maka laba merupakan hal yang jarang ditemui dalam manajemen rumah sakit, khususnya rumah sakit-rumah sakit pemerintah. Ada pertanyaan dalam perubahan menjadi organisasi sosio-ekonomi, apakah laba merupakan suatu hal yang tidak patut dalam rumah sakit? Dalam memahami suatu organisasi yang mengandung sifat ekonomi, posisi laba sangat penting. Para ekonom secara umum mendefinisikan laba sebagai kelebihan penerimaan atas biaya-biaya yang digunakan dalam usaha. Dalam konteks manajemen rumah sakit kelebihan pembayaran ini dapat dipergunakan untuk berbagai hal seperti usaha pengembangan rumah sakit, peningkatan insentif untuk bekerja, dan usaha subsidi silang. Jika laba merupakan hal yang tidak patut maka perlu suatu pertanyaan mengenai kemampuan subsidi pemerintah dan sifat pelayanan rumah sakit. Dalam era teknologi dan SDM sektor kesehatan yang semakin membutuhkan dana, sulit mencari rumah sakit yang tidak memperdulikan unit-cost dan cost-recovery dalam pengelolaannya. Dalam sistem pelayanan kesehatan, dikenal barang atau jasa yang bersifat publik dan yang bersifat perorangan. Dalam hal ini, rumah sakit dibanding misalnya dengan pelayanan penyakit menular, lebih bersifat sebagai jasa perorangan. Ini berarti bahwa subsidi pemerintah sebaiknya lebih diarahkan pada program pemberantasan penyakit menular. Dengan pengertian ini maka timbul pertanyaan lebih lanjut: apakah pelayanan rumah sakit merupakan suatu hak ataukah komoditi dagang? Sejarah yang akan membuktikan nanti. Akan tetapi, saat ini berkembang rumah sakit yang tegas-tegas menempatkan pelayanan rumah sakit sebagai komoditi dagang dengan bentuk hukum PT.

29 Bagian I Situasi sumber Dana Kesehatan di Indonesia Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia didanai oleh pemerintah dan swasta. Secara garis besar pihak swasta membiayai sekitar 70% total pendanaan (Biro Keuangan Depkes, 2001). Pendanaan dari swasta terutama diperuntukkan bagi sistem pelayanan kesehatan perorangan yang lebih bersifat private goods. Di samping itu, sistem pelayanan kesehatan mendapatkan dana dari sumber pemerintah dan juga dari luar negeri. Sebagian kecil dana pelayanan kesehatan menggunakan asuransi kesehatan sebagai mekanisme pendanaan. Sumber dana kemanusiaan secara resmi tidak tercatat. Gambar 2.2 menunjukkan peta sumber pendanaan kesehatan di Indonesia. Industri farmasi merupakan satu aspek dalam sistem pelayanan kesehatan yang mempunyai ukuran ekonomi relatif besar. Pada tahun 1991 konsumsi per kapita untuk obat sebesar Rp 8.162,00, sehingga dengan demikian sekitar Rp 1,5 triliun beredar dalam industri farmasi. Pada tahun 1994/1995 anggaran Depkes berjumlah Rp 1,281,18 milyar. Apabila dibandingkan dengan total (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka perkembangan proporsi anggaran Depkes dapat dilihat pada tabel berikutnya. Secara nasional, anggaran pemerintah untuk Depkes relatif kecil, sekitar 2,5%. Proporsi yang kecil ini menunjukkan bahwa Depkes bukan merupakan bagian utama dari kabinet. Dengan kata lain, pemerintah belum memberikan prioritas pada pelayanan kesehatan. Sebagai perbandingan tahun 1991, APBN untuk militer (8,2%), anggaran sektor pendidikan (9,1%), anggaran sektor kesehatan (2,4%), pelayanan jasa ekonomi (27,1%), perumahan (1,8%), dan lain-lain (51,5%). Di samping APBN yang rendah untuk kesehatan, pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan juga rendah, hanya 2%. Angka ini jauh dari pengeluaran untuk pakaian (7%), makanan (21%), bahan bakar (7%), dan pendidikan (4%). Setelah tahun-tahun tersebut, data anggaran pemerintah untuk kesehatan relatif tidak bertambah. Proporsi anggaran justru paling banyak untuk sekretariat jenderal ( : 52%, 1998/1999: 62,79%). Sangat menarik bahwa kenaikan anggaran Depkes banyak berasal dari pinjaman luar negeri.

30 30 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Pada tahun anggaran 1994/1995 pinjaman luar negeri dan bantuan luar negeri jumlahnya sebesar Rp ,00, sedangkan pada tahun anggaran berjumlah Rp ,00. Data terbaru mengenai sumber pendanaan pemerintah dan swasta di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.2. Data di atas menunjukkan bahwa perkembangan sumber dana untuk kesehatan masih memprihatinkan, tarutama pada saat krisis Gambar 2.2 Peta sumber pendanaan kesehatan di Indonesia

SISTEM MANAJEMEN RUMAH SAKIT DALAM PERSPEKTIF SEJARAH

SISTEM MANAJEMEN RUMAH SAKIT DALAM PERSPEKTIF SEJARAH 4 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi BAB I SISTEM MANAJEMEN RUMAH SAKIT DALAM PERSPEKTIF SEJARAH Menurut seorang ahli sejarah ekonomi (Purwanto, 1996) pelayanan rumah sakit di Indonesia telah dimulai sejak

Lebih terperinci

ASPEK PENDANAAN RUMAH SAKIT

ASPEK PENDANAAN RUMAH SAKIT Bagian I 23 BAB II ASPEK PENDANAAN RUMAH SAKIT 2.1 Pemahaman terhadap Public dan Private Goods Secara konsepsual, sistem pelayanan kesehatan berjalan berdasarkan pemahaman akan makna public goods dan private

Lebih terperinci

INDEKS. C Cash and Carry, 43 Cash-Flow, 161 Circular Flow, 61, 68-70, 75, 84-86, 109, 163, 165, 168, 172, 191

INDEKS. C Cash and Carry, 43 Cash-Flow, 161 Circular Flow, 61, 68-70, 75, 84-86, 109, 163, 165, 168, 172, 191 INDEKS A Akuntabilitas Usaha, 178 Akuntabilitas, 50, 52, 57, 58, 179, 246 Asuransi Kesehatan, 3, 7, 27, 29, 31, 41-44, 58, 65, 116, 120-123, 151, 187, 199, 233, 254, 274, 285 B Bad Externalities, 279 Badan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OTONOMI DALAM MANAJEMEN RUMAH SAKIT

KEBIJAKAN OTONOMI DALAM MANAJEMEN RUMAH SAKIT Bagian I 51 BAB IV KEBIJAKAN OTONOMI DALAM MANAJEMEN RUMAH SAKIT 4.1 Globalisasi dan Otonomi Rumah Sakit Di Indonesia problem keuangan menyebabkan kemampuan pemerintah pusat untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

Modul. Blok II 1. Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM. Prinsip Ekonomi Manajerial dan Penerapannya Dalam Manajemen Rumah Sakit

Modul. Blok II 1. Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM. Prinsip Ekonomi Manajerial dan Penerapannya Dalam Manajemen Rumah Sakit 1 Modul Minat Utama Manajemen Rumahsakit Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran UGM Gedung IKM Lt. 2 Jln Farmako, Sekip Utara, Jogjakarta 55281 Telp. (0274) 581679, 551408 Fax. (0274)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakit dalam bahasa inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dalam

BAB I PENDAHULUAN. sakit dalam bahasa inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Schulz R. And Jonshon A.C tahun 1976 Pengertian Rumah sakit dalam bahasa inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dalam bahasa latin yang berarti tamu.

Lebih terperinci

Perkembangan mutakhir sektor rumahsakit di Indonesia: Mengapa RS Non-Profit membutuhkan dana kemanusiaan

Perkembangan mutakhir sektor rumahsakit di Indonesia: Mengapa RS Non-Profit membutuhkan dana kemanusiaan Perkembangan mutakhir sektor rumahsakit di Indonesia: Mengapa RS Non-Profit membutuhkan dana kemanusiaan Laksono Trisnantoro Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Tujuan Instruksional: 1. Memahami

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... PRAKATA...

DAFTAR ISI... PRAKATA... DAFTAR ISI PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... v xvii xxii DAFTAR GAMBAR... xxiv BAGIAN I PERKEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN RUMAH SA- KIT DAN REFORMASI PELAYANAN KESEHATAN... 1 Pengantar... 1 Bab I Sistem

Lebih terperinci

KONSEP PENETAPAN TARIF DAN INVESTASI

KONSEP PENETAPAN TARIF DAN INVESTASI 146 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi BAB X KONSEP PENETAPAN TARIF DAN INVESTASI 10.1 Konsep Penetapan Tarif dalam Manajemen Rumah Sakit Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran

Lebih terperinci

ASPEK STRATEGIS MANAJEMEN RUMAH SAKIT

ASPEK STRATEGIS MANAJEMEN RUMAH SAKIT Pengantar R umah sakit merupakan sebuah lembaga yang melakukan kegiatan tidak di ruang hampa. Dalam sejarah perkembangan rumah sakit terdapat interaksi antara lingkungan dengan keadaan dalam rumah sakit.

Lebih terperinci

Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah

Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah Hasbullah Thabrany 1 Jika kita memperhatikan prilaku masyarakat Indonesia, maka terdapat dua perbedaan sikap yang sangat menyolok terhadap dua jenis institusi sosial

Lebih terperinci

Diskusi Kebijakan Publik untuk RS swasta di Indonesia: Kontroversi UU RS

Diskusi Kebijakan Publik untuk RS swasta di Indonesia: Kontroversi UU RS Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK) Fakultas Kedokteran UGM Diskusi Kebijakan Publik untuk RS swasta di Indonesia: Kontroversi UU RS Kamis, 10 Desember 2009 pkl. 18.00 21.00 WIB Hotel Parklane,

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MANAJERIAL UNTUK RUMAH SAKIT

PENGANTAR EKONOMI MANAJERIAL UNTUK RUMAH SAKIT 98 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi BAB VII PENGANTAR EKONOMI MANAJERIAL UNTUK RUMAH SAKIT 7.1 Masalah Manajemen dan Ekonomi Perubahan disadari telah terjadi dalam rumah sakit. Fakta di lapangan dan sejarah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang kompleks dan mempunyai fungsi luas menyangkut fungsi pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi dengan

Lebih terperinci

BAB II HASIL SURVEY. untuk memberikan nama Dr. R. Sososdoro Djatikoesoemo tahun 1990.

BAB II HASIL SURVEY. untuk memberikan nama Dr. R. Sososdoro Djatikoesoemo tahun 1990. BAB II HASIL SURVEY.1. Gambaran Umum Dimulai sekitar tahun 198, pada masa kolonial Belanda dengan zendingnya mengurus rumah bagi orang miskin yang digabung dengan poliklinik zending, selanjutnya berkembang

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT SEBAGAI LEMBAGA USAHA

RUMAH SAKIT SEBAGAI LEMBAGA USAHA Bagian III 129 BAB IX RUMAH SAKIT SEBAGAI LEMBAGA USAHA 9.1 Konsep Biaya dan Aplikasinya di Rumah Sakit Dalam model Circular Flow, firma atau lembaga usaha merupakan salahsatu dari empat faktor pembentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perusahaan, karena turnover akan menyebabkan kerugian yang lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perusahaan, karena turnover akan menyebabkan kerugian yang lebih besar BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Turnover intention merupakan masalah penting yang memberikan dampak terhadap perusahaan, karena turnover akan menyebabkan kerugian yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

Perkembangan RS. Sektor RS dan Ideologinya di Indonesia

Perkembangan RS. Sektor RS dan Ideologinya di Indonesia Perkembangan RS Sektor RS dan Ideologinya di Indonesia 1 Apa arti ideologi? 1. The body of ideas reflecting the social needs and aspirations of an individual, group, class, or culture. 2. A set of doctrines

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Doktrin New Public Management (NPM) atau Reinveting

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Doktrin New Public Management (NPM) atau Reinveting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan reformasi administrasi publik makin nyata di berbagai negara termasuk Indonesia. Doktrin New Public Management (NPM) atau Reinveting Government yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum. rawat inap, rawat darurat, rawat intensif, serta pelayanan penunjang lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum. rawat inap, rawat darurat, rawat intensif, serta pelayanan penunjang lainnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bidang usaha yang berorientasi non-profit yang dibangun untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

viii Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

viii Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi PRAKATA Aplikasi ekonomi dalam manajemen rumah sakit merupakan suatu topik menarik untuk dibahas. Buku ini bertujuan membahas berbagai aspek aplikasi ekonomi, khususnya ekonomi mikro dalam manajemen rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem .BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN STRATEGIS

PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN STRATEGIS BAB 2 PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN STRATEGIS P ada Bab 1 telah disinggung penggunaan model penafsiran perubahan dan adaptasi strategis terhadap perubahan lingkungan. Sebagai hasil penafsiran perubahan lingkungan,

Lebih terperinci

EKSPLORASI ISU BISNIS

EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Latar Belakang Isu Bisnis Bagaimana seharusnya untuk mengelola suatu instansi pemerintahan yang berhubungan dengan masyarakat umum? Pertanyaan ini kerap muncul dalam banyak

Lebih terperinci

Perencanaan Strategis dan Perubahan Budaya Organisasi

Perencanaan Strategis dan Perubahan Budaya Organisasi Perencanaan Strategis dan Perubahan Budaya Organisasi Isi: Pelajaran dari RS yang melakukan Perubahan Perubahan Budaya di RS Tabanan Dimana peran Perencanaan Strategis pada perubahan? Pelajaran dari berbagai

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN BAB II LANDASAN PEMIKIRAN 1. Landasan Filosofis Filosofi ilmu kedokteran Ilmu kedokteran secara bertahap berkembang di berbagai tempat terpisah. Pada umumnya masyarakat mempunyai keyakinan bahwa seorang

Lebih terperinci

Professional Development

Professional Development Professional Development untuk Peningkatan Mutu Laksono Trisnantoro Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK- UGM/Magister Manajemen Rumahsakit/Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan UGM 1

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota BAB II PROFIL PERUSAHAAN A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi mulai dibangun oleh anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan persaingan akan mendorong perusahaan untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan persaingan akan mendorong perusahaan untuk melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, persaingan dalam dunia bisnis semakin meningkat. Peningkatan persaingan akan mendorong perusahaan untuk melakukan penyesuaian terhadap

Lebih terperinci

viii Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

viii Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi PRAKATA Aplikasi ekonomi dalam manajemen rumah sakit merupakan suatu topik menarik untuk dibahas. Buku ini bertujuan membahas berbagai aspek aplikasi ekonomi, khususnya ekonomi mikro dalam manajemen rumah

Lebih terperinci

Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan

Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan KOMPAS/LUCKY PRANSISKA / Kompas Images Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi dari Malaysia menjalani pemeriksaan kesehatan setibanya di Pelabuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang kesejahteraan sosial sudah pasti berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat telah melakukan upaya pembangunan dalam rangkaian program-program yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh manusia, karena kesehatan menentukan segala aktivitas dan kinerja manusia. adalah suatu

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT

MAKALAH MANAJEMEN REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT MAKALAH MANAJEMEN REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT DISUSUN OLEH MARIA YOSEFINA SARINA BIMA 10.001.068 Semester/Kelas : III/C AKADEMI PEREKAM MEDIS DAN INFORMATIKA KESEHATAN YAYASAN BINA ADMINISTRASI BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah adalah menghasilkan barang publik. Barang publik harus dihasilkan pemerintah, terutama karena tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis perumahsakitan di Indonesia akhir-akhir ini sedang mengalami perkembangan pesat. Fenomena ini berpengaruh terhadap tingkat persaingan antar rumah sakit yang semakin

Lebih terperinci

Pembiayaan Kesehatan (Health Financing) Universitas Esa Unggul Jakarta 6 Januari 2016 Sesi-13 Ekonomi Kesehatan Kelas 13

Pembiayaan Kesehatan (Health Financing) Universitas Esa Unggul Jakarta 6 Januari 2016 Sesi-13 Ekonomi Kesehatan Kelas 13 Pembiayaan Kesehatan (Health Financing) ade.heryana24@gmail.com Universitas Esa Unggul Jakarta 6 Januari 2016 Sesi-13 Ekonomi Kesehatan Kelas 13 The Questions are... Dari mana pembiayaan kesehatan berasal?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

BAB I PENDAHULUAN. orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan salah satu indikator suksesnya pembangunan suatu bangsa sehingga diperlukan adanya suatu upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS BISNIS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIMA

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS BISNIS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIMA BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS BISNIS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI BIMA, a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh manusia, karena kesehatan menentukan segala aktivitas dan kinerja manusia. Pengertian sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan sekarang ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT PEMERINTAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU), APAKAH MENDUKUNG UNIVERSAL COVERAGE??

RUMAH SAKIT PEMERINTAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU), APAKAH MENDUKUNG UNIVERSAL COVERAGE?? RUMAH SAKIT PEMERINTAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU), APAKAH MENDUKUNG UNIVERSAL COVERAGE?? Djazuly Chalidyanto Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

DEFISI DAERAH TERPENCIL

DEFISI DAERAH TERPENCIL DEFISI DAERAH TERPENCIL Daerah Terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena berbagai sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa), transportasi, sosial dan ekonomi.

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT A. SEJARAH DAN KEDUDUKAN RUMAH SAKIT Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rengat Kabupaten Indragiri Hulu pada awalnya berlokasi di Kota Rengat Kecamatan Rengat (sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi atau melebihi harapan. Maka dapat dikatakan, bahwa hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi atau melebihi harapan. Maka dapat dikatakan, bahwa hal-hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas Pelayanan Kesehatan tidak terlepas dari kualitas suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi sudah pasti akan dihadapi oleh semua bangsa dan akan menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Keberadaan sumber daya manusia menjadi

Lebih terperinci

prasarana, sumberdaya manusia, kefarmasian, dan peralatan. (2)

prasarana, sumberdaya manusia, kefarmasian, dan peralatan. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan suatu perusahaan tentunya tidak terlepas dari aset yang dimiliki. Salah satu aset penting perusahaan adalah sumber daya manusia atau karyawan. Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan nasional secara menyeluruh yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan primer manusia baik sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam fungsi pelayanan publik, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang baik 19 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Salah satu upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang baik adalah dengan sistem pembangunan ekonomi nasional. Sejak era reformasi bergulir, pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prioritasnya adalah pembangunan di bidang kesehatan. Untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. prioritasnya adalah pembangunan di bidang kesehatan. Untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah Kota Medan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya berupaya melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satu prioritasnya adalah

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, perubahan dalam pelayanan kesehatan terjadi sangat cepat, tumbuhnya beberapa rumah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, perubahan dalam pelayanan kesehatan terjadi sangat cepat, tumbuhnya beberapa rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar bebas dengan kerangka Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir tahun 2015 merupakan tantangan dan hambatan bangsa Indonesia kedepan. Khususnya bidang pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tersebut adalah pelayanan kesehatan di rumah sakit. Menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tersebut adalah pelayanan kesehatan di rumah sakit. Menurut Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat pada umumnya diselenggarakan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah dan salah satu bentuk pelayanan kesehatan tersebut adalah

Lebih terperinci

STIKOM SURABAYA BAB II HASIL SURVEY. 2.1 Sejarah Perusahaan. Dimulai sekitar tahun 1928, pada masa kolonial Belanda dengan

STIKOM SURABAYA BAB II HASIL SURVEY. 2.1 Sejarah Perusahaan. Dimulai sekitar tahun 1928, pada masa kolonial Belanda dengan BAB II HASIL SURVEY 2.1 Sejarah Perusahaan Dimulai sekitar tahun 1928, pada masa kolonial Belanda dengan zendingnya mengurus rumah bagi orang miskin yang digabung dengan poliklinik zending, selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tajam dari waktu ke waktu. Berdasarkan Indonesian Policy Health yang

BAB I PENDAHULUAN. tajam dari waktu ke waktu. Berdasarkan Indonesian Policy Health yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Pemerintah Indonesia sedang menghadapi permasalahan yang cukup serius dalam menghadapai pelayanan kesehatan yang meningkat tajam dari waktu ke waktu. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada mulanya rumah sakit di Indonesia banyak didirikan dengan tujuan sosial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada mulanya rumah sakit di Indonesia banyak didirikan dengan tujuan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada mulanya rumah sakit di Indonesia banyak didirikan dengan tujuan sosial tanpa terlalu mempertimbangkan segi ekonominya. Pada masa itu kebanyakan rumah sakit mendapat

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM REMUNERASI PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYEN KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) sebagai bagian dari reformasi sistem kesehatan pada saat ini telah dilaksanakan oleh hampir setengah negara di dunia dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Visi, Misi dan Tujuan Umum Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat

BAB I. Pendahuluan Visi, Misi dan Tujuan Umum Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat BAB I Pendahuluan 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Sejarah berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat yang terletak di Jalan Amir Machmud No. 140 Cimahi

Lebih terperinci

Outlook Dalam konteks ideologi pemerintah

Outlook Dalam konteks ideologi pemerintah Reformasi Pelayanan Kesehatan di Indonesia Outlook 2011 2015 Dalam konteks ideologi pemerintah Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM Isi Pengantar 1. Konsep Reformasi sektor Kesehatan 2. Perkembangan

Lebih terperinci

Mencermati PP Nomor. 28 Tahun 2003

Mencermati PP Nomor. 28 Tahun 2003 Mencermati PP Nomor. 28 Tahun 2003 Oleh : Adi Nugroho Onggoboyo Sebagai ujung tombak dalam memperlancar tugas-tugas pemerintahan, baik pada tingkat pusat maupun daerah, pegawai negeri sipil sebagai aparatur

Lebih terperinci

Hubungan Dinas Kesehatan dan RS Daerah setelah adanya PP 38 dan PP 41 tahun 2007: Memperjelas posisi regulator

Hubungan Dinas Kesehatan dan RS Daerah setelah adanya PP 38 dan PP 41 tahun 2007: Memperjelas posisi regulator Hubungan Dinas Kesehatan dan RS Daerah setelah adanya PP 38 dan PP 41 tahun 2007: Memperjelas posisi regulator dan operator Laksono Trisnantoro Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK- UGM/Magister Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini banyak masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah serta masyarakat umum. Salah satu masalah yang sangat umum sekarang adalah meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Depkes RI, 1999). Peningkatan kebutuhan dalam bidang kesehatan ini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Depkes RI, 1999). Peningkatan kebutuhan dalam bidang kesehatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan kesehatan adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sehat secara fisik, mental dan sosial, untuk mencapai suatu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah sebuah institusi kesehatan yang ditugasi khusus untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah sebuah institusi kesehatan yang ditugasi khusus untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah sebuah institusi kesehatan yang ditugasi khusus untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang. meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang. meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan sarana kesehatan dan juga tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu aktifitas untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan yang bertujuan

Lebih terperinci

Skenario RS menghadapi era

Skenario RS menghadapi era Skenario RS menghadapi era BPJS: dalam konteks spesialis dan kebijakan industri Laksono Trisnantoro Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM Ob servasi 15 tahun terakhir: Masyarakat miskin yang dulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia pada suatu organisasi merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas, dengan memperbaiki sumber daya manusia, meningkatkan pula kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Pada umumnya rumah sakit terbagi menjadi dua yaitu rumah sakit umum

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Pada umumnya rumah sakit terbagi menjadi dua yaitu rumah sakit umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Untuk mendukung kesehatan bagi masyarakat maka banyak didirikan lembaga atau organisasi yang memberikan pelayanan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( ) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Patient Safety yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat meraih pencapaian standar dari patient safety yang dibutuhkan di

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN KUTAI TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN GEDUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI T E S I S

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN GEDUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI T E S I S MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN GEDUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI T E S I S Diajukan Kepada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

Pelayanan Antidiskriminasi

Pelayanan Antidiskriminasi Pelayanan Antidiskriminasi 07 Jan 2015 Perbaikan Pemberian Pelayanan Kepada Masyarakat Memperkenalkan Pendekatan Baru Meningkatkan Efisiensi Keadilan dan Kemudahan akses pelayanan bagi kelompok rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang semakin berkembang, tantangan terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa mekanisme pasar didominasi oleh organisasi kesehatan yang mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada perubahan di segala aspek. Mulai dari sistem pemerintahan, peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pada perubahan di segala aspek. Mulai dari sistem pemerintahan, peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia sejak 1998 silam telah berpengaruh positif pada perubahan di segala aspek. Mulai dari sistem pemerintahan, peraturan perundang-undangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Salah satu prinsip dasar pembangunan kesehatan yaitu setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Salah satu prinsip dasar pembangunan kesehatan yaitu setiap orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan kesehatan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berbunyi: Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya tekanan terhadap organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah baik pusat dan daerah serta perusahaan milik pemerintah, dan organisasi

Lebih terperinci