STRUKTUR BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR STUDI KASUS PADA TIGA USAHA DI KAB. BOGOR PRASETYO ATMA HADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRUKTUR BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR STUDI KASUS PADA TIGA USAHA DI KAB. BOGOR PRASETYO ATMA HADI"

Transkripsi

1 i STRUKTUR BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR STUDI KASUS PADA TIGA USAHA DI KAB. BOGOR PRASETYO ATMA HADI PROGRAM AGRIBISNIS ALIH JENIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus di Tiga Pembudidaya Kab. Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Prasetyo Atma Hadi NIM H * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

4

5

6

7 i ABSTRAK PRASETYO ATMA HADI. Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI. Usaha Budidaya ikan hias air tawar di Kab. Bogor bervariasi, baik dalam ukuran usaha maupun jenis ikan yang dibudidayakan. Ukuran usaha dapat dilihat dari jumlah kepemilikan akuarium, karena mampu mencerminkan alokasi biaya dan produktifitas. Penelitian ini bertujuan mencari ukuran usaha yang paling efisien dengan cara membandingkan struktur biaya pada tiga usaha budidaya ikan hias air tawar. Pada hasil penelitian menunjukan, Semakin besar ukuran usaha maka akan menghasilkan struktur biaya yang lebih efisien. Berdasarkan analisis R/C, usaha yang paling efisien adalah usaha budidaya ikan hias air tawar yang ukuran usahanya terbesar. Kata kunci: budidaya ikan hias air tawar, efisiensi, analisis struktur biaya ABSTRACT PRASETYO ATMA HADI. Cost Structure of Freshwater Ornamental Fish Culture Case Study On Three Business in Kab. Bogor. Guided by NUNUNG KUSNADI The freshwater ornamental fish culture in Kab. Bogor are widely vary, either in the size of business in the term of fish species. The size of business can be seen from the number of aquarium ownership, since it reflects the allocation of costs and productivity. This study aims to find the most efficient business size by comparing the cost structure of the three freshwater ornamental fish culture cases. The results showed, bigger size of business will generate a more efficient cost structure. Based on R/C ratio, the most efficient business size is the Biggest freshwater ornamental fish culture size among the three. Keywords: freshwater ornamental fish culture, efficiency, cost structure analysis

8 ii

9 iii STRUKTUR BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR STUDI KASUS PADA TIGA USAHA DI KAB. BOGOR PRASETYO ATMA HADI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis PROGRAM AGRIBISNIS ALIH JENIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

10 iv

11 v Judul Skripsi : Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor Nama : Prasetyo Atma Hadi NIM : H Disetujui oleh Dr Ir Nunung Kusnadi, Ms Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Dwi Rachmina Ketua Departemen Tanggal Lulus:

12 vi

13 vii PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta ala atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai dengan Mei 2014 ini adalah struktur biaya, dengan judul Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis sebagai bentuk penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberi bimbingan dan arahannya kepada penulis, Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan banyak saran, Ibu Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen komdik sidang dan Ibu Netti Tinaprilla selaku dosen penguji utama sidang yang telah memberi banyak panduan untuk hasil akhir skripsi yang baik. Kedua orang tua Penulis, serta sahabat yang telah memberikan motivasi doa dan materi. Disamping itu, penghargaan Penulis sampaikan untuk Para pemilik usaha ikan hias air tawar, yaitu Bapak Hermanu, Bapak Asep, dan Bapak Budi yang telah membantu selama pengumpulan data, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Prasetyo Atma Hadi

14 viii

15 ix DAFTAR ISI DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 8 TINJAUAN PUSTAKA 8 Persentasi biaya tetap dan variabel pada beberapa penelitian 8 Penentuan Skala Usaha pada Beberapa Penelitian 9 Analisis Efisiensi dan Titik Impas pada Beberapa Penelitian 10 Struktur Biaya Tanaman Pangan, Produktifitas, dan Profitabilitas 12 Skala Usaha Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dan Struktur Biaya 14 KERANGKA PEMIKIRAN 15 Kerangka Pemikiran Teoritis 15 Usahatani 15 Struktur Biaya dan Skala Usaha 17 Analisis Efisiensi 21 Analisis Titik Impas (Break Even Poin) 22 Kerangka Pemikiran Operasional 22 METODE PENELITIAN 24 Lokasi dan Waktu Penelitian 25 Metode Penelitian 25 Metode Pengumpulan Data 25 Metode Pengolahan dan Analisis Data 26 Komponen Biaya dalam Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar 26 Analisis Penerimaan 27 Analisis Efisiensi 27 Analisis Titik Impas (Break Even Poin) 28 Keadaan Wilayah, Topografi, dan Demografi Lokasi Penelitian 29

16 x Keadaan Wilayah dan Topografi Kabupaten Bogor 29 Demografi 31 Keadaan Demografi Penduduk 31 Komposisi Penduduk Berdasarkan Persentasi Lapangan Usaha 32 Potensi Unggulan Daerah 32 Deskripsi Umum Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian 33 Lokasi Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar 34 Sejarah Dan Latar Belakang Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian 35 Penyediaan Sarana Produksi 37 Teknik Pendederan Ikan Hias Air Tawar 38 Persiapan Wadah 38 Penebaran Benih 38 Pemberian Pakan 38 Pengelolaan Air 39 Panen, Sortasi dan Grading 39 Pengemasan 40 Pengangkutan 40 Kapasitas Produksi dan Penjualan Produk Pada Tiap Usaha 40 Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian 41 Biaya Tetap dan Biaya Variabel 42 Analisis Penerimaan 51 Analisis efisiensi 54 Analisis Titik Impas (Break Even Poin) Pada Tiap Usaha di Lokasi Penelitian 55 SIMPULAN DAN SARAN 56 Simpulan 56 Saran 57 DAFTAR PUSTAKA 58 LAMPIRAN 60 RIWAYAT HIDUP 65

17 xi DAFTAR TABEL Tabel 1 PDB lapangan usaha (atas dasar harga berlaku) tahun Tabel 2 Pasar ekspor terbesar ikan hias Indonesia Tabel 3 Pencapaian produksi ikan hias di Kabupaten Bogor tahun Tabel 4 Hasil perhitungan struktur biaya usaha ikan hias air tawar 29 Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 31 Tabel 6 Alamat usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha 34 Tabel 7 Komponen biaya tetap usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga skala 43 Tabel 8 Komponen biaya variabel usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga 46 Tabel 9 Struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha 50 Tabel 10 Penerimaan budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha 52 Tabel 11 Persentasi penggunaan akuarium dan penerimaan per komoditi pada tiga 53 Tabel 12 Hasil perhitungan R/C ratio pada tiga usaha 55 Tabel 13 Perhitungan nilai titik impas pada tiga usaha 56 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Komposisi negara asal impor ikan hias Singapura Gambar 2 Hubungan antara kurva AC, AVC, dan MC Gambar 3 Beberapa kemungkinan kapasitas produksi usaha (business size) Gambar 4 Hubungan kurva AC dan LRAC Gambar 5 Kurva break even poin Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional Gambar 7 Peta wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat Gambar 8 Diagram penyebaran penduduk berdasarkan persentasi lapangan Gambar 9 Bentuk kurva biaya rata-rata pada masing- masing skala usaha DAFTAR LAMPIRAN 1 Komponen biaya penyusutan usaha (Hatchery 1) pada pembudidaya TYA FF 60 2 Komponen biaya penyusutan usaha (Hatchery 2) pada pembudidaya TYA FF 61 3 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 1) pada pembudidaya AT FF 62 4 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 2) pada pembudidaya AT FF 63 5 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 1) pada pembudidaya Tirac FF 64

18

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya perikanan adalah sebuah kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan yang dikelola dengan orientasi bisnis maupun upaya melestarikan kelangsungan hidup makhluk yang terkandung didalamnya. Sektor perikanan memiliki peranan yang cukup nyata dalam pembangunan ekonomi nasional Indonesia, dengan adanya berbagai usaha pada sektor tersebut turut menumbuhkan peluang kerja baru bagi masyarakat sekitar tempat usaha tersebut berada. Kegiatan usaha ikan tersebut bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki, kegiatan itu diharapkan mampu memberikan peningkatan pendapatan para pembudidaya ikan yang akhirnya akan berimplikasi pada tingkat pendapatan daerah pembudidaya ikan tersebut berada. Perikanan dan kelautan Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi dan termasuk prospek bisnis yang cukup besar, baik pada pasar lokal maupun pasar luar negeri sehingga dapat dijadikan prioritas untuk mengatasi krisis ekonomi karena melalui penjualan produk perikanan secara ekspor mampu memberikan keuntungan ekonomi yang lebih besar dan akan meningkatkan devisa Negara. Berdasarkan Potensi sumber daya yang dimiliki, sektor perikanan merupakan salah satu sektor penggerak roda perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB), dalam periode pertumbuhan PDB sub sektor perikanan mencapai 5,7 persen per tahun dan merupakan rata-rata tertinggi dalam sektor Pertanian secara umum. Selengkapnya perkembangan PDB sektor perikanan sebagaimana disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 PDB lapangan usaha (atas dasar harga berlaku) tahun Lapangan usaha Pertanian, peternakan, Kehutanan dan Perikanan Tanaman bahan makanan Tanaman perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Produk Domestik Bruto PDB Tanpa Migas Persentasi PDB Perikanan terhadap : PDB Pertanian PDB PDB Tanpa Migas Sumber : BPS,

20 2 Besaran PDB subsektor perikanan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp triliun atau naik sebesar 6.48 persen dibanding tahun Kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB nasional menyumbang sebesar 3.10 persen atau kontribusi terhadap PDB tanpa migas mencapai 3.36 persen. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan memegang peranan strategis dalam mendorong pertumbuhan pada PDB kelompok pertanian secara umum maupun pada PDB nasional. Dengan demikian, sektor perikanan merupakan sektor yang sangat berpotensi dan dirasa penting untuk dikembangkan karena mampu menggerakkan roda perekonomian nasional. Seiring dengan peningkatan nilai PDB perikanan dari tahun 2008 sampai tahun 2012, hal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan nilai ekspor pada komoditi perikanan. Berdasarkan data dari UN Comtrade, nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2012 sebesar US$ juta, atau naik 5.63 persen dibandingkan ekspor pada tahun Hal tersebut tidak terlepas dari keberadaan lima negara pengimpor ikan hias dari Indonesia yaitu Hong Kong, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan Malaysia yang mampu menyumbang devisa dari ikan hias dalam lima tahun terakhir. Ekspor ikan hias Indonesia ke beberapa Negara di tingkat internasional ditunjukkan dalam Tabel 2. Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan ekspor ikan hias Indonesia terbesar adalah Hong Kong dengan Share persen, Amerika Serikat dengan Share persen, Jepang dengan Share persen, Singapura dengan Share persen dan Malaysia dengan Share 3.76 persen. Tabel 2 Pasar ekspor terbesar ikan hias Indonesia No Negara Nilai Ekspor US$ (Juta) Share Perubahan (%) (%) 1 Hong Kong SAR USA Japan Singapore Malaysia UK China Other Asia Germany Australia Others Total Sumber : UN Comtrade

21 3 Hong Kong 3% Brasil 2% Japan 2% Australia 5% USA 6% Others 9% Indonesia 31% China 6% Thailand 7% Other Asia 8% Malaysia 21% Sumber : UN Comtrade Gambar 1 Komposisi negara asal impor ikan hias Singapura 2012 Untuk saat ini, pemasaran ikan hias Indonesia belum maksimal menembus pasar ekspor. Berdasarkan Gambar 1, Indonesia menguasai 31 persen pangsa impor ikan hias di Singapura, naik 6.5 persen pada 2012 dibandingkan tahun sebelumnya. Di lain sisi, Singapura memiliki pangsa pasar pemasaran ikan hias paling besar di dunia, Berdasarkan data badan perdagangan dunia (United Nation Commodity Trade Statistics Database), Singapura berada pada posisi teratas eksportir ikan hias dunia. Akan tetapi sebagian besar dari ikan hias Singapura berasal dari Indonesia, karena 70 persen keanekaragaman ikan hias dunia dapat ditemukan melimpah di Indonesia. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dengan keragaman spesies ikan hias, dan untuk saat ini telah menjadi isu strategis yang potensial untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri. Banyak para pembudidaya ikan tertarik untuk melakukan budidaya ikan hias, alasan utama bagi mereka adalah budidaya ikan hias mampu dilakukan pada lahan yang minim dan juga dapat dilakukan meskipun dengan permodalan terbatas. Usaha ini memiliki tingkat perputaran uang atau modal cenderung cukup cepat, dikarenakan siklus produksi yang dilakukan cenderung singkat. Pasar yang dituju pun masih terbuka lebar, dengan sumberdaya yang melimpah di Indonesia disertai dengan teknik budidaya ikan sesuai standar mutu tentu akan mampu meningkatkan jumlah produksi ikan hias. Skala usaha relatif berbeda pada tiap individu atau kelompok yang menjalankan usaha tersebut, seringkali dilihat dari besarnya modal yang ditanamkan, komoditi yang diusahakan, karakteristik jenis ikan, kelengkapan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, serta jumlah produksi. Ikan hias ada beberapa jenis dan secara garis besar dibagi menjadi empat, yaitu pertama ikan hias yang berasal dari air tawar, dikenal dengan istilah perdagangan freshwater ornamental fish; kedua Ikan hias yang berasal dari air laut, dikenal dengan isilah perdagangan marine ornamental fish; ketiga tanaman hias air tawar, dikenal dengan freshwater ornamental plant atau aquatic plant; dan yang keempat kerang-kerangan atau biota laut dikenal sebagai invertebrate. Ikan hias air laut sekitar 650 spesies, sudah teridentifikasi 480 spesies dan

22 4 diperdagangkan sekitar 200 spesies, sedangkan jumlah spesies ikan hias air tawar Indonesia diperkirakan sekitar 400 spesies dari spesies ikan hias yang ada di seluruh dunia. Ikan hias air tawar yang dibudidayakan di Indonesia tidak hanya komoditi ikan hias lokal saja, ikan hias air tawar asal impor seperti Koi (Cyrpinus carpio), Maskoki (Carrasius auratus), Black Ghost (Apteronotus albifrons), Discus (Symphysodon discus), Guppy (Poecilia reticulata), Neon Tetra, dan Cardinal Tetra (Paracheirodon axelrodi) juga telah dibudidayakan. Jumlah ikan hias yang diperdagangkan Indonesia mencapai jenis, dimana 750 jenis diantaranya adalah ikan hias air tawar 1. Keanekaragaman dari berbagai jenis ikan hias tersebut yang menjadi daya tarik kuat, memiliki corak warna yang atraktif, cerah dan indah dengan berbagai karakteristik berbeda dari tiap jenis ikan hias. Kabupaten Bogor merupakan salah satu salah satu sentra penghasil ikan hias air tawar di provinsi jawa barat, Perkembangan produksi ikan hias terus mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 dengan ratarata peningkatan per tahun sebesar 7.96 persen (Data Dinas Perikanan dan Peternakan), hal tersebut menunjukkan bahwa prospek budidaya ikan hias di Kabupaten Bogor cukup baik. Besarnya produksi ikan hias yang dihasilkan oleh usaha pembesaran dipengaruhi oleh jumlah produksi benih yang mampu dihasilkan oleh pembudidaya pembenihan, semakin banyak benih ikan yang mampu disuplai kepada pembudidaya pendederan dan pembesaran maka akan semakin banyak pula output ikan hias yang bisa dijual. Perkembangan produksi ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah pembudidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor. Pembudidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor tersebar di beberapa wilayah seperti Ciampea, Ciseeng, Cibinong, dan Parung. Perkembangan produksi yang terus meningkat, menunjukan bahwa komoditi ikan hias air tawar prospektif untuk dikembangkan dan harus mendapat perhatian dari semua pihak yang terkait untuk keberhasilan usaha ikan hias tersebut. Data pencapaian produksi ikan tahun di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Pencapaian produksi ikan hias di Kabupaten Bogor tahun Tahun Target Realisasi Pencapaian (Ribu ekor) (Ribu ekor) (persen) Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Pada tahun 2009 pencapaian target produksi ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor mencapai persen, dari jumlah produksi yang ditargetkan sebesar ribu ekor ternyata realisasinya dapat melebihi target yang diharapkan yaitu sebesar ribu ekor. Pencapaian tersebut terus meningkat hingga pada tahun 2010, jumlah produksi ikan hias kembali mampu melampaui target dengan persentasi pencapaian produksi sebesar persen. Hal tersebut menunjukan bahwa Kabupaten Bogor memiliki potensi yang sangat baik dalam budidaya ikan hias air tawar. Tren permintaan akan ikan hias air tawar asal 1 HIAS/?category_id=34

23 5 Indonesia terus meningkat tiap tahunnya, Dinas Pertanian Kota Bogor mencatat permintaan ikan hias air tawar jenis tetra memiliki permintaan rata-rata mencapai ekor setiap bulannya dan baru bisa dipenuhi sebanyak ekor. Hal tersebut menandakan masih terdapat ceruk pasar untuk dipenuhi oleh para pembudidaya ikan hias air tawar. Budidaya ikan hias air tawar di kabupaten Bogor memiliki variasi yang cukup tinggi, hal tersebut didasari oleh perbedaan modal yang dimiliki oleh para pembudidaya. Keterbatasan modal usaha akan mempengaruhi kegiatan produksi, kemampuan pembudidaya untuk memiliki lahan usaha, sarana dan prasarana perikanan budidaya, minat untuk membudidayakan suatu jenis ikan hias air tawar tertentu, aplikasi teknologi yang dipakai tentu akan menimbulkan perbedaan skala usaha yang signifikan. Dari besaran jumlah input dan output usaha akan membedakan usaha-usaha tersebut kedalam kategori skala usaha kecil, menengah maupun besar, salah satu tolak ukur untuk dapat menentukan skala usaha pada pembudidaya ikan hias air tawar dapat dilihat dari jumlah kepemilikan akuarium, karena dari faktor produksi tersebut mampu mencerminkan alokasi biaya-biaya yang dibutuhkan untuk operasional serta produktivitas dari usaha tersebut. Komponen yang termasuk dalam struktur biaya usaha terbagi kedalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel, pada tiap skala akan memiliki struktur biaya yang berbeda, kombinasi komponen tersebut akan sangat berpengaruh pada profit usaha budidaya ikan hias air tawar yang dijalankan. Ketika pembudidaya mampu merencanakan usaha dengan alokasi biaya yang minimum, maka akan semakin efisien usaha tersebut untuk meraih profit. Perumusan Masalah Budidaya ikan hias air tawar merupakan usaha yang dapat dilakukan pada lahan yang minim, selain itu memiliki waktu pemeliharaan ikan yang relatif singkat. Budidaya tersebut dapat dilakukan dengan sarana dan prasarana yang beragam tergantung dari besarnya keluaran produk ikan hias yang diharapkan. Untuk mendapatkan hasil budidaya ikan hias air tawar yang baik dapat dilakukan dengan selalu menjaga kualitas teknis pengelolaanya, dimulai dari pengetahuan tentang cara budidaya, pemilihan induk yang berkualitas, menjaga kualitas air, mengetahui jenis pakan yang sesuai pada tiap fase pertumbuhan dan teratur dalam pemberiannya, serta menanggulangi hama dan penyakit. Budidaya ikan hias air tawar memiliki beberapa segmen usaha berdasarkan sistem budidayanya yaitu segmen budidaya pembenihan, segmen budidaya pendederan dan segmen budidaya pembesaran. Tiap segmen budidaya tersebut memiliki perbedaan pada input dan output yang dihasilkan dari kegiatan produksinya. Pada proses pelaksanaannya, budidaya ikan hias air tawar memiliki beberapa pola yang dilakukan oleh para pembudidaya yaitu; Pola budidaya secara ekstensif yang ditandai dengan penggunaan modal yang relatif kecil, kepemilikan akuarium yang sedikit, cara budidaya serta metode pemberian dan perhitungan pakan yang cenderung didapat dari hasil pembicaraan sesama pembudidaya tradisional atau kebiasaan, aplikasi teknologi yang sederhana namun cenderung tidak ada, memiliki padat penebaran ikan yang cenderung sedikit. Sedangkan sistem budidaya secara intensif dapat dilihat dari penggunaan modal yang besar, kepemilikan akuarium yang banyak, mengetahui ilmu perikanan budidaya dengan

24 6 baik, memiliki padat penebaran budidaya ikan hias yang tinggi, mampu menjaga dan mengolah kualitas air sedemikian rupa serta pengaplikasian teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas pada usaha tersebut. Kabupaten Bogor merupakan pengekspor ikan hias air tawar terbesar di wilayah Jawa Barat, bahkan di Indonesia. Sepanjang 3 tahun, nilai ekspor ikan hias mencapai Rp Menurut Kepala Bidang (Kabid) Bina Usaha pada Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakan) Kabupaten Bogor, Wawan Haryono, data ekspor yang terlaporkan ke pihaknya pada tahun 2010 sebanyak box ikan hias diekspor dengan nilai Rp , tahun 2011 tercatat ekor ikan dengan nilai Rp Sementara tahun 2012 lalu tercatat ekor ikan hias yang diekspor dengan nilai Rp Beberapa daerah di Kabupaten Bogor dan sekitarnya yang menjadi sentra budidaya ikan hias adalah; Ciampea, Ciseeng, Cibinong, dan Parung. Hingga saat ini, lokasi pemasaran ikan hias air tawar dilakukan di Depo Ikan Hias Cibinong, Pasar Benih Ciseeng, Holding Ground Ciawi, Terminal Agribisnis Rancamaya serta Raiser. Selain itu, di Kabupaten Bogor memiliki 6 eksportir ikan hias air tawar yang aktif hingga kini di Kabupaten Bogor. Diantaranya, CV. Maju Aquarium, PT Sunny Indopramita, PT. Qianhu Joe Aquatic. CV. Gunung Mas, Maram Aquatic, serta Harlequin Aquatic. Beberapa komoditi ikan hias yang menjadi andalan para eksportir adalah Ikan Arwana, Koi, Koki, Botia, Cat fish, Corydoras sp, Plecostomus sucker, Tetra, Ciclids, Synodontys sp, Guppies, Platies, Pimelodus sp, Rainbow, dan Red cristal shrimp. Negara yang menjadi tujuan ekspor adalah berbagai negara Eropa, Timur Tengah, Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Malaysia dan China 2. Tiap usaha ikan hias air tawar memiliki komoditi ikan hias air tawar yang dipelihara, hatchery, kepemilikan akuarium dan tenaga kerja yang berbeda, sehingga akan menghasilkan output produksi yang juga berbeda. Kepemilikan akuarium dan komoditi yang dibudidayakan merupakan salah satu faktor-faktor produksi dalam usaha tersebut, dengan demikian dapat menjadi indikasi bahwa usaha budidaya ikan hias air tawar memiliki variasi yang sangat luas. Beragamnya faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu usaha akan menentukan skala usaha yang dijalankan, ukuran usaha terebut dapat dikelompokkan menjadi skala kecil, menengah, dan besar berdasarkan faktor-faktor produksinya. Pada tiap skala usaha tentu memiliki alokasi biaya yang juga berbeda, struktur biaya tersebut akan menentukan apakah usaha telah berjalan dengan efisien. Penelitian ini dilaksanakan pada tiga pembudidaya ikan hias air tawar, Lokasi usaha tersebut tersebar ke dalam tiga daerah berbeda yaitu, Ciherang kidul, Cibinong, dan Pondok petir. Usaha tersebut sama-sama bergerak pada segmen budidaya pendederan ikan hias air tawar, yang membedakan dari masing-masing usaha adalah komoditas ikan hias air tawar yang dibudidayakan dan juga kepemilikan akuarium serta hatchery. Dikarenakan hal tersebut dirasa penting untuk dapat menentukan skala usaha manakah yang paling menguntungkan dan efisien dengan membandingkan struktur biaya pada masing-masing usahanya. Faktor penting dalam menganalisis struktur biaya dapat dilihat dari penggunaan 2

25 7 biaya variabel dan biaya tetap. Berdasarkan hal tersebut, perlu diketahui informasi mengenai alokasi biaya-biaya yang digunakan pada kegiatan produksi. Alokasi penggunaan sumberdaya dan biaya akan menjadi hal yang penting untuk mencapai produktivitas usaha yang optimal, semakin efektif penggunaan tersebut akan semakin efisien menunjang keberhasilan usaha yang dijalankan, dalam kata lain akan memberikan keuntungan yang lebih besar untuk para pembudidaya ikan hias air tawar. Salah satu cara mengukur efisiensi usaha adalah dengan melakukan analisis penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Informasi mengenai jumlah penerimaan usaha minimal yang harus diperoleh penting untuk dipelajari agar mampu mengetahui pada penerimaan berapakah usaha tersebut telah menghasilkan suatu nilai yang tidak lagi mendapatkan keuntungan (impas), Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan analisis titik impas (break even point). Berdasarkan informasi tersebut maka didapat rumusan masalah yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Bagaimana struktur biaya pembudidaya usaha ikan hias pada tiap skala? 2. Bagaimana penerimaan usaha pembudidaya ikan hias di lokasi penelitian? 3. Skala usaha ikan hias manakah yang paling efisien berdasarkan hasil analisis R/C Ratio? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji struktur biaya usaha ikan hias air tawar pada tiap skala usaha. 2. Menganalisis penerimaan usaha ikan hias air tawar di lokasi penelitian. 3. Mengetahui struktur biaya pada skala usaha manakah yang paling efisien. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pembudidaya ikan hias air tawar Dapat memberi informasi apakah usaha ini mampu memberikan income besar dan mensejahterakan rumahtangga petani ikan hias terkait skala usaha yang dijalankan, serta dapat menjadi rujukan untuk dilakukannya pengembangan usaha ikan hias. 2. Pembaca Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai struktur biaya dan skala usaha ikan hias paling efisien, bagi individu maupun kelompok yang berniat menjadi pelaku usaha maupun investor untuk menanamkan modal pada usaha di sub-sektor perikanan hias air tawar. Selain itu, Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai skala usaha ikan hias kepada peneliti lain, sebagai referensi dan studi perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 3. Pemerintah

26 8 Menjadi bahan pertimbangan untuk menetapkan sebuah kebijakan baru yang mendukung usaha budidaya secara intensif pada komoditi ikan hias asal Indonesia untuk tujuan pasar dalam negeri maupun mancanegara. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dilakukan untuk mengetahui skala usaha yang paling efisien berdasarkan analisis struktur biaya pada tiga pembudidaya ikan hias air tawar. Skala usaha dibagi berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap pembudidaya, dalam usaha budidaya ikan hias air tawar besaran skala suatu usaha dapat dinilai dari jumlah kepemilikan akuarium karena mampu mencerminkan produktivitas, penerimaan, serta biaya-biaya yang harus dikeluarkan pada usaha tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Persentasi biaya tetap dan variabel pada beberapa penelitian Dalam melakukan produksi suatu usaha terdapat dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun hasil produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh output produk yang dihasilkan, dengan kata lain semakin banyak output yang dihasilkan maka semakin besar pula biaya variabel yang akan dikeluarkan. Pada analisis usaha budidaya ikan hias air tawar yang telah dilakukan oleh Stani (2009), Persentasi biaya tetap dan biaya variabel usaha adalah, biaya variabel untuk usaha I sebesar persen, usaha II sebesar persen dan usaha III sebesar persen, sedangkan untuk biaya tetap usaha I sebesar 8.35 persen, usaha II sebesar persen dan usaha III sebesar persen. Komponen biaya tetap yang memiliki nilai paling besar adalah penyusutan ternak pada masing-masing skala usaha yaitu sebesar 5.05 persen pada skala I, 3.68 persen pada skala II, dan 5.36 persen pada skala III. Pada komponen biaya variabel yang memiliki nilai paling besar dalam skala I adalah tenaga kerja sebesar 40,09 persen, pada skala II biaya pakan memiliki nilai paling besar yaitu persen, dan pada skala III tenaga kerja memiliki nilai yang paling besar yaitu persen. Pada penelitian Bantani (2004) mengenai analisis struktur biaya dan pendapatan usaha pemotongan ayam tradisional di Kelurahan Kebon Pedes, Bogor, Jawa Barat memiliki persentasi biaya biaya variabel dan biaya tetap masing-masing sebesar; pada kriteria pemotong satu, skala usaha kecil sebesar persen, skala menengah sebesar persen, dan skala besar sebesar persen. Sedangkan untuk biaya tetap, skala usaha kecil memiliki nilai persentasi sebesar 4.72 persen, skala menengah sebesar 3.48 persen, dan skala besar sebesar 2.54 persen. Untuk kriteria pemotong dua memiliki nilai persentasi untuk biaya

27 9 variabel skala kecil sebesar persen, skala menengah sebesar persen, dan skala besar sebesar persen. Sedangkan untuk biaya tetap memiliki nilai persentasi skala kecil sebear 9.34 persen, skala menengah 7.77 persen, dan skala besar sebesar 5.63 persen. Dari analisis tersebut memiliki kesimpulan bahwa semakin besar usaha pemotongan ayam pada pemotong I dan pemotong II maka persentasi biaya variabel semakin meningkat sedangkan persentasi biaya tetapnya semakin menurun, secara umum komponen biaya terbesar yang dikeluarkan pada biaya variabel adalah biaya pembelian ayam hidup. Pada penelitian Damayanti (2011) mengenai analisis struktur biaya usaha budidaya anggrek di taman anggrek ragunan memiliki nilai persentasi biaya variabel dan biaya tetap masing-masing sebesar; biaya variabel pada usaha I sebesar persen, pada usaha II sebesar persen, dan pada usaha III sebesar persen. Sedangkan untuk persentasi biaya tetap pada usaha I sebesar persen, usaha II sebesar persen, dan usaha III sebesar persen. Pada komponen biaya variabel tertinggi pada usaha I, II dan III terdapat pada bibit seedling dengan masing-masing persentasi sebesar persen, persen, dan persen dan komponen biaya tetap tertinggi pada masing-masing usaha terdapat pada komponen biaya tenaga kerja sebesar persen, 8.44 persen, dan 7.08 persen. Penentuan Skala Usaha pada Beberapa Penelitian Penentuan skala usaha (SK) bertujuan agar pengusaha mampu mengetahui sejauh mana dia harus berproduksi sesuai keadaan skala usaha yang dimilikinya. Produksi dilakukan dengan kepemilikan sejumlah sumberdaya yang diolah sedemikian rupa agar mampu menciptakan keuntungan dalam sebuah usaha. Dalam penelitian Stani (2009) mengenai struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar skala usaha ditentukan berdasarkan jumlah pemilikan kambing perah yang dinyatakan dalam satuan ST (Satuan Ternak), yang dibagi dalam tiga strata yaitu skala usaha I (skala kecil) berjumlah 5 ekor kambing atau 0.53 ST, skala usaha II (skala menengah) berjumlah 61 ekor kambing atau 5.95 ST, dan skala usaha III (skala besar) berjumlah 161 ekor kambing atau ST. Berdasarkan Penelitian mengenai struktur biaya yang telah dilakukan oleh Bantani (2004), Struktur biaya dan pendapatan usaha dianalisis menurut skala usaha dan kriteria pemotongan ayam tradisional di tempat penelitian. Skala usaha ditentukan berdasarkan volume pemotongan ayam per hari yang dinyatakan dalam ekor. Kriteria pemotong ayam tradisional terdiri dari kriteria pemotong I dan kriteria pemotong II. Skala usaha ditentukan berdasarkan rata-rata pemotongan ayam per hari (ekor) dan nilai simpangan baku dari data yang ada. Simpangan baku yang digunakan adalah setengah dari nilai simpangan baku data yang diamati. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sebaran frekuensi responden yang berimbang pada tiap skala usaha. Selanjutnya ditentukan skala usaha kecil yang diperoleh berdasarkan hasil pengurangan antara rataan dari total pemotongan ayam di tempat penelitian dengan simpangan baku dari data yang ada. Skala usaha besar diperoleh berdasarkan hasil penjumlahan antara rataan dari total pemotongan ayam di tempat penelitian dengan simpangan baku dari data yang ada. Skala usaha menengah diperoleh dari nilai antara skala usaha kecil dengan skala usaha besar.

28 10 Menurut Damayanti (2011), keragaan usaha anggrek di TAR dapat dikelompokan menjadi empat segmen yaitu usaha pembibitan, budidaya dari seedling, budidaya dari remaja dan pemasaran. Nunky Orchis (usaha I) dan Syams Orchid (usaha III) melakukan budidaya semua jenis anggrek dalam satu tempat yang sama sedangkan I-yon Orchid (usaha II) melakukan sistem pemeliharaan anggrek yang terpisah antara anggrek Phalaenopsis dengan anggrek yang lainnya. Pada penelitian ini skala usaha dibagi berdasarkan luas lahan yang dipakai, dibagi kedalam 3 kelompok yaitu usaha I (kecil, < 0.5 Ha.), usaha II (menengah, 0.5 Ha- 2 Ha) dan usaha III (besar, > 2 Ha). Analisis Efisiensi dan Titik Impas pada Beberapa Penelitian Efisiensi ekonomi usaha ternak kambing perah pada penelitian Stani (2009) didekati dengan kriteria biaya minimum karena didasari bahwa adanya keterbatasan modal yang dimiliki oleh peternak, sehingga tujuan memaksimumkan keuntungan dicapai dengan menekan biaya produksi sekecilkecilnya. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis R/C Ratio, Keragaman skala usaha tersebut masing-masing menunjukkan nilai efisiensi yang berbeda. Untuk mengetahui nilai efisiensi tiap skala usaha tersebut dilihat nilai struktur biayanya. Skala usaha efisien dapat diamati dengan cara membandingkan nilai efisiensi dari masing-masing skala yang kemudian dapat ditarik kesimpulan skala mana yang lebih efisien. Skala usaha yang paling efisien diperlihatkan oleh indikator biaya per unit yang paling rendah. Berdasarkan kurva LAC, dalam penelitian ini terbukti bahwa semakin besar skala usaha, maka biaya yang dikeluarkan semakin kecil dan berimplikasi pada penerimaan yang lebih tinggi. Skala III merupakan skala usaha yang mempunyai nilai biaya rata-rata yang rendah dan penerimaan yang tinggi, maka bisa dikatakan skala III adalah skala usaha yang efisien. Hasil analisis BEP (produksi) pada usaha ternak kambing perah memiliki nilai pada skala I sebesar -5.35, diperoleh nilai BEP minus yang disebabkan oleh tingginya biaya variabel per liter susu, sedangkan harga jual sangat rendah karena kualitas susu yang rendah. Tingginya biaya variabel karena termasuk biaya yang diperhitungkan (biaya non tunai) seperti rumput dan tenaga kerja dimana kedua komponen biaya tersebut mempunyai persentasi yang sangat tinggi pada biaya variabel. Artinya dalam skala bisnis, skala I merupakan skala yang tidak menguntungkan (unprofitable) karena jumlah ternak yang sedikit dan teknologi yang sederhana menyebabkan biaya produksi menjadi besar. Tetapi jika tidak dihitung biaya non tunainya, maka akan diperolah nilai BEP yang positif bahkan volume produksi aktualnya telah melebihi BEP produksi yaitu sebesar 21.6 liter/bulan. Volume produksi susu kambing aktual skala II di atas BEP volume produksi. Nilai yang harus dicapai agar impas adalah saat produksi sebesar 38.7 liter/bulan, pada hasil penelitian didapat data volume produksi pada skala II adalah 211 liter/bulan. Hal serupa juga terjadi pada skala III, dimana produksi aktual sebesar 747 liter/bulan, jauh dari nilai impas produksi yakni 29.3 liter/bulan. Hal ini berarti kedua peternakan tersebut sudah untung karena produksi susu kambing sudah di atas nilai titik impas, sehingga dapat terhindar dari kerugian. Berdasarkan analisis titik impas, dapat disimpulkan bahwa semakin

29 besar skala usaha, maka peternak semakin bisa menutupi biaya totalnya sehingga terhindar dari kerugian. Hal tersebut terlihat dari volume produksi aktual yang semakin jauh dari nilai BEP produksi. Pada penelitian Bantani (2004), kriteria pemotong I memiliki nilai R/C pada skala usaha 573 dengan nilai 1.22, pada skala usaha dengan nilai 1.23, pada skala usaha dengan nilai Dari analisis tersebut dapat dinyatakan skala usaha yang paling efisien, karena memiliki nilai paling besar yaitu 1.24, dapat diartikan setiap Rp. 1 yang dikeluarkan usaha tersebut mampu memberikan return sebesar Rp0.24. Pada kriteria pemotong II memiliki nilai R/C pada skala usaha 99 dengan nilai 1.13, pada skala usaha dengan nilai 1.09, pada skala usaha 206 dengan nilai Dari analisis tersebut dapat dinyatakan skala usaha 206 yang paling efisien, karena memiliki nilai paling besar yaitu 1.15, dapat diartikan setiap Rp. 1 yang dikeluarkan usaha tersebut mampu memberikan return sebesar Rp0.15. Analisis BEP pada skala usaha pemotong I dan pemotong II berdasarkan analisis regresi sederhana menunjukan kecenderungan yang semakin menurun, artinya semakin besar jumlah ayam yang dipotong maka persentasi nilai titik impas semakin kecil. Pada kriteria usaha pemotong I memiliki nilai BEP (Rp) pada skala usaha 573 dengan nilai persen, pada skala usaha dengan nilai persen, pada skala usaha dengan nilai persen. Dari hasil analisis tersebut dapat dinyatakan nilai BEP yang paling efisien pada skala usaha karena memiliki nilai persentasi terkecil diantara nilai BEP pada kriteria usaha pemotong I yaitu persen. Pada kriteria usaha pemotong II memiliki nilai BEP (Rp) pada skala usaha 99 dengan nilai persen, pada skala usaha dengan nilai persen, pada skala usaha 206 dengan nilai persen. Dari hasil analisis tersebut dapat dinyatakan nilai BEP yang paling efisien pada skala usaha 206 karena memiliki nilai persentasi terkecil diantara nilai BEP pada kriteria usaha pemotong II yaitu persen. Berdasarkan analisis R/C Ratio atas biaya tunai memiliki nilai 0.77 pada skala usaha kecil, memiliki nilai 2.14 pada skala usaha menengah, memiliki nilai 0.09 pada skala usaha besar. Berdasarkan analisis R/C Ratio atas biaya total memiliki nilai 0.96 pada skala usaha kecil, memiliki nilai 1.86 pada skala usaha menengah, memiliki nilai 0.63 pada skala usaha besar. Berdasarkan analisis BEP yang dihasilkan, nilai BEP (pot) usaha I untuk anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Catleya yaitu pot, pot, pot dan pot. Jumlah penjualan pot usaha I untuk anggrek Cattleya telah melebihi dari nilai BEP tetapi usaha tersebut masih menderita kerugian. Nilai BEP usaha II untuk anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Catleya yaitu pot, pot, pot dan pot. Jumlah penjualan pot usaha II selama tahun 2010 untuk anggrek Dendrobium dan Phalaenopsis telah melebihi dari nilai BEP dan keuntungannya mampu menutupi biaya produksi anggrek lainnya. Nilai BEP usaha III untuk anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Catleya yaitu pot, pot, pot dan pot. Jumlah penjualan pot usaha III untuk ke empat jenis anggrek masih kurang dari nilai BEP sehingga usaha menderita kerugian. Berdasarkan analisis titik impas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala usaha, maka target penjualan semakin besar karena nilai BEP yang dihasilkan semakin besar agar petani bisa menutupi biaya totalnya sehingga terhindar dari kerugian. 11

30 12 Struktur Biaya Tanaman Pangan, Produktifitas, dan Profitabilitas Berdasarkan penelitian yang ditulis oleh supadi pada tahun 2005 mengenai struktur biaya dan profitabilitas usahatani tanaman pangan (kasus desa-desa patanas) analisis keuntungan didasarkan atas biaya tunai yaitu nilai total penerimaan dikurangi total biaya tunai yang dikeluarkan. Kompensasi (biaya yang harus ditanggung) untuk sewa lahan, manajemen dan curahan tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan, dan untuk analisis tingkat efisiensi dan profitablitas usahatani suatu komoditi dapat diketahui dari parameter produktivitas harga jual produk, penerimaan, total biaya, profitabilitas, imbangan penerimaan dan total biaya (R/C) dan biaya pokok produksi untuk setiap kg produk yang dihasilkan. Parameter sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi adalah R/C dan biaya pokok produksi. Kedua parameter ini menunjukkan nilai yang berlawanan arah, jika nilai R/C tinggi maka biaya produksi pokok akan rendah (murah) dan sebaliknya Struktur biaya dan profitabilitas usahatani tanaman padi berdasarkan musim tanam, pada MH pangsa biaya saprodi untuk tanaman padi secara umum lebih besar dibandingkan MK 2004, sedangkan untuk upah tenaga kerja relatif sama. Untuk MH petani mengalokasikan biaya untuk pupuk lebih besar dibandingkan pestisida. Berdasarkan strata luas, terdapat kecenderungan bahwa pangsa biaya saprodi semakin mengecil dengan semakin luasnya garapan usahatani. Hal ini berarti petani sempit lebih intensif dalam penggunaan sarana produksi dibandingkan petani luas. Biaya untuk upah tenaga kerja pada seluruh strata luas menempati pangsa terbesar berkisar 60.3 persen 63.8 persen. Sebagian besar biaya ini dikeluarkan untuk membayar upah panen. Di desa-desa penelitian, petani menggunakan sistem bawon untuk upah panen, dibayar dalam bentuk natura dengan kisaran antar desa sepersepuluh sampai seperenam bagian dari hasil panen. Terdapat kecenderungan petani luas mengeluarkan biaya lain-lain (pengairan, pajak, zakat dan lain-lain) lebih besar dibandingkan yang lainnya. Secara agregat untuk kedua musim tanam tanpa membedakan strata luas garapan pangsa pengeluaran untuk sarana produksi adalah 28.5 persen, upah tenaga kerja 61.6 persen dan biaya lain-lain 9.9 persen. Produktivitas usahatani padi sawah pada MH 2004/2005 lebih tinggi dibandingkan dengan MK yaitu 5.65 ton/ha berbanding 4.64 ton/ha. Ini berarti tingkat produktivitas pada MH 21.8 persen lebih besar daripada MK. Sebaliknya harga jual yang diterima petani pada MH 9.1 persen lebih rendah. Dengan peningkatan produktivitas yang masih lebih baik ini maka besar R/C maupun biaya pokok produksi pada MH lebih baik dibandingkan MK, sehingga tingkat efisiensi dan profitabilitas usahatani padi MH lebih tinggi dibandingkan MK.Berdasarkan strata luas terdapat kecenderungan semakin luas lahan garapan, usahatani maka produktivitas semakin rendah. Pada MK 2004 menunjukkan semakin besar luas garapan lahan usahatani maka usahatani semakin efisien. Namun pada MH 2004/2005 terjadi sebaliknya, semakin sempit luas garapan usahatani maka usahatani semakin efisien, hal ini diduga karena petani sempit dapat menekan pengeluaran biaya total yang pada MK sebesar Rp2 491 ribu menjadi Rp2 373 ribu pada MH, sedangkan untuk kedua strata luas lainnya biaya total untuk MH lebih tinggi dibandingkan MK.Secara agregat tanpa membedakan strata luas garapan usahatani dikatakan bahwa produktivitas padi

31 sawah adalah kg/ha. Harga gabah yang diterima petani Rp1 140/kg. Penerimaan dan profitabilitas usahatani rata-rata per musim masing-masing sebesar Rp5 86 juta dan Rp3 57 juta (60.9 persen dari penerimaan usahatani). Efisiensi cukup tinggi dengan R/C 2.56 dan hanya memerlukan biaya sebesar Rp446 untuk memproduksi satu kilogram GKP. Sedangkan untuk struktur biaya dan profitabilitas usahatani tanaman jagung, pangsa biaya sarana produksi usahatani jagung pada MK 2004 sebesar 74.5 persen sedangkan MH 65persen dan secara agregat 68.9 persen. Dua jenis sarana produksi yang membutuhkan biaya yang besar adalah pupuk anorganik dan benih. Pupuk yang banyak digunakan adalah Urea dan ZA dan harga benih jagung (hibrida) berkisar Rp20 30 ribu per kg. Pangsa biaya untuk upah tenaga kerja MH lebih tinggi dibandingkan MK. Rata-rata pangsa upah tenaga kerja sebesar 24,2persen terutama untuk tanam dan panen. Sedangkan untuk pengolahan tanah sangat kecil karena umumnya tanpa olah tanah (zerro tillage) dan penggunaan herbisida. Pada MH pangsa biaya sarana produksi relatif lebih rendah dibandingkan dengan MK. Sebaliknya pangsa pengeluaran untuk upah tenaga kerja dan biaya lain-lain lebih besar. Berdasarkan strata luas, terlihat bahwa semakin besar luas garapan usahatani maka pangsa biaya untuk upah semakin besar. Hal ini dapat diduga karena penggunaan tenaga kerja keluarga pada petani sempit lebih intensif. Sedangkan petani luas lebih mengandalkan tenaga kerja upahan. Terdapat kecenderungan semakin sempit luas garapan usahatani maka pangsa biaya sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) semakin besar dibandingkan petani lainnya. Secara agregat struktur biaya usahatani jagung terbesar diperuntukkan biaya saprodi sebesar 68.9 persen sedangkan untuk upah tenaga kerja dan biaya lain-lain masing-masing 24.2 persen dan 6.9 persen. Secara rata-rata produktivitas pada MH lebih tinggi dibandingkan MK yaitu kg/ha dan kg/ha, sedangkan harga jual relatif sama. Dibandingkan dengan MK, usahatani jagung pada MH lebih efisien dan lebih menguntungkan, hal ini ditunjukkan dari nilai R/C 2.84 dibandingkan 2.30 dan biaya pokok produksi Rp348/kg berbanding Rp427/kg. Berdasarkan strata luas usahatani menunjukkan bahwa semakin luas garapan usahatani maka semakin tinggi produktivitasnya. Produktivitas petani sempit pada MK 2004 hanya kg/ha, sedangkan sedangkan petani luas kg/ha. Sedangkan pada MH 2004/2005 petani sempit kg/ha dan petani luas kg/ha, ini berarti semakin luas tanah garapan maka tingkat produktivitas semakin besar/meningkat.penerimaan usahatani konsisten dengan tingkat produktivitas, yaitu penerimaan semakin besar sejalan dengan semakin luasnya lahan garapan usahatani. Secara agregat tanpa membedakan musim dan luasan, profitabilitas jagung adalah Rp2.56 juta/ha/tanam (61.8persen) dan biaya pokok per unit Rp377/kg. Struktur biaya dan profitabilitas tanaman ubikayu pola penanaman ubikayu tidak mengenal musim tanaman. Bila dibandingkan dengan usahatani padi sawah dan jagung, pangsa biaya selama produksi pada usatani ubikayu jauh lebih rendah. Dari dua jenis upah tenaga kerja yang dibayar, biaya panen dan angkut merupakan dua bagian terbesar yang dibayar petani, sedangkan biaya pengolahan lahan, tanam dan penyiangan relatif sangat kecil. Pangsa biaya sarana produksi antar strata luas relatif sama yaitu sekitar 22.1 persen yang berasal dari pupuk 20persen, benih 1.5 persen dari pestisida kurang dari 1persen. Secara keseluruhan pangsa 13

32 14 biaya sarana produksi ubikayu adalah 21.6 persen jauh lebih rendah dibandingkan dengan komoditi padi sawah dan jagung. Sebaliknya pangsa upah tenaga kerja jauh lebih tinggi yaitu 73.5 persen. Dengan kata lain usahatani ubikayu lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja dibandingkan sarana produksi. Produktivitas ubikayu lebih tinggi pada petani luas, rata-rata produktivitas mencapai kg/ha. Harga penjualan ubikayu petani sekitar Rp320/kg. Penerimaan petani berkisar Rp juta/ha atau rata-rata Rp6.5 juta/ha. Setelah dikurangi biaya usahatani sekitar Rp juta/ha, profitabilitas petani sempit Rp3.94 juta/ha dan petani luas Rp4.68 juta/ha (66 persen dari penerimaan usahatani). Dari segi efisiensi antar strata luas usahatani relatif sama dengan R/C 2.96 dan biaya per unit Rp108/kg. Dibandingkan dengan usahatani pada sawah dan jagung, nilai R/C usahatani ubikayu lebih besar. Skala Usaha Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dan Struktur Biaya Pada komoditi ikan hias, Soni Gumilar (2007) telah melakukan penelitian yang membahas tentang Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Selain membahas tentang strategi pengembangan agribisnis ikan hias air tawar, penelitian ini juga membahas tentang keunggulan ikan hias sebagai daya saing industri perikanan, dan juga analisis manfaat dan biaya budidaya ikan hias. Untuk tinjauan ini akan dikhususkan membahas mengenai analisis manfaat dan biaya ikan hias. Pada penelitian ini skala usaha dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan jumlah akuarium yang dimiliki. Pada skala usaha kecil memiliki 1-30 unit akuarium, pada skala usaha menengah memiliki unit akuarium dan skala usaha besar memiliki akuarium lebih dari 50 unit. Perhitungan biaya yang digunakan meliputi biaya investasi, biaya penyusutan dan biaya modal kerja. Pada komponen biaya modal kerja, tenaga kerja memiliki persentasi terbesar pada usaha ikan hias skala kecil yaitu sebesar persen. Jumlah ikan yang diproduksi pada skala ini adalah ekor/tahun dengan jenis komoditi ikan hias Black Ghost. Memiliki nilai B/C Ratio sebesar 1.06, artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 1.06 kali lipat. Pada skala usaha menengah, komponen biaya modal kerja yang memiliki persentasi terbesar juga pada tenaga kerja yaitu sebesar 43.36persen. Jumlah ikan yang diproduksi pada skala ini adalah ekor/tahun dengan jenis komoditi ikan hias Ctenopoma dan diskus. Memiliki nilai B/C Ratio sebesar 2.79, artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 2.79 kali lipat. Sedangkan pada skala usaha besar, komponen biaya modal kerja kembali menunjukkan nilai tenaga kerja adalah komponen yang terbesar yaitu persen. Jumlah ikan yang diproduksi pada skala ini adalah ekor/tahun dengan jenis komoditi ikan hias Ctenopoma dan Black Ghost. Memiliki nilai B/C Ratio sebesar 0.27, artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 0.27 kali lipat. Disimpulkan bahwa usaha ikan hias di Kota Bogor yang terbagi menjadi 3 (tiga) skala usaha (menurut penelitian) yaitu skala kecil, skala menengah dan skala besar, dari ketiga skala usaha tersebut ternyata usaha yang merupakan tingkat aman adalah skala usaha menengah sedangkan skala usaha kecil dan besar

33 15 sangat sensitif artinya jika terjadi situasi yang sesuai pada skenario diatas maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada skala usaha kecil yaitu rendahnya volume produksi yang mereka hasilkan dan terbatasnya sarana dan prasarana produksi terutama akuarium maupun sarana penunjang pokok lainnya, padahal komponen investasi yang dibutuhkan hampir sama dengan skala usaha menengah. Sedangkan penyebab dari skala usaha besar adalah tingginya biaya investasi serta biaya operasional yang harus dikeluarkan ditambah dengan kurang maksimalnya produksi yang dihasilkan padahal dengan jumlah sarana akuarium yang ada masih dapat dilakukan penebaran yang maksimal. Penelitian terdahulu yang terkait dengan struktur biaya telah banyak dilakukan, namun belum ada yang membahas mengenai struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor. Penelitian-penelitian tersebut dapat menjadi referensi dalam penelitian ini. Persamaan penelitian terdahulu sebagai literature review bertujuan untuk mencari skala usaha yang paling efisien berdasarkan analisis struktur biaya. Dalam menganalisis struktur biaya perlu diketahui terlebih dahulu komponen biaya yang dikeluarkan, meliputi biaya tetap dan biaya variabel kemudian dilakukan analisis pendapatan usaha. Pengelompokkan skala usaha memiliki metode yang berbeda-beda, metode yang dipakai antara lain pengelompokan skala usaha berdasarkan luas lahan, rata-rata pemotongan ayam perhari dan nilai simpangan baku dari data yang ada, serta jumlah ternak yang dimiliki. Pengelompokkan skala usaha pada penelitian struktur biaya budidaya ikan hias air tawar studi kasus pada tiga usaha di Kab. Bogor berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap usaha. Jumlah akuarium dipandang dapat mencerminkan alokasi biaya-biaya serta produktivitas pada tiap usaha. Setelah itu dilakukan analisis efisiensi untuk mencari skala usaha yang paling efisien, ada beberapa analisis yang digunakan untuk mencari efisiensi diantaranya analisis efisiensi melalui pendekatan kriteria biaya minimum dengan mengamati indikator biaya per unit terendahdan juga analisis R/C ratio. Analisis BEP terbagi dua yaitu BEP (unit) dan BEP (Rp), analisis tersebut dilakukan guna mengetahui jumlah yang harus diproduksi atau dicapai agar usaha tersebut berada di titik impas. Daftar penelitian terdahulu secara lengkap akan disajikan pada Tabel 4. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non-pangan serta digunakan untuk memelihara ternak dan ikan. Menurut Suratiyah (2006), Pertanian dapat mengandung dua arti yaitu (1) dalam arti sempit atau sehari-hari diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam dan (2) dalam arti luas diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan

34 16 kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis. Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Berikut ini adalah beberapa definisi ilmu usahatani menurut beberapa pakar (dalam Suratiyah, 2006), yaitu: a) Menurut Daniel (2002), Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil optimal dan kontinyu. b) Menurut Efferson Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari caracara mengorganisasikan unit usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinyu. c) Menurut Vink (1984) Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. d) Menurut Prawirokusumo (1990) Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani atau peternak tersebut. Menurut Soekartawi (1986), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Tujuan usahatani adalah memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah: 1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, serta 4) tingkat pendapatan petani yang rendah (Soekartawi et al. 1986).

35 17 Struktur Biaya dan Skala Usaha Menurut Sukirno (1994), biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan membeli bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Dalam melakukan produksi suatu usaha terdapat dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Beberapa contoh yang termasuk kedalam komponen biaya tetap adalah gaji tenaga kerja, sewa lahan, listrik, telepon dan penyusutan peralatan. Beberapa contoh yang termasuk kedalam komponen biaya variabel adalah pupuk, benih, pakan, obatobatan. Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) merupakan penjumlahan dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan ; TC = Total Cost TFC = Total Fixed Cost TVC = Total Variable cost Dalam ilmu ekonomi yang membahas biaya produksi, dapat dipelajari terdapat hubungan antara kurva Average Cost (AC), Average Variable Cost (AVC), dan Marginal Cost (MC). Ketika menggambarkan kurva-kurva biaya ratarata perlulah disadari dan diingat bahwa kurva AVC dan AC dipotong oleh kurva MC pada titik terendah dari masing-masing kurva tersebut. Hal itu harus dibuat agar tidak menyalahi hukum matematik. Untuk penjelasan mengenai hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2 Hubungan antara kurva AC, AVC, dan MC

36 18 Keterangan: Apabila MC < AVC, maka nilai AVC menurun (berarti kalau kurva MC di bawah kurva AVC maka kurva AVC sedang menurun). Apabila MC > AVC, maka nilai AVC akan semakin besar (berarti kalau kurva MC di atas AVC maka kurva AVC sedang menaik). Sebagai akibat keadaan yang dinyatakan dalam (1) dan (2) maka kurva AVC dipotong oleh kurva MC di titik terendah dari kurva AVC. Dengan cara yang sama dapat dibuktikan bahwa kurva AC dipotong oleh kurva MC pada titik terendah kurva AC. Sedangkan, untuk menghitung total biaya rata-rata (Average Total Cost) adalah penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dengan biaya variabel rata-rata (AFC). Rumus yang digunakan yaitu : AC = AFC + AVC. Penentuan skala usaha yang paling efisien dapat diketahui dengan melihat total biaya ratarata produksi paling rendah. Biaya penyusutan sarana dan prasarana berupa alatalat dalam suatu usaha dihitung dengan harapan ketika kebutuhan tersebut tidak mampu berfungsi optimal dalam melaksanakan tugasnya, maka usaha tersebut telah memiliki dana cadangan jika hendak dilakukan reinvestasi pada usahanya. Hubungan antara biaya dan penerimaan usahatani ada beberapa kemungkinan, yaitu sebagai berikut: Biaya (cost) lebih besar daripada penerimaan (revenue) maka usaha disebut rugi. Biaya (cost) sama dengan penerimaan (revenue) maka usaha disebut tidak untung dan tidak rugi atau keadaan titik impas (Break Even Point). Biaya (cost) lebih kecil daripada penerimaan (revenue) maka usaha disebut untung. Dalam jangka panjang perusahaan dapat menambah semua faktor produksi atau input yang akan digunakan. Oleh karena itu, biaya produksi tidak perlu lagi dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Di dalam jangka panjang tidak ada biaya tetap, semua jenis biaya yang dikeluarkan merupakan biaya variabel. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan bukan saja dapat menambah tenaga kerja tetapi juga dapat menambah jumlah mesin dan peralatan produksi lainnya, luas tanah yang digunakan (terutama dalam kegiatan pertanian) dan luasnya bangunan/pabrik yang digunakan. Sebagai akibatnya, dalam jangka panjang terdapat banyak kurva jangka pendek yang dapat dilukiskan. Karena dalam jangka panjang perusahaan dapat memperluas kapasitas produksinya, ia harus menentukan besarnya kapasitas usaha (business size) atau skala usaha yang akan meminimumkan biaya produksinya. Dalam analisis ekonomi kapasitas usaha digambarkan oleh kurva biaya total rata-rata (AC). Dengan demikian analisis mengenai bagaimana pengusaha mampu menghitung kegiatan produksi dalam usahanya meminimumkan biaya dapat dilakukan dengan memperhatikan kurva AC untuk kapasitas produksi yang berbeda-beda. Untuk menentukan skala usaha yang paling efisien, harus dicari nilai biaya rata-rata jangka pendek (SRAC) operasi paling minimum dari tiap skala usaha. Beberapa kemungkinan kapasitas produksi usaha dapat dilihat pada Gambar 3.

37 19 Gambar 3 Beberapa kemungkinan kapasitas produksi usaha (business size) Pada gambar 3 menjelaskan sebuah ilustrasi usaha yang mempunyai tiga pilihan dalam menggunakan alat-alat produksi yaitu: Kapasitas 1, Kapasitas 2 dan Kapasitas 3, dimana kapasitas produksi tersebut didapat dari penggunaan biaya produksi rata-rata yang akan dikeluarkan oleh usaha tersebut untuk kegiatan produksi, besaran biaya produksi rata-rata ditunjukan oleh AC1, AC2, AC3. Faktor yang akan menentukan kapasitas produksi yang digunakan adalah tingkat produksi yang ingin dicapai. Apabila perusahaan tersebut ingin mencapai produksi sebanyak 100 unit, adalah lebih baik untuk menggunakan Kapasitas 1 (lihat titik A). Kalau yang digunakan adalah Kapasitas 2, seperti dapat dilihat dalam Gambar 3, biaya prduksi adalah lebih tinggi (lihat titik B). Kapasitas 1 adalah kapasitas yang paling efisien dan akan meminimumkan biaya produksi, untuk produksi di bawah 130 unit. Untuk produksi di antara 130 dan 240 unit, Kapasitas 2 adalah yang paling efisien, karena biaya produksi adalah paling minimum dengan menggunakan kapasitas tersebut. Ini dapat dilihat misalnya untuk produksi sebanyak 160 unit. Seperti dapat dilihat dalam Gambar 1.02, AC1 berada di atas AC2, yang berarti dengan menggunakan Kapasitas 1 biaya akan lebih tinggi daripada menggunakan Kapasitas 2. Untuk produksi melebihi 240 unit, misalnya 275 unit, Kapasitas 3 adalah yang harus digunakan pengusaha. Penggunaan ini akan meminimumkan biaya. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa peminimuman biaya jangka panjang tergantung kepada dua faktor yaitu: Tingkat produksi yang ingin dicapai, dan Sifat dari pilihan kapasitas pabrik yang tersedia. Uraian yang baru saja dilakukan mengenai caranya seorang pengusaha menentukan kapasitas produksi yang akan digunakan dapat memberikan petunjuk tentang bentuk kurva biaya total rata-rata jangka panjang atau kurva Long Run Average Cost (LRAC). Kurva LRAC dapat didefiniskan sebagai kurva yang menunjukan biaya rata-rata yang paling minimum untuk berbagai tingkat produksi apabila perusahaan dapat mengubah kapasitas produksinya. Dalam Gambar 3 kurva LRAC meliputi kurva AC1 sampai di titik a, kurva AC2 dari titik a ke titik

38 20 b, dan bagian dari AC3 dimulai dari titik b. Penjelasan mengenai kurva LRAC dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4 Hubungan kurva AC dan LRAC Kurva LRAC bukanlah dibentuk berdasarkan kepada 3 kurva AC saja seperti yang ditunjukan oleh Gambar 3, tetapi berdasarkan kepada kurva AC yang tidak terhingga banyaknya. Kurva LRAC dapat dilihat pada gambar 4 merupakan garis lengkung yang berbentuk huruf U, dimana lengkungan besarnya mengamplopi sekian banyak kemungkinan kurva AC. Kurva LRAC tersebut merupakan kurva yang menyinggung beberapa kurva AC jangka pendek. Titiktitik persinggungan tersebut merupakan biaya produksi yang paling optimum/minimum untuk berbagai tingkat produksi yang akan dicapai pengusaha di dalam jangka panjang. Kurva LRAC tidak menyinggung kurva-kurva AC pada bagian (di titik) yang terendah dari kurva AC. Dalam Gambar 4 hanya kurva ACx yang disinggung oleh kurva LRAC pada bagian kurva ACx yang paling rendah, yaitu titik B. Kurva AC yang terketak di sebelah kiri dari ACx disinggung oleh kurva LRAC di bagian yang lebih tinggi dan di sebelah kiri dari titik terendah. Dapat diperhatikan misalnya kurva AC2, jelas terlihat bahwa titik A bukanlah titik terendah pada kurva AC2. Titik tersebut terletak di sebelah kiri dari titik terendah AC2. Kurva AC yang terletak di sebelah kanan dari kurva ACx disinggung oleh kurva LRAC juga di bagian yang terletak lebih tinggi dari minimum pada AC yang bersangkutan, dan titik singgung tersebut terletak di sebelah kanan dari titik yang terendah. Titik C pada kurva AC3 jelas menggambarkan keadaan tersebut. Di dalam jangka panjang titik terendah dari suatu AC tidak menggambarkan biaya yang paling minimum untuk memproduksi suatu tingkat produksi. Terdapat kapasitas produksi lain (AC lain) yang dapat meminimumkan biaya. Sebagai buktinya dapat dilihat AC1 dan AC2, titik A1 adalah titik terendah pada AC1. Dengan demikian dalam jangka pendek, produksi sebesar QA dapat diproduksikan dengan biaya yan lebih rendah dari titik mana pun pada AC1. Tetapi dalam jangka panjang biaya itu belum merupakan biaya yang paling minimum, karena apabila kapasitas produksi yang berikut digunakan (AC2),

39 21 produksi sebesar QA akan mengeluarkan biaya sebanyak seperti ditunjukan oleh titik A pada AC2. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa kurva LRAC, walaupun tidak menghubungkan setiap titik terendah dari AC, menggambarkan biaya minimum perusahaan dalam jangka panjang. Analisis biaya jangka panjang sangat penting untuk mengetahui apakah suatu usaha berada pada skala usaha yang ekonomis (economies of scale) atau tidak ekonomis (diseconomis of scale). Suatu usaha dikatakan mencapai skala ekonomis apabila penambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih rendah. Sedangkan usaha mencapai skala tidak ekonomis apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi semakin tinggi. Analisis Efisiensi Efisiensi merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam suatu usaha. Menurut Murbyanto (1989), efisiensi dalam produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Dengan kata lain efisiensi produksi merupakan perbandingan output dan input, yaitu berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input tertentu atau tercapainya output tertentu dengan input yang minimum. Pencapaian efisiensi dapat diukur dengan kriteria biaya yang minimum (cost minimization) dan kriteria penerimaan maksimum (output maksimization). Suatu usahatani dikatakan memperoleh keuntungan yang tinggi apabila petani tersebut mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien. Efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya dengan sebaik mungkin dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1986). Dengan keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani, tujuan keuntungan maksimum dalam usahatani agar efisien dapat didekati dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya. Efisiensi suatu usaha sangat tergantung dari penggunaan input yang optimal dan memilih skala usaha yang optimal. Semakin besar suatu skala usaha maka semakin besar pula jumlah penggunaan inputnya, tersebut mengakibatkan biaya total yang dikeluarkan semakin besar. Untuk mengukur tingkat efisiensi biaya dapat dilihat berdasarkan struktur biaya dari masing-masing skala usaha. Dengan menghitung sruktur biaya dari setiap skala, maka kita dapat membandingkan nilai efisiensi dari masing-masing skala. Tingkat efisiensi biaya diperlihatkan oleh indikator semakin rendahnya biaya per unit. Salah satu cara mengukur efisiensi usahatani adalah dengan membandingkan penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Analisis R/C ratio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif suatu cabang usaha dengan cabang usaha lainnya berdasarkan keuntungan finansial. Dalam analisis R/C rasio dapat diketahui seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya dan nilai R/C rasio ini tidak memiliki satuan (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis efisiensi digunakan untuk mengetahui berapa besar penerimaan yang dicapai dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan.

40 22 Analisis Titik Impas (Break Even Poin) Pada jangka pendek, hubungan struktur biaya dengan skala usaha dapat dianalisis mengunakan analisis titik impas (Break Even Poin). Skala usaha yang berbeda akan menyebabkan titik BEP yang berbeda, karena struktur biaya yang dihasilkan juga berbeda-beda. Menurut Nurmalina et al (2009), titik impas (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) = total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan berada pada titik impas. Impas adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian, Kurva untuk break even poin dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5 Kurva break even poin Berdasarkan Gambar 3, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai BEP dari suatu usaha adala penghasilan penjualan, total biaya produksi. Suatu usaha akan mengalami kondisi impas pada saat garis jumlah penghasilan dari penjualan produk bersinggungan dengan garis total biaya. Pada kondisi tersebut dapat dikatakan suatu usaha Impas apabila jumlah penghasilan sama dengan total biaya, jika kondisi penghasilan usaha tidak mampu menutupi total biaya maka usaha tersebut berada pada kondisi rugi. Kerangka Pemikiran Operasional Usaha ikan hias air tawar di Kab. Bogor memiliki keragaman yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa perbedaan yang mendasari usaha pada tiap pembudidaya. Perbedaan yang dimaksud adalah : Perbedaan modal usaha, Perbedaan jumlah akuarium, Perbedaan jumlah produksi, Perbedaan jumlah tenaga kerja, dan Perbedaan teknologi serta alat perikanan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut turut menentukan skala usaha yang dijalankan oleh para pembudidaya ikan hias air tawar, usaha tersebut tentu memiliki tujuan untuk mencari keuntungan yang optimal sesuai dengan skala usaha yang dijalankan. Ukuran keuntungan dapat dilihat dari pendapatan usaha budidaya ikan hias air tawar, Pendapatan tersebut dapat diukur berdasarkan pendapatan atas biaya.

41 Pendapatan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan hias air tawar akan sangat dipengaruhi oleh harga jual produk hasil usaha tersebut. Harga jual selain ditentukan oleh perhitungan biaya-biaya yang dikeluarkan, harga produk itu sendiri, juga ditentukan oleh mekanisme pasar. Untuk mendapatkan hasil perhitungan penerimaan petani diperoleh dari hasil perkalian antara harga dengan jumlah total produksi. Harga input yang digunakan dalam usaha budidaya ikan hias air tawar akan mempengaruhi struktur biaya usaha tersebut. Pendapatan atas biaya tunai usaha ikan hias merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. Penerimaan tunai usaha ikan hias adalah nilai uang yang diterima dari hasil penjualan produk hasil usaha ikan hias. Sedangkan pengeluaran tunai usaha ikan hias adalah semua nilai dari komponen input yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam proses budidaya. Pendapatan atas biaya total usaha budidaya ikan hias air tawar merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Pengeluaran total usaha ikan hias meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran diperhitungkan. Pengeluaran diperhitungkan adalah pengeluaran yang tidak benar-benar dikeluarkan tetapi tetap diperhitungkan, seperti penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga. Struktur biaya dan pendapatan di analisis menurut skala usaha yang dilakukan di tempat penelitian. Skala usaha ditentukan berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap usaha ikan hias air tawar yang dihitung dalam satuan unit. Pada tiap usaha tentu akan memiliki alokasi biaya yang berbeda, alokasi biaya yang dimaksud adalah biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Efisiensi dari suatu usaha dapat dihitung dengan melakukan perbandingan antara biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan dengan penerimaan usaha, semakin kecil biaya produksi rata-rata maka dapat dikatakan usaha tersebut akan semakin efisien. Selain dilihat dari nilai biaya produski rata-rata, tolak ukur efisiensi suatu usaha juga dapat dilihat dari hasil analisis R/C rasio. Usaha budidaya ikan hias air tawar pada skala usaha mana yang paling efisien itu penting untuk diketahui, karena semakin baik pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh pembudidaya dalam proses produksi tentu akan berdampak pada struktur biaya yang makin baik pula, sehingga mampu menekan biaya-biaya produksi dan sehingga mampu mengasilkan penerimaan yang lebih besar. Selain menganalisis struktur biaya dan pendapatan usaha ikan hias air tawar pada masing-masing skala usaha, dianalisis pula titik impas (Break Even Point) secara nilai rupiahnya, titik impas pada suatu usaha penting untuk diketahui guna memberikan informasi kepada pengusaha terkait target produksi baik dalam nilai unit maupun Rupiah minimal yang harus diperoleh agar usaha tidak mengalami kerugian. Kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6. 23

42 24 Variasi tinggi usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor Perbedaan modal usaha Perbedaan jumlah akuarium Perbedaan jumlah produksi Perbedaan jumlah tenaga kerja Perbedaan alat perikanan Pengelompokan pembudidaya berdasarkan skala usaha Usaha kecil (Jumlah akuarium) Usaha menengah (Jumlah akuarium) Usaha besar (Jumlah akuarium) Struktur biaya R/C Ratio Analisis titik impas (BEP) Hasil perbandingan efisiensi berdasarkan nilai R/C usaha ikan hias air tawar pada masing-masing skala usaha Kesimpulan Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional

43 25 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian merupakan daerah yang cukup banyak terdapat usaha budidaya ikan hias air tawar dan merupakan sentra produksi ikan hias air tawar untuk Provinsi Jawa Barat. Selain itu, daerah ini mudah daikses oleh peneliti sehingga mempermudah penelitian. Kegiatan pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan pada bulan Januari April Penelitian dilakukan secara berulang-ulang dengan mendatangi lokasi penelitian untuk melihat aktivitas usaha yang dilakukan sekaligus melakukan wawancara dengan pengelola maupun tenaga kerja. Hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh lebih lengkap dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Metode Penelitian Objek penelitian ini adalah tiga usaha budidaya ikan hias air tawar yang dibagi berdasarkan skala usaha. Pembudidaya ikan hias air tawar skala usaha kecil, menengah, dan besar. Hal ini dilakukan dalam rangka mengalisis usaha manakah yang paling efisien dilihat dari struktur biaya dan variabel kunci pada teknis produksi yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dengan metode multiple case study. Menurut Yin (2003) case study atau studi kasus merupakan penelitian pada objek tertentu dalam konteks kehidupan nyata (real life), bersifat temporer dan spesifik. Penelitian melibatkan kontak langsung dengan objek penelitian, bersifat detail dan menyeluruh (holistic). Metode ini dapat dipilih jika tujuan penelitian adalah untuk membandingkan satu obyek dengan obyek lain (cross-site comparison) sesuai fenomena yang diteliti. Berdasarkan pengertian tersebut maka dengan menggunakan metode multiple case study, diharapkan peneliti bisa menggambarkan secara rinci terkait objek penelitian dan membandingkan antar kasus yang diteliti. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah meliputi data primer dan sekunder. a. Data primer dapat dikumpulkan dengan menggunakan triangulasi (triangulation), yaitu diperoleh dari wawancara langsung secara mendalam (deep interview) dengan pengusaha usaha budidaya ikan hias air tawar, pengamatan langsung (obsevation) di lapangan yang bertujuan untuk melihat aktivitas dan keragaan usaha budidaya ikan hias air tawar. Selain itu, pengumpulan informasi juga dibantu dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya (Kuisioner). Data primer pada penelitian mencakup keragaan usaha ikan hias air tawar seperti teknis

44 26 budidaya, kapasitas produksi, arus kas penerimaan dan pengeluaran serta informasi lainnya yang berguna untuk menunjang keberhasilan penelitian. b. Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder diperoleh dari catatan dan dokumentasi pihak atau instansi terkait, seperti Departemen Pertanian, Badan Pusat Stastistik, Dinas Pertanian dan peternakan Kabupaten Bogor. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui internet, buku-buku yang menujang teori, jurnal ilmiah serta penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan yang berhubungan dengan penelitian ini. Metode Pengolahan dan Analisis Data Informasi dan data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis terhadap biayabiaya yang dikeluarkan, penerimaan yang diperoleh, Efisiensi usaha dengan menggunakan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio). Selain itu akan dilakukan perhitungan titik impas (break even point) guna mengetahui nilai dimana usaha tersebut tidak mengalami untung dan juga rugi. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Exel, hasil dari pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang mudah dibaca. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat keragaan usaha ikan hias air tawar dan beberapa hal terkait yang akan diuraikan secara deskriptif, dan bila diperlukan akan menggunakan bantuan gambar atau grafik agar dapat memperjelas uraian. Komponen Biaya dalam Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar Peneltian ini menganalisis struktur biaya dari usaha ikan hias. Analisis struktur biaya usaha diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel, Biaya tersebut diidentifikasi berdasarkan hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan. Biaya tetap pada usaha budidaya ikan hias air tawar terdiri atas biaya penyusutan barang-barang investasi, biaya tenaga kerja, biaya maintanance, biaya bunga pinjaman jika ada, biaya pajak bumi bangunan, pajak kendaraan biaya listrik dan air, dan sebagainya. Biaya variabel terdiri atas biaya pembelian benih ikan hias air tawar, biaya pakan ikan, biaya BBM, biaya obat ikan, dan biaya pembelian alat kemas. Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) yang merupakan jumlah dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) dapat dirumuskan seperti di bawah ini : TC = TFC + TVC Keterangan ; TC = Total Cost TFC = Total Fixed Cost TVC = Total Variable cost

45 27 Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus atau straight line method, perhitungan tersebut dilakukan dengan cara membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai, beban penyusutan aktiva tetap pertahunnya akan sama sampai akhir umur ekonomis aktiva tetap tersebut. Perhitungan biaya penyusutan dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : Nb = Nilai pembelian, dalam Rp Ns = Tafsiran nilai sisa, dalam Rp N = Jangka usia ekonomi, dalam tahun Analisis Penerimaan Penerimaan total adalah nilai produk total dalam jangka waktu tertentu. Komponen penerimaan masing-masing usaha budidaya ikan hias air tawar, berbeda-beda tergantung aktivitas usaha yang dilakukan. Pendapatan usaha adalah selisih antara penerimaan usaha dengan biaya usaha per siklus atau per tahun. Secara metematis ditulis sebagai berikut: Keterangan : TR = Penerimaan total (Total Revenue), dalam Rp P = Harga jual produk, dalam Rp Q = Jumlah output produksi B = Biaya produksi, dalam Rp Analisis Efisiensi Efisiensi suatu usaha sangat tergantung dari penggunaan input yang optimal dan memilih skala usaha yang optimal. Semakin besar suatu skala usaha maka semakin besar pula jumlah penggunaan inputnya, tersebut mengakibatkan biaya total yang dikeluarkan semakin besar. Untuk mengukur tingkat efisiensi biaya dapat dilihat berdasarkan struktur biaya dari masing-masing skala usaha. Dengan menghitung sruktur biaya dari setiap skala, maka kita dapat membandingkan nilai efisiensi dari masing-masing skala. Salah satu cara mengukur efisiensi usaha adalah dengan membandingkan penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Analisis R/C ratio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif suatu cabang usaha dengan cabang usaha lainnya berdasarkan keuntungan finansial. Dalam analisis R/C rasio dapat diketahui seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya dan nilai R/C rasio ini tidak memiliki satuan (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis efisiensi digunakan untuk mengetahui berapa besar penerimaan

46 28 yang dicapai dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan, Untuk menganalisis R/C Ratio digunakan rumus sebagai berikut : Keterangan : R = Total penerimaan usaha C = Total biaya usaha Hasil dari perhitungan R/C Ratio dapat diinterpretasikan sebagai berikut : 1. R/C rasio > 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu. Dengan kata lain usaha tersebut lebih efisien. 2. R/C rasio < 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu. Dengan kata lain usaha tersebut tidak efisien. R/C rasio = 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Dengan kata lain penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis Titik Impas (Break Even Poin) Pada jangka pendek, hubungan struktur biaya dengan skala usaha dapat dianalisis mengunakan analisis titik impas (Break Even Poin). Skala usaha yang berbeda akan menyebabkan titik BEP yang berbeda, karena struktur biaya yang dihasilkan juga berbeda-beda. Menurut Nurmalina et al (2009), titik impas (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) = total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan tidak mengalami untung atau rugi. Jika kondisi suatu perusahaan berada di bawah break even poin, maka perusahaan tersebut masih mengalami kerugian tetapi perusahaan tersebut masih mampu menutupi biaya operasional perusahaan. Tujuan menganalisis BEP adalah : 1. Untuk mengetahui berapa jumlah minimal yang harus diproduksi agar bisnis tidak rugi. 2. Untuk mengetahui berapa harga terendah yang harus ditetapkan agar bisnis tidak rugi. ( ) Keterangan : TFC = Total Fixed Cost P = Price/unit TVC = Total Variabel Cost TR = Total Revenue

47 29 Rencana hasil perhitungan struktur biaya usaha ikan hias dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini : Tabel 4 Hasil perhitungan struktur biaya usaha ikan hias air tawar Uraian Biaya Tetap - Penyusutan - Pajak - Listrik - Gaji Karyawan - Dll Biaya Variabel - Benih - Pakan - Obat Ikan - Pengemasan - Dll Biaya tetap rata-rata Biaya variabel rata-rata Nilai (Rp/T) Skala usaha 1 (n=1) Pembudidaya 1 Nilai (Rp/A) Nilai (%) Nilai (Rp) Skala usaha 2 (n=1) Pembudidaya 2 Nilai (Rp/A) Nilai (%) Nilai (Rp/T) Skala usaha 3 (n=1) Pembudidaya 3 Nilai (Rp/A) Nilai (%) Keterangan : Skala usaha 1 = Skala usaha kecil (Jumlah akuarium) Skala usaha 2 = Skala usaha menengah (Jumlah akuarium) Skala usaha 3 = Skala usaha besar (Jumlah akuarium) Nilai Rp/T = Penerimaan per tahun pada tiap pembudidaya Nilai Rp/A = Biaya rata-rata yang dikeluarkan per akuarium Nilai % = Persentasi biaya masing-masing terhadap nilai total GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN USAHA BUDIDAYA IKAN HIAS TAWAR Keadaan Wilayah, Topografi, dan Demografi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor. Pada sub bab ini akan dibahas terkait dengan kondisi wilayah, topografi, dan demografi Kabupaten Bogor. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi alam maupun kondisi sosial ekonomi di Kabupaten Bogor. Keadaan Wilayah dan Topografi Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor terletak diantara 6º18-6º47 10 Lintang Selatan dan 106º º Bujur Timur dengan luas wilayah sekitar Ha. Secara administratif wilayah Kabupaten Bogor berbatasan dengan kabupaten lain, seperti disebelah Utara berbatasan dengan Kab. Tangerang Kab / Kota Bekasi, Kota Depok, disebelah Timur berbatasan dengan Kab. Cianjur dan Kab. Karawang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kab. Sukabumi dan Cianjur dan

48 30 sebelah Barat berbatasan dengan Kab. Lebak ( Prov. Banten), dan pada sebelah tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Daerah perbatasan Kab. Bogor dapat dilihat pada gambar 7. Sumber: Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kab. Bogor, 2011 Gambar 7 Peta wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat Secara regional, wilayah Kabupaten Bogor bagian Utara merupakan bagian dari sub-cekungan sedimentasi yang disebut sebagai sub-cekungan Ciputat. Topografi wilayah ini bergelombang rendah, dengan ketinggian m dpl. Material pembentuk utama terdiri dari endapan batuan rombakan vulkanik, terdiri dari fragmen-fragmen batuan litik, kerikil, pasir dan material halus lainnya dari rombakan lahar tua endapan gunung api. Dataran tinggi menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor di bagian Tengah dari daerah ini dengan ketinggian topografi mulai dari m dpl, dibentuk oleh produk batuan tua dari batuan sedimen yang berumur Tersier. Di bagian selatan wilayah Kabupaten Bogor ini ditutupi oleh batuan gunungapi muda yang berumur Kuarter yang secara fisiografi berada pada daerah perbatasan antara Zona Bogor dan Zona Bandung. Pola Aliran Sungai pada umumnya dikontrol oleh struktur-struktur geologi yang berarah Utara-Selatan dan sebagian membentuk tinggian dan depresi. Dengan demikian, pola aliran sungainya memperlihatkan pola sun dendritik sampai pola dendritik. Wilayah Kabupaten Bogor teraliri 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang secara keseluruhan berada dalam satuan Wilayah sungai (SWS) Ciliwung Cisadane, sungai-sungai utama DAS tersebut keseluruhan mengalir 30ea rah utara dan bermuara di Laut Jawa. Iklim di Kabupaten Bogor menurut Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe A (sangat basah) di bagian Selatan dan tipe B (basah) di bagian Utara. Curah hujan rata-rata mm/th, dengan curah hujan minimum mm/thn dan maksimum mm/thn. Bulan-bulan basah terjadi pada bulan Oktober sampai Mei. Jumlah hari hujan rata-rata tahunan 245 hari. Suhu udara maksimum

STRUKTUR BIAYA USAHA PEMBENIHAN IKAN HIAS AIR TAWAR (Studi Kasus: Tiga Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar di Kab. Bogor) LINA NURLINA

STRUKTUR BIAYA USAHA PEMBENIHAN IKAN HIAS AIR TAWAR (Studi Kasus: Tiga Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar di Kab. Bogor) LINA NURLINA 1 STRUKTUR BIAYA USAHA PEMBENIHAN IKAN HIAS AIR TAWAR (Studi Kasus: Tiga Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar di Kab. Bogor) LINA NURLINA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun *** (Milyar Rupiah)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun *** (Milyar Rupiah) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah dikenal sebagai negara maritim dan agraris. Indonesia disebut negara maritim karena lautan mendominasi wilayah negara Indonesia. Lautan tersebut memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR)

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) SKRIPSI DEWINTHA STANI H34066033 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR SKRIPSI OOM ROHMAWATI H34076115 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. nasional yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil

1. PENDAHULUAN. nasional yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil perikanan, baik untuk

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilewati oleh garis khatulistiwa. Indonesia memiliki pulau dengan jumlah lebih dari 13.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berkawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN Bunyamin Z. dan N.N. Andayani Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Jagung sebagian besar dihasilkan pada lahan kering dan lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (Poecilia reticulata) DI KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR ALYANI FADHILAH HUSNA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (Poecilia reticulata) DI KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR ALYANI FADHILAH HUSNA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (Poecilia reticulata) DI KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR ALYANI FADHILAH HUSNA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

22 Siti Masithoh et al Pemanfaatan lahan pekarangan

22 Siti Masithoh et al Pemanfaatan lahan pekarangan 22 Siti Masithoh et al Pemanfaatan lahan pekarangan KERAGAAN USAHA BUDIDAYA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) DALAM PEMANFATAAN LAHAN PEKARANGAN DI DESA JANTI KECAMATAN POLANHARJO KABUPATEN KLATEN PROVINSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian dalam arti luas meliputi pembangunan di sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) VARIETAS ORBA (Suatu Kasus pada Kelompoktani Cikalong di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Apang Haris 1, Dini Rochdiani

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 atau meliputi sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA. Peluang Bisnis Masyarakat Urban

PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA. Peluang Bisnis Masyarakat Urban PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA Peluang Bisnis Masyarakat Urban OLEH : SUHANA DOSEN MATA KULIAH EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM, PROGRAM STUDI EKONOMI DAN LINGKUNGAN IPB PENELITI

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan dari perolehan data yang dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan luas perairan lautnya mencapai 5.8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian Gaol (2011) yang berjudul Analisis Luas Lahan Minimum untuk Peningkatan Kesejahteraan Petani Padi Sawah di Desa Cinta Damai, Kecamatan Percut Sei Tuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran ANALISIS PEMASARAN IKAN NEON TETRA (Paracheirodon innesi) STUDI KASUS DI KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN CURUG JAYA II (KECAMATAN BOJONGSARI, KOTA DEPOK JAWA BARAT) Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : MAYA ANDINI KARTIKASARI NRP. A14105684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang harus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci