DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN ALOKASI PEMANFAATAN RUANG KABUPATEN CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT GUNADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN ALOKASI PEMANFAATAN RUANG KABUPATEN CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT GUNADI"

Transkripsi

1 DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN ALOKASI PEMANFAATAN RUANG KABUPATEN CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT GUNADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dinamika Penggunaan Lahan Dan Alokasi Pemanfaatan Ruang Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, April 2011 Gunadi NIM. A

3 ABSTRACT GUNADI. Dynamic of Land Use and Spatial Allocation in Ciamis District, West Java Province. Under direction of MUHAMMAD ARDIANSYAH and DYAH RETNO PANUJU. The proliferation of Ciamis District occurred in 2003 has been affecting spatial pattern of the whole district. Population growth accompanied by social and economic activities have been affecting changes of land use. This change can be identified by utilizing remote sensing technology to predict the rate and spatial distribution of change, to allow strategic and policy planning to be performed immediately. This study aims to (1) identify the spatial patterns and dynamics of land use in Ciamis District during one decade 10 years (2000, 2005 and 2010), (2) verify the consistency of existing land use based on spatial plan of Ciamis District, and (3) determine the main factors causing land use change. The method include interpretation of Landsat images using Erdas Imagine 9.1 and ArcGis 9.2, Shift Share Analysis and Location Quetiont (LQ) by GIS approach, and binomial logit model using statistica 8.0. The result showed that there were changes in land use during in Ciamis District. Land use type that decreases include forest: ha, plantation: 659 ha, paddy field: 566 ha and open pasture: 336 ha. The acreage of some land use type increased for instance residential uses ha, dry land cultivation: ha, and bush: 747 ha. Factors that significantly affected land use change were population growth rate, the number of facilities, slope and road density. Keywords: Spatial plan, land use change, remote sensing, Ciamis District

4 RINGKASAN GUNADI. Dinamika Penggunaan Lahan dan Alokasi Pemanfaatan Ruang Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh MUHAMMAD ARDIANSYAH dan DYAH RETNO PANUJU. Proses pemekaran wilayah Kabupaten Ciamis terjadi semenjak tahun 2003, dimana Kotif Banjar yang merupakan pusat wilayah pengembangan bagian tengah memisahkan diri menjadi Kota Banjar dan jumlah kecamatan berubah dari 30 menjadi 36 kecamatan pada tahun Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Ciamis pada tahun 2007 sampai 2008 relatif tinggi mencapai 4,84%, melebihi laju pertumbuhan penduduk nasional. Aktifitas penjarahan pada areal hutan dan perkebunan terjadi semenjak era reformasi sampai tahun 2008 dan berdampak terhadap pola ruang kabupaten secara menyeluruh. Berbagai fenomena tersebut di atas perlu mendapat perhatian dan perlu dilakukan kajian bagaimana kondisi penggunaan lahan terkini. Keterkaitan antara perkembangan wilayah, faktor fisik, sosial dan kebijakan perlu diketahui sebagai dasar bahan pengendalian perubahan penggunaan lahan dalam unit wilayah kabupaten. Perubahan ini dapat diidentifikasi dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk memperkirakan laju dan arah perubahan, sehingga kegiataan antisipasi dapat segera dilakukan. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengetahui pola dan dinamika spasial penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis periode tahun ; (2) Mengetahui konsistensi penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW Kabupaten Ciamis, dan (3) Mengetahui faktor-faktor penyebab utama perubahan penggunaan lahan. Interpretasi citra dan deteksi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan citra Landsat tahun 2000, 2005 dan 2010, kemudian analisis pemusatan dan pergeseran perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Penyebab perubahan penggunaan lahan diidentifikasi dengan regresi logistik biner. Variabel bebas yang diduga memiliki pengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan dikelompokkan pada tiga kategori yaitu faktor fisik, sosial ekonomi dan kebijakan. Variabel fisik meliputi: 1) kelas kemiringan lereng, 2) elevasi, 3) jenis tanah dan 4) kerapatan jalan. Variabel sosial ekonomi meliputi: 1) jumlah fasilitas sosial dan ekonomi, dan 2) laju pertumbuhan penduduk. Sementara variabel kebijakan meliputi: arahan RTRW Kabupaten Ciamis tahun Berdasarkan interpretasi citra Landsat tahun 2000 penutupan/penggunaan lahan didominasi oleh penutupan/penggunaan pertanian lahan kering sebesar 63,47 % dari total luas wilayah, kemudian berturut-turut: hutan 13,67%, sawah 13,54%, permukiman 3,51%, tanah terbuka 2,27%, semak belukar 1,60%, perkebunan 1,19% dan tubuh air 0,73%. Struktur penutupan/penggunaan tahun 2005 dan 2010 masih didominasi oleh pertanian lahan kering, sedangkan penutupan/penggunaan lahan lainnya mengalami pergeseran. Penutupan/ penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luasan dari tahun adalah hutan, perkebunan, sawah dan tanah terbuka, sedangkan penutupan/

5 penggunaan lahan permukiman, pertanian lahan kering dan semak belukar mengalami penambahan. Laju penurunan luas hutan, perkebunan, sawah dan tanah terbuka di Kabupaten Ciamis pada periode berturut-turut adalah 19,4%, 20,2%, 1,5% dan 5,4%. Sementara penutupan/penggunaan lahan permukiman, pertanian lahan kering dan semak belukar mengalami laju penambahan masing-masing sebesar 16%, 3,8% dan 17,1%. Kecamatan yang menjadi lokasi pemusatan perubahan penutupan/ penggunaan lahan dengan laju perubahan yang tinggi dibanding laju perubahan secara total dicerminkan dari nilai LQ>1 dan nilai Differential Shift (DS). Nilai DS positif menandakan laju penambahan, sedangkan DS negatif menandakan laju pengurangan. Pemusatan dan laju pengurangan lahan hutan terjadi di Kecamatan Sukadana, Cisaga, Pamarican, Banjarsari dan Kalipucang. Sementara pemusatan dengan laju pengurangan lahan sawah yang tinggi hampir sama dengan pemusatan dan laju penambahan lahan permukiman. Hal ini menandakan bahwa lahan sawah banyak berubah penutupan/penggunaannya menjadi lahan permukiman. Hasil analisis regresi logistik menunjukan bahwa faktor yang konsisten berpengaruh nyata terhadap perubahan penutupan/penggunaan lahan hutan, tanah terbuka, sawah dan pertanian lahan kering menjadi permukiman dengan urutan berdasarkan tingkat pengaruhnya yaitu laju pertumbuhan penduduk, kelas kemiringan dan kerapatan jalan. Secara keseluruhan perubahan lahan di Kabupaten Ciamis dipengaruhi oleh faktor laju pertumbuhan penduduk, jumlah fasilitas, kelas kemiringan dan kerapatan jalan.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN ALOKASI PEMANFAATAN RUANG KABUPATEN CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT GUNADI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

8 2011 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Khursatul Munibah, M.Sc

9 Judul Tesis Nama NRP Program Studi : Dinamika Penggunaan Lahan dan Alokasi Pemanfaatan Ruang Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat : Gunadi : A : Ilmu Perencanaan Wilayah Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah Ketua Dyah Retno Panuju, SP, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 25 April 2011 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil dirampungkan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juli 2010 sampai Desember 2010 dengan tema Dinamika Penggunaan Lahan Dan Alokasi Pemanfaatan Ruang Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah dan Dyah Retno Panuju, SP, M.Si selaku pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini, serta Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. Di samping itu, penghargaan dan terima kasih penulis haturkan kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah beserta segenap pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah X Jayapura yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini, Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis, rekan-rekan PWL angkatan 2009 atas segala kebersamaan selama pendidikan, dan pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri dan anakku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua civitas akademik dan pemerintah, sehingga mampu memperkaya khasanah keilmuan bidang perencanaan wilayah di masa mendatang. Bogor, April 2011 Gunadi

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjar pada tanggal 30 Mei Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Dono Suripno dan Ibu Maemunah. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di Banjar, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutan IPB dan lulus tahun Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh tahun 2009 pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Penulis tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah X Jayapura - Ditjen Planologi Kehutanan sejak tahun 2003 sampai saat ini.

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN v viii x PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Perumusan Masalah. 3 Tujuan Penelitian. 5 Manfaat Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA Penutupan dan Penggunaan Lahan. 6 Perubahan Penggunaan Lahan. 7 Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan.. 7 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Analisis Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan... 9 Hirarki Wilayah Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian.. 17 Bahan dan Alat.. 17 Pengumpulan Data.. 18 i

13 Analisis dan Pengolahan Data Perbaikan Stripping.. 18 Pemotongan Batas Area Penelitian.. 19 Rektifikasi Citra 19 Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahan. 20 Pengujian Hasil Klasifikasi.. 20 Identifikasi Pergeseran dan Pusat-pusat Penutupan/ Penggunaan Lahan Shift Share Analysis (SSA) Location Quotient (LQ).. 23 Analisis Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan Analisis Kesesuaian Penutupan/Penggunaan Lahan Eksisting Dengan RTRW. 24 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN CIAMIS Adminstrasi.. 27 Kependudukan. 27 Aktivitas Perekonomian.. 30 Karakteristik Fisik Wilayah 32 Ketingggian (Elevasi) Wilayah Kabupaten Ciamis.. 32 Kemiringan Lereng Wilayah Kabupaten Ciamis. 32 Jenis Tanah Wilayah Kabupaten Ciamis.. 34 Rencana Tata Ruang Wilayah. 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Wilayah Kecamatan ii

14 Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis.. 45 Kategori Penutupan/Penggunaan Lahan Struktur Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2000, 2005 dan Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten Ciamis Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Konsistensi/Inkonsistensi Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2010 Terhadap RTRW Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan. 79 Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Permukiman 79 Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tanah Terbuka Menjadi Permukiman. 80 Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman 82 Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Kering Menjadi Permukiman 83 Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Semak Belukar 85 Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Pertanian Lahan Kering. 86 Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Tanah Terbuka Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Semak Belukar, Tanah Terbuka Menjadi Pertanian Lahan Kering Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Pertanian Lahan Kering, Tanah Terbuka Menjadi Semak Belukar.. 90 iii

15 Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Pertanian Lahan Kering, Semak Belukar Menjadi Tanah Terbuka. 91 Proyeksi/Peluang Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Menjadi Permukiman Dinamika Penutupan/Penggunaan Lahan dan Alokasi Pemanfaatan Ruang KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 104 DAFTAR PUSTAKA 106 LAMPIRAN 110 iv

16 DAFTAR TABEL 1. Pemekaran Kecamatan di Kabupaten Ciamis Periode Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Metode/Analisis dan Keluaran Penduduk Per Kecamatan Kabupaten Ciamis Tahun Persentase Peranan Sektor dalam Perekonomian Kabupaten Ciamis Tahun Ketinggian (Elevasi) Wilayah Kabupaten Ciamis Kemiringan Lereng Wilayah Kabupaten Ciamis Jenis Tanah Wilayah Kabupaten Ciamis Sebaran Arahan Penggunaan Lahan Wilayah kabupaten Ciamis Indek Perkembangan Kecamatan Tahun 2003 dan Kisaran Nilai IPK Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis Tahun 2000, 2005 dan Matrik Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis Tahun Matrik Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis Tahun Matrik Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis Tahun Pemusatan dan Laju Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan di Tingkat Kecamatan Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan dan Perubahan Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan dan Perubahan Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis 66 v

17 18. Luas Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Permukiman Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Kering dan Perubahan Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Sawah dan Perubahan Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Semak Belukar dan Perubahan Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Tanah Terbuka dan Perubahan Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Nilai Proposional Shift Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun Daftar Nama Perkebunan Besar Swasta yang Terlantar Tabulasi Silang Penutupan/Penggunaan Lahan Terkini dan RTRW Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Permukiman Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Tanah Terbuka Menjadi Permukiman Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Pertanian Lahan Kering Menjadi Permukiman Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Semak Belukar Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Pertanian Lahan Kering Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Tanah Terbuka Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Semak Belukar, dan Tanah Terbuka Menjadi Pertanian Lahan Kering. 89 vi

18 34. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Pertanian Lahan Kering, Tanah Terbuka Menjadi Semak Belukar Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Pertanian Lahan Kering, Semak Belukar Menjadi Tanah Terbuka Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan Menjadi Permukiman 99 vii

19 DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka Pemikiran Perbaikan Citra Landsat ETM 7+ Path 121 Row 065 Band Pengolahan Data Penginderaan Jauh Kombinasi Antara Klasifikasi Terbimbing (Supervised classification) Dengan Manual/Visual Analisis dan Pengolahan Data Peta Administrasi Kabupaten Ciamis Perkembangan Penduduk Kabupaten Ciamis Tahun Peta Elevasi Kabupaten Ciamis Peta Lereng Kabupaten Ciamis Peta Tanah Kabupaten Ciamis Peta Arahan RTRW Kabupaten Ciamis Tahun Peta Hirarki Kecamatan di Kabupaten Ciamis Tahun Peta Hirarki Kecamatan di Kabupaten Ciamis Tahun Peta Perubahan Hirarki Kecamatan di Kabupaten Ciamis Tahun Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan di Kabupaten Ciamis Penutupan/Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Ciamis Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan di Kabupaten Ciamis Penutupan/Penggunaan Lahan Permukiman di Kabupaten Ciamis Penutupan/Penggunaan Tanah Terbuka di Kabupaten Ciamis Penutupan/Penggunaan Semak Belukar di Kabupaten Ciamis Penutupan/Penggunaan Lahan Tubuh Air di Kabupaten Ciamis 51 viii

20 21. Penutupan/Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Ciamis Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun Persentase Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis Tahun 2000, 2005 dan Pola Transisi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten Ciamis Peta Peluang Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Menjadi Permukiman Kabupaten Ciamis Tahun ix

21 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan Hutan Peta Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan Perkebunan Peta Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan Permukiman Peta Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan PLK Peta Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan Sawah Peta Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan Semak Belukar Peta Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan Tanah Terbuka Peta Cek Lokasi Penutupan/Penggunaan Lahan Titik Referensi Hasil Cek Lapangan dan Google Earth Akurasi Kappa Nilai LQ Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun Nilai LQ Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun Nilai LQ Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun Hasil Perhitungan SSA Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun Peta Jaringan Jalan di Kabupaten Ciamis. 139 x

22 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan menyepakati bahwa prasyarat tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah terjadinya keseimbangan dalam tiga aspek utama yang meliputi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Paradigma pembangunan ini mencoba menyelaraskan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan yang selama ini dianggap bertentangan. Dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah memberikan keleluasaan penuh bagi daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan serta mengelola sumber daya yang dimilikinya. Dampak dari Undang-undang tersebut mengakibatkan pemerintah daerah berlomba-lomba untuk mempercepat proses pembangunan diantaranya dengan melakukan pemekaran berbagai daerah baik yang meliputi wilayah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Pemekaran wilayah yang terjadi di Kabupaten Ciamis dimulai semenjak tahun 2003, dimana Kotif Banjar memisahkan diri menjadi Pemkot Banjar sehingga luasan Kabupaten Ciamis awalnya ha berkurang menjadi ha (Bappeda 2004). Begitupun dengan jumlah kecamatan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2003 sebanyak 30 kecamatan mengalami pemekaran menjadi 36 kecamatan pada tahun Sedangkan laju pertumbuhan penduduk sebesar 4,84% dari jiwa pada tahun 2007 menjadi jiwa pada tahun 2008 (BPS 2009). Laju pertumbuhan ekonomi dilihat dari nilai PDRB pada tahun 2008 sebesar 4,94 %, dimana sektor pertanian, perdagangan, hotel, dan restoran, serta jasa-jasa memegang peranan terbesar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Pertambahan penduduk yang signifikan disertai dengan kegiatan sosial ekonomi berdampak terhadap kebutuhan lahan yang semakin tinggi, sehingga seringkali menimbulkan benturan antar berbagai pihak dalam pemanfaatan lahan tersebut. Padahal ketersediaan lahan dengan karakteristik yang bersifat tetap (fixed), berbanding terbalik dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat sehingga sering kali menimbulkan persaingan dalam memenuhi kebutuhan dan pemanfaatannya. Persaingan tersebut cenderung mengarah kepada konversi/

23 2 perubahan penggunaan lahan dengan intensitas yang tinggi dan sering mengesampingkan kelestarian lingkungannya. Konversi/perubahan penggunaan lahan yang umumnya terjadi adalah konversi hutan menjadi non hutan serta lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Disinyalir bahwa luas lahan hutan di Pulau Jawa sudah kurang dari luas minimal yang dipersyaratkan oleh undang-undang yaitu hanya sekitar 24 % dari 30 %. Sedangkan konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian untuk memenuhi kebutuhan pemukiman, industri, jasa dan lain sebagainya cenderung mengalami percepatan. Dari tahun 1981 sampai tahun 1998 terjadi konversi lahan sawah di Jawa Barat seluas ha, sedangkan untuk Kabupaten Ciamis sebesar ha dengan demikian rata-rata pengurangan sawah per tahun sebesar 719 ha (Irawan dan Friyatno 2002). Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa proses alih fungsi lahan merupakan proses yang tidak bisa dihindari karena pada dasarnya alih fungsi lahan merupakan pergeseran alokasi dan distribusi sumberdaya sebagai konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Dengan perkembangan yang terjadi, baik struktur sosial-ekonomi dan pembangunan sektor-sektor yang dianggap mampu meningkatkan pertumbuhan wilayah, berdampak terhadap perubahan penggunaan lahan, dan bila perubahan lahan ini tidak terkendali maka akan menimbulkan masalah yang sangat serius bagi keberadaan dan kelestarian lingkungan. Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali diperlukan data dan informasi yang akurat dalam rangka meminimalkan kerusakan yang terjadi hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi seperti penginderaan jauh. Jaya (2010) menyatakan bahwa data yang multi waktu juga sangat bermanfaat untuk memperkirakan laju dan arah perubahan, sehingga kegiatan antisipasi dapat segera dilakukan. Mengingat laju perubahan yang begitu pesat maka data yang dibutuhkan adalah data terbaru yang dapat diperoleh secara cepat, akurat dan efisien. Dalam kaitannya sebagai sarana pengumpulan data serta pendeteksian perubahanperubahan tersebut, penginderaan jauh dan sistem informasi geografis memegang

24 3 peranan yang sangat penting karena mampu memberikan informai secara lengkap, cepat dan relatif akurat. Perumusan Masalah UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengatur, dan mengurus sendiri urusan pemerintahan serta mengelola sumber daya yang dimilikinya. Implikasi dari keleluasaan tersebut PEMDA berlomba-lomba untuk melakukan pemekaran daerah dengan tujuan mempercepat proses pembangunan daerah tersebut. Kondisi biofisik dan meningkatnya jumlah penduduk serta aktivitas sosial ekonomi yang menyertai proses tersebut berdampak terhadap kebutuhan lahan sehingga perubahan penggunaan lahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 3 tahun 1999 mengenai rencana tata ruang wilayah Kabupaten Ciamis dibagi menjadi 3 wilayah pengembangan yaitu wilayah pengembangan (WP) Utara, Tengah dan Selatan. Wilayah pengembangan Utara meliputi Kecamatan Ciamis, Baregbeg, Cijeungjing, Sadananya, Cikoneng, Cipaku, Sindangkasih, Cihaurbeuti, Panumbangan, Panjalu, Sukamantri, Panawangan, Lumbung, Kawali, Jatinagara, Rajadesa, Rancah, Sukadana dan Tambaksari. Wilayah pengembangan Tengah meliputi Banjar, Cisaga, Cimaragas, Cidolog, Pamarican, Lakbok, Purwadadi, Banjarsari, Langkaplancar, Padaherang dan Mangunjaya. Sementara wilayah Selatan meliputi Kecamatan Kalipucang, Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cijulang, Cimerak dan Cigugur. Pusat utama wilayah pengembangan Tengah berada di Kota Banjar, dengan terjadinya pemekaran Kotif Banjar menjadi Pemkot Banjar berdampak terhadap struktur ruang wilayah Kabupaten Ciamis secara menyeluruh. Pemekaran wilayah yang terjadi diduga dapat meningkatkan perkembangan ekonomi maupun perubahan penggunaan lahan baik di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan. Kecamatan induk dan pemekaran di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 1.

25 4 Tabel 1 Pemekaran Kecamatan di Kabupaten Ciamis periode No Kecamatan Induk Pemekaran 1 Ciamis Ciamis Baregbeg 2 Cikoneng Cikoneng Sindangkasih 3 Kawali Kawali Lumbung 4 Panjalu Panjalu Sukamantri 5 Lakbok Lakbok Purwadadi 6 Padaherang Padaherang Mangunjaya Sumber: BPS (2009) Permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan ruang di wilayah studi adalah adanya konflik kepentingan antar sektor yang berkaitan dengan kepentingan pelestarian sumberdaya hutan dan kepentingan produksi kehutanan berkaitan pemanfaatan hasil hutan berupa kayu. Disamping itu juga konflik penggunaan/ pemanfaatan lahan, perubahan penggunaan lahan, perkembangan fisik di bagian utara pada areal yang seharusnya sesuai untuk kawasan lindung dan kawasan penyangga, adanya pengembangan prasarana transportasi di kawasan hutan bakau (mangrove), perluasan wilayah perkotaan khususnya pada kawasan pariwisata Pangandaran yang diiringi proses penggunaan lahan yang dapat memicu terjadinya transformasi lahan pertanian yang subur dalam skala besar menjadi kawasan pariwisata (fasilitas akomodasi). Berbagai fenomena diatas dapat merubah penggunaan lahan, yang dilakukan untuk dalih meningkatkan pembangunan daerah namun seringkali pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan yang dilakukan kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan serta kaidah-kaidah kelestarian lingkungan sehingga keberadaan lingkungan semakin terancam. Berbagai data dan informasi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis perlu dikaji khususnya terkait dengan penggunaan lahan terkini untuk perencanaan wilayah di masa yang akan datang, dengan memperhatikan fenomena yang terjadi antara lain:

26 5 1. Pola dan dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Ciamis. 2. Konsistensi dan inkonsistensi penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW Kabupaten Ciamis. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Ciamis. Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pola dan dinamika spasial penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis, selama kurun waktu 10 tahun terakhir (2000, 2005 dan 2010). 2. Mengetahui konsistensi/inkonsistensi penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW Kabupaten Ciamis. 3. Mengetahui faktor-faktor penyebab utama terjadinya perubahan penggunaan lahan (faktor fisik lahan, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor manusia/penduduk dan kebijakan pemerintah daerah). Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola dan dinamika perubahan penggunaan lahan, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan serta sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan-kebijakan terkait pemanfaatan dan pengelolaan penggunaan lahan di masa yang akan datang.

27 TINJAUAN PUSTAKA Penutupan dan Penggunaan Lahan Rustiadi et al. (2009), penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu, tetapi sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda. Penggunaan lahan (lahan use) menyangkut aktivitas pemanfaatan lahan oleh manusia, sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih bernuansa fisik. Lillesand dan Kiefer (1990), menyatakan bahwa pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan permukaan bumi. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Arsyad (2010) penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu: 1 Penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut, berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak beririgasi). 2 Penggunaan lahan bukan pertanian yang dapat dibedakan kedalam lahan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya. Menurut FAO (1976) dalam Arsyad (2010), penggunaan lahan dibedakan atas dua kelompok yaitu (1) penggunaan lahan secara umum (major kind of land use) adalah penggolongangan penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan atau daerah rekreasi, dan (2) penggunaan lahan secara terperinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk suatu daerah dengan keadaan fisik dan sosial ekonomi tertentu.

28 7 Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan bentuk konsekuensi logis adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk sawah berubah menjadi pemukiman atau industri maka perubahan penggunaan lahan ini bersifat permanen dan tidak dapat kembali (irreversible) tetapi jika beralih guna menjadi perkebunan biasanya bersifat sementara. Perubahan penggunaan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat (Winoto et al ). Sitorus et al. (2006) menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi dibidang pertanian atau perkebunan. Dalam kondisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan, semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan. Perubahan yang dilakukan oleh masyarakat terjadi dalam skala kecil dan umumnya hanya perubahan jenis tanaman komoditas tertentu menjadi komoditas lain. Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Winoto et al. (1996) menyatakan bahwa faktor-faktor pendorong terjadinya alih guna tanah pertanian ke non pertanian tidak sepenuhnya bersifat alamiah tetapi ada juga yang secara langsung atau tidak langsung dihasilkan oleh proses kebijaksanaan yang dihasilkan oleh pemerintah. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih guna tanah pertanian ke non pertanian baik yang lahir melalui proses pengaturan dan kebijaksanaan maupun yang lahir melalui mekanisme alamiah yang terjadi dalam masyarakat ada yang memperlambat ada juga yang mempercepat laju alih guna tanah, bahkan ada diantara faktor-faktor tersebut yang berinteraksi satu dengan lainnya melalui mekanisme feedback loop (baik positif maupun negatif) dalam arti satu faktor akan memperkuat faktor lainnya dengan

29 8 secara timbal balik memberikan dampak ganda terhadap percepatan laju alih guna tanah pertanian ke non pertanian. Selanjutnya, Saefulhakim et al. (1999) melakukan kajian terhadap strukturstruktur utama yang berkaitan langsung dengan perubahan penggunaan lahan, dengan alat analisis multinomial logit model dihasilkan faktor-faktor yang secara nyata menentukan perubahan penggunaan lahan yaitu tipe penggunaan lahan sebelumnya, status kawasan dalam kebijakan tata ruang, status perijinan penguasaan lahan, karakteristik fisik lahan, karakteristis sosial ekonomi wilayah dan karakteristik interaksi spasial aktivitas sosial ekonomi internal dan eksternal wilayah. Vagen (2006) menggunakan analisis multinomial logit model untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan perubahan lahan hutan di Mandagaskar dengan hasil bahwa faktor aksesibilitas dan ketinggian tempat mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan dibandingkan perubahan kapadatan penduduk dan lereng. Dengan menggunakan metode yang sama Andriyani (2007) melakukan analisis spasial perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor penyebabnya di Kabupaten Serang-Provinsi Banten. Hasil analisis Andriyani (2007) menunjukkan penyebab utama terjadinya perubahan lahan disebabkan oleh dinamika sosial ekonomi yang ada di wilayah tersebut, selain itu faktor fisik yang signifikan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan menjadi pemukiman adalah kemiringan lereng. Kajian yang serupa dilakukan oleh Muiz (2009) dan Niin (2010) dengan metode yang sama. Kajian yang dilakukan oleh Muiz (2009) fokus pada analisis perkembangan wilayah dan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi pada periode Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyebab utama perubahan penggunaan lahan adalah kerapatan jalan, pemekaran kecamatan, elevasi, jenis tanah, kemiringan lereng dan perubahan hirarki kecamatan. Sementara Niin (2010) melakukan analisis perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya pada periode tahun , dimana faktor fisik lahan merupakan variabel yang paling konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya diikuti faktor kebijakan penggunaan lahan dan faktor sosial ekonomi. Kajian mengenai perubahan penggunaan lahan pertanian dan faktor penyebab pada

30 9 lanskap pegunungan studi kasus di Pyrenees-Perancis dihasilkan bahwa perubahan teknologi dan kebijakan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan tata guna lahan (Mottet et al. 2006). Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Analisis Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu peralatan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1990). Marwoto dan Ginting (2009) menyatakan bahwa teknologi penginderaan jauh merupakan teknologi yang dapat mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat akan data yang spasial, faktual dan aktual. Kemampuan penyediaan data dan informasi kebumian yang bersifat dinamik bermanfaat dalam pembangunan di era otonomi daerah. Purba dan Indriasari (2009) menyatakan bahwa teknologi penginderaan jauh semakin berkembang melalui kehadiran berbagai sistem satelit dengan berbagai misi dan teknologi sensor. Aplikasi satelit penginderaan jauh telah mampu memberikan data atau informasi tentang sumber daya alam secara teratur. Teknik penginderaan jauh untuk mengkaji daerah perkotaan dan menduga populasi telah digunakan semenjak tahun Lopez et al. (2001) melakukan kajian prediksi perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan di pinggiran kota studi kasus di Kota Morelia-Mexico, menggunakan foto udara dan GIS dengan metode analisis regresi dan rantai markov dihasilkan bahwa adanya hubungan yang erat antara pertumbuhan kota dengan pertumbuhan penduduk serta antara pertumbuhan kota dan perubahan tutupan lahan terutama perkebunan dan lahan pertanian. Marwoto dan Ginting (2009) melakukan penyusunan data dan karakteristik daerah tangkapan air danau sentani Kabupaten Jayapura serta perubahan penutupan lahan menggunakan data penginderaan jauh dihasilkan bahwa selama kurun waktu 10 tahun luasan penutupan/penggunaan lahan yang berkurang adalah hutan dan danau sentani akibat dari terjadinya sedimentasi sungai yang bermuara di danau sentani, sedangkan penutupan/penggunaan lahan ladang/tegalan dan semak belukar mengalami peningkatan. Selanjutnya, Purwadhi et al. (2009)

31 10 melakukan pemantauan perubahan lingkungan pantai Jakarta menggunakan citra penginderaan jauh resolusi tinggi dihasilkan bahwa sebagian besar garis pantai Jakarta Utara berubah relatif cepat, erosi pantai terjadi sangat cepat dan reklamasi secara modern terjadi di pantai yang sekaligus mengubah penggunaan lahan dari tambak menjadi permukiman, dari laut menjadi tempat rekreasi, permukiman dan pergudangan. Jaya (2010) menyatakan bahwa pada saat ini, penginderaan jauh tidak hanya mencakup kegiatan pengumpulan data mentah, tetapi juga mencakup pengolahan data secara otomatis (komputerisasi) dan manual (interpretasi), analisis citra dan penyajian data yang diperoleh. Sarana penginderaan jauh ini mampu memberikan data yang unik yang tidak bisa diperoleh dengan menggunakan sarana lain, mempermudah pekerjaan lapangan dan mampu memberikan data yang lengkap dalam waktu yang relatif singkat serta dengan biaya yang relatif murah. Sementara itu, Prahasta (2008) menyatakan bahwa dengan adanya fenomena pemanasan global dalam beberapa tahun terakhir ini: es kutub mencair, iklim sulit ditebak, permukaan air laut naik beberapa centimeter, air laut makin masuk ke darat, bentuk pantai berubah, intruisi air laut makin sering terjadi, banjir, persediaan air bersih terganggu, beberapa pulau kecil dan wilayah darat seputar pantai sangat berpotensi tenggelam dalam beberapa tahun ke depan, potensi bergesernya batas-batas terluar wilayah Indonesia dan datum vertikal yang sangat berpotensi untuk bergeser. Teknologi penginderaan jauh dan pengolahan citra digital dapat menjadi salah satu alat bantu analisis yang tangguh dalam menghadapi fenomena-fenomena seperti ini, demikian pula untuk aplikasiaplikasi di bidang geodesi, hidrografi, oseanografi, kelautan, coastal dan lain sebagainya. Berikutnya, Sitorus et al. (2006) menyatakan bahwa deteksi perubahan meliputi aplikasi sejumlah multi temporal untuk analisis kuantitatif pengaruh temporal dari suatu fenomena. Keunggulan pengumpulan data berulang, synoptic views, dan format digital yang sesuai untuk pengolahan komputer, data penginderaan jauh menjadi sumber data utama yang digunakan untuk aplikasi deteksi perubahan LULC.

32 11 Sistem Informasi Geografis merupakan suatu teknologi informasi yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data bereferensi spasial dan berkoordinat geografis. Aplikasi SIG telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti pengelolaan dalam penggunaan lahan di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Di bidang bisnis dan perencanaan pelayanan seperti analisis wilayah pasar dan prospek pendirian suatu bisnis baru. Di bidang lingkungan aplikasi SIG digunakan dalam dan analisis kesenjangan. Seperti juga penginderaan jauh yang telah diaplikasikan oleh berbagai kalangan dan kepentingan, maka aplikasi SIG telah digunakan baik oleh kalangan swasta, perguruan tinggi maupun pemerintah daerah. Aplikasi SIG untuk tugas dan kewenangan pemerintah daerah sebagian besar berkaitan dengan data geografis dengan memanfaatkan keandalan SIG antara lain: kewenangan di bidang pertanahan, pengembangan ekonomi, perencanaan penggunaan lahan, kesehatan, perpajakan, infrastruktur (jaringan jalan, perumahan, transportasi), informasi kependudukan, pengelolaan darurat dan pemantauan lingkungan (Barus dan Wiradisastra 2000). SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan fenomena dipermukaan bumi kedalam bentuk beberapa layer atau coverage data spasial. Dengan layer ini permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali atau dimodelkan dengan menggunakan data ketinggian berikut layer tematik yang diperlukan. SIG memiliki kemampuan untuk menggunakan data spasial maupun data atribut secara terintegrasi, sehingga sistem ini dapat menjawab pertanyaan spasial sekaligus non spasial. Pertanyaan-pertanyaan spasial maupun non spasial yang bersifat konseptual yang dapat dijawab oleh SIG adalah sebagai berikut (Prahasta 2009): 1. Apa objeknya? 2. Dimana lokasinya? 3. Apa yang telah berubah sejak? 4. Apa pola spasial yang ada? 5. Apa pemodelannya? Melalui pertanyaan pertama dapat dicari keterangan (atribut) atau deskripsi mengenai suatu fenomena yang terdapat pada lokasi tertentu, sedangkan pertanyaan kedua adalah mengidentifikasi fenomena yang deskripsinya (salah satu

33 12 atau lebih atributnya) ditentukan. Dengan pertanyaan SIG ini dapat menemukan lokasi memenuhi beberapa syarat atau kriteria sekaligus. Sementara untuk mendapatkan informasi kecenderungan (trend) perubahan spasial maupun atribut dari berbagai unsur peta dapat diperoleh melalui pertanyaan ketiga, yaitu dengan membandingkan beberapa layers (data spasial) dari beberapa kali pengamatan atau pengukuran secara periodik dengan menggunakan fungsi analisis spasial maupun atribut. Selanjutnya SIG dapat mempresentasikan penyimpanganpenyimpangan atau anomali data aktual terhadap pola-pola yang dikenali melalui pertanyaan keempat. Melalui pertanyaan kelima dapat dilakukan pemodelan yang digunakan untuk fungsi dasar manipulasi (misal transformasi), proyeksi dan analisis untuk menyelesaikan persoalan yang cukup kompleks. Sistem informasi geografis (SIG) di Indonesia sudah popular dalam 2 dekade terakhir ini dan penerapannya tidak hanya di kalangan lembaga pemerintahan saja tetapi juga di dunia swasta. Ada yang memakai SIG sebagai sarana (tool), sebagai teknologi atau sebagai database untuk berbagai penerapan dalam pengelolaan sumber daya alam, sosial, ekonomi dalam perencanaan yang bersifat/berbasis spasial (keruangan) dan sebagai sistem pendukung keputusan (decision support system) berdasarkan kriteria tunggal atau kriteria banyak ( Rais 2004) Prahasta (2009) menyatakan bahwa SIG merupakan sistem komputer yang sangat powerful baik dalam menangani masalah basis data spasial maupun nonspasial. Sistem ini merelasikan lokasi geografis (data spasial) dengan informasi deskripsinya (non spasial) sehingga memungkinkan para penggunanya untuk secara mudah membuat peta (analog dan digital) dan kemudian menganalisa informasinya dengan berbagai cara. Dengan perangkat SIG, para pengguna dapat menyatakan relasi, keterkaitan, atau hubungan (relationship), pola (pattern), dan trend (kecenderungan) yang terdapat diantara unsur-unsur spasialnya misalnya dalam menentukan lokasi rawan bencana, zona habitat spesies flora dan fauna yang dilindungi, dan menentukan daerah atau wilayah mana yang sesuai untuk suatu pengembangan. Chang (2004) menyatakan bahwa GIS mempunyai peranan penting dalam pengelolaan sumber daya alam termasuk perencanaan penggunaan lahan,

34 13 penilaian bencana alam, analisis habitat satwa liar, pemantauan zona riparian dan manajemen hutan. Lebih lanjut GIS telah digunakan untuk analisis kriminal, perencanaan darurat, pendataan pengelolaan lahan, analisis pasar dan perencanaan transportasi. Dan integrasi GIS dengan teknologi lain telah diaplikasikan dalam presisi pertanian, pemetaan interaktif di internet dan layanan berbasis lokasi. Prahasta (2001) menyatakan bahwa sebenarnya banyak sekali aplikasiaplikasi yang dapat ditangani oleh SIG diantaranya: (1) Aplikasi SIG dibidang sumberdaya alam yang meliputi inventarisasi, manajemen dan kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tataguna lahan, analisis daerah rawan bencana alam dan sebagainya. (2) Aplikasi SIG dibidang perencanaan meliputi perencanaan permukiman transmigrasi, perencanaan tata ruang wilayah, perencanaan kota, perencanaan lokasi dan relokasi industri, pasar permukiman, dan sebagainya. (3) Aplikasi SIG dibidang lingkungan berikut pemantauannya (pencemaran sungai, danau, laut, evalusai pengendapan lumpur/sedimen baik di sekitar danau, sungai atau pantai, pemodelan pencemaran udara, limbah berbahaya dan sebagainya). (4) Aplikasi SIG dibidang pertanahan meliputi manajemen pertanahan, sistem informasi pertanahan, dan sejenisnya. (5) Aplikasi di bidang biologi dan lingkungan hidup meliputi inventarisasi, kesesuaian lahan, dan manajemen kawasan untuk perlindungan flora dan fauna yang dilindungi, dan sebagainya. Hirarki Wilayah Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang disebutkan bahwa wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan/atau aspek fungsional. Tarigan (2005) menyatakan bahwa suatu wilayah sangat terkait dengan hirarki fasilitas kepentingan umum di masing-

35 14 masing wilayah. Hirarki wilayah dapat membantu untuk menentukan fasilitas kepentingan umum bukan hanya menyangkut jenisnya, tetapi juga kapasitas pelayanan dan kauntitasnya. Jenis fasilitas itu mungkin harus ada di seluruh wilayah, semakin beragam fasilitas yang disediakan sehingga semakin luas wilayah pengaruhnya. Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa secara teoritis hirarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah yang ditunjukkan oleh kapasitas secara totalitas yang tidak terbatas infrastruktur fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta kapasitas perekonomiannya. Secara historis, pertumbuhan suatu pusat atau kota ditunjang oleh hinterland yang baik. Secara operasional, pusat-pusat wilayah mempunyai hirarki spesifik yang hirarkinya ditentukan oleh kapasitas pelayanannya. Kapasitas pelayanan (regional services capacity) yang dimaksud adalah kapasitas sumberdaya suatu wilayah (regional resources), yang mencakup kapasitas sumberdaya sosial (social capital) dan sumberdaya buatan (man-made resources/infrastructure). Disamping itu, kapasitas pelayanan suatu wilayah dicerminkan pula oleh magnitude (besaran) aktivitas sosial-ekonomi masyarakat yang ada di suatu wilayah. Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan (sarana dan prasarana pada pusat-pusat wilayah). Secara sederhana, kapasitas pelayanan infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari: (1) jumlah sarana pelayanan, (2) jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta (3) kualitas sarana pelayanan. Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang disebutkan bahwa penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa penataan ruang dilakukan sebagai: (1) optimasi pemanfaatan sumberdaya (mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya) guna terpenuhinya efisiensi dan produktifitas, (2) alat dan wujud distribusi sumberdaya guna terpenuhinya prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan, (3) menjaga

36 15 keberlanjutan pembangunan. Sebagai suatu proses terdapat setidaknya dua unsur penting dalam penataan ruang yaitu menyangkut unsur kelembagaan/institusional penataan ruang dan menyangkut proses fisik ruang. Dardak (2005) menyatakan bahwa rencana tata ruang sebagai produk yang dihasilkan proses perencanaan tata ruang, pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia yang melakukan aktivitas sosialekonomi dan aktivitas lainnya dengan lingkungannya, baik alam maupun buatan, dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang kabupaten/kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Negara, yaitu arahan pengembangan sistem nasional yang meliputi sistem permukiman dalam skala Nasional, jaringan prasarana wilayah yang melayani kawasan produksi dan pemukiman lintas provinsi dan pulau, penentuan wilayah yang akan diprioritaskan pengembannya pada waktu yang akan datang dalam skala Nasional, dan penetapan kawasan tertentu. RTRW Provinsi merupakan penjabaran RTRWN ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang dalam skala wilayah provinsi, yaitu berupa arahan lokasi dan struktur pemanfaatan ruang yang sifatnya lintas kabupaten dan kota agar kawasan dan wilayah tetap terjaga fungsi pengembangan ekonomi secara efisien, pemanfaatan sumber daya alamnya terjaga secara lestari dan mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan wilayah kabupaten/kota, dan kawasan serta antar sektor kegiatan secara sinergis dan efektif. RTRW Kabupaten maupun kota memberi arahan pengelolaan pemanfaatan ruang yang mengacu pada struktur makro, penetapan lokasi investasi, sistem pelayanan infrastruktur lingkup kabupaten maupun kota, arahan pengendalian rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam lingkup kabupaten/kota (Dardak 2005).

37 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Perubahan penutupan/penggunaan lahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan dalam proses pembangunan, dimana kebutuhan akan lahan selalu meningkat setiap tahunnya dalam upaya mendukung proses pembangunan yang dicanangkan oleh suatu daerah/wilayah. Berbagai aspek ternyata mempengaruhi terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan, apakah itu disebabkan oleh suatu kebijakan yang dilakukan oleh daerah/wilayah, atau aspek lainnya yang mendorong terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan seperti kondisi biofisik, kondisi sosial ekonomi maupun aktivitas manusia yang menyertainya. Dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan dapat diketahui dengan cara membandingkan minimal dua titik waktu yang berbeda. Dengan diketahuinya perbedaan penutupan/penggunaan lahan pada dua titik waktu tersebut dapat diketahui pusat-pusat lokasi, pergeseran dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan, serta konsistensi dan inkonsistensi penutupan/penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW di suatu daerah/wilayah tersebut. Dengan memperhatikan ketersediaan lahan atau luasan lahan yang relatif tetap maka perlu dilakukan suatu perencanaan yang matang agar kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat pengelolaan yang tidak baik dapat diminimalkan. Pengelolaan yang baik tentunya harus didukung oleh keberadaan data dan informasi yang akurat, salah satunya adalah data dan informasi mengenai dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan. Data tersebut dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam mengarahkan penutupan/penggunaan lahan sesuai dengan daya dukung lahan yang dimiliki oleh daerah/wilayah tersebut, sehingga pembangunan yang berkelanjutan dapat terwujud. Kerangka pemikiran secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.

38 17 Gambar 1 Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksankan di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat yang meliputi 36 Kecamtan dengan luas area sebesar ha. Secara geografis berada pada posisi 108 O O 40 BT dan 7 O O LS, Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 sampai dengan bulan Desember Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat ETM-7 pada 3 titik tahun (2000, 2005 dan 2010), Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), Peta RTRW, Peta Administrasi, Peta Tanah, Peta Lereng dan Peta Elevasi, Data Potensi Desa (Podes) Tahun 2003 dan 2008 dari Badan Pusat Statistik.

39 18 Alat yang digunakan adalah GPS, kamera digital dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software: ERDAS Imagine, Frame and Fill, Arc GIS, Google Earth, Statistica 8.0 dan Microsoft Excel. Pengumpulan Data Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari interpretasi citra, hasil survey atau cek lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari menginventarisasi dan penelusuran data, baik pada buku, peta, internet, peraturan perundang-undangan, penelitian terdahulu maupun dari beberapa instansi pemerintah yang terkait. Analisis dan Pengolahan Data Perbaikan Stripping Sensor Scan Line Corrector (SLC) Citra Landsat ETM 7+ mulai mengalami kegagalan operasi sejak tanggal 31 Mei 2003 sehingga menyebabkan terjadinya stripping pada produk citra Landsat ETM 7+ yang dihasilkan dan bersifat permanen sampai saat ini. Perbaikan dilakukan dengan menggunakan citra pengisi yang berada pada path and row yang sama dan tahun yang sama akan tetapi berbeda dalam waktu (bulan) perekamannya. Yang perlu diperhatikan dalam perbaikan stripping ini yaitu dimana citra yang digunakan sebagai penampalnya harus bersilangan dengan area stripping pada citra utamanya. Pada penelitian ini menggunakan 5 scene citra Landsat ETM 7+, yaitu untuk tahun 2000 digunakan citra pada path 121 dan row 065 dengan akuisisi pada bulan Pebruari. Tahun 2005 digunakan citra utama dengan akuisisi pada bulan Juni dan sebagai pengisinya pada bulan April. Sementara tahun 2010 digunakan citra utama dengan akuisisi pada bulan Pebruari dan sebagai pengisinya pada bulan April. Proses pengisian citra utama dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Frame and Fill. Hasil perbaikan citra Landsat ETM 7+ dapat dilihat pada Gambar 2.

40 19 a. Citra Landsat ETM 7+ Path 121 Row 065, sebelum perbaikan b. Citra Landsat ETM 7+ Path 121 Row 065, setelah perbaikan Gambar 2 Perbaikan Citra Landsat ETM7+ Path 121 Row 065 Band Pemotongan Batas Area Penelitian Luas 1 scene citra Landsat adalah 185 km x 185 km dan tidak semua image akan digunakan, karena itu perlu dilakukan pemotongan citra Landsat sesuai dengan data/wilayah kajian. Sebagai batas digunakan peta administrasi Kabupaten Ciamis yang akan menjadi acuan dalam penentuan luas pada analisis selanjutnya. Rektifikasi Citra Distorsi geometrik selama akuisisi citra seperti pengaruh rotasi bumi, kelengkungan bumi, kecepatan penyiaman dari beberapa sensor yang tidak normal, efek panoramik yang menyebabkan posisi setiap objek di citra tidak sama dengan posisi geografis permukaan bumi yang sebenarnya (Sitorus et al. 2006), oleh karena itu citra Landsat perlu terlebih dahulu dilakukan rektifikasi/koreksi geometrik agar posisi citra sama dengan posisi geografis sebenarnya. Citra yang mempunyai kesalahan dalam geometri berimbas terhadap variasi jarak, luas, arah, sudut dan bentuk di semua bagian citra sehingga sangat perlu dilakukan koreksi geometri agar sesuai dengan kondisi aslinya di lapangan. Distorsi geometrik yang bersifat random koreksinya membutuhkan sejumlah titik kontrol (Ground Control Point, GCP), titik kontrol yang dipilih adalah kenampakan-kenampakan yang terlihat jelas pada citra atau mengacu dari peta seperti peta RBI atau dengan memanfaatkan satelit GPS. Teknik transformasi yang umum digunakan adalah transformasi polinomial. Secara garis besar ada

41 20 beberapa orde dari transformasi polinomial yaitu polinomial orde satu, orde dua dan orde ke n. Contoh fungsi transformasi polinomial orde satu memiliki rumus fungsi sebagai berikut: X = a 0 + a 1 X + a 2 X + a 3 XY Y = b 0 + b 1 Y + b 2 Y + b3xy Dimana x, y : koordinat baris, kolom pada image yang belum terkoreksi X, Y : koordinat kolom pada image yang sudah terkoreksi (GCP) Hal penting perlu diperhatikan dalam koreksi geometri adalah akurasinya, dengan memperhatikan nilai Root Mean Square (RMS) yang disarankan nilai RMS tidak lebih besar dari 1 pixel (Suriadi et al. 2003), sedangkan menurut Jaya (2009) menyatakan bahwa umumnya RMS Error tidak boleh lebih besar dari 0,5 pixel. Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahan Kategori penutupan/penggunaan lahan terdiri atas 8 (delapan) tipe yaitu hutan, perkebunan, pertanian lahan kering, permukiman, sawah, semak belukar, tanah tebuka dan tubuh air. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine dan Arc GIS yaitu dengan menggunakan kombinasi antara klasifikasi secara terbimbing (supervised classification) dan manual/visual dengan tahapan klasifikasi disajikan pada Gambar 3. Pengujian Hasil Klasifikasi Pengujian kualitas hasil klasifikasi penutupan/penggunaan lahan dengan melakukan verifikasi dan validasi data. Verifikasi dilakukan melalui tahapan pengecekan lapangan (ground truth) untuk mengecek kebenaraan, ketepatan atau kenyataan di lapangan. Akurasi klasifikasi biasanya diukur berdasarkan persentase jumlah pixel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total pixel yang digunakan, akurasi tersebut sering disebut dengan overall accuracy, akan tetapi akurasi ini umumnya over estimate, sehingga digunakan kappa accuracy (Jaya 2010). Adapun rumus kappa accuracy, sebagai berikut:

42 21 Dimana: K : kappa akurasi X ii X i+ X +i N : nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i : jumlah pixel dalam baris ke-i : jumlah pixel dalam kolom ke-i : banyaknya pixel dalam contoh Gambar 3 Pengolahan Data Penginderaan Jauh Kombinasi Antara Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) Dengan Manual/Visual

43 22 Identifikasi Pergeseran dan Pusat-pusat Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Shift Share Analysis (SSA) Identifikasi pergeseran atau dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan dapat dilakukan dengan Shift Share Analysis (SSA) dengan menggunakan data atribut hasil overlay (tumpang susun) peta penutupan/penggunaan lahan pada dua titik tahun. Teknik ini mendasarkan kepada tiga komponen pertumbuhan yaitu pertumbuhan regional (regional share, RS), pertumbuhan proporsional (proporsional shift, PS), dan pertumbuhan pangsa wilayah (differensial shift, DS) (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Faktor RS menggambarkan laju perubahan penutupan/penggunaan lahan rata-rata pada total wilayah, faktor PS menggambarkan laju perubahan penutupan/penggunaan lahan tertentu secara total dalam wilayah dan faktor DS menggambarkan laju perubahan lahan tertentu di sub wilayah tertentu secara relatif terhadap laju perubahan jenis penutupan/penggunaan lahan tertentu pada total wilayah. Persamaan umum dari Shift Share Analysis ini adalah: SSA X.. ( t1) 1 X.. ( t0) X. j X. j ( t1) ( t0) X.. ( t X.. ( t 1) 0) X X ij( t1) ij( t0) X X i( t1) i( t0) dimana : a b c SSA X.. X.j X ij t 1 t 0 : luas pergeseran penutupan/penggunaan lahan ke-i di unit analisis ke-j (ha) a : komponen RS b : komponen PS c : komponen DS dan : luas lahan pada total wilayah (ha) : luas total penutupan/penggunaan lahan ke-i pada total wilayah (ha) : luas penutupan/penggunaan lahan ke-i di sub wilayah ke-j (ha) : titik tahun akhir : titik tahun awal

44 23 Location Quotient (LQ) Identifikasi pusat-pusat perubahan penutupan/penggunaan lahan dapat dilakukan dengan analisis Location Quotient (LQ). Analisis LQ merupakan suatu indikator sederhana yang dapat menunjukan kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah di atasnya atau wilayah referensi (Daryanto 2010). Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Persamaan analisis LQ dalam penelitian ini adalah: Dimana: X ij X i. X.j X.. LQ IJ : penutupan/penggunaan lahan ke-j di sub wilayah ke-i : total luas perubahan penutupan/penggunaan lahan di sub wilayah ke-i : luas perubahan penutupan/penggunaan lahan ke-j di seluruh wilayah : total luas perubahan penutupan/penggunaan lahan X X IJ. J / / X X I... Interpretasi hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut: 1. Nilai LQ ij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi perubahan penutupan/penggunaan lahan di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah. 2. Nilai LQ ij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai perubahan penutupan/penggunaan lahan yang sama dengan rata-rata total wilayah. 3. Nilai LQ ij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai perubahan penutupan/penggunaan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah.

45 24 Analisis Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Faktor-faktor penyebab perubahan penutupan/penggunaan lahan didekati dengan menggunakan persamaan regresi logistik biner (logit model). Logit model ini variabel responnya hanya memiliki dua kategori, untuk setiap subjek dapat diklasifikasikan sebagai sebuah keberhasilan (1) atau kegagalan (0) (Agresti 1990). Data hasil peta perubahan penutupan/penggunaan lahan ditumpangsusunkan dengan data faktor-faktor yang di duga mempengaruhi perubahan penutupan/penggunaan lahan baik secara fisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Setiap tipe perubahan penutupan/penggunaan lahan ke tipe penutupan/penggunaan lahan lain dicari peluang perubahannya dengan persamaan umum logit model yaitu: Dimana: Pi/r = peluang lahan ke-i berubah menjadi penutupan/penggunaan lahan jenis ke-r β 0r = parameter intersep untuk perubahan lahan menjadi penutupan/ penggunaan jenis ke-r β jr r X j = parameter koefisien variabel ke-j untuk perubahan menjadi penutupan/ penggunaan jenis ke-r = penutupan/penggunaan lahan jenis ke-1, ke 2, ke-3 dst = variabel bebas Analisis Kesesuaian Penutupan/Penggunaan Lahan Eksisting Dengan RTRW Analisis kesesuaian penutupan/penggunaan lahan didekati dengan proses tumpangsusun penutupan/penggunaan lahan sekarang dengan RTRW sehingga didapatkan daerah-daerah yang penutupan/penggunaannya sesuai dan tidak sesuai dengan RTRW. Analisis dan pengolahan data secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 4. Sementara ringkasan variabel Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Metode/Analisis dan Keluaran dapat dilihat pada Tabel 2.

46 25 Gambar 4 Analisis dan Pengolahan Data

47 26 Tabel 2 Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Metode/Analisis dan Keluaran No Tujuan Jenis Data Sumber Data Metode/Analisis Keluaran 1 Mengidentifikasi pola dan dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan 2 Mengetahui faktor-faktor dominan penyebab perubahan penutupan/penggunaan lahan Citra Landsat 2000, 2005 dan 2010 Peta RBI Peta Administrasi Hasil analisis citra 2000,2005 dan 2010 Hasil analisis skalogram Peta lereng Peta tanah Peta elevasi Peta jaringan jalan gov/ Bakosurtanal Bappeda Ciamis Puslitanah Bogor Bappeda Ciamis aster.ersdac.or.jp/ Interpretasi citra dengan menggunakan software pengolah citra Verifikasi citra: ground check (GPS) Overlay LQ SSA Overlay (GIS) Binomial Logit Model Peta penutupan/penggunan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010 Matrik perubahan penutupan/penggunaan lahan Pemusatan perubahan penutupan/pengggunaan lahan Pergeseran perubahan penutupan/penggunaan lahan Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan 3 Mengevaluasi konsistensi penutupan/penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW Kab. Ciamis Peta RTRW Kab. Ciamis Peta penutupan/penggunan lahan tahun Bappeda Ciamis - Hasil analisis - Overlay (GIS) - Konsistensi penutupan/penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW Kab. Ciamis

48 27 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN CIAMIS Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Ciamis dibagi ke dalam 36 Kecamatan, 343 Desa dan 7 Kelurahan. Ibukota kabupaten terletak di Kecamatan Ciamis. Letak Kabupaten Ciamis secara geografis berada pada sampai dengan Bujur Timur dan sampai dengan Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Ciamis meliputi: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, 2. Sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah, 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia, 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya (Gambar 5). Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Ciamis pada tahun 2008 tercatat sebanyak orang. Komposisi jumlah penduduk laki-laki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang dengan rasio jenis kelamin 100,89 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 101 laki -laki. Kepadatan Kabupaten Ciamis adalah 662 orang per km 2. Dari segi penyebarannya, 5,77% penduduk Kabupaten Ciamis bertempat tinggal di Kecamatan Ciamis sehingga menyebabkan kepadatan tertinggi (2.825 orang/km 2 ), hal ini dapat dimengerti karena Kecamatan Ciamis merupakan pusat kegiatan pemerintahan, kepadatan cukup tinggi juga ada di Kecamatan Cikoneng, Cihaurbeuti, Kawali dan Kecamatan Pemekaran yaitu Kecamatan Baregbeg, Sindangkasih dan Lumbung. Tabel 3 memperlihatkan perkembangan penduduk Kabupaten Ciamis dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008.

49

50 Gambar 5 Peta Administrasi Kabupaten Ciamis 23

51

52 29 Tabel 3 Penduduk Per Kecamatan Kabupaten Ciamis Tahun Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2008 Cimerak Cijulang Cigugur Langkaplancar Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang Padaherang Banjarsari Lakbok Pamarican Cidolog Cimaragas Cijeungjing Cisaga Tambaksari Rancah Rajadesa Sukadana Ciamis Cikoneng Cihaurbeuti Sadananya Cipaku Jatinagara Panawangan Kawali Panjalu Panumbangan Banjar* Purwaharja* Pataruman* Langensari* Sindangkasih Baregbeg Lumbung Purwadadi Mangunjaya Sukamantri JUMLAH Sumber Keterangan : BPS Kabupaten Ciamis : *) Menjadi Pemkot Banjar +) Pemekaran Kecamatan Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 6 diketahui laju pertumbuhan penduduk rata-rata pertahunnya selama kurun waktu 8 tahun yaitu sebesar 1,45%, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada periode tahun sebesar 3,65%, sedangkan pertumbuhan pada periode sebesar 0,11%.

53 Jumlah Penduduk (Jiwa) Gambar 6 Perkembangan Penduduk Kabuapten Ciamis Tahun Aktivitas Perekonomian Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut. Keadaan perekonomian wilayah dapat dilihat dari PDRB wilayah yang disajikan menurut sektor lapangan usaha. Sektor pertanian di Kabupaten Ciamis mencakup pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan. Sektor tersebut masih menjadi penggerak roda perekonomian walaupun dari tahun ketahun persentasenya mengalami penurunan seiring dengan perkembangan sektor lainnya. Persentase perananan sektor dalam perekonomian Kabupaten Ciamis tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Lapangan Usaha Persentase Peranan Sektor dalam Perekonomian Kabupaten Ciamis Tahun I. Sektor Primer 1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perkebunan 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian II.Sektor Sekunder 1. Industri Pengolahan a. Industri Migas Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2008 Jumlah Penduduk Tahun

54 31 Tabel 4 Lanjutan Lapangan Usaha III. 1. Pengilangan Minyak Bumi 2. Gas Alam Cair b. Industri Tanpa Gas 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 2. Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki 3. Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 4. Kertas dan Barang Cetakan 5. Pupuk kimia dan barang dari karet 6. Semen dan barang galian bukan logam 7. Logam dasar besi dan baja 8. Alat angkutan Mesin dan peralatannya 9. Barang lainnya 2. Listrik Gas dan Air Bersih a. Listrik b. Gas c. Air Bersih Tahun Bangunan Sektor Tersier 1. Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran 2. Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1. Pos dan Telekomunikasi 2. Jasa Penunjang Komunikasi 3. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan 4. Jasa Jasa a. Pemerintahan Umum 1. Adm, Pemerintahan dan Pertahanan 2. Jasa pemerintahan lainnya b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan dan rekreasi 3. Perorangan dan Rumah Tangga Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Ciamis 2009

55 32 Karakteristik Fisik Wilayah Ketinggian (Elevasi) Wilayah Kabupaten Ciamis Kabupaten Ciamis yang berada di ujung timur Provinsi Jawa Barat sebagian besar wilayahnya bergelombang. Ketinggian wilayah Kabupaten Ciamis berkisar dari meter dpl. Wilayah yang tertinggi berada pada puncak Gunung Sawal di Kecamatan Sindangkasih dan Panjalu, sedangkan dataran rendahnya membentang di wilayah Selatan sepanjang pantai Pangandaran yang sekaligus berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Berdasarkan pengelolaan data spasial, ketinggian Wilayah Kabupaten Ciamis didominasi oleh ketinggian meter dpl yaitu seluas ha (52,97%) dari luas Kabupaten tercantum dalam Tabel 5 dan Gambar 7. Area tersebut hampir berada di seluruh wilayah Tengah dan sebagian di Utara dan Selatan. Ketinggian >1500 meter dpl menempati luasan yang paling kecil yaitu 473 ha (0,17%) merupakan bagian puncak Gunung Sawal. Tabel 5 Ketinggian Wilayah Kabupaten Ciamis No Ketinggian (mdpl) Luas Lahan (ha) Persentase (%) , , , , ,39 6 > ,17 Luas Total ,00 Sumber: Hasil analisis dari data DEM Kemiringan Lereng Wilayah Kabupaten Ciamis Kemiringan Lereng di Kabupaten Ciamis relatif beragam mulai dari 0-8% hingga diatas 40%. Berdasarkan tingkat kemiringan lahannya sebagian besar wialayah Kabupaten Ciamis berada pada kemiringan lereng <8% yaitu seluas ha (33,96%) yang terbentang di bagian Timur, Tengah dan Selatan. Sementara area yang memiliki kemiringan lereng >40% memiliki luasan yang

56 Gambar 7 Peta Elevasi Kabupaten Ciamis 33

57 34 terkecil yaitu sebesar ha (5,82%) yang merupakan daerah perbukitan atau pegunungan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6 dan Gambar 8. Tabel 6 Kelas Kemiringan Wilayah Kabupaten Ciamis No Kelas Kemiringan Luas Lahan (ha) Persentase (%) % , % % , % ,24 5 > 40% ,82 Luas Total ,00 Sumber : Hasil analisis dari data DEM Jenis Tanah Wilayah Kabupaten Ciamis Jenis tanah di Kabupaten ciamis menurut sistem pusat penelitian tanah terdiri dari 8 jenis yang disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Jenis Tanah Wilayah Kabupaten Ciamis No Jenis Tanah Luas Lahan (ha) Persentase (%) 1 Alluvial ,97 2 Gleisol ,32 3 Grumusol ,58 4 Latosol ,27 5 Organosol ,59 6 Podsolik ,81 7 Regosol ,86 8 Renzina ,61 Luas Total Sumber : Hasil analisis dari data Puslit Tanah Departemen Pertanian Dari total wilayah Kabupaten Ciamis, jenis tanah Podsolik lebih dominan di banding jenis tanah yang lainnya dengan luasan sebesar ha (38,81%) dan diikuti dengan jenis tanah Latosol dengan luas sebesar ha (27,27%) kedua jenis tersebut menyebar merata di wilayah bagian Tengah dan Utara Kabupaten Ciamis. Sementara untuk jenis tanah Renzina memiliki luas sebesar ha

58 Gambar 8 Peta Lereng Kabupaten Ciamis 35

59 36 (12,61%) yang menyebar di wilayah Barat dan sebagian di Utara dan untuk jenis tanah Alluvial memiliki luas sebesar ha (12,97%) yang menyebar dibagian Timur. Sementara jenis tanah yang paling kecil luasannya adalah Gleisol sebesar ha (1,32%) dan diikuti oleh jenis tanah Grumosol sebesar ha (1,58%). Sebaran jenis tanah Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Gambar 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten merupakan penjabaran dari strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah provinsi ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan rung wilayah Kabupaten. Berdasarkan RTRW Kabupaten Ciamis Tahun , arahan penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis di dominasi oleh kebun campuran sebesar ha ( 62%). Sebaran arahan penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 8 dan sebaran spasialnya pada Gambar 10. Tabel 8 Sebaran Arahan Penggunaan Lahan Wilayah Kabupaten Ciamis No Arahan RTRW Luas Lahan (ha) Persentase (%) 1 Gambut 270 0,10 2 Hutan Lindung ,16 3 Hutan Produksi ,95 4 Kawasan Konservasi ,13 5 Kebun campuran Kawasan Pariwisata ,28 7 Permukiman ,98 8 Sawah ,31 9 Tubuh Air Luas Total ,00 Sumber: Hasil analisis dari data RTRW Kabupaten Ciamis Tahun

60 Gambar 9 Peta Tanah Kabupaten Ciamis 37

61 38 Gambar 10 Arahan RTRW Kabupaten Ciamis Tahun

62 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Wilayah Kecamatan Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah seringkali lebih spesifik dengan pertumbuhan ekonomi dan senantiasa disertai dengan perubahan struktur penutupan/penggunaan lahan. Perkembangan suatu wilayah dapat dilakukan dengan menganalisis pencapaian hasil pembangunan melalui indikator kinerja di bidang perekonomian dan sosial dengan analisis skalogram. Analisis skalogram mampu memberikan gambaran karakteristik perkembangan suatu wilayah dengan menentukan struktur pusat-pusat pelayanan berdasarkan tingkat hirarki wilayah. Indeks perkembangan kecamatan (IPK) dapat mencerminkan tingkat perkembangan wilayah dimana semakin tinggi IPK maka semakin berkembang kecamatan tersebut. Penggunaan data potensi desa (podes) dari Badan Pusat Statistik tahun 2003 dan 2008 bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah. Pada penelitian ini dibatasi pada cakupan wilayah kecamatan. Hasil analisis skalogram dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 11, 12, 13. Analisis skalogram dilakukan berdasarkan atas ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan hasil analisis skalogram tersebut diperoleh tingkat hirarki tiap kecamatan yang dikelompokan ke dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu: a. Wilayah yang termasuk dalam hirarki 1 merupakan kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang berada pada hirarki di bawahnya. Pada tahun 2003 yang termasuk kedalam hirarki 1 adalah Kecamatan Ciamis dengan nilai IPK: 117,22 Kecamatan Cimaragas dengan nilai IPK: 121,25 dan Kecamatan Pangandaran dengan nilai IPK: 115,50 akan tetapi setelah adanya pemekaran wilayah yang terjadi semenjak Kotif Banjar memisahkan diri menjadi Kota Banjar maka tingkat hirarki kecamatan berubah. Pada tahun 2008 yang berada pada hirarki 1 adalah Kecamatan Kawali dengan nilai IPK: 107,82 dan Kecamatan Ciamis dengan IPK: 115,31. Kecamatan

63 40 Tabel 9 Indek Perkembangan Kecamatan Tahun 2003 dan 2008 No Kecamatan Tahun 2003 Tahun 2008 IPK Hirarki IPK Hirarki 1 Banjarsari Ciamis Cidolog* Cigugur Cihaurbeuti Cijeungjing Cijulang Cikoneng** Cimragas* Cimerak Cipaku Cisaga Jatinagara** Kalipucang** Kawali** Lakbok** Langkaplancar Padaherang Pamarican Panawangan Pangandaran* Panajalu Panumbangan Parigi Rajadesa** Rancah Sadananya Sidamulih Sukadana* Tambaksari* Baregbeg Sukamantri Sindangkasih Purwadadi Lumbung Mangunjaya Sumber: Hasil analisis data Podes 2003 dan 2008, BPS +) Kecamatan pemekaran *) mengalami penurunan hirarki **) mengalami kenaikan hirarki

64 41 Gambar 11 Peta Hirarki Kecamatan di Kabupaten Ciamis Tahun 2003

65 42 Gambar 12 Peta Hirarki Kecamatan di Kabupaten Ciamis Tahun 2008

66 Gambar 13 Peta Perubahan Hirarki Kecamatan di Kabupaten Ciamis Tahun

67 44 Ciamis tidak mengalami perubahan hiraki, hal ini dapat dimengerti karena Kecamatan Ciamis merupakan pusat akitivitas pemerintahan sehingga sarana dan infrastruktur ekonomi, pendidikan, sosial dan kesehatan jauh lebih lengkap dibandingkan dengan kecamatan lainnya. b. Wilayah yang termasuk ke dalam hirarki 2 merupakan kecamatan-kecamatan yang memiliki tingkat perkembangan wilayah yang sedang pada Kabupaten Ciamis secara keseluruhan, wilayah ini memiliki perkembangan wilayah di bawah hirarki 1 akan tetapi perkembangan wilayahnya lebih baik dibandingkkan dengan wilayah yang memiliki hirarki 3. Pada tahun 2003 kecamatan yang termasuk kedalam hirarki 2 terdapat 8 Kecamatan yaitu Kecamatan Cidolog dengan IPK: 73,65 Cihaurbeuti dengan IPK: 91,69 Cijeunjing dengan IPK: 90,12 Cijulang dengan IPK: 89,46 Kawali dengan IPK: 78,32 Sadananya dengan IPK: 82,04 dan Kecamatan Tambaksari dengan IPK: 76,48. Pada tahun 2008 terdapat 13 Kecamatan yang berada pada hirarki 2 yaitu Cihaurbeuti, Cijeungjing, Cijulang, Cikoneng, Jatinagara, Kalipucang, Lakbok, Pangandaran, Rajadesa, Sadananya, Baregbeg, Sukamantri dan sindangasih dengan nilai IPK berturut-turut 69,88; 92,98; 87,75; 87,23; 76,24; 68,97; 68,60; 84,91; 70,95; 66,94; 84,23; 66,44; 83,36, 69,97. c. Wilayah yang termasuk kedalam hirarki 3 merupakan kecamatan-kecamatan yang memiliki tingkat perkembangan paling rendah dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Ciamis. Pada tahun 2003 terdapat 19 Kecamatan yang berada pada hirarki 3 yang meliputi Kecamatan Banjarsari, Cigugur, Cikoneng, Cimerak, Cipaku, Cisaga, Jatinagara, Kalipucang, Lakbok, Langkaplancar, Padaherang, Pamarican, Panawangan, Panjalu, Panumbangan, Parigi, Rajadesa, Rancah dan Sidamulih dengan nilai IPK berturut turut: 63,21; 69,81; 60.89; 64,15; 59,81; 57,35; 66.53; 57.80; 42,13; 39,76; 48,62; 50,07; 60,94; 60,14; 56,43; 70,41; 70,43; 52,60 dan 65,08. Sementara pada tahun 2008 terdapat 20 kecamatan meliputi Kecamatan Banjarsari, Cidolog, Cigugur, Cimaragas, Cimerak, Cipaku, Cisaga, Langkaplancar, Padaherang, Pamarican, Panawangan, Panjalu, Panumbangan, Parigi, Rancah, Sidamulih, Sukadana, Tambaksari, Purwadadi,

68 45 Mangunjaya dengan nilai berturut-turut 62,14; 44,95; 61,11; 65,61; 53,50; 62,86; 52,81; 49,39; 46,02; 46,27; 59,92; 53,24; 43,89; 64,42; 52,15; 46,38; 63,65; 53,34; 43,73; 46,58. Bila dilihat pada Tabel 9 terdapat 5 kecamatan yang mengalami penurunan tingkat hirarki dan 6 kecamatan yang mengalami kenaikan hirarki, sedangkan 25 kecamatan lainnya tidak mengalami perubahan. Hal ini menandakan bahwa terjadi peningkatan sarana dan infrastruktur sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan pada daerah yang mengalami kenaikan hirarki sedangkan pada daerah yang mengalami penurunan hirarki menandakan tingkat sarana dan infrastruktur pada daerah tersebut relatif tidak berkembang. Pada Tabel 10 dapat terlihat bahwa nilai tengah IPK tahun 2003 adalah 71,51 dengan kisaran antara 56,42 sampai dengan 121,25. Kecamatan yang memiliki nilai tertinggi adalah Kecamatan Cimaragas dan terendah Kecamatan Panumbangan. Sementara nilai tengah IPK tahun 2008 adalah 65,93 dengan kisaran antara 43,73 sampai dengan 115,31. Kecamatan yang memiliki nilai tertinggi adalah Kecamatan Ciamis, sementara nilai terendah terdapat pada Kecamatan Purwadadi. Tabel 10 Kisaran Nilai IPK Variabel Tahun Minimal IPK 39,76 43,73 Maksimal IPK 121,25 115,31 Nilai Tengah 71,51 65,93 Standar Deviasi 20,98 17,88 Hirarki 1 >115,49 >107,82 Hirarki 2 93,54 73,65 92,98 66,44 Hirarki 3 64,15 56,42 65,61 43,73 Sumber : Hasil analisis data Podes 2003 dan 2008, BPS Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis Interpretasi citra Landsat Kabupaten Ciamis merupakan proses pra klasifikasi dan setelah dilakukan verifikasi lapangan melalui ground check dan re-interpretasi dibantu citra dari Google Earth (Lampiran 8 dan 9) maka diperoleh post klasifikasi, dimana hasil ini digunakan sebagai bahan analisis selanjutnya.

69 46 Adapun peta keluaran berupa peta penutupan/penggunaan lahan pada tahun 2000, 2005 dan Overal accuracy dilakukan pada titik tahun terakhir yaitu 2010 dengan diperoleh ketelitian sebesar 85,5% dan kappa accuracy sebesar 80,5% (Lampiran 10). Nilai kappa akurasi yang bernilai >80% dan overal accuracy >85% menunjukan bahwa hasil klasifikasi sudah cukup baik. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Jensen (1986) bahwa overall accuracy pada peta penutupan/penggunaan lahan dalam pengelolaan sumber daya alam sebaiknya tidak kurang dari 85%. Perkembangan perubahan lahan pada 3 titik tahun diperoleh dengan cara proses tumpang tindih antara ketiga peta tersebut. Peta penutupan/penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 22, 23 dan 24. Kategori Penutupan/Penggunaan Lahan Penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Ciamis dikelompokkan ke dalam 8 (delapan) kelas yaitu kelas hutan (Htn), pertanian lahan kering (PLK), perkebunan (Kbn), permukiman (Pmkn), tanah terbuka (Tnh Tbk), semak belukar (Smk Blk), sawah (Swh) dan tubuh air (TA). Pembagian kelas ini didasarkan pada pembagian kelas penutupan/penggunaan lahan yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Departemen Kehutanan tahun 2001 yang digeneralisirkan. Gambaran masing-masing jenis penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis hasil analisis citra Landsat dengan kombinasi band RGB dan hasil pengamatan lapangan serta modifikasi klasifikasi yang dilakukan oleh Badan Planologi Departemen Kehutanan Tahun 2006 sebagai berikut: 1. Hutan Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 Tahun 1999). Penutupan/penggunaan lahan hutan di dalam citra Landsat pada kombinasi band RGB ditemukan dengan bentuk dan pola yang tidak teratur dengan ukuran yang relatif luas, menyebar dan bergerombol dengan warna hijau agak tua sampai hijau kehitam-hitaman/gelap dengan tekstur yang kasar. Hutan di Jawa Barat termasuk kedalam ekosistem hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis merupakan tipe vegetasi hutan tertua yang telah menutupi banyak

70 47 lahan, dimana tipe hutan ini terdapat pada wilayah yang memiliki tipe iklim A dan B (menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson) atau dapat dikatakan bahwa tipe ekosistem tersebut berada pada daerah yang selalu basah, pada daerah yang memiliki jenis tanah Podsol, Latosol, Alluvial dan Regosol dengan drainase yang baik dan terletak jauh dari pantai (Santoso dalam Indriyanto 2008). Hutan di Kabupaten Ciamis dapat dijumpai jenis pohon diantaranya jenis pulai (Alstonia scholaris), kayu afrika (Maesopsis eminii), tisuk (Hibiscus macrophilus), mahoni (Switenia macrophylla), caruy (Pterospermum javanicum), manglid (Manglitea glauca), dan jati (Tectona grandis), yang terletak di bagian Utara, Tengah dan Selatan. Penutupan/penggunaan lahan hutan di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan di Kabupaten Ciamis 2. Pertanian Lahan Kering Pertanian lahan lering merupakan areal berupa kebun campuran, tegalan dan ladang. Penutupan/penggunaan lahan ini pada kombinasi band RGB ditemukam dalam bentuk dan pola yang tidak teratur, menyebar dan memiliki warna hijau agak tua, dengan tekstur yang relatif agak halus sampai agak kasar serta umumnya berbaur dengan permukiman. Kebun campuran yang umumnya dibudidayakan oleh masyarakat di Kabupaten Ciamis diantaranya adalah berupa kakao, kopi, kelapa dan cengkeh, yang menyebar diseluruh wilayah Kabupaten Ciamis. Dimana komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan bagi Kabupaten Ciamis. Penutupan/penggunaan lahan berupa pertanian lahan kering dapat dilihat pada gambar 15.

71 48 Gambar 15 Penutupan/Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Ciamis 3. Perkebunan Penutupan/penggunaan Lahan Perkebunan pada citra Landsat dengan kombinasi band RGB ditemukan dengan warna coklat kekuningan dengan bentuk dan pola yang teratur dan memiliki ukuran yang relatif besar serta tekstur yang agak halus. Penutupan/penggunaan lahan perkebunan di Kabupaten Ciamis baik yang dikelola oleh BUMN maupun swasta hampir semua merupakan komoditas Karet dan terdapat sedikit komoditas kakao di PTPN 8 Batulawang Kecamatan Cisaga. Sektor perkebunan ini merupakan salah satu sektor unggulan bagi Kabupaten Ciamis. Penutupan/penggunaan lahan perkebunan dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan di Kabupaten Ciamis

72 49 4. Permukiman Pada citra Landsat lahan permukiman pada kombinasi band RGB ditemukan dengan warna magenta sampai magenta tua dengan tekstur halus sampai agak kasar dengan pola teratur dan memanjang serta mengikuti jalan atau sungai. Untuk daerah perkotaan umumnya polanya teratur, sedangkan untuk daerah-daerah perkampungan tersebar atau tidak teratur dan umumnya berbaur dengan vegetasi. Penutupan/penggunaan lahan permukiman dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Penutupan/Penggunaan Lahan Permukiman di Kabupaten Ciamisnaan lahan Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Ciamis 5. Tanah Terbuka Tanah terbuka pada kombinasi band RGB ditemukan dengan warna putih kemerahan sampai merah dan umumnya mempunyai tekstur yang agak kasar dengan pola tidak teratur dan memanjang untuk daerah seperti bibir pantai. Sedangkan daerah-daerah bekas tebangan umumnya polanya bergerombol. Tanah terbuka yang terjadi di Kabupaten Ciamis umumnya terjadi karena adanya aktivitas penebangan yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan dan selain itu adanya aktivitas penjarahan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang tergabung kedalam organisasi Serikat Petani Pasundan (SPP) semenjak era reformasi sampai tahun Tanah terbuka dapat dijumpai di wilayah bagian Selatan, Tengah dan Utara. Penutupan/penggunaan lahan tanah terbuka dapat dilihat pada Gambar 18.

73 50 Gambar 18 Penutupan/Penggunaan Lahan Tanah Terbuka di Kabupaten Ciamis 6. Semak Belukar Semak belukar merupakan lahan yang ditumbuhi oleh rerumputan, tanaman kecil, pohon atau perdu yang ketinggianya kurang dari 2 meter. Pada citra Landsat kombinasi band RGB penutupan/penggunaan lahan semak belukar ditemukan dengan warna kuning keputihan dengan tekstur agak halus-kasar dengan pola yang tidak teratur dan menyebar. Semak belukar ini merupakan penutupan/penggunaan lahan transisi sebelum beralih kepada penggunaan lahan lainnya. Semak belukar ini hampir menyebar di wilayah Selatan dan Tengah Kabupaten Ciamis. Penutupan/penggunaan lahan semak belukar dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Penutupan/Penggunaan Lahan Semak Belukar di Kabupaten Ciamis 7. Tubuh Air Tubuh air dalam klasifikasi ini merupakan lahan yang terdiri dari sungai, situ/danau dan laut yang selalu tergenang. Pada citra Landsat untuk tubuh air

74 51 ditemukan warna biru sampai biru kehitam-hitaman dan umumnya polanya memanjang memiliki tekstur yang agak halus-agak kasar. Penutupan/penggunaan lahan tubuh air dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20 Penutupan/Penggunaan Lahan Tubuh Air di Kabupaten Ciamis 8. Sawah Penutupan /penggunaan lahan sawah pada citra Landsat ditemukan dengan warna yang relatif beragam tergantung fasenya. Pada fase bera kenampakan warnanya merah kecoklatan, fase digenangi warnanya akan tampak biru sampai biru kehitam-hitaman, fase vegetatif akan tampak hijau muda dan pada fase malai akan tampak hijau kekuning-kuningan sedangkan pada fase panen Penutupan/penggunaan lahan akan tampak kuning kehijau-hijauan. Untuk Penutupan/penggunaan lahan sawah ini umumnya mempunyai tekstur yang halus, Penutupan/penggunaan lahan sawah dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21 Penutupan/Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Ciamis

75 52 Struktur Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2000, 2005 dan 2010 Penutupan/penggunaan lahan secara spasial di Ciamis tahun 2000, 2005, 2010 dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 22, 23, 24 serta persentase luas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Gambar 25. Struktur penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 didominasi oleh penutupan/penggunaan lahan pertanian lahan kering sebesar 63,47% dari luas wilayah. Selanjutnya penutupan/penggunaan lahan hutan dengan luasan sebesar 13,67% dari total wilayah dan berturut-turut: sawah 13,54%, permukiman 3,51%, tanah terbuka 2,27%, semak belukar 1,60%, perkebunan 1,19% dan tubuh air 0,73%. Struktur penutupan/penggunaan lahan tahun 2005 adalah pertanian lahan kering 64,46%, sawah 13,47%, hutan 11,56%, tanah terbuka 4,15%, permukiman 3,64%, semak belukar 1,40%, perkebunan 0,57% dan tubuh air sebesar 0,73%. Sementara struktur penutupan/penggunaan lahan tahun 2010 adalah pertanian lahan kering 65,86%, sawah 13,34%, hutan 11,02%, permukiman 4,08%, tanah terbuka 2,15%, semak belukar 1,88%, perkebunan 0,95% dan tubuh air sebesar 0.73%. Grafik struktur penutupan/penggunaan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010 disajikan pada Gambar 25. Memperhatikan struktur luas penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis untuk urutan pertama tidak mengalami perubahan yaitu penutupan/penggunaan pertanian lahan kering hal ini menunjukan bahwa Kabupaten Ciamis memilki sektor unggulan masih berbasis kepada sektor pertanian. Sementara penutupan/penggunaan lahan sawah dari tahun selalu mengalami penurunan seiring dengan pertambahan penutupan/penggunaan lahan permukiman. Hal ini menandakan wilayah Kabupaten Ciamis relatif berkembang dengan laju pertambahan penduduk + 1,45 jiwa/tahun dari tahun Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten Ciamis Gambar 25 menunjukan bahwa Pertanian Lahan Kering mendominasi penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis baik pada tahun 2000, 2005 maupun pada tahun 2010, masing-masing sebesar 63,47%, 64,46% dan 65,86%.

76 53 Tabel 11 Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis Tahun 2000, 2005 dan 2010 Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2010 Perubahan Tahun Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Perubahan Tahun Luas (ha) % Perubahan Tahun Luas (ha) % Hutan , , , , , ,41 Perkebunan , , , , , ,25 Permukiman , , , , , ,97 PLK , , , , , ,77 Sawah , , , , , ,53 Semak Belukar , , , , , ,06 Tanah Terbuka , , , , , ,42 Tubuh Air , , ,73 2 0,1-3 -0, ,04 Jumlah

77

78 39 Gambar 22 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2000

79

80 39 Gambar 23 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2005

81 40 Gambar 24 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2010

82 57 P e r s e n t a s e L u a s Htn Kbn Pmkn PLK Swh Smk Blk Tnh Tbk Tahun Tahun Tahun TA Gambar 25 Persentase Luas Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten Ciamis Tahun 2000, 2005 dan 2010 Hal ini menunjukan bahwa luasan penutupan/penggunaan lahan pertanian lahan kering cenderung meningkat selama kurun waktu 2000 sampai Penutupan/penggunaan lahan ini secara spasial dapat terlihat penyebarannya hampir merata di seluruh Kabupaten Ciamis. Penutupan/penggunaan lahan sawah pada tahun 2000 menduduki urutan ketiga, akan tetapi pada tahun 2005 dan 2010 menduduki urutan kedua, walaupun penutupan/penggunaan lahan sawah ini mengalami penurunan luasan setiap tahunnya akan tetapi pengurangan lahan hutan cenderung lebih tinggi sehingga lahan hutan berubah menjadi urutan ke tiga pada tahun 2005 dan Perubahan lahan sawah sebagian besar menjadi penutupan/penggunaan lahan permukiman dan pertanian lahan kering. Hal ini disebabkan karena kebutuhan akan lahan untuk permukiman selalu meningkat. Penyebaran sawah yang merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Ciamis berada di wilayah Tengah yang meliputi Kecamatan Lakbok, Kecamatan Padaherang serta kecamatan pemekarannya yaitu Kecamatan Purwadadi dan Mangunjaya. Sementara untuk daerah Utara menyebar pada Kecamatan Tambaksari dan Rancah, sedangkan di

83 58 bagian Selatan sawah menyebar di Kecamatan Pangandaran, Sidamulih dan Parigi. Penutupan/penggunaan lahan yang menduduki urutan berikutnya adalah penutupan/penggunaan lahan hutan, dimana pada tahun 2000 berada pada urutan kedua. Seiring waktu dengan adanya aktivitas pembalakan yang dilakukan oleh Perhutani dan penjarahan di wilayah Pangandaran sampai Cimerak mengakibatkan luasan hutan berkurang sehingga pada tahun 2005 dan 2010 penutupan/penggunaan lahan berada pada urutan ketiga. Adapun yang dikelola oleh Perhutani berupa hutan jati (Tectona grandis) dan hutan rimba yang meliputi pohon pinus (Pinus mercusii), damar (Agathis damara) dan mahoni (Switenia macrophylla). Sementara untuk wilayah konservasi yaitu Cagar Alam Pananjung dan Suaka Alam Gunung Sawal luasannya relatif sama dari tahun ke tahun. Permukiman berada pada urutan keempat, dimana luasan permukiman setiap tahunnya meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk. Hal ini menunjukan adanya korelasi positif antara luasan permukiman dengan jumlah penduduk. Umumnya yang berubah menjadi permukiman adalah penutupan/penggunaan lahan sawah, pertanian lahan kering, tanah terbuka dan sebagian kecil dari penutupan/penggunaan lahan hutan. Penyebaran penutupan/penggunaan lahan permukiman terpusat di tiga lokasi untuk wilayah Utara berada di kecamatan Ciamis, Kawali, Cikoneng serta kecamatan-kecamatan pemekarannya yaitu Kecamatan Baregbeg, Sindangkasih dan Lumbung, wilayah Tengah terpusat di Kecamatan Banjarsari sedangkan wilayah Selatan terpusat di Kecamatan Pangandaran, Sidamulih dan Parigi. Tanah terbuka berada pada urutan kelima, untuk luasan penutupan/ penggunaan lahan ini pada periode luasannya meningkat dengan penambahan sebesar ha. Pada periode tersebut aktivitas penebangan yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan yakni Perhutani unit III Jawa Barat masih relatif besar serta adanya aktivitas masyarakat yang tergabung dalam Serikat Petani Pasundan (SPP) yang melakukan penjarahan baik di areal hutan maupun perkebunan swasta yang HGU-nya mulai habis. Tabel 11 dapat dilihat bahwa periode , luasan penutupan/penggunaan lahan tanah terbuka berkurang sebesar ha. Hal ini berkaitan dengan adanya aktivitas

84 59 penanaman kembali di areal-areal yang telah ditebang oleh perusahaan yang bergerak dibidang kehutanan dan perkebunan serta adanya program pemerintah yaitu penanaman sejuta hektar pada tahun 2008, kemudian dilanjutkan dengan program One Billion Indonesian Trees (OBIT) yang menyebar di seluruh Kabupaten Ciamis. Adapun jenis-jenis pohon yang ditanam adalah mahoni (Switenis macrophylla), albasiah (Paraserianthes falcataria), jati (Tectona grandis) gmelina (Gmelina arborea), manglid (Manglitea glauca), trembesi (Pithecolobium saman), jati (Tectona grandis), serta komoditas buah-buahan seperti mangga (Mangifera indica), kedondong (Spondias pinnata), sukun, (Artocarpus altilis) dan jenis lainnya. Penutupan/penggunaan lahan berupa semak belukar berada pada urutan keenam pada periode Dimana pada periode penutupan/penggunaan lahan ini berkurang sebesar 552 ha. Namun periode meningkat sebesar ha. Hal ini juga beriringan dengan aktivitas penanaman kembali dan program penanaman pohon sejuta hektar dan satu milyar pohon. Secara umum pengurangan penutupan/penggunaan lahan hutan selalu dibarengi dengan peningkatan jumlah penutupan/penggunaan lahan semak belukar dan tanah terbuka, karena penutupan/penggunaan lahan ini merupakan penutupan/penggunaan lahan transisi sebelum digunakan untuk penutupan/ penggunaan lainnya. Penutupan/penggunaan lahan perkebunan berada pada urutan ke tujuh dimana sektor ini masih merupakan sektor unggulan bagi wilayah Kabupaten Ciamis. Untuk kurun waktu 2000 sampai 2005 luasan areal perkebunan semakin berkurang dengan luasan sebesar 52,2%. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas penebangan sebelum dilakukan penenaman kembali terhadap pohon karet yang sudah dianggap tidak produktif serta adanya aktivitas penyerobotan lahan oleh masyarakat yang terorganisir dalam Serikat Petani Pasundan (SPP). Sementara pada periode luasan areal perkebunan semakin meningkat sebesar 66,79% dari total luas sebelumnya. Perkebunan yang ada di Kabupaten Ciamis terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN) yaitu PTPN VIII Batulawang yang berada di Kecamatan Cisaga dan PTPN VIII Cikupa di Kecamatan Banjarsari dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang masih aktif adalah PT

85 60 Bantardawa, PT Wiria Cakra, PT Mulya Asih dan PT Maloya. Komoditas yang dibudidayakan adalah karet (Ficus sp) dan sebagian kecil kakao ( Theobroma cacao) yang ada di PTPN VIII Batulawang. Dinamika perubahan lahan dapat dilihat pada Tabel 12, 13 dan 14. Tabel 12 Matriks Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis Tahun Perubahan Luas Tahun 2005 Jumlah Penutupan/Penggunaan Lahan Htn Kbn Pmkn PLK Swh Smk Blk Tnh Tbk TA Tahun 2000 Htn Kbn Luas Tahun 2000 Pmkn PLK Swh Smk Blk Tnh Tbk TA Jumlah Tahun Sumber : Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 dan 2005 Tabel 13 Matrik Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Ciamis Tahun Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Luas Tahun 2010 Htn Kbn Pmkn PLK Swh Smk Blk Tnh Tbk TA Jumlah Tahun 2005 Htn Kbn Luas Tahun 2005 Pmkn PLK Swh Smk Blk Tnh Tbk TA Jumlah Tahun Sumber : Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010

86 61 Tabel 14 Matrik Perubahan Penggunaan/Penuutupan Lahan Kabupaten Ciamis Tahun Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Luas Tahun 2010 Htn Kbn Pmkn PLK Swh Smk Blk Tnh Tbk TA Jumlah Tahun 2000 Htn Kbn Luas Tahun 2000 Pmkn PLK Swh Smk Blk Tnh Tbk TA Jumlah Tahun Sumber : Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 dan 2010 Berdasarkan Gambar 26 dapat dilihat bahwa selama periode penambahan penutupan/penggunaan lahan permukiman berasal dari penutupan/penggunaan lahan hutan, sawah, pertanian lahan kering dan tanah terbuka, dimana konversi terbesar terjadi dari pertanian lahan kering sebesar 936 ha kemudian sawah, hutan dan tanah terbuka dengan besaran berturut-turut: 566 ha, 21 ha dan 5 ha. Perubahan penutupan/penggunaan lahan khususnya perubahan lahan ke permukiman bersifat irreversible yaitu kemungkinan untuk kembali ke penutupan/penggunaan lahan semula peluangnya sangat kecil, meskipun dapat kembali ke penutupan/penggunaan semula maka memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang sangat besar. Sementara penutupan/penggunaan lahan semak belukar dan tanah terbuka bersifat sementara dalam artian bahwa penutupan/penggunaan lahan tersebut dapat kembali ke penutupan/penggunaan semula atau dapat berubah kepenutupan/penggunaan lainnya. Semak belukar umumnya berubah ke pertanian lahan kering, tanah terbuka, sedangkan untuk tanah terbuka perubahannya bisa menjadi pertanian lahan kering, perkebunan, semak belukar dan permukiman. Meningkatnya penutupan/penggunaan lahan pertanian lahan kering disebabkan karena adanya konversi penutupan/penggunaan lahan hutan sebesar ha, tanah terbuka: ha, perkebunan: 818 ha, semak belukar: 507 dan sebagian kecil dari sawah. Penutupan/penggunaan lahan hutan menunjukkan

87 62 perubahan ke penutupan/penggunaan lahan pertanian lahan kering, tanah terbuka, semak belukar dan permukiman. Pada dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis terlihat bahwa tidak ada penutupan/penggunaan lahan yang kembali berubah menjadi penutupan/penggunaan lahan hutan. Hal ini menunjukan bahwa peluang untuk kembali ke penutupan/penggunaan lahan hutan sangat kecil sekali. Gambar 26 Pola Transisi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten Ciamis Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perubahan penutupan/penggunaan lahan merupakan bentuk peralihan dari suatu penutupan/penggunaan lahan ke penutupan/penggunaan lahan lainnya. Analisis perubahan dilakukan menurut wilayah kecamatan dengan menyederhanakan penutupan/penggunaan dari 8 kelas menjadi 7 kelas penutupan/penggunaan lahan, dimana tubuh air diabaikan mengingat proporsi terhadap total luas perubahan sangat kecil. Peta perubahan penutupan/penggunaan lahan tahun di overlay dengan peta administrasi kecamatan. Hasil overlay selanjutnya dilakukan analisis pemusatan perubahan penutupan/penggunaan lahan (LQ) dan perbandingan laju perubahan penutupan/penggunaan lahan di kecamatan secara relatif terhadap laju perubahan di Kabupaten (Shift Share Analysis). Perhitungan indeks LQ dapat

88 63 menunjukkan pemusatan perubahan penutupan/penggunaan lahan di tingkat kecamatan yang teridentifikasi dari LQ>1, sedangkan hasil Differential Shift menunjukkan laju perubahan jenis penutupan/penggunaan lahan. Hasil perhitungan LQ disajikan pada Lampiran 11 12, dan 13, sedangkan hasil analisis SSA dapat dilihat pada Lampiran 14. Hasil analisis perhitungan indeks Location Quatient (LQ) dan Differential Shift (DS) dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Pemusatan dan Laju Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan di Tingkat Kecamatan Penutupan/Penggunaan Lahan KECAMATAN Pengurangan Penambahan LQ*) DS LQ*) DS LQ*) DS LQ DS*) LQ DS LQ DS LQ DS Htn Kbn Swh Tnh Tbk Pmkn PLK Smk Blk Banjarsari Baregbeg Ciamis Cidolog Cigugur Cihaurbeuti Cijeungjing Cijulang Cikoneng Cimaragas Cimerak Cipaku Cisaga Jatinagara Kalipucang Kawali Lakbok Langkaplancar Lumbung Mangunjaya Padaherang Pamarican Panawangan Pangandaran

89 64 Tabel 15 Lanjutan Penutupan/Penggunaan Lahan Kecamatan Pengurangan Penambahan LQ*) DS LQ*) DS LQ*) DS LQ DS*) LQ DS LQ DS LQ DS Htn Kbn Swh Tnh Tbk Pmkn PLK Smk Blk Panjalu Panumbangan Parigi Purwadadi Rajadesa Rancah Sadananya Sidamulih Sindangkasih Sukadana Sukamantri Tambaksari Sumber : Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 dan 2010 Keterangan : *) Penutupan/penggunaan Lahan mengalami pengurangan luasan Berdasarkan Tabel 16 pemusatan perubahan penutupan/penggunaan lahan hutan terdapat di 10 kecamatan meliputi wilayah bagian Utara yaitu Kecamatan Lumbung, Sukadana, dan Sadananya. Untuk wilayah bagian Tengah yaitu Kecamatan Banjarsari, Cisaga, Langkaplancar, Pamarican, sedangkan untuk wilayah bagian Selatan meliputi Kecamatan Kalipucang, Pangandaran dan Sidamulih. Sementara pemusatan dengan laju pengurangan penutupan/penggunaan lahan hutan terjadi di 5 kecamatan meliputi wilayah bagian Utara yaitu, Sukadana 648 ha, wilayah bagian Tengah meliputi Cisaga: 996 ha, Banjarsari: ha dan Pamarican: 745 ha, sedangkan pada wilayah Selatan meliputi Kalipucang: ha (Tabel 15, 16, Lampiran 1). Perubahan ini cenderung kepada penutupan/ penggunaan lahan pertanian lahan kering, tanah terbuka, semak belukar dan permukiman.

90 65 Tabel 16 Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan dan Perubahan Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Kecamatan Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2010 Perubahan Perubahan Perubahan (ha) (ha) (ha) 00_05 (ha) 05_10 (ha) 00_10 (ha) Banjarsari Baregbeg Ciamis Cidolog Cigugur Cihaurbeuti Cijeungjing. 0 Cijulang Cikoneng Cimaragas Cimerak Cipaku Cisaga 996 0,16 0, Jatinagara 0 Kalipucang Kawali Lakbok Langkaplancar Lumbung Mangunjaya Padaherang Pamarican Panawangan Pangandaran Panjalu Panumbangan Parigi Purwadadi Rajadesa Rancah Sadananya Sidamulih Sindangkasih Sukadana 648 0,01 0, Sukamantri Tambaksari JUMLAH Sumber : Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010

91 66 Pusat perubahan penutupan/penggunaan lahan perkebunan selama kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2010 terjadi di 8 kecamatan dimana wilayah bagian Utara meliputi Kabupaten Cipaku, Rancah dan Tambaksari. Wilayah bagian Tengah meliputi Kecamatan Banjarsari, Cisaga, Langkaplancar, Padaherang dan Purwadadi (Tabel 15). Pusat perubahan dengan laju pengurangan penutupan/penggunaan lahan perkebunan terjadi di 3 kecamatan yaitu Banjarsari: 191 ha, Cisaga: 306 ha, dan Padaherang: 215 ha (Lampiran 2). Luas perubahan penutupan/penggunaan lahan perkebunan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan dan Perubahan Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Kecamatan Tahun Tahun 2005 Tahun 2010 Perubahan Perubahan Perubahan 2000 (ha) (ha) (ha) 00_05 (ha) 05_10 (ha) 00_10 (ha) Banjarsari Baregbeg 0,35 0,35 Ciamis Cidolog Cigugur Cihaurbeuti Cijeungjing Cijulang Cikoneng Cimaragas Cimerak Cipaku Cisaga Jatinagara Kalipucang Kawali Lakbok Langkaplancar Lumbung Mangunjaya Padaherang Pamarican Panawangan Pangandaran Panjalu Panumbangan Parigi

92 67 Tabel 17 Lanjutan Kecamatan Tahun Tahun 2005 Tahun 2010 Perubahan Perubahan Perubahan 2000 (ha) (ha) (ha) 00_05 (ha) 05_10 (ha) 00_10 (ha) Purwadadi Rajadesa 0 0 Rancah Sadananya Sidamulih Sindangkasih Sukadana Sukamantri Tambaksari JUMLAH Sumber : Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010 Pada Tabel 15 dan Tabel 18 memperlihatkan bahwa pada periode lokasi pemusatan penambahan permukiman dengan laju penambahan yang tinggi hampir sama dengan lokasi pemusatan pengurangan sawah dengan laju pengurangan yang tinggi. Lokasi pemusatan perubahan penutupan/ penggunaan permukiman terjadi di 25 kecamatan yaitu Ciamis, Cidolog, Cihaurbeuti, Cijeungjing, Cijulang, Cikoneng, Cimaragas, Cipaku, Jatinagara, Kawali, Lakbok, Lumbung, Mangunjaya, Padaherang, Panawangan, Pangandaran, Panjalu, Panumbangan, Parigi, Purwadadi, Rajadesa, Rancah, Sadananya, Sindangkasih dan Sukamantri. Lokasi pemusatan perubahan permukiman dengan laju penambahan yang tinggi berada di 15 Kecamatan yaitu: Ciamis, Cihaurbeuti, Cijeunjing, Cikoneng, Kawali, Lakbok, Mangunjaya, Padaherang, Pangandaran, Panumbangan, Parigi, Purwadadi, Sadananya, Sindangkasih dan Sukamantri (Lampiran 3). Dari 15 Kecamatan hampir 9 Kecamatan berada di wilayah Utara, hal ini disebabkan karena wilayah Utara merupakan pusat aktivitas pemerintahan yaitu di Kecamatan Ciamis sehingga infrastruktur yang dimiliki di wilayah Utara lebih berkembang dibandingkan dengan wilayah lainnya, sementara wilayah Tengah berada pada kecamatan yang mengalami pemekaran hal ini menandakan bahwa wilayah pemekaran lebih berkembang dibandingkan wilayah yang tidak mengalami pemekaran, sedangkan wilayah Selatan berada di Pangandaran dan Parigi yang merupakan tempat objek wisata andalan di Kabupaten Ciamis sehingga

93 68 infrastruktur wilayah tersebut lebih berkembang dibandingkan dengan wilayah Selatan lainnya. Tabel 18 Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Permukiman dan Perubahannya Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Kecamatan Tahun 2000 (ha) Tahun 2005 (ha) Tahun 2010 (ha) Perubahan 00_05 (ha) Perubahan 05_10 (ha) Perubahan 00_10 (ha) Banjarsari Baregbeg Ciamis Cidolog Cigugur Cihaurbeuti Cijeungjing Cijulang Cikoneng Cimaragas Cimerak Cipaku Cisaga Jatinagara Kalipucang Kawali Lakbok Langkaplancar Lumbung Mangunjaya Padaherang Pamarican Panawangan Pangandaran Panjalu Panumbangan Parigi Purwadadi Rajadesa Rancah Sadananya Sidamulih Sindangkasih Sukadana

94 69 Tabel 18 Lanjutan Kecamatan Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2010 Perubahan Perubahan Perubahan (ha) (ha) (ha) 00_05 (ha) 05_10 (ha) 00_10 (ha) Sukamantri Tambaksari JUMLAH Sumber: Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010 Tabel 15 dan Tabel 19 memperlihatkan bahwa pada periode tahun , pusat perubahan penutupan/penggunaan lahan pertanian lahan kering dengan laju penambahan yang tinggi terdapat di 14 kecamatan yaitu Banjarsari, Baregbeg, Cidolog, Cigugur, Cijeungjing, Cimaragas, Cimerak, Cisaga, Jatinagara, Kawali, Kalipucang Panawangan, Parigi dan Sidamulih (Lampiran 4). Perubahan penutupan/penggunaan pertanian lahan kering umumnya menjadi penutupan/penggunaan lahan permukiman, sebagian menjadi semak belukar dan tanah terbuka. Tabel 19 Kecamatan Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Kering dan Perubahannya Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Tahun 2000 (ha) Tahun 2005 (ha) Tahun 2010 (ha) Perubahan 00_05 (ha) Perubahan 05_10 (ha) Perubahan 00_10 (ha) Banjarsari Baregbeg Ciamis Cidolog Cigugur Cihaurbeuti Cijeungjing Cijulang Cikoneng Cimaragas Cimerak Cipaku Cisaga Jatinagara Kalipucang Kawali Lakbok Langkaplancar Lumbung Mangunjaya

95 70 Tabel 19 Lanjutan Kecamatan Tahun 2000 (ha) Tahun 2005 (ha) Tahun 2010 (ha) Perubahan 00_05 (ha) Perubahan 05_10 (ha) Perubahan 00_10 (ha) Padaherang Pamarican Panawangan Pangandaran Panjalu Panumbangan Parigi Purwadadi Rajadesa Rancah Sadananya Sidamulih Sindangkasih Sukadana Sukamantri Tambaksari JUMLAH Sumber: Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010 Berdasarkan Tabel 15 dan Tabel 20, pada kurun waktu pusat perubahan penutupan/penggunaan lahan sawah di Kabupaten Ciamis terdapat di 18 kecamatan yang terbagi menjadi tiga wilayah yaitu di bagian Utara berada di Kecamatan Ciamis, Cihaurbeuti, Cijeungjing, Cikoneng, Jatinagara, Lumbung, Panawangan, Panumbangan, Rajadesa, Rancah, Sindangkasih dan Sukamantri. Wilayah bagian Tengah berada di Cimaragas, Lakbok, Mangunjaya, Padaherang, dan Purwadadi. Sementra wilayah bagian Selatan berada di Cijulang. Pusat perubahan sekaligus memiliki laju pengurangan penutupan/penggunaan lahan sawah yang tinggi berada di 10 kecamatan yaitu Ciamis, Cihaurbeuti, Cijeungjing, Cikoneng, Lakbok, Lumbung, Mangunjaya, Panumbangan, Sindangkasih dan Sukamantri (Lampiran 5). Hal ini menunjukan bahwa lahan sawah banyak di konversi ke penutupan/penggunaan lahan permukiman dan terpusat di wilayah Utara Kabupaten Ciamis yang merupakan pusat aktivitas dan pemerintahan sehingga pada wilayah ini banyak dibangun infastruktur perkantoran.

96 71 Tabel 20 Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Sawah dan Perubahannya Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Kecamatan Tahun 2000 (ha) Tahun 2005 (ha) Tahun 2010 (ha) Perubahan 00_05 (ha) Perubahan 05_10 (ha) Perubahan 00_10 (ha) Banjarsari Baregbeg Ciamis Cidolog Cigugur Cihaurbeuti Cijeungjing Cijulang Cikoneng Cimaragas Cimerak Cipaku Cisaga Jatinagara Kalipucang Kawali Lakbok Langkaplancar Lumbung Mangunjaya Padaherang Pamarican Panawangan Pangandaran Panjalu Panumbangan Parigi Purwadadi Rajadesa Rancah Sadananya Sidamulih Sindangkasih Sukadana Sukamantri Tambaksari JUMLAH Sumber: Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010

97 72 Penutupan/penggunaan lahan semak belukar secara spasial dapat terlihat areal yang terluas berada di Kecamatan Cimerak, karena pada kecamatan ini terdapat gunung karst akan tetapi untuk pemusatan perubahan penutupan/penggunaan lahan semak belukar berada di 11 kecamatan yaitu Banjarsari, Cigugur, Cijulang, Cimerak, Langkaplancar, Lumbung, Pamarican, Panjalu, Parigi, Sidamulih dan Sukamantri. Wilayah pemusatan dengan laju penambahan penutupan/penggunaan lahan semak belukar berada di wilayah Tengah yaitu Kecamatan Banjarsari, Langkaplancar dan Pamarican (Tabel 15, 21 dan Lampiran 6). Tabel 21 Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Semak Belukar dan Perubahannya Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Kecamatan Tahun 2000 (ha) Tahun 2005 (ha) Tahun 2010 (ha) Perubahan 00_05 (ha) Perubahan 05_10 (ha) Perubahan 00_10 (ha) Banjarsari Baregbeg Ciamis Cidolog Cigugur Cihaurbeuti Cijeungjing Cijulang Cikoneng Cimaragas Cimerak Cipaku Cisaga Jatinagara Kalipucang Kawali Lakbok Langkaplancar Lumbung Mangunjaya Padaherang Pamarican Panawangan Pangandaran Panjalu Panumbangan Parigi

98 73 Tabel 21 Lanjutan Kecamatan Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2010 Perubahan Perubahan Perubahan (ha) (ha) (ha) 00_05 (ha) 05_10 (ha) 00_10 (ha) Purwadadi Rajadesa Rancah Sadananya Sidamulih Sindangkasih Sukadana Sukamantri Tambaksari JUMLAH Sumber : Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010 Pada kurun waktu tahun untuk penutupan/penggunaan lahan tanah terbuka secara spasial dapat terlihat areal penutupan/penggunaan yang terbesar berada di Kecamatan Banjarsari akan tetapi untuk pusat perubahan penutupan/penggunaan lahan tanah terbuka berada di 10 Kecamatan yaitu Baregbeg, Cihaurbeuti, Cijulang, Cimerak, Cipaku, Padaherang, Pangandaran, Purwadadi, Sukadana dan Tambaksari. Pusat perubahan dan laju perubahan penutupan/penggunaan lahan tanah terbuka terdapat di 7 kecamatan yaitu Baregbeg, Cijulang, Cimerak, Cipaku, Padaherang, Purwadadi dan Tambaksari (Tabel 15, 22 dan Lampiran 7). Tabel 22 Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Tanah Terbuka dan Perubahannya Per Kecamatan di Kabupaten Ciamis Kecamatan Tahun 2000 (ha) Tahun 2005 (ha) Tahun 2010 (ha) Perubahan 00_05 (ha) Perubahan 05_10 (ha) Perubahan 00_10 (ha) Banjarsari Baregbeg Ciamis Cidolog Cigugur Cihaurbeuti Cijeungjing Cijulang Cikoneng Cimaragas Cimerak

99 74 Tabel 22 Lanjutan Kecamatan Tahun 2000 (ha) Tahun 2005 (ha) Tahun 2010 (ha) Perubahan 00_05 (ha) Perubahan 05_10 (ha) Perubahan 00_10 (ha) Cipaku Cisaga Jatinagara Kalipucang Kawali Lakbok Langkaplancar Lumbung Mangunjaya Padaherang Pamarican Panawangan Pangandaran Panjalu Panumbangan Parigi Purwadadi Rajadesa Rancah Sadananya Sidamulih Sindangkasih Sukadana Sukamantri Tambaksari JUMLAH Sumber: Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010 Pergeseran penutupan/penggunaan lahan secara agregat/kabupaten dapat didekati melalui pendekatan nilai proporsional shift penutupan/penggunaan lahan, dimana nilai negatif menunjukan suatu penutupan/penggunaan lahan memiliki laju pengurangan luasan secara agregat, sedangkan nilai positif menandakan bahwa penutupan/penggunaan lahan memiliki laju penambahan luasan. Nilai proporsional shift pengunaan lahan tahun di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 23. Pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa penutupan/penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luasan di Kabupaten Ciamis dalam kurun waktu tahun adalah hutan, perkebunan, sawah dan

100 75 tanah terbuka dengan nilai berturut-turut adalah 19,4%, 20,2%, 1,5% dan 5,4%. Sementara penambahan luasan penutupan/penggunaan lahan terdapat pada penutupan/penggunaan lahan untuk permukiman, PLK, dan semak belukar dengan nilai masing-masing 16 %, 3,8%, dan 17,1%. Tabel 23 Nilai Proposional Shift Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun No Jenis Penutupan/penggunaan Lahan Proposional Shift 1 Hutan Perkebunan Permukiman PLK Sawah Semak Belukar Tanah Terbuka Tubuh Air Sumber: Hasil analisis dari peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 dan 2010 Pengurangan luasan lahan hutan dan perkebunan selama kurun waktu tahun disebabkan karena adanya kegiatan aktivitas penebangan yang dilakukan oleh Perhutani di areal hutan produksi yang ada di Kecamatan Cisaga, Banjarsari, Pangandaran, Sidamulih. Sementara itu pengurangan luas perkebunan disebabkan adanya aktivitas penebangan pada areal perkebunan yang dianggap sudah tidak produktif lagi. Disamping itu selama kurun waktu tersebut aksi penebangan liar dan penjarahan sedang marak-maraknya yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang tergabung kedalam serikat petani pasundan (SPP). Tabel 24 menunjukkan daftar nama perkebunan besar swasta yang terlantar akibat penjarahan.

101 76 Tabel 24 Daftar Nama Perkebunan Besar Swasta yang Terlantar NO NAMA PBS ALAMAT PEMANFAATAN LAHAN Keterangan Luas HGU (ha) Digarap Rakyat /dijarah (ha) 1 PT. Mulya Asli Kec. Banjarsari 349,9 69,56 Dijarah SPP ( Desa Cigayam dan Banjarsari) 2 PT. Cikencreng Kec. Cimerak (Desa Sukajaya) 368,17 368,17 Dijarah SPP 3 PT. Cipicung Pasawahan Kec. Padaherang (Desa Karangsari dan Banjarsari) 331,46 331,46 Dijarah SPP 4 PT. Cipicung Pasawahan Kec. Banjarsari (Desa. Sidamulih, Pasawahan dan Kalijati) 6 PT. Maloya Kec. Cipaku (Desa Jelat dan Sukamulya) 7 PT. HKK Kec. Cipaku (Desa Jelat dan Sukamulya) 455,88 455,88 Dijarah SPP 113,63 31 Dijarah SPP 116,73 116,73 Dijarah SPP PT. HKK Kec. Kawali (Desa Selacai 8 dan Cintanagara) 236,14 236,14 Dijarah SPP JUMLAH 1.971, ,94 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis Tahun 2010 Konsistensi/Inkonsistensi Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2010 Terhadap RTRW Potensi penyimpangan implementasi RTRW pada tahun 2010 dapat diketahui dengan cara melakukan tumpang susun peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2010 dengan peta RTRW tahun Pada RTRW Kabupaten alokasi penutupan/penggunaan lahan untuk kawasan konservasi sebesar ha (2,13%), hutan lindung sebesar ha (2,16%), hutan produksi: ha (10,95%), kebun campuran: ha (62%), gambut: 270 ha (0,1%), permukiman: ha (6,98%), sawah: ha (10,31%) dan tubuh air: 254 ha (0,09%). Penilaian konsistensi penutupan/penggunaan lahan tahun 2010 terhadap arahan RTRW Kabupaten Ciamis ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu:

102 77 1. Kawasan gambut: merupakan kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan RTRW untuk penutupan/penggunaan lahan pertanian secara umum meliputi sawah, pertanian lahan kering dan perkebunan. 2. Hutan lindung: kawasan lindung yang bentuk penutupan/penggunaannya adalah hutan 3. Kawasan konservasi: kawasan lindung yang bentuk penutupan/ penggunaannya adalah hutan. 4. Hutan produksi: kawasan budidaya yang betuk penutupan/penggunaannya adalah hutan 5. Kebun campuran: kawasan budidaya yang bentuk penutupan/penggunaannya adalah perkebunan dan pertanian lahan kering. 6. Permukiman: kawasan budidaya yang bentuk penutupan/penggunaannya adalah permukiman. 7. Sawah irigasi: kawasan budidaya yang bentuk penutupan/penggunaannya adalah sawah 8. Pariwisata: kawasan budidaya yang bentuk penutupan/penggunaannya adalah semua penutupan/penggunaan lahan yang memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata. 9. Tubuh air: dianggap sesuai untuk semua penutupan/penggunaan karena merupakan bentuk-bentuk alami yang sudah ada. Jenis penutupan/penggunaan lahan tahun 2010 yang tidak sesuai dengan kriteria di atas dianggap inkonsisten terhadap pola arahan penutupan/penggunaan lahan RTRW Kabupaten Ciamis Tahun Penutupan/penggunaan lahan yang pemanfaatannya konsisten dengan arahan RTRW khususnya untuk kawasan konservasi sebesar ha (94,76%) dengan penutupan/penggunaan lain yang tidak sesuai berupa permukiman 1 ha (0.02%), pertanian lahan kering: 222 ha (3,84%), semak belukar: 8 ha (0,13%), dan tanah terbuka: 48 ha (0,83%), sementara kawasan gambut yang sesuai penutupan/penggunaannya sebesar 250 ha (93%) dengan penutupan/penggunaan lain yang tidak sesuai berupa permukiman sebesar 4 ha (1,49 %) dan tanah terbuka: 15 ha (5,57%), sedangkan penutupan/penggunaan hutan lindung yang sesuai sebesar ha (64,85%) dengan penutupan/penggunaan lain yang tidak

103 78 sesuai berupa permukiman: 49 ha (0,83%), pertanian lahan kering ha (32,52%), sawah: 11 ha (0,18%), semak belukar: 71 ha (1,20%), tanah terbuka: 23 ha (0,39%). Penutupan/penggunaan lahan yang sesuai untuk hutan produksi sebesar ha (25,34%) dengan penutupan/penggunaan lain yang tidak sesuai berupa perkebunan: 200 ha (0,67%), permukiman: 114 ha (0,38%), pertanian lahan kering: ha (53,53%), sawah: ha (4,72%), semak belukar: ha (7,08%), tanah terbuka ha (7,02%). Penutupan/penggunaan lahan yang sesuai untuk kebun campuran sebesar ha (78,11%) dengan penutupan/penggunaan yang tidak sesuai berupa hutan: ha (7,55 %), permukiman: ha ( 3,24%), sawah: ha (7,26%), semak belukar: ha (1,59%), tanah terbuka: ha (1,81%). Sementara penutupan/penggunaan lahan sawah yang sesuai sebesar ha (56,76%) dan penutupan/penggunaan yang tidak sesuai berupa perkebunan: 393 ha (1,39%), permukiman: ha (5,76%), pertanian lahan kering: ha (34,09%), semak belukar: 159 ha (0,56%) dan tanah terbuka: 345 ha (1,22%), sedangkan penutupan/penggunaan yang sesuai untuk kawasan permukiman sebesar ha (15,21%) dengan penutupan/penggunaan lain yang tidak sesuai berupa hutan: 38 ha (0,20%), perkebunan: 37 ha (0,13%), pertanian lahan kering: ha (68,70%), sawah: ha (14,22%), semak belukar: 23 ha (0,12%) dan tanah terbuka: 51 ha (0,26%). Tabulasi silang penutupan/penggunaan lahan tahun 2010 dan RTRW dapat dilihat pada Tabel 25. Pada Tabel 25 dapat terlihat bahwa penutupan/penggunaan lahan yang konsisten terhadap arahan penutupan/penggunaan lahan RTRW Kabupaten Ciamis Tahun untuk alokasi kawasan lindung sebesar 80,21% sementara untuk kawasan budidaya sebesar 66,89%. Secara agregat arahan yang sesuai dengan arahan penutupan/penggunaan lahan RTRW sebesar 67,48% dan yang tidak sesuai sebesar 32,52%. Hal ini menunjukan bahwa terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan lahan terhadap arahan RTRW yang disebabkan oleh lemahnya mekanisme kontrol yang dilakukan oleh pemerintah daerah serta lemahnya penegakan supremasi hukum.

104 79 Tabel 25 Arahan RTRW Tabulasi Silang Penutupan/Penggunaan Lahan Terkini dan RTRW Penutupan/penggunaan Lahan Tahun 2010 Htn Kbn Pmkn PLK Swh Smk Blk Tnh Tbk TA Jumlah Gambut Hutan Lindung Hutan Produksi K. Konservasi Kebun Campuran Pariwisata Permukiman Sawah Irigasi Tubuh Air Sumber : Hasil analisis Faktor -faktor Penyebab Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Analisis statistik dengan menggunakan binomial logit model menghasilkan peluang nilai estimasi koefisien peubah yang berpengaruh terhadap pola perubahan penutupan/penggunaan lahan. Nilai koefisien positif menandakan bahwa pengaruh variabel bersifat meningkatkan probabilitas terjadinya perubahan dari jenis penutupan/penggunaan lahan tertentu ke penutupan/penggunaan lainnya, begitupun sebaliknya bila nilai koefisien negatif bersifat menurunkan probabilitas perubahan penutupan/penggunaan lahan. Adapun variabel bebas meliputi kemiringan lereng, elevasi, jenis tanah, kerapatan jalan, kebijakan (RTRW Kabupaten Ciamis tahun ), jumlah fasilitas sosial dan ekonomi serta laju pertumbuhan penduduk. Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Permukiman Perubahan penutupan/penggunaan lahan hutan menjadi permukiman selama periode tahun sebesar 21 ha. Dimana faktor yang berpengaruh terhadap perubahan hutan menjadi permukiman adalah laju pertumbuhan penduduk, kerapatan jalan, fasilitas ekonomi, dan kelas kemiringan 15-25%. Hal ini menandakan bahwa dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan pertambahan fasilitas serta tingginya kerapatan jalan yang berada

105 80 pada kelerengan %, maka semakin tinggi peluang penutupan/penggunaan lahan hutan berubah menjadi permukiman hal ini ditunjukkan dengan nilai penduga yang bernilai positif dapat dilihat pada Tabel 26. Sementara pada kelas kemiringan 25-40% mampu menurunkan peluang terjadinya perubahan lahan hutan menjadi permukiman. Sedangkan variabel kelas ketinggian menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas ketinggian maka semakin besar menghambat peluang perubahan lahan hutan menjadi permukiman, kemudian jenis tanah juga mempengaruhi peluang perubahan lahan yang meliputi jenis Alluvial, Grumusol, Latosol dan Organosol. Tabel 26 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Permukiman Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio Intersep Lereng * * Elevasi * * * Tanah Alluvial * Grumusol * Latosol * Organosol * Fasilitas Ekonomi * Kerapatan Jalan * Laju Perumbuhan Penduduk * Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tanah Terbuka Menjadi Permukiman Pada kurun waktu tahun perubahan penutupan/penggunaan lahan tanah terbuka menjadi permukiman di Kabupaten Ciamis sebesar 5 ha. Perubahan ini disebabkan oleh faktor kelas kemiringan, kelas ketinggian, jenis tanah, kebijakan yang berkaitan dengan kawasan lindung, tingkat kerapatan jalan, jumlah fasilitas sosial dan ekonomi serta laju pertumbuhan penduduk.

106 81 Laju pertumbuhan penduduk berpengaruh positif terhadap perubahan penutupan/penggunaan lahan tanah terbuka menjadi permukiman. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka semakin besar peluang terjadinya perubahan, dan ditandai dengan nilai pengaruhnya sangat tinggi dibandingkan dengan peubah lainnya yang mempengaruhi perubahan lahan dengan nilai penduga sebesar 4,75. Perubahan lahan tanah terbuka umumnya terjadi pada daerah yang memiliki kelas kemiringan berkisar antara 0-15% atau pada daerah yang datar sampai bergelombang, sedangkan pada daerah yang curam (25-40%) mampu membatasi perubahan lahan tanah terbuka menjadi permukiman. Hal ini menandakan bahwa semakin curam lereng maka peluang terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan semakin kecil. Dengan memperhatikan nilai odd ratio maka dapat diilustrasikan bahwa perubahan tanah terbuka menjadi permukiman diawali dari lahan tanah terbuka yang berada pada lereng yang datar karena kemudahan aksesibilitas serta didukung oleh jumlah fasilitas dan kerapatan jalan yang tinggi pada daerah yang datar. Bertambahnya jumlah fasilitas sosial dan meningkatnya kerapatan jalan hampir mempunyai pengaruh yang sama besarnya terhadap perubahan lahan tanah terbuka menjadi permukiman. Hal ini ditandai dengan nilai odd ratio yang sama yaitu 1. Sementara kebijakan alokasi pemanfaatan kawasan lindung ternyata meningkatkan peluang perubahan lahan. Masyarakat berani mengokupasi kawasan lindung dengan melakukan perubahan lahan tersebut menjadi permukiman karena lemahnya mekanisme kontrol dan sanksi bagi pelaku perubahan lahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tanah Terbuka Menjadi Permukiman Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio Intersep Lereng * * * 0.725

107 82 Tabel 27 Lanjutan Peubah yang mempengaruhi Elevasi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio * * * * Jenis Tanah Alluvial * Grumusol * Latosol * Organosol * Podsolik * RTRW (Kawasan Lindung) ** Fasilitas Sosial * Fasilitas Ekonomi * Kerapatan Jalan * Laju Pertumbuhan Penduduk * Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman Penutupan/penggunaan lahan sawah yang menjadi permukiman selama periode tahun sebesar 566 ha. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan lahan sawah menjadi permukiman adalah kelas kemiringan, jenis tanah, jumlah faislitas, kerapatan jalan dan laju pertumbuhan penduduk, dapat dilihat pada Tabel 28. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang disertai dengan meningkatnya jumlah fasilitas serta kerapatan jalan mampu meningkatkan peluang terjadinya perubahan lahan sawah menjadi permukiman hal ini ditandai dengan nilai penduga yang positif. Umumnya perubahan ini terjadi pada topografi datar sampai berbukit atau dengan kata lain terjadi pada kelas kemiringan 0-25%. Sedangkan pada topografi yang agak curam (25-40%) cenderung menghambat terjadinya perubahan lahan menjadi permukiman. Sementara jenis tanah Gleisol, Grumusol dan Podsolik dapat mengurangi perubahan lahan sawah menjadi permukiman. Hal ini disebabkan oleh karakteristik jenis lahan tersebut yang

108 83 mampu menghalangi terjadinya perubahan. Jenis tanah Gleisol mempunyai sifat selalu jenuh air atau menunjukan sifat-sifat hidromorfik. Jenis tanah Grumusol memiliki sifat mengembang dan mengkerut sehingga pada musim kering tanah menjadi keras dan retak-retak karena mengkerut, dan jika musim hujan lengket atau mengembang (Hardjowigeno S 2007). Sementara perubahan lahan sawah menjadi permukiman umumnya terjadi pada jenis tanah Alluvial, Latosol dan Regosol dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) Intersep Lereng * * * * Tanah Alluvial * Gleisol * Grumusol ** Latosol * Podsolik * Regosol ** Fasilitas Sosial * Fasilitas Ekonomi * Kerapatan Jalan * Laju Pertumbuhan Penduduk * Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Kering Menjadi Permukiman Selama kurun waktu 10 tahun dari tahun , perubahan penutupan/penggunaan pertanian lahan kering menjadi permukiman sebesar 939 ha. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap peluang terjadinya perubahan pertanian lahan kering menjadi permukiman adalah laju pertumbuhan penduduk, kerapatan jalan, jumlah fasilitas, jenis tanah dan kelas kemiringan.

109 84 Diantara faktor tersebut laju pertumbuhan penduduk memiliki nilai odd ratio yang paling tinggi sebesar 14,79. Hal ini menandakan bahwa faktor laju pertumbuhan penduduk mempunyai pengaruh yang sangat tinggi terhadap perubahan penutupan/penggunaan lahan pertanian lahan kering menjadi permukiman. Begitupun halnya dengan peningkatan jumlah fasilitas sosial dan kerapatan jalan mampu meningkatkan peluang terjadinya perubahan lahan. Sementara perubahan tersebut terjadi pada topografi berbukit dengan kelas kemiringan 15-25%, akan tetapi pada topografi yang curam mampu menghambat peluang terjadinya perubahan pertanian lahan kering menjadi permukiman. Jenis tanah meningkatkan peluang perubahan penutupan/penggunaan lahan, yaitu jenis tanah Alluvial, Latosol dan Organosol. Hal ini menandakan bahwa lahan dengan jenis tanah yang gembur dengan lapisan solum yang dalam serta kandungan bahan organik yang tinggi cenderung meningkatkan peluang terjadinya perubahan lahan (Tabel 29). Tabel 29 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Kering Menjadi Permukiman Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio Intersep Tanah Lereng 15-25% * % Tanah Alluvial * Gleisol * Grumusol * Latosol * Organosol * Podsolik * RTRW (Kawasan Lindung) *

110 85 Tabel 29 Lanjutan Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio Fasilitas Sosial * Fasilitas Ekonomi * Kerapatan Jalan * Laju Pertumbuhan Penduduk * Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Semak Belukar Pada periode perubahan penutupan/penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar sebesar 984 ha. Nilai penduga positif pada laju pertumbuhan penduduk, jumlah fasilitas sosial, kelas kemiringan 0-15% hal ini menandakan bahwa dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan meningkatnya jumlah fasilitas sosial maka peluang terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar semakin tinggi. Sementara perubahan tersebut umumnya terjadi pada topografi yang datar sampai bergelombang atau pada kelas kemiringan 0-15%. Akan tetapi semakin curam tingkat kelerengan maka peluang perubahan tersebut semakin berkurang dan bahkan mampu menghambat perubahan penutupan/penggunaan lahan hutan menjadi permukian. Begitupun halnya dengan faktor kebijakan kawasan lindung mampu mengurangi terjadinya perubahan penutupan/ penggunaan lahan tersebut. Dengan memperhatikan nilai intersep yang bernilai positif dan berpengaruh nyata maka dapat diartikan bahwa peluang terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar akan meningkat sebesar 8,97 walaupun faktor-faktor fisik, sosial, ekonomi maupun kebijakan bersifat tetap, dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Semak Belukar Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) Intersep Lereng * 5.216

111 86 Tabel 30 Lanjutan Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) * * * Tanah Alluvial * Gumusol * Latosol * Organosol * Podsolik * RTRW (Kawasan Lindung) ** Fasilitas Sosial * Fasilitas Ekonomi * Laju Pertumbuhan Penduduk * Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Pertanian Lahan Kering Penutupan/penggunaan lahan hutan yang menjadi pertanian lahan kering selama periode tahun sebesar ha. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan lahan hutan menjadi pertanian lahan kering adalah kelas kemiringan, jenis tanah, jumlah faislitas, kerapatan jalan dan laju pertumbuhan penduduk, dapat dilihat pada Tabel 31. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang disertai dengan meningkatnya jumlah fasilitas sosial serta kerapatan jalan mampu meningkatkan peluang terjadinya perubahan lahan hutan menjadi pertanian lahan kering hal ini ditandai dengan nilai penduga yang positif. Sementara perubahan lahan hutan menjadi semak belukar umumnya terjadi pada topografi yang datar sampai bergelombang atau kelas kemiringan 0-15%, sedangkan pada kelas kemiringan cenderung mampu menghambat peluang terjadinya perubahan lahan hutan menjadi pertanian lahan kering. Hal ini menandakan semakin curam topografi maka semakin kecil peluang terjadinya perubahan tersebut.

112 87 Tabel 31 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/penggunaan Lahan Hutan Menjadi Pertanian Lahan Kering Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) Intersep Lereng * * * Tanah Alluvial * Gleisol * Gumusol * Latosol * Organosol * Podsolik * Fasilitas Sosial * Fasilitas Ekonomi * Kerapatan Jalan * Laju Pertumbuhan Penduduk * Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Tanah Terbuka Penutupan/penggunaan lahan hutan yang menjadi tanah terbuka selama periode tahun sebesar ha. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan lahan hutan menjadi tanah terbuka adalah kelas kemiringan, jenis tanah, jumlah faislitas, kerapatan jalan dan laju pertumbuhan penduduk, dapat dilihat pada Tabel 32. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang disertai dengan meningkatnya jumlah fasilitas sosial serta kerapatan jalan mampu meningkatkan peluang terjadinya perubahan lahan hutan menjadi tanah terbuka hal ini ditandai dengan nilai penduga yang positif. Sementara faktor ketinggian mempunyai nilai penduga negatif dan berpola menandakan semakin tinggi elevasi maka semakin

113 88 kecil terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan hutan menjadi tanah terbuka. Tabel 32 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Tanah Terbuka Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) Intersep Lereng ** * Elevasi * * * * Tanah Alluvial * Gleisol * Gumusol * Latosol * Fasilitas Sosial * Fasilitas Ekonomi * Kerapatan Jalan * Laju Pertumbuhan Penduduk * Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Semak Belukar, Tanah Terbuka Menjadi Pertanian Lahan Kering Penutupan/penggunaan lahan perkebunan, semak belukar dan tanah terbuka menjadi permukiman selama periode tahun berturut-turut sebesar 818 ha, 507 ha, ha. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan lahan perkebunan, semak belukar dan tanah terbuka menjadi pertanian lahan kering adalah kelas kemiringan, kerapatan jalan, fasilitas sosial dan laju pertumbuhan penduduk, dapat dilihat pada Tabel 33.

114 89 Pada topografi datar sampai bergelombang atau kelas kemiringan 0-15% meningkatkan peluang terjadinya perubahan lahan dari perkebunan, semak belukar dan tanah terbuka menjadi pertanian lahan kering. Hal ini ditandai dengan nilai penduga yang positif, sedangkan pada topografi yang sangat curam atau pada kelerengan lahan. >40% mampu menekan peluang terjadinya perubahan Laju pertumbuhan penduduk dan besarnya tingkat kerapatan jalan yang disertai dengan peningkatan jumlah fasilitas sosial juga dapat meningkatkan terjadinya perubahan lahan menjadi pertanian lahan kering. Sementara kawasan lindung ternyata tidak mampu menghambat perubahan lahan tersebut menjadi pertanian lahan kering, hal ini berkaitan dengan kawasan hutan yang mengalami konversi menjadi tanah terbuka dan semak belukar kemudian dikonversi lagi menjadi pertanian lahan kering. Status kawasan lindung merupakan hutan negara sehingga masyarakat yang ada di sekitar kawasan tersebut membuka lahan menjadi pertanian lahan kering yang disebabkan karena lemahnya mekanisme kontrol dan lemahnya penegakan hukum. Tabel 33 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Semak Belukar dan Tanah Terbuka Menjadi Pertanian Lahan Kering Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) Intersep Lereng * * > * Elevasi * * * * Tanah Alluvial * Gleisol *

115 90 Tabel 33 Lanjutan Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) Grumusol * Latosol * Organosol * Podsolik * Kebijakan (RTRW) Kawasan Lindung ** Kerapatan Jalan Desa * Fasilitas Sosial * Fasilitas Ekonomi * Laju Pertumbuhan Penduduk * Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Pertanian Lahan Kering, Tanah Terbuka Menjadi Semak Belukar Penutupan/penggunaan lahan perkebunan, pertanian lahan kering dan tanah terbuka menjadi semak belukar selama periode tahun berturut-turut sebesar 112 ha, 87 ha, 340 ha. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan lahan perkebunan, pertanian lahan kering dan tanah terbuka menjadi semak belukar adalah kelas kemiringan, jumlah faislitas sosial, dan laju pertumbuhan penduduk, dapat dilihat pada Tabel 34. Hal ini menandakan bahwa meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang disertai dengan meningkatnya jumlah fasilitas sosial dapat meningkatkan peluang terjadinya perubahan lahan perkebunan, pertanian lahan kering dan tanah terbuuka menjadi semak belukar dengan nilai penduga yang positif. Tabel 34 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Pertanian Lahan Kering,Tanah Terbuka Menjadi Semak Belukar Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) Intersep Lereng *

116 91 Tabel 34 Lanjutan Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) * * Elevasi * * * * Tanah Alluvial * Gleisol * Grumusol * Latosol * Organosol * Podsolik * Fasilitas Sosial * Fasilitas Ekonomi * Laju Pertumbuhan Penduduk Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Faktor Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Pertanian Lahan Kering, Semak Belukar Menjadi Tanah Terbuka Pada periode perubahan penutupan/penggunaan lahan perkebunan, pertanian lahan kering dan semak belukar menjadi tanah terbuka secara berturut-turut adalah 295 ha, 573 ha dan 270 ha. Nilai penduga positif pada laju pertumbuhan penduduk, dan jumlah fasilitas sosial menandakan bahwa dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan meningkatnya jumlah fasilitas sosial maka peluang terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan perkebunan, pertanian lahan kering dan semak belukar menjadi tanah terbuka semakin tinggi. Sementara pada topografi yang semakin curam dengan jenis tanah Alluvial, Grumusol, Latosol dan Podsolik peluang perubahan lahan tersebut semakin kecil. Nilai intersep yang positif menandakan bahwa peluang terjadinya perubahan lahan perkebunan, pertanian lahan kering dan semak belukar menjadi tanah

117 92 terbuka akan meningkat sebesar 10,84 walaupun faktor-faktor fisik, sosial, dan ekonomi bersifat tetap (Tabel 35). Tabel 35 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan, Pertanian Lahan Kering, Semak Belukar Menjadi Tanah Terbuka Peubah yang mempengaruhi Nilai penduga (B) wald Nilai P Exp (B) = odd ratio) Intersep Lereng * * Elevasi * * * * Tanah Alluvial * Gleisol * Grumusol * Latosol * Podsolik * Fasilitas Sosial * Fasilitas Ekonomi * Laju Pertumbuhan Penduduk * Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % dan ** Nyata pada taraf α = 5 % Sumber : Hasil analisis Proyeksi/Peluang Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Menjadi Permukiman Proyeksi/peluang perubahan lahan menjadi permukiman pada tahun dapat dilihat pada Gambar 27. Peluang perubahan penutupan/penggunaan lahan khususnya pada penutupan/penggunaan pertanian lahan kering, sawah, tanah terbuka dan hutan menjadi permukiman dapat dikelompokan kedalam peluang rendah, sedang, dan tinggi dimana kisaran peluangnya berturut-turut 0-0,25; 0,25-0,50 dan 0,50-0,99. Secara umum perubahan penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis termasuk kedalam kriteria peluang rendah, sedangkan peluang perubahan penutupan/penggunaan lahan kedalam kriteria tinggi tidak ada.

118 93 Gambar 27 Peta Peluang Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Menjadi Permukiman Kabupaten Ciamis Tahun

119 94 Peluang perubahan dengan kriteria sedang umumnya adalah perubahan lahan sawah atau pertanian lahan kering yang terjadi pada kemiringan lereng 0-25%. Perubahan dapat ditemukan di wilayah Utara yaitu Kecamatan Ciamis, Cikoneng, Cihaurbeuti, Sindangkasih, Kawali dan Panumbangan, sedangkan wilayah Tengah terjadi di Kecamatan Banjarsari, Purwadadi, dan Mangunjaya. Sementara wilayah Selatan kecenderungan terjadi pada Kecamatan Pangandaran. Perubahan yang terjadi di wilayah Utara berkaitan dengan keberadaan ibukota Kabupaten yang ada di bagian Utara dan sekaligus berbatasan dengan Kota dan Kecamatan Tasikmalaya sehingga berdampak terhadap perkembangan wilayahnya dimana umumnya berada pada hirarki I dan II. Jumlah penduduk yang berada pada wilayah tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Disamping itu ketersediaan fasilitas infrastruktur lebih baik dibandingkan dengan wilayah sekitar. Perubahan lahan di bagian Tengah umumnya terjadi pada wilayah yang berfungsi sebagai pusat wilayah pengembangan bagian Tengah dan kecamatan yang mengalami pemekaran. Hal ini berkaitan dengan jumlah penduduk dan fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan wilayah Tengah lainnya sehingga wilayah tersebut umumnya berada pada hirarki II. Sementara peluang perubahan penutupan/penggunaan lahan menjadi permukiman yang terjadi di bagian Selatan berada di Kecamatan Pangandaran yang merupakan pusat pengembangan wilayah Selatan dan sekaligus sebagai pusat pariwisata yang ada di Kabupaten Ciamis. Bila dilihat dari infrastruktur kecamatan ini jauh lebih berkembang dibandingkan dengan wilayah Selatan lainnya yang berada pada hirarki II. Dinamika Penutupan/Penggunaan Lahan dan Alokasi Pemanfaatan Ruang Penutupan/penggunaan lahan merupakan bentuk fisik dari aktivitas manusia di suatu wilayah yang cenderung berkembang seiring waktu. Perubahan penutupan/penggunaan lahan sangat terkait dengan aktivitas manusia di dalam memenuhi kebutuhannya. Proses perubahan penutupan/penggunaan lahan dapat diidentifikasi dengan keberadaan fisik terbangun dan perkembangan pergeseran penutupan/penggunaan lahannya.

120 95 Kabupaten Ciamis masih mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor andalan dalam penggerak roda perekonomiannya. Namun seiring waktu dengan perkembagan wilayah dan aktivitas perekonomian peranan sektor primer lambat laun mulai mengalami penurunan kontribusi dengan munculnya sektor-sektor sekunder dan tersier (Tabel 4). Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa di Kabupaten Ciamis struktur penutupan/penggunaan lahan pada periode didominasi oleh penutupan/penggunaan lahan pertanian yaitu pertanian lahan kering dan lahan sawah. Penutupan/penggunaan pertanian lahan kering hampir menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Ciamis. Lokasi pertanian lahan kering berada pada lahan dengan ketinggian < 1000 mdpl, dengan tingkat kelerengan 0-25% (datar sampai berbukit) dan pada jenis tanah yang dominan berupa Gleisol dan Latosol. Jenis tanah Latosol merupakan tanah yang gembur dengan solum yang dalam sehingga jenis tanah ini banyak digunakan sebagai lahan pertanian secara umum. Sementara penutupan/penggunaan lahan sawah berada pada wilayah yang merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Ciamis yaitu di Kecamatan Lakbok, Purwadadi, Padaherang, Mangunjaya, Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cijulang, dan Tambaksari. Lahan sawah dominan berada pada wilayah yang memiliki ketinggian <25 mdpl dengan tingkat kelerengan datar (0-8%) sampai bergelombang (8-15%), dan jenis tanah di dominasi oleh jenis Alluvial. Jenis Alluvial ini merupakan tanah yang berasal dari endapan baru berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya berubah tidak tertatur dengan kedalaman, kandungan pasir < 60% (Hardjowigeno 2007). Hasil analisis spasial perubahan penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis selama periode menunjukan bahwa struktur penutupan/penggunaan lahan mengalami perubahan baik pada tahun 2005 maupun tahun 2010 (Tabel 9 dan Gambar 20). Perubahan yang terjadi adalah pengurangan luasan hutan: ha, perkebunan: 659 ha dan sawah: 565 ha, sedangkan untuk penutupan/penggunaan lahan tanah terbuka pada tahun mengalami peningkatan yang relatif signifikan sebesar ha yang sebagian besar berada di Kecamatan Cisaga, Banjarasi, Kalipucang, Cimerak dan Langkaplancar keempat kecamatan tersebut merupakan pusat dari hutan produksi

121 96 di Kabupaten Ciamis sehingga berkaitan dengan aktivitas pembalakan yang dilakukan oleh KPH Ciamis-Perhutani dan aktivitas masyarakat yang tergabung dalam Serikat Petani Pasundan (SPP) yang melakukan penjarahan, akan tetapi pada tahun penutupan/penggunaan lahan tanah terbuka mengalami penurunan sebesar ha yang umumnya berubah menjadi semak belukar, pertanian lahan kering, dan perkebunan hal ini tidak luput dari peran serta masyarakat, pemerintah, swasta dan stakeholder yang terlibat dalam program penanaman sejuta hektar dan berlanjut dengan program One Billion Indonesian Trees (OBIT) yang dianggap mampu untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Sementara penutupan/penggunaan lahan yang mengalami peningkatan luasan adalah pertanian lahan kering sebesar ha, permukiman: ha, dan semak belukar: 747 ha. Penambahan luas lahan permukiman merupakan hasil konversi lahan sawah, pertanian lahan kering, tanah terbuka dan sebagian kecil dari lahan hutan. Penutupan/penggunaan lahan permukiman umumnya terjadi pada wilayah dengan ketinggian < 500 m dpl, dengan tingkat kelereng < 25%. Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa proses alih fungsi lahan merupakan proses yang tidak bisa dihindari karena pada dasarnya alih fungsi lahan merupakan pergeseran alokasi dan distribusi sumberdaya sebagai konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Dengan bertambahnya jumlah penduduk yang diiringi dengan kegiatan sosial ekonomi maka kebutuhan akan lahan semakin meningkat sedangkan keberadaaan lahan itu bersifat tetap sehingga terkadang menimbulkan konflik di dalam pemanfaatannya. Pada kondisi ini maka yang akan berlaku adalah mekanisme pasar dimana lahan yang memiliki nilai yang tinggi kecenderungan bertambah semakin tinggi dan begitupun sebaliknya lahan yang memiliki nilai yang rendah kecenderungan untuk berubah ke lahan yang memiliki nilai yang tinggi semakin meningkat. Dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan dapat diidentifikasi dengan menentukan lokasi pusat-pusat perubahan penutupan/penggunaan lahan yang paling dinamis dengan alat analisis Location Quotient (LQ). Sementara untuk mengetahui tingkat pergeseran penutupan/penggunaan lahan dan laju

122 97 konversi lahan dilakukan dengan menggunakan Shift Share Analysis. Hasil analisis shift share dapat diinterpretasi berdasarkan nilai proportional shift dan differential shift (Lampiran 14). Nilai proporsional shift positif dicapai oleh penutupan/penggunaan pertanian lahan kering, permukiman dan semak belukar yang diiringi dengan nilai proporsional shift negatif untuk penutupan/penggunaan lahan hutan, perkebunan, sawah dan tanah terbuka selama periode Hasil analisis location quotient (LQ) (Lampiran 11, 12, dan 13) menunjukan bahwa perubahan penutupan/penggunaan lahan yang paling dinamis merupakan lokasi yang mengalami pemusatan. Lokasi pemusatan penggunaan lahan hutan dan perkebunan cenderung terkonsentrasi di wilayah Tengah. Umumnya penutupan/penggunaan lahan hutan mengalami konversi menjadi pertanian lahan kering, tanah terbuka, semak belukar dan permukiman, sedangkan penutupan/penggunaan lahan perkebunan terkonversi menjadi penutupan/ penggunaan pertanian lahan kering, tanah terbuka dan semak belukar. Hal ini di dukung dengan nilai LQ>1 dan nilai differential shift negatif. Berdasarkan analisis binomial logit faktor yang meningkatkan peluang terjadi perubahan lahan hutan dan perkebunan secara konsisten adalah laju pertumbuhan penduduk, kerapatan jalan, kemiringan lereng 0-15% dan fasilitas sosial. Hal ini menandakan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang diiringi dengan peningkatan sarana infrastruktur berdampak terhadap penggurangan luasan penutupan/penggunaan lahan hutan dan perkebunan, dimana umumnya wilayah-wilayah yang merupakan pusat lokasi penutupan/penggunaan lahan hutan dan perkebunan berada pada tingkat hirarki III yang menandakan bahwa wilayah tersebut tingkat perkembangannya relatif lambat, sehingga ketika meningkatnya jumlah penduduk dan sarana infrastruktur di wilayah tersebut berdampak terhadap kebutuhan lahan untuk alokasi pemanfaan permukiman dan pemanfaatan lahan untuk sektor sekunder dan tersier lainnya. Lokasi pemusatan perubahan penutupan/penggunaan lahan menjadi permukiman dominan terdapat di wilayah bagian Utara, sebagian di wilayah Tengah yaitu kecamatan yang mengalami pemekaran dan bagian Selatan berada di pusat wilayah pengembangannya yaitu Kecamatan Pangandaran. Tingginya aktivitas perubahan tersebut juga sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah

123 98 dimana untuk pengembangan pusat permukiman berada di wilayah Utara, sedangkan pengembangan kawasan pariwisata yang merupakan salah satu sektor unggulan bagi Kabupaten Ciamis berada di Pangandaran. Peningkatan lahan permukiman berkaitan erat dengan perkembangan wilayah yang terjadi di Kabupaten Ciamis, dimana pertambahan lahan permukiman terkonsentarsi di wilayah Utara yang di dukung dengan nilai LQ>1 dan nilai differensial shift positif. Peningkatan luasan lahan permukiman diperoleh dari konversi pertanian lahan kering, sawah, hutan dan tanah terbuka. Hasil analisis menggunakan binomial logit menunjukan bahwa faktor-faktor yang secara konsisten mempengaruhi terhadap peningkatan peluang perubahan lahan pertanian lahan kering, sawah, hutan dan tanah terbuka menjadi permukiman adalah laju pertumbuhan penduduk, kemiringan lereng dan kerapatan jalan. Sementara faktor yang secara konsisten mampu menghambat perubahan lahan menjadi permukiman adalah kelas kemiringan 25-40% dan jenis tanah Grumusol (Tabel 36). Hal ini menandakan bahwa penambahan luasan penutupan/ penggunaan lahan permukiman cenderung terjadi di wilayah yang memiliki tingkat jumlah penduduk yang tinggi, pada topografi yang datar sampai bergelombang serta aksesibilitas yang lebih baik, sedangkan pada topografi yang semakin curam dengan jenis tanah Grumusol yang memiliki sifat mengembang dan mengkerut sehingga pada musim kering tanah menjadi keras dan retak-retak karena mengkerut dan jika musim hujan tanah menjadi lengket (mengembang) dapat mengurangi peluang terjadinya perubahan lahan menjadi permukiman. Selain faktor tersebut ternyata wilayah Utara merupakan pusat aktivitas pemerintahan dimana infrastruktur seperti jalan (Lampiran 15), fasilitas sosial dan perekonomian lebih baik dibandingkan dengan wilayah Tengah dan Selatan, hal ini didukung dengan nilai IPK tahun 2003 dan 2008 yang cenderung memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Tengah dan Selatan, sehingga umumnya wilayah Utara berada pada tingkat hirarki I dan II. Hubungan yang erat antara pertambahan penduduk terhadap perubahan penutupan/penggunaan lahan lainnya menjadi permukiman merupakan fenomena yang umum terjadi di hampir semua wilayah. Semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Ciamis selama kurun waktu

124 99 Tabel 36 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Menjadi Permukiman Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Meningkatkan Peluang Hutan Ke Permukiman Kelas Kemiringan 15-25% Fasilitas Ekonomi Kerapatan Jalan Laju Pertumbuhan Penduduk Tanah Terbuka Ke Permukiman Kelas Kemiringan 0-15% RTRW (Kawasan Lindung) Fasilitas Sosial Kerapatan Jalan Laju Pertumbuhan Penduduk Sawah Ke Permukiman Kelas Kemiringan 0-25% Jenis Tanah (Alluvial, Latosol, dan Regosol) Fasilitas Sosial Kerapatan Jalan Laju Pertumbuhan Penduduk Pertanian Lahan Kering Ke Permukiman Sumber: Hasil analisis Kelas Kemiringan 15-25% RTRW (Kawasan Lindung) Jenis Tanah (Alluvial, Latosol, dan Organosol) Fasilitas Sosial Kerapatan Jalan Laju Pertumbuhan Penduduk Mengurangi Peluang Kelas Kemiringan 25-40% Elevasi (0-500 mdpl) Jenis Tanah (Alluvial, Grumusol, Latosol dan Organosol) Kelas kemiringan 25-40% Elevasi ( mdpl) Jenis Tanah (Alluvial, Grumusol, Latosol, Organosol dan Podsolik) Fasilitas Ekonomi Kelas kemiringan 25-40% Jenis Tanah (Gleisol, Grumusol, dan Podsolik) Fasilitas Ekonomi Kelas Kemiringan 25-40% Jenis Tanah (Grumusol, Gleisol, Podsolik) Fasilitas Ekonomi sebesar 4,84% (BPS 2009) berdampak terhadap kebutuhan lahan untuk permukiman semakin meningkat pula. Selain itu dengan meningkatnya peranan sektor sekunder dan tersier (bangunan, perdagangan, hotel, restoran dan jasa) berimplikasi terhadap kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, fasilitas sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang lebih dominan di bagian Utara menandakan belum meratanya pembangunan yang terjadi di Kabupaten Ciamis sehingga berdampak terhadap tuntutan sebagian masyarakat yang ada di bagian Selatan untuk membentuk wilayah Kabupaten Ciamis Selatan demi mempercepat proses pembangunan di wilayah tersebut. Begitupun dengan Kecamatan Banjarsari yang notabene sebagai pusat wilayah pengembangan bagian Tengah merasa

125 100 pembangunan infrastruktur yang ada di wilayah bagian Tengah kurang mendapat perhatian dari pemerinatah daerah sehingga kecamatan ini pun ingin memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis. Perubahan penutupan/penggunaan lahan tidak selalu berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah maupun kemajuan wilayah. Namun perubahan penutupan/penggunaan lahan pada umumnya cenderung berdampak negatif. Hal ini berkaitan dengan perencanaan yang kurang memperhatikan daya dukung wilayah dan kelestarian lingkungan serta lebih menekankan kepada keuntungan sesaat tanpa menghiraukan akan keberlanjutan dari keberadaan lingkungan tersebut. Proses pembangunan wilayah berkaitan erat dengan penataan ruang yang merupakan suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pada umumnya yang menjadi titik lemah dari penataan ruang adalah berkaitan dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang disebabkan karena lemahnya mekanisme kontrol dan penegakan supremasi hukum yang belum berjalan dengan baik. Penyimpangan penutupan/penggunaan lahan tahun 2010 terhadap arahan RTRW Kabupaten Ciamis tahun dapat dilihat pada Tabel 25, dimana alokasi untuk kawasan lindung maupun kawasan budidaya yang bentuk penutupan/penggunaannya adalah hutan sebesar ha (15,24%) hal ini menandakan bahwa luasan hutan kurang dari 30% yang dipersyaratkan dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Padahal keberadaan hutan memiliki fungsi yang sangat vital dan strategis bagi kehidupan makhluk hidup yang ada di sekitarnya. Degradasi hutan setiap tahunnya mencapai 723 ha dan hal ini akan menyebabkan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan baik berupa pengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intruisi air laut ke dalam tanah dan sebagai habitat makhluk hidup yang ada di sekitarnya menjadi kurang optimal, sehingga tidak jarang kita mendengar bahwa bencana terjadi dimana-mana. Ketidakseimbangan pemanfaatan lahan yang lebih menekankan pertimbangan produksi dan mengabaikan kaidah kelestarian lingkungan menjadi penyebab utama terjadinya degradasi lingkungan yang ada di Kabupaten Ciamis.

126 101 Perubahan penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis yang tidak teratur memerlukan upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang tegas dengan membuat suatu kebijkan yang secara efektif dapat mengatur, mengawasi dan mengendalikan aktivitas perubahan penutupan/penggunaan lahan. Selama ini perubahan penutupan/penggunaan lahan tidak ada mekanisme yang baku sehingga yang sering terjadi adalah terkonversinya jenis penutupan/penggunaan lahan yang memiliki nilai ekonomi yang rendah ke jenis penutupan/penggunaan lahan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Padahal dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dinyatakan bahwa setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp Akan tetapi sanksi yang telah ditetapkan tersebut tidak pernah terlaksanakan. Begitupun halnya dengan konversi lahan sawah, berdasarkan UU No. 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan menyatakan bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Akan tetapi konversi lahan sawah tidak dapat dicegah hal ini disebabkan karena masyarakat umumnya tidak merubah lahan sawah langsung ke penutupan/penggunaan lahan terbangun akan tetapi lahan sawah dibiarkan terlantar dan dirubah ke penutupan/penggunaan pertanian lahan kering lalu dikonversi ke penutupan/penggunaan lahan terbangun. Dari hal ini dapat terlihat bahwa peraturan yang dibuat selalu dicari celahnya sehingga menunjukan bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat, swasta dan pemerintah dalam menjalankan peraturan yang telah ditetapkan sehingga seolah-olah peraturan hanya bersifat formal saja akan tetapi pelaksanaannya belum benar. Yang tidak kalah penting penyebab terjadinya penyimpangan penutupan/penggunaan lahan terhadap RTRW adalah adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya hutan antara masyarakat dengan pihak swasta maupun pemerintah. Sudah selayaknya pemerintah Kabupaten Ciamis mencurahkan perhatiannya terhadap hal ini, mengingat konflik dalam pengelolaan sumber daya hutan mencakup aspek yang sangat luas. Jika tidak secara dini serta hati-hati mencarikan jalan keluarnya, akibatnya adalah hilangnya potensi hutan

127 102 atau akan mengalami degradasi hutan. Padahal keberadaan hutan mempunyai perananan sangat penting bagi keberadaan dan kelangsungan hidup makhluk hidup termasuk manusia. Konflik yang terjadi pada umumnya diekspresikan dalam bentuk perusakan komponen hutan itu sendiri, baik yang berupa pembakaran tegakan hutan, pencabutan anakan pohon yang baru ditanam, penebangan hutan secara membabi buta, pendudukan dan penyerobotan lahan hutan maupun bentuk-bentuk destruktif lainnya. Hal ini terjadi semenjak era reformasi sampai akhir tahun 2008, dimana sebagian masyarakat yang tergabung dalam organisasi Serikat Petani Pasundan (SPP) melakukan penjarahan hampir di seluruh wilayah priangan Timur terutama wilayah yang terdapat areal hutan produksi dan perkebunan begitupun halnya dengan Kabupaten Ciamis tidak luput dari aktivitas penjarahan tersebut. Aktivitas penjarahan ini telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar baik terhadap aspek lingkungan maupun aspek sosial dan ekonomi. Pengelolaan konflik ini perlu dilakukan dengan upaya persuasif dan penegakan supremasi hukum dengan memperbaiki hukum yang berlaku. Dimana hukum seharusnya dapat membuat jera sipelaku dan membuat orang lain yang melihatnya takut untuk melakukan hal yang sama, serta hukum tersebut dilakukan dengan seadil-adilnya tanpa pandang bulu, sehingga konflik ini dapat diatasi. Bila peraturan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar serta tegaknya supremasi hukum maka perencanaan pembangunan wilayah yang didasari oleh rencana tata ruang wilayah yang baik diharapkan dapat terwujud pertumbuhan, pemerataan dan keseimbangan pembangunan sehingga tercipta keterpaduan, keserasian dan keharmonisan antar berbagai komponen yang terkait, dan tentunya pembangunan yang berkesinambungan dapat terwujud.

128 103 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis perubahan penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis pada periode tahun dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Perubahan penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis pada tahun sebesar 4,26% dari total wilayah sedangkan periode mengalami perubahan sebesar 3,77% dari total wilayah sehingga perubahan penutupan/penggunaan lahan pada periode lebih dinamis dibandingkan periode Perbahan penutupan/penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luasan dari tahun adalah hutan: ha, perkebunan: 659 ha, sawah: 566 ha dan tanah terbuka: 336 ha sedangkan penutupan/penggunaan lahan yang bertambah luasannya adalah permukiman: ha, pertanian lahan kering: ha dan semak belukar: 747 ha. 2. Pemusatan dengan laju pengurangan penutupan/penggunaan sawah serta pemusatan dan laju penambahan penutupan/penggunaan permukiman cenderung terjadi di wilayah bagian Utara dan Tengah sedangkan pemusatan perubahan hutan ke penutupan/penggunaan lain, penambahan luas pertanian lahan kering dan semak belukar cenderung terjadi di Kecamatan yang berada di Bagian Tengah dan Selatan Kabupaten Ciamis. 3. Terjadinya penyimpangan penutupan/penggunaan lahan tahun 2010 terhadap pola ruang dalam RTRW Kabupaten Ciamis Tahun sebesar 32,52% dari total luas wilayah. 4. Faktor yang secara konsisten berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan penutupan/penggunaan lahan menjadi permukiman adalah laju pertumbuhan penduduk, kemiringan lereng dan kerapatan jalan. Sementara faktor penyebab utama perubahan penutupan/penggunaan lahan secara keseluruhan di Kabupaten Ciamis adalah laju pertumbuhan penduduk, jumlah fasilitas, kemiringan lereng dan kerapatan jalan.

129 104 Saran Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini, maka dapat diberikan saran/rekomendasi agar arahan pengendalian perubahan lahan dapat berjalan secara efektif antara lain: 1. Memperhatikan kondisi penutupan lahan berhutan sebesar ha (15,24%) dari luas wilayah Kabupaten Ciamis dan degradasi hutan setiap tahunnya mencapai 723 ha, maka sudah saatnya kegiatan reboisasi perlu ditingkatkan terutama di wilayah yang menjadi pusat dan laju pengurangan hutan yang tinggi, untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan yang lebih parah. 2. Pada kawasan lindung dan konservasi sebaiknya dalam melakukan kegiatan reboisasi melibatkan peran serta masyarakat sekitar hutan sehingga dapat menimbulkan kesadaran masyarakat akan arti penting keberadaan hutan bagi keberlangsungan kehidupan mahkluk hidup yang ada di sekitarnya. Bentuk reboisasi pada kawasan hutan produksi dapat berupa pengembangan hutan tanaman pada lahan-lahan yang kurang produktif dengan memperhatikan aspek kesesuaian dan kemampuan lahan, memperhatikan aspek ekologis dan pemilihan jenis tanaman kehutanan yang sesuai dengan ekosistem di Kabupaten Ciamis. Sementara lahan yang masih produktif dapat dilakukan kegiatan pengayaan tanaman dengan jenis tanaman yang sesuai. Pengelolaan hutan bersama masyarakat merupakan salah satu kunci sukses dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dan sekaligus dapat mengurangi konflik dalam pengelolaan sumber daya hutan tersebut. 3. Perlu diberikan insentif pada masyarakat yang mempertahankan lahan pertaniannya terutama bagi daerah yang merupakan lumbung padi di Kabupaten Ciamis sehingga konversi lahan sawah dapat dikurangi. Insentif tersebut dapat berupa pemberian keringanan pajak maupun penghapusan pajak untuk lahan-lahan pertanian serta adanya penghargaan bagi masyarakat yang telah mempertahankan lahan pertaniannya. 4. Perlu diberikan disinsentif pada masyarakat yang melakukan konversi lahan pertanian dengan bentuk penerapan sistem pajak yang tinggi.

130 Perlu dilakukan penerapan zonasi dengan mendorong pembangunan yang sesuai atau sejalan dengan arahan RTRW dan membatasi atau melarang pembangunan yang tidak sesuai dengan arahan RTRW. 6. Perlu di terapkan mekanisme kontrol sesuai peraturan dan hukum yang berlaku sehingga perubahan penutupan/penggunaan lahan yang berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dapat dihindari. 7. Perlu dilakukan peningkatan dan pemerataan sarana infrastruktur baik kualitas maupun kuantitasnya terutama di daerah-daerah yang kurang berkembang, sehingga dapat mengurangi terjadinya aglomerasi pembangunan di suatu tempat. 8. Dengan memperhatikan butir 1, maka sebaiknya ketika pada saat dilakukan revisi RTRW pada tahun 2013 perlu diperhatikan alokasi penutupan/penggunaan lahan hutan minimal sebesar 30%, hal ini sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan pasal 18 untuk mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.

131 DAFTAR PUSTAKA Agresti A Categorical Data Analysis. University of Florida. Gainesville Florida Andriyani Dinamika Spasial Perubahan penggunaan Lahan dan Faktorfaktor Penyebabnya di Kabupaten Serang Provinsi Banten. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Arsyad S Konservasi Tanah Dan Air. Bogor. IPB Pres. Barus B. dan Wiradisastra U.S Sistem Informasi Geografi. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis Badan Perencanaan Pembanguan Daerah Kabupaten Ciamis. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis Ciamis Dalam Angka, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Chang K Introduction To Geographic Informasi System, Second Edition. New York. Mc Graw Hill. Dardak H Revitalisasi Penataan Ruang Untuk Mewujudkan Ruang Nusantara Yang Nyaman, Produktif Dan Berkelanjutan. Di dalam Pattimura L, editor. Penataan Ruang Untuk Kesejahteraan Masyarakat: Khazanah Pemikiran Para Pakar, Birokrat, dan Praktisi. Edisi Pertama. Jakarta: LKSPI Press. Hlm Daryanto A, Hafizrianda Y Model-Model Kuantitatif: Untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor. IPB Pres. Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta Indriyanto Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta Irawan B, Friyatno S Dampak Konversi Lahan Sawah Di Jawa Terhadap Produksi Beras dan Kebijakan Pengendaliannya. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. [terhubung berkala] http: //ejournal.unud.ac.id/abstrak/(1)soca-supena friyatno-kontribusi sektor pertanian.pdf [ 23 Januari 2011] Jaya INS Analisis Citra Digital: Prespektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor

132 107 Jensen JR Introductory Digital Image Processing A Remote sensing Prespective 2 nd Edition, Prentice-Hall, Inc. USA. Lillesand MT dan Kiefer RW Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Lopez E, Bocco G, Mendoza M, dan Duhau E Predicting Land Cover And Land Use Change In The Urban Fringe: A Case In Morelia City Mexico. Landscape and Urban Planning 55 (2001) Elsevier Marwoto, Ginting R Penyusunan Data dan Karakteristik Daerah Tangkapan Air Danau Sentani Kabupaten Jayapura Serta Perubahan Penutup Lahannya Menggunakan Data Penginderaan Jauh. Berita Inderaja Volume VIII: Lapan. Muiz A Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Sukabumi. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mottet A, Ladet S, Coque N dan Gibon A Agriculture Land Use Change And Its Drivers In Mountain Landscapes: A Case Study In The Pyrenees. Agriculture, Ecosystem and Environment 114 (2006) Elsevier Niin Dinamika Spasial Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Prahasta E Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung. Penerbit Informatika. Prahasta E Remote Sensing : Praktis Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital Dengan Perangkat Lunak Er Mapper. Bandung. Penerbit Informatika. Prahasta E Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep Dasar (Perspektif Geodesi Dan Geomatika). Bandung. Penerbit Informatika. Purba E, Indriasari N Identifikasi Perkebunan Karet Dan Penyebarannya Menggunakan Citra Satelit SPOT 4. Berita Inderaja Volume VIII: Lapan. Purwadi FSH, Ongkosongo OSR, Siwi SE, Haryani NS Pemantauan Perubahan Lingkungan Jakarta Menggunakan Citra Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi. Berita Inderaja Volume VIII: Lapan. Rais J Menata Ruang Darat Laut Atmosfer Terpadu Dengan Pendekatan Interaksi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pesisir. Di dalam Menata Ruang Laut Terpadu. Cetakan Pertama. Jakarta. PT Pradnya Paramita. Hlm 1-29.

133 108 Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju DR Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Saefulhakim S, Panuju DR, Rustiadi E dan Suryaningtyas DT Pengembangan Model Sistem Interaksi Antar Aktifitas Sosial Ekonomi dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Seminar BPPT. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Sitorus J, Purwandari, Darwini LE, Widyastuti R dan Suharno Kajian Model Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Sawah. Bidang Pengembangan Pemanfaatan Inderaja Pusbangja Lapan. [terhubung berkala] http: // INOVS/PENLI/ind/INOVS -- PENLI ind -- laplengkap -- jansen _upap_ 2006.pdf [ 3 Agstus 2010 ] Suriadi AB, AmbarwulanW, Siswantoro Y, Turmudi, Suryanto H, Hidayatullah dan Arief S Spesifikasi Teknis Inventarisasi Sumber Daya Alam Persisir dan Laut. Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut-Bakosurtanal. [terhubung berkala] http: // / pdf / spek_insdal1a A.pdf [3 Agustus 2010] Tarigan R Perencanaan Pembangunan Wilayah: Edisi Revisi. Jakarta. PT. Bumi Aksara. Vagen TG Remote Sensing of Complex Land Use Change Trajectories a Case Study from the Higlands of Madagascar. Agriculture Ecosystem and Environment 115 (2006) Elsevier. Winoto J, Selari M, Saefulhakim S, Santoso DA, Achsani NA dan Panuju DR Laporan Akhir Penelitian Alih Guna Tanah Pertanian. Bogor: Lembaga Penelitian IPB bekerjasama dengan Proyek Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya Pertanahan BPN.

134 Lampiran 1 Peta Pemusatan dan Pergerseran Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Hutan 1

135 Lampiran 2 Peta Pemusatan dan Pergerseran Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perkebunan

136 Lampiran 3 Peta Pemusatan dan Pergerseran Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Permukiman 3

137 Lampira 4 Peta Pemusatan dan Pergerseran Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan PLK

138 Lampiran 5 Peta Pemusatan dan Pergerseran Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Sawah 5

139 Lampiran 6 Peta Pemusatan dan Pergerseran Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Semak Belukar

140 Lampiran 7 Peta Pemusatan dan Pergerseran Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tanah Terbuka 7

141 Lampiran 8 Peta Cek Lokasi Penutupan/Penggunaan Lahan

142 Lampiran 15 Peta Jaringan Jalan di Kabupaten Ciamis 9

TINJAUAN PUSTAKA Penutupan dan Penggunaan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Penutupan dan Penggunaan Lahan TINJAUAN PUSTAKA Penutupan dan Penggunaan Lahan Rustiadi et al. (2009), penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu, tetapi sebenarnya mengandung penekanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Perubahan penutupan/penggunaan lahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan dalam proses pembangunan, dimana kebutuhan akan lahan selalu meningkat setiap tahunnya

Lebih terperinci

DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH N I I N

DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH N I I N DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH N I I N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Ciamis, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Ir. Gandjar Rachman

Sekapur Sirih. Ciamis, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Ir. Gandjar Rachman Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Menurut Rustiadi et al. (2009) ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan tata air. Ruang merupakan bagian dari alam yang

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) Oleh : ROSNILA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 4 ABSTRAK Rosnila. Perubahan Penggunaan

Lebih terperinci

DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH N I I N

DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH N I I N DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH N I I N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan Konsep lahan memiliki arti yang berbeda untuk setiap orang, tergantung pada pandangan dan ketertarikan mereka pada suatu waktu. Konsep lahan yang

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 2015 dan Perda No 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 17 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penggunaan lahan masa lalu dan penggunaan lahan masa kini sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek yang saling berhubungan antara lain peningkatan jumlah penduduk

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH DI KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH DI KABUPATEN BANDUNG ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH DI KABUPATEN BANDUNG An Analysis of Land Use Change and Regional Land Use Planning in Bandung Regency Rani Nuraeni 1), Santun Risma

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN SUKABUMI ABDUL MUIZ SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN SUKABUMI ABDUL MUIZ SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 1 ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN SUKABUMI ABDUL MUIZ SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

5 HASIL PEMBAHASAN. 5.1 Identifikasi Sektor Unggulan

5 HASIL PEMBAHASAN. 5.1 Identifikasi Sektor Unggulan 68 5 HASIL PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Sektor Unggulan Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi wilayahnya (Rustiadi et al. 2007).

Lebih terperinci

bahwa penataan daerah pemilihan pada kabupaten induk dan pembentukan daerah pemilihan pada kabupaten pemekaran dalam penataan keanggotaan

bahwa penataan daerah pemilihan pada kabupaten induk dan pembentukan daerah pemilihan pada kabupaten pemekaran dalam penataan keanggotaan KOMIS! PEtfllLlllAN utiluh KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 61 1/Kpts/KPU/TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR: 104/Kpts/KPU/TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN DAERAH

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PAKAN DI KABUPATEN CIAMIS

PERENCANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PAKAN DI KABUPATEN CIAMIS Jurnal Pengelolaan Alam dan Lingkungan Vol. 5 No. 1 (Juli 2015): 42-50 PERENCANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PAKAN DI KABUPATEN CIAMIS Maize Cluster Development Planning As

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Definisi lahan menurut Sitorus (2004) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT YUNITA SULISTRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2015 mengalami

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena 4 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara Sekitar 100.000 Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Profil Wilayah Kabupaten Ciamis 1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dan memiliki luas sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL

UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL Rizal Imana 1), Endrawati Fatimah 2), Sugihartoyo 3) Jurusan Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 SKRIPSI Oleh: Chandra Pangihutan Simamora 111201111 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PENDIRIAN TOKO MODERN SERTA PERLINDUNGAN USAHA KECIL, WARUNG/TOKO DAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan pada dua kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Setiap jenis penggunaan lahan dianalisis kesesuaiannya berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Energi dan Sumberdaya Mineral. Sekretariat. Bidang Bina Marga. Bidang PSDA Bidang Geologi Sumber Daya Mineral

Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Energi dan Sumberdaya Mineral. Sekretariat. Bidang Bina Marga. Bidang PSDA Bidang Geologi Sumber Daya Mineral Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Energi dan Sumberdaya Mineral Sekretariat Bidang Bina Marga Bidang PSDA Bidang Geologi Sumber Daya Mineral Bidang Energi & Ketenagalistrikan UPTD : 1. UPTD Wilayah Ciamis

Lebih terperinci

-1- BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

-1- BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH -1- BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang :

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Abstrak... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... viii Daftar Gambar... xii

DAFTAR ISI. Abstrak... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... viii Daftar Gambar... xii DAFTAR ISI Abstrak... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... viii Daftar Gambar... xii BAB 1 BAB 2 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1-1 1.2 Perumusan Masalah... 1-3 1.2.1 Permasalahan

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI Yunan Maulana 1, Janthy T. Hidajat. 2, Noordin Fadholie. 3 ABSTRAK Wilayah pengembangan merupakan bagian-bagian wilayah yang

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A24104069 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN CIAMIS

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN CIAMIS BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN CIAMIS Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Ciamis Tahun 2013 sebanyak 275.212 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum Kabupaten Ciamis Tahun

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN

MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN Meraih masa depan berkualitas bersama Sekolah Pascasarjana IPB MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN Ketua Program Studi / Koordinator Mayor: Baba Barus, Dr Staf Pengajar : Atang Sutandi, Dr Baba Barus, Dr

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi dan air

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci