BAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat tidak kekal yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya. Sifat tidak kekal termaksud, selalu meliputi dan menyertai manusia, baik ia sebagai pribadi, maupun ia dalam kelompok atau dalam bagian kelompok masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. 1 Dewasa ini, sarana transportasi sebagai suatu kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang dengan pesat. Setiap hari bisa kita lihat jumlah kendaraan semakin banyak. Data dari Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat volume penjualan motor di Indonesia mencapai unit sepanjang semester satu Peningkatan penjualan motor di Indonesia selama semester satu 2011 juga dipengaruhi penurunan suku bunga kredit motor. Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), 90% penjualan motor di Indonesia dibiayaai oleh kredit melalui perusahaan pembiayaan. 2 Perkembangan di bidang transportasi tentunya tidak hanya memberikan manfaat dan pengaruh positif terhadap masyarakat tetapi juga membawa pengaruh negatif. Dampak negatif dari perkembangan di bidang transportasi diantaranya adalah sering timbulnya kecelakaan lalu lintas dan pencurian kendaraan bermotor. Baik pemilik kendaraan bermotor maupun orang lain yang menjadi korban kecelakaan tentunya sangat membutuhkan 1 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hal. 2 2 Adm Pasar Motor Indonesia Rp 40, 73 Triliun di Semester 2011, (Online), ( diakses 10 Agustus 2011)

2 2 biaya untuk keperluan pengobatan ataupun biaya perbaikan kendaraan bermotor yang rusak akibat kecelakaan ataupun perbuatan jahat. Laurentinus Iwan Pranoto Sutanto yang merupakan Head Marketing Communications & Public Relation PT. Asuransi Astra Buana mengatakan bahwa masih banyak pemilik kendaraan bermotor yang belum melindungi roda dua maupun mobilnya dengan asuransi untuk perawatan dan perlindungan terhadap kecelakaan. Menurut beliau alasan orang tidak mengasuransikan kendaraannya terbilang sepele seperti pengendara sudah merasa aman atau yakin tidak akan terjadi apa-apa. Padahal, masih menurut beliau, data kepolisian menunjukkan bahwa setiap empat menit sekali terdapat kecelakaan. 3 Ditinjau dari segi hukum asuransi, kecelakaan atau perbuatan jahat inilah yang merupakan keadaan yang tidak dapat diramalkan terlebih dahulu secara pasti. Keadaan yang tidak pasti inilah akhirnya menimbulkan suatu kerugian yang jumlahnya tidak pasti pula. Keadaan tidak pasti terhadap setiap kemungkinan yang dapat terjadi baik dalam bentuk atau peristiwa yang belum tertentu menimbulkan rasa tidak aman lazim disebut sebagai risiko. 4 Risiko adalah kewajiban menanggung atau memikul kerugian sebagai akibat suatu peristiwa di luar kesalahannya, yang menimpa benda yang menjadi miliknya. Risiko itu ada yang sudah pasti adanya, misalnya keusangan ( slijtage ), yaitu susutnya benda karena dipakai dan ada yang belum tentu adanya, misalnya kebakaran, kecurian, perampokan, karamnya kapal, tubrukan kapal dan lain-lain. Risiko tersebut terakhir ini disebabkan oleh peristiwa yang tidak dapat dipastikan lebih dulu tentang kapan terjadinya atau disebut peristiwa tak tentu ( onzekervoorval ). 5 Upaya untuk mengatasi sifat alamiah yang berwujud sebagai suatu keadaan yang tidak pasti, antara lain dilakukan oleh manusia dengan cara 3 Adm Pentingnya Asuransi Kendaraan Bermotor, (Online), ( diakses 10 Agustus 2011) 4 Sri Rejeki Hartono Op. Cit. hal H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum Pertanggungan (Jakarta: PT. Djambatan, 1990), hal. 24.

3 3 menghindari, atau melimpahkannya kepada pihak-pihak lain di luar dirinya sendiri. 6 Secara umum, manusia lebih suka menghindari atau mengurangi atau kalau dapat meniadakan risiko yang mengancam jiwa atau kesejahteraan. Hal ini berlaku baik pada orang perorangan, maupun pada masyarakat, cara yang ditempuh antara lain dengan meningkatkan metode-metode penanganan risiko atau menyebarkan risiko. 7 Salah satu metode yang paling baik untuk penanganan risiko tidak lain adalah dengan cara mentrasfernya/mengalihkannya kepada pihak lain dengan jalan mengadakan perjanjian asuransi. 8 Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) memberikan pengertian mengenai asuransi atau pertanggungan, yaitu: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain dalam KUHD, pengertian asuransi juga dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, yaitu: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. 6 Sri Rejeki Hartono Op. Cit. hal Ibid. hal Ibid. hal. 70.

4 4 Lembaga atau institusi yang mempunyai kemampuan untuk mengambil alih risiko pihak lain ialah lembaga asuransi, dalam hal ini adalah perusahaan-perusahaan asuransi. Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, perusahaan asuransi mempunyai peranan dan jangkauan yang sangat luas, karena perusahaan asuransi tersebut mempunyai jangkauan yang menyangkut kepentingan-kepentingan ekonomi maupun kepentingan-kepentingan sosial. Di samping itu ia juga dapat menjangkau baik kepentingan-kepentingan individu maupun kepentingan-kepentingan masyarakat luas, baik risiko individu maupun risiko-risiko kolektif. 9 Pada dasarnya perusahaan asuransi dalam kegiatannya, secara terbuka mengadakan penawaran/menawarkan suatu perlindungan/proteksi serta harapan pada masa yang akan datang kepada individu atau kelompokkelompok dalam masyarakat atau institusi-institusi lain, atas kemungkinan menderita kerugian lebih lanjut karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak tertentu atau belum pasti. 10 Perjanjian pertanggungan di dalam pengertian yang murni mengandung suatu tujuan bahwa kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh pihak tertanggung akan diganti oleh pihak penanggung. Oleh karena di dalamnya terdapat suatu penggantian kerugian, maka pertanggungan ini disebut Pertanggungan Kerugian. 11 Usaha asuransi kerugian meliputi beberapa jenis kegiatan usaha. Menurut Pasal 3 huruf a angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, jenis usaha yang dapat dilakukan oleh usaha asuransi kerugian yaitu memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Salah satu hal penting dalam perjanjian asuransi adalah mengenai pemberian ganti rugi pada saat terjadinya peristiwa tidak tentu yang telah diperjanjikan dan menimbulkan kerugian bagi tertanggung. Dalam menentukan 9 Ibid. hal Ibid. hal Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa) (Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1990), hal. 8

5 5 besarnya jumlah ganti rugi bukanlah hal yang mudah. Terkadang tertanggung masih merasa tidak puas atas besarnya jumlah ganti rugi yang diberikan oleh penanggung. Hal ini bisa jadi dikarenakan ketidaktahuan tertanggung mengenai mekanisme pembayaran ganti rugi. Terdapat salah satu asas dalam asuransi yang harus dipegang dalam memberikan ganti kerugian. Asas yang dimaksud adalah asas indemnitas. Asas indemnitas adalah salah satu asas dalam asuransi yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri (khusus untuk asuransi kerugian). Perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik ialah untuk memberi suatu ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung. Pengertian kerugian itu tidak boleh menyebabkan posisi keuangan pihak tertanggung menjadi lebih diuntungkan dari posisi sebelum menderita kerugian. Jadi terbatas sampai pada keadaan/posisi awal, artinya hanya mengembalikannya pada posisi semula. 12 Perjanjian asuransi jumlah tidak mempunyai tujuan untuk mengganti suatu kerugian, sehingga asas indemnitas tidak berlaku bagi asuransi ini. Hal yang ingin dicapai oleh asas indemnitas adalah keseimbangan antara risiko yang dialihkan kepada penanggung dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung sebagai akibat dari terjadinya peristiwa yang secara wajar tidak diharapkan terjadinya. 13 Pengaturan mengenai asas indemnitas atau asas keseimbangan oleh undang-undang tidak diberikan dengan jelas, namun demikian asas ini tersiratdalam beberapa pasal yaitu Pasal 250, 252, 253 KUHD. Perjanjian pertanggungan mempunyai arti yang sangat penting bagi penanggung sejak saat perjanjian itu diadakan, yaitu untuk mengetahui berapakah jumlah maksimum dari prestasinya. Jumlah ini disebutuang pertanggungan. Di dalam suatu pertanggungan kerugian mengenai berapakah maksimum dari penggantian kerugian yang harus diberikan oleh penanggung, sangat perlu diketahui sebelumnya. Uang pertanggungan berfungsi sebagai jumlah maksimum terhadap mana penanggung terikat untuk menggantikannya apabila kerugian telah terjadi (Pasal 253 ayat (1) KUHD) Sri Rejeki Hartono Op. Cit. hal Ibid. hal Emmy Pangaribuan Simanjuntak Op. Cit. hal. 43.

6 6 Pasal 253 ayat (1) KUHD menyebutkan bahwa: Suatu pertanggungan yang melebihi jumlah harga atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah sah sampai jumlah tersebut. Selanjutnya, disamping berfungsi sebagai jumlah maksimum dari ganti kerugian, jumlah yang dipertanggungkan ini pun dapat berfungsi sebagai dasar perhitungan dalam hal ada kerugian sebagian dalam pertanggungan di bawah nilai benda sesungguhnya. Apabila tertanggung hendak mempertanggungkan kepentingannya itu secara penuh, maka haruslah jumlah yang dipertanggungkan kepentingannya itu sama nilainya dengan nilai benda yang dipertanggungkan sejauh itu dapat dipertanggungkan. Tetapi sering pula bahwa yang dipertanggungkan itu tidaklah nilai penuh, akan tetapi hanya sebagian saja, sehingga si pemilik memikul risiko sendiri untuk bagian lain yang tidak dipertanggungkan itu, dan tentunya akibatnya bahwa jumlah yang dipertanggungkan itu akan menjadi lebih kecil dari nilai benda sesungguhnya. 15 KUHD, yaitu: Pertanggungan dengan nilai sebagian diatur dalam Pasal 253 ayat (2) Apabila harga penuh sesuatu barang tidak dipertanggungkan, maka apabila timbul kerugian, si penanggung hanyalah diwajibkan menggantinya menurut imbangan daripada bagian yang dipertanggungkan terhadap bagian yang tidak dipertanggungkan. Terkait dengan risiko dan besarnya kerugian yang mungkin dialami oleh pemilik kendaraan bermotor, PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto, sebagai salah satu perusahaan asuransi yang bergerak dalam asuransi kerugian, telah menawarkan solusi melalui asuransi kendaraan bermotor yang dapat meringankan pemilik dalam menghadapi risiko kerugian akibat peristiwa yang tidak tentu seperti pencurian, tabrakan, terbalik, kebakaran dan lain-lain. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menulis skripsi 15 Ibid. 43.

7 7 yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PADA ASURANSI PAKET MOTORKOEDI PT. ASURANSI UMUM BUMIPUTERA MUDA 1967 CABANG PURWOKERTO. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan Bagaimana pemberian ganti kerugian pada asuransi paket Motorkoe di PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto?. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian ganti kerugian pada asuransi paket Motorkoe di PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan wacana, referensi dan acuan penelitian yang sejenis dari permasalahan yang berbeda dan diharapkan juga dapat memajukan perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan bidang hukum asuransi khususnya. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memacu perkembangan informasi dan pengetahuan masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada

8 8 khususnya terkait dengan mekanisme pembayaran ganti kerugian pada asuransi paket Motorkoe di PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto.

9 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASURANSI 1. Pengertian dan Pengaturan Asuransi Secara umum terdapat dua istilah yang sering digunakan dalam asuransi. Kedua istilah tersebut yaitu pertanggungan dan asuransi. Istilah pertanggungan dalam bahasa Belanda adalah verzekering dan assuranntie sementara dalam bahasa Inggris dipakai istilah insurance. Prof. Soekardono menerjemahkan verzekering itu dengan pertanggungan. Dalam hukum pertanggungan, orang yang mempertanggungkan disebut tertanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya bahasa Belanda verzekerde dan dalam bahasa Inggris dipakai istilah the insured. Orang yang menanggung disebut penanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya bahasa Belanda verzekeraar dan dalam bahasa Inggris dipakai istilah the insurer. 16 Istilah pertanggungan dipakai dalam literatur ilmu pengetahuan hukum, misalnya pertanggungan kerugian, pertanggungan jiwa, benda pertanggungan dan jumlah pertanggungan. Prof. Subekti umumnya juga menggunakan istilah pertanggungan dalam terjemahannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 17 Istilah assurantie dalam bahasa Indonesia menjadi asuransi. Istilah asuransi lebih banyak dikenal dan dipakai dalam praktek perusahaan pertanggungan sehari-hari. Orang yang mengasuransikan dalam bahasa Belanda disebut geassureerde sementara dalam bahasa Inggris disebut the assured. Penerima asuransi dalam bahasa Belanda disebut assuradeur dan bahasa Inggris the assurer. Istilah asuransi dipakai terbatas pada nama jenis usaha dan nama perusahaan, misalnya asuransi kebakaran, asuransi jiwa dan PT. Asuransi Bumiputera. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dipakai istilah perasuransian Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Asuransi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal Ibid. hal Ibid. hal. 6.

10 10 Prof. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah asuransi untuk penanggung dan terjamin untuk tertanggung. Walaupun istilah yang dimaksud itu ada persamaan pengertiannya, istilah penjamin dan terjamin lebih tepat dipakai dalam hukum perdata yang membicarakan tentang perjanjian penjaminan garantie, borgtocht dan hoofdelijkheid. J.E. Kaihatu menjelaskan penggunaan istilah bahasa Inggris insurance dan assurance dalam praktik pertanggungan di Inggris. Menurut beliau, istilah insurance dipakai untuk pertanggungan kerugian, sedangkan istilah assurance dipakai untuk pertanggungan jumlah sommenverzekering. 19 Untuk selanjutnya, apabila penulis menggunakan istilah asuransi atau pertanggungan, maksudnya adalah sama. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah istilah tertanggung untuk orang yang mempertanggungkan dan penanggung untuk orang yang menanggung. Asuransi dilihat dari segi ekonomi merupakan suatu lembaga keuangan, sebab melalui asuransi dapat dihimpun dana yang besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi yang bertujuan untuk memberikan perlindungan proteks atas kerugian keuangan finansiil loss, yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya fortuitius event. 20 Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa asuransi merupakan suatu perjanjian yang berdasarkan pada motif ekonomi, artinya tertanggung menyadari bahwa ancaman bahaya terhadap harta benda miliknya dan jiwa raganya. Apabila bahaya itu menimpa dirinya, maka ia akan mengalami kerugian. Secara ekonomi menderita kerugian atau menderita materiil dan menderita korban jiwa, akan mempengaruhi jalan hidupnya ataupun ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang diancam bahaya merasa berat memikul beban tersebut, tertanggung berusaha mencari jalan bila ada pihak lain yang ingin mengambil oper beban ancaman bahaya itu dan ia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut dengan premi. 21 Dari usaha pertanggungan itu dapat dijelmakan bahwa usaha asuransi itu berarti memasukkan premi yang kemudian merupakan 19 Ibid. hal Eti Purwiyantiningsih, Tesis: Kajian Yuridis Tentang Prinsip Itikad Baik Berdasarkan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Dalam Asuransi Kerugian (Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 2008), hal Ibid.

11 11 dana.dana yang tersimpan dalam perusahaan dapat digunakan oleh perusahaan tersebut untuk membiayai suatu usaha yang mendatangkan suatu keuntungan baginya disamping membantu masyarakat. Usaha ini semuanya sudah jelas membantu pembangunan ekonomi negara kita, yang kemudian dapat dinikmati oleh anggota masyarakat. Jadi semua premi yang kemudian terkumpul itu dapat dipakai sebagai usaha investasi dalam proyek-proyek ekonomi. 22 Pengertian asuransi dari segi hukum dapat dilihat dari beberapa ketentuan undang-undang yang mengaturnya. Secara umum, peraturan mengenai asuransi di Indonesia diatur dalam dua peraturan umum yang sudah ada sejak lama yaitu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). KUH Perdata merupakan peraturan yang bersifat umum di bidang keperdataan. Sementara itu, KUHD merupakan peraturan yang mengatur lebih khusus daripada KUH Perdata. Apabila dalam KUHD tidak mengatur, maka KUH Perdata sebagai peraturan yang bersifat umum akan mengisi kekosongan hukum atas apa yang tidak diatur dalam KUHD. Adanya peraturan khusus yang mengatur, maka peraturan yang khusus tersebutlah yang digunakan lex specialis derogat legi generaly. Dengan kata lain, terkait asuransi maka yang digunakan adalah aturan yang ada di KUHD, karena KUHD telah mengatur secara khusus mengenai asuransi. Di dalam KUH Perdata, asuransi diklasifikasikan sebagai perjanjian untung-untungan sebagaimana yang tercantum pada Pasal Pasal 1774 KUH Perdata Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun 22 Ibid.

12 12 bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah: perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Meskipun perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan, sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak tepat. Perjanjian untung-untungan mempunyai kecenderungan yang besar menuju pada pertaruhan atau perjudian. Tujuan perjanjian untung-untungan tersebut, selalu berkaitan dengan kepentingan keuangan yang berkaitan dengan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti, dan keberadaan dari peristiwa tersebut baru dimulai setelah ditutupnya perjanjian termaksud. 23 Karakteristik dari perjanjian untung-untungan ini adalah berdasarkan pada kemungkinan yang sangat bersifat spekulatif. Oleh karena itu pada perjanjian untung-untungan tujuan utama hanya kepentingan keuangan yang sangat spekulatif. Lain halnya dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan yang pada dasarnya sudah mempunyai tujuan yang lebih pasti ialah memperalihkan risiko yang sudah ada yang berkaitan pada kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada pada posisi yang sama. Posisi atau keadaan ekonomi yang sama tersebut dipertahankan dengan memperjanjikan pemberian ganti rugi karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti. Jadi peristiwa yang belum pasti terjadi itu merupakan syarat baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. 24 Meskipun demikian peristiwa yang belum pasti terjadi pada perjanjian untung-untungan yang bersifat pertaruhan atau perjudian tidak sama tepat dengan yang terjadi pada perjanjian asuransi. Pada perjanjian pertaruhan dan perjudian, risiko itu justru diciptakan oleh perjanjian itu sendiri. Lain halnya pada perjanjian pertanggungan, risiko itu sudah ada sebelum perjanjian dibuat dan justru perjanjian pertanggungan ditutup dengan tujuan memperalihkan risiko yang sudah ada Sri Rejeki Hartono Op. Cit. hal Ibid. 25 Ibid. hal. 82.

13 13 Pada perjanjian untung-untungan peristiwa yang belum pasti itu andaikata tak terjadi sama sekali tidak menyebabkan kerugian ekonomi pada salah satu atau para pihak. Sedangkan pada perjanjian asuransi apabila peristiwa yang belum pasti itu benar terjadi pasti menimbulkan kerugian ekonomi pada salah satu pihak ialah pihak tertanggung. 26 Purwosutjipto mengemukakan adanya perbedaan antara perjanjian asuransi dengan perjanjian perjudian atau pertaruhan sebagai berikut 27 : 1. Pada pertanggungan, hubungan antara kemungkinan untung-rugi dengan peristiwa tak tentu itu masih bisa diperhitungkan atau diperkirakan, artinya bila kemungkinan terjadinya peristiwa tak tentu itu dekat atau kemungkinan timbulnya kerugian atau kerusakan itu tidak jauh, maka penanggung dapat menolak pertanggungan atau menaikan preminya. 2. Pada perjudian atau pertaruhan, hubungan antara kemungkinan untungrugi dengan peristiwa tak tentu itu tidak dapat diperhitungkan atau diperkirakan sebelumnya. Adanya untung-rugi itu sama sekali tergantung pada nasib orang yang melakukan perjudian atau pertaruhan. Pengertian asuransi atau pertanggungan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 246 KUHD yang menyebutkan bahwa: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Menurut H.M.N Purwosutjipto ada tiga unsur mutlak dalam Pasal 246 KUHD, yaitu 28 : 1. Adanya kepentingan sebagai yang dimaksud dalam undang-undang (Pasal 250 dan 268 KUHD); 2. Adanya peristiwa tak tentu; 3. Adanya kerugian. 26 Ibid. 27 H.M.N Purwosutjipto Op. Cit. hal Ibid.

14 14 H.M.N Purwosutjipto juga berpendapat, bahwa ketentuan Pasal 246 dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang sebagai definisi pertanggungan umum. Beliau berpendapat bahwa ketentuan Pasal 246 KUHD mengandung unsur-unsur bagi pertanggungan kerugian, tetapi tidak mengandung unsur-unsur pertanggungan jiwa. Dengan demikian, menurutnya Pasal 246 KUHD hanya tepat sebagai definisi pertanggungan kerugian. 29 Abdulkadir Muhammad memberikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan berdasarkan definisi Pasal 246 KUHD sebagai berikut 30 : a. Pihak-Pihak Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan. b. Status Pihak-Pihak Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau Koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik sebagai perusahaan 29 Ibid. hal Abdulkadir Muhammad Op. Cit. hal

15 15 ataupun bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan. c. Objek Asuransi Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko. Sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya. d. Peristiwa Asuransi Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum ( legal act )berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti ( evenemen ) yang mengancam benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satusatunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi. e. Hubungan Asuransi Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterikatan ( legally bound ) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupa kesediaan secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk

16 16 memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain (secara timbal balik). Artinya sejak tercapai kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada penanggung, dan sejak itu pula penanggung menerima pengalihan risiko. Jika terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan ketentuan polis asuransi. Jika tidak terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung. Selain dalam KUHD, pengertian asuransi atau pertanggungan juga bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU No. 2 Tahun 1992), yang menyebutkan bahwa: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Rumusan Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 1992 ternyata lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHD karena tidak hanya melingkupi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa. Hal ini dapat diketahui dari kata-kata akhir rumusan, yaitu untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Dengan demikian, objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan, tetapi juga jiwa/raga manusia Ibid. hal. 11.

17 17 Molengraaf memberikan definisi mengenai asuransi yaitu asuransi kerugian ialah persetujuan dengan mana satu pihak, penanggung mengikatkan diri terhadap yang lain, tertanggung untuk mengganti kerugian yang dapat diderita oleh tertanggung, karena terjadinya suatu peristiwa yang telah ditunjuk, dan yang belum tentu serta kebetulan, dengan mana pula tertanggung berjanji untuk membayar premi. 32 Hukum asuransi atau pertanggungan di Indonesia diatur dalam KUHD dan di luar KUHD. Peraturan pertanggungan dalam KUHD ialah 33 : 1. Buku I, Bab IX tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya (Pasal 246 sampai dengan 286). 2. Buku I, Bab X tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipaneni dan tentang pertanggungan jiwa (Pasal 287 sampai dengan 308). 3. Buku II, Bab IX tentang pertanggungan terhadap segala bahaya laut (Pasal 592 sampai dengan 685). 4. Buku II, Bab X tentang pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan di daratan dan di sungai dan di perairan darat (Pasal 686 sampai dengan 695). Walaupun dalam Pasal 248 KUHD dinyatakan bahwa ketentuanketentuan yang bersifat umum diberlakukan terhadap pertanggungan yang telah diatur dalam Buku I dan Buku II KUHD, pasal tersebut hendaknya ditafsirkan juga berlaku bagi pertanggungan khusus di luar KUHD. Ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dalam Buku I Bab 32 H. Mashudi dan Moch. Chidir Ali, Hukum Asuransi (Bandung: PT. Mandar Maju, 1998). hal H.M.N. Purwosujtipto Op. Cit. hal. 11.

18 18 IX KUHD adalah ketentuan-ketentuan yang harus diindahkan karena memuat syarat-syarat umum yang berlaku bagi setiap pertanggungan. 34 Timbulnya bermacam jenis pertanggungan khusus dalam praktek menunjukkan bahwa masyarakat makin berkembang, sehingga makin menyadari pula adanya bermacam bahaya yang mengancam keselamatan harta kekayaan atau jiwa dan raga, terhadap bahayabahaya tersebut lalu diadakan pertanggungan. Pada waktu KUHD dirancang lebih dari satu abad yang lalu, bahaya-bahaya semacam itu belum diatur, misalnya bahaya yang disebabkan oleh kesibukan lalu lintas, bahaya kemungkinan tidak membayar hutang, dan bahaya kecelakaan kerja. 35 Peraturan pertanggungan di luar KUHD antara lain 36 : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. 2. Undang-undang Asuransi Sosial. Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial sebagai berikut: a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja): 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek): 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). 34 Abdulkadir Muhammad Op. Cit. hal Ibid. hal Ibid. hal

19 19 2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS). c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan Beserta Keluarganya. 2. Tujuan Asuransi Tujuan perjanjian pertanggungan adalah untuk mengalihkan risiko si tertanggung kepada si penanggung, yang berarti bahwa penanggung berkewajiban untuk mengganti kerugian tertanggung bila terjadi evenemen. Sebagai kontra prestasinya tertanggung harus membayar uang premi kepada penanggung. Berapa jumlah uang premi yang harus dibayar oleh tertanggung, penanggung harus memperhitungkan berdasarkan statistik dan pengalaman yang cermat. Dengan perhitungan jumlah uang premi yang tepat, maka perusahaan pertanggungan tidak akan merugi dan dapat memelihara perusahaannya dengan baik. 37 Menurut Emmy Pangaribuan, pertanggungan itu mempunyai tujuan mengalihkan segala risiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko untuk mengganti kerugian H.M.N. Purwosutjipto Op. Cit. hal Emmy Pangaribuan Simanjuntak Op. Cit. hal. 5.

20 20 Menurut Abdulkadir Muhammad ada beberapa tujuan asuransi, yaitu 39 : 1. Teori Pengalihan Risiko Menurut teori pengalihan risiko risk transfer theory tujuan perjanjian pertanggungan adalah untuk mengalihkan risiko si tertanggung kepada si penanggung, yang berarti bahwa penanggung berkewajiban untuk mengganti kerugian tertanggung bila terjadi evenemen. Sebagai kontra prestasinya tertanggung harus membayar uang premi kepada penanggung. 2. Pembayaran Ganti Rugi Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya. 39 Abdulkadir Muhammad Op. Cit. hal

21 21 3. Pembayaran Santunan Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung voluntary insurance. Akan tetapi, undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib compulsory insurance, artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial social security insurance. Tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang. 4. Kesejahteraan Anggota Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan. Prof. Wirjono Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan perkumpulan koperasi. Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung onderlinge verzekering atau asuransi bersama mutual insurance yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota.

22 22 3. Jenis-Jenis Asuransi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang di dalam Pasal 247 ayat (1) menyebutkan bahwa: Pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai: bahaya kebakaran; bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipaneni; jiwa; satu atau beberapa orang; bahaya laut dan pembudakan; bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, di sungaisungai dan di perairan darat. Jenis-jenis pertanggungan yang disebut dalam Pasal 247 ayat (1) itu tidak tertutup, ternyata dari adanya kata antara lain. Ini berarti bahwa pembentuk undang-undang masih membuka kesempatan bagi jenis-jenis pertanggungan baru, yang timbul berdasar perkembangan dunia perusahaan. 40 Pembedaan asuransi atau pertanggungan berdasarkan ilmu pengetahuan terdiri dari Pertanggungan Kerugian dan Pertanggungan Sejumlah Uang. Cara untuk mengetahui apakah suatu pertanggungan itu tergolong pertanggungan kerugian atau pertanggungan jumlah adalah dilihat dari prestasi penanggung. Dikatakan Pertanggungan Sejumlah Uang apabila penanggung mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi memberikan sejumlah uang yang telah ditentukan sebelumnya. Pada Pertanggungan Sejumlah Uang, pemberian sejumlah uang yang telah ditentukan sebelumnya itu bergantung pada peristiwa yang pada umumnya tidak pasti akan terjadi, yang ada hubungannya dengan hidup atau jiwa atau bahkan kesehatan seseorang. Dengan demikian, tujuan dari Pertanggungan Sejumlah Uang ialah 40 H.M.N. Purwosutjipto Op. Cit. hal. 14.

23 23 membayar sejumlah uang tertentu, tidak tergantung pada persoalan pada apakah evenemen menimbulkan kerugian atau tidak. Santunan diberikan kepada penikmat meskipun dia dengan matinya si badan tertanggung tidak menderita kerugian suatu apapun. Prestasi penanggung di sini sama sekali tidak bisa disebut memberi penggantian kerugian, sebagai yang disebut dalam Pasal 246 KUHD. 41 Dikatakan Pertanggungan Kerugian apabila penanggung mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi dalam bentuk mengganti rugi sepanjang ada kerugian. Dengan demikian, tujuan dari Pertanggungan Kerugian ialah mengganti kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung ingin mengamankan kepentingan harta kekayaannya. 42 Pertanggungan dapat juga dibedakan menurut kriteria ada tidaknya persesuaian kehendak dari kedua belah pihak dalam menutup pertanggungan itu. Apabila pertanggungan itu ditutup atas dasar kehendak yang bebas dari kedua belah pihak maka kita menghadapi pertanggungan sukarela atau voluntary insurance. Biasanya voluntary insurance ini ditutup atas keinginan perorangan sehingga disebut juga sebagai voluntary private insurance. Sebaliknya bilamana pertanggungan itu ditutup oleh pihak tertanggung karena diwajibkan oleh suatu peraturan (pihak penanggung) maka pertanggungan demikian adalah termasuk pertanggungan wajib atau compulsary insurance. Oleh karena biasanya pertanggungan yang demikian ini adalah diwajibkan oleh pemerintah kepada seluruh atau sebagian tertentu dari anggota masyarakat untuk suatu tujuan memberikan perlindungan sosial security maka pertanggungan ini dinamakan juga sebagai social insurance atau social goverment insurance Ibid. hal Ibid. hal Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya (Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1990), hal

24 24 Pertanggungan sukarela sebagian besar dikenal orang dalam dunia pertanggungan sebagai usaha pertanggungan yang mengandung unsur bisnis, karena pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pertanggungan dalam masyarakat. Hal itulah juga yang menyebabkan bahwa biasanya pertanggungan itu disebut dengan nama commercial insurance. Perusahaan-perusahaan pertanggungan yang melaksanakan usahanya dengan tujuan memperoleh keuntungan dari penutupan-penutupan pertanggungan melaksanakan usahanya itu dengan pemasaran jasa dalam masyarakat, mencari langgananlangganan yang rela menjadi tertanggung. Jadi kelihatan sifat commercial atau sifat perdagangannya itu. Namun demikian, voluntary insurance dalam menjalankan kegiatannya tidak sematamata hanya dalam usaha-usaha yang mencari keuntungan. Voluntary insurance mungkin saja dilaksanakan oleh suatu perusahaan pertanggungan dengan tujuan sekedar memberi perlindungan kepada anggota-anggota masyarakat tertentu sebagai suatu kumpulan. Oleh penulis David L. Bicklehaupt, voluntary insurance yang demikian ini disebut dengan nama cooperative insurance. 44 Voluntary atau Commercial Insurance dapat dibedakan atas dua bagian besar menurut sifat obyek yang dipertanggungkan yaitu 45 : a. Personal Insurance Pada umumnya memang yang dimaksud sebagai personal insurance adalah yang menyangkut pemberian perlindungan kepada seseorang atau keluarga berhubung timbulnya suatu kerugian, sehingga mengakibatkan seseorang kehilangan kemampuan mencari nafkah atau kehilangan sumber nafkah karena suatu peristiwa mati, cacat, sakit, usia tua atau kehilangan pekerjaan. Oleh karena itulah bahwa pada pokoknya personal insurance ini ditujukan pada pemberian perlindungan atas hidup seseorang atau atas sakitnya seseorang sehingga terdapat life insurance dan health insurance. 44 Ibid. hal Ibid. hal. 42.

25 25 b. Property Insurance Property Insurance adalah pertanggungan yang ditutup atas harta benda yang menjadi milik seseorang atau yang dipertanggungkan adalah kerugian yang menimpa harta milik seseorang. Sehubungan dengan kerugian yang menimpa harta benda mungkin saja seseorang itu tidak hanya rugi karena miliknya ditimpa suatu peristiwa, melainkan juga karena harta orang lain yang ditimpa kerugian sedangkan dia menurut hukum bertanggung jawab atas keselamatan dari barang itu. Kerugian seperti ini dapat dipertanggungkan dan masih tetap tergolong pada property insurance dan disebut dengan liability insurance. 4. Syarat Sah Perjanjian Asuransi Secara tegas dikatakan dalam Pasal 246 KUHD, bahwa asuransi didasarkan atas suatu perjanjian dan perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian antara tertanggung dengan penanggung. Sehubungan dengan asuransi sebagai perjanjian, maka perjanjian asuransi, sebagaimana perjanjian pada umumnya, harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Perjanjian asuransi sebagai bentuk perjanjian khusus, mempunyai syarat-syarat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,

26 26 seperti yang tersebut dalam Pasal 251 KUHD mengenai kewajiban pemberitahuan yang benar. 46 Syarat perjanjian asuransi yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad adalah 47 : 1. Kesepakatan Consensus Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi: a. Benda yang menjadi objek asuransi; b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi; c. Evenemen dan ganti kerugian; d. Syarat-syarat khusus asuransi; e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis. Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan penanggung dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Dilakukan secara langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi tanpa perantara. Dilakukan secara tidak langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi melalui jasa perantara. Perantara dalam KUHD disebut makelar sementara dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 disebut pialang. 2. Kewenangan Authority Kedua pihak, tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat ada yang bersifat sebjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan 46 Abdulkadir Muhammad. Op. Cit. hal Ibid. hal

27 27 subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian trusteeship, atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. 3. Objek Tertentu Fixed Object Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi itu. 4. Kausa yang Halal Legal Cause Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian itu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. 5. Pemberitahuan Notification Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi batal. Pasal 251 KUHD menyebutkan bahwa: Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang tidak diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga, seandainya si penanggung telah mengetahui

28 28 keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutp atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan. Kewajiaban pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah diadakan asuransi terjadi pemberatan risiko atas objek asuransi. 5. Prinsip-Prinsip Asuransi Terkait dengan prinsip-prinsip asuransi terdapat asas-asas dan ketentuan-ketentuan umum perjanjian asuransi. Untuk itu, penulis akan mengklasifikasikan menjadi dua bagian, bagian pertama ialah asas dan syarat yang berkaitan dengan terjadi dan sahnya perjanjian asuransi sedangkan bagian kedua ialah syarat yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian asuransi. a. Asas dan syarat yang berkaitan dengan terjadinya dan sahnya perjanjian asuransi Secara umum, sahnya suatu perjanjian diatur dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Pasal 1320 KUH Perdata beserta pasal-pasal yang lain yaitu Pasal KUH Perdata. Setiap perjanjian, termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut 48 : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. 48 Sri Rejeki Hartono Op. Cit. hal. 97.

29 29 Keempat hal tersebut di atas tidak boleh dilakukan karena adanya kekhilafan, paksaan ataupun karena tipuan 49. Sedangkan untuk syarat khusus bagi perjanjian asuransi harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Buku I Bab IX KUHD ialah 50 : a. Asas indemnitas principle of indemnity. b. Asas kepentingan principle of insurable interest. c. Asas kejujuran yang sempurna utmost good faith. d. Asas subrogasi pada penanggung. Ad. a. Asas Indemnitas Principle of Indemnity" Perjanjian pertanggungan mempunyai tujuan untuk mencegah tertanggung dari menderita kerugian atau supaya risiko yang dihadapinya diperalihkan kepada si penanggung. Di dalam penggantian kerugian itu dipakai suatu asas yaitu asas perseimbangan, yaitu perseimbangan antara risiko yang akan diperalihkan kepada penanggung dengan kerugian yang di derita oleh tertanggung sebagai akibat suatu peristiwa yang tidak dapat diharapkan akan terjadinya. 51 Asas indemnitas ini merupakan ketentuan lebih lanjut dari adanya kepentingan. Jadi harus ada hubungan kesinambungan antara kepentingan dan asas indemnitas, bahwa tertanggung benar-benar mempunyai kepentingan terhadap kemungkinan menderita kerugian karena terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan. 52 Masih terkait dengan asas indemnitas atau prinsip keseimbangan, Pasal 252 KUHD menentukan bahwa: Kecuali dal hal-hal yang disebutkan dalam ketentuanketentuan undang-undang, maka tak bolehlah diadakan suatu pertanggungan kedua, untuk jangka waktu yang sudah 49 Ibid. 50 Ibid. 51 Emmy Pangaribuan Op. Cit. hal Sri Rejeki Hartono Op. Cit. hal. 99.

30 30 dipertanggungkan untuk harganya penuh, dan demikian itu atas ancaman batalnya pertanggungan yang kedua tersebut. Berdasarkan ketentuan di atas bahwa adalah batal pertanggungan kedua atas suatu kepentingan yang telah dipertanggungkan untuk nilai penuh pada saat di mana pertanggungan kedua itu diadakan. Dengan tegas ketentuan ini bertujuan untuk mencegah adanya penggantian kerugian yang menjadi melebihi daripada kerugian yang diderita dan mengharuskan adanya perseimbangan antara penggantian kerugian dan nilai benda itu. Tetapi, di dalam Pasal 252 KUHD disebutkan pula tentang adanya perkecualian menurut undang-undang yang terhadapnya dibolehkan adanya pertanggungan yang rangkap itu. 53 Menurut Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, pengecualian yang dimaksud oleh Pasal 252 KUHD adalah Pasal 277 KUHD. Pasal 277 KUHD menyebutkan: Pasal 277 ayat (1) KUHD Apabila berbagai penanggungan, dengan itikad baik, telah diadakan mengenai satu-satunya barang, sedangkan dalam pertanggungan yang pertama harga sepenuhnya telah dipertanggungkan, maka hanya pertanggungan pertama itu sajalah mengikat, sedangkan para penanggung yang berikutnya dibebaskan. Pasal 277 ayat (2) KUHD Apabila dalam pertanggungan yang pertama itu tidak dipertanggungkan harga sepenuhnya, maka para penanggung yang berikut bertanggung jawab untuk harga yang selebihnya, menurut tertib waktu ditutupnya pertanggungan-pertanggungan yang berikut itu. Ketentuan Pasal 277 KUHD ini adalah tepat sebagai pengecualian Pasal 252 KUHD, karena beberapa pertanggungan atas benda yang sama dengan kepentingan yang sama dan untuk waktu yang sama dengan nilai penuh daripada benda. Bagaimanapun juga larangan yang disebutkan di dalam Pasal 252 KUHD itu harus pertama-tama 53 Emmy Pangaribuan Simanjuntak Op. Cit. hal. 66.

31 31 diartikan bahwa undang-undang melarang tertanggung untuk memperoleh penggantian kerugian berlipat ganda double atau yang lebih daripada yang diderita. Kemungkinan tertanggung menerima ganti rugi berlipat ganda inilah yang sebenarnya ingin dicegah oleh pembentuk undang-undang dengan ketentuan Pasal 252 KUHD itu. 54 Ad. b. Asas Kepentingan Principle of Insurable Interest Batasan atau pengertian kepentingan di dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan dapat dimulai dari pengertian yang tidak langsung sebagai berikut yaitu seseorang dapat dianggap mempunyai kepentingan di dalam perjanjian asuransi ialah apabila orang tersebut dapat atau mungkin menderita kerugian yang bersifat kerugian ekonomi, sehingga dengan demikian kepentingan dapat pula diartikan sebagai keterlibatan kerugian keuangan karena suatu peristiwa yang belum pasti. 55 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, mengenai kepentingan, mengaturnya dalam dua pasal yaitu Pasal 250 dan Pasal 268 KUHD. Pasal 250 KUHD Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang, yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi. Pasal 268 KUHD Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh 54 Ibid. hal Sri Rejeki Hartono Op. Cit. hal. 101.

32 32 sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undangundang. Jadi pada hakikatnya, setiap kepentingan itu dapat diasuransikan/dipertanggungkan, baik kepentingan yang bersifat kebendaan atau kepentingan yang bersifat hak, sepanjang memenuhi syarat yang diminta oleh Pasal 268 KUHD tersebut di atas, yaitu bahwa kepentingan itu dapat dinilai dengan uang, dapat diancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. 56 Ketentuan lain yang masih berkaitan dengan asas kepentingan antara lain: 1) Pertanggungan mengikuti kepentingan Pada dasarnya tiap-tiap pertanggungan terdapat adanya unsur kepentingan, jika kepentingan tidak ada, maka penanggung tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian (Pasal 250 KUHD). Dari ketentuan ini maka timbul asas pertanggungan mengikuti kepentingan, yang berarti bila kepentingan yang dipertanggungkan itu pindah kepada orang lain, maka mulai saat itu pertanggungan berjalan untuk keuntungan orang yang berkepentingan baru itu (Pasal 263 KUHD). 57 2) Pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga Pasal 264 KUHD berbunyi: Suatu pertanggungan tidak saja dapat ditutup atas tanggungan sendiri, tetapi juga dapat ditutup atas tanggungan seorang ketiga, baik berdasarkan suatu kuasa umum atau khusus, maupun di luar pengetahuan si yang berkepentingan sekalipun, dan demikian itu mengindahkan ketentuan-ketentuan yang berikut. Ketentuan pasal di atas menunjukkan bahwa perjanjian pertanggungan juga dapat dilakukan untuk 56 Ibid. hal H.M.N Purwosutjipto Op. Cit. hal. 74.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD 17 BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD A. Pengertian Asuransi Dalam ketentuan Pasal 1774 KUHPerdata yang sudah dikemukakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi 1. Pengertian Asuransi Apabila seseorang menginginkan supaya sebuah resiko tidak terjadi, maka seharusnyalah orang tersebut mengusahakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi 1 BAB III TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya a. Pengertian Asuransi Dalam kamus Hukum kata Asuransi berasal dari Assurantie yang berarti asuransi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi dan Jenis-Jenis Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh R Sukardono diterjemahkan dengan pertanggungan,

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atau pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi Manusia selalu dihadapkan dengan peristiwa yang tidak pasti. Peristiwa yang tidak pasti tersebut dapat berupa peristiwa menguntungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA 2.1 Asuransi Jiwa 2.1.1 Pengertian asuransi jiwa Manusia sepanjang hidupnya selalu dihadapkan pada kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sudah mengalami perkembangan yang begitu signifikan dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran Yunani kuno yang dipimpin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI A. Defenisi Perjanjian Asuransi dan Tujuan Asuransi 1. Defenisi Perjanjian Asuransi Terdapat beberapa batasan dan perbedaan dari pengertian asuransi hal ini disebabkan

Lebih terperinci

DIMAS WILANTORO NIM: C.

DIMAS WILANTORO NIM: C. TINJAUAN TENTANG PEMBERIAN SANTUNAN PADA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN BERDASAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI 15 BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI A. Perjanjian Asuransi Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD, sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian dan Pengaturan Asuransi Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam bahasa Inggris assurance. Istilah lain

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN A. PENGERTIAN ASURANSI Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris disebut insurance,sedangkan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan umum tentang asuransi A. Pengertian Asuransi Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata verzekering. Di indonesia, para

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi Pengertian Asuransi

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi Pengertian Asuransi 6 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi 2.1.1 Pengertian Asuransi Terdapat beberapa pengertian atau definisi mengenai asuransi berdasarkan pendapat para ahli yang nampak berbeda namun mempunyai inti dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA Oleh : ALIS YULIA, S.H., M.H. *) ABSTRACT Based on the facts and realities that occur in the field

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk mendapatkan derajat kesehatan pada masyarakat yang tinggi dewasa ini diupayakan oleh pemerintah maupun swasta. Salah satu langkah yang ditempuh adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar Pembangunan Nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar juga ditandaskan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia dalam suatu masyarakat, sering menderita kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya dicuri,

Lebih terperinci

νµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτ ψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπα σδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκ χϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθ

νµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτ ψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπα σδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκ χϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθ θωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψ υιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδ φγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζ HUKUM ASURANSI ξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµ DIKTAT θωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψ Arif Rahman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA. Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti

BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA. Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA A. Pengertian Asuransi Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut Insurance 20. Ada 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK-HAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA. bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK-HAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA. bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK-HAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA A. Ruang Lingkup Asuransi Jiwa 1. Pengertian Asuransi Jiwa Dalam Asuransi, kita mengenal bermacam-macam istilah. Asuransi dalam bahasa

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8 MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : ------- Disusun oleh : Kelompok 8 Dickxie Audiyanto (125020305111001) Gatra Bagus Sanubari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi. Dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal

Lebih terperinci

Oleh : Ayu Cholisna 1

Oleh : Ayu Cholisna 1 KAJIAN TENTANG KEDUDUKKAN HUKUM TERTANGGUNG DALAM ASURANSI RANGKAP (Studi Kasus Tentang Tertanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dalam Kecelakaan Lalu-Lintas) Oleh : Ayu Cholisna 1 ABSTRAK Sejak

Lebih terperinci

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo ASURANSI Prepared by Ari Raharjo Email: ariraharjo2013@gmail.com Definisi Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia meliputi berbagai bidang kehidupan diantaranya idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti 26 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI 2.1. Pengertian dan Unsur unsur Asuransi 2.1.1. Pengertian Asuransi. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK ASAS INDEMNITAS DALAM PERJANJIAN ASURANSI. yang dilakukan oleh tertanggung. Asas asas dalam asuransi adalah: ganti kerugian.

BAB II KARAKTERISTIK ASAS INDEMNITAS DALAM PERJANJIAN ASURANSI. yang dilakukan oleh tertanggung. Asas asas dalam asuransi adalah: ganti kerugian. BAB II KARAKTERISTIK ASAS INDEMNITAS DALAM PERJANJIAN ASURANSI 2.1 Asas Asas Dalam Perjanjian Asuransi Dalam asuransi kita mengenal beberapa prinsip atau asas. Asas asas dalam asuransi tersebut diciptakan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308 8 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian Asuransi Jiwa 1. Dasar Hukum dan Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302 - pasal 308 KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh)

Lebih terperinci

TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi

TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi PERTEMUAN 09 Lembaga Asuransi TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi SASARAN BELAJAR Mahasiswa mampu memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup pesat karena kebutuhan setiap orang tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan

Lebih terperinci

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/ PERUSAHAAN ASURANSI 1. PENGERTIAN USAHA DAN KARAKTERISTIK ASURANSI Definisi (UU no. 2 tahun 1992) Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia Kata asuransi dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Insurance yang artinya jaminan atau pertanggungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential Ratna Syamsiar Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak PT Prudential Life Assurance memberikan perlindungan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi

BAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1.URAIAN TEORI Di dalam pembahasan penulisan skripsi ini tentunya dibutuhkan suatu kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi perjanjian asuransi.

Lebih terperinci

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI BAB X ASURANSI Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada saat ini sangat memberikan manfaat dan kemudahan bagi kehidupan manusia, dampak positif yang ada sangat mendukung manusia modern

Lebih terperinci

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan A. Pengertian Asuransi Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini mempermudah masyarakat untuk mengalihkan risiko yang kemungkinan. kemudian hari kepada lembaga pengasuransian.

BAB I PENDAHULUAN. saat ini mempermudah masyarakat untuk mengalihkan risiko yang kemungkinan. kemudian hari kepada lembaga pengasuransian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan sifatnya yang hakiki dari manusia dan kehidupan dunia ini, maka kehidupan manusia itu selalu mengalami masa pasang dan surut. Hal ini disebabkan oleh sifatnya

Lebih terperinci

Jurnal Panorama Hukum

Jurnal Panorama Hukum PEMAKNAAN PRINSIP KEPENTINGAN DALAM HUKUM ASURANSI DI INDONESIA Retno Wulansari 1 Email: retnowulansari19@gmail.com Abstract The insurable interest principle in Indonesia s insurance system is governed

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam. keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia.

I. PENDAHULUAN. Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam. keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia. Bagi orang yang berkepentingan, dia merasa perlu untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia di dalam hidupnya selalu berada dalam ketidakpastian dan selalu

I. PENDAHULUAN. Manusia di dalam hidupnya selalu berada dalam ketidakpastian dan selalu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam hidupnya selalu berada dalam ketidakpastian dan selalu mengalami risiko, yaitu suatu peristiwa yang belum dapat dipastikan terjadinya dan bila terjadi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ASURANSI DI INDONESIA. Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ASURANSI DI INDONESIA. Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ASURANSI DI INDONESIA A. Pengertian Asuransi Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan. Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu

Lebih terperinci

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1 ASURANSI 1 Pengertian Asuransi adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap keputusan yang diambil manusia dalam menjalani kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan dialami, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu risiko. Risiko yang dihadapi oleh setiap orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu risiko. Risiko yang dihadapi oleh setiap orang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risiko merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia. Kemungkinan manusia menghadapi kehilangan atau kerugian itu merupakan suatu risiko.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT A. Pengertian dan Persyaratan Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan terhadap istilah asuransi, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya memiliki harta kekayaan sebagai hasil jerih payahnya dalam bekerja. Harta kekayaan tersebut bisa berupa rumah, perhiasan, ataupun kendaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi Di Indonesia, selain istilah asuransi digunakan juga istilah pertanggungan. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM A. Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHDagang yang mengatur tentang asuransi jiwa, pengaturannya sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama orang tersebut memiliki kepentingan tanpa memandang status,

BAB I PENDAHULUAN. selama orang tersebut memiliki kepentingan tanpa memandang status, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap hari kita selalu menjumpai risiko, baik dalam pekerjaan maupun aktivtias kecil yang sepele pun risiko akan selalu membayangi kita kapanpun dan dimanapun.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat saat ini. Peningkatan ini dapat dilihat dari semakin tingginya kebutuhan

I. PENDAHULUAN. pesat saat ini. Peningkatan ini dapat dilihat dari semakin tingginya kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di Indonesia terus mengalami peningkatan yang sangat pesat saat ini. Peningkatan ini dapat dilihat dari semakin tingginya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM. KUH Dagang Pasal ( ) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal ( )

BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM. KUH Dagang Pasal ( ) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal ( ) BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM KUH Dagang Pasal (302-308) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal (302-308) Asuransi jiwa adalah suatu bentuk asuransi paling penting untuk keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEPASTIAN HUKUM PEMBAYARAN POLIS ASURANSI NASABAH YANG SUDAH JATUH TEMPO PADA PERUSAHAAN ASURANSI BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN 2014 1 Oleh : Febri Repi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II ASURANSI KONVENSIONAL

BAB II ASURANSI KONVENSIONAL BAB II ASURANSI KONVENSIONAL A. Sejarah Asuransi 1. Sebelum Masehi Pada jaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak uang untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi 29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis Asuransi Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu orang yang satu sanggup menanggung atau menjamin,

Lebih terperinci

DASAR & HUKUM ASURANSI KESEHATAN BAB 4

DASAR & HUKUM ASURANSI KESEHATAN BAB 4 DASAR & HUKUM ASURANSI KESEHATAN BAB 4 Oleh : Erlina Puspitaloka Mahadewi, SE, MM, MBL PERBEDAAN ASURANSI KERUGIAN DENGAN JIWA 1. MENGENAI PARA PIHAK a. Asuransi Kerugian Ada 2 pihak yaitu pihak penanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari masa ke masa pun selalu meningkat. Usaha seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari masa ke masa pun selalu meningkat. Usaha seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejalan perkembangan zaman yang semakin maju, pola berpikir manusia dari masa ke masa pun selalu meningkat. Usaha seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhannya

Lebih terperinci

Minggu Ke III ASURANSI JIWA

Minggu Ke III ASURANSI JIWA Minggu Ke III ASURANSI JIWA A. PENGERTIAN A. Abbas Salim dalam buku Dasar-Dasar Asuransi (Principles of Insurance) memberi definisi tentang asuransi jiwa, bahwa : Asuransi Jiwa adalah asuransi yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA. A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA. A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Istilah asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda, assurantie yang kemudian menjadi

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pengertian Prosedur menurut Mulyadi (2008:5) Pengertian Prosedur menurut M. Nafarin (2009:9)

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pengertian Prosedur menurut Mulyadi (2008:5) Pengertian Prosedur menurut M. Nafarin (2009:9) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 PENGERTIAN PROSEDUR Pengertian Prosedur menurut Mulyadi (2008:5) Prosedur adalah suatu urut-urutan kegiatan klerikal yang biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rasa tidak aman yang lazim disebut sebagai risiko. kelebihan. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat

I. PENDAHULUAN. rasa tidak aman yang lazim disebut sebagai risiko. kelebihan. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat yang alamiah, mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan lebih dulu secara tepat. Dengan demikian keadaan termaksud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan produktivitas karyawan selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan

Lebih terperinci

A. INSURED B. INSURER C. ACCIDENT D. INTEREST

A. INSURED B. INSURER C. ACCIDENT D. INTEREST MENURUT PASAL 246 KUHD RI; ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN ADALAH SUATU PERJANJIAN, DENGAN MANA SEORANG PENANGGING MENGIKATKAN DIRI PADA TERTANGGUNG DENGAN MENERIMA SUATU PREMI, UNTUK MEMBERI PENGGANTIAN KEPADANYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

FE Unlam Banjarmasin Abdul Hadi, 2010

FE Unlam Banjarmasin Abdul Hadi, 2010 MANAJEMEN RISIKO MEMINDAHKAN KERUGIAN (LOSS TRANSFER) OUTLINE 2 Pengertian dan Alasan Memindah Kerugian Dasar Hukum dan Cara Memindahkan Kerugian Kontrak Bukan Asuransi Kontrak Asuransi 3 Pengertian dan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI JIWA di KOTA DENPASAR

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI JIWA di KOTA DENPASAR TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI JIWA di KOTA DENPASAR ABSTRAKSI Oleh: Kadek Hita Kartika Sari I Gusti Nyoman Agung I Ketut Markeling Hukum Bisnis

Lebih terperinci

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA Oleh : Dewa Ayu Widiastuti Meranggi A.A. Sagung Ari Atu Dewi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci