Bab IV. Analisis Jejaring Aktor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV. Analisis Jejaring Aktor"

Transkripsi

1 Bab IV. Analisis Jejaring Aktor IV.1 Pendahuluan Setelah ditemukenalinya para aktor sosial dan aktor teknis (objek teknis) yang terlibat serta aksi-aksi yang dilakukan para aktor tersebut pada penyelenggaraan SP2000, maka tahap selanjutnya adalah menganalisis kegiatan pelaksanaan di lapangan dan proses pengolahan data di masing-masing daerah dengan melihat aksiaksi para aktor yang saling berinteraksi membentuk pola relasi-relasi di suatu lokal. Analisis dilakukan dengan membuat model jaringan (lokal) kalkulasi di empat daerah penelitian. Sepanjang proses pelaksanaan dan pengolahan data sensus seluruh aktor-aktor secara kolektif beraksi menghadirkan jaringan (lokal) kalkulasi. Aktoraktor heterogen dilepaskan dari ikatan semula, dihimpun, disandingkan, dibandingkan dan ditotalisasi melalui serangkaian pembingkaian yang berakhir dengan totalisasi hasil sensus penduduk. Dengan melihat susunan aktor-aktor dan praktek-praktek yang diaksikan aktor-aktor lokal di beberapa lokal penelitian yang berbeda diharapkan akan terlihat perbedaan bentuk jejaring lokal di antara keempat daerah penelitian. Selanjutnya diharapkan akan di dapat jawaban dari pertanyaan penelitian. IV.2 Jaringan Kalkulasi Sensus Penduduk 2000 Seluruh kegiatan penyelenggaraan SP2000 di setiap daerah/ lokal di bagi dalam beberapa tahap kegiatan, namun demikian keseluruhan kegiatan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan/aksi yang terkait satu dengan lainnya. Dalam kegiatannya terjadi proses-proses kalkulasi melalui serangkaian framing, reduksi dan penambahan untuk menghasilkan totalisasi hasil sensus pada waktu yang ditentukan. Secara normatif, aksi-aksi kalkulasi pada tiap tahap pelaksanaan sensus dapat diilustrasikan pada Gambar IV.1 dan berikut penjelasannya: 111

2 Gambar IV.1 Ilustrasi Proses Kalkulasi Pada Sensus Penduduk

3 Aksi-aksi kalkulasi SP2000 dimulai di tahap persiapan SP2000, dimana seluruh BPS Tingkat II bersama KSK melakukan perekrutan petugas untuk menambah petugaspetugas statistik di lapangan dengan berbagai cara; berkoordinasi dengan pemerintah setempat, merekrut mitra-mitra lama, merekrut mahasiswa atau masyarakat umum, dan sebagainya. Pada gambar IV.2 dibawah, digambarkan mekanisme perekrutan petugas yang dilanjutkan dengan pembentukan struktur petugas lapangan. Perekrutan pertama dilakukan pada mitra-mitra statistik lama yang pernah bekerja sama dengan BPS. Perekrutan kedua adalah rekrutmen terhadap mitra statistik baru. Setelah perekrutan dilakukan pelatihan petugas untuk mendisiplinkan mitra-mitra baru akan praktek-praktek sensus di lapangan baik dalam pencacahan maupun pengisian kuesioner sebelum mereka ditugaskan di lapangan. Setelah pelatihan, petugas-petugas statistik dihasilkan dan diberikan Surat Tugas dari BPS Tingkat II yang mengukuhkan mitra-mitra tersebut sebagai petugas SP2000, Gambar IV.2 Framing Petugas Pada Rekrutmen Petugas dan Pembentukan Struktur Petugas Lapangan Oleh KSK, seluruh petugas lapangan disusun dalam struktur organisasi lapangan yang berjenjang, dimana KSK membawahi para PML, dan seorang PML membawahi para PCL. Para PML di lapangan mendapatkan wewenang mengawasi langsung pencacahan para PCL dan memeriksa hasil pekerjaan mereka. 113

4 Gambar IV.3 Framing Pada Pencacahan Penduduk Aksi-aksi kalkulasi berikutnya adalah pada tahap pelaksanaan pencacahan penduduk, dimana saat petugas berhadapan dengan komunitas penduduk dengan berbagai karakteristiknya. Pada proses pencacahan, terjadi pembingkaian karakterisktik penduduk, dimana petugas mereduksi berbagai karakteristik pada penduduk tersebut, untuk hanya menghimpun 15 karakteristik yang ditentukan BPS pada kegiatan SP2000 yang seperti yang diilustrasikan pada gambar IV.3. Metode pembingkaian karakteristik terdapat pada Buku Pedoman yang telah disosialisasikan kepada para petugas saat pelatihan petugas statistik. Daftar Kuesioner sebagai media bagi petugas dalam mencatat karakteristik penduduk yang dicakup SP2000. Variabel karakteristik penduduk yang dicakup pada SP2000, terdiri dari : 1).Nama anggota rumahtangga, 2).Hubungan dengan Kepala rumahtangga, 3).Jenis kelamin, 4).Kota kelahiran, 5).Usia, 6).Status perkawinan, 7).Agama, 8).Kewarganegaraan, 9).Tempat tinggal 5 tahun yang lalu, 10).Ijasah/STTB tertinggi yang dimiliki, 11).Kegiatan yang dilakukan selama 1 minggu yang lalu, 12).Bidang pekerjaan utama, 13).Status dalam pekerjaan utama, 14).Jumlah anak kandung yang dilahirkan hidup, 15). Jumlah anak yang masih hidup. Pengawasan yang dilakukan oleh PML dan juga KSK, mengontrol petugas PCL dalam menyelesaikan proses kalkulasi di wilayah kerjanya pada kurun waktu 1 bulan. Mekanisme pemeriksaan dokumen yang dilakukan di lapangan mulai dari PML yang dilanjutkan oleh KSK mrupakan upaya mengontrol kelengkapan dokumen maupun isiannya sebelum dokumen dikirim ke Puslah. Catatan-catatan yang berisi identitas dan banyaknya dokumen yang dibuat petugas, menjadi alat pengontrol 114

5 dalam penelusuran dokumen, yang akan menghindari peluang terjadinya non kalkulasi yang akan membuat penyitaan banyak waktu. Pengolahan data sensus terjadi di Pusat-pusat pengolahan (puslah) yang berada di bawah tanggungjawab BPS Tingkat I. Pada puslah serangkaian aksi-aksi kalkulasi kembali di aksikan berbagai aktor. Pemasukan dokumen SP2000 ke Puslah dilakukan BPS Tingkat II melalui Bagian TU dan diterima petugas receiving batching. Petugas receiving batching menghimpun seluruh dokumen dari daerah, memeriksa kelengkapannya dan selanjutnya merangkaikan dan menyusun seluruh dokumen dengan pemberian nomor batch, seperti yang dilustrasikan pada Gambar IV.4, membuat seluruh dokumen akan tersusun dalam satu set kesatuan dokumen di Puslah. A B C 1 A B C F N Penomoran F 2 3 E D 4 E D = Set kuesioner dalam 1 blok sensus Gambar IV.4 Framing Pada Pelaksanaan batching dan tagging Mekanisme penomoran batch yang cermat, tersedianya rak-rak dan tempat penyimpanan (seperti gudang) yang cukup, dan penataan dokumen yang rapih dan terurut, memudahkan akses petugas terhadap dokumen, dalam upaya menghindari tersitanya waktu saat mencari dokumen. Proses editing dilaksanakan para editor. Pengeditan terhadap kuesioner, seperti yang diilustrasikan pada Gambar IV.5, meliputi dua hal yaitu: 1).pemeriksaan dan perbaikan kelengkapan dan konsistensi isian variabel-variabel dalam kuesioner, dan 2).pemeriksaan dan perbaikan bentuk karakter tulisan dan marking yang sesuai dengan bentuk tulisan pada dictionary engine Nestor Reader. 115

6 Gambar IV.5 Framing Pada Pelaksanaan Editing Aksi-aksi kalkulasi yang dilakukan editor juga merupakan upaya mengatasi aksi non kalkulasi yang mungkin dilakukan saat di lapangan. Hal ini untuk menghasilkan kondisi isian data dan tulisan pada kuesioner kompatibel terhadap sistem scanner. Proses scanning yang diaksikan para operator scanner, memindahkan data pada kuesioner menjadi data elektronik di komputer. Selanjutnya Nestor Reader mentransformasikan data image menjadi text pada poses recognize. Gambar IV.6 Framing Pada Pelaksanaan Scanning, Verifikasi, Validasi Gambar IV.6 mengilustrasikan framing pada proses scanning kuesioner, dan framing saat verifikasi dan validasi yang diaksikan oleh operator-operator. Ketika lembar kuesioner di scan, maka akan terjadi perubahan bentuk dari materi (tulisan pada kuesioner) menjadi suatu image. Data image yang dihasilkan dari proses scanning kemudian dibandingkan dengan bentuk-bentuk image pada dictionary engine melalui proses optimasi matematis. Bentuk-bentuk karakter yang memiliki nilai treshold dibawah dari yang ditentukan (batas minimal) tidak akan dikenali oleh scanner dan harus di edit kembali (diilustrasikan dengan garis putus-putus). Ini berarti terjadi framing terhadap image-image karakter pada kuesioner melalui 116

