PENGARUH LAMA PERSILANGAN DAN JUMLAH INDIVIDU BETINA TERHADAP KEBERHASILAN KAWIN Drosophila melanogaster STRAIN w DAN w a

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH LAMA PERSILANGAN DAN JUMLAH INDIVIDU BETINA TERHADAP KEBERHASILAN KAWIN Drosophila melanogaster STRAIN w DAN w a"

Transkripsi

1 PENGARUH LAMA PERSILANGAN DAN JUMLAH INDIVIDU BETINA TERHADAP KEBERHASILAN KAWIN Drosophila melanogaster STRAIN w DAN w a Laporan Proyek Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Genetika II yang dibina oleh Prof. Dr. A. D. Corebima, M.Pd. dan Dr. Siti Zubaidah, M.Pd. Oleh Kelompok /Off C Anisa Rizki Amalia ( ) Yuli Estiningsih ( ) The Learninng University UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Desember 01

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kemampuan reproduksi dengan cara melakukan perkawinan yang bertujuan untuk mempertahankan atau melestarikan jenisnya. Proses reproduksi atau perkembangbiakan yang dilakukan baik secara seksual maupun aseksual. Drosophila merupakan salah satu marga insekta yang berkembangbiak secara seksual. Drosophila melanogaster merupakan spesies yang banyak dimanfaatkan sebagai obyek pada berbagai percobaan, hal ini dikarenakan D. melanogaster mempunyai banyak kelebihan diantaranya mudah diperoleh, mudah dikembangbiakkan, mudah dipelihara, memiliki siklus hidup yang pendek, dan ukurannya yang kecil (Campbell, 00). D. melanogaster memiliki tingkat keberhasilan kawin yang lebih tinggi dibanding spesies lainnya. D. melanogaster telah lama populer menjadi model dalam pembelajaran aspek evolusioner terkait keberhasilan kawin dalam populasinya. Tidak semua perkawinan yang dilakukan suatu individu berhasil dan menghasilkan suatu keturunan, namun beberapa diantaranya mengalami kegagalan sehingga tidak dihasilkan keturunan. Keberhasilan kawin dari D. melanogaster dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor internal atau faktor genetik, misalnya adanya hormon perkawinan (hormon feromon) dan faktor eksternal atau faktor lingkungan, misalnya suhu atau temperatur, cahaya, kelembapan, dan faktor lingkungan lainnya (Markow, 1987). Faktor internal maupun eksternal dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap keberhasilan kawin, dan pengaruh ini bisa diketahui dan dibuktikan dengan suatu penelitian. Dewasa ini banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui perilaku reproduksi D. melanogaster. Kenyataan yang diketahui, jantan dapat kawin dengan lebih dari satu betina menunjukkan seleksi dari perilaku reproduksinya. Perkawinan berulang pada Drosophila merupakan suatu keuntungan bagi jantan dan seleksi tersendiri bagi jantan sebagai respon terhadap betina. Hal ini juga dibuktikan oleh Nusantari (1997) dalam Singh dan Singh (000), dalam penelitiannya bahwa selang waktu hari individu jantan D.

3 melanogaster dapat kawin sebanyak sampai 7 kali, sedangkan pada waktu hari dapat melakukan kawin sampai 6 kali. Mc Sheely (196) dalam Priest et al (008), menyatakan bahwa kemampuan kawin individu jantan Drosophila juga menunjukkan bahwa banyaknya individu betina yang dipasangkan akan menentukan frekuensi kawin individu jantan beberapa jenis Drosophila. Jika 1 individu jantan dikawinkan dengan dengan 15 individu betina maka kemampuan kawin akan meningkat sekitar 1,5 kali lebih tinggi daripada dikawinkan dengan 10 individu betina. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian pada D. melanogaster untuk membuktikan pengaruh dari beberapa faktor terhadap keberhasilan kawin individu tersebut dengan melakukan persilangan dan memberikan perlakuan perbedaan jumlah betina dan lama waktu persilangan. Sehingga dari paparan diatas laporan ini diberi judul Pengaruh Lama Persilangan dan Jumlah Individu Betina terhadap Keberhasilan Kawin Drosophila melanogaster Strain w dan w a. B.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah ada pengaruh jumlah betina terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a?. Apakah ada pengaruh lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a?. Apakah ada interaksi antara jumlah betina dan lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui pengaruh jumlah betina terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a.

4 . Mengetahui pengaruh lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a.. Mengetahui interaksi antara jumlah betina dan lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian pengaruh jumlah betina dan lama waktu persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a bagi mahasiswa adalah sebagai berikut. 1. Memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh jumlah betina terhadap keberhasilan kawin D. Melanogaster strain w dan w a. Memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh lama waktu persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a.. Penelitian ini diharapkan dapat menunjang perkembangan genetika selanjutnya. E. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Adapun ruang lingkup dan batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Strain D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain w dan w a.. Jumlah betina yang disilangkan adalah 5 dan 10 ekor, sedangkan jumlah jantannya hanya 1 ekor.. Lama persilangan yang dilakukan adalah 1 jam, jam, 6 jam dan 8 jam.. Pengamatan terhadap betina yang menghasilkan larva dilakukan selama 7 hari. F. Asumsi Adapun asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Umur D. melanogaster yang disilangkan dianggap sama.. Seluruh aspek biologis setiap individu D. melanogaster yang disilangkan dalam penelitian dianggap sama.. Kondisi lingkungan (suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya) selama penelitian dianggap sama.

5 . Seluruh kondisi botol dan medium dianggap sama. G. Definisi Operasional Dalam penyusunan laporan ini terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai hal. Masing-masing istilah memiliki arti sesuai dengan konteks penggunaannya. Adapun istilah tersebut sebagai berikut. 1. Jumlah betina adalah jumlah individu betina D. melanogaster yang disilangkan dengan 1 individu jantan, adapun jumlah betina yang disilangkan dalam penelitian adalah 5 dan 10 ekor.. Lama waktu persilangan adalah selang waktu yang digunakan untuk proses persilangan antara individu jantan dan individu betina D. melanogaster, adapun lama waktu yang digunakan dalam penelitian adalah 1 jam, jam, 6 jam dan 8 jam.. Strain adalah galur-galur dalam suatu spesies, adapun spesies yang digunakan dalam penelitian adalah w dan w a.. Keberhasilan kawin yang dimaksud adalah hasil perkawinan yang dapat diketahui dengan ada tidaknya larva pada masing-masing botol yang berisi individu betina.

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Drosophila melanogaster Menurut Beuk (1997), sistematika dari D. melanogaster adalah sebagai berikut. Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Diptera Family : Drosophilidae Genus : Drosophila Species : D. melanogaster D. melanogaster merupakan salah satu spesies lalat buah yang digunakan dalam penelitian di bidang genetika. D. melanogaster merupakan serangga yang mudah berkembangbiak. Hasil dari satu perkawinan saja dapat dihasilkan ratusan keturunan, dan generasi yang baru dapat berkembangbiak selama dua minggu. Karakteristik ini menjadikan lalat buah menjadi organisme yang cocok sekali untuk kajian-kajian genetik (Campbell, 00). B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kawin Kemampuan kawin pada D. melanogaster dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Sejauh ini, kontribusi jantan dalam hal keberhasilan kawin sangat menentukan karena individu jantan melakukan seleksi terhadap betina yang akan dikawininya. Meskipun diketahui bahwa jantan dapat melakukan perkawinan dengan lebih dari satu betina, tetapi waktu yang diperlukan bagi jantan untuk melakukan perkawinan kedua dan lama kopulasi pada perkawinan kedua tersebut belum dapat diketahui secara pasti. Umumnya, lama kopulasi pada D. melanogaster terjadi dalam selang waktu sekitar 1-0 menit (Singh and Singh, 000). Selain itu menurut Corebima (1995) dalam Kusmindarti (1998) yang menyatakan bahwa jumlah betina D. Melanogaster yang semakin banyak akan meningkatkan kemampuan kawin individu jantan D. Melanogaster. Mc Sheely

7 (196) dalam Priest et al (008), juga menyatakan bahwa jumlah individu betina akan menentukan frekuensi kawin individu jantan pada beberapa jenis D. Melanogaster. Dimana jika individu jantan disilangkan dengan 15 individu betina maka kemampuan kawin akan meningkat 1,5 kali. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan kawin D. melanogaster diantaranya umur dan jumlah individu betina. Betina dengan umur yang belum mencapai kematangan seksual akan menolak jantan hingga betina tersebut telah mencapai kematangan seksual. Selain itu, D. melanogaster mempunyai semacam feromon yang menunjukkan dimorfisme seksual. Dalam perkawinan, feromon memiliki peran penting karena feromon yang dikeluarkan oleh individu betina yang diterima jantan akan menstimulus jantan untuk memulai tahap-tahap kopulasi (Vosshall, 008). Namun, belum diketahui secara jelas bagaimana mekanisme feromon yang dikeluarkan oleh betina dapat diterima oleh jantan, begitu pula perbedaan feromon yang dikeluarkan oleh betina perawan ataupun betina yang bukan perawan (Vosshall, 008). Hal lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan kawin pada D. melanogaster adalah karakeristik beberapa strain jantan yang memiliki ketertarikan lebih terhadap betina strain lain sehingga jantan tersebut lebih memilih untuk mendekati betina strain lain dibandingkan dengan betina sesama strain (Kowalsky, 00).

8 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konseptual Persilangan D. melanogaster antara strain w dan w a. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. kemampuan kawin individu jantan Drosophila tergantung banyaknya individu betina yang dipasangkan Priest et al (008) Nusantari (1997) dalam Singh dan Singh (000), selang waktu hari individu jantan D.melanogaster dapat kawin sebanyak -7 kali, sedangkan pada waktu hari dapat melakukan kawin - 6 kali. Keberhasilan kawin D. melanogaster (pengaruh jumlah betina) Persilangan 1 dengan 5 dan 1 dengan 10 (pengaruh lama persilangan) Lama persilangan 1 jam, jam, 6 jam dan 8 jam Keberhasilan kawin ditandai dengan larva yang dihasilkam oleh individu betina B. Hipotesis 1. Ada pengaruh jumlah betina terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a.. Ada pengaruh lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a.. Ada interaksi antara jumlah betina dan lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain w dan w a.

9 BAB IV METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan bersifat eksperimen, hal ini dikarenakan obyek penelitian diberi perlakuan yang selanjutnya akan diamati serta dianalisis pengaruhnya terhadap perlakuan yang diberikan. Rancangan penelitian yang kami lakukan dengan cara menyilangkan 5 individu betina dan 10 individu betina dengan 1 jantan selama 1 jam, jam, 6 jam dan 8 jam. Strain yang digunakan, yaitu w

10 dan w a. Penelitian ini dilakukan sebanyak kali ulangan dan melihat ada tidaknya larva dalam waktu 7 hari. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan September Nopember 01 di Laboratorium Genetika ruang 10, Jurusan Biologi, Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang. C. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan adalah Drosophila melanogaster yang didapat dari Laboratorium Genetika. Sampel yang digunakan adalah Drosophila melanogaster strain w dan w a. D. Variabel Penelitian Variabel bebas : jumlah individu betina dan lama persilangan. Variabel terikat : keberhasilan kawin D. melanogaster strain W dan W a. Variabel kontrol : umur D.melanogaster, kondisi lingkungan (suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya), kondisi botol dan medium. E. Alat dan Bahan 1. Alat Botol selai, botol balsem, selang, spon (gabus), blender, kuas (cotton bad), baskom, pengaduk, kompor, panci besar, kain kasa, spidol, kardus, timbangan, pisau, kertas pupasi, sendok, cutter, dan mikroskop stereo.. Bahan D. melanogaster strain w dan w a, pisang rajamala, yeast, tape, gula merah, dan air. F. Prosedur Kerja 1. Pembuatan medium

11 a. Menimbang bahan berupa pisang rajamala, tape, dan gula merah dengan perbandingan 7::1 (700 gram pisang rajamala, 00 gram tape, dan 100 gram gula merah) untuk satu resep. b. Menghaluskan pisang rajamala dan tape dengan memblendernya kemudian ditambah air. c. Memasukkan adonan ke dalam panci dan menambahkan gula merah kemudian memasak selama 5 menit. d. Setelah masak, kemudian dimasukkan dalam botol selai sesuai takaran, menutup dengan spon. e. Mendinginkan medium. f. Setelah dingin, membersihkan uap air di sekitar botol dan menambahkan yeast ± -7 butir dan memasang kertas pupasi.. Pengamatan fenotip a. Mengambil satu ekor dari masing-masing D. melanogaster strain w dan w a dari stok. b. Memasukkan dalam plastik tansparan dan memasukkan kapas yang telah diberi eter atau kloroform ke dalam plastik tersebut sehingga lalat menjadi pingsan. c. Mengamati fenotip D. melanogaster di bawah mikroskop stereo yang meliputi warna tubuh, keadaan tubuh, bentuk sayap, dan warna mata. d. Mencatat hasil yang di peroleh.. Persiapan stok a. Mengambil stok D. melanogaster dari Laboratorium Genetika. b.meremajakan dengan memasukkan beberapa pasang D. melanogaster ke dalam medium baru yang berbeda untuk setiap strain. c. Memberi label strain dan tanggal peremajaan. d. Setelah terbentuk pupa dan menghitam, kemudian mengisolasi pupa dalam selang ampul yang telah diberi pisang dengan menggunakan kuas atau cotton bad. e. Menunggu pupa sehingga membentuk imago yang cukup umur (± hari).

12 . Tahap perlakuan a. Menyilangkan sesama strain (1 w >< 5 w; 1 w a >< 5 w a ) pada botol selai selama 1 jam, jam, 6 jam dan 8 jam. b. Setelah 1 jam, jam, 6 jam dan 8 jam, kemudian melepas jantan dan memindahkan betina ke dalam botol balsem berisi medium baru (satu individu betina/botol). c. Mengamati selama 7 hari ada tidaknya larva yang muncul dan mencatat hasilnya. d. Pengamatan ini dilakukan juga untuk persilangan 1 w >< 10 w; 1 w a >< 10 w a. e. Untuk setiap persilangan dilakukan kali ulangan. G. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan ada atau tidaknya larva yang muncul dari betina hasil persilangan sebelumnya pada botol balsem. Data diambil mulai hari pertama sampai hari ketujuh untuk setiap ulangan dan data disajikan dalam bentuk tabel data pengamatan. Tabel Hasil Pengamatan betina yang menghasilkan larva dari persilangan 1 >< 5 Persilangan Lama Persilangan Ulangan Betina ke- 1 5 Total 1 1 jam jam 1

13 1 6 jam 8 jam 1 Tabel Hasil Pengamatan betina yang menghasilkan larva dari persilangan 1 >< 10 Persilangan Lama Persilangan 1 jam Ulangan Betina ke- Total jam 6 jam 8 jam H. Teknik Analisis Data Data yang diambil dalam penelitian ini adalah dengan mengamati ada tidaknya larva yang muncul pada masing-masing betina. Penelitian ini dilakukan sebanyak kali ulangan untuk setiap strain dan perlakuan. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis varian ganda dengan rancangan percobaan RAK.

14 Adapun langkah-langkah dalam teknik Analisis Data RAK menurut Sulisetijono (006) adalah sebagai berikut : a. Menghitung JK Total = X FK b. Menghitung JK Perlakuan = x n - FK c. Menghitung JK Ulangan d. Menghitung JK Galat = JK Total- JK Perlakuan JK ulangan e. Masukkan data pada tabel Ringkasan Anava f. Membandingkan nilai F hitung dengan nilai F Tabel pada taraf 0,01 dan 0,05 g. Menarik kesimpulan - Jika Fhit F tabel, maka Ho ditolak dan hipotesis penelitian diterima - Jika Fhit F tabel, maka Ho diterima dan hipotesis penelitian ditolak BAB V DATA DAN ANALISIS DATA A. Data Pengamatan Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Fenotipe dari Strain w dan w a Nama Ciri-ciri Gambar

15 strain w Warna putih Faset mata halus Warna tubuh kuning kecoklatan Sayap menutupi tubuh dengan sempurna w a Warna mata orange Faset mata halus Warna tubuh kuning kecoklatan Sayap menutupi tubuh dengan sempurna Tabel 5. Hasil Pengamatan Jumlah Betina yang Menghasilakan Larvs Persilangan Lama persilangan Ulangan 1 Total 1 jam w >< 5 w jam jam jam jam w a >< 5 w a jam jam jam jam w >< 10 w jam jam jam

16 1 jam w a >< 10 w a jam jam jam B. Analisis data Tabel 5. Prosentase Betina yang Menghasilkan Larva Persilangan Ulangan Prosentase (%) Betina yang Menghasilkan Larva 1 Jam Jam 6 Jam 8 Jam w >< 5 w w a >< 5 w a w >< 10 w w a >< 10 w a Prosentase = jumlah betina yang menghasilkanlarva jumlah seluruh betina x Berdasarkan hasil prosentase, diketahui bahwa dari persilangan 1 w >< 5 w hanya ulangan satu yang lengkap datanya yaitu 0%, 0%, 0%, 0% untuk perlakuan 1 jam, jam, 6 jam, dan 8 jam. Dan untuk ulangan dua dan tiga hanya ada pada perlakuan 1 jam yaitu 0%. Seadangkan ulangan empat belum ada yang dilakukan pada semua perlakuan. Pada persilangan 1 w a >< 5 w a juga hanya ulangan satu yang lengkap datanya yaitu 0%, 0%, 0%, 60% untuk perlakuan 1 jam, jam, 6 jam, dan 8 jam. Sedangkan untuk ulangan dua ada pada perlakuan jam, 6 jam, dan 8 jam yaitu 60%, 80%, dan 0%. Untuk

17 ulangan tiga hanya perlakuan 6 jam yaitu 60%. Dan ulangan empat belum ada yang dilakukan pada semua perlakuan. Pada persilangan 1 w >< 10 w, ulangan satu yang lengkap datanya yaitu 0%, 0%, 80%, 0% untuk perlakuan 1 jam, jam, 6 jam, dan 8 jam. Dan untuk ulangan dua ada pada perlakuan 1 jam dan 8 jam yaitu 50%. Sedangkan ulangan empat belum ada yang dilakukan pada semua perlakuan. Pada persilangan 1 w a >< 10 w a belum ada ulangan lengkap datanya. Pada perlakuan jam yaitu 70%, 8 jam untuk ulangan satu dan dua yaitu 50% dan 0%. BAB VI PEMBAHASAN

18 A. Pengaruh Jumlah Betina terhadap Keberhasilan Kawin D. melanogaster Berdasarkan analisis data menunjukkan perbedaan prosentase antara persilangan satu jantan dengan lima betina dan persilangan satu jantan dengan sepuluh betina. Penelitian ini belum dapat mengetahui adanya pengaruh atau tidaknya jumlah betina terhadap keberhasilan D. melanogaster, karena data yang didapatkan masih belum lengkap. Jumlah betina dikatakan berpengaruh terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster jika hasil prosentase antara persilangan satu jantan dengan lima betina lebih kecil daripada persilangan satu jantan dengan sepuluh betina. Hal ini sesuai pernyataan Corebima (1995) dalam Kusmindari (1998), bahwa jumlah betina D. melanogaster yang semakin banyak akan meningkatkan kemampuan kawin individu jantan D. melanogaster. Selain itu, Fowler (197) dalam Kusmindarti (1998) menyatakan bahwa jumlah individu betina yang memadai bagi jantan akan menentukan frekuensi kawin. Mc. Sheeley (196) dalam Kusmindarti (1998), juga menyatakan bahwa jumlah individu betina akan menentukan frekuensi kawin individu jantan pada beberapa jenis D. Melanogaster. Jika satu individu jantan dikawinkan dengan lima belas individu betina maka kemampuan kawin meningkat 1,5 kali. Sehingga jumlah individu betina dapat mempengaruhi frekuensi kawin individu jantan. Sedangkan jika jumlah betina dikatakan tidak berpengaruh terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster jika hasil prosentase antara persilangan satu jantan dengan lima betina lebih besar daripada persilangan satu jantan dengan sepuluh betina. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti feromon yang disekresikan oleh betina. Vosshall (008), menyatakan bahwa D.melanogaster memiliki feromon yang dikeluarkan oleh individu betina dan akan diterima oleh jantan sehingga dapat menstimulus jantan untuk memulai tahap-tahap kopulasi. Akan tetapi, jantan tertentu tidak akan langsung melakukan hal tersebut jika feromon yang disekresikan oleh betina tidak sama dengan yang terdapat pada jantan. Hal inilah yang mungkin mempengaruhi interaksi antara jumlah betina terhadap keberhasilan kawin D.melanogaster.

