Desy Septiani Putri, Ditha Wiradiputra. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Desy Septiani Putri, Ditha Wiradiputra. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok"

Transkripsi

1 DUGAAN PRAKTEK ANTI PERSAINGAN YANG DILAKUKAN OLEH PT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN MELEKATKAN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DENGAN PT ASURANSI JIWA BRINGIN SEJAHTERA DAN PT HEKSA EKA LIFE INSURANCE DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 Desy Septiani Putri, Ditha Wiradiputra Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok desyseptianiputri@gmail.com Abstrak Skripsi ini membahas tentang dugaan praktek anti persaingan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dengan melekatkan perjanjian kredit pemilikan rumah BRI dengan produk asuransi jiwa dari PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance. Kerja sama ini dianggap dapar membatasi pilihan konsumen dan menciptakan barrier to entry terhadap pelaku usaha lain. Terhadap permasalahan di atas dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh ketiga pelaku usaha tergolong ke dalam tying agreement, namun untuk dapat membuktikan bahwa praktek tying agreement melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999, maka perlu dilakukannya pembuktian pasal 15 ayat (2) dan pasal 19 huruf (a) dengan menggunakan pendekatan rule of reason dan melihat dampak yang ditimbulkan bagi konsumen dan perusahaan lain. PRESUMPTION OF ANTI-COMPETITION PRACTICES COMMITED BY PT BANK RAKYAT INDONESIA BY EMBEDDING HOME LOAN AGREEMENT WITH PT ASURANSI JIWA BRINGIN SEJAHTERA AND PT HEKSA EKA LIFE INSURANCE ACCORDING TO LAW NUMBER 5 YEAR 1999 Abstract This thesis discusses about presumption of anti-competition practices commited by PT Bank Rakyat Indonesia by embedding home loan agreement with life insurance products of PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera and PT Heksa Eka Life Insurace. This cooperation can limiting consumer choice and create barrier to entry for other business actors. Upon these problems, research has been done in the juridical-normative approach. The result showed that the activities commited by this three business actors classified into tying agreement, but to prove that the practice of tying agreements breached on Law Number 5 Of 1999, it is necessary to prove Article 15 paragraph (2) and Article 19 paragraph (a) using the rule of reason approcah and the impact for consumers and other companies. Keywords : Home Loan Agreement ; Insurance ; Tying Agreement ; Unfair Business Competition Law

2 Pendahuluan Adanya kecendrungan globalisasi perekonomian, serta dinamika dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menunjukkan perkembangan dunia usaha yang kian meningkat. Persaingan di dalam dunia usaha kini menjadi suatu hal yang lazim dilakukan oleh para pelaku dunia usaha. Pada dasarnya, adanya suatu persaingan dalam kegiatan usaha tentu dapat memberikan dampak positif bagi iklim persaingan usaha. Dengan adanya persaingan, maka tiap-tiap pelaku usaha akan meningkatkan kualitas produk yang dimilikinya dengan cara menekan biaya produksi sehingga harga akan menjadi lebih rendah serta dapat memberikan pelayanan yang lebih efisien kepada konsumen. Bahkan lebih dari itu, persaingan dapat menjadi landasan fundamental bagi kinerja di atas rata-rata untuk jangka panjang dengan dinamakannya keunggulan bersaing yang dapat diperoleh melalui tiga strategi generik yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus biaya. 1 Dalam perspektif non-ekonomi dikatakan bahwa persaingan juga mempunyai aspek positif. Ada tiga argumen yang mendukung pernyataan tersebut 2. Pertama, dalam kondisi penjual maupun pembeli yang terstruktur secara teoritis, maka kekuatan ekonomi akan menjadi tersebar dan terdesentralisasi. Kedua, berkaitan dengan hal di atas, sistem ekonomi pasar yang kompetitif akan dapat menyelesaikan persoalan ekonomi secara impersonal. Ketiga, kondisi persaingan juga berkaitan erat dengan kebebasan manusia untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha. Namun di sisi lain, persaingan akan memberikan keuntungan yang semakin berkurang bagi produsen, karena dengan bersaing mereka akan menurunkan harga untuk meningkatkan pangsa pasarnya. 3 Seiring dengan persaingan antar pelaku usaha yang bertambah ketat, maka nilai-nilai persaingan usaha yang sehat tentunya perlu mendapat perhatian lebih besar dalam sistem ekonomi Indonesia. Persaingan usaha yang berfungsi dengan baik dan berlangsung jujur adalah prasyarat utama bagi pertumbuhan dan tersedianya lapangan kerja dalam sebuah ekonomi pasar. 4 Persaingan 1 Johny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, (Malang: Bayu Media, 2006), hlm Handler, Milton, et.al, Trade Regulation Cases and Material, (Westbury, New York: The Foundation Press,1997), hlm.3. hlm.3. 3 KPPU, Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 Tentang Kartel Nomor 04 Tahun 2010, (Jakarta: KPPU, 2010), 4 Andi Fahmi Lubis, et al., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Indonesia: Deutsche Gesselschaft fur Technishe Zusammenarbeit, 2009)), hlm.xv.

3 antar pelaku usaha yang sehat juga dapat berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apabila para pelaku usaha melakukan suatu perbuatan dengan tujuan memberikan kemanfaatan untuk dirinya sendiri tanpa mengindahkan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, maka dampak positif yang dimiliki oleh persaingan usaha sebagaimana yang telah dijelaskan di atas tidak akan tercapai. Pada dasarnya, praktek persaingan usaha yang tidak sehat bukan hanya akan merugikan sesama pelaku usaha, namun hal ini juga dapat merugikan konsumen secara tidak langsung. Persaingan usaha tidak sehat dapat dipahami sebagai kondisi persaingan di antara para pelaku usaha yang berjalan secara tidak fair dimana persaingan usaha dilakukan secara tidak jujur, persaingan usaha dilakukan dengan cara melawan hukum, dan persaingan usaha dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha. 5 Salah satu bentuk persaingan usaha tidak sehat dapat dilihat ketika persaingan usaha dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha. Pada saat ini, persaingan antar pelaku usaha yang bertambah ketat juga terjadi dalam industri perbankan. Persaingan industri perbankan yang kian meningkat menyebabkan kerja sama yang dilakukan antara bank dan perusahaan asuransi menjadi suatu hal yang lazim dilakukan. Kerja sama yang dilakukan antara bank dan perusahaan asuransi ditandai dengan banyaknya fenomena bank yang mengunci produk perbankannya dengan perusahaan asuransi. Hal ini lah yang dikhawatirkan akan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dampak bagi konsumen. Atas dasar hal tersebut, KPPU mempunyai inisiatif untuk melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia yang diduga menciptakan praktek anti persaingan dengan adanya kerja sama yang dilakukan dengan perusahaan asuransi. PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam melakukan penyediaan Kredit Pemilikan Rumah yang merupakan salah satu dari produk Perbankan, dimana dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah tersebut dipersyaratkan adanya asuransi jiwa dari konsorsium PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance. Dalam pasar ini, mungkin tidak terdapat kerugian pada pesaing lain, dan para pelaku usaha yang bersangkutan tidak akan mengalami kesulitan. Namun, perjanjian yang dilakukan pelaku 5 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm. 10.

4 usaha tersebut menjadikan pasar bersaing secara tidak kompetitif dan sulitnya pelaku usaha lain dalam hal ini perusahaan asuransi lainnya untuk dapat turut serta dalam perjanjian tersebut. PT Bank Rakyat Indonesia merupakan salah satu dari Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah diakui di Indonesia dan memiliki peranan penting dalam jasa penunjang pengelolaan perbankan dan perekonomian Indonesia. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang diwajibkan untuk mencari keuntungan agar selanjutnya dapat meningkatkan kualitas dan mendanai bentuk usaha lain agar roda perekonomian dapat berjalan dengan stabil dan terus meningkat. Penilaian Negara atas kepentingan umum juga lebih jelas dan tegas, karena Negara mempunyai kekuatan besar untuk mengimbangi monopoli, manakala monopoli tersebut bertentangan dengan kepentingan umum. 6 Oleh karena itu, untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka pemerataan dan peningkatan pemasaran produk perbankan, pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat sesuai dengan tujuan perbankan Indonesia, maka PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengeluarkan produk berupa pemberian Kredit Pemilikan Rumah kepada masyarakat. Rumah merupakan keperluan masyarakat yang sangat primer untuk saat ini. Dengan adanya produk ini, masyarakat diberikan kemudahan untuk dapat memiliki rumah dengan cara cicilan, sehingga masyarakat tidak perlu lagi membeli rumah dengan membayar penuh harga rumah tersebut terlebih dahulu. Dalam menjalankan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) melakukan kerja sama dengan dua perusahaan asuransi yaitu PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance. PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan kedua perusahan asuransi tersebut membuat Perjanjian Kerja Sama dalam penyediaan Kredit Pemilikan Rumah. Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah oleh PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), terdapat salah satu klausul dari Perjanjian Kredit tersebut yang memuat persyaratan bahwa debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BRI yang notabene merupakan nasabah BRI selaku pihak yang menerima barang tertentu berupa Kredit Pemilikan Rumah BRI, disyaratkan untuk membeli barang lain yaitu dengan membayar premi untuk asuransi jiwa dari PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance selaku pelaku usaha pemasok. Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh ketiga pelaku usaha tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) bersama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT 6 Metzger, et.al, Business Law and The Regulatory Enviroment Concepts and Cases, (Homewoods, Illinois : Irwin, 1986), hlm. 44.

5 Heksa Eka Life Insurance diduga oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melakukan praktek anti persaingan dengan membuat suatu perjanjian tertutup dimana hal ini merupakan suatu perjanjian yang dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha. Di sisi lain, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga melakukan kegiatan bancassurance bersama dengan dua pelaku usaha lainnya. Bancassurance merupakan salah satu bentuk kerja sama antara perusahaan asuransi dengan bank sebagai mitranya, dimana produk asuransi tersebut dikembangkan dan didistribusikan melalui jaringan bank. 7 Bisnis ini berbentuk kerja sama antara pihak bank dan pihak asuransi tanpa mengambil alih produkproduk asuransi. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi, bancassurance dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis yaitu melalui referensi dalam rangka produk bank dan tidak dalam rangka produk bank, kerja sama distribusi dan integrasi produk. 8 Dalam hal ini, PT Bank Rakyat Indonesia dalam penyediaan Kredit Pemilikan Rumah yang diklasifikasikan ke dalam model bisnis referensi dalam rangka produk bank hanya bekerja sama dan mempunyai dua perusahaan asuransi rekanan, sehingga dinyatakan tidak memenuhi ketentuan yang ada dala SEBI tersebut. Jenis bancassurance yang termasuk dalam kategori pure bundling product atau disebut sebagai tying memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dikatakan sebagai perjanjian yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 dengan ketentuan menggunakan pendekatan rule of reason. 9 Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan oleh ketiga pelaku usaha tersebut diduga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli pemasaran asuransi jiwa kredit yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance yang dapat merugikan kepentingan umum dimana debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak memiliki alternatif pilihan penyedia asuransi jiwa kredit yang lain. Oleh karena itu, untuk mengawasi tindakan para pelaku usaha yang diduga melakukan persaingan usaha tidak sehat, maka sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.5 Tahun Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia, SEBI No.12/35/DPNP tanggal 23 Desember Ibid., 9 Aktivitas Bancassurance dalam Dunia Perbankan: Adakah Praktik Bundling yang Melanggar Hukum Persaingan Usaha, bancassurance- dalam- dunia- perbankan- adakah- praktik- bundling- yang- melanggar- hukum- persaingan- usaha.html, diunduh pada tanggal 22 September 2014.

6 hal ini menjadi kewenangan yang dilakukan oleh Komisi Independen yang dibentuk berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 yang menginstruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas dan fungsi komisi ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No.75 Tahun 1999 dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau yang biasanya disebut dengan KPPU. Apabila dirasa telah terjadi suatu pelanggaran, maka KPPU sebagai komisi yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan persaingan usaha yang sehat berhak untuk melakukan penelitian, mencari masukan, maupun mengadakan pemeriksaan terhadap pelaku usaha untuk mencari kebenaran 10. KPPU adalah lembaga yang bertindak sebagai investigator (investigate function), penyidik, pemeriksa, penuntut (presecuring function), pemutus (adjudication), dan juga fungsi konsultatif (consultative function). 11 Dapat dilihat bahwa KPPU memiliki peranan yang cukup penting sebagai lembaga pengawas persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia dan dalam hal ini maka KPPU berwenang untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kegiatan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) bersama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance yang diduga telah melanggar ketentuan Hukum Persaingan Usaha. Ketiga pelaku usaha tersebut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 15 ayat (2) Undang- Undang No.5 Tahun 1999 mengenai Perjanjian Tertutup khususnya tying agreement dan/atau Pasal 19 huruf (a) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 mengenai Penguasaan Pasar. Untuk itu penelitian ini memiliki pokok permasalahan : 1) Apakah yang menjadi dasar bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan bahwa PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) diduga telah melakukan praktek anti persaingan dalam melakukan kegiatan bancassurance bersama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, ditinjau dari Undang-Undang No.5 tahun 1999; 2) Apakah tindakan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance tergolong ke dalam perjanjian yang dilarang dan telah melanggar ketentuan yang ada dalam Hukum Persaingan Usaha. 10 Indonesia, Udang- Undang Persaingan Usaha, UU No. 5 tahun 1999, LN No.33 Tahun 1999, TLN No. 3817, psl. 34, 36, Rokan, Op. Cit., hlm. 264.

7 Tinjauan Teoritis Dalam tulisan ini, Penulis memberikan pengertian terhadap istilah-istilah yang digunakan sebagai berikut: 1. Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis maupun tidak tertulis Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang mengkondisikan bahwa pemasok dari suatu produk akan menjual produknya hanya jika pembeli tidak akan membeli produk pesaingnya atau untuk memastikan bahwa seluruh produk tidak akan tersalur kepada pihak lain Indonesia, Undang- Undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Op. Cit., psl.1 angka Ibid., psl.1 angka Ibid., psl.1 angka Ibid., psl.1 angka Ibid., psl.1 angka Rokan, Op. Cit., hlm. 124.

8 7. Tying Agreement adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak untuk menjual satu produk (produk yang mengikat) tetapi dengan syarat pembeli juga membeli produk yang berbeda atau setidaknya setuju bahwa ia tidak akan membeli produk terebut dari pemasok lain Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang- Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Kredit Pemilikan Rumah adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli rumah dan atau berikut tanah guna dimiliki dan dihuni atau dipergunakan sendiri. 12. Bancassurance adalah aktivitas kerja sama pemasaran antara Bank dengan perusahaan Asuransi dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui Bank. 22 Metode Penelitian Bentuk penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer guna mendapatkan data yang lengkap dan komprehensif. Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Berdasarkan bentuk penelitian 18 Jonathan M. Jacobson, Antitrust Law Developments (sixth edition), (United States of America:American Bar Association, 2007), p Indonesia, Undang- Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Hutang. UU Nomor 37 Tahun 2004, LN No.131 TLN No. 4443, psl.1 butir (3). 20 Indonesia, Undang- Undang Tentang Perubahan atas Undang- Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang- Undang No.10 Tahun LN No.182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 butir (11). 21 Ibid., Psl. 1 butir (2). 22 Bank Indonesia, Op. Cit.,

9 sebelumnya, bentuk hasil penelitian yang sesuai adalah deskriptif-analitis. Hasil ini memberikan penggambaran dan penjelasan berdasarkan analitis yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan gambaran secara lengkap terhadap permasalahan yang diteliti. Pembahasan Pada awalnya, setiap tindakan tying agreement dianggap anti persaingan dengan mendasarkan pada teori penjual yang telah menggunakan kekuatan pasarnya dalam tying product untuk memaksa konsumen membeli tied product. Hal ini dikenal pula sebagai leverage theory. 23 Leverage theory dalam suatu praktek tying agreement dipengaruhi oleh adanya unsur kekuatan monopoli dari suatu pelaku usaha yang digunakan untuk dapat mempengaruhi pasar. Namun, dalam prakteknya pengaturan mengenai tindakan tying agreement kini menggunakan pembuktian dengan pendekatan secara rule of reason, sehingga setiap tindakan tying agreement tidak secara mutlak dianggap sebagai anti persaingan. Dalam kaitannya dengan kasus Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BRI dengan Nomor Perkara KPPU 05/KPPU-I/2014, maka perlu diuraikan unsur-unsur Pasal 15 ayat (2), antara lain unsur pelaku usaha, unsur perjanjian dengan pelaku usaha lain dan unsur yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Dalam kasus ini, baik PT Bank Rakyat Indonesia maupun PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance telah memenuhi kriteria unsur pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang- Undang No.5 Tahun Tying agreement dapat diwujudkan dengan adanya suatu bentuk perjanjian tertulis yang dilakukan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya. Menurut teori persaingan usaha, perjanjian adalah strategi pasar bersama oleh beberapa pelaku usaha. Dengan adanya perjanjian, pesaing saling menyepakati bagian tertentu dari keseluruhan tingkah laku pasar. Sebagai akibatnya, pesaing-pesaing tidak lagi tampil secara terpisah satu dengan yang lain 23..the essence of illegality in trying arrangements is the wielding of monopolistics leverage; a seller exploits his dominant position in one market to expand his empire to the next Times- Picayune Publ g Co.v. United States, 345 U.S 594,611 (1953.)

10 dan bersikap mandiri di pasar. 24 Dalam kasus ini, KPPU telah menemukan adanya bukti perjanjian yaitu sebagai berikut: 1. Perjanjian Kerja Sama Penutupan Asuransi Jiwa Kredit bagi debitur KPR BRI antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dengan Nomor B.02/ADK/PJB/01/2003 dan Nomor B.002/DIR/SBA/PST/I/2003 pada tanggal 6 Januari Perjanjian Kerja Sama antara PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance tentang penutupan ko-asuransi jiwa kredit bagi debitur kredit KPR BRI No.B.038.DIR/SBA/II/2013 dan No B.0174/Heli/II/2003 yang menjelaskan bahwa program penutupan asuransi dilakukan secara konsorsium Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan Debitur KPR BRI. Dari ketiga perjanjian sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, pada dasarnya yang dipermasalahkan dalam kasus ini adalah mengenai Perjanjian KPR BRI yang merupakan tying product dan berkaitan langsung dengan produk asuransi. Namun, berkaitan dengan tying agreement yang dikemukakan oleh KPPU dapat dilihat pula klausul-klausul yang ada dalam Perjanjian Kerja Sama Penutupan Asuransi Jiwa Kredit bagi Debitur KPR BRI dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance serta Perjanjian KPR BRI itu sendiri. 27 Dengan adanya perjanjian kerja sama antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance, maka dapat dikatakan bahwa hal ini telah memenuhi pasal 1 butir (g) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 dimana unsur perjanjian dengan pelaku usaha lain telah terpenuhi. Kendati demikian, untuk mengetahui bahwa dalam perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dengan PT Asuransi Jiwa Bringin dan PT Heksa 24 Sacker dan Fuller, in Knud Hansen et.al., Op.Cit.,hlm Ibid., 26 Putusan dengan Nomor Register Perkara 05/KPPU- I/2014, Op.Cit., 27 Hasil Wawancara pada tanggal 14 Desember 2014 dengan Bapak Deswin Nur, Op.Cit.

11 Eka Life Insurance benar-benar tergolong suatu tindakan tying agreement yang dapat menimbulkan anti persaingan, maka Penulis akan menguraikan perjanjian kerja sama tersebut khususnya mengenai unsur perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Dalam Perjanjian Kerja Sama penutupan asuransi jiwa kredit bagi debitur KPR BRI antara PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dengan Nomor B.02/ADK/PJB/01/2003 dan Nomor B.002/DIR/SBA/PST/I/2003 pada tanggal 6 Januari 2003, dimana dalam Pasal 4 Perjanjian Kerja Sama tersebut diatur mengenai syarat pertanggungan yang menjelaskan bahwa : Pertanggungan asuransi bersifat otomatis bagi setiap debitur kredit KPR BRI melalui unit kerja BRI dengan cara BRI memberikan dokumen pentupan kepada PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera. Dari salah satu pasal yang ada dalam perjanjian kerja sama diatas, maka dapat dilihat adanya pengaturan secara tegas bahwa yang menjadi tertanggung dalam perjanjian asuransi tersebut adalah nasabah BRI sebagai debitur yang mengajukan kredit. Dalam hal ini, setiap nasabah yang menjadi debitur KPR BRI akan secara otomatis menjadi tertanggung dari PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera selaku ketua konsorsium perusahaan asuransi rekanan BRI. Pertanggungan antara perusahaan asuransi dan nasabah BRI sebagai debitur dapat terjadi ketika debitur tersebut mengajukan dokumen permohonan kredit pemilikan rumah yang di dalamnya tercantum klausul penutupan asuransi jiwa kredit, dan kemudian dokumen ini akan diteruskan kepada PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera. Kemudian, dalam Pasal 6 Perjanjian Kerja Sama antara PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance tentang penutupan ko-asuransi jiwa kredit bagi debitur kredit KPR BRI No.B.038.DIR/SBA/II/2013 dan No B.0174/Heli/II/2003 yang dilakukan secara konsorsium, juga terdapat klausul yang menyatakan bahwa: Kepesertaan asuransi jiwa kredit ini besifat otomatis pada seluruh debitur KPR dan kepesertaan tidak bertentangan dengan polis. Berdasarkan Pasal 6 Perjanjian Kerja Sama di atas juga terdapat penegasan dimana debitur KPR akan sekaligus menjadi tertanggung atau peserta asuransi jiwa kredit. Dengan demikian, adanya unsur perlekatan antara perjanjian KPR dengan Asuransi semakin jelas

12 terlihat. Apabila dikaitkan dengan teori tying agreement, kedudukan Debitur KPR yaitu sebagai pembeli dimana yang bersangkutan diperbolehkan untuk membeli suatu barang tertentu (tying product) dengan syarat harus membeli barang lain (tied product). Selanjutnya, dalam dokumen Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan nasabah yang kemudian akan menjadi debitur KPR BRI, terdapat pula salah satu klausul yang tercantum dalam Pasal 7 dalam Perjanjian tersebut yang menyebutkan bahwa: Untuk kepentingan Bank, Bank dapat mempertanggungjawabkan atau mengasuransikan jiwa Debitur kepada Perusahaan Asuransi Bank yang ditunjuk oleh Bank Dari klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian KPR BRI memang tidak menyebutkan perusahaan asuransi jiwa tertentu untuk menutup asuransi jiwa, namun hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi suatu kerja sama antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan kedua perusahaan asuransi. Dalam hal pemberian kredit tentu tidak akan lepas dari timbulnya suatu resiko, sehingga hal inilah yang menjadi tujuan bagi BRI mempunyai perusahaan asuransi rekanan guna melindungi dari adanya kredit bermasalah. Maka dapat dilihat bahwa telah ada perlekatan atau penyatuan antara perjanjian KPR dengan Asuransi yang telah menjadi rekanan BRI. Sehingga dalam hal ini, debitur yang mengajukan permohonan KPR BRI telah setuju pula untuk membayar tarif premi guna melakukan penutupan asuransi jiwa sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam permohonan KPR BRI. Secara kasat mata, dapat dilihat bahwa telah ada usaha dari BRI untuk mengunci produk perbankannya yakni produk Kredit Pemilikan Rumah dengan Asuransi tersebut, sehingga hal ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi bank. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dengan melekatkan Perjanjian KPR dengan Asuransi telah memenuhi unsur dan dapat digolongkan ke dalam salah satu bentuk tying agreement. Kendati demikian, untuk menilai bahwa praktek tying agreement yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia tergolong ke dalam perjanjian yang dilarang dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, maka perlu adanya pembuktian lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan yang telah dikenal dalam hukum persaingan usaha terkait dengan tying agreement yang dilakukan ketiga pelaku usaha yaitu dengan menggunakan pendekatan

13 rule of reason. Pada dasarnya, selama konsumen memiliki pilihan atau alternatif lain terhadap produk asuransi ini maka tidak akan ada timbul masalah dalam stategi tying yang dilakukan. Permasalahan yang dimaksud akan timbul apabila strategi ini diterapkan di industri yang sudah terkonsentrasi tinggi. Konsumen yang dalam hal ini adalah debitur KPR sebenarnya tetap memiliki pilihan atau alternatif lain terhadap produk asuransi. Dalam faktanya, terdapat alat bukti yang menunjukkan bahwa debitur atau nasabah BRI yang menggunakan Kredit Pemilikan Rumah, dapat tetap mengajukan asuransi secara terpisah, dan tidak menggunakan perusahaan asuransi rekanan BRI yaitu konsorsium PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance. Hal ini dimungkinkan terjadi apabila perusahaan asuransi yang telah dimiliki dan diajukan oleh calon debitur, setelah dilakukan penelitian dengan mekanisme pemberian Izin Prinsip dari Direksi BRI sebagaimana terdapat dalam ketentuan pengajuan izin prinsip nomor: B.349-DIR/ADK/07/2008 tanggal 16 Juli 2008 memang telah memenuhi persyaratan dan dapat memberikan kepastian serta jaminan bagi BRI selaku pihak kreditur. Dalam Pasal 6 ayat 4 Ketentuan Penutupan Asuransi Jiwa Kredit bagi Debitur KPR juga menegaskan bahwa:... apabila debitur tidak sependapat dengan ketentuan dari asuransi PT Asuransi Jiwa BJS, dapat menggunakan asuransi lain dengan mekanisme ijin prinsip melalui Divisi Kredit Konsumer melalui Unit Kerja BRI Pemrakarsa. Dari klausul di atas diatur secara tegas bahwa debitur dapat menggunakan asuransi lain namun harus melalui mekanisme ijin prinsip dari Divisi Administrasi Kredit BRI. Sehingga tidak ditutup kemungkinan bahwa debitur mempunyai asuransi tersendiri yang bukan perusahaan rekanan BRI. Setelah melihat penjelasan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dan konsorsium perusahaan Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan Heksa Eka Life Insurance tersebut benar tergolong ke dalam suatu praktek tying agreement karena telah memenuhi unsur-unsur dan dalam salah satu klausul Perjanjian KPR BRI juga dijelaskan mengenai penutupan asuransi yang dilakukan oleh konsorsium kedua perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh Bank yang bersangkutan. Akan tetapi, dalam fakta dan aplikasinya, debitur masih dapat memilih dan mengajukan perusahaan asuransi lain apabila memang perusahaan asuransi yang dimaksud dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, bahwa pelaku usaha yang melakukan perjanjian tying juga harus memiliki kekuatan pasar yang signifikan terlebih

14 dahulu. Dengan adanya hal tersebut maka pelaku usaha dapat memaksa pembeli untuk membeli pula produk yang diikat. Ukuran kekuatan pasar yang dimaksud adalah sesuai dengan pasal 4 yaitu memiliki pangsa pasar 10% atau lebih. 28 Dengan adanya kekuatan pasar yang signifikan, maka akan tercipta suatu barrier to entry bagi pelaku usaha yang ingin masuk ke dalam pasar. Selain itu, melalui praktek tying agreement pelaku usaha juga dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying product (barang atau jasa yang pertama kali dijual) ke tied product (barang atau jasa yang dipaksa harus dibeli juga oleh konsumen) karena telah memiliki pangsa pasar yang signifikan. 29 Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat dilihat bahwa terdapat korelasi antara tying agreement yang akan menimbulkan dampak bagi konsumen/pelaku usaha lain yaitu apabila pelaku usaha yang melakukan tying agreement telah mempunyai pangsa pasar yang cukup besar sehingga menimbulkan posisi dominan dan menciptakan hambatan masuk bagi pelaku usaha lain. Tindakan pelaku usaha yang melakukan tying agreement tidak secara mutlak melanggar ketentuan Hukum Persaingan Usaha, dimana tetap memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Penerapan strategi tying yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap produk-produknya merupakan strategi yang rasional. Praktek tying agreement yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dan konsorsium kedua perusahaan asuransi dapat dikatakan tidak melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999 apabila dalam kenyataannya lebih membawa dampak dimana tetap ada pilihan bagi konsumen atas produk dalam pasar bersangkutan dan membawa dampak positif lainnya dibandingkan dengan dampak negatif, serta tidak mengakibatkan praktek monopoli maupun persaingan usaha tidak sehat. Dengan adanya Kredit Pemilikan Rumah yang diajukan oleh nasabah BRI selaku konsumen, beberapa dampak positif dan manfaat yang dimiliki oleh konsumen antara lain: 30 a. Biaya Kredit Ringan b. Prose Cepat hlm KPPU, Pedoman Pelaksanaan Pasal 15 Tentang Perjanjian Tertutup Nomor 05 Tahun Op.Cit., 29 Andi Fahmi Lubis, et al., Op. Cit., hlm BRI, KPR BRI, diakses pada tanggal 10 Desember 2014.

15 c. Jangka waktu sampai dengan 20 tahun d. Suku bunga kompetitif e. Objek yang dibiayai berupa rumah tinggal, apartemen, condotel, ruko atau rukan f. Berlaku untuk pembelian (baru/bekas), pembangunan, renovasi atau take over dari bank lain g. Pembayaran dapat dilakukan dengan Automatic Fund Transfer (AFT)/Automatic Grab Fund (AGF) h. Asuransi Jiwa Kredit serta Asuransi Kerugian/Kebakaran Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyaluran kredit selain mempunyai peranan penting bagi kelangsungan usaha bisnis bank juga berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi bangsa pada umumnya. Timbulnya kredit macet atau kredit bermasalah tidak hanya akan merugikan pemilik bank, melainkan akan menimbulkan kerugian pula bagi para nasabah. Dengan dilakukannya kerja sama dengan perusahaan asuransi tersebut, maka hal ini akan memberi kemudahan bagi nasabah dan juga dapat melindungi bank dari adanya resiko kredit. Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan atas masalah yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyatakan bahwa PT. Bank Rakyat Indonesia bersama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance telah melanggar ketentuan yang ada dalam Pasal 15 ayat (2) tentang tying agreement dan Pasal 19 huruf (a) Undang-Undang No.5 Tahun Hal ini berdasarkan atas keberadaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang merupakan salah satu produk perbankan BRI, dimana dalam perjanjian KPR BRI dilekatkan dengan suatu perusahaan asuransi yang telah menjadi rekanan dan mitra bagi Bank Rakyat Indonesia. Dalam perjanjian KPR BRI, terdapat salah satu klausul yang menyatakan bahwa debitur KPR BRI akan menggunakan asuransi pada perusahaan asuransi yang telah menjadi rekanan BRI. Sehingga dapat dilihat bahwa ada unsur praktek tying agreement oleh PT Bank Rakyat Indonesia. Meskipun dalam Perjanjian KPR tersebut memang tidak secara eksplisit terdapat frasa kata wajib maupun harus bersedia, namun secara tidak

16 langsung sebagaimana yang telah diuraikan di atas dapat dilihat bahwa adanya pertanggungan asuransi yang bersifat otomatis bagi setiap debitur KPR BRI menunjukkan tidak adanya pilihan lain bagi konsumen dimana dengan mengajukan KPR maka konsumen juga akan secara otomatis menjadi peserta dari perusahaan asuransi yang telah bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia dan bersedia membayar tarif premi. Pihak bank biasanya hanya memakai perusahaan asuransi yang telah bekerja sama dengan bank sebelumnya dalam suatu Perjanjian dikarenakan pihak bank tidak ingin direpotkan dengan prosedur-prosedur yang secara umum ada dalam suatu perusahaan asuransi jiwa. 2. Tindakan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia bersama-sama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance dapat digolongkan sebagai praktek tying agreement. Namun, untuk dapat membuktikan bahwa praktek tying agreement yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance benar melanggar ketentuan yang ada dalam Hukum Persaingan Usaha, maka perlu dilakukannya pembuktian pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 dengan menggunakan pendekatan rule of reason. Pada dasarnya, selama konsumen memiliki pilihan atau alternatif lain terhadap produk asuransi, maka tidak akan timbul masalah dalam stategi tying yang dilakukan. Perjanjian KPR BRI memang dijual dalam satu kesatuan dengan asuransi yang telah menjadi rekanan BRI, namun tidak harus dalam bentuk tying. Konsumen tetap diberikan kemudahan dalam menentukan pilihan produk asuransinya. Konsumen yang dalam hal ini adalah debitur KPR tetap memiliki pilihan atau alternatif lain terhadap produk asuransi karena dalam faktanya debitur atau nasabah BRI yang menggunakan Kredit Pemilikan Rumah, dapat tetap mengajukan asuransi secara terpisah apabila perusahaan asuransi yang telah dimiliki dan diajukan oleh calon debitur telah memenuhi persyaratan dan dapat memberikan kepastian dan perlindungan bagi BRI sebagai pihak kreditur, serta telah mendapat ijin prinsip melalui Divisi Administrasi Kredit BRI. Di sisi lain, praktek tying juga berkaitan dengan kemampuan pelaku usaha dalam melakukan penguasaan pasar yang diatur dalam Pasal 19 huruf (a) Undang-Undang No.5 Tahun Bank Rakyat Indonesia mempunyai posisi tawar yang tinggi bagi pelaku usaha lain dengan market share sebesar 13,140 %. Namun, dalam hal ini perusahaan asuransi lainnya masih mempunyai alternatif lain apabila tidak bisa memenuhi terms and condition yang ditetapkan BRI yaitu dengan melakukan kerja sama dengan bank umum konvensional

17 lainnya yang juga memiliki produk perbankan berupa kredit pemilikan rumah. Hal itu dikarenakan masing-masing bank memiliki cara approach dan prosedur yang berbedabeda dalam mekanisme penawaran menjadi calon rekanan bank dimana masing-masing Bank mempunya fokus yang berbeda Dengan demikian, dapat dilihat bahwa tidak adanya hambatan masuk ke dalam pasar yang bersangkutan akibat praktek tying yang dilakukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa praktek tying agreement yang dilakukan oleh BRI tidak menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Saran 1. Kepada KPPU, sebaiknya lebih memperhatikan fenomena praktek tying agreement dalam hal keberadaan asuransi dalam perjanjian kredit pemilikan rumah guna mencegah kegiatan yang mengarah pada perbuatan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU juga hendaknya lebih memperhatikan dampak yang ditimbulkan akibat adanya praktek tying agreement yang dilakukan pelaku usaha tersebut karena pada dasarnya praktek tying agreement tidak selalu akan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat apabila dalam pembuktiannya menggunakan pendekatan rule of reason. 2. Kepada OJK, perlunya perhatian lebih besar terkait permasalahan yang bersinggungan dengan kepentingan konsumen yang sering kali dipaksa untuk membeli produk lain berupa asuransi dalam hal perjanjian kredit, baik dalam perjanjian kredit pemilikan rumah maupun perjanjian kredit lainnya. 3. Kepada BI, OJK dan KPPU diperlukan adanya kerja sama antara ketiga institusi tersebut untuk mengawasi kegiatan industri perbankan dalam melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi agar kegiatan kerja sama yang dilakukan dalam hal untuk mencegah terjadinya resiko kredit tetap memperhatikan kepentingan konsumen dimana konsumen memiliki kebebasan dalam memilih barang dan/atau jasa yang dibutuhkan sehingga akan tercipta pasar persaingan usaha yang sehat dan tidak adanya hambatan untuk masuk ke dalam pasar tersebut.

18 Daftar Referensi Buku Ibrahim, Johny. Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia). Malang: Bayu Media, Lubis, Andi Fahmi. Et al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks. Jakarta: KPPU RI, Mamudji, Sri. Et al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Metzger. Et al. Business Law and The Regulatory Enviroment Concepts and Cases. Homewoods, Illinois : Irwin, Milton, Handler. Et al. Trade Regulation Cases and Material. New York: The Foundation Press, Rokan, Mustafa Kamal. Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, Jurnal, Majalah Butler, Brian Edge. Law an Economics. Asheville: University on North Carolina Green, Mark R. Risk and Insurance. South Western: Publishing Co Jones. EC Competition Law : Text, Cases and Materials Nalebuff, Barry. Bundling, Tying and Portofolio Effects. DTI Economisc Paper 1, Peraturan Perundang-Undangan Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia. SEBI No 12/35/DPNP tanggal 23 Desember Indonesia. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No Indonesia. Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Hutang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No

19 Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 11 tentang Kartel Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkom No. 4 Tahun Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pasal 15 tentang Perjanjian tertutup Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkom No. 5 Tahun Internet BRI. KPR BRI. Diunduh pada 10 Desember Wicaksono. Aktivitas Bancassurance dalam Dunia Perbankan: Adakah Praktik Bundling yang Melanggar Hukum Persaingan Usaha Diunduh 22 September Lain-lain Intisari Wawancara Dengan Bapak Deswin Nur. Kepala Bagian Humas Biro Hukum, Hubungan Masyrakat dan Kerja Sama KPPU. Tanggal 14 November Intisari Wawancara Dengan Bapak Eri Edhi Satrio. Managing Partner dari Hendro & Kanon Advocates Counsellors at Law. Tanggal 18 November Intisari Wawancara Dengan Bapak Dhika. Staff Divisi Hukum PT Bank Rakyat Indonesia. Tanggal 4 November Laporan Tahunan BRI Tahun 2013 Putusan dengan Nomor Register Perkara 05/KPPU-I/2014 yang dibacakan pada tanggal 11 November 2014.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan

I. PENDAHULUAN. lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga mendorong lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan kegiatan ekonomi yang berdampak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 BAB IV PEMBAHASAN A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 Dalam putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 pada halaman 136 poin 10 dan halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan dinamika dunia usaha di tanah air dalam 12 tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha. terbitnya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 (selanjutnya disebut UU No.

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha. terbitnya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 (selanjutnya disebut UU No. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hukum Persaingan Usaha 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha Dalam perkembangan sistem ekonomi Indonesia, hukum persaingan usaha menjadi salah satu

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN Oleh: Dewa Ayu Reninda Suryanitya Ni Ketut Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Ngurah Manik Sidartha I Ketut Markeling Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak untuk melakukan suatu usaha, hal ini dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka seharihari. Di dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian, tujuan, fungsi dan jenis usahanya. Bank adalah lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pengertian, tujuan, fungsi dan jenis usahanya. Bank adalah lembaga keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank dan perusahaan asuransi adalah dua lembaga yang berbeda pengertian, tujuan, fungsi dan jenis usahanya. Bank adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

P U T U S A N Perkara Nomor 05/KPPU-I/2014

P U T U S A N Perkara Nomor 05/KPPU-I/2014 P U T U S A N Perkara Nomor 05/KPPU-I/2014 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi yang memeriksa Perkara Nomor 05/KPPU-I/2014 telah mengambil Putusan tentang Dugaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur yang kurang adil terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika seseorang atau badan usaha membutuhkan pinjaman uang untuk membeli produk atau menjalankan usahanya, maka pihak-pihak tersebut dapat memanfaatkan fasilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, tindakan atau perbuatan termasuk perjanjian yang dilarang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki beberapa wilayah yang penduduknya tersebar dari Sabang sampai Merauke. Banyaknya penduduk menjadikan Indonesia harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian cepat membawa dampak positif maupun negatif. Era globalisasi sekarang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis yang telah diuraikan, maka penulis berkesimpulan : 1. KPPU dalam melaksanakan tugasnya belum dapat berjalan secara efektif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Ni Luh Putu Diah Rumika Dewi I Dewa Made Suartha Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Bank 2.1.1.1 pengertian Bank Bank lebih dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kepada Toray Advanced Materials Korea Inc. Dalam suatu tindakan pengambilalihan saham

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 ANALISIS PERJANJIAN INTEGRASI VERTIKAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Andi Zuhry 2 KOMISI PEMBIMBING: Dr. Devy K. G. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

II. LANDASAN TEORI. atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Bank adalah salah satu badan financial yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Bank membantu pemerintah dalam menghimpun dana masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Setiap Individu harus diberi ruang gerak tertentu dalam pengambilan keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transaksi ekonomi pada masa sekarang ini cukup tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transaksi ekonomi pada masa sekarang ini cukup tinggi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan transaksi ekonomi pada masa sekarang ini cukup tinggi, dimana salah satu penyedia layanan jasa transaksi ekonomi adalah Bank. Apabila mendengar dan menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tidak hanya di lingkup nasional tapi juga di lingkup global

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tidak hanya di lingkup nasional tapi juga di lingkup global 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu faktor yang mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, iklim persaingan antar pelaku usaha harusnya dijaga dan dipertahankan baik oleh sesama pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 1

BAB I PENDAHULUAN. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20110 TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20110 TENTANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20110 TENTANG PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) PT BANK AGRONIAGA, TBK OLEH PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) I. LATAR BELAKANG 1.1 Pada tanggal 13 Oktober 2010,

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HOLDING COMPANY (INDUK PERUSAHAAN) TERHADAPANAK PERUSAHAAN DALAM LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

TANGGUNG JAWAB HOLDING COMPANY (INDUK PERUSAHAAN) TERHADAPANAK PERUSAHAAN DALAM LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TANGGUNG JAWAB HOLDING COMPANY (INDUK PERUSAHAAN) TERHADAPANAK PERUSAHAAN DALAM LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 Oleh : Ery Maha Putra I Dewa Made Suartha I Made Dedy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang berhubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang berhubungan dengan lembaga keuangan dalam aktivititas terutama dalam bidang perbankan dalam hal menyimpan uang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup, memberi arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia seperti sektor perdagangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan dan perkembangan Ekonomi di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Hal tersebut ditandai dengan semakin pesatnya laju perekonomian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk mencapai. pembangunan, termasuk dibidang ekonomi dan keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk mencapai. pembangunan, termasuk dibidang ekonomi dan keuangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia selama ini adalah merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan cita-cita masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negatif dan sistem ekonomi yang menyebabkan tidak kompetitif. 1

BAB I PENDAHULUAN. negatif dan sistem ekonomi yang menyebabkan tidak kompetitif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha dan aktivitas bisnis dapat dipastikan terjadi persaingan (Competition)diantara pelaku usaha. Pelaku usaha akan berusaha menciptakan, mengemas, serta

Lebih terperinci

AKTIVITAS BANCASSURANCE DALAM DUNIA PERBANKAN: ADAKAH PRAKTIK BUNDLING YANG MELANGGAR HUKUM PERSAINGAN USAHA?

AKTIVITAS BANCASSURANCE DALAM DUNIA PERBANKAN: ADAKAH PRAKTIK BUNDLING YANG MELANGGAR HUKUM PERSAINGAN USAHA? AKTIVITAS BANCASSURANCE DALAM DUNIA PERBANKAN: ADAKAH PRAKTIK BUNDLING YANG MELANGGAR HUKUM PERSAINGAN USAHA? Indirani Wauran-Wicaksono Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Korespondensi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang. BAB I PENDAHULUAN Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang. Oleh karena itu, para pihak dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif.

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Globalisasi bukan hal baru bagi suatu negara khususnya Indonesia, sejak beberapa tahun terakhir globalisasi sudah berperan cukup aktif dan telah

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017 TENTANG LAYANAN PENGADUAN KONSUMEN DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan memegang peranan penting untuk menyukseskan program pembangunan nasional dalam rangka mencapai pemerataan pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan nasional suatu negara khususnya pembangunan ekonomi guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN COVER ASURANSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) CABANG BOYOLALI

NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN COVER ASURANSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) CABANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN COVER ASURANSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) CABANG BOYOLALI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penunjang perekonomian di Indonesia adalah lembaga perbankan (bank) yang memiliki peran besar dalam menjalankan kebijaksanaan perekonomian. Untuk mencapai

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Pengantar Hukum Persaingan Usaha Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Topics to be Discussed Manfaat Persaingan Asas & Tujuan Undang-undang Persaingan Usaha Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa usaha penjaminan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah merupakan kebutuhan dasar dan mempunyai fungsi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam penambahan modal ini adalah bank. Bank sebagai sebuah lembaga

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam penambahan modal ini adalah bank. Bank sebagai sebuah lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan program pembangunan. Peningkatan kualitas

Lebih terperinci

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA Oleh Ayu Cindy TS. Dwijayanti I Ketut Tjukup Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Tulisan yang berjudul Merger Perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini juga sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank sesuai dengan Pasal 1 butir 2 Undang-undang no.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan masyarakat ialah Bank. Bank mempunyai peran yang sangat penting. Mengapa demikian, karena perbankan

Lebih terperinci

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN 87 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN A. Penyebab Terjadinya Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Take

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN I. UMUM Pasal 4 UU OJK menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D 101 09 185 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Kredit Bank.

Lebih terperinci

PRAKTIK JUAL RUGI (PREDATORY PRICING) PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN USAHA

PRAKTIK JUAL RUGI (PREDATORY PRICING) PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN USAHA PRAKTIK JUAL RUGI (PREDATORY PRICING) PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN USAHA Oleh I Dw Gd Riski Mada A.A Sri Indrawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jual rugi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

Lebih terperinci

No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Untuk memelihara kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak perubahan tuntutan dalam kehidupannya. Perubahan. harus disesuaikan dengan kondisi yang melingkupinya.

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak perubahan tuntutan dalam kehidupannya. Perubahan. harus disesuaikan dengan kondisi yang melingkupinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan manusia yang senantiasa berubah dari waktu ke waktu membawa dampak perubahan tuntutan dalam kehidupannya. Perubahan kehidupan manusia dapat terjadi karena

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemerintah berkewajiban mensejahterakan rakyatnya secara adil dan merata. Ukuran sejahtera biasanya dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, pembangunan ekonomi dalam perkembangannya telah mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di berbagai sektor usaha,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka masyarakat dan pemerintah sangat penting perannya. Perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi Indonesia dalam hal menyelesaikan permasalahan di bidang ekonomi khususnya dalam persaingan usaha.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan salah satu sarana untuk

PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan salah satu sarana untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan salah satu sarana untuk menciptakan keadaan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. perusahaan atau badan usaha memerlukan sumber daya atau faktor faktor produksi

BAB I P E N D A H U L U A N. perusahaan atau badan usaha memerlukan sumber daya atau faktor faktor produksi 1 BAB I P E N D A H U L U A N Setiap perusahaan atau badan usaha mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut, harus melaksanakan berbagai macam kegiatan, agar kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, untuk mewujudkan hal tersebut salah satunya melalui lembaga perbankan, lembaga tersebut

Lebih terperinci

Letycia Minerva Pariela, Ditha Wiradiputra dan Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia

Letycia Minerva Pariela, Ditha Wiradiputra dan Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia Analisis Dugaan Kartel Yang Ditimbulkan Oleh Penyalahgunaan Hubungan Afiliasi Perusahaan Perasuransian (Studi Kasus Penunjukkan Rlekanan Asuradur PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. dan Praktek Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang bertindak sebagai sumber permodalan dan perantara keuangan dengan menyediakan mekanisme transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORI. 2.2 Pengertian KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

BAB II URAIAN TEORI. 2.2 Pengertian KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. BAB II URAIAN TEORI 2.1 Ruang Lingkup 2.2 Pengertian KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi

Lebih terperinci