7 dictionary pada engine. Selanjutnya dengan program aplikasi, bentuk karakter yang tidak dikenali harus diperbaiki petugas pada tahap verifikasi dengan kembali membuka dokumen dan mengentri perbaikan data. Akhirnya, dilakukan pengecekan konsistensi isian pada tahap validasi sampai diperoleh data clean. Peran-peran objek teknis seperti scanner saat proses scanning, rak-rak untuk petugas memisahkan dokumen yang belum atau sudah diproses, PC-PC sebagai mediator petugas memperbaiki kesalahan data, membuat kalkulasi menjadi mungkin. Gambar IV.7 Framing Pada Proses Tabulasi Data Aksi akhir yang dilakukan pada proses kalkulasi di Puslah adalah tabulasi data-data yang sudah clean. Gambar IV.7 diatas mengilustrasikan data-data yang sudah clean dari seluruh blok sensus dan wilayah selanjutnya digabungkan dan membentuk database SP2000. Kemudian database tersebut dikelompokkan sesuai dengan kelompok data tertentu (pengelompokkan bisa menurut wilayah propinsi, kabupaten, kecamatan sampai tingkat desa, ataupun sesuai dengan kebutuhan pengguna data dan metode demografi yang digunakan), kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan totalisasi data sensus. IV.3 Jaringan Kalkulasi SP2000 di DKI Jakarta IV.3.1 Persiapan SP2000 Pada tahap persiapan SP2000 di DKI Jakarta, seluruh BPS Tingkat II bersama dengan KSK merekrut mitra statistik. Para KSK memprioritaskan terlebih dahulu 117

8 mitra lama, untuk itu Daftar mitra lama kembali dibuka untuk memperoleh namanama mitra lama. Para KSK juga merekrut mitra-mitra baru dari kelurahan dan kecamatan. Seluruh mitra yang telah dihimpun, kemudian diberikan pendisiplinan melalui pelatihan petugas. Bagi BPS DKI, memperoleh petugas lapangan yang memiliki disiplin yang baik merupakan hal penting. Untuk itu BPS DKI Jakarta melakukan Penyeleksian petugas untuk mendapatkan petugas yang berdisiplin baik. Mitra yang dinilai tidak memenuhi kriteria pendisiplinan saat pelatihan tidak ditunjuk sebagai petugas statistik. Ini merupakan aksi kalkulasi pertama yang dilakukan BPS DKI Jakarta. Gambar IV.8 Jejaring pada Persiapan SP2000 di DKI Jakarta Pada Gambar IV.8 diatas mengilustrasikan jejaring yang terbentuk saat persiapan SP2000 di DKI Jakarta, berbagai aktor mulai dari aktor-aktor di BPS DKI Jakarta juga aktor-aktor di lingkungan Pemerintah lokal secara kolektif mempersiapkan SP2000. Koordinasi-koordinasi yang terjadi antara BPS DKI Jakarta dengan Pemprov. DKI Jakarta melibatkan dan dilakukan juga oleh tingkat pemerintah dibawahnya sampai tingkat Kelurahan. Koordinasii tersebut menghasilkan dukungan dalam penambahan mitra-mitra statistik dan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk membuat proses kalkulasi di lapangan dapat berjalan dengan maksimal. 118

9 IV.3.2 Pelaksanaan SP2000 Dengan adanya penyeleksian pada mitra-mitra, BPS DKI Jakarta memperoleh petugas-petugas yang disiplin dan mampu melaksanakan tugas di lapangan, dan dengan adanya Surat Tugas dari BPS Tingkat II mengukuhkannya menjadi petugas pencacah SP2000. Pada pembentukan struktur petugas di lapangan, untuk PML lebih diutamakan pada mitra-mitra lama dan petugas PCL pada mitra-mitra baru. Dengan PML yang sudah berpengalaman dan mereka menjalankan fungsinya, membuat pengawasan pada petugas PCL dapat dilakukan secara maksimal, Pendelegasian pengawasan kepada PML di BPS DKI Jakarta merupakan upaya yang efektif. Pengawasan ini selain membentuk relasi yang kuat antar petugas di lapangan, juga suatu upaya mendisiplinkan pekerjaan PCL untuk menghindari penyimpangan aksi (baik pengisian data penduduk maupun bentuk penulisan), mengingat seluruh PCL adalah petugas baru. Pertemuan petugas yang dilakukan dua kali seminggu dan catatan laporan petugas menjadi media dan alat kontrol bagi KSK dalam mengontrol perkembangan pekerjaan petugas lapangan, dan mengarahkan petugas agar proses kalkulasi penduduk dapat diselesaikan tepat waktu. Gambar IV.9 Jejaring pada Pelaksanaan SP2000 di DKI Jakarta Gambar IV.9 diatas menunjukkan jejaring yang terbentuk saat pelaksanaan SP2000 di DKI Jakarta. Dimana jejaring mengembang dengan masuknya aktor-aktor (petugas-petugas dari BPS Pusat, BPS DKI, BPS Tingkat II, aparat pemerintah 119

10 lokal, Surat Instruksi Gubernur dan Walikota) untuk kegiatan pencacahan penduduk di DKI Jakarta. Kehadiran aktor-aktor tersebut menambah daya kalkulasi di lapangan yang membuat kalkulasi menjadi mungkin, terutama dalam mengatasi aksi-aksi non kalkulasi dari sikap responden/penduduk yang menolak dicacah/didata. Sehingga proses kalkulasi penduduk di lapangan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Setelah pencacahan pemasukan dokumen dilakukan secara berjenjang, setiap PCL menyerahkan dokumen/kuesioner langsung kepada PML dan kemudian PML menyerahkannya ke KSK. Oleh PML dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan isian nya dan melakukan perbaikan bentuk tulisan kepada setiap lembar kuesioner, sehingga ketidaklengkapan pada isian kuesioner dan kesalahan bentuk tulisan sudah dilakukan mulai sejak dilapangan, dimana hal ini merupakan aksi kalkulasi yang mereduksi penyimpangan yang dilakukan petugas pencacah saat memasukkan data kedalam kuesioner. Ini merupakan upaya yang mengkondisikan kuesioner kompatibel terhadap sistem scanner. Setelah pemeriksaan dilakukan, PML mencatat identitas dokumen dan jumlah lembar kuesioner pada lembar kontrol untuk pengiriman dokumen dan setelah itu diserahkan pada KSK. KSK mencatat nomor blok dokumen yang diterima dari PML untuk membantunya mengingat dokumen-dokumen yang telah masuk. Oleh KSK dan PKSK kuesioner diperiksa kembali terutama pada kelengkapan isian pada kuesioner. Setelah pemeriksaan, KSK membuat laporan pengiriman kuesioner dan mengirimkan kuesioner ke BPS tingkat II. Di BPS Tingkat II, petugas Korcam (staf) yang mengawasi masingmasing kecamatan menerima dokumen dari KSK dan kembali melakukan pemeriksaan pada kelengkapan pengiriman dokumen yang disesuaikan dengan laporan pengiriman dokuman oleh KSK. Setelah pemeriksaan dilakukan dan dokumen lengkap, Korcam membuat laporan pengiriman dokumen untuk mengirimkan dokumen ke Pusat Pengolahan di BPS DKI Jakarta. Pemeriksaan dan pencatatan identitas dan jumlah dokumen yang dilakukan mulai dari PML, KSK, dan BPS Tingkat II merupakan aksi-aksi kalkulasi petugas-petugas di lapangan dan BPS Tingkat II untuk mengurangi peluang terjadi hilangnya dokumen-dokumen saat masih di lapangan. 120

11 IV.3.3 Pengolahan data SP2000 Dalam mempersiapkan pengolahan data SP2000, BPS DKI dipimpin langsung Kepala Kantor. Dengan pengalaman memimpin proses pengolahan, menyebabkan beliau kaya akan referensi, dan hal tersebut memudahkannya dalam menyusun rencana kerja dan mengkalkulasikan kebutuhan untuk kegiatan pengolahan di Puslah, baik sarana, peralatan maupun petugas yang terlibat. Beliau mengembangkan SOP pada Puslah DKI Jakarta. Beliau memutuskan untuk tidak melibatkan seluruh staf dengan mempertimbangkan pekerjaan rutin lainnya yang tetap harus dikerjakan. Beliau menghimpun beberapa staf propinsi yang dinilai mampu untuk menjadi petugas dalam kegiatan pengolahan dan kemudian menunjuk beberapa dari mereka yang mampu menjadi supervisor-supervisor pada tim-tim pengolahan. Supervisor di delegasikan fungsi pengawasan dari Kepala Kantor untuk dapat mengontrol secara langsung aksi-aksi petugas dan objek-objek teknis saat proses pengolahan. Keputusan yang memusatkan Proses pengolahan pada satu ruang serta kewajiban untuk mengisi kartu kendali selain menyebabkan para mitra terelasi kuat dengan berbagai aktor-aktor lain, juga mengurangi mobilitas petugas dan dokumen. Kalkulasi Kepala Kantor akan kebutuhan petugas pengolah dan sarana PC dengan mempertimbangkan waktu pengolahan dan banyaknya dokumen, menghasilkan keputusan untuk merekrut petugas mitra kurang lebih 200 orang dan penyediaan sarana PC yang cukup banyak (50 PC) yang dioperasikan selama 3 shift. Aksi-aksi kalkulasi yang dilakukan Kepala Kantor memberikan peluang hadirnya ruang kualkulasi data sensus di Puslah BPS DKI Jakarta. Pemasukan dokumen dari BPS Tingkat II diterima oleh Tim Receiving-Batching (disingkat tim batching) pada Puslah. Selanjutnya, dokumen diperiksa kembali oleh tim batching dengan menyesuaikan laporan pengiriman dokumen dengan master blok yang dimiliki tim batching. Dokumen masing-masing BPS Tingkat II ditangani secara khusus oleh dua orang tim, sehingga pemasukan dokumen dari satu kota yang dilakukan secara bertahap dapat dikontrol penuh perkembangannya. Setelah dokumen lengkap tim batching menandatangani laporan pengiriman dokumen dari BPS Tingkat II dan mencatatnya pada buku laporan pemasukan dokumen ke Puslah, 121

12 sehingga supervisor ataupun Kepala Kantor dapat mengetahui dokumen-dokumen mana saja yang sudah masuk dan mana yang belum. Aksi-aksi pemeriksaan kelengkapan dokumen, penyesuaian pengiriman dokumen dengan master blok, pencatatan identitas dokumen yang telah dikirim, dan penunjukkan petugas khusus menangani dokumen dari masing-masing tingkat II, merupakan aksi-aksi kalkulasi yang menghindari ketidaklengkapan dokumen dan memudahkan penelusuran dokumen yang telah masuk pusat pengolahan Dokumen yang telah masuk kemudian di batching oleh tim batching, dengan memberi nomor batch pada setiap batch dokumen dan kemudian diletakkan pada rak-rak yang berada di dalam gudang. Dengan penomoran batch yang ditulis disisisisi dus dan penyusunan dokumen yang berurut nomor batch secara berjenjang keatas pada rak-rak khusus untuk kotamadya merupakan aksi kalkulasi yang, membuat penelusuran batch dokumen pada rak dapat mudah dilakukan tanpa perlu mengeluarkannya dari rak terlebih dahulu. Tim batching bertanggung jawab pada pengelolaan dokumen di gudang termasuk pada masuk dan keluar dokumen. Setiap masuk dan keluar dokumen dikontrol dengan Kartu Kendali dan diawasi oleh supervisor batching, ini juga merupakan aksi-aksi kalkulasi yang membuat sirkulasi dokumen dapat di kontrol penuh. Gambar IV.10 Jejaring pada Pengolahan data SP2000 di DKI Jakarta 122

13 Pada gambar IV.10, diilustrasikan jejaring yang terbentuk pada saat pengolahan data SP2000 di Puslah BPS DKI Jakarta. Pada Puslah DKI, sirkulasi dokumen antar ruangan juga menjadi tanggung jawab tim batching. Dokumen yang telah di batching dikirim ke ruang editing dan diserahkan ke supervisor editing sebagai pintu masuk dan keluar dokumen di tahap editing. Oleh supervisor dus dokumen ditempeli Kartu Kendali dan kemudian diserahkan pada editor. Editor melakukan editing dengan memeriksa kelengkapan dan konsistensi isian dan juga memperbaiki bentuk tulisan pada setiap lembar kuesioner. Setelah dokumen diedit, editor mengisi kartu kendali dan menyerahkannya pada supervisor. Supervisor menandatangani kartu kendali dan mencatat setiap dokumen yang telah diedit pada buku Laporan editing. Peran Kartu Kendali menjadi tool yang menjelaskan keberadaan dokumen (sudah atau belum di edit) dan petugas yang menangani, yang memudahkan suvervisor dalam mengontrol dokumen untuk siap di scanning. Para editor dan supervisor serta Kartu Kendali secara bersama melakukan aksi-aksi kalkulasi. Memusatkan proses editing pada satu ruangan khusus mengurangi mobilitas dokumen dan para editor, yang akan meng efisienkan waktu pada proses editing. Oleh tim batching dokumen yang telah di edit dikirim ke ruang pengolahan dan diserahkan pada supervisor scanning, yang juga sebagai pintu masuk dan keluar dokumen di tahap scanning. Supervisor meletakkan dokumen pada rak khusus scanning dan operator mengambil dokumen dari rak tersebut untuk menscan dokumen tersebut. Dengan rak tersebut operator dapat menata dokumen-dokumen saat proses scan yang menghindari aksi non kalkulasi operator dengan peletakkan sembarangan dokumen. Operator scanner men-scan setiap lembar kuesioner, dan setelah itu menandatangani Kartu Kendali pada cover dus dokumen dan diserahkan kembali pada supervisor. Supervisor kemudian menandatangani Kartu Kendali dan menyerahkan pada tim batching. Peran Kartu Kendali menjadi tool yang menjelaskan keberadaan dokumen (sudah atau belum di proses scan) dan petugas yang menangani, memudahkan suvervisor dalam mengontrol dokumen dan petugas. Selanjutnya, tim Batching meletakkan dokumen yag telah di scan pada rak-rak berikutnya untuk masuk proses verifikasi. Berbagai perbaikan atas kesalahan- 123

14 kesalahan dilakukan dengan mengentri kembali, dan dokumen pun kembali dibuka. Setelah perbaikan atau verifikasi dokumen diletakkan petugas verifikasi pada rak terpisah untuk masuk proses validasi. Petugas validasi melakukan pengecekan pada konsistensi isian data dengan menggunakan aplikasi validasi, bila terdapat perbaikan data dokumen diambil dari rak lalu dilakukan perbaikan, setelah itu dokumen diletakkan secara terpisah pada rak khusus untuk dokumen yang sudah clean. Peran petugas verifikasi-validasi, supervisor, Nestor Reader, PC-PC yang berinteraksi dan secara bersama melakukan aksi-aksi kalkulasi menghasilkan data clean. Peran rakrak membantu petugas-petugas dalam memisahkan antara dokumen sudah atau belum di verifikasi dan juga sudah atau belum clean yang semua ini memudahkan petugas dalam mengakses dokumen. IV.3.4 Rangkuman Berbagai aktor-aktor heterogen di lapangan secara kolektif malakukan aksi-aksi kalkulasi menghasilkan terkalkulasinya penduduk sesuai waktu yang ditentukan Pemeriksaan kelengkapan dokumen dan isiannya yang dilakukan berjenjang mulai dari lapangan sampai tingkat editor, merupakan upaya mengatasi terjadinya aksi-aksi non kalkulasi petugas baik dalam pengiriman dokumen, maupun pengisian data penduduk dan penulisan bentuk karakter pada kuesioner. Mekanisme batching dan penataan dokumen di gudang dan ruang-ruang pengolahan memudahkan akses petugas pada dokumen yang dicari, dimana hal ini menghasilkan efisiensi waktu petugas saat proses pengolahan. Namun hal ini didukung dengan tersedianya rak-rak yang cukup tersebar di ruang-ruang pengolaan dan juga gudang. Berbagai aktor dengan jumlah yang cukup banyak mulai dari tim receiving batching, editor, operator scanner, petugas verifikasi-validasi, dan objek-objek teknis seperti PC-PC, scanner, Nestor Reader, dimana semuanya melakukan aksi-aksi kalkulasi yang menghasilkan data clean dan totalisasi hasil sensus. Namun peran Kartu Kendali, rak-rak, mekanisme sirkulasi dokumen adalah penting yang menjaga terelasinya petugas dan dokumen dan membuat proses kalkulasi dapat dilakukan. 124

15 IV.4 Jaringan Kalkulasi SP2000 di Jawa Timur IV.4.1 Persiapan SP2000 Pada persiapan SP2000 di Jawa Timur, seluruh BPS Tingkat II bersama KSK merekrut mitra statistik. Para KSK memprioritaskan terlebih dahulu mitra lama. Untuk itu Daftar mitra lama kembali dibuka untuk memperoleh nama-nama mitra lama. Untuk memenuhi kebutuhan mitra yang cukup banyak KSK lebih banyak merekrut staf-staf aparat desa/dusun. Seluruh mitra yang telah dihimpun, kemudian diberikan pendisiplinan melalui pelatihan petugas. Pelatihan petugas SP2000 dilakukan berjenjang mulai dari staf BPS Tingkat I sampai pada petugas lapangan. Gambar IV.11 Jejaring pada Persiapan SP2000 di Jawa Timur Gambar IV.11 diatas diilustrasikan jejaring yang terbentuk saat pesiapan SP2000 di Propinsi Jawa Timur, berbagai aktor mulai dari aktor-aktor di lingkungan BPS DKI Jakarta dan juga aktor-aktor di lingkungan Pemerintah lokal secara kolektif mempersiapkan SP2000. Koordinasi-koordinasi terjadi antara BPS dengan pemerintah daerah setingkatnya. Instruksi disampaikan pada struktur organisasi dibawahnya melalui surat-surat resmi. Hal ini menghasilkan kebijakan dan keputusan di masing-masing tingkat dua yang beragam dalam mendukung pelaksanaan SP2000. Di sebagian besar daerah Tingkat II bentuk koordinasinya lemah, sehingga dukungan pemerintah lokal untuk pelaksanaan SP2000 sangat 125

16 minim sekali, terutama dalam perekrutan mitra. Hal ini menyebabkan perekrutan mitra statistik mengalami kesulitan, apalagi kebutuhan untuk sensus tersebut cukup besar. Hal ini menyebabkan sebagian besar KSK ataupun BPS Tingkat II di Jawa Timur tidak melakukan penyeleksian terhadap mitra baru untuk menjadi petugas statistik. Tidak dilakukannya penyeleksian petugas, merupakan aksi non kalkulasi yang membuat hadirnya petugas-petugas yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai petugas SP2000. Di BPS Jawa Timur, bukan hanya PCL yang merupakan mitra baru, sebagian besar PML juga merupakan mitra baru yang kurang memahami realita praktek sensus di lapangan, dikarenakan kurangnya referensi akan praktek-praktek sensus/ survei. Hal ini menyebabkan PML tersebut tidak dapat maksimal mendisiplinkan petugas dalam melakukan aksi nya, di lapangan. Pendelegasian fungsi pengawasan kepada PML yang miskin akan referensi praktek-praktek sensus/survei berpeluang tidak efektif. Demikian halnya dengan staf BPS Tk.2 yang ditugaskan menjadi KSK sementara untuk kegiatan sensus. Keterbatasan waktu dikarenakan masih harus mengerjakan pekerjaan rutinnya membuat nya tidak dapat maksimal berelasi dengan petugas lapangan dan pemerintah setempat. Pengawasan yang lemah akan berpeluang menghadirkan aksi-aksi non kalkulasi dari petugas lapangan yang sebagian besar juga merupakan petugas-petugas baru IV.4.2 Pelaksanaan SP2000 Pelaksanaan SP2000 dilakukan di setiap kecamatan, pencacahan dilaksanakan PCL pada individu dan rumahtangga. Pendampingan awal dilakukan PML dengan menunjuk batas-batas wilayah kerja, namun pertemuan yang mendiskusikan permasalahan di lapangan antara PML dengan PCL jarang dilakukan, hanya lebih kepada penyetoran dokumen, sehingga relasi antar petugas lapangan pun lemah. Pengawasan lapangan dan diskusi-diskusi lebih banyak terjadi saat kunjungan KSK/ PKSK ke desa-desa, namun hal ini pun dilakukan sesekali dikarenakan luasnya wilayah kerja dan banyaknya petugas. Pertemuan formal seluruh petugas tidak rutin dilakukan karena wilayah yang berjauhan dan sulitnya akses komunikasi antar 126

17 petugas saat itu. Jarang nya pertemuan-pertemuan di lapangan bukan hanya melemahkan relasi antar petugas lapangan (seperti diilustrasikan pada Gambar IV.12 dengan garis putus-putus), namun juga menyebabkan tidak terjadinya diskusidiskusi yang dapat memperkaya referensi dan petunjuk bagi petugas khususnya mitra baru. Hal ini menyebabkan peluang terjadinya aksi-aksi non kalkulasi oleh petugas sangat besar khususnya dalam melakukan pembingkaian pada karakteristik penduduk dan juga bentuk tulisan ke dalam kuesioner. Gambar IV.12 Jejaring pada Pelaksanaan SP2000 di Jawa Timur Gambar IV.12 diatas merupakan jejaring yang terbentuk saat pelaksanaan SP2000 di Jawa Timur. Aktor-aktor di lapangan tidak cukup banyak seperti jejaring di DKI Jakarta, hanya aktor-aktor yang distandarkan di seluruh daerah sensus. Untuk kotakota besar seperti Surabaya atau Sidoarjo, tidak hadirnya aktor lain selain petugas lapangan di lokal tersebut menyebabkan lemahnya daya kalkulasi dilapangan akibat aksi penolakan warga terhadap pelaksanaan pencacahan. Hal ini akhirnya menyebabkan lambatnya proses kalkulasi penduduk di kota-kota tersebut. Kekurangan pemenuhan peralatan (pinsil) petugas merupakan hal yang tidak dapat disepelekan. Saat petugas kekurangan pinsil, dimana tidak di semua daerah petugas dapat membeli jenis pinsil yang distandarkan scanner karena kondisi daerah yang beragam, menyebabkan hadirnya jenis pinsil yang beragam saat pencacahan. Ketidaksesuaian jenis pinsil yang digunakan petugas berakibat pada tulisan di kuesioner yang tidak kompatibel dengan scanner. Hadirnya sejumlah pinsil dengan 127

18 jenis (kualitas) yang ragam merupakan proses proliferasi yang melemahkan daya kalkulasi pada scanner. Setelah pencacahan pemasukan dokumen dilakukan secara berjenjang, setiap PCL menyerahkan dokumen/kuesioner langsung kepada PML dan kemudian PML menyerahkannya ke KSK. Mekanisme pemeriksaan dokumen yang dilakukan PML lebih diarahkan pada kelengkapan dokumen. Demikian halnya pada KSK dan PKSK, setelah menerima dokumen dari PML dan mencatat nomor blok dokumen yang diterimanya - untuk membantunya mengingat dokumen-dokumen yang telah masuk dari PML pemeriksaan dilakukan hanya memperhatikan kelengkapan isian dokumen. Setelah pemeriksaan, KSK membuat laporan pengiriman kuesioner dan mengirimkan kuesioner ke BPS tingkat II. Di BPS Tingkat II, dilakukan pemeriksaan kembali oleh para staf pada kelengkapan pengiriman dokumen yang disesuaikan dengan laporan pengiriman dokuman oleh KSK. Selanjutnya Seksi TU, membuat laporan pengiriman dokumen untuk mengirimkan dokumen ke Pusat Pengolahan. Pemeriksaan dan pencatatan identitas dan jumlah dokumen yang dilakukan mulai dari KSK, dan BPS Tingkat II merupakan aksi-aksi kalkulasi untuk mengurangi peluang terjadi hilangnya dokumen-dokumen saat masih di lapangan. IV.4.3 Pengolahan data SP2000 Pendistribusian beban tugas yang tidak berimbang dan tidak tersedianya sarana dan petugas yang cukup jumlahnya pada puslah-puslah di Jawa Timur berpeluang melemahkan kinerja pengolahan di BPS Jawa Timur, yaitu tidak terkalkulasinya hasil pencacahan SP2000. Pada masing-masing Puslah Tingkat II diberikan tanggungjawab mengolah dokumen yang berasal dari 5 atau 6 BPS Tingkat II lainnya, namun pada Puslah Propinsi dokumen yang diolah berasal dari 15 BPS Tingkat II. Pengolahan di Puslah tingkat II yang didukung 2 buah scanner dan 8-10 PC mampu menyelesaikan proses pengolahan sebelum waktu yang ditetapkan berakhir. Namun pada Puslah Propinsi yang didukung 4 buah scanner dan 20 PC mengalami keterlambatan yang cukup lama, sehingga menyebabkan penyelesaian 128

19 pekerjaan keseluruhan pengolahan SP2000 di wilayah Jawa Timur mengalami keterlambatan. Berikut analisa kasus pengolahan di Puslah Propinsi ; Keputusan mengolah dokumen yang sangat banyak di Puslah Propinsi tidak diimbangi dengan tersedianya sarana-sarana penataan (rak-rak) dan penyimpanan (gudang) yang dibutuhkan dan letaknya yang tersebar tidak pada lokasi yang sama. Dokumen yang masuk dari BPS Tingkat II diterima oleh tim pengelola dokumen (staf-staf TU). Tim memeriksa dokumen dengan menyesuaikan laporan pengiriman dokumen dengan master blok yang dimiliki tim. Setelah dokumen lengkap tim pengelola menandatangani laporan pengiriman dokumen dari BPS Tingkat II dan mencatatnya pada lembar master blok. Dokumen kemudian di batch dan dimasukkan pada dus-dus besar dan dikirim ke ruang-ruang edit. Sebagian dokumen tidak langsung masuk proses edit, oleh tim diletakkan pada rak-rak di ruang terbuka bahkan sebagian diletakkan tersebar di lantai dikarenakan rak-rak yang ada jumlahnya terbatas. Peletakkan dokumen yang tidak teratur ini merupakan aksi-aksi non kalkulasi yang membuat sulitnya petugas mengakses atau menelusuri dokumen yang hendak dicari. Dokumen yang menunggu untuk diproses kembali pada saat verifikasi dan validasi, juga diletakkan pada rak-rak di ruang terbuka tersebut dan diletakkan tersebar di lantai yang juga menyebabkan sulitnya penelusuran dokumen. Ruangan terbuka dan peletakkan yang tersebar di lantai, dan tidak adanya petugas khusus yang mengawasi dokumen, dalam waktu tidak lama akan menyebabkan menurunnya kualitas kertas, akibat kelembaban atau udara kotor. Hal ini lah yang menyebabkan sejumlah dokumen ditemukan rusak bahkan dimakan rayap, dan hal ini meyebabkan sebagian petugas harus menyalinnya kembali pada lembar kuesioner yang baru, dimana hal ini menyita banyak waktu. Tidak tersedianya sarana penyimpanan yang cukup dan mekanisme pengelolaan dokumen yang tidak teratur atau tidak tertata baik, merupakan aksi-aksi non kalkulasi yang melemahkan proses kalkulasi pada Puslah Jawa Timur. Lamanya waktu tunggu dokumen untuk masuk proses editing, lebih dikarenakan tidak berimbangnya kemampuan editor dengan jumlah dokumen. Keputusan Kabid P3S untuk melibatkan seluruh staf bidang-bidang di awal pelaksanaan yang tidak 129

20 dimbangi dengan petimbangan pekerjaan rutin yang tetap harus dikerjakan oleh stafstaf di bidang tersebut merupakan aksi non kalkulasi. Dampak nya, membuat sebagian besar editor membawa dokumen ke luar ruangan untuk mengeditnya dirumah mereka masing-masing, hal ini menyebabkan mobilitas dokumen semakin tersebar. Ini merupakan aksi-aksi non kalkulasi para editor. Gambar IV.13 Jejaring pada Awal Proses Pengolahan data di Jawa Timur Gamba IV.13 diatas merupakan jejaring yang terbentuk saat awal proses pengolahan. Fungsi pengawasan utama diaksikan Kabid P3S untuk seluruh aktor yang tersebar di berbagai ruangan. Dikarenakan tidak adanya aktor-aktor lain (supervisor atau alat kontrol) yang didelegasikan penuh untuk mengontrol di setiap ruangan, menyebabkan lemahnya kontrol dan relasi terutama pada para petugas. Lemahnya kontrol/pengawasan dan relasi antar aktor-aktor, berpeluang menghadirkan aksi-aksi non kalkulasi terutama dari petugas, yang akhinya melemahkan kalkulasi di Puslah Jatim. Di Puslah Jawa Timur proses scanning, recognition, verifikasi dan validasi dilaksanakan terpusat di ruang pengolahan yang dilaksanakan oleh staf-staf P3S dan para mitra. Dengan seorang petugas pengawas yang mengawasi seluruh staf dan mitra dan sirkulasi dokumen, dan ketiadaan alat-alat kontrol kinerja petugas menyebabkan konektivitas dan relasi dengan para petugas tidak terjalin. Hal ini memberikan peluang akan hadirnya aksi-aksi non kalkulasi terutama dari petugas dengan tidak disiplin dalam melakukan tugasnya. Pengawas pun hanya membuat laporan mingguan bagi Kabid menyebabkan lemahnya kendali pada perjalanan proses pengolahan. 130

21 Tidak adanya petugas atau tim khusus yang mengelola sirkulasi dokumen baik dari gudang maupun dari ruang-ruang editing menyebabkan terhambatnya aliran dokumen masuk ke ruang pengolahan. Yang akhirnya menghambat kinerja di ruang pengolahan. Tidak tersedianya rak-rak pada ruang pengolahan, menyebabkan dokumen-dokumen yang telah di scan namun hasilnya bermasalah harus diletakkan di luar ruang pengolahan dan di ruang terbuka yang dibelakang kantor. Tidak tersedianya rak-rak dan peletakkan dokumen yang tersebar, merupakan aksi-aksi non kalkulasi yang menyebabkan sulitnya petugas-petugas dalam mengakses dan menelusuri dokumen ketika hendak memperbaiki kesalahan-kesalahan, hal ini juga dikarenakan tidak adanya petugas khusus yang mensirkulasikan dokumen. Hal ini tentunya membuat tersita banyak waktu petugas dan akhirnya memperlambat jalannya proses kalkulasi. Selain itu keterbatasan sarana PC dan petugas untuk proses verfikasi dan validasi di Puslah Jawa Timur dan tidak beroperasi dalam 3 shift menyebabkan lambatnya kinerja pengolahan, sehingga hasil pencacahan SP2000 tidak terkalkulasi pada kurun waktu yang ditetapkan. Pembaharuan. Hadirnya Kepala Kantor menggantikan Kabid P3S, menghadirkan fungsi kendali pada proses pengolahan selanjutnya. Mengeluarkan staf-staf yang tidak mampu dan melibatkan staf yang mampu merupakan keputusan yang meningkatkan ketegaran jejaring dalam menghasilkan kinerja kalkulasi. Gambar IV.14 merupakan ilustrasi jejaring yang terbentuk di ruang pengolahan (ruang Bidang P3S) saat pembaharuan. Dengan memusatkan kegiatan pengolahan di ruang Bidang P3S termasuk memindahkan dokumen-dokumen di ruang pengolahan, menambah mitra-mitra statistik dan membentuk tim-tim pengolahan (tim receivingbatching, tim editing, tim scanning, tim verifikasi-validasi) yang masing-masing dipimpin seorang koordinator yang sepanjang hari mendampingi petugas, menghadirkan buku laporan petugas membuat kontrol terhadap kinerja petugas 131

22 dapat dilakukan. Semua ini merupakan aksi-aksi kalkulasi yang meningkatkan ikatan relasi aktor-aktor di Puslah Propinsi dalam menghasilkan efek kalkulasional. Gambar IV.14 Jejaring pada Pertengahan Proses Pengolahan data di Jawa Timur Proses Pengolahan di Puslah Tuban. Proses Pengolahan yang berlangsung pada Puslah Tuban terpusat di gedung kantor termasuk penyimpanan dokumen sementara yang dilakukan di gudang kantor. Semua ini membuat mobilitas petugas dan dokumen dapat diminimalisasi. Pada Puslah Tuban proses pengolahan mulai receiving hingga validasi dijalankan seluruh staf dengan dibantu beberapa mitra lama yang dikelompokkan dalam tim-tim kerja. Namun editing dokumen telah dilaksanakan di Tingkat II pengirim dokumen, hal ini meringankan beban pengolahan Puslah Tuban. Dengan adanya penentuan target tugas yang harus dikerjakan masing-masing petugas dalam tim-tim kerja selama kurun waktu pengolahan, membuat terjadinya pendistribusian beban kerja yang ada dan terkalkulasinya hasil pencacahan yang membuat totalisasi dapat dihasilkan sesuai waktu nya. Proses Pengolahan di Puslah Madiun. Pada Puslah Madiun, proses pengolahan juga dijalankan seluruh staf dan mitra. Namun Puslah Madiun merekrut lebih banyak mitra daripada Puslah Tuban, walaupun demikian mereka merupakan mitra-mitra lama BPS Kabupaten Madiun, sehingga sarat akan referensi akan kegiatan pengolahan di BPS untuk melakukan aksi-aksi kalkulasi. Selain itu, sebagian besar mereka juga masih merupakan kerabat 132

23 keluarga dari staf, sehingga relasi antar petugas mitra dan staf terjalin kuat dan semangat bekerja sama yang baik antara staf dan mitra-mitra pengolahan pun sudah sejak lama tercipta di BPS Kabupaten Madiun. Semuanya ini meningkatkan ketegaran relasi jejaring yang menghasilkan efek kalkulasi di Puslah Madiun. Dengan terpusatnya tempat proses pengolahan di Puslah Madiun yaitu di gedung kantor termasuk penyimpanan dokumen sementara yang dilakukan di gudang kantor, membuat mobilitas petugas dan dokumen dapat diminimalisasi, yang akan meng-efisienkan waktu pengolahan. IV.4.4 Rangkuman Hadirnya petugas-petugas baru yang cukup banyak, tanpa disertai adanya pengawasan, pendampingan dan pertemuan rutin selain menyebabkan tidak terjalin kuat relasi antar petugas, juga berpeluang hadirnya aksi-aksi non kalkulasi petugas dalam melakukan pembingkaian di lapangan. Tersebarnya proses pengolahan di berbagai ruang yang tidak disertai pengawasan penuh, tidak adanya objek pengontrol, dan tidak adanya aktor penghubung antar ruang khususnya yang mensirkulasikan dokumen, menyebabkan lemahnya relasi antar aktor yang menghambat proses kalkulasi. Tidak tersedianya rak-rak penataan dokumen di ruang-ruang pengolahan dan tidak adanya petugas khusus yang mengatur dokumen, menyebabkan tersebarnya dokumen, hal ini menyebabkan sulitnya akses ataupun penelusuran dokumen, yang menyebabkan penyitaan waktu yang cukup banyak saat melakukan perbaikan data. Tidak adanya aktor supervisor, alat kontrol petugas dan dokumen saat proses pengolahan berjalan, menyebabkan peluang aksi-aksi non kalkulasi terjadi seperti membawa keluar dokumen dari kantor, dimana berpeluang menyebabkan hilangnya dokumen. Pelaksanaan editing, yang hanya memfokuskan pada konsistensi isian data, membuat asian pada kuesioner tidak siap dengan scanner. Aksi-aksi non kalkulasi yang telah dilakukan sejak persiapan sampai pada pengolahan membuat tidak terkalkulasinya hasil pencacahan dalam kurun waktu yang ditentukan. 133

24 IV.5 Jaringan Kalkulasi SP2000 di DI Yogyakarta IV.5.1 Persiapan SP2000 Seperti pada daerah lainnya, pada tahap persiapan SP2000 seluruh BPS Tingkat II di Propinsi DI Yogyakarta bersama para KSK nya merekrut mitra statistik. Para KSK memprioritaskan terlebih dahulu mitra lama. Untuk itu Daftar mitra lama kembali dibuka untuk memperoleh nama-nama mitra lama. Para KSK juga merekrut mitramitra baru dengan berkoordinasi dengan pihak kecamatan, desa bahkan RW/RT. Seluruh mitra yang telah dihimpun, kemudian diberikan pendisiplinan melalui pelatihan petugas. Gambar IV.15 Jejaring pada Persiapan SP2000 di DI Yogyakarta Gambar IV.15 diilustrasikan jejarig yang terbentuk saat Persiapan SP2000 di DIY. Kepala BPS DIY melakukan koordinasi dengan Kepala Pemprov. DIY, dan koordinasi tersebut juga dilaksanakan di masing-masing Tingkat II yang menghasilkan dukungan dalam kegiatan SP2000. Salah satu dukungan yaitu dengan membantu perekrutan mitra-mitra statistik baru. Relasi kerja sudah terbangun secara informal antara KSK dengan pemerintah setempat yang hal ini memudahkan dilakukannya mobilisasi warga untuk menjadi mitra statistik, sehingga sekalipun KSK melakukan penyeleksian petugas, kebutuhan akan jumlah petugas yang cukup 134

25 banyak masih terpenuhi. Penyeleksian ini bagi BPS DIY sangat penting untuk mendapatkan petugas yang disipln sesuai dengan kualifikasi petugas SP2000. IV.5.2 Pelaksanaan SP2000 Proses pencacahan di Propinsi DIY dapat berjalan tanpa menemui banyak hambatan. Pencacahan dilaksanakan PCL pada setiap individu dan rumahtangga. Pengawasan dan pendampingan oleh PML pada PCL di lapangan dan pertemuan rutin dengan KSK merupakan aksi-aksi untuk menghindari penyimpangan atau aksi non kalkulasi oleh petugas PCL saat melakukan pembingkaian karakteristik penduduk SP2000. Penyeleksian bentuk tulisan saat perekrutan petugas dinilai sangat bermanfaat saat pencacahan, dimana ketika pertemuan petugas tidak ditemukan adanya permasalahan yang berhubungan dengan kesulitan bentuk penulisan. Pemahaman KSK tentang bagaimana sistem scanner bekerja membuatnya memutuskan untuk melakukan penyeleksian petugas baru yang sesuai dengan kualifikasi sistem scanner. Kehadiran staf BPS Kab/Kota pada pertemuan petugas yang mendiskusikan kaitan kondisi hasil lapangan (baik bentuk tulisan maupun isian dalam kuesioner) terhadap proses pengolahan, merupakan upaya-upaya yang mengarahkan seluruh petugas lapangan pada keseluruhan rangkaian kegiatan SP2000. Gambar IV.16 mengilustrasikan jejaring yang terbentuk pada pelaksanaan SP2000 di DI Yogyakarta. Gambar IV.16 Jejaring pada Pelaksanaan SP2000 di DI Yogyakarta Setelah pencacahan pemasukan dokumen dilakukan secara berjenjang, setiap PCL menyerahkan dokumen/kuesioner langsung kepada PML dan kemudian PML 135

26 menyerahkannya ke KSK. Oleh PML dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan isian nya dan melakukan perbaikan bentuk tulisan kepada setiap lembar kuesioner, sehingga ketidaklengkapan pada isian kuesioner dan kesalahan bentuk tulisan sudah dilakukan mulai sejak dilapangan, dimana hal ini merupakan aksi kalkulasi yang mereduksi penyimpangan yang dilakukan petugas pencacah saat memasukkan data kedalam kuesioner. Ini merupakan upaya yang mengkondisikan kuesioner kompatibel terhadap sistem scanner. Setelah pemeriksaan dilakukan, PML menyerahkan dokumen pada KSK. Oleh KSK dan PKSK kuesioner diperiksa kembali terutama pada kelengkapan isian pada kuesioner. Setelah pemeriksaan, KSK membuat rekapitulasi seluruh dokumen dengan mencatat seluruh identitas dokumen dan jumlah lembar dokumen. Dengan dasar rekapitulasi tersebut, KSK membuat laporan pengiriman kuesioner dan mengirimkan kuesioner ke BPS tingkat II. Pemeriksaan dan pencatatan identitas dan jumlah dokumen yang dilakukan PML dan KSK merupakan aksi-aksi kalkulasi untuk mengurangi peluang terjadi hilangnya dokumen-dokumen saat masih di lapangan. Pencatatan yang cermat dan teliti oleh KSK merupakan aksi kalkulasi yang membuat pelacakan dan penelusuran dokumen di lapangan dapat dilakukan dengan mudah. IV.5.3 Pengolahan data SP2000 Tahapan pengolahan di DIY telah berlangsung sejak di lapangan, dimana sebagian proses editing telah dilakukan oleh PML dan KSK di lapangan dengan memeriksa dan memperbaiki tulisan pada setiap lembar kuesioner. Hal ini merupakan upaya mereduksi penyimpangan pada isian data dan bentuk karakter tulisan pada kuesioner, yang akan mengkondisikan isian dalam kuesioner kompatibel terhadap sistem scanner sejak di lapangan. 136

27 Gambar IV.17 Jejaring pada Pengolahan Data SP2000 di DI Yogyakarta Pengerahan seluruh staf Propinsi dan membagi mereka dalam kelompok-kelompok kerja, yang masing-masing kelompok menangani tahapan pengolahan tertentu dan setiap petugas diberikan target pekerjaan dalam sehari, merupakan keputusan yang mendistribusikan pekerjaan secara teratur dan terfokus. Dengan staf-staf yang sudah berpengalaman dengan proses pengolahan, mereka sarat akan referensi praktekpraktek pengolahan, yang memudahkannya dalam melakukan aksi-aksi kalkulasi. Sirkulasi dokumen/ kuesioner sejak awal menjadi perhatian bagi Puslah di BPS DIY. Daftar pencatatan arus kuesioner keluar dan masuk gudang menjadi tool untuk menelusuri keberadaan kuesioner. Dengan penomoran batch pada tiap dus kuesioner yang tidak hanya dilekatkan pada permukaan dus saja seperti yang sudah diarahkan pada Buku Pedoman, namun juga menuliskan nomor batch di bagian sisi dus (hal ini dilakukan karena batch kuesioner akan disusun dengan permukaan dus menghadap ke atas, yang dimaksudkan untuk menghemat tempat) maka akan mempermudah petugas dalam mencari nomor-nomor batch tertentu di gudang. Setiap perpindahan dokumen yang beralih dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya yang melalui rak, dimana fungsi rak telah menjadi media yang merelasikan tahapan pengolahan dan hadirnya Daftar pengambilan kuesioner menjadi media perekam proses perpindahan dokumen, yang menjadi tool bagi pengawasan. 137

28 Keputusan untuk melakukan editing terhadap seluruh lembar kuesioner yang ada membuat kuesioner mengalami penambahan dalam hal kualitas baik tulisan maupun isian data, dimana hal tersebut semakin mengkondisikan isian pada kuesioner kompatibel terhadap scanner. Meskipun proses editing dilakukan seluruh staf yang tersebar di ruang bidang-bidang, namun dengan adanya pembagian jumlah batch per petugas, memaksa para staf untuk menyelesaikan tugas tersebut. Dan dengan adanya Daftar Pengolahan, merelasikan seluruh petugas pada proses pengolahan dan daftar tersebut menjadi tool bagi pengawas dalam mengontrol pekerjaan seluruh petugas dan jumlah dokumen yang diolahnya. Daftar tersebut diperiksa dengan intensif oleh pengawas, sehingga kinerja seluruh petugas dapat diketahui perkembangannya setiap saat. Keputusan yang hanya menyerahkan proses scanning pada tiga orang staf mempermudah dilakukannya kontrol pada kinerja mesin scanner, dan juga membuat ikatan yang kuat bagi operator pada bagian-bagian mesin, sehingga apabila mesin mengalami permasalahan, dapat mudah ditelusuri sumber permasalahannya dan tidak menghambat jalannya proses pengolahan. Mesin scanner sendiri merupakan aktor teknis yang terpunktualisasikan. Dengan proses editing yang dilakukan sejak dari lapangan pada setiap lembar kuesioner, membuat semakin mengkondisikan kuesioner kompatibel terhadap scanner, dan akhirnya membuat karakter dalam citra elektronik yang harus diperbaiki atau diedit saat di tahap verifikasi maupun di tahap validasi menjadi berkurang. Hal ini juga mengurangi mobilitas dokumen yang akhirnya berdampak pada efisiensi waktu pengolahan. IV.5.4 Rangkuman Berbagai aktor-aktor heterogen di lapangan secara kolektif malakukan aksi-aksi kalkulasi menghasilkan terkalkulasinya penduduk sesuai waktu yang ditentukan Pemeriksaan kelengkapan dokumen dan isiannya yang dilakukan berjenjang mulai dari lapangan sampai tingkat editor, merupakan upaya mengatasi 138

29 terjadinya aksi-aksi non kalkulasi petugas baik dalam pengiriman dokumen, maupun pengisian data penduduk dan penulisan bentuk karakter pada kuesioner. Pengaturan sirkulasi dokumen dengan baik dan tersedianya sarana-sarana penataan dan penyimpanan dokumen, memudahkan petugas dalam mengakses dan menelusuri dokumen yang dibutuhkan, yang membuat efisiensi pada waktu. Pengerahan seluruh staf dan penentuan target tugas pada seluruh petugas merupakan pendistribusian beban tugas sehingga hasil pencacahan dapat terkalkulasikan pada kurun waktu yang ditentukan. IV.6 Jaringan Kalkulasi SP2000 di Jawa Barat IV.6.1 Persiapan SP2000 Seperti BPS Propinsi lainnya, BPS Jawa Barat juga melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, namun koordinasi yang tersebut lebih bersifat formal melalui surat-surat dan pertemuan resmi. Hubungan koordinasi yang lemah ini menyebabkan dukungan dalam perekrutan mitra juga lemah. Kebutuhan mitra yang cukup banyak menyulitkan KSK dalam memenuhi jumlah mitra yang dibutuhkan di kecamatan tersebut. Setelah menghimpun mitra-mitra, BPS Jawa Barat mendisiplinkan para mitra tersebut melalui pelatihan petugas yang diadakan di seluruh BPS tingkat dua. Namun BPS Jawa Barat tidak melakukan penyeleksian pada para mitra tersebut, untuk mendapatkan petugas lapangan yang memenuhi kualifikasi yang ditentukan untuk kegiatan SP2000. Gambar IV.18 dibawah ini merupakan jejaring yang terbentuk saat persiapan SP2000 di Propinsi Jawa Barat. 139

30 Gambar IV.18 Jejaring pada Persiapan SP2000 di Jawa Barat IV.6.2 Pelaksanaan SP2000 Pada pelaksanaan SP2000, seluruh petugas PCL beraksi mengkalkulasikan penduduk di wilayah tugasnya masing-masing. Peta blok sensus menjadi media yang menunjuk batas-batas wilayah tugas setiap petugas. Di Jawa Barat pengawasan dan pendampingan kepada petugas PCL jarang dilakukan PML. Selain itu, dikarenakan medan yang cukup luas yang dan sebagian cukup sulit dijangkau, menyebabkan pertemuan rutin seluruh petugas juga sulit untuk dilakukan. Kontrol yang lemah dan tidak adanya pertemuan rutin ini melemahkan relasi KSK dengan petugas di lapangan (diilustrasikan sebagai garis putus-putus pada Gambar IV.19), yang berpeluang menghadirkan aksi-aksi non kalkulasi dari petugas. Dibawah ini merupakan jejaring yang terbentuk saat pelaksanaan SP2000 di Jawa Barat. Gambar IV.19 Jejaring pada Pelaksanaan SP2000 di Jawa Barat 140

31 Setelah pencacahan, dokumen diserahkan PCL kepada PML, dan dari PML dokumen diserahkan ke KSK. KSK menganggap dokumen telah diperiksa oleh PML, karena itu KSK tidak melakukan pemeriksaan lengkap hanya secara sampel saja. Setelah itu dokumen dimasukkan ke dalam dus untuk dikirim ke Puslah. Tidak dilakukannya pemeriksaan dokumen secara lengkap di lapangan dan tidak adanya pencatatan dokumen yang masuk dan dikirim, berpeluang besar terjadinya kehilangan dokumen di lapangan, ini merupakan aksi non kalkulasi KSK bersama para PML, yang akan menyebabkan sulitnya penelusuran dokumen. Para petugas lapangan, termasuk KSK, di BPS Jawa Barat lebih heterogen dalam hal pemahaman praktek sensus/survei di lapangan. Pemahaman tersebut tidak bisa hanya berdasarkan pemahaman pada pedoman saja, namun lebih banyak terbentuk dari susunan referensi-referensi yang diterimanya dari kegiatan-kegiatan sensus/ survei sebelumnya. Sebagian petugas yang sarat akan referensi, memiliki suatu persepsi yang menyeluruh terhadap kegiatan sensus dan akan mendorongnya untuk disiplin, sedangkan mereka yang baru, memiliki persepsi bahwa kegiatan sensus sebatas pekerjaan yang mereka lakukan, dan hal ini akhirnya mempengaruhi aksi nya saat di lapangan. Seorang petugas itu sendiri merupakan aktor yang terpunktualisasikan, yang aksinya dipengaruhi oleh susunan referensi dan petunjuk yang dimilikinya. IV.6.3 Pengolahan data SP2000 Meskipun BPS Jawa Barat memiliki enam Puslah, namun penunjukkan puslah tingkat dua yang hanya mempertimbangkan bahwa daerah yang jumlah dokumennya besar untuk mengolah sendiri dengan didukung satu set scanner (1 mesin scanner dengan 2 PC), tanpa menyediakan sarana-sarana (rak-rak, ruang, PC-PC) dan juga tenaga petugas yang cukup, berpeluang tidak terkalkulasinya hasil pencacahan SP2000 pada waktu yang ditentukan. 141

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab V. Kesimpulan dan Saran Bab V. Kesimpulan dan Saran V.1 Kesimpulan Menyikapi permasalahan pada perbedaan kinerja pengolahan data di beberapa daerah penyelenggara SP2000 dengan mengadopsi mesin scanner, penelitian ini mempelajari

Lebih terperinci

Bab III. Deskripsi Penelitian di Empat Daerah Penyelenggara SP2000 : Sosio Teknogram Implementasi Scanner. III.1 Pendahuluan

Bab III. Deskripsi Penelitian di Empat Daerah Penyelenggara SP2000 : Sosio Teknogram Implementasi Scanner. III.1 Pendahuluan Bab. Deskripsi Penelitian di Empat Daerah Penyelenggara SP2000 : Sosio Teknogram mplementasi Scanner.1 Pendahuluan Sebagaimana disampaikan pada Bab 2, fenomena sosio-teknis hadir melalui jejaring relasi

Lebih terperinci

ADOPSI MESIN SCANNER PADA SENSUS PENDUDUK 2000 ANALISIS JEJARING AKTOR TESIS EVI OKTAVIA NIM :

ADOPSI MESIN SCANNER PADA SENSUS PENDUDUK 2000 ANALISIS JEJARING AKTOR TESIS EVI OKTAVIA NIM : ADOPSI MESIN SCANNER PADA SENSUS PENDUDUK 2000 ANALISIS JEJARING AKTOR TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master dari Institut Teknologi Bandung Oleh EVI OKTAVIA NIM : 24007008

Lebih terperinci

PEDOMAN 2 SURVEI ANGKATAN KERJA NASIONAL (SAKERNAS) 2002 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BPS BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA

PEDOMAN 2 SURVEI ANGKATAN KERJA NASIONAL (SAKERNAS) 2002 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BPS BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA PEDOMAN 2 SURVEI ANGKATAN KERJA NASIONAL (SAKERNAS) 2002 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BPS BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Data ketenagakerjaan yang dihasilkan BPS dikumpulkan melalui

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i. DAFTAR GAMBAR... ii BAB I PENDAHULUAN Umum... 1 BAB II TAHAP PRA KOMPUTER... 2

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i. DAFTAR GAMBAR... ii BAB I PENDAHULUAN Umum... 1 BAB II TAHAP PRA KOMPUTER... 2 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Umum... 1 BAB II TAHAP PRA KOMPUTER... 2 2.1. Receiving dan Batching... 2 2.2. Editing dan Coding... 3 BAB III TAHAP INSTALASI...

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH BHINNEKA TU NGGAL IKA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGOLAHAN DATA PRA KOMPUTER SENSUS PERTANIAN 2013 BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENGOLAHAN DATA PRA KOMPUTER SENSUS PERTANIAN 2013 BAB I PENDAHULUAN 2013, No.730 4 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN SENSUS PERTANIAN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. dimulai dengan survei pendahuluan. Tahap ini merupakan langkah awal

BAB 4 PEMBAHASAN. dimulai dengan survei pendahuluan. Tahap ini merupakan langkah awal BAB 4 PEMBAHASAN 4.1. Survei Pendahuluan Pelaksanaan audit manajemen pada PT. MJPF Farma Indonesia akan dimulai dengan survei pendahuluan. Tahap ini merupakan langkah awal dalam mempersiapkan dan merencanakan

Lebih terperinci

SPPLH dan. Kepalaa BPS Kabup. paten/kota

SPPLH dan. Kepalaa BPS Kabup. paten/kota SPPLH 2013 SURVEI PERILAKU PEDULI LINGKUNGANN HIDUP 2013 Buku I. Pedoman Kepala BPS Provinsi dan Kepalaa BPS Kabup paten/kota BADAN PUSAT STATISTIK Pedoman Kepala BPS Provinsi dan Kepala BPS Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. Tahapan Pra Komputer 1.1. Mekanisme Dokumen ST Penerimaan Dokumen 1.3. Batching 1.4. Penyimpanan 1.5.

DAFTAR ISI. I. Tahapan Pra Komputer 1.1. Mekanisme Dokumen ST Penerimaan Dokumen 1.3. Batching 1.4. Penyimpanan 1.5. DAFTAR ISI I. Tahapan Pra Komputer 1.1. Mekanisme Dokumen ST2013 1.2. Penerimaan Dokumen 1.3. Batching 1.4. Penyimpanan 1.5. Editing Coding II. Tata Cara Editing Coding 2.1. Umum 2.2. ST2013-P a. Blok

Lebih terperinci

SENSUS PERTANIAN 2013 EVALUASI PASCA SENSUS

SENSUS PERTANIAN 2013 EVALUASI PASCA SENSUS SENSUS PERTANIAN 2013 EVALUASI PASCA SENSUS PENCACAHAN LENGKAP RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN PEDOMAN KOORDINATOR TIM (ST2013-PES.KORTIM) BADAN PUSAT STATISTIK KATA PENGANTAR Evaluasi Pasca Sensus ST2013

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN PENDUDUK NON PERMANEN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN PENDUDUK NON PERMANEN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN PENDUDUK NON PERMANEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

Inventarisasi dan Pendataan Calon Penghuni Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Direktif Presiden di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2013

Inventarisasi dan Pendataan Calon Penghuni Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Direktif Presiden di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Inventarisasi dan Pendataan Calon Penghuni Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Direktif Presiden di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2013 ABSTRAKSI Setelah Timor Timur berpisah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 61 2014 SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SERTA RINCIAN TUGAS JABATAN PADA BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2016 Kepala Badan Pusat Statistik. Dr. Suryamin, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2016 Kepala Badan Pusat Statistik. Dr. Suryamin, M.Sc. KATA PENGANTAR Kegiatan Pendaftaran Usaha/ Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 (Listing SE2016) merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan Sensus Ekonomi Tahun 2016. Kegiatan Listing SE2016 dimaksudkan

Lebih terperinci

Jurnal Sensus Penduduk 2010

Jurnal Sensus Penduduk 2010 Jurnal Sensus Penduduk 2010 Jurnal ini mendokumentasikan catatan penulis mengenai Sensus penduduk 2010 (SP2010) selama bulan puncak kegiatan, May 2010. Penulis beruntung terlibat dalam kegiatan teknis

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN

Lebih terperinci

Indonesia - Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 Maret (KOR)

Indonesia - Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 Maret (KOR) Katalog Datamikro - Badan Pusat Statistik Indonesia - Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 Maret (KOR) Laporan ditulis pada: January 28, 2016 Kunjungi data katalog kami di: http://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN

Lebih terperinci

SENSUS PERTANIAN 2013

SENSUS PERTANIAN 2013 Katalog BPS: 1402004 SENSUS PERTANIAN 2013 PENCACAHAN LENGKAP RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN PEDOMAN KOORDINATOR TIM (ST2013-KORTIM) BADAN PUSAT STATISTIK KATA PENGANTAR Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN PENDUDUK NONPERMANEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN PENDUDUK NONPERMANEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

PEDOMAN MANAJEMEN DATA

PEDOMAN MANAJEMEN DATA RISET KESEHATAN DASAR 2007 PEDOMAN MANAJEMEN DATA TIM RISET KESEHATAN DASAR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI JAKARTA 2007 DAFTAR ISI halaman Daftar isi ii Daftar Gambar

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG 0 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA PEKALONGAN NOMOR 66 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

Lebih terperinci

Draft 18 September 2017 PODES 2018 PEDOMAN PENCACAH BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA INDONESIA

Draft 18 September 2017 PODES 2018 PEDOMAN PENCACAH BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA INDONESIA Draft 18 September 2017 PODES 2018 PEDOMAN PENCACAH BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA INDONESIA PODES 2018 PEDOMAN PENCACAH BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA INDONESIA KATA PENGANTAR Buku pedoman ini merupakan

Lebih terperinci

URAIAN TUGAS KEPALA DAN STAFF REKAM MEDIS

URAIAN TUGAS KEPALA DAN STAFF REKAM MEDIS URAIAN TUGAS KEPALA DAN STAFF REKAM MEDIS A. KEPALA UNIT REKAM MEDIS 1. Nama Jabatan : Kepala Unit Rekam Medis 2. Unit Kerja : Sub bagian rekam medis 3. Ikhtisar Jabatan : Memimpin staff bagian rekam medis

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011 NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG : PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DAFTAR PERTANYAAN KUESIONER

LAMPIRAN I DAFTAR PERTANYAAN KUESIONER LAMPIRAN I DAFTAR PERTANYAAN KUESIONER Petunjuk Pengisian Pertanyaan terdiri dari 2 tipe, yaitu pertanyaan A dan pertanyaan B. Pertanyaan A merupakan pertanyaan umum. Bapak /Ibu dapat mengisi titik-titik

Lebih terperinci

Indonesia - Survei Sosial Ekonomi Nasional 2016 Maret (KOR)

Indonesia - Survei Sosial Ekonomi Nasional 2016 Maret (KOR) Katalog Datamikro - Badan Pusat Statistik Indonesia - Survei Sosial Ekonomi Nasional 2016 Maret (KOR) Laporan ditulis pada: December 14, 2016 Kunjungi data katalog kami di: http://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php

Lebih terperinci

WALIKOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 60 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 60 TAHUN 2009 TENTANG WALIKOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 60 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SERTA RINCIAN TUGAS JABATAN PADA

Lebih terperinci

STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PERPUSTAKAAN

STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PERPUSTAKAAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PERPUSTAKAAN Pembuatan perencanaan pembinaan dan pengembangan perpustakaan setiap awal tahun akademik : 1 Menyusun rencana kebijakan Ketua/ Sekretaris Program Studi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2017 pala Badan Pusat Statistik. Suhariyanto

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2017 pala Badan Pusat Statistik. Suhariyanto KATA PENGANTAR Buku Pedoman Pengawas ini disusun dalam rangka kegiatan Pendataan Usaha Mikro Kecil dan Usaha Menengah Besar Sensus Ekonomi 2016 ( Pendataan UMK dan UMB SE2016). Buku ini memuat pedoman

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

Uji Coba Post Enumeration Survey SE2016, 2015

Uji Coba Post Enumeration Survey SE2016, 2015 BADAN PUSAT STATISTIK Uji Coba Post Enumeration Survey SE2016, 2015 ABSTRAKSI Latar belakang kegiatan: Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) diselenggarakan secara bertahap dalam rangka mengidentifikasi populasi

Lebih terperinci

Batch Processing A. BATCH, ONLINE, REAL TIME PROCESSING

Batch Processing A. BATCH, ONLINE, REAL TIME PROCESSING Batch Processing A. BATCH, ONLINE, REAL TIME PROCESSING Batch processing adalah suatu model pengolahan data, dengan menghimpun data terlebih dahulu, dan diatur pengelompokkan datanya dalam kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2013 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 50 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

BUKU 2 PODES 2014 PEDOMAN PENCACAH BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA INDONESIA

BUKU 2 PODES 2014 PEDOMAN PENCACAH BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA INDONESIA BUKU 2 PODES 2014 PEDOMAN PENCACAH BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA INDONESIA BUKU 2 PODES 2014 PEDOMAN PENCACAH BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA INDONESIA KATA PENGANTAR Buku pedoman ini merupakan acuan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 504 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. I.1.1 Sensus Penduduk dan BPS

Bab I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. I.1.1 Sensus Penduduk dan BPS Bab I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Sensus Penduduk dan BPS Sesuai dengan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setiap negara diharapkan dapat melaksanakan sensus penduduk paling sedikit

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 61 2013 SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 64 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT SALINAN Menimbang : BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATA NASKAH DINAS ELEKTRONIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 51 TAHUN 2016

- 1 - BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 51 TAHUN 2016 - 1 - SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN

Lebih terperinci

PEDOMAN KOORDINATOR TIM (KORTIM) SENSUS PENDUDUK 2010

PEDOMAN KOORDINATOR TIM (KORTIM) SENSUS PENDUDUK 2010 Buku 5 PEDOMAN KOORDINATOR TIM (KORTIM) SENSUS PENDUDUK 2010 BADAN PUSAT STATISTIK Sensus Penduduk 2010 Mencacah Semua Penduduk dan Tiap Penduduk Hanya Sekali DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 30 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Merauke, Agustus 2010 Kepala BPS Kabupaten Merauke. Drs. P A R D J A N, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Merauke, Agustus 2010 Kepala BPS Kabupaten Merauke. Drs. P A R D J A N, M.Si. NIP KATA PENGANTAR Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab dalam menyediakan data statistik dengan menyelenggarakan kegiatan Sensus Penduduk sesuai dengan UU No 16 Tahun 1997. Laporan Hasil Sensus Penduduk

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 KABUPATEN BELU. Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN BELU

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 KABUPATEN BELU. Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN BELU HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 Data Agregat per Kecamatan Jumlah penduduk Belu berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 352 400 orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun KABUPATEN BELU KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN KELUARGA MISKIN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN KELUARGA MISKIN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN KELUARGA MISKIN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : WALIKOTA YOGYAKARTA, a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 71 2016 SERI : D PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA PADA DINAS PEMADAM KEBAKARAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 55 2010 SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 81 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA

Lebih terperinci

Perpustakaan umum kabupaten/kota

Perpustakaan umum kabupaten/kota Standar Nasional Indonesia Perpustakaan umum kabupaten/kota ICS 01.140.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN MANAJEMEN ORGANISASI SUMBER DAYA MANUSIA DI UNIT KERJA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH PONOROGO Khasyyati Setya Wardani (STIkes Buana Husada Ponorogo) Rumpiati (STIkes Buana Husada Ponorogo)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG DENGAN

Lebih terperinci

TATA CARA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK SEHUBUNGAN DENGAN BEROPERASINYA PPDDP

TATA CARA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK SEHUBUNGAN DENGAN BEROPERASINYA PPDDP LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE- 5 /PJ/2010 TENTANG : PENEGASAN PERLAKUAN ADMINISTRASI SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) UNTUK WAJIB PAJAK (WP) DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) PINDAH

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 82 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 82 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 82 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) - Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (Tahunan), 2015

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) - Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (Tahunan), 2015 BADAN PUSAT STATISTIK Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) - Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (Tahunan), 2015 ABSTRAKSI Salah satu survei yang diselenggarakan oleh BPS secara rutin setiap tahun adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Universitas Sumatera Utara Proses pembagian tugas pada lantai produksi dibagi menjadi 17 bagian, yaitu: 1. Direktur a. Merencanakan arah, strategi, dan kebijakan perusahaan dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. KONDISI LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN A. KONDISI LEMBAGA BAB I PENDAHULUAN A. KONDISI LEMBAGA Kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah suatu kegiatan yang termasuk dalam salah satu Tri Darma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Program

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN WEWENANG PENERBITAN KARTU KELUARGA KEPADA CAMAT DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga. kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga. kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun

Lebih terperinci

Pengumpulan Data Kehutanan Triwulanan, 2015

Pengumpulan Data Kehutanan Triwulanan, 2015 BADAN PUSAT STATISTIK Pengumpulan Data Kehutanan Triwulanan, 2015 ABSTRAKSI Data statistik perusahaan kehutanan sangat diperlukan dalam rangka penyusunan kebijakan pemerintah di subsektor kehutanan. Dengan

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

Pendataan Potensi Desa (Podes), 2014

Pendataan Potensi Desa (Podes), 2014 BADAN PUSAT STATISTIK Pendataan Potensi Desa (Podes), 2014 ABSTRAKSI Pendataan Podes telah dilaksanakan sejak tahun 1980 bersamaan dengan penyelenggaraan Sensus Penduduk 1980. Sejak saat itu, Podes dilaksanakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. METODOLOGI

1. PENDAHULUAN 2. METODOLOGI 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2005 BPS mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk melaksanakan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 (PSE 05), implementasi sebenarnya adalah pendataan

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

JUSTIFIKASI TEKNIS PENAMBAHAN TENAGA ASISTEN MANAJEMEN DATA DI KMW DAN KOORDINATOR KOTA UPP2-2

JUSTIFIKASI TEKNIS PENAMBAHAN TENAGA ASISTEN MANAJEMEN DATA DI KMW DAN KOORDINATOR KOTA UPP2-2 JUSTIFIKASI TEKNIS PENAMBAHAN TENAGA ASISTEN MANAJEMEN DATA DI KMW DAN KOORDINATOR KOTA UPP2-2 A. LATAR BELAKANG Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) I tahap I telah dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

Survei Perusahaan Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, 2014

Survei Perusahaan Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, 2014 BADAN PUSAT STATISTIK Survei Perusahaan Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, 2014 ABSTRAKSI Data statistik perusahaan kehutanan sangat diperlukan dalam rangka penyusunan kebijakan pemerintah di subsektor

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 81 2016 SERI : D PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 81 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA PADA DINAS KEPEMUDAAN DAN

Lebih terperinci

Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), 2016

Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), 2016 BADAN PUSAT STATISTIK Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), 2016 ABSTRAKSI Data ketenagakerjaan yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui sensus dan survei antara lain: Sensus Penduduk

Lebih terperinci

Indonesia - Sensus Penduduk 1980

Indonesia - Sensus Penduduk 1980 Katalog Mikrodata - Badan Pusat Statistik Indonesia - Sensus Penduduk 1980 Laporan ditulis pada: October 2, 2014 Kunjungi data katalog kami di: http://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php 1 Identifikasi

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 43 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengelolaan SDM yang dilaksanakan dengan baik di perusahaan dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Untuk itu, perlu dilakukan audit operasional atas fungsi SDM di

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Panel Maret, 2008

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Panel Maret, 2008 BADAN PUSAT STATISTIK Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Panel Maret, 2008 ABSTRAKSI Susenas Panel 2008 merupakan tahun pertama dari paket Susenas Panel 2008-2010. Rumah tangga sampelnya merupakan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sistem Pengendalian Intern At as Gaji dan Upah Sebelum penulis menguraikan lebih lanjut mengenai sistem pengendalian intern atas gaji dan upah, maka lebih

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR Diundangkan

Lebih terperinci

TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENYALURAN BERAS MISKIN DI KOTA SURABAYA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENYALURAN BERAS MISKIN DI KOTA SURABAYA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENYALURAN BERAS MISKIN DI KOTA SURABAYA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2011 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KEPEGAWAIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Lampiran 1: Hasil Wawancara 1 HASIL WAWANCARA 1. : Koordinator Bagian Teknis

Lampiran 1: Hasil Wawancara 1 HASIL WAWANCARA 1. : Koordinator Bagian Teknis Lampiran 1: Hasil Wawancara 1 HASIL WAWANCARA 1 Informan Jabatan : MA : Koordinator Bagian Teknis KOLEKSI DIGITAL: 1. Sejak kapan mengoleksi digital (full-text) Sejak tahun 2000, dengan menggunakan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga Pemerintah Non. Kementrian yang memiliki peran untuk menyediakan kebutuhan data bagi

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga Pemerintah Non. Kementrian yang memiliki peran untuk menyediakan kebutuhan data bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang memiliki peran untuk menyediakan kebutuhan data bagi pemerintah dan masyarakat.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.706, 2013 BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Standar Operasional Prosedur. Penyusunan. Pedoman PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Siklus penggajian merupakan salah satu aktivitas yang terdapat dalam fungsi Sumber Daya Manusia. Pengelolaan penggajian yang dilaksanakan dengan baik di perusahaan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci