KARAKTERISASI BIJI DAN PROTEIN KORO KOMAK (Lablab purpureus (L.) Sweet) SEBAGAI SUMBER PROTEIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI BIJI DAN PROTEIN KORO KOMAK (Lablab purpureus (L.) Sweet) SEBAGAI SUMBER PROTEIN"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI BIJI DAN PROTEIN KORO KOMAK (Lablab purpureus (L.) Sweet) SEBAGAI SUMBER PROTEIN [Characterization of Hyacinth Bean (Lablab purpureus (L.) Sweet) Seed and Its Protein] Andrew S. R., Wiwiek S. W., dan A. Subagio Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember Jl. Kalimantan I Kampus Tegal Boto, Jember Diterima 11 Maret 2006 / Disetujui 15 November 2006 ABSTRACT This research aimed to characterize the physiochemical properties of hyacinth beans as new protein source. The result of research showed that hyacinth beans are oval shaped and orange and yellow coloured. The edible part of hyacinth beans is 83.2 ± 1.1 % of dry seed; in which the carbohydrate is 67.9 ± 1.1 %; protein: 17.1 ± 1.5 % and fat: 1.1 ± 0.4 %. According to their solubility, the protein fractions were found as albumin: %; globuli : % and glutelin : %, whereas prolamin was not detected. Further analyis showed that, the globulin is consisted of globulin 7S (3.50%) and globulin 11S (0.67 %). The hyacinth beans are potential to be used for protein source. Key words: hyacinth beans, physiochemical properties, protein fractions, seed protein. PENDAHULUAN Protein merupakan salah satu komponen gizi terpenting yang harus dipenuhi, terutama untuk pertumbuhan balita dan anak-anak. Pemenuhan kebutuhan protein dapat diperoleh dari dua sumber yaitu protein hewani dan protein nabati. Indonesia kaya akan jenis kacang-kacangan yang merupakan sumber protein nabati. Golongan koro-koroan (non-oilseed legumes) merupakan salah satu sumber protein yang cukup baik yang belum dimanfaatkan dengan baik. Umumnya kacang koro-koroan mengandung protein antara 18 % sampai dengan 25 % dari biji (Somaatmadja dan Maesen, 1993). Koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) di daerah Asia Tenggara sudah dikenal sebagai bahan sayuran yang dimakan dengan merebus polong mudanya atau digunakan sebagai sayur kari (Somaatmadja dan Maesen, 1993). Karakteristik dari biji koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) seperti panjang, lebar, tebal, volume dan sifat fisik lainnya perlu diungkapkan sedemikian rupa sebagai sumber acuan pemanfaatannya. Komposisi senyawa organik yang ada di dalam biji harus diketahui secara jelas dan terperinci terutama komponen penting seperti protein. Protein berdasarkan kelarutannya dapat dipisahkan menggunakan metode Osborne menjadi 4 macam yaitu albumin, globulin, glutelin dan prolamin. Protein berdasarkan sifat sedimentasinya dapat digolongkan menjadi empat fraksi utama yaitu 2S, 7S, 11S dan 15S (Nielsen, 1985). Sifat fungsional dari protein legume, seperti kelarutan, water holding capacity (WHC), sifat emulsi, oil holding capacity (OHC), daya buih dan sifat gelasi dipengaruhi oleh komponen penyusun protein itu sendiri. Suhardi (1989) menyatakan bahwa perbedaan struktur dari globulin 7S dan 11S berperan dalam variasi sifat fungsional makanan yang dihasilkan antara lain sifat gelasi, daya ikat flavor, suhu penggumpalan, kelarutan dan kandungan nitrogen serta sulfur. Dengan demikian, maka protein koro-koroan berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan tambahan makanan seperti emulsifier, flavor enhancer, texturizer, stabilizer atau sebagai bahan pangan bergizi (Clemente et al., 1999). METODOLOGI Bahan penelitian Bahan dasar yang digunakan untuk penelitian ini adalah koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) yang didapatkan dari petani di kawasan Cerme, Kabupaten Bondowoso, Propinsi Jawa Timur. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian berasal dari Jerman dengan merk Merck ini adalah NaCl, ethanol, NaOH, Tris-HCl buffer, NaOH, mix lowry, folin, HCl, buffer elektroforesis, stacking gel, resolving gel, coomassie blue staining dan destaining. Pengukuran sifat fisik dan sifat kimia Sifat fisik yang diamati adalah berat, tebal, panjang, lebar biji, luas permukaan biji, volume biji, bagian yang dapat dimakan, ketebalan kulit dan warna. Sifat kimia yang dimati dari biji koro komak meliputi kadar 120

2 karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar air dan kadar abu. Pemisahan protein berdasarkan daya kelarutan Tepung koro bebas kulit sebanyak 2,5 gram dilarutkan dalam NaCl 5 % dengan tujuan untuk melarutkan albumin dan globulin. Penambahan larutan NaCl akan menghasilkan dua fase yaitu fase larut (cairan) dan fase tidak larut (residu) yang dipisahkan dengan sentrifugasi pada suhu 4 o C, 8000 rpm selama 20 menit. Cairan yang didapatkan didialisis sehingga globulin terendapkan dan terpisahkan dengan albumin. Residu hasil sentrifugasi diberi larutan ethanol 70 % untuk melarutkan prolamin yang bersifat larut dalam larutan ethanol %. Cairan yang mengandung prolamin dapat dipisahkan dengan padatannya dengan cara sentrifugasi pada suhu 4 o C, 8000 rpm selama 20 menit. Cairan yang mengandung prolamin didialisis untuk mengeluarkan pelarut etanol sehingga prolamin yang tidak larut dalam air akan terendapkan. Fraksi terakhir yaitu glutelin didapatkan dengan melarutkan padatan dalam larutan basa encer (NaOH 0,5 N) yang kemudian disentrifugasi untuk memisahkan glutelin dengan protein tidak terlarut. Pembentukan globulin 7S dan globulin 11S Tepung koro sebanyak 2,5 gram dilarutkan dengan 25 ml Tris-HCl buffer 0,30 M yang mengandung 0,01 M 2-merkaptoetanol ph 8,00. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan antara fraksi tak terlarut dengan fraksi terlarut (supernatan) pada suhu 20 o C, 8500 rpm selama 20 menit. Fraksi terlarut diatur ph 6,4 menggunakan HCl 0,1 N dengan tujuan menciptakan ph isoelektrik bagi globulin 11S sehingga dapat diendapkan dan dipisahkan dengan sentrifugasi pada suhu 4 o C, 8500 rpm selama 20 menit. Pemisahan globulin 7S juga dilakukan dengan menetapkan ph larutan pada ph isoelektriknya (4,8) sehingga fraksi globulin 7S dapat terendapkan dan dipisahkan dengan sentrifugasi pada suhu 4 o C, 8500 rpm selama 20 menit. Endapan kemudian dilarutkan dengan 25 ml Tris-HCl buffer 0,30 M yang mengandung 0,01 M 2-merkaptoetanol ph 8,00. Larutan diatur ph hingga 6,2 dengan menambahkan HCl 0,1 N. Globulin 7S cair didapatkan dengan sentrifugasi pada suhu 4 o C, 8500 rpm selama 20 menit. Pengukuran berat jenis protein Analisa polipeptida penyusun protein (albumin, globulin, glutelin dan prolamin) dan fraksi globulin 7S dan 11S dilakukan dengan elektroforesis SDS-PAGE pada gel poliakrilamida menggunakan Mini Protean II Electrophoresis System (Bio-Rad, Richmond, CA, USA). Marker yang dipakai adalah albumin (bovine serum), berat molekul 66 kd; albumin (chicken egg), berat molekul 45 kd; carbonic anhydrase, berat molekul 29 kd dan α lactabulmin, berat molekul 14,2 kd. Pembuatan resolving gel dilakukan dengan mencampur 1,67 ml aquades; 1,25 ml Tris-HCl 1,5 M ph 8,8; 0,05 ml SDS 10 %; 2 ml acrylamide. 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisikokimia koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) Data yang diolah meliputi data sifat fisik dan sifat kimia dari biji koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) serta hasil fraksinasi protein dan fraksinasi globulin 7S globulin 11S. Data yang didapat diolah secara deskriptif dengan cara penyusunan data ke dalam daftar, penggambaran grafik, analisa dan interpretasi data (Pasaribu, 1981). Hasil perhitungan sifat fisik biji koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Sifat Fisik Biji Koro Komak (L. purpureus (L.) Sweet) Sifat Fisik Rerata Standar deviasi Tebal Biji (cm) 0,40 0,03 Lebar Biji (cm) 0,74 0,05 Panjang Biji (cm) 1,05 0,10 Berat Biji (g) 0,23 0,03 Luas Permukaan Biji Koro (cm 2 ) 0,85 0,13 Volume 10 Biji (ml) 1,91 0,40 Bagian yang dapat dimakan (%) 83,21 1,11 Ketebalan Kulit (mm) 0,10 0,01 Warna L = 73,4 c * =10,1 H = 67,3 a * = 3,9 1,4 b * = 9,3 2,3 Berdasarkan sifat fisik yang ada (tebal, panjang, dan lebar), ukuran koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) termasuk biji-bijian yang mempunyai ukuran biji hampir sama besar dengan kacang tanah. Koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) mempunyai lapisan kulit yang cukup tipis (rata-rata 0,1 mm) dengan kekerasan yang tinggi sehingga nilai bagian yang dapat dimakan cukup besar (di atas 80 %). Hal ini menunjukkan bahwa koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) dapat dijadikan sumber pangan alternatif yang cukup menjanjikan. Dilihat dari komposisi kimia koro komak, karbohidrat merupakan kadar yang paling tinggi yaitu rata-rata 67,0 % disusul protein, lemak, kadar air, kadar abu dengan nilai berturut-turut 17,1; 9,3; 3,6; dan 1,1 %. Kadar karbohidrat yang cukup tinggi membuat koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) cukup menjanjikan untuk digunakan sebagai sumber makanan pokok. Kadar lemak yang sangat sedikit memungkinkan orang-orang yang menghindari lemak dapat mengonsumsinya. Perbandingan komposisi kimia dengan berbagai jenis kacang-kacangan lainnya (dalam persen) dapat dilihat pada Tabel 2.

3 Tabel 2. Kandungan Kimia Koro Komak dengan Koro Lainnya dan Kedelai Legume Karbohidrat Protein Lemak Kadar Air Kadar Abu Komak 67,9 4,2 17,1 1,5 1,1 0,4 9,3 0,5 3,6 0,1 Kratok a) 64,0 5,2 14,8 1,4 2,2 0,6 9,0 1,0 2,9 0,1 Pedang a) 70,2 4,2 21,7 2,1 4,0 0,3 8,4 0,1 2,9 0,1 Kedelai b) 34,8 34,9 18,1-4,9 Sumber : a) Subagio, (2003). b) Koswara, (1995). Dibandingkan dengan jenis koro yang lain, kadar protein, karbohidrat, lemak, kadar air dan kadar abu tidak berbeda jauh dengan komposisi pada koro komak (L. purpureus (L.) Sweet). Kadar karbohidrat koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) lebih sedikit jika dibandingkan dengan koro pedang, demikian pula dengan kadar proteinnya. Kadar lemak koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) paling sedikit dibandingkan dua jenis koro yang lain sedangkan kadar air dan kadar abu paling besar. Jika dibandingkan dengan kedelai, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) lebih sedikit jumlahnya namun unggul pada kadar karbohidratnya. Pemisahan berdasarkan kelarutannya protein Fraksinasi protein dari koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) mendapatkan empat jenis protein berdasarkan kelarutannya, dengan satu jenis protein yang tidak dapat terukur/tidak teridentifikasi. Hal ini diakibatkan kecilnya kuantitas dari protein yang hendak diamati sehingga tidak masuk dalam range kurva standar. Hasil fraksinasi protein koro komak secara kuantitatif tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3. Hasil Fraksinasi Protein Koro Komak (L. purpureus (L.) Sweet) Protein Kadar (%) Albumin 18,22 Globulin 55,15 Glutelin 26,63 Prolamin Tidak Teridentifikasi Globulin merupakan fraksi yang paling dominan dalam koro komak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zayas (1997) yang mengatakan bahwa protein legume terutama disusun oleh dua globulin, yaitu legumin dan vicilin. Legumin adalah komponen penyusun utama dari globulin sedangkan vicilin adalah komponen terbesar kedua dari globulin biji-bijian (Dieckert et al., 1985). Hal ini berkaitan dengan cara isolasi protein dari koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) yang berarti cara isolasi proteinnya harus berdasarkan pada sifat-sifat fisikokimia dari globulin seperti kelarutan, titik isoelektrik dan sifat lainnya yang dapat mempengaruhi cara ekstraksi protein. Pembentukan globulin 7S dan globulin 11S Globulin merupakan protein utama di dalam biji-bijian. Fraksi 7S didapatkan dengan pengendapan pada titik isoelektrisnya yaitu pada ph 4,8 sedangkan 122 fraksi 11S diendapkan pada ph 6,4. Hasil fraksinasi globulin 7S dan globulin 11S menghasilkan data bahwa kadar globulin 7S lebih banyak daripada globulin 11S seperti tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Fraksinasi Globulin 7S dan Globulin 11S Jenis Fraksi Kadar (%) Globulin 7S 3,50 Globulin 11S 0,67 Persentase globulin 7S yang lebih banyak dibandingkan globulin 11S menghasilkan rasio 7S/11S = 5,23. Rasio dari globulin 7S dan 11S akan mempengaruhi sifat-sifat fungsional dari protein seperti kelarutan, water holding capacity (WHC), daya emulsi, daya buih, sifat gel dan kemampuan mengikat minyak atau lemak. Kandungan protein fraksi 7S yang lebih banyak menyebabkan kelarutan protein koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) lebih tinggi pada kondisi basa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zayas (1997) yaitu perbedaan sifat kelarutan dari keadaan yang sama dihasilkan dari protein 7S dan 11S, tapi protein 7S lebih larut dalam kondisi basa dibandingkan protein 11S. Tingginya fraksi protein 7S akan meningkatkan kemampuan emulsi dari protein koro komak (L. purpureus (L.) Sweet). Sifat daya emulsi yang lebih baik dari fraksi globulin 7S dapat berhubungan dengan tingginya rasio difusi interfase dan dimungkinkan karena ikatan disulfida pada fraksi globulin 11S menghambat pelipatan dan menurunkan interaksi pada air dan minyak. Protein dengan kapasitas penyerapan air dan minyak rendah akan membentuk emulsi dengan kestabilan rendah. Tingginya daya emulsi dari protein koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) memungkinkan proteinnya dapat digunakan sebagai emulsifier yang baik. Hal ini berguna sekali apabila diaplikasikan sebagai bahan emulsifier dalam bahan pangan yang membutuhkan pengemulsi, seperti pada pembuatan roti. Gel yang dibuat dari protein fraksi globulin 7S diprediksi memiliki elastisitas dan regangan yang lebih lemah daripada gel yang dibuat dari globulin 11S karena gel yang dibuat dari globulin 11S didukung dengan adanya ikatan disulfida, sedangkan pada gel 7S peranan penting dipegang oleh ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik (Utsumi and Kinsella, 1985). Rendahnya daya gel yang dihasilkan oleh protein koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) diduga akan mengakibatkan isolat proteinnya kurang baik jika digunakan untuk membuat

4 makanan yang membutuhkan pembentukan daya gelasi tinggi. Fraksi protein 7S yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya daya buih dari protein koro komak (L. purpureus (L.) Sweet). Hal ini disebabkan jumlah ikatan disulfida yang lebih sedikit dibandingan pada protein 11S. Daya buih yang cukup tinggi dari protein koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) diprediksi potensial jika digunakan untuk membuat cake. Globulin 7S bersifat lebih hidrofobik dibandingkan dengan globulin 11S. Hal ini dapat dilihat berdasarkan asam amino penyusunnya. Komposisi grup sulfhidril dan kadar asam amino sulfur globulin 7S yang lebih sedikit dibandingkan globulin 11S mengakibatkan globulin 11S bersifat lebih hidrofilik. Berdasarkan pernyataan di atas, kadar globulin 7S yang lebih besar dari globulin 11S diduga akan mengakibatkan water holding capacity (WHC) dari protein koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) lebih rendah daripada sifat oil holding capacity (OHC). Zayas (1997) menyatakan bahwa kemampuan menyimpan air dari protein tanaman dapat digunakan sebagai bahan tambahan makanan dalam memperbaiki kualitas karakter makanan. Pengukuran berat jenis protein Hasil analisa menggunakan elektroforesis SDS-PAGE menunjukkan nilai berat molekul dari albumin, globulin, glutelin, globulin 7S dan globulin 11S seperti tersaji pada Tabel 5. Albumin mempunyai tiga fraksi di mana berat molekulnya berkisar antara 101,7 kd dan 34,5 kd. Dua fraksi dari albumin merupakan fraksi mayor dengan berat molekul masing-masing 52,8 kd dan 34,5 kd. Albumin hanya mempunyai satu fraksi minor dengan berat molekul 101,7 kd. Globulin disusun dari empat fraksi yang mempunyai berat molekul antara 54,9 kd hingga 27,4 kd. Dua fraksi mayor tampak pada gel SDS-PAGE dengan berat molekul 54,9 kd dan 27,4 kd. Dua fraksi lainnya merupakan fraksi minor dengan berat molekul 34,5 kd dan 30,8 kd. Glutelin memiliki enam fraksi di mana berat molekulnya berkisar antara 48,9 kd dan 11,3 kd. Tiga fraksi mayor dari glutelin mempunyai berat molekul masing-masing 48,9 kd; 32 kd dan 26,4 kd. Tiga fraksi lainnya merupakan fraksi minor dengan berat molekul masing-masing 15,4 kd; 13,7 kd dan 11,3 kd. Globulin 7S mempunyai lima fraksi di mana berat molekulnya berkisar antara 90,5 kd hingga 29,3 kd. Dua fraksi diantaranya merupakan fraksi mayor dengan berat molekul masing-masing 59,3 kd dan 29,3 kd. Tiga fraksi lainnya merupakan fraksi minor dengan berat molekul antara lain 90,5 kd; 35,9 kd dan 32 kd. Globulin 11S mempunyai lima fraksi dengan berat molekul terentang pada kisaran 57 kd hingga 27,4 kd. Fraksi mayor dari globulin 11S ada dua dengan berat molekulnya 57 kd dan 27,4 kd. Tiga fraksi lainnya adalah fraksi minor dengan berat molekul 38,8 kd; 35,9 kd dan 32 kd. Fraksi mayor merupakan fraksi protein yang mempunyai ketebalan dan intensitas warna yang lebih besar dibandingkan fraksi minor. Hal ini diakibatkan oleh konsentrasi fraksi mayor yang lebih tinggi dibandingkan fraksi-fraksi lainnya (Widowati dan Wijaya, 1997). KESIMPULAN Kadar senyawa organik koro komak (L. purpureus (L.) Sweet) adalah karbohidrat (67,9 %); protein (17,1 %) sehingga potensial digunakan sebagai sumber makanan dan protein alternatif. Kadar lemak cukup rendah (1,1 %) dengan kadar air 9,3 % dan kadar abu 3,6 %. Komponen polipeptida penyusun protein koro komak adalah albumin, %; globulin, %; glutelin, % sedangkan prolamin tidak teridentifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi globulin adalah globulin 7S, 3.50 % dan globulin 11S, 0.67 %. Tabel 5. Mobilitas Relatif () dan Perkiraan Berat Molekul No. Albumin Globulin Glutelin Globulin 7S Globulin 11S Fraksi 1 0, ,7 0,288 54,9 0,339 48,9 0,068 90,5 0,271 57,0 2 0,305 52,8 0,492 34,5 0,525 32,0 0,254 59,3 0,441 38,8 3 0,492 34,5 0,542 30,8 0,610 26,4 0,475 35,9 0,475 35,9 4 0,593 27,4 0,847 15,4 0,525 32,0 0,525 32,0 5 0,898 13,7 0,576 29,3 0,593 27,4 6 0,983 11,3 123

5 DAFTAR PUSTAKA Clemente, A. et al., Protein Quality of Chickpea (Cicer arietinum L.) Protein Hydrolysates. Food Chem., 67: Dieckert, J. W. and Dieckert, M. C. dalam Altschul, Aaron M and Harold L. Wilcke New Protein Foods. Orlando: Academic Press, Inc. Koswara, S Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Nielsen, N. C. dalam Aaron M. Altschul and Harold L. Wilcke New Protein Foods. Orlando: Academic Press, Inc. Pasaribu, A Pengantar Statistik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Somaatmadja, S dan van der Maesen, L. J. G Prosea Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 1 Kacang-kacangan. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama. Subagio, A Pengembangan Kekara Sebagai Sumber Protein Untuk Mencukupi Kebutuhan Pangan di Daerah Marginal. Jember: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Suhardi Kimia dan Teknologi Protein. Yogyakarta: PAU. Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Utsumi, S. and Kinsella, J. E Structure Function Relationships in Food Protein Sub Unit imteractions in Heat induced Gelation of 7S, 11S and Soy Isolate Protein. J. Agric. Food Chem., 33: Widowati, S dan Wijaya, S. K. S Isolasi dan Karakterisasi Globulin 7S dan 11S dari Sepuluh Varietas Kedelai Indonesia. Prosiding Seminar Teknologi Pangan. Zayas, J. F Functionality of Protein in Food. Berlin: Springer. 124

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

Isolation and Characterization of Rice Bran Protein Using NaOH Solution

Isolation and Characterization of Rice Bran Protein Using NaOH Solution Isolation and Characterization of Rice Bran Protein Using NaOH Solution Akyunul Jannah Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Email: akyunul_jannah2008@yahoo.com

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

NILAI NUTRISI DAN SIFAT FUNGSIONAL KESEHATAN PROTEIN RICH FLOUR (PRF) KORO KRATOK (Phaseolus lunatus L.) SKRIPSI

NILAI NUTRISI DAN SIFAT FUNGSIONAL KESEHATAN PROTEIN RICH FLOUR (PRF) KORO KRATOK (Phaseolus lunatus L.) SKRIPSI NILAI NUTRISI DAN SIFAT FUNGSIONAL KESEHATAN PROTEIN RICH FLOUR (PRF) KORO KRATOK (Phaseolus lunatus L.) SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FUNGSIONAL PROTEIN SPIRULINA PLATENSIS. FUNCTIONAL CHARACTERISTICS of PROTEIN SPIRULINA PLATENSIS SKRIPSI

KARAKTERISTIK FUNGSIONAL PROTEIN SPIRULINA PLATENSIS. FUNCTIONAL CHARACTERISTICS of PROTEIN SPIRULINA PLATENSIS SKRIPSI KARAKTERISTIK FUNGSIONAL PROTEIN SPIRULINA PLATENSIS FUNCTIONAL CHARACTERISTICS of PROTEIN SPIRULINA PLATENSIS SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang mudah didapatkan di pasar Semarang. Ikan demersal adalah ikan yang hidup di dasar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT FUNGSIONAL KACANG MERAH REBUS DENGAN VARIASI WAKTU PEREBUSAN SKRIPSI OLEH: RICHARD WANG

KARAKTERISTIK SIFAT FUNGSIONAL KACANG MERAH REBUS DENGAN VARIASI WAKTU PEREBUSAN SKRIPSI OLEH: RICHARD WANG KARAKTERISTIK SIFAT FUNGSIONAL KACANG MERAH REBUS DENGAN VARIASI WAKTU PEREBUSAN SKRIPSI OLEH: RICHARD WANG 6103009109 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KACANG MERAH HASIL PENYANGRAIAN SKRIPSI OLEH: NOVITA KRISTANTI

PENGARUH WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KACANG MERAH HASIL PENYANGRAIAN SKRIPSI OLEH: NOVITA KRISTANTI PENGARUH WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KACANG MERAH HASIL PENYANGRAIAN SKRIPSI OLEH: NOVITA KRISTANTI 6103012126 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

NILAI NUTRISI DAN FUNGSIONAL KESEHATAN PROTEIN RICH FLOUR (PRF) KORO KOMAK (Lablab purpureus (L) sweet ) SKRIPSI

NILAI NUTRISI DAN FUNGSIONAL KESEHATAN PROTEIN RICH FLOUR (PRF) KORO KOMAK (Lablab purpureus (L) sweet ) SKRIPSI NILAI NUTRISI DAN FUNGSIONAL KESEHATAN PROTEIN RICH FLOUR (PRF) KORO KOMAK (Lablab purpureus (L) sweet ) SKRIPSI Oleh: Andri Pamungkas NIM. 031710101069 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS METODE PEMISAHAN DALAM PRODUKSI ISOLAT PROTEIN NABATI BERBAHAN BAKU LOKAL

EFEKTIVITAS METODE PEMISAHAN DALAM PRODUKSI ISOLAT PROTEIN NABATI BERBAHAN BAKU LOKAL 23 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 6 No. 1 EFEKTIVITAS METODE PEMISAHAN DALAM PRODUKSI ISOLAT PROTEIN NABATI BERBAHAN BAKU LOKAL Nur Hapsari 1) dan Dedin F Rosida 2) 1) Program Studi Teknik Kimia,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein

LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein 49 7. LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein 1.1. Pembuatan Reagen Bradford Commasive Blue sebanyak 0,01 gram dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 95% kemudain ditambah asam

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Pelaksaanan Penelitian ini dilakukan di beberapa Laboratorium diantaranya : Laboratorium Biokimia dan laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN. Gambar 19. Kurva Standar Protein

7. LAMPIRAN. Gambar 19. Kurva Standar Protein 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kurva Standar Protein Larutan Bardfrod Commasive blue ditimbang sebanyak 0,01 gram kemudian dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 95% dan ditambah dengan 10 ml asam fosfor. Larutan selanjutnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ISOLAT PROTEIN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L.) TERHADAP KARAKTERISTIK CAKE

PENGARUH PENAMBAHAN ISOLAT PROTEIN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L.) TERHADAP KARAKTERISTIK CAKE PENGARUH PENAMBAHAN ISOLAT PROTEIN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L.) TERHADAP KARAKTERISTIK CAKE [Effects of Addition of Protein Isolates from Jack Bean Seed (Canavalia ensiformis L.) on the Characteristics

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE Nama (NIM) : Debby Mirani Lubis (137008010) dan Melviana (137008011)

Lebih terperinci

PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN PROTEIN DENGAN METODE BRADFORD

PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN PROTEIN DENGAN METODE BRADFORD PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN PROTEIN DENGAN METODE BRADFORD Disusun Oleh : ARGHYA NARENDRA DIANASTYA (111510501105) (Mahasiswa Penerima Beasiswa Unggulan S-1 PS. Agroteknologi Fakultas Pertanian UNEJ) PROGRAM

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr 46 47 Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr Tris base dilarutkan dalam 200 ml akuades, kemudian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU SKRIPSI Oleh : Windi Novitasari NPM. 0333010002 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEKNIS TEPUNG KORO KRATOK (Phaseolus lunatus L.) TERMODIFIKASI YANG DIPRODUKSI SECARA FERMENTASI SPONTAN

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEKNIS TEPUNG KORO KRATOK (Phaseolus lunatus L.) TERMODIFIKASI YANG DIPRODUKSI SECARA FERMENTASI SPONTAN 24 Karakteristik fisikokimia...(ahmad N, dkk) KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEKNIS TEPUNG KORO KRATOK (Phaseolus lunatus L.) TERMODIFIKASI YANG DIPRODUKSI SECARA FERMENTASI SPONTAN Ahmad Nafi',

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar I. Tujuan II. Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar Penamabahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan protein (salting in). tetapi protein akan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data Rendemen Pelet Kapang Endofit Xylaria psidii KT30. Berat sampel (pelet) setelah sentrifugase: 0,223 gram

Lampiran 1 Data Rendemen Pelet Kapang Endofit Xylaria psidii KT30. Berat sampel (pelet) setelah sentrifugase: 0,223 gram LAMPIRAN 29 30 Lampiran 1 Data Rendemen Pelet Kapang Endofit Xylaria psidii KT30 1) Kultur 1 Volume kultur awal : 350 ml Volume setelah penyaringan : 300 ml ph awal sebelum ekstraksi : 4,31 Berat sampel

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Analisa Protein Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar berbagai metode analisa protein Mahasiswa mampu memilih metode yang tepat untuk mengukur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat spreads, yang kandungan airnya lebih besar dibandingkan minyaknya. Kandungan minyak dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN JENIS LARUTAN DAN WAKTU PERENDAMAN KACANG KORO PEDANG

PENGARUH PERBEDAAN JENIS LARUTAN DAN WAKTU PERENDAMAN KACANG KORO PEDANG PENGARUH PERBEDAAN JENIS LARUTAN DAN WAKTU PERENDAMAN KACANG KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) TERHADAP SIFAT FUNGSIONAL DAN KADAR HCN TEPUNG KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) SKRIPSI OLEH: CHRISTINA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa) merupakan protein nabati yang harganya lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti daging, unggas,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

SIFAT FUNGSIONAL ISOLAT PROTEIN BLONDO (COCONUT PRESSCAKE) DARI PRODUK SAMPING PEMISAHAN VCO (VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN BERBAGAI METODE

SIFAT FUNGSIONAL ISOLAT PROTEIN BLONDO (COCONUT PRESSCAKE) DARI PRODUK SAMPING PEMISAHAN VCO (VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN BERBAGAI METODE SIFAT FUNGSIONAL ISOLAT PROTEIN BLONDO (COCONUT PRESSCAKE) DARI PRODUK SAMPING PEMISAHAN VCO (VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN BERBAGAI METODE Functional Properties of Protein Isolates of Blondo (Coconut Presscake)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cake adalah makanan yang sangat populer saat ini. Rasanya yang manis dan bentuknya yang beragam menjadikannya kian digemari oleh masyarakat. Cake dapat disajikan sebagai

Lebih terperinci

ISOLASI PROTEIN DARI AMPAS KECAP DENGAN CARA EKSTRAKSI SODA ( INSULATION OF PROTEIN FROM DREGS TASTE BY EKSTRACTION SODA )

ISOLASI PROTEIN DARI AMPAS KECAP DENGAN CARA EKSTRAKSI SODA ( INSULATION OF PROTEIN FROM DREGS TASTE BY EKSTRACTION SODA ) ISOLASI PROTEIN DARI AMPAS KECAP DENGAN CARA EKSTRAKSI SODA ( INSULATION OF PROTEIN FROM DREGS TASTE BY EKSTRACTION SODA ) Lucky Indrati Utami Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI MAKALAH PENELITIAN PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI Oleh : Arnoldus Yunanta Wisnu Nugraha L2C 005 237

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, PCR, DAN ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, PCR, DAN ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS PAGE LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, PCR, DAN ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS PAGE NAMA PRAKTIKAN : Amirul Hadi Barlian GRUP PRAKTIKAN : Grup Pagi HARI/TGL. PRAKTIKUM : Kamis, 7 November

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

APLIKASI PRODUK INTERAKSI ANTARA PROTEIN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L) DAN GUM XANTHAN DENGAN PENAMBAHAN DEXTRIN PADA PEMBUATAN CAKE SKRIPSI

APLIKASI PRODUK INTERAKSI ANTARA PROTEIN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L) DAN GUM XANTHAN DENGAN PENAMBAHAN DEXTRIN PADA PEMBUATAN CAKE SKRIPSI APLIKASI PRODUK INTERAKSI ANTARA PROTEIN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L) DAN GUM XANTHAN DENGAN PENAMBAHAN DEXTRIN PADA PEMBUATAN CAKE SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kecipir yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Bandung. Bahan kimia yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

Karakteristik Fisis Gel Edible Film yang Dibuat dengan Variasi ph dan Rasio Kasein dan Tapioka

Karakteristik Fisis Gel Edible Film yang Dibuat dengan Variasi ph dan Rasio Kasein dan Tapioka Jurnal ILMU DASAR, Vol. 15 No.1, Januari 2014: 51-58 51 Karakteristik Fisis Gel Edible Film yang Dibuat dengan Variasi ph dan Rasio Kasein dan Tapioka Physical Characteristics of Edible Film Gel Made under

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempelajari karakter protein IgG dari kolostrum sapi yang divaksin dengan vaksin AI H5N1. Standar yang digunakan sebagai pembanding pada penghitungan ukuran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI Susiana Prasetyo S. dan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN

KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN Mery Tambaria Damanik Ambarita 1 ', Nyoman Artha 2 ', Paula Andriani 31 ABSTRACT The aim of ratio of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koya adalah bubuk atau serbuk gurih yang digunakan sebagai taburan pelengkap makanan (Handayani dan Marwanti, 2011). Bubuk koya ini pada umumnya sering ditambahkan pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, konsumsi dari kelompok padi-padian masih dominan baik di kota maupun di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea)

ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea) ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea) Oleh ASWATI ELIANA 1989 FAKULTAS TEKWOLOOI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein merupakan zat yang sangat penting bagi setiap organisme serta merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EGG REPLACER DARI ISOLAT PROTEIN KEDELAI, ISOLAT PROTEIN SUSU, PATI JAGUNG, PATI KENTANG, GUAR GUM, DAN XANTHAN GUM SKRIPSI

KARAKTERISTIK EGG REPLACER DARI ISOLAT PROTEIN KEDELAI, ISOLAT PROTEIN SUSU, PATI JAGUNG, PATI KENTANG, GUAR GUM, DAN XANTHAN GUM SKRIPSI KARAKTERISTIK EGG REPLACER DARI ISOLAT PROTEIN KEDELAI, ISOLAT PROTEIN SUSU, PATI JAGUNG, PATI KENTANG, GUAR GUM, DAN XANTHAN GUM SKRIPSI Oleh: JUNI ARIO 100305056/ Ilmu dan Teknologi Pangan PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 - Januari 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan pola pangan harapan ideal seperti yang tertuang dalam PPH. Pola Pangan Harapan (PPH) merupakan rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Rancangan penelitian

Lampiran 1 Rancangan penelitian LAMPIRAN 18 19 Lampiran 1 Rancangan penelitian Cacing tanah E. foetida dewasa Kering oven vakum (Setiawan) Tepung cacing kering Ekstraksi buffer dan sentrifugasi Ekstrak kasar protease Salting-out dengan

Lebih terperinci

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret V.1 HASIL PENGAMATAN 1. TELUR PUYUH BJ = 0,991 mg/ml r 2 = 0,98 VOLUME BSA ( ml) y = 0,0782x + 0,0023 KONSENTRASI ( X ) 0,1 0,125 0,010 0,2 0,25

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah gizi yang umum melanda negara berkembang seperti Indonesia adalah malnutrisi. Malnutrisi merupakan kesalahan pangan terutama dalam ketidakseimbangan komposisi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI ISOLAT PROTEIN KEDELAI DAN XANTHAN GUM TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM

PENGARUH KONSENTRASI ISOLAT PROTEIN KEDELAI DAN XANTHAN GUM TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM PENGARUH KONSENTRASI ISOLAT PROTEIN KEDELAI DAN XANTHAN GUM TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM SKRIPSI OLEH: RIA VENIA NOKAS 6103013148 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 UJI KELARUTAN PROTEIN DALAM LARUTAN BASA Uji kelarutan protein dalam larutan basa mengikuti metode uji KOH Protein Solubility (KOH PS). Kelarutan protein dalam larutan 0,2%

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

METODE EKSTRAKSI ALKALI PADA ISOLAT PROTEIN KORO BENGUK (Mucuna pruriens)

METODE EKSTRAKSI ALKALI PADA ISOLAT PROTEIN KORO BENGUK (Mucuna pruriens) METODE EKSTRAKSI ALKALI PADA ISOLAT PROTEIN KORO BENGUK (Mucuna pruriens) A Bagus Nur Sudrajat, Nurud Diniyah, dan Riska Rian Fauziah Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI PARSIAL TELUR DENGAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN ORGANOLEPTIK CAKE BERAS SKRIPSI

PENGARUH SUBSTITUSI PARSIAL TELUR DENGAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN ORGANOLEPTIK CAKE BERAS SKRIPSI PENGARUH SUBSTITUSI PARSIAL TELUR DENGAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN ORGANOLEPTIK CAKE BERAS SKRIPSI Oleh: Ivan Wibisono 6103006041 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Isolasi Protein Darah dan Elektroforesis SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Isolasi Protein Darah dan Elektroforesis SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Isolasi Protein Darah dan Elektroforesis SDSPAGE Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 07, 14, 21, dan 28 November 2013 Nama Mahasiswa : Maya

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI DAGING BUAH PALA DENGAN AIR DAN KONSENTRASI PUTIH TELUR TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SARI DAGING BUAH PALA SKRIPSI

PENGARUH PROPORSI DAGING BUAH PALA DENGAN AIR DAN KONSENTRASI PUTIH TELUR TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SARI DAGING BUAH PALA SKRIPSI PENGARUH PROPORSI DAGING BUAH PALA DENGAN AIR DAN KONSENTRASI PUTIH TELUR TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SARI DAGING BUAH PALA SKRIPSI OLEH: MEGAWATI GUNAWAN 6103010022 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi tanaman singkong di Indonesia sangat tinggi, menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia mencapai 24.044.025 ton

Lebih terperinci