DISKUSI MATA KULIAH GEMAR BELAJAR PKPU, ASURANSI & HUKUM LAUT DAGANG. 2. Yunita Octavia Siagian (2014)
|
|
- Erlin Sudjarwadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 DISKUSI MATA KULIAH GEMAR BELAJAR PKPU, ASURANSI & HUKUM LAUT DAGANG Pembicara :. Befry Sembiring (202) 2. Alex Coya (203) Pemateri :. Herman Gea (204) 2. Yunita Octavia Siagian (204) Moderator : David Pasaribu (204) Hukum Dagang Lanjutan A. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. PKPU Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat dengan PKPU, Sursence Van Betalling, Suspension of Payment). merupakan suatu lembaga dalam Hukum Kepailitan yang memberikan perlindungan terhadap debitur yang mempunyai kemauan untuk membayar utangnya dan beritikad baik. Melalui pengajuan PKPU, Debitur dapat terhindar dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaan dalam hal Debitur berada dalam keadaan insolven. PKPU sesungguhnya merupakan bentuk perlindungan terhadap debitur yang masih beritikad baik untuk membayar hutang-hutangnya kepada seluruh krediturnya. PKPU diatur dalam Pasal 222 s/d Pasal 294 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam Pasal 222 ayat () disebutkan bahwa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini dapat diajukan oleh:. Debitur Debitur yang mempunyai lebih dari (satu) Kreditur yang tidak dapat, atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sutan Remy Syahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissesments Verordening Juncto Undangundang No. 4 Tahun 998, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal.32.
2 atau PKPU, dengan maksud untuk mengajukan Rencana Perdamaian, yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruhnya kepada Kreditur Kreditur Kreditur yang memperkirakan bahwa Debitur tersebut tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon ke Pengadilan Niaga agar kepada Debitur diberi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, untuk memungkinkan si Debitur mengajukan Rencana Perdamaiannya kepada mereka, yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya kepada kreditu-krediturnya Pengecualian terhadap, Debitur Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, 4 maka: a. Dalam hal debiturnya adalah Bank, maka Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh Kreditur terhadap bank tersebut, atau Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh Debitur bank ini sendiri, hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia 5 b. Dalam hal debiturnya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang debitur ini atau oleh krediturnya, hanya dapat diajukan oleh atau melalui Badan Pengawas Pasar Modal 6 c. Dalam hal debiturnya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan public, maka Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh debitur ini atau oleh para krediturnya, hanya dapat diajukan oleh atau melalui Menteri Keuangan. 7 Pada dasarnya, maksud dari pemberian PKPU kepada debitur adalah adalah agar si debitur yang berada dalam keadaan Insolven (insolvency), mempunyai kesempatan untuk 2 Pasal 222 ayat (2) UU No. 37 Tahun Pasal 222 ayat (3) UU No.37 Tahun Pasal 223 UU No. 37 Tahun Pasal 2 ayat (3) UU No. 37 Tahun Pasal 2 ayat (4) UU No. 37 Tahun Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004
3 mengajukan suatu Rencana Perdamaian, baik berupa tawaran untuk pembayaran utang secara keseluruhan ataupun sebagian atas utangnya, Oleh karena itu, PKPU merupakan kesempatan bagi si debitur untuk melunasi atau melaksanakan kewajibannya atas utang-utang tersebut, sehingga si debitur tersebut tidak sampai dinyatakan pailit. 8 Terkait dengan pengajuan permohonan PKPU, terdapat perkembangan yang cukup menarik dalam pengajuan Permohoan PKPU. Apabila dalam Faillissement Verordening dan dalam UU No. 4 Tahun 998, permohonan PKPU hanya dapat diajukan oleh debitur maka dalam UU No 37. Tahun 2004, permohonan PKPU dapat diajukan oleh debitur dan kreditur. Hal ini tentu menjadi kajian yang menarik untuk mengetahui mengapa pihak kreditur diberikan kewenangan untuk mengajukan permohonan PKPU padahal yang mengetahui kondisi kesehatan suatu perusahaan hanyalah debitur itu sendiri. Pemberian kewenangan kepada si kreditur agar dapat memohonkan PKPU bagi debiturnya, membawa arti bahwa utang si debitur dapat terbayarkan kepada kreditur dengan cara yang sesuai dengan kondisi dan situasi si debitur saat itu, dan bila si debitur dan krediturnya beritikad baik, maka harapan kedua belah pihak itu adalah tercapainya Rencana Perdamaian yang dapat mengcover kewajiban debitur dan hak kreditur, yang kemudian apat disetujui secara bersama dalam rapat perdamaian dan dilakukan pengesahan perdamaian itu oleh Pengadilan Niaga (homologasi). 9 Diberikannya kesempatan bagi para kreditur untuk mengajukan permohonan PKPU dalam UU No. 37 Tahun 2004 sebagai bentuk pemberian keadilan dan kepastian hukum bagi kreditur dan debitur telah dilakukan dalam berbagai perkara kepailitan dan PKPU, termasuk diantaranya adalah Putusan No. 05/PKPU/PN.Niaga-Medan, yang diajukan oleh kreditur perusahaan dan debitur perseorangan. Putusan ini menarik untuk dikaji dengan alasan sampai saat ini putusan ini merupakan satu-satunya permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditur di Pengadilan Niaga Medan. 8 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 200), hal Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 200), hal. 42.
4 2. Syarat Pengajuan PKPU Syarat pengajuan PKPU ada 2 syarat yakni; adanya 2 kreditur atau lebih, dan utang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, telah menunjukkan adanya unsur keadilan yang dibangun didalamnya. Para kreditur konkuren maupun kreditur lain yang haknya didahulukan, memberi kesempatan kepada Debitur untuk merestrukturisasi utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih sesuai dengan situasi dan kondisi Debitur saat itu, dengan syarat utama dalam PKPU adalah adanya kemauan, itikad baik, dan kooperatif Debitur, dan para kreditur akan mendapatkan pembayaran utang sesuai dengan proporsi piutangnya (prinsip dari Pari Passu Prorate Parte) Perbedaan PKPU dengan Kepailitan No PKPU KEPAILITAN Adanya debitur tertunda Adanya debitur Pailit 2 Adanya Rencana Perdamaian yang sudah tersusun Tidak diwajibkan ada Rencana Perdamaian 3 Adanya pengurus (Bewind Voerde) Adanya curator (Weeskamer) B. Asuransi Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Sesuai dengan definisi tersebut adalah merupakan unsur-unsur asuransi; Perjanjian, premi, dan peristiwa yang belum tentu akan terjadi. 0 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 62. Pasal 246 KUHDagang.
5 Ketentuan mengenai asuransi diatur dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Ada juga yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) namun hanya mengenai kontraknya saja yang mengatakan bahwa asuransi sebagai perjanjian bernama dalam kategori perjanjian untung-untungan (kans opvenering koms). Suatu perjanjian untunguntungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah: Perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.. 2 Istilah Asuransi Bahasa Belanda Bahasa Inggris Bahasa Indonesia Verzekering (Pertanggungan) :. Verzekeraar (Penanggung) 2. Verzekerde (Tertanggung) Insurance(Pertanggungan):. Insurer (Penanggung) 2. Insured (Tertanggung) Assurantie Assurance Asuransi Pertanggungan :. Penanggung 2. Tertanggung 2.Defenisi Asuransi atau Pertanggungan Defenisi asuransi menurut Prof. Mark.R.Green adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi resikio, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah objek yang cukup besar jumlahnya, sehungga kerugian tersebut seara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu. a. Menurut Pasal butir UU No.40 Tahun 204 Tentang Perasuransian menyebutkan bahwa Asuransi adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransisebagai imbalan untuk memberikan penggantian dan pembayaran. b. Menurut pasal 246 KUHD : Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diiharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen. 2 Pasal 774 KUHPerdata.
6 Berdasarkan defenisi pasal 246 KUHD, maka dalam asuransi terdapat unsur-unsur, yaitu :. Pihak-pihak Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi yaitu penanggung dan tertanggung. Pihak penanggung adalah pihak yang berjanji akan membayar sejumlah santunan kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur. Sedangkan Pihak tertanggung adalah pihak yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur. 2. Status Pihak-pihak Penanggung harus berstatus sebagai badan hukum yang dapat berbentuk PT, Persero atau Koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik sebagai perusahaan maupun bukan perusahaan dan dimana tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak yang berkepentingan atas harta yang diasuransikan. 3. Objek Asuransi Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. 4. Peristiwa Asuransi Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, eristiwa yang tidak pasti (evenemen) yamg mengancam benda asuransi, dan syaratsyarat yang berlaku dalam asuransi. Kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satu-satunya alatyang dipakai sebagai bukti telah terjadi asuransi. 5. Hubungan Asuransi Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertangung adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan dan kesepakatan bebas. B. Tujuan Asuransi Menurut Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak,S.H.,asuransi mempunyai tujuan yaitu yang pertama-tama adalah mengalihkan segala resiko yang ditimbulkan peristiwaperistiwa yang tidak diharapakan terjadi kepada orang lain yang mengambil resiko untuk mengganti kerugia Dalam Buku Prof. Abdulkadir Muhammad,S.H yang berjudul Hukum Asuransi Indonesia (Hal.2-6 cetakan Ke-4) menjelaskan bahwa ada beberapa tujuan dari koperasi diantaranya adalah :
7 . Teori Pengalihan Resiko Menurut teori pengalihan resiko (risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Dalam hal ini untuk menghilangkan beban resiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan yaitu dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung) sejak itu pula resiko beralih kepada penanggung. 2. Pembayaran Ganti Kerugian Jika suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian atau resiko berubah menjadi kerugian, maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan julah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul tersebut dapat bersifat sebagian yang disebut partial loss, tidak semuanya berupa kerugian total atau total loss. Dengan demikian, tertangung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sunguh-sungguh dideritanya. Contoh : Dalam Pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prisip subrogasi (diatur dalam Pasal 400 BW) dimana penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang pihak ketiga (Penanggung atau pihak asuransi) yang membayar kepada si berpiutang (kreditur) terjadi baik karena persetujuan dan maupun persetujuan UU. 3. Pembayaran Santunan Asuransi kerugian dan asuransi jiwa dilaksanakan melalui perjanjian bebas atau sukarela antara penanggung dan tertanggung. Dalam hal ini UU juga mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance) yang artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah UU dan bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut sebagai asuransi sosial (social security insurance). Dimana asuransi sosial ini bertujuan melindungi masyarakat dari bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan membayar sejumlah kontribusi semacam premi, tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya. Contoh : Tertanggung yang terikat hubungan kerja yang naik angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung, mereka (atau ahli warisnya ) akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh UU. 4. Kesejahteraan Anggota Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung (onderlinge verzekering) atau
8 asuransi usaha bersama (mutual insurance) yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota. Contoh : Apibila terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota yang selanjutnya disebut sebagai tertanggung, maka perkumpulan tersebut akan membayar sejumlah uang kepada anggota tertanggung yang bersangkutan. 3. Prinsip Dasar Asuransi Ada beberapa prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh lembaga atau perusahaan yang bergerak di bisnis asuransi adalah:.insurable Interest adalah hak untuk mengasuransikan yang timbul dari suatu hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum. 2.Utmost Good Faith adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap semua fakta yang materialatau material factmengenai sesuatu yang akan diasuransian baik diminta maupun tidak. Artinya adalah si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat atau kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang harus di pertanggungkan. 3.Indemnity adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (Pasal dan dipertegas dalam Pasal 278 KUHD) 4.Subrogation adalah Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar. 5.Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity. 4. Dasar Hukum Asuransi a. Pengaturan dalam KUHD Dalam KUHD ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi yaitu, pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 0 Pasal KUHD dengan rincian sebagai berikut :
9 a. Asuransi kebakaran Pasal 287-Pasal 298 KUHD; b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299-Pasal 30 KUHD; c. Asuransi jiwa Pasal 302-Pasal 308 KUHD; d. Asuransi pengankutan laut dan perbudakan Pasal 592-Pasal 685 KUHD; e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686-Pasal 695 KUHD. 3 b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 992 yang disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 204 Tentang Perasuransian; 4 c. Undang-Undang Asuransi tentang: a. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 964 tentang Dana Pertanggungan Wajib kecelakaan Penumpang dan PP Nomor 7 Tahun 965; 5 b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 964 tentang Dana Kecelakaan. 6 C. Hukum Laut Dagang. Pengertian Hukum laut terdiri dari dua kata yakni hukum dan laut. Jadi hukum laut adalah hukum yang mengenai laut, baik bersifat publik, maupun bersifat ke perdataan. Hukun laut bersifat publik kalau menyangkut masalah umum, sebaliknya hukum laut bersifat perdata apabila menyangkut perseorangan. Khusus mengenai pengangkutan laut tidak dijumpai definisinya dalam KUHD. Namun dalam PP No. 7 tahun 988 di jumpai mengenai pengangkutan laut. Setiap kegiatan pelayaran yang menggunakan kapal laut untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan untuk satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain antara beberapa pelabuhan 7. Berkaitan dengan pengaturan pengangkutan laut, pada awalnya hanya di atur dalam KUHD buku II, Bab V karena KUHD ini merupakan warisan dari Hindia Belanda, namun kemudian di ganti dan di sempurnakan pada tanggal 7 september 992 dengan UU No. 2 tahun 992 tentang pelayaran. 2. Sejarah perundang-undangan laut Sejarah perundang-undangan laut dan peraian darat, sebagai yang telah di atur dalam buku kedua KUHD, di mulai sebelum berlakunya S jis 38- dan 2 yang mulai berlaku pada april 938. Sebelum berlakunya undang-undang tersebut, perkembangan perundang-undangan 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 204 Tentang Perasuransian; 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 964 tentang Dana Pertanggungan Wajib kecelakaan Penumpang dan PP Nomor 7 Tahun 965; 6 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 964 tentang Dana Kecelakaan. 7 Pasal angka PP No. 7 tahun 988
10 pelayaran laut dan perairian mengikuti jalannya sejarah perundang-undangan tentang pelayaran laut dan darat di negeri belanda. Sebab menurut pasal 3 I.S.perundang-undangan hukum dagang itu selalu konkordansi dengan perundang-undangan di negeri belanda, sejarah perundang-undangan tersebut berhenti pada saat di undangkannya , tgl 30 april 847 yang mulai belaku pada mei 848. Staatbla tersebut berlaku di inonesia, yaitu kitab undangundang hukum dagang (KUHD ). 3. Jenis- jenis Pengangkutan Laut Ada empat macam pelayelenggaraan pengangkutan laut, baik menurut PP 7 tahun 988 tentang penyelenggaraan Pengangkutan Laut maupun menurut UU No. 2 tahun 992 tentang pelayaran. a. Pelayaran Dalam Negeri Menurut PP No. 7 tahun 988, pelayaran dalam negeri merupakan kegitan angkutan laut antar pelabuhan di indonesia yang di lakukan secara tetap dan teratur dan/ atau dengan pelayaran yang tidak tetap dan tidak teratur dengan menggunakan jenis kapal. Selanjutnya, pasal 73 UU no. 2 tahun 992 menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayaran laut dalam negeri ini di lakukan dengan menggunakan kapal berbendera inonesia dan kapal berbendera asing yang di oprasikan oleh badan hukum indonesia slama keadaan tertentu dalam memenuhi persyaratkan yang di tetapkan oleh pemerintah. b. Pelayaran Rakyat Menurut PP No. 7 tahun 988, pelayaran rakyat merupakan kegiatan angkutan laut khusus untuk barang atau hewan antar pelabuhan di indonesia dengan menggunakan kapal layar motor sesuai dengan persyaratan di antaranya:. Dilakukan oleh perusahaan dalam salah satu badan usaha, termasuk koprasi. 2. Memiliki unit usaha perahu layar atau kapal motor dengan ukuran sampai dengan 850 m3 isi kotor atau kapal motor dengan ukuran sampai 00m3. Sementara itu, pasal 77 UU No. 2 tahun 992 mengatakan bahwa pelayaran rakyat sebagai usaha rakyat yang bersifat tradisional merupakan bagian dari usaha angkutan peraiaran, mempunyai peranan yang penting dan karakteristik sendiri. c. Pelayaran Perintis Menurut pasal 84 UU No pelayaran perintis ini berupa angkutan perairan yang menghubungkan daerah daerah terpencil dan belum berkembang. Adapun sebagai penyelenggara adalah pemerintah. Mengenai pelayaran perintis ini, PP No. 7 tahun 988 menyatakan bahwa perlayaran perintis merupakan kegiatan angkutan laut yang dilakukan secara tetap dan teratur. d. Pelayaran Luar Negeri Pelayaran luar negeri merupakan pelayaran samudra sebagai kegiatan angkutan laut ke atau dari negeri yang di lakukan secara tetap dan teratur atau dengan pelayaran tidak tetap
11 dan tidak menggunakan semua jenis kapal (pasal 9 ayat (5) PP No. 7 tahun 988). Pelayaran luar negeri ini, menurut UU No. 2 tahun 992, dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang menurut UU No. tahun 985 berbentuk perseroan terbatas dan/atau perusahaan asing. 4. Pihak-pihak dalam Pengangkutan Laut a. Pengangkutan Mengenai pengangkutan tidak di jumpai definisinya dalam kitab undang-undang hukum dagang (KUHD). Namun, menurut HMN. Poerwosutjipto (985 : 4), pengangkutan adalah orang yang mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan teretentu dengan selamat. b. Pengiriman Barang Pengirim belum tentu pemilik barang, sering kali dalam praktik pengirim adalah ekspiditur atau perantara lain dalam bidang pengangkutan. Pasal 86 ayat () menyatakan bahwa ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang, karena merupakan perantara, ada dua jenis perjanjian yang perlu di buat oleh ekspeditur, yaitu sebagai berikut ;» Perjanjian yang di buat oleh ekspeditur dengan pengirim disebut dengan perjanjian ekspedisi, yaitu perjanjian timbal balik antara ekpeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencari pengangkut yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim mengikat diri untuk membayar profesi kepada ekpeditur.»perjanjian antara ekpeditur atas nama pengirim dengan pengangkut di sebut perjanjian pengangkutan, Selain ekspeditur dan pengagkutan laut, di kenal pula pihak-pihak yang terkait lainya, yaitu sebagai berikut : a.pengatur Muatan Pengatur muatan atau juru padat adalah orang yang tugasnya menetapkan tempat di mana suatu barang harus di simpan dalam ruang kapal. Pengatur muatan ini merupakan perusahaan tersendiri dan mempunyai anak buah sendiri. Dengan demikian pengatur muatan terlepas dari perusahaan pengangkut/pemilik kapal namun dalam melaksanakan tugasnya di kapal pengangkut, pengatur pengatur muatan harus tunduk pada aturan yang ada di kapal (pasal 32 KUHD). b.per-veem-an/ekspedisi Muatan Laut Per-Veem-An dan ekspeitur muatan laut adalah dua jenis perusahaan yang biasa terkait dalam proses pengangkutan barang dan lazim ada dalam praktik pengangkutan laut di indonesia. Kedua jenis perusahaan ini di atur bersamaan dalam PP No. 2 tahun 969 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut. Menurut pasal PP no. 2 tahun 969 yang di maksud dengan Per-Veem-An adalah usaha yang ditujukan kepada penumpang dan
12 penumpukan barang-barang yang dilakukan dengan mengusahakan gudang-gudang, lapanganlapangan, dimana di kerjakan dan disiapkan untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi antara lain kegiatan ekspedisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi, penyimpanan, pengukuhan, penendaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis yang di perlukan perdagangan dan pelayaran. c. Penerima Kedudukan penerima dalam pengangkutan barang adalah sebagai pihak yang menerima barang barang, yang tercantum dalam konosemen. Kedudukan ini timbul karena sebagimana yang telah kemukakan bahwa kewajiban pengangkut adalah menyerahkan barang yang di angkut kepada penerima. Dalam hal ini, mengenai penerima ada dua kemungkinan yaitu sebagai berikut :. Penerima adalah juga pengirim barang 2. Penerima adalah orang lain yang di tunjuk 4. Sarana Penunjang Pengangkutan Laut Kapal
13 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atau pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi Di Indonesia, selain istilah asuransi digunakan juga istilah pertanggungan. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi
1 BAB III TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya a. Pengertian Asuransi Dalam kamus Hukum kata Asuransi berasal dari Assurantie yang berarti asuransi,
Lebih terperinciIstilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014
Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada
Lebih terperinciIstilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17
Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang
BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi Manusia selalu dihadapkan dengan peristiwa yang tidak pasti. Peristiwa yang tidak pasti tersebut dapat berupa peristiwa menguntungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.
BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan
Lebih terperinciMAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8
MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : ------- Disusun oleh : Kelompok 8 Dickxie Audiyanto (125020305111001) Gatra Bagus Sanubari
Lebih terperinciPENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS
PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi dan Jenis-Jenis Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh R Sukardono diterjemahkan dengan pertanggungan,
Lebih terperinciB. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,
Lebih terperinciSTIE DEWANTARA Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang
Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang Manajemen Lembaga Keuangan, Sesi 5 Pengertian Asuransi Asuransi Assurantie (B. Belanda) = Pertanggungan Assecurare (B. Latin) = Meyakinkan orang Asuransi Bahasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI
BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI A. Defenisi Perjanjian Asuransi dan Tujuan Asuransi 1. Defenisi Perjanjian Asuransi Terdapat beberapa batasan dan perbedaan dari pengertian asuransi hal ini disebabkan
Lebih terperinciPERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/
PERUSAHAAN ASURANSI 1. PENGERTIAN USAHA DAN KARAKTERISTIK ASURANSI Definisi (UU no. 2 tahun 1992) Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi 1. Pengertian Asuransi Apabila seseorang menginginkan supaya sebuah resiko tidak terjadi, maka seharusnyalah orang tersebut mengusahakan
Lebih terperinciTUGAS MATA KULIAH HUKUM PENGANGKUTAN PERANAN PENTING PENGANKUTAN LAUT. Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B
TUGAS MATA KULIAH HUKUM PENGANGKUTAN PERANAN PENTING PENGANKUTAN LAUT Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Setiap orang sering menderita kerugian akibat dari suatu peristiwa yang tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang sering menderita kerugian akibat dari suatu peristiwa yang tidak terduga, misalnya mendapat kecelakaan dalam perjalanan di darat, di laut atau di udara. Jika
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah
Lebih terperinciManfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak
Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential Ratna Syamsiar Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak PT Prudential Life Assurance memberikan perlindungan bagi
Lebih terperinciASURANSI. Prepared by Ari Raharjo
ASURANSI Prepared by Ari Raharjo Email: ariraharjo2013@gmail.com Definisi Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.
BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis
Lebih terperinciνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτ ψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπα σδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκ χϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθ
θωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψ υιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδ φγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζ HUKUM ASURANSI ξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµ DIKTAT θωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψ Arif Rahman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi Pengertian Asuransi
6 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi 2.1.1 Pengertian Asuransi Terdapat beberapa pengertian atau definisi mengenai asuransi berdasarkan pendapat para ahli yang nampak berbeda namun mempunyai inti dan tujuan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian dan Pengaturan Asuransi Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam bahasa Inggris assurance. Istilah lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi. Dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM ASURANSI DI INDONESIA. selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti, yang mungkin
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM ASURANSI DI INDONESIA A. Sejarah Asuransi di Indonesia Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal yang dilakukan baik menggunakan sarana pengangkutan laut maupun melalui
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beragam suku bangsa dan terdiri dari beribu ribu pulau. Untuk memudahkan hubungan atau interaksi antar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia meliputi berbagai bidang kehidupan diantaranya idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Lebih terperinciBAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA
20 BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU Istilah PKPU (suspension of payment) sangat akrab dalam hukum kepailitan. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rasa tidak aman yang lazim disebut sebagai risiko. kelebihan. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat yang alamiah, mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan lebih dulu secara tepat. Dengan demikian keadaan termaksud
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PKPU (Sursence van Betaling, Suspension of Payment) merupakan suatu lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disingkat dengan PKPU (Sursence van Betaling, Suspension of Payment) merupakan suatu lembaga dalam Hukum Kepailitan
Lebih terperinciBAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN
BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN A. PENGERTIAN ASURANSI Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris disebut insurance,sedangkan dalam bahasa
Lebih terperinciTIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi
PERTEMUAN 09 Lembaga Asuransi TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi SASARAN BELAJAR Mahasiswa mampu memahami
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan terhadap identifikasi masalah, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan di antaranya : 1. Kedudukan para pihak : a. Hubungan hukum antara
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi
BAB II LANDASAN TEORI 2.1.URAIAN TEORI Di dalam pembahasan penulisan skripsi ini tentunya dibutuhkan suatu kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi perjanjian asuransi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian
Lebih terperinciDalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan
A. Pengertian Asuransi Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang mendasari dalam prosedur penebusan polis asuransi, kajian pustaka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar Pembangunan Nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar juga ditandaskan bahwa pembangunan
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004
29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur
BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU A. Prosedur Permohonan PKPU Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika
Lebih terperinci1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI Oleh : Anak Agung Cynthia Tungga Dewi Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperincihttp://www.hadiborneo.wordpress.com/ Secara bahasa Berasal dari kata assurantie dari bahasa Belanda yang berakar dari bahasa latin yaitu assecurare yang berarti meyakinkan orang. Menurut UU No. 2 Tahun
Lebih terperinciPELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA
PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA Oleh : ALIS YULIA, S.H., M.H. *) ABSTRACT Based on the facts and realities that occur in the field
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang yang berbeda-beda. Definisi definisi tersebut antara lain : dapat terjadi dengan cara membayar premi asuransi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Premi Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi, sepintas definsi tersebut tidak ada kesamaan antara definisi satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciRESIKO DALAM ASURANSI
RESIKO DALAM ASURANSI PENGERTIAN RISIKO Arthur Williams dan Richard, M.H Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode waktu tertentu. A.Abas Salim Risiko adalah ketidakpastian
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR A. Pengertian Kreditur dan Debitur Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sursence van Betaling, Suspension of Payment) merupakan suatu lembaga dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat dengan PKPU, Sursence van Betaling, Suspension of Payment) merupakan suatu lembaga dalam Hukum Kepailitan
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi
BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan umum tentang asuransi A. Pengertian Asuransi Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata verzekering. Di indonesia, para
Lebih terperinciDosen Pengampu: Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H. DISUSUN OLEH Asawati Nugrahani (E )
Pertanggung Jawaban Pengembalian Premi Asuransi oleh Perusahaan Asuransi Pailit Terhadap Pemegang Polis (Studi Kasus Asuransi Jiwa Bumi Asih) Tugas Ini Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Nilai UAS Metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.
BAB II 21 TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI 1.1 Kepailitan 1.1.1 Pengertian Kepailitan Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.Kata Failliet itu sendiri
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciSOSIALIASI ASURANSI Dalam Rangka Penggunaan Transaksi Non Tunai Dalam Asuransi TKI. Jakarta, Februari 2015
SOSIALIASI ASURANSI Dalam Rangka Penggunaan Transaksi Non Tunai Dalam Asuransi TKI Jakarta, Februari 2015 Pengertian Asuransi Pasal 1 angka 1 UU NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN Asuransi adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT
BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT A. Pengertian dan Persyaratan Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan terhadap istilah asuransi, dimana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti
26 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI 2.1. Pengertian dan Unsur unsur Asuransi 2.1.1. Pengertian Asuransi. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti pertanggungan
BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori 2.1 Pengertian Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut Insurance 20. Ada 2 (dua)
Lebih terperinciPENGENALAN ASURANSI. Sistem Informasi Asuransi dan Keuangan
PENGENALAN ASURANSI Sistem Informasi Asuransi dan Keuangan APAKAH ASURANSI ITU? Asuransi adalah: Suatu mekanisme pemindahan risiko dari tertanggung (nasabah) kepada penanggung (pihak asuransi). Dengan
Lebih terperinciIndikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak
Indikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Undang-Undang Kepailitan tidak mengatur apakah harta kekayaan debitur masih melebihi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bank 1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
Lebih terperinciBAB VI POLIS ASURANSI
BAB VI POLIS ASURANSI A. Pengertian Polis Untuk setiap perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak yang mengadakan perjanjian. Bukti tertulis untuk perjanjian asuransi disebut:
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI ASURANSI. Materi 1 PENGENALAN ASURANSI
SISTEM INFORMASI ASURANSI Materi 1 PENGENALAN ASURANSI Dr. Kartika Sari U niversitas G unadarma Materi 1-1 Pengertian Asuransi Asuransi adalah: Suatu mekanisme pemindahan risiko dari tertanggung (nasabah)
Lebih terperinciBAB I PENGENALAN ASURANSI
BAB I PENGENALAN ASURANSI A. Pengertian Asuransi Asuransi ialah: suatu kemauan untuk menetapkan keruguan-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar
Lebih terperinciKOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI
KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : SHAFIRA HIJRIYA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam. keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia. Bagi orang yang berkepentingan, dia merasa perlu untuk
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017
KEPASTIAN HUKUM PEMBAYARAN POLIS ASURANSI NASABAH YANG SUDAH JATUH TEMPO PADA PERUSAHAAN ASURANSI BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN 2014 1 Oleh : Febri Repi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di
Lebih terperinciDisusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H
Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H A. PENGANTAR Disaat pertama kali kita mendengar Pailit, maka yang pertama kali ada di dalam bentak kita adalah bangkrut. Bangkrut, diidentikkan dengan keadaan
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT
CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan laut sebagai salah satu sarana
Lebih terperinciMinggu Ke III ASURANSI JIWA
Minggu Ke III ASURANSI JIWA A. PENGERTIAN A. Abbas Salim dalam buku Dasar-Dasar Asuransi (Principles of Insurance) memberi definisi tentang asuransi jiwa, bahwa : Asuransi Jiwa adalah asuransi yang bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Risiko Risiko adalah bahaya, akibat, atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau
Lebih terperinciASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1
ASURANSI 1 Pengertian Asuransi adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya memiliki harta kekayaan sebagai hasil jerih payahnya dalam bekerja. Harta kekayaan tersebut bisa berupa rumah, perhiasan, ataupun kendaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap keputusan yang diambil manusia dalam menjalani kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan dialami, yang
Lebih terperinci