BAB I PENDAHULUAN. merupakan perbuatan yang legal atau perbuatan ilegal. Beragam pendapat muncul

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. merupakan perbuatan yang legal atau perbuatan ilegal. Beragam pendapat muncul"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aborsi masih menjadi bahan perbincangan yang hangat dan emosional di Indonesia bahkan dunia. Perbincangan tersebut mengenai apakah aborsi merupakan perbuatan yang legal atau perbuatan ilegal. Beragam pendapat muncul di kalangan masyarakat. Di satu sisi, terdapat kelompok masyarakat yang menolak kriminalisasi (dipidananya) aborsi dengan alasan aborsi merupakan bagian dari hak reproduksi perempuan untuk mencegah kelahiran yang tidak diinginkan dan/atau tidak direncanakan. Di sisi lain, terdapat kelompok masyarakat yang setuju adanya kriminalisasi (dipidananya) aborsi karena apapun alasannya aborsi merupakan perbuatan yang tidak bermoral dan bentuk tindakan pembunuhan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Terlepas dari hal tersebut, perlu diketahui bahwa angka aborsi di Indonesia dapat dikatakan cukup tinggi dan semakin hari semakin memperihatinkan. Menurut data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia pada bulan April 2014, angka aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta per tahun dan terjadi peningkatan sekitar 15% setiap tahunnya, dari jumlah tersebut kasus aborsi diantaranya dilakukan oleh remaja putri yang masih berstatus pelajar. 1 1 Pemerintah Melegalkan Aborsi?, diakses pada tanggal 2 Desember

2 2 Aborsi memang sudah menjadi rahasia umum di masyarakat dan merupakan kasus yang sulit dilacak karena pergerakannya cenderung sembunyisembunyi. Hal tersebut disebabkan karena pada dasarnya aborsi merupakan perbuatan ilegal dan dilarang di Indonesia. Larangan tersebut disertai dengan adanya faktor ancaman pidana bagi yang melakukan tindakan aborsi. Tidak hanya untuk perempuan yang melakukan tetapi juga untuk para pihak yang membujuk dan membantu pelaksanaan aborsi, dan dalam hal ini termasuk juga para penyedia jasa kesehatan (health provider). Jika dibandingkan dengan bentuk tindak pidana konvensional lain aborsi tidaklah lebih istimewa, justru jarang mendapat sorotan dan perhatian masyarakat. Hal tersebut bukan berarti kemudianaborsi sudah tidak ada lagi atau hilang di Indonesia. Dikarenakanmasih terdapat pemberitaan di media massa tentang aborsi yang terus berlangsung tersembunyi dan tidak aman bagi klien sehingga tidak sedikit perempuanindonesia yang meninggal dunia akibat kegagalan aborsi. Kenyataan tersebut sekaligus menjadi bukti bahwa aborsi sebenarnya masih marak terjadi di Indonesia. Contoh kasus aborsi yang terjadi pada bulan Desember 2015 yang dimuat dalam laman sindonews.com diantaranya, telah dilakukan penggerebekan terhadap rumah seorang dukun bayi oleh Aparat Polrestabes Surabaya di Temanggung Wetang Gang Randu, Surabaya, Jawa Timur, terkait kasus aborsi. 2 Penggerebekan tersebut bermula dari terungkapnya kasus aborsi yang dilakukan oleh dukun bayi 2 Nurul Arifin, Kasus Aborsi di Surabaya, Polisi Gerebek Rumah Dukun Bayi, pada tanggal 19 Januari 2016.

3 3 tersebut terhadap seorang gadis yang diketahui merupakan kekasih dari anak kandungnya sendiri yang hamil karena hubungan di luar pernikahan. 3 Kasus kedua terjadi di Tegal, sepasang kekasih bernama Fajar Sutrisno (21 tahun Apriliani Wulandari (20 tahun) ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Aparat Polres Tegal karena telah menggugurkan kandungan dengan menggunakan jamu seduh pelancar haid selama satu minggu. 4 Akibat dari perbuatan tersebut, Apriliani mengalami pendarahan dan harus dirujuk ke rumah sakit di wilayah Adiwerna, Tegal, Jawa Tengah. 5 Kasus lain terkait aborsi juga terjadi pada awal bulan Januari 2016 di daerah Medan, Sumatera Utara. 6 Sepasang kekasih di Medan ditangkap oleh Aparat Polda Sumatera Utara karena telah melakukan aborsi dan pembuangan bayi. 7 Tersangka diketahui melakukan aborsi sendiri di dalam kamar mandi rumahnya, setelah mengkonsumsi obat penggugur kandungan yang dibeli oleh kekasihnya dari internet. 8 Berdasarkan contoh-contoh kasus di atas, ditemukan kenyataan di masyarakat bahwa untuk melakukan aborsiterkesan semakin mudah, cara-cara yang digunakan pun sudah mengalami perkembangan pesat dan perkembangan tersebut terjadi dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari. Contohnya adalah penjualan obat aborsi yang semakin marak dan semakin mudah dijumpai di 3 Ibid. 4 Farid Firdaus, SPG di Tegal Gugurkan Kandungan Usia 4 Bulan, , diakses pada tanggal 19 Januari Ibid. 6 Jimmy Panggabean, Belum Siap Jadi Ortu, Sepasang Kekasih di Medan Nekat Aborsi, diakses pada tanggal 20 Januari Ibid. 8 Ibid.

4 4 masyarakat, bahkan ada yang dijual secara online melalui website atau media sosial. Salah satunya adalah dalam laman web Laman yang mempunyai tagline Do you have an unwanted pregnancy? This online medical abortion service helps women get a safe abortion with pills 9 ini,merupakan laman komunitas digital yang didalamnya beranggotakan perempuan yang pernah melakukan aborsi, individu, maupun organisasi yang mendukung hak perempuan untuk aborsi. Website ini juga menyediakan jasa penjualan pil aborsi berupa Mifepristone dan Misoprostol yang dikatakan sebagai metode aborsi medis yang aman bagi perempuan. 10 Pil penggugur kandungan tersebut dapat dikirimkan ke belahan dunia manapun hanya dengan mengisi pertanyaan-pertanyaan berjenjang yang diajukan secara lengkap dan pemeriksaan medis secara online. Di laman ini juga dapat dilihat dan dibaca cerita pengalaman dan testimoni dari perempuan-perempuan yang telah melakukan aborsi khususnya yang telah menggunakan bantuan pil yang dijual dari website ini. Temuan yang mengejutkan dari hasil testimoni tersebut bahwa ternyata tidak sedikit perempuan yang telah melakukan aborsi menggunakan pil yang dijual oleh women on webtanpa terkecuali perempuan Indonesia. 11 Selain itu juga sebagian dari perempuanperempuan tersebut ternyata telah melakukan aborsi berulang kali menggunakan pil tersebut dan mereka justru berterima kasih kepada laman women on web karena telah dianggap sangat membantu perempuan-perempuan tersebut 9 I Need An Abortion With Pills, diakses pada tanggal 2 Desember Ibid. 11 Ibid.

5 5 mengatasi masalahnya. 12 Untuk mendapatkan pil Mifepristone dan Misoprostol dari women on web hanya perlu membayar uang sebesar 70 (tujuh puluh euro) ataukurang lebih sebesar Rp ,00(satu juta dua puluh ribu rupiah). 13 Pada dasarnya penyebab utama seorang perempuan melakukan aborsidapat dibedakan menjadi dua penyebab. Pertama, perempuan menghendaki adanya kehamilan dan sebagian besar tidak berniat melakukan aborsi namun karena alasan medis tertentu kehamilan tersebut tidak dapat diteruskan karena dikhawatirkan akan mengancam nyawa dari si perempuan atau janin yang sedang dikandungnya. Alasan ini yang dikenal dengan Indikasi Kedaruratan Medis. Kedua, seorang perempuan melakukan aborsi dikarenakan adanya kehamilan yang tidak dikehendaki yang dapat terjadi karena berbagai alasan seperti kegagalan alat kontrasepsi atau program Keluarga Berencana (KB), merasa malu karena dianggap terlalu tua untuk mempunyai anak, perempuan tidak yakin dapat membesarkan anaknya kelak karena alasan finansial, kehamilan yang terjadi pada perempuan yang sudah berkeluarga tetapi suami tidak menghendaki kehamilan tersebut, alasan menghambat karier, hamil diluar pernikahan akibat adanya seks bebas yang kemudian pihak laki-laki tidak mau bertanggung jawab, kehamilan yang terjadi pada perempuan penghibur, dan kehamilan pada korban perkosaan Ibid. 13 Ibid. 14 Mien Rukmini dan Sutriya, 2004, Laporan Akhir Penelitian Tentang Aspek Hukum Pelaksanaan Aborsi Akibat Perkosaan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, hlm. 11.

6 6 Berdasarkan beberapa alasan tersebut, aborsi bisa terjadi karena kehamilan diluar penikahan dan kehamilan akibat korban perkosaan, yang dapat dipastikan bahwa pihak perempuan dan pihak keluarganya menolak terjadinya kehamilan karena dianggap akan menimbulkan aib keluarga, pribadi, dan lingkungan. 15 Namun kemudian, bukan berarti semua perempuan yang mengalami kehamilan diluar pernikahan dan hamil akibat perkosaan akan melakukan aborsi, karena pada praktiknya ada juga yang tetap melahirkan dan membesarkan bayi yang dikandung dengan segala risikonya terutama risiko mendapatkan sanksi secara sosial. Berkaitan dengan hal tersebut, perempuan memang sering menjadi objek tindak pidanakesusilaan seperti pelecehan seksual dan perkosaan. Sejak dulu hingga sekarang seringkali perkosaan semacam kutukan bagi seorang perempuan. 16 Artinya, perempuan bukan hanya menjadi korban fisik tetapi juga kadangkala dianiaya secara publik. 17 Pendapat tersebut muncul, karena apabila orang mendengar kasus perkosaan maka pertama-tama orang akan cenderung terlebih dahulu melihat siapa korban dari perkosaan tersebut. Orang cenderung menilai secara kepribadian dari korban apakah merupakan perempuan baik-baik atau memang perempuan yang pantas untuk diperkosa. Justru bukan dari segi siapa pelaku perkosaan dan bagaimana tabiatnya. Tentu saja melihat siapa korbannya bukan merupakan tindakan yang salah, namun menilai kepribadian dan terkesan menghakimi merupakan ketidakadilan dan cenderung menyesatkan, 15 Ibid. 16 Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, 1997, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PKBI-DIY), Yogyakarta, hlm Ibid.

7 7 karena dalam praktik bisa dilihat bahwa tidak semua kasus perkosaan itu dilatarbelakangi oleh kepribadian korban yang mengundang niat pelaku untuk melakukan tindakan perkosaan. 18 Di sisi lain dari segi perlindungan hukum pun, dinilai belum dapat memberikan perlindungan terhadap perempuan. Bertolak dari pemaparan diatas, dapat dirasakan bahwa betapa tidak mudahnya menjadi perempuan korban perkosaan. Tidak hanya dianiaya dan dirusak secara fisik, tetapi secara sosial perempuan korban perkosaan juga mendapatkan sanksi yang lebih berat. Sanksi sosial tersebutberdampak pula kepada keluarga dan lingkungannya, dan tidak dapat hilang dalam waktu yang relatif singkat. Terlebih lagi apabila dari tindakan perkosaan tersebut kemudian mengakibatkan kehamilan, maka masalah yang dihadapi oleh perempuan korban perkosaan akan semakin rumit.apakah kehamilannya akan dilanjutkan kemudian anaknya diserahkan kepada orang lain atau dipelihara sendiri, atau dinikahkan dengan pemerkosa (jika dalam hal ini pemerkosa diketahui), atau memutuskan untuk diaborsi. Jika perempuan korban perkosaan memutuskan melakukan aborsi pada kandungannya untuk menghilangkan aib pada dirinya, maka masalah hukum akan dihadapi oleh perempuan tersebut, sesuai dengan Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP yang mengatur larangan aborsi disertai ancaman pidana.dalam kasus ini, di satu sisi perempuan berkedudukan sebagai pelaku tindak pidana aborsi, namun di sisi lain perempuan sebenarnya merupakan korban dari tindak pidana lain yaitu perkosaan. Sesuai dengan kedudukannya, maka pemerintah dalam hal ini 18 Ibid., hlm. 12

8 8 mempunyai tanggung jawab dan dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu, bulan Oktober tahun 2009, diberlakukanlah Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mencabut Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tersebut memuat pengecualian larangan aborsi yaitu aborsi dapat dilakukan atas dasar indikasi kedaruratan medis dan terhadap kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis pada korban. Berdasarkan ayat (4) dalam pasal tersebut dibuat pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi sebagai peraturan pelaksanaannya. Eksistensi Pasal 75Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tersebut dianggap sebagai wujud upaya perlindungan terhadap perempuan khususnya bagi korban perkosaan. Hal tersebut tentunya harus dipastikan kebenarannya, apakah memang benar tujuan dari para pembentuk undang-undang memang demikian atau ada alasan lain yang melatarbelakangi munculnya pengecualian larangan aborsi tersebut. Kepastian tujuan dari pembentukan peraturan perundangundangan sebenarnya dapat dilihat melalui naskah akademik, risalah pembahasan, bagian konsideran, dan penjelasan umum maupun penjelasan pasal dari peraturan perundang-undangan terkait. Draf akademik berperan menjelaskan konsep penyusunan RUU, apa yang diinginkan di masa depan dari undang-undang yang hendak dibuat, serta kajian akademis ini juga diperlukan sebagai acuan di dalam merumuskan norma pengaturan, alur pikir, serta untuk pegangan dalam pembahasan. Naskah

9 9 akademik dapat membantu untuk menjelaskan faktor apa yang melandasi adanya pengecualian terhadap larangan aborsi dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 terhadap kehamilan akibat perkosaan dan tujuan adanya kebijakan tersebut, karena sebelumnya larangan aborsi telah diatur berdasarkan KUHPtanpa adanya pengecualian. Terlepas dari hal tersebut, tujuan adanya pengecualian larangan aborsi diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, yang menyatakan bahwa seorang wanita yang diperkosa dan hamil seperti sebuah hukuman. Pasalnya, wanita yang diperkosa harus mengandung 9 bulan dari bukan suaminya tetapi pria yang dibenci karena telah melakukan kekerasan terhadap dirinya. Wanita itu dipaksa harus mengandung 9 bulan, dan setelah 9 bulan harus menghidupi dan masyarakat akan mencerca karena melahirkan anak tanpa suami, sehingga hal yang demikian itu beratnya luar biasa. Menurut Nafsiah Mboi, wanita ini akan dihukum bertubi-tubi. Atas dasar itulah, pengecualian aborsi dalam Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 dibuat untuk sebuah keadilan baik dari pihak wanita dan anak yang dikandungnya. 19 Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, mengaku iba dengan korban perkosaan yang mengalami kehamilan. Oleh karena itu, diperlukan upaya perlindungan terhadap perempuan korban perkosaan yang kemudian diwujudkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 yang merupakan turunan 19 Putri Kartika. R., Soal PP Aborsi, Menkes Kasihan Wanita Diperkosa Lalu Hamil, diakses pada tanggal 2 Desember 2015.

10 10 dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, yang telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama. 20 Dengan demikian, terdapat perbedaan pengaturan mengenai aborsi di dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun Dalam KUHP, aborsi dengan jelas dilarang tanpa pengecualian, sedangkan dalam Undang-Undang Kesehatan berdasarkan ketentuan Pasal 75, 76, dan 77 aborsi boleh dilakukan jika karena ada alasan indikasi kedaruratan medis dan terhadapkehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis. Hal tersebut menunjukkan bahwa aborsi yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 bersifat dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum. Tujuan negara untuk melindungi perempuan terutama korban perkosaan tentunya tidak salah. Namun demikian, cara perlindungan dengan memperbolehkan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan tersebut dapat dinilai bertentangan dengan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam ketentuan tersebut, dengan jelas disebutkan bahwa hak asasi manusia berupa hak untuk hidup telah melekat pada anak sejak dalam kandungan atau saat masih dalam bentuk janin hingga dilahirkan. Dengan melakukan aborsi, hak untuk hidup dari janin yang dikandung oleh perempuan tersebut telah direnggut. Hal inilah kemudian yang menjadi latar belakangsikappro dan kontra terhadap adanya pengecualian larangan aborsi 20 Fahmi Firdaus, Ini Alasan Menkes Legalkan Aborsi, diakses pada hari Rabu tanggal 2 Desember 2015.

11 11 terhadap kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis pada korban. Terdapat pihak yang menolak adanya pengecualian terhadap kehamilan akibat perkosaan tersebut karena selain aborsi sama halnya dengan pembunuhan, tindakan tersebut juga dinilai melanggar hak untuk hidup janin yang dikandung oleh perempuan tersebut. Di sisi lain, terdapat pihak yang berpendapat bahwa perlu adanya pergeseran (kelonggaran) terhadap larangan keras aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan terutama apabila kehamilan tersebut dapat menyebabkan hal yang buruk terjadi pada perempuan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk penulisan hukum dengan mengangkat judul Analisis Aborsi Bagi Korban Perkosaan Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam latar belakang masalah tersebut, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa latar belakang pemikiran dari pengecualian larangan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis pada korban dalam peraturan perundang-undangan? 2. Bagaimanakah pengecualian larangan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis pada korban dikaitkan dengan hak untuk hidup pada janin di dalam kandungan?

12 12 C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian dan penulisan hukum ini, penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai, yaitu: 1. Tujuan Objektif Penelitian ini dilakukan untuk: a. Menelisik latar belakang pemikiran pengecualian larangan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis pada korban dalam peraturan perundang-undangan. b. Mengkaji pengecualian larangan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis pada korban dikaitkan dengan hak untuk hidup pada janin dalam kandungan. 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data dan mengkaji data-data tersebut, sehingga dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah yang baik berupa Penulisan Hukum, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara akademis maupun secara praktis, yaitu:

13 13 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang akademis khususnya dalam bidang hukum pidana dan perkembangannya, khususnya mengenai masalah pengaturan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan pengaturan Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya dalam upaya melindungi hak-hak anak dan perempuan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Penelitian ini sebagai wujud implementasi dan sinkronisasi dari teoriteori yang telah didapatkan selama masa perkuliahan, dengan membandingkan antara teori yang telah didapatkan tersebut dengan keadaan nyata yang terjadi dalam masyarakat (real life). b. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi masyarakat luas mengenai aborsi, perkosaan, dan Hak Asasi Manusia khususnya mengenai perkembangannya dalam pengaturan di bidang hukum pidana dan masyarakat pada saat ini. c. Bagi Penegak Hukum Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemikiran dan memberikan masukan bagi para penegak hukum seperti kepolisian, jaksa, dan hakim yang akan melaksanakan peraturan mengenai aborsi

14 14 terhadap kehamilan akibat perkosaan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun Selain itu juga diharapkan dapat memberikan masukan terhadap praktik penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. d. Bagi Pembentuk Peraturan Perundang-undangan Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada para pembentuk undang-undang dalam upaya penegakan hukum pidana khususnya mengenai perkosaan dan aborsi yang tentunya juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis untuk mengetahui keaslian penelitian di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan melalui repository online, terdapat beberapa penulisan hukum yang membahas mengenai aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan dan memiliki kemiripan dengan penulisan hukum yang penulis lakukan, antara lain: 1. Abortus Provocatus Ditinjau Dari Segi Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Kajian dari Peniadaan Hukuman Pidana) yang disusun oleh I Ketut Sukartayasa untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 pada program studi Magister

15 15 Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010 yang rinciannya sebagai berikut: 21 a. Judul Penulisan Hukum Abortus Provocatus Ditinjau Dari Segi Hukum Pidana dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Kajian dari Peniadaan Hukuman Pidana). b. Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah pengaturan abortus provocatus di dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan? 2) Abortus provocatus yang bagaimanakah yang dapat ditiadakan hukuman pidananya? c. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan tegas melarang semua jenis aborsi tanpa memandang alasan-alasan yang digunakan dalam melakukan tindakan abortus, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memperbolehkan melakukan abortus provocatus apabila didasarkan atas adanya indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis. Apabila seseorang dengan sengaja melakukan tindakan abortus tanpa ada indikasi tersebut maka dapat dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling 21 I Ketut Sukartayasa, 2010, Abortus Provocatus Ditinjau Dari Segi Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Kajian dari Peniadaan Hukuman Pidana), Tesis, Magister Hukum Kesehatan UGM, Yogyakarta.

16 16 banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). Pasal 76 dalam Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu digali lebih mendalam lagi agar tidak menimbulkan multi penafsiran yang dapat menimbulkan kekeliruan dalam implementasi di lapangan. 2. Dekriminalisasi Aborsi Bagi Korban Perkosaan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi Ditinjau Dari Viktimologi yang disusun oleh Paramitha Angelina untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 pada program studi Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015 yang rinciannya sebagai berikut: 22 a. Judul Penulisan Hukum Dekriminalisasi Aborsi Bagi Korban Perkosaan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi Ditinjau Dari Viktimologi. b. Rumusan Masalah 1) Bagaimana pandangan para pihak yang mewakili Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, serta Himpunan Psikolog Indonesia terkait dekriminalisasi aborsi bagi korban perkosaan yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi? 22 Piramitha Angelina, 2015, Dekriminalisasi Aborsi Bagi Korban Perkosaan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi Ditinjau Dari Viktimologi, Tesis, Magister Ilmu Hukum UGM, Yogyakarta.

17 17 2) Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari dekriminalisasi aborsi, baik bagi perempuan yang menjadi korban tindak pidana perkosaan, maupun anak yang ada di dalam kandungannya, ditinjau dari hak asasi manusia dan kepentingan korban? c. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa belum ada kesepakatan atau persamaan pendapat antara health provider, psikolog, dan penyidik Kepolisian Republik Indonesia tentang dekriminalisasi aborsi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi dan dampak yang ditimbulkan masih menjadi perdebatan antar kalangan. Selain itu, dekriminalisasi aborsi dinilai oleh penulis tidak memenuhi unsur filosofis karena mengorbankan nilainilai yang terkandung dalam Pancasila, sehingga diperlukan adanya kajian viktimologi yang mendalam melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terhadap dekriminalisasi aborsi bagi korban perkosaan dengan mempertimbangkan kepentingan perempuan dan anak secara seimbang. 3. Kajian Terhadap Legalisasi Aborsi Pada Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang disusun oleh Emmiryzan untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum UGM tahun 2015 yang rinciannya sebagai berikut: Emmiryzan, 2015, Kajian Terhadap Legalisasi Aborsi Pada Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.

18 18 a. Judul Penulisan Hukum Kajian Terhadap Legalisasi Aborsi Pada Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Rumusan Masalah 1) Faktor- faktor apakah yang mendorong pengambilan kebijakan legalisasi aborsi bagi korban perkosaan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan? 2) Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan terkait kewenangan kepolisian dalam rangka menjalankan legalisasi aborsi bagi korban perkosaan? c. Kesimpulan Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa secara yuridis diperbolehkan bagi perempuan yang menjadi korban tindak pidana perkosaan, namun pelegalan tersebut juga diiringi peraturan dan tahapan yang sangat ketat. Selain itu adanya faktor yang menghambat pelaksanaan dari peraturan ini adalah dari segi penyidik tidak kooperatifnya korban tindak pidana perkosaan dalam proses penyidikan dalam rangka untuk mengambil tindak lanjut yang berkaitan dengan kasus perkosaan, belum adanya tim terpadu yang bertugas sebagai pendamping korban saat proses penyidikan, dan belum adanya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian kepada warga masyarakat yang berkaitan dengan cara menghadapi kasus perkosaan.

19 19 Berdasarkan pengamatan penulis terhadap ketiga penelitian hukum di atas terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi rumusan masalah, tujuan penelitian, cakupan pembahasan, tinjauan pustaka, dan kesimpulan. Penelitian hukum yang akan penulis lakukan lebih fokus membahas tentang latar belakang pemikiran dari pengaturan aborsi bagi perempuan korban perkosaan. Selain itu penulis juga menitikberatkan pada pengkajian terhadap pengaturan aborsi bagi perempuan korban perkosaan yang kemudian dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang melekat pada janin dan perempuan korban perkosaan itu sendiri serta dikaitkan dengan tujuan adanya peraturan tersebut sebagai upaya perlindungan terhadap perempuan. Dengan demikian nantinya dapat diperoleh kesimpulan mengenai hal-hal apa saja yang menjadi latar belakang pemikiran dari pengaturan aborsi bagi perempuan korban perkosaan, bagaimanakah pengaturan tersebut dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia,dan apakah pengaturan aborsi bagi perempuan korban perkosaan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 merupakan langkah tepat pemerintah sebagai upaya perlindungan terhadap perempuan dan dapat dilaksanakan dengan baik di lapangan. Selain itu diharapkan dari penelitian ini dapat diperoleh upaya penyelesaian yang tepat bagi perempuan korban perkosaan. F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan dari Penulisan Hukum ini, disusun sebagai berikut:

20 20 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah yang berisi tentang akar permasalahan yang dikaji dalam penulisan, rumusan masalah yang berisi masalah-masalah apa saja yang ingin dicari jawabannya dalam penulisan ini, tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi gambaran atau tinjauan umum mengenai perkosaan menurut KUHP, aborsi menurut KUHP dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, Hak Asasi Manusia (HAM), dan tinjauan umum tentang korban. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi jenis penelitian yang dilakukan, bahan-bahan penelitian yang terdiri dari data primer dan data sekunder, cara dan alat yang digunakan untuk memperoleh bahan penelitian, metode yang digunakan dalam analisis data, dan penjelasan mengenai jalannya penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi analisis dari hasil pengolahan data dan pembahasan mengenai latar belakang dari pengecualian larangan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis dan pembahasan mengenai pengecualian tersebut dikaitkan dengan hak untuk hidup janin dalam kandungan.

21 21 BAB V PENUTUP Bab ini terdiri dari dua sub bab, sub bab pertama adalah kesimpulan yang berisi jawaban penulis terhadap permasalahan yang diteliti berdasarkan analisis dari data-data yang diperoleh selama penelitian, baik yang bersumber dari kepustakaan maupun dari narasumber. Sub bab kedua adalah saran yang berisi masukan dari penulis untuk pihakpihak yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang pengguguran kandungan atau aborsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1, aborsi /abor.si/ berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Aborsi disebut juga dengan istilah Abortus Provocatus. Abortus provocatus adalah pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena adanya perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi (pengguguran kandungan). Maraknya aborsi dapat diketahui dari berita di surat kabar atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. Sebenarnya kekerasan terhadap perempuan sudah lama terjadi, namum sebagian masyarakat belum

Lebih terperinci

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 26 PENDAHULUAN Pengertian aborsi menurut hukum adalah tindakan menghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Hukum Aborsi Akibat Perkosaan Aborsi akibat perkosaan merupakan permasalahan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Angga Indra Nugraha Pembimbing : Ibrahim R. Program Kekhususan: Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract: The rise of

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA A. Pembantuan Dalam Aturan Hukum Pidana 1. Doktrin Pembantuan dalam Hukum Pidana Dalam pembantuan akan terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada manusia secara alami sejak ia di lahirkan, bahkan jika kepentingannya dikehendaki, walaupun masih dalam kandungan

Lebih terperinci

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018 KAJIAN KRITIS DAN REKOMENDASI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (R-KUHP) YANG MASIH DISKRIMINATIF TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SERTA MENGABAIKAN KERENTANAN

Lebih terperinci

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI Oleh : Putu Mas Ayu Cendana Wangi Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan BAB V PENUTUP Berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Pada dasarnya perkembangan hukum mengenai aborsi di Indonesia sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, hamil di luar nikah sering terjadi. Hal ini dikarenakan anak-anak muda jaman sekarang banyak yang menganut gaya hidup seks bebas. Pada awalnya para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai moral yang ada di dalam masyarakat kita semakin berkurang. Pergaulan bebas dewasa

Lebih terperinci

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN 52 BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN A. Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dalam pembukaan Undang-undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Setiap orang berhak atas kehidupan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aborsi adalah pembunuhan janin yang di ketahui oleh masyarakat yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi dibedakan antara aborsi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang ada di sekitarmya, seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan juga faktor

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van 138 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kewenangan untuk menentukan telah terjadinya tindak pidana pemerkosaan adalah berada ditangan lembaga pengadilan berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Yogyakarta adalah Daerah Istimewa yang terletak di tengah pulau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Yogyakarta adalah Daerah Istimewa yang terletak di tengah pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta adalah Daerah Istimewa yang terletak di tengah pulau Jawa yang terkenal dengan kebudayaan,wisata,dan banyaknya orang yang datang ke Yogya dengan

Lebih terperinci

Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina

Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina Masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia semakin mencapai tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai khalifah dimuka bumi ini dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi. Manusia memiliki perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban pemerkosaan di Indonesia merupakan hal yang sangatlah menarik untuk dibahas karena terdapat dualisme pemahaman

Lebih terperinci

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2 PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2 ABSTRAK Pengguguran kandungan (aborsi) selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun tidak resmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai calon generasi penerus mempunyai jiwa yang bergejolak, semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi dan dapat memanfatkan masa remajanya dengan

Lebih terperinci

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB XX KETENTUAN PIDANA Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah

I. PENDAHULUAN. yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aborsi saat ini dilakukan bukan hanya untuk menyelamatkan jiwa sang ibu namun dapat dilakukan karna ibu tidak menghendaki kehamilan tersebut. Kehamilan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material 1. Maka jika dua

BAB I PENDAHULUAN. membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material 1. Maka jika dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya Tuhan menciptakan setiap manusia berpasangpasangan, Tuhan yang mempertemukan dan menyatukan dua insan agar dapat berbagi suka dan duka dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam PIT PDFI, Balikpapan 9-10 September 2015 Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam Budi Sampurna amanat UU 36/2009 Frasa kesehatan reproduksi muncul di pasal 48

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Urgensi politik hukum

I. PENDAHULUAN. pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Urgensi politik hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik hukum pada dasarnya merupakan arah hukum yang akan diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya dapat berupa pembuatan hukum baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dan lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dan lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan embrio dari masyarakat oleh karena itu tujuan dari kehidupan dalam keluarga adalah untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup di dalam masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI TENAGA KESEHATAN DAN PENYELENGGARA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM TINDAKAN

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN. A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN. A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan juga mengatur mengenai masalah pengguguran

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan dan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN. A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun

BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN. A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi Sebelum adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ABORSI KARENA KEDARURATAN MEDIS MENURUT PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Aborsi dan Kegagalan Kontrasepsi IUD 1

Aborsi dan Kegagalan Kontrasepsi IUD 1 Aborsi dan Kegagalan Kontrasepsi IUD 1 Budi Wahyuni 2 I. Pendahuluan. Belum lama ini di New York telah berlangsung sebuah pertemuan yang diprakarsai oleh PBB untuk mengevaluasi implementasi kesepakatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh Pemberi

I. PENDAHULUAN. manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh Pemberi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan modernisasi pada saat ini berdampak negatif pada para remaja yang tidak mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal.

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya Penulis akan

BAB III. PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya Penulis akan 52 BAB III. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya Penulis akan memberikan beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan sebagai berikut : Ditinjau dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini,

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kriminologi Bonger, memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, Bonger

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap

Lebih terperinci

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan : Pengertian Abortus (aborsi). Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam konteks itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum berfungsi untuk mengatur seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang didalamnya terdapat berbagai hubungan dari sebuah masyarakat tertentu yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat. Yogyakarta melakukan upaya-upaya sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat. Yogyakarta melakukan upaya-upaya sebagai berikut: 61 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam penulisan hukum ini, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergaulan bebas sebagai pengaruh efek global telah mempengaruhi perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi. Pergaulan bebas

Lebih terperinci

TAK ADA PILIHAN RINTANGAN ATAS KESEHATAN REPRODUKTIF DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF

TAK ADA PILIHAN RINTANGAN ATAS KESEHATAN REPRODUKTIF DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF TAK ADA PILIHAN RINTANGAN ATAS KESEHATAN REPRODUKTIF DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF Amnesty International Publications Pertama diterbitkan pada tahun 2010 oleh Amnesty International Publications Sekretariat

Lebih terperinci

TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN Oleh : Clifford Andika Onibala 2

TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN Oleh : Clifford Andika Onibala 2 TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 1 Oleh : Clifford Andika Onibala 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan

Lebih terperinci

Tujuan pembangunan suatu negara adalah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya supaya mereka dapat hidup baik dan sejahtera. Untuk itu pembangunan

Tujuan pembangunan suatu negara adalah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya supaya mereka dapat hidup baik dan sejahtera. Untuk itu pembangunan PENDAHULUAN 1 Tujuan pembangunan suatu negara adalah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya supaya mereka dapat hidup baik dan sejahtera. Untuk itu pembangunan harus mencakup dua aspek yaitu aspek fisik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali terjadi ketidakharmonisan, pertentangan dan perbedaan pendapat yang sering berujung pada kekerasan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Memiliki anak adalah dambaan sebagian besar pasangan suami istri. Anak sebagai buah cinta pasangan suami-istri, kelahirannya dinantikan. Dalam usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kejahatan yang semakin marak terjadi di kalangan masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kejahatan yang semakin marak terjadi di kalangan masyarakat, dimana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan terhadap Anak yang dilakukan selama ini belum memberikan jaminan bagi Anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terhadap anak. Anak adalah anugerah tidak ternilai yang dikaruniakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan

Lebih terperinci

PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN

PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN Rika Susanti TINJAUAN PUSTAKA Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas E-mail: ifaua@yahoo.com Abstrak Pada survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah Allah Yang Maha Kuasa yang merupakan calon generasi

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah Allah Yang Maha Kuasa yang merupakan calon generasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Anak adalah anugerah Allah Yang Maha Kuasa yang merupakan calon generasi penerus bangsa yang masih dalam masa perkembangan fisik dan mental. Terkadang anak mengalami

Lebih terperinci

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009. ABORSI OLEH KORBAN PEMERKOSAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Oleh : Agus Jerry Suarjana Putra AA. Istri Ari Atu Dewi Bagian

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh HERNIWATI, SH. A

ABSTRAK. Oleh HERNIWATI, SH. A MASA GESTASI DALAM HUBUNGAN LEGALITAS ABORSI AKIBAT PERKOSAAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI MENURUT TINJAUAN NORMATIF Oleh HERNIWATI, SH. A. 2021131026

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan negara Indonesia seperti dirumuskan dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan negara Indonesia seperti dirumuskan dalam Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara Indonesia seperti dirumuskan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci