HASIL DAN PEMBAHASAN. dan 100 mg albumin dapat dicampurkan secara perlahan ke dalam 2 L larutan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. dan 100 mg albumin dapat dicampurkan secara perlahan ke dalam 2 L larutan."

Transkripsi

1 M untuk menghentikan reaksi. Serapan campuran diukur menggunakan spektrofotometer UV Hitachi 2800 pada kisaran panjang gelombang (λ) nm untuk mengetahui λ maksimumnya. Kurva standar. Larutan substrat (xantin) dibuat pada berbagai konsentrasi (0.1; 0.2; 0.3; 0.4; 0.5; 0.6; 0.7 ppm), kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 264 nm. Kurva hubungan antara konsentrasi dan serapan dibuat. Persamaan kurva linear tersebut digunakan untuk menghitung aktivitas XO. Inhibisi Aktivitas Xantin Oksidase. Uji daya inhibisi ekstrak air dan etanol kelopak rosela dan herba ciplukan pada XO dilakukan pada kondisi optimumnya. Kondisi optimum pengujian mengacu pada Iswantini dan Darusman (2003), yaitu pada waktu inkubasi 45 menit, suhu 20 C, ph 7.5, konsentrasi XO 0.1 unit/ml, dan konsentrasi substrat (xantin) 0.7 mm. Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan beragam konsentrasi berdasarkan hasil uji toksisitas pada A. salina, dan ditambah larutan bufer kalium fosfat 50 mm ph 7.5 sehingga volumenya menjadi 1.9 ml. Campuran kemudian ditambah 1 ml xantin 2.1 mm dan xantin oksidase 0.1 unit/ml sebanyak 0.1 ml lalu diinkubasi pada suhu 20 0 C selama 45 menit. Setelah diinkubasi, campuran segera ditambahkan HCl 0.58 M sebanyak 1 ml untuk menghentikan reaksinya (Lampiran 5). Campuran diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 264 nm untuk melihat seberapa besar sisa xantin yang tidak bereaksi dalam sampel uji. Daya inhibisi yang diperoleh dibandingkan dengan alopurinol. Preparasi urin buatan (Shmaefsky 2004) Sebanyak 36.4 g urea ditambahkan ke dalam 1.5 L air distilata dan diaduk sampai semua kristal larut. Kemudian ditambahkan 15 g NaCl dan 9 g KCl diaduk sampai larutan jernih. Keasaman (ph) diperiksa dengan menggunakan kertas indikator untuk menjamin agar ph berada pada kisaran urin normal yaitu 5 7. Jika ph berada di luar kisaran tersebut, ditambah HCl 1N untuk menurunkan ph atau NaOH 1N untuk menaikkan ph. Larutan ini siap disimpan sebagai stok untuk larutan urin normal dan dapat didinginkan untuk beberapa minggu atau dibekukan untuk beberapa bulan. Sebelum digunakan larutan dibiarkan sampai mencapai suhu ruang. Untuk menjamin kesamaan dengan urin manusia, sebanyak 4 g kreatin dan 100 mg albumin dapat dicampurkan secara perlahan ke dalam 2 L larutan. Penentuan waktu pengukuran, konsentrasi natrium dan konsentrasi asam urat (Kavanagh et al. 2000) Urin buatan disiapkan dengan konsentrasi NaCl 2, 4, 6, 8, dan 10 mm, kemudian disiapkan pula larutan asam urat dengan konsentrasi 2, 5, 7, 10, 13, 15, 20, dan 25 mm. Pengukuran turbiditas dilakukan menggunakan turbidimeter. Sel turbidimeter diisi dengan 13.6 ml larutan natrium asetat dan secara cepat ditambahkan 1.4 ml larutan asam urat (waktu tetes pertama asam urat bercampur dengan natrium asetat dihitung sebagai waktu 0 menit). Campuran dikocok pelan selama 10 detik lalu sel dimasukkan ke dalam kompartemen turbidimeter dan diukur nilai turbiditasnya. Pengukuran nilai turbiditas dilakukan selama 16 menit dengan interval waktu satu menit setiap pengukuran. Waktu pengukuran untuk pengukuran selanjutnya ditentukan berdasarkan kelinearitasan kurva turbiditas terhadap waktu yang diperoleh. Konsentrasi asam urat yang dipilih berdasarkan pada kelinearan kurva ln ( D/min) terhadap ln [asam urat] dan pemilihan konsentrasi natrium berdasarkan pada nilai TRI dari masing-masing konsentrasi natrium. Penentuan indeks laju turbiditas (TRI) kristal natrium urat Penentuan nilai TRI kristal natrium urat dilakukan berdasarkan metode kavanagh et al. (2000) yang dimodifikasi jenis kristal yang digunakan dan penentuan waktu pengukuran. Pengukuran nilai turbiditas dilakukan selama 10 menit dengan interval waktu satu menit setiap pengukuran. Pengaruh dari ekstrak rosela dan ciplukan dilihat dengan menambahkan sampel sebanyak 1 ml ke dalam sel turbidimeter yang berisis larutan natrium klorida, kemudian dengan segera ditambahkan larutan asam urat selanjutnya dilakukan metode yang sama sepaerti pada penentuan TRI kristal natrium urat tanpa sampel dengan ragam konsentrasi natrium dan asam urat yang sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk kelopak rosela dan herba ciplukan. Fungsi penentuan kadar air adalah

2 untuk mengetahui cara penyimpanan terbaik bagi contoh dan menghindari pengaruh aktivitas mikrob. Selain itu juga dengan mengetahui kadar air suatu contoh dapat diperkirakan faktor koreksi dalam perhitungan rendemen hasil ekstraksi. Kadar air yang diperoleh dari serbuk kelopak rosela dan serbuk herba ciplukan masing-masing adalah 8.79 dan 7.77% (Lampiran 6). Kandungan air pada sampel tersebut terbilang cukup rendah. Perolehan tersebut menunjukkan bahwa kelopak rosela dan herba ciplukan yang berupa serbuk dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama untuk digunakan lebih lanjut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1997), yaitu bila kadar air yang terkandung dalam suatu bahan kurang dari 10% maka kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikroba dapat dikurangi. Rendemen Ekstrak Mekanisme ekstraksi pada metode maserasi adalah adanya proses difusi pelarut ke dalam dinding sel tumbuhan untuk mengestrak senyawa yang ada dalam tumbuhan tersebut. Alasan etanol digunakan sebagai larutan pengekstrak karena etanol memiliki 2 gugus fungsi yang berbeda kepolarannya diharapkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang berbeda dalam sampel akan terekstrak ke dalam etanol (Khopkar 2002). Rendemen ekstrak etanol rosela dan ciplukan masing-masing, yaitu dan 6.28%. Rendemen ekstrak air rosela dan ciplukan masing-masing sebesar dan 24.59% pada bobot keringnya (Lampiran 7). Rendemen terbesar dihasilkan pada ekstraksi menggunakan pelarut air hal ini dikarenakan kandungan senyawa polar pada kedua sampel lebih banyak sehingga lebih terekstrak pada pelarut air. Fitokimia Rosela dan Ciplukan Uji fitokimia bertujuan untuk menguji keberadaan golongan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, triterpenoid, dan kuinon dalam sampel. Uji pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya flavonoid di dalam ekstrak dan senyawa-senyawa lain yang kemungkinan dapat berperan dalam menginhibisi XO. Tabel 2 menunjukan bahwa simplisia herba ciplukan memiliki senyawa metabolit sekunder lebih banyak daripada simplisia kelopak rosela. Herba ciplukan mengandung senyawa alkaloid dan steroid yang tidak ditemukan pada kelopak rosela. Hasil ini sesuai dengan penelitian Edeoga et al. (2005) yang melaporkan bahwa ciplukan mengandung saponin, flavonoid (luteolin), polifenol, alkaloid, steroid (fisalin), asam palmitat, dan asam stearat. Tabel 2 Kandungan fitokimia simplisia rosela dan ciplukan Golongan Hasil uji senyawa Rosela Ciplukan Alkaloid Flavonoid Saponin + ++ Tanin Triterpenoid - - Steroid - ++ Kuinon - - Keterangan: tanda (+) menunjukkan tingkat intensitas warna dan (-) menunjukkan senyawa metabolit sekunder tidak terdapat pada ekstrak Hasil uji fitokimia pada ekstrak air menunjukkan adanya senyawa flavonoid, tanin, dan saponin pada kedua sampel dengan intensitas yang berbeda. Intensitas warna senyawa flavonoid pada ekstrak air ciplukan lebih tinggi dari pada ekstrak air rosela. Hal ini diduga karena senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak air ciplukan lebih banyak. Selain itu dapat diduga karena jenis flavonoid yang terkandung dalam ekstrak air ciplukan berbeda dengan senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak air rosela. Senyawa metabolit sekunder lain yang hanya terdapat pada ekstrak air ciplukan adalah alkaloid dan steroid (Tabel 3). Tabel 3 Kandungan fitokimia ekstrak air rosela dan ciplukan Golongan Hasil uji senyawa Rosela Ciplukan Alkaloid Flavonoid Saponin + ++ Tanin + + Triterpenoid - - Steroid - ++ Kuinon - - Keterangan: tanda (+) menunjukkan tingkat intensitas warna dan (-) menunjukkan senyawa metabolit sekunder tidak terdapat pada ekstrak

3 Ekstrak etanol rosela dan ciplukan menunjukkan senyawa yang sama seperti pada ekstrak air namun intensitas warna ekstrak etanol yang lebih besar terutama pada kandungan tanin. Hal ini diduga karena etanol memiliki gugus polar dan nonpolar, sehingga senyawa dengan kepolaran yang berbeda dapat terekstrak (Tabel 4). Kandungan senyawa pada rosela sesuai dengan penelitian Mlati et al. (2007), yaitu kelopak rosela menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, tanin, saponin, dan triterpenoid. Namun dalam penelitian ini tidak terdeteksi adanya triterpenoid. Tabel 4 Kandungan fitokimia ekstrak etanol rosela dan ciplukan Golongan Hasil uji senyawa Rosela Ciplukan Alkaloid Flavonoid Saponin + + Tanin Triterpenoid - - Steroid - ++ Kuinon - - Keterangan: tanda (+) menunjukkan tingkat intensitas warna dan (-) menunjukkan senyawa metabolit sekunder tidak terdapat pada ekstrak Toksisitas pada Larva Udang Uji larva udang biasa digunakan untuk penapisan awal pada senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antikanker (Anderson 1991). Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan yang tepat. Hasil uji toksisitas ini dapat diketahui dari jumlah kematian larva udang A. salina karena pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam tertentu dari dosis yang telah ditentukan. A. salina yang digunakan untuk uji toksisitas diperoleh dari hasil penetasan dengan bantuan aerator untuk memenuhi kadar oksigen yang terlarut. Larva udang yang digunakan berumur 24 jam setelah menetas karena pada umur ini larva A. salina bersifat peka terhadap kondisi lingkungan. Pengujian toksisitas terhadap ekstrak kasar air rosela dan ciplukan diperoleh nilai konsentrasi letal 50 (LC 50 ) masingmasing sebesar dan ppm (Lampiran 8). Nilai LC 50 ekstrak etanol rosela dan ciplukan masing-masing sebesar dan ppm (Tabel 5). Nilai LC 50 ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar memiliki potensi bioaktif karena menurut Meyer et al. (1982) suatu senyawa memiliki potensi bioaktif jika nilai LC 50 -nya di bawah 1000 ppm. Tabel 5 Nilai LC 50 ekstrak roseladan ciplukan terhadap A. salina L Ekstrak LC 50 (ppm) Etanol rosela Etanol ciplukan Air rosela Air ciplukan Nilai LC 50 masing-masing ekstrak dapat dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan ragam konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik aktivitas XO. Hal ini dikarenakan pada formulasi obat akan lebih aman jika konsentrasinya dibuat di bawah nilai LC 50. Inhibisi Ekstrak Kasar Rosela dan Ciplukan pada Aktivitas Xantin Oksidase Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan sebelum uji inhibisi XO. Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer ultarviolet (uv) pada kisaran panjang gelombang nm karena senyawa yang akan diukur tidak berwarna. Selain itu, senyawa xantin yang akan diukur dari reaksi enzimatis diperkirakan memiliki panjang gelombang 263 nm (Westerfeld et al. 1959). Pengukuran menggunakan spektrofotometer berkas ganda merk Hitachi Hasil uji pencarian panjang gelombang maksimum diperoleh pada panjang gelombang (λ) 264 nm. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan λ maks yang diperoleh Hakim (2005), yaitu 262 nm. Terjadi pergeseran batokromik mungkin dikarenakan pengaruh pelarut sehingga terjadi pergeseran λ maks sebesar 2 nm. Uji inhibisi inhibisi pada XO dilakukan pada semua ekstrak rosela dan ciplukan dengan menggunakan varian konsentrasi. Pengujian pada konsentrasi beragam ini ditunjukkan untuk melihat pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak pada peningkatan daya inhibisi. Ragam konsentrasi ekstrak yang digunakan ialah ppm. Selain itu juga dilakukan pengamatan aktivitas enzim tanpa penambahan ekstrak (blangko) untuk melihat pengaruh inhibisi ekstrak tersebut pada aktivitas enzim. Pembuatan kurva standar perlu dilakukan sebelum uji enzimatik untuk mengetahui serapan xantin pada berbagai konsentrasi.

4 Dengan demikian dapat diketahui berapa jumlah xantin yang dikonversi menjadi asam urat dalam reaksi enzimatis. Persamaan linier kurva standar yang diperoleh adalah y=2.0315x dan nilai R = 95.24% (Lampiran 9). Y adalah serapan xantin dengan penambahan ekstrak yang terukur dan x adalah konsentrasi xantin sisa yang tidak terkonversi menjadi asam urat. Konsentrasi ini nantinya dapat diubah menjadi konsentrasi xantin yang bereaksi. Dengan diperolehnya konsentrasi xantin yang bereaksi, maka akan diketahui seberapa besar aktivitas xantin oksidase dalam mengubah xantin menjadi asam urat, sekaligus dapat ditentukan seberapa besar persen inhibisi ekstrak yang diujikan terhadap aktivitas XO. Uji enzimatis dilakukan pada kondisi optimum seperti yang dilaporkan oleh Iswantini & Darusman Kondisi optimum tersebut adalah pada suhu inkubasi 20 o C, ph 7.5, konsentrasi xantin oksidase 0.1 unit/ml, konsentrasi xantin 0.7 mm, waktu inkubasi selama 45 menit, dan pada panjang gelombang 264 nm yang diperoleh dari pencarian λ maks. Hasil uji menunjukkan bahwa semua ekstrak yang diuji memiliki aktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan blangko. Daya inhibisi seluruh ekstrak rosela dan ciplukan baik dengan menggunakan pelarut air dan etanol menunjukkan bahwa hampir semua ekstrak berpotensi menghambat aktivitas XO. Secara keseluruhan, persen inhibisi aktivitas enzim meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak (Lampiran 10). Ektrak air rosela dan ciplukan terbukti dapat menurunkan kerja enzim XO cukup baik pada konsentrasi rendah 10 ppm dengan % inhibisi masing-masing sebesar 18.75% dan 12.52%, sementara persen inhibisi tertinggi untuk rosela sebesar 20.82% pada konsentrasi 80 ppm dan persen inhibisi tertinggi ekstrak air ciplukan 43.66% pada konsentrasi 100 ppm (Gambar 5). Semakin tinggi konsentasi ekstrak air rosela persen inhibisi XO menurun. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan asam organik pada ekstrak air rosela yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi kerja enzim XO. Blunden et al. (2005) melaporkan tingginya konsentrasi asam organik pada ekstrak air kelopak rosela yang didominasi oleh asam sitrat, asam askorbat, dan malat sehingga keasaman rosela mencapai ph 3. Kerja enzim salah satunya dipengaruhi oleh ph sehingga apabila ph lingkungan tidak sesuai dengan ph optimumnya maka enzim akan berkurang aktivitasnya. Inhibisi (%) Gambar Konsentrasi (ppm) Ekstrak air rosela Ekstrak air ciplukan Persen inhibisi aktivitas xantin oksidase ekstrak air. Daya inhibisi ekstrak air ciplukan (43.66%) jauh lebih besar daripada ekstrak rosela (20.82%). Hal ini diduga karena tingginya kandungan alkaloid dan flavonoid pada ekstrak air herba ciplukan sehingga memiliki efek inhibitor XO lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak air rosela. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak air herba ciplukan lebih banyak mengandung senyawa metabolit sekunder (Tabel 2). Efek sinergis metabolit sekunder pada ekstrak air ciplukan seperti alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid membuat daya inhibisi ekstrak air ciplukan lebih kuat daripada ekstrak air rosela. Gambar 6 menunjukkan daya inhibisi ekstrak etanol rosela dan ciplukan. Ekstrak etanol herba ciplukan menunjukkan daya inhibisi yang jauh lebih besar (70.08%) dibandingkan dengan ekstrak etanol rosela (35.53%) pada konsentrasi 100 ppm. Berdasarkan data tersebut diduga senyawa metabolit sekunder yang bersifat inhibisi lebih banyak terdapat pada ekstrak ciplukan. Inhibisi (%) Gambar Konsentrasi (ppm) Ekstrak etanol rosela Ekstrak etanol ciplukan Persen inhibisi aktivitas xantin oksidase ekstrak etanol Berdasarkan uji fitokimia, senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak

5 etanol ciplukan meliputi flavonoid, tanin, dan alkaloid yang terbukti melalui beberapa penelitian sangat berperan dalam menghambat kerja XO (Schmeda-Hirschmann et al. 1996; Cos et al. 1998; Milián et al. 2004). Hasil yang didapat sesuai dengan literatur, bahwa tanaman ciplukan mengandung saponin, flavonoid (luteolin), polifenol (tanin), alkaloid, dan steroid (Edeoga et al. 2005). Ekstrak rosela mangandung golongan senyawa flavonoid quarsetin, mirisetin, luteolin, luteolin glikosida, tanin, dan triterpenoid (Mlati et al. 2007). Senyawa flavonoid diisolasi dari ekstrak etil asetat rosela secara kromatografi kertas preparatif. Isolat diduga merupakan senyawa flavonoid glikosida golongan flavon yang mempunyai gugus hidroksil pada posisi 5, 7, dan 4 (Salah et al. 2002; Mlati et al. 2007). Kandungan flavonoid golongan kuersetin, mirsetin, apigenin, dan luteolin dari ekstrak tumbuhan sebagai inhibitor XO terkuat disebabkan oleh adanya gugus hidroksil (gugus OH) pada C 5 dan C 7. Selain itu juga disebabkan ikatan rangkap antara C 2 dan C 3 sehingga cincin B co-planar terhadap A, akibatnya lebih memudahkan interaksi dengan XO, sedangkan adanya ikatan rangkap pada flavonoid memungkinkan reaksi adisi (oksidasi oleh xantin oksidase) (Cos et al. 1998; Van Hoorn et al. 2002). Kemampuan flavonoid dalam menghambat aktivitas XO berlangsung melalui mekanisme inhibisi kompetitif dan interaksi dengan enzim pada gugus samping (Nagao et al. 1999; Lin et al. 2002). Daya inhibisi yang besar pada ekstrak ciplukan diduga karena kandungan senyawa luteolin. Daya inhibisi ekstrak etanol rosela dan ciplukan lebih tinggi daripada ekstrak air. Hal ini diduga karena kandungan senyawa metabolit sekunder yang bersifat semipolar pada ekstrak etanol memiliki efek yang cukup kuat dalam menghambat XO. Gambar 7 menunjukkan perbandingan daya inhibisi setiap ekstrak sampel, ekstrak etanol kumis kucing, produk komersial, dan kontrol positif (dengan penambahan alopurinol) pada konsentrasi terbesar (100 ppm). Berdasarkan hasil penelitian ekstrak etanol ciplukan memiliki daya inhibisi terbesar (70.08%) dibandingkan produk komersial dan ekstrak etanol kumis kucing masing-masing sebesar dan 48.28%. Akan tetapi jika dibandingkan alopurinol pada konsentrasi yang sama, daya inhibisi ekstrak masih di bawah alopurinol (98.63%). % Inhibisi A B C D E F G Alopurinol (A) Biouric (B) Ekstrak etanol kumis kucing (C) Ekstrak air rosela (D) Ekstrak air ciplukan (E) Ekstrak etanol rosela (F) Ekstrak etanol ciplukan (G) Gambar 7 Persen inhibisi terbaik dari seluruh ekstrak, kontrol negatif, dan kontrol positif pada konsentrasi 100 ppm. Hasil penelitian menunjukan daya inhibisi ekstrak etanol ciplukan (70.08%) lebih tinggi daripada ekstrak etanol meniran (31.43%) dan ekstrak kasar flavonoid sidaguri (29.83%) dengan konsentrasi yang sama pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wardani (2008) dan Ramdhani (2004). Namun, daya inhibisi ekstrak etanol ciplukan (70.08%) masih lebih rendah jika dibandingkan dengan ekstrak air salam (82.54%) pada penelitian Muflihat (2008). Data persen inhibisi masing-masing ekstrak digunakan untuk menentukan kurva estimasi dengan program SPSS. Selanjutnya akan diperoleh persamaan kurva estimasi. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa inhibisi masing-masing ekstrak memiliki R 2 lebih dari 80% pada kurva linear (Tabel 6). Persamaan untuk ekstrak air rosela memiliki R 2 lebih kecil dari 80% sehingga persamaan tersebut tidak dapat digunakan untuk mencari nilai IC 50. Tabel 6 Persamaan linear ekstrak rosela dan ciplukan Ekstrak Persamaan Air rosela Air ciplukan Etanol rosela Etanol ciplukan y = Ln(x) y = x y = x y = 0.693x-1.62 Dari persamaan yang digunakan maka dapat ditentukan nilai IC 50 dari masingmasing ekstrak. IC 50 merupakan nilai konsentrasi minimal ekstrak yang dapat

6 menginhibisi enzim sampai 50% (Behera et al. 2003). Nilai konsentrasi dari seluruh ekstrak yang dapat menginhibisi XO sebesar 50% ditunjukkan dalam Tabel 7. Menurut Noro et al. (1983), ekstrak dikatakan berpotensi sebagai inhibitor XO dan bisa dimanfaatkan sebagai obat asam urat bila memiliki daya inhibisi lebih besar dari 50%. Tabel 7 Nilai IC 50 ekstrak rosela dan ciplukan terhadap xantin oksidase Ekstrak IC 50 (ppm) Air ciplukan Etanol rosela Etanol ciplukan Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol ciplukan memiliki nilai IC 50 yang paling rendah (74.49 ppm). Ekstrak etanol ciplukan terbukti secara in vitro berpotensi sebagai obat antigout karena dapat menghambat enzim XO sampai 50% pada konsentrasi di bawah 100 ppm. Nilai IC 50 yang paling tinggi adalah ekstrak etanol rosela, yaitu ppm dapat dikatakan ekstrak etanol rosela kurang berpotensi dalam menghambat XO. Nilai IC 50 yang rendah pada ekstrak tanaman sangat diharapkan karena dapat memudahkan aplikasinya sebagai obat. Pembentukan Kristal Natrium Urat Metode pengukuran pertumbuhan kristal sangat beragam salah satunya adalah menggunakan metode turbidimetri, metode turbidimetri memiliki keunggulan karena sederhana dan murah. Metode turbidimetri tidak memberikan data pertumbuhan kristal secara langsung namun berdasarkan kekeruhan yang ditimbulkan sebagai pertambahan masa kristal yang terbentuk (Kavanagh et al. 2000). Pada penelitian direaksikan antara asam urat (H 2 U) dan natrium asetat (CH 3 COONa) pada berbagai konsentrasi dan diharapkan akan terbentuk kekeruhan yang menggambarkan proses pembentukan kristal natrium urat. Hasil pengukuran turbiditas natrium urat semakin menurun dengan bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan oleh kristal natrium urat merupakan kristal yang tidak berwarna sehingga tidak menghasilkan kekeruhan tetapi menurunkan kekeruhan ketika diukur dengan turbidimeter. Penelitian ini dipusatkan terhadap perubahan laju awal dari perubahan peningkatan turbiditas proses kristalisasi ( D/min). Laju awal dari perubahan turbiditas ini dipengaruhi oleh konsentrasi natrium asetat. Semakin tinggi konsentrasi natrium asetat maka nilai D/min semakin tinggi, artinya perubahan laju yang terjadi semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi natrium asetat, namun dalam penelitian ini tidak terjadi demikian yang terjadi adalah penurunan turbiditas. Nilai D/min semakin menurun sejalan dengan bertambahnya waktu (Lampiran 11). Indeks laju turbiditas (TRI) kristal merupakan dugaan yang memadai terhadap nilai konstanta laju pertumbuhan (K) dan karakteristik bentuk kristal (a) natrium urat. plot dari ln ( D/min) terhadap ln[asam urat] memberikan intersep dari kurva tersebut yang dapat dihubungkan secara langsung dengan nilai K dan a. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini (Tabel 8) memberikan persamaan hubungan antara konsentrasi natrium asetat dengan TRI yang tidak memiliki kelinearan (R=0) sehingga persamaan yang diperleh tidak dapat diolah lebih lanjut data tersebut untuk melihat pertumbuhan kristal natrium urat (Lampiran 12). Tabel 8 Indeks laju turbiditas kristal natrium urat [Na-Asetat] (mm) TRI Reaksi antara asam urat dan natrium asetat memberikan produk natrium urat yang rendah karena konsentrasi ion natrium dari penguraian natrium asetat dalam air rendah sehingga reaksinya tidak berjalan sempurna. Konsentrasi ion natrium sangat penting dalam terbentuknya kristal natrium urat (Burt & Dutt 1987). Reaksi antara asam urat (H 2 U) dan natrium hidroksida (NaOH) akan menghasilkan produk natrium urat lebih banyak (Wang & Konigsberg 1998) karena asam urat dapat terdisosiasi dengan baik pada kondisi basa sehingga akan terjadi reaksi pembentukan natrium urat (Na-UH ). Penelitian untuk melihat pertumbuhan kristal natrium urat kurang tepat apabila menggunakan metode turbidimetri karena kristal natrium urat tidak menimbulkan kekeruhan seperti pada kristal kalsium oksalat (CaOX) pada penelitian yang dilakukan Kavanagh et al. (2000). Hal ini, terbukti

7 dengan kelinearan yang sangat rendah pada kurva hubungan konsentrasi natrium asetat terhadap nilai TRI. Metode yang tepat untuk mempelajari laju pertumbuhan kristal natrium urat adalah metode secara langsung dengan metode gravimetri. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak rosela dan ciplukan dapat menghambat kerja xantin oksidase dalam mengubah xantin menjadi asam urat Dari seluruh ekstrak rosela dan ciplukan, ekstrak etanol ciplukan memiliki daya inhibisi terbesar (70.08%) namun masih lebih kecil dibandingkan dengan daya inhibisi alopurinol (98.63%). Berdasarkan hasil ini terbukti bahwa etanol ciplukan berpotensi sebagai obat antigout dengan cara menghambat enzim xantin oksidase karena memiliki daya inhibisi di atas 50% sedangkan ekstrak rosela daya inhibisinya masih tergolong rendah. Metode turbidimetri tidak dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan kristal natrium urat karena kristal natrium urat tidak menimbulkan kekeruhan dalam proses pembentukannya dan dibuktikan dengan rendahnya kelinearan kurva hubungan konsentrasi natrium asetat terhadap nilai TRI ( R= 0). Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya inhibisi ekstrak rosela dan ciplukan secara in vivo dan uji farmakologi lain agar memenuhi syarat sebagai obat. Selain itu, perlu dilakukan fraksinasi, analisis ultraviolet serta inframerah dan analisis NMR. Untuk mengetahui senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak, yang secara khusus berpotensi menghambat aktivitas xantin oksidase. Perlu pengembangan metode yang tepat seperti metode gravimetri untuk meneliti laju pertumbuhan kristal natrium urat. DAFTAR PUSTAKA Anderson et al List of insect pest isusceptible to neem products. The Neem itree-source of Unique Natural products ifor Integrated Pest Management, imedicine, Industry and Other Purposes. ipp Weinheim: VCH. Ankrah NA et al Evaluation of efficacy and safety of a herbal medicine used for the treatment of malaria. Phytotherapy Research (17): AOAC Official Methods of Analysis. Virgina: Association of Official Analitycal Chemistry. [BPOM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Ekstrak Tumbuhan Indonesia Vol. 2. Jakarta: BPOM. Bastos GNT Antinociceptive effect of the aqueous extract obtained fromroots of Physalis angulata L. on mice. Journal of Ethnopharmacology : Behera BC, Adawadkar B, Makhija U Inhibitory activity of xanthine oxidase and superoxide-scavenging activity in some taxa of the lichen family graphidaceae. Phytomedicine 10: Blunden G, Ali HB, Wabel AN Phytochemical, pharmacological an toxicological aspect of Hibiscus sabdariffa L. Phytother Res 19: Bodamyali T, Kancler JM, Millar TM, Blake DR, Stevens CR Free radicals in rheumatoid arthritis: Mediators and modulators. Di dalam: Redox Genome interaction in Health and Disease. Ed J. Fuchs, M. Podda, L. Packer. New York: Marcel Dekker. Boumerfeg S et al Antioxidant properties and xanthine oxidase inhibitory effects of Tamus communis L. root extracts. Phytotherapy Research 23: Chiang HC, Lo YJ, Lu FJ J Enz Inhibit 8:61 71 Choi EM, Hwang JK Investigations of anti-inflammatory and antinociceptive activities of Piper cubeba, Physalis angulata and Rosa hybrida. Journal of Ethnopharmacology 89: Cos P et al Structure-Activity relationship and classification of

INHIBISI XANTIN OKSIDASE SECARA IN VITRO OLEH EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa) DAN CIPLUKAN (Physalis angulata) DEDE YULIANTO

INHIBISI XANTIN OKSIDASE SECARA IN VITRO OLEH EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa) DAN CIPLUKAN (Physalis angulata) DEDE YULIANTO INHIBISI XANTIN OKSIDASE SECARA IN VITRO OLEH EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa) DAN CIPLUKAN (Physalis angulata) DEDE YULIANTO DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

INHIBISI XANTIN OKSIDASE SECARA IN VITRO OLEH EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa) DAN CIPLUKAN (Physalis angulata) DEDE YULIANTO

INHIBISI XANTIN OKSIDASE SECARA IN VITRO OLEH EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa) DAN CIPLUKAN (Physalis angulata) DEDE YULIANTO INHIBISI XANTIN OKSIDASE SECARA IN VITRO OLEH EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa) DAN CIPLUKAN (Physalis angulata) DEDE YULIANTO DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

Buah asam gelugur, rimpang lengkuas, dan kencur. Persiapan contoh. Serbuk contoh

Buah asam gelugur, rimpang lengkuas, dan kencur. Persiapan contoh. Serbuk contoh LAMPIRAN 20 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Buah asam gelugur, rimpang lengkuas, dan kencur Persiapan contoh pencucian perajangan pengeringan penggilingan Serbuk contoh Penetapan kadar air Ekstraksi air

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci

KARTIKA-JURNAL ILMIAH FARMASI, Des 2015, 3(2), p-issn / e-issn

KARTIKA-JURNAL ILMIAH FARMASI, Des 2015, 3(2), p-issn / e-issn KARTIKA-JURNAL ILMIAH FARMASI, Des 2015, 3(2), 33-36 1 p-issn 2354-6565 / e-issn 2502-3438 PRESISI UJI ANTIHIPERURISEMIA IN VITRO BERDASARKAN PENGUKURAN SERAPAN PADA DUA PANJANG GELOMBANG Liliek Nurhidayati,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK TEMPUYUNG DAN MENIRAN SEBAGAI ANTIASAM URAT: AKTIVITAS INHIBISINYA TERHADAP XANTIN OKSIDASE CHINTYA GALUH TRI WARDANI

POTENSI EKSTRAK TEMPUYUNG DAN MENIRAN SEBAGAI ANTIASAM URAT: AKTIVITAS INHIBISINYA TERHADAP XANTIN OKSIDASE CHINTYA GALUH TRI WARDANI POTENSI EKSTRAK TEMPUYUNG DAN MENIRAN SEBAGAI ANTIASAM URAT: AKTIVITAS INHIBISINYA TERHADAP XANTIN OKSIDASE CHINTYA GALUH TRI WARDANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat merupakan hasil produksi dalam tubuh manusia. Pembentukan asam urat berasal dari nukleosida purin yang melalui basa purin (hipoxantin, xantin, guanine). Basa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi 3 2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dan Badan Tenaga Atom

Lebih terperinci

UJI FITOKIMIA EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica) DAN BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) SERTA POTENSINYA SEBAGAI INHIBITOR ENZIM XANTIN OKSIDASE

UJI FITOKIMIA EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica) DAN BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) SERTA POTENSINYA SEBAGAI INHIBITOR ENZIM XANTIN OKSIDASE UJI FITOKIMIA EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica) DAN BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) SERTA POTENSINYA SEBAGAI INHIBITOR ENZIM XANTIN OKSIDASE Indra Setiawan Sugianto 1, Subandi 1, dan Muntholib 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat 47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

Ekstrak salam Uji Bogor Sukabumi Cianjur Alkaloid Saponin Flavonoid Fenolik hidrokuinon Triterpenoid + + +

Ekstrak salam Uji Bogor Sukabumi Cianjur Alkaloid Saponin Flavonoid Fenolik hidrokuinon Triterpenoid + + + ml larutan uji. Campuran kontrol tanpa perlakuan dibuat sama seperti campuran sampel tetapi 1 ml larutan uji diganti dengan 1 ml air bebas ion. Campuran pembanding yang dibuat terdiri atas ml bufer fosfat.1

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Penyakit asam urat (gout) sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu dan menjadi salah satu penyakit tertua yang dikenal manusia. Diperkirakan bahwa penyakit asam urat terjadi pada 840 orang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Ratna Djamil *, Wiwi Winarti Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,Jakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendahuluan berupa uji warna untuk mengetahui golongan senyawa metabolit

BAB III METODE PENELITIAN. pendahuluan berupa uji warna untuk mengetahui golongan senyawa metabolit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap uji pendahuluan berupa uji warna untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder

Lebih terperinci

Korelasi Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase dengan Kandungan Total Alkaloid dan Total Fenol Eksudat Avicennia marina

Korelasi Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase dengan Kandungan Total Alkaloid dan Total Fenol Eksudat Avicennia marina SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 216 MAKALAH PENDAMPING PARALEL C ISBN : 978-62-73159-1-4 Korelasi Aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Parameter Nonspesifik Ekstrak Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai berikut : warna coklat kehitaman, berbau spesifik dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

DAYA INHIBISI EKSTRAK ETANOL HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCIDA.L) TERHADAP AKTIVITAS XANTHIN OKSIDASE

DAYA INHIBISI EKSTRAK ETANOL HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCIDA.L) TERHADAP AKTIVITAS XANTHIN OKSIDASE DAYA INHIBISI EKSTRAK ETANOL HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCIDA.L) TERHADAP AKTIVITAS XANTHIN OKSIDASE ENIK TIKASARI TAMARINDANG 2443012248 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 Gambar 12: Tumbuhan Patikan kebo (Euphorbia hirta L.) Gambar 13: Simplisia Herba Patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) Lampiran 3 Herba Patikan kebo Dicuci Ditiriskan lalu disebarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

Pemeriksaan dengan Kromatografi Lapis Tipis HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Bahan Baku Separasi dengan Kromatografi Kilas

Pemeriksaan dengan Kromatografi Lapis Tipis HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Bahan Baku Separasi dengan Kromatografi Kilas Inkubasi 37 C selama 5 menit Bufer 250-250 - Enzim - 250-250 Inkubasi 37 C selama 15 menit Na 2 CO 3 1000 1000 1000 1000 Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1,0 mg α-glukosidase dalam larutan buffer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan kegiatan penelitian diperlukan peralatan laboratorium, bahan serta prosedur penelitian yang akan dilakukan. Tiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas penangkap radikal dari isolat fraksi etil asetat ekstrak etanol herba

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU SAWO (HELIXANTHERE SP) HASIL EKSTRAKSI SOXHLETASI DAN PERKOLASI 1 Mauizatul Hasanah, 2 Febi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi tanaman rempah andaliman sebagai inhibitor korosi baja pada kondisi yang sesuai dengan pipa sumur minyak

Lebih terperinci

INHIBISI EKSTRAK HERBA KUMIS KUCING DAN DAUN SALAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM XANTIN OKSIDASE DWIEKA AGUSTIN MUFLIHAT

INHIBISI EKSTRAK HERBA KUMIS KUCING DAN DAUN SALAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM XANTIN OKSIDASE DWIEKA AGUSTIN MUFLIHAT INHIBISI EKSTRAK HERBA KUMIS KUCING DAN DAUN SALAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM XANTIN OKSIDASE DWIEKA AGUSTIN MUFLIHAT DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan. Metode

PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan. Metode 2 PENDAHULUAN Kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan tanaman tahunan yang memerlukan waktu lama untuk diambil hasilnya. Hasil utama kayu manis adalah kulit batang, dahan, ranting, dan daun. Selain

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Determinasi Bahan Deteminasi dilakukan untuk memastikan kebenaran dari bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.). Determinasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biofarmaka, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dari bulan April 2008

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker Lampiran. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Pereaksi pendeteksi Flavonoid Pereaksi NaOH 0% Sebanyak 0 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

Lebih terperinci

RatnaDjamil, WiwiWinarti, Indah Yuniasari FakultasFarmasiUniversitasPancasila, Jakarta 12640,Indonesia

RatnaDjamil, WiwiWinarti, Indah Yuniasari FakultasFarmasiUniversitasPancasila, Jakarta 12640,Indonesia IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK METANOL HERBA JOMBANG, Taraxacum officinale Wiggers. (ASTERACEAE) SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET Visibel RatnaDjamil, WiwiWinarti, Indah Yuniasari FakultasFarmasiUniversitasPancasila,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lampiran Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Lampiran Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 67 Lampiran 2 Gambar 1. Tanaman ekor naga (Rhaphidophora pinnata Schott.) Gambar 2. Daun tanaman ekor naga (Rhaphidophoreae pinnatae Folium) 68 Lampiran 3 Gambar 3. Simplisia daun

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Sawit

Lebih terperinci

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) Lampiran 1 A Gambar 1. Tanaman ceplukan dan daun ceplukan B Keterangan A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) B : Daun ceplukan Lampiran 1 (Lanjutan) A B Gambar 2. Simplisia dan serbuk simplisia Keterangan

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) Nazmy Maulidha*, Aditya Fridayanti, Muhammad Amir Masruhim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut : 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2012 dengan tempat penelitian sebagai berikut : 1. Laboratorium Mutu Giling Balai Besar

Lebih terperinci

POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) ABSTRAK

POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) ABSTRAK POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) Nadia Rahma Kusuma Dewi*, Hadi Kuncoro, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... PRAKATA...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... PRAKATA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR SINGKATAN... xii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2012 sampai Juli 2012. Proses preparasi sampel dan ekstraksi (maserasi) dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo. Sebanyak 1 ekor larva A. salina dimasukkan ke dalam vial yang berisi air laut. Setelah itu, masing-masing vial ditambahkan larutan ekstrak (metanol 7% dan etanol 7%) dari ekstrak S. arvensis dan C. roseus,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci