PEMETAAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO REZA PRADIPTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMETAAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO REZA PRADIPTA"

Transkripsi

1 PEMETAAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO REZA PRADIPTA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PEMETAAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO REZA PRADIPTA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 RINGKASAN REZA PRADIPTA. Pemetaan Distribusi Suhu Permukaan Sebagai Dasar Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Sidoarjo. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI Kabupaten Sidoarjo mendapat limpahan pengembangan ekonomi akibat letaknya yang berbatasan dengan Kota Surabaya. Kebutuhan ruang yang meningkat memungkinkan untuk mengubah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Sidoarjo menjadi areal perdagangan, industri maupun permukiman penduduk serta dapat berakibat pada suhu yang semakin meningkat pula. Dengan diketahuinya hubungan antara suhu permukaan dengan jarak ke RTH di Kabupaten Sidoarjo, RTH di Kabupaten Sidoarjo diharapkan mampu berperan maksimal dalam memodifikasi suhu udara kota. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan membangun model hubungan jarak antara RTH terhadap suhu permukaan serta memberikan alternatif pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menggunakan penginderaan jauh dengan menggunakan satelit Landsat 7 ETM. Pengolahan citra satelit dilakukan untuk menentukan klasifikasi penutupan lahan dan estimasi suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Pada penutupan lahan berupa RTH (rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang) dilakukan penghitungan jarak dengan menggunakan prinsip euclidean distance. Dengan demikian, fungsi RTH pada penelitian ini merupakan fungsi jarak antar kelas vegetasi. Analisis regresi dilakukan untuk menghubungkan suhu permukaan, rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh model dengan persamaan y = 28,7 + 0,00348 x 1 + 0,593 Ln x 2 + 0,565 Ln x 3 dengan y adalah suhu permukaan, x 1 adalah jarak titik amatan terhadap rumput dan semak, x 2 adalah jarak titik amatan terhadap ladang dan x 3 adalah jarak titik amatan terhadap vegetasi jarang. Dalam persamaan ini vegetasi rapat tidak berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan diduga karena tersebarnya secara dominan persawahan dan perladangan serta luasan vegetasi rapat yang cukup kecil. Alternatif pengembangan RTH sebaiknya dilakukan pada lokasi dengan suhu permukaan tinggi yakni kawasan sekitar PT Tjiwi Kimia, Kecamatan Sidoarjo dan Waru, jalur by pass kendaraan Krian-Tarik, serta jalan sekitar kawasan semburan lumpur Porong. Pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo dilakukan dengan penanaman pohon, pembuatan taman vertikal pada pekarangan rumah, penanaman dan pengkayaan jenis RTH sempadan sungai, penanaman dan pengkayaan jenis pada RTH jalur kendaraan serta pembuatan taman vertikal di lokasi perkantoran ataupun industri. Kata kunci : Penginderaan jauh, RTH, suhu permukaan.

4 SUMMARY REZA PRADIPTA. Surface Temperature Distribution Mapping Basal Green Space Development on Sidoarjo Regency. Under Supervision of LILIK BUDI PRASETYO and SITI BADRIYAH RUSHAYATI Sidoarjo Regency had an surplus economic development due to its location boundary with Surabaya City. The increased space requirement allows for changing the green space in Sidoarjo Regency to be a trade area, industrial and residential area and may result in increasing the temperature too. With discovery of the relation between surface temperature with the green space distance in Sidoarjo Regency, green space at Sidoarjo Regency is expected can get maximal role in modify city air temperature. The research aims is to assess and build the relationship models between the green space distance with surface temperature and provide an alternative green space development in Sidoarjo Regency. The used method to achieve this goal is remote sensing using Landsat 7 ETM satellite. Satellite image processing is done to determine the land cover classification and surface temperature estimation in Sidoarjo Regency. On the land cover like green space (grass and bush, rice field, farm, close vegetation, rare vegetation) the distance was calculated using the euclidean distance principle. In addition, the function of green space in this research is a function of the distance between vegetation classes. Regression analysis had used to relate the surface temperature, grass and bush, rice field, farm, close vegetation and rare vegetation. Based on analytical result had obtained a model with equation y = 28,7 + 0,00348 x 1 + 0,593 Ln x 2 + 0,565 Ln x 3 with y is the surface temperature, x 1 is a distance of observation point to grass and bush, x 2 is a distance of observation point to farm and x 3 is a distance of observation point to rare vegetation. In this equation, close vegetation does not affect significantly to surface temperature because the rice fields and farming are spread and the close vegetation area is quite small. Alternative green space development is should be done on location with a high surface temperature which the area is around PT Tjiwi Kimia, Sidoarjo and Waru district, Krian-Tarik by pass roads, and roads around the area of Porong mudflow. Green space development at Sidoarjo Regency was done by planting trees, creating a vertical garden on home yard, planting and enriching the river border green space, planting and enriching green space of roads and creating a vertical garden at the office or industrial site. Keywords: Remote sensing, green space, surface temperature.

5 PERNYATAAN Bismillahhirrahmanirrahim. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Esa, saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Distribusi Suhu Permukaan Sebagai Dasar Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Sidoarjo adalah hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dalam penyusunannya dan belum pernah dipergunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2012 Reza Pradipta NIM. E

6 Judul Skripsi : Pemetaan Distribusi Suhu Permukaan Sebagai Dasar Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Sidoarjo Nama : Reza Pradipta NIM : E Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc NIP Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan seluruh karunia, rahmat dan hidayah-nya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi dapat berjalan lancar. Skripsi ini memuat pokok bahasan mengenai kondisi suhu permukaan serta kondisi jarak antara Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Sidoarjo. Seluruh hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi RTH serta menjadi pertimbangan bagi pengembangan dan pengelolaan RTH di Kabupaten Sidoarjo. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan orang lain. Bogor, April 2012 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 25 April 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Abe Suprihatin dan Sri Suparti. Penulis melakukan pendidikan di SDN Pabean 3, Sedati kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Waru Sidoarjo. Penulis melanjutkan studinya di SMAN 2 Surabaya dan pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah menjadi ketua lorong 9 di asrama TPB IPB gedung C1 pada Selama menjadi mahasiswa penulis aktif berkegiatan di Uni Konservasi Fauna (UKF), pada menjadi anggota Departemen Infokom UKF dan pada penulis menjadi ketua Departemen Infokom UKF. Penulis pernah menjadi panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) Fakultas Kehutanan pada tahun 2009 dan 2010 serta menjadi anggota tim Sepakbola Fakultas Kehutanan di tahun 2010 dan Penulis pernah mendapatkan hibah dana dari program Mahasiswa Wirausaha (PMW) 2010 untuk usaha Es Krim Madu. Penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa daerah, Himpunan Mahasiswa Surabaya Gresik Sidoarjo Mojokerto (Himasurya plus), menjadi ketua Departemen Olahraga dan Seni pada dan pada kepengurusan menjadi ketua umum Himasurya plus. Penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Papandayan-Cagar Alam (CA) Leuweung Sancang, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Perhutani unit III KPH Cianjur, penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional (TN) Gunung Merbabu. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi berjudul Pemetaan Distribusi Suhu Permukaan Sebagai Dasar Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Sidoarjo di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si terima ksih atas segala bimbingan dan arahannya. 2. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc selaku ketua pada sidang komprehensif dan moderator pada seminar penelitian serta Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS selaku wakil penguji dari Departemen Silvikultur, terima kasih atas masukan yang diberikan. 3. Kepada seluruh staf Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jawa Timur, Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Sidoarjo, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Sidoarjo, Badan Perencanaan Daerah Sidoarjo, Stasiun Meteorologi Juanda, Badan Pusat Statistik Sidoarjo, serta Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Kemendagri RI terima kasih atas bantuan yang diberikan. 4. Keluarga besar yang selalu penulis banggakan, ibu bapakku, Sri Suparti dan Abe Suprihatin, kakak Ryan Wicaksono dan adik Citra Delonix Regia. Inilah persembahan kecil penulis untuk kalian. 5. Putri Yasmin Nurul Fajri, Age Kridalaksana, Erlina Yanti, yang selalu membantu dari masa pembuatan proposal hingga pengolahan data. Kak Adi 38, Rifda, terima kasih atas pinjaman peralatan dan bantuan selama penelitian. 6. Penghuni kontrakan IC Balio 33b: Rizki A Pambudi, John S Lembong, Sony S Budiawan, Akrom Mubarok, Mufti F Barri, Rizki Mohfar, dan Niku Khoiru Graito Utomo terima kasih atas kebersamaan dan motivasi selama ini. Kuntoro Bayu Aji 41, Raden Yosi ZM 41, Dwi Suryana 41, Andhy P Sayogo 41, Entol M Aaf Afnan 41, Heri Sudarno 41, Andi N Cahyana 41 dan M Faesal R Khakim 41 terima kasih telah banyak menceritakan pengalaman dan memberi inspirasi. 7. Teman-teman Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial: Irham Fauzi, Angga Zaelani, Sri Gosleana, I Made Haribhawana, yang banyak memberi ilmu baru. Agus Prayitno, Age I Pertiwi, Ardi C Yunianto, Mahdi, Caca & Muis 43 terima kasih atas saran yang diberikan. 8. Teman teman di Omda Himasurya plus: Sudi, Julianto, Mita, Ita, Kuswanto, Winda, Nandya, Mahardi, Bergas dan Miftachu mari kita bangun tanah

10 kebanggaan kita. Helga, Haryo, Endita, Laras, Ruli, Davidia, Indira, Mas Rofik, Mbak Sika terima kasih selalu mengingatkan penelitian ini. 9. Teman teman di UKM Uni Konservasi Fauna: Hana, Dini, Agung, Bang Ucok. Kepada tim redaksi Animal Eyes: Yeni, Reyna, Peni, Heri, Dika, Nurol, Aidell, Nanang, Erry Kurniawan, Pakde Fatkurrahman, terima kasih mau bertukar pikiran mengajari tulisan tersebut. Juli, Risma, Mastika, Sifa 3, terima kasih untuk ilmu yang diberikan. 10. Keluarga besar KSHE 44 KOAK: Asih, Choirunnisa, Gita, serta Gigih selamat berjuang. Terima kasih untuk Indah Sulistin Rahayu, Rona, Irvan, Dinar, Metha, Neina, Rahmi, Brigitta, Dewanti, Teman BCR Seruni dan Sarlita, Teman Gebyar AK , Tim PKL Merbabu 2011, dan Zulfikri teman dari masa TPB penulis. Terima kasih untuk Hireng Ambaraji, Nini Sriani, Windy Mardiqa Riani, Atik Wuryani, atas pengalamannya menjalankan wirausaha EDU Honey ice cream. 11. Teman-teman FAHUTAN 44 Langau: Erry Wicaksono, Aditya Pradhana, Andrie Ridzki, Rian Slamet, Novan Indra terima kasih atas masukan yang diberikan. Tantri Janiatri, Vivi Selviana, Eri Septyawardani, IP Arimbawa, dan semua teman di Laboratorium Remote Sensing MNH, terima kasih telah berbagi ilmu. Terima kasih untuk Nur Samsi Irawan, Rizki Saputra, Jayus, Renato, Teman BCR AK 7 Annonaceae, Temen P2EH, Teman P2H, A Purwaningsih dan M Nuswantari. 12. Bu Evan, Bu Ratna, A Dudi, Mas Saipul, Babeh serta semua staf, pegawai dan mamang bibi di Fakultas Kehutanan, terima kasih atas bantuan yang diberikan. Nono GFM, Guntur & Arif ARL44, Ikin ARL46, Anang & Bagus FKH, N Rahmadiyanti serta Yohanna Dalimunthe terima kasih telah banyak memberi inspirasi. 13. Semua Guru dari TK, SD, SMP dan SMA yang telah mengajarkan penulis serta semua teman di kompleks Pabean Asri dan teman dari TK, SD, SMP, SMA, terima kasih untuk Egisa T Maris, Arlingga T dan SN Prawindrijo. 14. Keluarga di Cikaret Bogor, Tangerang dan Jakarta: Om Kris, Tante Farah, Anne Erythriana, Mbah Jumali, Om Teguh, Bule Leli, Om Saring dan Bule Tika. Terima kasih telah memberi dukungan dan kesediannya menampung penulis. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih.

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Suhu Permukaan Ruang Terbuka Hijau Penginderaan Jauh Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Studi Suhu Permukaan... 7 BAB III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Pengolahan Citra Satelit Landsat Perbaikan citra (image restoration) Pemotongan citra (subset image) Klasifikasi citra (image classification) Pengolahan citra landsat band 6 untuk estimasi suhu permukaan Penentuan Jarak dengan Metode Euclidean Distance Pembuatan Model Survey Lapangan BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kondisi Fisik Lingkungan Topografi... 16

12 4.2.2 Kondisi iklim Geologi Keadaan Penduduk BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo tahun Distribusi Suhu Permukaan Suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo Distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo tahun Hubungan suhu permukaan dengan tutupan lahan Penentuan Pengaruh Jarak Jangkau Ruang Terbuka Hijau terhadap Suhu Permukaan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

13 DAFTAR TABEL No. Halaman 1 Aplikasi dan saluran spektral (band) thematic mapper Konstanta K1 dan K2 untuk Landsat 5/TM dan Landsat 7/ETM Distribusi tutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo tahun Hubungan suhu permukaan dengan lahan RTH di Kabupaten Sidoarjo Rencana pengembangan RTH... 40

14 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1 Peta wilayah administrasi Kabupaten Sidoarjo Diagram alir tahapan penelitian Tambak di wilayah Waru (kiri) dan Sungai Porong (kanan) Lahan terbangun di Kecamatan Sedati Sawah di Kecamatan Balongbendo (kiri) dan Prambon (kanan) Ladang jagung di Kecamatan Balongbendo dan ladang tebu di Kecamatan Krian Rumput di kawasan Bandara Udara Juanda, Kecamatan Sedati Jalur hijau jalan di Kecamatan Sidoarjo dan Kecamatan Buduran Kawasan lumpur Lapindo, Kecamatan Porong Hutan rapat di Kecamatan Sidoarjo dan arboretum Balai KSDA Kementrian Kehutanan Jawa Timur di Kecamatan Sedati Peta kasifikasi tutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Peta distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo Grafik suhu permukaan pada berbagai tipe penutupan lahan Peta sebaran titik amatan pengukuran jarak Uji kenormalan residual model 1 terhadap suhu permukaan Taman atap di kawasan Bandara Udara Juanda, Kecamatan Sedati

15 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1 Uji akurasi klasifikasi lahan Penutupan lahan per wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo tahun Data pembuatan model Data validasi model Analisis regresi lahan RTH terhadap suhu permukaan Alternatif tanaman dan ilustrasi untuk pengembangan RTH... 62

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mengalami perkembangan pesat terutama di bidang industri, perdagangan, dan jasa. Hal ini disebabkan oleh letak Kabupaten Sidoarjo berbatasan dengan Kota Surabaya yang menyebabkan Kabupaten Sidoarjo mendapat limpahan pengembangan ekonomi akibat hubungan kegiatan perekonomian antara Kabupaten Mojokerto, Malang, dan Pasuruan dengan Kota Surabaya. Kegiatan pembangunan dilakukan seiring perekonomian yang meningkat sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu. Selain itu, pembangunan yang terjadi dapat menyebabkan berubahnya iklim mikro kota yang berpengaruh terhadap kenyamanan setiap penduduk Kabupaten Sidoarjo. Luas total wilayah Kabupaten Sidoarjo sebesar ,25 ha. Pada akhir tahun 2009, berdasarkan data dari registrasi penduduk, jumlah penduduk di Kabupaten Sidoarjo sebanyak jiwa. Jumlah penduduk yang padat akan mengakibatkan kegiatan pembangunan semakin meningkat serta dapat berakibat pada suhu yang semakin meningkat pula. Alikodra dan Syaukani (2004) menjelaskan bahwa kepadatan penduduk yang amat tinggi telah menekan lingkungan hidup yang amat mencemaskan. Hal ini akan berdampak pada lingkungan yang akan semakin terdegradasi, miskin hutan, pekat pencemaran dan hilangnya keanekaragaman jenis. Kebutuhan ruang di Kabupaten Sidoarjo turut meningkat seiring dengan kegiatan pembangunan di bidang ekonomi dan meningkatnya pertambahan penduduk. Pemenuhan kebutuhan ruang bagi kegiatan perekonomian dan penduduk Kabupaten Sidoarjo kemungkinan besar dapat mengubah Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi areal perdagangan, industri maupun permukimanpermukiman penduduk. Dengan berkurangnya RTH akan dapat mengakibatkan semakin meningkatnya suhu udara kota. Rijal (2008), menyebutkan bahwa pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, baik yang disebabkan oleh kelahiran maupun angka urbanisasi, serta pertambahan sarana dan prasarana

17 2 pendukung berakibat terhadap penggunaan lahan yang pada akhirnya akan menggeser daerah RTH kota. Ruang Terbuka Hijau memiliki kemampuan untuk menurunkan suhu udara. Moniaga (2008) menyebutkan bahwa RTH memiliki fungsi secara ekologi dalam ameliorasi iklim. RTH dapat memodifikasi suhu, dimana daun-daun tanaman menyerap sinar matahari kemudian mengubah gas CO 2 dan air menjadi karbohidrat dan O 2. Vegetasi pada RTH menguapkan uap air sehingga suhu di bawah tegakan pohon menjadi rendah dibandingkan di luar tegakan pohon. Keberadaan RTH yang penting ini kurang mendapat perhatian, terutama dalam tata letak penempatannya. Dengan diketahuinya lokasi-lokasi yang tepat dalam penempatan RTH, fungsi RTH dapat dimaksimalkan dalam memodifikasi suhu udara kota serta meredam panas. Penentuan jarak antar RTH perlu diketahui sehingga fungsi RTH dapat efektif dalam menciptakan iklim mikro. Hubungan antara suhu permukaan dengan jarak ke RTH di Kabupaten Sidoarjo dilakukan dengan teknik penginderaan jauh. Pendugaan penentuan jarak antar RTH dilakukan, serta sebaran suhu permukaan dipetakan. Dengan diketahuinya hubungan antara suhu permukaan dengan jarak ke RTH di Kabupaten Sidoarjo, diharapkan dapat memberikan rekomendasi mengenai tata letak RTH yang akan direncanakan sehingga RTH di Kabupaten Sidoarjo mampu berperan maksimal dalam memodifikasi suhu udara kota. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan membangun model hubungan jarak antara RTH terhadap suhu permukaan serta memberikan alternatif pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan untuk vegetasi dapat dipandang sebagai suhu permukaan kanopi tumbuhan dan pada tubuh air merupakan suhu dari permukaan air tersebut. Ketika radiasi melewati permukaan suatu obyek, fluks energi tersebut akan meningkatkan suhu permukaan obyek. Hal ini akan meningkatkan fluks energi yang keluar dari permukaan benda tersebut. Energi panas tersebut akan dipindahkan dari permukaan yang lebih panas ke udara di atasnya yang lebih dingin. Sebaliknya, jika udara lebih panas dan permukaan lebih dingin, panas akan dipindahkan dari udara ke permukaan di bawahnya (Rosenberg 1974 diacu dalam Fajri 2011). Vogt (1996) diacu dalam Prasasti (2004) mengatakan, suhu permukaan merupakan salah satu parameter kunci bagi neraca energi di permukaan dan juga merupakan parameter klimatologis yang utama. Suhu permukaan dapat mengendalikan fluks energi gelombang panjang yang kembali ke atmosfer dan sangat tergantung pada keadaan parameter permukaan lainnya, seperti albedo, kelembaban permukaan, kondisi dan tingkat penutupan vegetasi. Respon suhu permukaan sangat ditentukan oleh radiasi matahari yang datang pada permukaan, dan oleh parameter-parameter yang berhubungan dengan kondisi permukaan serta atmosfer seperti kelembaban tanah, termal inersia dan albedo. Pada permukaan bervegetasi, suhu permukaan kanopi secara tidak langsung dikendalikan oleh ketersediaan air pada mintakat (zone) perakaran dan secara langsung oleh evapotranspirasi (Carlson 1986 diacu dalam Prasasti 2004). Konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu ditambah dengan adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota yang padat menyebabkan terjadinya thermal pollution yang kemudian membentuk pulau panas atau heat island. Heat island terjadi karena adanya emisi panas yang direfleksikan dari permukaan bumi ke atmosfer (Setyowati 2008). Heat island merupakan suatu

19 4 fenomena atau kejadian peningkatan suhu udara di wilayah perkotaan dibandingkan dengan daerah di sekitarnya hingga mencapai 3-10 o C. Fenomena ini disebabkan oleh adanya perubahan tata guna lahan dari vegetasi menjadi daerah yang beraspal, beton dan lahan terbuka (Khomarudin 2004). Heat island adalah suatu fenomena suhu udara di daerah yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara di sekitarnya, baik di desa maupun di pinggir kota. Fenomena heat island ditandai dengan adanya suatu daerah yang memiliki suhu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di sekitarnya (Givoni 1989 diacu dalam Adiningsih et al. 2001). Umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota (sub urban) sampai ke desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3 o C dibandingkan dengan pinggir kota (Landsberg 1981 diacu dalam Adiningsih et al. 2001). Khomarudin (2004) menyebutkan bahwa heat island terbentuk jika sebagian tumbuh-tumbuhan (vegetasi) digantikan oleh aspal dan beton untuk jalan, bangunan dan struktur lain diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan populasi manusia. Permukaan yang tergantikan tersebut lebih banyak menyerap panas matahari dan juga lebih banyak memantulkannya, sehingga menyebabkan suhu permukaan dan suhu lingkungan naik. 2.2 Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, RTH Kawasan Perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 29 menyebutkan bahwa RTH terdiri dari RTH publik dan RTH privat dengan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat.

20 5 Moniaga (2008) menyebutkan bahwa RTH memiliki fungsi secara ekologi dalam ameliorasi iklim. RTH dapat memodifikasi suhu, pada siang hari daundaun tanaman menyerap sinar matahari dalam proses asimilasi, yang mengubah gas CO 2 dan air menjadi karbohidrat dan O 2. Bersama vegetasi lain menguapkan uap air melalui proses evapotranspirasi, oleh karena itu suhu di bawah tegakan pohon menjadi rendah dibandingkan di luar tegakan pohon. Fracillia (2007) mengatakan, keberadaan vegetasi atau permukaan air dapat menurunkan suhu karena sebagian energi radiasi matahari yang diserap permukaan akan dimanfaatkan untuk menguapkan air dari jaringan tumbuhan (transpirasi) atau langsung dari permukaan air atau permukaan padat yang mengandung air (evaporasi). Ruang Terbuka Hijau juga dapat berfungsi dalam merekayasa lingkungan. Polutan berupa gas atau partikel debu yang berasal dari industri antara lain karbon monoksida, dari kendaraan bermotor, atau dari rumah tangga, partikelpartikel tersebut dapat dijebak oleh daun-daun, cabang dan ranting melalui proses impaction yang berfungsi sebagai filter di udara (Moniaga 2008). Keberadaan RTH pada wilayah perkotaan sangat diperlukan, untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang telah tercemar sehingga mampu memperbaiki keseimbangan ekosistem kota. Hilangnya RTH merupakan pemicu munculnya heat island dan hilangnya pengendali emisi (gas buang) kota. Antara lain berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup, perubahan sifat-sifat radioaktif termal, aerodinamik dan hidrologi, terjadi perubahan iklim setempat, sampai perubahan ekosistem alami (Setyowati 2008). 2.3 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu atau teknologi untuk memperoleh informasi atau fenomena alam melalui analisis suatu data yang diperoleh dari hasil rekaman obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Perekaman atau pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera (sensor) yang dipasang pada pesawat terbang atau satelit (Lillesand & Kiefer 1990).

21 6 Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellites) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Return Beam Vidicon) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seriseri berikutnya (Lillesand & Kiefer 1990). Isdiyantoro (2007) menyebutkan, Landsat 7 merupakan kelanjutan dari Landsat 4, 5, dan 6, mempunyai karakteristik yang sama dengan Landsat 5 yang masih bergenerasi. Pada Landsat 7 mempunyai 2 sensor yaitu ETM+ (Enhanced Thematic Mapper) dan HRMSI (High Resolution Multispectral Stereo Image). Landsat 7 ETM+ mempunyai resolusi spasial 15 m untuk pankromatik dan 30 m untuk multispektral, resolusi temporal 16 hari, resolusi spektral dan radiometrik 7 kanal. Sedangkan Landsat 7 HRMSI mempunyai resolusi spasial 4,5 m untuk pankromatik dan 10 m untuk multispektral, resolusi temporal 3 hari, resolusi spektral dan radiometrik 4 kanal. Tabel 1 Aplikasi dan saluran spektral (band) thematic mapper Kisaran Saluran Gelombang Kegunaan 1 0,45-0,52 µm Peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. 2 0,52-0,60 µm Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak di antara dua saluran spektral serapan klorofil. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan penilaian kesuburan. 3 0,63-0,69 µm Saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antar kenampakan vegetasi dan non-vegetasi 4 0,76-0,90 µm Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi, juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dengan tanaman, serta lahan dan air. 5 1,55-1,75 µm Penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, dan kondisi kelembaban tanah. 6 2,08-2,35 µm Pemisahan formasi batuan 7 10,40-12,50 µm Saluran inframerah termal, bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, analisis ganguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah, dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas. Sumber: Lillesand & Kiefer (1990)

22 7 2.4 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Studi Suhu Permukaan Perubahan suhu udara pada dasarnya merupakan resultante dari berbagai proses yang terjadi dalam suatu kawasan. Banyak aspek yang terlihat di dalamnya, termasuk di antaranya adalah perubahan penggunaan lahan yang sering dianggap sebagai penyebab peningkatan suhu kawasan. Dampak dari perubahan penggunaan lahan itu adalah perubahan suhu yang meningkat dari waktu ke waktu (Fracillia 2007). Peningkatan suhu dipelajari untuk memahami dampak perubahan lingkungan terhadap iklim mikro. Fenomena ini akan mempengaruhi permintaan energi, kesehatan masyarakat dan kondisi lingkungan (Chen et al diacu dalam Fracillia 2007). Vazquet et al. (1997) diacu dalam Prasasti (2004) mengatakan hasil pengukuran kanal termal pada data satelit dapat digunakan dalam pemetaan pola suhu permukaan pada skala waktu dan spasial yang lebih luas. Suhu permukaan dapat diduga dari data kanal inframerah termal, dan khusus pada data NOAA- AVHRR dengan menggunakan algoritma Split Window. Sedangkan, pada data Landsat-ETM dapat diduga dari nilai digital (Digital Number) kanal 6 (radiasi inframerah panas) yang telah terkoreksi secara radiometris (Malaret et al diacu dalam Prasasti 2004). Baumann (2001) diacu dalam Khomarudin (2004), mengkaji heat island dengan data Landsat sensor 6 untuk mendeteksi daerah heat island di Washington DC, namun hasilnya tidak tergambar heat island yang luas tetapi kecil. Hal ini disebabkan oleh vegetasi yang masih mendominasi kota, sehingga sebaran heat island tidak mengumpul. Estes et al. (1999) diacu dalam Khomarudin (2004), mendeteksi heat island dengan data Landsat TM sensor 6 untuk dua kota sekaligus yaitu Atlanta dan Salt Lake City. Pada kedua hasil penelitiannya terlihat terjadi perubahan suhu permukaan di wilayah perkotaan dengan daerah perkampungan. Adiningsih et al. (1994) diacu dalam Adiningsih et al. (2001), mengkaji heat island dan perkembangannya di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi berdasarkan analisis suhu udara permukaan harian dari satelit NOAA- AVHRR. Hasilnya menunjukkan, heat island berkembang cepat di musim kemarau dan sering terjadi di pusat kota.

23 8 Suhu udara permukaan di masing-masing penutup lahan umumnya meningkat setiap tahun karena adanya pertambahan luas penutup lahan yang banyak menghasilkan panas yaitu industri, lahan terbuka dan pemukiman. Sementara penutup lahan yang mampu meredam suhu seperti vegetasi tinggi, tanaman semusim dan badan air berkurang sehingga mengakibatkan peningkatan suhu (Adiningsih et al. 2001). Suhu permukaan DKI Jakarta tahun 1997 adalah sebesar 26,2 o C dan tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 0,4 o C yaitu menjadi 26,6 o C. Perubahan lahan menjadi wilayah pemukiman akan menyebabkan suhu yang tinggi (Fracillia 2007). Tursilowati (2007a) menyatakan bahwa, secara analisa kuantiatif dengan statistik terhitung adanya perluasan daerah dengan suhu tinggi (30-35 o C) yang terletak pada kawasan terbangun yang terdiri dari pemukiman dan industri di pusat Kota Bandung per tahun kira-kira ha atau 4,47%. Tursilowati (2007a) mengatakan, daerah penyebaran urban heat island terletak di pusat Kota Bandung. Tingginya laju urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya lahan terbangun (pemukiman dan industri) menjadi salah satu penyebab meluasnya urban heat island yaitu bertambah luasnya area yang bersuhu tinggi (di atas 30 o C). Pada tahun 1994, Kota Surabaya masih memiliki suhu o C di wilayah bagian selatan dan timur, namun pada tahun 2002 suhu ini terganti oleh suhu yang lebih tinggi (lebih dari 29 o C) hampir di semua wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa di Kota Surabaya, urban heat island telah menyebar di seluruh area (Tursilowati 2007b). Tursilowati (2007b) menyebutkan bahwa dampak perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan pada skala yang lebih besar di Surabaya yakni bergantinya variabel iklim. Perubahan variabel iklim yaitu suhu udara (urban heat island), kelembaban relatif (RH) dan Temperature Humidity Index (THI).

24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sumber: Peta RTRW Kab. Sidoarjo & Peta RBI (dengan modifikasi) Gambar 1 Peta wilayah administrasi Kabupaten Sidoarjo. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, Minitab 14. Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS) receiver, kamera digital, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 7 ETM path/row 118/065 Kabupaten Sidoarjo dengan tanggal akuisisi 28 Mei 2011, peta administrasi Kabupaten Sidoarjo dan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI).

25 Pengolahan Citra Satelit Landsat Perbaikan citra (image restoration) Perbaikan citra perlu dilakukan terhadap data citra satelit, yang dimaksudkan untuk memperbaiki data citra yang mengalami distorsi pada saat ditransmisikan ke bumi, ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan gambaran sebenarnya. Koreksi geometrik bertujuan untuk memulihkan citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi. Hal pertama yang perlu dilakukan dalam koreksi geometrik adalah penentuan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan. Penyeragaman data-data ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama perlu dilakukan, guna mempermudah dalam proses pengintegrasian data-data selama penelitian. Proyeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat geografik menggunakan garis latitude (garis barat-timur) dan garis longitude (garis utara-selatan) Pemotongan citra (subset image) Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi obyek penelitian, dimana peta administrasi Kabupaten Sidoarjo hasil digitasi (peta digital) dijadikan acuan pemotongan citra. Batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan area of interest (aoi), yaitu pada wilayah yang termasuk ke dalam Kabupaten Sidoarjo Klasifikasi citra (image classification) Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pengklasifikasian adalah menetapkan kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit, kemudian membuat aturan penetapan klasifikasi setiap piksel ke dalam kelas-kelas yang telah ditentukan. Pemilihan kelompok-kelompok piksel ke dalam kelas klasifikasi merupakan proses pemilihan obyek (feature selection). Dalam penelitian ini, untuk klasifikasi citra menggunakan proses klasifikasi terbimbing (supervised classification) yang prosesnya melalui pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan dan kemudian memilih

26 11 daerah latihan (training area) yang mewakili tiap kategori. Tahapan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan software Erdas Imagine Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS receiver. 2. Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra. 3. Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah. 4. Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode). 5. Pengkoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi. Setelah dilakukan pengoreksian terhadap citra hasil klasifikasi, dilakukan uji akurasi. Penutupan lahan di wilayah Kabupaten Sidoarjo dibedakan menjadi lahan terbuka, lahan terbangun, rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang, badan air dan tidak ada data Pengolahan citra landsat band 6 untuk estimasi suhu permukaan Untuk estimasi nilai suhu permukaan, dibangun sebuah model pada model maker pada software Erdas Imagine 9.1 untuk mengkonversi nilai-nilai piksel pada band 6 Landsat 7 ETM. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah nilai DN (Digital Number) untuk dilakukan konversi menjadi nilai spektral radiansi. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengkonversi nilai digital menjadi nilai spektral radiansi (USGS 2002, YCEO 2010). L MAX(i) L MIN(i) CV R1 = QCAL QCAL QCAL MAX QCAL MIN + L MIN(I) MIN keterangan: CV R1 : the cell value as radiance QCAL : digital number L MINi : spectral radiance scales to QCALMIN L MAXi : spectral radiance scales to QCALMAX QCAL MIN : 1 (LGPS Products); 0 (NPLAS Products) QCAL MAX : Maximum pixel value (255)

27 12 Dengan diketahuinya nilai spektral radiansi, selanjutnya nilai spektral radiansi tersebut dikoreksi dengan memasukkan faktor emisivitas. CV R2 = CV R1 L ετ 1 ε L ε keterangan: CV R2 : the atmospherically corrected cell value as radiance CV R1 : the cell value as radiance L MINi : upwelling Radiance (0,50) L MAXi : downwelling Radiance (0,84) ɛ : transmittance (0,93) τ : emissivity (typically 0.95) Kemudian dilakukan konversi spektral radiansi yang terkoreksi untuk mengetahui suhu permukaan (USGS 2002): T = K2 ln( K1 CV R2 +1) Keterangan : T : Suhu Efektif (K) K2 : Konstanta Kalibrasi 2 K1 : Konstanta Kalibrasi 1 CV R2 : Nilai radiansi terkoreksi Tabel 2 Konstanta K1 dan K2 untuk Landsat 5/TM dan Landsat 7/ETM Satelit K1 (W/(m 2 *ster*µm) K2 (Kelvin) Landsat 5/TM Landsat 7/ETM Sumber : USGS (2002) 3.4 Penentuan Jarak dengan Metode Euclidean Distance Euclidean distance merupakan teknik penghitungan jarak antara dua obyek dengan menggunakan teorema phytagoras. Dalam penelitian ini, kelas penutupan lahan yang meliputi rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang akan dihubungkan dengan penutupan lahan yang serupa. Dengan demikian, akan dihasilkan fungsi jarak antar vegetasi rapat yang satu dengan vegetasi rapat yang lainnya dalam lokasi penelitian, begitupun dengan rumput dan semak, sawah, ladang serta vegetasi jarang. Jarak-jarak tersebut digunakan sebagai peubah penjelas yang selanjutnya akan digunakan sebagai penduga suhu permukaan di suatu titik amatan.

28 Pembuatan Model Data yang diperoleh dari hasil interpretasi pada citra, selanjutnya dijadikan sebagai peubah untuk menentukan atau menduga pengaruh jarak RTH terhadap suhu permukaan. 1. Penentuan Peubah Penentuan peubah dilakukan untuk mengetahui jenis peubah yang mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh model. Dalam menentukan jenis peubah, terlebih dahulu perlu dilakukan analisa hubungan tiap peubah. Pada penelitian kali ini, peubah yang menjadi kajian penelitian yaitu suhu permukaan, rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang. Peubah penjelas berupa rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang merupakan fungsi jarak yang diperoleh dari tahap penentuan jarak dengan metode euclidean distance. 2. Penentuan Titik Amatan Titik yang digunakan adalah titik pada penutupan lahan berupa lahan terbangun dan lahan terbuka pada wilayah kajian. Pada titik-titik tersebut akan ditentukan berbagai peubah penjelas yang selanjutnya akan diekstraksi sebagai suatu model. 3. Uji Asumsi Dalam memodelkan dengan menggunakan analisis regresi, maka diharapkan data mengikuti asumsi sebagai berikut : a. Galat dari peubah penjelas menyebar normal. b. Ragam pada peubah penjelas homogen (homoskendastisitas). c. Diantara peubah penjelas tidak terdapat multikolinieritas dan bila terdapat multikolinieritas, maka hanya digunakan peubah inti yang merupakan peubah utama yang paling berpengaruh terhadap suhu permukaan. d. Galat pada model linier bersifat bebas antara satu observasi dengan observasi berikutnya atau yang biasa disebut dengan tidak ada autokorelasi antar galat pada model. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, dapat dilakukan dengan menggunakan statistik uji Durbin-Watson. Apabila nilai D-W mendekati angka 2, maka tidak terjadi autokorelasi.

29 14 4. Analisis Regresi Analisis regresi yang digunakan adalah dengan menghubungkan suhu permukaan, rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang yang diperoleh dari data yang telah diolah. Selanjutnya, kelima prediktor tersebut akan dihubungkan dengan suhu permukaan titik amatan yang didasarkan pada koordinat titik tersebut. 5. Penentuan Peubah yang Berpengaruh Pada saat meregresikan suatu prediktor terhadap peubah respon, akan ada beberapa prediktor yang tidak berpengaruh terhadap peubah penjelas. Pada kondisi demikian, perlu adanya pemilihan prediktor yang berpengaruh dan selanjutnya dilakukan kembali analisis regresi. 6. Validasi Model Proses validasi model dimaksudkan untuk menguji kelayakan model untuk menduga titik-titik lain di wilayah kajian. Pada penelitian ini diambil 336 titik amatan. Validasi dilakukan dengan menggunakan 50% dari titik amatan, sehingga data yang digunakan untuk validasi adalah sebanyak 168 data dengan titik tersebar secara acak dan mewakili seluruh wilayah kajian. 3.6 Survey Lapangan Survey lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan perubahan penutupan lahan. Pengambilan titik kontrol dilakukan tidak secara menyeluruh, melainkan hanya beberapa tempat saja yang dianggap dapat mewakili masing-masing kelas klasifikasi penutupan lahan. Setiap lokasi survey yang mewakili masing-masing kelas penutupan lahan, diambil titik koordinatnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) receiver.

30 15 Landsat 7 ETM Perbaikan citra Pemotongan citra Band 6 Band 1,2,3,4,5,dan 7 Suhu Permukaan Klasifikasi terbimbing Badan Air Rumput &Semak Sawah Vegetasi rapat Ladang Vegetasi jarang Lahan Terbangun Lahan Terbuka Euclidean distance Titik amatan Uji Asumsi Terpenuhi Tidak Ya Analisis regresi Tidak Nyata Model Validasi Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian.

31 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Sidoarjo merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Secara geografis letak Kabupaten Sidoarjo berada di antara 7 o 3-7 o 5 Lintang Selatan dan 112 o o 9 Bujur Timur. Kabupaten Sidoarjo terdiri atas 18 kecamatan, 322 desa dan 31 kelurahan. Kabupaten Sidoarjo memiliki luas wilayah ,25 ha dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut: 1. Sebelah utara : Kotamadya Surabaya dan Kabupaten Gresik 2. Sebelah timur : Selat Madura 3. Sebelah selatan : Kabupaten Pasuruan 4. Sebelah barat : Kabupaten Mojokerto 4.2 Kondisi Fisik Lingkungan Topografi Wilayah Kabupaten Sidoarjo berada di dataran rendah. Ditinjau dari topografi, Kabupaten Sidoarjo merupakan dataran delta dengan ketinggian antara 0-25 m. Wilayah bagian timur memiliki ketinggian 0-3 m dengan luas ha (29,99%) merupakan daerah pantai dan pertambakkan. Wilayah bagian tengah, yang berair tawar (40,81%) dengan ketinggian 3-10 m dari permukaan laut merupakan daerah pemukiman, perdagangan dan pemerintahan. Wilayah bagian barat, meliputi 29,20%, dengan ketinggian m dari permukaan laut merupakan daerah pertanian Kondisi iklim Kabupaten Sidoarjo beriklim tropis dan mengenal 2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berkisar antara bulan Mei sampai September dan musim penghujan berkisar di bulan Oktober sampai April. Kabupaten Sidoarjo memiliki suhu udara berkisar antara 20 C hingga 35 C. Kelembaban udara di Kabupaten Sidoarjo berkisar antara 51-89%, serta kecepatan angin sebesar 25 km/jam (BMKG 2011).

32 Geologi Struktur tanah Kabupaten Sidoarjo terdiri atas lapisan tanah aluvial kelabu yang merata di 18 kecamatan seluas ,64 ha. Asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat seluas 4.970,23 ha yang hanya terletak di Kecamatan Krembung, Balongbendo, Tarik dan Prambon. Lapisan tanah aluvial hidromart seluas ,23 ha menyebar di 8 kecamatan. Lapisan tanah gromosol kelabu tua seluas 870,70 ha hanya terletak di Kecamatan Buduran dan Gedangan. Kabupaten Sidoarjo memiliki beberapa lapisan batuan, untuk batuan alluvium seluas ,07 ha yang tersebar di semua kecamatan. Lapisan batuan plistosen fasien sedimen seluas ha terdapat di 6 kecamatan yakni Kecamatan Buduran, Taman, Sidoarjo, Waru, Gedangan dan Sedati. Daerah air tanah, payau, dan air asin mencapai luas ,69 ha. Kedalaman air tanah ratarata 0-5 m dari permukaan tanah. 4.3 Keadaan Penduduk Penduduk Kota Sidoarjo pada akhir tahun 2009, berdasarkan data dari registrasi penduduk, sebanyak jiwa dengan kepadatan penduduk Sidoarjo jiwa/ km 2. Penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk perempuan sebanyak jiwa (BPS Sidoarjo 2010). Mata pencaharian penduduk Kabupaten Sidoarjo di sektor perikanan & kelautan, pertanian, industri dan jasa.

33 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Berdasarkan pengolahan citra satelit Landsat 7 ETM path/ row 118/065 pada 28 Mei 2011, didapatkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM wilayah Kabupaten Sidoarjo. Hasil interpretasi dilakukan dengan klasifikasi terbimbing dengan luas penutupan lahan berdasarkan pengolahan citra sebesar ,04 ha, yaitu dengan klasifikasi penutupan lahan sebagai berikut: 1. Lahan Terbuka Lahan terbuka dalam tipe penutupan lahan ini merupakan lahan kosong tidak bervegetasi seperti tanah gundul, dan areal proyek pembangunan yang awalnya merupakan areal bervegetasi. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM, lahan terbuka menunjukkan warna merah muda. Proses klasifikasi tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka dicirikan dengan warna merah muda. 2. Lahan Terbangun Lahan terbangun dalam tipe penutupan lahan ini berupa areal permukiman, kawasan industri, serta perkantoran. Selain itu, areal perdagangan, pusat perbelanjaan, pusat pemerintahan termasuk pula dalam lahan terbangun. Hasil interpretasi citra menunjukkan tipe klasifikasi ini berwarna merah muda gelap. Proses klasifikasi tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun dicirikan dengan warna merah marun. 3. Rumput dan semak Tipe penutupan lahan untuk rumput dan semak di lokasi penelitian berupa rerumputan serta semak-semak. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM, kelas rumput dan semak berwarna kuning kehijauan. Proses klasifikasi tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak dicirikan dengan warna kuning.

34 19 4. Sawah Sawah dalam tipe penutupan lahan ini berupa pertanian lahan basah terutama yang ditanami padi. Hasil interpretasi citra menunjukkan tipe klasifikasi ini berwarna biru keunguan (untuk sawah basah) serta warna hijau kebiruan (untuk sawah dengan tanaman padi). Proses klasifikasi sawah dicirikan dengan warna hijau kekuningan. 5. Ladang Tipe penutupan lahan berupa ladang merupakan areal pertanian lahan kering yang ditumbuhi oleh tanaman semusim. Sebagian besar ladang di Kabupaten Sidoarjo ditanami tebu dan jagung. Hasil interpretasi citra menunjukkan tipe klasifikasi ini berwarna hijau terang serta berwarna oranye. Proses klasifikasi tipe penutupan lahan berupa ladang dicirikan dengan warna oranye. 6. Vegetasi Rapat Tipe penutupan lahan untuk vegetasi rapat di Kabupaten Sidoarjo berupa hutan kota yang kompak dan rapat. Pada citra Landsat 7 ETM, penutupan lahan berupa vegetasi rapat terinterpretasi berwarna hijau tua. Proses klasifikasi tipe vegetasi rapat dicirikan dengan warna hijau gelap. 7. Vegetasi Jarang Tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang di Kabupaten Sidoarjo berupa jalur hijau jalan. Penutupan lahan berupa vegetasi jarang, pada citra Landsat 7 ETM terinterpretasi berwarna abu-abu kehijauan, sedangkan proses klasifikasi tipe vegetasi jarang dicirikan dengan warna hijau terang. 8. Badan Air Badan air dalam tipe penutupan lahan ini merupakan semua penampakan air yakni sungai, danau dan tambak. Hasil interpretasi citra menunjukkan tipe klasifikasi ini berwarna biru terang. Proses klasifikasi badan air dicirikan dengan warna biru. Warna biru secara umum juga digunakan sebagai ciri pada pengkelasan tipe penutupan lahan badan air dengan tujuan untuk mudah dipahami.

35 20 9. Tidak Ada Data Tipe tidak ada data merupakan tipe penampakan permukaan bumi yang tertutup awan dan bayangan awan. Hasil interpretasi citra menunjukkan awan berwarna putih, bayangan awan berwarna abu-abu gelap. Citra yang terkena stripping (bergaris) termasuk ke dalam tipe tidak ada data. Stripping terjadi karena setelah tahun 2003 satelit perekaman citra mengalami kerusakan, sehingga citra satelit yang didapatkan pada 28 Mei 2011 mengalami stripping Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 Kabupaten Sidoarjo memiliki luas sebesar ,04 ha berdasarkan pengolahan citra Landsat 7 ETM. Analisis hasil uji akurasi yang telah dilakukan untuk citra Landsat 7 ETM dengan tanggal akuisisi 28 Mei 2011, didapatkan nilai akurasi Overall Classification Accuracy sebesar 85,12% dan Overall Kappa Statistic 81,91%. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) menetapkan tingkat ketelitian interpretasi minimum tidak kurang dari 85% dan ketelitian untuk beberapa kategori kurang lebih sama. Hasil uji akurasi kappa yang didapatkan adalah kurang dari 85%, hal ini dapat disebabkan karena titik ground check yang diperoleh kurang tersebar secara merata pada daerah penelitian. Data-data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 dihasilkan dari proses klasifikasi citra Landsat 7 ETM. Tabel 3 Distribusi tutupan lahan Kabupaten Sidoarjo No Tutupan Lahan Luas Hektar ( ha) Persen (%) 1 Lahan Terbuka 2.208,90 3,07 2 Lahan Terbangun ,20 16,16 3 Rumput dan Semak 5.730,09 7,97 4 Sawah ,42 15,17 5 Ladang 8.910,54 12,39 6 Vegetasi Rapat 1.330,84 1,85 7 Vegetasi Jarang 2.219,80 3,09 8 Badan Air ,88 23,55 9 Tidak Ada Data ,37 16,76 TOTAL ,04 100

36 21 Penutupan lahan dengan luasan terbesar yang berada di Kabupaten Sidoarjo adalah tipe badan air (Tabel 3). Badan air sebagian besar merupakan tambak-tambak di wilayah timur Kabupaten Sidoarjo. Selain tambak, badan air di Kabupaten Sidoarjo juga terdiri dari sungai dan danau. Sungai Porong merupakan salah satu sungai yang mengalir melewati Kabupaten Sidoarjo (Gambar 3). Badan air memiliki luas wilayah mencapai ,88 ha yang menempati 23,55% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Penutupan lahan berupa badan air dengan luasan paling besar terdapat di Kecamatan Jabon yakni seluas 4.511,89 ha atau 54,90% luas wilayah kecamatan. Penutupan lahan berupa badan air dengan persentase luasan paling besar terdapat di Kecamatan Sedati yakni mencapai 56,00% luas wilayah kecamatan atau seluas 4.436,54 ha. Lokasi tambak di Kabupaten Sidoarjo sebagian besar terdapat di Kecamatan Jabon dan Sedati. Penutupan lahan berupa badan air dengan luasan paling kecil terdapat di Kecamatan Tulangan yakni seluas 54,49 ha atau 1,72% luas wilayah kecamatan. Gambar 3 Tambak di wilayah Waru (kiri) dan Sungai Porong (kanan). Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun menempati urutan kedua sebagai tipe penutupan lahan dengan luasan terbesar di Kabupaten Sidoarjo. Lahan terbangun memiliki luas sebesar ,20 atau mencapai 16,16% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Lahan terbangun di Kabupaten Sidoarjo berupa permukiman, kawasan industri, perkantoran, pasar dan lain-lain (Gambar 4). Berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011, lahan terbangun dengan luasan terbesar terdapat di Kecamatan Waru yakni seluas 1.166,22 ha atau sebesar 37,85% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan Waru

37 22 merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu jiwa atau 10,69% dari total penduduk Sidoarjo (BPS Sidoarjo 2010). Lahan terbangun di Kecamatan Sidoarjo, yang merupakan wilayah pusat kota dan pusat aktivitas manusia baik kegiatan pemerintahan maupun kegiatan perdagangan, menempati 18,28% luas wilayah kecamatan atau seluas 1.136,73 ha. Gambar 4 Lahan terbangun di Kecamatan Sedati. Lahan terbangun dengan luasan terkecil terdapat di Kecamatan Krembung yakni seluas 347,30 ha atau menempati 12,05% dari luas kecamatan. Lahan terbangun dengan persentase luasan terkecil terdapat di Kecamatan Jabon, yakni sebesar 4,23% dari luas wilayahnya atau sebesar 347,69 ha. Hasil sensus yang dilakukan BPS Sidoarjo (2010) menyebutkan bahwa Kecamatan Jabon merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu jiwa atau hanya 3,05% dari seluruh penduduk Sidoarjo. Gambar 5 Sawah di Kecamatan Balongbendo (kiri) dan Prambon (kanan). Sawah memiliki luas wilayah mencapai ,42 ha atau sebesar 15,17% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo (Gambar 5). Berdasarkan pengolahan citra Landsat 7 ETM, kecamatan dengan luasan terbesar untuk tipe penutupan lahan berupa sawah terdapat di Kecamatan Jabon yakni seluas 1.458,27 ha atau sebesar

38 23 17,74% dari luas wilayahnya. Kecamatan Sukodono merupakan kecamatan dengan persentase luasan terbesar untuk penutupan lahan berupa sawah yakni sebesar 25,12% (824,93 ha) dari luas wilayahnya dijadikan lahan persawahan. Kecamatan dengan luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa sawah terdapat di Kecamatan Waru yakni seluas 243,66 ha atau sebesar 7,91% dari luas wilayah kecamatan. Tipe penutupan lahan berupa ladang memiliki luas sebesar 8.910,54 ha. Luas ladang mencapai 12,39% dari luas Kabupaten Sidoarjo. Ladang di Kabupaten Sidoarjo kebanyakan ditanami oleh tanaman jagung dan tebu (Gambar 6). Kecamatan Krembung memiliki tipe penutupan lahan berupa ladang dengan luasan terbesar yakni mencapai 989,54 ha atau sebesar 34,34% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan Jabon merupakan kecamatan dengan persentase terkecil untuk luasan penutupan lahan berupa ladang yakni sebesar 3,99% dari luas wilayah kecamatan atau sebesar 327,65 ha merupakan ladang. Gambar 6 Ladang jagung di Kecamatan Balongbendo dan ladang tebu di Kecamatan Krian. Tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak memiliki luas sebesar 5.730,09 ha. Luas ini setara dengan 7,97% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011 kecamatan dengan luasan terbesar untuk tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak terdapat di Kecamatan Wonoayu yakni seluas 480,52 ha atau sebesar 13,93% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan Sedati merupakan kecamatan dengan luasan terbesar kedua untuk penutupan lahan berupa rumput dan semak, yakni sebesar 468,43 ha atau mencapai 5,91% dari luas wilayah Kecamatan Sedati (Gambar 7).

39 24 Kecamatan Gedangan merupakan kecamatan yang memiliki luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak, yakni sebesar 177,67 ha atau sebesar 7,47 % dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan yang memiliki persentase luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak adalah Kecamatan Jabon, yakni menempatkan 3,00% dari luas wilayahnya atau sebesar 246,23 ha merupakan rumput dan semak. Gambar 7 Rumput di kawasan Bandara Udara Juanda, Kecamatan Sedati. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011, tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang memiliki luas mencapai 2.219,80 ha. Vegetasi jarang memiliki luas yang mencakup 3,09% dari luas Kabupaten Sidoarjo. Vegetasi jarang di Kabupaten Sidoarjo terdiri dari jalur hijau jalan (Gambar 8). Kecamatan dengan luasan terbesar untuk penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah Kecamatan Jabon yakni sebesar 195,47 ha atau mencapai 2,38% luas wilayah kecamatan. Kecamatan dengan persentase luasan terbesar untuk tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah Kecamatan Balongbendo, vegetasi jarang di Kecamatan Balongbendo menempati 5,09% (160,71 ha) dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan dengan luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah Kecamatan Porong. Vegetasi jarang di Kecamatan Porong tersebar pada lahan seluas 65,59 ha (2,10%). Kecamatan dengan persentase luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah Kecamatan Sedati, vegetasi jarang di Kecamatan Sedati menempati 1,83% (144,92 ha) dari luas wilayah kecamatan.

40 25 Gambar 8 Jalur hijau jalan di Kecamatan Sidoarjo dan Kecamatan Buduran. Lahan terbuka mencakup 3,07% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Lahan terbuka memiliki luas mencapai 2.208,90 ha yang merupakan lahan kosong tidak bervegetasi dan berupa areal proyek pembangunan yang awalnya merupakan areal bervegatasi. Kecamatan Porong merupakan kecamatan dengan lahan terbuka terluas yakni sebesar 336,93 ha atau mencapai 10,76 % dari luas wilayah kecamatan (Gambar 9). Kecamatan dengan luasan terkecil untuk penutupan lahan berupa lahan terbuka adalah Kecamatan Tarik, yakni seluas 50,14 ha atau sebesar 1,37% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan dengan persentase luasan terkecil untuk penutupan lahan berupa lahan terbuka adalah Kecamatan Jabon. Lahan terbuka di Kecamatan Jabon menempati 1,03% dari luas wilayah kecamatan atau sebesar 84,90 ha. Gambar 9 Kawasan lumpur Lapindo, Kecamatan Porong. Vegetasi rapat merupakan tipe penutupan lahan dengan luasan terkecil di Kabupaten Sidoarjo. Vegetasi rapat memiliki luas sebesar 1.330,84 ha. Luasan ini mencakup 1,85% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Vegetasi rapat terdiri dari hutan kota yang kompak dan rapat serta arboretum (Gambar 10). Berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011 tipe penutupan lahan berupa

41 26 vegetasi rapat dengan luasan terbesar terdapat di Kecamatan Tarik yakni seluas 140,51 ha atau sebesar 3,85% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan Sukodono memiliki tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat dengan persentase luasan terbesar, vegetasi rapat menempati 3,87% dari luas wilayahnya atau sebesar 126,96 ha. Kecamatan dengan luasan terkecil untuk penutupan lahan berupa vegetasi rapat adalah Kecamatan Waru, yakni seluas 31,04 ha atau sebesar 1,01% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan dengan persentase luasan terkecil untuk penutupan lahan berupa vegetasi rapat adalah Kecamatan Sidoarjo yakni menempati 0,73% dari luas wilayah kecamatan atau seluas 45,17 ha. Gambar 10 Hutan rapat di Kecamatan Sidoarjo dan arboretum Balai KSDA Kementrian Kehutanan Jawa Timur di Kecamatan Sedati. Tipe tidak ada data memiliki luas mencapai 16,76% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Kelas tidak ada data memiliki luas sebesar ,37 ha. Kelas tidak ada data terdiri dari awan dan bayangan awan. Awan disebabkan kondisi cuaca pada saat pengambilan data. Bayangan awan dipengaruhi oleh adanya awan, serta luasannya dipengaruhi oleh sudut kemiringan matahari terhadap bumi, jenis awan dan ketinggian awan pada saat perekaman/ pengambilan citra dilakukan. Kelas tidak ada data juga disebabkan karena citra Landsat 7 ETM yang digunakan berbentuk stripping.

42 27 Gambar 11 Peta kasifikasi tutupan lahan Kabupaten Sidoarjo 2011.

43 Distribusi Suhu Permukaan Suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo Suhu permukaan yang diperoleh merupakan suhu permukaan hasil pendugaan menggunakan satelit pada satu waktu, dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan kondisi. Nilai suhu permukaan yang diperoleh merupakan dugaan nilai suhu permukaan yang terekam pada saat pencitraan satelit 28 Mei Hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM menunjukkan suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo pada 28 Mei 2011 berkisar di antara < 26 o C hingga mencapai 40 o C. Nilai suhu terendah tercatat pada selang < 26 o C. Suhu dengan selang ini mencapai 0,01% luas wilayah Kabupaten Sidoarjo atau sebesar 10,64 ha. Nilai suhu tertinggi tercatat pada selang 40 o C. Suhu dengan selang ini hanya mencapai luas 7,86 ha atau sebesar 0,01 % dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo dan merupakan suhu dengan luasan wilayah terkecil di Kabupaten Sidoarjo (Tabel 4). Tabel 4 Suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 No Selang ( o C) Luas Hektar (ha) Persen (%) 1 < 26 10,64 0, <27 12,39 0, <28 126,63 0, < ,73 10, < ,84 21, < ,18 8, < ,14 16, < ,01 9, < ,28 6, < ,72 4, < ,57 2, <37 334,14 0, <38 105,35 0, <39 38,02 0, <40 8,41 0, ,86 0,01 17 Tidak ada data ,10 18,70 TOTAL ,

44 29 Berdasarkan hasil perhitungan luasan distribusi spasial suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo pada citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011, luasan wilayah terbesar nilai distribusi spasial suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo yaitu suhu dengan selang 29 - <30 o C. Suhu dengan selang ini mencapai luas ,84 ha atau 21,67% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Suhu di Kabupaten Sidoarjo tersebar dominan mulai dari selang 28 - <29 o C hingga 32 - <33 o C, suhu pada masing-masing selang ini memiliki luasan lebih dari ha.

45 30 Gambar 12 Peta distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo 2011.

46 Distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011, didapatkan nilai distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo berada pada selang < 26 o C sampai dengan 40 o C. Pada pencitraan 28 Mei 2011, suhu dengan nilai < 26 o C terdistribusi menyebar secara acak pada lahan terbangun, lahan terbuka, rumput dan semak, sawah, ladang dan badan air, selain itu suhu juga terekam pada awan, sehingga masuk dalam kelas tidak ada data. Suhu dengan selang 26 - <27 o C menyebar secara acak pada semua kelas penutupan lahan yang sebagian besar terdapat pada lahan terbangun, selain itu, terekam pada awan sehingga masuk dalam kelas tidak ada data. Suhu dengan selang 27 - <28 o C tersebar di timur laut dan tenggara pada penutupan lahan berupa badan air serta di tengah Kabupaten Sidoarjo terdapat pada penutupan lahan berupa ladang. Distribusi suhu permukaan dengan selang 28 - <29 o C sebagian besar berada pada penutupan lahan berupa badan air (tambak) di sepanjang timur Kabupaten Sidoarjo yang berbatasan dengan laut, serta sebagian lagi terdapat pada ladang di tengah kabupaten. Suhu dengan selang 29 - <30 o C terekam di timur Kabupaten Sidoarjo yakni pada badan air (tambak) yang terdapat di sepanjang laut, sebagian pada penutupan lahan berupa sawah dan ladang yang tersebar di barat dan barat daya kabupaten. Distribusi suhu permukaan dengan selang 30 - <31 o C tersebar di timur Kabupaten Sidoarjo pada penutupan lahan berupa badan air (tambak) yang mulai mengarah ke kawasan perkotaan, sebagian lagi terdapat pada sawah, ladang, vegetasi rapat, dan vegetasi jarang yang tersebar secara merata dari barat daya hingga barat laut Kabupaten Sidoarjo. Suhu dengan selang 31 - <32 o C dan 32 - <33 o C terdistribusi merata dari barat hingga ke tengah menuju kawasan perkotaan Kabupaten Sidoarjo pada semua tipe penutupan lahan. Suhu dengan selang 33 - <34 o C tersebar merata dan mulai mengarah ke kanan dan kiri jalan utama di pusat kabupaten. Suhu dengan selang 34 - <35 o C terdistribusi sebagian di utara kabupaten yang berbatasan dengan Kota Surabaya, sebagian tersebar di sepanjang kanan dan kiri jalan utama di pusat Kabupaten Sidoarjo yang merupakan lahan terbangun, sebagian lagi terdapat di sepanjang kanan dan kiri jalan utama dari utara menuju barat Kabupaten Sidoarjo.

47 32 Distribusi suhu permukaan pada selang 35 - <36 o C terdapat di sepanjang kanan dan kiri jalan utama di pusat kabupaten, di utara kabupaten berupa kawasan permukiman dan industri yang berbatasan dengan Kota Surabaya, di barat kabupaten yang berupa kawasan industri PT Tjiwi Kimia, serta di kawasan Bandara Udara Internasional Juanda. Distribusi suhu permukaan pada selang 36 - <37 o C dan 37 - <38 o C memusat di barat kabupaten yang berupa kawasan industri PT Tjiwi Kimia, di kawasan Bandara Udara Internasional Juanda, serta di lokasi lumpur Lapindo-Porong. Suhu permukaan dengan selang 38 - <39 o C dan 39 - <40 o C terdistribusi memusat, di barat kabupaten yang berupa kawasan industri PT Tjiwi Kimia, serta di lokasi lumpur Lapindo-Porong. Suhu dengan selang 40 o C terdistribusi semakin memusat ke arah pusat semburan lumpur Lapindo-Porong. Hasil pengolahan citra satelit memperlihatkan, terdapat suatu gambaran bahwa suhu permukaan di kawasan perkotaan Kabupaten Sidoarjo khususnya di sepanjang kanan dan kiri jalan utama di pusat kabupaten memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi dibandingkan kawasan perdesaan yang berada di barat daya kabupaten. Suhu permukaan di kawasan perdesaan tercatat mulai dari selang 29 - <30 o C, sedangkan suhu permukaan di kawasan perkotaan tercatat mulai dari selang 34 - <35 o C. Perbedaan nilai suhu permukaan ini menunjukkan bahwa telah terjadi fenomena pulau panas atau heat island di Kabupaten Sidoarjo. Fenomena heat island merupakan suatu fenomena atau kejadian peningkatan suhu udara di wilayah perkotaan dibandingkan dengan daerah sekitarnya hingga mencapai 3-10 o C (Khomarudin 2004). Bauman (2001) diacu dalam Khomarudin (2004) menyebutkan efek heat island pada kondisi perkotaan dengan didominasi oleh beton, aspal dan bangunan dapat menimbulkan peningkatan suhu udara permukaan kota karena kemampuan menyeimbangkan pemantauan dan penyerapan energi radiasi berkurang. Tursilowati (2007a) menyebutkan struktur buatan manusia seperti jalan dan bangunan biasanya mempunyai albedo rendah daripada permukaan natural dan menyerap lebih banyak radiasi tampak. Hal ini memperlihatkan bahwa vegetasi yang berkurang dan bertambahnya permukaan urban menimbulkan efek heat island.

48 Hubungan suhu permukaan dengan tutupan lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011, terdapat hubungan antara suhu permukaan dengan masing-masing penutupan lahan. Adiningsih et al. (2001) menyebutkan suatu pola interval suhu udara tinggi di permukaan kota khususnya pada penutupan lahan permukiman, lahan terbuka, dan industri dapat disebabkan oleh proses konveksi, yakni panas dipindahkan bersama-sama dengan molekul-molekul udara yang bergerak, sehingga udara dipanaskan oleh permukaan bumi akibat radiasi matahari, dan udara akan mengembang dan naik menuju tekanan yang lebih rendah. Sementara itu suhu akan menurun pada jenis lahan tanaman semusim, vegetasi tinggi dan tubuh air. Hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM menunjukkan nilai suhu permukaan dominan pada lahan RTH (rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang) di Kabupaten Sidoarjo lebih rendah dibandingkan dengan tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka dan lahan terbangun. Suhu permukaan dominan pada tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka dan lahan terbangun masing-masing berada pada selang 33 - <34 o C. Pada lahan RTH, suhu permukaan dominan berada diantara selang 29 - <32 o C (Tabel 5). Data ini menunjukkan pentingnya mempertahankan keberadaan lahan bervegetasi yakni RTH, sehingga pengembangan RTH lebih ke arah mempertahankan dan menambah yang sudah ada. Tabel 5 Hubungan suhu permukaan dengan lahan RTH di Kabupaten Sidoarjo No Tutupan Lahan Suhu Permukaan Dominan ( o C) 1 Lahan Terbuka 33 - <34 2 Lahan Terbangun 33 - <34 3 RTH a. Rumput / Semak 31 - <32 b. Sawah 31 - <32 c. Ladang 29 - <30 d. Vegetasi rapat 29 - <30 e. Vegetasi jarang 31 - <32 4 Badan Air 29 - <30 Ruang terbuka hijau berperan penting dalam perkotaan karena setiap pengurangan luasan RTH akan berakibat naiknya suhu udara dengan nilai relatif lebih besar pada wilayah perkotaan dibandingkan dengan kabupaten. Tipe penutupan lahan yang memiliki vegetasi yang rapat dengan jumlah pepohonan

49 34 yang banyak, dapat memberikan kesejukan pada daerah kota yang panas akibat pantulan panas matahari dari gedung bertingkat dan juga aspal (Effendy 2007 diacu dalam Heksaputri 2011). Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka memiliki suhu permukaan dominan pada selang 33 - <34 o C. Lahan terbuka pada selang ini mencapai luasan sebesar 453,32 ha. Fajri (2011) menyatakan bahwa karakteristik penutupan pada lahan terbuka, sebagian besar energi yang diterimanya digunakan untuk memanaskan udara sehingga banyak dari radiasinya digunakan untuk memanaskan atmosfer. Lahan terbangun memiliki kisaran suhu permukaan dominan pada selang 33 - <34 o C. Luasan lahan terbangun pada selang ini mencapai 2.651,03 ha. Fajri (2011) menyebutkan bahwa lahan terbangun akan memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penutupan lahan lainnya berkaitan dengan albedo yang tinggi pada lahan terbangun menyebabkan radiasi gelombang pendek yang diterimanya akan lebih dominan untuk dipantulkan dibandingkan dengan radiasi gelombang panjang yang dipancarkan. Selain itu kapasitas kalor pada perkerasan yang cenderung lebih rendah, sehingga kemampuan obyek dalam menyimpan energi yang diterima menjadi rendah dibanding energi yang dipantulkan. Adiningsih et al. (2001) menyebutkan penutup lahan berupa industri dan permukiman dengan bahan beton, permukaannya akan cepat menjadi panas dan suhunya cepat meningkat. Hal ini disebabkan oleh beton memiliki kapasitas kalor kecil dengan konduktivitas termal yang sangat besar. Penutupan lahan berupa rumput dan semak, suhu permukaan dominan berada pada selang 31 - <32 o C. Rumput dan semak pada selang ini memiliki luasan sebesar 1.760,19 ha. Sawah memiliki kisaran suhu permukaan dominan pada selang 31 - <32 o C. Luasan sawah pada selang ini mencapai 4.909,98 ha. Tipe penutupan lahan berupa ladang, suhu permukaan dominan berada pada selang 29 - <30 o C. Luasan ladang pada selang ini sebesar 3.496,69 ha (Gambar 13). Penutupan lahan berupa vegetasi rapat memiliki suhu permukaan dominan pada selang 29 - <30 o C. Vegetasi rapat pada selang ini memiliki luasan mencapai 371,37 ha. Suhu permukaan dominan pada tipe penutupan lahan berupa vegetasi

50 35 jarang berada pada selang 31 - <32 o C. Luasan vegetasi jarang pada selang ini sebesar 606,78 ha. Gambar 13 Grafik suhu permukaan pada berbagai tipe penutupan lahan. Pada lahan bervegetasi baik berupa rumput dan semak, ladang maupun vegetasi dan sawah, memiliki radiasi pantul yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun. Hal ini disebabkan energi yang diterima oleh tumbuhan sebagian besar digunakan untuk metabolisme tumbuhan dan hanya beberapa bagian yang dipantulkan kembali ke atmosfer (Fajri 2011). Suhu permukaan pada vegetasi rapat dapat bernilai lebih rendah karena karakteristik vegetasi rapat dengan ketinggian tanaman yang lebih besar dibandingkan vegetasi lainnya menyebabkan penggunaan energi untuk proses fisiologis tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan rumput dan semak, sawah, maupun ladang yang memiliki tinggi tanaman lebih terbatas. Badan air memiliki kisaran suhu permukaan dominan pada selang 29 - <30 o C dengan luasan distribusi pada selang ini mencapai 7.717,15 ha (Gambar 13). Fajri (2011) menyebutkan bahwa dengan kapasitas kalor yang besar, badan air mampu menampung energi radiasi yang lebih besar sehingga menyebabkan radiasi yang dipantulkan juga akan cenderung lebih kecil dibandingkan penutupan lahan yang lain. Air dengan kapasitas kalor yang besar memungkinkan penyerapan kalor secara besar-besaran dan melepaskan secara lambat melalui evaporasi. Dengan adanya uap air yang ditambahkan ke udara melalui evaporasi dalam jumlah besar menjadikan udara lebih sejuk (Adiningsih et al. 2001). Waluyo (2009) menyatakan bahwa radiasi sinar matahari akan

51 36 menembus permukaan air dan disimpan dalam waktu yang lama kemudian dilepaskan dalam bentuk panas. Khomarudin et al. (2005) menyebutkan bahwa jika terjadi perubahan lahan dari vegetasi menjadi pemukiman (perkotaan) akan meningkatkan energi untuk memanaskan udara dan menurunkan evapotranspirasi. Hal ini mengakibatkan suhu udara di wilayah perkotaan akan meningkat, demikian juga dengan kelembaban udara akan menurun, tingkat kekeringan akan tinggi, sehingga kenyamanan akan menjadi lebih rendah. Menjaga keseimbangan antara vegetasi dan bangunan di wilayah perkotaan perlu dilakukan, sehingga akan menjadikan kota lebih nyaman. 5.3 Penentuan Pengaruh Jarak Jangkau Ruang Terbuka Hijau terhadap Suhu Permukaan Penentuan pengaruh jarak jangkau RTH dilakukan dengan menentukan pengaruh dari jarak titik amatan pada penutupan lahan berupa rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Titik amatan adalah titik-titik yang tersebar di lahan terbangun dan lahan terbuka yang akan diekstraksi sebagai pembangkit model (Gambar 14). Gambar 14 Peta sebaran titik amatan pengukuran jarak.

52 Persen 37 Berdasarkan prediktor-prediktor tersebut, dilakukan analisis regresi linier mengenai pengaruh dari masing-masing prediktor terhadap suhu permukaan. Hasil analisis bentuk hubungan antara masing-masing lahan RTH terhadap suhu permukaan didapatkan bahwa jarak rata-rata sawah dan vegetasi rapat tidak berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini ditunjukkan oleh nilai uji t pada sawah dan vegetasi rapat yang lebih dari 0,05 yakni sawah bernilai 0,907 dan vegetasi rapat bernilai 0,412. Oleh karena itu kedua prediktor tersebut tidak digunakan sebagai penduga suhu permukaan di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Pemodelan selanjutnya hanya menggunakan tiga prediktor yaitu jarak titik amatan terhadap rumput dan semak, jarak titik amatan terhadap ladang dan jarak titik amatan terhadap vegetasi jarang. Dari hasil regresi tersebut, dihasilkan model: y = 28,7 + 0,00348 x 1 + 0,593 Ln x 2 + 0,565 Ln x 3.(1) keterangan: y : Suhu Permukaan x 1 : Jarak titik amatan terhadap rumput dan semak x 2 : Jarak titik amatan terhadap ladang x 3 : Jarak titik amatan terhadap vegetasi jarang Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov, diperoleh bahwa residual dari persamaan tersebut menyebar normal dengan nilai kemungkinan lebih dari 0,150 (Gambar 15). Pada uji autokorelasi dengan menggunakan metode Durbin-Watson, diperoleh nilai uji D-W sebesar 1,844. Nilai tersebut mendekati 2, sehingga dapat dikatakan bahwa galat model tersebut tidak saling beratutokorelasi. 99, , Nilai Residu Gambar 15 Uji kenormalan residual model 1 terhadap suhu permukaan.

53 38 Selanjutnya dilakukan validasi dengan menggunakan 50% dari data titik amatan yang terdiri dari berbagai tipe penutupan lahan untuk menilai kualitas persamaan 1. Data menunjukkan, suhu permukaan hasil dugaan memiliki nilai korelasi sebesar 44,7%. Nilai korelasi ini terbilang cukup kecil dalam menduga suhu permukaan berdasarkan ketiga prediktor tersebut. Persamaan 1 memiliki koefisien determinasi sebesar 41,8%. Model ini belum dapat dikatakan cukup menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Angka ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh variabel jarak rata-rata rumput dan semak, ladang dan vegetasi jarang terhadap suhu permukaan sebesar 41,8% dan sisanya (58,2%) dipengaruhi faktorfaktor lain di luar model ini, yakni dapat berupa albedo, radiasi netto, kelembaban air, kelembaban udara dan lain-lain. Hasil penelitian Fajri (2011) menyebutkan suhu permukaan di Kota Bogor dipengaruhi oleh pengaruh jarak rata-rata RTH, albedo dan radiasi netto. Pembuatan model tersebut cukup menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan di Kota Bogor dilihat dari koefisien determinasi yang bernilai 88,0%. Berdasarkan hasil regresi persamaan 1 didapatkan bahwa vegetasi jarang memiliki pengaruh yang cukup nyata terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo diduga disebabkan oleh cukup dekatnya jarak antar vegetasi jarang dari titik amatan. Keberadaan vegetasi jarang terutama jalur hijau jalan harus dipertahankan dan perlu ditambah karena pengaruh yang terlihat nyata dalam mempengaruhi suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Pengaruh vegetasi rapat di Kabupaten Sidoarjo tidak nyata pada daerah perkotaan diduga karena jarak yang berjauhan antara masing-masing vegetasi rapat dari titik amatan serta tersebarnya secara merata vegetasi lainnya dalam bentuk persawahan dan perladangan di Kabupaten Sidoarjo yang mengakibatkan dampak eksistensi vegetasi rapat tidak terlihat nyata. Vegetasi rapat tidak berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan, hal ini dapat disebabkan oleh luasan pada vegetasi rapat yang tidak terlalu besar. Namun, keberadaan vegetasi rapat tetap perlu dipertahankan bahkan ditambah.

54 39 Tauhid (2008) menyebutkan bahwa keberadaan vegetasi memiliki efek menurunkan suhu udara. Efek vegetasi efektif dalam menekan kenaikan suhu udara, pada jarak sejauh 8 m (area terluar tajuk) hingga 12 m dari pusat kanopi, efek vegetasi masih efektif menekan kenaikan suhu udara. Pohon dengan lebar tajuk mencapai 8 meter, suhu udara pada pusat kanopi (pohon) lebih rendah dibandingkan titik pada jarak 12 m dan 24 m, sedangkan suhu udara pada jarak 12 m dari pusat kanopi lebih rendah dari suhu udara pada jarak 24 m dari pusat kanopi. Sedangkan Wonorahardjo et al. (2007) melakukan analisis pengaruh vegetasi pada lingkungan termal dengan zona ukur sejauh 300 m, didapatkan bahwa semakin banyak pohon, maka temperatur udara semakin rendah. 5.4 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo didominasi oleh RTH yang hampir menutupi lebih dari 40% wilayah Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan hasil analisis regresi linier didapatkan bahwa jarak titik amatan antar RTH terutama rumput dan semak, ladang dan vegetasi jarang cukup signifikan, namun hanya berpengaruh 41,8% terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Hasil ini menunjukkan masih terdapat faktor lainnya yang dapat mempengaruhi suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo selain jarak titik amatan antar RTH, namun demikian keberadaan RTH tetap perlu dipertahankan. Hal ini berkaitan dengan fungsi RTH dalam mempengaruhi iklim mikro kota. Keberadaan RTH sangatlah penting dalam rangka pengembangan kota/ perkotaan yang lebih baik. Perencanaan RTH diperlukan untuk mengatur dan mengelola ruang atau lahan agar dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan tujuan. RTH yang ada pada suatu wilayah diharapkan dapat sejalan dengan perkembangan kota yang terjadi sehingga dapat diarahkan untuk menciptakan, memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan (Haris 2006). Pemetaan distribusi suhu permukaan menunjukkan bahwa suhu permukaan dengan selang tinggi terdapat secara mengelompok di utara kabupaten yang berbatasan dengan Kotamadya Surabaya, di sepanjang kanan kiri jalan yang terletak di pusat kabupaten, di sekitar pusat semburan lumpur Lapindo-Porong serta di barat Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan distribusi suhu permukaan

55 40 diperoleh daerah-daerah dengan kisaran suhu permukaan tertentu. Kisaran suhu permukaan ini digunakan sebagai acuan alternatif dalam pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo. Tabel 6 Rencana pengembangan RTH Daerah Pengembangan Kawasan Alternatif I Kawasan PT Tjiwi Kimia ( Kecamatan Tarik ) Industri Penghijauan kawasan industri, Taman vertikal, RTH sempadan sungai II III Kecamatan Waru, Sidoarjo Kecamatan Krian, Taman, Balongbendo, Tarik Permukiman, Industri, Perdagangan, Perkantoran Jalur by-pass kendaraan Jalur hijau, Taman vertikal, Taman pekarangan Jalur hijau jalan IV Kecamatan Porong Lahan terbuka Jalur hijau jalan Kawasan PT Tjiwi Kimia menjadi prioritas pengembangan RTH dikarenakan nilai suhu permukaan yang terekam di daerah ini cukup tinggi. Suhu permukaan pada kawasan ini mencapai nilai 40 o C. Pada kawasan yang direncanakan sebagai zona industri ini, juga akan dibangun Kawasan Water Front City yaitu semua aktivitasnya berorientasi sungai (Kab.Sidoarjo 2009). Sebagai zona industri, bentuk penghijauan yang dapat dilakukan yakni dengan penanaman tumbuhan di sekitar kawasan industri. Bentuk penghijauan lainnya yang dapat dilakukan adalah pembuatan taman vertikal, yakni penanaman tumbuhan yang dilakukan pada bidang vertikal, dapat dilakukan pada dinding-dinding bangunan industri yang cukup kuat dan kokoh. Wilayah Kecamatan Tarik yang akan dikembangkan menjadi Kawasan Water Front City, akan berpotensi menggunakan Sungai Porong yang melewati kecamatan tersebut menjadi pusat pengembangannya. Pengembangan RTH dapat dilakukan pada sempadan sungai, yakni dengan penanaman dan pengkayaan jenis pada sempadan sungai. Kecamatan Waru dan Kecamatan Sidoarjo menjadi prioritas pengembangan RTH dikarenakan memiliki nilai suhu permukaan yang tinggi. Dengan didominasi penutupan lahan berupa lahan terbangun, yakni kawasan permukiman, industri, maupun kawasan perdagangan dan perkantoran, bentuk

56 41 penghijauan yang dapat dilakukan adalah penanaman pada jalur kendaraan, pembuatan taman vertikal dan taman pekarangan pada rumah-rumah warga. Jalur by pass kendaraan yang melewati Kecamatan Tarik, Balongbendo Taman dan Krian dapat dikembangkan menjadi jalur hijau jalan. Pada sepanjang jalan ini, pengembangan tata ruang diarahkan menuju zona industri (Kab.Sidoarjo 2009). Di sepanjang jalur dapat dilakukan penanaman pohon yang dikombinasikan perdu dan semak yang pemilihan jenis tanamannya dapat meredusir partikel. Kecamatan Porong, menjadi prioritas karena merupakan daerah dengan nilai suhu permukaan tertinggi. Hasil penelitian mencatat suhu permukaan bernilai hampir 43 o C terekam pada pusat semburan lumpur Lapindo. Pada pusat semburan lumpur dan kawasan sekitarnya direncanakan sebagai Kawasan Lindung Geologi yang pengembangan dan pemanfaatannya didasarkan pada kondisi geologi lingkungan setempat dan dilakukan secara hati-hati (Kab.Sidoarjo 2009). Pengembangan RTH dapat dilakukan dengan penanaman pohon pada sepanjang jalur jalan di sebelah tanggul bagian barat. Penanaman pohon dapat dilakukan dengan media pot yang cukup besar. Pembuatan taman atap juga dapat dilakukan sebagai tindakan mengurangi peningkatan suhu permukaan (Gambar 16). Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dapat menetapkan kebijakan bagi bangunan-bangunan yang baru akan dibangun khususnya bangunan perkantoran dan industri untuk menyediakan lahan di atapnya menjadi taman atap. Pemilik bangunan yang mematuhi kebijakan ini dapat diberi insentif mengenai kemudahan pengurusan perpanjangan izin ataupun pembayaran pajak dan lain-lain. Tanaman yang ditanam pada taman atap dapat berupa jenis rumput-rumputan, tanaman merambat, semak serta perdu dengan karakteristik perakaran yang tidak terlalu dalam. Dengan memanfaatkan atap bangunan untuk ditanami tumbuhan, radiasi matahari dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk proses metabolismenya sehingga gelombang panjang yang dipantulkan kembali menjadi lebih sedikit. Penelitian Liu (2002) mengenai perbandingan kemampuan efisiensi energi pada taman atap menyebutkan bahwa, membran pada atap biasa menyerap radiasi matahari dan mencapai suhu sekitar

57 42 70 o C (158 o F) sedangkan membran pada taman atap menyerap radiasi matahari tetap sekitar 25 o C (77 o F). Gambar 16 Taman atap di kawasan Bandara Udara Juanda, Kecamatan Sedati. Selain itu pengembangan RTH di lokasi lain Kabupaten Sidoarjo dapat dilakukan dengan menambah jalur hijau jalan. Penghijauan dilakukan pada jalur hijau jalan dengan menanaminya dengan pohon, perdu maupun tanaman lainnya pada sepanjang jalur jalan. Penanaman pohon pada jalur-lajur hijau jalan dengan lokasi yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo akan dapat memberikan efek lebih baik dalam menurunkan suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Dari hasil analisis regresi didapatkan bahwa vegetasi jarang berpengaruh cukup nyata terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo, hal ini dapat dijadikan acuan bahwa penambahan jalur hijau jalan akan dapat berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo.

58 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Bentuk hubungan RTH dan suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo menghasilkan persamaan y = 28,7 + 0,00348 x 1 + 0,593 Ln x 2 + 0,565 Ln x 3 dengan y adalah suhu permukaan, x 1 adalah jarak titik amatan terhadap rumput dan semak, x 2 adalah jarak titik amatan terhadap ladang dan x 3 adalah jarak titik amatan terhadap vegetasi jarang. Model persamaan RTH dan suhu permukaan memiliki pola sebanding di mana semakin dekat jarak lahan terbangun maupun lahan terbuka terhadap RTH, maka suhu permukaan pada lahan terbangun maupun lahan terbuka akan semakin rendah. RTH yang berpengaruh nyata di Kabupaten Sidoarjo adalah rumput/semak, ladang dan vegetasi jarang. Pengaruh vegetasi rapat di Kabupaten Sidoarjo tidak nyata pada daerah perkotaan diduga karena tersebarnya secara dominan persawahan dan perladangan, jarak yang berjauhan antara masing-masing vegetasi rapat serta luasan vegetasi rapat yang cukup kecil. Alternatif pengembangan RTH sebaiknya dilakukan pada lokasi dengan suhu permukaan tinggi yakni kawasan sekitar PT Tjiwi Kimia, Kecamatan Sidoarjo dan Waru, jalur by pass kendaraan Krian-Tarik, serta jalan sekitar kawasan semburan lumpur Lapindo-Porong. Pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo dilakukan dengan penanaman pohon, pembuatan taman vertikal pada pekarangan rumah, penanaman dan pengkayaan jenis RTH sempadan sungai, penanaman dan pengkayaan jenis pada RTH jalur kendaraan serta pembuatan taman vertikal di lokasi perkantoran ataupun industri.

59 Saran Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dapat menetapkan kebijakan bagi bangunan-bangunan yang baru akan dibangun khususnya bangunan perkantoran dan industri untuk menyediakan lahan di atapnya menjadi taman atap. Pemilik bangunan yang mematuhi kebijakan ini dapat diberi insentif mengenai kemudahan pengurusan perpanjangan izin ataupun pembayaran pajak dan lain-lain. Selain itu pengembangan RTH di lokasi lain Kabupaten Sidoarjo dapat dilakukan dengan menambah jalur hijau jalan. Penghijauan dilakukan pada jalur hijau jalan dengan menanaminya dengan pohon, perdu maupun tanaman lainnya pada sepanjang jalur jalan. Penanaman pohon pada jalur-lajur hijau jalan dengan lokasi yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo akan dapat memberikan efek lebih baik dalam menurunkan suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo.

60 DAFTAR PUSTAKA Adiningsih ES, Soenarmo SH. Mujiasih S Kajian Perubahan Distribusi Spasial Suhu Udara Akibat Perubahan Penutup Lahan (Studi Kasus Cekungan Bandung). Warta LAPAN Vol.3 (1): Alikodra HS, Syaukani HR Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas Menyibak Tragedi Kehancuran Hutan. Bandung: Penerbit Nuansa. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Prakiraan Cuaca Provinsi Jawa Timur. [21 Juni 2011]. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka Sidoarjo: BPS Kabupaten Sidoarjo. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Fajri PYN Pemodelan Pengaruh Jarak Jangkau Ruang Terbuka Hijau Terhadap Suhu Permukaan di Perkotaan (Studi Kasus: Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor: Departemen Geofisika Dan Meteorologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Fracillia L Analisis Korelasi Ruang Terbuka Hijau dan Temperatur Permukaan dengan SIG dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus: DKI Jakarta) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Haris VI Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan jauh (Studi Kasus di Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Heksaputri SF Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Isdiyantoro Pendugaan Cadangan Karbon Pohon Pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota di Kodya Jakarta Timur Menggunakan Citra Landsat [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [Kab.Sidoarjo] Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo dan Bupati Sidoarjo Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo nomor 6 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo Tahun Sidoarjo: Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.

61 46 [Kemendagri] Kementrian Dalam Negeri Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta: Kemendagri Khomarudin MK Mendeteksi Pulau Panas (Heat Island) dengan Data Satelit Penginderaan Jauh. Warta LAPAN Vol.6 (2): Khomarudin MR, Bey A, Risdiyanto I Identifikasi Neraca Energi di Beberapa Penggunaan Lahan untuk Deteksi Daerah Potensi Kekeringan Di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Surabaya: Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV September Lillesand TM, Kiefer RW Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Liu KKY Energy efficiency and environmental benefits of rooftop gardens. Construction Canada vol 44 (2): Martono DN Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/ Penutupan Lahan. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Yogyakarta, 21 Juni Moniaga IL Studi Ruang Terbuka Hijau Kota Manado dengan Pendekatan Sistem Dinamik [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Prasasti I Analisis Hubungan Penutupan Lahan dan Parameter Turunan Data Penginderaan Jauh dengan Albedo Permukaan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rijal S Perencanaan Hutan Kota dengan Sistem Informasi Geografis di Kota Watampone. Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol 3 (2): Setyowati DL Iklim Mikro dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol 15 (3): Tauhid Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara Pada Siang Hari di Perkotaan (Studi Kasus: Kawasan Simpang Lima Kota Semarang) [Tesis]. Semarang: Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Tursilowati L. 2007a. Urban Heat Island dan Kontribusinya Pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global - Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi. Bandung, 15 November 2007.

62 47 Tursilowati L. 2007b. Use Of Remote Sensing and GIS to Compute Temperature Humidity Index As Human Comfort Indicator Relate With Land Use-Land Cover Change (Lulc) In Surabaya. The 73rd International Symposium on Sustainable Humanosphere [USGS] United States Geological Survey Landsat 7 Data User Handbook. America: USGS. Waluyo P Distribusi Spasial Suhu Permukaan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wonorahardjo S, Tedja S, Edward B Studi Pengaruh Kualitas Vegetasi pada Lingkungan Termal Kawasan Kota di Bandung Menggunakan Data Citra Satelit. Bandung: Laboratorium Teknologi Bangunan, Institut Teknologi Bandung. [YCEO] The Yale Center for Observation Converting Landsat TM and ETM+ thermal bands to temperature. [21 Januari 2012]

63 LAMPIRAN

64 Lampiran 1 Uji akurasi klasifikasi lahan CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT Image File : e:/prof r pradipta/peta peta/end landsat 7 etm mei/07 klasifikasi/sda_rekl1811end.img User Name : toshiba Date : Tue Dec 13 02:12: ERROR MATRIX Reference Data Classified Data Tidak Ada Lahan Terb Lahan Terb Rumput / S Tidak Ada Data Lahan Terbuka Lahan Terbangun Rumput / Semak Sawah Ladang Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Badan Air Column Total Reference Data Classified Data Sawah Ladang Vegetasi R Vegetasi J Tidak Ada Data Lahan Terbuka Lahan Terbangun Rumput / Semak Sawah Ladang Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Badan Air Column Total Reference Data Classified Data Badan Air Row Total Tidak Ada Data 0 2 Lahan Terbuka 0 15 Lahan Terbangun 1 60 Rumput / Semak 0 12 Sawah 1 27 Ladang 0 16 Vegetasi Rapat 0 3 Vegetasi Jarang 0 10 Badan Air Column Total End of Error Matrix -----

65 Lampiran 1 Lanjutan ACCURACY TOTALS Class Reference Classified Number Producers Users Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy Tidak Ada Data Lahan Terbuka % 86.67% Lahan Terbangun % 78.33% Rumput / Semak % 83.33% Sawah % 88.89% Ladang % % Vegetasi Rapat % % Vegetasi Jarang % % Badan Air % 86.96% Totals Overall Classification Accuracy = 85.12% End of Accuracy Totals KAPPA (K^) STATISTICS Overall Kappa Statistics = Conditional Kappa for each Category Class Name Kappa Tidak Ada Data Lahan Terbuka Lahan Terbangun Rumput / Semak Sawah Ladang Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Badan Air End of Kappa Statistics -----

66 Lampiran 2 Penutupan lahan per wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 Tutupan Lahan No Kecamatan Luas TOTAL Lahan terbuka Lahan terbangun Rumput / Semak Sawah Ladang Vegetasi rapat Vegetasi jarang Badan air Tidak ada data 1 Wonoayu Hektar ( ha) 87,98 486,44 480,52 631,87 858,03 60,11 90,46 65,33 689, ,08 Persen (%) 2,55 14,10 13,93 18,31 24,87 1,74 2,62 1,89 19, Waru Hektar ( ha) 145, ,22 180,34 243,66 146,84 31,04 82,76 614,80 470, ,94 Persen (%) 4,72 37,85 5,85 7,91 4,77 1,01 2,69 19,95 15, Tulangan Hektar ( ha) 166,74 435,41 403,53 423,29 949,63 51,48 82,22 54,49 602, ,25 Persen (%) 5,26 13,74 12,73 13,36 29,96 1,62 2,59 1,72 19, Tarik Hektar ( ha) 50,14 469,82 315,37 869,28 574,30 140,51 162,91 131,94 939, ,11 Persen (%) 1,37 12,86 8,63 23,79 15,72 3,85 4,46 3,61 25, Tanggulangin Hektar ( ha) 126,95 502,20 179,62 751,41 247,89 67,47 112,98 567,56 442, ,64 Persen (%) 4,23 16,75 5,99 25,06 8,27 2,25 3,77 18,93 14, Taman Hektar ( ha) 149, ,60 232,34 506,92 217,84 60,16 112,68 134,17 572, ,34 Persen (%) 4,76 36,71 7,41 16,16 6,94 1,92 3,59 4,28 18, Sukodono Hektar ( ha) 77,78 675,69 334,07 824,93 409,33 126,96 150,98 101,24 583, ,42 Persen (%) 2,37 20,57 10,17 25,12 12,46 3,87 4,60 3,08 17, Sidoarjo Hektar ( ha) 189, ,73 375,01 559,64 372,16 45,17 124, ,12 900, ,77 Persen (%) 3,05 18,28 6,03 9,00 5,98 0,73 2,00 40,46 14, Sedati Hektar ( ha) 134,58 683,78 468,43 676,15 339,08 64,02 144, ,54 974, ,13 Persen (%) 1,70 8,63 5,91 8,53 4,28 0,81 1,83 56,00 12,30 100

67 Lampiran 2 Lanjutan Tutupan Lahan No Kecamatan Luas TOTAL Lahan terbuka Lahan terbangun Rumput / Semak Sawah Ladang Vegetasi rapat Vegetasi jarang Badan air Tidak ada data 10 Prambon Hektar ( ha) 57,80 416,46 396,98 498,90 922,07 106,00 133,27 91,82 745, ,75 Persen (%) 1,72 12,36 11,78 14,81 27,37 3,15 3,96 2,73 22, Porong Hektar ( ha) 336,93 374,36 310,11 477,25 507,92 36,80 65,59 554,74 466, ,02 Persen (%) 10,76 11,96 9,91 15,25 16,23 1,18 2,10 17,72 14, Krian Hektar ( ha) 156,05 701,26 358,86 546,91 456,77 86,14 129,13 88,22 708, ,64 Persen (%) 4,83 21,70 11,10 16,92 14,13 2,67 4,00 2,73 21, Krembung Hektar ( ha) 70,51 347,30 359,02 403,45 989,54 50,43 84,19 64,24 512, ,42 Persen (%) 2,45 12,05 12,46 14,00 34,34 1,75 2,92 2,23 17, Jabon Hektar ( ha) 84,90 347,69 246, ,27 327,65 70,89 195, ,89 976, ,05 Persen (%) 1,03 4,23 3,00 17,74 3,99 0,86 2,38 54,90 11, Gedangan Hektar ( ha) 102,98 838,98 177,67 260,19 350,36 70,61 103,21 70,19 403, ,80 Persen (%) 4,33 35,28 7,47 10,94 14,73 2,97 4,34 2,95 16, Candi Hektar ( ha) 91,03 836,69 285,22 809,03 296,66 72,59 149, ,75 645, ,84 Persen (%) 2,13 19,58 6,67 18,93 6,94 1,70 3,49 25,45 15, Buduran Hektar ( ha) 115,65 671,95 241,26 405,41 330,42 69,98 135, ,26 652, ,17 Persen (%) 2,64 15,35 5,51 9,26 7,55 1,60 3,08 40,10 14, Balongbendo Hektar ( ha) 65,01 380,61 385,49 568,84 614,07 120,47 160,71 93,58 766, ,67 Persen (%) 2,06 12,06 12,22 18,03 19,46 3,82 5,09 2,97 24,30 100

68 Lampiran 3 Data pembuatan model No Jarak Rumput / Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan Semak (m) (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) ( o C)

69 54 Lampiran 3 Lanjutan No Jarak Rumput / Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan Semak (m) (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) ( o C)

70 55 Lampiran 3 Lanjutan No Jarak Rumput / Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan Semak (m) (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) ( o C)

71 56 Lampiran 3 Lanjutan No Jarak Rumput / Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan Semak (m) (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) ( o C)

72 Lampiran 4 Data validasi model No Jarak Rumput / Semak (m) Jarak Sawah (m) Jarak Ladang (m) Jarak Vegetasi Rapat (m) Jarak Vegetasi Jarang (m) Suhu Permukaan ( o C)

73 58 Lampiran 4 Lanjutan No Jarak Rumput / Semak (m) Jarak Sawah (m) Jarak Ladang (m) Jarak Vegetasi Rapat (m) Jarak Vegetasi Jarang (m) Suhu Permukaan ( o C)

74 59 Lampiran 4 Lanjutan No Jarak Rumput / Semak (m) Jarak Sawah (m) Jarak Ladang (m) Jarak Vegetasi Rapat (m) Jarak Vegetasi Jarang (m) Suhu Permukaan ( o C)

75 60 Lampiran 4 Lanjutan No Jarak Rumput / Semak (m) Jarak Sawah (m) Jarak Ladang (m) Jarak Vegetasi Rapat (m) Jarak Vegetasi Jarang (m) Suhu Permukaan ( o C)

76 Lampiran 5 Analisis regresi lahan RTH terhadap suhu permukaan Analisis Regresi rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang terhadap suhu permukaan Regression Analysis: Suhu versus me-rum/sem; ln me-sawah;... The regression equation is Suhu = 28,5 + 0,00394 me-rum/sem + 0,018 ln me-sawah + 0,563 ln me-ladang - 0, me-v.rapat + 0,616 ln me-v.jarang Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 28,5378 0, ,27 0,000 me-rum/sem 0, , ,88 0,005 1,9 ln me-sawah 0,0177 0,1520 0,12 0,907 1,4 ln me-ladang 0,5634 0,1468 3,84 0,000 1,5 me-v.rapat -0, , ,82 0,412 1,9 ln me-v.jarang 0,6157 0,1637 3,76 0,000 2,0 S = 0, R-Sq = 42,1% R-Sq(adj) = 40,3% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 5 86,661 17,332 23,54 0,000 Residual Error ,285 0,736 Total ,946 Durbin-Watson statistic = 1,86336 Residual Plots for Suhu Analisis Regresi rumput dan semak, ladang, vegetasi jarang terhadap suhu permukaan Regression Analysis: Suhu versus me-rum/sem; ln me-ladang; ln me-v.jara The regression equation is Suhu = 28,7 + 0,00348 me-rum/sem + 0,593 ln me-ladang + 0,565 ln me-v.jarang Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 28,6824 0, ,19 0,000 me-rum/sem 0, , ,82 0,005 1,6 ln me-ladang 0,5931 0,1411 4,20 0,000 1,4 ln me-v.jarang 0,5654 0,1394 4,06 0,000 1,5 S = 0, R-Sq = 41,8% R-Sq(adj) = 40,8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 86,155 28,718 39,32 0,000 Residual Error ,791 0,730 Total ,946 Durbin-Watson statistic = 1,84416 Residual Plots for Suhu Correlations: suhu; suhu duga Pearson correlation of suhu and suhu duga = 0,447 P-Value = 0,000

77 Lampiran 6 Alternatif tanaman dan ilustrasi untuk pengembangan RTH Jenis tanaman penghijauan sekitar kawasan industri No Nama lokal Nama Ilmiah Kelembaban Kebutuhan air Tipe 1 Sengon Paraserienthes falcataria S I P 2 Akasia Acacia auriculiformis S Si P 3 Lamtoro-gung Leucaena leucocephala P 4 Kersen Muntingia calabara P Jenis tanaman alternatif pada RTH sempadan sungai No Nama lokal Nama Ilmiah Kelembaban Kebutuhan air Tipe 1 Flamboyan Delonix regia S I P 2 Puspa Schima wallichii 3 Kenanga Canangium odoratum S I P 4 Bungur Lagerstomia speciosa S I P 5 Trembesi Samanea saman S I P 6 Tanjung Mimusops elengi S I P Sumber: Permen PU no. 5 tahun 2008 Jenis tanaman vertikal dan taman pekarangan No Nama lokal Nama Ilmiah Kelembaban Kebutuhan air Tipe 1 Ivy Hedera helix L I Cl 2 Congea Congea tomentosa S I Cl 3 Dolar-dolaran Ficus repens L I Cl 4 Pasiflora Passiflora sp S Si Cl 5 Krokot Althernantera sp. S I Gr 6 Lili paris Chlorophytum sp. S Si Gr 7 Lantana Lantana camara S Si Gr 8 Opiopogon putih Ophiopogon sp. S I Gr 9 Pandan varigata Pandanus pygmaeus S Si Gr 10 Sirih belanda Scindaptus aureus L I Cl 11 Kadaka Asplenium nidus L I Gr 12 Kuping gajah Anthurium crystallinum L I S Keterangan: Kelembaban : L: Lembab; S: Sedang; K: Kering Kebutuhan air : N: Nonintensif ; Si: Semiintensif; I:Intensif; B: Basah Tipe : P: Pohon ; Pd: Perdu; Cl: Climber; S: Semak; Gr; Groundcover

78 Lampiran 6 Lanjutan Jenis tanaman alternatif pada jalur kendaraan No Nama lokal Nama Ilmiah Kelembaban Kebutuhan air Tipe 1 Krey payung Felicium decipiens S I P 2 Mahoni Swietenia macrophylla P 3 Tanjung Mimusops elengi S I P 4 Bungur Lagerstomia speciosa S I P 5 Angsana Pterocarpus indicus S I P 6 Akasia Acacia mangium P 7 Trembesi Samanea saman S I P 8 Flamboyan Delonix regia S I P 9 Oleander Nerium oleander S Si Pd 10 Teh-tehan Acalypha macrophylla S Si Sm Sumber: Permen PU no. 5 tahun 2008 Jenis tanaman pada taman atap No Nama lokal Nama Ilmiah Kelembaban Kebutuhan air Tipe 1 Pacing Costus sp. S I Sm 2 Rumput kawat Cynodon dactylon S Si Gr 3 Lidah mertua Sansevieria trifasciata K Si Gr 4 Lantana Lantana camara S Si Gr 5 Hanjuang Cordyline terminalis S I Pd Keterangan: Kelembaban : L: Lembab; S: Sedang; K: Kering Kebutuhan air : N: Nonintensif ; Si: Semiintensif; I:Intensif; B: Basah Tipe : P: Pohon ; Pd: Perdu; Cl: Climber; Sm: Semak; Gr; Groundcover Sumber: Permen PU no. 5 tahun 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 )

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 ) Tabel 3 Aliran energi dan massa Variabel neraca energi Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 ) Rumput (MJm -2 hari -1 ) Rn 11.28±2.74 10.21±2.53 LE 8.41± 6.50 4.21±2.48 LE/Rn 74.56 41.23 H 2.85±6.16 6.00 2.69

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Semburan lumpur Lapindo terjadi di area pengeboran sumur Banjar Panji 1 yang dioperasikan oleh Lapindo Brantas Incorporation (LBI), yang berlokasi di desa Renokenongo,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA DETEKSI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN DALAM PEMBANGUNAN KAMPUS IPB DARMAGA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT ETM

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA DETEKSI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN DALAM PEMBANGUNAN KAMPUS IPB DARMAGA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT ETM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA DETEKSI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN DALAM PEMBANGUNAN KAMPUS IPB DARMAGA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT ETM BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN Diusulkan Oleh: Nardy Norman Najib

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA

RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA GIGIH EKA PRATAMA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT Tujuan: Mahasiswa dapat mengidentifikasi objek yang ada pada citra landsat Mahasiswa dapat mendelineasi hasil interpretasi citra landsat secara teliti Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi PERBANDINGAN EKSTRAKSI BRIGHTNESS TEMPERATUR LANDSAT 8 TIRS TANPA ATMOSPHERE CORRECTION DAN DENGAN MELIBATKAN ATMOSPHERIC CORRECTION UNTUK PENDUGAAN SUHU PERMUKAAN Farid Ibrahim 1, Fiqih Atriani 2, Th.

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh : EDEN DESMOND

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1 Analisa Perubahan Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Brantas Bagian Hilir Menggunakan Citra Satelit Multitemporal (Studi Kasus:

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL Grace Idolayanti Moko 1, Teguh Hariyanto 1, Wiweka 2, Sigit Julimantoro

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian  3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan 5 Tabel 2 Kisaran nilai albedo (unitless) tiap penutup lahan Penutup Lahan Albedo (Unitless) Min Max Mean Hutan alam 0.043 0.056 0.051 Agroforest Karet 0.048 0.058 0.052 Monokultur 0.051 0.065 0.053 Karet

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) ANDIKA PRAWANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetimbangan radiasi pada vegetasi hutan adalah ρ + τ + α = 1, di mana α adalah proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang diabsorbsi oleh unit indeks luas daun,

Lebih terperinci

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA)

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) SRI WAHYUNI WERO G 621 08 264 Skripsi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

PERAN VEGETASI TINGGI DALAM PENGENDALIAN SUHU PERMUKAAN DI PT. INDOCEMENT PALIMANAN, CIREBON FELIX JULIAN AJI PUJASTOMO

PERAN VEGETASI TINGGI DALAM PENGENDALIAN SUHU PERMUKAAN DI PT. INDOCEMENT PALIMANAN, CIREBON FELIX JULIAN AJI PUJASTOMO PERAN VEGETASI TINGGI DALAM PENGENDALIAN SUHU PERMUKAAN DI PT. INDOCEMENT PALIMANAN, CIREBON FELIX JULIAN AJI PUJASTOMO DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) ANALISA RELASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN SUHU PERMUKAAN TANAH DI KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL TAHUN 1994 2012 Dionysius Bryan S, Bangun Mulyo Sukotjo, Udiana Wahyu D Jurusan

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan Sukristiyanti et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.1 ( 2007) 1-10 1 Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan SUKRISTIYANTI a, R. SUHARYADI

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus : Sub Das Brantas Bagian Hulu, Kota Batu) Oleh : Aning Prastiwi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016 ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN FENOMENA URBAN HEAT ISLAND Sendi Akhmad Al Mukmin, Arwan Putra Wijaya, Abdi Sukmono *) Program Studi

Lebih terperinci

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72 Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72 ANALISIS DISTRIBUSI TEMPERATUR PERMUKAAN TANAH WILAYAH POTENSI PANAS BUMI MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DI GUNUNG LAMONGAN,

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan

Lebih terperinci

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya PEMBAHASAN 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya Pemetaan Geomorfologi,NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah Pemetaan Geomorfologi

Lebih terperinci

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4 Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4 Oleh : Linda Ardi Oktareni Pembimbing : Prof. DR. Ir Bangun M.S. DEA,

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci