BAB I PENDAHULUAN I.1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2015 mengalami peningkatan dari jiwa menjadi jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,21% (BPS 2015). Dengan meningkatnya jumlah penduduk tersebut, maka jumlah permintaan akan tanah untuk tempat tinggalpun semakin meningkat, terutama di kota-kota besar. Tanah merupakan unsur utama dalam terlaksananya suatu pembangunan. Tanah memegang peranan penting dalam pembangunan perumahan. Kebutuhan akan tanah untuk pembangunan perumahan meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Ketersediaan tanah yang relatif tetap inilah yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Masalah yang muncul alih fungsi lahan tersebut merambah ke area pertanian yang masih produktif. Lahan pertanian menjadi sasaran utama bagi para pengembang karena apabila dilihat dari segi kegunaan, arah pembangunan perumahan akan lebih menguntungkan. Alih fungsi lahan merupakan ancaman besar bagi suatu kota besar seperti Kota Bandung. Kota Bandung terletak di provinsi Jawa Barat dan merupakan Ibukota Provinsi Tingkat I Jawa Barat. Kota Bandung merupakan kota yang sangat strategis dilihat dari segi wilayah dan perekonomiannya. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Kota Bandung pada tahun 2012 sebesar jiwa dan meningkat sebesar jiwa pada tahun 2013 dengan laju pertumbuhannya bervariasi antara 1,47% hingga 3,2%. Untuk lahan pertanian di Kota Bandung, dari 16 ribu hektar lahan pertaniannya hanya tersisa 9% atau sebesar hektar. Hal ini menunjukan bahwa tingkat alih fungsi lahan pertanian meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk di Kota Bandung. Hingga saat ini alih fungsi lahan pertanian di Kota Bandung terus terjadi. Perlindungan lahan pertanian berkelanjutan belum ditetapkan, sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian khususnya perumahan masih berlangsung. 1

2 2 Kebutuhan lahan perumahan tersebut memerlukan adanya kebijakan dari pemerintah. Pemerintah perlu memperhatikan dan mempertimbangkan ketersediaan tanah untuk pembangunan perumahan yang belum dimanfaatkan sesuai dengan kebijakan tata ruang. Kebijakan mengenai pembangunan perumahan di Kota Bandung telah tertuang pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 18 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kota Bandung Tahun Sampai saat ini pengendalian alih fungsi belum berhasil diwujudkan. Kebijakan ini tidak efektif, karena kurang adanya sikap yang tegas. Pemerintah berupaya melarang adanya alih fungsi, tetapi disisi lain perkembangan ekonomi justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan. Pembangunan perumahan di Kota Bandung menjadi suatu permasalahan yang tidak sederhana, mengingat pertumbuhan penduduk yang selalu bertambah sehingga kebutuhan akan tempat tinggal pun ikut meningkat. Ketersediaan tanah untuk pembangunan perumahan di Kota Bandung pada umumnya merupakan alih fungsi dari lahan pertanian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mengevaluasi alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan di Kota Bandung terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah. I.2. Rumusan Masalah Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan berkembang tiap tahunnya di Kota Bandung. Adanya pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan ketersediaan tanah menjadi salah satu faktor terjadinya alih fungsi lahan terutama lahan pertanian. Perubahan penggunaan lahan akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dapat dilihat dengan melakukan analisis menggunakan data pertimbangan teknis pertanahan dalam rangka izin lokasi maupun izin perubahan penggunaan tanah di Kota Bandung yang kemudian disajikan dalam bentuk peta. Evaluasi hasil pemetaan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan juga dilakukan dengan membandingkan kesesuaiannya terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 18 Tahun I.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:

3 3 1. Bagaimana pertumbuhan perumahan dari hasil alih fungsi lahan pertanian di Kota Bandung dalam kurun waktu lima tahun yaitu antara tahun 2011 sampai dengan tahun 2015? 2. Apakah perubahan penggunaan lahan akibat proses alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan yang terjadi di kota Bandung sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah Kota Bandung? I.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pertumbuhan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan yang terjadi di Kota Bandung tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dan menyajikan dalam bentuk peta alih fungsi lahan. 2. Mengevaluasi alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan di Kota Bandung tahun 2011 sampai tahun 2015 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung. I.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi mengenai alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan yang terjadi di Kota Bandung tahun 2011 sampai dengan tahun Dapat digunakan sebagai referensi ilmu pengetahuan dibidang terkait dengan manajemen pertanahan dan perencanaan wilayah. I.6. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data Pertimbangan Teknis Pertanahan Kota Bandung tahun 2011 sampai dengan tahun Hasil analisis akan dievaluasi kesesuainnya dengan perencanaan kawasan perumahan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung tahun

4 4 I.7. Tinjauan Pustaka Beberapa tinjauan pustaka telah dilakukan dalam proses penyusunan penelitian guna mengumpulkan informasi yang terkait untuk menyusun penelitian ini. Beberapa jurnal mengenai hal-hal yang terkait dengan alih fungsi lahan pun telah dibaca sebagai referensi. Dalam jurnal Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian dan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Bandung yang disusun oleh Christian Hadinata dan Sugiyantoro, bahwa alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kabupaten Bandung terus berlangsung. Menurut data interpretasi citra SPOT, alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang berlangsung di Kabupaten Bandung pada tahun 2004 sampai dengan 2011 adalah sebesar 1.898,34 Ha atau sebesar 4,96%. Menurut hasil analisis, kecenderungan alih fungsi terjadi di lahan produktif yang didukung oleh jaringan irigasi dan dengan jarak yang relatif dekat dengan pusat pemerintahan. Linda Cristi Corolina, Choirul Saleh dan Suwonto dalam jurnal Implentasi Kebijakan Alih Fungsi Lahan Pertanian menjadi Kawasan Perumahan di Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa, peningkatan jumlah penduduk sangat mempengaruhi permintaan pembangunan perumahan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil, bahwa alih fungsi lahan pertanian untuk kawasan perumahan telah diatur dalam pola ruang Perda RTRW No.6 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo untuk kawasan perumahan dengan lahan pertanian yang dialihkan untuk perumahan tersebut yaitu sebesar 60% dengan penyebaran yang tidak merata di Kabupaten Sidoarjo. Dwi Kusumasari (2015) dalam skripsinya Kesesuaian Perubahan Penggunaan Tanah Tahun Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo menyatakan bahwa, perubahan penggunaan tanah didominasi oleh perubahan tanah pertanian ke tanah non pertanian. Luas perubahan penggunaan yang terjadi adalah sebesar ,16 m 2,sedangkan untuk kesesuaian perubahan penggunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah terjadi penyimpangan sebesar 56,62% atau seluas ,1542 m 2. Bambang Widjanarko et al. (2006) dalam jurnalnya Aspek Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian menyatakan bahwa, pemerintah daerah cukup dilematis dalam perubahan fungsi khususnya lahan pertanian. Pemerintah daerah ditutuntut untuk mengembangkan wilayahnya dengan sektor industri, jasa dan

5 5 properti, namun disisi lain pemerintah harus mempertahankan sekor pertanian. Adanya Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai kebijakan untuk membatasi alih fungsi lahan kurang diperhatikan. Perubahan fungsi lahan yang dilaksanakan oleh pemohon masih banyak yang bertentangan dari Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut, namun tetap diberikan izin untuk pembangunannya. Dalam penelitian ini akan dilakukan evaluasi alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan di Kota Bandung dengan metode analisis deskriptif. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dievaluasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. I.8. Landasan Teori Untuk memperjelas dan memberikan gambaran mengenai penelitian yang akan dibahas, maka dalam penulisan ini menggunakan beberapa teori yang telah didapat yaitu Lahan, Alih Fungsi Lahan, Pengertian Lahan Pertanian, Kawasan Perumahan, Rencana Tata Ruang Wilayah, Tata Guna Tanah, Pemetaan Tematik dan Pengertian Evaluasi. I.8.1. Lahan Lahan memiliki konsep yang berbeda dengan tanah. Tanah mengarah pada tubuh tanah (soil) dan materi tanah yang menekan pada sifat fisik tanah secaa kimiawi dan organik (Sadyohutomo, 2006). Lahan memiliki peranan yang penting bagi kehidupan manusia untuk melaksanakan aktivitasnya. Lahan lebih dikaitkan pada unsur pemanfaatan/ peruntukan/ penggunaan dari tanah sebagai suatu ruang. Menurut Kaiser et al (1995) terdapat beberapa perspektif mengenai lahan, antara lain : 1. Lahan adalah suatu ruang fungsional yang diperuntukan untuk beragam penggunaan. Pada prespektif ini, lahan berperan dalam perkembangan suatu kawasan yang didorong oleh pertumbuhan penduduk dan ekspansi ekonomi. 2. Lahan sebagai suatu aktivitas. Fungsi dari suatu kawasan terjadi karena adanya aktivitas yang menggambarkan pola kegiatan penguhuni kawasannya. Contohnya: lahan sebagai fungsi perumahan memiliki intreaksi yang tinggi dengan fungsi pendidikan, kesehatan, perdagangan sertan perkantoran yang dalam konteks ini kawasan perumahan yang dapat memenuhi aktivitas penghuninya harus didukung dengan fungsi-fungsi diatas.

6 6 3. Lahan adalah komoditas. Penggunaan suatu lahan harus memperhatikan kemampuan fisik alamiah dan daya dukungnya. Diperlukan analisis yang spesifik untuk dapat menemukan lahan yang dapat dimanfaatkan sesuai kemampuannya. 4. Lahan sebagai sumber daya citra dan estetika kawasan. Aspek ini penting dalam memberi kualitas lingkungan yang mendukung kegiatan rekreatif. Lahan yang memenuhi aspek ini akan memiliki nilai guna lahan yang cocok untuk kegiatan wisata, pendidikan dan hunian. I.8.2. Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan merupakan suatu proses perubahan nilai guna suatu lahan. Menurut Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau yang sering dikenal dengan konversi lahan yaitu sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan tersebut dari fungsinya yang semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi dari lahan tersebut. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan penggunaan lahan yang disebabkan oleh faktor-faktor lain yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Lestari, 2009). Lestari (2009) menyatakan bahwa proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lahan non pertanian terjadi karena beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan alih fungsi lahan pertanian, antara lain: 1. Faktor Eksternal Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi. 2. Faktor Internal Faktor yang disebabkan oleh kondisi ekonomi-sosial rumah tangga pertanian penggunaan lahan. 3. Faktor Kebijakan Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

7 7 Menurut Irawan (2005) alih fungsi lahan cenderung menular disebabkan oleh dua faktor pendorong. Pertama, adanya pembangunan kawasan perumahan di suatu lokasi alih fungsi lahan akan menyebabkan lokasi tersebut menjadi semakin kondusif sehingga mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh pengembang lain. Kedua, karena peningkatan harga lahan tersebut akan merangsang petani lain untuk menjual lahan. I.8.3. Lahan Pertanian Lahan merupakan salah satu sumberdaya yang sangat penting dan memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat tinggal. Lahan pertanian merupakan lahan yang digunakan untuk bertani (Anonim, 2014). Lahan pertanian mempunyai manfaat yang besar dalam kelangsungan hidup manusia bukan hanya dari sektor ekonomi saja melainkan sektor lain, seperti sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan sektor transportasi. Selain itu, hasil produksi pertanian sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia tentunya. Lahan pertanian dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Pertanian lahan basah Pertanian lahan basah merupakan jenis lahan pertanian yang memanfaatkan lahan basah. Lahan basah yang dimaksud pada pertanian lahan basah ini adalah lahan yang jenis tanahnya merupakan tanah yang jenuh dengan air. Tanah pada lahan ini memiliki kandungan air yang tinggi atau bahkan tergenang air. Beberapa contoh dari pertanian lahan basah antara lain persawahan, lahan gambut, maupun daerah bakau. 2. Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering merupakan jenis lahan pertanian yang berada pada sebuah lahan kering yang tingkat kadar airnya rendah. Pada dasarnya, pada pertanian lahan kering variasi pertaniannya lebih banyak dibandingkan dengan lahan basah. Kondisi tanah yang stabil pada lahan kering sanggup untuk menahan beban akar-akar dari tumbuhan besar. Beberapa contoh dari pertanian lahan kering antara lain ladang, tegalan, perkebunan. I.8.4. Kawasan Perumahan Kawasan perumahan adalah sekelompok rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang lengkap dengan sarana dan prasarana lingkungan. Dalam UU No.1 Tahun

8 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, perumahan adalah mencakup rumah, beserta dengan sarana, prasarana dan utilitas umum. Tujuan pembangunan perumahan idealnya yaitu agar setiap orang dapat menempati tempat tinggal yang sehat untuk medukung kelangsungan dan kesejahteraan sosialnya. Pada Pasal 3 UU No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, bahwa Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk: 1. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. 2. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan. 3. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan. 4. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. 5. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. dan 6. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. I.8.5. Rencana Tata Ruang Wilayah Perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan pembangunan ruang suatu wilayah atau pembangunan lahan (Tarigan, 2005). Perencanaan wilayah pada dasarnya yaitu menetapkan bagian dari suatu wilayah kedalam zona-zona yang akan memberikan kemakmuran baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Perencanaan akan membawa keuntungan apabila terdapat tindakan yang bersifat berkelanjutan. Rencana tata ruang adalah hasil dari perencanaan ruang. Rencana tata ruang wilayah merupakan sebuah draft perencanaan yang dijadikan suatu patokan dalam pemanfaatan ruang dan wilayah. Perencanaan tata ruang yang menyangkut banyak sektor wilayah, misalnya Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana

9 9 Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau Kota (RTRWK). Tujuan RTRW Kota Bandung dalam Peraturan Daerah Kota Bandung No.18 Tahun 2011 sama seperti dalam UU No.26 Tahun 2007 yaitu untuk menjaga pemanfaatan ruang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan yang berlandaskan pada wawasan nusantara. Dengan demikian Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan suatu arahan dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan dalam aspek keruangan atau kewilayahan suatu daerah. I.8.6. Tata Guna Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Penatagunaan tanah, tata guna tanah (land use) merupakan suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Tata guna lahan berkaitan erat dengan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah. Pemanfaatan ruang dikembangkan dalam penatagunaan tanah yang disebut dengan pola pengelolaan tata guna tanah. Sesuai dengan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 tahun 2007, klasifikasi penatagunaan tanah dibedakan menjadi penggunaan tanah pedesaan dan penggunaan tanah perkotaan. Penggunaan tanah perkotaan apabila suatu wilayah penggunaan tanahnya didominasi oleh penggunaan tanah non pertanian. Penggunaan tanah perdesaan adalah suatu wilayah yang penggunaan tanahnya masih didominasi oleh usaha-usaha pertanian. Jenis-jenis penggunaan tanah perdesaan adalah sebagai berikut: Tabel I. 1. Jenis penggunaan tanah perdesaan Jenis Tanah Perdesaan Tanah perkampungan Tanah industri Keterangan Areal tanah yang digunakan untuk kelompok bangunan padat ataupun jarang tempat tinggal penduduk untuk dimukimi secara menetap. Areal tanah yang digunakan untuk kegiatan ekonomi berupa proses pengolahan bahanbahan baku menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau setengah jadi menjadi barang jadi.

10 10 Tanah pertambangan Tanah persawahan Pertanian Tanah Kering Semusim Tanah Kebun Tanah Perkebunan Padang Hutan Perairan darat Tanah terbuka Areal tanah yang dieksploitasi bagi pengambilan bahanbahan galian yang dilakukan secara terbuka dan atau tertutup. Areal tanah pertanian basah dan atau kering yang digenangi air secara periodik dan atau terus menerus ditanami padi dan atau diselingi dengan tanaman tebu, tembakau dan atau tanaman semusim lainnya. Areal pertanian yang tidak pernah diairi dan mayoritas ditanami dengan tanaman umur pendek. Areal yang ditanami rupa-rupa jenis tanaman keras dan atau tanaman semusim dan atau kombinasi tanaman keras dan semusim atau tanaman buah-buahan serta tidak jelas mana yang menonjol. Areal tanah yang ditanami tanaman keras dengan satu jenis tanaman. Areal terbuka karena hanya ditumbuhi tanaman rendah dari keluarga rumput dan semak rendah. Areal yang ditumbuhi oleh pepohonan yang tajuk pohonnya dapat saling menutupi atau bergesekan. Areal tanah yang digenangi air, secara permanen baik buatan maupun alami. Areal yang tidak digarap karena tidak subur dan atau menjadi tidak subur setelah digarap serta tidak ditumbuhi tanaman.

11 11 Lain-lain Areal tanah yang digunakan bagi prasarana seperti jalan dan sungai serta saluran yang merupakan buatan manusia maupun alamiah. Tabel I. 2. Jenis penggunaan tanah perkotaan Jenis Tanah Perkotaan Tanah perumahan Tanah perusahaan Tanah industri Tanah jasa Keterangan bidang-bidang tanah yang digunakan untuk kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. bidang-bidang tanah yang digunakan untuk suatu badan hukum dan atau badan usaha milik pemerintah maupun swasta untuk kegiatan ekonomi yang bersifat komersial bagi pelayanan perekonomian dan atau tempat transaksi barang dan jasa. bidang-bidang tanah yang digunakan untuk suatu badan hukum dan atau badan usaha milik pemerintah maupun swasta untuk kegiatan ekonomi yang bersifat komersial bagi pelayanan perekonomian dan atau tempat transaksi barang dan jasa. bidang-bidang tanah yang digunakan untuk suatu kegiatan pelayanan sosial dan budaya bagi masyarakat kota yang dilaksanakan oleh badan dan atau organisasi kemasyarakatan, pemerintah maupun swasta yang menitikberatkan kegiatan bertujuan untuk pelayanan non komersial.

12 12 Tanah tidak ada bangunan Tanah terbuka Tanah non-urban bidang-bidang tanah di dalam wilayah perkotaan yang belum atau tidak digunakan untuk pembangunan perkotaan. bidang-bidang tanah yang tidak dibangun dan berfungsi sebagai ruang terbuka atau tanaman. areal tanah/bidang-bidang tanah didalam wilayah perkotaan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dalam arti luas. Untuk menyeimbangkan antara kebutuhan tanah dalam pembangunan dan kelestarian lingkungan, maka dikeluarkanlah Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam pelaksanaan dari undang-undang tersebut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Kebijakan penatagunaan tanah yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2004 antara lain adalah bahwa pertama, setiap penggunaan dan pemanfaatan tanah yang terjadi harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan kedua, penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan RTRW tidak dapat diperluas atau dikembangkan penggunaannya dan pemanfaatannya tidak bisa ditingkatkan. I.8.7. Peta Tematik Peta adalah suatu gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu melalui sistem proyeksi yang digunakan. Sedangkan peta tematik merupakan peta yang isinya mengutamakan penggambaran objek tertentu (Prihandito, 1998). Peta tematik disebut juga dengan peta khusus karena pada peta ini diperlihatkan informasi baik informasi kuantitatif dan atau kualitatif. Pada peta tematik, keterangan yang disajikan dapat berupa gambar dengan menggunakan simbol-simbol tertentu yang berhubungan dengan temanya. Peta tematik secara umum dapat berupa perencanaan suatu daerah, administrasi, dan lain-lain. Data yang diambil biasanya hanya berupa unsur-unsur penting, seperti batas negara, sungai, jalan dan lain-lain. Bentuk-bentuk unsur

13 13 topografi digunakan, karena tergantung pula dengan skala yang akan digunakan, maksud dan tujuan dari peta tematik itu sendiri. Data yang dimuat dalam peta tematik juga dapat diperoleh dari hasil survey lapangan baik secara lagsung maupun tidak langsung seperti data penginderaa jauh. Pembuatan peta tematik disajikan dalam simbol-simbol tertentu, dimana simbol tersebut mewakili suatu data. Simbol yang digunakan adalah simbol titik, garis dan simbol daerah atau luasan. Peta tematik digolongkan berdasarkan sifatnya, yaitu kualitatif dan kuantitatif. I Pemetaan Kualitatif Pemetaan dengan cara kualitatif adalah suatu penyajian gambar dari data kualitatif ke atas peta, berupa bentuk dari simbol yang menyatakan identitas serta melukiskan keadaan dari unsur-unsur yang ada tersebut (Prihandito, 1998). Pemetaan kualitatif degan simbol titik memperlihatkan tentang lokasi dari unsur-unsur dengan kedudukan yang benar (Prihandito, 1998) sedangkan pemetaan kualitatif dengan simbol garis memperlihatkan gambaran dari unsur yang diwakilinya dalam bentuk garis. Simbol garis ini dapat menyatakan sebagai penghubung, pemisah, gerakanataupun arus. Pemetaan kuantitatif dengan simbol luas memperlihatkan gambaran tentang pembagian unsur-unsur yang menempati suatu daerah tersebut misalnya: tanah kosong atau persawahan atau persebaran mineral suatu tempat. I Pemetaan Kuantitatif Pemetaan tematik dengan cara kuantitatif adalah suatu penyajian gambar dari data kuantitatif ke atas peta, berupa simbol yag menyatakan identitas dan menunjukkan besar atau jumlah unsur yang diwakilinya dengan data mempunyai sifat absolut dan relatif (Prihandito, 1998). Pemetaan kuantitatif dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu pemetaan kuantitatif dengan simbol dan pemetaan kuantitatif dengan diagram dan grafik. Pemetaan kuantitatif dengan simbol ini dapat menunjukkan sebagai harga maupun besar kecilnya suatu unsur, sedangkan pemetaan kuantitatif dengan diagram/grafik dapat ditunjukan dalam bentuk diagram maupun grafik. I.8.8. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan

14 14 hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan (Anonim, 2015). I Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan suatu proses penilaian meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan bentuk dari suatu lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lainnya, sehingga dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan. Tujuan evaluasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan dan kesesuaian lahan (Arsyad, 2006). Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan secara sistematik dan pengelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan sifat potensi dan penghambat penggunaan lahan secara lestari. Klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arah penggunaan lahan secara umum misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan dan lain sebagainya. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan tingkat kecocokan suatu lahan untuk suatu penggunaan tertentu melalui penentuan nilai lahan dan juga pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya (Arsyad, 2006). Klasifikasi kesesuain lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai dan lahan yang tergolong tidak sesuai dengan pembandingnya.

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1997 TENTANG PEMETAAN PENGGUNAAN TANAH PERDESAAN, PENGGUNAAN TANAH

Lebih terperinci

TATA GUNA LAHAN DAN PERTUMBUHAN KAWASAN

TATA GUNA LAHAN DAN PERTUMBUHAN KAWASAN TATA GUNA LAHAN DAN PERTUMBUHAN KAWASAN Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota Johannes Parlindungan Disampaikan dalam Mata Kuliah Pengantar PWK Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah atau lahan memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. Manusia membutuhkan lahan untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal serta melakukan aktivitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Saat ini penggunaan lahan permukiman sangat meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang ada pada suatu wilayah. Hal ini karena manusia membutuhkan lahan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang terbatas dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan pengembangan karena tanah adalah tempat dimana manusia

Lebih terperinci

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Salah satu dari sekian banyak sumber daya alam yang diciptakan oleh Allah SWT untuk kelangsungan hidup manusia adalah tanah atau lahan. Pengertian tanah menurut Sumaryo

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2011 2031 UMUM Ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian muncul sejak manusia mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu kelompok manusia untuk bergantung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di suatu wilayah mengalami peningkatan setiap tahunnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kelahiran-kematian, migrasi dan urbanisasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk 1 B A B I PE N D A H U L U A N A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pemilik kewenangan terhadap lahan kawasan Situ Bagendit di bawah pengelolaan Dinas PSDA cukup kesulitan menjalankan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Lampung yang selalu bertambah pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan otonomi daerah, serta pertambahan

Lebih terperinci

Aria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Aria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro EVALUASI IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO.5 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SEMARANG (Kajian Terhadap Fungsi Pengendali Konversi Lahan Pertanian di Kota Semarang) Aria Alantoni D2B006009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan nasional karena sektor ini memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang sangat besar (Soekartawi,

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. Tabel IV.1 Alih Fungsi Lahan Sawah di Wilayah Kajian Tahun

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. Tabel IV.1 Alih Fungsi Lahan Sawah di Wilayah Kajian Tahun 58 Bab IV Analisis Hasil Penelitian Secara umum, bab ini akan mengkaji mengenai alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan non sawah di wilayah Pantai Utara jawa Barat. Kemudian hubungan antara jumlah

Lebih terperinci

ANALISA DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DI WILAYAH JAWA TIMUR BAGIAN TENGAH

ANALISA DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DI WILAYAH JAWA TIMUR BAGIAN TENGAH JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 e-issn : 2443-3977 Volume 15 Nomor 1 Juni 2017 ANALISA DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DI WILAYAH JAWA TIMUR BAGIAN TENGAH Bambang Hariyanto

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana

TINJAUAN PUSTAKA. dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana TINJAUAN PUSTAKA Manfaat Lahan Sawah Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan manfaat yang bersifat sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan, bahwa penduduk perkotaan dari waktu ke waktu cenderung meningkat jumlah dan proporsinya. Hal

Lebih terperinci

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi adalah penyangga ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Terletak di sebelah timur DKI Jakarta, dengan letak astronomis 106 55 bujur timur dan 6 7-6 15

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas ketersediaannya. Seperti sumber daya alam lainnya, lahan merupakan salah satu objek pemenuhan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai BAB I P E N D A H U L U A N Bab I atau Pendahuluan ini secara garis besar berisikan latar belakang isi buku rencana selain itu dalam sub bab lainnya berisikan pengertian RTRW, Ruang Lingkup Materi Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan dalam hal

Lebih terperinci

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent BAGIAN 1-3 Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent 54 Belajar dari Bungo Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi PENDAHULUAN Kabupaten Bungo mencakup

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL , Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume, Issue : () ISSN ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL Dzati Utomo

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukkan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor

I. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan utama dalam pemenuhan kebutuhan bangan pangan adalah berkurangnya luas lahan karena adanya alih fungsi lahan sawah ke non sawah. Konversi lahan pertanian

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian 24 Bab III Pelaksanaan Penelitian Secara garis besar, bab ini akan menjelaskan uraian pelaksanaan penelitian. Tahap kegiatan pada pelaksanaan penelitian ini meliputi empat tahap utama antara lain persiapan,

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013 PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013 NILUH RITA AYU ROSNITA A 351 09 044 JURNAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang merupakan modal dasar bagi pembangunan di semua sektor, yang luasnya relatif tetap. Lahan secara langsung digunakan

Lebih terperinci