BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Transportasi II.1.1 Pengertian Transportasi Transportsi dapat diartikan sebagai usaha yang memindahkan, menggerakkan, menganggkut, atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. (Fidel Miro, 2005) Dalam pengertian lain transportasi diartikan sebagai usaha pemindahan atau pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi yang lainnya dengan menggunakan suatu alat tertentu. Dengan demikian maka transportasi memiliki dimensi seperti lokasi (asal dan tujuan), alat (teknologi) dan keperluan tertentu (Miro,1997). Sistem transportasi selalu berhubungan dengan kedua dimensi tersebut, jika salah satu dari ketiga dimensi tersebut tidak ada maka bukanlah termasuk transportasi. Sementara itu sistem transportasi terdiri dari beberapa sistem makro yaitu (Tamin, 1997) : 1. Sistem kegiatan 2. Sistem jaringan prasarana transportasi 3. Sistem pergerakan lalu lintas 4. Sistem kelembagaan Keempat sistem tersebut saling berinteraksi membentuk sistem transportasi secara makro. Interaksi antar sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menimbulkan

2 pergerakan manusia/barang dalam bentuk pergerakan kendaraan. Perubahan pada sistem kegiatan akan membawa pengaruh pada sistem jaringan melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu pula dengan perubahan pada sistem jaringan akan mengakibatkan sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibillitas dari sistem pergerakan tersebut. Sistem pergerakan sangat penting dalam mengakomodasikan sistem pergerakan agar tercipta sistem pergerakan yang lancar dan selanjutnya akan berpengaruh pula pada sistem jaringan kegiatan, jadi ketiganya saling mempengaruhi. Transportasi mempunyai jangkauan pelayanan, yang diartikan sebagai batas geografis pelayanan yang diberikan oleh transportasi kepada pengguna transportasi tersebut. Jangkauan pelayanan ini didasarkan pada lokasi asal dan tujuan. Sistem transportasi merupakan suatu satuan dari elemen-elemen yang saling mendukung dalam pengadaan transportasi. Elemen-elemen transportasi tersebut adalah (Morlok,1991) : Manusia dan barang (yang diangkut) Kendaraan dan peti kemas (alat angkut) Jalan (tempat alat angkut bergerak) Terminal Sistem pengoperasian Sedangkan Khisty and Lall, 2003 menyatakan bahwa empat elemen utama transportasi adalah :

3 1. Sarana perhubungan (link) : jalan raya atau jalur yang menghubungkan dua titik atau lebih. Pipa, jalur darat, jalur laut, dan jalur penerbangan juga dapat dikategorikan sebagai sarana perhubungan. 2. Kendaraan : alat yang memindahkan manusia dan barang dari satu titik ke titik lainnya di sepanjang sarana perhubungan. Contohnya mobil, bis, kapal, dan pesawat terbang. 3. Terminal : titik-titik dimana perjalanan orang dan barabg dimulai atau berakhir. Contoh : garasi mobil, lapangan parkir, gudang bongkar muat, dan Bandar udara. 4. Manajemen dan tenaga kerja : orang-orang yang membuat, mengoperasikan, mengatur dan memelihara sarana perhubungan, kendaraan dan terminal. Keempat elemen di atas berinteraksi dengan manusia, sebagai pengguna maupun nonpengguna sistem, dan berinteraksi pula dengan lingkungan. II.1.2 Konsep Perencanaan Transportasi Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang sampai saat ini yang paling popular adalah Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan. (Tamin. O.Z., 1997) Pemodelan ini mudah dipakai dan ditunjang pula dengan berbagai (sejumlah) alat analisis statistik dan berbagai perangkat lunak program

4 computer untuk studi-studi transportasi. (Fidel Miro, 1997) Adapun keempat dari submodel tersebut adalah : a. Pemodelan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Trip Generation and Trip Atraction). b. Pemodelan Sebaran/Distribusi Perjalanan (Trip Distribution). c. Pemodelan Pemilihan Kendaraan (Model Split). d. Model Pemilihan Rute Perjalanan (Trafiic Assigment). II.2 Klasifikasi Pergerakan Pergerakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tamin, 1997) : a. Berdasarkan tujuan pergerakan Pada prakteknya, sering dijumpai bahwa model bangkitan pergerakan yang lebih baik bisa didapatkan dengan memodel secara terpisah pergerakan yang mempunyai tujuan berbeda. Dalam kasus pergerakan berbasis rumah, lima kategori tujuan pergerakan yang sering digunakan adalah : pergerakan tempat kerja pergerakan ke sekolah pergerakan ke tempat belanja pergerakan untuk kepentingan sosial dan rekreasi lain-lain

5 Dua tujuan pergerakan pertama (bekerja dan pendidikan) disebut tujuan pergerakan utama yang merupakan keharusan yang dilakukan setiap hari, sedangkan tujuan pergerakan lainnya sifatnya pilihan dan tidak rutin dilakukan. b. Berdasarkan waktu Pergerakan ini biasanya dikelompokkan menjadi pergerakan pada jam sibuk dan jam tidak sibuk. Proporsi pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan sangat berfluktuasi atau bervariasi sepanjang hari. c. Berdasarkan jenis orang Hal ini berdasarkan salah satu jenis pengelompokkan yang penting karena perilaku pergerakan individu sangat dipengaruhi oleh sosioekonomi. Atribut yang dimaksud adalah : Tingkat pendapatan Biasanya terdapat tiga penggolongan pendapatan di Indonesia yaitu tinggi, menengah dan rendah. Tingkat kepemilikan kendaraan Biasanya terdapat empat tingkat, yaitu 0, 1, 2, atau lebih dari 2 kendaraan per rumah tangga. Ukuran struktur rumah tangga Merupakan jumlah anggota keluarga dengan struktur umur dan jenis kelaminnya.

6 II.2.1 Jenis Pergerakan Berbagai jenis pergerakan yang ada merupakan akibat adanya kegiatan manusia. Berbagai pengertian yang membedakan jenis-jenis pergerakan (Willumsen, 1990) : Perjalanan Home Based (HB) adalah suatu perjalanan yang menunjukkan bahwa rumah sebagai pembuat perjalanan yang merupakan asal dan tujuan dari perjalanan. Perjalanan Non Home Based adalah suatu perjalanan yang menunjukkan bahwa salah satu asal atau tujuan dari perjalanan bukanlah rumah pelaku perjalanan. Produksi perjalanan (Trip Production) adalah perjalanan yang didefinisikan sebagai awal dan akhir dari sebuah perjalanan Home Based atau sebagai awal dari perjalanan Non Home Based. Tarikan perjalanan (Trip Atraction) adalah perjalanan yang tidak berakhir di rumah bagi perjalanan yang bersifat Home Based atau berbagai tujuan dari suatu perjalan Non Home Based. Bangkitan perjalanan (Trip Generation) adalah total jumlah perjalanan yang ditimbulkan oleh rumah tangga dalam suatu zona baik Home Based ataupun Non Home Based. II.2.2 Sirkulasi Sirkulasi menggambarkan sebuah pola pergerakan, baik kendaraan maupun pejalan kaki diatas dan disekitar tapak yang berpengaruh terhadap lamanya dan beban

7 puncak bagi lalu lintas kendaraan dan pergerakan pejalan kaki. Sirkulasi merupakan gerak terusan ruang. Jalan sirkulasi diartikan sebagai tali yang terlihat menghubungkan ruang-ruang dalam maupun luar. Unsur-unsur dari sirkulasi adalah : a. Pencapaian bangunan (pandangan dari jauh) b. Jalan masuk ke dalam bangunan (dari luar ke dalam ) c. Konfigurasi bentuk jalan (urutan ruang-ruang) Sifat konfigurasi ialah mempengaruhi dan dipengaruhi pola organisasi ruangruang yang menghidupkannya. Konfigurasi sebuah jalan yang dapat memperkuat organisasi ruang dengan mensejajarkan polanya. Sekali berhasil membayangkan konfigurasi ke seluruh jalan di dalam sebuah bangunan, orientasi di dalam bangunan dan pengertian tentang tata letak ruangnya menjadi nyata. Sirkulasi dibedakan atas dua golongan : 1. Sirkulasi Kendaraan Banyaknya pengunjung yang datang menggunakan kendaraan menyebabkan lalu lintas padat dan terjadi kemacetan. Untuk sirkulasi kendaraan sendiri dibagi menjadi dua yaitu : Sirkulasi kendaraan pribadi Jenis sirkulasi ini bersifat pasif, karena kendaraan yang datang bukan hanya lewat tetapi menjadikan suatu kawasan sebagai titik pemberhentian. Semakin menarik kawasan tersebut semakin banyak kendaraan yang datang dan berkumpul pada suatu kawasan yang terdapat aktivitas pemenuhan kebutuhan.

8 Sirkulasi angkutan umum Jenis ini bersifat aktif, dalam artian sirkulasi kendaraan ini harusnya hanya melewati kawasan tertentu. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah banyaknya rute kendaraan umum yang melintasi. Semakin banyak jurusan semakin banyak pula jumlah kendaraan umum yang melewati kawasan tersebut. 2. Sirkulasi Pejalan kaki yaitu : Sirkulasi pejalan kaki, dibedakan menurut pembagian waktu menjadi dua Sirkuasi orang pada siang sore hari Sirkulasi orang pada sore malam hari. (Ching, 1905) Terdapat beberapa bentuk sirkulasi yang biasa terjadi di perkotaan adalah : a) Linier Semua jalan adalah linier, jalan yang lurus dapat menjadi unsur pembentuk untuk satu deretan ruang-ruang. Sumber: (Ching, 1905) Gambar 2.1 Pola Sirkulasi Linear Keterangan : Pola sirkulasi linear adalah pola sirkulasi yang berbentuk lurus dan merupakan bentuk unsur pembentuk yang paling penting dalam suatu deretan ruang.

9 b) Radial Bentuk radial memiliki jalan yang berkembang dari atau berhenti pada sebuah pusat, tidak sama. Keterangan: Pola sirkulasi radial adalah polasirkulasi mengambang dari pusat kegiatan/aktivitas menuju daerah sekitarnya. Sumber:(DK. Ching, Francis an hanoto adji, Paulus, 1905, Arsitektur bentuk ruang dan Susunannya). Gambar 2.2 Pola Sirkulasi Radial c) Spiral Sebuah bentuk spiral adalah suatu jalan yang menerus dan berasal dari titik pusat, berputar mengelilinginya dan bergerak menjauhi titik pusat tersebut. Keterangan : Pola sirkulasi spiral adalah pola sirkulasi yang berasal dari pusat kegiatan/aktivitas yang berputar menjauhi pusat inti tersebut. Sumber : (Ching, 1905) Gambar 2.3 Pola Sirkulasi Spiral

10 d) Grid Bentuk grid terdiri dari dua set jalan-jalan sejajar yang saling berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau kawasan-kawasan ruang yang berbentuk segi empat. Keterangan : Pola sirkulasi grid adalah pola sirkulasi yang saling berpotongan antara yang satu dengan yang lainnya dan membentuk segi empat pada kawasan ruang. Sumber : (Ching, 1905) Gambar 2.4 Pola Sirkulasi Grid e) Net Work Suatu bentuk jaringan yang terdiri dari beberapa jalan yang menghubungkan titik-titik tertentu dalam ruang. Sumber : (Ching, 1908) Gambar 2.5 Pola Sirkulasi Net Work Keterangan : Pola sirkulasi net work adalah pola sirkulasi yang saling berpotongan antara yang satu dengan yang lainnya dan membentuk segi empat pada kawasan ruang

11 f) Campuran Pada kenyataannya, sebuah bangunan umumnya mempunyai suatu kombinasi dari pola-pola tersebut. II.3 Kemacetan Lalu Lintas Pada dasarnya, kemacetan terjadi akibat dari jumlah arus lalu lintas pada suatu ruas jalan tertentu yang melebihi kapasitas maksimum yang dimiliki oleh jalan tersebut. Peningkatan arus dalam suatu ruas jalan tertentu berarti mengakibatkan peningkatan kerapatan antar kendaraan yang dapat juga berarti terjadinya kepadatan arus lalu lintas akan mengakibatkan antrian hingga terjadi kemacetan lalu lintas. Kemacetan itu sendiri dapat dibedakan menjadi 5 tipe menurut biaya yang dikeluarkan, yaitu : 1. Simple interaction Kemacetan yang terjadi pada saat arus lalu lintas rendah dengan jumlah pergerakan yang kecil. Kemacetan ini biasanya disebabkan oleh cara mengemudi yang lambat dan berhati-hati untuk menghindari kecelakaan. 2. Multiple Interaction Kemacetan yang terjadi pada saat arus lalu lintas lebih tinggi, yang mengakibatkan tiap bertambahnya kendaraan akan lebih menghalangi satu sama lain, meskipun kapasitas jalan belum digunakan secara optimal. 3. Bottleneck Situation Kemacetan karena penyempitan lebar jalan, sehingga ruas jalan tersebut mengalami penurunan kapasitas jalan dibanding ruas jalan

12 sebelumnya/sesudahnya. Bila arusnya berada dibawah kapasitas bottleneck maka ruas jalan tersebut akan terjadi interaksi berganda, namun bila memenuhi kapasitas, apalagi untuk beberapa lama akan menimbulkan kemacetan. 4. Triggerneck Situation Kemacetan yang ditimbulkan oleh kemacetan bottleneck 5. Network and Control Congestion Kemacetan yang terjadi karena adanya upaya dan pengelola jalan untuk mengurangi biaya kemacetan untuk beberapa waktu tertentu atau untuk jenis lalu lintas tertentu, namun mengakibatkan kemacetan diwaktu dan jenis lalu lintas yang lain. Sementara itu beberapa gangguan terhadap kelancaran lalu lintas pada jalanjalan di wilayah perkotaan adalah : (Dirjen Perhubungan Darat) Pedagang kaki lima; Parkir kendaraan di badan jalan; Angkutan umum berhenti disembarang tempat; Terjadinya penyempitan jalan, dll. Sedangkan menurut ketergantungannya, kemacetan dibagi menjadi 2 jenis (Manheim,1978:268) : Load Independent Kemacetan yang terjadi kerena menurunnya kinerja sistem akibat dari interaksi antara komponen-komponen sistem, termasuk bila sistem akibat itu tidak digunakan.

13 a. Vehicle Fasility Congestion Kemacetan yang disebabkan oleh kendaraan dan fasilitas transportasi, seperti : terminal, halte, dan sebagainya. Setiap fasilitas mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan kemacetan, baik pada saat ada kendaraan maupun pada saat kosong. b. Vehicle Schedule Congestion Kemacetan yang terjadi ketika jumlah perjalanan yang telah terjadwal relatif lebih besar dari jumlah armada yang ada. Load Dependent a. Load Vehicle Congestion Kemacetan yang timbul bila arus kendaraan yang bergerak melalui suatu rute melewati sebuah terminal yang telah ada beban yang menunggu b. Load Schedule Congestion Kemacetan yang terjadi bila volume yang harus dimuat memerlukan waktu yang lebih lama daripada yang telah dijadwalkan. II.4 Penyebab Masalah Lalulintas Perkembangan aktivitas diperkotaan mengakibatkan peningkatan beban jalan. Akibatnya berbagai macam jenis permasalahan lalu lintas terjadi, mulai dari penundaan, kemacetan, atau gangguan lainnya. Secara umum penyebab terjadinya masalah lalu lintas (Perhubungan Darat,1996) adalah perkembangan aktivitas

14 diperkotaan mengakibatkan peningkatan beban jalan. Akibatnya berbagai macam jenis permasalahan lalu lintas terjadi, mulai dari penundaan, kemacetan, atau gangguan lainnya. Secara umum penyebab terjadinya masalah lalu lintas (Perhubungan Darat,1996) adalah : a. Pertambahan penduduk dikota-kota besar, pertambahan ini berkisar 4-5% per tahun; b. Perkembangan kota yang tidak diikuti struktur guna lahan yang sesuai; c. Tidak seimbangnya jaringan jalan, fasilitas lalu lintas dan angkutan dengan petumbuhan jumlah kendaraan; d. Makin jauhnya jarak perjalanan karena masyarakat mengalami pergeseran tempat tinggalnya ke arah luar kota/pinggiran, sebagai akibat perkembangan aktivitas ekonomi di pusat kota; e. Penggunaan pribadi yang kurang efektif; f. Kualitas dan kuantitas kendaraan umum yang belum memadai; g. Kurang termanfaatkannya secara maksimal peran alat angkutan kurang mampu melayani massa yang baik dengan maksimal, seperti kereta api. Secara garis besar elemen masalah transportasi (Perhubungan Darat, 1996) dapat dibedakan menjadi : Performance kendaraan umum; Tingkah laku pengemudi dan pejalan kaki; Pola jaringan jalan;

15 Manajemen lalu lintas; Fasilitas parkir dan manajemen; Angkutan umum jalan; Koordinasi antar moda; Koordinasi antar tata guna lahan dan transportasi; Sumber pendanaan untuk sarana dan prasarana transportasi. Menurut (Ogdem, 1984) kemacetan, kecelakaan dan gangguan lalu lintas lainnya terjadi karena ketidaksesuaian diantara komponen sistem lalu lintas. Manheim (1979) menyatakan bahwa sistem lalu lintas didefinisikan sebagai : 1. Sistem transportasi (T); 2. Sistem aktivitas sosial ekonomi (A); 3. Pola pergerakan berupa sistem transportasi, asal, tujuan, rute, volume lalu lintas dan lain-lain (F). Secara garis besar hubungan komponen lalu lintas dapat digambarkan sebagai berikut : a) Pola pergerakan dalam sistem lalu lintas dibatasi oleh sistem transportasi dan sistem aktivitas; b) Pola pergerakan menyebabkan perubahan dalam selang waktu dan sistem kegiatan, melalui pola pelayanan lalu lintas dan melalui sumber yang dikonsumsi untuk pelayanan tersebut; c) Pola pergerakan langsung menyebabkan perubahan dalam sistem transportasi.

16 II.5 Pola Pemilihan Rute Jaringan Jalan Jaringan jalan di kota besar sering menghadapi permasalahan transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi dan pemilikan kendaraan, serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor dan lokal sehingga jaringan jalan tidak dapat berfungsi secara efisien. Ketidaklancaran arus lalu lintas ini menimbulkan biaya tambahan, tundaan, kemacetan dan bertambahnya polusi udara dan suara. Pemerintah telah banyak melakukan usaha penanggulangan, diantaranya membangun jalan bebas hambatan, dan jalan lingkar. Setiap pemakai jalan memilih rute yang tepat dalam perjalanan ke tempat tujuannya sehingga waktu tempuhnya minimum dan biayanya termurah. Dalam pergerakan, manusia selalu mengutamakan dalam pemilihan rute dengan usaha sekecil mungkin. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi seseorang dalam pemilihan rute (Warpani, 1990) : a. Waktu perjalanan b. Biaya perjalanan c. Kenyamanan d. Tingkat pelayanan Rute terbaik bagi pemakai jalan dapat diartikan sebagai rute tercepat dan termurah. Menurut (Hutchinson, 1974) menyatakan bahwa hambatan perjalanan adalah sebagai faktor utama yang berpengaruh dalam pemilihan rute. Makin tinggi hambatan di suatu jalan maka semakin sedikit lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut dan sebaliknya. Hambatan perjalanan biasanya dinyatakan dalam ukuran

17 kuantitatif seperti waktu perjalanan, jarak perjalanan, kecepatan perjalanan serta biaya perjalanan. Dari keempat ukuran kuantitatif tersebut, hambatan perjalanan dan waktu perjalanan yang merupakan ukuran yang sangat mempengaruhi, sebab waktu perjalanan dapat menjadi pengukur dari variabel biaya perjalanan, kenyamanan serta tingkat pelayanan (Warpani, 1990). Pembebanan lalu lintas adalah suatu proses dimana permintaan perjalanan (yang didapat dari tahap distribusi) dibebankan ke rute jaringan jalan yang terdiri dari kumpulan ruas-ruas jalan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan atau total biaya perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dibandingkam tahaptahap lainnya, dalam tahap ini terjadi interaksi langsung antara permintaan dan sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam penilaian kinerja (performance) jaringan jalan akibat adanya perubahan (scenario) permintaan dan sediaan. Secara sederhana proses dan masukan/ keluarannya dapat digambarkan seperti berikut ini : Matrik Asal Tujuan (Permintaan) Jaringan (Sediaan) Kriteria Memutuskan Pemilihan Rute Asal/Total Perjalanan Sumber : Pelatihan Sistem Transportasi Perkotaan, DITJEN BANGDA, LPM ITB Gambar 2.6 Struktur Pemilihan Rute

18 II.5.1 Pemilihan Rute Jaringan Jalan Proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi pengguna jalan mengenai pilihannya yang terbaik. Terdapat 2 variabel yang mempengaruhi seseorang dalam memilih rute. (Miro, 2002): 1) Kelompok yang dapat diukur : 1. Variabel waktu tempuh (enit, jam atau hari) 2. Variabel jarak (kilometer atau mil) 3. Variabel biaya (rupiah, seperti ongkos atau bahan bakar) 4. Kemacetan atau antrian (v/c ratio) 5. Banyak/jenis maneuver yang dilewati (banyak persimpangan sebidang) 6. Panjang/jenis jalan raya (arteri, biasa, tol) 7. Kelengkapan rambu-rambu lalulintas atau marka jalan 2) Kelompok variabel yang tidak dapat ukur (kualitatif) 1. Variabel pemandangan yang indah 2. Variabel kebiasaan seseorang untuk melewati suatu rute tertentu 3. Variabel perbedaan persepsi tentang rute tertentu (kelompok kualitatif) 4. Variabel informasi rute yang salah (kelompok kualitatif) 5. Variabel kesalahan/error lainnya (kelompok kualitatif) Persamaan biaya gabungan yang menggabungkan semua faktor tersebut merupakan hasil yang sangat sulit diperoleh, selain itu tidaklah praktis memodel semua faktor sehingga harus digunakan beberapa asumsi atau pendekatan.

19 Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah mempertimbangkan dua faktor utama dalam pemilihan rute, yaitu biaya pergerakan dan nilai waktu-biaya pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh. Beberapa model pemilihan rute dimungkinkan penggunaan bobot yang berbeda bagi faktor waktu tempuh dan faktor jarak tempuh untuk menggambarkan persepsi pengendara dalam kedua faktor tersebut. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa waktu tempuh mempunyai bobot lebih dominan dari pada jarak tempuh bagi pergerakan didalam kota (Fitrianingsih, 2008) Outram dan Thomson (1978), membandingkan hasil persepsi dengan temuan di lapangan. Ternyata proporsi pengendara yang persepsinya sesuai dengan temuan dilapangan sangatlah rendah. Disimpulkan bahwa kombinasi antara jarak dan waktu tempuh dapat dijadikan faktor yang paling dapat menggambarkan persepsi pemilihan rute. Tetapi, kombinasi tersebut hanya dapat mewakili sekitar (60 80)% proses pemilihan rute. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi pemilihan rute, misalnya perbedaan persepsi, informasi rute yang salah, atau galat lain. Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang menuju ke zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, khususnya di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya : - Perbedaan persepsi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai kondisi lalu lintas pada saat ini;

20 - Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut (Tamin, 1997). Jadi, tujuan pengguanaan model adalah untuk mendapatkan setepat mungkin arus yang didapat pada saat survei dilakukan untuk setiap ruas jalan dalam jaringan jalan tersebut. Analisis pemilihan rute tersebut terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu : Alasan pemakai jalan memilih suatu rute dibandingkan dengan rute lainnya; Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alas an pemakai jalan memilih rute tertentu; Kemungkinan pengendara berbeda persepsinya mengenai rute yang terbaik. Beberapa pengendara mungkin mengasumsikan sebagai rute dengan jarak tempuh terpendek, rute dengan waktu tempuh tersingkat, atau mungkin juga kombinasi keduanya; Kemacetan dan ciri fisik ruas jalan membatasi jumlah arus lalu lintas di jalan tersebut. II.5.2 Alasan/Faktor Pemilihan Rute Perilaku perjalanan adalah hasil dari interaksi antara lingkungan dengan psikologi manusia (watak, kesadaran, persepsi dan kemampuan belajar). Perilaku perjalanan, seperti juga pemilihan rute dapat dipertimbangkan sebagai hasil dari urutan sebagai berikut : - Persepsi objektif

21 - Persepsi manusia - Situasi subjektif - Keputusan manusia Mekanisme interaksi (seperti bagaimana persepsi pelaku perjalanan tentang jaringan dan rute perjalanan) adalah sangat kompleks, tetapi dalam masalah pemilihan rute, merupakan hal yang telah diterima secara luas bahwa asumsi dasar dari pelaku perjalanan dalam pengambilan keputusan adalah bahwa pelaku perjalanan bersifat rasional. Pelaku perjalanan diasumsikan selalu mencari kepuasan optimal untuk kebutuhan perjalanannya. (Frazilla, 1998) Hal utama dalam proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi pengguna jalan mengenai pilihannya yang terbaik. II. 5.3 Hipotesa Pemilihan Rute Model harus mewakili ciri sistem transportasi dan salah satu hipotesis tentang pemilihan rute pemakai jalan. Terdapat tiga hipotesis yang dapat digunakan yang menghasilkan jenis model yang berbeda-beda. Pembebanan all-or-nothing Pemakai jalan secara rasional memilih rute terpendek yang meminimumkan hambatan transportasi (jarak, waktu dan biaya). Semua lalu lintas antara zona asal dan tujuan menggunakan rute yang sama dengan anggapan bahwa pemakai jalan mengetahui rute yang tercepat tersebut. Dengan kata lain, pemakai jalan mengetahui rute terpendek yang meminimumkan waktu tempuh dan semuanya menggunakan rute tersebut, tidak ada yang menggunakan rute lain.

22 Pembebanan banyak ruas Asumsi pemakai jalan tidak mengetahui informasi yang tepat mengenai rute tercepat. Pengendara memilih rute yang dikiranya adalah rute tercepat, tetapi persepsi yang berbeda untuk setiap pemakai jalan mengakibatkan bermacammacam rute akan dipilih antara dua zona tertentu. Diasumsikan bahwa pemakai jalan belum mendapatkan informasi tentang alternatif rute yang layak, dia memilih rute yang dianggapnya terbaik (jarak tempuh pendek, waktu tempuh singkat, dan biaya minimum). Pembebanan berpeluang Pemakai jalan menggunakan beberapa faktor rute dalam pemilihan rutenya dengan meminimumkan hambatan transportasi contohnya faktor yang tidak dapat dikuantifikasi seperti rute yang aman dan rute yang panoramanya indah. Pengendara memperhatikan faktor lain selain jarak, waktu tempuh dan biaya yang minimum, misalnya rute yang telah dikenal atau yang dianggap aman. II.5.4 Kriteria Pemilihan Rute Beberapa faktor yang mungkin dipertimbangkan pengendara dalam memilih rute adalah sebagai berikut : Waktu tempuh, waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang diperlukan, termasuk berhenti dan tundaan, dari suatu tempat ke tempat tempat lain melalui rute tersebut. Salah satu metode pengamatan waktu tempuh dapat dilakukan dengan metode Pengamat bergerak, yaitu pengamat mengemudikan kendaraan survey di dalam arus lalulintas dan mencatat waktu tempuhnya.

23 Nilai waktu, nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang untuk keluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit waktu perjalanan. Nilai waktu ini relatif dengan banyaknya pengeluaran konsumen. Biaya perjalanan, biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang, waktu tempuh, jarak atau kombinasi ketiganya yang biasa disebut biaya gabungan. Dalam hal ini diasumsikan bahwa total biaya perjalanan sepanjang rute tertentu adalah jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang dilalui. Jadi, dengan mengetahui semua biaya dari setiap ruas jalan, dapat ditentukan (dengan algoritma tertentu) rute terbaik yang dapat dilalui pada jaringan jalan tersebut. Biaya operasi kendaraan, perbaikan dan peningkatan mutu prasarana dan prasarana transportasi akan bertujuan mengurangi biaya operasional kendaraan. Biaya ini antara lain meliputi penggunaan bahan bakar, pelumas, biaya penggantian (misalnya, ban), biaya perawatan kendaraan, dan upah. Jumlah persimpangan yang akan dilalui Rambu lalu lintas Keselamatan Kondisi permukaan jalan Jika terdapat beberapa rute pilihan, pengendara yang berasal dan bertujuan yang sama dapat memilih rute yang berbeda. Kemungkinan hal ini yang menyebabkan pengendara mungkin memiliki kriteria yang berbeda dalam memutuskan, dalam permodelan pembebanan lalu lintas pengendara dianggap

24 berperilaku rasional, yakni mereka berusaha mengurangi biaya perjalanannya. Waktu tempuh dan jarak merupakan dua faktor yang paling serius dan sering disebut sebagai alasan utama pengendara dalam memilih rute, sehingga dalam banyak studi kombinasi ke dua faktor tersebut sering dipakai dalam mendefinisikan biaya. (Fitrianingsih, 2008) Pengenalan rute akan membutuhkan data-data input yang akan dianalisis sehingga menghasilkan sebuah keluaran (produk) pilihan rute, yaitu (Miro, 2002) : a. Masukan (input) pemilihan rute : 1. Data jarak, waktu, biaya tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal I dengan zona tujuan j. 2. Sebaran pemilihan perjalanan antar zona (sekarang dan masa yang akan datang) 3. Data kapasitas ruas-ruas jalan tersebut. 4. Data jaringan jalan yang menghubungkan pusat-pusat zona dengan rincian tentang waktu perjalanan dan kecepatan rencana. Khusus data input 1 dan 2 bisa didapatkan dari tahapan terdahulu, sedangkan data input 3 dan 4 didapatkan dari pilihan rute. b. Keluaran (output) dari pemilihan rute : Keluaran (produk) dari pemilihan rute akan menghasilkan informasi berharga bagi pihak-pihak tertentu, terutama Dinas Prasarana Jalan, berupa : 1. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang melewati setiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal I dan zona tujuan j.

25 2. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang membelok pada persimpangan utama. 3. Data untuk menentukan kecepatan rata-rata dan waktu perjalanan masukan bagi pengevaluasian. 4. Data jumlah kilometer kendaraan atau jam pengoperasian masukan bagi pengevaluasian yang ekonomis. II.6 Algoritma Dalam Pencarian Rute Terpendek Lintasan terpendek adalah lintasan minimum yang diperlukan untuk mencapai suatu tempat dari tempat tertentu. Lintasan minimum yang dimaksud dapat dicari dengan menggunakan graf. Graf adalah sekumpulan noktah (simpul/vertex) di dalam bidang dua dimensi yang dihubungkan dengan sekumpulan garis (sisi/edge). Graf dapat digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan antara objek-objek tersebut. Sebuah graf dibentuk dari kumpulan titik yang dihubungkan dengan garis garis. Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan graph, antara lain : 1. Titik titik tersebut disebut vertex. 2. Garis garis yang menghubungkan antar vertex disebut edge. 3. Adjacent artinya bertetangga. Maksudnya jika ada dua vertex disebut adjacent, jika mempunyai edge yang sama. 4. Adalah bobot yang biasanya terdapat pada edge yang merepresentasikan jarak dari vertex-vertex yang dihubungkan oleh edge tersebut. 5. Path adalah lintasan yang melalui edge dan vertex dalam graf.

26 6. Cycle adalah lintasan yang dimulai dan berakhir pada vertex yang sama. Cycle kadang kadang disebut circuit. 7. Direct pada directed graph adalah graf dimana edge-edgenya mempunyai suatu arah. Graf yang digunakan adalah graf-graf yang berbobot, yaitu graf yang setiap sisinya diberikan suatu nilai atau bobot.dalam kasus ini, bobot yang dimaksud adalah jarak dan waktu tempuh pada setiap rute. Ada beberapa macam persoalan lintasan terpendek, antara lain : 1. Lintasan terpendek antara dua buah simpul tertentu. (a pair shortest path). 2. Lintasan terpendek antara semua pasangan simpul (all pairs shortest path). 3. Lintasan terpendek dari simpul tertentu ke semua simpul yang lain (singlesource shortest path). 4. Lintasan terpendek antara dua buah simpul yang melalui beberapa simpul tertentu (intermediate shortest path). Dan strategi umum untuk mencari lintasan terpendek dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Periksa semua sisi yang berlangsung bersisian dengan simpul a, pilih sisi yang bobotnya paling kecil. Sisi ini menjadi lintasan terpendek L (1). 2. Tentukan lintasan terpendek kedua dengan cara berikut : i. Hitung d(i) = panjang L(1) + bobot sisi dari simpul akhir L(1) ke simpul i yang lain.

27 ii. Pilih d (i) yang terkecil, bandingkan d(i) dengan bobot sisi (a,i). jika bobot sisi (a,i) lebih kecil dari d(i), maka lintasan terpendek kedua adalah L2 = (a,i) jika tidak maka L(1) = L(2) U (sisi dari simpul akhir L(1) ke i). 3. Dengan langkah yang sama, ulangi langkah 2 untuk menentukan lintasan terpendek berikutnya. Input Gambar 2.7 Rute terpendek Output II.6.1 Pengenalan Algoritma Pencarian Rute Terpendek Algoritma adalah kumpulan insturksi/perintah yang dibuat secara jelas dan sistematis berdasarkan urutan yang logis (logika) untuk penyelesaian suatu masalah. Namun algoritma pencarian rute tujuannya adalah algoritma yang menentukan bagaimana memilih rute optimal antara awal dan tujuan dengan memperhitungkan waktu kalkulasi terpendek. Ada beberapa algoritma yang sudah dikembangkan, antara lain algoritma Dijkstra, algoritma Floyd-Warshall, algoritma Bellman-Ford, algoritma Ant, algoritma A* dll. Dimana inti logika dari algoritma-algoritma tersebut adalah sama, yaitu menentukan jarak terpendek dari setiap node yang telah dibangun.

28 Dalam menyelesaikan persoalan lintasan terpendek masing-masing algoritma memiliki spesifikasi penyelesaian masalah, kompleksitas, waktu algoritma, serta jenis masalah yang berbeda., namun algoritma yang akan dibahas lebih lanjut dalam tugas akhir ini adalah adalah algoritma Dikstra dan Floyd-Warshall. Sebagaimana kedua algoritma ini merupakan algoritma yang paling sering digunakan dalam menentukan rute terpendek, (Pradhana, B. A., 2006) dan kedua algoritma ini adalah algoritma yang dalam penggunaannya hanya menggunakan vertex-vertex sederhana pada jaringan jalan yang tidak rumit. (Chamero, 2006) Dalam penjelasannya, algoritma diatas dijelaskan dengan graph. Dalam graph tersebut akan dicari jalur terpendek dua node dalam graph yaitu node s dan node d yang terdefenisi pada graph berarah G = (V, E) dimana : - V adalah himpunan tak kosong dari simpul-simpul (vertices atau node) - E adalah himpunan sisi-sisi (edges atau arces) yang menghubungkan node-node dalam V. Gambar 2.8 Graf dengan 6 Verteks dan 7 Edge Struktur graf dapat dikembangkan dengan memberi bobot setiap edge. Dalam hal ini graf dinyatakan dalam jaringan jalan maka bobotnya dapat berarti panjang jalan ataupun waktu tempuh. Graf berbobot inilah yang digunakan untuk mencari lintasan terpendek.

29 Gambar 2.9 Graf berbobot II.6.2 Jenis dan Sifat Graf Pengelompokan graf dapat didasarkan pada ada atau tidaknya sisi ganda atau sisi gelang, pada jumlah simpul, atau berdasarkan orientasi arah pada sisi. Berdasarkan ada atau tidaknya sisi ganda atau gelang, secara umum graf dapat digolongkan atas : 1. Graf Sederhana Graf sederhana adalah graf yang tidak mengandung gelang atau sisi ganda. 2. Graf tak sederhana Dibagi menjadi dua (2) yaitu graf ganda dan graf semu. Graf ganda adalah graf yang mengandung sisi ganda dan graf semu adalah graf yang memiliki gelang. Gambar 2.10 Graf berdasarkan ada atau tidaknya sisi gelang atau sisi ganda. a). Graf sederhana, b). Graf ganda c). Graf semu

30 Berdasarkan jumlah simpul pada suatu graf, secara umum graf dapat digolongkan menjadi 2 jenis : 1. Graf berhingga Adalah graf yang memiliki jumlah simpul berhingga 2. Graf tak berhingga Adalah graf yang memiliki jumlah simpul tak berhingga. Berdasarkan orientasi arah pada sisi secara umum graf dibedakan atas 2 jenis : 1. Graf berarah Graf yang pada setiap sisinya diberi orientasi arah disebut graf berarah. 2. Graf tak berarah Graf yang pada setiap sisinya tidak diberi orientasi arah disebut graf tak berarah. Graf pada gambar 2 diatas adalah graf tak berarah. (a) (b) Gambar 2.11 a). Graf berarah, b). Graf berarah ganda

31 II.7 Pengenalan Algoritma Dijkstra Algoritma Dijkstra, dinamai menurut penemunya, Edsger Dijkstra, adalah sebuah algoritma rakus (greedy algorithm) dalam memecahkan permasalahan jarak terpendek (shortest path problem) untuk sebuah graf berarah (directed graph) dengan bobot-bobot sisi (edge weights) yang bernilai tak-negatif. Algoritma Dijkstra dalam mencari rute terpendek terdiri dalam sejumlah langkah. Algoritma ini menggunakan prinsip greedy yang menyatakan bahwa pada setiap langkah kita memilih sisi yang berbobot minimum dan memasukkannya kedalam himpunan solusi. Input dari algoritma ini adalah sebuah graf berarah yang berbobot (weighted directed graph) G dan sebuah sumber vertex s dalam G dan V adalah himpunan semua vertex dalam graf G. Algoritma Dijkstra merupakan algoritma pencarian rute tradisional dengan mencari node dengan fungsi terkecil. Proses ini diulang-ulang terus hingga tujuan dicapai. II.7.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Dijkstra Sesuai dengan artinya secara harfiah berarti tamak atau rakus, algoritma Dijkstra ini hanya memikirkan solusi terbaik yang akan diambil pada setiap langkah tanpa memikirkan konsekuensi kedepan, prinsipnya ambillah apa yang bisa didapatkan saat ini. Lintasan dari simpul asal haruslah merupakan lintasan terpendek diantara semua lintasannya ke simpul-simpul yang belum terpilih. Dengan kata lain strategi

32 dari algoritma ini adalah ambillah lintasan yang memiliki bobot minimum yang menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan simpul yang belum terpilih. Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan terpendek diantara semua lintasannya ke semua simpul-simpul yang belum terpilih. Elemen elemen algoritma Dijkstra adalah : 1. Himpunan kandidat, C Himpunan ini berisi elemen-elemen yang memiliki peluang untuk membentuk solusi. Pada solusi lintasan terpendek himpunan kandidat ini adalah himpunan simpul pada lintasan tersebut. 2. Himpunan solusi, S Himpunan ini berisi solusi dari permasalahan yang diselesaikan dan elemennya terdiri dari elemen dalam kandidat namun tidak semuanya atau dengan kata lain himpunan solusi ini adalah bagian dari himpunan kandidat. 3. Fungsi seleksi Fungsi seleksi adalah fungsi yang akan memilih setiap kandidat yang akan memungkinkan akan menghasilkan solusi optimal pada setiap langkahnya. 4. Fungsi kelayakan Fungsi kelayakan akan memeriksa apakah suatu kandidat yang terpilih (terseleksi) melanggar congstraint atau tidak. Apabila kandidat melanggar constraint maka kandidat tidak akan dimaksudkan kedalam himpunan solusi.

33 5. Fungsi Objektif Fungsi objektif akan memaksimalkan atau meminimalkan nilai solusi. Tujuannya adalah memilih satu saja solusi terbaik dari masing-masing anggota himpunan solusi. Contoh algoritma Dikstra : a merupakan node awal b, c, dan d merupakan kandidat pembentuk solusi d merupakan himpunan solusi

34 d merupakan titik vertex ke-2 c dan e merupakan kandidat solusi titik e merupakan solusi II.7.2 Analisis Hasil Algoritma Dijkstra Pada proses analisis ini lebih ditekankan kepada aspek perincian dan kompleksitas algoritma. Tapi selain itu juga akan membahas aspek aspek lain yang bersangkutan. Dari hasil penjabaran masalah pencarian lintasan terpendek dengan algoritma ini, dapat akan ditelaah beberapa hal, antara lain : 1. Masalah waktu yang dibutuhkan 2. Masalah memori yang dihabiskan 3. Masalah keefektifan Pada algoritma Dijkstra dapat dilihat bahwa prinsip utama dari algoritma ini adalah mencari semua lintasan dari simpul asal ke suatu simpul tujuan dan kemudian membandingkan setiap lintasan tersebut. Hal ini dapat kami ilustrasikan sebagai berikut, misal kita akan mencari panjang terpendek dari simpul 1 ke simpul 4. Dan lintasan yang tersedia adalah lintasan 1-4, 1-2-4,

35 Maka dalam hal ini algoritma Dijkstra akan membandingkan ketiga lintasan tersebut. Lintasan yang memiliki jarak terpendek akan dihasilkan sebagai solusi. Dan apabila hal itu kita lakukan unutk semua simpul, maka dapat kita bayangkan berapa banyak proses perbandingan dan penghitungan yang terjadi. Karena hal ini maka otomatis waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dan terlihat jelas bahwa memori yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Dari dua hal tersebut di atas keefektifan dari algoritma Dijkstra juga kurang sempurna. Masukan (input) pemilihan rute dalam algoritma Djikstra, 1. Data jarak, waktu, biaya tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal i dengan zona tujuan j. 2. Sebaran pemilihan perjalanan antar zona (sekarang dan masa yang akan datang). 3. Data kapasitas ruas-ruas jaringan tersebut. 4. Data jaringan yang menghubungkan pusat-pusat zona dengan rincian tentang waktu perjalanan dan kecepatan rencana. Khusus data input 1 dan 2 bisa didapatkan dari tahapan terdahulu, sedangkan data input 3 dan4 didapatkan dari pilihan rute. Keluaran (output) dari pemilihan rute dalam algoritma Dijkstra

36 Keluaran (produk) dari pemilihan rute dalam algoritma Djikstra antara lain hasil analisis dari pilihan rute ini akan menghasilkan informasi berharga bagi pihak-pihak tertentu, terutama dinas prasarana jalan, berupa: 1. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang melewati setiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal i dan zona tujuan j. 2. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang membelok pada persimpangan utama. 3. Data untuk menentukan kecepatan rata-rata dan waktu perjalanan masukan bagi pengevaluasian. 4. Data jumlah kilometer kendaran atau jam pengoperasaian masukan bagi pengevaluasian yang ekonomis. II.8 Pengenalan Algoritma Floyd-Warshall Algoritma Floyd-Warshall adalah sebuah algoritma analisis graf untuk mencari bobot minimum dari graf berarah. Dalam satu kali eksekusi algoritma, akan didapatkan jarak sebagai jumlah bobot dari lintasan terpendek antar setiap pasang simpul tanpa memperhitungkan informasi mengenai simpul-simpul yang dilaluinya. Algoritma ini yang juga dikenal dengan nama Roy-Floyd. Dalam pengertian lain Algoritma Floyd-Warshall adalah suatu metode yang melakukan pemecahan masalah dengan memandang solusi yang akan diperoleh sebagai suatu keputusan yang saling terkait. Artinya solusi-solusi tersebut dibentuk

37 dari solusi yang berasal dari tahap sebelumnya dan ada kemungkinan solusi lebih dari satu. (Novandi.R.A.D., 2007) Algoritma Floyd-Warshall ini akan memilih satu jalur terpendek dan teraman dari beberapa alternatif jalur yang telah dihasilkan dari proses kalkulasi. (Sukrisno A.T dan Rachman A., 2007) Hal yang membedakan pencarian solusi menggunakan algoritma Floyd- Warshall dengan algoritma Dijkstra adalah bahwa keputusan yang diambil pada tiap tahap pada algoritma Dijkstra hanya berdasarkan pada informasi yang terbatas sehingga nilai optimum yang diperoleh pada saat itu tidak memikirkan konsekuensi yang akan terjadi seandainya kita memilih suatu keputusan pada suatu tahap. Dalam beberapa kasus, algoritma Dijkstra gagal memberikan solusi terbaik karena kelemahan yang dimilikinya tadi. Di sinilah peran algoritma Floyd-Warshall yang mencoba untuk memberikan solusi yang memiliki pemikiran terhadap konsekuensi yang ditimbulkan dari pengambilan keputusan pada suatu tahap. Algoritma Floyd-Warshall mampu mengurangi pengenumerasian keputusan yang tidak mengarah ke solusi. Prinsip yang dipegang oleh algoritma Floyd-Warshall adalah prinsip optimalitas, yaitu jika solusi total optimal, maka bagian solusi sampai suatu tahap (misalnya tahap ke-i) juga optimal. (Novandi.R.A.D., 2007)

38 II.8.1 Karakteristik Algoritma Floyd-Warshall lain: Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh algoritma Floyd-Warshall antara 1. Persoalan dibagi atas beberap tahap, yang setiap tahapnya hanya akan diambil satu keputusan. 2. Masing-masing tahap terdiri atas sejumlah status yang saling berhubungan dengan status tersebut. Status yang dimaksud di sini adalah berbagai kemungkinan masukan yang ada pada tahap tersebut. 3. Ketika masuk ke suatu tahap, hasil keputusan akan transformasi. 4. Bobot pada suatu tahap akan meningkat secara teratur seiring bertambahnya jumlah tahapan. 5. Bobot yang ada pada suatu tahap tergantung dari bobot tahapan yang telah berjalan dan bobot pada tahap itu sendiri. 6. Keputusan terbaik pada suatu tahap bersifat independen terhadap keputusan pada tahap sebelumnya. 7. Terdapat hubungan rekursif yang menyatakan bahwa keputusan terbaik dalam setiap status pada tahap k akan memberikan keputusan terbaik untuk setiap status pada tahap k Prinsip optimalitas berlaku pada persoalan yang dimaksud.

39 II.8.2 Analisis Algoritma Floyd-Warshall Algoritma Floyd-Warshall membandingkan semua kemungkinan lintasan pada graf untuk setiap sisi dari semua simpul. Menariknya, algoritma ini mampu mengerjakan proses perbandingkan ini sebanyak V³ kali (bandingkan dengan kemungkinan jumlah sisi sebanyak V² (kuadrat jumlah simpul pada graf, dan setiap kombinasi sisi diujikan). Hal tersebut bisa terjadi karena adanya perkiraan pengambilkan keputusan (pemilihan jalur terpendek) pada setiap tahap antara dua simpul, hingga perkiraan tersebut diketahui sebagai nilai optimal. Misalkan terdapat suatu graf G dengan simpul-simpul V yang masing-masing bernomor 1 s.d. N (sebanyak N buah). Misalkan pula terdapat suatu fungsi shortestpath (i, j, k) yang mengembalikan kemungkinan jalur terpendek dari i ke j dengan hanya memanfaatkan simpul 1 s.d. k sebagai titik perantara. Tujuan akhir penggunaan fungsi ini adalah untuk mencari jalur terpendek dari setiap simpul i ke simpul j dengan perantara simpul 1 s.d. k+1. Ada dua kemungkinan yang terjadi: 1. Jalur terpendek yang sebenarnya hanya berasal dari simpul-simpul yang berada antara 1 hingga k. 2. Ada sebagian jalur yang berasal dari simpul-simpul i s.d. k+1, dan juga dari k+1 hingga j. Untuk lebih jelasnya berikut adlah contoh dari algoritma Floyd-Warsahall: Misalkan terdapat suatu graf berbobot yang merepresentasikan kondisi keterhubungan antarkota di suatu daerah, dengan ilustrasi sebagai berikut.

40 Gambar 2.12 Representasi keterhubungan antar kota dalam graf berbobot. Misalkan seseorang akan melakukan perjalanan dari kota A ke kota C. Orang tersebut mencoba untuk menerapkan algoritma Floyd-Warshall dalam memilih rute terpendek didalam perjalanannya. Tahap 1. Tahap 2. F2 (s) solusi optimum s2 B F H f2 s x2 C ~ 74 B E ~ 56 ~ 56 F G ~ H Dari hasil pencarian jalur terpendek dari A ke C menggunakan algoritma Floyd- Warshall ditemukan bahwa jarak terpendek dari A ke C adalah 74 km dengan jalur (A B C).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam intensitas aktifitas sosial ekonomi seiring dengan kemajuan ekonomi yang telah terjadi. Jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA DIJKSTRA DAN FLOYD-WARSHALL DALAM PEMILIHAN RUTE TERPENDEK JALAN

PERBANDINGAN ALGORITMA DIJKSTRA DAN FLOYD-WARSHALL DALAM PEMILIHAN RUTE TERPENDEK JALAN PERBANDINGAN ALGORITMA DIJKSTRA DAN FLOYD-WARSHALL DALAM PEMILIHAN RUTE TERPENDEK JALAN Yusandy Aswad¹ dan Sondang Sitanggang² ¹Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Sistem Transportasi II.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur. Sedangkan transportasi itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Sistem Transportasi II.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Jumlah dan Perletakan Pos Pemadam Kebakaran Standar perletakan pos pemadam kebakaran dalam skala kota: 1.Berdasarkan Kepmen PU No.11/KPTS/2000 Ketentuan teknis manajemen

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Algoritma Floyd-Warshall dalam Penentuan Lintasan Terpendek (Single Pair Shortest Path)

Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Algoritma Floyd-Warshall dalam Penentuan Lintasan Terpendek (Single Pair Shortest Path) Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Algoritma Floyd-Warshall dalam Penentuan Lintasan Terpendek (Single Pair Shortest Path) Raden Aprian Diaz Novandi Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting karena menghubungkan suatu tempat ke tempat lain. Dengan adanya sarana jalan ini, maka manusia dan barang dapat berpindah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 4 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kemacetan Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Graph Graf adalah struktur data yang terdiri dari atas kumpulan vertex (V) dan edge (E), biasa ditulis sebagai G=(V,E), di mana vertex adalah node pada graf, dan edge adalah rusuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 15 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Transportasi Transportasi merupakan suatu proses pergerakan memindahkan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya pada suatu waktu. Pergerakan manusia

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL J. Dwijoko Ansusanto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Zona Selamat Sekolah Perkembangan teknologi otomotif khususnya kendaraan bermotor roda dua maupun kendaraan beroda empat, menjadikan anak-anak khususnya anak-anak Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak terhadap perkembangan kota-kota di Indonesia. Penduduk merupakan faktor utama dalam perkembangan kota sebagai

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Dijkstra dalam Pencarian Lintasan Terpendek Graf

Aplikasi Algoritma Dijkstra dalam Pencarian Lintasan Terpendek Graf Aplikasi Algoritma Dijkstra dalam Pencarian Lintasan Terpendek Graf Nur Fajriah Rachmah - 0609 Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan

Lebih terperinci

Aplikasi Teori Graf dalam Pencarian Jalan Tol Paling Efisien

Aplikasi Teori Graf dalam Pencarian Jalan Tol Paling Efisien Aplikasi Teori Graf dalam Pencarian Jalan Tol Paling Efisien Rianto Fendy Kristanto ) ) Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung 40, email: if706@students.if.itb.ac.id Abstract Makalah ini membahas tentang

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Rahadian Dimas Prayudha - 13509009 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Aksesibilitas dan Mobilitas Sistem tata guna lahan yang ditentukan polanya oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah dan bagaimana system transportasinya melayani, akan memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Algoritma Algoritma adalah teknik penyusunan langkah-langkah penyelesaian masalah dalam bentuk kalimat dengan jumlah kata terbatas tetapi tersusun secara logis dan sitematis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Menurut Drs. H. M. N. Nasution, M. S. Tr. (1996) transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Lintasan Terpendek Lintasan terpendek merupakan lintasan minumum yang diperlukan untuk mencapai suatu titik dari titik tertentu (Pawitri, ) disebutkan bahwa. Dalam permasalahan pencarian

Lebih terperinci

PROGRAM DINAMIS UNTUK PENENTUAN LINTASAN TERPENDEK DENGAN PENDEKATAN ALGORITMA FLOYD-WARSHALL

PROGRAM DINAMIS UNTUK PENENTUAN LINTASAN TERPENDEK DENGAN PENDEKATAN ALGORITMA FLOYD-WARSHALL 17 Dinamika Teknik Januari PROGRAM DINAMI UNTUK PENENTUAN LINTAAN TERPENDEK DENGAN PENDEKATAN ALGORITMA FLOYD-WARHALL Enty Nur Hayati, Agus etiawan Dosen Fakultas Teknik Universitas tikubank emarang DINAMIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk menjamin lancarnya

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 2 TINJUN PUSTK 2.1. lgoritma lgoritma merupakan suatu langkah langkah untuk menyelesaikan masalah yang disusun secara sistematis, tanpa memperhatikan bentuk yang akan digunakan sebagai implementasinya,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Algoritma Menurut (Suarga, 2012 : 1) algoritma: 1. Teknik penyusunan langkah-langkah penyelesaian masalah dalam bentuk kalimat dengan jumlah kata terbatas tetapi tersusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) TUGAS AKHIR Oleh: SYAMSUDDIN L2D 301 517 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah

Lebih terperinci

Aplikasi Teori Graf dalam Manajemen Sistem Basis Data Tersebar

Aplikasi Teori Graf dalam Manajemen Sistem Basis Data Tersebar Aplikasi Teori Graf dalam Manajemen Sistem Basis Data Tersebar Arifin Luthfi Putranto (13508050) Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10, Bandung E-Mail: xenoposeidon@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor primer, sistem pergerakan dan aktivitas

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE TERPENDEK PADA OPTIMALISASI JALUR PENDISTRIBUSIAN BARANG DI PT. X DENGAN MENERAPKAN ALGORITMA FLOYD-WARSHALL

PENENTUAN RUTE TERPENDEK PADA OPTIMALISASI JALUR PENDISTRIBUSIAN BARANG DI PT. X DENGAN MENERAPKAN ALGORITMA FLOYD-WARSHALL PENENTUAN RUTE TERPENDEK PADA OPTIMALISASI JALUR PENDISTRIBUSIAN BARANG DI PT. X DENGAN MENERAPKAN ALGORITMA FLOYD-WARSHALL Vera Apriliani Nawagusti 1), Ali Nurdin 2), Aryanti aryanti 3) 1),2),3 ) Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem informasi adalah suatu sistem manusia dan mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan. Tujuan dari sistem

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : LINDA KURNIANINGSIH L2D 003 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti) JurusanTeknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 12 PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti) Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Prof. Siti Malkhamah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi yang sekarang selalu dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. transportasi yang sekarang selalu dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu komponen yang penting bagi kehidupan dan perkembangan ekonomi, sosial, politik dan mobilitas penduduk. Permasalahan transportasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Simulasi Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan entitas baik manusia ataupun mesin yang yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam prakteknya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Pengertian Transportasi Trasnportasi adalah untuk menggerakkan atau memindahkan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sistem

Lebih terperinci

Aplikasi Shortest Path dengan Menggunakan Graf dalam Kehidupan Sehari-hari

Aplikasi Shortest Path dengan Menggunakan Graf dalam Kehidupan Sehari-hari Aplikasi Shortest Path dengan Menggunakan Graf dalam Kehidupan Sehari-hari Andika Mediputra NIM : 13509057 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra

Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra Volume 2 Nomor 2, Oktober 207 e-issn : 24-20 p-issn : 24-044X Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra Muhammad Khoiruddin Harahap Politeknik Ganesha Medan Jl.Veteran No. 4 Manunggal choir.harahap@yahoo.com

Lebih terperinci

yaitu apabila bangkitan parkir tidak dapat tertampung oleh fasilitas parkir di luar

yaitu apabila bangkitan parkir tidak dapat tertampung oleh fasilitas parkir di luar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Asal kata parkir dari park yang berarti taman, dan menurut Kamus Besar Indonesia sebagai tempat penyimpanan. Menurut Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Arti Transportasi Miro (2005 : 4) menyebutkan bahwa transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di daerah kota-kota besar di Indonesia contohnya kota Medan. Hal seperti ini sering terjadi pada

Lebih terperinci

ANALISA PREFERENSI PEMILIHAN RUTE TERPENDEK JARINGAN JALAN (STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR PUSAT KOTA MEDAN) TUGAS AKHIR

ANALISA PREFERENSI PEMILIHAN RUTE TERPENDEK JARINGAN JALAN (STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR PUSAT KOTA MEDAN) TUGAS AKHIR ANALISA PREFERENSI PEMILIHAN RUTE TERPENDEK JARINGAN JALAN (STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR PUSAT KOTA MEDAN) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Algoritma Algoritma merupakan urutan langkah langkah untuk menyelesaikan masalah yang disusun secara sistematis, algoritma dibuat dengan tanpa memperhatikan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk perkembangan suatu daerah, yaitu untuk mempermudah memindahkan barang dan manusia dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS

BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS Tujuan Pembelajaran Umum : Mahasiswa mampu mengaplikasikan strategi dasar manajemen lalu lintas dalam perancangan sesuai acuan teknis yang berlaku Tujuan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Sistem transportasi merupakan suatu sistem yang memiliki fungsi untuk memindahkan orang maupun barang dari suatu tempat ke tempat lain dalam upaya mengatasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Menurut Drs. Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. 2.2 Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Transportasi di Perkotaan Menurut Abubakar, dkk (1995) salah satu ciri kota modern ialah tersedianya sarana transportasi yang memadai bagi warga kota. Fungsi, peran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Terminal Morlok (1978) mendefinisikan bahwa terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk dan keluar dari sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Permasalahan Transportasi Perkotaan Permasalahan transportasi perkotaan umumnya meliputi kemacetan lalulintas, parkir, angkutan umum, polusi dan masalah ketertiban lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi adalah suatu pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat penunjang yang digerakan dengan tenaga manusia, hewan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang relatif padat. Jakarta juga dikenal sebagai kota dengan perlalulintasan tinggi karena banyaknya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, dalam Salim factor, dalam Dirgantoro Setiawan, 2003 :

II. TINJAUAN PUSTAKA. penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, dalam Salim factor, dalam Dirgantoro Setiawan, 2003 : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi diartikan sebagai kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, dalam Salim 1993. Pada dasarnya karakteristik kebutuhan

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Transportasi Kota Bandung dengan Menerapkan Konsep Sirkuit Hamilton dan Graf Berbobot

Perancangan Sistem Transportasi Kota Bandung dengan Menerapkan Konsep Sirkuit Hamilton dan Graf Berbobot Perancangan Sistem Transportasi Kota Bandung dengan Menerapkan Konsep Sirkuit Hamilton dan Graf Berbobot Rakhmatullah Yoga Sutrisna (13512053) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja

Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Permasalahan Transportasi Perkotaan Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja selain itu kota menawarkan begitu banyak kesempatan baik di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Defenisi Graf Graf G didefenisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G = (V,E), yang dalam hal ini V adalah himpunan tidak kosong dari simpul-simpul

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTSI

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTSI Materi Kuliah PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTSI --- PEMILIHAN RUTE PERJALANAN --- PENDAHULUAN Setiap pelaku perjalanan mencoba mencari rute terbaik yang meminimumkan biaya perjalanannya. Dari beberapa

Lebih terperinci

PEMILIHAN RUTE PERJALANAN

PEMILIHAN RUTE PERJALANAN Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 9 dan 10 PEMILIHAN RUTE PERJALANAN Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )}

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )} GRAF Graf G(V,E) didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V adalah himpunan berhingga dan tidak kosong dari simpul-simpul (verteks atau node). Dan E adalah himpunan berhingga dari busur (vertices

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan tinggi sekalipun tetap terdapat orang yang membutuhkan dan menggunakan angkutan umum penumpang. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan seperti pada umumnya mempunyai pertumbuhan penduduk relatif tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak terhadap kebutuhan

Lebih terperinci

APLIKASI PEWARNAAN SIMPUL GRAF UNTUK MENGATASI KONFLIK PENJADWALAN MATA KULIAH DI FMIPA UNY

APLIKASI PEWARNAAN SIMPUL GRAF UNTUK MENGATASI KONFLIK PENJADWALAN MATA KULIAH DI FMIPA UNY APLIKASI PEWARNAAN SIMPUL GRAF UNTUK MENGATASI KONFLIK PENJADWALAN MATA KULIAH DI FMIPA UNY Latar belakang Masalah Pada setiap awal semester bagian pendidikan fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Transportasi Pengertian transportasi secara harafiah adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai saat ini - yang paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi Empat. 1. Bangkitan dan tarikan perjalanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai saat ini - yang paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi Empat. 1. Bangkitan dan tarikan perjalanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Perencanaan Transportasi Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang sampai saat ini - yang paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

APLIKASI PEWARNAAN GRAF PADA PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS

APLIKASI PEWARNAAN GRAF PADA PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS APLIKASI PEWARNAAN GRAF PADA PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS Muhammad Farhan 13516093 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Transportasi Transportasi atau perangkutan merupakan suatu kegiatan perpindahan orang dan atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Transportasi Transportasi adalah penerapan dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengangkut atau memindahkan barang dan manusia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori graf 2.1.1 Defenisi graf Graf G adalah pasangan {,} dengan adalah himpunan terhingga yang tidak kosong dari objek-objek yang disebut titik (vertex) dan adalah himpunan pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Umum Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu. Manusia selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perhubungan nasional pada hakekatnya adalah pencerminan dari sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan sebagai penunjang utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 4.1. Tinjauan pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan perekonomian daerah yang sedang bertumbuh dan memberikan akses kepadadaerah-daerah yang mempunyai

Lebih terperinci

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci