BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
|
|
- Inge Yenny Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 15 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Transportasi Transportasi merupakan suatu proses pergerakan memindahkan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya pada suatu waktu. Pergerakan manusia disebabkan oleh banyaknya aktivitas yang harus dilakukan dengan lokasi yang berbeda akibat adanya kebutuhan untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Untuk melakukan pergerakan, manusia mempunyai dua jenis pilihan, yaitu bergerak dengan moda transportasi (berkendaraan) atau bergerak tanpa moda transportasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda transportasi biasanya akan berjarak pendek (1-2 km), sedangkan pergerakan dengan moda transportasi biasanya berjarak sedang atau jauh (Tamin, 2000). Jenis moda transportasi yang digunakan juga sangat bervariasi, seperti mobil pribadi, taksi, bus, kereta api, sepeda motor, pesawat terbang, dan kapal laut. Apapun moda transportasinya, moda tersebut tidak akan pernah dapat bergerak jika kita tidak mempersiapkan tempat mereka bergerak seperti jalan raya, rel kereta api, bandar udara, dan pelabuhan laut, yang biasa disebut sistem prasarana transportasi. Menurut Warpani, S. (2002), jenis moda transportasi diantaranya: a. Perangkutan (moda) Darat Angkutan darat mencakup sistem perangkutan yang lebih luas, yaitu angkutan melalui pipa, kabel, rel, dan melalui jalan (raya). b. Perangkutan Air Disamping perangkutan darat, perangkutan air adalah jenis perangkutan yang termasuk tua. Perangkutan laut semakin penting bagi Indonesia karena konsep Wawasan Nusantara yang memandang pulau dan laut yang ada sebagai satu kesatuan yang utuh. c. Perangkutan Udara Sistem perangkutan udara telah berkembang dengan sangat pesat sebagai akibat kemajuan teknologi di berbagai bidang. Sekitar 60 tahun sejak
2 16 pesawat udara pertama berhasil diterbangkan pada tahun 1903, manusia telah berhasil berjalan-jalan di angkasa, bahkan mendarat pertama kali di bulan tahun Sistem Transportasi Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan. Dalam setiap organisasi sistem, perubahan pada satu komponen akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Sistem transportasi terdiri dari sistem pergerakan yang terjadi sebagai akibat dari adanya sistem kegiatan yang didukung oleh tersedianya jaringan transportasi (sistem jaringan), serta dipengaruhi oleh sistem kelembagaan yang ada. Sistem kegiatan merupakan perwujudan dari ruang dengan isinya, terutama manusia dengan segala kegiatannya (seperti bekerja, sekolah, belanja) yang dilakukan di suatu guna lahan (misalnya lahan perumahan, perkantoran, perdagangan). Sistem jaringan merupakan sarana dan prasarana transportasi yang dapat mendukung terjadinya pergerakan, misalnya jaringan jalan, moda transportasi (mobil, kereta api, pesawat terbang), terminal, pelabuhan, clan sebagainya. Keseluruhan sistem tersebut juga terkait dengan sistem kelembagaan, seperti peraturan, perundangan, kebijaksanaan, lembaga pemerintah dan sebagainya (Kusbiantoro, 2005). Selain itu, seluruh sistem tersebut terkait juga dengan sistem lingkungan yang terwujud dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan, serta teknologi.
3 17 Gambar 2.1 Sistem Transportasi Sumber: Kusbiantoro, Klasifikasi Fungsi Jalan Peraturan yang berlaku di Indonesia mengenai jalan, yaitu UU No. 38 tahun 2004 menjelaskan bahwa jalan menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. 1. Jalan arteri merupakan jalan yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan kolektor merupakan jalan yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan lokal merupakan jalan yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4 18 4. Jalan lingkungan merupakan jalan yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Kemudian berdasarkan lingkup wilayah pelayanannya, sistem jaringan jalan terbagi menjadi dua, yaitu sistem jaringan jalan primer dan sekunder. Sistem jaringan jalan primer memiliki skala pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat kegiatan. Sedangkan sistem jaringan jalan sekunder memiliki skala pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam perkotaan. Ruas jalan yang menjadi objek studi ini termasuk ke dalam kelas jalan kolektor sekunder. Fungsi dan karakteristik jalan kolektor sekunder berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 Pasal 11 dan Pasal 18 adalah sebagai berikut : 1. Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. 2. Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter. 3. Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas harian rata-rata. 4. Pada jalan kolektor sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat Kinerja Jaringan Jalan Ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kinerja jaringan yang biasa disebut tingkat pelayanan. Aspek-aspek penting dalam tingkat pelayanan jalan (Morlok, 1991), antara lain: waktu perjalanan (atau kecepatan), keterandalan, kenyamanan, keamanan, dan biaya. Beberapa aspek tidak dapat diukur secara kuantitatif, seperti ukuran kenyamanan atau ketegangan dalam
5 19 mengemudi. Oleh sebab itu, suatu ukuran yang menyeluruh dari tingkat pelayanan jalan belum dapat ditetapkan, sehingga hanya digunakan dua ukuran kuantitatif. Ukuran pertama adalah kecepatan atau waktu perialanan, dan yang kedua adalah rasio antara volume lalu-lintas terhadap kapasitas jalan Kecepatan Kendaraan Salah satu faktor yang berpengaruh dalam menggambarkan kualitas dari suatu ruas jalan dalam menampung arus lalu-lintas adalah kecepatan kendaraan. Kecepatan kendaraan dalam suatu ruas jalan didefinisikan sebagai kecepatan ratarata yang ditempuh kendaraan selama melalui ruas jalan tersebut. Kecepatan kendaraan ditentukan oleh adanya faktor internal dan faktor eksternal kendaraan. Faktor internal yang mempengaruhi kecepatan kendaraan adalah kondisi kendaraan, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu volume lalulintas, komposisi kendaraan, geometrik jalan, serta faktor kegiatan samping jalan (road side activity). Dalam studi ini, kecepatan kendaraan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Kecepatan Arus Bebas (Free Flow Speed) Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan lain (volume=1). Kecepatan arus bebas ini didapat dari perhitungan matematik sesuai dengan standar dari IHCM 1997, dengan mempertimbangkan data geometrik jalan dan kondisi lingkungan jalan. Untuk menghitung kecepatan arus bebas ini digunakan persamaan sebagai berikut : FV = (FV o + FV W ) x FFV SF x FFV CS Keterangan : FV = Kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan (km/jam) FV o = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
6 20 FV W = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (km/jam) FFV SF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping FFV CS = Faktor penyesuaian ukuran kota 2. Kecepatan Perjalanan Yang dimaksud dengan kecepatan perjalanan adalah kecepatan rata-rata yang ditempuh oleh kendaraan selama melalui suatu ruas jalan pada waktu tertentu (Warpani, 1985). Faktor yang mempengaruhi kecepatan perjalanan adalah volume lalu lintas, komposisi kendaraan, geometri jalan, serta faktor lingkungan samping jalan. Selain itu, tiap ruas jalan juga dipengaruhi oleh guna lahan yang ada di sepanjang jalan tersebut. Penurunan kecepatan perjalanan dapat terjadi karena ada gangguan yang ditimbulkan oleh kegiatan yang ada di pinggir jalan, seperti penggunaan jalan untuk parkir, kegiatan pedagang kaki lima, dan pejalan kaki yang menggunakan sebagian badan jalan. Untuk menghitung kecepatan perjalanan digunakan persamaan matematik sebagai berikut (Warpani dalam Malvina, 2005): Kecepatan Perjalanan = Jarak/Waktu Tempuh Arus Lalu-lintas dan Waktu Tempuh Hubungan antara arus lalu-lintas dan waktu tempuh bukanlah merupakan fungsi yang linear. Penambahan kendaraan tertentu pada saat arus rendah akan menyebabkan perubahan waktu tempuh yang kecil jika dibandingkan dengan penambahan arus lalu-lintas pada saat arus tinggi (Black dalam Malvina, 2005). Fungsi dari arus lalu-lintas tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
7 21 Waktu Tempuh (jam) Gambar 2.2 Hubungan antara Arus Lalu Lintas dengan Waktu Tempuh Sumber: Black dalam Malvina, Arus Lalu Lintas (smp/jam) Pada saat arus lalu lintas mendekati kapasitas jalan, waktu tempuh akan meningkat dengan pesat. Selain itu jika arus lalu-lintas mendekati kapasitas maka akan mulai terjadi kemacetan. Kemacetan ini akan terjadi apabila arus lalu lintas yang melintas pada suatu ruas jalan tertentu sangat besar sehingga jarak antara kendaraan menjadi sangat dekat dan pada akhirnya arus lalu lintas menjadi terganggu serta mulai terjadi tundaan dan bahkan sampai berhenti sama sekali Kapasitas Jalan Kapasitas jalan adalah jumlah lalu lintas kendaraan maksimum yang dapat ditampung pada ruas jalan selama kondisi tertentu (desain geometri, lingkungan, dan komposisi lalu-lintas) yang dapat ditentukan dalam satuan masa penumpang per jam (IHCM, 1997). Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan kapasitas jaringan jalan adalah: Kondisi geometri. Faktor ini meliputi faktor penyesuaian dimensi geometri jalan terhadap geometrik standar jalan kota, yaitu: tipe jalan,
8 22 lebar efektif lapisan keras yang termanfaatkan, lebar efektif bahu atau kerb jalan, lebar efektif median jalan; alignment jalan. Kondisi lalu-lintas. Faktor ini meliputi karakteristik kendaraan yang lewat, yaitu: faktor arah (perbandingan volume per arah dari jumlah dua arah arus pergerakan), gangguan samping dari badan jalan, termasuk banyaknya kendaraan umum yang berhenti di sepanjang jalan, jumlah pejalan kaki, akses keluar masuk. Kondisi lingkungan. Faktor kondisi lingkungan yang berpengaruh adalah ukuran kota yang dinyatakan dalam jumlah penduduk kota. Perhitungan kapasitas jalan dibedakan antara yang memakai pembatas median dan tidak memakai median. Untuk ruas jalan berpembatas median, kapasitas dihitung terpisah untuk setiap arah, sedangkan untuk ruas jalan tanpa pembatas median, kapasitas dihitung untuk kedua arah. Persamaan umum untuk menghitung kapasitas suatu ruas jalan menurut metode Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM 1997) adalah sebagai berikut : C = C 0 x FC W x FC SP x FC SF x FC S Keterangan: C = Kapasitas jalan (smp/jam) C 0 FC W FC SP FC SF FC S = Kapasitas dasar (smp/jam) = Faktor penyesuaian lebar jalan = Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi) = Faktor penyesuaian hambatan samping = Faktor penyesuaian ukuran kota Rasio Volume per Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Jalan Rasio volume per kapasitas atau volume per capacity ratio (VCR) adalah perbandingan antara volume yang melintas (satuan mobil penumpang) dengan kapasitas pada suatu ruas jalan tertentu (satuan mobil penumpang). Dari hasil perbandingan didapat suatu nilai tanpa satuan yang akan digunakan untuk menentukan tingkat pelayanan jalan yang bersangkutan.
9 23 Tingkat pelayanan jalan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu-lintas yang melewatinya. Salah satu unsur utama yang menyatakan tingkat pelayanan adalah waktu tempuh, biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar), juga hal lain seperti kenyamanan, dan keamanan penumpang. Tingkat pelayanan jalan dilihat dari perbandingan antara volume lalu-lintas dengan kapasitas jalan serta kecepatan lalu-lintas pada ruas jalan tersebut. Tingkat pelayanan jalan ditentukan dalam skala interval yang terdiri dari 6 tingkatan (Morlok, 1991), yaitu A, B, C, D, E, dan F. Tingkat pelayanan A merupakan tingkatan yang paling baik. Semakin tinggi volume lalu lintas pada ruas jalan tertentu, tingkat pelayanan jalannya akan semakin menurun. Standar pembagian tingkat pelayanan jalan dapat dilihat pada Tabel II.1. Hubungan secara umum antara kecepatan, tingkat pelayanan jalan, dan rasio volume terhadap kapasitas jalan dapat dilihat pada Gambar 2.3. Tabel II. 1 Standar Tingkat Pelayanan Jalan Sumber: Morlok, 1991.
10 24 Gambar 2.3 Tingkat Pelayanan Jalan Sumber: Morlok, Pengelolaan Lalu Lintas Salah satu cara menangani persoalan lalu lintas dalam jangka waktu pendek yaitu dengan pengelolaan lalu-lintas (traffic management). Pengelolaan lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Upaya mengelola lalu lintas pada dasarnya adalah upaya mengoptimalkan kapasitas jaringan jalan untuk menampung volume lalu lintas yang ada dan atau diperkirakan akan terjadi. Persoalan utama yang terjadi adalah kapasitas jaringan jalan sudah mendekati kejenuhan atau malah sudah terlampaui, artinya kapasitas lebih kecil dari volume lalu lintas. Volume lalu lintas yang lebih besar dari kapasitas dapat menyebabkan terjadinya kemacetan, kesemrawutan, dan kecelakaan. Akibat turunannya adalah meningkatnya biaya angkutan karena pemborosan bahan bakar, tingginya tingkat kerusakan kendaraan, pemborosan waktu perjalanan, meningkatnya pencemaran lingkungan, meningkatnya ketegangan masyarakat, dan lain-lain. Semua itu merupakan kerugian publik yang sebagian dapat diterjemahkan dalam satuan uang dan harus dibayar oleh masyarakat. Sebagian lagi tidak dapat atau sulit dinilai dalam satuan uang, namun tetap menjadi beban masyarakat.
11 25 Pemecahan persoalan lalu lintas yang bersumber dari ketidakseimbangan antara volume dengan kapasitas dapat ditempuh dengan tiga cara : 1. Menambah kapasitas dengan membangun jaringan jalan baru atau melebarkan jalan yang sudah ada. Cara ini tidak mungkin dilakukan terus-menerus sesuai dengan kebutuhan. Pelebaran jalan ada batasnya, karena pada batas tertentu akan berhadapan dengan masalah ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat berat, kecuali dengan pengorbanan yang sangat besar. 2. Mengurangi volume lalu lintas dengan mengurangi banyaknya kendaraan yang melalui jalan tertentu. Cara ini hanya efektif untuk sementara, apalagi jumlah kepemilikan kendaraan selalu tidak bisa diimbangi dengan laju pembangunan jalan. 3. Penggabungan cara 1 dan 2 melalui berbagai kebijakan lalu lintas yang tertuang dalam rekayasa clan peraturan perundang-undangan tentang perlalulintasan Rekayasa Lalu Lintas Upaya pengendalian lalu lintas tidak cukup hanya diatur melalui peraturan perundang-undangan, tetapi perlu dibarengi dengan upaya di bidang kerekayasaan lalu lintas. Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lalu lintas di jalan, dilakukan rekayasa lalu lintas yang meliputi perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan jalan; serta perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, dan alat pengendali serta pengaman pemakai jalan. 1. Jaringan jalan Dalam penataan jaringan jalan, agar tersusun sistem jaringan yang baik, harus diperhatikan hierarki jaringan. Hierarki jaringan jalan akan menuntun pada susunan sistem pelayanan jasa angkutan jalan yang kemudian menjadi sistem sirkulasi lalu lintas di jalan. Tidak kalah pentingnya adalah lingkungan di sepanjang jalur jalan. Lingkungan
12 26 yang tertata dengan baik selain dapat menambah kenyamanan bagi pengguna jalan, juga mempunyai peranan penting dalam menaikkan tingkat keamanan berlalu-lintas. 2. Persimpangan Persimpangan jalan adalah sumber konflik lalu lintas. Satu perempatan jalan sebidang menghasilkan 16 titik konflik. Oleh karena itu, upaya memperlancar arus lalu lintas adalah dengan meniadakan titik konflik, misalnya dengan membangun pulau lalu lintas atau bundaran, memasang lampu lalu lintas yang mengatur giliran gerak kendaraan, menerapkan arus searah, atau menerapkan larangan belok kanan. 3. Pulau lalu lintas Bangunan kelengkapan jalan berupa pulau lalu lintas adalah upaya memaksa untuk mengarahkan dan memisahkan arus lalu lintas. Pulau lalu lintas biasanya dibangun pada persimpangan sebidang, dan kadang-kadang dilengkapi dengan bundaran di tengah-tengah persimpangan. 4. Trotoar Berdasarkan peraturan perundang-undangan, fungsi utama trotoar adalar fasilitas bagi pejalan demi kemanan dan kenyamanan. Dengan demikian berlaku ketentuan bahwa trotoar merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum yang berarti bahwa pada prinsipnya trotoar tidak dibenarkan digunakan bagi kegiatan lain, misalnya berdagang. Meskipun demikian, demi kenyamanan para pejalan, di tempat-tempat tertentu dapat diizinkan keberadaan pedagang kaki lima (PKL) Perlengkapan Jalan Pengaturan lalu-lintas meliputi kegiatan penetapan kebijakan lalu-lintas pada jaringan atau ruas jalan tertentu. Wujud pengaturan ini dapat bersifat langsung dilakukan oleh petugas polisi lalu lintas atau dengan alat perlengkapan jalan berupa pulau lalu lintas, rambu lalu lintas, lampu (isyarat) lalu lintas.
13 27 1. Rambu lalu-lintas Rambu lalu-lintas dapat terdiri dari beberapa jenis, yaitu yang bersifat perintah, larangan, peringatan, anjuran, dan petunjuk. 2. Marka jalan Marka jalan adalah tanda berupa garis, gambar, anak panah, dan lambing pada permukaan jalan yang berfungsi mengarahkan lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu-lintas. Posisi marka jalan adalah melintang dan membujur 3. Lampu lalu-lintas Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur lalu lintas kendaraan dan atau pejalan. Alat ini terdiri dari lampu tiga warna untuk mengatur kendaraan, lampu dua warna untuk mengatur kendaraan dan atau pejalan, serta lampu satu warna untuk memberi peringatan bahaya kepada pengguna jalan. Secara keseluruhan beberapa rangkaian tindakan yang umumnya dilakukan dalam pengelolaan lalu lintas dapat dikelompokkan pada usahausaha sebagai berikut (LPP-ITB dalam Malvina, 2005): 1. Tindakan untuk meningkatkan daya guna ruang jalan (road space), meliputi: a. Pengaturan sistem lalu lintas satu arah b. Pemasangan lampu lalu lintas (traffic light) c. Kanalisasi lalu lintas (pulau lalu lintas, rambu lalu lintas) d. Pemisahan jalur lambat dengan jalur cepat e. Penyediaan fasilitas untuk pejalan kaki (side walk, foothpath) dan kaki lima f. Pengaturan lalu lintas menerus, regional dengan lalu lintas lokal g. Penataan tempat bongkar muat barang h. Penataan lokasi pedagang kaki lima
14 28 i. Pengecualian berlakunya tanda-tanda lalu lintas tertentu bagi kendaraan umum dan penataan tempat pemberhentian angkutan umum dan pangkalan 2. Tindakan mengurangi arus lalu lintas pada jam jam puncak, meliputi: a. Penataan jadwal waktu kerja atau sekolah b. Kebijaksanaan pengenaan biaya parkir yang lebih tinggi pada jamjam puncak c. Pembatasan parkir dan bongkar muat pada jam-jam puncak 3. Pengelolaan sistem perpakiran, meliputi peraturan perpakiran (tempat parkir khusus, taman parkir dan sebagainya) 4. Peningkatan pelayanan umum, meliputi : a. Penataan lokasi perhentian (shelter) b. Penataan terminal c. Peningkatan keamanan d. Pengaturan rute (lintasan) e. Integrasi antar pelayanan berbagai angkutan umum f. Kebijaksanaan tarif angkutan umum 2.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Menurut Tamin (2000) bangkitan pergerakan dalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari satu zona guna lahan ke zona lahan lainnya. Bangkitan lalu lintas mencakup dua hal, yaitu: a. Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi b. Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya kendaraan/jam. Menurut Tamin (2000), bangkitan dan tarikan lalu lintas tersebut tergantung pada dua aspek tata guna lahan, yaitu: a. Jenis tata guna lahan, dimana jenis tata guna lahan yang berbeda (permukiman, pendidikan, dan komersial) mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda.
15 29 b. Jumlah aktivitas (intesitas) pada tata guna lahan tersebut, dimana bangkitan pergerakan bukan saja beragam jenis tata guna lahan, tetapi juga tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi intensitas penggunaan lahan, maka semakin tinggi pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkannya. 2.3 Karakteristik Pergerakan Penduduk Pergerakan lalu-lintas di suatu kawasan timbul akibat adanya berbagai faktor penyebab seperti adanya daya tarik kawasan karena memiliki berbagai jenis kegiatan dengan intensitas yang tinggi. Menurut Kurt Librand dalam Roulina H. (1998), faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pergerakan lalu lintas dalam suatu kawasan, yaitu: a. Penduduk yang tinggal di dalam kawasan tersebut Di dalam suatu kawasan, khususnya kawasan Jalan Cihampelas selain terdapat pemusatan berbagai kegiatan perdagangan dan jasa, juga terdapat berbagai kawasan permukiman penduduk dengan kepadatan yang relatif tinggi. Dengan terdapatnya permukiman penduduk di sekitar kawasan Jalan Cihampelas, maka terjadilah pergerakan lalu lintas penduduk untuk tujuan pemenuhan kebutuhan di dalam maupun di luar kawasan Jalan Cihampelas. b. Penduduk yang bekerja di kawasan tersebut Kawasan Jalan Cihampelas merupakan salah satu pusat kegiatan perdagangan dan jasa, maka timbul pergerakan penduduk baik yang berasal dari permukiman sekitar maupun dari luar kawasan yang menuju ke Jalan Cihampelas untuk bekerja. c. Penduduk yang datang sebagai pengunjung kawasan tersebut Adanya kegiatan perdagangan dan jasa di sepanjang Jalan Cihampelas merupakan tarikan bagi penduduk Kota Bandung sehingga menimbulkan arus pergerakan di kawasan ini. Tujuan pergerakan penduduk di kawasan ini secara umum dapat digolongkan ke dalam tujuan: - Berbelanja - Rekreasi
16 30 - Bisnis dan komunikasi - Sosial dan budaya d. Pergerakan lalu lintas yang timbul sebagai akibat kedudukan kawasan tersebut dalam sistem jaringan jalan utama kota Kawasan Jalan Cihampelas terletak di lokasi yang sangat strategis yang menghubungkan daerah Bandung bagian Utara dengan pusat kota dan bahkan bagian selatan Kota Bandung. Oleh karena itu arus pergerakan yang timbul di kawasan ini pun tidak hanya sekedar para penduduk yang terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang ada di Jalan Cihampelas, tetapi juga yang hanya menjadikan Jalan Cihampelas ini sebagai jalur utama mereka menuju ke bagian lain Kota Bandung.
BAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS
31 BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 3.1 Gambaran Umum Kota Bandung Dalam konteks nasional, Kota Bandung mempunyai kedudukan dan peran yang strategis. Dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORI
BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor primer, sistem pergerakan dan aktivitas
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciEVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I
EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU
Lebih terperinciAnalisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.
Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3. INTISARI Kapasitas daya dukung jalan sangat penting dalam mendesain suatu ruas jalan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah suatu sistem yang terdiri dari sarana/prasarana dan sistem yang memungkinkan adanya pergerakan keseluruh wilayah sehingga terokomodasi mobilitas
Lebih terperinciBUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS
BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki
Lebih terperincitertentu diluar ruang manfaat jalan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Karateristik Jalan Luar Kota 2.1.1 Pengertian Jalan Definisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap,
Lebih terperinciEVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina
EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina Abstrak Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi berdampak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Menurut Oglesby and Hicks (1988), kecelakaan kendaraan adalah kejadian yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan cepat. Selain itu
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Arus Lalu Lintas Definisi arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalu Lintas 2.1.1 Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas di dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009, didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang Lalu Lintas jalan. Sedang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciAlternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan
Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan
Lebih terperinciPENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI
PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI Ridwansyah Nuhun Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Haluoleo Jl. HEA.Mokodompit
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks B. Disertasi/Tesis/Tugas Akhir
99 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks Meyer, M.D. dan Miller, E.J., Urban Transportation Planning, Mc.Graw- Hill:New York, 1984,6-8. Sukirman,S., Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Nova: Bandung, 1994,17-39.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Makro Perencanaan sistem transportasi pada dasarnya memperkirakan kebutuhan transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi makro
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut kamus Inggris-Indonesia karangan Echlos dan Shadily (1983), kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.2 Definisi Jalan Pasal 4 no. 38 Tahun 2004 tentang jalan, memberikan definisi mengenai jalan yaitu prasarana transportasi darat meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya
Lebih terperinci2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Kusbiantoro, BS, dkk Kumpulan Materi Kuliah Perencanaan Transportasi. Departemen Teknik Planologi ITB.
119 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks Kusbiantoro, BS, dkk. 2005. Kumpulan Materi Kuliah Perencanaan Transportasi. Departemen Teknik Planologi ITB. Manheim, ML. 1979. Fundamentals of Transportation System Analysis,
Lebih terperinciJURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM:
JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI 1997 Oleh RAHIMA AHMAD NIM:5114 10 094 Jurnal ini telah disetujui dan telah diterima oleh dosen pembimbing sebagai salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah
Lebih terperinciMASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA
MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di daerah kota-kota besar di Indonesia contohnya kota Medan. Hal seperti ini sering terjadi pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, segmen jalan perkotaan/semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 KINERJA RUAS JALAN Kinerja ruas jalan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 yang meliputi volume lalu lintas, kapasitas jalan, kecepatan arus bebas, dan derajat
Lebih terperincidi kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karateristik Jalan Luar Kota Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut. Karakteristik jalan tersebut terdiri atas beberapa hal, yaitu : 1. Geometrik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tentang Kemacetan Lalu lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN
ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN Agus Wiyono Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Surakarta Jl. Raya Palur KM 05 Surakarta Abstrak Jalan Adisumarmo Kartasura km 0,00
Lebih terperinciANALISA KINERJA JARINGAN JALAN DALAM KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI
ANALISA KINERJA JARINGAN JALAN DALAM KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI Lendy Arthur Kolinug, T. K. Sendow, F. Jansen, M. R. E Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Email
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang
Lebih terperinciPENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN
PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN TUGAS AKHIR Oleh : IDA BAGUS DEDY SANJAYA 0519151030 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 PERNYATAAN Dengan ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang
Lebih terperinciNo Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum U-Turn Secara harfiah gerakan u-turn adalah suatu putaran di dalam suatu sarana (angkut/kendaraan) yang dilaksanakan dengan cara mengemudi setengah lingkaran
Lebih terperinciANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN
ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN (Studi kasus Jalan Karapitan) PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menempuh program Sarjana (S-1) Oleh RIZKY ARIEF RAMADHAN
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.
BAB II DASAR TEORI 2.1. Umum Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam konektifitas suatu daerah, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa dapat dilakukan secara
Lebih terperinciLAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH
C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi
Lebih terperinciWALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN 2.1. KAJIAN PUSTAKA 2.1.1.Bangkitan Perjalanan Metode Gravitasi dapat digunakan untuk memperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan lokasi lain disekitarnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan tugas akhir ini berdasarkan referensi beberapa buku dan skripsi sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan skripsi sebelumnya. Penelitian
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: keselamatan pengguna jalan, kecepatan pengemudi kendaraan, ZoSS
ABSTRAK Kawasan pendidikan merupakan suatu kawasan yang rentan terjadi kecelakaan lalu lintas dan yang menjadi korban adalah para siswa. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dibuatkanlah Zona Selamat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Menurut Miro (2002), Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ketempat lain, dimana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bangkitan Lalulintas Penelaaan bangkitan perjalanan merupakan hal penting dalam proses perencanaan transportasi, karena dengan mengetahui bangkitan perjalanan, maka
Lebih terperinciMANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN
MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN 1.1. Lingkup dan Tujuan 1. PENDAHULUAN 1.1.1. Definisi segmen jalan perkotaan : Mempunyai pengembangan secara permanen dan menerus minimum
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Tujuan dasar perencanaan transportasi adalah memperkirakan jumlah serta kebutuhan akan transportasi pada masa mendatang atau pada tahun rencana yang akan
Lebih terperinciSTUDI ANALISIS HUBUNGAN, KECEPATAN, VOLUME, DAN KEPADATAN DI JALAN MERDEKA KABUPATEN GARUT DENGAN METODE GREENSHIELDS
STUDI ANALISIS HUBUNGAN, KECEPATAN, VOLUME, DAN KEPADATAN DI JALAN MERDEKA KABUPATEN GARUT DENGAN METODE GREENSHIELDS Dikdik Sunardi 1, Ida Farida 2, Agus Ismail 2 Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hambatan Samping Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas akibat kegiatan di sisi jalan. Aktivitas samping
Lebih terperinciEVALUASI KORIDOR JALAN SULAWESI JALAN KERTAJAYA INDAH SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER
CAHYA BUANA, ST. MT MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR - PS 1380 EVALUASI KORIDOR JALAN SULAWESI JALAN KERTAJAYA INDAH SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER VITA NOER HAYATI NRP 3104 100 014 Dosen Pembimbing: Cahya Buana,
Lebih terperinciD3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisa pengamatan di lapangan, studi referensi, perhitungan dan juga hasil evaluasi mengenai KINERJA RUAS JALAN RAYA CIBIRU JALAN RAYA CINUNUK PADA
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (http://id.wikipedia.org/wiki/evaluasi).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif, atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,
18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan
Lebih terperinciGambar 2.1 Rambu yield
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Simpang Tak Bersinyal Secara lebih rinci, pengaturan simpang tak bersinyal dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Aturan Prioritas Ketentuan dari aturan lalu lintas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Simpang Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. Persimpangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Jalan Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa distribusi (PKJI,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi DAFTAR NOTASI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Lalu Lintas Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006, Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan
Lebih terperinciANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK
Analisis Kapasitas, Tingkat Pelayanan, Kinerja dan 43 Pengaruh Pembuatan Median Jalan ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN Adhi Muhtadi ABSTRAK Pada saat ini
Lebih terperinciREKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA
REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN PERANCANGAN PERSIMPANGAN BARU selalu diusahakan agar lampu pengatur
Lebih terperinciIin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang
PENGARUH PERGERAKAN PEJALAN KAKI TERHADAP KINERJA RUAS JALAN YANG DISEBABKAN OLEH KURANG OPTIMALNYA PEMANFAATAN JEMBATAN PENYEBERANGAN (KAJIAN WILAYAH : JALAN MERDEKA UTARA MALANG) Iin Irawati 1 dan Supoyo
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah yang juga sering terjadi di Jalan Wonosari,
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai
19 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah juga yang sering terjadi di Jalan Tanjakan
Lebih terperinciMANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA
MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA Bimagisteradi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK : Surabaya merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam konektifitas suatu daerah, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa dapat dilakukan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jalan Luar Kota Pengertian jalan luar kota menurut Manual Kapasitas jalan Indonesia (MKJI) 1997, merupakan segmen tanpa perkembangan yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin
Lebih terperinciANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK
ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK U. Winda Dwi Septia 1) Abstrak Jalan-jalan yang ada di Kota Pontianak merupakan salah satu sarana perhubungan bagi distribusi arus lalu lintas, baik angkutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.
Lebih terperinciPENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR
PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 192-201 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR
Lebih terperinci