19 Hal lain yang juga mempengaruhi tidak berpengaruhnya jumlah individu betina terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster yaitu adanya kompetisi dari masing-masing betina untuk mendapatkan jantan sehingga tidak semua betina dapat dikawini oleh jantan. Berbeda dengan jantan yang mempunyai sifat selektif yaitu memiliki perilaku memilih betina yang akan dikawinnya (Kowalsky, 00). B. Pengaruh Lama persilangan terhadap Keberhasilan Kawin D. Melanogaster Berdasarkan analisis data menunjukkan tidak adanya perbedaan prosentase lama persilangan 1 jam, jam, 6 jam, dan 8 jam. Dari data tersebut masih belum dapat mengetahui adanya pengaruh atau tidaknya lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. Melanogaster, karena data yang diperoleh belum lengkap. Lama persilangan bisa berpengaruh terhadap keberhasilan kawin D. Melanogaster, jika semakin lama waktu persilangan menunjukkan prosentase yang semakin besar untuk keberhasilan kawin D. Melanogaster. Dalam hal ini, Nusantari (1997) dalam Singh dan Singh (000), dalam penelitiannya membuktikan bahwa selang waktu hari individu jantan Drosophila melanogaster dapat kawin sebanyak sampai 7 kali, sedangkan pada waktu hari dapat melakukan kawin sampai 6 kali. Lama persilangan juga bisa tidak berpengaruh terhadap keberhasilan kawin D. Melanogaster, jika semakin lama waktu persilangan menunjukkan prosentase yang semakin kecil untuk keberhasilan kawin D. Melanogaster. Hal ini dipengaruhi oleh kegagalan melakukan tahapan kopulasi yang dilakukan individu jantan sehingga betina tidak mau melanjutkan tahapan kopulsi dan meninggalkan jantan (Colegrave, 000). C. Pengaruh interaksi antara jumlah betina dan lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster Pengaruh interaksi antara jumlah individu betina dan lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster belum dapat kami ketahui karena

20 data yang kami peroleh belum lengkap. Sehingga tidak dapat dianalisis secara statistik. Hasil pengaruh interaksi antara jumlah individu betina dan lama persilangan hanya bisa dilihat dari hasil analisis statistik yang telah dilakukan. Jika ada pengaruh interaksi berarti bahwa jumlah betina dan lama persilangan bersifat saling menguatkan, dalam artian jika jumlah semakin banyak jumlah betina dan semakin lama persilangannya maka keberhasilan kawin akan meningkat dan sebaliknya. Akan tetapi, jika tidak ada pengaruh interaksi antara jumlah betina dan lama persilangan maka berarti masing-masing variabel tersebut berdiri sendiri dalam mempengaruhi keberhasilan kawin D. melanogaster. BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Sementara

21 Kesimpulan sementara dari penelitian ini adalah: 1. Akan ada pengaruh jumlah betina terhadap keberhasilan kawin D.melanogaster jika hormon feromon yang dihasilkan oleh lalat betina yang bersifat polimorfik tersebut menyebabkan individu jantan meningkatkan kemampuan untuk kopulasi. Serta tidak akan muncul pengaruh terhadap keberhasilan kawin jika adanya kompetisi dari masingmasing betina, sehingga tidak semua akan dikawini oleh jantan.. Akan ada pengaruh lama waktu persilangan keberhasilan kawin D.melanogaster jika semakin lama persilangan terjadi maka kejadian kopulasi semakin tinggi. Serta perlakuan tersebut tidak akan berpengaruh jika frekuensi setiap durasi memiliki nilai yang sama.. Akan ada pengaruh atas interaksi antara jumlah betina dan lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster terjadi jika lalat jantan meningkat kemampuan kopulasi yang distimulis oleh hormone feromon dari betina. Serta tidak akan berpengaruh jika adanya kompetisi jumlah lalat betina. B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa. 1. Dalam pelaksanaan penelitian harus dilakukan dengan sangat hati-hati, sabar, dan teliti terutama dalam pemindahan individu betina hasil persilangan ke dalam botol balsem.. Dilakukan penelitian lanjut mengenai pengaruh jumlah betina dan lama persilangan terhadap keberhasilan kawin D. melanogaster strain lain.. Untuk mempermudah dalam penelitian seharunya dilakukan peremajaan stok sebanyak mungkin agar tidak mengalami keterbatasan pupa yang akan diampul. DAFTAR RUJUKAN Beuk, Paul Drosophila classification (online), ( mm/dros/ March/00817.html, diakses November 011)

22 Campbell, Neil A, dkk. 00. Biologi Jilid I edisi Kelima. Jakarta : Erlangga Colegrave, N., H. Hollocher, K. Hinton, and M.G. Ritchie The Courtship Song of African Drosophila melanogaster, (online). School of Enviromental and Evolutionary Biology, University of St.Andrews, Bute Medical Building, St.Andrews, Fife, UK and Department of Ecology and Evolutionary Biology, Princeton University, New Jersey, USA Kowalsky, Solange. Thierry Aubin, and Jean-Rene Martin. 00. Courtship Song in Drosophila melanogaster: A Differential Effect on Male-Female Locomotor Activity, (online). NRC Research Press Canada Kusmindarti, Ratna Pengaruh Jumlah individu betina dan suhu terhadap kemampuan kawin individu jantan Drosophila melanogaster strain N dan white. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang. Markow, Therese Ann Behavioral and Sensory Basis of Courtship Success in Drosophila melanogaster, (online). Department of Zoology, Arizona State University, tempe, AZ 8587 O Dell, Kevin M.C. 00. The Voyeurs Guide to Drosophila melanogaster Courtship, (online). IBLS Division of Molecular Genetics, Anderson College Complex, University of Glasgow, 5 Dumbarton Road, Glasgow, Scotland G11 6NU, UK Priest, Nicholas K., Laura F., Galloway, and Deborah A. Roach Mating Frequaency and Inclusive Fitness in Drosophila melanogasster, (online). Departement of Biology, University of Virginia, Charlottesville, Virginia 90. Singh, Shree Sam and Bashisth N. Singh Male Remating in Drosophila ananassae: Evidence for Interstrain Variation in Second Mating, (online). Genetics laboratory, departement of zoology, banaras hindu university, Varanasi-1005, India. Vosshall, Leslie B Scent of a Fly, (online). Howard Hughes Medical Institute, Laboratory of Neurogenetics and Behavior, The Rockefeller University, 10 York Avenue, Box 6, New York, NY 10065, USA LAMPIRAN Tabel. Hasil Pengamatan jumlah Betina yang Menghasilkan Larva dari Persilangan 1 w >< 5 w

23 Persilangan 1 w >< 5 w Lama Persilangan 1 jam jam 6 jam 8 jam Ulangan Betina ke- Total Tabel. Hasil Pengamatan jumlah Betina yang Menghasilkan Larva dari Persilangan 1 w a >< 5 w a Persilangan 1 w a >< 5 w a Tabel. Hasil Pengamatan jumlah Betina yang Menghasilkan Larva dari Persilangan 1 w >< 10 w Lama Persilangan 1 jam jam 6 jam 8 jam Betina ke- Total Ulangan

24 Persilangan 1 w >< 10 w Lama Persilangan 1 jam jam 6 jam 8 jam Ulangan Betina ke- Total Tabel. Hasil Pengamatan jumlah Betina yang Menghasilkan Larva dari Persilangan 1 w a >< 10 w a Lama Persilangan Persilangan 1 w a >< 10 w a 1 jam jam 6 jam 8 jam Ulangan Betina ke- Total Keterangan : = ada larva

25 = tidak ada larva

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian merupakan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian merupakan penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari

Lebih terperinci

ABSTRAK. RASIO PERBANDINGAN F 1 DAN F 2 PADA PERSILANGAN STARIN N x b, DAN STRAIN N x tx SERTA RESIPROKNYA

ABSTRAK. RASIO PERBANDINGAN F 1 DAN F 2 PADA PERSILANGAN STARIN N x b, DAN STRAIN N x tx SERTA RESIPROKNYA ABSTRAK RASIO PERBANDINGAN F 1 DAN F 2 PADA PERSILANGAN STARIN N x b, DAN STRAIN N x tx SERTA RESIPROKNYA Nirmala Fitria Firdauzi, Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Lebih terperinci

Nisbah Kelamin pada Persilangan Homogami I Wayan Karmana 13

Nisbah Kelamin pada Persilangan Homogami I Wayan Karmana 13 NISBAH KELAMIN PADA PERSILANGAN HOMOGAMI D. melanogaster STRAIN NORMAL (N),WHITE (w), DAN SEPIA (Se) ABSTRAK I WAYAN KARMANA FPMIPA IKIP Mataram Pada D. melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah

Lebih terperinci

STUDI PERISTIWA EPISTASIS RESESIF PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN SEPIA (se) >< ROUGH (ro) DAN STRAIN VESTIGIAL (vg) >< DUMPHI (dp)

STUDI PERISTIWA EPISTASIS RESESIF PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN SEPIA (se) >< ROUGH (ro) DAN STRAIN VESTIGIAL (vg) >< DUMPHI (dp) Jurnal ßIOêduKASI ISS : 23014678 Vol 1 o (2) Maret 2013 STUDI PERISTIWA EPISTASIS RESESIF PADA PERSILAGA Drosophila melanogaster STRAI SEPIA (se) >< ROUGH (ro) DA STRAI VESTIGIAL (vg) >< DUMPHI (dp) 1)

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI GELAP DAN MACAM STRAIN TERHADAP KEBERHASILAN KAWIN PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N, wb, dan tx LAPORAN PENELITIAN

PENGARUH KONDISI GELAP DAN MACAM STRAIN TERHADAP KEBERHASILAN KAWIN PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N, wb, dan tx LAPORAN PENELITIAN PENGARUH KONDISI GELAP DAN MACAM STRAIN TERHADAP KEBERHASILAN KAWIN PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N, wb, dan tx LAPORAN PENELITIAN disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Genetika II

Lebih terperinci

ABSTRAK. FENOMENA PAUTAN KELAMIN PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N x w DAN N x b BESERTA RESIPROKNYA

ABSTRAK. FENOMENA PAUTAN KELAMIN PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N x w DAN N x b BESERTA RESIPROKNYA ABSTRAK FENOMENA PAUTAN KELAMIN PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N x w DAN N x b BESERTA RESIPROKNYA Nur Alim Natsir, Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan berbagai jenis flora

I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan berbagai jenis flora I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan berbagai jenis flora dan fauna, yang menjadikan Indonesia mempunyai beragam sumber daya alam. Allah telah menciptakan

Lebih terperinci

Pengaruh Macam Strain dan Umur Betina terhadap...i Wayan Karmana 1

Pengaruh Macam Strain dan Umur Betina terhadap...i Wayan Karmana 1 ABSTRAK PENGARUH MACAM STRAIN DAN UMUR BETINA TERHADAP JUMLAH TURUNAN LALAT BUAH (Drosophila melanogaster) I WAYAN KARMANA FPMIPA IKIP Mataram GaneÇ Swara Vol. 4 No.2, September 2010 Drosophila melanogaster

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR LALAT BUAH (Drosophila melanogaster Meigen) JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN

PENGARUH UMUR LALAT BUAH (Drosophila melanogaster Meigen) JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN PENGARUH UMUR LALAT BUAH (Drosophila melanogaster Meigen) JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat penyelesaian Program Sarjana Sains (S1)

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR BETINA Drosophilla melanogaster strain tx TERHADAP JUMLAH ANAKAN DAN JENIS KELAMIN F1 SEBAGAI BAHAN PANDUAN PRAKTIKUM GENETIKA

