PERKEMBANGAN ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (AFAS) DAN KES APAN INDONESIA. Komunitas Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (AFAS) DAN KES APAN INDONESIA. Komunitas Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015."

Transkripsi

1 PERKEMBANGAN ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (AFAS) DAN KES APAN INDONESIA Oleh: Silvi Ch. Sumantil A. LATAR BELAKANG Dalam rangka terciptanya Komunitas Ekonomi ASEAN melalui liberalisasi di perdagangan jasa diperlukan kesiapan Indonesia guna dengan memenuhi roodmap liberalisasi dengan paket-paket pada ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang sangat progresif. Perkembangan AFAS yang sangat progresif ini harus diimbangi dengan kesiapan yang baik pula, tidak hanya oleh regulator dalam hal ini pemerintah dan kementerian terkait, namun juga oleh pelaku usaha, penanam modal, asosiasi, dan masyarakat luas. Dalam rangka meningkatkan daya saing para penyedia jasa di ASEAN melalui liberalisasi perdagangan jasa, para pemimpin ASEAN sepakat untuk segera mempercepat terbentuknya I^ Silvi Ch.Sumanti adalah Kepala Seksi Jasa Konstruksi, Pariwisata, Rekreasi BudaVa dan Olahraga pada Direktorat perundingan Perdagangan Jasa, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan. lsi artikel sebagian dan seluruhnya bukan dan tidak dapat dianggap sebagai representasi atau pandangan resmi dari Ditjen KPl, maupun Kementerian Perdagangan. Komunitas Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun Komunitas Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan realisasi tujuan akhir integrasi ekonomi sebagaimana dicanangkan dalam ASEAN Vision 2010, yakni untuk menjadikan ASEAN sebagai sebuah kawasan yang stabil, makmur dan berdaya saing tinggi di mana di dalamnya terdapat aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan yang semakin berkurang pada tahun Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mewujudkan Komunitas Masyarakat Ekonomi ASEAN disusunlah suatu cetak biru yang merupakan jadwal strategis yang menjadi tonggak kunci bagi integrasi ekonomi yang lebih komprehensif. Dalam mengimplementasikan cetak biru di bidang perdagangan jasa maka dibentuklah ASEAN Fromework Agreement on Services (AFAS). Sejak ditandatanganinya AFAS pada tahun 1996, sejumlah paket komitmen AFAS telah berhasil diselesaikan dan ditandatangani oleh seluruh negara anggota ASEAN. Hal tersebut merupakan kontribusi dari seluruh negara anggota ASEAN secara progresif dan telah memperdalam tingkatan dan cakupan komitmennya untuk menghapuskan secara substansial hambatan-hambatan Buletin KPI Edisi OOL/KP /201I 35

2 perdagangan jasa di kawasan dalam beberapa paket. Manfaat Liberalisasi Perdagangan di Bidang Jasa adalah potensi keuntungan yang dapat diraih oleh ASEAN dari liberalisasi bidang jasa sangatlah tinggi. Melalui proses liberalisasi, maka investasi di bidang jasa yang sangat vital bagi pertumbuhan ekonomi, dan diharapkan akan semakin meningkat. Sebagai catatan, pada tahun 2008 pendapatan sektor jasa di ASEAN mencapai 50% dari total arus foreign direct investment lasa di ASEAN atau sekitar USS 33,5 miliar. Peningkatan investasi di bidang jasa di ASEAN tentunya akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan dan kemajuan sektor perekonomian lainnya di kawasan seperti sektor keuangan, telekomunikasi, distribusi, dan transprotasi. Tujuan AFAS dibentuk antara lain: a. Untuk meningkatkan kerja sama di bidang jasa di antara negaranegara ASEAN dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi serta pasokan dan distribusi jasa, baik antara para penyedia jasa di ASEAN maupun di luar ASEAN; b. Untuk menghapus hambatan perdagangan jasa secara substansial antara anggota ASEAN: c. Untuk meliberalisasikan perdagangan bidang jasa dengan memperdalam dan memperluas cakupan liberaliasai yang telah dilakukan oleh negara-negara dalam kerangka GATS/WTO yang bertujuan untuk merealiasikan area perdagangan bebas bidang jasa. Dalam perundingan liberalisasi bidang jasa, AFAS menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah diterapkan dalam World Trade Organization (WTO), antara lain: a. Most Favoured Nqtion (MFN) Treotment yaitu kemudahan yang diberikan kepada suatu negara berlaku juga untuk semua negara lain: b. Non Discriminotive yaitu pemberlakuan hambatan perdagangan diterapkan untuk semua negara, tanpa pengecualian; c. Tronsparency yaitu setiap negara anggota wajib mempublikasikan semua peraturan, perundang - undangan, pedoman pelaksanaan dan semua keputusan/ketentuan yang berlaku secara umum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah; d. Progressive Liberolizotion yaitu liberalisasi secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan ekonomi setiap negara anggota. 36 Buletin KPI Edisi 00t/KPll20It

3 B. PERKEMBANGAN AFAS Sejak ditandatanganinya AFAS pada tahun L996, sejumlah paket komitmen AFAS telah berhasil diselesaikan dan ditandatangani oleh seluruh negara anggota ASEAN. Paket-paket AFAS yang merupakan kontribusi dari seluruh Negara anggota ASEAN telah memperdalam tingkatan dan cakupan komitmennya untuk menghapuskan secara substansial hambatan-hambatan baik tarif dan nontarif perdagangan jasa di kawasan. Dalam mencapai liberalisasi perdagangan jasa pada tahun 2015, terdapat beberapa tindakan yang telah dicanangkan untuk dipenuhi, antara lain2:. Mengurangi secara substansial seluruh hambatan dalam perdagangan jasa untuk empat sektor prioritas bidang jasa, yaitu transportasi udara, e-asean, kesehatan, dan pariwisata pada 2010 dan untuk sektor prioritas kelima, yaitu jasa logistik pada 2013;. Mengurangi secara substansial seluruh hambatan perdagangan jasa pada 2015;. Melaksanakan liberalisasi perdagangan jasa melalui putaran negosiasi setiap 2 tahun hingga ' Masyarkat Ekonomi ASEAN, Kemenlu, , yaitu 2008, 2011,0, 2012, 20L4, dan 20L5; Menargetkan jadwal jumlah subsektor jasa yang harus dipenuhi pada setiap putaran, yaitu tahun 2010 (AFAS 8) : 80 subsektor, tahun 2012 (AFAS 9): 100 subsektor, tahun 2014 (AFAS 10): 120 subsektor, tahun 2015 (AFAS 11-): 128 subsektor, yang didasarkan pada klasifikasi umum perjanjian umum WTO (GATS) w/120. Menjadwalkan paket komitmen untuk setiap putaran sesuai parameter sebagai berikut: o Tidak ada hambatan bagi moda 1 dan 2, dengan pengecualian alasan yang dapat diterima (seperti kepentingan dan keamanan nasional) atas persetujuan semua negara anggota berdasarkan kasus per kasus; o Mengizinkan penyertaan modal asing (ASEAN) minimal 5L% pada 2008 dan 70% pada 2010 bagi empat sektor prioritas; minimal 49% pada 2008,51% pada 2010 dan70% pada 2015 bagi sektor jasa logistik; dan minimal 49% pada 2008, 5I% pada 2OLO dan 70% pada 2015 bagi sektor jasa lainnya; dan o Menghapuskan secara progresif hambatan lainnya Buletin KPI Edisi )Ot/KPl/zjtt 37

4 bagi perdagangan jasa Moda 3 oada 20L5. Menetapkan parameter liberalisasi untuk pembatasan nstionol treqtment, Moda 4 dan pembatasan dalam horizontol commitments pada setiap putaran pada 2009; Menjadwalkan komitmen sesuai dengan parameter yang disepakati untuk pembatasan national treqtment, Moda 4 dan pembatasan pada horizontql commitments yang ditentukan pada 2009; Menyelesaikan kompilasi daftar hambatan perdagangan jasa pada Agustus 2008; Mengizinkan seluruh fleksibilitas, yang meliputi subsektor yang secara penuh dikecualikan dari liberalisasi, dan subsektor yang parameternya belum disepakati dalam penjadwalan komitmen liberalisasi. Penjadwalan komitmen liberalisasi pada tiap putaran akan disesuaikan dengan fleksibilitasebagai berikut: o Kemungkinan untuk ikut serta pada putaran berikutnya jika negara anggota tidak dapat memenuhi parameter komitmen yang ditentukan pada putaran sebelumnya; o Mengizinkan pergantian subsektor yang telah sepakat diliberalisasikan dalam satu putaran dengan subsektor lain di luar yang telah disepakati, tapi hanya untuk negara anggota yang tidak mampu melaksanakan komitmennya; dan o Liberalisasi melalui formulasi ASEAN minus X. Menyelesaikan Pengaturan Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangements/M RAs); Mengimplementasikan MRA secepatnya sesuai dengan ketentuan dari setiap MRA; Mengidentifikasikan dan mengembangkan MRA untuk jasa profesi lainnya selambatlambatnya pada 2012, untuk diselesaikan selambat-lambatnva pada tahun 2015; dan Memperkuat pengembangan SDM dan peningkatan kemampuan di bidang perdagangan jasa. o Meliberalisasi secara progresif hambatan-hambatan pada setiap subsektor atau modamoda sebagaimana diidentifikasi oleh setiap negara anggota pada 2015; dan o Meliberalisasi secara progresif hambatan-hambatan Pada setiao subsektor atau modamoda lainnya yang belum diidentifikasi berdasarkan "fleksibilitas yang disepakati sebelumnya", pada 202O. 38 Buletin KPI Edisi 00t/KPl/201I

5 Proses perundingan pada tahun 2011 diharapkan agar AFAS Paket 8 dapat diselesaikan. Capaian AFAS Paket 8 ialah negara anggota ASEAN harus memperluas cakupan sub-sektor serta memperdalam komitmennya dalam hal pernyertaan modal asing (F orei g n Eq u ity Po rtici pati on). Pada AFAS Paket 8, terdapat threshold yang harus dipenuhi oleh ASEAN Member States (AMS), yaitu :. Mode 1 (Pemasokan Jasa Lintas Batas) dan Mode 2 (Konsumsi Jasa di Luar Negeri) harus'none' atau tanpa batasan.. Mode 3 (Kehadiran Perusahaan Asing) untuk PIS harus dengan batasan kepemilikan modal asing sebesar 70/o, dan sektor lainnya sebesar 5l-%.. Selain itu, pada sektor PIS tidak diperbolehkan adanya limitasi akses pasar selain batasan kepemilikan modal asing, sementara untuk non PIS masih diperbolehkan adanya 2 limitasi akses pasar. Untuk limitasi perlakuan nasional masih diperbolehkan sampai 4 limitasi baik untuk PIS dan non pls. Pada hasil SEOM 3/41 disadari bahwa negara anggota ASEAN menghadapi kesulitan untuk memenuhi threshold untuk AFAS Paket 8 dan menyepakati penggunaan fleksibilitas. Selanjutnya fleksibilitas sebesar t5% tersebut dialokasikan ke 3 (tiga) moda, yaitu moda 1, 2, dan 3, sehingga total yang dapat memperoleh fleksibilitas untuk diperbolehkan tidak memenuhi threshold sebanyak 36 moda (80 sub sektor x L5%x3 moda). Berdasarkan hasil AEM ke- 42 disepakati pengalokasian fleksibilitas tersebut agar balonce across modes yaitu pengalokasian fleksibilitas tersebuttidak difokuskan pada satu moda saja. Namun demikian, disadari bahwa kesulitan pada umumnya dari negara anggota ASEAN adalah dalam pemenuhan threshold moda 3. Pada Coordinating Committee on Services (CCS) ke - 64 yang diselenggarakan pada tanggal 2t-24 Februari 2011 dihasilkan dua opsi terakhir yaitu:. Maksimum 50% dari fleksibiltas vang dapat diterapkan kepada moda tertentu. Dengan demikian untuk AFAS Paket 8, maksimum dari 50o/ox 15% x 80 subsektorx 3 moda = 18 subsektor yang dapat diberikan fleksibilitas dari kewajiban memenuhi threshold con be subjected to flexibility of not meeting threshold requirements for the some mode of supply.. Maksimum 60% dari fleksibiltas vang dapat diterapkan kepada moda tertentu. Dengan demikian untuk AFAS Paket 8, maksimum dari 60%x 15% x 80 su bsektor x 3 moda = 22 subsektor yang dapat diberikan Buletin KPI Edisi 00t/KPl/201,1,

6 fleksibilitas dari kewajiban memenuhi threshold con be subjected to flexibility of not meeting threshold requirements for the same mode of supply. Namun, dikarenakan tidak adanya konsensus untuk dua opsi tersebut, maka selanjutnya akan dibawa ke SEOM atau AEM untuk keputusan selanjutnya. Sementara untuk Mode 4 (Pergerakan Tenaga Kerja) saat ini masih dalam pembahasan konsep Perjanjian Movement of Noturol Person (MNP). Adapun hasil dari pertemuan CCS ke - 64 yang lalu antara lain: (a) Hasil final dari Perjanjian MNP Agreement harus merupakan liberalisasi lebih lanjut dari mode 4 dan tidak terbatas sebagai perjanjian fasilitasi saja; (b) Sebagai langkah awal, konsep dari Perjanjian MNP agreement dan mencakup Business Visitors (BV) dan lntro-corporote Transferees (ICT). Tipe lainnya dari nqturol persons, termasuk Contractual Service Suppliers (CSS/ dan lndependent Professionols (lp), dapat dipandang sebagai subjek untuk dirundingkan; (c) Tidak perlu adanya definisi bersama atas kategori dari MNP di dalam perjanjian. Negara anggota dapat mendefinisikan berbagai kategori MNP di dalam c. Schedule of Commitmentnya masing-masing; (d) Parameter liberalisasi moda 4 harus berada di luar Perjanjian MNP; (e) CCS harus berkonsultasi dengan Coordinoting Committee on lnvestment (CCl) dalam memasukkan penanam modal sebagai salah satu kategori dari Perjanjian MNP; (f) Negara anggota akan berkonsultasi dengan tenaga ahli hukum untuk melihat implikasi legal dari mengaitkan komitmen MNP dengan Perjanjian MNP, demikian juga bila tidak mengaitkan komitmen moda 4 dengan Schedule AFAS yang ada. KESIAPAN INDONESIA Mengingat perundingan perdagangan jasa ASEAN yang sangat progresif, maka diperlukan kesiapan dalam menghadapi perkembangan perundingan AFAS. Kesiapan tersebut harus meliputi seluruh segi dan menyeluruh, baik dari pemerintah, pelaku pasar, asosiasi, dan akademisi. Kesiapan Pemerintah Sebagai regulator, pemerintah Indonesia telah menyiapkan diri dalam menghadapi liberalisasi perdagangan jasa. Liberalisasi memberikan konsekuensi reregulasi beberapa peraturan domestik, demikian juga liberalisasi 40 Buletin KPI Edisi 001,/KPl/201.1

7 perdagangan jasa ASEAN. Salah satu contoh adalah kolom J pada peraturan pemerintah mengenai Daftar Negatif lnvestasi yang dibuat untuk mengakomodir penyertaan modal asing yang lebih liberal bagi investor ASEAN dibanding peraturan yang berlaku bagi investor non- ASEAN. Peraturan yang baik sangat diperlukan untuk mengatur industri jasa, demikian juga perlindungan yang cukup bagi industri jasa domestik. Dalam rangka persiapan menghadapi perpindahan tenaga kerja di kawasan ASEAN, maka telah disadari untuk menyiapkan sertifikasi dan kualifikasi yang diperlukan untuk memberikan daya saing bagi tenaga kerja nasional. Sosialisasi kepada pemangku kepentingan mengenai perkembangan perundingan juga menjadi hal yang penting dan telah menjadi agenda di berbagai kementerian. Kesiapan Pelaku Pasar Kesiapan para pelaku pasar dalam hal ini industri jasa Indonesia dapat dilihat melalui daya saing dan efisiensi biaya ekonomi industri yang bersangkutan. Semakin efisien suatu industri maka menunjukan daya saing yang tinggi dan kesiapan menghadapi liberalisasi. Membangun basis industri yang sehat perlu dilakukan. Adapun sejumlah persoalan di tataran riil yang dihadapi industri jasa dalam negeri antara lain: tingkat suku bunga kredit yang tinggi, infrastruktur yang belum memadai, tenaga kerja mayoritas lulusan SMP dan SMA, penguasaan teknologi yang kurang, inovasi yang belum berkembang. Hal tersebut menjadikan ekonomi nasional rentan atas ekonomi biaya tinggi3. Kesiapan Asosiasi dan Akademisi Asosiasi penting peranannya sebagai perwakilan dari berbagai perusahaan/industri jasa terkait, yang dapat memberikan masukan dan posisi dari industri yang diwakilinya. Asosiasi juga memberikan informasi dan menyiapkan industri jasanya dalam menghadapi liberalisasi perdagangan jasa ASEAN. Sehubungan dengan hal tersebut, asosiasi telah melibatkan diri dan bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan gambaran mengenat kesiapan dan perkembangan dari industri jasa yang diwakilinya. Kesiapan akademisi juga dapat dilihat melalui kajian-kajian mengenai liberalisasi perdagangan jasa ASEAN, baik dilakukan secara independen maupun bekerja sama dengan pemerintah. - Indra Maipita, Liberalisasi dan Globalisasi Perdagangan Internasional, 2002 Buletin KPI Edisi OOl/KPl/ t

8 D. TINDAK TANJUT Bila dilihat dari masih banyaknya pihak yang belum mengerti mengenai perundingan perdagangan jasa di ASEAN, hal ini menunjukkan masih kurang siapnya berbagai sektor dalam menghadapi liberalisasi jasa di kawasan ASEAN. Di samping itu, sektor-sektor terkait masih lebih bertindak reaktif dan kurang terencana dalam menghadapi perkembangan perundingan jasa ASEAN. Ketidaksiapan ini tentu akan mengakibatkan kerugian yang cukup besa r, diantaranya kurang termanfaatkannya liberalisasi dan Indonesia hanya menjadi tujuan pasar dari berbagai sektor jasa asing atau negara ASEAN lainnya. Sebagaimana diketahui, sektor jasa merupakan sektor yang melibatkan banyak instansi pemerintah. Terdapat lebih dari 20 (duapuluh) Kementerian yang menangani dan terlibat dalam perdagangan di bidang jasa. Untuk itu, diperlukan koordinasi yang baik oleh seluruh instansi pemerintah, terkait penyusunan strategi perundingan maupun implementasi hasil perundingan. Terkait hal ini, peranan asosiasi juga sangatlah penting khususnya dalam memberikan pandangan mengenai industri jasanya masing-masing. Sektor-sektor juga harus mempersiapkan diri, terkait peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjaga kompetisi yang adil dan transparan, demikian juga untuk melindungi dan menunjang perkembangan industri dalam negeri. Peraturan domestik merupakan hal yang sangat penting untuk disusun secara matang, mengingat batasanbatasan yang dapat diterapkan di sektor jasa hanya melalui regulasi domestik. Dengan demikian, untuk menilai siap tidaknya suatu sektor dalam menghadapi liberalisasi dapat dilihat melalui regulasi yang sudah diterapkan, semakin baik regulasi di sektor tersebut maka semakin siap sektor tersebut untuk diliberalisasi. Kesiapan pelaku pasar dalam negeri sangatlah diperlukan dalam menghadapi kompetisi dengan pelaku pasar negara ASEAN lainnya. Untuk itu diperlukan sosialisasi yang optimal baik kepada penanam modal dalam negeri, agar dapat memanfaatkan keterbukaan pasar di negara-negara ASEAN lainnya, demikian juga dengan pelaku pasar dalam negeri agar dapat mempersiapkan diri menghadapi kompetisi dengan keterbukaan pasar di dalam negeri. Dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional diperlukan perbaikan infrastruktur, kestabilan ekonomi dan keamanan nasional, tingkat pendidikan yang lebih baik, demikian juga kemampuan teknologi dan kreativitas serta inovasi dari industri jasa dalam negeri sangatlah penting untuk ditingkatkan. 42 Buletin KPI Edisi oor/kpl/2011

9 Selain itu, perlu disusun suatu kajian yang komprehensif untuk dapat melihat bagaimana pemanfaatan sertifikasi dari berbagai jenis profesi dikarenakan ketiadaan kualifikasi dan sertifikasi dapat melemahkan tingkat hasil-hasil AFAS yang sudah kompetisi tenaga kerja Indonesia. disepakati maupun untuk mengetahui hal-hal apa saja yang E. PENUTUP perlu dilakukansehingga hasil-hasil Terciptanya Komunitas Ekonomi AFAS tersebut dapat termanfaatkan ASEAN melalui liberalisasi di dengan optimal, demikian juga bidang dalam jasa harus dipandang sebagai suatu upaya menyusun strategi visi dan misi, perundingan, sehingga serta visi dan misi dari perkembangan perundingan perdagangan jasa AFAS ini nasional. tidak hanya menjadi ancaman namun Hal penting lainnya adalah kesiapan dapat disikapi sebagai suatu data dan informasi. Ketidaksiapan kesempatan dan tantangan demi data dan informasi sangat kemajuan bangsa dan negara. berpengaruh dalam menentukan Selain posisi itu, diperlukan perundingan demikian juga sinergi dari seluruh pemangku kepentingan yang dalam menyusun kebijakan. dapat saling melengkapi lewat Khususnya data statistik yang terbaru kesiapan yang matang, sehingga dan menyeluruh. masing-masing pihak dapat Kesiapan data dan informasi juga diperlukan dalam menyusun strategi memberikan energi positif dan mencapai cita-cita secara bersama dan posisi Indonesia di sektor tenaga melalui suatu strategi dalam kerja. Ketidaksiapan data dan perundingan dan pengimplementasian informasi di sektor tenaga kerja menyebabkan ketidakpastian pada sektor mana Indonesiakan bersikap ofensif dan sektor mana yang diperlukan untuk bersikap defensif. dari hasil perunding- an AFAS ini. Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan juga memiliki arti bahwa semua pihak harus menanggalkan ego sektoral sehingga Kepentingan ya ng dapat ada kesamaan visi dan misi. diperjuangkan selama ini adalah Merangkum hal-hal yang perlu dimasukkannya sektor berketerampilan menengah untuk dipersiapkan di dalam negeri dan melihat tingkat progresivitas menjadi bagian dalam liberalisasi perundingan yang cukup tinggi, maka tenaga kerja di kawasan ASEAN. Pengaturan saling pengakuan atau Mutual Recognition Arrangements/ MRAs juga memerlukan kesiapan dalam negeri terkait kualifikasi dan sangat diperlukan keseriusan dan kesungguhan dari seluruh pihak untuk dapat saling bekerja sama dan mempersiapkan diri secara matang. Buletin KPI Edisi OOl/KPl/

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

PENINGKATAN PELAKSANAAN PERJANJIAN-PERJANJIAN ASEAN Oleh: Dina Kurniasaril

PENINGKATAN PELAKSANAAN PERJANJIAN-PERJANJIAN ASEAN Oleh: Dina Kurniasaril A. PENINGKATAN PELAKSANAAN PERJANJIAN-PERJANJIAN ASEAN Oleh: Dina Kurniasaril LATAR BELAKANG Dalam rangka mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang terintegrasi pada tahun 2015, maka saat ini ASEAN telah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN DALAM MENGHADAPI PASAR BEBAS ASEAN 2015

STRATEGI PENINGKATAN KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN DALAM MENGHADAPI PASAR BEBAS ASEAN 2015 STRATEGI PENINGKATAN KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN DALAM MENGHADAPI PASAR BEBAS ASEAN 2015 Disajikan oleh : Kepala Pusat Perencanaan &Pendayagunaan SDMK Pada RAKORNAS ISMKI 2014 Jakarta, 11 Oktober 2014

Lebih terperinci

Professional Veterinarian

Professional Veterinarian Professional Veterinarian MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 : SIAPKAH PROFESI VETERINER INDONESIA? Bambang Pontjo Priosoeryanto, Ketua III Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS Garment Factory Automotive Parts 1 Tantangan eksternal : persiapan Negara Lain VIETNAM 2 Pengelolaaan ekspor dan impor Peningkatan pengawasan produk ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses gobalisasi sudah melanda hampir di semua negara di dunia,termasuk di Indonesia. Globalisasi berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dan juga negara-negara,tidak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTANSI & ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 PUSAT PEMBINAAN AKUNTAN DAN JASA PENILAI KEMENTERIAN KEUANGAN RI

PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTANSI & ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 PUSAT PEMBINAAN AKUNTAN DAN JASA PENILAI KEMENTERIAN KEUANGAN RI PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTANSI & ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 PUSAT PEMBINAAN AKUNTAN DAN JASA PENILAI KEMENTERIAN KEUANGAN RI Jakarta, 15 Mei 2013 AGENDA Perkembangan Profesi Akuntansi AEC 2015 2 Pertumbuhan

Lebih terperinci

PROFESI AKUNTANSI MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

PROFESI AKUNTANSI MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PROFESI AKUNTANSI MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI

Lebih terperinci

LIBERALISASI PERDAGANGAN. Pengembangan SDM Kompeten Menghadapi Pasar Global. Urip Sedyowidodo

LIBERALISASI PERDAGANGAN. Pengembangan SDM Kompeten Menghadapi Pasar Global. Urip Sedyowidodo LIBERALISASI PERDAGANGAN JASA TENAGA KERJA Pengembangan SDM Kompeten Menghadapi Pasar Global Urip Sedyowidodo 1 ASEAN Mutual Recognition Arrangement Pada tgl.19 November 2007, negara-negara ASEAN menandatangani

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008 BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Jl. BungaAsoka Gg. AndalasNo. 1 AsamKumbang, Medan Cellphone : 0813 62260213, 77729765 E-mail

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi secara luas telah membuka perekonomian dunia dalam skala yang hampir

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi secara luas telah membuka perekonomian dunia dalam skala yang hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi secara luas telah membuka perekonomian dunia dalam skala yang hampir tidak terbatas. Globalisasi juga menuntut ASEAN menciptakan integrasi regional di Asia

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP PERSAINGAN PERDAGANGAN JASA DI BIDANG KONSTRUKSI DALAM RANGKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP PERSAINGAN PERDAGANGAN JASA DI BIDANG KONSTRUKSI DALAM RANGKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP PERSAINGAN PERDAGANGAN JASA DI BIDANG KONSTRUKSI DALAM RANGKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Farida Nur Hidayah 1, Kholis Roisah 2 r_kholis@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam Menghadapi MEA 2015 SEKILAS TENTANG ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)/ MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Kerjasama ekonomi ASEAN mengarah kepada

Lebih terperinci

PERAN PERDAGANGAN JASA DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL

PERAN PERDAGANGAN JASA DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL PERAN PERDAGANGAN JASA DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL Indonesia Services Dialogue Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional 25 Februari 2015 TUJUAN EKONOMI INDONESIA TUJUAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN

KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN 2004-2009 Agenda utama dalam bidang ekonomi yang telah ditetapkan oleh Pemerintahan SBY - Kalla bertujuan untuk

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik

Lebih terperinci

Ketentuan Pengaturan Jasa Dalam Percepatan Penerapan Asean Economic Community

Ketentuan Pengaturan Jasa Dalam Percepatan Penerapan Asean Economic Community Ketentuan Pengaturan Jasa Dalam Percepatan Penerapan Asean Economic Community Clara Ignatia Tobing Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, clara.ignatia@ubharajaya.ac.id ABSTRAK - Percepatan penerapan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, 96 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa poin yang bisa ditarik sebagai kesimpulan dan sekaligus akan menjawab rumusan masalah,

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 480 TAHUN 2012 TENTANG ROADMAP HUBUNGAN UDARA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 480 TAHUN 2012 TENTANG ROADMAP HUBUNGAN UDARA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 480 TAHUN 2012 TENTANG ROADMAP HUBUNGAN UDARA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 31 / PRT / M /2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 31 / PRT / M /2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 31 / PRT / M /2006 TENTANG MONITORING COMMITTEE DALAM RANGKA PELAKSANAAN ASEAN MUTUAL RECOGNITION ARRANGEMENT ON ENGINEERING SERVICES ( CPC 8672 ) MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun

Lebih terperinci

TANTANGAN PUSTAKAWAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN. Sri Suharmini Wahyuningsih 1 Abstrak

TANTANGAN PUSTAKAWAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN. Sri Suharmini Wahyuningsih 1 Abstrak TANTANGAN PUSTAKAWAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Sri Suharmini Wahyuningsih 1 minuk@ut.ac.id Abstrak Kesepakatan pemimpin ASEAN dalam memajukan masyarakat agar dapat mengembangan perekonomian

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa, aliran investasi dan modal, dan aliran tenaga kerja terampil.

BAB I PENDAHULUAN. jasa, aliran investasi dan modal, dan aliran tenaga kerja terampil. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap negara pasti memiliki hubungan interaksi dengan negara lain yang diwujudkan dengan kerja sama di suatu bidang tertentu. Salah satu diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade

Lebih terperinci

Pengembangan MRA Sektor Perbankan Menyongsong MEA 2015 dan ABIF Ir. Sumarna F. Abdurahman M.Sc. Ketua BNSP

Pengembangan MRA Sektor Perbankan Menyongsong MEA 2015 dan ABIF Ir. Sumarna F. Abdurahman M.Sc. Ketua BNSP Pengembangan MRA Sektor Perbankan Menyongsong MEA 2015 dan ABIF 2020 Ir. Sumarna F. Abdurahman M.Sc. Ketua BNSP Implementasi MEA 2015 Pada Tahap Awal Di Prioritaskan Pada 12 Sektor Lima Aliran Bebas (Free

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi negara merupakan hal yang sangat penting untuk dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

Peluang Perusahaan Asuransi di Indonesia Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

Peluang Perusahaan Asuransi di Indonesia Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 Peluang Perusahaan Asuransi... Peluang Perusahaan Asuransi di Indonesia Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 Hadi Peristiwo Abstrak Asuransi adalah suatu kesediaan oleh individu maupun badan hukum

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA MENGHADAPI MEA PELUANG DAN TANTANGAN. Dasril Rangkuti. Wakil KOMITE TETAP PELATIHAN KETENAGAKERJAAN

KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA MENGHADAPI MEA PELUANG DAN TANTANGAN. Dasril Rangkuti. Wakil KOMITE TETAP PELATIHAN KETENAGAKERJAAN KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA MENGHADAPI MEA PELUANG DAN TANTANGAN Dasril Rangkuti Wakil KOMITE TETAP PELATIHAN KETENAGAKERJAAN The single integrated AEC/MEA kawasan bebas perdagangan barang, modal dan

Lebih terperinci

Kondisi Tenaga Kesehatan RI memasuki ASEAN Community 2015

Kondisi Tenaga Kesehatan RI memasuki ASEAN Community 2015 Kondisi Tenaga Kesehatan RI memasuki ASEAN Community 2015 Dr Hargianti Dini Iswandari, Drg,MM anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Semarang, 11 Oktober 2013 1 BENDERA NEGARA PENDUDUK

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * Era perdagangan bebas di negaranegara ASEAN tinggal menghitung waktu. Tidak kurang dari 2 tahun pelaksanaan

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.507, 2009 BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di dalam bab-bab sebelumnya mengenai pengaturan pengaturan technical barrier to trade sebagai salah satu perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu

Lebih terperinci

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Beberapa masalah ekonomi makro yang perlu diantisipasi pada tahap awal pembangunan daerah adalah menurunnya daya beli masyarakat, yang diikuti

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Jakarta Phone/Fax:

SIARAN PERS Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Jakarta Phone/Fax: DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Phone/Fax: 021-385-8213 www.depdag.go.id KTT ASEAN Ke-13: Penandatanganan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) DI AKPER YKY

KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) DI AKPER YKY KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) DI AKPER YKY Rahmita Nuril Amalia 1, Dwi Juwartini 2, Yayang Harigustian 3 1, 2, 3 Staff Dosen Keperawatan Komunitas Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

: Institute Of Southeast Asian Studies

: Institute Of Southeast Asian Studies BOOK REVIEW Judul : ASEAN: Life After the Charter Editor : S. Tiwari Penerbit : Institute Of Southeast Asian Studies Bahasa : Inggris Jumlah halaman : 186 halaman Tahun penerbitan : 2010 Pembuat resensi

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI 6.1. Kebijakan Pengembangan Investasi di Kabupaten Banyuaesin Konsep dan design arah pengembangan investasi di Kabupaten Banyuasin dibuat dengan mempertimbangkan potensi wilayah

Lebih terperinci

PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017

PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017 PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017 Pada 2016, penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 258,7 juta jiwa dan sekitar 85 persen

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

Executive Summary. Laporan Penelitian ASEAN Study Center Universitas Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

Executive Summary. Laporan Penelitian ASEAN Study Center Universitas Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Executive Summary Laporan Penelitian ASEAN Study Center Universitas Indonesia bekerja sama Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Tim Peneliti: Makmur Keliat, Ph.D Asra Virgianita, MA Shofwan Al Banna

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA MYANMAR JADWAL KOMITMEN SPESIFIK JADWAL KOMITMEN HORISONTAL DALAM AFAS I. HORISONTAL

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly KAJIAN PENGATURAN TERHADAP STANDAR PRODUK PRIORITAS USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DALAM KAITANNYA DENGAN PRAKTIK MONOPOLI Oleh: I Gusti Putu Ngurah Satriawibawa I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan melalui pengelolaan strategi pendidikan dan pelatihan, karena itu pembangunan

Lebih terperinci

Tujuan Pembangunan Negara RI adalah kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Tujuan Pembangunan Negara RI adalah kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. RANGKUMAN PEMIKIRAN Rapat Koordinasi Nasional Sinergitas Konsil Kedokteran indonesia dengan Pemangku Kepentingan dalam Pengawalan Profesionalisme Dokter dan dokter Gigi Menghadapi Tantangan Global Makasar,

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

KERJASAMA PROGRAM PROFESI INSINYUR KEMENTERIAN PUPR DENGAN KEMENTERIAN RISTEK DIKTI. DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI Jakarta - Senin,10 Oktober 2016

KERJASAMA PROGRAM PROFESI INSINYUR KEMENTERIAN PUPR DENGAN KEMENTERIAN RISTEK DIKTI. DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI Jakarta - Senin,10 Oktober 2016 KERJASAMA PROGRAM PROFESI INSINYUR KEMENTERIAN PUPR DENGAN KEMENTERIAN RISTEK DIKTI DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI Jakarta - Senin,10 Oktober 2016 ORGANISASI, TUGAS DAN PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL BINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

BAB 3 RELATIVE GAIN DALAM KOMITMEN-KOMITMEN NEGARA- NEGARA ANGGOTA ASEAN (PAKET 1 DAN 2 SKEDUL KOMITMEN AFAS)

BAB 3 RELATIVE GAIN DALAM KOMITMEN-KOMITMEN NEGARA- NEGARA ANGGOTA ASEAN (PAKET 1 DAN 2 SKEDUL KOMITMEN AFAS) 49 BAB 3 RELATIVE GAIN DALAM KOMITMEN-KOMITMEN NEGARA- NEGARA ANGGOTA ASEAN (PAKET 1 DAN 2 SKEDUL KOMITMEN AFAS) Pada Bab 3 ini penulis mulai masuk kedalam pembahasan penyebab lambatnya penetapan Mutual

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Prinsip perluasan Uni Eropa adalah semua anggota harus memenuhi ketentuan yang dimiliki oleh Uni Eropa saat ini, antara lain menyangkut isu politik (kecuali bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bukanlah sebuah transaksi untung rugi, efektifitas dan efisiensi belaka, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bukanlah sebuah transaksi untung rugi, efektifitas dan efisiensi belaka, tetapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Regulasi Teori Regulasi, pada dasarnya membuka persamaan ekonomi dengan memasukkan proses politik dan dilema etis dalam masyarakat. Jelas sekali, persoalan ekonomi bukanlah

Lebih terperinci

IMPTEMENTASI PERJANJIAN INVESTASIASEAN

IMPTEMENTASI PERJANJIAN INVESTASIASEAN IMPTEMENTASI PERJANJIAN INVESTASIASEAN Oleh: Lazuardi Nasutionl A. TATAR BETAKANG Negara-negara ASEAN sepakat menempatkan investasi sebagai salah satu instrumen dalam percepatan pembangunan ekonomi ASEAN,

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR)

TERM OF REFERENCE (TOR) TERM OF REFERENCE (TOR) WorkshopKetahananEkonomidanSosial Memperkuat Ketahanan Dan Stabilitas Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Ditengah Tantangan Nasional Dan Global Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat membuat perusahaan mengalami kerugian. material bagi Perusahaan. Sifat materialitas dari nilai Piutang Usaha

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat membuat perusahaan mengalami kerugian. material bagi Perusahaan. Sifat materialitas dari nilai Piutang Usaha BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN Umum nya bagi perusahaan piutang usaha merupakan salah satu aktiva yang besar dari aktiva lancar serta bagian terbesar dari total aktiva. Bagi perusahaan pemberian piutang

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci