UNSUR-UNSUR YANG DIBEBASKAN DARI PROSES PENCUCIAN ABU TERBANG (FLY ASH) DARI PLTU SURALAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNSUR-UNSUR YANG DIBEBASKAN DARI PROSES PENCUCIAN ABU TERBANG (FLY ASH) DARI PLTU SURALAYA"

Transkripsi

1 i UNSUR-UNSUR YANG DIBEBASKAN DARI PROSES PENCUCIAN ABU TERBANG (FLY ASH) DARI PLTU SURALAYA AMALIA HARDIYANTI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ii RINGKASAN AMALIA HARDIYANTI. Unsur-unsur yang dibebaskan dari proses pencucian abu terbang (fly ash) dari PLTU Suralaya. Dibawah bimbingan SUDARSONO dan ISKANDAR. Pembakaran batubara akan menghasilkan limbah padat berupa abu terbang. Jumlah abu terbang yang dihasilkan telah menimbulkan masalah yang cukup serius hampir di semua negara yang menggunakan bahan bakar batubara untuk pembangkit tenaga listrik. Namun di lain pihak abu terbang mengandung unsur hara yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat kimia abu terbang dan unsurunsur yang dilepaskan oleh abu terbang pada saat terjadinya proses pencucian dari abu terbang segar dan abu terbang yang telah berada di landfiil selama 6 bulan dan 5 tahun. Penelitian ini difokuskan pada analisis ph, EC (daya hantar listrik), unsur hara makro (K, Na, Mg, Ca), unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu), dan logam-logam (Cr, Ni). Hasil analisis menunjukkan bahwa abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini bersifat basa (ph abu terbang segar 11,1, ph abu terbang berumur 6 bulan 9,4, dan ph abu terbang berumur 5 tahun 8,4). Nilai DHL abu terbang segar 3,12dSm -1 lebih tinggi dibanding abu terbang di landfiil (0,76 dsm -1 dan 0,39 dsm -1 ). Kandungan unsur-unsur dalam abu terbang segar juga lebih tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin lama abu terbang berada di landfiil, kandungan unsur-unsur dalam abu terbang, semakin menurun. Pada percobaan dengan metode perkolasi, ph perkolat berkisar antara 7,3 hingga 7,8. ph perkolat yang berasal dari abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang di landfiil. DHL perkolat berkisar antara 0,20 dsm -1 hingga 0,35 dsm -1. Pada percobaan dengan metode perkolasi, perkolat mengandung unsur-unsur makro (K, Na, Ca, dan Mg) dalam jumlah bervariasi, sedangkan unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu) dan logam (Cr, Ni) tidak terukur. Kandungan unsur-unsur dalam perkolat pada bulan pertama lebih tinggi dibanding bulan ketiga.

3 iii SUMMARY AMALIA HARDIYANTI. Elements released from leaching test of fly ash from Suralaya power plant. Under supervision of SUDARSONO and ISKANDAR. Coal combustion produce solid waste known as fly ash. A number of fly ash cause serious problem almost in every coal power plant. However fly ash consist of potential nutrient that could be used in agriculture. This research studied the chemical characteristics of fly ash and the nutrients released under leaching during 3 months. Three kind of fly ash are used fresh, 6 months deposited fly ash out-door, and 5 years out-door deported fly ash. The analyses conducted were ph, EC (Electrical Conductivity), macro elements (K, Na, Ca, Mg), micro elements (Fe, Mn, Zn, Cu), and metals (Cr, Ni). The result showed that the three fly ash samples in this research were alkali. The ph value of fresh fly ash is 11,1. The six months fly ash was 9,4 in ph value and five years fly ash was 8.4 in ph value. Electrical conductivity of fresh fly ash was 3,12 dsm -1. It was higher than electrical conductivity of landfiil s fly ash. Electrical conductivity of six months fly ash and five years fly ash were0,76dsm -1 and 0,39 dsm -1. According to this research, fresh fly ash also contained more elements than landfiil s fly ash. This research also used percolation method. Result of percolation method show that ph value of percolate were between 7,3 to 7,8. Percolate ph value of fresh fly ash was higher than percolate ph value landfiil s fly ash. Percolate electrical conductivity were between 0,20 dsm -1 to 0,35 dsm -1. Percolation method also showed that percolate contained variety number of macro elements (K, Na, Ca, Mg). This percolate also has small number of micro elements (Fe, Mn, Zn, Cu) and metals (Cr, Ni). Percolate elements in the first month was higher than it were in the third month.

4 iv UNSUR-UNSUR YANG DIBEBASKAN DARI PROSES PENCUCIAN ABU TERBANG (FLY ASH) DARI PLTU SURALAYA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : AMALIA HARDIYANTI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 v Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : Unsur-unsur yang Dibebaskan dari Proses Pencucian Abu Terbang (Fly Ash) dari PLTU Suralaya : Amalia Hardiyanti : A Dosen Pembimbing I Menyetujui, Dosen Pembimbing II Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc NIP Dr Ir Iskandar NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Dr Ir Syaiful Anwar, MSc NIP Tanggal Lulus:

6 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Juli 1988 di Pekalongan, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Amat Rosyidin dan Ibu Effi Subiyakti. Pendidikan formal penulis dari SD hingga SMA diselesaikan di Pekalongan. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Keputran IV Pekalongan pada tahun 2000, kemudian meneruskan ke tingkat SLTP Negeri 1 Pekalongan dan tamat pada tahun Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan sekolah dari SMA Negeri 1 Pekalongan. Pada tahun Penulis diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai kepanitian antara lain, Open House Angkatan 44 (2007), Masa Perkenalan Departemen (2008), Seminar Nasional Soil and Mining, Olimpiade Mahasiswa IPB 2008, Soilidarity 2008, dan Gebyar Nusantara IPB Penulis pernah menjadi assisten praktikum mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lanskap. Selain itu, penulis juga pernah menjadi finalis kelompok Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan dengan judul Susu Kacang Hijau Aneka Rasa sebagai Minuman Alternatif Berprotein pada tahun Pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Kedungoleng, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes.

7 vii KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Unsur-unsur yang Dibebaskan dari Proses Pencucian Abu Terbang (Fly Ash) dari PLTU Suralaya. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga kesulitan yang penulis hadapi dapat teratasi. Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr Ir Sudarsono dan Dr Ir Iskandar selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini dari awal sampai akhir. 2. Dr Ir Darmawan selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan tambahan ilmu dalam penelitian ini. 3. Seluruh staf pengajar Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dan Ibu Tini atas bantuannya, terutama saat penelitian dan penulisan skripsi. 4. Babah dan Mamah, serta adik-adikku (Tsani, Milla, dan Mala) yang telah mengiringi ananda dengan do a dan kasih sayang. 5. Sahabat-sahabatku MSL 43, teman-teman Pondok Nuansa Sakinah, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas semangat, dukungan, kerjasama, dan kebersamaannya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Februari 2011 Penulis

8 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Perubahan Sifat Tanah Akibat Aplikasi Abu Terbang Pemanfaatan dan Potensi Abu Terbang... 5 III.METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Metode Perkolasi... 8 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sifat Kimia Abu Terbang Analisis Sifat Kimia Perkolat Persentase Unsur-unsur yang Tercuci pada Abu Terbang (Fly Ash) V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 26

9 ix DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Analisis kimia total abu terbang sebelum dan setelah melalui proses perkolasi selama 3 bulan Perbandingan kandungan abu terbang dengan pupuk kalium klorida, kalium sulfat, kieserit, kapur tohor, fero sulfat, dan mangan oksida Jumlah unsur-unsur yang tercuci dari satu gram abu terbang Lampiran 1. Karakteristik kimia perkolat setelah melalui proses pencucian 3 bulan Jumlah perkolat yang dihasilkan (dalam ml) Persentase kandungan unsur-unsur dalam abu terbang Macam-macam pupuk dan persentase kandungan unsur utamanya... 28

10 x DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Metode perkolasi Pengaruh lama perkolasi terhadap ph perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Pengaruh lama perkolasi terhadap DHL perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalsium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar natrium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar magnesium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Lampiran 1. Tempat pengambilan sample abu terbang berumur 5 tahun Tempat pengambilan sample abu terbang berumur 6 bulan Landfiil abu terbang PLTU Suralaya Proses perkolasi Glasswool Abu terbang segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun Peta curah hujan Pulau Jawa...30

11 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin meningkat dalam berbagai bidang industri, sehingga membutuhkan alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satunya, pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Sisa dari pembakaran batubara adalah berupa abu terbang (fly ash) yang terdapat dalam jumlah cukup besar, sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara dan perairan, serta penurunan kualitas ekosistem. Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan limbah tersebut untuk keperluan bahan bangunan seperti batako dan paving blok serta pembenah lahan pertanian. Namun, hasil pemanfaatan tersebut belum dapat dimasyarakatkan, karena berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, abu terbang dikategorikan sebagai limbah B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami pelindian secara alami dan mencemari lingkungan. Teknik pembuangan abu terbang yang dihasilkan oleh PLTU umumnya dengan cara menimbunnya di suatu luasan lahan (landfiil), ini dapat dilihat pada Gambar Lampiran 3. Padahal apabila dilakukan pengolahan tertentu, abu terbang tersebut dapat menjadi suatu bahan yang bermanfaat untuk memperbaiki sifat kimia tanah. Menurut Iskandar et al. (2008), salah satu bentuk pemanfaatan abu terbang adalah sebagai bahan amelioran, dimana bahan ini dikenal baik sebagai bahan yang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Abu terbang dapat digunakan untuk menetralkan tanah masam dan meningkatkan kandungan hara tanah. Berdasarkan penelitian Ramadina (2003), penambahan abu terbang mampu memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut yang ditunjukkan oleh meningkatnya ph, P-tersedia, dan basa-basa. Karakteristik dari abu terbang yang dihasilkan sangat berbeda-beda. Hal tersebut tergantung dari bahan induk batubara, tipe alat kontrol emisi, penyimpanan dan pengelolaannya (Basu et al., 2009). Agar penggunaan dan

12 2 pemanfaatannya aman terhadap lingkungan, maka perlu dilihat karakteristik abu terbang yang dihasilkan oleh PLTU Suralaya. Namun, abu terbang selain mengandung unsur-unsur hara yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman, juga mengandung berbagai logam berat. Oleh sebab itu kandungan logam-logam berat yang dilepaskan oleh abu terbang perlu diteliti agar dapat diketahui pemanfaatan abu terbang untuk tanah-tanah pertanian Kerangka Pemikiran Terbatasnya bahan bakar minyak yang diikuti adanya tuntutan penyediaan energi listrik yang stabil dan kontinu dalam hubungannya dengan kegiatan industri, telah mendorong tumbuhnya pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara. Hal ini disebabkan cadangan bahan bakar batubara masih berlimpah. Namun di sisi lain pembakaran batubara akan menghasilkan limbah padat, diantaranya abu terbang. Persentase abu terbang yang dihasilkan berbeda-beda tergantung bahan induk batubara. Jumlah abu terbang yang dihasilkan telah menimbulkan masalah yang cukup serius hampir di semua negara yang menggunakan bahan bakar batubara untuk pembangkit tenaga listrik. Namun di lain pihak abu terbang mengandung unsur hara yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam bidang pertanian, sehingga perlu diketahui kandungan yang dilepaskan oleh abu terbang segar dan abu terbang dari landfiil Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat kimia abu terbang dan unsur-unsur yang dilepaskan oleh abu terbang pada saat terjadinya proses pencucian dari abu terbang segar dan abu terbang yang telah berada di landfiil selama 6 bulan dan 5 tahun.

13 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan bakar batubara pada pusat pembangkit listrik tenaga uap. Mutunya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, bergantung dari sumber batubara yang dipergunakan, efisiensi, suhu pembakaran (bergantung pada macam tungku yang dipakai untuk pembakaran batubara), serta cara pengendapan abu dari gas pembakaran (Supriyono dan Sutopo, 1994). Menurut Hayati (2010) secara kimia abu terbang merupakan material oksida anorganik yang mengandung silika dan alumina aktif karena sudah melalui proses pembakaran pada suhu tinggi. Abu terbang bersifat aktif, yaitu dapat bereaksi dengan komponen lain untuk membentuk material baru yang tahan terhadap suhu tinggi. Secara kimia abu terbang terdiri dari SiO 2 (58,90%), Al 2 O 3 (28,34%), Fe 2 O 3 (4,30%), TiO 2 (1,00%), K 2 O (0,43%), Na 2 O (1,22%), CaO (2,30%), MgO (0,81%), SO 3 (0,96%), dan karbon (1,74%). Ukuran butiran abu terbang lebih halus dari 120 mesh. Bahan ini bersifat aktif dengan adanya air dapat bersenyawa dengan hidroksida Ca(OH) 2 pada suhu kamar dan membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen yaitu mengeras dalam waktu tertentu (Supriyono dan Sutopo, 1994). Komposisi kimia abu terbang bergantung pada kualitas batubara yang digunakan dan kondisi operasi di TPS (Thermal Power Station). Rata-rata 95-99% abu terbang terdiri dari oksida Si, Al, Fe, dan Ca serta sekitar 0,5-3,5% terdiri dari Na, P, K, dan S. Oleh karena itu abu terbang dapat digunakan sebagai bahan pembenah untuk pertanian (Aktar, 2008). Abu terbang umumnya bersifat alkalin, namun ph abu terbang dapat bervariasi dari 4,5-12. Nilai ph abu terbang sebagian besar ditentukan oleh kandungan sulfur dalam bahan induk batubara, tipe batubara yang digunakan selama pembakaran, dan kandungan sulfur dalam abu terbang (Haynes, 2009).

14 4 Menurut Supriyono dan Sutopo (1994), warna abu terbang batubara dipengaruhi oleh waktu pembakaran yang menggunakan bahan bakar batubara. Apabila warna abu terbang batubara makin muda berarti hasil pembakaran makin sempurna dan mutunya makin baik. Umumnya abu terbang batubara berwarna abu-abu dan biasanya bervariasi sampai hitam Perubahan Sifat Tanah Akibat Aplikasi Abu Terbang Aplikasi abu terbang ke tanah dapat menyebabkan perubahan beberapa sifat tanah, seperti bobot isi, ph tanah, ketersediaan unsur hara, dan sifat biologi Bobot Isi Ukuran partikel abu terbang mirip dengan liat dan akan mempengaruhi bobot isi tanah. Beberapa percobaan yang dilakukan untuk mengukur sifat fisik dari jenis tanah berlempung dicampur dengan perbandingan abu terbang 50% menunjukkan bahwa campuran tanah dengan abu terbang cenderung memiliki bobot isi yang rendah dibanding tanah tanpa campuran abu terbang (Basu et al., 2009). Selanjutnya menurut Aktar (2008), penambahan abu terbang pada tanah pertanian cenderung menurunkan bobot isi, sehingga tanah tersebut menjadi mudah meneruskan air dan ditembus akar tanaman ph Tanah (Kemasaman tanah) Pada umumnya abu terbang yang dihasilkan bersifat alkalin, yang dapat digunakan untuk meningkatkan ph tanah (Aktar, 2008). Abu terbang yang diproduksi di India adalah basa, maka dengan aplikasi untuk tanah pertanian dapat meningkatkan ph tanah dan dengan demikian dapat menetralkan sifat masam pada tanah. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan abu terbang sebagai agen pengapuran pada tanah asam dapat meningkatkan hasil panen. Penggunaan berlebihan abu terbang untuk mengubah ph dapat meningkatkan salinitas tanah (Basu et al., 2009) Ketersediaan Unsur Hara Konsentrasi P tersedia, K, dan Na meningkat setelah pemberian abu terbang dengan kadar 0 ton/ha, 1,5 ton/ha, dan 3,0 ton/ha pada tanah dengan bahan induk granit, kapur, dan batu pasir, yang diambil dari solum 0-10 cm dan cm. Kalsium dan magnesium meningkat terutama pada tanah berbahan induk kapur.

15 5 Pada unsur Fe, Mn, Zn, dan Cu meningkat pada jenis tanah dengan bahan induk granit, kapur, dan batu pasir (Inthasan et al., 2002) Sifat Biologi Informasi mengenai pengaruh pemberian abu terbang pada sifat biologi tanah sangat langka. Hasil percobaan laboratorium mengungkapkan beberapa aplikasi abu terbang khususnya untuk tanah berpasir sangat menghambat respirasi mikroba, aktivitas enzim dan proses nitrifikasi. Efek samping yang sebagian disebabkan oleh tingkat garam terlarut yang berlebihan. Namun, konsentrasi garam larut mengalami penurunan karena pelapukan abu terbang selama proses pencucian, sehingga mengurangi efek yang merugikan dari waktu ke waktu (Basu et al., 2009) Pemanfaatan dan Potensi Abu Terbang Beberapa laporan tersedia berhubungan dengan penggunaan abu terbang sebagai peubah tanah untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan yang aman abu terbang yang dikombinasi pada tanah pertanian menjadi usaha yang sangat menjanjikan untuk lingkungan, yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan memperkaya unsur hara tanah, sangat membantu dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil panen tanaman. Abu terbang batubara sebesar 5% dapat menghasilkan perkecambahan biji lebih tinggi dan akar selada (Lactuca sativa) lebih panjang. Respon terhadap aplikasi abu terbang dapat bervariasi secara luas dari yang bermanfaat sampai yang beracun tergantung pada berbagai konsentrasi elemen yang ada di dalamnya. Aplikasi abu terbang pada konsentrasi yang lebih rendah dari 0,5-1,0% tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap perkecambahan dan pertumbuhan bibit (Basu et al., 2009). Abu terbang dapat digunakan untuk tujuan pengapuran karena mengandung CaO dan MgO. Kemampuan pengapuran atau daya netralisasi abu terbang mempunyai variasi yang besar tergantung pada sumber abu dan proses pelapukan. Daya netralisasi abu terbang berkorelasi negatif dengan kandungan Fe dan Si serta berkorelasi positif dengan Ca dan Mg (Haynes, 2009). Lestari et al. (2004) juga melaporkan bahwa pemberian abu batubara dalam dosis yang rendah (<2%) pada tanah dapat meningkatkan kandungan unsur hara

16 6 dalam tanah. Pemberian abu batubara pada tanaman sengon (Paraserianthes falcataria L.) memberikan respon yang cukup baik untuk diameter batang, tinggi tanaman, dan bobot kering tajuk terutama pada abu dasar dengan dosis <2% dan abu terbang dengan dosis <1%. Berdasarkan penelitian Rosmanah et al. (2004), abu terbang dapat meningkatkan kandungan Ca, Mg, dan KTK tanah sedangkan abu dasar dapat meningkatkan ph dan kandungan kalsium. Selanjutnya Ramadina (2003) melaporkan bahwa penambahan abu terbang dengan dosis 5, 10, 15, dan 30 ton/ha pada tanah gambut dapat meningkatkan ph dan basa-basa secara nyata. Kadar unsur-unsur dalam filtrat pada percobaan dengan metode batch dan perkolat pada percobaan leaching test tidak melebihi ambang batas kriteria mutu air untuk mengairi pertanaman (kelas II) yang terdapat pada PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Universitas Pertanian Punjab mengamati bahwa aplikasi abu terbang 10 ton/ha dapat meningkatkan hasil gandum dari 21,5 kw/ha menjadi 24,1 kw/ha; kapas 1245 kg/ha menjadi 1443 kg/ha. Mereka juga menemukan bahwa penambahan abu terbang 0-80 ton/ha meningkatkan hasil padi dari 61,82 kw/ha menjadi kw/ha (Aktar, 2008). Fakultas Pertanian Raichur mengamati bahwa hasil kacang tanah meningkat dari 24.1 kw/ha menjadi 31.9 kw/ha dengan aplikasi abu terbang sebesar 20 ton/ha. Pada sistem tumpangsari padi dan kacang tanah, aplikasi abu terbang 10 ton/ha meningkatkan hasil padi rata-rata 14% dan polong kacang tanah 26% dibanding dengan kontrol. Aplikasi abu terbang 10 ton/ha dikombinasi dengan sumber organik dan anorganik pada satu musim dengan tumpangsari padi dan kacang tanah meningkatkan hasil keduanya secara nyata dibanding dengan hanya menggunakan pupuk kimia (Aktar, 2008). Beberapa sifat kimia tanah gambut seperti ph, P, kadar basa-basa K, Na, Ca, dan Mg serta persentase kejenuhan basa dapat meningkat setelah pemberian abu terbang pada empat dosis yang berbeda. Penurunan terjadi pada nilai KTK yang menurun dari 87,02 me/100 g hingga menjadi 54,08 me/100 g. Penurunan KTK ini terjadi karena semakin rendahnya porsi gambut per satuan berat tertentu akibat semakin meningkatnya porsi abu terbang (Iskandar et al., 2008).

17 7 Abu terbang masih sangat potensial untuk dikembangkan pada produk pertanian yang dapat dimakan, namun perlu diterapkan beberapa faktor dalam pemanfaatannya, seperti batas asupan logam berat per hari yang diperbolehkan, pengembangan pemanfaatan abu terbang lebih diutamakan pada tanaman penghasil biji dan tanaman penghasil minyak, serta penggunaan kultivar yang memiliki kemampuan rendah dalam mengakumulasi logam berat (Hayati, 2010).

18 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Analisis kimia abu terbang dilakukan di Laboratorium Genesis dan Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Balai Penelitian Tanah, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret sampai Agustus Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah abu terbang yang sudah tertimbun selama enam bulan dan lima tahun pada landfiil, serta abu terbang segar yang diambil dari Electrostatic Presipitator (ESP) dari PLTU Suralaya Metode Penelitian Pengambilan Contoh Abu Terbang Pengambilan contoh abu terbang dilakukan pada 3 sumber, yaitu langsung dari Electrostatic Precipitator (ESP), abu terbang berumur 6 bulan dari landfiil seluas 4 ha (Gambar Lampiran 2), dan dari abu terbang berumur 5 tahun yang telah tertimbun tanah (Gambar Lampiran 1). Contoh abu terbang dari landfiil berumur enam bulan diambil pada kedalaman 20 cm, diambil secara acak sebanyak 1 kg abu terbang, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label. Abu terbang berumur 5 tahun diambil dari timbunan tanah dengan kedalaman 30 cm dan ketebalan abu terbang di bawah tanah 8 cm, diambil secara acak sebanyak 1 kg abu terbang, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label, yang selanjutnya ditentukan sifat kimia dan kadar unsurnya Metode Perkolasi Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan metode perkolasi (leaching test), dapat dilihat pada Gambar Lampiran 4. Pada metode ini, abu terbang dengan bobot masing-masing 250 gram, dimasukkan ke dalam tabung perkolasi, lalu setiap hari masing-masing tabung perkolasi dialiri dengan aquadest sekitar 100 ml selama tiga bulan. Air yang terperkolasi (perkolat) ditampung dalam jerigen. Perkolat diukur setiap satu bulan sekali untuk menentukan ph, EC (Electrical

19 9 Conductivity = daya hantar listrik) dan jumlah unsur K, Na, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, Cr, dan Ni Analisis Kimia Abu Terbang Analisis sifat kimia abu terbang meliputi: ph (H 2 O 1:2), Electrical Conductivity (EC), dan analisis unsur kimia abu terbang meliputi Ca, K, Na, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, Cr, dan Ni (dengan destruksi HClO 4 dan HNO 3 1:2). Analisis beberapa unsur abu terbang digunakan untuk mengetahui kandungan unsur yang diperlukan tumbuhan untuk pertumbuhannya dan untuk mengetahui kandungan logam berat yang terdapat dalam abu terbang sehingga dapat diperkirakan kemungkinan pengembangan pemanfaatannya. Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, Cr, dan Ni diukur dengan menggunakan AAS sedangkan K dan Na diukur menggunakan alat Flamephotometer dengan deret standar masing-masing sebagai pembanding (Anshori dan Purnariyanto, 2008). 7,60 cm 20,30 cm Abu terbang Filter berupa glasswool (Gambar Lampiran 5) Sekat berupa kertas saring Selang Jerigen Gambar 1. Metode perkolasi

20 10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Kimia Abu Terbang Abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ESP (Electrostatic Precipitator) yang merupakan abu terbang segar dan abu terbang dari landfiil berumur 6 bulan dan 5 tahun yang sudah tertimbun oleh tanah. Pada ketiga abu terbang ini memiliki perbedaan warna, yang dapat dilihat pada Gambar Lampiran 6. Hasil analisis untuk mengetahui sifat kimia abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini baik sebelum maupun sesudah proses perkolasi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Analisis kimia total abu terbang sebelum dan setelah melalui proses perkolasi selama 3 bulan Abu Terbang Abu Terbang Abu Terbang Segar 6 bulan 5 tahun Parameter Setelah Setelah Setelah Awal Awal Awal Tercuci Tercuci Tercuci ph H 2 O (1:2) 11,1 8,0 9,4 7,7 8,4 7,4 EC (1:2) (dsm -1 ) 3,12 0,31 0,76 0,23 0,39 0,12 K (ppm) Na (ppm) Ca (ppm) Mg (ppm) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) Cr (ppm) Ni (ppm) Pada analisis awal terlihat bahwa abu terbang memiliki ph 11,1 pada abu terbang dari segar, ph 9,4 pada abu terbang berumur 6 bulan, dan 8,4 pada abu terbang berumur 5 tahun. Hal ini mengindikasi bahwa abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini bersifat basa. Sifat abu terbang semacam ini dapat menetralisir tanah masam. Oleh karena itu, pengaplikasian abu terbang untuk

21 11 tanah pertanian masam dapat meningkatkan ph tanah (Aktar, 2008). Selanjutnya berdasarkan penelitian Rosmanah et al. (2004) diketahui bahwa abu batubara dapat digunakan sebagai bahan baku penetral ph pada air asam tambang batubara. Hasil analisis awal menunjukkan bahwa ph abu terbang segar lebih tinggi dibanding ph abu terbang dari landfiil, yang terdiri dari abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Hal ini diduga abu terbang segar belum mengalami proses pencucian di landfiil. Nilai ph abu terbang pada dasarnya ditentukan oleh komposisi bahan induk batubara. Bahan induk batubara dengan kandungan sulfur tinggi akan menghasilkan abu terbang dengan ph yang bersifat masam, sedangkan batubara dengan kandungan sulfur rendah akan menghasilkan abu terbang dengan ph bersifat alkalis (Haynes, 2009). Berdasarkan hal tersebut, PLTU Suralaya menggunakan batubara dengan kandungan sulfur yang rendah, sehingga menghasilkan abu terbang dengan ph bersifat alkalis. Daya hantar listrik merupakan salah satu parameter yang dipakai untuk mengukur akumulasi garam (Anwar dan Sudadi, 2007). Nilai DHL pada analisis awal abu terbang segar sebesar 3,12 dsm -1 lebih tinggi dibanding nilai DHL abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun, yang berturut-turut bernilai 0,76 dsm -1 dan 0,39 dsm -1 (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pathan et al. (2003), yang menunjukkan bahwa abu terbang segar memiliki nilai DHL sebesar 1,3 dsm -1 lebih tinggi bila dibanding dengan nilai DHL abu terbang yang telah mengalami proses pencucian (abu terbang berumur 3 tahun, nilai DHL=0,51 dsm -1 dan abu terbang berumur 3 bulan memiliki DHL sebesar 0,59 dsm -1 ). Penurunan nilai ph dan DHL pada abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun diperkirakan terjadi karena adanya proses pencucian di landfiil, sehingga kandungan kimianya akan terus menerus berkurang bergantung dengan semakin lamanya abu terbang tersebut berada di landfiil. Hal ini sejalan dengan penelitian Haynes (2009) yang menyatakan bahwa proses pencucian menyebabkan berkurangnya garam-garam terlarut dan menurunkan ph. Partikel abu terbang yang sangat halus dan bersifat porous berkontribusi terhadap tingkat pencucian yang tinggi.

22 12 Nilai ph dan DHL dalam abu terbang merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perannya sebagai pembenah tanah atau bahan amelioran, karena ph berpengaruh terhadap mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman dan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik serta penyediaan unsur hara bagi tanaman (Hardjowigeno, 2007). Selanjutnya Haynes (2009) juga menyatakan bahwa ph berpengaruh terhadap mobilitas dan kelarutan logam essensial dan non essensial di dalam tanah. Abu terbang diketahui memiliki jumlah kation-kation basa seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan natrium (Na) yang tinggi. Kalsium merupakan kation yang terdapat dalam abu terbang dalam jumlah yang tinggi. Hasil analisis awal kimia total menunjukkan bahwa kadar kalsium abu terbang segar, abu terbang berumur 6 bulan, dan 5 tahun tersebut secara berurutan 1780 ppm Ca, 808 ppm Ca, dan 559 ppm Ca. Sedangkan kadar magnesium pada abu terbang segar, abu terbang berumur 6 bulan, dan 5 tahun secara berurutan adalah 82 ppm Mg, 48 ppm Mg, dan 34 ppm Mg. Tinggi rendahnya kadar kalsium dan magnesium yang dikandung menentukan tipe abu terbang itu sendiri. Dikenal dua jenis abu terbang, yaitu abu terbang kelas C dan kelas F. Abu terbang kelas C memiliki kandungan kapur yang tinggi (CaO dan MgO >15%), sedangkan kelas F memiliki kandungan kapur yang lebih rendah dibandingkan kelas C (CaO dan MgO <10%) (Haynes, 2009). Berdasarkan pada analisis diketahui bahwa kandungan CaO dalam abu terbang ini sebesar 0,25 % dan kandungan MgO sebesar 0,014 %, sehingga dapat dikatakan bahwa abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini termasuk abu terbang kelas F. Unsur natrium merupakan kation basa yang kandungannya paling tinggi pada analisis awal abu terbang. Kadar natrium pada analisis awal kimia total dari abu terbang segar, abu terbang berumur 6 bulan, dan 5 tahun secara berurutan adalah 1808 ppm Na, 1572 ppm Na, dan 751 ppm Na, sedangkan kadar kalium secara berurutan adalah 150 ppm K, 100 ppm K, dan 50 ppm K. Kadar kalium dan natrium pada abu terbang segar paling tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh, semakin lama abu terbang diletakkan di landfiil, semakin sedikit kandungan unsur Ca, Mg, K, dan Na dalam abu terbang.

23 13 Hal ini diduga bahwa abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun telah mengalami proses pencucian. Selain itu, dalam abu terbang terdapat oksida-oksida, seperti Na 2 O, K 2 O, CaO, dan MgO. Pada abu terbang di landfill, oksida-oksida tersebut akan bereaksi dengan CO 2 di atmosfer, sehingga membentuk natrium karbonat, kalium karbonat, kalsium karbonat, dan magnesium karbonat. Senyawa-senyawa tersebut lebih stabil dibanding oksida-oksidanya, terutama magnesium karbonat (MgCO 3 ) dan kalsium karbonat (CaCO 3 ). Hal ini yang menyebabkan kandungan basa-basa (K, Na, Ca, dan Mg) pada abu terbang berumur 5 tahun di landfill masih ada, dapat dilihat pada Tabel 1. Unsur mikro merupakan unsur hara yang terdapat di tanah dan dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit. Unsur besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), dan tembaga (Cu) merupakan contoh unsur-unsur mikro essensial. Kadar unsur mikro tertinggi yang dikandung abu terbang adalah Fe. Kadar Fe pada abu terbang dari ESP, abu terbang 6 bulan, dan abu terbang 5 tahun secara berurutan adalah 648 ppm Fe, 528 ppm Fe, dan 453 ppm Fe. Mangan (Mn) merupakan unsur logam yang cukup tinggi kedua setelah Fe berdasarkan hasil analisis. Kadar mangan pada abu terbang dari ESP, abu terbang 6 bulan, dan abu terbang 5 tahun secara berurutan adalah 223 ppm Mn, 198 ppm Mn, dan 158 ppm Mn. Menurut Swaine (1955 dalam Labanauskas, 1975), kadar mangan dalam tanah berkisar antara ppm, dan rata-rata sekitar 600 ppm dalam tanah. Hal ini dapat dikatakan bahwa kadar mangan dalam abu terbang ini tergolong rendah. Tembaga (Cu) dan seng (Zn) pada abu terbang terdapat dalam jumlah sedikit. Kadar Cu pada abu terbang dari ESP, 6 bulan, dan 5 tahun secara berurutan adalah 12 ppm Cu, 6 ppm Cu, dan 4 ppm Cu, sedangkan nilai Zn secara berurutan adalah 30 ppm Zn, 24 ppm Zn, dan 22 ppm Zn. Berdasarkan hasil analisis abu terbang ini kandungan Cu paling rendah diantara unsur mikro yang lainnya. Menurut Swaine (1955 dalam Labanauskas, 1975), kadar tembaga dalam tanah berkisar antara ppm. Kadar unsur mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu) pada analisis awal abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang pada landfiil, yang terdiri dari abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

24 14 Abu terbang mengandung unsur logam berat antara lain kromium (Cr), timbal (Pb), nikel (Ni), dan kadmium (Cd). Oleh sebab itu abu terbang dikategorikan sebagai limbah beracun dan berbahaya bagi tanah, apabila kadar unsur-unsur tersebut di atas batas ambang yang dapat ditolerir oleh tanah. Berdasarkan Iskandar et al. (2008), kadar logam berat nikel (Ni) dan kromium (Cr) merupakan kandungan tertinggi pada abu terbang dibanding logam berat yang lainnya, sehingga pada analisis logam berat yang dihitung hanya nilai Cr dan Ni. Hasil analisis kadar total logam abu terbang ditampilkan pada Tabel 1. Kadar kromium pada abu terbang segar, abu terbang 6 bulan, dan abu terbang 5 tahun secara berurutan adalah 14 ppm Cr, 13 ppm Cr, dan 2 ppm Cr, sedangkan kadar nikel secara berurutan adalah 40 ppm Ni, 38 ppm Ni, dan 31 ppm Ni. Dari analisis terlihat bahwa abu terbang mengandung beberapa unsur yang dibutuhkan tanaman dan logam-logam yang bersifat toksik seperti Cr dan Ni apabila dalam konsentrasi yang tinggi. Secara keseluruhan konsentrasi total logam pada abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Kadar nikel dan kromium pada abu terbang ini tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Swaine (1955 dalam Pratt, 1975) yang menyatakan bahwa kadar kromium dalam tanah berkisar antara ppm Cr. Oleh karena itu kadar kromium pada abu terbang dalam penelitian ini yang hanya 14 ppm tidak bersifat toksik terhadap tanah. Swaine (1955 dalam Vanselow, 1975) menyatakan bahwa kadar nikel dalam tanah berkisar antara ppm Ni, dan rata-rata sekitar 100 ppm Ni dalam tanah. Kadar Ni dalam abu terbang ini sebesar 40 ppm, ini jauh di bawah batas ambang yang dapat ditolerir dalam tanah, sehingga abu terbang ini tidak termasuk dalam limbah yang toksik terhadap tanah. Tabel 1 menunjukkan analisis awal kimia total abu terbang dan setelah melalui proses perkolasi selama 3 bulan, ph abu terbang dari ESP menjadi 8,0 dari 11,1, ph abu terbang berumur 6 bulan menjadi 7,7 dari 9,4, dan ph abu terbang berumur 5 tahun menjadi 7,4 dari 8,4. Hal ini menunjukkan bahwa setelah mengalami proses perkolasi selama 3 bulan, ketiga ph abu terbang tersebut menurun, bila dibandingkan dengan analisis awal. Data analisis menginformasikan bahwa proses perkolasi dapat menurunkan ph.

25 15 Nilai DHL setelah mengalami proses perkolasi adalah abu terbang segar 0,31 dsm -1 lebih tinggi dibanding nilai DHL abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun, yang berturut-turut bernilai 0,23 dsm -1 dan 0,12 dsm -1 (Tabel 1). Nilai DHL menurun setelah mengalami proses perkolasi. Hal ini berpengaruh terhadap konsentrasi unsur makro dan mikro yang rata-rata menurun pula. Kadar Ca, K, Na, dan Mg pada analisis abu terbang setelah mengalami proses perkolasi menurun dibanding analisis awal abu terbang. Hal ini diduga adanya proses pencucian yang mengakibatkan menurunkan konsentrasi unsur makro dalam abu terbang. Selisih antara analisis awal pada kadar unsur Fe, Mn, Zn, Cu, Cr, dan Ni dengan analisis setelah mengalami proses perkolasi hanya kecil. Hal ini dapat diduga bahwa pada saat proses perkolasi unsur-unsur tersebut tercuci dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga tidak dapat terukur oleh alat. Pada analisis pendahuluan abu terbang kadar unsur Fe, Mn, Zn, Cu, Cr, dan Ni lebih kecil dibanding unsur makronya (K, Na, Mg, Ca), ini dapat dilihat pada Tabel 1. Abu terbang mengandung unsur-unsur yang diperlukan tanaman, seperti K, Mg, Ca, Fe, dan Mn, sehingga abu terbang dapat dibandingkan dengan pupuk yang ada di pasaran. Tabel 2 merupakan perbandingan kandungan abu terbang dengan pupuk kalium klorida, kalium sulfat, kieserit, kapur tohor, fero sulfat, dan mangan oksida. Tabel 2. Perbandingan kandungan abu terbang dengan pupuk kalium klorida, kalium sulfat, kieserit, kapur tohor, fero sulfat, dan mangan oksida Parameter 1 Kg abu terbang segar 1 Kg abu terbang berumur 6 bulan 1 Kg abu terbang berumur 5 tahun Setara dengan Pupuk (dalam gram) KCl K 2 SO 4 MgSO 4 CaO FeSO 4 MnO 0,29-0,30 0,64-0,67 0,47 2,54 3,24-3,41 0,33-0,54 0,19-0,20 0,43-0,45 0,27 1,15 2,64-2,78 0,29-0,48 0,09-0,10 0,21-0,22 0,20 0,80 2,27-2,38 0,23-0,39

26 16 Hasil perhitungan Tabel 2 berdasarkan pada Tabel Lampiran 3 dan Tabel Lampiran 4, yang menunjukkan bahwa 1 kg abu terbang segar setara dengan 2,54 gram kapur tohor dan 1 kg abu terbang segar setara dengan 3,24-3,41 gram pupuk fero sulfat, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa abu terbang masih potensial untuk dikembangkan dalam bidang pertaian, tetapi kandungan logam berat harus menjadi perhatian Analisis Sifat Kimia Perkolat Kemasaman Larutan (ph) dan Daya Hantar Listrik (DHL) Hasil pengukuran ph perkolat melalui metode perkolasi bulan pertama, kedua, dan bulan ketiga disajikan pada Gambar 2. Hasil pencucian dengan ekstraktan aquadest menunjukkan bahwa ph perkolat setiap bulannya rata-rata menurun baik untuk abu terbang dari ESP, abu terbang berumur 6 bulan, dan abu terbang berumur 5 tahun. Terlihat bahwa ph perkolat berkisar antara 7,3 hingga 7,8 yang berarti lebih tinggi dari ph awal aquadest sebesar 6,38. Peningkatan ph perkolat mengindikasi adanya perubahan konsentrasi ion-ion basa yang semakin meningkat. Dengan semakin lamanya waktu perkolasi, ph perkolat terlihat sedikit menurun untuk ketiga abu terbang tersebut. Gambar 2 memperlihatkan bahwa ph perkolat yang berasal dari abu terbang segar rata-rata lebih tinggi dibanding abu terbang terlapuk (berumur 6 bulan dan 5 tahun). Hal ini nampaknya terkait dengan kandungan basa-basa total yang terdiri dari K, Na, Ca, dan Mg dalam abu terbang segar yang lebih tinggi dibanding dengan abu terbang di landfiil (Tabel 1). Gambar 2. Pengaruh lama perkolasi terhadap ph perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)

27 17 Hasil pengukuran daya hantar listrik perkolat pada bulan pertama, kedua, dan ketiga disajikan pada Gambar 3. Hasil pencucian dengan ekstraktan aquadest menunjukkan bahwa DHL perkolat setiap bulannya rata-rata menurun baik untuk abu terbang dari ESP, abu terbang berumur 6 bulan, dan abu terbang berumur 5 tahun. Terlihat bahwa DHL perkolat berkisar antara 0,23 dsm -1 hingga 0,35 dsm -1 yang berarti lebih tinggi dari DHL awal aquadest sebesar 1,9 µscm -1. Perubahan DHL perkolat mengindikasikan adanya perubahan konsentrasi unsur makro. Gambar 3. Pengaruh lama perkolasi terhadap DHL perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Kelarutan Unsur-unsur Hara Makro Unsur-unsur hara makro yang dianalisis adalah K, Na, Ca, dan Mg, disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis kelarutan unsur-unsur hara makro dalam perkolat setelah melalui proses perkolasi, disajikan pada Gambar 4 sampai Gambar 7. Secara umum terlihat bahwa jumlah unsur-unsur yang tercuci pada bulan pertama lebih tinggi dibanding bulan kedua dan ketiga. Unsur kalium yang terlarut jumlahnya relatif kecil, antara 14 ppm K hingga 47 ppm K, hal ini dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Berdasarkan analisis total kalium pada perkolat abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun, dapat dilihat pada Gambar 4.

28 18 Gambar 4. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Unsur kalsium merupakan unsur yang terlarut paling tinggi dalam percobaan ini, kadar kalsium pada perkolat antara 22 ppm Ca hingga 502 ppm Ca, dapat dilihat pada Gambar 5. Hal ini diduga selain tergantung kepada jumlah unsur tersebut secara keseluruhan tetapi juga tergantung kepada jenis garam yang terbentuk dalam abu terbang. Unsur kalsium pada percobaan ini merupakan unsur yang tercuci dalam jumlah banyak dibanding dengan kation basa lain. Hal ini diduga karena kadar unsur kalsium pada ketiga jenis abu terbang saat analisis awal tergolong tinggi. Gambar 5. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalsium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)

29 19 Natrium merupakan unsur yang terlarut dalam jumlah yang relatif besar setelah kalsium. Kadar natrium perkolat antara 48 ppm Na hingga 247 ppm Na, dapat dilihat pada Gambar 6. Magnesium merupakan unsur yang tercuci dalam perkolat paling kecil, kadarnya antara 2 ppm Mg hingga 18 ppm Mg. Hal ini dikarenakan pada analisis pendahuluan unsur magnesium memiliki kadar yang paling sedikit pada abu terbang dibanding kation basa yang lain, dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 6. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar natrium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Kadar K, Na, Ca, dan Mg dalam perkolat pada abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Pada perkolasi bulan pertama juga lebih tinggi dibanding bulan kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan pada bulan ketiga unsur yang tercuci semakin sedikit, karena unsur-unsur tersebut sudah banyak tercuci pada bulan pertama. Gambar 7. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar magnesium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)

30 Kelarutan Unsur-unsur Hara Mikro (Fe, Mn, Zn, Cu), dan Cr serta Ni Dari hasil analisis perkolat baik pada abu terbang segar, berumur 6 bulan, dan 5 tahun unsur-unsur Fe, Mn, Zn, dan Cu tidak terukur, seperti dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Hal ini disebabkan kemungkinan terlalu kecilnya unsurunsur hara mikro yang tercuci pada saat proses perkolasi, sehingga karena keterbatasan pembacaan alat tidak terukur nilainya pada AAS. Begitu pun unsur logam seperti Cr dan Ni, tidak terukur dalam perkolat Persentase Unsur-unsur yang Tercuci pada Abu Terbang Tabel 3 menunjukkan perbandingan unsur-unsur yang tercuci antara analisis awal dan akhir serta persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur terhadap abu terbang selama 3 bulan. Berdasarkan analisis kimia abu terbang dan perkolat, unsur makro yang terdiri dari K, Na, Ca, dan Mg mengalami pencucian, sedangkan untuk unsur mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu), Cr, dan Ni tidak terukur dalam perkolat. Pada unsur kalium terlihat adanya perbedaan persentase unsur yang tercuci antara analisis awal dan akhir serta persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur terhadap abu terbang selama 3 bulan sangat signifikan. Tetapi pada unsur natrium, kalsium, dan magnesium perbedaannya tidak signifikan. Pada unsur kalium, total unsur yang tercuci dari abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 70,12%, 96,89%, dan 93,08%. Nilai ini sangat berbeda pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir, abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 16,65%, 25,04%, dan 74,98%. Pada unsur natrium persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 32,46%, 33,53%, dan 33,23%. Nilai ini hampir sama pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir, abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 33,68%, 33,23%, dan 36,42%. Analisis ini dapat dilihat pada Tabel 3. Pada unsur kalsium persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang

31 21 secara berturut-turut adalah 57,63%, 51,27%, dan 27,51%. Nilai ini hampir sama pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir, abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 57,36%, 52,23%, dan 25,94%. Sedangkan pada unsur magnesium persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 51,59%, 71,88%, dan 60,59%. Nilai ini hampir sama pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir. Kadar magnesium pada abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 65,85%, 68,75%, dan 64,71%. Pada unsur kalsium dan magnesium perbedaan persentase antara analisis awal dan akhir serta persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang selama 3 bulan. Pada unsur Fe, Cu, Zn, Mn, Cr, dan Ni dalam total perkolat selama 3 bulan tidak terukur, hal ini diduga karena kecilnya unsur yang tercuci. Hal ini sesuai dengan persentase yang dihasilkan antara selisih analisis awal dan akhir, yang menghasilkan persentase yang kecil, dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika tahun 2008, curah hujan daerah Suralaya sebesar 2000 mm/tahun sampai 2500 mm/tahun, dapat dilihat pada Gambar Lampiran 7. Hal ini dapat dikatakan bahwa curah hujan daerah Suralaya sebesar 5,56 mm/hari sampai 6,94 mm/hari. Dalam penelitian ini, proses perkolasi menggunakan aquadest 100 ml setiap harinya, setara dengan 22 mm/hari. Dari perhitungan ini diduga bahwa kemungkinan unsur tercuci dalam landfiil lebih lama daripada pada percobaan ini.

32 22 Tabel 3. Jumlah unsur-unsur yang tercuci dari satu gram abu terbang Parameter Umur Analisis Unsur Tercuci 1) Proses Perkolasi Total Perkolasi Abu Bulan Bulan ke-1 sampai ke-3 Terbang Awal Akhir ke-1 ke-2 ke-3 mg % mg Mg mg % 2) Segar 0,1496 0,1247 0, ,65 0,0465 0,0394 0,0190 0, ,12 K 6 bulan 0,0998 0,0748 0, ,04 0,0369 0,0432 0,0166 0, ,89 5 tahun 0,0997 0,0249 0, ,98 0,0436 0,0348 0,0144 0, ,08 Segar 1,8084 1,1994 0, ,68 0,2466 0,2163 0,1241 0, ,46 Na 6 bulan 1,5721 1,0498 0, ,23 0,2363 0,1830 0,1079 0, ,53 5 tahun 0,7512 0,4776 0, ,42 0,1296 0,0724 0,0476 0, ,23 Segar 1,7800 0,7590 1, ,36 0,5025 0,3226 0,2007 1, ,63 Ca 6 bulan 0,8080 0,3860 0, ,23 0,1992 0,1265 0,0886 0, ,27 5 tahun 0,5590 0,4140 0, ,94 0,0840 0,0473 0,0225 0, ,51 Segar 0,0820 0,0280 0, ,85 0,0176 0,0149 0,0098 0, ,59 Mg 6 bulan 0,0480 0,0150 0, ,75 0,0160 0,0125 0,0060 0, ,88 5 tahun 0,0340 0,0120 0, ,71 0,0096 0,0090 0,0020 0, ,59 Segar 0,6480 0,6460 0,0020 0,31 tr tr tr - - Fe 6 bulan 0,5280 0,5250 0,0030 0,57 tr tr tr tahun 0,4530 0,4520 0,0010 0,22 tr tr tr - - Segar 0,0120 0,0110 0,0010 8,33 tr tr tr - - Cu 6 bulan 0,0060 0,0050 0, ,67 tr tr tr tahun 0,0030 0,0030 0,0000 0,00 tr tr tr - - Segar 0,0300 0,0280 0,0020 6,67 tr tr tr - - Zn 6 bulan 0,0240 0,0220 0,0020 8,33 tr tr tr tahun 0,0220 0,0210 0,0010 4,55 tr tr tr - - Segar 0,2230 0,2220 0,0010 0,45 tr tr tr - - Mn 6 bulan 0,2980 0,2970 0,0010 0,34 tr tr tr tahun 0,1580 0,1570 0,0010 0,63 tr tr tr - - Segar 0,0140 0,0130 0,0010 7,14 tr tr tr - - Cr 6 bulan 0,0130 0,0120 0,0010 7,69 tr tr tr tahun 0,0020 0,0020 0,0000 0,00 tr tr tr - - Segar 0,0400 0,0380 0,0020 5,00 tr tr tr - - Ni 6 bulan 0,0380 0,0370 0,0010 2,63 tr tr tr tahun 0,0310 0,0300 0,0010 3,23 tr tr tr - - Keterangan: tr = tidak terukur; 1) Dihitung berdasar selisih antara analisis awal dan analisis akhir; 2) Persentase terhadap kandungan unsur dalam abu terbang 22

33 23 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pada analisis awal abu terbang segar memiliki ph, daya hantar listrik, unsur mikro, dan makro lebih tinggi dibanding abu terbang terlapuk, yang terdiri dari abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. 2. Pada percobaan dengan metode perkolasi, perkolat mengandung unsurunsur makro (K, Na, Ca, dan Mg) dalam jumlah bervariasi, sedangkan unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, Cr, dan Ni) tidak terukur. Semakin lama proses perkolasi, unsur dalam perkolat semakin menurun. 3. Diketahui bahwa 1 kg abu terbang segar setara dengan 2,54 g kapur tohor dan mengandung unsur hara makro dan mikro, sehingga abu terbang masih potensial untuk dimanfaatkan dalam bidang pertanian Saran Perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai pemanfaatan abu terbang pada bidang pertanian.

34 24 DAFTAR PUSTAKA Aktar, MD Fly ash in agriculture: A Perspective. Tersedia di [2 Juli 2010]. Anshori AY, dan Purnariyanto Petunjuk Teknis Analisis Logam Berat Tanah, Air, dan Tanaman. Badan Penelitian Lingkungan Pertanian. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Pati. Anwar S, dan Sudadi U Kimia Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Basu M, Pande M, Bhadoria PBS, and Mahapatra SC Potential fly ash utilization in agriculture (reviews). Progress in Natural Science. Gupta AK, and Sinha S Decontamination and/or revegetation of fly ash dykes through naturally growing plants. Journal of Hazard Materials 153: Hardjowigeno, S Ilmu Tanah. Akademika Pressido. Jakarta. Hayati, R Karakteristik Abu Terbang (Fly Ash) dan Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator di Area Landfiil Abu Terbang untuk Pengelolaan Ramah Lingkungan [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Haynes, RJ Reclamation and revegetation of fly ash disposal siteschalleges needs (reviews). Journal Environmental Management 90: Inthasan JN, Hirunburanan L, and K Stahr Effect of fly ash on soil properties, nutrients status and environment in Northern Thailand. Soil Science International Congress. Bangkok. Iskandar, Suwardi, dan EFR Ramadina Pemanfaatan bahan amelioran abu terbang pada lingkungan tanah gambut: (I) pelepasan hara mikro. Jurnal Tanah Indonesia, 1(1): 1-6. Labanauskas, CK Manganese p:264. In: Chapman, HD (ed). Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Eurasia Publishing House. New Delhi. Labanauskas CK, and W Reuther Copper p:165. In: Chapman, HD (ed). Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Eurasia Publishing House. New Delhi.

35 25 Leiwakabessy FM, dan Sutandi A Pupuk dan Pemupukan. IPB Press. Bogor. Lestari ID, Setiadi D, dan Abidin Z Respon pertumbuhan tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria L.) terhadap pemberian abu batubara. Jurnal Analisis Lingkungan 1(2): Pathan SM, Aylmore LAG, and Colmer TD Properties of fly ash materials in relation to use as soil amendments. Journal Environmental Qual. 32: Pratt, PF Chromium p:136. In: Chapman, HD (ed). Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Eurasia Publishing House. New Delhi. Ramadina, EFR Potensi Abu Terbang (Fly Ash) sebagai Bahan Amelioran pada Lahan Gambut dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. [Skripsi] Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rosmanah L, Setiadi D, dan Abidin Z Respon pertumbuhan tanaman jagung (Zea Mays L.) terhadap pemberian abu batubara. Jurnal Analisis Lingkungan 1(2). Supriyono HS, dan Sutopo R Pengkajian pemanfaatan abu terbang batubara PLTU Suralaya untuk bahan bangunan. Buletin Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) Vol. 16, No. 10. Bandung. Tisdale SL, WL Nelson, and JD Beaton Soil Fertility and Fertilizers. Macmilan Publishing Company. New York. Vanselow, AP Nickel p:302. In: Chapman, HD (ed). Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Eurasia Publishing House. New Delhi.

36 LAMPIRAN 26

37 27 Tabel Lampiran 1. Karakteristik kimia perkolat setelah melalui proses pencucian 3 bulan Perkolat dari Abu Terbang Perkolat dari Abu Terbang Perkolat dari Abu Terbang No. Parameter Segar 6 bulan 5 tahun bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3 1. ph H2O (1:2) 7,8 7,6 7,5 7,6 7,5 7,4 7,5 7,3 7,3 2. EC (1:2) (dsm -1 ) 0,35 0,27 0,25 0,26 0,26 0,24 0,25 0,24 0,23 3. K (ppm) Na (ppm) Ca (ppm) Mg (ppm) Fe (ppm) tr tr tr tr tr tr tr tr tr 8. Cu (ppm) tr tr tr tr tr tr tr tr tr 9. Zn (ppm) tr tr tr tr tr tr tr tr tr 10. Mn (ppm) tr tr tr tr tr tr tr tr tr 11. Cr (ppm) tr tr tr tr tr tr tr tr tr 12. Ni (ppm) tr tr tr tr tr tr tr tr tr Keterangan: tr = tidak terukur Tabel Lampiran 2. Jumlah perkolat yang dihasilkan (dalam ml) Abu terbang segar Abu terbang 6 bulan Abu terbang 5 tahun Bulan pertama Bulan kedua Bulan ketiga

38 28 Tabel Lampiran 3. Persentase kandungan unsur-unsur dalam abu terbang Unsur Segar 6 bulan 5 tahun K 0,0150 0,0100 0,0050 Mg 0,0082 0,0048 0,0034 Ca 0,1780 0,0808 0,0559 Fe 0,0648 0,0528 0,0453 Mn 0,0223 0,0198 0,0158 Tabel lampiran 4. Macam-macam pupuk dan persentase kandungan unsur utamanya Pupuk Rumus kimia Kandungan utama Kalium Chlorida *) KCl 49,79-51,44 % K Kalium Sulfat *) K 2 SO 4 22,41-23,31 % K Kieserit **) MgSO 4 17,40 % Mg Kapur Tohor **) CaO 70,00 % Ca Fero Sulfat *) FeSO 4 19,00-20,00 % Fe Mangan Oksida *) MnO 41,00-68,00 % Mn Keterangan: Sumber: Tiesdale et al., 1985 **) Sumber: Leiwakabessy dan Sutandi, 2004

39 29 Gambar Lampiran 1. Tempat pengambilan sample abu terbang berumur 5 tahun. Gambar Lampiran 3. Landfiil abu terbang PLTU Suralaya Gambar Lampiran 2. Tempat pengambilan sample abu terbang berumur 6 bulan Gambar Lampiran 4. Proses Perkolasi Segar Gambar Lampiran 5. Glasswool 6 bulan 5 tahun Gambar Lampiran 6. Abu terbang ESP, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah salah satu andalan pembangkit tenaga listrik yang merupakan jantung untuk kegiatan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT Fly Ash dan Bottom Ash Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan batu bara di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi pembangkit listrik pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 47,7 juta ton atau 50% dari total sumber

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KIMIA TANAH DI SEKITAR LANDFILL ABU TERBANG (FLY ASH) PLTU SURALAYA FANISSA RULIYANI A

SIFAT-SIFAT KIMIA TANAH DI SEKITAR LANDFILL ABU TERBANG (FLY ASH) PLTU SURALAYA FANISSA RULIYANI A SIFAT-SIFAT KIMIA TANAH DI SEKITAR LANDFILL ABU TERBANG (FLY ASH) PLTU SURALAYA FANISSA RULIYANI A14062799 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC)

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC) RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC) Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir Ds Ciwaruga, Bandung 40012

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bagan Penelitian. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bagan Penelitian. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian K5 K7 K0 B T K2 K5 K1 K7 K4 K6 K6 K2 K4 K4 K0 K7 K1 K6 K2 K0 K1 K5 Lampiran 2. Formula Media NA Cair (Rao, 1982). Nama Bahan Jumlah Pepton 5 g Beef Ekstrak 3 g NaCl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus pencemaran terhadap sumber-sumber air, tanah, dan udara. Banyak industri yang tidak menyadari bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tragedi lumpur Lapindo Brantas terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 yang telah menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar Desa Renokenongo (Wikipedia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, inovasi dalam dunia konstruksi terus meningkat, seperti perkembangan kontruksi pada beton. Beton adalah salah satu bahan konstruksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar sebagai penopang tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON Maria 1, Chris 2, Handoko 3, dan Paravita 4 ABSTRAK : Beton pozzolanic merupakan beton dengan penambahan material

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh nyata terhadap peningkatan ph tanah (Tabel Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah TINJAUAN PUSTAKA Logam Logam Berat Tanah Larutan tanah mengandung berbagai zat terlarut berbentuk ion, baik kation maupun anion. Kation yang umum terdapat dalam larutan tanah ialah H +, Al 3+, Fe 3+ (dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah DASAR ILMU TANAH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-607-IDN Fisika/Kimia/ Tepung terigu Keadaan produk: Bentuk, Bau, Warna SNI 3751-2009, butir A.1 Mikrobiologi Benda asing SNI 3751-2009, butir A.2 Serangga

Lebih terperinci

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman 1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada ph 6-7, karena pada ph tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal Januari 1994 Desember 1995 yang kemudian dioperasikan pada tahun 1996. IPAL Sewon dibangun di lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapang dilaksanakan dari bulan Januari s.d. Juli 2010. Lokasi percobaan terletak di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Ceria Prima II, Divisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman Leguminoceae merupakan tanaman yang sudah lama diketahui sebagai penyubur tanah. Simbiosis antara tanaman Leguminoceae dengan bakteri Rhizobium sp. merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X )

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X ) SKL 2 Menerapkan hukum-hukum dasar kimia untuk memecahkan masalah dalam perhitungan kimia. o Menganalisis persamaan reaksi kimia o Menyelesaikan perhitungan kimia yang berkaitan dengan hukum dasar kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-028-IDN Alamat Bidang Pengujian : Jl. Jend. Ahmad Yani No. 315, Surabaya 60234 Bahan atau produk Gaplek SNI 01-2905-1992 butir 7.1 Pati Serat Pasir/Silika

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 BAB I MATERI Materi adalah sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Materi dapat berupa benda padat, cair, maupun gas. A. Penggolongan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 6, Nomor 1, Januari 2014 Hal. 26-37 Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan bertambah nya jumlah penduduk, seperti pembangunan perumahan dan sarana sarana lain pada

Lebih terperinci

Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru

Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru Tujuan Instruksional Khusus Pada Akhir Perkuliahan Mhs memahami konsep dasar Kimia Tanah dlm hub.nya dg Kes.ling.,dan Kes.Masy.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah DASAR ILMU TA AH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH

EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH SKRIPSI EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH OLEH CHRISTINE EKA YULFIANTI 06113021 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 Skripsi

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PADAT BIOSOLID SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PRODUKSI BATU BATA TANPA PEMBAKARAN

SKRIPSI KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PADAT BIOSOLID SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PRODUKSI BATU BATA TANPA PEMBAKARAN SKRIPSI KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PADAT BIOSOLID SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PRODUKSI BATU BATA TANPA PEMBAKARAN DISUSUN OLEH : MEISWITA ROMALAWATI (0831010033) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1 KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1 Nasih Widya Yuwono, Benito Heru Purwanto & Eko Hanudin Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Survei lapangan

Lebih terperinci