SINTESA HASIL PENELITIAN TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESA HASIL PENELITIAN TAHUN"

Transkripsi

1 SINTESA HASIL PENELITIAN TAHUN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI AGROFORESTRY Ciamis, November 2014

2 Sekilas tentang BPTA Sebelumnya bernama Balai Penelitian Kehutanan Ciamis (Permenhut No. P.31/Menhut-II/2006 Tanggal 2 Juni 2006) Perubahan TUPOKSI menjadi Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPTA) (Permenhut No. P.28/Menhut- II/2011 Tanggal 20 April 2011)

3 TUPOKSI Berdasarkan Permenhut No. P.28/Menhut- II/2011 Tanggal 20 April 2011 Tugas BPTA adalah Melaksanakan Penelitian dan Pengembangan di bidang Teknologi Agroforestry dengan wilayah kerja seluruh Indonesia

4 KEGIATAN PENELITIAN RPI AGROFORESTRY (SK Kabadan Litbang No. SK.15/VIII- SET/2012) 15 Kegiatan RPI PENGELOLAAN HHBK 1 Kegiatan RPI BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN 1 Kegiatan

5 1. Pola agroforestry berbasis kayu pertukangan di hulu DAS Prioritas Tahun Penanaman sengon dengan pola agroforestri di hulu DAS Citanduy sampai umur 2,5 tahun memberikan produktivitas paling tinggi dengan volume per pohon 144,83% lebih tinggi dibanding pola tanam monokultur dan 178,43% lebih tinggi dibandng pola tanam sengon+manglid+suren. Nilai CR (Competition Ratio) sengon lebih tinggi (1280,53) daripada nilai CR Kacang Tanah (910,74), menunjukan bahwa jika ditanam dalam sistem agroforestry, interaksi kompetisi antara sengon dan kacang tanah lebih didominasi oleh tanaman sengon. Serapan nutrisi lebih banyak dilakukan oleh tanaman sengon dibandingkan dengan kacang tanah yang ditanam di bawah tegakan sengon Jenis tanaman bawah yang direkomendasikan untuk dikombinasikan dengan Manglid adalah kacang tanah. Nilai LER ( Land Equivalen Ratio) agroforestry manglid-kacang tanah adalah yang tertinggi (1,77) dibandingkan dengan nilai LER agroforestry manglid-kacang merah (1,24) dan manglid-ubi jalar (1,43).

6 2. Pola agroforestry pada lahan pantai berbasis Nyamplung Pola tanam agroforestry nyamplung dan tanaman semusim di lahan pantai pmemberikan persentase hidup, pertumbuhan tinggi, dan diameter yang lebih baik dibandingkan dengan pola tanam nyamplung dan pandan serta pola tanam nyamplung monokultur dengan pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang sebanyak 5 kg dan pupuk lanjutan (pemeliharaan) NPK sebanyak 100 gram/pohon/tahun. Produksi tanaman semusim yang ditanam dengan pola agroforestry berbasis nyamplung pada tahun pertama menghasilkan produksi kacang tanah sebesar 1,3 ton/ha dan tahun ke dua 1,6 ton/ha. Produksi jagung yang ditanam pada tahun kedua sebesar 5,7 ton/ha. Produksi kedelai yang ditanam pada tahun ketiga menghasilkan 2,37 ton/ha. Jenis hama yang ditemukan menyerang tanaman nyamplung adalah trif (kutu daun), penggerek pucuk dan ulat penggulung daun. Sedangkan jenis penyakit yang ditemukan adalah penyakit embun tepung dan bercak daun. Pengendalian hama penggerek pucuk menggunakan ekstrak sirsak mampu menurunkan intensitas serangan paling tinggi sebesar 9,1%. Pengendalian hama trips menggunakan pestisida kimia berbahan aktif karbosulfan 200EC memberikan penurunan intensitas serangan sebesar 59,7%.

7 3. Pola agroforestry berbasis kayu pertukangan dengan tanaman obat-obatan Jenis tanaman obat obatan (Kunyit, Jahe, Kencur) akan tumbuh optimal dengan intensitas cahaya lebih dari 80%. Tanaman kunyit tumbuh baik di bawah tegakan pinus umur 11 tahun. Produktivitas kunyit tertinggi ditunjukkan pada perlakuan pemupukan kombinasi pupuk kandang 15ton/ha ditambah SP36 50 kg/ha dan Kcl 50 kg/ha dengan produksi 18 ton per ha. Tanaman Jahe yang ditanam dengan pola tanam: pinus+kopi+jahe memberikan produksi tertinggi pada jenis jahe besar (gajah) yang ditanam pada kelas umur pinus tua (MR) dengan produksi jahe 12,7 ton per hektar Kandungan minyak atsiri dipengaruhi jenis jahe. Kandungan tertinggi yaitu jahe merah, kemudian jahe putih kecil dan terendah jahe putih Kadar pati paling tinggi pada jenis jahe merah, kemudian disusul jahe putih besar dan yang apling kecil jahe putih kecil. Tanaman kencur di hutan rakyat mempunyai produksi tertinggi pada intensitas cahaya diatas 75%.

8 4. Pola agroforestry berbasis kayu pertukangan dengan tanaman pangan Pertumbuhan tinggi dan diameter manglid terbaik ditunjukkan pada perlakuan intensitas pruning 75% pada jarak tanam 2m x 2m (437,21 cm/ 56,60 mm) dan intensitas pruning 50% pada jarak tanam 2m x 2m (410,16 cm/ 54,47 mm). Pertambahaan tinggi dan diameter manglid tertinggi ditunjukkan pada pola tanam monokultur tinggi (59,03 cm) dan diameter (5,81 mm) sedangkan pada pola agroforestri manglid+kacang tanah (54,63 cm/5,39 mm), agroforestry manglid+jagung (52,92 cm/ 4,32 mm). Pertambahan tinggi dan diameter manglid tertinggi pada pola tanam manglid+suweg (104,92 cm/14,38 mm), agroforestry manglid+ganyong (86,55 cm/ 8,99 mm) yang lebih besar dibandingkan monokultur manglid tinggi (73,21 cm) dan diameter (6,29 mm) Produksi kacang tanah dibawah manglid lebih rendah sebesar (27,5%) dan jagung lebih rendah sebesar (22,14%) dibandingkan monokultur. Produksi berat kering umbi C. edulis Ker terbaik pada tegakan manglid dengan perlakuan pruning 50% dan jarak tanam 2mx3m (intensitas cahaya 61,92%) sebesar gram/rumpun namun kandungan karbohidrat dan protein umbi lebih rendah dibandingkan monokultur.

9 4. Pola agroforestry berbasis kayu pertukangan dengan tanaman pangan Pertumbuhan tinggi suweg terbesar ditunjukkan pada perlakuan pruning 50% x jarak tanam 2mx2m (55,05 cm). Pertumbuhan diameter suweg terbaik ditunjukkan pada perlakuan pruning 75% x jarak tanam 2mx2m (23,88 mm), intensitas pruning 50% x jarak tanam 2mx3m (22.46 mm). Nilai LER dari tertinggi ke terendah adalah: agrofrestry manglid +ganyong (2,08), manglid+suweg (2,88), manglid+kacang tanah (1,78) manglid+jagung 1,69.

10 5. Teknik pengendalian hama tanaman kayu pertukangan pada pola agroforestry Jenis hama yang menyerang manglid adalah kutu putih Hamamelistes sp dan kumbang Sastra sp. Pada tanaman afrika jenis hama yang menyerang adalah Sauris austa. Pada tanaman tisuk, hama yang menyerang adalah kumbang. Persentase serangan Hamamelistes sp pada manglid mencapai 30% (10% diantaranya mati). Persentase serangan kumbang pada manglid mencapai 100%, namun, intensitas serangan kumbang rendah yaitu 12,5%. Persentase serangan S. austa pada agroforestry afrika mencapai 100%, dengan intensitas serangan hama sebesar 25%-47% dan termasuk ke dalam kategori serangan agak berat. Persentase serangan kumbang pada tisuk mencapai 100% dengan intensitas serangan 30%-50%. Jenis hama tanaman bawah adalah kutu daun Pentalonia nigronervosa pada kapulaga dan tungau merah Tetranychus bimaculatus pada ubi kayu. Jenis musuh alami hama pada pola agroforestry manglid, afrika dan tisuk antara lain: belalang sembah, semut, tawon, capung, lalat dan laba-laba.

11 6. Teknik pengaturan hasil pada pola agroforestry di hutan rakyat Tegakan sengon pada hutan rakyat di Kabupaten Ciamis memiliki kerapatan yang tinggi, dicirikan dengan rata-rata jumlah pohon awal tanam mencapai 2945 pohon/ha Penanaman pohon sengon secara rapat tidak meningkatkan volume pohon, tetapi justru menekan pertumbuhan pohon. Volume pohon rata-rata pada umur Tempat tumbuh yang optimal adalah pada ketinggian 200 s/d 400 m dpl dengan umur tebang 5-6 tahun, dengan menerapkan jarak tanam yang direkomendasikan (3 m x 3 m, atau 3m x 4 m). Sengon pada ketinggian kurang dari 200 m DPL dan diatas 400 m DPL sebaiknya dicampur dengan tanaman bawah untuk memaksimalkan hasil. Ada kecenderungan bahwa bonita yang baik untuk hutan rakyat jenis sengon adalah pada ketinggian tempat tumbuh antara 200 s/d 400 m DPL. Skor bonita yang dihasilkan dari 9 lokasi bervariasi dari 0,274 0,461. CAI dan MAI diameter pada dataran rendah cenderung lebih besar dibandingkan pada dataran yang lebih tinggi. Angka bentuk pohon sengon rakyat rata-rata 0,7. Peninggi pohon sengon bervariasi mulai dari umur 1,5 th, 2,5 th dan 3,5 th berturut-turut adalah 17,33 m, 22,51 m dan 24,91 m.

12 7. Kajian tata air pada lahan pola agroforestry Pola agroforestry manglid+ganyong dapat menurunkan erosi dan aliran permukaan lebih efektif daripada monokultur, sebaliknya pola agroforestry manglid+suweg menghasilkan erosi dan aliran permukaan lebih besar daripada pola monokultur. Pola monokultur menghasilkan erosi dan aliran permukaan lebih rendah dibanding pola agrofrestry manglid+suweg, karena tingkat pengolahan lahan yang rendah menghasilkan rumput dan seresah yang dapat menutup rapat permukaan tanah, sehingga dapat menekan proses erosi dan aliran permukaan. Penerapan prunning 75% menyebabkan hasil erosi dan aliran permukaan meningkat dibanding yang tidak di-prunning. Infiltrasi pada agroforestry manglid dan monokultur termasuk kriteria sangat cepat, tetapi nilai infiltrasi ini tidak dipengaruhi oleh vegetasi/ tanaman perlakuan. Tegakan manglid dengan prunning 75% menghasilkan air lolos tajuk (60,9%) lebih besar dibandingkan yang tanpa prunning (58,6%), sebaliknya intersepsinya lebih rendah dibandingkan yang tanpa prunning. Nilai intersepsi manglid baik yang diprunning (35,3%) maupun tanpa prunning (39,8%), mendekati nilai intersepsi hutan klimaks (25-35%).

13 8. Kajian siklus hara pada pola agroforestry Tahun Perlakuan penambahan bahan organik (pangkasan sengon dan pemberian pupuk kompos gamal) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan pertambahan diameter pohon sengon, tetapi berpengaruh produksi tanaman bawah. Penambahan pangkasan sengon dalam satu tahun memberikan masukan hara C, N dan P berturut-turut sebesar 0,81 Mg/ha, 0,18 Mg/ha dan 0,34 Mg/ha dan pemberian pupuk kompos gamal memberikan masukan hara berupa N, P dan C berturut-turut sebesar 1,28 Mg/ha, 0,18 Mg/ha dan 0,33 Mg/ha. Hara yang terangkut keluar ekosistem untuk pola agroforestry berupa C, N dan P berturut-turut sebesar 0,40 Mg/ha, 0,10 Mg/ha dan 0,09 Mg/ha untuk penambahan pangkasan sengon, 0,44 Mg/ha, 0,11 Mg/ha dan 0,10 Mg/ha untuk pemberian pupuk kompos gamal dan 0,37 Mg/ha, 0,09 Mg/ha dan 0,08 Mg/ha untuk tanpa perlakuan apapun (kontrol). Hara yang terangkut keluar ekosistem pada monokultur kacang tanah berupa C, N dan P berturut-turut sebesar 0,63 Mg/ha, 0,15 Mg/ha dan 0,14 Mg/ha untuk penambahan pangkasan sengon, 0,72 Mg/ha, 0,18 Mg/ha dan 0,16 Mg/ha untuk pemberian pupuk kompos gamal dan 0,58 Mg/ha, 0,14 Mg/ha dan 0,13 Mg/ha untuk kontrol.

14 9. Pemanfaatan lahan agroforestry untuk mendukung mekanisme REDD Plus Cadangan karbon rata-rata-rata sistem agroforestry jabon, manglid dan gmelina adalah 133,78 ton/ha, terdiri dari cadangan karbon di atas permukaan tanah sebesar 48,86 ton/ha dan cadangan karbon di bawah permukaan tanah sebesar 84,92 ton/ha. Cadangan karbon total sistem agroforestri jabon, manglid dan gmelina adalah masingmasing 114,40 ton/ha, 144,95 ton/ha dan 141,99 ton/ha. Daur optimal biologis sistem agroforestri jenis jabon, manglid dan gmelina adalah masingmasing 5 tahun, 17 tahun dan 9 tahun. Nilai cadangan karbon diatas permukaan tanah rata-rata sepanjang daur jenis jabon, manglid dan gmelina adalah sebesar 25,73 ton/ha, 17,10 ton/ha dan 9,22 ton/ha.

15 10. Analisis ekonomi dan finansial pola agroforestry penghasil kayu pertukangan di hutan rakyat Usaha hutan rakyat agroforestry dengan dominasi tanaman Sengon dan Kapulaga di Desa Kalijaya dan Desa Karyabakti merupakan usaha yang layak dikembangkan dan sesuai dengan kriteria investasi (NPV positif, BCR lebih dari satu, dan IRR lebih tinggi dari suku bunga bank). Input kapulaga di hutan rakyat memberikan banyak keuntungan kepada responden, masyarakat dan lingkungan. Persepsi dan sikap responden terhadap kapulaga di hutan rakyat adalah positif. Teknik budidaya pengembangan kapulaga masih dilakukan secara tradisional. Transfer teknologi mengenai pengembangan hutan rakyat harus terus dilakukan, baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap perkembangan hutan rakyat. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara penyuluhan, studi banding, kursus/sekolah lapang bagi petani.

16 11. Analisis kelembagaan dan kebijakan pengelolaan hutan rakyat pola agroforestry Kelembagaan dalam mendukung pengembangan hutan rakyat agroforestry baik kelembagaan pemerintah, kelembagaan pemasaran, dan kelembagaan kelompok tani di Kabupaten Banjarnegara maupun Kabupaten Banyumas dalam kondisi cukup efektif. Efektivitas kebijakan dilihat dari empat sudut pandang kebijakan yaitu ketepatan kebijakan, ketepatan pelaksana kebijakan, ketepatan target, dan ketepatan lingkungan yang bervariasi di masing-masing daerah karena kebijakan/program yang diberikan pada setiap lokasi tidak selalu sama namun disesuaikan dengan kondisi lokasi dan keinginan masyarakat. Stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi namun pengaruhnya masih rendah (Subject) adalah pemerintah desa dan pedagang. Stakeholder yang memiliki tingkat pengaruh dan kepentingan yang sama-sama tinggi (players) ditempati oleh petani, Dishutbun, Bappeda, dan Penyuluh. Stakeholder yang memiliki tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan yang rendah (bystanders)) PT/Lembaga Penelitian yang menunjukkan masih belum teradopsinya iptek bagi kemajuan usaha hutan rakyat. Peran dan fungsi yang paling besar selain petani itu sendiri adalah Dishutbun/Distanhutbun yang berperan sebagai eksekusi dan koordinasi.

17 12. Kaji tindak hasil-hasil penelitian sistem agroforestry Tahun Penerapan pola agroforestry kebun campuran dalam usaha hutan rakyat oleh petani belum sepenuhnya mengadopsi hasil-hasil iptek. Pemberdayaan dan penguatan kelembagaan penyuluhan dan pendampingan bagi petani perlu dilakukan untuk mengawal transfer iptek bagi peningkatan usaha hutan rakyat agroforestry disamping pemberian insentif permodalan. Respon petani secara umum mau menerima informasi baru berupa hasil-hasil iptek. Penerimaan petani terhadap paket iptek adalah (a) mengikuti teknologi tersebut apabila berkaitan dengan paket keproyekan, (b) menerima teknologi yang dihasilkan bila menguntungkan secara ekonomi bagi petani, sesuai dengan modal yang dimiliki dan kultur masyarakat, menguntungkan secara ekonomi bagi petani, (c) menolak teknologi tersebut apabila tidak sesuai dengan kondisi petani. Strategi diseminasi dan adopsi hasil-hasil iptek agroforestry dilakukan dengan cara pelaksanaan riset aksi terintegrasi, Sekolah Lapang Agroforestry, pengembangan agroforestry berbasis pasar, dan penyusunan kebijakan berbasis hasil riset.

18 13. Kajian pasar hasil hutan rakyat pola agroforestry Biaya usaha kayu manglid setelah berumur (daur) 15 tahun dengan lahan garapan seluas (0,5 ha), jarak tanam 3m x 3m diperlukan biaya produksi rata-rata sebesar Rp ,- per m3 dan nilai produk Rp ,- per m3. Sedangkan biaya usaha kapulaga dalam keadaan normal produksi setelah tahun ke 3 lahan garapan seluas (0,5 ha), jarak tanam 1,5m x 1,5m diperlukan biaya produksi rata-rata sebesar Rp ,- per Kg dan nilai produk Rp ,- per Kg kapulaga dalam keadaan basah. Pola saluran pemasaran kayu manglid sangat beragam, semakin sedikit lembaga pemasaran yang terlibat akan semakin efisien. Marjin pemasaran kayu manglid sebesar 88,97%-96,73%, yang menunjukan harga di tingkat petani sangat tinggi perbedaanya dengan harga di tingkat konsumen karena pengaruh tingginya biaya produksi. Sedangkan marjin pemasaran kapulaga sebesar 76,49% - 78,60%. Marjin keuntungan penjualan kayu manglid oleh petani mendapat prosentase keuntungan tertinggi sebesar 82,07% pada semua saluran pemasaran dikarenakan pada semua saluran pemasaran petani menjual kayu mangld masih berupa pohon berdiri di kebunnya dengan harga yang sama. Rendahnya tingkat pendidikan para petani mempengaruhi keterbatasan pengetahuan dan kemampuannya dalam pengelolaan pasca panen hasil agroforestry seperti pemasaran kayu manglid yang masih berupa pohon berdiri dan kapulaga masih dalam keadaan basah. Oleh karena itu, perlu optimalisasi peranan kelembagaan kelompok tani untuk mengurangi keterbatasan petani.

19 14. Kajian lanskap agroforestry pada DAS Prioritas Adanya peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW dapat menyebabkan pengelolaan DAS Citanduy belum berkelanjutan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan mengelola 26,24% lahan di wilayah DAS yang belum sesuai dengan peruntukannya dengan penggunaan pola agroforestry. Model pengelolaan lahan pola agroforestry berbasis Sengon tersebut dapat menurunkan tingkat erosi lahan agroforestry seluas 0,44 hektar sebesar 12,01 ton/tahun dan meningkatkan pendapatan bersih petani agroforestry Rp /tahun serta meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil air. Kelembagaan pengelolaan hutan agroforestry terbukti lebih mampu mengarahkan pemangku kepentingan untuk bekerjasama dibanding kelembagaan pengelolaan hutan monokultur. Oleh karena itu, untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan DAS, agroforestry perlu dipromosikan sebagai pola pengelolaan hutan pada khususnya dan lahan pada umumnya. Pengembangan pengelolaan lahan pola agroforestri tersebut dapat dikoordinasikan dan disinergikan dengan kegiatan Dinas Kehutanan Perkebunan dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, yaitu kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan pola agroforestri: (a) Pembangunan Agroforestri dan (b) Pembangunan Hutan Rakyat Pola Pengkayaan, (c) Budidaya Pertanian Ramah Lingkungan dan (d) Budidaya Tanaman Terpadu

20 15. Model pengelolaan lahan konflik berbasis agroforestry Masalah inti konflik adalah konflik penggunaan lahan eks KPWN dengan adanya okupasi lahan oleh masyarakat. Okupasi lahan disebabkan oleh pengalihan penguasaan lahan, ketidakrapian administrasi pertanahan, perbedaan data/ informasi, miss-komunikasi/ informasi, kelambanan proses pengurusan lahan, terbatasnya sosialisasi, pembiaran lahan dalam waktu lama, adanya oknum aparat, surat keputusan indikasi tanah terlantar, isu redistribusi, dan perbedaan kepentingan. Dampak konflik yaitu adanya keresahan masyarakat, unjuk rasa, pembentukan panitia redistribusi lahan, pengkaplingan lahan, penggarapan lahan, dan tuntutan pemilikan lahan oleh masyarakat. Konflik lahan eks KPWN merupakan konflik vertikal yang terjadi antara Kementerian Kehutanan dengan masyarakat penggarap lahan eks KPWN dan merupakan konflik terbuka karena perbedaan kepentingan yang ada diekspresikan secara jelas oleh masyarakat melalui okupasi lahan.

21 15. Model pengelolaan lahan konflik berbasis agroforestry Konflik pemanfaatan lahan eks KPWN di Desa Teja perlu diselesaikan dengan mempertemukan semua aktor terkait untuk mendapatkan solusi terbaik. Lahan harus segera ditunjuk sebagai kawasan hutan sesuai tujuan pembelian lahan dan menyesuaikan dengan kondisi biofisik lahan tersebut. Pihak Kementerian Kehutanan melalui Ditjen Planologi perlu melakukan komunikasi lebih lanjut dengan KPWN untuk penetapan batas sebagian lahan eks KPWN yang akan diserahkan untuk tanah kas Desa Teja yang berfungsi untuk mempercepat proses penunjukan status lahan eks KPWN tersebut dan menetapkan pemangku sementara lahan, yang berfungsi sebagai jembatan komunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemanfaatan lahan eks KPWN, sambil menunggu selesainya proses penunjukan kawasan hutan. Solusi terhadap penggarapan lahan eks KPWN oleh masyarakat dapat ditempuh melalui pembuatan mekanisme perhutanan sosial dan penataan ulang mekanisme penggunaan lahan tersebut

22 RPI PENGELOLAAN HHBK FEMO 1. Teknik Budidaya dan Pemanfaatan Ganitri (Elaeocarpus ganitrus) Tanaman ganitri (Elaeocarpus ganitrus ROXB) sudah mulai dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat luas baik di hutan rakyat maupun di kebun atau pekarangan rumah. Potensi tegakan ganitri di Ciamis adalah 32 phn/ha (lokasi hutan rakyat ) dan 216 phn/ha (lokasi kebun)., ditasikmalaya potensi tegakan sebesar 38 phn/ha dan untuk lokasi kebun dan pekarangan di Sruweng-Kebumen diperoleh data potensi tegakan sebesar 256 phn/ha. Perkecambahan benih ganitri dengan menggunakan media pasir memberikan rata-rata persen tumbuh paling tinggi, yaitu 81,6% diikuti media tanah(76,3%) dan media sabut kelapa (72,6%). Pembibitan ganitri melalui stek pucuk dengan kombinasi perlakuan dosis ZPT NAA 100 ppm dengan media tanah+sabut kelapa memberikan hasil yang baik terhadap persen hidup, pertumbuhan jumlah tunas daun, diameter dan tinggi stek pucuk Plot penelitian tanaman ganitri di KHDTK Cikampek uumur tanaman 3 tahun mencapai tinggi rata-rata 3,4 m dan diameter rata-rata 5.6 cm.

23 RPI PENGELOLAAN HHBK FEMO 1. Teknik Budidaya dan Pemanfaatan Ganitri (Elaeocarpus ganitrus) Perlakuan cuka kayu dengan konsentrasi 15% sebanyak 500 ml memberikan hasil yang lebih baik terhadap ketahanan hidup tanaman ganitri dibandingkan dengan konsentrasi 10%, 5% dan kontrol. Pertambahan tinggi rata-rata yang dihasilkan konsentrasi 15% adalah 19,53 cm, dan pertambahan diameter rata-rata yang dihasilkan konsentrasi adalah 0,33 cm. Penjualan biji ganitri dikelompokan dalam 10 kelas, dimana kelas 1 berukuran diameter 5 mm adalah yang terkecil dan termahal, kelas berikutnya setiap kenaikan 0,5 mm. Kelas 1 9 dihargai per butir sedangkan kelas 10 dihargai per kilogram. Harga biji ganitri kelas 1(ukuran 5 mm) saat ini Rp.25,--30,- per biji. sedangkan lebih besar dari kelas 10 dihagai Rp per kg

24 RPI PENGELOLAAN BIOTEKNOLOGI HUTAN DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN 1. Populasi pemuliaan untuk kayu pertukangan daur pendek Eksplorasi materi genetik sengon pada sebaran alami di Kab. Nabire dan Wamena (Papua) menghasilkan 404,80 gram benih yang berasal dari 20 famili. Plot uji resistensi karat tumor yang terdiri dari 12 provenan asal Papua menghasilkan taksiran rata-rata volume tahunan sebesar 10,78 m3/ha/tahun. Serangan karat tumor sangat bervariasi, dimana perbedaan provenan menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Terdapat 6 provenan sengon yang tidak terserang hingga umur tanaman 3 tahun. Serangan karat tumor tertinggi dialami oleh tanaman sengon dari Provenan Wadapi, Menawi dimana intensitas serangannya (IS) sebesar 18,67% yang termasuk dalam kategori rendah dan dengan Luas serangan (LS) sebesar 31,33% termasuk dalam kategori biasa. Serangan tertinggi kedua dialami oleh Provenan Maidi dimana memiliki Nilai IS 6,03 % dengan kategori sangat rendah dan LS 9,83 % yang termasuk dalam kategori jarang. Kemudian provenan Nifasi dengan nilai IS 5,30% dan LS 8,34%. Provenan Worbag dengan IS 3% dan LS 4,33% diikuti dengan provenan Holima dengan IS 0,6% dan LS 1%, provenan Elagaima, Hobikosi dengan IS 0,27% dan LS 0,5%. Untuk provenan Waga-Waga Kuluru, Holima, Pyramid Muai, Mualima Bawah, Meagama, dan Siba Kuluru memiliki IS dan LS sebesar 0% atau tidak terserang karat tumor sama sekali.

25 TERIMA KASIH

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN 2012-2014 TUJUAN untuk merumuskan model agroforestry yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan aspek budidaya, lingkungan dan sosial ekonomi SASARAN

Lebih terperinci

SINTESA RPI: AGROFORESTRY. Koordinator: Encep Rachman

SINTESA RPI: AGROFORESTRY. Koordinator: Encep Rachman SINTESA RPI: AGROFORESTRY Koordinator: Encep Rachman TARGET OUTPUT RPI 2012-2014 Sintesa Output 1: Paket Iptek pendukung peningkatan produk0vitas lahan dgn pola agroforestry berbasis kayu pertukangan Output

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK 1 Melaksanakan 2 RPI Lingkup Pusprohut RPI 10. Bioteknologi Hutan dan Pemuliaan Tanaman Hutan RPI 11. Pengelolaan HHBK FEMO

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN J A K A R T A

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN J A K A R T A KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN J A K A R T A KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN Nomor: SK.24/VIII-SET/2010 TENTANG PENETAPAN PENELITIAN INTEGRATIF

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL AGROFORESTRY DI DAERAH TANGKAPAN AIR KADIPATEN, TASIKMALAYA, JAWA BARAT

PENERAPAN MODEL AGROFORESTRY DI DAERAH TANGKAPAN AIR KADIPATEN, TASIKMALAYA, JAWA BARAT Respon Masyarakat terhadap Pola Agroforestri pada Hutan Rakyat Penghasil Kayu Pulp Syofia Rahmayanti PENERAPAN MODEL AGROFORESTRY DI DAERAH TANGKAPAN AIR KADIPATEN, TASIKMALAYA, JAWA BARAT Application

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Seminar Nasional Serealia, 2013 PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Muhammad Thamrin dan Ruchjaniningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD PRAKATA Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya, dan Sumatera Utara.

Lebih terperinci

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU YAYASAN SEKA APRIL 2009 RANGKUMAN EKSEKUTIF Apa: Untuk mengurangi ancaman utama terhadap hutan hujan dataran rendah yang menjadi

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. 1. Sistem pertanaman agroforestry dengan komposisi

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. 1. Sistem pertanaman agroforestry dengan komposisi VI. I KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Sistem pertanaman agroforestry dengan komposisi Kayu AfrikalPadi gogo/jagung/singkong dan Kayu Afrika/Padi gogo/singkong, dapat lebih mampu menahan tanah terhadap

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT PENDAHULUAN

MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT PENDAHULUAN MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT Tri Sulistyati Widyaningsih, Dian Diniyati, dan Eva Fauziyah BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI AGROFORESTRY CIAMIS, JAWA BARAT PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG Resmayeti Purba dan Zuraida Yursak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman lain (tumpangsari atau

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN

SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN REPUBLIK SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN Bogor, 13-14 Nopember 2014 Kegiatan Penelitian 2010-2014 RPI : Penelitian pengelolaan hutan tanaman

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih AgroinovasI Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row PENDAHULUAN Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama tanaman lain

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

JADWAL PRESENTASI PEMBAHASAN LHP/RPTP

JADWAL PRESENTASI PEMBAHASAN LHP/RPTP JADWAL PRESENTASI PEMBAHASAN LHP/RPTP No. Acara Waktu Materi LHP/RPTP Pelaksana Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) Senin, 27 Januari 2014 1. Menuju Ke Lokasi 09.00-13.30 Panitia 2. Registrasi dan Pembagian

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ciamis, Januari 2012 Kepala Balai, Ir. Harry Budi Santoso S.,MP. NIP Rencana Strategis BPTA

KATA PENGANTAR. Ciamis, Januari 2012 Kepala Balai, Ir. Harry Budi Santoso S.,MP. NIP Rencana Strategis BPTA KATA PENGANTAR Rencana Strategis Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPTA) tahun 2012-2014 disusun sebagai amanah dari Renstra Kementerian Kehutanan 2010 2014 dan Renstra Badan Litbang Kehutanan 2010

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL Bagi Indonesia, ubi kayu merupakan komoditas pangan penting, dan ke depan komoditas ini akan semakin srategis peranannya bagi kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS BADAN LITBANG KEHUTANAN 2010-2014 V I S I Menjadi lembaga penyedia IPTEK Kehutanan yang terkemuka dalam mendukung terwujudnya pengelolaan hutan lestari untuk kesejahteraan

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN

POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN SASARAN 1 : Meningkatkan ketersediaan pangan utama (food availability) SASARAN : INDIKATOR KINERJA : KINERJA PROGRAM : INDIKATOR KINERJA :

Lebih terperinci

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI Pendahuluan Sengon merupakan jenis tanaman kayu yang banyak dijumpai di Jawa Barat. Sebagai jenis tanaman kayu fast

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK Kegiatan pengelolaan hutan rakyat telah dilakukan oleh petani sudah sangat lama, dengan teknik yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN EVALUASI PERTUMBUHAN SENGON DAN JABON DALAM REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI DI TLOGOWUNGU PATI. Tujuan

PENDAHULUAN EVALUASI PERTUMBUHAN SENGON DAN JABON DALAM REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI DI TLOGOWUNGU PATI. Tujuan PENDAHULUAN EVALUASI PERTUMBUHAN SENGON DAN JABON DALAM REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI DI TLOGOWUNGU PATI Oleh : Heru Dwi Riyanto dan Gunardjo Tjakrawarsa Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN BENIH DAN PERMASALAHANNYA DI IUPHHHK

KEBUTUHAN BENIH DAN PERMASALAHANNYA DI IUPHHHK KEBUTUHAN BENIH DAN PERMASALAHANNYA DI IUPHHHK Oleh : TERIMA Ir. Nana Suparna KASIH Ketua Bidang Produksi Hutan Tanaman APHI Disampaikan dalam acara : Workshop Pembangunan Sumber Benih : Pemanfaatan Benih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sayuran terutama sawi. Hal ini terjadi karena sawi memiliki kandungan gizi yang

I. PENDAHULUAN. sayuran terutama sawi. Hal ini terjadi karena sawi memiliki kandungan gizi yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang semakin bertambah, serta meningkatnya kesadaran akan kebutuhan gizi menyebabkan bertambahnya permintaan akan sayuran terutama sawi. Hal

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2 PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada krisis

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT AGROFORESTRI NYAMPLUNG SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT AGROFORESTRI NYAMPLUNG SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT AGROFORESTRI NYAMPLUNG SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL Oleh: Devy P. Kuswantoro, Tati Rostiwati, dan Rachman Effendi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan ABSTRAK Tanaman

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian 5 2 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas: 1) Pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, 2) Pengaruh pemupukan terhadap

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013) Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013) Muhammad Satriadi, S.P. Pengendali Ekosistem Hutan Pertama BPTH Bali dan Nusa Tenggara Intisari

Lebih terperinci

Jumlah informasi dan paket iptek pendukung produktivitas hutan dan pola agroforestry berbaris kayu pertukangan

Jumlah informasi dan paket iptek pendukung produktivitas hutan dan pola agroforestry berbaris kayu pertukangan Jumlah informasi dan paket iptek pendukung produktivitas hutan dan pola agroforestry berbaris kayu pertukangan Pola agroforestry hutan rakyat penghasil kayu pertukangan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah padi dan jagung. Menurut Irwan (2006), kandungan gizi

Lebih terperinci

TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT

TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jl. Brigjend Katamso No.51 Medan Telp : (061) 7862466, (061)7862477, Fax (061)7862488 www.iopri.org Permasalahan lahan o Moratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012

Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012 SM Widyastuti Fakultas Kehutanan Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012 Source: www.cartoonstock.com 1 Dari 130 juta hanya 43 juta

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, karena ubi kayu memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012). 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting karena mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi. Manfaat yang dapat

Lebih terperinci

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11 MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis (07.00-10.00) Kelompok : 11 MODEL PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT NYAMPLUNG DENGAN SISTEM AGROFORESTRI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL Disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai

1. PENDAHULUAN. pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bawang

Lebih terperinci

POTENSI HUTAN RAKYAT DENGAN POLA AGROFORESTRY DI DAERAH CIAMIS DENGAN TANAMAN POKOK GANITRI (Elaeocarpus ganitrus)

POTENSI HUTAN RAKYAT DENGAN POLA AGROFORESTRY DI DAERAH CIAMIS DENGAN TANAMAN POKOK GANITRI (Elaeocarpus ganitrus) POTENSI HUTAN RAKYAT DENGAN POLA AGROFORESTRY DI DAERAH CIAMIS DENGAN TANAMAN POKOK GANITRI (Elaeocarpus ganitrus) Oleh : Levina A.G. Pieter dan Budi Rahmawan ABSTRAK Hutan rakyat merupakan lahan yang

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

RPI 7 : PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN

RPI 7 : PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN RPI 7 : PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN Tujuan Menyediakan IPTEK peningkatan produktivitas hutan tanaman penghasil kayu pertukangan, kayu pulp dan kayu energi dalam mendukung kemandirian KPH Sasaran Tersedianya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya strategis dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik di Indonesia. Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41 VI. UBI KAYU 6.1. Perbaikan Genetik Sejatinya komoditas ubi kayu memiliki peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Pada level harga ubi kayu Rp750/kg, maka dengan produksi 25,5 juta ton (tahun

Lebih terperinci

Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan)

Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan) Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan) Teknik Pembibitan Generatif dan Teknik Penanaman Rotan Jernang Paket Iptek Silvikultur Intensif Page 87 Program : Penelitian

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki areal lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016 JATI PURWOBINANGUN LATAR BELAKANG Jati merupakan salah satu primadona hutan rakyat di Indonesia Estmasi hutan rakyat dengan jenis utama jati mencapai 1.2 juta ha dari 1.7 juta hutan jati di Indonesia (

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU Oleh: Hengki Siahaan* dan Agus Sumadi* * Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Palembang ABSTRAK Pengembangan kayu bawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografis Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BIDANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN

PENGEMBANGAN BIDANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN PENGEMBANGAN BIDANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Balikpapan, 10-12 Juni

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG Moh. Saeri dan Suwono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Sampang merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ANGGARAN PERUBAHAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL Tahun Anggaran 2015

RENCANA KERJA ANGGARAN PERUBAHAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL Tahun Anggaran 2015 RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir RKAP SKPD 2.2 PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL Tahun Anggaran 2015 Urusan Pemerintahan : 2 Urusan Pilihan Bidang Pemerintahan : 2. 01 Pertanian Unit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman cabai merah termasuk tanaman berbentuk perdu, berdiri tegak dan bertajuk lebar. Tanaman ini juga mempunyai banyak cabang dan setiap cabang akan muncul bunga yang

Lebih terperinci