PENGARUH UMUR BETINA Drosophilla melanogaster strain tx TERHADAP JUMLAH ANAKAN DAN JENIS KELAMIN F1 SEBAGAI BAHAN PANDUAN PRAKTIKUM GENETIKA Florea Volume 1 No. 1, April 2014 (47-53) PENGARUH UMUR BETINA Drosophilla melanogaster strain tx TERHADAP JUMLAH ANAKAN DAN JENIS KELAMIN F1 SEBAGAI BAHAN PANDUAN PRAKTIKUM GENETIKA Antik Nur Wijayanti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MENGUNGKAP BERBAGAI FENOMENA PENYIMPANGAN RASIO MENDEL

PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MENGUNGKAP BERBAGAI FENOMENA PENYIMPANGAN RASIO MENDEL PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MENGUNGKAP BERBAGAI FENOMENA PENYIMPANGAN RASIO MENDEL Ahmad Fauzi 1, Aloysius Duran Corebima 2 1 Pascasarjana Pendidikan Biologi, Universitas

Lebih terperinci

SIKLUS HIDUP Drosophila melanogaster

SIKLUS HIDUP Drosophila melanogaster SIKLUS HIDUP Drosophila melanogaster KELOMPOK VII KELAS A Azki Afidati Putri Anfa (1410422025), Josano Rehan Dhani (1410422020), Merini Apriliani (1410422043), Ratna Suleka (1410421035), Rifta Septiavi

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH FISIOLOGI SERANGGA. DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH : Dr. RESTI RAHAYU

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH FISIOLOGI SERANGGA. DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH : Dr. RESTI RAHAYU PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH FISIOLOGI SERANGGA DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH : Dr. RESTI RAHAYU LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

PERBEDAAN LATAR BELAKANG DAN UMUR MATERNAL TERHADAP FREKUENSI PINDAH SILANG ANTARA LOKUS

PERBEDAAN LATAR BELAKANG DAN UMUR MATERNAL TERHADAP FREKUENSI PINDAH SILANG ANTARA LOKUS PERBEDAAN LATAR BELAKANG DAN UMUR MATERNAL TERHADAP FREKUENSI PINDAH SILANG ANTARA LOKUS b DENGAN LOKUS dp PADA LALAT BUAH (Drosophila melanogaster Meigen) SKRIPSI Oleh Rizki Auliya NIM 091810401020 JURUSAN

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 2 Petunjuk Praktikum Genetika Dasar TATA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LALAT BUAH (Drosopilla sp.) PADA BERBAGAI MEDIA DAN SUMBANGANNYA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA

PERTUMBUHAN LALAT BUAH (Drosopilla sp.) PADA BERBAGAI MEDIA DAN SUMBANGANNYA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA PERTUMBUHAN LALAT BUAH (Drosopilla sp.) PADA BERBAGAI MEDIA DAN SUMBANGANNYA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA Eko Sri Wahyuni Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program Studi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Lama Kopulasi Terhadap Jumlah Keturunan F 1 Lalat Buah

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Lama Kopulasi Terhadap Jumlah Keturunan F 1 Lalat Buah BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Lama Kopulasi Terhadap Jumlah Keturunan F 1 Lalat Buah (Droshopilla sp) Strain white dan Normal. Perlakuan lama waktu kopulasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah dibuat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA (BI-2105) PENGENALAN MUTAN. Tanggal praktikum : 12 September 2014 Tangga pengumpulan : 19 September 2014

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA (BI-2105) PENGENALAN MUTAN. Tanggal praktikum : 12 September 2014 Tangga pengumpulan : 19 September 2014 LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA (BI-2105) PENGENALAN MUTAN Tanggal praktikum : 12 September 2014 Tangga pengumpulan : 19 September 2014 disusun oleh: Jessica Esther 10613067 Kelompok 5 Asisten: Mia Audina (10611026)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Petunjuk Praktikum BIC 124

Petunjuk Praktikum BIC 124 Petunjuk Praktikum BIC 124 Disusun Oleh : Victoria Henuhili Suratsih Paramita CK Jurdik Biologi FMIPA UNY 2012 NAMA NIM ALAMAT : : : victoria@uny.ac.id Page 1 Kata Pengantar Petunjuk praktikum Genetika

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi alon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso,

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2010, bertempat di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA. MENGENAL LALAT BUAH Drosophila spp.

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA. MENGENAL LALAT BUAH Drosophila spp. LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MENGENAL LALAT BUAH Drosophila spp. Oleh 1. Brilliana Suryani K 13308141056 2. Jaka Fitriyanta 13308141058 3. Tri Widayanti 13308141059 4. Nur Khotimah 13308141060 5. Ismi Nurhidayah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 21 III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vapor Heat Treatment Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Karawang, Jawa Barat. Waktu

Lebih terperinci

PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL

PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL Ahmad Fauzi 1, Aloysius Duran Corebima 2 1 Pascasarjana Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis isolat (HJMA-5

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Pembuatan minuman instan daun binahong dilakukan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Uji aktivitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro Jalan Kenanga No. 3 16C Mulyojati,

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERSENTASE PINDAH SILANG ANTARA LOKUS b DAN cl PADA KROMOSOM II Drosophila melanogester Meigen Strain black-clot

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERSENTASE PINDAH SILANG ANTARA LOKUS b DAN cl PADA KROMOSOM II Drosophila melanogester Meigen Strain black-clot PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERSENTASE PINDAH SILANG ANTARA LOKUS b DAN cl PADA KROMOSOM II Drosophila melanogester Meigen Strain black-clot SKRIPSI Oleh : Raden Fajar Suharsono Hadi NIM 041810401080

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama (Bractrocera dorsalis) Menurut Deptan (2007), Lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : insecta

Lebih terperinci

FENOMENA GAGAL BERPISAH, EPISTASIS, DAN NISBAH KELAMIN PADA Drosophila melanogaster

FENOMENA GAGAL BERPISAH, EPISTASIS, DAN NISBAH KELAMIN PADA Drosophila melanogaster FENOMENA GAGAL BERPISAH, EPISTASIS, DAN NISBAH KELAMIN PADA Drosophila melanogaster Ahmad Fauzi 1, Aloysius Duran Corebima 2 1 Pascasarjana Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Malang 2 Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan data, menganalisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU LINGKUNGAN DAN MACAM STRAIN TERHADAP JUMLAH KETURUNAN Drosophila melanogaster

PENGARUH SUHU LINGKUNGAN DAN MACAM STRAIN TERHADAP JUMLAH KETURUNAN Drosophila melanogaster PENGARUH SUHU LINGKUNGAN DAN MACAM STRAIN TERHADAP JUMLAH KETURUNAN Drosophila melanogaster Ika Sukmawati 1), Aloysius Duran Corebima 2), Siti Zubaidah 2) 1) Pascasarjana Pendidikan Biologi Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN b><b DAN cl><cl

KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN b><b DAN cl><cl Bimafika, 010,, 148-154 KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN >< DAN >< Marleny Leasa * FKIP PGSD Unversitas Pattimura ABSTRACT Sex expression

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengamatan Tempat Perindukan Aedes

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengamatan Tempat Perindukan Aedes 17 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur sebagai studi bioekologi nyamuk di daerah yang endemik DBD. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) terhadap objek penelitian.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur afkir yang digunakan pada penelitian ini berasal dari peternakan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur afkir yang digunakan pada penelitian ini berasal dari peternakan 17 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 1. Ayam Petelur afkir Ayam petelur afkir yang digunakan pada penelitian ini berasal dari peternakan milik Pak Dede yang ada di daerah Jatinangor,

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. RINGKASAN Nur Aini. D24103025. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment)

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) terhadap objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua, yaitu, bioteknologi konvensional (tradisional) dan bioteknologi

BAB I PENDAHULUAN. dua, yaitu, bioteknologi konvensional (tradisional) dan bioteknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi adalah pemanfaatan mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk yang dapat digunakan oleh manusia. Bioteknologi dibagi menjadi dua, yaitu, bioteknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

X. PETA KROMOSOM. X.1. Pembuatan Peta Kromosom-Autosom

X. PETA KROMOSOM. X.1. Pembuatan Peta Kromosom-Autosom X. PETA KROMOSOM Peta kromosom adalah gambar skema sebuah kromosom yang dinyatakan sebagai sebuah garis lurus yang memperlihatkan lokus setiap gen yang terletak pada kromosom tersebut. Jarak antara satu

Lebih terperinci

Pemuliaan Tanaman dan Hewan

Pemuliaan Tanaman dan Hewan Pemuliaan Tanaman dan Hewan Apakah kamu tahu bahwasanya dewasa ini makin banyak macam-macam tanaman dan hewan apa itu pemuliaan tanaman dan hewan? Berbagai macam tanaman dan hewan yang memiliki bibit unggul

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit

BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang dengan ketinggian tempat(± 50 meter diatas permukaan laut).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan persoalan yang diteliti, yang bertujuan untuk meneliti pengaruh perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan persoalan yang diteliti, yang bertujuan untuk meneliti pengaruh perlakuan 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian eksperimen.penelitian eksperimen adalah suatu percobaan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan hewan coba, sebagai bagian dari penelitian eksperimental lain yang lebih besar. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. pada Droshopilla sp pada strain white (W) dan strain Normal (N), yang

BAB IV HASIL PENELITIAN. pada Droshopilla sp pada strain white (W) dan strain Normal (N), yang BAB IV HASIL PENELITIAN Data hasil penelitian pengaruh waktu kopulasi terhadap jumlah keturunan pada Droshopilla sp pada strain white (W) dan strain Normal (N), yang dikelompokkan menurut lama kopulasi

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) Daging ayam broiler strain Cobb fillet bagian dada

Lebih terperinci

III BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN III BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai : (3.1) Bahan Penelitian, (3.2) Alat Penelitian, dan (3.3) Metode Penelitian. 3.1. Bahan Penelitian Bahan baku penelitian pada proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Musca domestica ( Lalat rumah)

Musca domestica ( Lalat rumah) PARASITOLOGI LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKT Musca domestica ( Lalat rumah) Oleh : Ni Kadek Lulus Saraswati P07134013007 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-III

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian untuk kegiatan fraksinasi daun mint (Mentha arvensis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat eksperimen. Dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada percobaan ini terdapat 6 taraf perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau.

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2014 bertempat di Labolaturium Teknologi Pascapanen (TPP) dan analisis Kimia dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena adanya perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian eksperimen

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah berlangsung selama empat bulan mulai bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014, dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Kategori Penelitian dan Rancangan Percobaan 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen eksploratif dengan rancangan acak lengkap pola searah.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui tingkat kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

Lebih terperinci

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE Tantawizal, Christanto, dan W Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Lebih terperinci

Gambar 1.2: reproduksi Seksual

Gambar 1.2: reproduksi Seksual Jamur Roti (Rhizopus nigricans) Jika roti lembab disimpan di tempat yang hangat dan gelap, beberapa hari kemudian akan tampak jamur tumbuh diatasnya. Spora yang berkecambah pada permukaan roti akan membentuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya kontrol penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya kontrol penelitian. 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen murni (Pure Eksperimen) pada skala laboratorium, dengan memberikan perlakuan (treatment) terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci