BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 6 BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan teori tentang baja tahan karat (Stainless steel), jenisjenis stainless steel, stainless steel 304, pengertian stainless steel, faktor-faktor terjadinya korosi, mekanisme korosi, Jenis-Jenis korosi, Dampak korosi, laju korosi, SEM (Scaning Electron Microscopy) 2.2 BAJA TAHAN KARAT (STAINLESS STEEL) Stainless steel merupakan baja paduan yang mengandung sedikitnya 11,5% krom berdasar beratnya. Stainless steel memiliki sifat tidak mudah terkorosi sebagaimana logam baja yang lain. Stainless steel berbeda dari baja biasa dari kandungan kromnya. Baja karbon akan terkorosi ketika diekspos pada udara yang lembab. Besi oksida yang terbentuk bersifat aktif dan akan mempercepat korosi dengan adanya pembentukan oksida besi yang lebih banyak lagi. Stainless steel memiliki persentase jumlah krom yang memadai sehingga akan membentuk suatu lapisan pasif kromium oksida yang akan mencegah terjadinya korosi lebih lanjut (Sumarji, 2011). Untuk memperoleh ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi biasanya dilakukan dengan menambahkan unsur Chromium (Cr) pada baja, minimum sejumlah 12%. Unsur Cr ini akan bereaksi dengan oksigen yang ada di udara (atmosfir) dan membentuk lapisan Cr-oksida yang sangat tipis dipermukaan logam. Lapisan tipis ini kedap dan kuat sehingga berfungsi sebagai tembok yang melindungi permukaan

2 7 logam dibawahnya, lapisan tersebut akan mencegah proses korosi (karat) berkelanjutan. Lapisan Cr-oksida ini dapat dikatakan bersifat permanen, karena jika lapisan tersebut rusak misalkan akibat goresan, maka segera akan kembali terbentuk lapisan Cr-oksida yang baru (Tryckeri, 2013). 2.3 JENIS- JENIS STAINLESS STEEL Stainless steel merupakan salah satu logam ferro dari klasifikasi logam baja (Fe+C = Fe3C) dan dari klasifikasi logam baja paduan tinggi (high alloy) yang unsur paduan di atas 8-10 %.Sedangkan stainless steel memiliki unsur paduan utamanya adalah Chromium(Cr) dan Nickel (Ni) sebagian. Terdapat 5 pembagian dari stainless steel (ASTM committee, 2004) yaitu: Austenitic Stainless Steels Kelompok ini terkandung paling sedikit 16% chromium dan 6% nickel and range hingga paduan tinggi ( high alloy) atau super austenitics seperti AISI 904L dan 6% molybdenum grades. Penambahan elemen paduan lainnya bisa dilakukan terhadap stainless steel ini seperti molybdenum, titanium atau copper,untuk memodifikasi atau meningkatkan sifat-sifatnya. Membuat stainless steel ini sangat cocok untuk pengaplikasian kondisi-kondisi kritis ( critical applications) yang melibatkan temperatur tnggi dengan performa ketahannan korosi tidak berkurang. Grup ini juga sangat cocok untuk apllikasi material cryogenic (material yang beroperasi pada temperatur rendah). Stainless steel austenitic sebenarnya sifat-sifat struktur kristal FCC di dominasi oleh pengaruh unsur nickel.sehingga unsur nickel mencegah kerapuhan (brittleness) pada temperatur rendah membuat stainless steel austenitic memiliki karakteristik untuk menjadi material cryogenic Ferritic Stainless Stainless steel ini merupakan baja dengan paduan murni unsur chromium (10.5 to 18%) grades tanpa nickel seperti Grade AISI 430 dan AISI 409.Kemampuan ketahanan korosinya berkisar menengah (moderate) dan sifat fabrikasinya rendah ditingkatkan dengan cara menambah paduan lain lebih banyak seperti Grades AISI 434 dan AISI 444.

3 Martensitic Stainless Steels Martensitic stainless steels adalah didasarka terhadap penambahan unsur chromium sebagai paduan utama (major alloying element) tetapi dengan kadar karbon di pertinggi dan pada umumnya kadungan unsur chrome di perendah yaitu dengan takaran minimal (e.g. 12% pada Grade AISI 410 dan AISI 416) dari pada jenis ferritic di atas takaran minimal, sedangkan Grade AISI 431 memiliki kandungan unsur chrome berkisar 16%, tetapi struktur mikronya masih berupa martensite meskipun level kendungan chromium-nya tinggi. Hal ini dikarenakan grade ini terkandung 2% nickel Duplex Stainless Steels Duplex stainless steels seperti AISI 2304 dan AISI 2205 (Kode ini mengindikasikan komposisi unsur chromium dan Nickel, yaitu 23% chromium, 4% nickel dan 22% chromium, 5% nickel,dan juga unsur-unsur paduan lain dalam jumlah rendah) memiliki struktur mikro penggabungan atau pencampuran antara austenite dan ferrite. Bisa dikatakan 50:50 Duplex ferritic austenitic steels mengkombinasikan beberapa fitur dari setiap kelas. Stainless steel ini tahan terhadap tegangan retak korosi (stress corrosion cracking), meskipun tak sebaik baja ferritic. Ketangguhan stainless steel ini di atas stainless steel ferritic tetapi dibawah stainless steel austenitic, dan kekuatannya lebih besar di banding stainless steel austenitic. Sebagai tambahan duplex stainiess steel ini ketahanan korosinya juga sama baik dengan tipe 304 dan 316, dan pada umummnya ketahan korosi pitting lebih tinggi dibanding AISI 316. Stainless steel ini kehilangan ketangguhan ketika temperatur berkisar 50 C dan ulet diatas 300 C, sehingga penngunaannya hanya untuk range temperature tersebut. Meskipun semua stainless steel tergantung pada presentase unsur chrome (sebagian besar) dan nickel, elemen paduan lainnya juga sering di tambahkan untuk meningkatkan sifat-sifat stainless steel tersebut menjadi lebih baik lagi. Kategori stainless steel tidak seperti pada logam-logam alamiah pada umumnya struktur kirstal yang berubah-ubah pada suhu kamar (stabil) tergantung presentase unsur chrome dan nickel yaitu FCC (austenitic), BCC (ferritic), penggabungan FCC dan BCC (Duplex) dan BCT (Martensitic)

4 9 2.4 STAINLESS STEEL 304 Baja paduan SS 304 merupakan jenis baja tahan karat austenitic stainless steel yang memiliki komposisi 0.042%C, 1.19%Mn, 0.034%P, 0.006%S, 0.049%Si, 18.24%Cr, 8.15%Ni, dan sisanya Fe (Irfan Mardhani, 2013). Beberapa sifat mekanik yang dimiliki baja karbon tipe 304 ini antara lain: kekuatan tarik 646 Mpa, yield strength 270 Mpa, elongation 50%, kekerasan 82 HRB. Stainless steel tipe 304 merupakan jenis baja tahan karat yang serbaguna.dan paling banyak digunakan. Komposisi kimia, kekuatan mekanik, kemampuan las dan ketahanan korosinya sangat baik dengan harga yang relative terjangkau. Stainless steel tipe 304 ini banyak digunakan dalam dunia industri maupun skala kecil. Penggunaannya antara lain untuk: tanki dan container untuk berbagai macam cairan dan padatan, peralatan pertambangan, kimia, makanan, industri farmasi dan yang terbaru juga sebagai stack PEM fuel cell Karakteristik Stainless steel Tahan Terhadap Korosi Stainless steel 304 adalah salah satu produk baja yang bisa digunakan pada berbagai kondisi termasuk untuk lingkungan dengan perubahan cuaca yang drastis. Material ini sangat tahan terhadap korosi dan bisa menghadapi nitrat, klorida, air panas dan perubahan suhu yang menyebabkan baja menjadi rusak. 2. Tahan Panas Stainless steel 304 juga memiliki salah satu sifat yang unik yaitu mampu tahan terhadap panas dan bisa menghadapi suhu sekitar 870 derajat celsius. Namun jika ingin mempertahankan sifat baja terhadap korosi maka suhu 400 sampai 860 derajat celcius sangat dilarang karena bisa memperpendek dari umur baja itu sendiri. Stainless steel ini juga sangat tahan terhadap material kimia karbid dengan suhu yang panas. 3. Tahan Terhadap Suhu Tinggi Stainless steel 304 juga memliki sifat yang tahan terhadap suhu yang sangat tinggi sehingga banyak digunakan untuk aplikasi industi yang bekerja hingga

5 10 suhu 500 sampai 800 derajat celcius. Akibat pemakaian ini hanya ketahanan baja yang kurang terhadap korosi. 4. Sifat Pengelasan Stainless steel 304 ini bisa dilas tanpa menggunakan material logam campuran. Selain itu perlakuan las memerlukan sistem panas setelah proses pengelasan untuk mencegah kerusakan pada bagian dalam stainless steel. 2.5 PENGERTIAN KOROSI Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan sendirinya pada logam yang berada dalam suatu lingkungan korosif baik itu berbentuk gas maupun cairan atau elektrolit. Oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali, tetapi proses korosi dapat dikendalikan, sehingga akan memperlambat proses perusakannya. Korosi didefinisikan sebagai perusakan atau penurunan kualitas material karena bereaksi dengan lingkungannya (Fontana, 1986). Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat adanya reaksi oksidasireduksi antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya dan menghasilkan senyawa-senyawa/residu yang tidak dikehendaki yaitu karat, sehingga dalam bahasa sehari-hari proses korosi biasa disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling umum adalah perkaratan pada logam besi atau baja (Chemberlain,1998).. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia dengan lingkungannya. Ada definisi lain mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan proses ekstraksi logam dari bijih materialnya. Contohnya, bijih material logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida (FeO) atau besi sulfida (FeSO), setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau besi paduan. Selama pemakaian, besi atau baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi dan kembali menjadi senyawa besi oksida.

6 FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA KOROSI Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses korosi antara lain (Chemberlain, 1998), yaitu: 1 Suhu Kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya kecepatan reaksi korosi. Hal ini terjadi karena makin tinggi suhu maka energi kinetik dari partikelpartikel yang bereaksi akan meningkat sehingga melampaui besarnya harga energi aktivasi dan akibatnya laju kecepatan reaksi (korosi) juga akan makin cepat, begitu juga sebaliknya. 2 Kecepatan Alir Fluida Atau Kecepatan Pengadukan Laju korosi cenderung bertambah jika laju atau kecepatan aliran fluida bertambah besar. Hal ini karena kontak antara zat pereaksi dan logam akan 15 semakin besar sehingga ion-ion logam akan makin banyak yang lepas sehingga logam akan mengalami kerapuhan (korosi). 3 Konsentrasi Bahan Korosif Hal ini berhubungan dengan ph atau keasaman dan kebasaan suatu larutan. Larutan yang bersifat asam sangat korosif terhadap logam dimana logam yang berada didalam media larutan asam akan lebih cepat terkorosi karena karena merupakan reaksi anoda. Sedangkan larutan yang bersifat basa dapat menyebabkan korosi pada reaksi katodanya karena reaksi katoda selalu serentak dengan reaksi anoda. 4 Oksigen Adanya oksigen yang terdapat di dalam udara dapat bersentuhan dengan permukaan logam yang lembab. Sehingga kemungkinan menjadi korosi lebih besar. Di dalam air (lingkungan terbuka), adanya oksigen menyebabkan korosi. 5 Waktu Kontak Aksi inhibitor diharapkan dapat membuat ketahanan logam terhadap korosi lebih besar. Dengan adanya penambahan inhibitor kedalam larutan, maka akan menyebabkan laju reaksi menjadi lebih rendah, sehingga waktu kerja inhibitor untuk melindungi logam menjadi lebih lama. Kemampuan inhibitor untuk melindungi logam dari korosi akan hilang atau habis pada waktu tertentu, hal itu dikarenakan semakin lama waktunya maka inhibitor akan semakin habis terserang oleh larutan.

7 MEKANISME KOROSI Hampir semua logam mengalami korosi yang meliputi perpindahan atau serangan elektron dalam larutan. Semua reaksi korosi dalam air melibatkan reaksi anodik, potensial yang menyertai kelebihan elektron selalu berkurang pada laju korosi. Ini merupakan dasar dari proteksi katodik untuk mengurangi laju korosi pada pipa, tangki baja air panas, dan lain-lain. Semua reaksi korosi larutan merupakan reaksi elektrokimia. Banyak reaksi korosi melibatkan air dan juga fasa uap kondensat, reaksi korosi kering tanpa melibatkan perpindahan elektron dalam zat padat pada keadaan elektrolit dan dianggap sebagai elektrokimia. Reaksi anodik untuk logam yang rusak: M M n+ + ne Sebagai contoh: Fe Fe e Reaksi reduksi dari oksidasi ion dalam larutan disebut reaksi redoks sebagai contoh: Fe 3+ + e - Fe 2+ Reduksi dari oksigen terlarut selalu diamati dalam larutan netral dan asam. Reaksi reduksi oksidasi O 2 + 2H 2 O + 4e - 4OH dan O 2 + 4H + + 4e - Pada keadaan semua reaksi reduksi, air akan tereduksi. 2H 2 O + 2e H 2 + 2OH Dari reaksi diatas diasumsikan peruraian air menjadi H + dan air mengurangi OH - dari kedua sisi reaksi. Laju korosi akan bertambah cepat jika dipengaruhi oleh ; peningkatan temperatur, adanya beda potensial antara dua logam, adanya perlakuan panas pada logam dan jika ada tegangan atau adanya stress pada logam.

8 JENIS JENIS KOROSI Adapun jenis-jenis korosi menurut mekanisme terjadinya korosi adalah sebagai berikut (Jones, 1992) Uniform Corrosion Korosi ini adalah korosi yang terjadi secara menyeluruh dipermukaan. Bentuk korosi ini mudah diprediksi karena kecepatan atau laju korosi di setiap permukaan adalah sama. Dalam upaya pencegahan biasanya kita dapat melakukan pelapisan (coating) di permukaan yang terpapar oleh lingkungan. Gambar 2.1. Contoh uniform corrosion (Sumber: Jones, 1992) Galvanic Corrosion Korosi ini terjadi akibat dua logam atau lebih yang memiliki potensial reduksi (E o red) yang berbeda baik dihubungkan atau terhubung. Berdasarkan deret volta / deret galvanik, material yang memiliki potensial reduksi yang lebih kecil akan mengalami korosi. Gambar 2.2. Contoh Galvanic Corrosion (Sumber: Jones, 1992)

9 Crevice Corrosion Korosi ini terjadi karena terdapat celah antara 2 logam sejenis yang digabungkan. Sehingga terbentuk kadar oksigen yang berbeda diantara area di dalam celah dan diluarnya, sehingga akan menyebabkan korosi Stress Corrosion Cracking (SCC) Korosi terjadi karena adanya tegangan beban tarik pada suatu material di lingkungan korosif. Logam pertama-tama akan terkena korosi pada suatu titik, dan kemudian akan terbentuk retakan. Retakan ini akan menjalar dan dapat menyebabkan kegagalan pada komponen tersebut. Sifat yang khas dari korosi ini adalah crack yang berbentuk akar serabut. Gambar 2.3 Contoh stress corrosion cracking (Sumber: Jones, 1992) Corrosion Fatigue Cracking (CFC) Korosi terjadi karena adanya tegangan beban fatik pada suatu material di lingkungan korosif. Hal ini sewaktu-waktu akan menyebabkan material tersebut akan terkena korosi pada satu titik yang menyebabkan crack yang menjalar berbentuk tidak serabut Erosion-Corrosionand Fretting Korosi ini terjadi karena adanya fluida korosif yang mengalir pada permukaan material. Fluida tersebut dapat berupa liquid (Erosion Corrosion) maupun gas (Fretting Corrosion) dengan kecepatan tinggi. Karena kecepatan tinggi dari fluida korosif yang mengalir, terjadi efek keausan mekanis atau abrasi. Lapisan pasif atau

10 15 pun coating pada permukaan material akan terkikis, sehingga kemungkinan terjadinya korosi semakin besar Hydogen Induced Cracking (HIC) Korosi terjadi karena adanya tegangan internal pada suatu material karena adanya molekul-molekul gas hidrogen yang berdifusi ke dalam struktur atom logam. Hidrogen dapat terbentuk akibat reduksi H 2 O ataupun dari asam. Penetrasi hidrogen ini akan menyebabkan korosi pada material, dan kemudian terjadi perpatahan getas Intergranular Corrosion (Korosi Batas Butir) Korosi terjadi akibat adanya chrome pada sekitar batas butir yang membentuk presipitat kromium karbida di batas butir. Kemudian akan terjadi crack yang menjalar sepanjang batas butir Pitting Corrosion Korosi yang terjadi akibat rusaknya lapisan pasif di satu titik karena pengaruh dari lingkungan korosif. Contoh lingkungan korosif tersebut seperti pada air laut. Air laut yang mengandung Ion Cl - akan menyerang lapisan pasif dari logam. Ketika terjadi permulaan pitting pada satu titik di permukaan lapisan pasif, maka ion Cl- akan terkonsentrasi menyerang pada permukaan lapisan pasif yang terjadi pitting terlebih dahulu sehingga pitting akan menjadi dalam. Pecahnya lapisan pasif mengakibatkan gas hidrogen dan oksigen mudah masuk dan mengkorosikan material tersebut. Material yang biasa mengalami pitting corrosion salah satunya adalah stainless steel. Gambar 2.4 Contoh pitting corrosio (Sumber: Jones, 1992)

11 DAMPAK KOROSI Korosi yang terjadi pada logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat dicegah dan dikendalikan sehingga struktur atau komponen mempunyai masa pakai yang lebih lama. Setiap komponen atau struktur mengalami tiga tahapan utama yaitu perancangan, pembuatan dan pemakaian. Ketidakberhasilan salah satu aspek seperti korosi menyebabkan komponen akan mengalami kegagalan. Kerugian yang akan dialami dengan adanya korosi meliputi finansial dan safety, diantaranya: 1 Penurunan kekuatan material 2 Penipisan 3 Downtime dari equipment 4 Retak & Pitting 5 Kebocoran fluida 6 Embrittlement 7 Penurunan sifat permukaan material 8 Penurunan nilai / hasil produksi 9 Modification 2.10 LAJU KOROSI Laju korosi merupakan suatu besaran cepat atau lambat suatu material bereaksi dengan lingkungannya dan mengalami korosi. Menurut (Fontana, 1987) dalam bukunya Corrosion Engineering laju korosi dapat di definisikan dalam berbagai macam, seperti presentase kehilangan massa, miligram per sentimeter persegi per hari dan gram per inchi persegi per jam. Selain itu juga digunakan mils per year (mpy) yang menyatakan laju penetrasi serangan korosi. Menghitung laju korosi pada umumnya menggunakan 2 cara yaitu: Metode Kehilangan Berat Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Perhitungan laju korosi atas dasar kehilangan berat selama pengujian, seperti pada

12 17 persamaan di bawah ini (Sumarji, 2011): (2.1) Keterangan: CR = laju korosi (mpy) K = konstanta laju korosi = 5,44 x 10-2 W = massa yang hilang (g) T = waktu perendaman (jam) A = luas permukaan spesimen (cm 2 ) D = densitas spesimen (g/cm 3 ) Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang ingin diketahui laju korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari pada berat awal merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan kedalam rumus untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya. Pada penelitian yang dilakukan (Ornelasari, 2015) dijelaskan dari hasil perhitungan dengan metode kehilangan berat pada media air nira aren dan asam asetat bahwa ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi dari laju korosi yaitu dari pengaruh waktu perendaman dan kadar dari keasaman larutan ph di penelitian ini di jelaskan bahwa untuk perendaman dalam air nira aren dengan ph 4,6 laju korosi terbesarnya adalah 48,669 mpy dengan waktu perendaman selama 4 hari. Sedangkan untuk laju korosi terkecil sebesar 14,36 mpy dengan waktu perendaman selama 7 hari. Untuk perendaman dalam larutan asam asetat dengan ph 2,5 laju korosi terbesarnya adalah 69,574 mpy juga terjadi pada waktu perendaman 4 hari, sedangkan untuk laju korosi terkecil sebesar 13,936 mpy dialami oleh sample dengan waktu perendaman selama 7 hari. Berdasarkan data bahwa semakin lama perendaman laju korosi yang terjadi akan semakin menurun dan laju korosi terbesar terjadi pada diawal proses perendaman yaitu pada waktu 4 hari. Hal ini berkaitan dengan permukaan logam yang masih telanjang belum terselimuti oleh lapisan hasil korosi. Pada rentang waktu 4 sampai 7 hari laju korosi menurun, hal ini dikarenakan terbentuknya lapisan hasil korosi.

13 Metode Elektrokimia Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan waktu lainya berbeda). Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga secara umur pemakaian maupun kondisi untuk dapat di treatmen tidak dapat diketahui. Kelebihan dari metode ini adalah kita bisa langsung mengetahui laju korosi pada saat di ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama dan salah satu contoh alat dari metode elektrokimia yang dipakai untuk penelitian ini adalah potensiostat. 1. Potensiostat Teknik elektrokimia untuk keperluan analisis kuantitatif instrumental membutuhkan pengetahuan dan alat-alat tambahan untuk pengolahan data. Hal ini berkenaan dengan kenyataan bahwa pembangkit sinyal analitik yang dihasilkan dalam komponen instrumen memerlukan pengolahan agar dapat memberikan data yang mudah dibaca dan diolah untuk bahan informasi. Potensiostat merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur arus yang melewati pasangan elektroda kerja dan elektroda kounter dan selalu menjaga keseimbangan beda potensial antara elektroda kerja dan elektroda pembanding. Potensiostat mengukur arus yang mengalir antara elektroda kerja dan elektroda pembanding. Variabel yang dikontrol oleh potensiostat adalah potensial sel, sedangkan variabel yang diukur adalah arus sel. Bentuk dari potensiostat dapat dilihat pada gambar yang terdiri dari lima komponen yaitu: sinyal generator, power amplifier, elektrometer, I/E converter dan perekam.

14 19 Gambar 2.5 Susunan dasar Potensiostat (Sumber: Anggraeni, 2008) Signal Generator (Pembangkit Sinyal) Pembangkit sinyal ini menghasilkan perbedaan potensial antara elektroda kerja dengan elektroda pembanding. Perbedaan potensial dibentuk dari potensial tunggal atau potensial yang dikontrol oleh komputer. Output digital ke analog (D/A) mengubah bilangan yang dihasilkan komputer kedalam potensial. Pemilihan yang tepat dari urutan bilangan memungkinkan komputer menghasilkan potensial yang konstan, potensial yang linier dan gelombang sinusdatar (sinusoidal). Bilangan dari eksitasi potensial menghasilkan variasi yang berbeda dari voltammetri. Elektrometer Rangkaian elektrometer mengukur beda potensial antara elektroda kerja dengan elektroda pembanding. Outputnya memiliki dua fungsi yaitu feedback signal pada rangkaian potensiostat dan sinyal diukur sewaktu-waktu potensial sel dibutuhkan. Elektrometer yang ideal memiliki arus input nol dan memiliki impedansi input yang tidak terbatas. The I/E conventer (pengubah arus ke potensial) Pengubah arus ke potensial merupakan rangkaian pengikut arus untuk mengukur arus sel dan menampilkan sebagai potensil. Potensial output, Eout diperoleh dari arus sel X resistor feedback. The Power Amplifier (Daya Amplifier) Daya amplifier atau pengontrol amplifier dari potensiostat berfungsi mengatur potensial pada elektroda

15 20 kounter elektroda kerja untuk mencapai selisih yang tepat pada elektroda pembanding-elektroda kerja. Pengontrol amplifier membandingkan potensial sel yang diukur dengan potensial yang diharapkan dan mengendalikan arus yang masuk kedalam sel untuk memaksa potensialnya menjadi sama. Potensial yang diukur adalah input yang masuk ke dalam input negatif dari pengontrol amplifier. Perekam Data/ The Recorder Merupakan peralatan sederhana untuk menampilkan dan merekam potensiostat dalam bentuk chart recorder output atau voltmeteter digital SEM (Scanning Electron Microscopy) SEM terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 30 kv. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan image berukuran <~10nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar. Diagram skematik dan cara kerja SEM digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.6 Diagram skematik fungsi dasar dan cara kerja SEM (Sumber: Anggraeni, 2008) SEM sangat cocok digunakan dalam situasi yang membutuhkan pengamatan permukaan kasar dengan pembesaran berkisar antara 20 kali sampai kali.

16 21 Sebelum melalui lensa elektromagnetik terakhir scanning raster mendeflesikan berkas elektron untuk men-scan permukaan sampel. Hasil scan ini tersinkronisasi dengan tabung sinar katoda dan gambar sampel akan tampak pada area yang di-scan. Tingkat kontras yang tampak pada tabung sinar katoda timbul karena hasil refleksi yang berbeda-beda dari sampel. Sewaktu berkas elektron menumbuk permukaan sampel sejumlah elektron direfleksikan sebagai backscattered electron (BSE) dan yang lain membebaskan energi rendah secondary electron (SE). Emisi radiasi elektromagnetik dari sampel timbul pada panjang gelombang yang bervariasi tapi pada dasarnya panjang gelombang yang lebih menarik untuk digunakan adalah daerah panjang gelombang cahaya tampak (cathodoluminescence) dan sinar-x. Elektron-elektron BSE dan SE yang direfleksikan dan dipancarkan sampel dikumpulkan oleh sebuah scintillator yang memancarkan sebuah pulsa cahaya pada elektron yang datang. Cahaya yang dipancarkan kemudian diubah menjadi sinyal listrik dan diperbesar oleh photomultiplier. Setelah melalui proses pembesaran sinyal tersebut dikirim ke bagian grid tabung sinar katoda. Scintillator biasanya memiliki potensial positif sebesar 5 10 kv untuk mempercepat energi rendah yang dipancarkan elektron agar cukup untuk mengemisikan cahaya tampak ketika menumbuk scintillator. Scintillator harus dilindungi agar tidak terkena defleksi berkas elektron utama yang memiliki potensial tinggi. Pelindung metal yang mengandung metal gauze terbuka yang menghadap sampel memungkinkan hampir seluruh elektron melalui permukaan scintillato (Anggraeni, 2008).

BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDAHULUAN

BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDAHULUAN 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan teori tentang baja karbon (carbon steel), jenis-jenis carbon steel, karakteristik carbon steel 1020, PEM fuel cell, komponen utama PEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL A. Kerangka Konsep Baja stainless merupakan baja paduan yang

Lebih terperinci

`BAB II TINJAUAN PUSTAKA

`BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 `BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung di dataran tinggi Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Koordinat puncak Gunung Sinabung adalah 03 o 10 LU dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gas HHO Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses elektrolisis air. Elektrolisis air akan menghasilkan gas hidrogen dan gas oksigen, dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>>

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>> Matakuliah Tahun : Versi : / : Pertemuan 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Proses pengujian panas yang dihasilkan dari pembakaran gas HHO diperlukan perencanaan yang cermat dalam perhitungan dan ukuran. Teori-teori yang berhubungan dengan pengujian yang

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BAJA STAINLESS STEEL Baja stainless merupakan baja paduan yang mengandung minimal 10,5% Cr. Sedikit baja stainless mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe. Karakteristik

Lebih terperinci

Handout. Bahan Ajar Korosi

Handout. Bahan Ajar Korosi Handout Bahan Ajar Korosi PENDAHULUAN Aplikasi lain dari prinsip elektrokimia adalah pemahaman terhadap gejala korosi pada logam dan pengendaliannya. Berdasarkan data potensial reduksi standar, diketahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN KETAHANAN KOROSI STAINLESS STEEL TIPE SS 304 DAN SS 201 MENGGUNAKAN METODE U-BEND TEST SECARA SIKLIK DENGAN VARIASI SUHU DAN PH

STUDI PERBANDINGAN KETAHANAN KOROSI STAINLESS STEEL TIPE SS 304 DAN SS 201 MENGGUNAKAN METODE U-BEND TEST SECARA SIKLIK DENGAN VARIASI SUHU DAN PH Sumarji, Jurnal ROTOR, Volume 4 Nomor1, Januari 2011 1 STUDI PERBANDINGAN KETAHANAN KOROSI STAINLESS STEEL TIPE SS 304 DAN SS 201 MENGGUNAKAN METODE U-BEND TEST SECARA SIKLIK DENGAN VARIASI SUHU DAN PH

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh berbagai macam sektor industri di Indonesia terutama industri perkapalan. Tidak sedikit

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Laju Korosi Stainless Steel AISI 304 Pengujian terhadap impeller dengan material baja tahan karat AISI 304 dengan media limbah pertambangan batu bara di BATAN Puspitek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baut adalah salah satu komponen pengikat, banyak digunakan dalam industri mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN :

Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : ANALISA KOROSI DAN PENGENDALIANNYA M. Fajar Sidiq Akademi Perikanan Baruna Slawi E-mail : mr_paimin@yahoo.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dengan tingkat curah hujan dan kelembaban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja nirkarat austenitik AISI 304, memiliki daya tahan korosi lebih baik dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air laut.

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau berkurangnya mutu suatu material baik material logam maupun non logam karena bereaksi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia telah banyak memanfaatkan logam untuk berbagai keperluan di dalam hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa digunakan sebagai

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak

BAB II DASAR TEORI. II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak BAB II DASAR TEORI II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak Industri pengolahan kilang minyak merupakan industri yang banyak menggunakan peralatan dari baja dan paduannya. Peralatan-peralatan tersebut di

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali

TINJAUAN PUSTAKA. logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar Korosi adalah hasil atau produk dari reaksi kimia antara logam ataupun paduan logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali kebentuk campuran

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK * Ir. Soewefy, M.Eng, ** Indra Prasetyawan * Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC)

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) Korosi merupakan kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

DUPLEX STAINLESS STEEL

DUPLEX STAINLESS STEEL DUPLEX STAINLESS STEEL Oleh: Mohamad Sidiqi Pendahuluan Stainless Steel (SS) adalah baja dengan sifat ketahanan korosi yang sangat tinggi di berbagai kondisi lingkungan, khususnya pada atmosfer ambient

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh sebab

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Baja Nirkarat Austenitik Kandungan unsur dalam logam mempengaruhi ketahanan logam terhadap korosi, dimana paduan dengan unsur tertentu lebih tahan korosi dibanding logam

Lebih terperinci

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles.

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles. JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam,

Lebih terperinci

PERCOBAAN LOGAM KOROSI BASAH DAN KOROSI ATMOSFERIK

PERCOBAAN LOGAM KOROSI BASAH DAN KOROSI ATMOSFERIK LAPORAN RESMI PRAKTIKUM REKAYASA BAHAN P1 PERCOBAAN LOGAM KOROSI BASAH DAN KOROSI ATMOSFERIK DIONISIUS ANDY K NRP 2412.100.106 ASISTEN NUR KHOLIS JAUHARI NRP 2411.100.093 PROGRAM STUDI S1 TEKNIK FISIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Oxyhydrogen (HHO) HHO atau yang juga dikenal dengan nama oxyhydrogen adalah teknologi yang sengaja dibuat open source tanpa paten. Strategi ini dibuat oleh sang penemu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFENISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi merupakan proses merusak yang disebabkan oleh reaksi kimia antara logam atau paduannya dengan lingkungannya. Fenomena ini dapat terjadi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT PENGENDALIAN KOROSI STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT Kavitasi Bentuk kerusakan yang hampir serupa dengan erosi mekanis, hanya mekanisme penyebabnya berbeda. 1. Terbentuknya gelembung

Lebih terperinci

KOROSI. B. Jenis-jenis Korosi 1. Uniform/General Corrosion (Korosi Menyeluruh)

KOROSI. B. Jenis-jenis Korosi 1. Uniform/General Corrosion (Korosi Menyeluruh) KOROSI Korosi merupakan salah satu musuh besar dalam dunia industri, beberapa contoh kerugaian yang ditimbulkan korosi adalah terjadinya penurunan kekuatan material dan biaya perbaikan akan naik jauh lebih

Lebih terperinci

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Muhammad Nanang Muhsinin 2708100060 Dosen Pembimbing Budi Agung Kurniawan, ST,

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI Oleh BUDI SETIAWAN 04 03 04 015 8 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK SALMON PASKALIS SIHOMBING NRP 2709100068 Dosen Pembimbing: Dr. Hosta Ardhyananta S.T., M.Sc. NIP. 198012072005011004

Lebih terperinci

ANTI KOROSI BETON DI LINGKUNGAN LAUT

ANTI KOROSI BETON DI LINGKUNGAN LAUT ANTI KOROSI BETON DI LINGKUNGAN LAUT Pendahuluan : Banyak bangunan di lingkungan Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya terkena korosi terutama konstruksi beton di bawah duck beton dermaga Oil Jetty ( SPOJ

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr Sel Volta A. PENDAHULUAN Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari aspek elektronik dari reaksi kimia. Sel elektrokimia adalah suatu sel yang disusun untuk mengubah energi kimia menjadi energi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI. Abstrak

DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI. Abstrak Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 36 DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI 1 Muhammad Akhlis Rizza, 2 Agus Dani 1,2 Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang, Jl.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Korosi

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Korosi BAB II TEORI DASAR 2.1 Korosi Korosi didefinisikan sebagai pengrusakkan atau kemunduran suatu material yang disebabkan oleh reaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Pada metal, korosi dapat dijelaskan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LOGAM DAN KOROSI

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LOGAM DAN KOROSI LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LOGAM DAN KOROSI IDENTIFIKASI KOROSI Kelompok V-A Vindi Arifka NRP. 2313 030 002 Shinta Hilmy Izzati NRP. 2313 030 016 Zandhika Alfi Pratama NRP. 2313 030 035 Putri Dewi Fatwa NRP.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

Stainless and Heat-Resisting Crude Steel Production (in 000 metric tons)

Stainless and Heat-Resisting Crude Steel Production (in 000 metric tons) Karakteristik Dan Pemilihan Material Ferritic Stainless Steel Dr.-Ing. Bambang Suharno Dr. Ir. Sri Harjanto Metallurgy and Materials Engineering Department 2007 Stainless and Heat-Resisting Crude Steel

Lebih terperinci

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan - Siswa mampu membuktikan penurunan titik beku larutan akibat penambahan zat terlarut. - Siswa mampu membedakan titik beku larutan elektrolit

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Aisha Mei Andarini. Oleh : Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat.Triwikantoro, M.Sc. Surabaya, 21 juli 2010

SEMINAR TUGAS AKHIR. Aisha Mei Andarini. Oleh : Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat.Triwikantoro, M.Sc. Surabaya, 21 juli 2010 SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI KASUS DESAIN PROTEKSI KATODIK ANODA KORBAN PADA PIPA BAWAH TANAH PDAM JARINGAN KARANG PILANG III Oleh : Aisha Mei Andarini Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat.Triwikantoro, M.Sc Surabaya,

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Sidang TUGAS AKHIR Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Latar Belakang Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 Batasan Masalah Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 PERMASALAHAN Abdul Latif Mrabbi /

Lebih terperinci

Elektrokimia. Sel Volta

Elektrokimia. Sel Volta TI222 Kimia lanjut 09 / 01 47 Sel Volta Elektrokimia Sel Volta adalah sel elektrokimia yang menghasilkan arus listrik sebagai akibat terjadinya reaksi pada kedua elektroda secara spontan Misalnya : sebatang

Lebih terperinci

APLIKASI REAKSI REDOKS DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI Oleh : Wiwik Suhartiningsih Kelas : X-4

APLIKASI REAKSI REDOKS DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI Oleh : Wiwik Suhartiningsih Kelas : X-4 APLIKASI REAKSI REDOKS DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI Oleh : Wiwik Suhartiningsih Kelas : X-4 A. DESKRIPSI Anda tentu pernah mengalami kekecewaan, karena barang yang anda miliki rusak karena berkarat. Sepeda,

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau alami, yang dapat digunakan untuk setiap periode waktu, secara keseluruhan atau sebagai

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7] BAB II DASAR TEORI 2.1 BAJA Baja merupakan material yang paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah dibentuk. Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja dengan jenis baja karbon

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian (flow chat) Mulai Pengambilan Data Thi,Tho,Tci,Tco Pengolahan data, TLMTD Analisa Grafik Kesimpulan Selesai Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Stainless Steel Stainless steel adalah baja paduan yang memilki sifat tahan korosi (karat), sehingga secara luas digunakan dalam industri kimia, pupuk, makanan & minuman,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA Bab IV. Hasil dan Analisa 59 BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian 4.1.1.Hasil Pengujian Dengan Metoda Penetrant Retakan 1 Retakan 2 Gambar 4.1. Hasil Pemeriksaan dengan Metoda Penetrant pada Pengunci

Lebih terperinci

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis ini merupakan

Lebih terperinci

Ir. Hari Subiyanto, MSc

Ir. Hari Subiyanto, MSc Tugas Akhir TM091486 METALURGI Budi Prasetya Awab Putra NRP 2104 100 018 Dosen Pembimbing: Ir. Hari Subiyanto, MSc ABSTRAK Austenitic stainless steel adalah suatu logam paduan yang mempunyai sifat tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 27.000 MWe yang tersebar di Sumatera bagian

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN 4.1.HASIL PENGUJIAN OPTICAL SPECTROSCOPY BAJA DARI SPONGE BIJIH BESI LATERITE T1 22320 QUALITY CQ1 SRK DAN BAJA KARBON Dari pengujian Optical spectroscopy baja dari sponge

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan teori tentang analisis elektrokimia, sel elektrokimia, larutan elektrolit, jenis jenis elektroda, potensiometri, voltammetri, potentiostatic

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 28 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Operasi Kondisi operasi dan informasi teknis dari sampel sesuai dengan data lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1, sedangkan posisi sample dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. BAJA HSLA (HIGH STRENGTH LOW ALLOY) Baja HSLA(High Strength Low Alloy Steel) atau biasa disebut juga dengan microalloyed steel adalah baja yang di desain untuk dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Baja Baja merupakan paduanyang terdiri dari besi karbon dan unsur lainnya. Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, pencanaiaan atau penempaan. Karbon merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas, yang dimana tujuan utamanya adalah untuk mencegah logam dengan korosifnya, namun juga mendapatkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Korosi yang terjadi pada industri minyak dan gas umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu: Suhu dan tekanan yang tinggi. Adanya gas korosif (CO 2 dan H 2 S). Air yang

Lebih terperinci