Letycia Minerva Pariela, Ditha Wiradiputra dan Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Letycia Minerva Pariela, Ditha Wiradiputra dan Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia"

Transkripsi

1 Analisis Dugaan Kartel Yang Ditimbulkan Oleh Penyalahgunaan Hubungan Afiliasi Perusahaan Perasuransian (Studi Kasus Penunjukkan Rlekanan Asuradur PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. dan Praktek Diskriminasi Perbankan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk.) Letycia Minerva Pariela, Ditha Wiradiputra dan Teddy Anggoro Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abstrak Skripsi ini membahas tentang kartel yang timbul karena terjadinya penyalahgunaan hubungan afiliasi perusahaan perasuransian. Melalui penyalahgunaan hubungan afiliasi yang dimiliki baik diantara perusahaan perasuransian ataupun diantara perusahaan perasuransian dengan bank telah memberikan peluang bagi para pelaku usaha tersebut untuk melakukan praktek anti persaingan yang salah satu bentuknya adalah kartel ini. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deduktif. Hasil penelitian ini menyarankan agar terdapat pengaturan mengenai hubungan afiliasi yang disebabkan oleh hubungan keluarga serta pertimbanganpertimbangan dalam Putusan KPPU mengenai kosentrasi pasar perlu lebih diperhatikan, sehingga tidak hanya melihat dari kuantitas pelaku usaha dan juga perlu diperhatikan lebih mendalam mengenai kerugian yang telah dialami oleh pelaku usaha dan konsumen. Kata Kunci: Kartel, hubungan afiliasi, perusahaan perasuransian, BNI, BRI Analysis of the alleged cartel arising from misuse of the insurance company affiliation (Case Study about PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. s asuradur partner designation and PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. s banking discrimination practices) Abstract The focus of this study is about cartel that arising from the abuse of the insurance company affiliation. Through misuse of this affiliation, provide opportunities for businesses to conduct anti-competitive pratices which one of these form is the cartel. This research is qualitative deductive interpretive. The researcher suggests that government create a regulation about affiliation that caused by family ties and also about market concentration KPPU must not just considerate about businesses quantity. Then KPPU s need to give more consideration about consumen and other businesses losses. Keywords: cartel, affiliation, insurance company, BNI, BRI

2 Pendahuluan Globalisasi merupakan istilah yang sudah dikenal oleh masyarakat. Dengan terjadinya proses globalisasi ini membuat terjadinya peningkatan terhadap keterkaitan antarnegara di seluruh dunia. Proses keterkaitan yang terjadi di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batasbatas suatu negara menjadi sempit 1. Hal ini kemudian membuat persaingan diantara para pelaku usaha semakin ketat, sebab mereka tidak hanya harus berhadapan dengan pelaku usaha domestik tetapi juga pelaku usaha asing. Apabila kita melihat dari sisi ekonomi maka dengan keberadaan daripada persaingan ini akan menciptakan efisiensi penggunaan sumber daya ekonomi yang kemudian dapat menekan harga, sehingga konsumen dapat membeli suatu barang dengan harga yang semurah mungkin. Selain daripada itu dengan adanya persaingan pada suatu pasar maka akan merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi dan teknologi. Meskipun demikian, terdapat beberapa pelaku usaha yang tidak menyukai keberadaan daripada persaingan ini. Sebab mereka menganggap bahwa kondisi persaingan tersebut dapat membuat harga tidak stabil sehingga mengurangi keuntungan yang akan mereka terima atau keuntungan yang seharusnya diterima. Para pelaku usaha ini tidaklah sadar bahwa perang tarif atau banting-bantingan harga menunjukkan adanya situasi persaingan yang menguntungkan bagi konsumen dan hal demikian merupakan ide dasar dari hukum persaingan usaha 2. Dengan demikian, untuk dapat memiliki keuntungan yang lebih besar, terjaminnya proses produksi dan proses pemasaran dari produk yang dijual oleh pelaku usaha, maka diperlukan inovasi-inovasi. Salah satu inovasi yang dapat ditempuh oleh pelaku usaha tersebut adalah melalui pendirian, pembelian atau penanaman modal pada suatu persahaan sehingga perusahaan tersebut dapat membantu memberikan keuntungan yang lebih besar serta terjaminnya proses produksi dan proses pemasaran. Akibat yang ditimbulkan dari inovasi ini adalah perusahaan tersebut menjadi memiliki hubungan afiliasi dengan pelaku usaha tersebut. Hubungan afiliasi ini memiliki dampak negatif yang sama dengan kartel yaitu dapat menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dan praktek monopoli. Kedua bentuk kerjasama ini juga dapat memberikan kerugian bagi konsumen (Tertanggung). Kemudian 1 Pengertian Globalisasi Menurut Para Ahli, diakses pada 9 Juli Ananta Aji Wiguna, Pembuktian Praktik Kartel Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Dalam Kasus-Kasus Kartel Di Indonesia (Depok, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010) hlm. 1.

3 menimbulkan pertanyaan bahwa apakah melalui penyalahgunaan hubungan afiliasi ini dapat menimbulkan kartel. Hal ini tentunya sangat penting, sebab menginggat bahwa dengan besarnya jumlah penduduk di Indonesia, membuat Indonesia menjadi pasar yang sangat potensial untuk industri asuransi. Kemudian faktor tersebut pun telah mendorong banyaknya perusahaan asing yang masuk ke dalam industri asuransi di Indonesia, baik dengan melalui cara akusisi ataupun merger 3. Dengan demikian apabila suatu perusahaan perasuransian bermasalah maka dapat menimbulkan bahaya terhadap perekonomian nasional dan juga dapat merugikan kepentingan masyarakat khususnya para tertanggung. Untuk itulah apabila ternyata hubungan afiliasi yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia ternyata dapat melahirkan kartel tentunya akan sangat berdampak buruk baik bagi konsumen (Tertanggung) ataupun bagi pelaku usaha lainnya di luar kartel tersebut. Hal inilah yang terjadi pada kasus penunjukkan rekanan asuradur PT. Bank Negara Indonesia, Tbk atau yang lebih kita kenal dengan sebutan BNI dan kasus praktek diskriminasi perbankan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia. Dalam kasus ini terdapat penyalahgunaan hubungan afiliasi yang dimiliki oleh para pelaku usaha di dalam kasus tersebut. Melalui penyalahgunaan hubungan afiliasi pada kedua kasus ini terlihat bahwa hal tersebut dapat menimbulkan kartel. Yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah 1. Apakah hubungan afiliasi dalam usaha perasuransian dapat menyebabkan kartel? 2. Bagaimanakah sebaiknya pengaturan hubungan afiliasi dilakukan dalam Hukum Persaingan Usaha? Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki tujuan yang hendak dicapai, yaitu : Penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan hubungan afiliasi yang dilakukan oleh perusahaan perasuransian dalam menganalisa unsur perjanjian kartel didalam hubungan afiliasi tersebut. Selain daripada tujuan umum yang telah disebutkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan bahwa hubungan afiliasi yang dilakukan oleh usaha perasuransian dapatkah digolongkan sebagai suatu perjanjian kartel 2. Menjelaskan pengaturan hubungan afiliasi dalam usaha perasuransian yang sebaiknya dilakukan. 3 Ibid, hlm 83.

4 Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridis-normatif, 4 dimana penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat di peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperolah data sekunder, yang nantinya akan digunakan sebagai landasan teoritis sehingga berkaitan dengan masalah yang akan diteliti oleh peneliti guna mendukung data-data yang diperoleh selama penelitian dengan cara mempelajari buku-buku, literature dan sumber lain yang relevan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian 5. Bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian ini akan dipaparkan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis mengikuti alur sistematika pembahasan. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh kemudian dihubungkan satu dengan yang lainnya dengan pokok permasalahan, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah diperoleh dan disusun sistematis, kemudian ditarik kesimpulan. Dan kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu dengan cara berpikir yang mendasar pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus Tinjauan Teoritis Kartel merupakan sekelompok pelaku usaha dalam satu industri yang sama yang seharusnya saling bersaing namun justru saling berkolaborasi menentukan harga 6. Kartel ini merupakan perjanjian yang dilakukan secara horizontal antara pelaku usaha. Para pelaku usaha yang melakukan kolaborasi tersebut, biasanya merupakan pelaku usaha yang saling memiliki hubungan afiliasi. Melalui hubungan afiliasi yang dimiliki oleh para pelaku usaha tersebut, semakin memperbesar peluang untuk menghasilkan kartel. Untuk dapat membuktikan keberadaan kartel, terdapat dua faktor yang dapat dipergunakan untuk memeriksa indikator awal yang disimpulkan sebagai faktor pendorong terbentuknya kartel, dua faktor tersebut adalah faktor struktural dan faktor perilaku. Yang termasuk dalam faktor struktural antara lain : adanya homogenitas produk, terdapat sarana kerjasama, ukuran 4 Penelitian yang berbentuk yuridis-normatif adalah penelitian yang menekankan pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis serta didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber dan informan. 5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 2005), hlm Eleanor M. Fox, End of Antitrust Isolationism: The Vision Of One World, (University Of Chicago Legal Forum 221, 1992) hlm. 228.

5 perusahaan yang sama, kekuatan tawar menawar pembeli yang kurang, terdapatnya hambatan untuk masuk, tingkat konsentrasi pasar dan keterkaitan kepemilikan. Sedangkan yang termasuk dalam faktor perilaku adalah transparansi dan pertukaran informasi serta perilaku peraturan harga dan kontrak 7. Salah satu bentuk kartel yang sering dilakukan oleh para anggotanya adalah penetapan harga (Price Fixing). Penetapan harga yang dilakukan ini merupakan kartel harga. Penetapan harga adalah suatu bentuk perjanjian yang ditujukan untuk membentuk atau mempertahankan harga semu yang sengaja dibuat pada level harga tertentu yang berbeda dari harga yang terjadi karena mekanisme pasar. Kartel ini sendiri dapat berjalan dengan efektif apabila tidak terdapat pelaku usaha pesaing di dalam pasar bersangkutan atau dengan kata lain tidak terdapat barang subtitusi. Ketentuan mengenai pasar bersangkutan ini diatur pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yang berbunyi 8 : Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan/atau jasa tersebut. Selain daripada penetapan harga, kekuatan kartel ini sendiri dapat diperkuat dengan keberadaan tying agreement. Tying agreement merupakan salah satu bentuk perjanjian tertutup. Perjanjian tertutup ini sendiri merupakan salah satu perjanjian yang terjadi antara pelaku usaha yang berada pada tingkatan yang berbeda pada proses produksi atau jaringan distribusi suatu barang atau jasa 9. Tying agreement adalah bentuk perjanjian distribusi berdasarkan pada distributor diperbolehkan untuk membeli suatu barang tertentu dengan syarat harus membeli produk lain 10. Tying agreement terjadi apabila suatu perusahaan mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang berada pada tingkatan yang berbeda. Melalui praktek tying ini maka pelaku usaha dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying product ke tied product. Dengan memiliki kekuatan monopoli untuk kedua produk sekaligus ini menciptakan hambatan bagi calon pelaku usaha pesaing untuk masuk ke dalam pasar. Agar perusahaan pesaing dapat bersaing maka perusahaan tersebut juga harus melakukan tying agreement Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Kartel, hlm Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2009 Tentang Pasar Bersangkutan. 9 Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks. (Jakarta: 2009., hlm Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan KPPU No. 5 Tahun 2011 Tentang Perjanjian Tertutup. 11 Andi Fahmi Lubis, Loc. Cit., hlm. 119.

6 Menurut Undang-Undang Usaha Perasuransian, yang dimaksud dengan hubungan afiliasi adalah hubungan antara seseorang atau badan hukum dengan satu orang atau lebih, atau badan hukum lain, sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan dari orang yang lain atau badan hukum yang lain atau sebaliknya 12. Hubungan afiliasi ini dapat timbul disebabkan oleh dimilikinya hubungan keluarga, hubungan manajemen dan hubungan kepemilikan atau penyertaan modal. Akan tetapi pada hukum persaingan usaha hanya mengatur mengenai jabatan rangkap yang termasuk dalam lingkup hubungan manajemen dan kepemilikan saham silang yang termasuk dalam lingkup hubungan kepemilikan atau penyertaan modal. Pembahasan BRI dan BNI melakukan penunjukkan rekanan penutupan asuransi mereka, dalam hal ini BRI melakukan penunjukkan rekanan tersebut untuk pengajuan kredit KPR sedangkan BNI melakukan penunjukkan rekanan tersebut untuk pengajuan pinjaman kredit. Untuk itu baik dalam kasus BRI ataupun BNI terdapat tying agreement, yang membuat ketika nasabah mengajukan kredit KPR kepada BRI ataupun pengajuan pinjaman kredit kepada BNI maka nasabah tersebut harus membeli juga produk asuransi yang ditawarkan oleh rekanan penutupan asuransi BRI ataupun BNI. Dalam kasus BNI rekanan asuradur yang ditunjuk adalah sebanyak 10 perusahaan asuransi. 10 perusahaan asuransi tersebut kemudian dibagi lagi dalam 2 status rekanan yakni main asuradur dan co asuradur. Terdapat 4 perusahaan asuransi yang memiliki status rekanan main asuradur dan tiga dari empat perusahaan asuransi tersebut saling memiliki hubungan afiliasi baik diantara mereka ataupun dengan BNI sendiri. Hubungan afiliasi ini disebabkan karena kepemilikan saham 13. Di dalam kasus BNI ini sendiri terdapat pembagian kuota penutupan asuransi. Hubungan afiliasi ini sendiri tidak hanya terdapat pada kasus BNI, tetapi juga pada kasus BRI. Kemudian produk yang dihasilkan dalam pasar bersangkutan BRI hanya 1 produk asuransi sebab BRIngin dan Heksa melakukan konsorsium 14. Selain itu pada kasus BRI terdapat term and condition yang diberikan oleh BRI kepada perusahana-perusahaan asuransi yang ingin menjadi rekanan 12 UU Usaha Perasuransian, disahkan pada 21 Juli 2014., Ps 1 angka Berdasarkan Putusan Nomor: 10/KPPU-L/2001 Mengenai Penunjukan Rekanan Asuradur PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) Tbk, hlm Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Calon Nasabah KPR di BRI, akan Dapat Memilih Asuransi Jiwanya, diakses pada 01 Desember 2014.

7 mereka, di mana term and condition tersebut hanya dapat dipenuhi oleh BRIngin dan Heksa. Pada kasus BNI, term and condition yang diberikan tidaklah jelas keberlakukannya hal ini membuat perusahaan asuransi lainnya menjadi kesulitan untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut sehingga dapat menjadi salah satu rekanannya. Pada kasus BRI juga terdapat penetapan harga. Penyalahgunaan hubungan afiliasi ini terlihat melalui keberadaan term and condition yang tidak jelas dan sulit untuk dipenuhi, pembagian kuota dan penetapan harga pada kasus BRI dan kasus BNI. Melalui penyalahgunaan hubungan afiliasi inilah yang membuat kartel pada kedua kasus ini dapat lahir. Salah satu faktor struktural adalah konsentrasi pasar. Baik dalam kasus BRI ataupun BNI terdapat konsentrasi pasar. Sebab memang benar dalam kasus BNI terdapat 10 perusahaan asuransi sehingga dapat dikatakan terdapat banyak pelaku usaha, namun melalui mekanisme main asuradur dan co asuradur ini memberikan kesempatan bagi perusahaan asuransi dengan status main asuradur untuk mengontrol perusahaan asuransi dengan status co asuradur dan memungkinkan untuk terjadinya konsentrasi pasar. Kemudian pada kasus BRI dengan hanya ada 1 produk asuransi membuat kedua perusahaan asuransi yang menghasilkan produk tersebut sajalah yang menjadi pelaku usaha dalam pasar sehingga dapat terjadi konsentrasi pasar. Salah satu faktor stuktural lainnya adalah mengenai ukuran perusahaan 15. Kartel terbentuk jika pelopornya adalah beberapa perusahaan dengan ukuran yang setara. Hal ini akan memudahkan pembagian kuota produksiatau tingkat harga yang dicapai akan lebih mudah 16. Baik dalam kasus BRI dan BNI, perusahaan-perusahaan asuransi yang menjadi rekanan penutupan asuransi kedua bank tersebut memiliki ukuran perusahaan yang sama. Ukuran perusahaan-perusahaan asuransi ini dikatakan sama sebab secara finansial mereka telah memenuhi persyaratan yang diberikan baik oleh BRI ataupun BNI untuk dapat menjadi rekanan penutupan asuransi mereka. Faktor struktural lainnya adalah homogenitas produk 17. Produk yang homogen, baik berupa barang atau jasa menyebabkan preferensi terhadap seluruh produk menjadi tidak jauh berbeda. Pada kasus BNI, homogenitas ini ada karena keempat perusahaan asuransi tersebut menawarkan produk yang sama bagi para debiturnya untuk kerugian yang mungkin terjadi apabila jaminan debitur tersebut mengalami kerusakan. Sedangkan pada kasus BRI, BRIngin dan Heksa menawarkan produk penutupan asuransi jiwa bagi debitur KPR BRI. Perusahaanperusahaan asuransi ini menawarkan produk asuransi yang sama kepada para debitur 15 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tentang Kartel, Loc.Cit. 16 Ibid. 17 Ibid

8 daripada kedua bank tersebut. Selanjutnya salah satu faktor struktural lainnya adalah hubungan kepemilikan (hubungan afiliasi) 18. Dengan keterkaitan kepemilikan baik minoritas atau mayoritas mendorong pelaku usaha untuk memaksimalkan keuntungan. Hal inilah yang terjadi pada kasus BNI, dimana perusahaan-perusahaan asuransi rekanan penutupan asuransi BNI memanfaatkan hubungan afiliasi yang dimilikinya dengan BNI. Keuntungan yang diperjanjikan bagi BNI adalah berupa insentif bank yang didapatkan oleh BNI ketika perusahaan asuransi rekannya tersebut melakukan penutupan asuransi 19. Sedangkan pada kasus BRI, dengan mempergunakan hubungan afiliasinya dengan bank membuat perusahaan asuransi ini kemudian melakukan ekspoitasi terhadap debiturnya sehingga memberikan keuntungan bagi para pelaku usaha yang saling memiliki hubungan afiliasi tersebut. Kekuatan tawar menawar pembeli juga dipergunakan oleh KPPU sebagai salah satu faktor struktural 20. Pembeli dengan posisi tawar yang kuat akan dapat melemahkan kartel, bahkan membubarkannya.pada kasus BNI, kekuatan tawar menawar pembeli (debitur) tidak kuat. Hal ini terjadi karena keberadaan daripada tying agreement 21 dan juga untuk penunjukkan rekanan penutupan asuransi yang dilakukan diantara para pelaku usaha tersebut. Tying agreement ini merupakan salah satu bentuk exclusive dealing yang adalah suatu perjanjian yang terjadi antara mereka yang berada pada level yang berbeda pada proses produksi atau jaringan distribusi. Faktor struktural lainnya adalah hambatan untuk masuk 22. Dengan tingginya barrier to entry sebagai hambatan bagi perusahaan baru untuk masuk pasar akan memperkuat keberadaan kartel. Pada hakekatnya terdapat dua jenis hambatan dalam perdagangan yakni hambatan horizontal dan vertikal. Untuk dapat menentukan keberadaan barrier to entry ini dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap struktur pasar, apakah pangsa pasar para pelaku usaha yang diduga melakukan kartel ini besar atau kecil 23. Pasar bersangkutan baik pada kasus BNI ataupun BRI dapat memberikan keuntungan bagi para pelaku usaha tersebut berupa posisi dominan. Yang menjadi hambatan horizontal dalam kasus BNI adalah ketika para perusahaan asuransi tersebut melakukan penetapan kuota penutupan asuransi. Dengan adanya klausula 18 Ibid 19 Putusan KPPU, Loc. Cit. 20 KPPU, Loc. Cit 21 Pelaku usaha yang bertindak selaku pemasok tidak diperbolehkan untuk memberlakukan kewajiban bagi pelaku usaha lain untuk membeli produk dan/atau jasa lain yang berbeda karakternya dengan produk pokoknya. Komisi Persaingan Usaha. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 5 Tahun 2011 Tentang Perjanjian Tertutup. 22 KPPU, Loc. Cit. 23 Irna Nurhayati, Kajian Hukum Persaingan Usaha: Kartel Antara Teori dan Praktik, Jurnal Hukum Bisnis volume 30 No. 2 Tahun 2011, hlm. 27.

9 penetapan kuota penutupan asuransi ini membuat perusahaan asuransi yang menjadi rekanan penutupan asuransi BNI telah melakukan alokasi pasar. Menurut Stephen F. Ross menyatakan bahwa hilangnya persaingan di antara sesama pelaku usaha dengan cara melakukan pembagian wilayah bisa membuat pelaku usaha melakukan tindakan pengurangan produksi ke tingkat yang tidak efisien, pelaku usaha dapat juga melakukan eksploitasi terhadap konsumen dengan menaikan harga konsumen dan menggunakan kekuatan yang dimilikinya untuk dapat bertindak secara sewenang-wenang 24. Melalui penetapan kuota ini membuat perusahaan-perusahaan asuransi yang menjadi rekanan penutupan asuransi BNI dapat menghilangkan pesaingnya di dalam pasar, bahkan melakukan eksploitasi terhadap konsumennya karena debitur BNI memiliki keterbatasan dalam pemilihan perusahaan asuransi. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut Tri Pakarta 45%, Wahana Tata 25 %, Jasindo 25 % dan MAI 5%. Dengan adanya klausula pembagian kuota tersebut memberikan bukti bagi perusahaan asuransi yang memiliki hubungan afiliasi tersebut membuat kesepakatan untuk membagi pangsa pasar di suatu wilayah pemasaran bersama 25 dalam hal ini pangsa pasar bersangkutan adalah debitur jaminan BNI. Dengan keberadaan pembagian pangsa pasar ini membuat perusahaan-perusahaan asuransi tersebut dapat menaikkan harga atau mencegah penurunan harga. Hambatan vertikal dalam kasus BNI ini adalah ketika terdapat penetapan status rekanan serta ketidakjelasan syarat untuk dapat menjadi rekanan BNI dan juga keberadaan tying agreement membuat pelaku usaha lainnya sulit untuk dapat masuk ke dalam pasar. Hambatan vertikal ini sendiri ada karena salah satu perusahaan asuransi yang menjadi rekanan penutupan asuransi BNI memiliki hubungan afiliasi dengan BNI dan dengan memberikan hambatan vertikal ini akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan asuransi tersebut. Keuntungan tersebut juga merupakan keuntungan BNI. Dengan keberadaan tying agreement ini membuat debiturnya bukan hanya membeli produk yang ditawarkan oleh BNI tetapi juga produk asuransi yang ditawarkan rekanan penutupan asuransinya. Di dalam perjanjian yang dibuat diantara Tri Pakarta, MAI, Jasindo dan Wahana Tata mungkin tidak memuat klausula penetapan harga, akan tetapi dengan karakteristik pasar BNI ini sendiri dapat mendukung dilakukannya penetapan harga tersebut Stephen F. Ross, Principles of Antitrust Law (Westbury-New York: The Foundation Press, Inc, 1993), hlm Ibid. 26 E. Thomas Sullivan dan Jeffrey L. Harrison, Understanding Antitrust and Its Economic Implication,. (New York: Matthew Bender & Co, 1994), hlm. 126.

10 Cara penanganan kedua kasus ini mempunyai sedikit perbedaan. Pada saat KPPU melakukan penyelidikan sebagai dugaan adanya pelanggaran ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, BRI membuat perubahan pada perjanjiannya dengan Tri Pakarta, Wahana Tata, MAI dan Jasindo. Perubahan-perubahan tersebut adalah perubahan terhadap status rekanan menjadi 4 tingkatan yaitu 27 ; a) Rekanan dengan status main asuradur tanpa batas segmentasi; b) Rekanan dengan status main asuradur dengan batasan segmentasi; c) Rekanan dengan status co-asuradur yang dapat menerbitkan polis sendiri; d) Rekanan dengan status co-asuradur yang tidak dapat menerbitkan polis sendiri; Perubahan yang selanjutnya dilakukan adalah amandemen terhadap beberapa pasal pada Perjanjian kerjasama tersebut antara lain 28 ; a) Pasal 4 ayat (2) yang pada awalnya mengatur mengenai co-asuradur atau priority session dengan komposisi Tri Pakarta 45%, Jasindo 25%, Wahana Tata 25% dan Mai 5% ditiadakan; b) Pasal 11 yang mengatur tentang insentif bank ditiadakan; c) Pasal 14 dalam perjanjian kerjasama menjadi Pasal 13 perjanjian kerjasama yang baru, dimana pasal ini mengatur tentang masa berlakunya perjanjian yang disempurnakan sehingga menjadi lebih tegas menyatakan bahwa perjanjian kerjasama berlaku untuk jangka waktu 2 tahun sejak perjanjian kerjasama ditandatangani; d) Lampiran perjanjian kerjasama berupa penetapan limit akseptasi ditiadakan. Setelah itu dengan mempertimbangkan bahwa BNI telah melakukan perubahan sehingga membuat tindakan penunjukkan rekanan asuradur oleh BNI sudah tidak lagi menyebabkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sempurna. Dengan perubahan yang dilakukan oleh BNI ini, membuat KPPU kemudian memutuskan bahwa BNI tidak melanggar ketentuan dalan Undang-Undang No. 5 Tahun Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa sebelum BNI melakukan perubahan pada perjanjiannya dengan keempat perusahaan asuransi yang merupakan rekanan asuradurnya tersebut, terdapat jangka waktu di mana perjanjian yang belum dirubah tersebut digunakan atau dilaksanakan. Melalui pelaksanaan perjanjian tersebut, sekalipun hanya untuk jangka waktu pendek tentunya telah mendatangkan kerugian bagi debitur BNI dan juga bagi para perusahaan asuransi lainnya di luar keempat perusahaan asuransi yang telah ditunjuk untuk menjadi rekanan asuradur BNI. 27 Ibid, hlm Putusan KPPU, Op. Cit., hlm.21

11 Perubahan ini kemudian membuat praktek anti persaingan yang dilakukan oleh BNI menjadi tidak ada lagi. Akan tetapi dengan melakukan perubahan tersebut tidak lantas berarti bahwa BNI tidak pernah melakukan kegiatan usaha yang melanggar ketentuan Undang- Undang No. 5 Tahun Dengan dibuatnya perjanjian tersebut diantara BNI, Tri Pakarta, MAI, Jasindo dan Wahana Tata telah sempat menyebabkan kerugian bagi debitur BNI yang menjadi debiturnya sebelum perjanjian ini diubah. Sekalipun debitur tersebut tidak banyak jumlahnya, akan tetapi yang terpenting bukanlah kuotanya namun perbuatan BNI yang telah merugikan para debitur tersebut. Untuk kerugian yang dialami oleh para debitur tersebut tidak lantas dapat diberikan ganti rugi hanya dengan melakukan perubahan perjanjian diantara para pelaku usaha tersebut. Karena perubahan tersebut tidak akan memberikan hak para debitur yang telah dihalangi oleh BNI yaitu untuk memiliki kebebasan memilih. Oleh sebab itulah Hakim sebaiknya dalam memberikan pertimbangannya Putusan ini juga harus memasukkan pertimbangan tentang para debitur yang telah dirugikan ini dan bukan hanya perubahan terhadap perjanjian yang dilakukan oleh BNI.Sedangkan pada kasus BRI, selama proses penyelidikan sampai Putusan terhadap kasus tersebut dibacakan tidak melakukan perubahan terhadap isi dari perjanjian mereka. Oleh karena itu, Hakim KPPU ketika membacakan hasilnya dan memutuskan bahwa BRI telah melanggar ketentuan Undang- Undang No. 5 Tahun 1999, Hakim juga memerintahkan agar BRI melakukan perubahan terhadap perjanjiannya dengan BRIngin dan Heksa tersebut. Karena tanpa dilakukannya perubahan terhadap perjanjian yang dibuat para pelaku usaha tersebut, maka pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 masih tetap akan dilakukan.pada kasus ini sendiri, Hakim telah memasukkan pertimbangan tentang kerugian yang telah dialami oleh para nasabah BRI. Untuk itulah sebaiknya kasus BNI juga memasukkan pertimbangan tentang kerugian yang telah dialami oleh para debiturnya. Kesimpulan yang dapat dicapai mengenai kasus ini adalah hubungan afiliasi yang terjadi baik pada kasus BRI ataupun BNI dapat menyebabkan kartel. Kartel ini lahir karena penyalahgunaan hubungan afiliasi yang dimiliki kedua bank tersebut dengan perusahaanperusahaan rekanan penutupan asuransinya. Pada kasus BNI penyalahgunaan tersebut dilakukan melalui pembatasan perusahaan asuransi yang dapat melakukan penutupan asuransi baginya. Sedangkan pada kasus BRI penyalahgunaan tersebut dilakukan ketika BRI, BRIngin dan Heksa melakukan eksploitasi terhadap debiturnya dan juga menetapkan ketentuan yang memberikan keuntungan bagi BRIngin dan Heksa dibandingkan perusahaan asuransi lainnya. Akan tetapi kartel yang mungkin terjadi pada kasus BRI tidak akan seefektif pada kasus BNI. Kemudian pada kedua kasus ini juga terdapat terdapat perbedaan pada cara

12 penanganan yang di lakukan oleh KPPU, di mana BNI setelah melakukan perubahan terhadap perjanjiannya kemudian dinilai tidak lagi melakukan persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli. Sedangkan pada BRI, disebabkan para pihaknya tidak melakukan perubahan terhadap perjanjian dan pada akhirnya mereka dihukum karena telah melanggar ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun Namun pada pertimbangan kasus BRI, Hakim telah mempertimbangkan faktor kerugian yang dialami oleh debitur bank tersebut. Akan tetapi tidak demikian dengan kasus BNI, sehingga seharusnya pertimbangan kasus BNI juga memasukkan hal tersebut. Pokok permasalah selanjutnya yang akan dibahas adalah mengenai pengaturan tentang hubungan afiliasi pada hukum persaingan usaha. Hubungan afiliasi ini sendiri telah diatur pada hukum persaingan usaha pada Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yang mengatur tentang kepemilikan saham dan jabatan rangkap. Sedangkan pada usaha perasuransian secara garis besar mengatur hubungan afiliasi disebabkan oleh tiga hal yakni hubungan keluarga, manajemen dan kepemilikan atau penyertaan modal. Dengan demikian terlihat bahwa pada hukum persaingan usaha tidak mengatur mengenai hubungan afiliasi yang disebabkan oleh hubungan keluarga. Sedangkan apabila kita lihat pada prakteknya saat ini banyak terdapat perusahaan keluarga, sehingga apabila hubungan afiliasi ini sendiri tidak diatur pada Hukum Persaingan usaha maka sangat rawan untuk terjadi penyalahgunaannya. Dalam pengaturan hubungan afiliasi yang disebabkan oleh hubungan keluarga ini di dalam Hukum Persaingan pun dapat diatur secara Rule Of Reason, sebab pada hakekatnya hubungan afiliasi ini tidak dilarang keberadaannya. Kesimpulan 1) Hubungan afiliasi yang dimiliki diantara perusahaan asuransi dan hubungan afiliasi yang dimiliki diantara bank dengan perusahaan asuransi dapat memberikan peluang untuk melahirkan kartel. Dengan mempergunakan hubungan afiliasi yang dimiliki oleh para pelaku usaha ini telah memberikan kesempatan bagi mereka untuk melakukan praktek anti persaingan yang salah satunya adalah kartel ini dan pada akhirnya mendatangkan kerugian bagi pelaku usaha lainnya serta bagi konsumen. Keberadaan kartel pada kedua kasus ini dimungkinkan karena hubungan afiliasi yang dimiliki baik diantara perusahaan asuransi tersebut dan juga hubungan afiliasi yang dimiliki diantara perusahaan asuransi dengan pihak bank (BRI atau BNI). Untuk itu dapat dikatakan

13 bahwa hubungan afiliasi dapat melahirkan kartel. Hubungan afiliasi ini juga memperkuat kartel tersebut. 2) Hubungan afiliasi ini sendiri pada hakekatnya tidaklah dilarang keberadaanya, yang dilarang adalah ketika para pelaku usaha menyalahgunakan hubungan afiliasi yang dimilikinya untuk melakukan praktek anti persaingan. Dalam hukum persaingan usaha ini sendiri telah mengatur hubungan afiliasi dalam Pasal 26 dan Pasal 27 Undang- Undang No. 5 Tahun Sedangkan dalam usaha perasuransian sendiri, hubungan afiliasi yang terjadi diantara perusahaan perasuransian tersebut lahir sebagai akibat dari: 1) Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2) Hubungan antara pihak dengan pegawai, Direktur, atau Komisaris dari pihak tersebut; 3) Hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang sama; 4) Hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut; 5) Hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau 6) Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama. Dengan demikian dapat disimpulkan hubungan afiliasi ini lahir karena hubungan kepemilikan saham atau penyertaan modal, hubungan keluarga dan faktor penguasaan manajemen dan teknologi. Apabila hubungan afiliasi yang ditinjau dari sudut Hukum Persaingan Usaha dan dari sudut Usaha Perasuransian maka terlihat bahwa hubungan afiliasi yang lahir sebagai akibat dari hubungan keluarga tidak diatur pada Hukum Persaingan Usaha, sehingga pengaturan hubungan afiliasi karena hubungan keluarga ini perlu diatur ketentuannya. Saran 1) Bagi pihak KPPU. Pertimbangan dalam Putusan kasus BNI disebutkan tidak terdapat konsentrasi pasar sebab jumlah perusahaan asuransi dalam pasar bersangkutan banyak. Akan tetapi sekalipun jumlah

14 perusahaan asuransi tersebut banyak, KPPU tidak mempertimbangkan bahwa terdapat perbedaan status rekanan yang diberlakukan oleh BNI. Melalui status rekanan ini membuat keempat perusahaan asuransi yang ditunjuk sebagai main asuradur dapat mengontrol perusahaan asuransi dengan status co-asuradur, sehingga memungkinkan mereka untuk menguasai pasar. Untuk itulah ketika pihak KPPU hendak melakukan pembuktian tentang konsentrasi pasar ini, diharapkan tidak hanya didasarkan pada jumlah atau besaran pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha dalam pasar bersangkutan. Pertimbangan yang sebaiknya dimasukkan dalam Putusan KPPU selanjutnya adalah mengenai kerugian yang telah disebabkan oleh perjanjian atau kegiatan usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun Sekalipun telah dilakukan perubahan pada perjanjian atau kegiatan usaha tersebut, akan tetapi perjanjian atau kegiatan usaha tersebut telah menimbulkan kerugian bagi konsumen dan pelaku usaha lainnya. Dengan demikian perubahan yang dilakukan pelaku usaha tersebut tidak membuatnya menjadi tidak bersalah.hubungan afiliasi ini sendiri berpotensi untuk memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk melakukan praktek anti persaingan, sehingga KPPU dalam melakukan penyelidikan dan juga dalam memberikan pertimbangan dalam Putusannya juga harus memperhatikan keberadaan daripada hubungan afiliasi ini sendiri ada atau tidak, kemudian pengaruhnya dalam perjanjian dan kegiatan usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha tersebut. Hal ini disebabkan melalui hubungan afiliasi diantara para pelaku usaha dapat melahirkan kartel dan kartel sangat merugikan baik bagi konsumen dan juga pelaku usaha lainnnya. 2) Bagi Pemerintah Pengaturan hubungan afiliasi dalam bidang usaha perasuransian dan Hukum Persaingan Usaha memiliki perbedaan yakni dalam Hukum Persaingan Usaha tidak mengatur hubungan afiliasi yang lahir sebagai akibat dari hubungan keluarga. Sedangkan hubungan afiliasi yang lahir sebagai akibat dari hubungan keluarga juga dapat memberikan peluang bagi lahirnya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sempurna. Untuk itulah pemerintah sebagai pembuat peraturan perundang-undangan sebaiknya menambahkan pengaturan hubungan afiliasi sebagai akibat hubungan keluarga dalam Hukum Persaingan Usaha. Dengan demikian akan membantu terciptanya kepastian hukum bagi pelaku usaha dan juga konsumen.

15 Daftar Pustaka BUKU Black, Henry Campbel. Black s Law Dictionary. (St. Paul Minn West Publihsing, Co, 2004). Fuady, Munir. Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum). Buku Kedua. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999). Hansen, Knud, Et. Al. Undang-Undang Larang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Jakarta:Katalis, 2002). Hansen, Knud dan Peter W. Hermann dkk. Law Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. (Katalis,2007). Heidenhain, Martin Et. Al., German Antitrust law. (Frankfurt am Main: Verlap Fritz Knapp GmbH, 1999). Kaysen, Carl dan Donal F. Turener. Antitrust Policy: an Economid and Legal Anylisis (Cambridge: Harvard University Press, 1971). Kovenkamp, Herbert, Antitrust. (St. Paul Minnesota : West Publishing, Co., 1993). Lubis, Andi Fahmi dkk. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks. (Jakarta:2009). Nadapdap, Binoto. Hukum Acara Persaingan Usaha. Cet. 1. (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009). Ross, Stephen F. Principles of Antitrust Law. (Westbury-New York: The Foundation Press, Inc, 1993). Simanjuntak, Kornelius dkk, Hukum Asuransi. Cet. 1 (Depok: Djokosoetono Research Center Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011). Siswanto, Arie. Hukum Persaingan Usaha. Cet.2. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004). Sullivan, E. Thomas and Jeffrey L. Harrison. Understanding Antitrust and Its Economic Implications. (New York: Matthew Bender & Co, 1994). Sullivan, Lawrence Anthony. Antitrust. (St. Paul Minnesota: West Publishing, Co., 1977).

16 Siraiy, Nigrum Natasya, dkk.. Ikhtisar Ketentuan Persaingan usaha. ( Jakarta: Gramedia, 2010). WEBSITE Hasim Purba, Tinjauan Yuridis Terhadap Holding Company, Cartel, Trust dan Concern, diakses pada 28 September Hukum Online, Analis: Transaksi Afiliasi Beresiko Terhadap Benturan Kepentingan, diakses pada 15 November Hukum Online, Analis: Transaksi Afiliasi Beresiko Terhadap Benturan Kepentingan, diakses pada 15 November Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Calon Nasabah KPR di BRI, akan Dapat Memilih Asuransi Jiwanya. diakses pada 01 Desember Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Calon Nasabah KPR di BRI, akan Dapat Memilih Asuransi Jiwanya, diakses pada 01 Desember 2014 Liputan 6, Terbukti Monopoli, KPPU Denda BRI RP 25 Milyar, diakses pada 14 November Pengertian Globalisasi Menurut Para Ahli, pengertian-globalisasi-menurut-para-ahli.htm, diakses pada 9 Juli PERUNDANG-UNDANGAN

17 Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-412/BL/2009 Tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Bank Indonesia. Surat edaran No. 12/35/DPNP Tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi. Indonesia. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. UU N0 5 Tahun LN No. 33 Tahun TLN No Indonesia.Undang-Undang Tentang Usaha Perasuransian, UU No. 2 Tahun LN No. 13 Tahun TLN Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. PP No. 73 Tahun LN No. 126 Tahun TLN No Indonesia.Undang-Undang Usaha Perasuransian. Disahkan pada tanggal 23 November Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan KPPU No. 03 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 19 Huruf D. Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Kartel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2009 Tentang Pasar Bersangkutan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan KPPU No. 5 Tahun 2011 Tentang Perjanjian Tertutup Menteri Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 Tentang Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Dan Perasuransian Reasuransi. Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 2/POJK.05/2014 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, Ps 1 angka 12. PUTUSAN

18 Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Putusan Nomor: 10/KPPU-L/2001 Mengenai Penunjukan Rekanan Asuradur PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) Tbk. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2014 tentang Praktek Diskiminasi Perbankan Oleh BRI, BRIngin Life dan Heksa Life. MAKALAH Wirawan, Bayu. Kepemilikan Keluarga, Hubungan Politik dan Family Aligned Board Terhadap Implementasi Tata Kelola Perusahaan. (Depok, Universitas Indonesia, 2014). SKRIPSI Wiguna, Ananta Aji. Pembuktian Praktik Kartel Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Dalam Kasus-Kasus Kartel Di Indonesia. (Depok, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010). Zainuri, Azhar. Transaksi antara Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa Ditinjau dari Akuntansi dan Perpajakan. (Depok: Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia, 2008). JURNAL Anggraini, Anna Maria Tri. Mendeteksi dan Mengungkapkan Dalam Hukum Persaingan Usaha. Jurnal Hukum Bisnis Volume 30 No. 2 Tahun 2011, Bork, Robert H. The Rule of Reason and the Per se Concept: Price Fixing and Market Division. The Yale Law Journal. No. 5 vol. 74 (April 1965). Federal Trade Commision and the U.S. Departement of Justice. Antitrust Guidelines for Collaborations Among Competitors. Fox, Eleanor M. End of Antitrust Isolationism: The Vision Of One World. (University Of Chicago Legal Forum 221, 1992).

19 Kaysen, Carl dan Donal F. Turener, Antitrust Policy: an Economid and Legal Anylisis. (Cambridge: Harvard University Press, 1971), Nurhayati, Irna. Kajian Hukum Persaingan Usaha: Kartel Antara Teori dan Praktik. Jurnal Hukum Bisnis volume 30 No. 2 Tahun Posner, Richard. Oligopoly and the Antitrust Laws: A Suggested Approach. 21 Standford Law Review 1562, Sari, Wahyu Retno Dwi. Kartel : Upaya Damai Untuk Meredam Konfrontasi Dalam Persaingan Usaha. Jurnal KPPU. (Edisi 1 Tahun 2009). Soemardi, Tresna. Kartel Internasional: Fenomena Kartel Internasional Dan Dampaknya Terhadap Persaingan Usaha Dan Ekonomi Nasional. Jurnal KPPU. (Edisi 2 Tahun 2009). Sullistia, Teguh. Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Ekonomi Pasar Bebas. Hukum Bisnis Volume 22-Nomor 5-Tahun 2003 (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003). Widjaja, Gunawan. Konsep dan Pengertian Kartel Dalam Kerangka Persaingan Usaha Serta Penerapannya Di Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis Volume 30 No. 2 Tahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak untuk melakukan suatu usaha, hal ini dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka seharihari. Di dalam kondisi

Lebih terperinci

104 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha,

104 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha, 103 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Anggraini, A.M. Tri, Perspektif Penetapan Harga Menurut Hukum Persaingan Usaha Dalam Masalah-Masalah Hukum Ekonomi Kontemporer, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan dinamika dunia usaha di tanah air dalam 12 tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan

I. PENDAHULUAN. lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga mendorong lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan kegiatan ekonomi yang berdampak

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Konpress. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Konpress. Jakarta. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ahmad, Yani dan Gunawan Widjaja. 2010. Seri Hukum Bisnis Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Anggraini, A.M. Tri. 2003. Larangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment

BAB I PENDAHULUAN. Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment dalam Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi di Indonesia mengingat topik tersebut belum

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Black, Henry Campbell, Black Law Divtionary, Definition of the term and Phrase

DAFTAR PUSTAKA. Black, Henry Campbell, Black Law Divtionary, Definition of the term and Phrase DAFTAR PUSTAKA Black, Henry Campbell, Black Law Divtionary, Definition of the term and Phrase and Phrase of American and English yurisprudence, Ancient and Modern, St. Minnesota, west Publishing Co, 1990

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 BAB IV PEMBAHASAN A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 Dalam putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 pada halaman 136 poin 10 dan halaman

Lebih terperinci

PENDEKATAN PER SE ILLEGAL DALAM PERJANJIAN PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) TERKAIT KASUS PT. EXCELCOMINDO PRATAMA, Tbk.

PENDEKATAN PER SE ILLEGAL DALAM PERJANJIAN PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) TERKAIT KASUS PT. EXCELCOMINDO PRATAMA, Tbk. PENDEKATAN PER SE ILLEGAL DALAM PERJANJIAN PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) TERKAIT KASUS PT. EXCELCOMINDO PRATAMA, Tbk. ABSTRACT Oleh Ni Ayu Putu Mery Astuti I Wayan Wiryawan Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PERJANJIAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. BANK AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG

BAB III ANALISIS PERJANJIAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. BANK AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG BAB III ANALISIS PERJANJIAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK BERDASARKAN PASAL 15 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha. terbitnya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 (selanjutnya disebut UU No.

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha. terbitnya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 (selanjutnya disebut UU No. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hukum Persaingan Usaha 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha Dalam perkembangan sistem ekonomi Indonesia, hukum persaingan usaha menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis yang telah diuraikan, maka penulis berkesimpulan : 1. KPPU dalam melaksanakan tugasnya belum dapat berjalan secara efektif dalam

Lebih terperinci

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7 Ethics in Market Competition Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7 Monopoli Monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh

Lebih terperinci

POSISI DOMINAN. Ditha Wiradiputra. Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008

POSISI DOMINAN. Ditha Wiradiputra. Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 POSISI DOMINAN Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Dominant Firm Dominant Firm (DF) adalah suatu perusahaan yg berprilaku seperti

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HOLDING COMPANY (INDUK PERUSAHAAN) TERHADAPANAK PERUSAHAAN DALAM LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

TANGGUNG JAWAB HOLDING COMPANY (INDUK PERUSAHAAN) TERHADAPANAK PERUSAHAAN DALAM LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TANGGUNG JAWAB HOLDING COMPANY (INDUK PERUSAHAAN) TERHADAPANAK PERUSAHAAN DALAM LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 Oleh : Ery Maha Putra I Dewa Made Suartha I Made Dedy

Lebih terperinci

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA Oleh Ayu Cindy TS. Dwijayanti I Ketut Tjukup Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Tulisan yang berjudul Merger Perseroan

Lebih terperinci

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Roda perekonomian bergerak diatur dan diawasi oleh perangkat hukum, baik perangkat hukum lunak maupun perangkat hukum keras. 1 Berdasarkan pemikiran tersebut, perangkat

Lebih terperinci

Kartel : Persaingan Tidak Sehat. Oleh Djoko Hanantijo Dosen PNS dpk Universitas Surakarta ABSTRAKSI

Kartel : Persaingan Tidak Sehat. Oleh Djoko Hanantijo Dosen PNS dpk Universitas Surakarta ABSTRAKSI Kartel : Persaingan Tidak Sehat Oleh Djoko Hanantijo Dosen PNS dpk Universitas Surakarta ABSTRAKSI Kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Persaingan Usaha 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha Persaingan adalah perlawanan dan atau upaya satu orang atau lebih untuk lebih unggul dari orang lain dengan

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Pengantar Hukum Persaingan Usaha Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Topics to be Discussed Manfaat Persaingan Asas & Tujuan Undang-undang Persaingan Usaha Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kepada Toray Advanced Materials Korea Inc. Dalam suatu tindakan pengambilalihan saham

Lebih terperinci

Desy Septiani Putri, Ditha Wiradiputra. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok

Desy Septiani Putri, Ditha Wiradiputra. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok DUGAAN PRAKTEK ANTI PERSAINGAN YANG DILAKUKAN OLEH PT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN MELEKATKAN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DENGAN PT ASURANSI JIWA BRINGIN SEJAHTERA DAN PT HEKSA EKA LIFE INSURANCE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Tindakan Administratif Pasal 47 (1) Komisi berwenang

Lebih terperinci

KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator) SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH

KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator) SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator) SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komisi Pengawas Persaingan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger,

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, konsolidasi dan akuisisi. Merger, konsolidasi dan akuisisi kerap berpengaruh terhadap persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi dan menciptakan inovasi-inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

HUKUM PERSAINGAN USAHA

HUKUM PERSAINGAN USAHA HUKUM PERSAINGAN USAHA Dosen Pengampu: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum www.jamalwiwoho.com 081 2260 1681 -- Bahan Bacaan Abdulrahman: Ensiklopesi Ekonomi keuangan dan perdagangan, Jakarta, Pradnya Paramita,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN Oleh: Dewa Ayu Reninda Suryanitya Ni Ketut Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 ANALISIS PERJANJIAN INTEGRASI VERTIKAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Andi Zuhry 2 KOMISI PEMBIMBING: Dr. Devy K. G. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara Indonesia. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa

DAFTAR REFERENSI. Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa 49 DAFTAR REFERENSI 1. BUKU Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa. 2004. Anggraini, A. M. Tri. Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat: Per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian, tujuan, fungsi dan jenis usahanya. Bank adalah lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pengertian, tujuan, fungsi dan jenis usahanya. Bank adalah lembaga keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank dan perusahaan asuransi adalah dua lembaga yang berbeda pengertian, tujuan, fungsi dan jenis usahanya. Bank adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

Adapun...

Adapun... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK

Lebih terperinci

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Helda Nur Afikasari

Lebih terperinci

KONSEP RULE OF REASON UNTUK MENGETAHUI PRAKTEK MONOPOLI

KONSEP RULE OF REASON UNTUK MENGETAHUI PRAKTEK MONOPOLI KONSEP RULE OF REASON UNTUK MENGETAHUI PRAKTEK MONOPOLI Oleh : Ida Bagus Kade Benol Permadi A.A Ketut Sukranatha Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Monopoly is the concentration

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila

Lebih terperinci

TESIS TINJAUAN HUKUM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS PADA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

TESIS TINJAUAN HUKUM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS PADA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA TESIS TINJAUAN HUKUM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS PADA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA OLEH : JONI IWANSYAH, S.H. NIM : 12105090 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi persaingan merupakan satu karakteristik yang melekat dengan kehidupan manusia, dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Setiap Individu harus diberi ruang gerak tertentu dalam pengambilan keputusan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Andersen, William R. and C. Paul Rogers III, Anti Trust Law: Policy and Practice, New York: Mathew Bender&Company, 1985.

DAFTAR PUSTAKA. Andersen, William R. and C. Paul Rogers III, Anti Trust Law: Policy and Practice, New York: Mathew Bender&Company, 1985. 105 DAFTAR PUSTAKA Anggraini, A.M. Tri. Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat; Perse Illegal atau Rule of Reason, Cetakan Pertama. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. , 1996, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

DAFTAR PUSTAKA. , 1996, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Bahsan, M., 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Fuady, Munir, 1996, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, buku I, Bandung:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya dalam bidang perekonomian suatu negara dapat dibuktikan dengan banyaknya pelaku usaha dalam negeri

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN MERGERR (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 57 TAHUN 2010) SKRIPSI

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN MERGERR (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 57 TAHUN 2010) SKRIPSI KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN MERGERR (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 57 TAHUN 2010) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tidak hanya di lingkup nasional tapi juga di lingkup global

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tidak hanya di lingkup nasional tapi juga di lingkup global 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu faktor yang mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, iklim persaingan antar pelaku usaha harusnya dijaga dan dipertahankan baik oleh sesama pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur yang kurang adil terhadap

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo No.132, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Kontrak. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6079)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat mendatangkan keuntungan atau menimbulkan kerugian. Apabila

Lebih terperinci

DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 BAB I LATAR BELAKANG. 2 BAB II TUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY 62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar

Lebih terperinci

PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 Oleh: Andiny Manik Sharaswaty I Gusti Agung Ayu Dike Widhiaastuti Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 1. Status dan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 1. Status dan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha 1. Status dan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DRAFT Pedoman Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender Berdasarkan UU. No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 2004 1 KATA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. bertujuan untuk mempelejari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan

III. METODE PENELITIAN. bertujuan untuk mempelejari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan III. METODE PENELITIAN Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu bentuk kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelejari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi Indonesia dalam hal menyelesaikan permasalahan di bidang ekonomi khususnya dalam persaingan usaha.

Lebih terperinci

PRAKTIK JUAL RUGI (PREDATORY PRICING) PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN USAHA

PRAKTIK JUAL RUGI (PREDATORY PRICING) PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN USAHA PRAKTIK JUAL RUGI (PREDATORY PRICING) PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN USAHA Oleh I Dw Gd Riski Mada A.A Sri Indrawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jual rugi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian cepat membawa dampak positif maupun negatif. Era globalisasi sekarang ini

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Agustina, Rosa Perbuatan Melawan Hukum. Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Agustina, Rosa Perbuatan Melawan Hukum. Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana, Jakarta. 197 DAFTAR PUSTAKA A. Buku, Jurnal dan Artikel Agustina, Rosa. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana, Jakarta. Anggraini, A.M. Tri. 2003. Larangan Praktek Monopoli

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT DI PT BNI (PERSERO) SURAKARTA

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT DI PT BNI (PERSERO) SURAKARTA 0 PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT DI PT BNI (PERSERO) SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Persyaratan guna Mencapai Derajat Hukum dan Ilmu Hukum pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Persekongkolan Tender, Persaingan Usaha Tidak Sehat 56 LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan

BAB III PENUTUP. persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan 162 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam mendorong iklim persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan perannya sesuai dengan tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pembayaran uang. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, tindakan atau perbuatan termasuk perjanjian yang dilarang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Persaingan Usaha 1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha Hukum Persaingan Usaha terdiri dari kata hukum dan persaingan usaha. Bila dikehendaki persaingan usaha dapat dipecah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK BERDASARKAN PASAL 4 UNDANG-

BAB II PERJANJIAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK BERDASARKAN PASAL 4 UNDANG- BAB II PERJANJIAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK BERDASARKAN PASAL 4 UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 2.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah merger dapat didefinisikan sebagai suatu fusi atau absorbsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Franchise berasal dari bahasa Perancis, yang berarti bebas atau bebas dari perhambaan atau perbudakan (free from servitude). 1 Black s Law Dictionary

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan No.133, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6080) PERATURAN

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI KAJIAN TERHADAP PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) MENGENAI PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER

JURNAL SKRIPSI KAJIAN TERHADAP PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) MENGENAI PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER JURNAL SKRIPSI KAJIAN TERHADAP PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) MENGENAI PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER TAHUN 2011-2013 DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 DAN PERATURAN KPPU

Lebih terperinci

MERGER DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

MERGER DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT MERGER DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh : Megawati Rihi I Ketut Sudantra Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak : Pada hakikatnya orang menjalankan kegiatan

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Ni Luh Putu Diah Rumika Dewi I Dewa Made Suartha Bagian Hukum

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5528 KEUANGAN. OJK. Lembaga Penjaminan. Usaha. Penyelenggaraan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 73) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Ngurah Manik Sidartha I Ketut Markeling Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5896 KEUANGAN OJK. Efek. Perantara. Agen. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 127). PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum Anti Monopoli & SH PDT 1207 2 VI (Enam) Muhammad Fajar Hidayat, S.H., M.H. Persaingan Usaha Deskripsi Mata Kuliah

Lebih terperinci

Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha

Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Oleh: M. Hakim Nasution HAKIMDANREKAN Konsultan Hukum Asas Persaingan Usaha UU No. 5/1999 Larangan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Draft 10042014 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PENJAMINAN PENYELESAIAN TRANSAKSI BURSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /POJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN PERILAKU MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI

MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI PENGANTAR MERGER PT A PT B DAPAT A/B PENGANTAR KONSOLIDASI PT A PT B MUNCUL C PENGANTAR AKUISISI PT A PT B ASAL: 1. 20% 2. 50% 3. 30% MENJADI: 1. 20% PT. A 50% 3. 30% Merger

Lebih terperinci

Sulit Berantas Kartel, KPPU Butuh Apa Lagi? Oleh: M. Nurfaik *

Sulit Berantas Kartel, KPPU Butuh Apa Lagi? Oleh: M. Nurfaik * Sulit Berantas Kartel, KPPU Butuh Apa Lagi? Oleh: M. Nurfaik * Naskah diterima: 2 November 2015; disetujui: 6 November 2015 Dalam Kamus Oxford, kartel atau cartel didefinisikan, Cartel is a group of separate

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum Perlindungan Konsumen & Perlindungan Usaha Deskripsi Mata Kuliah Standar Kompetensi SH HK 1201 2 V (lima) Muhammad

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang No.361, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Transaksi. Bursa. Penjamin. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5635) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA PENJAMINAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA PENJAMINAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA PENJAMINAN I. UMUM Lembaga Penjaminan adalah sebagai salah satu lembaga keuangan non bank yang

Lebih terperinci