ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN KERAPU MACAN DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN KERAPU MACAN DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA"

Transkripsi

1 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN KERAPU MACAN DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA SKRIPSI MEUTIA SARI SULAIMAN H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN KERAPU MACAN DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA SKRIPSI MEUTIA SARI SULAIMAN H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

3 RINGKASAN MEUTIA SARI SULAIMAN. Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan Di Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA). Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia sangat besar, baik potensi sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sesuai dengan sasaran yang diharapkan dalam Rencana Strategis (Restra 2009) Pembangunan Kelautan dan Perikanan sebanyak 9,7 juta ton, nilai ekspor perikanan US$5 miliar, konsumsi ikan penduduk 32,29 kg per kapita per tahun, dan menyediakan kesempatan kerja kumulatif sebanyak 10,24 juta orang. Mengingat potensi yang besar, salah satu kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan adalah perikanan budidaya perairan (marikultur). Perairan laut kawasan ini terdiri dari laut dangkal (shallow sea, perairan karang dalam) berupa reef flat, laguna (goba), dan teluk, serta laut lepas (deep sea) berupa selat (perairan di antara dua pulau) yang berpotensi untuk pengembangan pengusahaan laut (marikultur). Luas kawasan potensial untuk marikultur tersebut diperkirakan mencapai hektar (Soebagyo 2004). Salah satu wilayah yang memiliki kontribusi dalam produksi ikan kerapu nasional adalah perairan Kepulauan seribu. Kepulauan Seribu merupakan suatu wilayah khas yang terletak di wilayah Teluk Jakarta dengan berbagai potensi perikanan yang cukup beragam antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu karang, rumput laut, serta mangrove. Kepulauan Seribu merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk pengusahaan ikan kerapu macan karena memiliki pantai berkarang yang luas. Pantai dengan karakteristik seperti ini merupakan habitat yang paling baik bagi ikan kerapu. Menurut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL IPB, 2004), potensi pengusahaan ikan kerapu di Kepulauan Seribu seluas 359,49 hektar yang tersebar di Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau Harapan, Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari, dan Kelurahan Pulau Panggang. Meskipun memiliki prospek yang baik dan potensi sumberdaya alam yang mendukung, pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA masih belum banyak dilakukan oleh masyarakat, mengingat kecilnya peluang keberhasilan kegiatan pengusahaan ini, maka masyarakat Pulau Panggang memilih sebagai nelayan dan pedagang. Pengusahaan ikan kerapu, khususnya ikan kerapu macan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Pulau Pangang masih diusahakan dalam skala kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kendala yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang. Kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah modal yang besar untuk membiayai investasi dalam jangka panjang serta resiko usaha pada kegiatan pengusahaan ikan kerapu macan. Hal ini disebabkan adanya ketakutan pihak perbankan maupun investor selaku pemilik modal mengenai tingkat keberhasilan pengusahaan ikan kerapu macan khususnya dengan sistem KJA. Kendala yang kedua adalah ketersediaan bibit ikan kerapu macan di Kepulauan Seribu,

4 khususnya Pulau Panggang yang belum mampu dipenuhi oleh pihak pemasok bibit yang ada di Kepulauan Seribu. Berdasarkan keadaan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah KJA yang ada di Pulau Panggang saat ini layak atau tidak untuk diusahakan jika dilihat dari aspek finansial dan non finansial yang dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek lingkungan. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di atas yaitu dengan melakukan pengembangan usaha pengusahaan yang terintegrasi dilakukan meliputi kegiatan pemdederan dan pembesaran. Integrasi usaha ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan petani dari hasil tangkapan di laut, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan usaha serta memberikan manfaat yang optimum. Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial, secara umum usaha budidaya ikan kerapu macan pada kondisi saat ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan aspek pasar, peluang pasar masih terbuka karena permintaan yang tinggi. Berdasarkan aspek teknis, kegiatan budidaya ikan kerapu macan menggunakan teknologi dan peralatan relatif sederhana seperti budidaya perikanan pada umumnya. Berdasarkan aspek manajemen, budidaya ikan kerapu macan dapat dilakukan secara perseorangan dan tidak memerlukan organisasi yang kompleks. Berdasarkan aspek sosial, budidaya ikan kerapu macan mampu menyerap tenaga kerja, memanfaatkan lahan, dan ramah terhadap lingkungan Ikan kerapu macan merupakan komoditi perikanan yang dapat dipengusahaankan dan memiliki prospek yang cerah. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan. Pengusahaan ikan kerapu macan yang dijalankan oleh nelayan budidaya layak untuk dijalankan. Pengusahaan ikan kerapu macan baik usaha pendederan, pembesaran, dan pendederan dan pembesaran semua mendatangkan keuntungan. Namun jenis penggusahaan yang paling banyak memberikan keuntungan paling besar adalah skenario III (pendederan dan pembesaran). Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV skenario III (pendederan dan pembesaran) > NPV skenario II (pembesaran), dan skenario I (pendederan). Begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR, dan payback periode. Jika dilihat dari analisis switching value skenario II (pembesaran) adalah jenis usaha yang paling peka terhadap perubahan penurunan harga jual sebesar 3,62 persen dan penurunan SR sebesar 3,76 persen. Sementara harga pakan (pelet) tidak terlalu berpengaruh karena ikan kerapu macan yang dipengusahaankan tidak diberi pakan buatan (pelet), sehingga tidak tergantung pada satu jenis pakan.

5 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN KERAPU MACAN DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA MEUTIA SARI SULAIMAN H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

6 Judul Skripsi Nama NRP : Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan Di Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta : Meutia Sari Sulaiaman : H Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan Di Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2010 Meutia Sari Sulaiman H

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan Di Kepulauan seribu Provinsi DKI Jakarta). Melalui skripsi ini, penulis mencoba memberikan gambaran dalam mencari alternatif untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan dengan sistem keramba jaring apung melalui pendekatan teori kelayakan usaha. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam penyajian materi maupun ide-ide pokok yang penulis sampaikan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan selanutnya pada masa yang akan datang serta tercipanya penelitian lanjutan atau pendalaman mengenai kelayakan pengusahaan buidaya ikan kerapu macan. Ahirnya, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, April 2010 Meutia Sari Sulaiman

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bireuen, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 15 Februari 1986, merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Sulaiman dan Ibu Jamaliah Arzy. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanan YWKA Kota Banda Aceh tahun 1993, kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah dasar di SD Negeri 11 Kota Banda Aceh tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Kota Banda Aceh dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) AL-AZHAR Medan dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Dioploma III Manajemen Bisnis Perikanan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakulktas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dan lulus pada tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama menempuh pendidikan di Insitut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif dalam organisasi mahasiswa, pada tahun 2005 menjadi Wasekum Kekaryaan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Perikanan (HMI), dan tahun 2008 menjadi Wasekum PAO Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor.

10 UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Dra. Yusalina, Msi yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 4. Tintin Sarianti, SP. MM selaku dosen evaluator pada saat kolokium. 5. Ayah dan ibunda saya tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam segala hal, terutama dalam doa, nasehat, dan bimbingannya. Buat adik-adikku tersayang Agus, Raja, Intan, dan bila yang selalu memberikan motivasi, semangat dan juga doa. Serta buat Hattan Agus Kurniawan, SPi, terimakasih atas motivasi, doa, dan kasih sayang yang diberikan selama ini. 6. Taman Nasional Kepulauan Seribu yang telah banyak membantu dalam memfasilitasi komunikasi langsung dan tidak langsung dengan para nelayan budidaya ikan kerapu di lokasi penelitian. 7. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB yang telah memberikan informasi primer dan sekunder pada penelitian ini 8. Sahabat saya Wastin Hutabarat atas kesediannya sebagai pembahas seminar. 9. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan dan sekitarnya (IMMAM) Bogor, Bang Amril, Dwi, Endrif, Riri, Bayu, Indana, Wira, Anggi, dan pengurus lainnya terimakasih atas silaturrahmi yang dijalin selama ini. 10. Teman-teman JOGLO, Sifa, Ester, Olive, Dmitri, dan Bu Uket terimakasih atas perkawanan yang telah dibangun selama ini. 11. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan III, Ivo, Benri, Angga, Dira, Oom, Dyan, Ocha, Wiwin atas semangat dan sharing

11 selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang membacanya dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan tntunan dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya. Bogor, April 2010 Meutia Sari Sulaiman

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Manfaat Penelitian... 9 II TINJAUAN PUSTAKA Perikanan Laut di Indonesia Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu Ciri-Ciri Morfologi Ikan Kerapu Jenis-Jenis Ikan Kerapu Prospek Budidaya Ikan Kerapu Budidaya Ikan Kerapu Keramba Jaring Apung Budidaya Ikan Kerapu dengan Sistem KJA Karakteristik Lokasi Budidaya Tinjauan Penelitian Terdahulu III KERANGKA PENDEKATAN STUDI Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Biaya dan Manfaat Analisis Rugi Laba Kriteria Kelayakan Investasi Analisis Switching Value Kerangka Pemikiran Konseptual IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode Analisis Data Analisis Kelayakan Investasi Net Present Value (NPV) Net Benefit-Cost Rasio (Net B/C Ratio) Internal Rate Rasio (IRR) Tingkat Pengembalian Investasi (Payback periode) Analisis Sensitivitas Asumsi Dasar... 44

13 Halaman V KEADAAN UMUM WILAYAH Kondisi Umum Budidaya Laut di Kepulauan Seribu Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Luas Wilayah dan Administrasi Potensi sumberdaya Manusia Karakteristik Masyarakat Kelurahan Pulau Panggang Sarana dan Prasarana Nelayan dan Pembudidaya di Pulau Panggang VI ANALISIS KELAYAKAN NON FINANSIAL Analisis Aspek Pasar Hasil Analisis Aspek Pasar Aspek Teknis Pemilihan Lokasi Keramba Jaring Apung Teknik Budidaya Ikan Kerapu Macan Sistem KJA Persiapan Wadah Pemeliharaan Penebaran Bibit Pemberian Pakan Penyortiran (Sampling) Perbaikan dan Pembersihan Waring Pemanenan Hasil Kelayakan Aspek Teknis Aspek Manajemen Aspek Sosial Aspek Lingkungan Hasil Analisis Dampak Lingkungan VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis Kelayakan Finansial Analisis Hasil Inflow Skenario I Analisis Hasil Inflow Skenario II Analisis Hasil Inflow Skenario III Analisis Hasil Outflow Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Tidak Tunai Keuntungan Proyeksi Cash Flow Kriteria Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Investasi Usaha Skenario I Analisis Kelayakan Investasi Usaha Skenario II Analisis Kelayakan Investasi Usaha Skenario III Analisis Sensitivitas... 78

14 VIII Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 84

15 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi Perikanan Budidaya menurut Komoditas Utama Tahun Nilai Produksi Perikanan Tangkap di Laut berdasarkan Jenis Ikan Tahun Produksi Ikan Kerapu Nasuinal Tahun Matriks Kesesuaian untuk Cage Culture (KJA) Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Nama, Luas dan Peruntukan Pulau-Pulau di Kelurahan Pulau Panggang Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Kelurahan Pulau Panggang Tahun Komposisi Penduduk di Kelurahan pulau Panggang menurut Mata Pencaharian Tahun Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pulau Panggang, Tahun Kondisi Fisik, Kimia Pulau-Pulau di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu Aturan Pemberian Pakan Ikan Rucah untuk Ikan Kerapu Macan Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Ikan Kerapu Macan Skenario I (Pendederan) Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Ikan Kerapu Macan Skenario II (Pembesaran) Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Ikan Kerapu Macan Skenario III (Pendederan dan Pembesaran) Komponen Biaya Investasi Komponen Biaya Produksi Skenario I Perdua Bulan Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan Skenaio I Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan Skenario II Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan Skenario III Komponen Biaya Tetap Pada KJA Skenario I dan II Komponen Biaya Tetap Pada KJA Skenario III Penyusutan KJA Pada Skenario I, II, III... 73

16 23. Nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Periode (PP) pada Skenario I Nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Periode (PP pada Skenario II Nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Periode (PP) pada Skenario III Analisis Switching Value terhadap Pengusahaan Ikan Kerapu Macan... 79

17 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Ikan Kerapu Bebek Ikan Kerapu Sunu Ikan Kerapu Lumpur Ikan Kerapu Macan Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan Rantai Pemasaran Ikan Kerapu Macan Hasil Pembesaran Pengusahaan Ikan Kerapu Macan Pakan Alami (Rucah) Ikan Kerapu Macan... 60

18 LAMPIRAN

19 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Rugi Laba Usaha Ikan Kerapu Macan Skenario I Rugi Laba Usaha Ikan Kerapu Macan Skenario II Rugi Laba Usaha Ikan Kerapu Macan Skenario III Analisis Cash Flow Skenario I Analisis Cash Flow Skenario II Analisis Cash Flow Skenario III Analisis Switching Value Skenario I Penurunan Harga Jual Analisis Switching Value Skenario II Penurunan Harga Jual Analisis Switching Value Skenario III Penurunan Harga Jual Analisis Switching Value Skenario I Kenaikan Harga Bibit Analisis Switching Value Skenario II Kenaikan Harga Bibit Analisis Switching Value Skenario III Kenaikan Harga Bibit Analisis Switching Value Skenario I Penurunan SR Analisis Switching Value Skenario II Penurunan SR Analisis Switching Value Skenario III Penurunan SR... 99

20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia sangat besar, baik potensi sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional yang harus dikelola dengan baik. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan mampu mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi perikanan sebagai penghasil devisa negara. Sesuai dengan sasaran yang diharapkan dalam Rencana Strategis (Restra 2009) Pembangunan Kelautan dan Perikanan sebanyak 9,7 juta ton, nilai ekspor perikanan US$5 miliar, konsumsi ikan penduduk 32,29 kg per kapita per tahun, dan menyediakan kesempatan kerja kumulatif sebanyak 10,24 juta orang. Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi perikanan salah satunya dapat dilakukan melalui kegiatan pengusahaan. Pengusahaan merupakan kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan (growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik, sehingga diperoleh keuntungan (Effendi, 2004). Mengingat potensi yang besar, salah satu kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan adalah perikanan budidaya perairan (marikultur). Perairan laut kawasan ini terdiri dari laut dangkal (shallow sea, perairan karang dalam) berupa reef flat, laguna (goba), dan teluk, serta laut lepas (deep sea) berupa selat (perairan di antara dua pulau) yang berpotensi untuk pengembangan pengusahaan laut (marikultur). Luas kawasan potensial untuk marikultur tersebut diperkirakan mencapai hektar (Soebagyo 2004). Pemenuhan kebutuhan di masa akan datang salah satunya adalah melalui kegiatan pengusahaan. Pengusahaan ikan dapat mengisi kesenjangan permintaan dengan pasokan penawaran. Saat ini pemerintah telah menerapkan kebijakan dalam pengembangan perikanan pengusahaan melalui Pengembangan Kawasan Komoditas Unggulan, tujuannya adalah untuk memacu pengusahaan bagi sepuluh komoditas unggulan termasuk di dalamnya ikan kerapu. Ikan kerapu adalah salah satu jenis komoditas unggulan yang harus diusahakan, karena ikan kerapu macan khususnya sudah mengalami over fishing akibat kelebihan tangkap yang dilakukan oleh para nelayan tangkap. 1

21 Ikan kerapu juga sangat diminati karena memiliki tekstur daging yang lembut dan nilai gizi yang tinggi. Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan produksi perikanan pengusahaan menurut komoditas utama produksi ikan kerapu meningkat 9,52 persen (Tabel 1). Tabel 1. Produksi Perikanan Pengusahaan Menurut Komoditas Utama Tahun Rincian Tahun *) Kenaikan Rata-Rata (%) Patin 23,620 32,572 31,490 36,755 52, Rumput Laut 410, ,636 1,374,462 1,728,475 1,944, Nila 107, , , , , Gurame 23,758 25,442 28,710 35,708 37, Bandeng 241, , , , Lele 51,771 69,386 77,272 91, , Kerapu 6,552 6,493 4,021 8,035 8, Kekerangan 12,991 16,348 18,896 15,623 16, Ikan mas 192, , , , ,100 10, Udang 238, , , , , Kakap 4,663 2,935 2,183 4,418 4, Kepiting 3,015 4,583 5,525 6,631 7, Lainnya 161, , , , , Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2009 Salah satu wilayah yang memiliki kontribusi dalam produksi ikan kerapu nasional adalah perairan Kepulauan seribu. Kepulauan Seribu merupakan suatu wilayah khas yang terletak di wilayah Teluk Jakarta dengan berbagai potensi perikanan yang cukup beragam antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu karang, rumput laut, serta mangrove. Sebagai wilayah Kabupaten di dalam DKI Jakarta, maka Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu banyak memiliki karakteristik yang memerlukan pendekatan khusus dalam proses pembangunannya. Beberapa karakteristik tersebut adalah : (1) Wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu adalah wilayah kepulauan yang terdiri dari 110 2

22 buah pulau-pulau sangat kecil dan perairan yang luas; (2) Penduduk yang menempati hanya 11 pulau pemukiman yang terpencar dari selatan ke utara dan hampir semua warga pendatang; dan (3) Alternatif kegiatan pembangunan yang relatif terbatas yaitu utamanya perikanan tangkap dan pariwisata dan lain-lain (Sudin Perikanan dan Kelautan 2009). Kepulauan Seribu merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk pengusahaan ikan kerapu macan karena memiliki pantai berkarang yang luas. Pantai dengan karakteristik seperti ini merupakan habitat yang paling baik bagi ikan kerapu. Menurut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL IPB, 2004), potensi pengusahaan ikan kerapu di Kepulauan Seribu seluas 359,49 hektar yang tersebar di Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau Harapan, Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari, dan Kelurahan Pulau Panggang. Kondisi fisik di pulau-pulau di atas sangat baik untuk pengusahaan ikan kerapu macan, terutama pengusahaan dengan mengunakan keramba jaring apung (KJA). Pemanfaatan lahan ini diharapakan dapat menjadi alternatif mata pencaharian penduduk di Kepulauan Seribu yang mayoritas pekerjaannnya adalah nelayan tangkap. Kegiatan pengembangan komoditas ikan kerapu macan sebagai salah satu usaha perikanan, perlu dilakukan pengkajian mengenai kelayakan finansial pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengusahaan ikan kerapu macan yang dilakukan oleh kelompok tani Sea farming mampu memberikan keuntungan serta menganalisis apakah usaha telah memenuhi kriteria investasi, sehingga layak dikembangkan di masa yang akan datang. Ikan konsumsi yang paling banyak ditangkap oleh nelayan di perairan Kepulauan Seribu adalah ikan karang jenis ikan kerapu (famili Serranidae), salah satunya ikan kerapu macan. Menurut data yang dioperoleh dari Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP) hasil tangkapan terbesar yang ditangkap oleh nelayan Kepulauan Seribu yaitu ikan kerapu macan sebesar 45,57 persen, sedangkan untuk persentase jumlah penangkapan ikan kerapu di laut yang mengalami peningkatan tertinggi yaitu ikan kerapu bebek sebesar 169,05 persen pada tahun Bila dilihat dari keseluruhan hasil penangkapan ikan kerapu dari 3

23 tahun 2007 hingga tahun 2009 (Tabel 2), namun ada kecenderungan menurun. Kecenderungan penurunan produksi ikan kerapu hasil tangkapan diduga terjadi akibat adanya kelebihan tangkap (over fishing). Hal ini menjadi dasar pemikiran bahwa alternatif produksi harus dialihkan pada usaha pengusahaan. Tabel 2. Nilai Produksi Perikanan Tangkap di Laut Berdasarkan Jenis Ikan Tahun Tahun Jenis Ikan 2007 (Ton) 2008 (Ton) 2009 (Ton) Growth (%) Kerapu Macan Kerapu Bebek Kerapu Balong Lumpur (15.33) Sunu Jumlah Keterangan : - (Data Tidak Tersedia) Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2009 Kegiatan pengembangan marikultur saat ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu sedang mempelopori pengembangan pengusahaan laut percontohan skala besar di empat pulau untuk dijadikan areal pengusahaan rumput laut dengan sistem longline dan pengusahaan ikan kerapu dengan sistem KJA (Keramba Jaring Apung) oleh masyarakat, terutama penduduk Pulau Panggang (Sudin Perikanan Kepulauan Seribu 2009). Ikan kerapu digolongkan dalam komoditas terpenting dan telah banyak informasi berbagai aspek dalam pemeliharaannya sebagai komoditas pengusahaan. Dari jenis-jenis ikan kerapu, ikan kerapu macan memiliki kelebihan dibandingkan ikan kerapu jenis lain. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi karena mempunyai daging yang lezat, bergizi tinggi dan mengandung asam lemak tak jenuh. Tingginya permintaan pasar terhadap ikan kerapu macan, sehingga pengusahaan ikan kerapu macan harus dilakukan. Indonesia merupakan produsen ikan kerapu terbesar kedua dengan pertumbuhan produksi 14,7 persen per tahun. Produksi kerapu di Indonesia sebgian besar berasal dari penangkapan langsung di laut. Menurut Departemen 4

24 Kalautan dan Perikanan, (2009) penawaran ikan kerapu pengusahaan hanya sekitar ton atau sekitar 16,45 persen. Budidaya ikan kerapu macan merupakan kegiatan yang dapat dikembangkan di Pulau Panggang. Ikan kerapu merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan yang cukup tinggi di samping harganya yang cukup mahal (di atas Rp per kilogram). Nilai produksi ikan kerapu nasional yang cukup besar dapat dilihat pada (Tabel 3) di mana ikan kerapu karang mulai tahun 2004 sampai tahun 2005 meningkat sebesar ton atau 11,03 persen, walaupun pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar ton atau 73,22 persen dari produksi tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2005 sebesar ton. Adanya peningkatan produksi ikan kerapu karang setiap tahunnya membuktikan bahwa permintaan ikan kerapu karang sangat diminati oleh pasar. Lain halnya dengan jenis ikan kerapu lainnya, pada Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi ikan kerapu lainnya selain ikan kerapu karang tidak menunjukkan perbedaan jumlah produksi yang besar setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan pasar selain ikan kerapu karang kurang diminati oleh pasar. Sehingga produksi ikan kerapu lainnya kurang diusahakan. Jumlah produksi ikan kerapu nasional dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Ikan Kerapu Nasional Tahun Jenis Ikan Kerapu Karang 2004 (Ton) 2005 (Ton) 2006 (Ton) Tahun 2007 (Ton) 2008 (Ton) 2009 (Ton) Kerapu Bebek Kerapu Balong Lumpur Sunu Keterangan : - (Data Tidak Tersedia) Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan,

25 Ikan kerapu hasil pengusahaan juga memiliki keunggulan dibandingkan dengan hasil tangkapan langsung di laut. Keunggulan yang pertama adalah ukuran ikan yang seragam, yang memungkinkan pengusahaan untuk memanen ikan pada saat ukuran panen per konsumsi yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi yaitu yaitu pada saat ikan berbobot 0,5 kg. Kedua adalah pasokan ikan kerapu hasil pengusahaan dapat terus tersedia karena dapat diatur masa penanaman dan panen sesuai dengan kebutuhan pasar. 1.2 Perumusan Masalah Sejarah peradaban manusia menyebutkan bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan kegiatan berburu dan seiring dengan meningkatnya populasi maka kegiatan menangkap ikan di perairan umum merupakan mata pencaharian utama nelayan. Jumlah hasil tangkapan yang berasal dari laut dan penangkapan di perairan umum, pada periode tahun 1997 sampai dengan tahun 2007 meningkat rata-rata sebesar 2,59 persen per tahun, yaitu tahun 1997 sebanyak ton menjadi ton pada tahun 2007 (Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2007). Besarnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan hasil tangkapan alam dapat mengakibatkan punahnya suatu komoditas tertentu, oleh sebab itu pemerintah mengalihkan kegiatan penangkapan pada kegiatan pengusahaan. Pengusahaan perikanan merupakan salah satu subsektor dari peikanan. Sektor pengusahaan telah berkembang menjadi sektor usaha yang memiliki peranan penting terutama sebagai sumber lapangan kerja, sumber bagi pendapatan masyarakat serta sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani dari masyarakat. Salah satu pengusahaan perikanan yang telah dikembangkan di Kepulauan Seribu adalah pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Ikan kerapu macan merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan. Pemanfaatan daerah laut dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) untuk pengusahaan ikan kerapu macan ini, mendatangkan manfaat bagi warga sekitar. Manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar yang berupa hasil dari pengusahaan ikan kerapu 6

26 dan secara tak langsung berupa hasil yang didapat dari penjualan ikan kerapu yang dilakukan oleh pengumpul lokal, penjualan pakan yang berupa ikan rucah. Kondisi perikanan di Pulau Panggang yang dimanfaatkan oleh masyarakat ini sangat menarik untuk dipelajari dan dikaji, sejauh mana manfaat yang diterima masyarakat Pulau Panggang pada umumnya dengan adanya kegiatan usaha ikan kerapu macan. Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Panggang memiliki prospek yang mendukung untuk kegiatan pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Sumberdaya alam berupa pantai berkarang yang merupakan habitat kerapu yang sangat cocok untuk pengusahaan dengan sistem KJA merupakan nilai tambah bagi perairan Kepulauan Seribu. Meskipun memiliki prospek yang baik dan potensi sumberdaya alam yang mendukung, pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA masih belum banyak dilakukan oleh masyarakat, mengingat kecilnya peluang keberhasilan kegiatan pengusahaan ini, maka masyarakat Pulau Panggang memilih sebagai nelayan dan pedagang. Pengusahaan ikan kerapu, khususnya ikan kerapu macan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Pulau Pangang masih diusahakan dalam skala kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kendala yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang. Kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah modal yang besar untuk membiayai investasi dalam jangka panjang serta resiko usaha pada kegiatan pengusahaan ikan kerapu macan. Hal ini disebabkan adanya ketakutan pihak perbankan maupun investor selaku pemilik modal mengenai tingkat keberhasilan pengusahaan ikan kerapu macan khususnya dengan sistem KJA. Kendala yang kedua adalah ketersediaan bibit ikan kerapu macan di Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang yang belum mampu dipenuhi oleh pihak pemasok bibit yang ada di Kepulauan Seribu. Berdasarkan keadaan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah KJA yang ada di Pulau Panggang saat ini layak atau tidak untuk diusahakan jika dilihat dari aspek finansial dan non finansial yang dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek lingkungan. 7

27 Aspek finansial dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya dan pemasukan untuk pengusahaan kerapu sistem KJA sehingga dapat diketahui apakah pengusahaan di atas layak atau tidak secara finansial. Aspek teknis dilakukan untuk mengetahui apakah apakah lokasi KJA yang dipilih layak atau tidak dilihat dari segi kondisi alam dan ketersediaan input yang digunakan dalam usaha. Aspek pasar perlu dianalisis untuk mengetahui berapa besar tingkat permintaan dan penawaran ikan kerapu macan di pasar sehingga dapat diketahui peluang pasar yang dapat diraih. Oleh karena itu, kegiatan pengusahaan ikan kerapu macan di KJA dapat lebih dioptimalkan dengan melakukan pengembangan usaha yang terkait seperti usaha pendederan ikan kerapu macan dan pembesaran ikan kerapu macan. Namun demikian keterbatasan sumberdaya yang dimiliki tentunya akan mendorong untuk melakukan berbagai kombinasi pengusahaan ikan kerapu. Kombinasi tersebut dapat meliputi 1) usaha pendederan ikan kerapu macan; 2) usaha pembesaran ikan kerapu macan; dan 3) usaha pendederan dan pembesaran ikan kerapu macan. Beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi : 1) Bagaimana kelayakan non finansial pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem keramba jaring apung (KJA) dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan lingkungan? 2) Bagaimana kelayakan aspek finansial pengusahaan ikan kerapu macan di KJA? 3) Bagaimana tingkat kepekaan pengusahaan ikan kerapu macan di KJA terhadap penurunan harga output dan peningkatan harga input? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian tersebut adalah: 1) Menganalisis kelayakan non finansial pengusahaan ikan kerapu macan keramba jaring apung (KJA) dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan lingkungan. 2) Menganalisis kelayakan aspek finansial pengusahaan ikan kerapu macan di KJA. 8

28 3) Menganalisis tingkat kepekaan pengusahaan ikan kerapu macan di KJA terhadap penurunan harga output dan peningkatan harga input. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada penilaian kelayakan aspek non finansial dan aspek finansial. Penelitian ini dilakukan pada tiga skenario, yaitu pendederan ikan kerapu macan, pembesaran ikan kerapu macan, dan kombinasi dari pendederan dan pembesaran ikan kerapu macan. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1) Masyarakat Pulau Panggang sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan usaha maupun pengembangan pengusahaan ikan kerapu macan. 2) Calon investor/pengusaha sebagai bahan pertimbangan sebelum berinvestasi pada usaha pengusahaan ikan kerapu macan dengan sisitem KJA. 3) Pihak-pihak yang terkait khusunya Suku Dinas Perikanan Kepulauan Seribu untuk membantu mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang dalam pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. 4) Mahasiswa sebagai bahan pertimbangan untuk menambah wawasan dan pengalaman mengenai pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. 9

29 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Laut di Indonesia Secara garis besar, perikanan dibedakan menjadi dua jenis yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya baik di darat maupun di laut. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang melalukan penangkapan terhadap hewan air dan tumbuhan air. Perikanan budidaya adalah kegiatan ekonomi yang melibatkan manusia dalam pengusahaankan hewan dan tumbuhan air. Menurut DKP (2005), sumberdaya perikanan di Indonesia dibagi menjadi dua wilayah perairan yaitu : (1) Perairan barat yang meliputi perairan : Selat Malaka, Timur Sumatra, Laut Jawa, Laut Cina Selatan, dan Timur Kalimantan; dan (2) Perairan timur yang meliputi perairan: Sulawesi, Irian, Maluku, Nusa Tenggara, dan Lautan Banda. Karakteristik perairan Barat Indonesia ditandai dengan perairan yang subur (banyak terdapat fitoplankton), dangkal dan sumberdaya ikan yang dominan adalah ikan domersal dan palagis kecil. Ikan palagis besar hanya terdapat di barat Sumatra, Selatan Jawa, dan Selat Makasar. Di perairan Timur Indonesia, ikan dominan adalah ikan palagis besar. Akibat dari over fishing, saat ini jumlah ikan di perairan Barat Indonesia lebih rendah dibandingkan perairan Timur. Daerah lain yang mengalami over fishing adalah perairan Utara Jawa, Selat Malaka, dan Selat Bali. Pada perairan Timur Indonesia hanya udang saja yang telah dieksplorasi dalam jumlah besar, seperti di perairan Laut Arafura dan Papua. 2.2 Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu Nama ikan kerapu dalam pergaulan internasional kerapu dikenal dengan grouper atau trout, mempunyai sekitar 46 spesies yang tersebar di berbagai jenis habitat. Spesies tersebut, dapat dikelompokkan ke dalam tujuh genus meskipun hanya tiga genus yang sudah diusahakan dan menjadi jenis komersial yaitu genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus. Spesies kerapu komersial Chromileptes altivelis termasuk jenis Serranidae, ordo Perciformes. Jenis kerapu ini disebut juga polka dot grouper atau hump backed rocked atau dalam bahasa lokal sering disebut ikan kerapu macan. Ciri-ciri tubuh adalah berwarna dasar 10

30 abu-abu dengan bintik hitam. Daerah habitatnya meliputi Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Bangka, Lampung dan kawasan perairan berterumbu karang. Kerapu Sunu (coral trout) sering ditemukan hidup di perairan berkarang. Warna tubuh merah atau kecoklatan sehingga disebut juga kerapu merah, yang warnanya bisa berubah apabila dalam kondisi stres. Mempunyai bintik-bintik biru bertepi warna lebih gelap. Daerah habitat tersebar di perairan Kepulauan Karimunjawa, Kepulauan Seribu, Lampung Selatan, Kepulauan Riau, Bangka Selatan, dan perairan terumbu karang. Kerapu Lumpur atau estuary grouper (Epinephelus spp) mempunyai warna dasar hitam berbintik-bintik sehingga disebut juga kerapu hitam. Spesies ini paling banyak diusahakan karena laju pertumbuhannya yang cepat dan benih relatif lebih banyak ditemukan. Daerah habitat banyak ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kepulauan Seribu. Lampung, dan daerah muara sungai. Ikan kerapu dapat diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Ghufran 2001) Filum : Chordata Klas : Pisces Ordo : Perciformes Famili : Serranidae Genus : Cromileptes Spesies : Cromileptes altivelis Genus : Plectropoma Spesies : Plectropoma maculatus, P. Leopardus, dan P.oligacanthus Genus : Epinephelus Spesies : Epinephelus suillus, E.malabaricus, E.fuscoguttatus, E.merra, dan E.maculatus. Ikan kerapu biasa disebut goropa atau kasai, semua spesies tersebut, ternyata berasal dari tujuh genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Plectropoma, Epinephelus, dan Varicla. Dari tujuh genus tersebut, genus Cromileptes, Plectropoma, dan Epinephelus merupakan 11

31 golongan kerapu komersial bernilai ekonomi tinggi, yang diusahakan melalui penangkapan di alam maupun pengusahaan (Ghufran 2001). Ikan kerapu merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di perairan karang, di antaranya pada celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan (DKP 2004). Secara umum, ikan kerapu memiliki kepala yang besar, mulut lebar, dan tubuhnya ditutupi sisik-sisik kecil. Bagian tepi operculum, bergerigi dan terdapat duri-duri pada operculum. Letak dua sirip punggungnya (yang pertama berbentuk duri-duri), terpisah. Semua jenis kerapu mempunyai tiga duri pada sirip dubur dan tiga duri pada bagian tepi operculum (Ghufran 2001). Ikan kerapu dikenal sebagai ikan pemangsa (predator) yang memangsa jenis-jenis ikan kecil, zooplankton, dan udang-udang kecil lainnya. Ikan kerapu bersifat hermaphrodit protogynous (hermaprodit protogini), yang berarti setelah mencapai ukuran tertentu, akan berganti kelamin (changce sex) dari betina menjadi jantan. Selain itu ikan kerapu tergolong jenis ikan yang bersifat hermaphrodit synchroni, yaitu di dalam satu gonad satu individu ikan, terdapat sel seks betina dan sel seks jantan yang dapat masak dalam waktu yang sama, sehingga ikan dapat mengadakan pembuahan sendiri dan dapat pula tidak. Ikan kerapu merupakan ikan berukuran besar, yang bobotnya dapat mencapai 450 kg atau lebih. Jenis ikan kerapu ini terdapat di berbagai perairan antara lain di Afrika, Taiwan, Filipina, Malaysia, Australia, Indonesia, dan Papua Nugini. Sementara di Indonesia, kerapu ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kepulauan Seribu, Lampung, dan daerah muara sungai (Ghufran 2001) Ciri-Ciri Morfologi Ikan Kerapu Ciri-ciri morfologi ikan kerapu adalah sebagai berikut (Wardana 1994): 1) Bentuk tubuh pipih, yaitu lebar tubuh lebih kecil daripada panjang dan tinggi tubuh. 2) Rahang atas dan bawah dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat. 3) Mulut lebar, serong ke atas dengan bibit bawah yang sedikit menonjol melibihi bibir atas. 12

32 4) Serip ekor berbentuk bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang di mana bagian yang berjari-jari keras kurang lebih sama dengan yang berjari-jari lunak. 5) Posisi sirip perut berada di bawah sirip dada. 6) Badan ditutupi sirip kecil yang bersisik stenoid Jenis-Jenis Ikan Kerapu 1) Kerapu Bebek Kerapu bebek sering disebut sebagai kerapu tikus, di pasaran Internasional dikenal dengan nama polka-dot grouper, namun ada pula yang menyebutnya hump-backed rocked. Ikan kerapu bebek ini berbentuk pipih dan warna dasar kulit tubuhnya abu-abu dengan bintik-bintik hitam di seluruh permukaan tubuh. Kepala berukuran kecil dengan moncong agak meruncing. Kepala yang kecil mirip bebek menyebabkan jenis ikan ini populer disebut kerapu bebek, namun ada yang menyebutnya sebagai kerapu tikus, karena bentuk moncongnya yang meruncing menyerupai moncong tikus (Gambar 1). Gambar 1. Ikan Kerapu Bebek Ikan kerapu macan dikategorikan sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya telah mencapai 0,5 kg 2 kg per ekor. Selain dijual sebagai ikan konsumsi, ikan kerapu macan juga dapat dijual sebagai ikan hias dengan nama grace kelly. Ikan kerapu macan memiliki bentuk sirip yang membulat. Sirip punggung tersusun dari 10 jari-jari keras dan 19 jari-jari lunak. Pada sirip dubur, terdapat 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari lunak. Ikan ini bisa mencapai panjang tubuh 70 cm atau lebih, namun yang dikonsumsi, umumnya berukuran 30 cm 50 13

33 cm. Ikan kerapu macan tergolong ikan buas yang memangsa ikan-ikan dan hewan-hewan kecil lainnya. Ikan kerapu macan merupakan salah satu ikan laut komersial yang mulai diusahakan baik dengan tujuan pembenihan maupun pembesaran. 2) Kerapu Sunu Ikan kerapu sunu biasa pula disebut sebagai ikan sunu atau ikan lodi. Ada dua jenis kerapu sunu yang dikenal sebagai ikan laut komersial, yaitu jenis Plectropoma maculatus atau populer dengan sebutan spotted coral trout dan jenis Plectropoma leopardus atau populer dengan sebutan leopard coral trout. Kerapu sunu memiliki tubuh agak bulat memanjang, dengan jari-jari keras pada sirip punggungnya. Warna tubuh sering mengalami perubahan tergantung pada kondisi lingkungan. Perubahan warna tubuh terjadi jika ikan dalam keadaan stres. Tubuh sering berwarna merah atau kecokelatan, sehingga kadang juga disebut kerapu merah atau kasai makot (Gambar 2). Gambar 2. Ikan Kerapu Sunu Tubuhnya terdapat bintik-bintik berwarna biru, dengan tepi gelap dan ada enam pita berwarna gelap, kadang-kadang tidak nampak. Ikan kerapu sunu jenis P.maculatus, mempunyai bintik yang tidak seragam, sedangkan jenis P. Leopardus, mempunyai bintik-bintik yang seragam. 3) Kerapu Lumpur Disebut sebagai kerapu lumpur, karena ikan ini betah hidup di dasar perairan. Nama lain dari jenis ikan kerapu ini adalah kerapu balong, estuary grouper, atau sering pula disebut kerapu hitam, walaupun sebenarnya memiliki warna dasar abu-abu dan berbintik-bintik. Ikan kerapu lumpur ini terdiri atas 14

34 beberapa macam, namun yang bernilai ekonomis tinggi dan telah umum diusahakan adalah Epinephelus suillus dan Epinephelus malabaricus. Jenis E. suillus memiliki tubuh berwarna abu-abu gelap dengan kombinasi bintik cokelat dan lima garis menyerupai pita gelap samar yang memanjang pada tubuhnya (Gambar 3). Gambar 3. Ikan Kerapu Lumpur Ikan kerapu lumpur banyak diusahakan karena pertumbuhannya cepat dan benihnya paling mudah diperoleh di laut, terutama pada musim-musim tertentu sedangkan jenis E. Malabaricus, memiliki tubuh dengan warna dasar abu-abu agak muda dengan bintik hitam kecil. Habitat ikan kerapu lumpur ada di kawasan terumbu karang, perairan berpasir, dan bahkan hutan mangrove, serta muaramuara sungai. Ikan kerapu lumpur ukuran konsumsi biasanya memiliki bobot tubuh berkisar antara 400 g g per ekor. 4) Kerapu Macan Bentuk ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mirip dengan kerapu lumpur, tetapi dengan badan yang agak lebar. Masyarakat Internasional menyebutnya dengan sebutan flower atau carpet cod (Ghufran M 2001). Ikan kerapu macan memiliki mulut lebar serong ke atas dengan bibir bawah menonjol ke atas dan sirip ekor yang umumnya membulat (rounded). Warna dasar sawo matang, perut bagian bawah agak keputihan dan pada badannya terdapat titik berwarna merah kecokelatan, serta tampak pula 4-6 baris warna gelap yang melintang hingga ekornya. Badan ditutupi oleh sisik kecil, mengkilat dan memiliki ciri-ciri loreng (Antoro 2004). Gambar ikan kerapu macan dapat dilihat pada Gambar 4. 15

35 Gambar 4. Ikan Kerapu Macan 2.3 Prospek Pengusahaan Ikan Kerapu Pengusahaan laut (Marine cultur) adalah suatu kegiatan pemeliharaan organisme akuatik laut dalam wadah dan perairan yang terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan. Ada beberapa jenis sistem pengusahaan yang bisa digunakan di laut, yaitu sistem kandang (Pen culture), sistem keramba (Cage culture), dan tali panjang (Longline). Sistem pengusahaan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah sistem kandang dan sistem keramba. Sistem kandang adalah metode pengusahaan yang membatasi suatu wilayah di laut dengan luasan tertentu dengan menggunakan kurungan tancap (dikenal dengan keramba jaring tancap/kjt) atau kurungan apung (dikenal dengan Keramba Jaring Apung/KJA). Sistem ini juga biasa pada pengusahaan ikan air tawar dan air payau, tetapi tingkat keberhasilannya di laut masih belum maksimal dibandingkan dengan di air tawar dan payau. Sistem metode pengusahaan dengan cara membuat suatu bangunan semi permanen di laut dan menempatkan jaring di laut dan menempatkan jaring di tengahnya dengan kedalaman tertentu. Sistem ini yang paling banyak digunakan pada pengusahaan laut di Indonesia. Produksi ikan kerapu saat ini masih relatif rendah sehingga mengakibatkan harga jual kerapu juga masih mahal dibandingkan dengan keadaan mati (segar). Harga ikan kerapu bebek (Chmoreleptis altivelis) di tingkat produsen atau pengusahaan KJA mencapi Rp per kilogram, sedangkan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) Rp Per kilogram. Rendahnya produksi kerapu disebabkan oleh masih tingginya penangkapan langsung dari laut yang bisa menggunakan alat tangkap kail, yaitu hand line dan longline. Alat tangkap ini 16

36 hanya bisa satu per satu sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan kerapu dalam jumlah besar. Selain itu jumlah kerapu di laut juga semakin berkurang karena terjadi over fishing di beberapa daerah dan penggunaan bahan peledak serta potasium sianida yang mengakibatkan anak-anak kerapu yang belum layak tangkap mati. Penangkapan dengan menggunakan cara di atas juga mengakibatkan ikan yang didapat dalam keadaan mati, padahal permintaan pasar luar negeri maupun dalam negeri lebih banyak menginginkan kerapu dalam keadaan hidup. Kegiatan pengusahaan kerapu macan relatif lebih mudah dan peluang keberhasilannya juga tinggi dibandingkan ikan kerapu jenis lain, udang maupun bandeng tambak. Ikan kerapu macan mudah untuk diusahakan karena tingkat keberhasilan hidupnya (survival rate) tinggi serta pakan alami (ikan rucah) bisa menggunakan ikan laut manapun. Kendala teknis yang paling banyak ditemukan adalah ketersediaan benih kerapu, karena selama ini pengusahaan sangat tergantung dari hasil tangkapan laut. Namun ketersediaan benih dari laut tidak kontinyu dan semakin sedikit. Sari (2006), tingkat pemanfaatan kerapu hasil tangkapan di Kepulauan Seribu telah melampaui batas optimal yang disarankan. Produksi penangkapan dan produksi pengusahaan kerapu pada operasi optimal sebesar kilogram per tahun. Permasalahan benih telah dapat teratasi dengan adanya BBL yang menjual benih kerapu yang berkualitas tinggi dan harga yang lebih murah, serta hatcheri yang ada di Bali dan Situbondo (Jawa Timur) sehingga pengusahaan ikan kerapu tidak lagi sepenuhnya bergantung pada benih yang berasal dari laut. Berdasarkan keadaan di atas dapat dilihat pengusahaan ikan kerapu macan memiliki peluang untuk dikembangkan. Meskipun demikian analisis kelayakan pengusahaan ikan kerapu macan tetap diperlukan untuk mencegah kerugian investor atau pengusahaan ikan kerapu macan sebelum menanamkan modalnya. Pengusahaan dengan sistem keramba yang dilakukan pemerintah beserta instansi yang terkait menyebabkan peningkatan pengusahaan dengan sistem keramba jaring apung. 17

37 2.4 Pengusahaan Ikan Kerapu Pengusahaan ikan kerapu macan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pembenihan dan pembesaran ikan kerapu macan. Kegiatan pembenihan adalah kegiatan produksi yang menghasilkan benih ikan ukuran 5-7 cm yang biasa disebut dengan fingerling. Kegiatan pembenihan sampai dengan fingerling berkisar antara 3-4 bulan (tergantung dari jenis ikan kerapu). Kegiatan pembenihan sampai dengan fingerling ini merupakan kegiatan yang cukup menarik, terutama untuk menghasilkan benih dari berukuran 2-3 cm menjadi berukuran 5-7 cm. Dalam jangka waktu yang tidak begitu lama sekitar 60 hari, perbandingan harga benih yang berukuran 2-3 cm dengan yang berukuran 5-7 cm meningkat sampai sekitar 100 persen yang memberikan keuntungan sekitar 70 persen. Kegiatan pembenihan ini dapat dilakukan di dalam tangki pengusahaan berkapasitas 1-2 m 3 atau dalam keramba jaring apung (dimensi 1,5 m x 1,5 m x 1,5 m dan mesh size 3-4 mm) dengan kepadatan ekor per m 3. Pakan yang diberikan sebaiknya pelet kering dengan kadar protein sekitar 40 persen (Nainggolan 2003). Pembesaran jenis ikan kerapu sampai dengan berukuran konsumsi berkisar antara 7-10 bulan, tergantung dari jenis ikan kerapu yang dibesarkan (untuk kerapu macan dibutuhkan waktu sekitar 7 bulan dan untuk kerapu tikus sekitar 10 bulan). Pembesaran ikan kerapu untuk menjadi ikan kerapu muda ukuran 100 g per ekor dari ukuran fingerling diperlukan waktu 3-4 bulan pada kerapu macan dan 7-10 bulan pada kerapu tikus. Pembesaran ikan kerapu biasanya dilaksanakan dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA) atau di dalam tangki pembesaran dengan sistem air mengalir (Nainggolan 2003). Pakan yang diberikan dapat berupa ikan rucah atau pelet. Usaha pembesaran ikan kerapu di lapangan (yang dilakukan masyarakat) cukup bervariasi. Ada yang membesarkan dari fingerling sampai dengan menjadi ukuran konsumsi, ada pula yang membesarkan dari fingerling sampai dengan ukuran 100 g per ekor (ikan kerapu muda) dan dari ikan kerapu muda sampai ukuran konsumsi (sekitar g per ekor). Pemeliharaan dari ukuran 100 g per ekor sampai dengan lebih besar dari 500 g per ekor memerlukan waktu 3-5 bulan 18

38 untuk ikan kerapu macan dan 8-10 bulan untuk ikan kerapu tikus (Nainggolan et al. 2003). 2.5 Keramba Jaring Apung (KJA) Keramba jaring apung (biasa disebut kejapung) biasa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan, terbuat dari jaring yang dibentuk segiempat atau silindris dan diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu atau besi, serta sistem penjangkaran. Sesuai dengan sifatnya yang sangat dipengaruhi kondisi perairan, lingkungan bagi kegiatan pengusahaan laut dalam bentuk keramba jaring apung sangat menentukan keberhasilan usaha. Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat penting bagi usaha pemeliharaan ikan dalam keramba jaring apung. Komoditas yang dapat dipelihara dalam keramba jaring apung di laut tropis yaitu berbagai spesies ikan kerapu seperti kerapu lumpur, kerapu macan, kerapu sunu, kerapu tikus, dan kerapu lemak serta beberapa spesies lain seperti ikan beronang, kuwe, lobster, kakap merah, kakap putih, bandeng dan nila merah (Achmad 1995). Pemilihan komoditas yang akan diusahakan mempengaruhi kontruksi keramba jaring apung. Keramba jaring apung dengan banyak sudut seperti segienam, segidelapan, atau segiempat cocok untuk pemeliharaan ikan kerapu. Hal ini dikarenakan semua spesies ikan kerapu cenderung hidup bersembunyi, berbaring di dasar perairan di bawah naungan (Achmad 1995). Menurut Kiswaloejo (2004) berdasarkan letak keramba dalam perairan, dikenal tiga jenis keramba, yaitu: 1) Keramba Jaring Apung Keramba biasanya dipakai di sungai yang dalam, danau atau waduk atau bendungan. Keramba ini terletak di permukaan air, di mana setiap pelampungnya berada di permukaan air. 2) Keramba Tancap Keramba tancap terletak di dasar perairan. Keramba ini terbagi dua, yaitu keramba yang diletakkan di dasar perairan dan keramba yang ditanam di dasar perairan. Keramba di dasar perairan umumnya digunakan pada perairan yang sempit dan tidak begitu dalam, seperti pada sungai-sungai kecil atau saluran air yang lebarnya tidak lebih dari 2 meter. Keramba ini tidak menggunakan alas, 19

39 karena alas keramba ini adalah dasar perairan itu sendiri. Oleh karena itu dipilih dasar perairan yang agak keras untuk meletakkan keramba ini. Keramba yang seluruhnya ditanam di dasar perairan umumnya di pasang pada sungai-sungai atau saluran air yang dangkal dan mempunyai dasar perairan yang agak keras. Keuntungan menggunakan keramba ini adalah tidak menimbulkan hambatan terhadap kelancaran arus sungai, karena posisi keramba berada di bawah permukaan dasar perairan dan memiliki daya tahan yang cukup lama, sehingga akan terhindar dari benturan benda-benda keras. 3) Keramba Tenggelam Keramba tenggelam dikembangkan di daerah perairan yang agak dalam. Keramba ini dilengkapi dengan alas, pelampung, jangkar dan pemberat agar tidak mudah hanyut oleh arus air. Keramba tenggelam dipakai di sungai yang dalam, danau, waduk atau bendungan. Keramba tenggelam ini berada beberapa puluh cm di bawah permukaan air, sehingga dalam proses pemberian pakan ikan kerapu macan perlu diberi pipa pakan ikan. Kontruksi keramba jaring apung selain dipengaruhi oleh spesies yang dipelihara juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, metode pengusahaan, sifat bahan, dan keterampilan tenaga setempat. Secara ideal bahan yang digunakan untuk keramba jaring apung harus kuat, ringan, tahan cuaca dan korosi, mudah dikerjakan dan diperbaiki, bebas gesekan, tekstur halus agar tidak melukai ikan. Selain itu tata letak keramba jaring apung harus diperhitungkan berdasarkan arah dan kekuatan arus karena bentuk keramba jaring apung di laut sangat dipengaruhi oleh arus (Achmad 1995) Menurut Kordi (2005), keramba atau kurungan berfungsi sebagai wadah pemeliharaan dan pelindung ikan. Keramba yang telah dirakit dan siap untuk dipasang belum tersedia di pasar. Bahan yang tersedia masih dalam bentuk jaring polietilen (PE) yang digulung dan dijual berdasarkan bobot. Keramba dapat dibedakan menjadi keramba pendederan, keramba penggelondongan, dan keramba pembesaran. Keramba pendederan terbuat dari jaring yang bermata jaring kecil (sekitar 4 mm) yang ditempatkan dalam keramba besar. Keramba penggelondongan berukuran 3m x 3m x 3m dan terbuat dari jaring PE dengan mata jaring berukuran 20

40 1 inchi. Keramba pembesaran dibuat dengan ukuran 3m x 3m x 3m yang menggunakan jaring PE bermata jaring 1,5 inchi 2 inchi (Kordi K 2005). 2.6 Pengusahaan Ikan Kerapu dengan Sistem KJA Keramba jaring apung (KJA) adalah sistem pengusahaan yang paling banyak digunakan di Indonesia. KJA telah dilakukan di Jepang pada tahun 1954 dan kemudian menyebar ke Malaysia pada tahun Di Indonesia KJA mulai dikenal pada tahun 1976 di Kepulauan Riau dan sekitarnya, sedangkan di Teluk Banten dimulai pada tahun Salah satu kelebihan KJA adalah ikan dapat dipelihara pada kepadatan yang tinggi tanpa kekurangan oksigen. Sarana dan prasarana yang idealnya digunakan dalam usaha pengusahaan ikan kerapu antara lain : 1) Rakit Kontruksi wadah pengusahaan ikan kerapu macan merupakan kontruksi berupa rakit. Rakit adalah kotak yang dilengkapi dengan pelampung yang biasanya berupa tong plastik atau styrofoam. Rakit ini merupakan wadah untuk melekatkan atau mengikat jaring. Rakit biasanya terbuat dari kayu dengan ukuran bingkai 8 x 8 meter, di mana tiap rakit menjadi empat kotak berukuran 3,5 x 3,5 meter. 2) Waring Waring adalah kantong yang terbuat dari jaring. Waring digunakan sebagai wadah untuk memelihara ikan kerapu. Untuk pembesaran ikan kerapu, jaring yang digunakan berukuran 3,5 x 3,5 x 3,5 meter dengan ukuran mata jaring (mesh size) 1-2 inci. 3) Perahu Perahu merupakan sarana transportasi petani keramba. Perahu ini juga dapat digunakan untuk pencarian pakan alami ikan kerapu (rucah). Idealnya setiap petani KJA memiliki minimal satu perahu. 21

41 2.7 Karakteristik Lokasi Pengusahaan Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar KJA dapat berjalan dengan baik. Persyaratan tata letak yang umum harus dipenuhi dalam memilih lokasi keramba adalah sebagai berikut : 1) Terlindung dari angin dan gelombang besar Angin dan gelombang besar dapat merusak kontruksi sarana pengusahaan (rakit) dan dapat menganggu aktivitas pengusahaan seperti pemberian pakan. Tinggi gelombang yang disarankan untuk pengusahaan kerapu tidak lebih dari 0,5 meter. 2) Kedalaman perairan Kedalaman perairan ideal untuk pengusahaan ikan kerapu macan dengan menggunakan keramba jaring apung adalah 5-15 meter. Perairan yang selalu dangkal (kurang dari lima meter) dapat mempengaruhi kualitas air karena banyak sisa pakan yang membusuk. Pada perairan yang kedalamnnya lebih dari 15 meter dibutuhkan tali yang panjang untuk mengikat jangkar sehingga dibutuhkan tambahan biaya. 3) Jauh dari limbah pencemaran Lokasi yang jauh dari buangan limbah industri, pertanian, rumah tangga, dan tambak sangat dianjurkan untuk pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Limbah rumah tangga biasanya dapat menyebabkan tingginya bakteri perairan. Limbah industri dapat membuat konsentrasi logam berat di perairan tinggi. Sementara limbah tambak dapat meningkatkan kesuburan perairan sehingga organisme penempel seperti teritip dan kerang kerangan perairan tumbuh subur dan dapat menyebabkan jaring menjadi tertutup. 4) Dekat sumber pakan Sumber pakan yang dekat dengan lokasi keramba sangat penting karena pakan merupakan kunci keberhasilan pengusahaan ikan kerapu. Pakan yang akan diberikan terbagi menjadi dua jenis, yaitu pakan rucah dan pakan buatan. Daerah penangkapan ikan dengan menggunakan lift net merupakan lokasi terbaik karena pakan merupakan ikan segar dapat diperoleh dengan mudah dan murah. 22

42 5) Sarana transportasi Tersedianya sarana trasportasi yang baik dan mudah diakses adalah suatu keuntungan tersendiri pada lokasi pengusahaan ikan kerapu macan karena memberikan kemudahan dalam hal pengangkutan pakan dan hasil panen. Khusus untuk pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA, kriteria-kriteria kesesuaian lahannya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Matriks Kesesuaian untuk Cage Culture (Keramba Jaring Apung) No Parameter Kriteria Kesesuaian 1 Keterlindungan Sangat terlindung 2 Kedalaman peraiaran 5-15 meter 3 Substrat dasar perairan Karang berpasir 4 Arus 0,15-0,35 m/detik 5 Kecerahan 60 C 6 Salinitas (ppt) ppt 7 Suhu C 8 DO (mg/l) 2 9 ph 6,5-8,5 Sumber : Soebagio 2004 Kondisi yang ditemukan di lapangan akan dibandingkan dengan kriteriakriteria yang terdapat pada literatur-literatur berupa hasil-hasil penelitian yang terlibat dalam proyek pemerintah ini dari data yang dimiliki di instansi pemerintah setempat. 2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha pengusahaan komoditas perikanan seperti pengusahaan ikan, lobster air tawar, dan udang. Salah satunya adalah Atmoko (2006) yang melakukan penelitian dengan judul Analisis Usahatani Pembesaran dan Pemasaran Ikan Mas. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis keragaan dan kelayakan usahatani pembesaran ikan mas berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek finansial, dan aspek lingkungan. Selain itu juga menganalisis tingkat sensitivitas kelayakan 23

43 usahatani terhadap perubahan harga pakan, benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume produksi. Marjin pemasaran dan saluran pemasaran juga dianalisis untuk mengetahui tingkat efesiensi usahatani pembesaran ikan mas. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis kelayakan investasi, analisis sensitivitas, dan analisis biaya pemasaran. Hasil dari penelitian didapatkan kesimpulan bahwa dari aspek pasar, aspek teknis, aspek lingkungan, dan aspek finansial usahatani tersebut dapat dijalankan. Usaha di atas memiliki tingkat kepekaan yang rendah terhadap perubahan yang telah diasumsikan. Secara keseluruhan saluran pemasaran kurang efisien, hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pemasaran dan menyebabkan tingginya marjin pemasaran ikan mas. Herlina (2006) juga melakukan penelitian yang berjudul Usaha Pengusahaan Pendederan Ikan Kerapu Macan Di Pulau Semak Daun. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha pendederan ikan kerapu macan ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen. Metode yang digunakan adalah analisis deskiptif untuk menganalisis data yang tidak termasuk dalam aspek finansial dan analisis kuantitatif untuk analisis data finansial. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan usaha pengusahaan tersebut dari aspek pasar, teknis, dan manajemen layak untuk diusahakan. Secara finansial tidak layak di usahakan karena nilai jual benih yang dihasilkan di bawah harga pasar, namun usaha tersebut dapat layak diusahakan apabila harga benih yang dijual mengikuti harga pasar. Beberapa penelitian lain yang terkait dengan kelayakan usaha pengusahaan komoditas perikanan juga dilakukan oleh Riska (2008) yang melakukan penelitian dengan Judul Analisis Ekonomi Pengusahaan Ikan Kerapu Pada Kelompok Sea farming Dengan Sistem Keramba Jaring Apung Dan Jaring Tancap di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Kegiatan pengusahaan dengan menggunakan keramba jaring apung dan keramba jaring tancap ini memiliki lima tahap yaitu, tahap persiapan, dalam tahap persiapan dilakukan pemilihan lokasi dan pembuatan keramba untuk pembesaran ikan kerapu. Tahap penebaran benih, yaitu kegiatan penebaran benih ikan kerapu pada keramba jaring apung dan tancap yang dilakukan pada pagi atau sore hari. Tahap pemeliharaan, 24

44 yaitu kegiatan pemeliharaan ikan kerapu seperti pemberian pakan, pencucian jaring, dan pencucian ikan. Pemanenan, pemanenan dilakukan ketika ikan kerapu berumur 8-12 bulan dengan ukuran berkisar antara 3-7 ons. Pemasaran, pempengusahaan ikan kerapu di Kelompok Sea farming dalam memasarkan ikan kerapu melalui pedagang pengumpul di Pulau Panggang. Usaha pengusahaan ikan kerapu pada tahap awal dengan sistem Keramba Jaring Apung belum memberikan manfat secara langsung bagi pempengusahaan. Hal ini dapat dilihat dari identifikasi biaya dan manfaat langsung yang menunjukkan nilai manfaat bersih sebesar Rp( ,20). Di sisi lain, manfaat tidak langsung dari usaha pengusahaan ini telah dirasakan bagi masyarakat Pulau Panggang yaitu dengan adanya nilai tambah bagi nelayan sebagai penjual ikan rucah untuk pakan ikan kerapu sebesar Rp ,43 dan menghasilkan nilai tambah bagi pedagang pengumpul sebesar Rp ,67. Usaha pengusahaan pada tahap awal dengan sistem Keramba Jaring Tancap telah memberikan manfaat langsung dan tak langsung. Hal ini dapat dilihat dari Net Present Value (NPV) sebesar Rp ,85. Net B/C dari usaha pengusahaan dengan Keramba Jaring Tancap adalah sebesar 3,24. Menurut Wahyuni (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Skala Ekonomi Pengusahaan Kerapu Dalam Kerangka Sea farming Di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu belum optimal, sehingga keutungan yang diperoleh belum maksimum. Keuntungan yang diperoleh dari usaha pengusahaan ikan kerapu macan pada kondisi aktual sebesar Rp ,87 per musim tanam, sedangkan keuntungan yang diperoleh pada kondisi optimal sebesar Rp 2.954,29 per musim tanam. Menurut Amril (2008) yang melakukan penelitian yang berjudul Efektivitas dan Strategi Pengembangan Sea farming Di Kabupaten Kepulauan Seribu didapatkan hasil perhitungan ekonomi yang membandingkan tingkat keuntungan pada kegiatan sebelum dengan sesudah kegiatan Sea farming maka dihasilkan, keuntungan sebelum Sea farming Rp ,33 dan setelah kegiatan Sea farming Rp ,33. Keuntungan berasal dari total penerimaan dikurangi total biaya. Nilai tersebut merupakan akumulasi dari hasil yang diterima 10 responden. Bila di rata-ratakan maka keuntungan sebelum Sea 25

45 farming Rp ,33 sedangkan setelah Sea farming sebesar Rp ,33. Keutungan yang didapat merupakan keuntungan dalam satu tahun. Analisis lain yang digunakan dalam perhitungan ekonomi ini dengan menggunakan analisis R/C. Kondisi sebelum Sea farming memiliki R/C sebesar 1,76 sedangkan setelah Sea farming 1,11 dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan sebelum Sea farming belum dapat meningkatkan pendapatan nelayan. R/C yang dimiliki lebih kecil dibandingkan dengan kegiatan sebelum Sea farming, kondisi ini disebabkan karena kegiatan Sea farming masih baru berjalan sehingga banyak masalah yang ditemukan diantaranya penyediaan bibit ikan dan pakan yang masih sulit dan mahal. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Atmoko (2006), perbedaan yang ada dengan penelitian ini adalah jenis komoditas yang akan dianalisis secara finansial dan non finansial. Sedangkan penelitian lain memiliki perbedaan yang ada dengan penelitian ini adalah setiap penelitian terdahulu dilakukan hanya dengan melihat aspek finansial dari masing-masing usaha dan Amril (2008) yaitu dengan membandingkan antara pendapatan nelayan budidaya dan sebelum menjadi nelayan budidaya. Selain itu penelitian ini juga membuat alternatif model usaha yang akan dikembangkan oleh nelayan budidaya ikan kerapu macan. 26

46 Perbedaan dan persamaan anatara penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu No Penelitian/Tahun Persamaan Perbedaan 1 Atmoko 2006 Menganalisis keragaan dan kelayakan usahatani pembesaran ikan mas berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, finansial, dan lingkungan. Analisis marjin pemasaran dan saluran pemasaran untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. 2 Herlina 2006 Menganalisis kelayakan usaha pendederan ikan kerapu macan ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen. 3 Riska 2008 Menganalisis usaha pengusahaan ikan kerapu macan pada kelompok tani sea farming 4 Wahyuni 2008 Menganalisis usaha pengusahaan ikan kerapu macan pada kelompok tani sea farming 5 Amril 2008 Menganalisis usaha pengusahaan ikan kerapu macan pada kelompok tani sea farming. Dilakukan pada usaha pendederan ikan kerapu macan, tidak pada pembesaran. Menganalisis usaha budidaya ikan kerapu macan dari segi ekonomi dan membandingkan antara sistem keramba jaring apung dan keramba jaring tancap yang dilihat dari sistem kelembagaan sea farming. Menganalisis usaha budidaya ikan kerapu macan dari segi ekonomi dan membandingkan antara sistem keramba jaring apung dan keramba jaring tancap. Membandingkan antara pendapatan petani sebelum sea farming dan setelah menjadi anggota sea farming sudah optimal dan efektif. 27

47 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biayabiaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan dalam satu unit. Rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek adalah siklus proyek yang terdiri dari tahap-tahap identifikasi, persiapan dan analisis penilaian, pelaksanaan dan evaluasi (Gittinger 1986). Evaluasi proyek sangat penting, karena evaluasi ini dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan proyek. Menurut Gray (1992), proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit. Sumber-sumber yang digunakan dalam pelaksanaan proyek dapat berupa barang-barang modal, tanah, bahan-bahan setengah jadi, bahan-bahan mentah, tenaga kerja dan waktu. Kadariah (2001), mengatakan bahwa proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit), atau suatu aktivitas di mana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono 2000). Pengertian keberhasilan ini mungkin bisa ditafsirkan berbeda-beda. Pihak swasta lebih berminat tentang manfaat ekonomis suatu investasi, sedangkan pemerintah dan lembaga non profit melihat apakah bermanfaat bagi masyarakat luas yang berupa penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumberdaya yang melimpah dan penghematan devisa. Hal-hal yang mendasari untuk menjalankan studi kelayakan proyek investasi jika suatu pihak atau seseorang melihat suatu kesempatan usaha, yaitu apakah kesempatan usaha tersebut bisa dimanfaatkan secara ekonomis serta apakah kita bisa mendapatkan suatu tingkat keuntungan yang cukup layak dari usaha tersebut. Semakin luas skala proyek maka dampak yang dirasakan baik 28

48 secara ekonomi maupun sosial semakin luas. Studi kelayakan dilengkapi dengan analisis yang disebut analisis manfaat dan pengorbanan (cost and benefit analysis). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga aspek yaitu: 1. Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri atau manfaat finansial. Artinya apakah proyek tersebut cukup menguntungkan bila dibandingkan dengan resiko proyek. 2. Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi negara tempat proyek tersebut dilaksanakan, yang menunjukkan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro dan negara. 3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek. Manfaat investasi umumnya memerlukan dana yang cukup besar dan mempengaruhi perusahaan dalam jangkan panjang. Maka dari itu tujuan dari dilakukannnya studi kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan ini akan memakan biaya, tetapi biaya tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar. Banyak sebab yang mengakibatkan suatu proyek ternyata kemudian menjadi tidak menguntungkan (gagal) diantaranya, yaitu: 1) Kesalahan perencanaan, 2) Kesalahan dalam menaksir pasar yang tersedia, 3) Kesalahan dalam memperkirakan teknologi yang tepat pakai, 4) Kesalahan dalam memperkirakan kontinyuitas bahan baku, kesalahan dalam memperkirakan kebutuhan tenaga kerja dengan tersedianya tenaga kerja yang ada, serta 5) Pelaksaan proyek yang tidak terkendalikan sehingga biaya pembangunan proyek menjadi tertunda. Tujuan dari pengambilan keputusan untuk melakukan investasi adalah untuk memaksimumkan tingkat keuntungan dari pemilik modal itu sendiri. Jika proyek akan dinilai dari perspektif yang lebih luas, maka tujuannya seharusnya adalah memaksimumkan net present value dari semua social cost and benefit. 29

49 Menurut Gittinger (1986), pada proyek pertanian ada enam aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan yaitu: 1. Aspek Pasar Aspek pasar untuk memperoleh hasil pemasaran yang diinginkan, perusahan harus mengunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran. Yang dimaksud bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan terus menerus untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Kotler, 2002). Analisis aspek pasar pada studi kelayakan mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan dilaksanakan, serta perkiraan penjualan. 2. Aspek Teknis Aspek teknis menyangkut masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran hasil-hasil produksi. Aspek teknis terdiri dari lokasi proyek, besaran skala operasional untuk mencapai skala yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin, proses produksi, serta ketepatan penggunaan teknologi. 3. Aspek Manajemen Aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal peusahaan. Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksanaan proyek. Jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksanaan studi masing-masing aspek, dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur organisasi, deskripsi jabatan, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. 4. Aspek Hukum Terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminanjaminan yang akan diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertifikat, dan izi yang diperlukan dalam menjalankan usaha. 5. Aspek Sosial Lingkungan Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya terhadap devisa negara, peluang kerja, dan pengembangan wilayah di mana proyek dilaksanakan. 30

50 6. Aspek Finansial Tujuan dilakukan analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat melihat alternatif proyek yang paling menguntungkan dan 4) menentukan prioritas investasi (Gray 1992). 3.2 Teori Biaya dan Manfaat Analisis finansial diawali dengan analisis biaya dan manfaat dari suatu proyek. Analisis finansial bertujuan untuk membandingkan pengeluaran uang dengan revenue earning proyek, apakah proyek itu akan terjamin atas dana yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa secara finansial dapat berdiri sendiri (Kadariah 2001). Dalam analisis proyek, penyusunan arus biaya dan arus manfaat sangat penting untuk mengukur nilai tambah yang diperoleh dengan adanya proyek. Biaya merupakan pengeluaran atau pengorbanan yang dapat mengurangi manfaat yang akan diterima. Sedangkan manfaat merupakan hasil dari suatu investasi. Biaya dan manfaat ini bisa merupakan biaya dan manfaat langsung ataupun biaya dan manfaat tidak langsung. Biaya dan manfaat langsung adalah biaya dan manfaat yang bisa dirasakan langsung dan dapat diukur sebagai akibat langsung dan merupakan tujuan utama dari suatu proyek, sedangkan biaya dan manfaat tidak langsung merupakan biaya dan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung dan bukan merupakan tujuan utama dari suatu proyek. Biaya dan manfaat yang dimasukkan ke dalam analisis proyek adalah biaya dan manfaat yang bersifat langsng. Biaya yang diperlukan untuk proyek terdiri dari biaya modal, biaya operasional dan biaya lainnya yang terlibat dalam pendanaan suatu proyek. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat jangka panjang, contohnya tanah, bangunan dan perlengkapannya, pabrik dan mesin- 31

51 mesinnya, biaya pendahuluan sebelum operasi, biaya-biaya lainnya seperti penelitian. Biaya operasional disebut biaya modal kerja karena biaya ini dikeluarkan untuk menutupi kebutuhan dana yang dibutuhkan pada saat proyek mulai dilaksanakan dan didasarkan pada situasi produksi, biasanya dibutuhkan sesuai dengan tahap operasi, contohnya biaya baha mentah, tenaga kerja, biaya perlengkapan serta biaya penunjang. Biaya lain yang dikeluarkan proyek diantaranya pajak, bunga pinjaman dan asuransi (Kuntjoro 2002). Gittinger (1986) menyebutkan beberapa biaya yang meyangkut proyek pertanian antara lain meliputi barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, cadangancadangan tak terduga, pajak, jasa pinjaman serta biaya yang tidak diperhitungkan. Penambahan nilai suatu proyek bisa diketahui melalui suatu peningkatan produksi, perbaikan kualitas, perubahan dalam waktu penjualan perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi, pengurangan biaya pengangkutan, penghindaran kerugian dan manfaat tidak langsung proyek. Manurut Kadariah (2001) benefit dari proyek terbagi menjadi direct benefit, indarect benefit dan intangible benefit. Direct benefit adalah peningkatan output produksi ataupun penurunan biaya. Indarect benefit merupakan keuntungan sampingan akibat adanya proyek, sedangkan intangible benefit merupakan keuntungan yang tidak dapat diukur dengan uang seperti perbaikan lingkungan hidup dan sebagainya. 3.3 Analisis Rugi Laba Menurut Gittinger (1986), laporan rugi laba adalah suatu laporan keuangan yang mencantumkan penerimaan dan pengeluaran dari suatu perusahaan selama periode akuntansi yang menunjukkan hasil operasi perusahaan selama periode tersebut. Laba merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Penerimaan laba diperoleh dari penjualan barang dan jasa yang dikurangi dengan potongan penjualan, barang yang dikembalikan dan pajak penjualan. Pengeluaran tunai untuk operasi mencakup seluruh pengeluaran tunai yang timbul untuk memproduksi output, diantaranya yaitu biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku. 32

52 Komponen lain dalam rugi laba adalah adanya biaya penjualan, biaya umum dan biaya administratif. Pengurangan komponen-komponen tersebut terhadap laba bruto akan menghasilkan laba operasi sebelum penyusutan. Penyusutan termasuk pengeluaran operasi bukan tunai yang merupakan proses alokasi biaya yang berasal dari harta tetap ke tiap periode yang menyebabkan harta tetap tersebut menjadi berkurang. Pengurangan penyusutan terhadap laba operasi sebelum penyusutan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak. 3.4 Kriteria Kelayakan Investasi Laporan rugi laba mencerminkan perbandingan pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Laporan rugi laba menunjukkan hasil operasi perusahaan selama periode operasi. Namun Husnan dan Suwarsono (2000) menyatakan bahwa dalam menganalisis suatu proyek investasi lebih relevan terhadap kas bukan terhadap terhadap laba karena kas seseorang bisa berinvestasi dan dengan kas pula seseorang bisa membayar kewajibannya sehingga untuk mengetahui sejauh mana keadaan finansial perusahaan perlu dilakukan analisis aliran kas (Cashflow). Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa cashflow adalah susunan arus manfaat bersih tambahan sebagai hasil pengurangan arus biaya tambahan terhadap arus manfaat. Tambahan ini merupakan perbedaan antara kegiatan dengan proyek (with project) dan tanpa proyek (without project), arus tersebut mengambarkan keadaan dari tahun ke tahun selama jangka waktu (life time periode). Adapun yang termasuk komponen cashflow ini terdiri dari inflow dan outflow. Inflow biasanya terdiri dari nilai produksi total penerimaan pinjaman, grants (bantuan) dan salvage value (nilai sisa). Sedangkan komponen outflow di antaranya biaya barang modal, bahan-bahan, tenaga kerja, tanah, pajak dan cicilan pinjaman modal. Sebuah ukuran finansial yang sangat penting dalam analisa proyek adalah tingkat pengembalian finansial (Gittinger 1986). Kriteria investasi menurut diklasifikasikan menurut kategori yaitu non discounting criteria dan discounting criteria. Perbedaan antara kedua konsep konsep ini adalah non discounting 33

53 criteria tidak menyertakan konsep time value of money (nilai waktu sekarang) sebagaimana yang diterapkan pada discounting criteria. Nilai waktu uang adalah konsep di mana sejumlah uang tertentu pada masa yang akan datang akan memiliki manfaat yang lebih kecil jika dibandingkan pada waktu sekarang dengan nilai nominal yang sama, sehingga dalam penilaian kriteria investasi akan jauh lebih baik jika digunakan konsep nilai waktu uang yang diwujudkan dengan perhitungan present value yaitu adanya ketidakpastian dari hasil, harga dan biaya yang ditetapkan sepanjang proyek berjalan, serta jika dipikirkan secara logis, nilai uang yang sama jumlahnya yang diterima atau dikeluarkan sekarang, akan lebih berharga daripada nilai uang itu pada masa yang akan datang. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), pada umumnya ada lima metode yang bisa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metode tersebut diantaranya metode Average Rate Return, Pay Back Periode, Present Value, Internal Rate Return, Internal Rate Return, serta Profitability Indeks. Selain itu, Gittinger (1986) menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur melalui investasi kriteria Net Present Value, Gross Benefit Cost Ratio dan Internal Rate Return. 1. Net Present Value atau Manfaat Sekarang Neto Net Present Value atau Manfaat Sekarang Neto adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi (Gittinger, 1988). Proyek akan menguntungkan jika MPV bernilai positif. Jika nilai MPV bernilai negatif, maka akan timbul masalah, di mana pada tingkat diskonto yang diasumsikan, manfaat sekarang arus manfaat menajadi lebih kecil daripada manfaat sekarang arus biaya. Hal ini mengakibatkan ketidakcukupan untuk mencakup kembali investasi. Lebih baik menanamkan uang di suatu bank pada tingkat diskonto tertentu (atau menginvestasikannya pada proyek lain yang lebih baik) daripada menginvestasikan di dalam proyek tersebut. 2. Internal Rate Return atau Tingkat Pengembalian Internal Perhitungan Internal Rate Return atau Tingkat Pengembalian Internal adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya- 34

54 biaya operasi dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal (Gittinger 1986). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Jika dengan tingkat diskonto tertentu, nilai NPV menjadi sebesar nol, maka proyek yang bersangkutan berada dalam posisi pukang modal yang berarti proyek dapat mengembalikan modal dan biaya operasional yang dikeluarkan serta dapat melunasi bunga penggunaan uang. 3. Net Benefit Cost Ratio atau Rasio Manfaat dan Biaya Rasio manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya (Gittinger 1986). Suatu keuntungan dari Net B/C adalah bahwa ukuran tersebut secara langsung dapat mencatat berapa besar tambahan biaya tanpa mengakibatkan proyek secara ekonomis tidak menarik. Net B/C ratio menunjukan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Bila nilai Net B/C kurang dari satu, maka manfaat sekarang biayabiaya pada tingkat diskonto tertentu akan lebih besar dari nilai sekarang manfaat dan pengeluaran pertama ditambah pengembalian untuk investasi yang ditanamkan pada proyek tidak akan dapat kembali. Semakin tinggi tingkat bungaya, semakin rendah nilai Net B/C yang dihasilkan. Jika tingkat bunga yang dipilih cukup tinggi, maka Net B/C akan kurang dari satu. 4. Payback Period Payback Period atau masa pembayaran kembali adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan (Gittinger 1986). Selama proyek dapat mengembalikan modal/invetasi sebelum berakhirnya umum proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi apabila sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek tidak dilaksanakan. 35

55 3.5 Analisis Swiching Value Analisis Swiching Value (perlakuan terhadap ketidakpastian) adalah suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger, 1986). Pada bidang pertanian, proyek-proyek sensitif berubah-ubah akibat empat masalah utama yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya dan perubahan valume produksi. Parameter harga jual produk dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Namun dalam keadaaln nyata kedua parameter dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Untuk itu, analisis swiching value perlu dilakukan untuk melihat sampai berapa persen penurunan harga atau kemaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria kelayakan investasi dari layak menjadi tidak layak. Kriteria kelayakan investasi menjadi tidak layak yaitu proporsi manfaat yang turun akibat manfaat sekarang neto/npv menjadi nol. Nilai nol akan membuat tingkat pengembalian ekonomi menjadi sama dengan tingkat diskonto dan perbandingan manfaat investasi neto menjadi persis sama dengan satu. Batas-batas maksimal perubahan parameter ini sangat mempengarugi dalam hal layak atau tidak layaknya suatu usaha untuk dijalankan. Semakin besar persentase yang diperoleh menunjukan bahwa usaha tersebut tidak peka atau sensitif terhadap perubahan parameter yang terjadi. 3.6 Kerangka Pemikiran Konseptual Produksi ikan hasil tangkapan yang cenderung stagnan akibat tingkat pemanfaatan penangkapan di berbagai perairan yang telah overfishing baik secara biologi maupun ekonomi membuat sektor perikanan harus melakukan strategi untuk menghadapinya. Selain itu, perkembangan masyarakat membuat wilayah daratan menjadi sempit akibat dari berbagai usaha yang dikembangkan oleh manusia. Hal ini telah merubah paradigma masyarakat bahwa perairan dan khususnya lautan layaknya daratan, memiliki nilai yang potensial untuk dikembangkan. Perairan dapat digunakan untuk pengusahaan berbagai komoditas pangan dan bahan baku industri yang dapat memberikan sumber penghidupan. 36

56 Pengusahaan ikan kerapu merupakan kegiatan yang dapat dikembangkan di Pulau Panggang yang dilakukan oleh kelompok tani Sea farming. Pulau Panggang dengan kondisi perairan yang berkarang sangat mendukung untuk usaha pengusahaan ikan kerapu, khususnya kegiatan pendederan dan pembesaran ikan kerapu macan dan ikan kerapu macan di wilayah Pulau Panggang. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di atas yaitu dengan melakukan pengembangan usaha pengusahaan yang terintegrasi dilakukan meliputi kegiatan pemdederan dan pembesaran. Integrasi usaha ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan petani dari hasil tangkapan di laut, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan usaha serta memberikan manfaat yang optimum. Oleh karena itu, dalam rangka lebih mengoptimalkan kegiatan pegembangan usaha perlu dilakukan kajian mengenai kelayakan usaha sebelum diimplementasikan dari berbagai alternatif model pengembangan usaha. Gambaran mengenai alur pemikiran operasional penelitian secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5. 37

57 Potensi Pengembangan Usaha Kerapu Permintaan ikan kerapu yang terus meningkat Memiliki nilai ekonomis tinggi Kondisi lingkungan yang mendukung Pengembangan Usaha Kendala : Overfishing Alternatif Skenario Pengembangan Usaha Skenario 1 Pendederan ikan kerapu macan Skenario 2 Pembesaran ikan kerapu macan Skenario 3 Pendederan ikan kerapu macan Pembesaran ikan kerapu macan Aspek Teknis Aspek Pasar Aspek Manajemen Aspek Sosial Aspek Lingkungan Analisis Kelayakan Finansial : a. Analisis NPV b. Analisis IRR c. Analisis B/C Rasio d. Analisis payback period e. Analisis Switching Value Analisis Sensitivitas Layak/Tidak Layak layak Pengembangan Ikan Kerapu Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan 38

58 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan karena keramba jaring apung ikan kerapu macan ini diarahkan untuk dikembangkan sebagai kawasan pengusahaan ikan kerapu macan pada KJA di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Penelitian ini dilakukan pada bulan September Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah oleh peneliti dan langsung diperoleh dari objek yang diteliti. Pengumpulan data primer diperoleh melalui kuisioner, wawancara dengan responden, dan pengamatan langsung di lapang. Kuisioner digunakan pada saat wawancara dan pengamatan. Data sekunder adalah data yang pengumpulannya dilakukan oleh pihak lain seperti, Badan Pusat Statistik, Departemen-departemen dan instansi pemerintah lainnya (Mubyarto dan Soeratno 1978). 4.3 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan contoh untuk menganalisis manfaat langsung dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel dengan teknik anggota populasi dipilih sebagai sampel untuk memenuhi tujuan tertentu (Fauzi 2001). Pertimbangan menggunakan metode purposive sampling karena pengambilan sampel ini dengan sengaja memilih responden berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan Kepulauan Seribu, (2009) jumlah anggota kelompok tani Sea farming adalah 120 orang. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang akan diambil adalah sebanyak 30 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan jumlah petak keramba dominan yang dimiliki oleh nelayan 39

59 budidaya keramba jaring apung. Hal yang menjadi pertimbangan dalam pengambilan sampel ini, yaitu responden yang memiliki beberapa kriteria sebagai berikut : 1. Responden yang dipilih adalah anggota kelompok sea farming. 2. Responden telah melakukan pengusahaan ikan kerapu ukuran 0,4 kg 0,5 kg. 3. Keramba yang digunakan dalam usaha pengusahaan adalah milik sendiri. 4. Responden telah melakukan produksi secara berkelanjutan selama lima tahun. 4.4 Metode Analisis Data Data kuantitatif dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasikan data yang ada serta mempermudah dalam melakukan analisis data. Data kuantitatif meliputi biayabiaya yang dikeluarkan perusahaan mencakup biaya investasi dan biaya operasional serta penerimaan dari hasil penjualan ikan kerapu macan. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif merupakan hasil analisis terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan. 4.5 Analisis Kelayakan Investasi Analisis kelayakan investasi digunakan untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan kerapu macan, maka dilakukan perbandingan antara biaya dan manfaat. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), dan Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) dan Payback periode (PP) Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) suatu proyek atau usaha adalah selisih antara nilai sekarang (Present Value) manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Rumus menghitung NPV adalah sebagai berikut: 40

60 NPV = n Bt Ct t t = 0 ( 1 + i) Sumber: Gray 1992 Keterangan : Bt = Pendapatan kotor usaha pada tahun (t) (Rp) Ct = Biaya kotor usaha pada tahun (t) (Rp) n = Umur ekonomis proyek / usaha (tahun) i = Tingkat Bunga (discount rate) (%) 1 = Discount Factor (DF (1 + i) t Kriteria : NPV > 0, berarti usaha layak atau mengutungkan NPV = 0, berarti usaha mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan NPV < 0, berarti usaha tidak layak atau rugi Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui beberapa besaranya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C meupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif (Bt-Ct>0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif (Bt-Ct<0), dengan rumus (Kadariah 1976). Net B / C n Bt Ct t t = 0 (1 + i) = n Ct Bt t t = 0 (1 + i) Keterangan : Bt = Benefit kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun (t) (Rp) Ct = Biaya kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun (t) (Rp) n = Umur ekonomis proyek / usaha (tahun) i = Tingkat Bunga (discount rate) (%) Kriteria : Net B/C > 1, berarti usaha layak atau menguntungkan Net B/C = 1, berarti usaha pulang pokok Net B/C > 1, berarti usaha tidak layak atau rugi 41

61 4.5.3 IRR (Internal Rate Ratio) Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan sebaliknya jika suku bungan IRR lebih kecil dari tingkat suku bungan yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk digunakan. IRR adalah tingkat suku bunga dari suatu usaha dalam jangka waktu tertentu, yang membuat NPV dari usaha sama dengan nol. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang diperoleh dari investasi dilakukan. Nilai IRR diperoleh berdasarkan formulasi berikut (Kadariah 1976) : NPV IRR = i' + ( ) x ( i" i' ) NPV ' NPV " Keterangan : i = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif i = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV = NPV yang bernilai positif NPV = NPV yang bernilai negatif Tingkat Pengembalian Investasi (Payback Periode) Tingkat pengembalian suatu investasitasi dilakukan dengan menggunakan metode payback periode yang menunjukkan waktu pengembalian investasi yang dikeluarkan pada pengusahaan ikan kerapu macan. Rumus yang digunakan untuk menghitung jangka waktu pengembalian investasi adalah: Payback Periode (PP) = I A b Keterangan : I = besarnya investasi yang dibutuhkan = benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya A b Pada dasarnya semakin cepat payback periode menandakan semakin kecil resiko yang dihadapi oleh investor. 42

62 4.6 Analisis Sensivitas Analisis sensitvitas dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil dari suatu analisis. Tujuan analisis ini adalah untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi, apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di dalam perhitungan biaya dan manfaat. Analisis sensitivitas ini dilakukan karena dalam kegiatan investasi, perhitungan didasarkan pada proyekproyek yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Gittinger, 1986). Gittinger (1986) mengatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Switching value ini merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maximum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Oleh karena itu, perubahan jangan melebihi nilai tersebut. Bila melebihi maka nilai bisnis menjadi tidak layak untuk dijalankan. Perhitungan ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi sampai NPV sama dengan nol (NPV=0). Perbedaan yang mendasar antara analisis sensitivitas yang biasa dilakukan dengan switching value adalah pada analisis sensitivitas besarnya perubahan sudah diketahui secara empirik (misal penurunan harga output 10 persen) bagaimana dampaknya terhadap hasil kelayakan. Sedangkan pada perhitungan switching value justru perubahan tersebut dicari misal berapa perubahan maksimum dari penurunan harga output yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Hal ini menunjukkan bahwa harga output tidak boleh turun melebihi nilai pengganti tersebut. Bila melebihi nilai pengganti tersebut (switching value) tersebut, maka bisnis tidak layak atau NPV<0. Analisis switching value dapat dilakukan dengan menghitung secara cobacoba perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat perubahan terhadap komponen inflow atau outflow misal : penurunan harga jual, kenaikan harga bibit, dan penurunan SR. 43

63 4.7 Asumsi Dasar 1) Produk yang dihasilkan dari skenario I (pendederan) adalah benih ikan kerapu macan yang berukuran cm dari benih yang berukuran 3-5 cm. 2) Produk yang dihasilkan dari skenario II (pembesaran) adalah ikan kerapu macan ukuran 0,5 kg (ukuran konsumsi), dari benih yang berukuran 3-5 cm. 3) Produk yang dihasilkan skenario III adalah pendederan dan pembesaran ikan kerapu macan. 4) Kegiatan pengusahaan ikan kerapu macan dengan padat tebar 250 ekor per kotak keramba. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah. 5) Harga jual ikan kerapu macan skenario I adalah Rp per ekor dan harga jual ikan kerapu macan skenario II adalah Rp per kg berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian. 6) Biaya yang digunakan dalam pengusahaan ikan kerapu macan terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. 7) Keramba jaring apung yang digunakan berukuran 3m x 3m x 3m. 8) Penentuan umur proyek didasarkan kepada umur investasi yang paling lama yaitu keramba selama lima tahun. Hal ini dilakukan dengan asumsi selama investasi masih ada dan dapat digunakan maka usaha akan tetap berjalan. 9) Harga input dan output digunakan dalam penelitian adalah harga konstan hal ini digunakan untuk mempermudah perhitungan cashflow. 10) Inflow berasal dari pendapatan penjualan dan nilai sisa. 11) Pajak yang digunakan adalah pajak progresif berdasarkan UU No.17 tahun 2010 tentang tarif umum PPH Wajib Pajak Badan Dalam Negeri sebesar 25 persen. 44

64 V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Umum Pengusahaan Laut di Kepulauan Seribu Berdasarkan hasil penelitian PKSPL-IPB 2004, potensi pengusahaan laut di Kepulauan Seribu cukup besar, dimana hampir seluruh perairan di pulau-pulau yang ada sesuai untuk kegiatan pengusahaan laut. Secara terperinci potensi pengusahaan laut di Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut: Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Iklim di Kepulauan Seribu secara fisik berada dalam sistem musim equator yang dipengaruhi oleh variasi tekanan udara. Musim barat terjadi pada bulam Oktober - April dimana tiupan angin dari arah barat laut utara sanga kuat dengan kisaran antara 7 20 knot atau bahkan lebih dari 20 knot dan pada musim barat umumnya sejalan dengan musim hujan. Musim timur terjadi pada bulan April- Oktober dengan kecepatan angin 7 15 knot. Kedalaman dan arus perairan secara umum di Daerah Kepulauan Seribu berkisar antara 2 35 m dan m/detik. Kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh lokasi dan musim. Kualitas fisika dan kimia air di Kepulauan Seribu secara umum masih dalam kisaran yang normal dimana kecerahan mencapai level 100 persen (8,5 9 meter) dan keseluruhan sebesar 30 NTU. Demikian halnya dengan peubah, nitrit, nikel, BOD 5, oksigen terlarut, COD, amoniak, masih dibawah batas ambang kecuali untuk Pulau Lancang Kecilkandungan nikel mencapai 35 persen diatas batas ambang (batas ambang unsure ini adalah ppm). Ekosistem kawasan Pulau Seribu terdiri dari beberapa ekosistem yang berupa mangrove, terumbu karang dan padang lamun. Setiap jenis ekosistem tersebut akan menjadi pembatas geografis organisme akuatik yang ada. Berdasarkan aspek fisika dan kimia, maka perairan laut Kepulauan Seribu masih memenuhi standart biological requirement untuk biota akuatik termasuk biota kultur. 45

65 5.1.2 Luas Wilayah dan Administrasi Kelurahan Pulau Panggang terdiri atas dua Pulau pemukiman yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Kelurahan Pulau Panggang memiliki luas wilayah 62,10 hektar. Kelurahan ini merupakan salah satu kelurahan yang memiliki luas wilayah paling kecil dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lainnya yang ada diwilayah Kabupaten Administrasi Lepulauan Seribu. Berdasarkan SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 1986 tahun 2000, batas-batas wilayah Kelurahan Pulau Panggang adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : LS LS Sebelah Selatan : BT Sebelah Barat : BT Sebelah Timur : LS LS Kondisi geografis sebagai berikut: Kondisi tanah dari permukaan laut : 1 meter Suhu udara rata-rata : 27 C - 32 C Orbiatasi (jarak dari Pusat Pmerintahan Kelurahan) Jarak dari Pusat Kantor Kec. Kep. Seribu Utara : 9 km Jarak dari Pusat Kantor Kab. Adm. Kep. Seribu : 2 km Jaerak dari Pusat Pemerintahan Prov. DKI Jakarta : 74 km Jarak antara Pulau Panggang dari pemerintahan (orbiatasi) relatif dekat terlihat jarak antara pusat kantor kecamatan kepulauan seribu utara kurang lebih 9 km. dan jarak antara Pulau Panggang dengan kantor pusat Kabupaten Administrasi Kepulauan Sribu yang terdapat di Pulau Pramuka kurang lebih 2 km, jarak ini dapatditempuh dengan menggunakan kapal ojek yang mana alat merupakan alat transportasi sehari-hari antara Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Sedangkan jarak antara Pulau Panggang dengan pemerintahan Propinsi DKI Jakarta berjara kurang lebih 74 km, transportasi yang digunakan umumnya masyarakat Pulau Panggang dengan menggunakan kapal ojek Pulau Kelapa, Panggang, Muara Angke. 46

66 Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 13 pulau. Dari seluruh pulau yang ada hanya dua pulau yang dihuni, yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, sedang pulau-pulau lainnyadigunakan untuk tempat peristirahatan, PHU, pariwisata, PHPA, TPU dan mercusuar. Secara rinci nama-nama pulau, luas dan peruntukannya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nama, Luas dan Peruntukan Pulau-Pulau di Kelurahan Pulau Panggang No Nama Pulau Luas (ha) Peruntukan 1 Pulau Opak Kecil 1,10 Persitirahatan 2 Pulau Karang 0,50 Peristirahatan 3 Pulau Kotok Kecil 1,30 PHU 4 Pulau Kotok Besar 20,75 Pariwisata 5 Pulau Karang 0,65 Peristirahatan 6 Pulau Gosong Pandan 0,20 Peristirahatan 7 Pulau Semak Daun 0,75 PHPA 8 Pulau Panggang 9,00 Pemukiman 9 Pulau Karya 6,00 TPU 10 Pulau Pramuka 6,00 Pemukiman 11 Pulau Gosong Sekati 0,20 Peristirahatan 12 Pulau Air 2,90 Peristirahatan 13 Pulau Peniki 3,00 Mercusuar Sumber: Sudin Perikanan Kepulauan Seribu, 2007 Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dibentuk tahun 2002, Pulau Pramuka dan Pulau Karya dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Sehingga perubahan peruntukan di kedua pulau tersebut mengakibatkan aktivitas masyarakat di kedua Pulau tersebut serta di Pulau Panggang menjadi lebih tinngi. Kelurahan Pulau Panggang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan.kantor Kecamatan terletak di Pulau Tidung yang berjarak 9 km. Jarak kelurahan ke pusat pemerintahan Propinsi DKI Jakarta sejauh 74 km. Kelurahan ini terbagi atas lima rukun warga yang terdiri atas tiga rukun warga di Pulau Pangang dan dua rukun warga di pulau Pramuka. 47

67 5.2 Potensi Sumberdaya Manusia Jumlah penduduk Kelurahan Pulau Panggang pada bulan Agustus tahun 2007 sebanyak jiwa. Komposisi penduduknya terdiri penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Sehingga rasio jenis kelamin penduduk di Keluahan ini sebesar 95 yang berarti dalam setiap 100 orang enduduk lai-laki terdapat 95 orang penduduk perempuan. Secara rinci jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2009 No Kelompok Umur Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun >75 tahun Jumlah Sumber: Sudin Perikanan Kepulauan Seribu, 2009 Jumlah penduduk usia podukstif (15 64 tahun) sebanyak jiwa dan penduduk usia tidak produktif (0 14 tahun dan 64 tahun ke atas) sebanyak jiwa. Sehingga angka rasio beban tanggungan penduduk Kelurahan Pulau Panggang 48

68 sebesar 79 orang, yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produkstif harus menangggung sebanyak 82 penduduk usia tidak produktif. Apabila dibandingkan antara luas wilayah daratan (62,10 hektar) dengan jumlah penduduk yang mencapai jiwa, maka kepadatan penduduk Kelurahan Pulau Panggang mencapai jiwa per km². Angka ini menunjukkan bahwa Kelurahan Pulau Panggang termasuk daerah yang sangat padat penduduknya. Keadaan ini dapat dilihat langsung pada kondisi perumahan penduduk, khususnya yang tinggal di Pulau Panggang, dimana rumah-rumah penduduk sangat rapat sehingga di pulau tersebut tidak ada tempat terbuka seperti lapangan, tanaman atau fasilitas terbuka lainnya. Kondisi ini membutuhkan penataan pemukiman agar tercipta lingkungan pemukiman yang layak dan sehat untuk dihuni. 5.3 Karakteristik Masyarakat Kelurahan Pulau Panggang Penduduk Kelurahan Pulau Panggang yang memiliki mata pencaharian sebanyak orang. Jumlah tersebut sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan, yaitu sebanyak jiwa atau 66,72 persen. Mata pencaharian lain yang cukup banyak adalah karyawan swasta (9,64 persen), pensiunan (0,738 persen) dan pedagang (4,952 persen), komposisi penduduk di Kelurahan Pulau Panggang menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 8. 49

69 Tabel 8. Komposisi Penduduk di Kelurahan Pulau Panggang menurut Mata Pencaharian, Tahun 2009 No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) 1 Nelayan Tangkap ,725 8,080 Pengusahaan PNS 192 8,341 3 TNI/POLRI 11 0,478 4 Perdangan 114 4,952 5 Jasa/Angkutan 18 0,782 6 Karyawan swasta 222 9,644 7 Pensiun/Veteran 17/6 0,738/0,261 Jumlah ,000 Sumber: Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Sarana dan Prasarana Berdasarkan Laporan Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang Bulan Mei 2008, sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Pulau Panggang adalah sarana peribadatan, sarana perdagangan, sarana olah raga, sarana pendidikan, sarana kesehatan, prasarana perhubungan, dan sarana pemerintahan. Sarana peribadatan terdiri atas dua buah masjid dan 10 buah mushola, sarana perdagangan terdiri atas perdagangan bakulan 15 buah, warung sembako 75 buah, dan warung makan atau warteg 17 buah. Sarana olah raga terdiri atas lapangan sepak bola dua buah, lapangan volly ball lima buah, lapangan bulu tangkis tiga buah, lapangan tenis meja lima buah, lapangan bola basket dua buah, matras gulat 75 buah, dayung kano dragon empat buah, dayung kano 12 buah, lapangan volly pantai satu buah, dan lapangan tenis pantai satu buah. Sarana kesehatan terdiri atas Puskesmas satu buah, pos kesehatan satu buah, dan BKIA (Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak) lima buah. Sarana pendidikan terdiri atas TK empat buah, TPA dua buah, SDN tiga buah, Madrasah Itidaiyah (MI) satu buah, sarana pemerintahan seperti Kantor Kelurahan Pulau Panggang dan sarana 50

70 transportasi berupa kapal motor. Kapal motor digunakan penduduk untuk pulau pergi antar pulau. Prasarana perhubungan terdiri atas jalan dan jembatan (lima buah). Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2009 No Tingkat Pendiidkan Jenis Kelamin Jumlah Presentase Pria Wanita (Orang) (%) 1 Tidak tamat SD ,14 2 Tamat SD ,08 3 Tamat SMP ,66 4 Tamat SMA ,92 5 Tamat Akademi ,20 Jumlah ,00 Sumber: Sudin Perikanan Kepulauan Seribu, Nelayan dannelayan budidaya di Pulau Panggang Aktivitas nelayan di Pulau Panggang terdiri dari nelayan pancing, nelayan bubu, pengusaha nelayan muroami, dan pengusaha nelayan jaring tegur. Nelayan dapat dikategorikan dalam dua bagian, pertama adalah kelompok nelayan tangkap, kedua adalah nelayan pengusahaan yang hanya menekuni pengusahaan ikan kerapu dan pengusahaan rumput laut. Kegiatan perikanan pengusahaan telah dilakukan oleh masyarakat Pulau Panggang, namun keberhasilan pengusahaan rumput laut yang pernah dinikmati, saat ini telah surut, karena masalah penyakit ice-ice yang belum diketahui cara mengatasinya.nelayan budidaya ikan kerapu yang telah dicobakan atas bantuan pemerintah selama empat tahun terakhir, sebagian besar gagal. Kegagalan yang terjadi diindentifikasi karena aspek teknis maupun non teknis. Beberapa aspek teknis yang menjadi penyebab kegagalan pengusahaan kerapu adalah : kualitas benih yang rendah dan teknik pengusahaan yang belum tepat. Sedang aspek non teknis diantaranya adalah : institusi kelompok dalam pengelolaan yang gagal, pengusahaan 51

71 teknologi pengusahaan yang belum dikuasainelayan budidaya ikan sepenuhnya, dan lain-lain. Kekurangan dari bantuan proyek selama ini adalah : (1) Pendampingan; dari pihak dinas terkait dalam implementasi proyek, sehingga kesulitan teknis dilapangan tidak dapat diantisipasi oleh nelayan; (2) Organisasi; dalam hal penorganisasian nelayan belum mengenal budaya organisasi yang baik, sehingga masing-masing anggota saling menyalahkan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan (perencanaan), hal ini berpengaruh besar pada keberhasilan proyek-proyek terdahulu; (3) Aturan main; antara pihak yang terlibat belum bisa dijalankan, karena kepentingan-kepentingan yang berbeda belum terkoordinasi dengan baik. Berbagai proyek yang gagal lebih banyak disebakan oleh aturan main yang tidak jelas atau tidak dijalankan oleh si pemberat. Pengalaman berkelompok selama ini tidak begitu mengesankan bagi orang pulau, mungkin disebabkan oleh homogenitas masyarakat yang tinggi, sehingga koefisien sosial yang berkaitan dengan evaluasi dan saling tegur menjadi rendah, sebab utamanya mereka enggan dan sungkan karena masyarakat Pulau Panggangadalah bersaudara (memiliki hubungan kekerabatan). Alasan lain adalah pihak pembina atau pemerintah kurang optimal menyiapkan kelembagaan terlebih dahulu sesuai dengan aspirasi dan kondisi masyarakat. Pengertian tentang organisasi dan aturan main adalah pemahaman mereka (Dinas) bukan pemahaman masyarakat Pulau. Sehingga, pengertian tentang koperasi (coorperatif-kerjasama) lebih banyak dipahami sebagai membangun organisasi (Badan Hukum) koperasi dibandingkan menanamkan nilai-nilai koperasi itu sendiri. Permasalahan lain terutama dalam kaitannya dengan pengusahaan (sebagai alternatif budaya tangkap) adalah (1) Kurangnya kesabaran pengusahaan dalam pemeliharaan ikan, maupun pemeliharaan fasilitas (keramba) (2) tidak ada intensif selama masa produksi dan pemanenan, sehingga pengusahaan masih enggan mengembangkan pengusahaan tangkap, (3) Ketidak percayaan dikalangan mereka 52

72 sendiri jika ladang atau keramba terlalu banyak yang mengurus, mereka sampai saat ini memiliki keyakinan bahwa kelompok yang paling baik adalah dua. Dua orang atau banyak namun memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri di dalam mengelola keramba, baik dalam hal pemberian pakan, pemeliharaan dan lain-lain. 53

73 VI. ANALISIS KELAYAKAN NON FINANSIAL 6.1 Analisis Aspek Pasar Analisis terhadap aspek pasar pengusahaan ikan kerapu macan di Pulau Panggang dilakukan dengan melihat potensi permintaan dan penawaran di pasar. Kelangsungan usaha pengusahaan ikan kerapu macan sangat tergantung oleh keberhasilan memasarkan produk hasil dari pengusahaan tersebut. Pertumbuhan produksi ikan kerapu macan di Kepulauan Seribu menunjukkan nilai yang positif, namunnelayan budidaya menghadapi beberapa kendala sehubungan dengan pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Kendala yang dihadapi antara lain adalah sulitnya untuk memperoleh bibit dalam kualitas dan kuantitas yang memenuhi syarat pengusahaan. Rendahnya ketersediaan bibit ini dikarenakan masih sedikitnelayan budidaya yang berhasil untuk mempengusahaankan kerapu macan. Hal ini disebabkan oleh sifat kanibal yang dimiliki oleh kerapu macan selama masa pendederan. Pasokan bibit ikan kerapu di Pulau Panggang masih sangat tergantung dari Gondol (Bali). Di Pulau Panggang juga ada pembenihan (hatchery) ikan kerapu macan yaitu Balai Pengusahaan Sea Farming, tetapi jumlah bibit ikan kerapu macan siap tanam (ukuran cm) yang dipasarkan masih dalam jumlah yang sangat rendah. Biasanya pembenih ini menjual bibit ikan kerapu macan ukuran 3-4 cm sehingga dibutuhkan pembesaran atau penggelondongan terlebih dahulu sebelum bibit siap dimasukkan kedalam KJA. Hasil panen ikan kerapu macan di Pulau Panggang biasanya langsung dijual kepada pedagang pengumpul (tengkulak) yang juga berasal dari Pulau Panggang atau dari Pulau Pramuka. Adapun rantai pemasaran ikan kerapu macan hasil pengusahaan ikan kerapu macan hasil pengusahaan di Pulau Panggang dapat dilihat pada Gambar 6. 54

74 Nelayan Pendederan Ikan Kerapu Macan Nelayan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan Penampung di Pulau (Tengkulak/ Konsumen) Gambar 6. Rantai Pemasaran Ikan Kerapu Macan Hasil Pembesaran Pengusahaan di Pulau Panggang Ikan kerapu macan yang dipanen biasanya delapan sampai sepuluh bulan dengan berat rata-rata 0,4 kg 0,5 kg. Petani KJA di Pulau Panggang tidak pernah kesulitan untuk menjual hasil panen ikan kerapu macan hasil pengusahaan ini karena para pedagang pengumpul mampu membeli seluruh ikan hasil panen dengan harga yang berlaku di pasar. Petani KJA kebanyakan tidak menjual hasil pengusahaannya langsung ke Jakarta walaupun warga yang ditawarkan lebih tinggi dikarenakan biaya transportasi dan biaya packing ikan yang cukup tinggi. Selain itu resiko kematian ikan pada saat dibawa juga cukup tinggi, sedangkan pembeli atau pedagang pengumpul hanya mau membeli ikan kerapu macan dalam keadaan hidup. Harga ikan kerapu macan di Pulau Pangang berkisar antara Rp Rp per kilogram, sedangkan di Jakarta berkisar antara Rp per kilogram. Pedagang pengumpul langsung datang ke lokasi KJA petani untuk pengambilan ikan kerapu macan sehingga petani tidak memiliki resiko kematian ikan setelah panen Hasil Analisis Aspek Pasar Berdasarkan gambaran analisis aspek pasar, maka dapat disimpulkan bahwa peluang usaha pengusahaan ikan kerapu macan di Pulau Panggang masih sangat besar dan layak untuk diusahakan karena hasil produksi ikan kerapu macan hasil KJA sudah memiliki pembeli yang pasti dan mampu membeli dalam jumlah yang tidak 55

75 terbatas. Selain itu sistem pembelian langsung ke lokasi KJA juga menyebabkan petani tidak memiliki resiko kematian ikan kerapu macan. 6.2 Aspek Teknis Analisis aspek teknis dilakukan terhadap teknik pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA, sehingga kegiatan yang bersifat teknis dalam pengadaan input, dan emilihan lokasi KJA yang dilakukan oleh petani pengusahaan ikan kerapu macan di Pulau Panggang Pemilihan Lokasi Keramba Jaring Apung Pemilihan lokasi KJA diterapkan di kawasan perairan laut yang memliki kedalaman 5-40 meter saat surut dan memiliki arus laut dengan kecepatan 0,15-0,35m/detik dengan substrat dasar berupa pasir laut atau batu. Arus yang melebihi batas yang disarankan dapat mempengaruhi posisi dari jaring dan sistem penjangkaran. Kuatnya arus perairan juga dapat menyebabkan bergesernya posisi rakit dan sebaliknya arus yang terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air yang keluar masuk jaring. Hal ini akan mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut dan timbulnya penyakit akibat parasit yang berasal dari sisa-sisa pakan yang mengendap di waring. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, pengusahaan KJA di Pulau Panggang tidak diteliti terlebih dahulu apakah lokasi KJA sudah sesuai dengan literatur-literatur maupun yang sudah dianjurkan oleh Suku Dinas (Sudin) Perkanan Kepulauan Seribu seperti kedalaman air dari waring, kecepatan arus, pencemaran terutama dari kapal dan limbah rumah tangga, dan lain-lain. Kebanyakan petani pengusahaan menetapkan lokasi KJA hanya melihat lokasi yang kosong dan ukurannya yang cocok untuk menempatkan KJA-nya. Data dari Perikanan Kepulauan Seribu daerah yang menjadi lokasi KJA pengusahaan masih layak untuk diusahakan karena berdasarkan aspek fisika-kimia perairan masih sesuai dengan standart ketentuan lokasi KJA. Kondisi fisik perairan 56

76 yang meliputi suhu, kecerahan kolam perairan, kedalaman perairan, tingkat kekeruhan, salinitas, dan arus perairan di Pulau Panggang yang menjadi lokasi pengusahaan masuk dalam kriteria lokasi yang layak untuk pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Kondisi fisik-kimia dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kondisi Fisika, Kimia pulau-pulau di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu utara, Kabupaten Kepulauan Seribu. No Parameter Satuan Pulau Panggang I Fisika 1 Suhu C 30,2 (29,6) 2 Kecerahan Meter 6 3 Kedalaman Meter 10 4 Kekeruhan Meter 0,70 (1,00) 5 Salinitas 32 (31) 6 Arus m/detik 0,10-0,25 m/detik II Kimia 1 ph Mg/I 8,21 (8,16) 2 Oksigen terlarut Mg/I 7,03 (6,35) (DO) 3 BOD5 Mg/I 2,94 (6,43) 4 COD Mg/I 73,35 (73,35) 5 NH 3 -N Mg/I 0,021 (0,031) (NH 3 +NH 4 ) 6 Nitrit (NO 2 -N) Mg/I 0,021 (0,031) 7 Seng (Zn) Mg/I 0,006 (0,011) 8 Timah hitam (Pb) Mg/I 0,008 (0,008) 9 Tembaga (Cu) Mg/I 0,026 (0,026) 10 Nikel (Ni) Mg/I 0,025 (0,034) 11 Deterjen Mg/I <0.001 (<0.001) 12 Phenol Mg/I <0.001 (<0.001) Keterangan: *) Angka di dalam kurung adalah hasil pengukuran kualitas air dekat dasar laut di kawasan laguna. Sumber: Sudin Perikanan Kepulauan Seribu,

77 Perairan Pulau Panggang juga memenuhi syarat lokasi karena memenuhi beberapa kriteria kesesuaian lahan pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA, yaitu: 1) Perairan yang terlindung dari angin dan gelombang besar 2) Kedalaman perairan 10 meter sesuai dengan pengusahaan sistem KJA 3) Dasar perairan yang berkarang dan berpasir yang merupakan habitat alami dari ikan kerapu macan 4) Letak lokasi yang tidak mengganggu jalur pelayaran 5) Relatif dekat dengan sumber pakan alami (rucah) 6) Sarana transportasi yang tersedia 7) Kecepatan arus 0,15-0,40 m/detik, kecerahan 6 meter, salinitas 32 persen. DO 7,03 mg/i, dan ph 8, Teknik Produksi Ikan Kerapu dengan Sistem KJA Persiapan Wadah Pemeliharaan Wadah pemeliharaan ikan kerapu dalam satu unit KJA terdiri dari empat waring per kotak sebagai wadah pemeliharaan atau pembesaran. Media yang digunakan adalah jaring yang terbuat dari bahan polyethylen dengan ukuran jaring (mesh size) dua inci. Ukuran waring yang digunakan adalah 3.5 x 3.5 x 3.5 meter per kotak Penebaran Bibit Bibit ikan kerapu macan yang digunakan dalam pengusahaan ikan kerapu macan di Pulau Panggang berasal dari Balai sea farming Pulau Semak Daun. Bibit yang ditebar rata-rata ukuran 1-3 cm. penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari pada suhu air tidak terlalu tinggi. Penebaran bibit pada pagi atau sore hari yang dilakukan oleh petani pengusahaan telah sesuai dengan aturan yang dianjurkan untuk pengusahaan ikan kerapu macan. Jumlah bibit yang ditebar adalah 250 ekor per kotak sehingga padat tebar ikan sesuai dengan standart yang telah disarankan. 58

78 Pemberian Pakan Petani pengusahaan ikan kerapu macan di Pulau Panggang memberikan pakan ikan rucah dua kali dalam setu hari pada pagi hari berkisar antara Pukul WIB dan pada sore hari Pukul WIB. Pakan yang diberikan adalah ikan rucah segar yang dibeli atau didapatkan petani dari hasil mencari sendiri. Dosis ikan rucah yang diberikan petani tidak terukur dengan baik. Petani ikan memberikan pakan berdasarkan penglihatan mereka di keramba. Apabila ikan tidak antusias dalam memakan pakan yang diberikan, maka petani akan berhenti memberikan rucah. Petani tidak membandingkan antara biomassa ikan dan jumlah ikan yang diberikan sehingga jumlah pakan yang diberikan tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Aturan pemberian pakan ikan rucah untuk ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Aturan Pemberian Pakan Ikan Rucah untuk Ikan Kerapu Macan Ukuran Ikan (g) Ransum Harian (%BT*) Frekuensi Harian Keterangan: *) Berat Tubuh Sumber: Sih-Yang Sim 2005 Pakan yang seharusnya digunting untuk memperkecil ukurannya hanya dicincang secara kasar oleh petani ikan. Pakan rucah yang belum terpotong dengan sempurna sehingga ukuran tidak sesuai dengan ukuran pakan tidak sesuai dengan bukaan mulut ikan yang diusahakan. Pakan alami (rucah) yang diberikan oleh petani ikan dapat dilihat pada Gambar 7. 59

79 Gambar 7. Pakan Alami (ikan rucah) Ikan Kerapu Macan Petani pengusahaan juga tidak menghitung pertambahan bobot tubuh ikan berdasarkan jumlah pakan yang diberikan (rasio konservasi pakan/fcr). FCR ini dihitung untuk melihat apakah jumlah pakan yang diberikan sebanding dengan laju pertumbuhan bobot ikan sehingga dapat diketahui apakah pemberian pakan yang diberikan telah efisien atau belum. FCR dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. FCR = Total pakan yang dikonsumsi Total pertambahan berta ikan Perbandingan FCR antara ikan kerapu macan dengan pakan rucah dan pelet sebagai perbandingan efektifitas pakan antara rucah dan pelet karena pengusahaan di Pulau Panggang jarang sekali memberikan pelet pada ikan kerapu macan Penyortiran (Sampling) Penyortiran ikan kerapu macan bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan, menentukann dosis pakan, dan memisahkan ikan yang berukuran samaa kedalam satu kotak. Penyortiran dilakukan selama satu bulan sekali, ikan harus dipisah menurut ukuran yang sama, karena apabila tidak dipisah antara ikan yang ukuran besar dengan yang berkuran lebih kecil maka ikan yang besar akan memakan ikan yang kecil (kanibal). Teknik penyortiran akan terus dilakukan hingga samapai waktu panen. 60

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Laut di Indonesia 2.2 Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Laut di Indonesia 2.2 Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Laut di Indonesia Secara garis besar, perikanan dibedakan menjadi dua jenis yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya baik di darat maupun di laut. Perikanan tangkap

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN PADA KELOMPOK SEA FARMING DI PULAU PANGGANG KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

OPTIMASI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN PADA KELOMPOK SEA FARMING DI PULAU PANGGANG KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU OPTIMASI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN PADA KELOMPOK SEA FARMING DI PULAU PANGGANG KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU FANDI WINNA IKHSANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR SKRIPSI OOM ROHMAWATI H34076115 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Oleh : DEWI HERLINA A

Oleh : DEWI HERLINA A KAJIAN KELAYAKAN USAHA PENDEDERAN DAN PENGGELONDONGAN IKAN KERAPU MACAN DI BALAI BUDIDAYA LAUT (BBL) PULAU SEMAK DAUN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA Oleh : DEWI HERLINA A

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus)

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) Ikan Kerapu Macan mempunyai banyak nama lokal. Di India, Kerapu Macan dikenal dengan nama Fana, Chammam, dan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu 2.2 Kerapu Macan dan Kerapu Bebek

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu 2.2 Kerapu Macan dan Kerapu Bebek II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu Ikan kerapu merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di perairan karang, diantaranya celah-celah karang atau di dalam gua di dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A 1 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A14104104 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI SURAHMAT H34066119 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Oleh : Febryanto Wardhana Utama A14105546 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 atau meliputi sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6488.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar ini diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Afnita Widya Sari A14105504 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 dan Bisnis disektro Kelautan [10 Februari 2009].

I. PENDAHULUAN. 1  dan Bisnis disektro Kelautan [10 Februari 2009]. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan laut, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), sekitar 5,8 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersamasama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang

Lebih terperinci

SKRIPSI AFIF FAKHRUZZAMAN H

SKRIPSI AFIF FAKHRUZZAMAN H ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN IKAN NILA GESIT (Studi : Unit Pembenihan Rakyat Citomi Desa Tanggulun Barat, Kec. Kalijati, Kab. Subang Jawaa Barat) SKRIPSI AFIF FAKHRUZZAMAN H34076008 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN LAUT DAN PAYAU (BPBILP) LAMU KABUPATEN BOALEMO 1 Ipton Nabu, 2 Hasim, dan

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 2004 di perairan Semak Daun, Kepulauan Seribu, mulai digalakkan sea farming. Sea farming adalah sistem pemanfaatan ekosistem perairan laut berbasis marikultur dengan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

rovinsi alam ngka 2011

rovinsi alam ngka 2011 Buku Statistik P D A rovinsi alam ngka 2011 Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012 1 2 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Statistilk Provinsi Dalam Angka Provinsi Aceh... 1

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan kerapu macan di pasaran internasional dikenal dengan nama flower

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan kerapu macan di pasaran internasional dikenal dengan nama flower BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Ikan kerapu macan di pasaran internasional dikenal dengan nama flower atau carped cod, nama lokal (Gorontalo)

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA SKRIPSI TIUR MARIANI SIHALOHO H34076150 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta

Lebih terperinci

SKRIPSI RINO ARIBOWO H

SKRIPSI RINO ARIBOWO H ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO KELOMPOK TANI PEMBUDIDAYA IKAN LELE DESA LENGGANG, KECAMATAN GANTUNG, BELITUNG TIMUR, BANGKA BELITUNG SKRIPSI RINO ARIBOWO H 34104072 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) Usaha pembesaran bandeng banyak diminati oleh orang dan budidaya pun tergolong cukup mudah terutama di keramba jaring apung (KJA). Kemudahan budidaya bandeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi

Lebih terperinci

PADA MITRA KABUPATEN BOGOR. Oleh: F I T R I A L

PADA MITRA KABUPATEN BOGOR. Oleh: F I T R I A L ANALISIS TINGKAT KELAYAKAN FINANSIAL PENGGEMUKAN KAMBING DAN DOMBA PADA MITRA TANI FARM, DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh: F I T R I A L A14105549 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A

Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR (Studi Kasus pada Ben s Fish Farm, Desa Cigola, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A14101704

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN IKAN BANDENG PADA KERAMBA JARING TANCAP DI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

PERKEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN IKAN BANDENG PADA KERAMBA JARING TANCAP DI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERKEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN IKAN BANDENG PADA KERAMBA JARING TANCAP DI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Ofri Johan, Achmad Sudradjat, dan Wartono Hadie Pusat Riset Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20, Pasar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG Oleh : Asep Permana C01400003 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR SKRIPSI FELIX BOB SANFRI SIREGAR H 34076064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara produksi udang terbesar di dunia, namun produksi tambak udang di Indonesia sejak tahun 1992 mengalami penurunan. Peristiwa penurunan produksi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09 KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul BISNIS DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tujuh jenis ikan sidat dari total 18 jenis di dunia, ketujuh jenis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tujuh jenis ikan sidat dari total 18 jenis di dunia, ketujuh jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber protein, memiliki kandungan asam lemak tak jenuh dan omega 3 yang bermanfaat bagi kesehatan jantung, kecerdasan otak dan pembulu darah.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Maluku Tenggara sebagai satu kesatuan wilayah akan memberikan peluang dalam keterpaduan perencanaan serta pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 311 STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Muhammad Alhajj Dzulfikri Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Perikanan merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi negara terutama negara yang bercorak agraris seperti Indonesia. Salah satu subsektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING UNTUK USAHA KECIL PENGOLAHAN KACANG ( STUDI KASUS DI PD. BAROKAH CIKIJING MAJALENGKA JAWA BARAT) Oleh: FARIDA WIDIYANTHI A14104549 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci