DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR..."

Transkripsi

1

2

3

4 DAFTAR ISI SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Pembahasan Tim Penyusun... 5 BAB II METODOLOGI Pengumpulan Data Pengolahan Data... 8 BAB III DESKRIPSI DAERAH RAWAN PANGAN Perkembangan Daerah Rawan Pangan Tahun Daerah Tertinggal Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Rawan Pangan Tipologi Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa (IPD) dan Indeks Desa Membangun (IDM) Kawasan Perdesaan di Daerah Rawan Pangan Permukiman Transmigrasi di Daerah Rawan Pangan Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri di Daerah Rawan Pangan i ii iii vi ix xi BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) iii

5 BAB IV IDENTIFIKASI SEBARAN DAN KONDISI DAERAH RAWAN PANGAN Daerah Rawan Pangan Wilayah Sumatera Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Daerah Rawan Pangan Wilayah Jawa Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) iv

6 4.6.2 Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) v

7 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perkembangan Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun Tabel 2. Klasifikasi Prioritas Kabupaten Tanpa Pemekaran, Kabupaten Induk dan Kabupaten Hasil Pemekaran Tabel 3. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Indonesia Tabel 4. Tipologi Desa di Daerah Rawan Pangan Berdasarkan IPD dan IDM Tabel 5. Kawasan Perdesaan di Daerah Rawan Pangan Tabel 6. Unit Permukiman Transmigrasi Bina di Daerah Rawan Pangan Tabel 7. Unit Permukiman Transmigrasi Serah di Daerah Rawan Pangan Tabel 8. Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri di Daerah Rawan Pangan Tabel 9. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun Tabel 10. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Sumatera Tahun Tabel 11. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun Tabel 12. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun Tabel 13. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun Tabel 14. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun Tabel 15. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Jawa Tahun Tabel 16. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun Tabel 17. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) vi

8 Tabel 18. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun Tabel 19. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun Tabel 20. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Kalimantan Tabel 21. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun Tabel 22. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun Tabel 23. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun Tabel 24. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Tabel 25. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Tabel 26. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Tabel 27. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Tabel 28. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Tabel 29. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun Tabel 30. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Sulawesi Tahun Tabel 31. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun Tabel 32. Perkembangan Komoditas Padi di Wilayah Sulawesi Tahun Tabel 33. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun Tabel 34. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) vii

9 Tabel 35. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Maluku Tahun Tabel 36. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun Tabel 37. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun Tabel 38. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun Tabel 39. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun Tabel 40. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Papua Tahun Tabel 41. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun Tabel 42. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun Tabel 43. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) viii

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Metodologi Penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu Gambar 2. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun Gambar 3. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun Gambar 4. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun Gambar 5. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan Sebagai Daerah Tertinggal di Indonesia Tahun Gambar 6. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan Sebagai Daerah Tertinggal di Indonesia Tahun Gambar 7. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun Gambar 8. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun Gambar 9. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun Gambar 10. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun Gambar 11. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun Gambar 12. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun Gambar 13. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun Gambar 14. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun Gambar 15. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun Gambar 16. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Gambar 17. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) ix

11 Gambar 18. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Gambar 19. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun Gambar 20. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun Gambar 21. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun Gambar 22. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun Gambar 23. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun Gambar 24. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun Gambar 25. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun Gambar 26. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun Gambar 27. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) x

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Sebaran Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun Lampiran 2. Tabel Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan Per Provinsi di Indonesia Tahun Lampiran 3. Tabel Sebaran Daerah Tertinggal di Indonesia Tahun Lampiran 4. Tabel Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Diaktegorikan Sebagai Daerah Tertinggal Per Provinsi di Indonesia Tahun Lampiran 5. Tabel Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun Lampiran 6. Tabel Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) xi

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memerlukan sinergitas antara stakeholder terkait dengan tujuan untuk mencapai hasil pembangunan yang optimal. Stakeholder terkait pembangunan daerah tersebut meliputi pemerintah, masyarakat dan sektor swasta. Pembangunan daerah erat kaitannya dengan karakteristik daerah yang kemudian dapat digunakan untuk mengetahui potensi daerah tersebut. Potensi yang dimaksud merupakan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah berkaitan dengan sumber daya yang terdapat di daerah tersebut baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang mengelolanya. Pengelolaan potensi daerah dapat dilaksanakan secara optimal apabila dalam pengelolaannya dilakukan identifikasi terhadap aspek-aspek ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya. Sesuai Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) yang merupakan bagian dari Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi (BALILATFO) mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengelolaan sistem informasi, manajemen data, pelayanan data dan informasi serta pengembangan sistem dan sumber daya informatika di bidang desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi. Daerah tertentu menjadi salah satu substansi yang menjadi bagian tugas dan fungsi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 1

14 Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ) yang memuat Nawacita (9 Agenda Strategi Prioritas Presiden), Nawacita ketiga yang berbunyi Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan" inilah yang menjadi roh atau spirit Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Berdasarkan Nawa Cita itulah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menelurkan 9 (sembilan) prioritas komponen atau kegiatan yang disebut Nawa Kerja, salah satu poin yang disebut yaitu pada poin ke-9 terkait save villages di daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar dan terpencil yang termasuk dalam pengembangan daerah tertentu yang pada akhirnya ditujukan untuk menangani permasalahan maupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di desa, daerah tertinggal dan transmigrasi. Berdasarkan Fokus Prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun , pada poin ke-4 mengenai fokus prioritas pengembangan daerah tertentu, terdiri dari daerah rawan pangan, daerah perbatasan, daerah rawan bencana dan pasca konflik, daerah pulau kecil dan terluar. Untuk mendukung fokus prioritas tersebut, maka kemudian dilaksanakan program terkait perkembangan daerah tertentu. Program dan kegiatan yang dilaksanakan nantinya akan diintegrasikan dengan sistem terpadu melalui masukan (input) data dari Direktorat Jenderal terkait dengan pengembangan daerah tertentu tersebut. Fokus utama pengembangan daerah tertentu adalah meningkatkan derajat ketahanan Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam hal kerawanan bencana; menghadapi kerawanan pangan, konflik sosial (bencana sosial); meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat di daerah BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 2

15 tertentu (Pusat Kegiatan Strategis Nasional), terutama di daerah perbatasan dan pulau kecil terluar. Kemudian ditelaah sesuai dengan Lokus Prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun , dengan dapat terentaskannya paling sedikit 80 kabupaten tertinggal. 57 kabupaten rawan pangan, 183 lokasi prioritas di 41 kabupaten perbatasan, 29 kabupaten yang memiliki pulau terpencil dan terluar, 58 kabupaten rawan bencana, dan pasca konflik. Berdasarkan Rakornas Direktorat Pengembangan Daerah Tertentu tahun 2015, daerah rawan bencana yang menjadi kajian dalam laporan ini merupakan salah satu fokus utama dari pengembangan daerah tertentu yaitu dengan meningkatkan ketahanan pangan di daerah dan masyarakat dalam rangka menangani kerawanan pangan. 1.2 Maksud dan Tujuan Sasaran dan tujuan yang ingin dicapai adalah terkumpulnya data dan informasi serta gambaran umum daerah rawan pangan yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan daerah tersebut di Indonesia dan tersusunnya Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan) yang dapat memberikan kemudahan bagi setiap stakeholders terkait serta instansi lainnya dalam merumuskan kebijakan serta pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah rawan pangan. Hasil penyusunan akhir tersebut diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak lainnya dan bersinergi dengan rencana kerja Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi serta sesuai dengan program Nawacita yang disusun oleh Presiden Republik Indonesia. Kebijakan pembangunan nasional khususnya pembangunan daerah rawan pangan, yang menjadi bagian dari daerah tertentu, bertujuan untuk menghilangkan ketimpangan dan BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 3

16 ketidakseimbangan yang melekat pada struktur masyarakat sehingga potensi dan sumber daya yang terdapat di daerah rawan pangan dapat digali dan kemudian dimanfaatkan serta dikelola secara optimal dan efisien. 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan) dibatasi pada lingkup gambaran umum daerah rawan pangan sebagai salah satu aspek dalam daerah tertentu yang meliputi sebaran dan faktor pendukung ketersediaan pangan serta saran bagi pengembangan daerah rawan pangan. Sehingga penyusunan, pengolahan data dan pembahasan dalam buku ini dibatasi pada aspek daerah rawan pangan. Sebaran derah rawan pangan yang dibahas dalam buku ini disajikan berdasarkan 6 (enam) tingkat prioritas daerah rawan pangan yang meliputi Prioritas 1, Prioritas 2, Prioritas 3, Prioritas 4, Prioritas 5, dan Prioritas 6. Lingkup wilayah kajian daerah tertentu dalam Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan) secara keseluruhan meliputi daerah rawan pangan di seluruh wilayah Indonesia. Pembahasan dalam buku ini akan dibagi berdasarkan wilayah pulau pulau besar di Indonesia dengan jumlah sebanyak 7 (tujuh) pulau meliputi Wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 4

17 1.4 Tim Penyusun Tim Penyusun Buku Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu terdiri dari: 1. Pengarah: Ir. Anto Pribadi, MM, MMSI; 2. Penanggung Jawab: Ir. Elly Sarikit, MM 3. Tim Penyusun: Anton Tri Susilo, BE, SE; Y. Anggri Putra Kurniawan, S.Si; Muhammad Adi Fatmaraga, S.Si; Yunita Fajarwati, S.Sos; Selvia Arista, ST; Mohamad Nuriman, ST; Wening Yashinta, S.Si. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 5

18 BAB II METODOLOGI Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan) adalah sebagai berikut. 2.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan) merupakan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data sekunder tersebut dilakukan melalui koordinasi dengan beberapa instansi teknis internal terkait, terutama Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu serta Pusat Data dan Informasi Balilatfo yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan penyusunan buku ini. Selain Dirjen tersebut, koordinasi dengan unit teknis eksternal (kementerian/lembaga) terkait juga dilakukan untuk melakukan pengumpulan data lanjutan maupun data pendukung dalam penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan). Data yang dikumpulkan dalam penyusunan buku ini adalah sebagai berikut. a. Data sebaran dan klasifikasi daerah rawan pangan Data tersebut terdapat di dalam dokumen Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia pada dua tahun yang berbeda, yaitu tahun 2015 dan tahun Data sebaran dan klasifikasi daerah rawan pangan diperoleh dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan) yang berperan sebagai unit teknis eksternal yang menyediakan data sekunder. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 6

19 b. Data desa dan transmigrasi yang relevan dengan perkembangan daerah rawan pangan Data yang dimaksud meliputi data daerah tertinggal, tipologi desa berdasarkan Indeks Pembangunan Desa (IPD) dan Indeks Desa Membangun (IDM), kawasan perdesaan, permukiman transmigrasi, dan Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri. Data tersebut digunakan untuk menunjang gambaran umum daerah rawan pangan di Indonesia. Data diperoleh dari unit teknis internal berupa data sekunder, yaitu Pusat Data dan Informasi, BALILATFO, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. c. Data pendukung ketersediaan pangan Data pendukung terkait ketersediaan pangan dalam Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan) yang digunakan merupakan data Potensi Desa (PODES) yang terdiri dari PODES tahun 2014 dan PODES tahun Data PODES yang digunakan sebagai data pendukung dalam penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan) meliputi data data yang berkaitan dengan ketersediaan pangan wilayah, yaitu meliputi data komoditas pertanian. Data PODES tahun 2014 dan tahun 2011 tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang berperan sebagai unit teknis eksternal penyedia data sekunder. Secara umum, penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan) ini mengacu pada kode dan data wilayah administrasi pemerintahan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) yang terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 56 Tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 7

20 2.2 Pengolahan Data Pengolahan data terlebih dahulu dilakukan melalui verifikasi terhadap data data yang telah diperoleh dan kemudian dilakukan konfirmasi dengan unit teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu. Selanjutnya, data dan materi tersebut digunakan sebagai bahan untuk penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan). Secara umum, pengolahan data yang dilakukan meliputi layouting, analisis deskriptif dan editing sesuai dengan metodologi Penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu yang dituangkan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 1 di bawah ini. Proses layouting merupakan proses penyusunan kerangka buku sebagai acuan dalam penyusunan dan pengolahan data selanjutnya. Data dan informasi yang terlah dikumpulkan kemudian diolah dalam bentuk tabel maupun grafik yang selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif. Analisis deskriptif yang dilakukan merupakan salah satu proses pengolahan data yang mengacu pada hasil olahan data dan kemudian mendeskripsikan data tersebut. Proses pengolahan data selanjutnya adalah editing, yaitu memeriksa dan meneliti kembali hasil layout dan analisis data maupun buku secara keseluruhan. Hasil dari proses pengolahan data adalah berupa Buku Perkembangan Daerah Tertentu sesuai dengan 5 (lima) aspek daerah tertentu yang dilengkapi dengan data visual berupa peta sebaran masing masing daerah tertentu. Secara lebih spesifik, pengolahan data dalam penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Pangan) dilakukan terhadap data utama, yaitu data sebaran dan klasifikasi daerah rawan pangan yang bersumber dari data Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009 dan 2015 serta data pendukung, yaitu data terkait desa dan transmigrasi yang diperoleh dari unit BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 8

21 internal terkait serta data ketersediaan pangan yang bersumber dari data PODES 2011 dan Data sebaran dan klasifikasi daerah rawan pangan diolah melalui pengelompokkan daerah beserta klasifikasi (prioritas) berdasarkan 7 (tujuh) pulau besar di Indonesia dan perkembangannya dalam 2 (dua) tahun yang berbeda. Begitu pula pengolahan data yang dilakukan terhadap data desa, transmigrasidan ketersediaan pangan dalam PODES 2011 dan 2014 tidak jauh berbeda dengan pengolahan data sebelumnya. Analisis deskriptif dilakukan setelah data dikelompokkan serta kemudian beberapa data tersebut disajikan dalam bentuk grafik dan peta. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 9

22 Gambar 1. Metodologi Penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 10

23 BAB III DESKRIPSI DAERAH RAWAN PANGAN Daerah rawan pangan, sebagai salah satu aspek kajian daerah tertentu, merupakan daerah dengan kondisi penduduk yang mengalami kekurangan pangan. Kebijakan yang berkaitan dengan daerah rawan pangan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. Daerah rawan pangan mempunyai karakteristik tertentu yang meliputi: a. Topografi bergunung ataupun berbukit b. Berpotensi terjadi bencana c. Iklim tidak menentu d. Curah hujan rendah e. Kualitas SDM rendah f. Proporsi penduduk miskin tinggi g. Sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian h. Akses terhadap sarana-prasarana dan permodalan terbatas Berdasarkan Rakornas Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertentu Tahun 2015, salah satu penanganan daerah rawan pangan adalah melalui peningkatan ketahanan pangan di daerah dan masyarakat. Komponen ketahanan pangan tersebut meliputi: a. Ketersediaan pangan. Merupakan kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan, serta pemasukan pangan, termasuk di dalamnya bantuan pangan apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 11

24 b. Akses pangan. Merupakan kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara keenamnya. c. Pemanfaatan pangan. Pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga, dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi (konversi zat gizi secara efisien oleh tubuh). Pemanfaatan pangan juga meliputi cara penyimpanan, pengolahan dan penyiapan makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar selama proses pengolahannya serta kondisi higiene, budaya atau kebiasaan pemberian makan terutama untuk individu yang memerlukan jenis makanan khusus, distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai kebutuhan masing-masing individu (pertumbuhan, kehamilan, menyusui, dan lain-lain) dan status kesehatan masing-masing anggota rumah tangga. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang permintaannya selalu mengalami peningkatan dari waktu ke waktu seiring dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk di suatu wilayah. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hal penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut berkaitan dengan tingkat ketersediaan pangan yang terdapat di wilayah tersebut. Tingkat ketersediaan pangan dan konsumsi penduduk di suatu wilayah akan mempengaruhi kondisi kerawanan pangan suatu wilayah. Yang dimaksud dengan rawan pangan adalah kondisi apabila terjadi kekurangan pangan atau tidak dapat terpenuhinya kebutuhan pangan. Kerawanan pangan di suatu wilayah selanjutnya berkaitan dengan ketahanan pangan di wilayah tersebut. Peningkatan ketahanan pangan merupakan salah satu upaya penanganan yang dapat BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 12

25 dilakukan untuk daerah rawan pangan. Peningkatan ketahan pangan juga merupakan prioritas pembangunan nasional. Terdapat sebanyak 398 kabupaten (tersebar di 34 provinsi) di Indonesia yang ditetapkan sebagai daerah rawan pangan dengan 6 (enam) tingkat prioritas penanganan. Jumlah tersebut tercantum di dalam Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas-FSVA) Indonesia 2015 yang bersumber dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia dengan menggunakan 14 indikator dalam penentuannya. Jumlah tersebut meningkat dari data sebelumnya yaitu data Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas-FSVA) Indonesia tahun 2009 yang menyatakan bahwa jumlah daerah rawan pangan di Indonesia adalah sebanyak 346 kabupaten. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, jumlah kabupaten yang terdapat di Indonesia adalah sebanyak 416 kabupaten. Dari jumlah tersebut maka kemudian diketahui bahwa sebesar 95,67% dari jumlah seluruh kabupaten di Indonesia yang dikategorikan sebagai daerah rawan pangan atau sebanyak 398 kabupaten yang terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 1 hingga prioritas 6. Berdasarkan Lokus Prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun , terdapat sebanyak 57 daerah rawan pangan yang menjadi target capaian untuk ditangani dan dientaskan. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 13

26 3.1 Perkembangan Daerah Rawan Pangan Tahun Berdasarkan data daerah rawan pangan di Indonesia yang disajikan pada Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia tahun 2009 dan tahun 2015, diketahui bahwa pada tahun 2009 jumlah daerah rawan pangan di Indonesia adalah sebanyak 346 daerah yang tersebar di 32 Provinsi, sedangkan data pada tahun 2015 jumlah daerah rawan pangan sebanyak 398 daerah yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia seperti tertera pada Tabel 1 berikut. NO Tabel 1. Perkembangan Daerah Rawan Pangan di Indonesia WILAYAH Tahun DAERAH RAWAN PANGAN PERSENTASE KENAIKAN (%) 1 Sumatera ,84 2 Jawa ,22 3 Bali dan Nusa Tenggara ,00 4 Kalimantan ,98 5 Sulawesi ,23 6 Maluku ,08 7 Papua ,00 Jumlah ,03 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009 dan 2015, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Sumatera merupakan wilayah yang mempunyai jumlah daerah rawan pangan tertinggi di Indonesia. Jumlah derah rawan pangan di Sumatera pada tahun 2015 bertambah sebesar 15,84% dari tahun 2009, dengan jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2009 adalah sebanyak 101 daerah dan bertambah menjadi 117 daerah pada tahun Kondisi tersebut juga terjadi di wilayah Papua yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah daerah rawan pangan dari tahun 2009 ke tahun 2015 yaitu dari sebanyak 25 daerah menjadi 38 daerah. Provinsi Papua mengalami perkembangan yang paling besar BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 14

27 jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia, yaitu sebesar 52% dalam kurun waktu tahun Sementara, perkembangan paling kecil dialami oleh Wilayah Jawa, yaitu sebesar 1,22%. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 1 di atas dapat terlihat adanya peningkatan jumlah daerah yang dikategorikan sebagai daerah rawan pangan di Indonesia dari tahun sebanyak 52 daerah rawan pangan atau meningkat sebesar 15,03%. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya pemekaran kabupaten atau Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dikategorikan sebagai daerah rawan pangan. Berdasarkan Tabel 2 di bawah ini, dari 398 kabupaten yang dikategorikan sebagai daerah rawan pangan, sebanyak 50 kabupaten merupakan kabupaten baru hasil pemekaran yang sebagian besar terdapat dalam kelompok daerah rawan pangan dengan tingkat kerentanan yang cenderung tinggi. Sebanyak 20 daerah dari jumlah total kabupaten baru hasil pemekaran dikategorikan ke dalam prioritas 1 dan prioritas 2. PRIORITAS Tabel 2. Klasifikasi Prioritas Kabupaten Tanpa Pemekaran, Kabupaten Induk dan Kabupaten Hasil Pemekaran KABUPATEN TANPA PEMEKARAN KABUPATEN LAMA (INDUK) KABUPATEN HASIL PEMEKARAN KABUPATEN Jumlah Kabupaten Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009 dan 2015, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 15

28 Berdasarkan Lampiran 2, diketahui bahwa angka perkembangan rata rata setiap provinsi dari tahun 2009 ke tahun 2015 adalah sebesar 2 (dua) daerah dan cenderung meningkat. Kondisi tersebut justru menunjukkan perkembangan negatif bagi perkembangan daerah rawan pangan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan oleh semakin meningkatnya jumlah daerah rawan pangan di setiap provinsi di Indonesia yang mengindikasikan bahwa pemenuhan kebutuhan akan pangan masyarakat Indonesia masih rendah. Namun demikian, ditemukan adanya perkembangan dengan nilai negatif di Provinsi Kalimantan Timur dari jumlah sebanyak 9 (sembilan) daerah pada tahun 2009 menjadi 6 (enam) daerah pada tahun Hal tersebut berkaitan dengan adanya provinsi yang menjadi hasil pemekaran pada tahun 2012 yaitu Provinsi Kalimantan Utara yang mengakibatkan sebagian kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Utara. Berdasarkan Gambar 2 berikut diketahui bahwa perkembangan sebaran daerah rawan pangan di Indonesia tahun yang cenderung rendah terjadi di wilayah Jawa dan Kalimantan. Kondisi tersebut dapat diketahui dari rentang antara kedua grafik di wilayah Jawa yang cenderung pendek. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 16

29 Jumlah Daerah Rawan Pangan Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Wilayah Gambar 2. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009 dan 2015, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 17

30 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 18 Gambar 3. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun 2009

31 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 19 Gambar 4. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun 2015

32 Data pendukung terkait dengan daerah rawan pangan yang digunakan dalam buku ini dibatasi pada beberapa data yang mempunyai relevansi terhadap ketersediaan pangan. Beberapa data tersebut meliputi data saluran irigasi yang terdiri dari keberadaan saluran irigasi dan penggunaan saluran irigasi, data komoditas pertanian, dan data sumber penghasilan utama penduduk. Data tersebut digunakan untuk mendukung informasi mengenai perkembangan daerah rawan pangan yang masing masing data tersebut menunjukkan jumlah desa. Data bersumber dari Potensi Desa (PODES) tahun 2011 dan 2014 yang kemudian dipersandingkan untuk diketahui perubahan yang terjadi. Dengan demikian, maka dapat diketahui pula perkembangan daerah rawan pangan di Indonesia dalam kurun waktu yang dilihat dari data terkait ketersediaan pangan tersebut. Penggunaan saluran irigasi terdiri dari penggunaan untuk kegiatan pertanian dan kegiatan untuk kegiatan non pertanian. Ulasan perkembangan daerah pangan dalam buku ini hanya menggunakan data penggunaan saluran irigasi untuk kegiatan pertanian. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa saluran irigasi untuk pertanian mempunyai relevansi yang jauh lebih besar dengan daerah rawan pangan jika dibandingkan dengan kegiatan non pertanian. Tingginya jumlah desa yang menggunakan saluran irigasi untuk kegiatan pertanian akan mempengaruhi eksistensi kegiatan pertanian dan produktivitas pertanian, terutama di daerah rawan pangan. Hal tersebut kemudian akan mempengaruhi ketersediaan tanaman pangan yang menjadi salah satu komoditas pertanian di daerah rawan pangan tersebut. Data komoditas pertanian yang terdiri dari 9 (sembilan) jenis yaitu meliputi padi, palawija, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap, perikanan budidaya, kehutanan, dan jasa pertanian. Dari sembilan komoditas pertanian tersebut, hanya 2 (dua) BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 20

33 komoditas pertanian saja yang digunakan dalam pembahasan daerah rawan pangan yaitu komodits padi dan palawija. Kedua komoditas tersebut digunakan dengan mempertimbangkan bahwa padi dan palawija merupakan dua komoditas pertanian yang termasuk dalam tanaman pangan sesuai dengan rincian indikator yang digunakan dalam penentuan daerah rawan pangan. Sumber penghasilan utama penduduk dalam PODES terdiri dari 7 (tujuh) sektor ekonomi yang meliputi pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; perdagangan dan rumah makan; angkutan, pergudangan dan komunikasi; jasa; dan lainnya. Dari tujuh jenis tersebut kemudian hanya sektor pertanian yang digunakan sebagai data pendukung perkembangan daerah rawan pangan. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya relevansi antara sektor pertanian dengan ketersediaan pangan di daerah rawan pangan. Peningkatan jumlah desa yang mempunyai sektor pertanian sebagai sumber penghasilan utama penduduk mengindikasikan bahwa kegiatan pertanian memiliki kontribusi yang cukup besar dalam perekonomiandaerah tersebut. Kondisi tersebut kemudian akan berpengaruh terhadap eksistensi dan produktivitas tanaman pangan sebagai salah satu indikator penentu daerah rawan pangan. 3.2 Daerah Tertinggal Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Rawan Pangan Daerah tertentu memiliki kaitan dengan daerah tertinggal di wilayah Indonesia dilihat dari indikator penentuan daerah serta karakteristik lainnya. Dari kondisi tersebut maka secara langsung daerah rawan pangan berkaitan pula dengan daerah tertinggal. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015, daerah tertinggal di Indonesia pada tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 21

34 2015 adalah sebanyak 122 daerah yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia yang disajikan dalam tabel pada Lampiran 3. Sebanyak 398 kabupaten jumlah daerah rawan pangan di Indonesia kemudian di-overlay dengan 122 kabupaten sebagai daerah tertinggal. Dengan demikian, maka dapat diketahui jumlah daerah rawan pangan yang menjadi daerah tertinggal di Indonesia adalah sebanyak 113 kabupaten seperti yang tertera pada Lampiran 4. Berdasarkan Tabel 3 berikut diketahui bahwa sebaran daerah rawan pangan yang sekaligus menjadi daerah tertinggal paling banyak berada di Wilayah Papua yaitu sebanyak 33 kabupaten yang tersebar di Provinsi Papua dan Papua Barat. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada Wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang memiliki jumlah daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal yang cenderung tinggi yaitu sebanyak 25 kabupaten. Tabel di bawah ini juga menunjukkan 27,16% dari seluruh kabupaten di Indonesia atau 28,39% dari seluruh daerah rawan pangan di Indonesia atau 92,62% dari seluruh daerah tertinggal di Indonesia, merupakan daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal. Berdasarkan jumlah sebanyak 113 daerah tersebut, kemudian dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah tertinggal di Indonesia merupakan daerah rawan pangan yang terbagi ke dalam prioritas 1 hingga prioritas 6 sesuai dengan Lampiran 4. Dari kategori prioritas tersebut juga dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah tertinggal yang menjadi daerah rawan pangan di Indonesia merupakan daerah dengan tingkat kerawanan yang cenderung tinggi yaitu pada prioritas 1, prioritas 2 dan prioritas 3. Dengan demikian, maka kondisi tersebut kemudian dapat dijadikan sebagai pertimbangan dan penentuan strategi penanganan daerah sesuai dengan tingkat kerawanan daerah terhadap pangan serta kondisi ketertinggalan daerah tersebut. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 22

35 Tabel 3. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai NO WILAYAH Daerah Tertinggal di Indonesia 2015 KABUPATEN DAERAH RAWAN PANGAN DAERAH TERTINGGAL DAERAH RAWAN PANGAN YANG TERTINGGAL 1 Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Jumlah Sumber: 1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 56 Tahun ) Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, ) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 23

36 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 24 Gambar 5. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan Sebagai Daerah Tertinggal di Indonesia Tahun 2009

37 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 25 Gambar 6. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan Sebagai Daerah Tertinggal di Indonesia Tahun 2015

38 3.3 Tipologi Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa (IPD) dan Indeks Desa Membangun (IDM) Kondisi ketertinggalan desa mempunyai kaitan erat dengan pembangunan suatu daerah. Daerah rawan pangan yang juga masuk dalam kategori sebagai daerah tertinggal dapat dibangun dan dikembangkan melalui desa di dalamnnya terlebih dahulu. Tipologi desa yang didasarkan pada nilai IDM (Indeks Desa Membangun) yang dihasilkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terdiri dari 5 (lima) kelas/tipologi desa, yaitu meliputi Desa Sangat Tertinggal, Desa Tertinggal, Desa Berkembang, Desa Maju, dan Desa Mandiri. Sedangkan tipologi desa yang didasarkan pada nilai Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang dihasilkan oleh BAPPENAS terdiri dari 3 (tiga) kelas/tipologi desa yaitu Desa Tertinggal, Desa Berkembang dan Desa Mandiri. Tabel 4. Tipologi Desa di Daerah Rawan Pangan IPD Tertinggal Berkembang Mandiri Berdasarkan IPD dan IDM Sangat Tertinggal IDM Tertinggal Berkembang Maju Mandiri Jumlah Desa Persentase (%) 27,15 68,86 3,99 33,33 33,33 16,67 16,67 0,00 Sumber: 1) Indeks Pembangunan Desa, BAPPENAS,2014 2) Indeks Desa Membangun, Kementerian Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2015 Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4 di atas, terlihat bahwa berdasarkan Indeks Pembangunan Desa (IPD), desa terbanyak yang berada di daerah rawan pangan adalah Desa Berkembang, yaitu sebanyak desa atau mencapai 68,86% dari seluruh desa di daerah rawan pangan. Sementara, desa paling sedikit yang berada di daerah rawan pangan adalah Desa Mandiri yaitu hanya 3,99% atau sebanyak desa. Sedangkan berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) pada Tabel 4, diketahui bahwa jumlah desa BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 26

39 terbanyak di daerah rawan pangan adalah Desa Sangat Tertinggal dan Desa Tertinggal, yaitu masing masing adalah sebanyak desa atau 33,33%. Sementara, desa mandiri memiliki persentase 0% yang berarti bahwa tidak terdapat desa dengan tipologi tersebut berdasarkan pada nilai Indeks Desa Membangun (IDM) di daerah rawan pangan. Jumlah Desa Berkembang dan Desa Maju di daerah rawan pangan masing masing adalah sebanyak desa atau mencapai 16,67% dari seluruh jumlah desa di daerah rawan pangan. 3.4 Kawasan Perdesaan di Daerah Rawan Pangan Berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, definisi dari kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sebagai salah satu kawasan strategis nasional, pembangunan kawasan perdesaan mempunyai peran penting dalam pembangunan suatu wilayah secara umum. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa terdapat sebanyak 72 kabupaten yang memiliki kawasan perdesaan pada tahun 2015 yang merupakan inisiasi Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di seluruh Indonesia. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 27

40 Tabel 5. Kawasan Perdesaan di Daerah Rawan Pangan WILAYAH DAERAH RAWAN PANGAN YANG MEMPUNYAI KAWASAN PERDESAAN PERSENTASE (%) Sumatera 11 16,18 Jawa 22 32,35 Kalimantan 11 16,18 Bali dan Nusa Tenggara 4 5,88 Sulawesi 12 17,65 Maluku 4 5,88 Papua 4 5,88 Jumlah Total Sumber:Matriks Data/Informasi Kawasan Perdesaan Kabupaten/Kota Oleh Direktort Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan, 2015 Dari jumlah tersebut, terdapat sebanyak 68 daerah rawan pangan yang memiliki kawasan perdesaan atau 94,44% dari seluruh jumlah kabupaten yang memiliki kawasan perdesaan. Jumlah kawasan perdesaan yang terdapat di 68 daerah rawan pangan tersebut adalah sebanyak 39 kawasan perdesaan. Tabel 5 di atas menunjukkan sebaran kawasan perdesaan di daerah rawan pangan pada masing masing wilayah pulau besar di Indonesia. Jumlah kabupaten yang memiliki kawasan perdesaan paling banyak ditemukan di Wilayah Jawa, yaitu sebanyak 22 kabupaten atau 32,35%% dari jumlah seluruh daerah rawan pangan yang memiliki kawasan perdesaan. Sementara jumlah daerah rawan pangan yang memiliki kawasan perdesaan paling sedikit ditemukan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Di daerah rawan pangan, pembangunan kawasan perdesaan menjadi isu penting untuk meningkatkan pertumbuhan daerah rawan pangan tersebut terkait dengan penanganannya. Pembangunan kawasan perdesaan di bidang pertanian maupun bidang lainnya akan mampu meningkatkan ketersediaan pangan, aksesbilitas pangan hingga pemanfaatan pangan oleh masyarakat. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 28

41 3.5 Permukiman Transmigrasi di Daerah Rawan Pangan Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) terdiri dari Unit Permukiman Transmigrasi Bina dan Unit Permukiman Transmigrasi Serah. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.22/MEN/X/2007, Unit Permukiman Transmigrasi yang disingkat UPT, merupakan satuan permukiman transmigrasi yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat usaha transmigran yang sejak awal direncanakan untuk membentuk suatu desa atau bergabung dengan desa setempat. Definisi tersebut menunjukkan bahwa UPT juga mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan pembangunan daerah yang berkaitan dengan desa. UPT Bina merupakan UPT yang masih berada di bawah binaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, sedangkan UPT Serah merupakan UPT yang pembinaannya telah diserahkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi kepada Pemerintah Daerah setempat. Tabel 6. Unit Permukiman Transmigrasi Bina di Daerah Rawan Pangan WILAYAH UPT PERSENTASE (%) Sumatera 34 21,12 Kalimantan 41 25,47 Sulawesi 51 31,68 Bali dan Nusa Tenggara 17 10,56 Maluku 11 6,83 Papua 7 4,35 Jumlah Total ,00 Sumber: Data Permukiman Transmigrasi Bina Edisi Desember, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 2015 Berdasarkan Buku Data Permukiman Transmigrasi Bina dan Peta Sebaran Permukiman Transmigrasi Bina Tahun 2014 serta data yang disajikan pada Tabel 6 di atas, terlihat bahwa pada tahun 2014 terdapat sebanyak 168 UPT yang pembinaannya masih menjadi BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 29

42 tanggung jawab Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 161 UPT atau sebesar 95,83% berada di daerah rawan pangan. Terlihat juga bahwa jumlah UPT Bina paling banyak terdapat di Wilayah Sulawesi, yatu sebanyak 51 UPT atau sebesar 31,68% dari jumlah UPT Bina yang berada di daerah rawan pangan. Sedangkan jumlah UPT Bina paling rendah terdapat di Wilayah Papua, yaitu hanya sebanyak 7 (tujuh) UPT atau sebesar 4,35%. Sementara, jumlah UPT yang pembinaannya sudah diserahkan kepada Pemerintah Daerah terkait, pada tahun 2014 terealisasi sebanyak 32 UPT Serah paling banyak terdapat di Wilayah Sulawesi, yaitu 10 (sepuluh) UPT atau 31,25% dari seluruh jumlah UPT Serah. Sedangkan persentase jumlah UPT Serah paling rendah adalah 3,13% yang terdapat di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara serta Papua, yaitu masing masing hanya sebanyak 1 (satu) UPT yang pada tahun 2014 pembinaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Setempat. Uraian secara rinci jumlah UPT yang diserahkan pembinaannya kepada Pemerintah Daerah pada tahun 2014 disajikan pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Unit Permukiman Transmigrasi Serah di Daerah Rawan Pangan WILAYAH UPT PERSENTASE (%) Sumatera 8 25,00 Kalimantan 9 28,13 Sulawesi 10 31,25 Bali dan Nusa Tenggara 1 3,13 Maluku 3 9,38 Papua 1 3,13 Jumlah Total ,00 Sumber: Data Permukiman Transmigrasi Serah Edisi Desember, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 30

43 3.6 Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri di Daerah Rawan Pangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) merupakan kawasan transmigrasi yang dibentuk untuk menjadi pusat pertumbuhan melalui pengolahan dan pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah. KTM tersebut nantinya akan menjadi calon terbentuknya Kawasan Perkotaan Baru di suatu daerah, termasuk daerah rawan pangan. KTM sendiri memiliki peran penting dalam mendorong perkembangan daerah rawan pangan melalui terciptanya pusat pertumbuhan ekonomi baru. Pusat pertumbuhan ekonomi baru tersebut berpengaruh pada peningkatan infrastruktur dan pengelolaan sumber daya di daerah. Dengan demikian, maka akan memicu penanganan daerah rawan pangan yang lebih efektif. Terdapat sebanyak 48 KTM di Indonesia dan sebanyak 47 KTM berada di daerah rawan pangan. Tabel 8 menunjukkan sebagian besar KTM tersebut berada di Wilayah Sumatera, yaitu sebanyak 16 KTM yaitu diantaranya KTM Samar Kilang, KTM Ketapang Nusantara, KTM Lunang Silaut, KTM Pulau Rapat, dan lain sebagainya. Sementara, jumlah KTM paling sedikit adalah sebanyak 2 (dua) KTM yang terdapat di Wilayah Maluku, yaitu KTM Kobisonta yang berada di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, dan KTM Morotai yang berada di Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara. Apabila dilihat dari cakupan provinsi, jumlah KTM paling banyak terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu sebanyak 5 (lima) KTM, meliputi KTM Bungku di Kabupaten Morowali, KTM Padauloyo di Kabupaten Tojo Una Una, KTM Tampolore di Kabupaten Poso, KTM Bahari Tomini Raya di Kabupaten Parigi Moutong, dan KTM Air Terang di Kabupaten Buol. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 31

44 NO WILAYAH Tabel 8. Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri KTM PRIORITAS DI DAERAH RAWAN PANGAN di Daerah Rawan Pangan PROVINSI KABUPATEN NAMA KAWASAN 1 Bener Meriah Aceh 2 Aceh Tengah KTM Samar Kilang KTM Ketapang Nusantara 3 Sumatera Barat Pesisir Selatan KTM Lunang Silaut 4 Riau Bengkalis KTM Pulau Rupat 5 Bungo KTM Bathin Iii Ulu 6 Jambi Tanjung Jabung Timur KTM Geragai 7 Sarolangun KTM Bathin Ix 8 Banyuasin KTM Telang 9 Sumatera 16 Ogan Ilir KTM Rambutan Parit 10 Sumatera Selatan Ogan Komering Ulu Timur KTM Belitang 11 Lahat KTM Kikim 12 Bengkulu Bengkulu Utara KTM Lagita 13 Way Kanan KTM Way Tuba 14 Lampung Tulang Bawang KTM Rawa Pitu 15 Mesuji KTM Mesuji Kepulauan Bangka Belitung Bangka Selatan Kubu Raya KTM Batu Betumpang KTM Rasau Jaya 18 Kayong Utara KTM Gerbang Kayong 19 Kalimantan Barat Sambas KTM Subah 20 Sambas KTM Gerbang Mas Perkasa 21 Kalimantan Tengah Kapuas KTM Lamunti 22 Kalimantan 11 Kalimantan Selatan Barito Kuala KTM Cahaya Baru Kalimantan Timur Bulungan KTM Salim Batu Berau KTM Labanan 25 Kutai Timur KTM Maloy Kaliorang 26 Nunukan KTM Sebatik Kalimantan Utara 27 Nunukan KTM Seimanggaris 28 Morowali KTM Bungku 29 Tojo Una-Una KTM Padauloyo 30 Sulawesi 12 Sulawesi Tengah Poso KTM Tampolore 31 Parigi Moutong KTM Bahari Tomini Raya 32 Buol KTM Air Terang BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 32

45 NO WILAYAH KTM PRIORITAS DI DAERAH RAWAN PANGAN PROVINSI KABUPATEN NAMA KAWASAN 33 Luwu Timur KTM Mahalona Sulawesi Selatan 34 Takalar KTM Punaga 35 Konawe Selatan KTM Tinanggea 36 Sulawesi Tenggara Muna KTM Kantisa 37 Konawe Utara KTM Hialu 38 Gorontalo Boalemo KTM Pawonsari 39 Sulawesi Barat Mamuju Tengah KTM Tobadak 40 Bima KTM Tambora 41 Bali Dan Nusa Nusa Tenggara Barat 3 Tenggara Sumbawa KTM Labangka 42 Nusa Tenggara Timur Timor Tengah Utara KTM Ponu 43 Maluku Maluku Tengah KTM Kobisonta Maluku 2 44 Maluku Utara Morotai KTM Morotai 45 Merauke KTM Salor 46 Papua 3 Papua Merauke KTM Muting 47 Keerom KTM Senggi Jumlah Ktm Prioritas Di Daerah Rawan Pangan 47 Sumber: Data 48 Kota Terpadu Mandiri,Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 33

46 BAB IV IDENTIFIKASI SEBARAN DAN KONDISI DAERAH RAWAN PANGAN 4.1 Daerah Rawan Pangan Wilayah Sumatera Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera terdapat di 9 (sembilan) provinsi meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung dan Kapulauan Riau. Berdasarkan Tabel 9, terdapat sebanyak 117 daerah rawan pangan yang tersebar di Wilayah Sumatera. Daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 2 hingga prioritas 6. Sebagian besar daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera dikategorikan dalam daerah rawan pangan prioritas 5 yaitu sebanyak 37 daerah. Daerah rawan pangan paling banyak dapat ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah total 25 daerah. Di provinsi tersebut, daerah rawan pangan yang mendominasi adalah daerah rawan pangan prioritas 5 yaitu sebanyak 13 (tiga belas) daerah. Sementara, Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan jumlah daerah rawan pangan paling rendah di Wilayah Sumatera yaitu hanya sebanyak 5 (lima) daerah. Daerah rawan pangan dengan tingkat prioritas paling tinggi di Wilayah Sumatera adalah daerah pada prioritas 2. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera untuk segera ditangani mengingat bahwa tingkat kerawanan pangan pada daerah tersebut tergolong tinggi. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 34

47 Daerah rawan pangan prioritas 2 di Wilayah Sumatera adalah sebanyak 6 (enam) daerah. Kabupaten Nias yang berada Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah dengan peringkat kerawanan pangan paling tinggi yaitu peringkat 25 yang berada pada kelompok daerah rawan pangan prioritas 2 sesuai dengan data pada Lampiran 1. Sedangkan, daerah dengan peringkat kerawanan pangan paling rendah adalah Kabupaten Karo yang juga berada di Provinsi Sumatera Utara dengan menduduki peringkat 393 dan berada pada kategori daerah rawan pangan prioritas 6. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera didominasi oleh daerah dengan tingkat kerawanan pangan yang cenderung rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian besar daerah rawan pangan yang dikategorikan ke dalam daerah rawan pangan prioritas 4 hingga prioritas 6. Namun demikian, penanganan terhadap daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera perlu untuk diprioritaskan mengingat bahwa masih terdapat beberapa daerah rawan pangan dengan tingkat kerawanan tinggi di wilayah tersebut. Tabel 9. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun 2015 PRIORITAS PROVINSI DAERAH RAWAN PANGAN 2 Sumatera Utara 4 Sumatera Barat 1 Riau 1 3 Aceh 2 Sumatera Barat 2 Sumatera Utara 1 Sumatera Selatan 1 4 Bengkulu 9 Sumatera Selatan 8 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 35

48 PRIORITAS PROVINSI DAERAH RAWAN PANGAN Lampung 8 Jambi 6 Aceh 3 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 2 Riau 1 5 Sumatera Utara 13 Aceh 10 Sumatera Barat 4 Jambi 3 Lampung 3 Riau 2 Sumatera Selatan 2 6 Riau 6 Kepulauan Bangka Belitung 6 Kepulauan Riau 5 Sumatera Utara 4 Aceh 3 Sumatera Barat 3 Lampung 1 Jumlah 117 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Daerah tertinggal di Indonesia terdiri dari sebanyak 122 kabupaten yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebagian besar daerah tertinggal di Indonesia sekaligus dikategorikan sebagai daerah rawan pangan. Berdasarkan Tabel 10 berikut diketahui bahwa terdapat sebanyak 11 (sebelas) daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal yang terdapat di Wilayah Sumatera. Sebelas daerah tersebut terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 2, prioritas 3 dan prioritas 4. Meski demikian, daerah rawan pangan prioritas 2 mendominasi dalam sebaran daerah BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 36

49 tertinggal di Wilayah Sumatera, yaitu sebanyak 5 (lima) daerah yang tersebar di Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Tabel 10. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Sumatera Tahun 2015 NO PRIORITAS WILAYAH PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 1 2 Sumatera Sumatera Utara Nias Nias Selatan Nias Barat Nias Utara Sumatera Barat Kepulauan Mentawai Sumatera Barat Pasaman Barat Solok Selatan Aceh Aceh Singkil Sumatera Selatan Musi Rawas Bengkulu Seluma Lampung Lampung Barat 131 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 dan RPJMN Perkembangan sebaran daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera pada tahun menunjukkan kondisi perkembangan yang cenderung negatif. Perkembangan negatif tersebut terlihat dari semakin meningkatnya jumlah daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera dari jumlah sebanyak 101 daerah pada tahun 2009 menjadi sebanyak 117 daerah pada tahun 2015 yang ditunjukkan oleh Tabel 11 di bawah ini. Provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah daerah rawan pangan tertinggi di Wilayah Sumatera, baik pada tahun 2009 maupun 2015 dengan jumlah pada masingmasing tahun tersebut adalah sebanyak 18 daerah dan 25 daerah. Perkembangan sebaran daerah rawan pangan di provinsi tersebut merupakan perkembangan paling besar yang terdapat di Wilayah Sumatera dengan selisih antar jumlah daerah rawan pangan pada BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 37

50 kedua tahun adalah sebesar 7 (tujuh) daerah. Berbeda dengan kondisi tersebut, Provinsi Aceh mengalami peningkatan sebaran daerah rawan pangan yang rendah meskipun provinsi tersebut memiliki jumlah daerah rawan pangan yang cenderung tinggi. Sementara, Kepulauan Riau merupakan provinsi yang memiliki jumlah daerah rawan pangan paling rendah di wilayah Sumatera yaitu hanya sebanyak 4 (empat) daerah pada tahun 2009 dan 5 (lima) daerah pada tahun 2015 dengan selisih hanya sebesar 1 (satu) daerah saja. Apabila dilihat dari jumlah rata-rata daerah rawan pangan pada tahun 2009 dan 2015, maka dapat diketahui bahwa jumlah rata-rata daerah rawan pangan antar provinsi di Wilayah Sumatera tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebaran daerah rawan pangan yang terjadi di Wilayah Sumatera pada tahun mengalami perkembangan negatif yang tidak begitu ekstrim. Namun demikian, perkembangan sebaran daerah rawan pangan yang cenderung negatif dialami oleh sebagian besar provinsi di Wilayah Sumatera. Sebanyak 7 (tujuh) provinsi di Wilayah Sumatera mengalami perkembangan negatif dengan besar perkembangan yang berbeda beda. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 38

51 Tabel 11. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun NO. PROVINSI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Kepulauan Bangka Belitung Lampung 8 12 Jumlah Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009 dan 2015, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Perkembangan sebaran daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera tahun dapat dilihat pada Gambar 7 berikut yang menunjukkan tinggi rendahnya jumlah daerah rawan pangan di masing masing provinsi di Wilayah Sumatera. Dari gambar tersebut diketahui bahwa grafik yang menunjukkan rentang tertinggi antara jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2009 dan 2015 adalah Provinsi Sumatera yang kemudian disusul oleh Provinsi Lampung. Terdapat 3 (tiga) provinsi di Wilayah Sumatera yang tidak mengalami perkembangan terhadap sebaran daerah rawan pangan. Hal tersebut diketahui dari grafik yang menunjukkan jumlah daerah rawan pangan yang sama pada tahun 2009 dan Ketiga daerah yang dimaksud adalah Provinsi Sumatera Barat, Jambi dan Kepulauan Bangka Belitung. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 39

52 Jumlah Daerah Rawan Pangan 30 Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun Provinsi Gambar 7. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 40

53 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 41 Gambar 8. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun 2009

54 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 42 Gambar 9. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun 2015

55 4.1.2 Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Komoditas Pertanian Komoditas padi merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai relevansi dengan daerah rawan pangan. Dalam hal ini, komoditas tersebut mampu menjadi salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui ketersediaan pangan di suatu daerah. Proporsi komoditas padi Wilayah Sumatera ditunjukkan dengan adanya persentase komoditas tersebut sebesar 45,32% pada tahun 2011 dan 39,44% pada tahun Kedua besaran persentase tersebut mewakili banyaknya jumlah desa di Wilayah Sumatera yang mampu memproduksi padi. Persentase komoditas padi tersebut menunjukkan bahwa proporsi komoditas tersebut cukup besar jika dibandingkan dengan komoditas-komoditas lainnya di wilayah tersebut, seperti hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap, dan lain sebagainya. Berdasarkan Tabel 12 berikut, diketahui bahwa meskipun terjadi pertambahan jumlah desa yang mampu memproduksi padi, terjadi penurunan persentase komoditas padi tersebut pada tahun 2014 yang kemudian menunjukkan adanya penurunan proporsi komoditas padi dalam komoditas pertanian di wilayah tersebut. Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa wilayah Sumatera mengalami perkembangan yang bersifat negatif meskipun tidak begitu ekstrim. Penurunan tersebut berkaitan dengan beberapa hal, seperti meningkatnya produksi komoditas pertanian lain, menyempitnya lahan pertanian padi akibar alih fungsi lahan, terganggunya produktivitas padi, dan lain sebagainya. Persentase komoditas padi tertinggi terdapat di Provinsi Aceh, baik pada tahun 2011 maupun tahun 2014 yaitu masing-masing sebesar 70,74% dan 66,91% sesuai dengan data pada Lampiran 5. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 43

56 Secara umum, sebagian besar provinsi di Wilayah Sumatera mengalami penurunan persentase komoditas padi pada tahun 2014 yang kemudian menunjukkan bahwa terjadi perkembangan negatif pada sebagian besar provinsi tersebut. Sementara, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau merupakan dua provinsi yang memiliki persentase komoditas padi terendah pada tahun 2011 dan Perkembangan komoditas padi terbesar dialami oleh Provinsi Sumatera Barat dengan persentase 18,18% pada tahun 2011 menjadi sebesar 63,87% pada tahun Perkembangan tersebut merupakan perkembangan positif yang menunjukkan semakin banyaknya desa yang mampu memproduksi padi sebagai salah satu kebutuhan pangan. Apabila dilihat secara lebih rinci dalam lingkup yang lebih kecil, Kabupaten Sijunjung merupakan daerah rawan pangan di Wilayah Sumatera yang mengalami perkembangan terbesar, namun perkembangan tersebut bersifat negatif. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan persentase komoditas padi di daerah tersebut dari sebesar 100% pada tahun 2011 menjadi 54,10% pada tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 44

57 Tabel 12. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 KODE PROVINSI DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 11 ACEH , ,91 12 SUMATERA UTARA , ,73 13 SUMATERA BARAT 8 18, ,87 14 RIAU 116 9, ,84 15 JAMBI , ,07 16 SUMATERA SELATAN , ,91 17 BENGKULU , ,48 18 LAMPUNG , ,29 19 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 1 0,47 3 1,23 21 KEPULAUAN RIAU 2 0,98 2 0, , ,44 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 Palawija juga merupakan komoditas pertanian yang mempunyai relevansi dengan daerah rawan pangan terkait dengan ketersediaan pangan di suatu daerah. Tabel 13 berikut menunjukkan perkembangan komoditas palawija di Wilayah Sumatera selama kurun waktu tahun Persentase jumlah desa dengan produksi palawija di Wilayah Sumatera pada tahun 2011 adalah sebesar 4,89%, sedangakan persentase pada tahun 2014 adalah sebesar 4,87% yang mewakili jumlah desa sebanyak desa yang terdapat di daerah rawan pangan. Berdasarkan kedua data tersebut, maka dapat diketahui adanya perkembangan komoditas palawija di Wilayah Sumatera yaitu berupa perkembangan yang negatif. Meski demikian, perkembangan negatif tersebut sangat kecil dan tidak signifikan dilihat dari rentang antar kedua angka persentase yang sangat kecil. Apabila dibandingkan dengan persentase komoditas padi, proporsi komoditas palawija di Wilayah Sumatera jauh lebih kecil, baik pada tahun 2011 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 45

58 maupun tahun Meski demikian, pada dasarnya jumlah desa yang mampu memproduksi palawija di Wilayah Sumatera mengalami pertambahan di tahun 2014 yaitu bertambah sebanyak 176 desa. Secara umum, perkembangan komoditas palawija di wilayah Sumatera yang terjadi di masing masing provinsi adalah berupa perkembangan yang bersifat negatif. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh menurunnya peresentase jumlah desa yang memproduksi palawija di sebagian provinsi pada tahun Pada tahun 2011, persentase jumlah desa yang memproduksi komoditas palawija di Wilayah Sumatera adalah sebesar 22,73%. Sementara, pada tahun 2014 persentase tersebut jauh berkurang menjadi hanya sebesar 3,69%. Meskipun terjadi pertambahan jumlah desa yang memproduksi palawija di provinsi tersebut, namun jumlah desa tersebut tidak cukup besar jika dibandingkan dengan jumlah desa yang mampu memproduksi komoditas pertanian lainnya. Kondisi lain menunjukkan adanya perkembangan positif yang terjadi di Provinsi Aceh, Riau, Sumatera Selatan, dan Bengkulu yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase pada tahun 2014 di keempat wilayah tersebut. Kabupaten Lampung Utara merupakan daerah rawan pangan yang mengalami perkembangan komoditas palawija terbesar jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Wilayah Sumatera. Besarnya perkembangan tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan persentase jumlah desa yang memproduksi palawija pada tahun 2011 sebesar 24,36% dan kemudian berubah menjadi sebesar 36,91% pada tahun 2014 Lampiran 6. Peningkatan persentase tersebut menjadi indikator bahwa perkembangan komoditas palawija di daerah tersebut bersifat positif dan mempunyai proporsi cukup besar. Kondisi lain terjadi pada Kabupaten Kepulauan Mentawai yang berada di Provinsi Sumatera Barat. Perkembangan negatif yang cukup signifikan BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 46

59 terjadi di daerah tersebut yang ditunjukkan dengan persentase sebesar 9,76% pada tahun 2014 yang menurun dari tahun 2011 yaitu sebesar 23,26%. Tabel 13. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sumatera Tahun KODE PROVINSI KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 11 ACEH 188 3, ,52 12 SUMATERA UTARA 299 7, ,88 13 SUMATERA BARAT 10 22, ,69 14 RIAU 3 0,24 8 0,49 15 JAMBI 19 1, ,24 16 SUMATERA SELATAN 16 0, ,90 17 BENGKULU 22 1, ,07 18 LAMPUNG , ,34 19 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 1 0,47 1 0,41 21 KEPULAUAN RIAU 15 7,35 5 1, , ,87 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 47

60 4.2 Daerah Rawan Pangan Wilayah Jawa Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Daerah rawan pangan yang terdapat di Wilayah Jawa yaitu terdiri dari beberapa kabupaten yang berada di beberapa provinsi meliputi Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, dan Banten. Terdapat sebanyak 83 daerah rawan pangan yang tersebar di Wilayah Jawa yang meliputi daerah rawan pangan prioritas 3 hingga prioritas 6 yang tertera dalam Tabel 14 di bawah ini. Daerah rawan pangan yang dikategorikan dalam prioritas 6 cenderung mendominasi di Wilayah Jawa dengan jumlah sebanyak 48 daerah yang sebagian besar terdapat di Provinsi Jawa Tengah yaitu sebanyak 22 daerah. Secara umum, daerah rawan pangan di wilayah Jawa paling banyak dapat ditemukan di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan jumlah daerah rawan pangan di masing-masing provinsi adalah sebanyak 29 daerah. Sementara, Provinsi Banten dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan 2 (dua) provinsi yang memiliki jumlah daerah rawan pangan paling sedikit yaitu masing-masing hanya 4 (empat) daerah saja. Daerah rawan pangan dengan tingkat prioritas paling tinggi di Wilayah Jawa adalah daerah rawan pangan prioritas 3 yaitu sebanyak 14 (empat belas) daerah. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah rawan pangan di Wilayah Jawa yang mempunyai tingkat kerawanan pangan cukup tinggi. Kabupaten Sleman yang berada Provinsi DIY merupakan daerah dengan peringkat kerawanan pangan paling rendah yaitu peringkat 394 yang berada pada kelompok daerah rawan pangan prioritas 6. Sedangkan, daerah dengan peringkat kerawanan pangan tertinggi adalah Kabupaten Sampang yang berada di Provinsi Jawa Timur dengan peringkat ke-74 dan berada pada kategori daerah rawan pangan prioritas 3 yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 48

61 kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa daerah rawan pangan di Wilayah Jawa didominasi oleh daerah dengan tingkat kerawanan pangan yang cenderung rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian besar daerah rawan pangan yang dikategorikan ke dalam daerah rawan pangan prioritas 5 dan prioritas 6. Tabel 14. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun 2015 PRIORITAS PROVINSI 3 Jawa Timur 9 Banten 3 Jawa Barat 2 4 Jawa Barat 5 Jawa Timur 1 Banten 1 5 Jawa Tengah 7 Jawa Barat 6 Jawa Timur 1 6 Jawa Tengah 22 Jawa Timur 18 Jawa Barat 4 DIY 4 Jumlah 83 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Berdasarkan Tabel 15 di bawah ini, diketahui bahwa terdapat sebanyak 6 (enam) daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal yang berada di Wilayah Jawa. Seluruh daerah tersebut merupakan daerah rawan pangan prioritas 3 dengan tingkat kerawanan pangan menengah. Keenam daerah rawan pangan tersebut tersebar di 2 (dua) provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Banten dengan jumlah masing-masing adalah sebanyak 4 (empat) dan daerah dan 2 (dua) daerah. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah tertinggal yang BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 49

62 berada di Wilayah Jawa memiliki tingkat kerawanan terhadap pangan sedang dan cenderung terpusat di Provinsi Jawa Timur. Tabel 15. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Jawa Tahun 2015 NO PRIORITAS WILAYAH PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 1 3 Jawa Jawa Timur Sampang Bangkalan Bondowoso Situbondo Banten Pandeglang Lebak 245 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 dan RPJMN Jumlah daerah rawan pangan di Wilayah Jawa pada tahun 2009 adalah sebanyak 82 daerah dan kemudian meningkat pada tahun 2015 menjadi 83 daerah. Dilihat dari kondisi tersebut maka diketahui bahwa Wilayah Jawa mengalami perkembangan sebaran daerah rawan pangan yang negatif selama kurun waktu Peningkatan jumlah daerah rawan pangan di Wilayah Jawa disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah daerah rawan pangan yang berada di Provinsi Jawa Barat. Jumlah daerah rawan pangan di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 adalah sebanyak 16 daerah dan kemudian meningkat menjadi 17 daerah pada tahun Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah daerah rawan pangan tertinggi di Wilayah Jawa, baik pada tahun 2009 maupun tahun Kedua provinsi tersebut mengalami jumlah daerah rawan pangan yang sama atau tetap pada tahun 2009 dan Berdasarkan Tabel 16 berikut diketahui bahwa sebagian besar provinsi di Wilayah Jawa tidak mengalami peningkatan jumlah daerah rawan pangan pada tahun Perkembangan sebaran BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 50

63 daerah rawan pangan yang terjadi di sebagian besar provinsi tersebut sangat kecil dan cenderung tetap. Beberapa provinsi yang dimaksud tersebut adalah Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Peningkatan jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2015 hanya terjadi di Provinsi Jawa Barat yang hanya meningkat sebesar 1 (satu) daerah saja. Kondisi perkembangan sebaran daerah rawan pangan yang terjadi pada sebagian besar provinsi di Wilayah Jawa tersebut menunjukkan adanya kondisi yang cukup baik karena tidak terjadi peningkatan jumlah daerah rawan pangan di beberapa provinsi tersebut. Tabel 16. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun NO PROVINSI Banten Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Jumlah Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Gambar 10 berikut menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi di Wilayah Jawa tidak mengalami perkembangan sebaran daerah rawan pangan. Sebaran jumlah daerah rawan pangan dengan jumlah yang tetap di masing masing provinsi di Wilayah Jawa pada tahun 2009 dan 2015 ditunjukkan dengan tinggi grafik yang sama dalam kedua tahun tersebut. Berdasarkan gambar berikut diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan satu satunya provinsi yang mengalami peningkatan jumlah daerah rawan pangan. Meski BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 51

64 Jumlah Daerah Rawan Pangan demikian, tidak ditemukan rentang yang besar terhadap jumlah daerah rawan pangan antar kedua tahun. 35 Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun Banten Jawa Barat Jawa Tengah Provinsi DI Jawa Timur Yogyakarta Gambar 10. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 52

65 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 53 Gambar 11. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun 2009

66 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 54 Gambar 12. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun 2015

67 4.2.2 Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Komoditas Pertanian Komoditas padi merupakan salah satu indikator dalam ketersediaan pangan di suatu daerah. Perkembangan komoditas padi di Wilayah Jawa pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 3,76%. Berdasarkan Tabel 17 di bawah ini, persentase jumlah desa yang memproduksi padi di wilayah Jawa pada tahun 2011 adalah sebesar 79,07% kemudian berubah menjadi sebesar 75,31% pada tahun Meskipun penurunan yang dialami tidak begitu ekstrim, namun cukup berpengaruh bagi perkembangan komoditas padi di Wilayah Jawa. Penurunan jumlah desa yang mampu memproduksi padi di Wilayah Jawa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Alih fungsi lahan, rendahnya produktivitas padi karena serangan hama, bencana alam, dan lain sebagainya mampu menjadi penyebab dalam penurunan jumlah desa yang mampu memproduksi padi tersebut. Namun demikian, proporsi jumlah desa yang memproduksi padi di Wilayah Jawa masih cukup besar dan mendominasi jika dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa komoditas padi masih menjadi komoditas pertanian unggulan di Wilayah Jawa mengingat bahwa sebagian besar desa di wilayah tersebut mampu memproduksi padi. Provinsi Banten mempunyai persentase jumlah desa yang mampu memproduksi padi terbesar di Wilayah Jawa pada tahun 2011 maupun Namun demikian, perentase tersebut mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun Pada tahun 2011 jumlah desa yang mampu memproduksi padi di Wilayah Jawa adalah sebesar 91,97%, sedangkan pada tahun 2014 besaran persentase berubah menjadi 85,01%. Penurunan yang terjadi adalah sebesar 6,96%. Penurunan persentase yang mengindikasikan adanya BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 55

68 perkembangan negatif terhadap komoditas padi yang terjadi di Provinsi Banten tersebut merupakan perkembangan terbesar jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Wilayah Jawa. Secara umum, perkembangan negatif terhadap jumlah desa yang memproduksi padi dialami oleh seluruh provinsi di Wilayah Jawa. Dalam lingkup kabupaten, perkembangan komoditas padi terbesar pada tahun dialami oleh Kabupaten Bandung. Persentase di daerah rawan pangan tersebut mengalami penurunan sebesar 15,99% pada tahun Persentase jumlah desa yang memproduksi padi di Kabupaten Bandung pada tahun 2011 yang ditunjukkan oleh tabel pada Lampiran 5 adalah sebesar 67,65% dan kemudian berkurang menjadi 51,66% pada tahun Berdasarkan kondisi tersebut, maka diketahui bahwa Kabupaten Bandung mengalami perkembangan negatif terkait dengan jumlah desa yang mampu memproduksi padi. Kabupaten Bandung Barat merupakan daerah rawan pangan yang mempunyai angka perkembangan komoditas padi yang sangat ekstrim yaitu sebesar 64,23% pada tahun Namun besarnya perkembangan tersebut diakibatkan oleh ketersediaan data pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa tidak adanya data tentang jumlah desa yang memproduksi padi. Tabel 17. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun KODE PROVINSI KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 32 JAWA BARAT , ,14 33 JAWA TENGAH , ,92 34 D I YOGYAKARTA , ,06 35 JAWA TIMUR , ,17 36 BANTEN , , , ,31 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 56

69 Proporsi jumlah desa yang memproduksi komoditas palawija di Wilayah Jawa lebih kecil jika dibandingkan dengan komoditas padi. Berdasarkan Tabel 18, persentase yang menunjukkan jumlah desa yang memproduksi palawija di Wilayah Jawa pada tahun 2011 adalah sebesar 10,54%. Persentase tersebut mewakili jumlah desa sebanyak desa yang mampu memproduki palawija. Persentase komoditas palawija tersebut kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2014 menjadi sebesar 11,40% yang sebanding dengan adanya kenaikan jumlah desa yang memproduksi padi sebanyak desa. Perkembangan yang dialami oleh Wilayah Jawa terkait dengan komoditas palawija adalah perkembangan positif. Besarnya perkembangan yang dialami dalam kurun waktu tahun adalah sebesar 0,86%. Adanya perkembangan positif tersebut akan mampu memberikan dampak positif pula bagi perkembangan ketersedian pangan bagi daerah rawan pangan di Wilayah Jawa mengingat bahwa kebutuhan penduduk akan pangan menjadi semakin terpenuhi. Sebagian besar provinsi di Wilayah Jawa mengalami perkembangan positif terkait dengan jumlah desa yang memproduksi palawija dalam kurun waktu tahun Namun demikian, Provinsi Jawa Tengah merupakan satu satunya provinsi yang mengalami perkembangan negatif. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya penurunan persentase jumlah desa yang memproduksi palawija di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2011 persentase jumlah desa yang memproduksi palawija tersebut adalah sebesar 11,09% dan kemudian berubah menjadi 10,87%. Perkembangan yang terjadi adalah sebesar 0,22%. Jumlah desa yang memproduksi palawija di kedua tahun tersebut juga mengalami penurunan dari jumlah 814 desa pada tahun 2011 kemudian menurun menjadi sebesar 785 desa. Perkembangan positif terbesar terjadi di Provinsi Daerah Istimewa BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 57

70 Yogyakarta. Perkembangan yang terjadi adalah sebesar 3,53% dalam kurun waktu tahun Persentase pada tahun 2011 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebesar 19,44% dan kemudian pada tahun 2014 berubah menjadi sebesar 22,97%. Meskipun persentase jumlah desa yang memproduksi palawija mengalami penurunan di provinsi tersebut, namun jumlah desa yang memproduksi palawija sebenarnya mengalami kenaikan dari jumlah sebanyak 69 desa pada tahun 2011 menjadi sebanyak 79 desa pada tahun Berdasarkan data pada Lampiran 6, diketahui bahwa Kabupaten Banjarnegara yang berada di Provinsi Jawa Tengah mengalami perkembangan paling besar terkait dengan jumlah desa yang mampu memproduksi palawija. Data pada tahun 2011 menunjukkan angka persentase sebesar 27,17% dan data pada tahun 2014 menunjukkan persentase sebesar 15,99%. Perkembangan yang terjadi dapat diketahui dari adanya selisih persentase sebesar 11,18%. Penurunan yang cukup besar tersebut menunjukkan adanya perkembangan negatif yang cukup besar pula. Secara umum, sebagian besar daerah rawan pangan di Wilayah Jawa mengalami perkembangan yang bersifat positif meskipun tidak begitu besar. Tabel 18. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun KODE PROVINSI KOMODITAS PALAWIJA 2011 KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 32 JAWA BARAT 208 4, ,29 33 JAWA TENGAH , ,87 34 D I YOGYAKARTA 69 19, ,97 35 JAWA TIMUR , ,78 36 BANTEN 24 2, , , ,40 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 58

71 4.3 Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Wilayah Kalimantan terdiri dari 5 (lima) provinsi meliputi Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Berdasarkan data pada Tabel 19, daerah rawan pangan di Wilayah Kalimantan tersebar di seluruh provinsi dengan jumlah total sebanyak 46 daerah. Sebagian besar daerah rawan pangan di wilayah Kalimantan merupakan daerah rawan pangan prioritas 4 yaitu sebanyak 20 (dua puluh) daerah yang berupa kabupaten. Kalimantan Tengah merupakan provinsi dengan jumlah daerah rawan pangan terbanyak yaitu sebanyak 13 (tiga belas) daerah yang didominasi oleh daerah rawan pangan prioritas 3 dengan jumlah 5 (lima) daerah. Sementara, Kalimantan Utara merupakan provinsi dengan jumlah daerah rawan pangan paling sedikit yaitu hanya sebanyak 4 (empat) daerah yang seluruh daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah rawan pangan prioritas 6. Berdasarkan Lampiran 1, diketahui bahwa daerah dengan peringkat kerawanan pangan paling rendah adalah Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur yang berada di daerah rawan pangan prioritas 6 dengan peringkat 389. Sedangkan, daerah dengan pringkat kerawanan pangan paling tinggi adalah Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat dengan peringkat 54 yang berada pada kategori daerah rawan pangan prioritas 4. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 59

72 Tabel 19. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun 2015 PRIORITAS PROVINSI 3 Kalimantan Selatan 5 Kalimantan Barat 3 4 Kalimantan Tengah 11 Kalimantan Barat 6 Kalimantan Selatan 3 5 Kalimantan Selatan 2 Kalimantan Barat 1 Kalimantan Tengah 1 6 Kalimantan Timur 6 Kalimantan Utara 4 Kalimantan Barat 2 Kalimantang Tengah 1 Kalimantan Selatan 1 Jumlah 46 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Berdasarkan Tabel 20 berikut, dapat diketahui bahwa jumlah daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal di Wilayah Kalimantan adalah sebanyak 11 (sebelas) daerah yang tersebar di 4 (empat) provinsi. Keempat provinsi tersebut meliputi Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara. Daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal di Wilayah Kalimantan terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 3, prioritas 4, prioritas 5, dan prioritas 6. Sebagian besar daerah termasuk dalam kategori daerah rawan pangan prioritas 3 dan prioritas 4 dengan jumlah masing-masing adalah sebanyak 4 (empat) daerah. Kalimantan Barat merupakan provinsi yang mempunyai jumlah paling tinggi terkait dengan daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal, yaitu sebanyak 8 (delapan) daerah. Kedelapan daerah tersebut meliputi Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Sambas, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Landak, Kabupaten Ketapang, BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 60

73 Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Bengkayang. Apabila dilihat dari prioritasnya, sebagian besar daerah tertinggal di Wilayah Kalimantan mempunyai tingkat kerawanan terhadap pangan yang cenderung rendah mengingat bahwa daerah tertinggal tersebut dikategorikan sebagai daerah rawan pangan dengan prioritas 3 hingga prioritas 6. Tabel 20. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Kalimantan NO PRIORITAS WILAYAH PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 1 3 Kalimantan Kalimantan Barat Kayong Utara Sambas Kapuas Hulu Kalimantan Selatan Hulu Sungai Utara Kalimantan Barat Melawi Landak Ketapang Kalimantan Tengah Seruyan Kalimantan Barat Sintang Kalimantan Utara Nunukan Kalimantan Barat Bengkayang 210 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 dan RPJMN Tabel 21 di bawah ini menunjukkan jumlah daerah rawan pangan di Wilayah Kalimantan adalah sebanyak 43 daerah pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2015 bertambah menjadi sebanyak 46 daerah. Dilihat dari kedua jumlah daerah rawan pangan tersebut, maka dapat diketahui bahwa perkembangan sebaran daerah rawan pangan yang terjadi di Wilayah Kalimantan merupakan perkembangan ke arah negatif. Perkembangan terlihat dari adanya selisih jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2009 dan 2015 yang mengalami pertambahan sebanyak 3 (tiga) daerah. Pertambahan jumlah daerah rawan pangan tersebut dipengaruhi oleh adanya Daerah Otonomi Baru (DOB) yaitu Provinsi Kalimantan Utara dengan beberapa BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 61

74 kebupaten di dalamnya mengingat bahwa pada tahun 2009 belum terjadi pemekaran daerah tersebut. Peningkatan jumlah daerah rawan pangan terbesar di Wilayah Kalimantan terjadi di Provinsi Kalimantan Utara dengan peningkatan sebesar 4 (empat) daerah yang disebabkan oleh adanya pemekaran wilayah. Peningkatan jumlah daerah rawan pangan juga terjadi di Provinsi Kalimantan Barat yang menunjukkan jumlah sebanyak 10 (sepuluh) pada tahun 2009 yang kemudian bertambah menjadi 12 daerah pada tahun Apabila dilihat dari jumlah tertinggi daerah rawan pangan di Wilayah Kalimantan, Provinsi Kalimantan Tengah memiliki jumlah daerah rawan tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya, baik pada tahun 2009 maupun tahun Berdasarkan tabel berikut diketahui bahwa beberapa provinsi di Wilayah Kalimantan tidak mengalami peningkatan jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2015, yaitu Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Berbeda dengan kondisi tersebut, Provinsi Kalimantan Timur mengalami penurunan jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2015 yaitu menjadi 6 (enam) daerah dari jumlah sebelumnya yaitu sebanyak 9 (sembilan) daerah pada tahun Hal tersebut dikarenakan oleh adanya beberapa kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur yang menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Utara. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 62

75 Tabel 21. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun No Provinsi Jumlah Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara 4 Jumlah Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Sebaran daerah rawan pangan di Wilayah Kalimantan cenderung bervariasi di masing-masing provinsi selama kurun waktu tahun 2009 hingga tahun Gambar 13 berikut menunjukkan bahwa beberapa provinsi di Wilayah Kalimantan mengalami perkembangan, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Meski demikian, perkembangan yang terjadi merupakan perkembangan negatif. Semakin meningkat jumlah daerah rawan pangan di suatu wilayah maka menunjukkan bahwa wilayah tersebut mengalami kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang rendah. Sebaran jumlah daerah rawan pangan dengan jumlah tetap di beberapa provinsi di Wilayah Kalimantan pada tahun 2009 dan 2015 ditunjukkan dengan tinggi grafik yang sama dalam kedua tahun tersebut. Berdasarkan gambar berikut diketahui bahwa Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan mengalami perkembangan sebaran daerah rawan pangan yang stagnan. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 63

76 Jumlah Daerah Rawan Pangan Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Provinsi Gambar 13. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 64

77 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 65 Gambar 14. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun 2009

78 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 66 Gambar 15. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun 2015

79 4.3.2 Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Komoditas Pertanian Berdasarkan Tabel 22 di bawah ini, perkembangan komoditas padi di Wilayah Kalimantan terlihat pada perubahan persentase komoditas padi pada tahun Tabel di bawah ini menunjukkan persentase pada tahun 2011 di Wilayah Kalimantan adalah sebesar 51,77% dan kemudian berubah menjadi sebesar 44,31% pada tahun Perubahan persentase menjadi lebih rendah tersebut menunjukkan adanya penurunan jumlah desa yang memproduksi padi terhadap jumlah desa yang memproduksi komoditas pertanian seluruhnya di Wilayah Kalimantan. Penurunan yang terjadi adalah sebesar 7,46% dan bernilai negatif. Angka tersebut mengindikasikan bahwa perkembangan negatif di Wilayah Kalimantan bukan merupakan perkembangan yang kecil meskipun angka tersebut tidak signifikan. Penurunan persentase yang terjadi pada tahun 2014 diakibatkan oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah adanya penurunan jumlah desa sebesar 257 desa, yaitu dari jumlah sebanyak desa pada tahun 2011 dan kemudian berubah menjadi desa pada tahun Persentase jumlah desa yang mampu memproduksi padi di Wilayah Kalimantan tidak cukup tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lainnya karena besaran persentase hanya berkisar pada angka 50%di kedua tahun. Namun demikian, persentase tersebut masih mampu mengalahkan persentase komoditas pertanian lainnya di Wilayah Kalimantan. Kalimantan Timur merupakan provinsi di Wilayah Kalimantan yang mengalami perkembangan jumlah desa yang memproduksi komoditas padi paling besar. Perkembangan tersebut merupakan perkembangan negatif dengan besar 19,71%. Persentase pada tahun 2011 di provinsi tersebut adalah sebesar 66,30% dan kemudian pada BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 67

80 tahun 2014 berubah menjadi hanya sebesar 46,59%. Penurunan persentase tersebut juga dipengaruhi oleh adanya penurunan jumlah desa yang mampu memproduksi padi dari jumlah sebanyak 724 desa pada tahun 2011 dan kemudian menjadi hanya sebanyak 369 desa pada tahun Hampir seluruh provinsi di Wilayah Kalimantan mengalami perkembangan negatif, kecuali Kalimantan Utara. Sementara, perkembangan paling kecil ditemukan di Provinsi Kalimantan Tengah dengan besar penurunan persentase sebesar 4,23% dan bersifat negatif. Secara lebih spesifik, perkembangan komoditas padi terbesar pada tahun dialami di Wilayah Kalimantan ditemukan di Kabupaten Sekadau. Persentase di daerah rawan pangan tersebut mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 36,24% pada tahun Persentase jumlah desa yang memproduksi padi di Kabupaten Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2011 adalah sebesar 12% dan kemudian bertambah menjadi 48,24% pada tahun 2014 yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diketahui bahwa Kabupaten Sekadau mengalami perkembangan positif terkait dengan jumlah desa yang mampu memproduksi padi. Kabupaten Malinay merupakan daerah rawan pangan yang mempunyai persentase jumlah desa yang mampu memproduksi komoditas padi yang sangat tinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar 98,13%, begitu pula pada tahun 2011 dengan persentase sebesar 90,65%. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 68

81 Tabel 22. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Jawa Tahun KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 KODE PROVINSI DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 61 KALIMANTAN BARAT , ,60 62 KALIMANTAN TENGAH , ,66 63 KALIMANTAN SELATAN , ,39 64 KALIMANTAN TIMUR , ,59 65 KALIMANTAN UTARA *) , , ,31 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 Komoditas palawija merupakan salah satu komoditas pertanian yang berkaitan dengan tanaman pangan. Persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija yang di Wilayah Kalimantan yang ditunjukkan oleh Tabel 23 pada tahun 2011 adalah sebesar 2,57% yang mewakili jumlah desa sebanyak 153 desa. Sementara, persentase komoditas palawija pada tahun 2014 adalah sebesar 2,27% yang mewakili 145 desa. Perkembangan komoditas palawija yang terjadi di Wilayah Kalimantan tahun adalah perkembangan negatif dengan penurunan sebesar 0,30%. Penurunan tersebut cenderung sangat kecil jika dibandingkan dengan penurunan yang terjadi di wilayah lain. Apabila dilihat dari besaran persentase yang ada, komoditas palawija mempunyai proporsi yang sangat kecil jika dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya di Wilayah Kalimantan. Provinsi Kalimantan Timur mengalami perkembangan komoditas palawija yang paling besar pada tahun jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Wilayah Kalimantan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini yang menunjukkan adanya perubahan persentase jumlah desa yang memproduksi BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 69

82 palawija di Wilayah Kalimantan tahun Persentase pada tahun 2011 adalah sebesar 8,15% kemudian pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 2,78% sehingga penurunan yang terjadi adalah sebesar 5,37%. Adanya penurunan tersebut mengindikasikan bahwa Provinsi Kalimantan Timur mengalami perkembangan yang bersifat negatif. Hampir seluruh provinsi di Wilyah Kalimantan mengalami perkembangan negatif. Namun demikian, terdapat 2 (dua) provinsi yang mengalami perkembangan positif, yaitu Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara. Perubahan persentase yang dialami oleh Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar 0,3% dan bernilai positif, sedangkan Provinsi Kalimantan Utara adalah 15,17%. Meskipun perkembangan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat sangat kecil, namun jumlah desa yang memproduksi palawija di provinsi tersebut mengalami pertambahan jumlah sebanyak 8 (delapan) desa. Sementara, angka perkembangan positif yang terjadi di Provinsi Kalimantan Utara diakibatkan oleh adanya pemekaran wilayah pada tahun 2012 sehingga perkembangan yang terjadi bernilai positif. Lampiran 6 menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 2 (dua) daerah rawan pangan di Wilayah Kalimantan yang tidak mengalami perubahan persentase dan jumlah desa yang memproduksi palawija pada tahun Kedua daerah tersebbut adalah Kabupaten Bengkayang (Provinsi Kalimantan Barat) dan Kabupaten Penajam Paser Utara (Provinsi Kalimantan Timur). Apabila dilihat secara umum, seluruh daerah rawan pangan di Wilayah Kalimantan tidak mengalami perkembangan yang cukup berarti. Hal tersebut terlihat dari besaran persentase rata rata yang cenderung rendah sehingga tidak terlihat adanya perkembangan yang signifikan. Persentase perubahan rata rata di Wilayah Kalimantan adalah sebesar 1,12%. Namun demikian, Kabupaten Kapuas yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 70

83 merupakan daerah rawan pangan yang dianggap mengalami perkembangan terbesar jika dibandingkan dengan daerah rawan pangan lainnya di Wilayah Kalimantan. Perubahan persentase yang terjadi adalah sebesar 5,36% dan bernilai negatif pada tahun Tabel 23. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun KODE PROVINSI KOMODITAS PALAWIJA 2011 KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 61 KALIMANTAN BARAT 12 0, ,02 62 KALIMANTAN TENGAH 26 1, ,91 63 KALIMANTAN SELATAN 26 1, ,37 64 KALIMANTAN TIMUR 89 8, ,78 65 KALIMANTAN UTARA *) , , ,27 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 71

84 4.4 Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Berdasarkan data dalam Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia Tahun 2015, diketahui bahwa terdapat sebanyak 36 daerah rawan pangan yang berada di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Daerah rawan pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 2 hingga prioritas 6. Tabel 24 menunjukkan adanya sebanyak 11 (sebelas) daerah rawan pangan di wilayah tersebut termasuk dalam kategori prioritas 3. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak jika dibandingkan dengan jumlah daerah rawan pangan pada prioritas lainnya di wilayah tersebut. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki jumlah daerah rawan pangan terbanyak di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu sebanyak 36 kabupaten. Dari jumlah tersebut, daerah rawan pangan pada prioritas 2 mendominasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah sebanyak 9 (sembilan) daerah. Sementara, jumlah daerah rawan pangan yang terdapat di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat masing masing adalah sebanyak 8 (delapan) daerah. Daerah rawan pangan dengan tingkat prioritas paling tinggi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara adalah daerah prioritas 2. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar daerah rawan pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara berada pada tingkat kerawanan pangan yang tergolong tinggi sehingga perlu untuk segera ditangani. Seluruh daerah rawan pangan di Provinsi Bali merupakan daerah rawan pangan prioritas 6, sedangkan seluruh daerah rawan pangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk dalam kategori daerah rawan pangan prioritas 3 yang ditunjukkan oleh tabel pada Lampiran 1. Berdasarkan tabel berikut, diketahui bahwa daerah dengan peringkat kerawanan pangan paling rendah adalah Kabupaten BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 72

85 Badung, Provinsi Bali yang berada di daerah rawan pangan prioritas 6 dengan peringkat 398. Sedangkan, daerah dengan pringkat kerawanan pangan paling tinggi adalah Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan peringkat 22 yang berada pada kategori daerah rawan pangan prioritas 2. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa daerah rawan pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara didominasi oleh daerah dengan tingkat kerawanan pangan yang cenderung rendah yang berada pada prioritas 3 hingga prioritas 6. Tabel 24. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2015 PRIORITAS PROVINSI DAERAH RAWAN PANGAN 2 NTT 9 3 NTB 8 NTT 3 4 NTT 1 5 NTT 6 6 Bali 8 NTT 1 Jumlah 36 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Berdasarkan Tabel 25 berikut diketahui bahwa terdapat sebanyak 25 daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal tersebut terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 2, prioritas 3, prioritas 4, dan prioritas 5. Daerah rawan pangan prioritas 3 mendominasi dalam sebaran daerah tertinggal di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah tertinggal yang berada di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara memiliki tingkat kerawanan terhadap pangan yang yang BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 73

86 dikategorikan sedang dan rendah yang ditunjukkan dengan kategori prioritas 3, prioritas 4, dan prioritas 5. Sebanyak 9 (sembilan) daerah tertinggal di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara merupakan daerah rawan pangan dengan tingkat kerawanan yang cenderung tinggi. Sebagian besar daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 17 daerah. Sementara, tidak terdapat daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal di Provinsi Bali. Kabupaten Sumba Tengah yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah tertinggal yang memiliki tingkat kerawanan pangan yang paling tinggi. Tabel 25. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2015 NO PRIORITAS PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 1 2 NTT Sumba Tengah Timor Tengah Selatan Sumba Barat Daya Sabu Raijua Sumba Barat Sumba Timur Manggarai Timur Alor Manggarai Barat NTB Lombok Utara Lombok Barat Lombok Tengah Sumbawa Lombok Timur Dompu Sumbawa Barat Bima NTT Kupang Ende Nagekeo 136 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 74

87 NO PRIORITAS PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 21 4 NTT Belu NTT Rote Ndao Lembata Timor Tengah Utara Manggarai 111 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 dan RPJMN Perkembangan sebaran daerah rawan pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun menunjukkan kondisi perkembangan yang cenderung negatif. Tabel 26 di bawah ini menunjukkan adanya perkembangan negatif tersebut terlihat dari semakin meningkatnya jumlah daerah rawan pangan Wilayah Bali dan Nusa Tenggara dari jumlah sebanyak 30 daerah pada tahun 2009 menjadi sebanyak 36 daerah pada tahun Perkembangan yang dialami oleh wilayah tersebut diwakili dengan adanya peningkatan jumlah daerah rawan pangan sebesar 6 (enam) daerah dalam kurun waktu Perkembangan terbesar dialami oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur yang ditunjukkan dengan adanya perubahan jumlah daerah rawan pangan sebanyak 5 (lima) daerah. Perkembangan negatif juga terjadi pada Provinsi Nusa Tenggara Barat meskipun tidak sebesar yang dialami oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur. Perubahan yang dialami oleh provinsi tersebut diwakili dengan peningkatan jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2015 yaitu hanya sebesar 1 (satu) daerah saja sehingga jumlah pada tahun 2015 di provinsi tersebut adalah sebanyak 8 (delapan) daerah. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki jumlah daerah rawan pangan tertinggi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara, baik pada tahun 2009 maupun 2015 dengan jumlah pada masing masing tahun tersebut adalah sebanyak 15 daerah dan 20 daerah. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 75

88 Berbeda dengan kondisi tersebut, Provinsi Bali memiliki jumlah daerah rawan pangan yang sama pada tahun 2009 dan tahun 2015 yaitu masing masing sebanyak 8 (delapan) daerah. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diketahui bahwa tidak terjadi perkembangan terkait dengan jumlah daerah rawan pangan atau stagnan. Jumlah rata-rata daerah rawan pangan pada tahun 2009 dan 2015 masing masing adalah sebanyak 10 (sepuluh) daerah dan 12 daerah. Perubahan yang terjadi pada jumlah rata rata daerah rawan pangan pada kedua tahun tersebut menunjukkan bahwa terjadi adanya perkembangan negatif di seluruh provinsi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Tabel 26. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun NO PROVINSI Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Jumlah Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009 dan 2015, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Perkembangan sebaran daerah rawan pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara tahun dapat dilihat pada Gambar 16 berikut yang menunjukkan tinggi rendahnya jumlah daerah rawan pangan di masing masing provinsi. Dari gambar tersebut diketahui bahwa grafik yang menunjukkan rentang tertinggi antara jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2009 dan 2015 adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Provinsi Bali merupakan provinsi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang tidak mengalami perkembangan terhadap sebaran daerah rawan pangan. Hal tersebut diketahui dari tinggi grafik yang menunjukkan jumlah daerah rawan pangan yang BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 76

89 Jumlah Daerah Rawan Pangan sama pada tahun 2009 dan Sementara, Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami perkembangan negatif yang cenderung kecil. Kondisi tersebut terlihat dari cenderung kecilnya rentang antara grafik tahun 2009 dengan grafik tahun 2015 di provinsi tersebut. 25 Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Provinsi Gambar 16. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 77

90 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 78 Gambar 17. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2009

91 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 79 Gambar 18. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2015

92 4.4.2 Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Komoditas Pertanian Berdasarkan data dalam Tabel 27, diketahui bahwa komoditas padi merupakan salah satu komoditas pertanian sebagai tanaman pangan. Proporsi komoditas padi Wilayah Bali dan Nusa Tenggara cukup besar yang ditunjukkan dengan adanya persentase komoditas tersebut sebesar 46,26% pada tahun 2011 dan 42,05% pada tahun Kedua besaran persentase tersebut mewakili banyaknya jumlah desa di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang mampu memproduksi padi. Persentase komoditas padi tersebut menunjukkan bahwa proporsi komoditas tersebut cukup besar jika dibandingkan dengan komoditas-komoditas lainnya di wilayah tersebut, seperti hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap, dan lain sebagainya. Berdasarkan tabel berikut, diketahui bahwa terjadi penurunan persentase komoditas padi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa Wilayah Bali dan Nusa Tenggara mengalami perkembangan yang bersifat negatif yaitu sebesar 4,21%. Persentase komoditas padi tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, baik pada tahun 2011 maupun tahun 2014 yaitu masing masing sebesar 85,64% dan 79,02%. Secara umum, seluruh provinsi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara mengalami penurunan persentase komoditas padi pada tahun 2014 yang kemudian menunjukkan bahwa terjadi perkembangan negatif pada sebagian besar provinsi tersebut. Di Nusa Tenggara Barat terjadi perkembangan komoditas padi yang paling besar diantara provinsi lainnya di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Sementara, Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang memiliki persentase komoditas padi terendah pada tahun 2011 dan Perkembangan terjadi di Provinsi BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 80

93 Nusa Tenggara Timur merupakan perkembangan negatif degan nilai terkecil yaitu hanya 0,55%. Perkembangan negatif menunjukkan semakin sedikitnya jumlah desa yang mampu memproduksi padi sebagai salah satu kebutuhan pangan. Kabupaten Sumba Barat yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami perkembangan terbesar di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Perkembangan yang terjadi di daerah rawan pangan tersebut adalah sebesar 33,02% dan bernilai negatif. Besarnya perkembangan tersebut ditunjukkan oleh adanya penurunan persentase jumlah desa pada tahun 2014 di Kabupaten Sumba Barat menjadi sebesar 39,71% yang sebelumnya adalah sebesar 72,73% pada tahun 2011 yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Penurunan persentase tersebut sesuai dengan penurunan jumlah desa yang memproduksi komoditas padi di Kabupaten Sumba Barat. Tabel 27. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 KODE PROVINSI DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 51 BALI , ,82 52 NUSA TENGGARA BARAT , ,02 53 NUSA TENGGARA TIMUR , , , ,05 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 Tabel 28 di bawah ini berisikan informasi mengenai perkembangan komoditas palawija, sebagai salah satu tanaman pangan, di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara selama kurun waktu tahun Persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2011 adalah sebesar 34,53%, sedangakan persentase pada tahun 2014 adalah sebesar 32,41%. Angka persentase pada kedua tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 81

94 tersebut mewakili jumlah desa yang memproduksi palawija masing masing sebanyak desa dan desa. Berdasarkan kedua persentase tersebut, maka dapat diketahui adanya perkembangan komoditas palawija di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang diwakili oleh jumlah desa yaitu berupa perkembangan yang negatif sebesar 2,12%. Namun demikian, terjadi peningkatan jumlah desa yang memproduksi palawija di wilayah tersebut sebanyak 147 desa. Apabila dibandingkan dengan persentase komoditas padi, proporsi komoditas palawija di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara lebih kecil, baik pada tahun 2011 maupun tahun Meski demikian, pada dasarnya proporsi komoditas palawija di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya, seperti perkebunan, hortikultura, peternakan, perikanan, dan lain sebagainya. Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan satu satunya provinsi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang mengalami perkembangan positif terkait persentase jumlah desa yang memproduksi palawija dalam kurun waktu tahun Di provinsi tersebut terjadi peningkatan persentase desa yang memproduksi palawija sebesar 2,91% yang pada tahun 2014 persentase di provinsi tersebut menjadi sebesar 8,94%. Perkembangan terbesar dapat ditemukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan besar persentase perkembangan adalah 7,07% yang bernilai negatif. Perkembangan negatif ditunjukkan dengan adanya penurunan persentase dari sebesar 51,79% pada tahun 2011 dan kemudian berubah menjadi sebesar 44,71% pada tahun Sementara, perkembangan persentase komoditas palawija yang diwakili oleh jumlah desa yang terjadi di Provinsi Bali juga merupakan perkembangan negatif. Besarnya perkembangan tersebut ditunjukkan BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 82

95 dengan adanya selisih persentase antara data tahun 2011 dan tahun 2014 sebesar 1,34% yang bernilai negatif. Berdasarkan Lampiran 6, Kabupaten Sumba Barat yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah rawan pangan yang mengalami perkembangan terbesar berkaitan dengan persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija. Besarnya persentase pada tahun 2011 di daerah tersebut adalah 27,27% yang mewakili 15 desa dan kemudian mengalami peingkatan menjadi sebesar 58,82% yang mewakili jumlah desa sebanyak 40 desa. Berdasarkan kedua angka tersebut maka diketahui besarnya perkembangan adalah sebesar 31,55% yang bernilai positif. Perkembangan positif tersebut menunjukkan adanya perubahan kondisi komoditas palawija yang lebih baik pada tahun 2014 di daerah tersebut. Kondisi lain terjadi pada Kabupaten Ngada yang mengalami perkembangan negatif paling besar terkait persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija sebagai salah satu tanaman pangan. Besarnya perkembangan tersebut adalah 17,89% yang bernilai negatif. Perubahan terjadi pada persentase pada tahun 2014 yaitu menurun menjadi sebesar 19,86% yang sebelumnya 37,76% pada tahun Tabel 28. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun KODE PROVINSI KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 51 BALI 43 7, ,53 52 NUSA TENGGARA BARAT 55 6, ,94 53 NUSA TENGGARA TIMUR , , , ,41 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 83

96 4.5 Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Wilayah Sulawesi dalam kajian daerah rawan pangan terdiri dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Daerah rawan pangan di Wilayah Sulawesi tersebar di 6 (enam) provinsi dengan jumlah total sebanyak 62 daerah yang terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 3 hingga prioritas 6 yang ditunjukkan pada Tabel 29. Daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah prioritas 5 cenderung mendominasi di Wilayah Sulawesi dengan jumlah sebanyak 22 daerah. Daerah rawan pangan paling banyak dapat ditemukan di Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah total 21 daerah. Di provinsi tersebut, daerah rawan pangan yang mendominasi adalah daerah pada prioritas 6. Sementara, Sulawesi Barat dan Gorontalo merupakan provinsi dengan jumlah daerah rawan pangan paling rendah di wilayah Sulawesi yaitu masing-masing hanya sebanyak 5 (lima) daerah. Daerah rawan pangan dengan tingkat prioritas paling tinggi di wilayah Sulawesi adalah daerah pada prioritas 3. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah rawan pangan di Wilayah Sulawesi untuk segera ditangani mengingat bahwa tingkat kerawanan pangan pada daerah tersebut cenderung cukup tinggi. Daerah rawan pangan prioritas 3 di wilayah Sulawesi adalah sebanyak 11 (sebelas). Berdasarkan Lampiran 1, Kabupaten Mamasa yang terletak di Provinsi Sulawesi Barat merupakan daerah rawan pangan dengan tingkat kerawanan pangan yang paling tinggi di antara daerah rawan pangan lainnya di wilayah Sulawesi yaitu berada pada peringkat ke- 56. Kondisi lain terjadi paada Kabupaten Minahasa Utara (Provinsi Sulawesi Utara) yang menunjukkan bahwa daerah tersebut berada pada peringkat daerah rawan pangan terendah dalam wilayahnya BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 84

97 yaitu 380. Dengan demikian, Kabupaten Minahasa Utara mempunyai tingkat kerawanan pangan yang cenderung rendah yang kemudian berkaitan dengan prioritas penanganan pangan daerah tersebut yang berada di bawah atau bukan prioritas utama. Tabel 29. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun 2015 PRIORITAS PROVINSI 3 Sulawesi Tengah 6 Sulawesi Tenggara 2 Sulawesi Barat 2 Sulawesi Selatan 1 4 Gorontalo 4 Sulawesi Tengah 3 Sulawesi Barat 2 5 Sulawesi Selatan 9 Sulawesi Utara 6 Sulawesi Tenggara 5 Gorontalo 1 Sulawesi Barat 1 6 Sulawesi Selatan 11 Sulawesi Utara 5 Sulawesi Tenggara 3 Sulawesi Tengah 1 Jumlah 62 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Tabel 30 menunjukkan daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal yang terdapat di Wilayah Sulawesi adalah sebanyak 14 daerah. Keempat belas daerah tersebut terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 3, prioritas 4 dan prioritas 5. Terdapat sebanyak 7 (tujuh) daerah tertinggal yang dikategorikan sebagai daerah rawan pangan prioritas 3. Jumlah tersebut merupakan jumlah tertinggi jika dibandingkan dengan jumlah daerah pada prioritas lainnya. Daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 85

98 tertinggal paling banyak terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu sebanyak 7 (tujuh) daerah. Dari jumlah tersebut diketahui bahwa sebanyak 5 (lima) daerah tertinggal merupakan daerah rawan pangan prioritas 3 dan sebanyak 2 (dua) daerah lainnya merupakan daerah rawan pangan prioritas 4. Sebagian kecil daerah tertinggal di Wilayah Sulawesi dikategorikan dalam daerah rawan pangan prioritas 5. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah tertinggal yang berada di Wilayah Sulawesi memiliki tingkat kerawanan terhadap pangan sedang dan rendah yang didominasi oleh Provinsi Sulawesi Tengah. Tabel 30. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Sulawesi Tahun 2015 NO PRIORITAS PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 1 3 Sulawesi Tengah Tojo Una-Una Donggala Banggai Kepulauan Buol Toli-Toli Sulawesi Barat Polewali Mandar Sulawesi Selatan Jeneponto Gorontalo Boalemo Gorontalo Utara Pohuwato Sulawesi Tengah Sigi Parigi Moutong Sulawesi Tenggara Bombana Konawe 172 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 dan RPJMN Jumlah daerah rawan pangan di Wilayah Sulawesi pada tahun 2009 adalah sebanyak 52 daerah dan kemudian meningkat pada tahun 2015 menjadi sebanyak 62 daerah. Pertambahan jumlah yang terjadi adalah sebanyak 10 (sepuluh) daerah dalam kurun waktu tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 86

99 Dilihat dari adanya peningkatan jumlah derah rawan pangan tersebut, maka diketahui bahwa Wilayah Sulawesi mengalami perkembangan sebaran daerah rawan pangan yang negatif selama kurun waktu Peningkatan jumlah daerah rawan pangan yang terjadi disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah daerah rawan pangan yang terdapat di sebaian besar provinsi di Wilayah Sulawesi. Perkembangan yang sangat mencolok terlihat pada Provinsi Sulawesi Utara yang mengalami peningkatan jumlah daerah rawan pangan sebanyak 5 (lima) daerah pada tahun Berbeda dengan kondisi tersebut, Provinsi Sulawesi Barat merupakan provinsi yang tidak mengalami perkembangan jumlah daerah rawan pangan dalam kurun waktu tahun Jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2009 dan tahun 2015 di Provinsi Sulawesi Barat masing masing adalah sebanyak 5 (lima) daerah sehingga kondisi sebaran daerah rawan pangan di provinsi tersebut adalah stagnan. Berdasarkan Tabel 31 berikut diketahui bahwa sebagian besar provinsi di Wilayah Sulawesi mengalami peningkatan jumlah daerah rawan pangan pada tahun Perkembangan sebaran daerah rawan pangan yang terjadi di sebagian besar provinsi tersebut merupakan perkembangan negatif. Jumlah daerah rawan pangan tertinggi di Wilayah Sulaesi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, baik pada tahun 2009 maupun tahun Sebanyak 20 daerah rawan pangan terdapat pada tahun 2011 dan kemudian menigkat pada tahun 2015 dengan jumlah menjadi sebanyak 21 daerah. Tingginya jumlah daerah rawan pangan di provinsi tersebut sangat berbeda jauh dengan provinsi lainnya yang hanya memiliki jumlah daerah rawan pangan rata rata sebanyak 6 (enam) daerah pada tahun 2009 dan 8 (delapan) daerah pada tahun Meskipun tidak terjadi perkembangan negatif yang ekstrim di Wilayah Sulawesi, namun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 87

100 masih terdapat provinsi yang memiliki jumlah daerah rawan pangan yang cukup tinggi pada tahun 2009 maupun tahun Tabel 31. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun NO PROVINSI Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara 8 10 Jumlah Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Gambar 19 berikut menunjukkan grafik perkembangan sebaran daerah rawan pangan di Wilayah Sulawesi dalam kurun waktu tahun Kondisi paling mencolok terlihat pada Provinsi Sulawesi Selatan yang menunjukkan jumlah daerah rawan pangan tertinggi jika dibandingkan dengan jumlah daerah rawan pangan di provinsi lainnya di Wilayah Sulawesi. Namun demikian, provinsi tersebut tidak mengalami perkembangan yang cukup besar. Perkembangan paling besar terjadi di Provinsi Sulawesi Utara. Perkembangan yang paling besar tersebut diketahui dari besarnya rentang antara data tahun 2009 dengan data tahun 2015 di Provinsi Sulawesi Utara. Sementara, Sulawesi Barat tidak mengalami perkembangan jumlah daerah rawan pangan dalam kurun waktu tahun Sebaran jumlah daerah rawan pangan dengan jumlah yang tetap di Provinsi Sulawesi Barat ditunjukkan dengan tinggi grafik yang sama dalam kedua tahun. Berdasarkan gambar berikut diketahui bahwa sebagian besar provinsi di Wilayah Sulawesi mengalami peningkatan jumlah daerah rawan BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 88

101 Jumlah Daerah Rawan Pangan pangan yang kemudian mengindikasikan adanya perkembangan negatif di sebagian besar provinsi tersebut. 25 Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Provinsi Gambar 19. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 89

102 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 90 Gambar 20. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun 2009

103 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 91 Gambar 21. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun 2015

104 4.5.2 Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Komoditas Pertanian Perkembangan komoditas padi di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 1,06%. Berdasarkan Tabel 32 di bawah ini, persentase jumlah desa yang memproduksi padi di Wilayah Sulawesi pada tahun 2011 adalah sebesar 39,05% kemudian berubah menjadi sebesar 40,11% pada tahun Kedua persentase pada tahun 2011 dan tahun 2014 masing masing mewakili jumlah desa sebanyak desa dan desa. Dilihat dari jumlah desa tersebut maka terjadi perkembangan yang positif di wilayah tersebut namun jika dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya maka peningkatan tersebut belum cukup tinggi. Meskipun peningkatan yang terjadi tidak begitu ekstrim, namun cukup berpengaruh bagi perkembangan komoditas padi di Wilayah Sulawesi. Namun demikian, proporsi jumlah desa yang memproduksi padi di Wilayah Sulawesi masih cukup besar dan mendominasi jika dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa komoditas padi masih menjadi komoditas pertanian unggulan di Wilayah Sulawesi mengingat bahwa sebagian besar desa di wilayah tersebut mampu memproduksi padi. Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Barat mengalami perkembangan persentase jumlah desa yang mampu memproduksi padi terbesar di Wilayah Sulawesi pada tahun 2011 maupun Namun demikian, persentase di kedua provinsi tersebut memiliki nilai yang berbeda. Perkembangan yang terjadi di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 6,75% adalah perkembangan negatif, sedangkan perkembangan yang dialami oleh Provinsi Sulawesi Barat sebesar 6,57% adalah perkembangan positif. Persentase pada tahun 2011 di Provinsi Sulawesi Utara adalah sebesar 28,95% dan menurun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 92

105 menjadi sebesar 22,20%. Persentase komoditas padi di Provinsi Sulawesi barat adalah sebesar 30,21% pada tahun 2011 dan kemudian meningkat menjadi sebesar 36,78% pada tahun Sementara, perkembangan paling kecil dialami oleh Provinsi Sulawesi Selatan dengan besar perubahan sebesar 1,19% yang bernilai negatif. Persentase komoditas padi pada tahun 2011 di provinsi tersebut adalah sebesar 65,86% dan kemudian mengalami penurunan menjadi sebesar 64,67%. Provinsi Sulawesi Selatan juga merupakan provinsi yang mempunyai persentase tertinggi terkait jumlah desa yang mampu memproduksi padi, baik pada tahun 2011 maupun tahun Dalam lingkup kabupaten, perkembangan komoditas padi terbesar pada tahun dialami oleh Kabupaten Kepulauan Talaud yang berada di Provinsi Sulawesi Utara. Persentase di daerah rawan pangan tersebut mengalami penurunan sebesar 21,36% pada tahun Persentase jumlah desa yang memproduksi padi di Kabupaten Kepulauan Talaud pada tahun 2011 yang terlihat pada Lampiran 5 adalah sebesar 22,02% dan kemudian berkurang menjadi 0,66% pada tahun Berdasarkan kondisi tersebut, maka diketahui bahwa Kabupaten Kepulauan Talaud mengalami perkembangan negatif terkait dengan jumlah desa yang mampu memproduksi padi. Kabupaten Barru yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah rawan pangan yang mengalami kondisi stagnan dari tahun 2011 hingga tahun 2014 terkait jumlah desa yang memproduksi padi di daerah tersebut. Persentase pada tahun 2011 adalah sebesar 100%, begitu juga dengan persentase tahun Perubahan yang terjadi adalah adanya peningkatan jumlah desa yang mampu memproduksi padi di Kabupaten Barru yaitu dari sejumlah 52 desa pada tahun 2011 dan kemudian meningkat menjadi sebesar 53 desa pada tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 93

106 Tabel 32. Perkembangan Komoditas Padi di Wilayah Sulawesi Tahun KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 KODE PROVINSI DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 71 SULAWESI UTARA , ,20 72 SULAWESI TENGAH , ,85 73 SULAWESI SELATAN , ,67 74 SULAWESI TENGGARA , ,98 75 GORONTALO , ,58 76 SULAWESI BARAT , , , ,11 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 Proporsi jumlah desa yang memproduksi komoditas palawija lebih kecil jika dibandingkan dengan proporsi komoditas padi di Wilayah Sulawesi. Tabel 33 di bawah ini menunjukkan persentase jumlah desa yang memproduksi palawija di Wilayah Sulawesi pada tahun 2011 adalah sebesar 16,45%. Persentase tersebut mewakili jumlah desa sebanyak desa yang mampu memproduki palawija. Persentase komoditas palawija tersebut kemudian mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi sebesar 16,34% yang sebanding dengan adanya penurunan jumlah desa yang memproduksi padi sebanyak desa. Dilihat dari adanya penurunan tersebut, maka perkembangan yang dialami oleh Wilayah Sulawesi terkait dengan komoditas palawija adalah perkembangan negatif. Besarnya perkembangan persentase komoditas palawija dalam kurun waktu tahun di Wilayah Sulawesi adalah sebesar 0,11%. Besaran perkembangan tersebut diketahui dari adanya selisih antara data tahun 2011 dan tahun Namun demikian, perkembangan komoditas palawija tersebut cenderung kecil dan tidak signifikan jika dibandingkan dengan perkembangan yang terjadi di wilayah lain. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 94

107 Sebagian besar provinsi di Wilayah Sulawesi mengalami perkembangan negatif terkait dengan jumlah desa yang memproduksi palawija dalam kurun waktu tahun Namun demikian, terdapat 2 (dua) provinsi yang mengalami perkembangan positif di Wilayah Sulawesi, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat. Besarnya perubahan persentase dari tahun 2011 hingga tahun 2014 di Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat masing masing adalah sebesar 1,64% dan 0,27%. Provinsi Sulawesi Barat juga merupakan provinsi yang mengalami perkembangan komoditas palawija paling kecil jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Wilayah Sulawesi. Sementara, perkembangan positif terjadi pada Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Provinsi Gorontalo. Perkembangan terbesar terjadi di Provinsi Sulawesi Utara yaitu sebesar 8,47% yang bernilai negatif. Persentase komoditas palawija di Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2011 adalah sebesar 21,05% dan kemudian mengalami penurunan menjadi sebesar 12,58% pada tahun Meskipun Provinsi Sulawesi Utara mengalami penurunan persentase pada tahun 2014, namun terjadi peningkatan jumlah desa yang memproduksi palawija di provinsi tersebut. Penurunan persentase diakibatkan oleh relatif kecilnya kenaikan jumlah desa yang memproduksi palawija jika dibandingkan dengan seluruh jumlah desa yang memproduksi komoditas pertanian lainnya di Wilayah Sulawesi yang juga mengalami peningkatan. Kabupaten Wakatobi yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami perkembangan paling besar terkait dengan jumlah desa yang mampu memproduksi palawija. Berdasarkan data pada Lampiran 6, pada tahun 2011 angka persentase palawija adalah sebesar 80,95% dan data pada tahun 2014 menunjukkan persentase 61,54%. Perkembangan yang terjadi dapat diketahui dari adanya BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 95

108 selisih persentase sebesar 19,41%. Penurunan yang cukup besar tersebut menunjukkan adanya perkembangan negatif yang cukup besar pula. Secara umum, sebagian besar daerah rawan pangan di Wilayah Sulawesi mengalami perkembangan yang bersifat positif. Kondisi komoditas palawija yang stagnan terjadi di Kabupaten Mamuju Utara yang berada di Provinsi Sulawesi Barat. Persentase komoditas palawija di daerah rawan pangan tersebut tidak mengalami perubahan dari tahun 2011 hingga tahun 2014 yaitu sebesar 4,84% pada kedua tahun tersebut. Tabel 33. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun KODE PROVINSI KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 71 SULAWESI UTARA , ,58 72 SULAWESI TENGAH , ,86 73 SULAWESI SELATAN 221 8, ,53 74 SULAWESI TENGGARA , ,51 75 GORONTALO , ,23 76 SULAWESI BARAT 20 3, , , ,34 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 96

109 4.6 Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Daerah rawan pangan di Wilayah Maluku tersebar di 2 (dua) provinsi dengan jumlah total sebanyak 16 daerah yang terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 2 hingga prioritas 5 seperti yang disajikan pada Tabel 34. Daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah prioritas 2 cenderung mendominasi di wilayah Maluku dengan jumlah sebanyak 8 (delapan) daerah. Daerah rawan pangan paling banyak dapat ditemukan di Provinsi Maluku dengan jumlah total 9 (sembilan) daerah. Di provinsi tersebut, daerah rawan pangan yang mendominasi adalah daerah pada prioritas 2. Daerah rawan pangan dengan tingkat prioritas paling tinggi di wilayah Maluku adalah daerah pada prioritas 2. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah rawan pangan di wilayah Maluku untuk segera ditangani mengingat bahwa tingkat kerawanan pangan pada daerah tersebut cenderung tinggi. Sesuai dengan data pada Lampiran 1, Kabupaten Halmahera Utara yang terletak di Provinsi Maluku Utara merupakan daerah rawan pangan dengan peringkat kerawanan pangan yang paling rendah di antara daerah rawan pangan lainnya di wilayah Maluku yaitu berada pada peringkat ke-193. Kondisi lain terjadi pada Kabupaten Kepulauan Aru (Provinsi Maluku) yang menunjukkan bahwa daerah tersebut berada pada peringkat daerah rawan pangan terendah dalam wilayahnya yaitu 27. Dengan demikian, Kepulauan Aru mempunyai tingkat kerawanan pangan yang cenderung tinggi yang kemudian berkaitan dengan prioritas penanganan pangan daerah tersebut yang berada di prioritas utama. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 97

110 Tabel 34. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun 2015 PRIORITAS PROVINSI DAERAH RAWAN PANGAN 2 Maluku 7 Maluku Utara 1 3 Maluku Utara 1 Maluku 1 4 Maluku Utara 4 Maluku 1 5 Maluku Utara 1 Jumlah 16 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Berdasarkan Tabel 35, jumlah daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal di Wilayah Maluku adalah sebanyak 13 daerah yang tersebar di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Sebanyak 8 (delapan) daerah berada di Provinsi Maluku, sedangkan sebanyak 5 (lima) daerah berada di Provinsi Maluku Utara. Daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal di Wilayah Maluku terdiri dari daeerah rawan pangan prioritas 2, prioritas 3 dan prioritas 4. Sebagian besar daerah tertinggal di Wilayah Maluku merupakan daerah rawan pangan prioritas 2, yaitu sebanyak 7 (tujuh) daerah. Ketujuh daerah tersebut meliputi Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Buru Selatan, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kabupaten Kepulauan Sula (Provinsi Maluku Utara). Apabila dilihat dari prioritasnya, sebagian besar daerah tertinggal di Wilayah Maluku mempunyai tingkat kerawanan terhadap pangan yang cukup tinggi mengingat bahwa daerah tertinggal tersebut dikategorikan sebagai daerah rawan pangan dengan prioritas 2 hingga prioritas 4. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 98

111 Tabel 35. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Maluku Tahun 2015 NO PRIORITAS PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 1 2 Maluku Kepulauan Aru Maluku Barat Daya Seram Bagian Timur Buru Selatan Seram Bagian Barat Maluku Tenggara Barat Maluku Utara Kepulauan Sula Maluku Utara Halmahera Barat Maluku Maluku Tengah Maluku Utara Halmahera Selatan Halmahera Timur Pulau Morotai Maluku Buru 51 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 dan RPJMN Tabel 36 di bawah ini menunjukkan jumlah daerah rawan pangan di Wilayah Maluku adalah sebanyak 13 daerah pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2015 bertambah menjadi sebanyak 16 daerah. Jumlah daerah rawan pangan pada kedua tahun tersebut menunjukkan adanya perkembangan sebaran daerah rawan pangan yang terjadi di Wilayah Maluku. Perkembangan yang terjadi merupakan perkembangan ke arah negatif meskipun besarnya perkembangan tersebut tidak begitu signifikan. Perkembangan terlihat dari adanya selisih jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2009 dan 2015 yang mengalami pertambahan sebanyak 3 (tiga) daerah. Peningkatan jumlah daerah rawan pangan terjadi di kedua provinsi dengan jumlah peningkatan yang berbeda. Peningkatan sebanyak 2 (dua) daerah terjadi di Provinsi Maluku, sedangkan peningkatan jumlah daerah rawan pangan di Provinsi Maluku Utara adalah hanya sebanyak 1 (satu) daerah saja pada tahun Apabila dilihat dari BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 99

112 jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2009 dan tahun 2015, Provinsi Maluku memiliki jumlah daerah rawan pangan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan Provinsi Maluku Utara. Tabel 36. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun NO PROVINSI Maluku Maluku Utara 6 7 Jumlah Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Sebaran daerah rawan pangan di Wilayah Maluku berbeda di masing masing provinsi selama kurun waktu tahun 2009 hingga tahun Gambar 22 berikut menunjukkan bahwa Provinsi Maluku dan Maluku Utara mengalami perkembangan jumlah daerah rawan pangan. Perkembangan yang terjadi ditunjukkan dengan adanya rentang antara grafik tahun 2009 dengan grafik tahun 2015 pada masing masing provinsi. Meski demikian, perkembangan yang terjadi merupakan perkembangan negatif yang terlihat dari lebih tingginya grafik data tahun 2015 dari pada tahun Semakin meningkat jumlah daerah rawan pangan di suatu wilayah, maka menunjukkan bahwa wilayah tersebut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan di wilayah tersebut rendah. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 100

113 Jumlah Daerah Rawan Pangan Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun Maluku Provinsi Maluku Utara Gambar 22. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 101

114 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 102 Gambar 23. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun 2009

115 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 103 Gambar 24. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun 2015

116 4.6.2 Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Komoditas Pertanian Perkembangan komoditas padi di Wilayah Maluku yang ditunjukkan oleh Tabel 37 berikut ini memperlihatkan adanya perubahan persentase komoditas padi pada tahun Perubahan yang terjadi berupa penurunan persentase sebesar 0,54%. Persentase pada tahun 2011 di Wilayah Maluku adalah sebesar 5,16% dan kemudian mengalami penurunan menjadi 4,62%. Perubahan persentase yang terjadi di masing masing provinsi adalah berupa peningkatan di Provinsi Maluku dan penurunan di Provinsi Maluku Utara. Persentase komoditas padi di Wilayah Maluku adalah sebesar 4,12% pada tahun 2011 dan kemudian menjadi 4,20% pada tahun Perkembangan yang terjadi adalah sebesar 0,08% dan bernilai positif. Peningkatan persentase komoditas padi yang terjadi di Provinsi Maluku berbanding lurus dengan jumlah desa yang memproduksi padi. Sedangkan perkembangan yang terjadi di Provinsi Maluku Utara adalah sebesar 1,05% yang bernilai negatif akibat adanya penurunan persentase jumlah desa yang memproduksi padi. Pada tahun 2011 persentase jumlah desa yang memproduksi padi di provinsi tersebut adalah sebesar 6,11% yang kemudian berubah menjadi 5,06%. Persentase komoditas padi di Provinsi Maluku Utara merupakan persentase yang paling tinggi di Wilayah Maluku, baik pada tahun 2011 maupun tahun Secara lebih spesifik, perkembangan komoditas padi terbesar pada tahun di Wilayah Kalimantan ditemukan di Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. Persentase di daerah rawan pangan tersebut mengalami penurunan yang paling signifikan yaitu sebesar 4,63% pada tahun 2014 di Kabupaten Halmahera Tengah. Sementara, BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 104

117 perkembangan paling kecil dialami oleh Kabupaten Seram Bagian Timur yang berada di Provinsi Maluku. Persentase pada tahun 2011 di daerah tersebut adalah 2,13% dan selanjutnya meningkat menjadi sebesar 2,53% pada tahun 2014 yang ditunjukkan oleh tabel pada Lampiran 5. Tabel 37. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 KODE PROVINSI DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 81 MALUKU 31 4, ,20 82 MALUKU UTARA 51 6, , , ,62 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 Persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija sebagai salah satu tanaman pangan di Wilayah Maluku pada tahun 2011 adalah sebesar 22,73% yang mewakili jumlah desa sebanyak 361 desa. Sementara, persentase komoditas palawija pada tahun 2014 adalah sebesar 21,47% yang mewakili 409 desa. Meskipun jumlah desa yang memproduksi padi mengalami peningkatan di Wilayah Maluku, namun persentase jumlah desa tersebut mengalami penurunan. Penurunan yang terjadi adalah sebesar 1,26%. Hal tersebut diakibatkan oleh tidak cukup besarnya proporsi jumlah desa yang memproduksi palawija di Wilayah Maluku apabila dibandingkan dengan peningkatan dan jumlah seluruh desa yang memproduksi komoditas pertanian lainnya. Namun demikian, persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija di Wilayah Maluku tersebut cenderung tinggi jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Persentase komoditas palawija juga cenderung mengalahkan proporsi komoditas padi yang juga sebagai salah satu tanaman pangan. Di sebagian besar wilayah lain di Indonesia, komoditas padi justru BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 105

118 cenderung mengalahkan komoditas palawija. Penurunan jumlah desa yang mampu memproduksi palawija di Wilayah Maluku menunjukkan adanya penurunan sehingga berpengaruh pada eksistensi komoditas palawija tersebut. Tabel 38 berikut ini menunjukkan persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija di Provinsi Maluku pada tahun 2011 adalah 37,98% kemudian mengalami penurunan menjadi sebesar 36,48% pada tahun Berdasarkan penurunan persentase tersebut maka besarnya perkembangan yang terjadi di Provinsi Maluku adalah sebesar 1,51%. Persentase komoditas palawija di Provinsi Maluku menunjukkan angka yang lebih tinggi dari pada persentase komoditas palawija di Provinsi Maluku Utara. Namun demikian, perkembangan yang terjadi di Provinsi Maluku lebih kecil dibandingkan dengan perkembangan yang dialami oleh Provinsi Maluku Utara. Perkembangan persentase komoditas palawija di Provinsi Maluku Utara dilihat dari perubahan persentase yang terjadi yaitu sebesar 3,28% yang bernilai negatif. Terjadi adanya penurunan persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija di Provinsi Maluku Utara dari sebesar 8,98% pada tahun 2011 kemudian berubah menjadi 5,71% pada tahun Penurunan persentase tersebut senada dengan terjadinya penurunan jumlah desa yang memproduksi palawija. Jumlah desa yang mampu memproduksi palawija pada tahun 2011 adalah sebesar 75 desa dan kemudian menjadi 53 desa pada tahun Berdasarkan Lampiran 6, Kabupaten Halmahera Utara yang berada di Provinsi Maluku Utara merupakan daerah rawan pangan yang mengalami perkembangan komoditas palawija terbesar jika dibandingkan dengan daerah rawan pangan lainnya di Wilayah Maluku. Besar perkembangan tersebut terlihat dari adanya penurunan persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija di daerah BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 106

119 tersebut sebesar 16,37%. Persentase komoditas palawija di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2011 adalah sebesar 19,46% yang mewakili sebanyak 36 desa dan kemudian berubah menjadi hanya sebesar 3,09% yang mewakili 6 (enam) desa saja. Terdapat sebanyak 4 (empat) daerah rawan pangan di Wilayah Maluku yang mengalami perkembangan positif terkait komoditas palawija yang diwakili oleh jumlah desa yang mampu memproduksi palawija. Keempat daerah tersebut adalah Kabupaten Seram Bagian Barat yang berada di Provinsi Maluku serta Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah dan Kabupaten Halmahera Timur yang berada di Provinsi Maluku Utara. Tabel 38. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun KOMODITAS PALAWIJA 2011 KOMODITAS PALAWIJA 2014 KODE PROVINSI DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 81 MALUKU , ,48 82 MALUKU UTARA 75 8, , , ,47 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 107

120 4.7 Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Daerah rawan pangan di Wilayah Papua terdapat di 2 (dua) provinsi yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat. Berdasarkan Tabel 39, jumlah total daerah rawan pangan yang tersebar di wilayah Papua adalah sebanyak 38 daerah. Dari jumlah tersebut, sebagian besar daerah rawan pangan di Wilayah Papua dikategorikan dalam daerah rawan pangan prioritas 2 yaitu sebanyak 21 daerah. Daerah rawan pangan prioritas 2 di wilayah Papua terdiri dari sebanyak 12 (dua belas) daerah yang termasuk ke dalam Provinsi Papua, sedangkan 9 (sembilan) daerah merupakan kabupaten yang berada di Papua Barat. Papua merupakan provinsi dengan jumlah daerah rawan pangan terbanyak yaitu sebanyak 28 daerah yang didominasi oleh daerah rawan pangan prioritas 1 dengan jumlah 14 (empat belas) daerah. Sementara, Provinsi Papua Barat memiliki jumlah daerah rawan pangan sebanyak 10 (sepuluh) daerah yang dari jumlah tersebut sebanyak 9 (sembilan) dikategorikan sebagai daerah rawan pangan prioritas 2 dan sisanya merupakan daerah rawan pangan prioritas 6. Berdasarkan Lampiran 1, diketahui bahwa Kabupaten Fakfak yang berada Provinsi Papua Barat merupakan daerah dengan peringkat kerawanan pangan paling rendah yaitu peringkat 98 yang berada pada kelompok daerah rawan pangan prioritas 6. Sedangkan, daerah dengan pringkat kerawanan pangan paling tinggi adalah Kabupaten Puncak, Provinsi Papua yang menduduki peringkat pertama dan berada pada kategori daerah rawan pangan prioritas 1. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa daerah rawan pangan di wilayah Papua didominasi oleh daerah dengan tingkat kerawanan pangan yang cenderung tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian besar daerah rawan pangan yang dikategorikan ke dalam daerah rawan pangan prioritas 1 dan 2. Dengan demikian, BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 108

121 penanganan terhadap daerah rawan pangan di wilayah Papua menjadi prioritas utama. Tabel 39. Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun 2015 PRIORITAS PROVINSI 1 Papua 14 4 Papua 2 6 Papua Barat 1 Jumlah 17 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Tabel 40 di bawah ini menunjukkan bahwa daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal di Wilayah Papua adalah sebanyak 33 daerah yang terdistribusi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Jumlah tersebut merupakan jumlah paling tinggi jika dibandingkan dengan jumlah daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal yang terdapat di wilayah lain. Daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal di Wilayah Papua terdiri dari daerah rawan pangan prioritas 1, prioritas 2, dan prioritas 4. Sebagian besar daerah termasuk dalam kategori daerah rawan pangan prioritas 2 dengan jumlah sebanyak 14 daerah. Daerah tertinggal yang dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat kerawanan pangan paling tinggi yaitu prioritas 1 adalah sebanyak 14 daerah yang seluruh daerah tersebut terdapat di Provinsi Papua. Daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal lebih banyak ditemukan di Provinsi Papua dari pada Provinsi Papua Barat. Sebanyak 26 daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal terdapat di Provinsi Papua, sedangkan sisanya sebanyak 7 (tujuh) daerah terdapat di Provinsi Papua Barat. Apabila dilihat dari prioritasnya, sebagian besar daerah tertinggal di Wilayah Papua mempunyai tingkat kerawanan terhadap pangan yang tinggi mengingat bahwa sebagian besar daerah tertinggal tersebut BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 109

122 dikategorikan sebagai daerah rawan pangan dengan prioritas 1 dan prioritas 2 serta hanya sebagian kecil yang dikategorikan sebagai daerah rawan pangan prioritas 4. Tabel 40. Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Papua Tahun 2015 NO PRIORITAS KABUPATEN PERINGKAT 1 1 Puncak Intan Jaya Nduga Lanny Jaya Pegunungan Bintang Tolikara Puncak Jaya Mamberamo Tengah Yahukimo Mamberamo Jaya Deiyai Dogiyai Yalimo Asmat Jayawijaya Paniai Mappi Supiori Boven Digoel Waropen Sarmi Keerom Kepulauan Yapen Nabire Biak Numfor Tambrauw Teluk Bintuni Teluk Wondama Maybrat Sorong 38 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 110

123 NO PRIORITAS KABUPATEN PERINGKAT 31 2 Sorong Selatan Raja Ampat Merauke 88 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 dan RPJMN Jumlah daerah rawan pangan di Wilayah Papua adalah sebanyak 25 daerah pada tahun 2009 dan kemudian pada tahun 2015 bertambah menjadi sebanyak 38 daerah seperti yang disajikan dalam Tabel 41. Perubahan jumlah tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah daerah rawan pangan sebanyak 13 daerah. Dilihat dari kedua jumlah daerah rawan pangan tersebut, maka dapat diketahui bahwa perkembangan sebaran daerah rawan pangan yang terjadi di Wilayah Papua merupakan perkembangan paling besar jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perkembangan yang terjadi merupakan perkembangan ke arah negatif dan besarnya perkembangan tersebut sangat signifikan. Peningkatan jumlah daerah rawan pangan yang terjadi di Provinsi Papua jauh lebih besar jika dibandingkan dengan perkembangan di Provinsi Papua Barat. Peningkatan yang terjadi di provinsi tersebut adalah sebesar 11 (sebelas) daerah pada tahun Jumlah daerah rawan pangan di Provinsi Papua pada tahun 2009 adalah sebanyak 17 daerah dan kemudian berubah menjadi 28 daerah pada tahun Peningkatan jumlah daerah rawan pangan juga terjadi di Provinsi Papua Barat yang menunjukkan jumlah sebanyak 10 (sepuluh) pada tahun 2015 yang sebelumnya hanya sebanyak 8 (delapan) daerah pada tahun Apabila dilihat dari jumlah tertinggi daerah rawan pangan di Wilayah Papua, selain mengalami perkembangan yang besar, Provinsi Papua memiliki jumlah daerah rawan pangan tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya, baik pada tahun 2009 maupun tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 111

124 Tabel 41. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun NO PROVINSI Papua Papua Barat 8 10 Jumlah Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Sebaran daerah rawan pangan di Wilayah Papua cenderung besar terutama di Provinsi Papua selama kurun waktu tahun 2009 hingga tahun Gambar 25 berikut menunjukkan bahwa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat di Wilayah Papua mengalami perkembangan yang sangat berarti. Namun demikian, perkembangan yang terjadi merupakan perkembangan negatif yang ditunjukkan dengan lebih banyaknya jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2015 jika dibandingkan dengan tahun Perkembangan paling signifikan dapat dilihat pada gambar berikut yang menunjukkan adanya rentang antara grafik data tahun 2009 dengan grafik data tahun 2015 yang sangat besar di Provinsi Papua. Sementara, perkembangan negatif juga terjadi di Provinsi Papua Barat. Namun demikian, perkembangan tersebut tidak lebih besar dari perkembangan yang dialami oleh Provinsi Papua. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan lebih kecilnya rentang antar grafik data tahun 2009 dan tahun 2015 di Provinsi Papua Barat jika dibandingkan dengan rentang yang terdapat di Provinsi Papua. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 112

125 Jumlah Daerah Raawan Pangan 30 Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Maluku Tahun Papua Provinsi Papua Barat Gambar 25. Grafik Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun Sumber: Pengolahan Data, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 113

126 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 114 Gambar 26. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun 2009

127 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 115 Gambar 27. Peta Sebaran Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun 2015

128 4.7.2 Faktor Pendukung Ketersediaan Pangan Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Komoditas Pertanian Komoditas padi merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki proporsi cenderung rendah di Wilayah Papua. Berdasarkan Tabel 42 di bawah ini, perkembangan komoditas padi di Wilayah Papua ditunjukkan oleh adanya perubahan persentase jumlah desa yang memproduksi padi pada tahun 2011 dan tahun Persentase komoditas padi pada tahun 2011 di Wilayah Papua adalah 3,09% dan kemudian berubah menjadi 2,47% pada tahun Perubahan persentase menjadi lebih rendah tersebut menunjukkan adanya penurunan jumlah desa yang memproduksi padi terhadap jumlah desa yang memproduksi komoditas pertanian seluruhnya di Wilayah Papua. Penurunan yang terjadi relatif kecil dan tidak signifikan yaitu 0,61%. Namun demikian, penurunan persentase yang terjadi pada tahun 2014 tersebut tidak berbanding lurus dengan perubahan jumlah desa yang memproduksi padi di Wilayah Papua. Perubahan jumlah desa yang mampu memproduksi padi di Wilyah Papua menunjukkan adanya peningkatan jumlah dari 118 desa pada tahun 2011 dan kemudian menjadi 146 desa. Perkembangan negatif yang terjadi dikarenakan oleh tidak cukup besarnya proporsi kenaikan dan jumlah desa yang memproduksi padi terhadap proporsi desa yang memproduksi komoditas pertanian lainnya. Persentase jumlah desa yang mampu memproduksi padi di Provinsi Papua Barat pada tahun 2011 adalah sebesar 3,84% dan pada tahun 2014 adalah sebesar 2,74%. Kedua angka tersebut merupakan persentase tertinggi pada tahun 2011 dan tahun Besar perubahan persentase komoditas padi yang terjadi adalah sebesar 1,10% yang bernilai negatif akibat adanya penurunan persentase pada tahun Tidak berbeda jauh dengan kondisi di BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 116

129 Provinsi Papua Barat, perkembangan yang terjadi di Provinsi Papua juga merupakan perkembangan yang bersifat negatif akibat penurunan persentase komoditas padi yang terjadi di provinsi tersebut. Penurunan persentase tersebut adalah sebesar 0,34%. Persentase tersebut merupakan selisih dari 2 (dua) data persentase komoditas padi pada tahun 2011 sebesar 2,74% dan pada tahun 2014 adalah 2,40%. Penurunan persentase tersebut juga berbanding terbalik dengan adanya peningkatan jumlah desa yang memproduksi padi di Provinsi Papua dari sebanyak 72 desa pada tahun 2011 kemudian menjadi 112 desa pada tahun Secara lebih spesifik, perkembangan komoditas padi terbesar pada tahun dialami di Wilayah Papua terjadi di Kabupaten Mappi, Provinsi Papua. Persentase di daerah rawan pangan tersebut mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 14,36% pada tahun Sesuai dengan Lampiran 5, persentase jumlah desa yang memproduksi padi di Kabupaten Mappi yang berada di Provinsi Papua pada tahun 2011 adalah 2,21% dan kemudian meningkat menjadi 16,56% pada tahun Berdasarkan kondisi tersebut, maka diketahui bahwa Kabupaten Mappi mengalami perkembangan positif yang signifikan di Wilayah Papua terkait dengan jumlah desa yang mampu memproduksi padi. Kabupaten Merauke di Provinsi Papua merupakan daerah rawan pangan yang mempunyai persentase jumlah desa yang mampu memproduksi komoditas padi paling tinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar 28,30%, begitu pula pada tahun 2011 dengan persentase sebesar 24,20%. Di daerah rawan pangan tersebut juga terjadi perkembangan positif terkait jumlah desa yang memproduksi padi. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 117

130 Tabel 42. Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 KODE PROVINSI DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 91 PAPUA BARAT 46 3, ,74 94 PAPUA 72 2, , , ,47 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 Tabel 42 menunjukkan persentase jumlah desa yang mampu memproduksi palawija di Wilayah Papua pada tahun 2011 adalah sebesar 62,72% yang mewakili jumlah desa sebanyak desa. Sementara, persentase komoditas palawija pada tahun 2014 adalah sebesar 66,84% yang mewakili desa. Perkembangan komoditas palawija yang terjadi di Wilayah Papua tahun adalah perkembangan positif dengan kenaikan sebesar 4,12%. Kenaikan tersebut cenderung tidak bergitu besar jika dibandingkan dengan penurunan yang terjadi di wilayah lain. Komoditas palawija mempunyai proporsi yang sangat besar jika dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya di Wilayah Papua. Penurunan jumlah desa yang mampu memproduksi palawija di Wilayah Papua menunjukkan bahwa jumlah desa yang memproduksi palawija yang tinggi di wilayah tersebut mengalami kenaikan sehingga berpengaruh pada eksistensi komoditas palawija. Perkembangan yang terjadi di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua tidak berbeda jauh. Namun demikian, perkembangan yang terjadi di Provinsi Papua lebih besar dari pada perkembangan yang terjadi di Provinsi Papua Barat. Perkembangan yang terjadi Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua masing masing adalah sebesar 2,12% dan 2,82%. Perbedaan antara kedua perkembangan tersebut adalah adanya perkembangan yang bernilai positif dan BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 118

131 bernilai negatif. Perkembangan positif terdapat di Provinsi Papua akibat adanya kenaikan persentase di provinsi tersebut. Sedangkan, perkembangan negatif terjadi Provinsi Papua Barat akibat adanya penurunan persentase komoditas palawija di provinsi tersebut. Persentase komoditas palawija terbesar pada tahun 2011 dan tahun 2014 terdapat di Provinsi Papua dengan besar masing masing persentase tersebut adalah 69,81% dan 72,63%. Cenderung tingginya persentase komoditas palawija di Wilayah Papua dipengaruhi oleh beberap faktor yang antara lain adalah kondisi lahan di wilayah tersebut. Berdasarkan Lampiran 6, Kabupaten Kaimana yang berada di Provinsi Papua Barat merupakan daerah rawan pangan yang mengalami perkembangan paling besar terkait jumlah desa yang memproduksi palawija di daerah tersebut. Besarnya perkembangan yang terjadi ditunjukkan oleh adanya penurunan persentase sebesar 40,48%. Penurunan persentase diakibatkan oelh adanya penurunan jumlah desa yang memproduksi komoditas palawija di Kabupaten Kaimana. Persentase pada tahun 2011 di daerah tersebut adalah sebesar 61,90% dan kemudian mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi hanya sebesar 21,43%. Sementara, Kabupaten Jayapura yang berada di Provinsi Papua mengalami kondisi stagnan terkait perkembangan komoditas palawija. Kondisi tersebut dapat dilihat dari tidak adanya perubahan persentase dan jumlah desa yang memproduksi padi pada tahun 2011 dan tahun BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 119

132 Tabel 43. Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Wilayah Papua Tahun KOMODITAS PALAWIJA 2011 KOMODITAS PALAWIJA 2014 KODE PROVINSI DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 91 PAPUA BARAT , ,09 94 PAPUA , , , ,84 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 120

133 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya mengenai aspek daerah rawan pangan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Terdapat sebanyak 398 daerah rawan pangan atau sebesar 95,67% dari jumlah total kabupaten di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi dengan 6 (enam) tingkat prioritas penanganan sesuai dengan Dokumen Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas FSVA) Indonesia 2015, yaitu daerah rawan pangan prioritas 1, prioritas 2, prioritas 3, prioritas 4, prioritas 5, dan prioritas 6. Daerah rawan pangan yang mendominasi adalah daerah rawan pangan pada prioritas 6 yaitu sebanyak 120 daerah yang tersebar di Wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua. 2. Perkembangan daerah rawan pangan di Indonesia dalam kurun waktu tahun menunjukkan adanya perkembangan negatif yang terlihat dari semakin meningkatnya jumlah daerah rawan pangan yang ditunjukkan dengan angka sebesar 346 daerah rawan pangan pada tahun 2009 dan 398 daerah rawan pangan pada tahun 2015 dengan kenaikan sebesar 15,03%. 3. Terdapat sebanyak 113 daerah tertinggal yang dikategorikan sebagai daerah rawan pangan di Indonesia dengan sebagian besar daerah tersebut berada di Wilayah Papua, yaitu sebanyak 33 kabupaten. 4. Berdasarkan tipologi desa pada Indeks Desa Membangun (IDM), Desa Sangat Tertinggal dan Desa Tertinggal di daerah rawan BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 121

134 pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal mempunyai persentase masing masing adalah 33,33% (5.000 desa) serta Desa Berkembang dan Desa Maju masing masing sebesar 16,67% (2.500 desa). Sementara, berdasarkan Indeks Pembangunan Desa (IPD), Desa Tertinggal mempunyai persentase sebesar 27,15% ( desa); Desa Berkembang mempunyai persentase terbesar yaitu 68,86% ( desa); dan Desa Mandiri ditunjukkan dengan angka 3,99% (2.803 desa). 5. Terdapat sebanyak 68 daerah rawan pangan yang memiliki 39 kawasan perdesaan, 161 UPT Bina, 31 UPT Serah, dan 47 KTM Prioritas RPJMN yang berada di daerah rawan pangan. 6. Kondisi faktor pendukung ketersediaan pangan dalam daerah rawan pangan ditunjukkan dengan persentase jumlah desa yang memproduksi padi sebesar 38,53% pada tahun 2011 dan 35,47% pada tahun 2014 dengan persentase kenaikan 7,94% bernilai negatif. Sementara jumlah desa yang memprosuksi palawija 22,07% pada tahun 2011 dan 22,23% pada tahun 2014 dengan persentase kenaikan 0,72% bernilai positif. 5.2 Saran 1. Perlu adanya peningkatan upaya penanganan maupun pengendalian daerah rawan pangan oleh pemerintah pusat dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah mengingat bahwa jumlah daerah rawan pangan pada tahun 2015 mengalami peningkatan. 2. Diperlukan intervensi pemerintah yang lebih besar terhadap daerah rawan pangan dengan prioritas rendah (tingkat kerawanan tinggi), terutama di Wilayah Papua. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 122

135 3. Diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia serta sarana dan penunjang pertanian untuk meningkatkan ketersediaan pangan di wilayah. 4. Perlu adanya intervensi pemerintah yang lebih besar terhadap Desa Sangat Tertinggal dan Desa Tertinggal yang mempunyai persentase paling besar berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) serta pembangunan ketahanan pangan desa secara keseluruhan di Indonesia. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 123

136 DAFTAR PUSTAKA BAPPENAS Indeks Pembangunan Desa. Jakarta: BAPPENAS. Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian dan World Food Programme (WFP) Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian dan World Food Programme (WFP). KEMENDESAPDTT Data Kawasan Perdesaan Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. KEMENDESAPDTT Data Kota Terpadu Mandiri Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. KEMENDESAPDTT Data Permukiman Transmigrasi Bina Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. KEMENDESAPDTT Data Permukiman Transmigrasi Serah Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. KEMENDESAPDTT Indeks Desa Membangun Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Republik Indonesia Undang Undang Nomor 17 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun Jakarta: Sekretariat Negara. Republik Indonesia Undang Undang Nomor 18 tentang Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 124

137 Republik Indonesia Peraturan Presiden Nomor 5 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun Jakarta: Sekretariat Negara. Republik Indonesia Peraturan Presiden Nomor 2 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Jakarta: Sekretariat Negara. Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 68 tentang Ketahanan Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara. Republik Indonesia Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementarian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Jakarta: Sekretariat Negara. Republik Indonesia Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Jakarta: Sekretariat Negara. BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 125

138 LAMPIRAN BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 126

139 PRIORITAS Lampiran 1. Tabel Sebaran Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun 2015 DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Papua Puncak 1 Intan Jaya 2 Nduga 3 Lanny Jaya 4 Pegunungan Bintang 5 Tolikara 6 Puncak Jaya 7 Mamberamo Tengah 8 Yahukimo 9 Mamberamo Jaya 10 Deiyai 11 Dogiyai 12 Yalimo 13 Asmat Papua Jayawijaya 15 Paniai 16 Mappi 17 Supiori 19 Boven Digoel 20 Waropen 21 Mimika 31 Sarmi 36 Keerom 45 Kepulauan Yapen 47 Nabire 48 Biak Numfor 59 9 Papua Barat Tambrauw 18 Teluk Bintuni 24 Teluk Wondama 28 Maybrat 33 Sorong 38 Sorong Selatan 46 Kaimana 50 Manokwari 52 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 127

140 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Raja Ampat 61 9 NTT Sumba Tengah 22 Timor Tengah Selatan 23 Sumba Barat Daya 26 Sabu Raijua 30 Sumba Barat 37 Sumba Timur 41 Manggarai Timur 44 Alor 53 Manggarai Barat 58 7 Maluku Kepulauan Aru 27 Maluku Barat Daya 32 Seram Bagian Timur 35 Buru Selatan 40 Seram Bagian Barat 60 Maluku Tenggara Barat 63 Maluku Tenggara 71 4 Sumatera Utara Nias 25 Nias Selatan 29 Nias Barat 39 Nias Utara 42 1 Sumatera Barat Kepulauan Mentawai 43 1 Riau Kepulauan Meranti 34 1 Maluku Utara Kepulauan Sula Jawa Timur Sampang 74 Sumenep 97 Probolinggo 107 Bangkalan 116 Bondowoso 141 Situbondo 163 Jember 205 Pamekasan 209 Pasuruan NTB Lombok Utara 49 Lombok Barat 89 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 128

141 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Lombok Tengah 108 Sumbawa 128 Lombok Timur 135 Dompu 164 Sumbawa Barat 176 Bima Sulawesi Tengah Tojo Una-Una 64 Donggala 113 Banggai Kepulauan 114 Poso 116 Buol 159 Toli-Toli Kalimantan Selatan Barito Kuala 109 Hulu Sungai Utara 186 Balangan 219 Tabalong 234 Hulu Sungai Selatan NTT Kupang 84 Ende 124 Nagekeo Kalimantan Barat Kayong Utara 91 Sambas 96 Kapuas Hulu Banten Pandeglang 228 Lebak 245 Serang Aceh Aceh Singkil 100 Simeulue Sumatera Barat Pasaman Barat 231 Solok Selatan Jawa Barat Cirebon 196 Garut Sulawesi Tenggara Kolaka Utara 153 Muna Sulawesi Barat Polewali Mandar 122 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 129

142 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Majene Sumatera Utara Mandailing Natal Sumatera Selatan Musi Rawas Sulawesi Selatan Jeneponto Maluku Utara Halmahera Barat Maluku Maluku Tengah Kalimantan Tengah Gunung Mas 67 Kapuas 69 Seruyan 92 Murung Raya 112 Kotawaringin Timur 125 Pulang Pisau 129 Katingan 144 Barito Selatan 154 Barito Utara 156 Kotawaringin Barat 272 Sukamara Bengkulu Seluma 77 Bengkulu Selatan 93 Kepahiang 102 Kaur 103 Rajang Lebong 115 Bengkulu Tengah 121 Bengkulu Utara 143 Lebong 147 Mukomuko Sumatera Selatan Banyu Asin 80 Ogan Komering Ilir 120 Ogan Komering Ulu Selatan 140 Musi Banyuasin 160 Ogan Ilir 182 Lahat 185 Empat Lawang 241 Ogan Komering Ulu Lampung Tanggamus 127 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 130

143 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Lampung Barat 131 Lampung Utara 133 Way Kanan 148 Lampung Selatan 168 Mesuji 214 Tulang Bawang Barat 221 Tulangbawang Kalimantan Barat Melawi 54 Kubu Raya 68 Sekadau 79 Landak 90 Ketapang 94 Pontianak Jambi Tanjung Jabung Timur 83 Tanjung Jabung Barat 104 Sarolangun 188 Merangin 247 Tebo 292 Bungo Jawa Barat Cianjur 216 Karawang 273 Purwakarta 311 Sukabumi 318 Bekasi Maluku Utara Halmahera Selatan 65 Halmahera Timur 82 Pulau Morotai 86 Halmahera Utara Gorontalo Boalemo 105 Gorontalo Utara 139 Pohuwato 142 Bone Bolango Aceh Aceh Tamiang 189 Aceh Timur 206 Aceh Besar 244 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 131

144 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 3 Sumatera Utara Padang Lawas Utara 66 Labuhanbatu Utara 226 Labuahanbatu Kalimantan Selatan Tanah Bumbu 169 Kota Baru 207 Banjar Sulawesi Tengah Morowali 73 Sigi 75 Parigi Moutong Sumatera Barat Sijunjung 223 Dharmasraya Sulawesi Barat Mamasa 56 Mamuju Utara Riau Indragiri Hilir 76 1 Jawa Timur Gresik Banten Tangerang NTT Belu 72 1 Maluku Buru 51 2 Papua Merauke 88 Jayapura Sumatera Utara Padang Lawas 162 Tapanuli Tengah 177 Tapanuli Selatan 212 Labuhanbatu Selatan 225 Samosir 248 Batu Bara 252 Asahan 259 Langkat 262 Dairi 266 Serdang Badagai 297 Pakpak Barat 308 Humbang Hasundutan 312 Tapanuli Utara Aceh Gayo Lues 119 Aceh Barat 123 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 132

145 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Bener Meriah 152 Aceh Barat Daya 173 Aceh Utara 187 Pidie 191 Pidie Jaya 192 Aceh Tengah 201 Aceh Selatan 204 Bireuen Sulawesi Selatan Tana Toraja 157 Luwu 158 Pangkajena Ban Kepulauan 167 Toraja Utara 174 Luwu Utara 178 Kepulauan Selayar 202 Bone 243 Pinrang 251 Enrekang Jawa Tengah Grobogan 161 Pemalang 181 Brebes 184 Blora 195 Demak 235 Pekalongan 307 Kudus Jawa Barat Bandung Barat 285 Tasikmalaya 323 Kuningan 327 Bandung 346 Sumedang 351 Ciamis NTT Rote Ndao 78 Lembata 85 Timor Tengah Utara 101 Manggarai 111 Ngada 179 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 133

146 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Sikka Sulawesi Utara Siau Tagulandang Biaro 239 Bolaang Mongondow Utara 258 Bolaang Mongondow Selatan 309 Minahasa Tenggara 324 Bolaang Mongondow 338 Bolaang Mongondow Timur Sulawesi Tenggara Buton Utara 87 Bombana 138 Kolaka 150 Konawe 172 Buton Sumatera Barat Pasaman 256 Pesisir Selatan 261 Solok 276 Padang Pariaman Jambi Batang Hari 275 Muaro Jambi 337 Kerinci Lampung Pesawaran 199 Lampung Tengah 230 Lampung Timur Riau Pelalawan 217 Rokan Hulu Sumatera Selatan Muara Enim 232 Ogan Komering Ulu Timur Kalimantan Selatan Hulu Sungai Tengah 222 Tapin Maluku Utara Halmahera Tengah Jawa Timur Lamongan Kalimantan Barat Sintang 57 1 Kalimantan Tengah Barito Timur Gorontalo Gorontalo Sulawesi Barat Mamuju Jawa Tengah Kebumen 194 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 134

147 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Sragen 264 Banjarnegara 265 Rembang 267 Purbalingga 281 Cilacap 282 Boyolali 284 Pati 289 Wonosobo 293 Banyumas 300 Purworejo 304 Klaten 305 Kendal 306 Tegal 321 Magelang 339 Sukoharjo 343 Wonogiri 345 Batang 355 Karanganyar 359 Jepara 366 Temanggung 379 Semarang Jawa Timur Tuban 213 Bojonegoro 224 Pacitan 274 Nganjuk 279 Lumajang 299 Ngawi 301 Trenggalek 316 Banyuwangi 341 Madiun 344 Kediri 349 Jombang 356 Mojokerto 361 Tulungagung 373 Ponorogo 374 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 135

148 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Malang 377 Sidoarjo 383 Blitar 386 Magetan Sulawesi Selatan Gowa 227 Maros 242 Barru 278 Sinjai 288 Takalar 295 Luwu Timur 302 Wajo 332 Bulukumba 333 Bantaeng 347 Sidenreng Rappang 354 Soppeng Bali Karangasem 296 Bangli 371 Klungkung 382 Buleleng 391 Gianyar 395 Jembrana 396 Tabanan 397 Badung Kalimantan Timur Kutai Barat 211 Kutai Timur 328 Kutai Kartanegara 364 Berau 381 Penajam Paser Utara 385 Paser Riau Rokan Hilir 270 Indragiri Hulu 290 Kuantan Singingi 335 Bengkalis 352 Kampar 353 Siak 384 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 136

149 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI 6 PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Kepulauan Bangka Belitung Bangka Tengah 257 Belitung Timur 271 Belitung 298 Bangka 310 Bangka Barat 317 Bangka Selatan Kepulauan Riau Lingga 62 Kepulauan Anambas 81 Karimun 118 Natuna 286 Bintan Sulawesi Utara Kepulauan Sangihe 315 Kepulauan Talaud 367 Minahasa 376 Minahasa Selatan 378 Minahasa Utara Kalimantan Utara Nunukan 70 Malinau 137 Tana Tidung 215 Bulungan Sumatera Utara Simalungun 358 Toba Samosir 372 Deli Serdang 388 Karo Jawa Barat Indramayu 175 Majalengka 308 Subang 320 Bogor DIY Gunungkidul 249 Bantul 348 Kulonprogo 363 Sleman Aceh Nagan Raya 229 Aceh Jaya 263 Aceh Tenggara 331 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 137

150 PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PRIORITAS DAERAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 3 Sumatera Barat Lima Puluh Kota 357 Agam 362 Tanah Datar Sulawesi Tenggara Konawe Utara 134 Wakatobi 240 Konawe Selatan Kalimantan Barat Sanggau 145 Bengkayang Lampung Pringsewu NTT Flores Timur Kalimantang Tengah Lamandau Kalimantan Selatan Tanah Laut Sulawesi Tengah Banggai Papua Barat Fakfak 98 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 138

151 Lampiran 2. Tabel Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan Per Provinsi di Indonesia Tahun NO. PROVINSI DAERAH RAWAN PANGAN PERSENTASE KENAIKAN (%) 1 Aceh ,88 2 Sumatera Utara ,89 3 Sumatera Barat ,00 4 Riau ,11 5 Kepulauan Riau ,00 6 Jambi 9 9 0,00 7 Sumatera Selatan ,00 8 Bengkulu ,50 9 Kepulauan Bangka Belitung 6 6 0,00 10 Lampung ,00 11 Banten 4 4 0,00 12 Jawa Barat ,25 13 Jawa Tengah ,00 14 DI Yogyakarta 4 4 0,00 15 Jawa Timur ,00 16 Bali 8 8 0,00 17 Nusa Tenggara Barat ,29 18 Nusa Tenggara Timur ,33 19 Kalimantan Barat ,00 20 Kalimantan Tengah ,00 21 Kalimantan Selatan ,00 22 Kalimantan Timur ,33 23 Kalimantan Utara Sulawesi Utara ,33 25 Gorontalo ,00 26 Sulawesi Tengah ,11 27 Sulawesi Selatan ,00 28 Sulawesi Barat 5 5 0,00 29 Sulawesi Tenggara ,00 30 Maluku ,57 31 Maluku Utara ,67 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 139

152 NO. PROVINSI DAERAH RAWAN PANGAN PERSENTASE KENAIKAN (%) 32 Papua ,71 33 Papua Barat ,00 Jumlah Daerah Rawan Pangan ,03 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009 dan 2015, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, diolah BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 140

153 Lampiran 3. Tabel Sebaran Daerah Tertinggal di Indonesia Tahun 2015 NO KODE KABUPATEN KABUPATEN PROVINSI Aceh Singkil Aceh Nias Sumatera Utara Nias Barat Sumatera Utara Nias Utara Sumatera Utara Nias Selatan Sumatera Utara Solok Selatan Sumatera Barat Pasaman Barat Sumatera Barat Kepulauan Mentawai Sumatera Barat Seluma Bengkulu Musi Rawas Sumatera Selatan Musi Rawas Utara Sumatera Selatan Lampung Barat Lampung Pesisir Barat Lampung Pandeglang Banten Lebak Banten Bondowoso Jawa Timur Bangkalan Jawa Timur Situbondo Jawa Timur Sampang Jawa Timur Bengkayang Kalimantan Barat Kapuas Hulu Kalimantan Barat Melawi Kalimantan Barat Sambas Kalimantan Barat Kayong Utara Kalimantan Barat Sintang Kalimantan Barat Landak Kalimantan Barat Ketapang Kalimantan Barat Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan Seruyan Kalimantan Tengah Mahakam Ulu Kalimantan Timur Nunukan Kalimantan Utara Polewali Mandar Sulawesi Barat Mamuju Tengah Sulawesi Barat Jeneponto Sulawesi Selatan Buol Sulawesi Tengah BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 141

154 NO KODE KABUPATEN KABUPATEN PROVINSI Donggala Sulawesi Tengah Toli-Toli Sulawesi Tengah Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah Tojo Una-Una Sulawesi Tengah Parigi Moutong Sulawesi Tengah Banggai Laut Sulawesi Tengah Sigi Sulawesi Tengah Morowali Utara Sulawesi Tengah Bombana Sulawesi Tenggara Konawe Sulawesi Tenggara Konawe Kepulauan Sulawesi Tenggara Pohuwato Gorontalo Boalemo Gorontalo Gorontalo Utara Gorontalo Kepulauan Aru Maluku Buru Selatan Maluku Buru Maluku Seram Bagian Barat Maluku Maluku Tenggara Barat Maluku Seram Bagian Timur Maluku Maluku Barat Daya Maluku Maluku Tengah Maluku Halmahera Barat Maluku Utara Halmahera Timur Maluku Utara Halmahera Selatan Maluku Utara Pulau Morotai Maluku Utara Kepulauan Sula Maluku Utara Pulau Taliabu Maluku Utara Sumbawa Barat Nusa Tenggara Barat Sumbawa Nusa Tenggara Barat Dompu Nusa Tenggara Barat Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat Lombok Timur Nusa Tenggara Barat Bima Nusa Tenggara Barat Lombok Barat Nusa Tenggara Barat Lombok Utara Nusa Tenggara Barat BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 142

155 NO KODE KABUPATEN KABUPATEN PROVINSI Timor Tengah Utara Nusa Tenggara Timur Lembata Nusa Tenggara Timur Ende Nusa Tenggara Timur Nagekeo Nusa Tenggara Timur Kupang Nusa Tenggara Timur Manggarai Nusa Tenggara Timur Alor Nusa Tenggara Timur Rote Ndao Nusa Tenggara Timur Belu Nusa Tenggara Timur Sumba Barat Nusa Tenggara Timur Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur Manggarai Timur Nusa Tenggara Timur Timor Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur Sumba Timur Nusa Tenggara Timur Sabu Raijua Nusa Tenggara Timur Malaka Nusa Tenggara Timur Keerom Papua Merauke Papua Biak Numfor Papua Kepulauan Yapen Papua Sarmi Papua Supiori Papua Sorong Papua Nabire Papua Boven Digoel Papua Mamberamo Raya Papua Waropen Papua Paniai Papua Jayawijaya Papua Puncak Jaya Papua Dogiyai Papua Mamberamo Tengah Papua Yalimo Papua Asmat Papua BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 143

156 NO KODE KABUPATEN KABUPATEN PROVINSI Puncak Papua Intan Jaya Papua Lanny Jaya Papua Mappi Papua Nduga Papua Deiyai Papua Yahukimo Papua Pegunungan Bintang Papua Tolikara Papua Teluk Wondama Papua Barat Sorong Selatan Papua Barat Raja Ampat Papua Barat Maybrat Papua Barat Teluk Bintuni Papua Barat Tambrauw Papua Barat Sumber: 1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 144

157 Lampiran 4. Tabel Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Pangan Yang Diaktegorikan Sebagai Daerah Tertinggal Per Provinsi di Indonesia Tahun 2015 PRIORITAS DAERAH DALAM PRIORITAS DAERAH DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Papua Puncak 1 Intan Jaya 2 Nduga 3 Lanny Jaya 4 Pegunungan Bintang 5 Tolikara 6 Puncak Jaya 7 Mamberamo Tengah 8 Yahukimo 9 Mamberamo Jaya 10 Deiyai 11 Dogiyai 12 Yalimo 13 Asmat Papua Jayawijaya 15 Paniai 16 Mappi 17 Supiori 19 Boven Digoel 20 Waropen 21 Sarmi 36 Keerom 45 Kepulauan Yapen 47 Nabire 48 Biak Numfor 59 9 NTT Sumba Tengah 22 Timor Tengah Selatan 23 Sumba Barat Daya 26 Sabu Raijua 30 Sumba Barat 37 Sumba Timur 41 Manggarai Timur 44 Alor 53 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 145

158 PRIORITAS DAERAH DALAM PRIORITAS DAERAH DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Manggarai Barat 58 7 Papua Barat Tambrauw 18 Teluk Bintuni 24 Teluk Wondama 28 Maybrat 33 Sorong 38 Sorong Selatan 46 Raja Ampat 61 6 Maluku Kepulauan Aru 27 Maluku Barat Daya 32 Seram Bagian Timur 35 Buru Selatan 40 Seram Bagian Barat 60 Maluku Tenggara Barat 63 4 Sumatera Utara Nias 25 Nias Selatan 29 Nias Barat 39 Nias Utara 42 1 Sumatera Barat Kepulauan Mentawai 43 1 Maluku Utara Kepulauan Sula NTB Lombok Utara 49 Lombok Barat 89 Lombok Tengah 108 Sumbawa 128 Lombok Timur 135 Dompu 164 Sumbawa Barat 176 Bima Sulawesi Tengah Tojo Una-Una 64 Donggala 113 Banggai Kepulauan 114 Buol 159 Toli-Toli Jawa Timur Sampang 74 Bangkalan 116 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 146

159 PRIORITAS DAERAH DALAM PRIORITAS DAERAH DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT Bondowoso 141 Situbondo NTT Kupang 84 Ende 124 Nagekeo Kalimantan Barat Kayong Utara 91 Sambas 96 Kapuas Hulu Banten Pandeglang 228 Lebak Sumatera Barat Pasaman Barat 231 Solok Selatan Kalimantan Selatan Hulu Sungai Utara Aceh Aceh Singkil Sulawesi Barat Polewali Mandar Sumatera Selatan Musi Rawas Sulawesi Selatan Jeneponto Maluku Utara Halmahera Barat Maluku Maluku Tengah Kalimantan Barat Melawi 54 Landak 90 Ketapang 94 3 Maluku Utara Halmahera Selatan 65 Halmahera Timur 82 Pulau Morotai 86 3 Gorontalo Boalemo 105 Gorontalo Utara 139 Pohuwato Sulawesi Tengah Sigi 75 Parigi Moutong Kalimantan Tengah Seruyan 92 1 Bengkulu Seluma 77 1 Lampung Lampung Barat NTT Belu 72 1 Maluku Buru 51 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 147

160 PRIORITAS DAERAH DALAM PRIORITAS DAERAH DI PROVINSI PROVINSI KABUPATEN PERINGKAT 1 Papua Merauke NTT Rote Ndao 78 Lembata 85 Timor Tengah Utara 101 Manggarai Sulawesi Tenggara Bombana 138 Konawe Kalimantan Barat Sintang Kalimantan Timur Nunukan 70 Sumber: 1 Kalimantan Barat Bengkayang 210 1) Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, diolah 2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 148

161 Lampiran 5. Tabel Perkembangan Komoditas Padi Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 11 ACEH 01 SIMEULUE , ,71 02 ACEH SINGKIL 11 10,68 2 1,80 03 ACEH SELATAN , ,33 04 ACEH TENGGARA , ,42 05 ACEH TIMUR , ,56 06 ACEH TENGAH 46 16, ,61 07 ACEH BARAT , ,13 08 ACEH BESAR , ,83 09 PIDIE , ,48 10 BIREUEN , ,99 11 ACEH UTARA , ,76 12 ACEH BARAT DAYA , ,51 13 GAYO LUES 90 64, ,35 14 ACEH TAMIANG 80 45, ,70 15 NAGAN RAYA , ,74 16 ACEH JAYA , ,16 17 BENER MERIAH 16 7, ,42 18 PIDIE JAYA , , ,91 12 SUMATERA UTARA 01 NIAS 40 33, ,53 02 MANDAILING NATAL , ,79 03 TAPANULI SELATAN , ,81 04 TAPANULI TENGAH 66 39, ,12 05 TAPANULI UTARA , ,09 06 TOBA SAMOSIR , ,76 07 LABUHAN BATU 11 16,42 4 4,65 08 ASAHAN 18 10, ,33 09 SIMALUNGUN , ,70 10 DAIRI 53 32, ,52 11 KARO 38 14, ,27 12 DELI SERDANG , ,03 13 LANGKAT 95 38, ,71 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 149

162 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 13 SUMATERA BARAT 14 NIAS SELATAN 83 23, ,69 HUMBANG 15 HASUNDUTAN 86 56, ,58 16 PAKPAK BHARAT 32 61, ,46 17 SAMOSIR 73 64, ,34 18 SERDANG BEDAGAI 85 37, ,33 19 BATU BARA 60 47,24 PADANG LAWAS 20 UTARA ,87 21 PADANG LAWAS 88 29,14 22 LABUHAN BATU SELATAN 0,00 23 LABUHAN BATU UTARA 6 6,74 24 NIAS UTARA 2 1,79 25 NIAS BARAT 8 7, , ,73 KEPULAUAN MENTAWAI 7 16,28 2 4,88 02 PESISIR SELATAN ,67 03 SOLOK 61 82,43 04 SIJUNJUNG 1 100, ,10 05 TANAH DATAR 56 75,68 06 PADANG PARIAMAN 52 88,14 07 AGAM 56 70,89 08 LIMA PULUH KOTA 61 77,22 09 PASAMAN 27 77,14 10 SOLOK SELATAN 25 67,57 11 DHARMASRAYA 8 15,69 12 PASAMAN BARAT 3 15, , ,87 14 RIAU 01 KUANTAN SINGINGI 22 11, ,96 02 INDRAGIRI HULU 10 6,06 6 3,49 03 INDRAGIRI HILIR 18 9, ,83 04 PELALAWAN 1 0,88 3 2,68 05 S I A K 7 5,93 06 KAMPAR 29 12,50 6 2,63 07 ROKAN HULU 3 2,01 4 2,68 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 150

163 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 08 BENGKALIS 5 5,95 3 2,27 09 ROKAN HILIR 28 19, ,60 KEPULAUAN 10 MERANTI 3 3, , ,84 15 JAMBI 01 KERINCI , ,97 02 MERANGIN 26 12, ,29 03 SAROLANGUN 9 6, ,74 04 BATANG HARI 9 8,41 2 1,87 05 MUARO JAMBI 31 21, ,54 06 TANJUNG JABUNG TIMUR 12 12,90 8 8,60 07 TANJUNG JABUNG BARAT 9 13, ,87 08 TEBO 2 1,90 7 6,25 09 BUNGO 5 3,73 4 2, SUMATERA SELATAN BENGKULU , ,07 OGAN KOMERING ULU 22 15, ,90 OGAN KOMERING ILIR , ,81 03 MUARA ENIM 77 24, ,74 04 LAHAT , ,29 05 MUSI RAWAS 44 16, ,13 06 MUSI BANYUASIN 41 17, ,73 07 BANYU ASIN , ,08 08 OGAN KOMERING ULU SELATAN 26 10, ,11 09 OGAN KOMERING ULU TIMUR , ,07 10 OGAN ILIR , ,79 11 EMPAT LAWANG 34 22, , ,91 BENGKULU SELATAN , ,21 02 REJANG LEBONG 18 12, ,75 03 BENGKULU UTARA 45 20, ,87 04 KAUR , ,49 05 SELUMA 78 39, ,34 06 MUKOMUKO 14 9, ,00 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 151

164 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 07 LEBONG 74 69, ,07 08 KEPAHIANG 8 7,41 7 6,19 09 BENGKULU TENGAH 11 8, , ,48 18 LAMPUNG 01 LAMPUNG BARAT , ,03 02 TANGGAMUS , ,18 03 LAMPUNG SELATAN , ,00 04 LAMPUNG TIMUR , ,75 05 LAMPUNG TENGAH , ,49 06 LAMPUNG UTARA 31 13, ,87 07 WAY KANAN 39 18, ,82 08 TULANGBAWANG 31 20, ,12 09 PESAWARAN 62 43,36 10 PRINGSEWU 83 66,94 19 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 11 MESUJI 26 24,76 TULANG BAWANG 12 BARAT 11 11, , ,29 BANGKA 0,00 0,00 02 BELITUNG 0,00 1 2,70 03 BANGKA BARAT 0,00 1 2,33 04 BANGKA TENGAH 0,00 0,00 05 BANGKA SELATAN 1 2,08 1 2,00 06 BELITUNG TIMUR 0,00 0,00 1 0,47 3 1,23 21 KEPULAUAN RIAU 01 KARIMUN 0,00 0,00 02 BINTAN 0,00 0,00 03 NATUNA 2 2,78 2 2,67 04 LINGGA 0,00 0,00 KEPULAUAN 05 ANAMBAS 0,00 2 0,98 2 0,69 WILAYAH SUMATERA , ,44 32 JAWA BARAT 01 BOGOR , ,84 02 SUKABUMI , ,38 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 152

165 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 03 CIANJUR , ,83 04 BANDUNG , ,66 05 GARUT , ,01 06 TASIKMALAYA , ,66 07 CIAMIS , ,30 08 KUNINGAN , ,49 09 CIREBON , ,27 10 MAJALENGKA , ,18 11 SUMEDANG , ,46 12 INDRAMAYU , ,83 13 SUBANG , ,34 14 PURWAKARTA , ,88 15 KARAWANG , ,80 16 BEKASI , ,96 17 BANDUNG BARAT 88 64, , ,14 33 JAWA TENGAH 01 CILACAP , ,85 02 BANYUMAS , ,97 03 PURBALINGGA , ,83 04 BANJARNEGARA , ,55 05 KEBUMEN , ,78 06 PURWOREJO , ,97 07 WONOSOBO , ,37 08 MAGELANG , ,23 09 BOYOLALI , ,99 10 KLATEN , ,27 11 SUKOHARJO , ,17 12 WONOGIRI , ,09 13 KARANGANYAR , ,44 14 SRAGEN , ,57 15 GROBOGAN , ,17 16 BLORA , ,05 17 REMBANG , ,18 18 PATI , ,22 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 153

166 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 19 KUDUS 30 61, ,45 20 JEPARA 90 70, ,21 21 DEMAK , ,72 22 SEMARANG , ,90 23 TEMANGGUNG , ,12 24 KENDAL , ,34 25 BATANG , ,84 26 PEKALONGAN , ,69 27 PEMALANG , ,39 28 TEGAL , ,30 29 BREBES , , , ,92 34 D I YOGYAKARTA 01 KULON PROGO 67 78, ,00 02 BANTUL 50 86, ,00 03 GUNUNG KIDUL 75 53, ,77 04 SLEMAN 63 88, , , ,06 35 JAWA TIMUR 01 PACITAN , ,09 02 PONOROGO , ,25 03 TRENGGALEK 81 54, ,55 04 TULUNGAGUNG , ,65 05 BLITAR , ,25 06 KEDIRI , ,71 07 MALANG , ,42 08 LUMAJANG , ,92 09 JEMBER , ,95 10 BANYUWANGI , ,63 11 BONDOWOSO , ,64 12 SITUBONDO 73 57, ,14 13 PROBOLINGGO , ,44 14 PASURUAN , ,49 15 SIDOARJO , ,70 16 MOJOKERTO , ,60 17 JOMBANG , ,72 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 154

167 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 18 NGANJUK , ,59 19 MADIUN , ,83 20 MAGETAN , ,83 21 NGAWI , ,45 22 BOJONEGORO , ,09 23 TUBAN , ,52 24 LAMONGAN , ,74 25 GRESIK , ,70 26 BANGKALAN , ,89 27 SAMPANG , ,57 28 PAMEKASAN , ,38 29 SUMENEP 99 31, , , ,17 36 BANTEN 01 PANDEGLANG , ,69 02 LEBAK , ,96 03 TANGERANG , ,60 04 SERANG , , , ,01 WILAYAH JAWA , ,31 61 KALIMANTAN BARAT 01 SAMBAS , ,54 02 BENGKAYANG 44 35, ,27 03 LANDAK 69 45, ,81 04 PONTIANAK 22 36, ,00 05 SANGGAU 65 42, ,13 06 KETAPANG 64 27, ,23 07 SINTANG , ,01 08 KAPUAS HULU , ,01 09 SEKADAU 9 12, ,24 10 MELAWI 58 35, ,76 11 KAYONG UTARA 26 60,47 12 KUBU RAYA 40 37,74 62 KALIMANTAN TENGAH , ,60 KOTAWARINGIN BARAT 12 14, ,90 KOTAWARINGIN TIMUR 39 23, ,57 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 155

168 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) KAPUAS , ,96 04 BARITO SELATAN 37 41, ,64 05 BARITO UTARA 39 38, ,00 06 SUKAMARA 9 30, ,13 07 LAMANDAU 54 65, ,86 08 SERUYAN 46 46, ,98 09 KATINGAN 67 49, ,87 10 PULANG PISAU 49 50, ,00 11 GUNUNG MAS 16 14, ,76 12 BARITO TIMUR 1 0, ,00 13 MURUNG RAYA 57 47, , , ,66 KALIMANTAN SELATAN 01 TANAH LAUT 84 66, ,41 02 KOTA BARU 70 38, ,38 03 BANJAR , ,34 04 BARITO KUALA , ,83 05 TAPIN , ,72 06 HULU SUNGAI SELATAN 84 62, ,97 07 HULU SUNGAI TENGAH , ,96 08 HULU SUNGAI UTARA , ,00 09 TABALONG 48 39, ,20 10 TANAH BUMBU 46 36, ,79 11 BALANGAN 22 14, , , ,39 64 KALIMANTAN TIMUR 01 PASER 42 30, KUTAI BARAT , ,63 KUTAI 03 KARTANEGARA , ,19 04 KUTAI TIMUR 77 62, ,42 05 BERAU 55 55, ,89 PENAJAM PASER 09 UTARA 25 53, , ,59 KALIMANTAN UTARA *) 01 MALINAU 97 90, ,13 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 156

169 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 02 BULUNGAN 63 88, ,12 03 TANA TIDUNG 14 58,33 04 NUNUKAN , , , ,45 WILAYAH KALIMANTAN , ,31 51 BALI 01 JEMBRANA 16 36, ,21 02 TABANAN , ,97 03 BADUNG 33 94, ,82 04 GIANYAR 47 95, ,80 05 KLUNGKUNG 26 56, ,81 06 BANGLI 16 23, ,54 07 KARANG ASEM 32 47, ,68 08 BULELENG 38 33, , , ,82 NUSA TENGGARA BARAT 01 LOMBOK BARAT 94 86, ,43 02 LOMBOK TENGAH , ,32 03 LOMBOK TIMUR , ,99 04 SUMBAWA , ,58 05 DOMPU 72 91, ,50 06 BIMA , ,84 07 SUMBAWA BARAT 50 86, ,67 08 LOMBOK UTARA 14 43, , ,02 NUSA TENGGARA TIMUR 01 SUMBA BARAT 40 72, ,71 02 SUMBA TIMUR 66 43, ,34 03 KUPANG 51 29, ,68 04 TIMOR TENGAH SELATAN 9 3,91 9 3,33 05 TIMOR TENGAH UTARA 44 23, ,23 06 BELU 45 22, ,68 07 ALOR 19 11, ,88 08 LEMBATA 26 18,71 7 4,83 09 FLORES TIMUR 57 23, ,32 10 SIKKA 25 16, ,79 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 157

170 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 11 ENDE 39 18, ,86 12 NGADA 32 32, ,30 13 MANGGARAI 84 57, ,41 14 ROTE NDAO 52 61, ,48 15 MANGGARAI BARAT 84 70, ,08 16 SUMBA TENGAH 34 52,31 17 SUMBA BARAT DAYA 51 39,23 18 NAGEKEO 36 32,14 19 MANGGARAI TIMUR 78 44,32 20 SABU RAIJUA 17 27, , ,06 WILAYAH BALI DAN NUSA TENGGARA , ,05 BOLAANG 71 SULAWESI UTARA 01 MONGONDOW , ,25 72 SULAWESI TENGAH MINAHASA 61 31, ,76 03 KEPULAUAN SANGIHE 2 1,33 0,00 04 KEPULAUAN TALAUD 37 22,02 1 0,66 05 MINAHASA SELATAN 16 14, ,03 06 MINAHASA UTARA 10 8,47 07 BOLAANG MONGONDOW UTARA 74 69,81 08 SIAU TAGULANDANG BIARO 1 1,08 09 MINAHASA TENGGARA 35 24,82 10 BOLAANG MONGONDOW SELATAN 11 13,58 11 BOLAANG MONGONDOW TIMUR 14 17, , ,20 BANGGAI KEPULAUAN 4 1,90 0,00 02 BANGGAI 96 30, ,90 03 MOROWALI 72 31, ,67 04 POSO 66 45, ,97 05 DONGGALA 20 14, ,53 06 TOLI-TOLI 33 37, ,25 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 158

171 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 73 SULAWESI SELATAN BUOL 42 42, ,74 08 PARIGI MOUTONG 46 23, ,31 09 TOJO UNA-UNA 12 10, ,03 10 SIGI 62 36,05 12 MOROWALI UTARA 66 54, , ,85 KEPULAUAN SELAYAR 10 13, ,90 02 BULUKUMBA 51 44, ,84 03 BANTAENG 23 35, ,67 04 JENEPONTO 58 52, ,81 05 TAKALAR 71 79, ,17 06 GOWA , ,30 07 SINJAI 46 58, ,64 08 MAROS 87 90, ,55 PANGKAJENE DAN 09 KEPULAUAN 49 51, ,61 10 BARRU , ,00 11 BONE , ,39 12 SOPPENG 47 69, ,00 13 WAJO , ,28 SIDENRENG 14 RAPPANG 83 83, ,00 15 PINRANG 77 78, ,74 16 ENREKANG 31 24, ,60 17 LUWU , ,91 18 TANA TORAJA , ,81 22 LUWU UTARA 73 42, ,00 25 LUWU TIMUR 38 38, ,86 26 TORAJA UTARA , , ,67 SULAWESI TENGGARA 01 BUTON 21 10, ,49 02 MUNA 13 5,78 8 3,60 03 KONAWE , ,75 04 KOLAKA 57 28, ,51 05 KONAWE SELATAN , ,33 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 159

172 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 06 BOMBANA 29 22, ,44 07 WAKATOBI 1 1,19 0,00 08 KOLAKA UTARA 3 2,29 3 2,27 09 BUTON UTARA 19 22,35 10 KONAWE UTARA 18 13, , ,98 75 GORONTALO 01 BOALEMO 20 24, ,18 02 GORONTALO 72 38, ,55 03 POHUWATO 11 10, ,35 04 BONE BOLANGO 35 23, ,14 05 GORONTALO UTARA 44 36, , ,58 76 SULAWESI BARAT 01 MAJENE 5 6, ,39 02 POLEWALI MANDAR 45 28, ,21 03 MAMASA , ,78 04 MAMUJU 34 22, ,42 05 MAMUJU UTARA 0,00 2 3, , ,78 WILAYAH SULAWESI , ,11 MALUKU TENGGARA 81 MALUKU 01 BARAT 0,00 2 2,60 02 MALUKU TENGGARA 1 1,18 0,00 03 MALUKU TENGAH 13 7, ,24 04 BURU 12 15, ,57 05 KEPULAUAN ARU 0,00 1 0,85 SERAM BAGIAN 06 BARAT 2 2,20 0,00 07 SERAM BAGIAN TIMUR 3 2,13 4 2,53 08 MALUKU BARAT DAYA 0,00 09 BURU SELATAN 1 1, , ,20 82 MALUKU UTARA 01 HALMAHERA BARAT 8 5,80 8 4,94 HALMAHERA 02 TENGAH 7 12,96 5 8,33 03 KEPULAUAN SULA 2 1,55 1 1,37 HALMAHERA 04 SELATAN 10 3,94 8 3,15 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 160

173 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 05 HALMAHERA UTARA 9 4,86 6 3,09 06 HALMAHERA TIMUR 15 20, ,84 07 PULAU MOROTAI 3 3, , ,06 WILAYAH MALUKU 82 5, ,62 91 PAPUA BARAT 01 FAKFAK 0,00 1 0,83 02 KAIMANA 0,00 0,00 03 TELUK WONDAMA 1 1,39 1 1,33 04 TELUK BINTUNI 8 5,37 7 3,29 05 MANOKWARI 19 4,63 8 5,41 06 SORONG SELATAN 1 0,85 2 1,74 07 SORONG 11 8,21 8 5,80 08 RAJA AMPAT 6 5,13 5 4,27 09 TAMBRAUW 0,00 10 MAYBRAT 2 1, , ,74 94 PAPUA 01 MERAUKE 38 24, ,30 02 JAYAWIJAYA 3 1,09 2 0,61 03 JAYAPURA 4 2,92 5 3,65 04 NABIRE 5 6,76 4 5,97 08 KEPULAUAN YAPEN 2 1,31 09 BIAK NUMFOR 0,00 4 1,65 10 PANIAI 0,00 1 1,43 11 PUNCAK JAYA 1 0,33 12 MIMIKA 2 2,50 2 1,49 13 BOVEN DIGOEL 3 2,94 0,00 14 MAPPI 3 2, ,56 15 ASMAT 3 2,19 0,00 16 YAHUKIMO 0,00 2 0,39 PEGUNUNGAN 17 BINTANG 0,00 18 TOLIKARA 3 0,59 5 0,95 19 SARMI 3 3,57 4 3,77 20 KEEROM 0,00 0,00 26 WAROPEN 5 6,33 2 2,56 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 161

174 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PADI 2011 KOMODITAS PADI 2014 DESA PERSENTASE (%) DESA PERSENTASE (%) 28 MAMBERAMO RAYA 0,00 1 1,69 29 NDUGA 3 1,21 30 LANNY JAYA 0,00 MAMBERAMO 31 TENGAH 0,00 32 YALIMO 1 0,36 33 PUNCAK 0,00 34 DOGIYAI 1 1,33 35 INTAN JAYA 0,00 36 DEIYAI 0, , ,40 WILAYAH PAPUA 118 3, ,47 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 162

175 Lampiran 6. Tabel Perkembangan Komoditas Palawija Daerah Rawan Pangan di Indonesia Tahun KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 11 ACEH 01 SIMEULUE 0,00 7 5,26 02 ACEH SINGKIL 1 0,97 1 0,90 03 ACEH SELATAN 22 9, ,92 04 ACEH TENGGARA 53 14, ,93 05 ACEH TIMUR 2 0, ,19 06 ACEH TENGAH 4 1, ,07 07 ACEH BARAT 12 3,92 8 2,60 08 ACEH BESAR 13 2, ,53 09 PIDIE 4 0,56 5 0,71 10 BIREUEN 39 6, ,46 11 ACEH UTARA 5 0, ,33 12 ACEH BARAT DAYA 2 1,48 2 1,37 13 GAYO LUES 4 2,86 9 6,38 14 ACEH TAMIANG 3 1,70 1 0,56 15 NAGAN RAYA 10 4,76 9 4,19 16 ACEH JAYA 7 4,22 1 0,60 17 BENER MERIAH 7 3,14 5 2,21 18 PIDIE JAYA 2 0, , ,52 12 SUMATERA UTARA 01 NIAS 0,00 1 0,59 02 MANDAILING NATAL 2 0,50 5 1,29 03 TAPANULI SELATAN 1 0,40 0,00 04 TAPANULI TENGAH 2 1,18 2 0,98 05 TAPANULI UTARA 3 1,28 6 2,49 06 TOBA SAMOSIR 2 0,85 5 2,14 07 LABUHAN BATU 0,00 0,00 08 ASAHAN 4 2,44 0,00 09 SIMALUNGUN 39 12, ,04 10 DAIRI 63 38, ,94 11 KARO 97 37, ,82 12 DELI SERDANG 37 13, ,70 13 LANGKAT 0,00 6 2,39 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 163

176 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 13 SUMATERA BARAT 14 NIAS SELATAN 22 6, ,18 HUMBANG 15 HASUNDUTAN 0,00 2 1,32 16 PAKPAK BHARAT 3 5,77 1 1,92 17 SAMOSIR 13 11, ,53 18 SERDANG BEDAGAI 11 4, ,58 19 BATU BARA 2 1,57 PADANG LAWAS 20 UTARA 2 0,52 21 PADANG LAWAS 3 0,99 22 LABUHAN BATU SELATAN 0,00 23 LABUHAN BATU UTARA 0,00 24 NIAS UTARA 1 0,89 25 NIAS BARAT 0, , ,88 KEPULAUAN MENTAWAI 10 23,26 4 9,76 02 PESISIR SELATAN 13 7,34 03 SOLOK 1 1,35 04 SIJUNJUNG 0,00 1 1,64 05 TANAH DATAR 3 4,05 06 PADANG PARIAMAN 1 1,69 07 AGAM 3 3,80 08 LIMA PULUH KOTA 0,00 09 PASAMAN 0,00 10 SOLOK SELATAN 2 5,41 11 DHARMASRAYA 0,00 12 PASAMAN BARAT 1 5, , ,69 14 RIAU 01 KUANTAN SINGINGI 0,00 1 0,46 02 INDRAGIRI HULU 2 1,21 3 1,74 03 INDRAGIRI HILIR 0,00 0,00 04 PELALAWAN 1 0,88 1 0,89 05 S I A K 0,00 0,00 06 KAMPAR 0,00 2 0,88 07 ROKAN HULU 0,00 0,00 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 164

177 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 08 BENGKALIS 0,00 0,00 09 ROKAN HILIR 0,00 10 KEPULAUAN MERANTI 1 1,08 3 0,24 8 0,49 15 JAMBI 01 KERINCI 12 6,06 8 2,85 02 MERANGIN 3 1,44 3 1,44 03 SAROLANGUN 0,00 0,00 04 BATANG HARI 0,00 0,00 05 MUARO JAMBI 2 1,36 5 3,31 06 TANJUNG JABUNG TIMUR 0,00 0,00 07 TANJUNG JABUNG BARAT 0,00 0,00 08 TEBO 2 1,90 0,00 09 BUNGO 0,00 1 0, , ,24 16 SUMATERA SELATAN 01 OGAN KOMERING ULU 1 0,72 2 1,41 02 OGAN KOMERING ILIR 0,00 1 0,32 03 MUARA ENIM 2 0,64 1 0,41 04 LAHAT 1 0,28 0,00 05 MUSI RAWAS 0,00 0,00 06 MUSI BANYUASIN 0,00 0,00 07 BANYU ASIN 2 0,67 1 0,35 08 OGAN KOMERING ULU SELATAN 3 1, ,74 09 OGAN KOMERING ULU TIMUR 5 1,74 6 2,01 10 OGAN ILIR 2 0,97 1 0,48 11 EMPAT LAWANG 0, , ,90 17 BENGKULU 01 BENGKULU SELATAN 2 1,40 3 2,07 02 REJANG LEBONG 10 7, ,75 03 BENGKULU UTARA 2 0,93 3 1,37 04 KAUR 1 0,52 2 1,04 05 SELUMA 1 0,51 4 1,99 06 MUKOMUKO 2 1,34 0,00 07 LEBONG 0,00 0,00 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 165

178 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 08 KEPAHIANG 4 3,70 4 3,54 09 BENGKULU TENGAH 2 1, , ,07 18 LAMPUNG 01 LAMPUNG BARAT 5 1,99 2 1,47 02 TANGGAMUS 2 0,74 2 0,68 03 LAMPUNG SELATAN 38 16, ,42 04 LAMPUNG TIMUR 55 21, ,33 05 LAMPUNG TENGAH , ,79 06 LAMPUNG UTARA 57 24, ,91 07 WAY KANAN 17 8, ,36 08 TULANGBAWANG 24 16, ,08 09 PESAWARAN 12 8,39 10 PRINGSEWU 6 4,84 19 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 11 MESUJI 1 0,95 TULANG BAWANG 12 BARAT 9 9, , ,34 BANGKA 0,00 0,00 02 BELITUNG 0,00 1 2,70 03 BANGKA BARAT 0,00 0,00 04 BANGKA TENGAH 0,00 0,00 05 BANGKA SELATAN 1 2,08 0,00 06 BELITUNG TIMUR 0,00 0,00 1 0,47 1 0,41 21 KEPULAUAN RIAU 01 KARIMUN 2 4,88 0,00 02 BINTAN 4 10,53 2 5,13 03 NATUNA 4 5,56 1 1,33 04 LINGGA 5 9,43 2 2,67 05 KEPULAUAN ANAMBAS 0, ,35 5 1,72 WILAYAH SUMATERA 889 4, ,87 32 JAWA BARAT 01 BOGOR 57 22, ,95 02 SUKABUMI 30 9, ,38 03 CIANJUR 5 1,48 5 1,48 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 166

179 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 04 BANDUNG 21 12, ,53 05 GARUT 43 10, ,16 06 TASIKMALAYA 2 0,59 8 2,41 07 CIAMIS 2 0,59 3 1,23 08 KUNINGAN 16 4, ,81 09 CIREBON 5 1, ,75 10 MAJALENGKA 9 3, ,59 11 SUMEDANG 9 3, ,96 12 INDRAMAYU 0,00 3 1,02 13 SUBANG 3 1,28 9 3,83 14 PURWAKARTA 4 2,72 4 3,03 15 KARAWANG 1 0,39 2 0,80 16 BEKASI 1 0,79 2 1,79 17 BANDUNG BARAT 15 10, , ,29 33 JAWA TENGAH 01 CILACAP 12 4,56 5 1,92 02 BANYUMAS 11 4, ,97 03 PURBALINGGA 35 16, ,37 04 BANJARNEGARA 72 27, ,99 05 KEBUMEN 52 12, ,94 06 PURWOREJO 32 6, ,54 07 WONOSOBO 47 18, ,46 08 MAGELANG 44 12, ,88 09 BOYOLALI 63 24, ,72 10 KLATEN 31 9, ,39 11 SUKOHARJO 3 2,54 7 5,83 12 WONOGIRI 81 28, ,67 13 KARANGANYAR 24 15, ,83 14 SRAGEN 5 2,49 7 3,47 15 GROBOGAN 52 19, ,72 16 BLORA 19 6, ,15 17 REMBANG 17 6, ,27 18 PATI 68 18, ,94 19 KUDUS 2 4, ,64 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 167

180 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 20 JEPARA 12 9, ,26 21 DEMAK 4 1, ,65 22 SEMARANG 25 12, ,75 23 TEMANGGUNG 24 8, ,43 24 KENDAL 30 11, ,22 25 BATANG 21 9, ,56 26 PEKALONGAN 6 2,76 9 4,23 27 PEMALANG 9 4,48 7 3,54 28 TEGAL 8 3, ,57 29 BREBES 5 1, , , ,87 34 D I YOGYAKARTA 01 KULON PROGO 3 3,53 8 9,41 02 BANTUL 4 6,90 3 6,00 03 GUNUNG KIDUL 62 43, ,52 04 SLEMAN 0,00 1 1, , ,97 35 JAWA TIMUR 01 PACITAN 25 15, ,62 02 PONOROGO 32 11, ,68 03 TRENGGALEK 53 35, ,21 04 TULUNGAGUNG 28 12, ,27 05 BLITAR 64 26, ,75 06 KEDIRI 23 7, ,72 07 MALANG 48 14, ,18 08 LUMAJANG 13 6, ,89 09 JEMBER 14 5,91 6 2,59 10 BANYUWANGI 23 11, ,58 11 BONDOWOSO 22 10, ,21 12 SITUBONDO 33 26, ,02 13 PROBOLINGGO 76 23, ,38 14 PASURUAN 39 11, ,45 15 SIDOARJO 0,00 0,00 16 MOJOKERTO 11 4, ,70 17 JOMBANG 5 1, ,17 18 NGANJUK 5 1, ,89 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 168

181 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 19 MADIUN 7 3,55 7 3,55 20 MAGETAN 20 9, ,88 21 NGAWI 9 4, ,13 22 BOJONEGORO 11 2, ,19 23 TUBAN 80 25, ,55 24 LAMONGAN 19 4, ,51 25 GRESIK 10 3, ,58 26 BANGKALAN 76 28, ,84 27 SAMPANG 51 29, ,43 28 PAMEKASAN 54 29, ,90 29 SUMENEP , , , ,78 36 BANTEN 01 PANDEGLANG 7 2,13 2 0,61 02 LEBAK 2 0,60 1 0,32 03 TANGERANG 1 0,70 1 0,80 04 SERANG 14 4, , , ,42 WILAYAH JAWA , ,40 61 KALIMANTAN BARAT 01 SAMBAS 1 0,58 2 1,16 02 BENGKAYANG 2 1,63 2 1,63 03 LANDAK 0,00 1 0,65 04 PONTIANAK 4 6,56 2 3,33 05 SANGGAU 0,00 2 1,25 06 KETAPANG 2 0,87 1 0,42 07 SINTANG 0,00 1 0,25 08 KAPUAS HULU 2 0,73 0,00 09 SEKADAU 0,00 0,00 10 MELAWI 1 0,61 0,00 11 KAYONG UTARA 1 2,33 12 KUBU RAYA 8 7,55 62 KALIMANTAN TENGAH , ,02 KOTAWARINGIN BARAT 2 2,41 3 3,57 KOTAWARINGIN TIMUR 4 2,44 3 1,71 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 169

182 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) KAPUAS 13 6,84 3 1,49 04 BARITO SELATAN 0,00 0,00 05 BARITO UTARA 0,00 3 3,00 06 SUKAMARA 0,00 0,00 07 LAMANDAU 1 1,22 0,00 08 SERUYAN 0,00 1 1,02 09 KATINGAN 1 0,74 0,00 10 PULANG PISAU 3 3,06 0,00 11 GUNUNG MAS 2 1,83 0,00 12 BARITO TIMUR 0,00 0,00 13 MURUNG RAYA 0,00 0, , ,91 KALIMANTAN SELATAN 01 TANAH LAUT 7 5,56 7 5,69 02 KOTA BARU 12 6,63 4 2,16 03 BANJAR 2 0,78 6 2,39 04 BARITO KUALA 1 0,52 2 1,06 05 TAPIN 0,00 1 0,79 06 HULU SUNGAI SELATAN 0,00 2 1,52 HULU SUNGAI 07 TENGAH 2 1,23 0,00 08 HULU SUNGAI UTARA 0,00 0,00 09 TABALONG 0,00 0,00 10 TANAH BUMBU 2 1,59 1 0,83 11 BALANGAN 0,00 1 0, , ,37 64 KALIMANTAN TIMUR 01 PASER 1 0, KUTAI BARAT 3 1,29 3 1,58 03 KUTAI KARTANEGARA 10 5,52 7 3,55 04 KUTAI TIMUR 6 4,88 3 2,36 05 BERAU 5 5,05 7 7,37 PENAJAM PASER 09 UTARA 1 2,13 1 2, ,78 KALIMANTAN UTARA *) 01 MALINAU 7 6,54 0,00 02 BULUNGAN 1 1,41 2 2,90 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 170

183 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 03 TANA TIDUNG 0,00 04 NUNUKAN 56 24, , , ,17 WILAYAH KALIMANTAN 153 2, ,27 51 BALI 01 JEMBRANA 0,00 0,00 02 TABANAN 0,00 0,00 03 BADUNG 1 2,86 1 3,03 04 GIANYAR 2 4,08 1 2,44 05 KLUNGKUNG 12 26, ,58 06 BANGLI 4 5,88 1 1,54 07 KARANG ASEM 11 16, ,29 08 BULELENG 13 11,50 6 5, , ,53 NUSA TENGGARA BARAT 01 LOMBOK BARAT 0,00 2 1,96 02 LOMBOK TENGAH 2 1,46 1 0,74 03 LOMBOK TIMUR 19 9, ,14 04 SUMBAWA 10 6, ,13 05 DOMPU 6 7, ,50 06 BIMA 14 8, ,53 07 SUMBAWA BARAT 4 6, ,33 08 LOMBOK UTARA 7 21, , ,94 NUSA TENGGARA TIMUR 01 SUMBA BARAT 15 27, ,82 02 SUMBA TIMUR 78 51, ,61 03 KUPANG , ,80 04 TIMOR TENGAH SELATAN , ,11 05 TIMOR TENGAH UTARA , ,65 06 BELU , ,97 07 ALOR , ,94 08 LEMBATA , ,90 09 FLORES TIMUR , ,36 10 SIKKA 90 59, ,63 11 ENDE 26 12, ,99 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 171

184 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 12 NGADA 37 37, ,86 13 MANGGARAI 13 8, ,37 14 ROTE NDAO 8 9,41 8 9,52 15 MANGGARAI BARAT 1 0,83 1 0,60 16 SUMBA TENGAH 26 40,00 17 SUMBA BARAT DAYA 74 56,92 18 NAGEKEO 24 21,43 19 MANGGARAI TIMUR 6 3,41 20 SABU RAIJUA 32 51, , ,71 WILAYAH BALI DAN NUSA TENGGARA , ,41 BOLAANG 71 SULAWESI UTARA 01 MONGONDOW 34 19, ,17 02 MINAHASA 73 37, ,01 03 KEPULAUAN SANGIHE 12 8,00 7 4,61 04 KEPULAUAN TALAUD 23 13,69 2 1,32 05 MINAHASA SELATAN 26 23, ,29 06 MINAHASA UTARA 14 11,86 07 BOLAANG MONGONDOW UTARA 11 10,38 08 SIAU TAGULANDANG BIARO 0,00 09 MINAHASA TENGGARA 9 6,38 10 BOLAANG MONGONDOW SELATAN 3 3,70 11 BOLAANG MONGONDOW TIMUR 4 5, , ,58 72 SULAWESI TENGAH 01 BANGGAI KEPULAUAN 89 42, ,85 02 BANGGAI 53 16, ,89 03 MOROWALI 4 1,72 4 3,17 04 POSO 2 1,37 9 5,81 05 DONGGALA 7 5, ,93 06 TOLI-TOLI 0,00 0,00 07 BUOL 15 15, ,59 08 PARIGI MOUTONG 2 1,02 5 2,01 09 TOJO UNA-UNA 29 24, ,31 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 172

185 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 10 SIGI 22 12,79 12 MOROWALI UTARA 4 3, , ,86 73 SULAWESI SELATAN 01 KEPULAUAN SELAYAR 25 32, ,52 02 BULUKUMBA 32 28, ,78 03 BANTAENG 19 29, ,67 04 JENEPONTO 42 38, ,93 05 TAKALAR 1 1,12 0,00 06 GOWA 14 9, ,22 07 SINJAI 1 1,28 0, MAROS 1 1,04 0,00 PANGKAJENE DAN 09 KEPULAUAN 0,00 0,00 10 BARRU 0,00 0,00 11 BONE 20 5, ,52 12 SOPPENG 3 4, ,38 13 WAJO 5 3,07 6 3,68 14 SIDENRENG RAPPANG 4 4,04 8 8,00 15 PINRANG 2 2,04 7 7,07 16 ENREKANG 25 19, ,60 17 LUWU 4 1, ,91 18 TANA TORAJA 3 1,92 6 3,87 22 LUWU UTARA 20 11, ,91 25 LUWU TIMUR 0,00 2 1,71 26 TORAJA UTARA 1 0, , ,53 SULAWESI TENGGARA 01 BUTON 88 44, ,41 02 MUNA , ,77 03 KONAWE 25 6, ,87 04 KOLAKA 1 0,51 2 1,69 05 KONAWE SELATAN 18 5, ,31 06 BOMBANA 3 2,31 3 2,34 07 WAKATOBI 68 80, ,54 08 KOLAKA UTARA 0,00 1 0,76 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 173

186 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 09 BUTON UTARA 13 15,29 10 KONAWE UTARA 10 7, , ,51 75 GORONTALO 01 BOALEMO 56 68, ,76 02 GORONTALO 88 46, ,15 03 POHUWATO 79 78, ,37 04 BONE BOLANGO 71 47, ,29 05 GORONTALO UTARA 53 44, , ,23 76 SULAWESI BARAT 01 MAJENE 10 13,70 4 5,19 02 POLEWALI MANDAR 2 1,27 3 1,92 03 MAMASA 0,00 1 0,56 04 MAMUJU 5 3,31 9 9,38 05 MAMUJU UTARA 3 4,84 3 4, , ,50 WILAYAH SULAWESI , ,34 MALUKU TENGGARA 81 MALUKU 01 BARAT 55 77, ,03 02 MALUKU TENGGARA 77 90, ,71 03 MALUKU TENGAH 56 32, ,72 04 BURU 19 24, ,86 05 KEPULAUAN ARU 35 29, ,12 06 SERAM BAGIAN BARAT 25 27, ,33 07 SERAM BAGIAN TIMUR 19 13,48 6 3,80 08 MALUKU BARAT DAYA 75 64,10 09 BURU SELATAN 29 36, , ,48 82 MALUKU UTARA 01 HALMAHERA BARAT 7 5, ,11 02 HALMAHERA TENGAH 2 3,70 4 6,67 03 KEPULAUAN SULA 4 3,10 0,00 04 HALMAHERA SELATAN 20 7, ,72 05 HALMAHERA UTARA 36 19,46 6 3,09 06 HALMAHERA TIMUR 6 8, ,90 07 PULAU MOROTAI 3 3, , ,71 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 174

187 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) WILAYAH MALUKU , ,47 91 PAPUA BARAT 01 FAKFAK 39 33, ,83 02 KAIMANA 52 61, ,43 03 TELUK WONDAMA 26 36, ,00 04 TELUK BINTUNI 88 59, ,81 05 MANOKWARI , ,59 06 SORONG SELATAN 67 57, ,39 07 SORONG 55 41, ,65 08 RAJA AMPAT 26 22,22 4 3,42 09 TAMBRAUW 62 81,58 10 MAYBRAT , , ,09 94 PAPUA 01 MERAUKE 80 50, ,70 02 JAYAWIJAYA , ,39 03 JAYAPURA 31 22, ,63 04 NABIRE 48 64, ,27 08 KEPULAUAN YAPEN 33 21,57 09 BIAK NUMFOR , ,91 10 PANIAI , ,71 11 PUNCAK JAYA ,67 12 MIMIKA 21 26, ,22 13 BOVEN DIGOEL 59 57, ,82 14 MAPPI 32 23,53 8 4,91 15 ASMAT 18 13,14 4 2,01 16 YAHUKIMO , ,73 PEGUNUNGAN 17 BINTANG ,00 18 TOLIKARA , ,62 19 SARMI 20 23, ,42 20 KEEROM 11 18, ,31 26 WAROPEN 34 43, ,64 28 MAMBERAMO RAYA 6 16, ,25 29 NDUGA ,77 30 LANNY JAYA ,60 31 MAMBERAMO TENGAH ,00 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 175

188 KODE PROVINSI KODE KABUPATEN KOMODITAS PALAWIJA 2011 DESA PERSENTASE (%) KOMODITAS PALAWIJA 2014 DESA PERSENTASE (%) 32 YALIMO ,90 33 PUNCAK ,00 34 DOGIYAI 74 98,67 35 INTAN JAYA ,00 36 DEIYAI , , ,63 WILAYAH PAPUA , ,84 Sumber: Pengolahan Data Potensi Desa (PODES) 2011 dan 2014 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 176

189 BUKU PERKEMBANGAN DAERAH TERTENTU (DAERAH RAWAN PANGAN) 177

190

KATA PENGANTAR. Helmiati, SH, M.SI

KATA PENGANTAR. Helmiati, SH, M.SI KATA PENGANTAR Buku Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) ini disusun dengan mengacu pada Undangundang Tentang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007, Peraturan Menteri,

Lebih terperinci

SISTEM PELAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN ANGGARAN KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI

SISTEM PELAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN ANGGARAN KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI SISTEM PELAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN ANGGARAN KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI BIRO PERENCANAAN Disampaikan pada: Bimbingan Teknis Penyusunan Pelaporan Berbasis Online

Lebih terperinci

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN...

BAB II METODOLOGI PENELITIAN... DAFTAR ISI SAMBUTAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 3 1.3. Dasar Hukum...

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2009 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5050); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaha

2016, No Tahun 2009 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5050); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1849, 2016 KEMEN-DPDTT. Pelimpahan dan Penugasan. TA 2017. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012

Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012 Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012 Tanggal : 20 Desember 2012 RINCIAN LOKASI DAN ALOKASI DAERAH PENERIMA BANTUAN SOSIAL BIDANG PENGEMBANGAN DAERAH

Lebih terperinci

M E M O R A N D U M NO. 072 /Dt.2.3.M/05/2017

M E M O R A N D U M NO. 072 /Dt.2.3.M/05/2017 Yth. Dari Perihal KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA : Daftar Terlampir M E M O R A N D U M NO. 072 /Dt.2.3.M/05/2017 : Direktur Daerah,

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) Daftar Daerah Terdepan dan Terluar (Perbatasan) No Provinsi No Kabupaten / Kota Status 1 Sambas Perbatasan 2 Bengkayang Perbatasan 1 Kalimantan Barat

Lebih terperinci

Indikator Pelayanan Sosial Dasar di Desa

Indikator Pelayanan Sosial Dasar di Desa SASARAN STRATEGIS TAHUN 2019 AGENDA NAWA CITA 3 "PENGENTASAN 5000 DESA TERTINGGAL, MEWUJUDKAN 2000 DESA MANDIR" PermenDesa PDTT No 2 Tahun 2016 INDEKS DESA MEMBANGUN (Sosial, Ekonomi, Ekologi) Indikator

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PENYIAPAN KAWASAN DAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI

DIREKTORAT JENDERAL PENYIAPAN KAWASAN DAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI DIREKTORAT JENDERAL PENYIAPAN KAWASAN DAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI 1 ARAH PERUBAHAN PEMBANGUNAN KETRANSMIGRASIAN (UU No 29 Tahun 2009) 1. Pemda berperan sebagai pemrakarsa dan penanggung jawab

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 NTP September 2017 sebesar 96,17 atau turun 0,46 persen dibanding

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) Daftar Daerah Terdepan dan Terluar () No Provinsi Kabupaten / Kota Status Sambas Bengkayang 1 Kalimantan Barat Sanggau Sintang Kapuas Hulu Nunukan 2

Lebih terperinci

Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T)

Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) Page 1 of 7 Daftar Daerah, Terdepan dan Terluar (3T) Daftar Daerah, Terdepan dan Terluar No Provinsi Kabupaten / Kota Status 1 Kalimantan Barat 2 Kalimantan Timur 3 Sulawesi Utara 4 Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (T) Daftar Daerah T [LEMBAGA PENGELOLA DANA PENDIDIKAN] DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (T) Daftar Daerah Terdepan dan Terluar () No 6 7 Provinsi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 34/05/64/Th.XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RINCIAN PEMBIAYAAN DEKONSENTRASI TAHUN ANGGARAN 2014 BIDANG MINERAL DAN BATUBARA

RINCIAN PEMBIAYAAN DEKONSENTRASI TAHUN ANGGARAN 2014 BIDANG MINERAL DAN BATUBARA 17 2014, No.67 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

PENGAJUAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA TAHUN 2016

PENGAJUAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA TAHUN 2016 PENGAJUAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA TAHUN 2016 NO 1 1 BNN Kab. Aceh Tamiang 2 2 BNN Kab. Pidie 3 3 BNN Kab. Aceh Besar 4 4 BNN Kab. Aceh Barat 5 Aceh 5 BNN Kab. Subulussalam

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 NTP Oktober 2017 sebesar 96,75 atau naik 0,61 persen dibanding

Lebih terperinci

DAFTAR USULAN PENILAIAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA (UPDATE JANUARI 2016)

DAFTAR USULAN PENILAIAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA (UPDATE JANUARI 2016) DAFTAR USULAN PENILAIAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA (UPDATE JANUARI 2016) NO PER 1 1 BNN Kab. Aceh Tamiang 2 2 BNN Kab. Pidie 3 3 BNN Kab. Aceh Besar 4 4 BNN Kab. Aceh Barat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 13/02/64/Th.XX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR *) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2017 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mendukung

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 49/06/64/Th.XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN MEI 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Mei 2017 sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 12/02/64/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Sejarah Singkat Transmigrasi. Sejarah Singkat Transmigrasi

Sejarah Singkat Transmigrasi. Sejarah Singkat Transmigrasi 20 1 BAB IV PENUTUP Setelah membaca tulisan diatas, tampak jelas dalam transmigrasi terkandung niat mulia para Pendiri Bangsa ini dalam rangka mempertahankan eksistensi dan kehormatan negaranya. Transmigrasi

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH PENERIMA ALOKASI DANA STIMULUS FISKAL

DAFTAR DAERAH PENERIMA ALOKASI DANA STIMULUS FISKAL LAMPIRAN A1 : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 09/PRT/M/2009 TANGGAL : 17 APRIL 2009 DAFTAR DAERAH PENERIMA ALOKASI DANA STIMULUS FISKAL NO PROVINSI KABUPATEN/KOTA KET 1 N A D KABUPATEN ACEH TIMUR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 74/11/64/Th.XVIII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN OKTOBER 2015 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL DAFTAR DAERAH TERTINGGAL DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERDEPAN DAN TERLUAR (PERBATASAN) TAHUN 0 Dalam rangka pelaksanaan Beasiswa Afirmasi, Khususnya pemilihan Daerah yang termasuk dalam katagori Daerah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 37/05/64/Th.XX, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2017 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

DAFTAR USULAN VERTIKALISASI TAHUN 2016

DAFTAR USULAN VERTIKALISASI TAHUN 2016 DAFTAR USULAN VERTIKALISASI TAHUN 2016 NO 1 1 BNN Kab. Aceh Tamiang 2 2 BNN Kab. Pidie 3 3 BNN Kab. Aceh Utara 4 4 BNN Kab. Aceh Besar 5 Aceh 5 BNN Kab. Aceh Barat 6 6 BNN Kab. Subulussalam 7 7 BNN Kab.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 102/12/64/Th.XIX, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN NOVEMBER 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

DAFTAR USULAN VERTIKALISASI TAHUN 2016

DAFTAR USULAN VERTIKALISASI TAHUN 2016 DAFTAR USULAN VERTIKALISASI TAHUN 2016 NO 1 1 BNN Kab. Aceh Tamiang 2 2 BNN Kab. Pidie 3 3 BNN Kab. Aceh Utara 4 4 BNN Kab. Aceh Besar 5 Aceh 5 BNN Kab. Aceh Barat 6 6 BNN Kab. Subulussalam 7 7 BNN Kab.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 63/09/64/Th.XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN AGUSTUS 2015 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MENURUT PP 78 TAHUN 2014

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MENURUT PP 78 TAHUN 2014 ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MENURUT PP 78 TAHUN 2014 Ir. R.r. AISYAH GAMAWATI, MM SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MERLYN PARK HOTEL 23 Mei 2017 PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 REPUBLIK INDONESIA Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 17 Januari 2017 1 OUTLINE (1) Ruang Lingkup Kementerian Desa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN PERTANIAN 2. Program : Program Peningkatan Produksi Komoditas Perkebunan Berkelanjutan 3.

Lebih terperinci

Daftar Daerah Tertinggal

Daftar Daerah Tertinggal DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERDEPAN DAN TERLUAR (PERBATASAN) TAHUN 2015 Dalam rangka pelaksanaan Beasiswa Afirmasi, Khususnya pemilihan Daerah yang termasuk dalam katagori Daerah Tertinggal, Terdepan dan

Lebih terperinci

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 KAWASAN PERKEBUNAN di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 FOKUS KOMODITI 1. Tebu 2. Karet 3. Kakao 4. Kopi (Arabika dan Robusta) 5. Lada 6. Pala 7. Sagu KAWASAN TEBU

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 75/09/64/Th.XX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN AGUSTUS 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Agustus

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-18.1-/215 DS8665-5462-5865-5297 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 55/07/64/Th.XX, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JUNI 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Juni 2017 sebesar

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.5-/216 DS995-2521-7677-169 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

KAB/KOTA PRIORITAS SASARAN DIKLAT GURU PENGEMBANG MATEMATIKA JENJANG SMK TAHUN 2012

KAB/KOTA PRIORITAS SASARAN DIKLAT GURU PENGEMBANG MATEMATIKA JENJANG SMK TAHUN 2012 KAB/KOTA PRIORITAS SASARAN DIKLAT GURU PENGEMBANG MATEMATIKA JENJANG SMK TAHUN 2012 No. Provinsi Kab/Kota 1 Provinsi Nangroe Aceh Kab. Aceh Barat Darussalam Kab. Aceh Barat Daya Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh

Lebih terperinci

Daftar Instansi Pemerintah Daerah Yang Mendapatkan Formasi Khusus Tenaga Dokter PTT 2014 Keadaan sampai dengan 12 Agustus 2014

Daftar Instansi Pemerintah Daerah Yang Mendapatkan Formasi Khusus Tenaga Dokter PTT 2014 Keadaan sampai dengan 12 Agustus 2014 Daftar Instansi Pemerintah Daerah Yang Mendapatkan Formasi Khusus Tenaga Dokter PTT 2014 Keadaan sampai dengan 12 Agustus 2014 NO WILAYAH KERJA KANTOR REGIONAL I YOGYAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH Pemerintah

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

SIMPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN EVALUSI DAN RENCANA TINDAK LANJUT. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan

SIMPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN EVALUSI DAN RENCANA TINDAK LANJUT.  Direktorat Penanggulangan Kemiskinan SIMPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN EVALUSI DAN RENCANA TINDAK LANJUT http://simpadu-pk.bappenas.go.id Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Materi Paparan OVERVIEW SIMPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN AGENDA

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) No. 08/02/15/Th.IV, 1 Februari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2009 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI JAMBI SEBESAR 94,82 Pada bulan Desember 2009, NTP Provinsi Jambi untuk masing-masing

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

Tabel 2 Perkembangan dan Proyeksi Usia Harapan Hidup (UHH) Kabupaten Tertinggal KODE KABUPATEN

Tabel 2 Perkembangan dan Proyeksi Usia Harapan Hidup (UHH) Kabupaten Tertinggal KODE KABUPATEN 1101 Simeulue 62,52 62,70 62,75 62,84 62,91 62,98 63,05 63,12 63,21 63,29 63,38 63,46 63,55 63,63 63,72 1102 Aceh Singkil 63,16 64,00 64,27 64,46 64,69 64,92 65,10 65,28 65,58 65,89 66,19 66,49 66,79 67,10

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.11-/216 DS13-4386-848-854 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 KATA PENGANTAR Kegiatan Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 merupakan kerjasama antara Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG DATA SASARAN PROGRAM KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 212 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar hasil bumi merupakan hasil pertanian dan perkebunan. Hasil bumi tersebut merupakan salah satu faktor penting

Lebih terperinci

PEMBEKALAN DOKTER/DOKTER GIGI PTT PERIODE SEPTEMBER 2013 PROVINSI LULUSAN DKI JAKARTA

PEMBEKALAN DOKTER/DOKTER GIGI PTT PERIODE SEPTEMBER 2013 PROVINSI LULUSAN DKI JAKARTA PEMBEKALAN DOKTER/DOKTER GIGI PTT PERIODE SEPTEMBER 2013 PROVINSI LULUSAN DKI JAKARTA Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan 28 Agustus 2013 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i PENDAHULUAN.. 1 A Latar belakang...

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018

DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018 DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018 No. Kabupaten / Kota Provinsi 1 Aceh Singkil Aceh 2 Nias Sumatera Utara 3 Nias Selatan Sumatera Utara 4 Nias Utara Sumatera Utara 5 Nias Barat Sumatera Utara 6 Kepulauan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN SATKER LINGKUP BKP PER 11 NOVEMBER 2013

PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN SATKER LINGKUP BKP PER 11 NOVEMBER 2013 PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN SATKER LINGKUP BKP PER 11 NOVEMBER 2013 SATKER PAGU REALISASI % DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN PROVINSI DKI JAKARTA 3,025,650,000 2,207,781,900 72.97 BADAN KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-.10-0/2013 DS 5053-2593-2071-0017 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SAMBUTAN... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. SAMBUTAN... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI SAMBUTAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 4 1.3 Ruang Lingkup... 4 1.4 Tim Penyusun...

Lebih terperinci

DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) SUB BIDANG PRASARANA PEMERINTAHAN TA 2016 DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) SUB BIDANG PRASARANA PEMERINTAHAN TA 2016 DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) SUB BIDANG PRASARANA PEMERINTAHAN TA 2016 DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI OUTLINE PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAK DASAR HUKUM DAK PRASPEM DAK PRASPEM DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

NO. JUMLAH PENCA BERAT NO. JUMLAH PENCA BERAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA

NO. JUMLAH PENCA BERAT NO. JUMLAH PENCA BERAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/HUK/2010 TANGGAL : 26 APRIL 2010 TENTANG : PENETAPAN NAMA-NAMA PENYANDANG CACAT BERAT PENERIMA BANTUAN DANA JAMINAN SOSIAL TAHUN 2010 NO.

Lebih terperinci

NAMA SATKER LINGKUP BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014

NAMA SATKER LINGKUP BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014 NAMA SATKER LINGKUP BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014 NO NAMA SATKER BADAN KETAHANAN PANGAN, KEMENTERIAN PERTANIAN DKI JAKARTA 1 DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN PROVINSI DKI JAKARTA

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN PROGRAM PKP2TRANS

KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN PROGRAM PKP2TRANS KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN 2015 2019 PROGRAM PKP2TRANS Kepala Biro Perencanaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi SASARAN PEMBANGUNAN SESUAI RPJMN 2015-2019

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017 POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017 Kepala Subdirektorat Keuangan Daerah Bappenas Februari 2016 Slide - 1 KONSEP DASAR DAK Slide - 2 DAK Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

Lebih terperinci

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB I PENDAHULUAN

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-07.OT.01.03 TAHUN 2011 RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.39/MEN/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan 2007 Kerja sama Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik Jakarta, 2007 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci