BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN). Sebagai akibatnya, banyak BUMN yang terancam gulung tikar, tetapi beberapa BUMN lain berhasil memperkokoh posisi bisnisnya. Dengan mengelola berbagai produksi BUMN, pemerintah mempunyai tujuan untuk mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa publik oleh perusahaan swasta yang kuat. Karena, apabila terjadi monopoli pasar atas barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak, maka dapat dipastikan bahwa rakyat kecil yang akan menjadi korban sebagai akibat dari tingkat harga yang cenderung meningkat. Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat (selanjutnya disebut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999), menyebutkan monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselengarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah. Mencermati Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ini, dapat kita temukan keterkaitan yang sangat erat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar 1945) Pasal 33 khususnya ayat (2) yang merumuskan bahwa cabang-cabang produksi yang

2 penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Oleh sebab itu, tentunya sebelum membahas lebih lanjut tentang Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ini, seharusnya kita harus memahami Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Ada 2 (dua) hal yang ditekankan dalam pasal tersebut. 1 Hal yang pertama merupakan pengertian cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, hal ini berarti penghasilan barang dan jasa yang dirasakan vital bagi kehidupan manusia dalam kurun waktu tertentu, sedangkan di dalam kurun waktu bersangkutan pasokannya terbatas, sehingga pemasoknya dapat menentukan harga dan syarat-syarat perdagangan lainnya yang merugikan rakyat banyak demi keuntungan pribadinya. 2 Hal yang ke dua adalah pengertian dikuasai oleh negara yang berarti penguasaan dalam arti yang luas, yaitu mencakup pengertian kepemilikan dalam arti publik dan sekaligus perdata, termasuk pula kekuasaan dalam mengendalikan dan mengelola bidang-bidang usaha itu secara langsung oleh pemerintah atau aparat-aparat pemerintahan yang dibebani dengan tugas khusus. 3 Sesuai dengan pengertian dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa pemerintah mempunyai tugas menjaga perkonomian negara Indonesia, terutama dalam hal menjaga faktor-faktor produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak agar dapat disalurkan kepada 1 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia UU No. 5/1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004), hlm Adi Fadli, Cabang Produksi yang Tak Berhajat, (diakses pada tanggal 07 Juli 2012). 3 Ibid.

3 rakyat tanpa ada monopoli dari pihak swasta, yang juga dapat kita lihat dengan jelas dalam tujuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yaitu: 4 1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat; 2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui persaingan usaha yang sehat sehingga terjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; 3. Mencegah praktek monopoli, dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan 4. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Membaca tujuan dari Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ini dapat dilihat bahwa pemerintah telah melakukan suatu perbuatan administrasi negara dalam kegiatan ekonomi yang bersifat yuridis yaitu pengaturan monopoli dan tindak usaha yang tidak sehat yang berkaitan dengan produksi dan pemasaran atas barang dan atau jasa. Akan tetapi dalam hal yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara sebagai mana di maksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 terdapat pengecualian terhadap negara, yaitu negara diperbolehkan untuk melakukan monopoli. Sebagaimana diatur secara khusus dalam Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun Negara dalam hal melakukan monopoli, memberikan hak kepada BUMN dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah. Dalam praktiknya BUMN paling sering mendapat mandat untuk melakukan monopoli. Hal ini karena BUMN adalah badan usaha yang modalnya baik seluruhnya 4 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

4 maupun sebagian secara langsung memperoleh penyertaan modal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha menilai sebagian besar BUMN merasa bebas dari hukum persaingan. Pelaku usaha plat merah itu cenderung berlindung dibalik Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut memang memberikan pengecualian monopoli, namun apakah Pasal 51 bisa diterapkan pada seluruh BUMN? 5 Sampai saat ini terdapat beberapa cabang produksi masih dikuasai oleh negara lewat BUMN, diantaranya sektor hilir minyak dan gas, ketenagalistrikan, dan jaminan sosial tenaga kerja. Untuk kasus monopoli gas yang dipegang oleh Pertamina, sampai saat ini terdapat beberapa kasus yang sudah diproses di KPPU. Pertamina menjadi salah satu contoh mengenai monopoli oleh negara di sektor hilir, baik terhadap komoditi minyak maupun gas. Pada sub sektor elpiji misalnya, sejak awal bisnisnya, Pertamina tercatat sebagai satu-satunya penyedia dan pendistribusi elpiji. Baru kemudian pada tahun 2000, bisnis elpiji mulai diramaikan pelaku usaha lain seperti PT. Blue Gas dan PT. My Gas. Namun praktiknya tidak terjadi persaingan yang efektif dalam bisnis elpiji Indonesia. Persaingan hanya terjadi pada tingkat servis, bukan pada persaingan tingkat harga maupun kualitas. Selain itu untuk sebagian besar produk Pertamina, penetapan harganya dilakukan oleh pemerintah dan Pertamina itu sendiri. Untuk BBM misalnya, hanya beberapa jenis produk non-subsidi (seperti avtur, solar 5 Anonim, BUMN Tidak Boleh Berlindung di Balik Hak Monopoli, (diakses 15 Agustus 2012).

5 industri, dan BBM beroktan tinggi) yang penetapan harganya diserahkan kepada mekanisme pasar. 6 Dalam logika bernegara monopoli memang merupakan kewenangan negara demi menjamin kesejahteraan rakyatnya. Namun yang perlu digarisbawahi adalah jangan sampai karena monopoli tersebut justru menghambat usaha pemenuhan kebutuhan rakyat. Jangan sampai tujuan mulia untuk menyejahterakan rakyat justru berbalik menjadi merepotkan rakyat bahkan menyengsarakan rakyat. Berdasarkan fakta-fakta tersebut kemudian yang menjadi pertanyaan adalah sebatas mana BUMN boleh melakukan monopoli dan bagaimana ketentuannya dalam aturan perundang-undangan. Selain itu perlu juga diteliti mengenai penerapan ketentuan monopoli oleh BUMN tersebut dalam praktik dunia usaha dewasa ini. 7 Sebagai upaya menghindarkan eksploitasi ataupun bentu monopoli oleh negara yang tidak terkontrol maka dilakukan dengan memberikan penyelenggaraan monopoli dan atau pemusatan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak dan cabang produksi yang penting bagi negara yang pelaksanaanya diatur oleh undangundang dan diselenggarakan oleh BUMN dan atau badan atau lembaga lain yang dibentuk dan atau ditunjuk oleh pemerintah. Perhitungan ekonomi memperlihatkan bahwa monopoli alamiah yang dilakukan oleh suatu perusahaan jelas akan lebih menguntungkan apalagi bila hal tersebut berhubungan dengan hajat hidup orang banyak dan industri yang vital. Oleh sebab itu pengecualian 6 KPPU, Perkembangan Sektor Migas Dari Sudut Persaingan Usaha, (diakses pada tanggal 20 Juni 2012). 7 Ibid.

6 dalam hal ini harus diverifikasi melalui beberapa ukuran. 8 Kejelasan mengenai undang-undang ataupun peraturan pemerintah yang dikeluarkan untuk menunjuk kepada BUMN manakah yang dapat dikecualikan sangatlah dibutuhkan untuk dapat menetapkan BUMN yang manakah yang dimaksud. 9 Berbagai hal yang telah penulis jabarkan diatas, mendorong penulis melakukan penelitian lebih lanjut dan mengangkatnya dalam sebuah skripsi dengan judul PENGECUALIAN PRAKTEK MONOPOLI YANG DILAKUKAN OLEH BUMN SESUAI PASAL 51 UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1999 B. Rumusan Permasalahan Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu Pengecualian praktek monopoli yang dilakukan oleh BUMN sesuai Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 maka permasalahan yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana pengaturan mengenai monopoli dalam peraturan perundangundangan di Indonesia? 2. Bagaimana kedudukan BUMN dalam perekonomian Indonesia sehingga mendapat hak untuk melakukan praktek monopoli dalam melakukan kegiatan usaha? 3. Bagaimana ketentuan pengecualian terhadap praktek monopoli yang dilakukan oleh BUMN? 8 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hlm Ibid.

7 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penulisan Adapun yang dapat dijadikan tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai monopoli didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. b. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai BUMN didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. c. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan pengecualian terhadap praktek monopoli yang dilakukan oleh BUMN. 2. Manfaat penulisan Manfaat penulisan yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Secara teoritis. Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang diangkat dan dibahas mampu melahirkan pemahaman mengenai ketentuan pengecualian monopoli yang dilakukan oleh BUMN, sebatas mana monopoli yang dapat dilakukan oleh BUMN, dan bagaimana pengaturan yang mengaturnya. b. Secara praktis Secara praktis, pembahasan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi kalangan akademisi dalam menambah wawasan mengenai monopoli yang dilakukan oleh BUMN dan dapat menilai bagaimana penerapan monopoli yang dilakukan oleh BUMN.

8 D. Keaslian Penulisan Pengecualian praktek monopoli yang dilakukan oleh BUMN sesuai dengan Pasal 51 Undang-Undang N0. 5 Tahun 1999 yang diangkat menjadi judul dari skripsi ini merupakan karya ilmiah yang sejauh ini belum pernah ditulis dalam lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyusun skirpsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, juga melalui bantuan berbagai pihak. E. Tinjauan Kepustakaan Monopoli, dalam pengertian secara luas, dapat berarti suatu kondisi di mana hanya ada satu penjual yang menwarkan (supply) suatu barang dan atau jasa tertentu. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menyatakan bahwa monopoli adalah penguasan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha tertentu. Sementara yang dimaksud dengan praktek monopoli sesuai dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Dan pengertian persaingan usaha tidak sehat sesuai Pasal 1 angka 6 adalah suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan

9 usaha. Satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila: Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subsitusinya; atau 2. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau 3. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu. Gambaran yang jelas dapat kita lihat melalui ketentuan di atas, bahwa perbuatan monopoli dapat dikategorikan melanggar hukum persaingan. Tapi patut dicermati bila kedudukan monopoli ini didapat melalui persaingan yang sehat maka sesuai dengan pendekatan pasal yang bersifat Rule of Reason, monopoli tidak dengan sendirinya menjadi kegiatan yang dilarang secara mutlak. 11 Oleh sebab itu pembuktian yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut KPPU) dalam adanya dugaan pelanggaran Pasal 17 Undang- Undang No.5 Tahun 1999 tersebut dengan menggunakan pendekatan Rule of Reason, dapat dibagi menjadi beberapa tahap yaitu : Pendefinisian pasar yang bersangkutan; 2. Pembuktian adanya posisi monopoli di pasar yang bersangkutan; 3. Identifikasi praktek monopoli yang dilakukan pelaku usaha yang memiliki Posisi Monopoli; 4. Identifikasi dan pembuktian dampak negatif dan pihak yang terkena dampak dari praktek monopoli tersebut. 10 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hlm Ibid. 12 Ibid.

10 Kita dapat melihat Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, terdapat ketentuan-ketentuan yang sebagaimana dimaksud dapat diuraikan dalam beberapa unsur, sebagai berikut: Monopoli dan atau pemusatan kegiatan; 2. Produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hidup orang banyak; 3. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara; 4. Diatur dengan undang-undang; 5. Diselenggarakan oleh BUMN dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, terdapat pengecualian terhadap BUMN dan atau badan atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan monopoli sepanjang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara. Pengertian BUMN yang dimaksud di Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN), Pasal 1 angka 1 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN itu sendiri dapat di pisahkan menjadi: Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh 13 Ibid. 14 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab I, Pasal 1.

11 atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan. 2. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut persero terbuka, adalah persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 3. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip dasar pengelolaan perusahaan. Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah tidak sama dan tidak termasuk dalam ruang lingkup dari pengertian Badan Usaha Milik Negara. Hal ini dikarenakan pengaturannya yang bersifat khusus dan tata cara pendirian dan pertanggungjawabannya diatur berbeda sesuai dengan peraturan perundangundangan tersendiri yaitu yang terkait dengan pemerintahan daerah. Untuk badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah, merupakan badan atau lembaga yang dibentuk untuk menjalankan tugas pelayanan kepentingan umum yang kewenangannyan berasal dari pemerintah pusat dan dibiayai oleh dana negara (APBN) atau dana publik lainnya yang memiliki keterkaitan dengan negara. Yang memliliki ciri melaksanakan: Adi Fadli, Op. Cit.

12 1. Pemerintahan negara; 2. Manajemen keadministrasian negara; 3. Pengendalian atau pengawasan terhadap badan usaha milik negara; dan atau 4. Tata usaha negara. Badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan monopoli dan atau pemusatan kegiatan wajib memenuhi halhal sebagai berikut: Pengelolaan dan pertanggungjawaban kegiatannya dipengaruhi, dibina, dan dilaporkan kepada pemerintah; 2. Tidak semata-mata ditujukan untuk mencari keuntungan; 3. Tidak memiliki kewenangan melimpahkan seluruh atau sebagian monopoli dan atau pemusatan kegiatan kepada pihak lain. BUMN dan badan atau lembaga yang dibentuk pemerintah menyelenggarakan monopoli dan atau pemusatan kegiatan secara bersama-sama sesuai kebutuhan dan pertimbangan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi walaupun diberikan hak oleh negara untuk melakukan monopoli, diatur dengan undang-undang adalah merupakan syarat legal untuk BUMN dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan monopoli dan atau pemusatan kegiatan atas barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara. Dengan demikian monopoli dan atau pemusatan kegiatan oleh negara tersebut hanya dapat dilakukan setelah diatur terlebih dahulu dalam bentuk undang-undang (bukan peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang). 16 Ibid.

13 F. Metode Penulisan Metodologi adalah pedoman cara seorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi. 17 Metodologi penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan pengumpulan data hingga analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut : Jenis, sifat dan pendekatan penelitin. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian dalam bidang hukum sifatnya merupakan gambaran atau deskripsi kepada masyarakat tentang adanya suatu kejadian di bidang hukum, berdasarkan hal tersebut maka sifat penelitian adalah deskriptif analisis yaitu penelitian yang bermaksud untuk menggambarkan, menelaah dan menganalisa peraturan perundangundangan yang berlaku dihubungkan dengan teori hukum yang berkaitan dengan dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sifat analisis yang dicerminkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kegiatan monopoli yang dilakukan oleh BUMN ditinjau dari Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 17 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: UI Press 1986), hlm Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi offset, 1989), hlm. 3.

14 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penggunaan pendekatan yuridis yaitu untuk menggambarkan bagaimana efektifitas Undang-Undang Anti Monopoli dalam menilai efek pemberian hak monopoli terhadap BUMN oleh pemerintah. 2. Sumber data. Sumber data dalam penulisan ini adalah : a. Bahan hukum primer, bahan-bahan yang mengikat yakni : 1) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 3) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 3 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 4) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 11 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 17 (Praktek Monopoli) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku, hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang ada hubungannya dengan judul dan permasalahan dalam penelitian.

15 3. Teknik pengumpulan data Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 4. Analisis data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang dilakukan berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan responden sehingga dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini. G. Sistematika Penulisan Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, oleh karena itu diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab, dimana masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

16 Adapun sistematikan penulisan skripsi ini adalah: BAB I PENDAHULUAN Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar, didalamya diuraikan mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, yang kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan skripsi, dan diakhiri dengan sistematika penulisan. BAB II PENGATURAN MENGENAI MONOPOLI DALAM PERATURAN PERUDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Merupakan pengaturan mengenai monopoli dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, akan dibahas tinjauan umum mengenai monopoli, monopoli dalam Undang- Undang No.5 Tahun 1999, monopoli dalam Peraturan Komisi No.11 Tahun BAB III KEDUDUKAN BUMN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Merupakan pembahasan mengenai kedudukan BUMN dalam perekonomian Indonesia, akan dibahas tinjauan umum tentang BUMN, BUMN dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2003, dan dasar pemberian hak monopoli sesuai Pasal 51 Undang- Undang No.5 Tahun 1999 kepada BUMN.

17 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN TERHADAP PRAKTEK MONOPOLI YANG DILAKUKAN OLEH BADAN USAHA MILIK NEGARA. Merupakan pembahasan mengenai ketentuan Pasal 51 sebagai dasar legitimasi praktek monopoli yang dilakukan oleh BUMN dan bentuk-bentuk monopoli yang diperbolehkan oleh negara sesuai dengan Perkom No.3 Tahun 2010, dan contoh penerapan Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 dalam contoh kasus monopoli oleh PT.PLN. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan karya ilmiah ini yang berisikan kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan akan ditemukan jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang dikemukakan penulis dalam Bab I. Sedangkan pada bagian saran, Penulis akan mengemukakan beberapa saran sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan dari awal hingga akhir penulisan karya ilmiah ini sehingga dapat bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan kepada pembaca dan juga untuk perkembangan dalam hal ini hukum ekonomi.

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009 Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 tentang Pengaturan Monopoli BUMN Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PASAL 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN. Peranan negara dalam kegiatan ekonomi dapat diwujudkan dengan

PEDOMAN PELAKSANAAN PASAL 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN. Peranan negara dalam kegiatan ekonomi dapat diwujudkan dengan 1.1 Latar Belakang PEDOMAN PELAKSANAAN PASAL 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN Peranan negara dalam kegiatan ekonomi dapat diwujudkan dengan perbuatan administrasi negara, baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY 62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang 111 BAB V PENUTUP A.KESIMPULAN Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme masukknya BBM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. bertujuan untuk mempelejari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan

III. METODE PENELITIAN. bertujuan untuk mempelejari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan III. METODE PENELITIAN Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu bentuk kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelejari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha

Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Oleh: M. Hakim Nasution HAKIMDANREKAN Konsultan Hukum Asas Persaingan Usaha UU No. 5/1999 Larangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dapat diartikan bahwa pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dapat diartikan bahwa pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

Lebih terperinci

PENGECUALIAN PRAKTEK MONOPOLI YANG DILAKUKAN OLEH BUMN SESUAI PASAL 51 UU NO.5 TAHUN 1999

PENGECUALIAN PRAKTEK MONOPOLI YANG DILAKUKAN OLEH BUMN SESUAI PASAL 51 UU NO.5 TAHUN 1999 TRANSPARENCY, Jurnal Hukum Ekonomi, Juni 2013 Volume II Nomor 2 PENGECUALIAN PRAKTEK MONOPOLI YANG DILAKUKAN OLEH BUMN SESUAI PASAL 51 UU NO.5 TAHUN 1999 Marshias Mereapul Ginting 1 Ningrum Natasya Sirait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, tindakan atau perbuatan termasuk perjanjian yang dilarang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi Indonesia dalam hal menyelesaikan permasalahan di bidang ekonomi khususnya dalam persaingan usaha.

Lebih terperinci

SKRIPSI HUKUM. Oleh FAKULTAS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI HUKUM. Oleh FAKULTAS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGECUALIAN PRAKTEK MONOPOLI YANG DILAKUKAN OLEH BUMN SESUAI PASAL 51 UU NO.5 TAHUN 1999 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM Oleh : Marshias M Ginting 060200176 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Tanto Lailam, S.H., LL.M. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Helda Nur Afikasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karenanya, pada kondisi ini, para pelaku usaha berlomba-lomba untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. karenanya, pada kondisi ini, para pelaku usaha berlomba-lomba untuk saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang sangat dipengaruhi oleh para pelaku usaha, baik langsung maupun tidak langsung telah mengubah kondisi dan situasi perekonomian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan BAB IV PENUTUP Pada bagian Bab IV ini, penulis menguraikan dua hal yakni, pertama mengenai kesimpulan dari analisis mengenai bagaimana konsep penyalahgunaan posisi dominan dalam hukum persaingan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dalam mengelola kegiatan perekonomian yang berorientasi pasar. Langkah

I. PENDAHULUAN. negara dalam mengelola kegiatan perekonomian yang berorientasi pasar. Langkah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan usaha yang sehat merupakan salah satu elemen penting bagi suatu negara dalam mengelola kegiatan perekonomian yang berorientasi pasar. Langkah yang diambil oleh

Lebih terperinci

Adapun...

Adapun... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba (Pasal 1 Undang-Undang No. 3

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba (Pasal 1 Undang-Undang No. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perusahaan 1. Definisi Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat terusmenerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Negara yang seluruh atau sebagaian besar modalnya berasal dari kekayan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah dalam penelitian ini yang berdasarkan pokok permasalahan dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 ANALISIS PERJANJIAN INTEGRASI VERTIKAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Andi Zuhry 2 KOMISI PEMBIMBING: Dr. Devy K. G. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite *

Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite * Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite * Naskah diterima: 8 Februari 2016; disetujui: 15 Februari 2016 A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan lahirnya konsep Negara kesejahteraan yang mana Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir diseluruh dunia saat ini termasuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum pidana, ditandai oleh perubahan peraturan perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh dinamika doktrin dan ajaran-ajaran

Lebih terperinci

SALINAN. 50 Huruf a. Ketentuan Pasal. dalam Persaingan Usaha. Pedoman Pasal Tentang

SALINAN. 50 Huruf a. Ketentuan Pasal. dalam Persaingan Usaha. Pedoman Pasal Tentang Pedoman Pasal Tentang Ketentuan Pasal 50 Huruf a dalam Persaingan Usaha KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR : 253/KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 50 HURUF a UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Tindakan Administratif Pasal 47 (1) Komisi berwenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak untuk melakukan suatu usaha, hal ini dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka seharihari. Di dalam kondisi

Lebih terperinci

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1999 (5/1999) Tanggal: 5 MARET 1999 (JAKARTA) Tentang: LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya,lebihlebih didukung oleh letak geografisnya yang strategis, sehingga akan sangat potensial

Lebih terperinci

Rancangan Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999

Rancangan Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999 Rancangan Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999 Dalam rangka penegakan hukum persaingan usaha, maka sangatlah penting untuk meningkatkan efektifitas dalam mengimplementasikan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi 1.5 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional selain badan usaha swasta, rumah tangga dan koperasi. Kebersamaan

Lebih terperinci

cenderung meningkat, juga cukup besar dibandingkan komponen pengeluaran APBN yang lain,

cenderung meningkat, juga cukup besar dibandingkan komponen pengeluaran APBN yang lain, A. Latar Belakang Setiap tahun pemerintah mengeluarkan dana untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM). Jumlah subsidi BBM yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), selain cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri

Lebih terperinci

Draft DRAFT PEDOMAN PASAL 50 H TENTANG PENGECUALIAN USAHA KECIL UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Draft DRAFT PEDOMAN PASAL 50 H TENTANG PENGECUALIAN USAHA KECIL UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DRAFT PEDOMAN PASAL 50 H TENTANG PENGECUALIAN USAHA KECIL UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAFTAR ISI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V LATAR BELAKANG TUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini tidak bisa dipungkiri keberadaan masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini tidak bisa dipungkiri keberadaan masyarakat semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini tidak bisa dipungkiri keberadaan masyarakat semakin kritis dalam melihat setiap situasi yang terjadi, terlebih setiap perkembangan dalam hal ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia saat ini banyak sekali industri rokok, baik industri yang berskala besar maupun industri rokok yang berskala menengah ke bawah, sehingga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang akhir-akhir ini terus berkembang di Indonesia serta derasnya arus transaksi keuangan yang di dorong dengan semakin canggihnya tekhnologi mau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Dalam perkembangan bisnis dan usaha dana merupakan salah satu sarana penting dalam rangka pembiayaan. Kalangan perbankan selama ini diandalkan sebagai satu-satunya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi persaingan merupakan satu karakteristik yang melekat dengan kehidupan manusia, dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dinamika kehidupan manusia, karena manusia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam dinamika kehidupan manusia, karena manusia selalu mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi merupakan aktifitas yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, bahkan kegiatan ekonomi merupakan salah satu pilar penting dalam dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Untuk. kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Untuk. kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Menurut Utrecht, Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum yang berbeda dengan negara sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT http://ekbis.sindonews.com/ Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur yang kurang adil terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan dan cita-cita luhur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan dan cita-cita luhur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja telah menjadi salah satu modal utama dan menduduki peranan yang sangat penting untuk memajukan pembangunan nasional Indonesia. Tanpa didukung tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder seperti peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, buku-buku

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder seperti peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, buku-buku 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses tender merupakan persaingan antara para penyedia barang

BAB I PENDAHULUAN. Proses tender merupakan persaingan antara para penyedia barang 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Proses tender merupakan persaingan antara para penyedia barang atau jasa agar barang atau jasa dibeli oleh pihak yang melakukan penawaran tender yang bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Berlakang Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum kemandirian (persona standi

Lebih terperinci

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu

BAB I PENDAHULUAN. monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan kelompok atau lebih dikenal dengan sebutan konglomerasi merupakan topik yang selalu menarik perhatian, karena pertumbuhan dan perkembangan perusahaan grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan pembangkit listrik Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan pembangkit listrik Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum BUMN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum BUMN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Gambaran Umum BUMN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara umum ialah badan usaha yang seluruhnya maupun sebagian besar modalnya dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PELAKU EKONOMI DALAM SISTEM PEREKONOMIAN K e l a s A. BADAN USAHA a. Pengertian Badan Usaha Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PELAKU EKONOMI DALAM SISTEM PEREKONOMIAN K e l a s A. BADAN USAHA a. Pengertian Badan Usaha Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PELAKU EKONOMI DALAM SISTEM PEREKONOMIAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan menjelaskan bentuk badan usaha beserta kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya dalam bidang perekonomian suatu negara dapat dibuktikan dengan banyaknya pelaku usaha dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari keuntungan, Namun untuk mencegah terjadinya persaingan. tidak sehat dalam dunia penerbangan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari keuntungan, Namun untuk mencegah terjadinya persaingan. tidak sehat dalam dunia penerbangan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penerbangan merupakan salah satu sektor transportasi yang banyak diminati. Selain dapat menghemat waktu, penerbangan juga memberikan tarif yang cukup murah untuk setiap

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis pendirian Yayasan adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan, maksudnya

Lebih terperinci

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun pihak yang berwenang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat 26 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode merupakan suatu bentuk cara yang digunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan semakin besar. Kebutuhan yang semakin besar ini tidak akan dapat

BAB I PENDAHULUAN. akan semakin besar. Kebutuhan yang semakin besar ini tidak akan dapat A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pada kesejahteraan karyawan dalam manajemen personalia.karyawan harus

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pada kesejahteraan karyawan dalam manajemen personalia.karyawan harus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Karyawan adalah manusia yang mempunyai sifat kemanusiaan, perasaan dan kebutuhan yang beraneka ragam. Kebutuhan ini bersifat fisik maupun non fisik yang harusdipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian Indonesia merupakan dampak positif dari era globalisasi dan pasar bebas. Hal ini menyebabkan persaingan ketat dalam dunia bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang dari penelitian penulis ini ialah harga Liquefied Petroleum Gas

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang dari penelitian penulis ini ialah harga Liquefied Petroleum Gas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa

Lebih terperinci

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI 2011 1 Cakupan Presentasi 1. Persaingan Usaha yang Sehat Dan KPPU 2. Persaingan Pasar Jasa Konstruksi 3. Masalah Umum Persaingan Usaha Dalam Sektor Jasa Konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia mendirikan BUMN sebagaimana tertuang dalam Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia mendirikan BUMN sebagaimana tertuang dalam Undang Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian salah satu cara pemerintah dalam hal mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan perekonomian dapat dilaksanakan oleh Negara dengan salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan. perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya, menyebabkan pula

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan. perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya, menyebabkan pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya, menyebabkan pula perkembangan dunia usaha dan perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak semula setiap orang memerlukan orang lain. Seseorang memerlukan orang lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

Lebih terperinci