PEMANFAATAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SEBAGAI TEPUNG, KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SEBAGAI TEPUNG, KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SEBAGAI TEPUNG, KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN UTILIZATION OF WHITE OYSTER MUSHROOMS (Pleurotus ostreatus) AS FLOUR, THE INFLUENCE STUDY OF TEMPERATURE AND DRYING TIME Gea Gita Puspitasari 1), Wignyanto 2), dan Beauty Suestining Diyah Dewanti 2) 1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP-Universitas Brawijaya 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP-Universitas Brawijaya * korespondensi: geagita15@gmail.com Abstrak Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur konsumsi yang saat ini cukup populer dan banyak digemari masyarakat karena rasanya lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi protein, dan rendah lemak. Daya simpan jamur tiram sendiri mudah sekali rusak setelah dipanen. Hal ini disebabkan jamur tiram memiliki kadar air cukup tinggi yaitu 86,6%. Mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu usaha untuk memperpanjang daya simpan jamur tiram putih. Salah satunya dengan mengolah jamur tiram menjadi bentuk bubuk atau tepung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 2 faktor yaitu faktor pertama suhu (60 C dan 50 C) dan faktor kedua lama pengeringan (7 jam, 9 jam, dan 11 jam). Uji analisis yang dilakukan pada hasil tepung jamur tiram yaitu uji analisis kadar air dan kadar protein. Data yang diperoleh dari hasil penelitian berikutnya dilakukan pengolahan data. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan analisa keragaman ANOVA (Analysis of Variance). Dari data hasil analisis karakteristik tepung jamur tiram putih, kandungan protein tertinggi didapat dari sampel dengan kombinasi suhu 60 C dan lama pengeringan 11 jam sebesar 16,95% dan terendah pada sampel dengan kombinasi suhu 50 C dan lama pengeringan 7 jam sebesar 7,59%. Pada hasil analisis kadar air, kandungan air tertinggi didapat dari sampel dengan kombinasi suhu 50 C dan lama pengeringan 7 jam sebesar 75,39% dan terendah pada sampel dengan kombinasi suhu 60 C dan lama pengeringan 11 jam sebesar 13,15%. Kata kunci : jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), proses pengeringan, tepung jamur tiram putih. Abstract White oyster mushrooms (Pleurotus ostreatus) is one of the current consumption of mushrooms that quite popular and it s preffered for almost people, because it tastes delicious and also full of nutrients, high protein, and low fat. Oyster mushrooms has low storability after harvested. This is due cause oyster mushrooms have 86,6% high enough moisture content. Knowing this, it needs to be made an attempt to be able to extend the storability of white oyster mushrooms. Processing into powder or flour is one of the solution. This research used Rancangan Acak Kelompok (RAK) consisting of two factors, first is temperature factor (60 C and 50 C) and second is drying time factor (7, 9, and 11 hours). The analysis performed for white oyster mushroom flour is moisture content test analysis and protein content test analysis. Obtained data from the results of research conducted subsequent data processing. Data analysis conducted in this research uses the analysis of diversity ANOVA (Analysis of Variance). The data results from white oyster mushroom flour characteristics analysis, the highest protein content obtained from temperature of 60 C and 11 hours drying time combination sample amounted to 16,95% and the lowest at temperature of 50 C and 7 hours drying time combination sample for 7,59%. The result for highest water levels obtained from temperature of 50 C and 7 hours drying time combination sample for 75,39% and the lowest water levels obtained from temperature of 50 C and 11 hours drying time combination sample for 13, 15%. Keywords : white oyster mushroom (Pleurotus ostreatus), drying process, white oyster mushroom flour. PENDAHULUAN Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) saat ini cukup populer dan banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya yang lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi protein, dan rendah lemak. Jamur tiram putih mempunyai kemampuan meningkatkan metabolisme dan menurunkan kolesterol. Selain itu, manfaat lain yang dimiliki

2 jamur tiram adalah sebagai antibakterial, dan anti-tumor sehingga jamur tiram juga banyak dimanfaatkan untuk mengobati berbagai macam penyakit mulai dari diabetes, lever, dan lainnya. Jamur tiram juga sangat baik dikonsumsi terutama bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan karena memiliki kandungan serat pangan yang tinggi sehingga baik untuk kesehatan pencernaan. Selain serat, setiap 100 gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7 2,2%, karbohidrat 56,6%, tiamin 0,2 mg, riboflavin 4,7 4,9 mg, niasin 77,2 mg, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006). Konsumsi jamur tiram dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung selera dan tujuan dari konsumsi jamur yang dimaksud. Ada yang dikonsumsi segar biasanya untuk lauk yang dicampur dengan daging, ikan atau sayuran lain. Ada pula yang dikeringkan dan apabila sewaktu-waktu ingin dimasak atau diolah kembali, jamur yang kering tersebut hanya perlu disiram dengan air panas. Pengolahan jamur tiram yang beragam ini, disebabkan harga jual jamur yang relatif murah dan dapat dijangkau yakni sekitar Rp / kg. Daya simpan jamur tiram putih terbilang mudah sekali rusak setelah dipanen, jamur tiram mejadi mudah berubah warna dan keriput. Seperti dikemukakan oleh Arianto dkk (2009), jamur tiram memiliki umur simpan yang pendek atau cepat mengalami kerusakan. Produk hortikultura seperti buah dan sayur adalah produk yang masih melakukan aktivitas metabolisme setelah dipanen. Kerusakan produk dapat disebabkan kontaminasi mikroba, pengaruh suhu dan udara, serta kadar air. Menurut Sumoprastowo (2000), jamur tiram mudah rusak jika terlalu lama disimpan di udara terbuka, walaupun di lemari pendingin. Jamur akan lebih lama disimpan dalam keadaan kering dan tahan sampai 1 tahun. Menurut Achyadi dkk (2004), hal ini disebabkan jamur tiram memiliki kandungan kadar air yang cukup tinggi yaitu 86,6%. Kadar air yang tinggi dapat mempengaruhi daya tahan pangan terhadap serangan mikroorganisme. Dimana semakin tinggi kadar air bebas yang terkandung dalam bahan pangan, maka semakin cepat rusak bahan pangan tersebut karena aktivitas mikroorganisme. Mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu usaha yang dapat memperpanjang daya simpan jamur tiram putih setelah dipanen. Menurut Widyastuti dkk (2012) melalui penelitiannya, jamur tiram dapat diolah menjadi tepung yang bertujuan agar dapat memperpanjang daya simpan jamur tiram. Pengeringan jamur dan mengolahnya menjadi tepung sendiri bertujuan untuk mengurangi kadar air yang ada di dalam tubuh jamur. Dengan kadar air yang berkurang, mikroba pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya dan usia jamur bisa lebih lama (Wiardani, 2010). Proses pengeringan jamur tiram ini memerlukan kombinasi suhu dan lama pengeringan yang tepat agar menghasilkan output berupa tepung yang halus dan hasil yang baik. Tepung jamur tiram ini nantinya dapat diaplikasikan untuk olahan daging tiruan, nugget, sosis, dan flake. Pada olahan daging tiruan dengan substitusi tepung jamur tiram, daging tiruan yang dihasilkan tidak mengandung lemak hewani dan tidak mengandung kolesterol sehingga baik untuk kesehatan. Tekstur yang dapat dirasakan oleh selaput lendir mulut adalah butiran atau serabut yang menyerupai daging asli. Maka daging tiruan ini dapat dijadikan makanan alternatif yang baik bagi para vegetarian yang tidak dapat menkonsumsi daging (Permadi, 2009). Substitusi tepung jamur tiram juga berpengaruh nyata pada kadar protein sosis. Hasil pengujian kadar protein menunjukkan adanya pengaruh peningkatan kadar protein sosis yang disubstitusi dengan tepung jamur tiram (Rus an, 2007). Penambahan tepung jamur tiram juga dilakukan pada pengolahan nugget. Penambahan tepung jamur tiram yang semakin tinggi dapat menurunkan kadar protein nugget ayam dan meningkatkan kadar protein jamur tiram. Sehingga mengurangi konsumsi dan pemakaian daging ayam dalam pembuatan nugget (Laksono, 2012). Menurut Suprihana dkk (2010), tepung

3 jamur tiram juga dapat diolah dan dikonsumsi menjadi flake. Flake merupakan sejenis produk sereal yang dapat dikonsumsi dengan susu, dapat pula dicampur dengan buah kering maupun segar, atau dikonsumsi secara langsung sebagai snack. Substitusi tepung jamur tiram berpengaruh nyata terhadap kadar pati, kadar protein, kadar serat, daya rehidrasi, dan daya patah pada flake yang dihasilkan. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah 1. Bagaimana proses pembuatan tepung dengan bahan baku dari jamur tiram putih? 2. Apakah faktor suhu dan lama pengeringan dapat berpengaruh pada proses pembuatan tepung jamur tiram putih? BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboraturim Agrokimia Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang dan Laboratorium Sentral Ilmu Hayati (LSIH), Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai November. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, timbangan analitik, baskom plastik, blender kering, oven kering, termometer, panci, kompor, ayakan 60 mesh, loyang, dan pisau. Pada analisis kadar air, alatalat yang diperlukan yaitu oven kering, cawan petri, dan desikator. Bahan-bahan yang digunakan pada proses pembuatan tepung jamur tiram putih adalah jamur tiram dan air. Batasan Masalah 1. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah jamur tiram yang diperoleh dari Pasar Merjosari yang masih berusia 1 hari. 2. Pengeringan menggunakan oven kering. 3. Percobaan pembuatan tepung dengan bahan baku jamur tiram dilakukan dalam skala laboraturium. 4. Pengujian yang dilakukan terhadap sampel tepung jamur tiram putih adalah uji analisis kadar protein dan kadar air. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian untuk tahapan proses pembuatan tepung jamur tiram adalah pertama-tama pertama-tama jamur ditimbang terlebih dahulu seberat 1000g. Jamur yang telah ditimbang lalu dicuci dan direndam di dalam baskom untuk proses membersihkan kotoran dan pencucian dilakukan sebanyak dua kali. Setelah itu, jamur dipotong menjadi lebih tipis dengan ketebalan ± 0,5mm. Jamur kemudian diblanching (dikukus) pada suhu 80 C selama ± 5 menit. Jamur yang telah dikukus, dikeringkan dalam oven kering dan setelah kering dihancurkan dengan blender selama ± 10 menit. Jamur yang sudah hancur, selanjutnya diayak menggunakan ayakan 60 mesh hingga didapat tepung yang halus. Pengujian dan Analisis Data Pengujian yang dilakukan terhadap sampel hasil pengolahan jamur tiram menjadi tepung yaitu uji analisis kadar protein dan analisis kadar air. Prosedur analisa kadar air dan kadar protein dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Data yang diperoleh dari hasil penelitian berikutnya dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan berdasarkan rancangan percobaan. Analisis data diperlukan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan dalam penelitian. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan analisa keragaman ANOVA (Analysis of Variance) dengan selang kepercayaan 95% yang akan menghasilkan varian. Jika F Hitung kurang dari F Tabel maka tidak ada interaksi antar perlakuan. Apabila F Hitung lebih dari F Tabel maka ada interaksi atau berbeda nyata antar perlakuan. Apabila terdapat beda nyata pada interaksi kedua perlakuan dilakukan uji DMRT (Duncan s Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan (α = 0,05).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Hasil Kadar Protein Tepung Jamur Tiram Putih Pada Tabel 1 di halaman berikutnya, dapat dilihat bahwa rerata kadar protein tepung jamur tiram putih yang tertinggi pada kombinasi suhu 60 C dan lama pengeringan 11 jam (S 2 L 3 ) yaitu sebesar 16,95%. Rerata kadar protein tepung jamur tiram putih yang rendah diperoleh dari kombinasi suhu 50 C dan lama pengeringan 7 jam (S 1 L 1 ) yaitu 7,59%. Pemberian notasi (huruf) yang berbeda pada Tabel 1 menunjukkan hasil antar perlakuan berbeda nyata, seperti pada perlakuan S 1 L 1 (suhu 50 C dengan lama pengeringan 7 jam) dengan perlakuan S 2 L 1 (suhu 60 C dengan lama pengeringan 7 jam), masing-masing memiliki notasi yang berbeda yaitu dari A ke B yang menandakan antar perlakuan tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap hasil kadar protein. Pada perlakuan S 2 L 1 (suhu 60 C dan lama pengeringan 7 jam) dengan S 1 L 2 (suhu 50 C dan lama pengeringan 9 jam), perlakuan tersebut masing-masing menghasilkan protein dengan jarak nilai protein sebesar 0,20% dengan diikuti pemberian notasi yang tidak berubah yaitu notasi B ke B, sehingga kedua perlakuan tersebut dianggap tidak berbeda nyata. Hal serupa juga terjadi pada perlakuan S 2 L 2 (suhu 60 C dan lama pengeringan 9 jam) dengan S 1 L 3 (suhu 50 C dan lama pengeringan 11 jam), masing-masing perlakuan menghasilkan protein dengan jarak nilai protein hanya sebesar 0,02% dengan diikuti pemberian notasi yang tidak berubah yaitu C ke C, sehingga pada kedua perlakuan tersebut juga dianggap tidak berbeda nyata. Tabel 1 Rerata Kadar Protein Tepung Jamur Tiram Putih Perlakuan Suhu ( C) Lama Pengeringan (jam) Protein (%) Notasi *) ,59 A ,00 B ,20 B ,98 C ,00 C ,95 D Gambar 1 Diagram Kadar Protein Tepung Jamur Tiram Putih Dari diagram dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi suhu dan lama pengeringan yang dipakai, semakin tinggi kandungan protein yang terdapat pada tepung jamur tiram putih. Sedangkan semakin rendah suhu dan lama pengeringan yang dipakai, maka semakin rendah pula kandungan protein yang terdapat pada tepung jamur tiram. Kadar protein untuk tepung menurut Standar

5 Nasional Indonesia (2009) adalah sebesar 7% dan hasil terbaik dari proses pengeringan tepung jamur tiram didapatkan pada perlakuan S 2 L 3 yaitu 16,95% sehingga kadar protein yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dari Christina dkk (2012), kadar protein yang dihasilkan sebesar 19,09%. Menurut Ohiro (1990), jamur tiram yang dikeringkan, kandungan proteinnya lebih tinggi daripada jamur tiram yang masih basah yakni antara 10,5-30,4% dibanding kadar protein awal sekitar 7,04%. Sehingga jamur tiram kering ini lebih baik dibandingkan sumber protein lain yang berasal dari kedelai dan kacang-kacangan. Analisis Hasil Kadar Air Tepung Jamur Tiram Putih Pada Tabel 2 di halaman berikutnya, dapat dilihat bahwa rerata kadar air tepung jamur tiram putih yang terendah terdapat pada kombinasi suhu 60 C dan lama pengeringan 11 jam (S 2 L 3 ) yaitu sebesar 13,15%. Rerata kadar air tepung jamur tiram putih tertinggi diperoleh dari kombinasi suhu 50 C dan lama pengeringan 7 jam (S 1 L 1 ) yaitu sebesar 75,39%. Pemberian notasi (huruf) yang berbeda pada Tabel 2 menunjukkan hasil antar perlakuan berbeda nyata, seperti pada perlakuan S 2 L 3 (suhu 60 C dengan lama pengeringan 11 jam) dengan S 2 L 2 (suhu 60 C dengan lama pengeringan 9 jam), masing-masing memiliki notasi yang berbeda yaitu A ke B yang menandakan antar perlakuan tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap hasil kadar air. Pada perlakuan S 2 L 1 (suhu 60 C dengan lama pengeringan 7 jam) dan S 1 L 2 (suhu 50 C dengan lama pengeringan 9 jam), masingmasing perlakuan tersebut menghasilkan kadar air dengan jarak nilai hanya sebesar 0,32% dengan diikuti pemberian notasi yang tidak berubah yaitu dari D ke D, sehingga pada kedua perlakuan tersebut dianggap tidak berpengaruh nyata. Tabel 2 Rerata Kadar Air Tepung Jamur Tiram Putih Perlakuan Suhu ( C) Lama Pengeringan (jam) Air (%) Notasi *) ,15 A ,54 B ,38 C ,42 D ,74 D ,39 E Gambar 2 Diagram Kadar Air Tepung Jamur Tiram Putih

6 Dari diagram tersebut terlihat adanya penurunan kadar air tepung jamur tiram putih. Hal ini disebabkan kombinasi suhu dan lama pengeringan yang berbeda-beda. Pengeringan dengan suhu 50 C tidak menghasilkan pengeringan yang maksimal pada jamur tiram walaupun sudah dikombinasikan dengan waktu pengeringan yang semakin meningkat. Sehingga pengeringan hanya menghasilkan serat-serat kasar yang tidak menyerupai tepung dan tidak halus. Hal serupa juga masih dihasilkan dengan pemakaian suhu 60 C dengan lama pengeringan 9 jam walaupun terjadi penurunan kadar air yang signifikan. Menurut Standar Nasional Indonesia (2009) sendiri, tepung yang sesuai standar adalah yang berupa serbuk dan bebas dari bau asing. Terjadi perubahan penurunan kadar air tepung jamur tiram ketika suhu 60 C dikombinasikan dengan lama pengeringan 11 jam. Kadar air pada jamur tiram turun menjadi 13,15%. Kadar air tersebut sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (2009) untuk tepung yakni maksimal 14,5%. Perubahan tekstur juga terjadi dengan kenampakan yang menyerupai serbuk atau tepung yang halus. Maka dapat dikatakan, semakin tinggi suhu dan lama pengeringan yang dipakai, semakin rendah kandungan air yang terdapat pada tepung jamur tiram putih. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dari Kadir (2010), kadar air yang diperoleh 13,09%. Penurunan nilai kadar air yang terjadi dihubungkan dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan yang digunakan. Pada suhu pengeringan yang rendah, panas yang diterima oleh bahan hanya dapat menguapkan sebagian air yang ada di permukaan sehingga penurunan kadar air bahan relatif kecil. Sedangkan pada suhu pengeringan yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama, panas yang diterima oleh bahan selain digunakan untuk menguapkan air pada permukaan bahan, KESIMPULAN 1. Proses pembuatan tepung dengan bahan baku jamur tiram putih yaitu pertama-tama jamur ditimbang terlebih dahulu seberat 1000g. Jamur yang telah ditimbang lalu dicuci dan direndam di dalam baskom untuk proses membersihkan kotoran dan pencucian dilakukan sebanyak dua kali. Setelah itu, jamur dipotong menjadi lebih tipis dengan ketebalan ± 0,5mm. Jamur kemudian diblanching (dikukus) pada suhu 80 C selama ± 5 menit. Jamur yang telah dikukus, dikeringkan dalam oven kering dan setelah kering dihancurkan dengan blender selama ± 10 menit. Jamur yang sudah hancur, selanjutnya diayak menggunakan ayakan 60 mesh hingga didapat tepung yang halus. 2. Pada hasil analisis hasil karakteristik tepung jamur tiram putih yaitu analisis kadar protein dan kadar air, didapatkan faktor suhu dan lama pengeringan yang tepat untuk proses pembuatan tepung jamur tiram putih yaitu suhu 60 C dengan lama pengeringan 11 jam. Hasil analisis kadar protein dan air dari kombinasi suhu 60 C dengan lama pengeringan 11 jam, didapatkan kadar protein sebesar 16,95% dan kadar air sebesar 13,15%. Hasil tersebut sesuai dengan Standar Nasional Indonesia untuk tepung yang memenuhi standar kadar protein sebesar 7% dan kadar air sebesar 14,5%. SARAN Dalam penelitian pemanfaatan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan kajian pengaruh suhu dan lama pengeringan masih memiliki kelemahan yaitu tepung yang dihasilkan masih berwarna kuning keemasan. Disarankan pada penelitian berikutnya dapat menambahkan Na-bisulfit untuk perendaman setelah proses pemotongan agar tepung jamur tiram yang dihasilkan lebih berwarna putih.

7 DAFTAR PUSTAKA Achyadi, N. S. dan Alfiana, H Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengisi dan Konsentrasi Sukrosa Terhadap Karateristik Fruit Leather Campedak (Actopus champeden lour). Fakultas Teknik Universitas Pasundan. Bandung. Arianto, D. P. dan Supriyanto Karakteristik Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Selama Penyimpanan. Agroteknos 20(1): Badan Standarisasi Nasional SNI Tepung. BSN. Jakarta. Christina, A. S. dan Hidayati, D. Y Pengaruh Proses Penepungan dengan Berbagai Suhu Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Terhadap Zat Gizi Makro, Kadar Air, Abu, dan Lovastin. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian 2(2): Kadir, I Pemanfaatan Iradiasi untuk Memperpanjang Daya Simpan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Kering. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Iradiasi 6(1): Laksono, M. A. dan Bintoro, V. P Daya Ikat Air, Kadar Air, dan Protein Nugget dengan Substitusi Tepung Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Animal Agriculture Journal 1(1): Ohiro, I A Revision Status of Pleurotus Ostreatus. Mycological Institute Journal 2(8): Permadi, S. N. dan Mulyani, S Potensi Tepung Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dan Gluten dalam Pembuatan Daging Tiruan. Aplikasi Teknologi Pangan 1(4): Rus an Pengaruh Penggunaan Tepung Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Terhadap Kadar Protein Sosis. Agroteknos 4(2): Sumoprastowo, R. M Memilih dan Menyimpan Sayur Mayur dan Bahan Makanan. Bumi Aksara. Bogor. Suwito, M Resep Masakan Jamur dari Chef Ternama. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Wiardani, I Budidaya Jamur Konsumsi. Lily Publisher. Yogyakarta. Widyastuti, N. dan Istini, S Optimasi Pengeringan Tepung Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) dengan Pengering Kabinet. Jurnal Teknologi Bioindustri 2(1):

BAB I PENDAHULUAN. gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7-2,2%, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7-2,2%, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) saat ini cukup populer dan banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya yang lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dinamakan demikian karena bentuknya seperti tiram atau ovster mushroom. Jamur tiram adalah jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN DAN KONSENTRASI CaCO3 NASKAH PUBLIKASI

PROSES PEMBUATAN TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN DAN KONSENTRASI CaCO3 NASKAH PUBLIKASI PROSES PEMBUATAN TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN DAN KONSENTRASI CaCO3 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Program studi pendidikan biologi

KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Program studi pendidikan biologi KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Program studi pendidikan biologi Disusun oleh: Arif Rachmad Hakim A420100085 PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

FLOUR TREATMENT OF OYSTER MUSHROOM (Pleurotus Ostreatus) AND OLD DRIED NOODLES DRYING ON QUALITY OF WHEAT MOCAF (Modified Cassava Flour)

FLOUR TREATMENT OF OYSTER MUSHROOM (Pleurotus Ostreatus) AND OLD DRIED NOODLES DRYING ON QUALITY OF WHEAT MOCAF (Modified Cassava Flour) Agrium ISSN 0852-1077 (Print) ISSN 2442-7306 (Online) Oktober 2016 Volume 20 No. 2 FLOUR TREATMENT OF OYSTER MUSHROOM (Pleurotus Ostreatus) AND OLD DRIED NOODLES DRYING ON QUALITY OF WHEAT MOCAF (Modified

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang sehat, dengan vegetarian. Makanan vegetarian saat ini mulai digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang sehat, dengan vegetarian. Makanan vegetarian saat ini mulai digemari oleh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masyarakat saat ini memiliki perhatian yang lebih terhadap makanan yang mereka konsumsi. Pemilihan makanan tidak hanya mengutamakan kepuasan selera, tetapi juga mengutamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses dan Pengolahan Pangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gunung Kidul, Yogyakarta; Laboratorium

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGOLAHAN TEPUNG JAMUR MERANG TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PANGAN FUNGSIONAL PENDAHULUAN

OPTIMASI PENGOLAHAN TEPUNG JAMUR MERANG TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PANGAN FUNGSIONAL PENDAHULUAN P R O S I D I N G 45 OPTIMASI PENGOLAHAN TEPUNG JAMUR MERANG TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PANGAN FUNGSIONAL Elisa ginsel Popang, Khusnul Khotimah dan Andi Lisnawati 1) 1) Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Tepung Jamur Tiram Putih (Plaerotus ostreatus)

Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Tepung Jamur Tiram Putih (Plaerotus ostreatus) Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Tepung Jamur Tiram Putih (Plaerotus ostreatus) Maya Lisa*, Musthofa Lutfi, Bambang Susilo Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian -

Lebih terperinci

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan. MODUL 5 PIZZA IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat pizza ikan yang enak, bertekstur lembut dan rasa yang lezat. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak

Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak Vol. No., Juni, 6-66 Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak Aninatul Fuadah*, Sumardi Hadi Sumarlan, Yusuf Hendrawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

Pelatihan Pengolahan Aneka Masakan dari Bahan Jamur Tiram Segar

Pelatihan Pengolahan Aneka Masakan dari Bahan Jamur Tiram Segar Pelatihan Pengolahan Aneka Masakan dari Bahan Jamur Tiram Segar Nugraheni Retnaningsih, Catur Rini S., Sudarmi, Yos Wahyu H. Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara

Lebih terperinci

SUBSTITUSI JAMUR TIRAM PUTIH UNTUK PENINGKATAN SIFAT FISIK DAN KIMIA FLAKE DARI MAIZENA

SUBSTITUSI JAMUR TIRAM PUTIH UNTUK PENINGKATAN SIFAT FISIK DAN KIMIA FLAKE DARI MAIZENA SUBSTITUSI JAMUR TIRAM PUTIH UNTUK PENINGKATAN SIFAT FISIK DAN KIMIA FLAKE DARI MAIZENA WHITE OYSTER MUSHROOM SUBSTITUTION FOR IMPROVEMENT OF PHYSICAL AND CHEMICAL PROPERTIES FROM CORN FLAKE Suprihana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur

PENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur PENDAHULUAN Latar Belakang Jamur tiram adalah salah satu jenis jamur yang dapat dimakan dan dapat dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur tiram putih, coklat dan merah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belalang kayu adalah serangga herbivora berwarna coklat yang termasuk ordo Orthoptera. Belalang kayu banyak ditemui pada pohon turi, ketela, jati, dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelor merupakan salah satu tanaman sayuran yang multiguna. Hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan karena mengandung senyawa aktif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di Laboratorium Daya dan Alat, Mesin Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

KOMBINASI JAMUR TIRAM (Pelurotus Ostreatus)DAN KACANG MERAH TERHADAP KADAR PROTEIN DAN DAYA TERIMA PRODUK SOSIS UNTUK VEGETARIAN

KOMBINASI JAMUR TIRAM (Pelurotus Ostreatus)DAN KACANG MERAH TERHADAP KADAR PROTEIN DAN DAYA TERIMA PRODUK SOSIS UNTUK VEGETARIAN KOMBINASI JAMUR TIRAM (Pelurotus Ostreatus)DAN KACANG MERAH TERHADAP KADAR PROTEIN DAN DAYA TERIMA PRODUK SOSIS UNTUK VEGETARIAN PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.)

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan berbagai macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi Masalah, 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4. Manfaat Penelitian, 1.5. Kerangka Pemikiran, 1.6. Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN RATIO INFLUENCE OF LABLAB FLOUR WITH WHEAT FLOUR AND EGG WHITE USE OF THE CHARACTERISTICS

Lebih terperinci

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya sebagai Media Usar Tempe (The Use of Tempe, Soybean Flour and Both as a media of Tempe Starter) Oleh, Fitriana Wahyu Nugraheni NIM : 412011003 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 28 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK JAMUR TIRAM Disusun Oleh : Nama : AZHARI YOGA SAPUTRA NIM : 11.01.2920 Jurusan : D3-TI STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011 / 2012 ABSTRAKS Karya tulis

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 (3): 188-196 ISSN 1410-5020 Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai Optimization Process Soybean Flouring Hertini Rani, Zulfahmi, dan Yatim R. Widodo

Lebih terperinci

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3,4

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3,4 Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4 No. 1: 51-56 PEMBUATAN DAN UJI KARAKTERISTIK FISIK BERAS ANALOG BERBAHAN BAKU TEPUNG SINGKONG YANG DIPERKAYA DENGAN PROTEIN UDANG THE PRODUCTION AND PHYSICAL CHARACTERISTICS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) TERHADAP KUALITAS KIMIA NUGGET AYAM

STUDI TENTANG PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) TERHADAP KUALITAS KIMIA NUGGET AYAM STUDI TENTANG PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) TERHADAP KUALITAS KIMIA NUGGET AYAM STUDIES ON ADDITION Of OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) ON THE CHEMICAL QUALITY OF CHICKEN NUGGETS Agus

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

Protein, Kalsium dan Daya Terima Bakso Jamur

Protein, Kalsium dan Daya Terima Bakso Jamur Jurkessia, Pengaruh Vol. Proporsi IV, No. 2, Maret 2014 Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Terhadap Nany Kandungan Suryani, dkk. Protein, Kalsium dan Daya Terima Bakso Effect Of Proportion Of Oyster Mushrooms

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN HASIL JAGUNG (MEMBUAT SUSU JAGUNG DAN MIE JAGUNG) Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENGOLAHAN HASIL JAGUNG (MEMBUAT SUSU JAGUNG DAN MIE JAGUNG) Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENGOLAHAN HASIL JAGUNG (MEMBUAT SUSU JAGUNG DAN MIE JAGUNG) Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung memiliki nutrisi yang lebih komplek dibandingkan dengan beras. Jagung sangat

Lebih terperinci

SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK FLAKE

SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK FLAKE SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK FLAKE BERAS MERAH DENGAN VARIASI SUHU PEREBUSAN DAN SUHU PENGERINGAN SKRIPSI OLEH: LILY CHANDRA 6103008114 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan protein yang tinggi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan protein yang tinggi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan tongkol merupakan salah satu ikan laut yang memiliki kandungan protein yang tinggi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Ikan tongkol kaya kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan mie gembili adalah sebagai berikut: 1. Alat yang digunakan: a. Panci b. Slicer c. Pisau d. Timbangan e. Screen 80 mesh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) yang berjudul Pengembangan Produk Pangan Fungsional

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari 11 hingga Juni 11. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang University Farm Sukamantri, Labolatorium

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *) Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Laboratorium Keamanan dan Mutu Pangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini gaya hidup serta pola konsumsi makanan pada masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, terhadap selera produk pangan yang cenderung lebih menyukai sesuatu yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

VARIASI TEPUNG DAGING BEKICOT

VARIASI TEPUNG DAGING BEKICOT 1 VARIASI TEPUNG DAGING BEKICOT (Achatina fulica) DALAM PEMBUATAN NUGGET JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) VARIATION OF SNAIL FLOUR (Achatina fulica) IN THE MAKING OF OYSTER MUSHROOMS (Pleurotus ostreatus)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni Agustus 2014 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni Agustus 2014 di Laboratorium 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni Agustus 2014 di Laboratorium Rekayasa Biopress Pasca Panen, Laboratorium Daya, Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bakso merupakan salah satu olahan daging secara tradisional, yang sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki rasa yang khas, enak,

Lebih terperinci

SOSIALISASI DAN PEMBUATAN NUGGET DARI AMPAS TAHU UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT GAMPONG LENGKONG, KECAMATAN LANGSA BARO, KOTA LANGSA

SOSIALISASI DAN PEMBUATAN NUGGET DARI AMPAS TAHU UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT GAMPONG LENGKONG, KECAMATAN LANGSA BARO, KOTA LANGSA SOSIALISASI DAN PEMBUATAN NUGGET DARI AMPAS TAHU UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT GAMPONG LENGKONG, KECAMATAN LANGSA BARO, KOTA LANGSA Nurlaila Handayani 1* Yusnawati 2 Nina Fahriana 3 Fakultas Teknik

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi dan Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, jurusan Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, kegemaran masyarakat Indonesia khususnya untuk mengkonsumsi makananan ringan (snack) kian meningkat. Konsumsi makanan ringan ini umumnya dilakukan pada waktu

Lebih terperinci