BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-
|
|
- Surya Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang- Undang Tentang Kepailitan (Faillissements Verordening Staatsblad 1905 No. 217 juncto Staatsblad 1906 No. 348), kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Namun demikian, Faillissements Verordening Staatsblad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad 1906 Nomor 348 tetap berlaku, selama tidak bertentangan. Sumber Hukum Kepailitan Indonesia pada umumnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya Pasal 1131, Pasal 1132, Pasal 1134, 1 Faillissments Verordening Staatsblad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad 1906 Nomor 348 sepanjang belum diubah dengan Undang-Undang Kepailitan; Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Kepailitan, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan Hukum Kepailitan (Syahdeini, 2002: 14). 1 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Bab XIX Piutang dengan hak mendahulukan Pasal 1131, Pasal 1132, Pasal
2 Pada tanggal 22 April 1998 berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun Perubahan dilakukan karena Undang-Undang Kepailitan (Faillissments Verordening Staatsblad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad 1906 Nomor 348) yang merupakan peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintah Hindia Belanda, banyak yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat untuk menyelesaikan utang piutang. Namun demikian bagi hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang kepailitan tersebut, masih berlaku Faillissments Verordening Staatsblad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad 1906 Nomor 348. Perubahan terhadap Undang-undang Tentang Kepailitan tersebut di atas yang dilakukan dengan memperbaiki, menambah, dan meniadakan ketentuanketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, jika ditinjau dari segi materi yang diatur, masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan. Sejak tahun 2000 diadakan evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, dan ternyata banyak terjadi kasus yang merugikan pihak Debito dan Kreditur sehingga Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 18 Oktober 2004 mengeluarkan Undang-Undang Kepailitan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Putusan Pernyataan pailit mengubah status hukum 2
3 seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan. Syarat utama untuk dapat dinyatakan pailit adalah bahwa seseorang Debitur mempunyai paling sedikit 2 (dua) Kreditur dan tidak membayar lunas salah satu utangnya yang sudah jatuh tempo. Dalam pengaturan pembayaran ini, tersangkut baik kepentingan Debitur sendiri, maupun kepentingan para Krediturnya. Dengan adanya putusan pernyataan pailit tersebut, diharapkan agar harta Debitur pailit dapat digunakan untuk membayar kembali seluruh utang Debitur pailit secara proporsional. Sebelum harta kekayaan Debitur pailit dibenarkan oleh hukum untuk dijual dan kemudian dibagi-bagikan hasilnya, harta kekayaan Debitur pailit itu harus diletakkan di bawah sita umum oleh Pengadilan Niaga (dilakukan penyitaan untuk kepentingan semua Krediturnya dan bukan hanya untuk Kreditur tertentu saja). Permohonan pailit dapat dimohon oleh satu Kreditur, Debitur sendiri, Bapepam, Bank Indonesia, Jaksa Penuntut Umum untuk kepentingan umum maupun Menteri Keuangan. Kepailitan tidak membebaskan Debitur yang dinyatakan pailit dari kewajiban untuk membayar utang-utangnya. Kepailitan dapat dimohon oleh satu Kreditur yang sudah ada utang yang jatuh tempo dan belum dibayar, dan dapat membuktikan ada kreditur lainnya, minimal satu kreditur. Di sini tidak dipermasalahkan apakah kondisi keuangan Debitur tersebut sehat atau tidak. Sering terjadi kondisi keuangan Debitur yang dimohonkan untuk dipailitkan, cukup bagus, sehingga sering terjadi pergolakan di masyarakat bisnis (contoh kasus Pt. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dan PT. Prudential Life Assurance). Aneh tapi nyata, perseroan terbatas tersebut 3
4 mempunyai nilai asset kurang lebih 1,6 triliun rupiah, namun dapat dimohonkan pailit oleh Kreditur yang nilai tagihannya kurang lebih 1 milyar rupiah yang berarti tidak sampai satu promil dari nilai asset Debitur yang dimohonkan pailit. Hal ini menyebabkan tidak adanya perlindungan hukum bagi Debitur pailit. Undang-undang kepailitan hanya berfungsi sebagai debt collector abstract. Ada beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Pertama, untuk menghindari perebutan harta Debitur pailit dalam waktu yang sama terhadap beberapa Kreditur yang menagih piutangnya dari Debitur pailit. Kedua, untuk menghindari adanya Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik Debitur pailit tanpa memperhatikan kepentingan Debitur pailit atau para Kreditur lainnya. Ketiga, untuk menghindari adanya kecurangankecurangan yang dilakukan oleh salah seorang Kreditur atau Debitur pailit sendiri. Misalnya, Debitur pailit berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang Kreditur tertentu sehingga Kreditur lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari Debitur pailit untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para Kreditur. Setelah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan berlaku selama enam tahun, maka banyak masalah-masalah yang menimbulkan kendala. Masalah-masalah tersebut antara lain 2 : Pengertian utang dan jumlah utang yang dapat dipakai sebagai alas an untuk mengajukan Debitur pailit; 2 PPh Newsletter, 2003: 37. 4
5 1. Tanggung jawab penanggung dalam hal Debitur jatuh pailit dan hartanya telah dilelang untuk membayar utang-utangnya; 2. Pembuktian sederhana dalam kasus Promissory Note; 3. Transaksi derivative dalam kepailitan; 4. Event of Default dalam kaitannya dengan jatuh tempo yang dipercepat; 5. Pengertian jatuh waktu; 6. Apakah seorang penjamin pribadi dapat dipailitkan; 7. Pengalihan piutang sebagai dasar pengajuan kepailitan; 8. Choice of Law dan esensi pembuktian sederhana dalam kepailitan. Disamping itu, ada masalah yang sangat penting, yaitu kewenangan Kurator yang begitu besar atas perseroan terbatas pailit, di mana semua organ perseroan terbatas (Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris) harus non aktif. Pada umumnya Kurator tidak dapat mengurus dan membereskan harta pailit Perseroan Terbatas secara optimum bila tidak bekerja sama dengan organ Perseroan Terbatas tersebut. Bertitik tolak dari dasar pemikiran tersebut, perlu dibentuk Undang- Undang baru tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang merupakan produk hukum nasional, yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat. Atas dasar banyaknya masalah-masalah yang timbul setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, maka muncul Rancangan Undang-Undang tentang Kepailitan, yang sejak tanggal 18 Oktober 2004 telah menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 5
6 Undang-undang Kepailitan Indonesia, seyogianya memuat asas-asas sebagai berikut (Syahdeini, 2002: 42). Pertama, Undang-Undang Kepailitan harus dapat mendorong kegairahan investasi asing, pasar modal, dan memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit luar negeri. Kedua, Undang-Undang Kepailitan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi Kreditur dan Debitur, Ketiga, putusan pernyataan pailit seyogyanya hanya dapat diajukan terhadap Debitur yang insolven yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para Kreditur mayoritas. Keempat, permohonan pernyataan pailit seyogiyanya hanya dapat diajukan terhadap Debitur yang insolven yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditur mayoritas. Kelima, sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seyogianya diberlakukan keadaan diam (standstill atau stayi). Keenam, Undang-undang Kepailitan harus mengakui hak separatis dari Kreditur pemegang hak tanggungan, hipotek, fidusia, Ketujuh, permohonan pernyataan pailit harus diputuskan dalam waktu yang tidak berlarut-larut. Kedelapan, proses kepailitan harus terbuka untuk umum. Kesembilan, pengurus perusahaan yang karena kesalahannya mengakibatkan perusahaan dinyatakan pailit harus bertanggung jawab secara pribadi. Kesepuluh, Undang-undang Kepailitan seyogianya memungkinkan utang Debitur diupayakan direstrukturisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit. Kesebelas, Undang-undang Kepailitan harus mengkriminalisasi kecurangan menyangkut kepailitan Debitur. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini didasarkan pada beberapa asas. Asas-asas 6
7 tersebut antara lain adalah : Pertama, asas keseimbangan. Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditur yang tidak beritikad baik. Kedua, asas kelangsungan usaha, dalam Undang-Undang ini terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan Debitur yang prospektif tetap dilangsungkan. Ketiga, asas keadilan, dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitur, dengan tidak mempedulikan Kreditur lainnya. Keempat, asas integrasi, asas integrasi dalam Undang-undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian utang piutang. Cakupan yang lebih luas tersebut diperlukan, karena adanya perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sedangkan ketentuan yang selama ini 7
8 berlaku belum memadai sebagai sarana hukum untuk menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, murah dan efektif. Beberapa pokok materi baru dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini antara lain, pertama, agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran, dalam undangundang ini pengertian utang diberikan batasan secara tegas. Demikian juga pengertian jatuh waktu. Kedua, mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, termasuk di dalamnya pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan atau penundaan kewajiban pembayaran utang. Ketiga, materi baru mengenai Pengadilan Niaga tidak diatur dalam Undangundang ini, tetapi diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun Permasalahan yang muncul sekarang adalah kewenangan organ Perseroan Terbatas beralih kepada Kurator dalam hal kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan tetap sama dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak mengatur pengalihan wewenang organ-organ Perseroan Terbatas Pailit kepada Kurator, sehingga wewenang Kurator sedemikian luasnya sampai dapat menyebabkan bubarnya perseroan terbatas tersebut. 8
9 Secara yuridis telah diatur sistem kerja operasional organ-organ Perseroan Terbatas (Dewan Direksi, Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham/RUPS) sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan masalah ini. Tanggung jawab Direksi dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pengurusan suatu Perseroan Terbatas dilakukan oleh Direksi Perseroan Terbatas yang mengerahkan dana dari masyarakat dan Perseroan Terbatas yang menerbitkan surat pengakuan utang (obligasi) atau Perseroan Terbatas terbuka, wajib mempunyai sedikitnya 2 (dua) orang anggota Direksi. Pengertian Direksi adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik ke dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Menurut Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 269 K/Lampiran No. 7, tidak ada tanggung jawab pribadi dari seorang Direksi untuk perbuatan Badan Hukum Perseroan Terbatas, hanya Perseroan Terbatas bersangkutan yang bertanggung jawab. Pembatasan wewenang Direksi bahwa anggota Direksi tidak berwenang mewakili perusahaan jika terjadi perkara di depan pengadilan antara Perseroan Terbatas dengan anggota Direksi bersangkutan dan apabila anggota Direksi bersangkutan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Perseroan Terbatas. Pembatasan lainnya dinyatakan bahwa anggota Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau menjadikan jaminan hutang, seluruhnya atau sebagian. Demikian pula dalam hal pengajuan 9
10 permohonan pailit ke Pengadilan Niaga, harus berdasarkan kepada persetujuan RUPS. Berdasarkan pasal-pasal yang diuraikan di atas, jelas sekali wewenang Direksi, wewenang Dewan Komisaris, wewenang RUPS dalam Perseroan Terbatas. Tidak ada satu pasal pun yang mengatur pemindahan wewenang organorgan Perseroan Terbatas tersebut bila Perseroan Terbatas itu dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga dan juga tidak ada satu pasal pun yang mengatur pemindahan wewenang organ-organ Perseroan Terbatas karena masuknya Kurator akibat perusahaan tersebut pailit. Perusahaan terbatas yang dinyatakan Pailit, belum tentu bubar, tapi jelas dilikuidasi. Bisa saja terjadi, setelah Perusahaan Terbatas yang dinyatakan pailit tersebut, setelah menyelesaikan kewajibannya sesuai Undang-Undang Kepailitan, kemudian menggunakan hak rehabilitasi, (hak untuk mengembalikan nama baik Perseroan Terbatas yang sudah pailit karena telah selesai melaksanakan pembayaran seluruh utang-utangnya kepada Kreditur secara proporsional dari nilai harta pailit yang dijual) maka Perseroan Terbatas itu dapat saja beroperasi lagi walaupun mulai dari awal lagi. Setelah berakhirnya kepailitan, Debitur atau para ahli warisnya berhak untuk memasukkan permohonan akan rehabilitasi pengadilan yang dulu memeriksa kepailitan tersebut. Pengadilan tidak akan menerima permohonan baik Debitur maupun para ahli warisnya, kecuali jika pada surat permohonan tersebut dilampirkan bukti yang menyatakan bahwa Kreditur diakui sudah dibayar semuanya. Jadi Perusahaan Terbatas yang Pailit tidak bubar. 10
11 Kewenangan dan kewajiban organ-organ Perseroan Terbatas diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kewenangan dan kewajiban Kurator diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang disebukan diatas maka sepanjang mengenai penjualan aset suatu perusahaan yang pailit menjadi kewenangan Kurator. Namun kewenangan organ Perseroan terhadap harta kekayaannya akan dikembalikan jika proses pailit telah selesai. Oleh karenanya, organ-organ Perseroan Terbatas akan kembali memiliki kewenangan dan tanggung jawab atas Perseroan Terbatas sampai dengan Perseroan Terbatas tersebut dibubarkan. Perseroan Terbatas yang pailit mungkin saja beroperasi kembali atau sehat kembali setelah pengadilan Niaga mengabulkan permohonan rehabilitasi oleh Debitur pailit dengan putusannya. Lebih mendalam lagi, organ-organ Perseroan Terbatas bertanggung jawab secara pribadi bila ternyata terjadinya kepailitan karena kesalahan pribadi organ-organ Perseroan Terbatas tersebut. Terkait dengan hal tersebut, kurator harus mengadakan legal audit dan legal opinion terhadap kewajiban dan wewenang organ-organ Perseroan Terbatas sebelum diajukan ke Pengadilan Negeri untuk menggugat secara perdata untuk mengajukan putusan yang inkracht (berkekuatan hukum tetap) yang memutuskan bahwa kepailitan Perseroan Terbatas itu terjadi karena kesalahan organ-organ Perseroan Terbatas. Hal ini memungkinkan, karena sudah diatur dalam UUPT Nomor 40 Tahun
12 Dengan terjadinya pailit pada Perseroan Terbatas berdasarkan putusan pailit Pengadilan Niaga, maka Majelis Hakim Pengadilan Niaga akan menunjuk seorang Hakim Pengawas dan Kurator untuk membereskan harta pailit Perseroan Terbatas, sehingga dengan masuknya Kurator dengan wewenangnya terjadi pergeseran yang cukup signifikan atas sistem kerja operasional organ-organ Perseroan Terbatas. Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian tesis dengan judul Kajian Yuridis Terhadap Pengalihan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Kepada Kurator Akibat Kepailitan Perusahaan Sebagai Suatu Antisipasi Pengembangan Hukum Kepailitan. B. Perumusan Masalah Atas dasar latar belakang penelitian tersebut di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut : a. Bagaimana proses terjadinya kepailitan terhadap suatu Perseroan Terbatas? b. Bagaimana akibat hukum terhadap organ-organ Perseroan Terbatas dalam hal terjadinya Kepailitan? c. Bagaimana perlindungan Hukum bagi Perseroan Terbatas yang pailit akibat pengalihan wewenang organ perseroan kepada Kurator? 12
13 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Meneliti dan mengkaji lebih luas batas-batas yang jelas tentang wewenang dan tanggung jawab Kurator dan tanggung jawab organ-organ Perseroan Terbatas dan pihak terkait lainnya dengan mengkaji apakah ketentuan-ketentuan perundangan yang ada dan yang masih berlaku dapat mendukung tercapainya Penegakan Hukum di bidang Hukum Kepailitan dan Hukum Perseroan Terbatas 2. Meneliti dan mengkaji hak dan kewajiban Kurator yang dapat menerima pengalihan wewenang dan tanggung jawab organ-organ Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-undang dengan cara mempelajari/memahami lebih mendalam dan menganalisis Undang- Undang Kepailitan dan Undang-Undang Perseroan Terbatas serta Peraturan-Peraturan lainnya yang berhubungan dengan Kepailitan dan Perseroan Terbatas sampai pada kesimpulan apakah Undang-Undang yang masih berlaku tersebut perlu disempurnakan atau diperbaharui sehingga relative dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 3. Meneliti dan mengkaji fungsi kurator dalam kepailitan, sehingga dapat memberikan adanya kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi pihak Debitur dan pihak Kreditur. 4. Meneliti dan mengkaji untuk mendapatkan konsep pemikiran pembaharuan peraturan perundang-undangan kepailitan dan perseroan terbatas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat bisnis yang dapat 13
14 memberikan perlindungan hukum bagi Debitur pailit berbentuk Perseroan Terbatas. D. Manfaat Penelitian Kegunaan dari penelitian ini dapat diklasifikasikan atas dua hal, yaitu bersifat teoritis dan praktis. Secara teoritis diharapkan untuk : 1. Sumbangan pikiran bagi perkembangan dan pembaharuan. Hukum Perseroan terutama Perseroan Terbatas khususnya tentang struktur organisasi. 2. Sumbangan pikiran Ilmu Hukum Bidang Kepailitan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi pembaharuan Hukum Perseroan. Hukum Kepailitan, Hukum Perseroan Terbatas dalam rangka reformasi di bidang hukum. 3. Dapat menambah bahan kepustakaan hukum mengenai Hukum Bisnis pada umumnya dan Hukum Perusahaan, Hukum Kepailitan serta Hukum Perseroan Terbatas pada khususnya. 4. Dapat mempunyai manfaat akademis bagi pengembangan bidang ilmu Hukum terutama Hukum Bisnis di bidang Hukum Perusahaan, Hukum Kepailitan dan Hukum Perseroan Terbatas. Sedangkan secara praktis diharapkan menjadi : 1. Masukan bagi pemerintah (Regulator) dalam penyusunan Undang-undang Kepailitan yang akan datang 2. Pedoman bagi advokat pada umumnya dan Kurator khususnya. 14
15 E. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan peneliti, bahwa penelitian tentang kajian yuridis terhadap pengalihan wewenang organ perseroan terbatas kepada kurator akibat kepailitan perusahaan sebagai suatu antisipasi pengembangan hukum kepailitan belum pernah ada yang membahas. Apabila ternyata pernah dilakukan penelitian serupa, maka hasil penelitian ini dapat melengkapi dengan tidak mengurangi materi penelitian yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini. 15
BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 diarahkan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4443 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 131) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinci1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.
BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah
Lebih terperinciKepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates
Kepailitan Miko Kamal Principal, Miko Kamal & Associates Sejarah Kepailitan Pada masa Hindia- Belanda: Faillissements- verordening Staatblad 1905:217 juncto Staatblad 1906: 348) Masa merdeka: - Peraturan
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciPENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS
PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang
Lebih terperinciOTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus
Lebih terperinciHUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
HUKUM DAGANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Panji Susilo (2012020338) 03 HUKMD 417 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2013 Kata pengantar
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam
43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,
Lebih terperinciKETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ATAS
KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ATAS PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang
Lebih terperinci1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciUU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)
Copyright (C) 2000 BPHN UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N I. UMUM Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.
BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun
Lebih terperinciNOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang kadangkala tidak bisa dihindari oleh seseorang atau pun oleh suatu perusahaan yang
Lebih terperinciBentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciKompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001
Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR
BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,
R AN SALINAN PERATURAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan perlu diatur
Lebih terperincikemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak
IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji
Lebih terperinciApakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)
1 Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) Debitor Pailit menjadi Insolvensi, 2 Jika : Pada rapat pencocokan piutang, Debitor tdk mengajukan rencana Perdamaian Rencana
Lebih terperinciPENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2
120 PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan
Lebih terperinciPENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Mengingat : bahwa dengan bertambah meningkatnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini
Lebih terperinciKEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN
KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat kemakmuran masyarakat. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perekonomian merupakan salah satu aspek yang dapat menjadi alat ukur tingkat kemakmuran masyarakat. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI
BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan
Lebih terperinciANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK
ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK Sesuai Dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Trimegah Securities Tbk No. 51 tanggal 27 Mei 2015, yang dibuat dihadapan Fathiah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan,
114 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut: a. UU Perbankan, UU Bank Indonesia, PP No.25/1999 dan SK DIR Bank Indonesia No.32/53/KEP/DIR
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004
29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, persaingan ekonomi di dunia sangatlah ketat. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembang pesatnya makro dan mikro seiring dengan pertumbuhan unit-unit
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
Lebih terperinciB. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi
Lebih terperinciAsas dan Dasar Hukum Kepailitan. Dr. Freddy Harris Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Asas dan Dasar Hukum Kepailitan Dr. Freddy Harris Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sumber Hukum Kepailitan di Indonesia BW secara umum Khususnya pasal 1131, 1132, 1133 dan 1134 HIR (Peraturan( Acara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,
Lebih terperincidisatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciNAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1
-----------------------NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ------------------------ --------------------------------------------- Pasal 1 ------------------------------------------- 1. Perseroan Terbatas ini bernama
Lebih terperinciBAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN
34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas
Lebih terperinciHeri Hartanto - FH UNS
1 Kekuasaan Kehakiman Psl 13 UU 14/1970 Jo. UU 4/2004 ttg Kekuasaan Kehakiman : memungkinkan di bentuk peradilan khusus di dalam peradilan Umum. Psl 8 UU 2/1986 Jo. UU 8/2004 ttg Peradilan Umum : Di dlm
Lebih terperinciUNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai keinginan kuat untuk melaksanakan pembangunan di bidang perekonomian terlebih setelah krisis moneter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada
Lebih terperinciII. Tinjauan Pustaka. 1. PKPU sebagai upaya untuk menghindari kepailitan. PKPU diatur dalam Bab II dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 298 UUK PKPU.
II. Tinjauan Pustaka A. Tinjauan Umum Terhadap Permohonan PKPU 1. PKPU sebagai upaya untuk menghindari kepailitan PKPU diatur dalam Bab II dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 298 UUK PKPU. Lembaga PKPU
Lebih terperinci: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.
- 2 - e. bahwa dalam rangka penagihan bea masuk dan/atau cukai perlu pengaturan khusus dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
BATANG TUBUH PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAH REASURANSI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang untuk membayar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk pula kebutuhan keuangan, sehingga untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan bisnisnya, suatu perusahaan pasti ingin mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan bisnisnya, suatu perusahaan pasti ingin mendapatkan hasil yang maksimal. Perusahaan yang telah mencapai targetnya, tentu ingin mengembangkan usahanya
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1003, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penagihan. Bea Masuk. Cukai. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PMK 111/PMK.04/2013 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk atau dikenal dengan nama bank BRI merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang perbankan mempunyai fungsi intermediary
Lebih terperinciANALISIS YURIDIS HAMBATAN PELAKSANAAN PUTUSAN KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 NOVALDI / D
ANALISIS YURIDIS HAMBATAN PELAKSANAAN PUTUSAN KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 NOVALDI / D 101 09 050 ABSTRAK Penulisan ini membahas dan menganalisis faktor-faktor penyebab tidak Sempurnanya
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan
BAB IV PEMBAHASAN A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit Karyawan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank-Bank di Indonesia dimana bank-bank dinilai oleh Otoritas Perbankan,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dampak dari krisis ekonomi yang terjadi dipertengahan tahun 1997 yang telah membawa kesengsaraan bagi perekonomian nasional, khususnya bagi dunia Perbankan, merupakan
Lebih terperinciBAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA
20 BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU Istilah PKPU (suspension of payment) sangat akrab dalam hukum kepailitan. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciASPEK HUKUM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI SHERLIN INDRAWATI THE / D
ASPEK HUKUM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI SHERLIN INDRAWATI THE / D 101 09 160 ABSTRAK Dalam penulisannya skripsi ini berjudul Aspek Hukum Kepailitan Perusahaan Asuransi dengan perumusan masalah: pertama,
Lebih terperinciBAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN
BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, kesimpulan utama dari tesis ini adalah masing-masing organ dalam suatu perseroan terbatas mempunyai kedudukan yang sama, seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas mempunyai peranan penting dalam menggerakkan dan mengarahkan pembangunan ekonomi dan perdagangan. Untuk mengelola perseroan perlu adanya modal, yang
Lebih terperinci