II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan"

Transkripsi

1 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan Konsep lahan memiliki arti yang berbeda untuk setiap orang, tergantung pada pandangan dan ketertarikan mereka pada suatu waktu. Konsep lahan yang paling banyak diterima adalah bagian padat dari permukaan bumi, dan secara lebih luas lagi konsep lahan meliputi semua permukaan bumi termasuk air dan es sebagaimana tanah yang terdapat pada permukaan bumi (Barlowe, 1986). Lebih lanjut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menyatakan bahwa lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibatakibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep lahan ini. Terdapat 2 (dua) jenis penggunaan lahan yaitu pengunaan lahan secara umum (major kind of land use) dan penggunaan lahan secara terperinci (tipe penggunaan lahan atau land utilization type). Penggunaan lahan secara umum adalah penggolongan penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, kehutanan atau daerah rekreasi. Penggunaan lahan secara terperinci adalah tipe penggunaan lahan yang dirinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk suatu daerah dengan keadaan fisik dan sosial ekonomi tertentu. Pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan permukaan bumi. Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis penampakan yang ada di permukaan bumi sedangkan istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Dengan demikian, pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan menjadi hal yang penting untuk perencanaan lahan dan kegiatan pengelolaan tanah (Lillesand dan Kiefer, 1990). Penggunaan lahan (land use) dari suatu lokasi dipengaruhi dari land rent tertinggi dari lokasi tersebut. Konsep land rent dilahirkan oleh Von Thunen

2 7 dimana land rent merupakan sewa ekonomi tanah yang ditentukan oleh biaya angkut produk. Dalam mekanisme pasar, kegiatan yang mempunyai nilai land rent yang lebih tinggi menggeser kegiatan dengan nilai land rent yang lebih rendah dikarenakan land rent yang lebih tinggi mempunyai posisi tawar lebih tinggi pula sehingga terbentuk land rent gradient. Dalam penggunaan lahan, land rent gradient akan mempengaruhi dinamika penggunaannya. Aktivitas industri mempunyai nilai land rent paling besar disusul perdagangan, pemukiman, pertanian internal, pertanian eksternal dan kehutanan (Rustiadi et al., 2009). Konsep lain yang terkait dengan konsep land rent adalah konsep kapasitas penggunaan lahan (land use-capacity) yang mengukur potensi produktif setiap unit lahan yang digunakan untuk penggunaan tertentu pada waktu tertentu dengan kondisi teknologi dan produksi tertentu. Land use-capacity meliputi kemampuan relatif pada unit sumberdaya lahan tertentu untuk memproduksi surplus hasil dan atau tingkat kepuasan di atas biaya dari penggunaan lahan yang memiliki 2 (dua) komponen utama yaitu aksesibilitas dan kualitas sumberdaya. Aksesibilitas meliputi kenyamanan, waktu, dan penghematan biaya transportasi terkait dengan lokasi spesifik yang berkaitan dengan pasar, fasilitas pengiriman, dan sumberdaya lainnya, dengan kata lain terkait dengan optimasi biaya transportasi dan komunikasi serta pertimbangan jarak dan waktu. Kualitas sumberdaya meliputi kemampuan relatif lahan untuk menghasilkan produk yang diinginkan, keuntungan atau kepuasan dapat berupa kesuburan alami atau kemampuan untuk merespon input pupuk, iklim dan unsur estetika. Konsep Land use-capacity digunakan dalam ekonomi lahan untuk membedakan kemampuan komparatif dari setiap unit sumberdaya lahan untuk menyediakan keuntungan bersih dan kepuasan lain. Secara keseluruhan, konsep ini meliputi semua faktor yang mempengaruhi kemampuan sumberdaya lahan untuk memproduksi keuntungan bersih apabila dibandingkan dengan unit lahan yang lain. Kerusakan kota atau habisnya sebuah tambang dapat menurunkan land use-capacity sedangkan program pembangunan dapat meningkatkan land usecapacity. Mengubah peluang dan pergeseran ke penggunaan yang baru seperti perubahan dari lahan pertanian ke permukiman memiliki dampak terhadap kapasitas penggunaan relatif dari tanah milik perorangan. Suatu sumberdaya lahan

3 8 dapat digunakan untuk beragam penggunaan dimana alokasi penggunaannya didasarkan pada konsep highest and best use yang terdiri dari economic highest and best use serta social highest and best use sehingga dapat memberikan hasil yang optimum kepada pengguna atau masyarakat. Economic highest and best use terkait dengan beragam penggunaan dalam dunia komersial sedangkan social highest and best use terkait dengan beragam aspirasi, tujuan, dan penilaian dari individu atau kelompok berbeda (Barlowe, 1986) Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Penggunaan Lahan Salah satu sifat intrinsik yang melekat pada sumberdaya lahan yaitu struktur kelangkaannya yang terdiri dari dua bentuk yaitu kelangkaan mutlak dan kelangkaan relatif. Kelangkaan mutlak disebabkan sifat persediaan lahan yang tetap sedangkan kelangkaan relatif disebabkan adanya distribusi lahan yang tidak merata. Sifat persediaan lahan yang tetap (fixed) itulah yang dapat menimbulkan persaingan dalam penggunaannya (Rustiadi dan Wafda, 2007). Selain itu, Budiyanto (2011) menyatakan bahwa fenomena dikorbankannya suatu pemanfaatan lahan untuk pemanfaatan lainnya ditimbulkan oleh sifat lahan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan dimana pola pemanfaatannya dapat berubah sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan kebudayaan manusia. Proses alih fungsi lahan pada dasarnya suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang, yang tercermin dari (1) pertumbuhan aktivitas pemanfaaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita dan (2) adanya pergeseran kontribusi sektorsektor pembangunan dari sektor-sektor primer (khususnya sektor pertanian dan pengolahan sumber daya alam) ke aktivitas sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa) (Rustiadi dan Wafda, 2007). Perubahan penggunaan lahan juga dapat diakibatkan oleh perubahan kualitas sumberdaya lahan, perubahan teknologi dan perubahan dari permintaan lahan (Barlowe, 1986). Alih fungsi lahan juga merupakan bentuk dan konsekuensi logis dari perkembangan potensial land rent di suatu lokasi yang mengarah pada

4 9 penggunaan lahan dengan land rent tertinggi. Namun konversi atau pergeseran penggunaan lahan berlangsung searah dan bersifat tidak dapat balik (irreversible). Sebagai contoh lahan sawah yang sudah terkonversi menjadi pemukiman hampir tidak mungkin kembali menjadi sawah kembali (Rustiadi et al., 2009). Selanjutnya Rustiadi dan Wafda (2007) menyatakan bahwa nilai land rent untuk penggunaan pertanian adalah 1 : 500 terhadap penggunaan lahan untuk sektor industri, 1 : 622 terhadap penggunaan lahan untuk perumahan, dan 1 : 14 terhadap penggunaan lahan untuk pariwisata sehingga konversi lahan pertanian ke bentuk lain tidak dapat dihindarkan. Kota merupakan sistem kompleks yang dibentuk oleh manusia yang dicirikan 2 (dua) karakteristik utama yaitu sifat dinamik dan pertumbuhan (Barredo et al., 2003) sehingga perubahan termasuk perubahan penggunaan lahan merupakan hal yang sangat wajar. Hal ini terkait pula dengan hukum Geografi pertama Tobler menyatakan makna utama dari dinamika perkotaan yaitu Segala sesuatu terkait dengan segala sesuatu yang lain, namun hal-hal yang lebih berdekatan lebih terkait dibandingkan dengan hal-hal yang lebih jauh. Menurut Barredo et al. (2003), terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi alokasi penggunaan lahan yaitu (1) karakteristik lingkungan; (2) karakteristik tetangga pada skala lokal; (3) karakteristik ruang perkotaan (contohnya aksesibilitas); (4) kebijakan perencanaan perkotaan dan regional; dan (5) faktor yang terkait dengan preferensi individual, tingkat perkembangan ekonomi, sosial ekonomi dan sistem politik. Salah satu metode untuk deteksi perubahan tutupan maupun penggunaan lahan adalah dengan menggunakan data penginderaan jauh (Abd. El-Kawy et al., 2011) dimana data tutupan lahan/penggunaan lahan yang kontinyu dan tepat menjadi kriteria masukan yang utama bagi program pembangunan berkelanjutan. Rekomendasi kebijakan bagi pengelolaan penutupan/penggunaan lahan yang lebih baik dibuat berdasarkan hasil indentifikasi penyebab perubahan. Terdapat beberapa metode analisis faktor penyebab perubahan penggunaan lahan diantaranya adalah model logit baik binomial maupun multinomial yang digunakan oleh Carolita (2005) dalam analisis perubahan penggunaan lahan di Jabotabek, Andriyani (2007) dalam analisis perubahan penggunaan lahan di

5 10 Kabupaten Serang, Muiz (2009) dalam analisis perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi dan Gunadi (2011) dalam analisis perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis. Variabel respon pada regresi logistik bersifat kategorikal sedangkan variabel bebas dapat berupa variabel kategorik maupun interval. Untuk variabel bebas berupa variabel mengelompokkan dapat digunakan analisis Hayashi Kuantitatif Tipe II (Saefulhakim, 2006). Metode kuantifikasi ini dikembangkan dan diteliti untuk analisis data kualitatif. Pada kuantifikasi tipe II, perhatian utamanya adalah menganalisis hubungan antara variabel respon dengan variabel tujuan serta untuk mendiskriminankan kategori variabel penjelas. Penggunaan metode Hayashi Tipe II antara lain untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi petani dalam memilih komoditas yang akan dibudidayakan di lahan usahanya di Kabupaten Bantul (Sitorus et al, 2006) serta kajian pengaruh permukaan lahan terhadap terjadinya badai debu di Mongolia, China ( Li et al., 2005). Dari penelitian yang dilakukan Munibah di DAS Cidanau (2008), faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah dan jarak dari jalan raya sedangkan faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi pemukiman adalah elevasi, jarak dari jalan raya, dan kepadatan penduduk. Adapun faktor jarak dari jalan raya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kedua tipe perubahan tersebut. Hasil penelitian Muiz (2008) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi disebabkan oleh kerapatan jalan, pemekaran kecamatan, elevasi, jenis tanah, kemiringan lereng, dan perubahan hirarki kecamatan. Kelembagaan juga diindikasikan menjadi salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam alih guna lahan. Pada penelitian mengenai konversi lahan di sekitar jalur tol Cikampek, Trisasongko et al. (2009) menyatakan bahwa dengan adanya keputusan pengembangan kawasan tertentu, petani menjual lahan pertanian mereka dimana lahan pertanian tersebut akan dijadikan pemukiman maupun pembangunan industri.

6 Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi lahan merupakan proses komprehensif yang membutuhkan informasi lingkungan yang luas dan dikembangkan dari klasifikasi awal berdasarkan sifat fisiknya dan dilakukan dengan merangking lahan dalam kategori yang mencerminkan pembatas yang bertambah terhadap penggunaan (Rustiadi et al., 2009). Selain itu, evaluasi lahan merupakan proses penilaian suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) yang menghasilkan klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan (Rustiadi et al., 2009). Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (landuse planning) dimana hasilnya memberi alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari. Klasifikasi kemampuan lahan merupakan salah satu bentuk evaluasi lahan (Arsyad, 2010). Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Klasifikasi kesesuaian lahan atau kemampuan lahan adalah pengelompokkan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk tujuan penggunaan tertentu. Kemampuan lahan adalah kemampuan suatu lahan untuk tujuan penggunaan secara umum. Beberapa ahli mengartikan kemampuan (capability) lahan sebagai kapasitas suatu lahan untuk berproduksi tanpa menimbulkan kerusakan dalan jangka waktu panjang. Kemampuan lahan juga diartikan sebagai klasifikasi lahan yang didasarkan pada faktor-faktor penghambat yang merusakkan. Sedangkan kesesuaian lahan merupakan kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Evaluasi kesesuaian lahan untuk pertanian dan kehutanan di berbagai Negara pada dasarnya mengacu pada Klasifikasi Kemampuan Lahan USDA atau Klasifikasi Kemampuan Lahan FAO. Klasifikasi Kemampuan Lahan USDA sangat praktis untuk digunakan di Indonesia karena sangat sederhana, hanya

7 12 memerlukan data tentang sifat-sifat fisik/morfologi tanah dan lahan yang dapat diamati di lapang tanpa memerlukan data tentang sifat-sifat kimia tanah yang harus dianalisis di laboratorium. Sistem USDA mengenal 3 kategori yaitu kelas, sub-kelas, dan unit berdasarkan kemampuan lahan tersebut untuk memproduksi pertanian secara umum, tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Sifat kimia tanah tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia tanah sangat mudah berubah sehingga kurang relevan untuk digunakan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya faktor-faktor penghambat. Tanah dikelompokkan ke dalam Kelas I sampai Kelas VIII, dimana semakin tinggi kelas (kelas VIII), kualitas lahan semakin rendah dan resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan yang dapat diterapkan semakin terbatas (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009). Rustiadi et al., (2009) menyatakan bahwa lahan dengan kemampuan paling tinggi memungkinkan penggunaan yang intensif dari tujuan yang sangat luas. Arsyad (2010) memodifikasi sistem USDA dan mengemukakan cara yang dapat diterapkan di Indonesia dimana karakteristik lahan pencirinya adalah faktor-faktor penghambat yang bersifat permanen atau sulit diubah seperti tekstur tanah, lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah, tingkat erosi yang terjadi, liat masam, batuan di permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air yang tetap dan iklim. Hasil dari evaluasi kemampuan lahan dapat digunakan untuk revisi alokasi pemanfaatan ruang saat ini yang dilakukan dengan membandingkan penggunaan lahan saat ini dengan hasil analisa kemampuan lahan. Rekomendasi diberikan pada lahan yang penggunaannya tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahan tersebut yang dapat berupa perubahan penggunaan lahan atau penerapan teknologi sesuai syarat yang diperlukan dalam penggunaan lahan tersebut agar lahan dapat dipergunakan secara berkelanjutan (Permen LH Nomor 17 Tahun 2009) Integrasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

8 13 dengn suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer, 1990). Sedangkan Sistem Informasi Geografis mencakup pengertian sebagai suatu sistem yang berorientasi operasi secara manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional (Barus dan Wiradisastra, 2000). Kedua teknologi ini bersifat komplementer, dimana penginderaan jauh dapat merekam data/informasi permukaan bumi lebih cepat dan baru, yang manfaatnya dapat lebih ditingkatkan dalam SIG. Dalam hal ini kemampuan SIG memadukan data dijital penginderaan jauh dengan data lain berupa peta maupun data tabular lainnya setelah dikonversi ke data dijital. Beberapa topik yang menonjol tentang gabungan data inderaja dengan SIG antara lain dalam studi data multitemporal yang memerlukan penggabungan data dijital dengan data analog atau data tabular. Citra satelit sebagai data penginderaan jauh merupakan informasi yang memberikan gambaran mengenai tutupan (coverage) wilayah secara luas, cepat, konsisten dan terkini (up to date) sehingga dapat digunakan dalam evaluasi pemanfaatan ruang aktual (existing land use and land cover) untuk menggambarkan kondisi fisik wilayah secara aktual (Rustiadi et al., 2009) serta menunjang studi perubahan wilayah perkotaan serta arah perubahannya (Wentz et al., 2006). Menurut Treitz and Rogan (2004) penggunaan lahan adalah sebuah konsep yang abstrak, merupakan campuran dari faktor sosial, budaya, ekonomi dan kebijakan serta memiliki hubungan terbatas dengan penginderaan jauh. Data penginderaan jauh merekam sifat spektral permukaan bahan, sehingga lebih erat terkait dengan tutupan lahan. Seringkali, data klasifikasi penginderaan jauh, terutama untuk deteksi perubahan dalam konteks monitoring, digunakan dalam GIS. Analisis terpadu dalam kerangka basis data spasial sering diperlukan untuk menetapkan penutupan lahan untuk menjadi penggunaan lahan yang sesuai. Hasil analisis citra satelit dan SIG akan memberikan beragam informasi spasial seperti sebaran sumberdaya hutan, kawasan terbangun (built up area), perairan umum, kondisi pencemaran, kawasan kritis, dan sebagainya. Berdasarkan hasil evaluasi, maka dapat dilakukan berbagai analisis untuk perencanaan wilayah dan analisis kebijakan pembangunan (Rustiadi et al., 2009). Hal ini senada dengan

9 14 yang dikemukakan Treitz and Rogan (2004) bahwa terjadi peningkatan kebutuhan data penginderaan jauh dan teknik analisis yang terkait dengan deteksi dan monitoring perubahan terutama dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya serta digunakan dalam perumusan kebijakan, mengkaji pola penutupan/penggunaan lahan dan kecenderungannya antar waktu. Di Indonesia sendiri, data penginderaan jauh yang disertai dengan analisis spasial dalam sains informasi geografi menjadi tumpuan utama dalam analisis perubahan penggunaan lahan dikarenakan kurang baiknya ketersediaan informasi riwayat penggunaan lahan (Trisasongko et al., 2009) Penataan Ruang Barlowe (1986) mengemukakan salah satu sudut pandang penting mengenai lahan sebagai ruang. Dalam sudut pandang ini lahan diandaikan sebagai ruang (kamar/room) dan permukaan tempat hidup, yang memiliki jumlah yang tetap dan tidak dapat dirusak. Lahan diandaikan seperti ruang kubus yang meliputi ruang di bawah permukaan dimana mineral ditemukan, ruang tempat kehidupan manusia sehari-hari (permukaan), dan ruang diatasnya (udara). Lebih lanjut Rustiadi et al. (2009) mengemukakan bahwa istilah ruang lebih dilihat sebagai tempat kehidupan, dengan demikian pengertian ruang tidak lain adalah biosphere yang terdiri atas sebagian dari geosphere (permukaan kulit bumi hingga kedalaman kira-kira 3 m dalam tanah dan 200 m di bawah muka laut) dan sebagian atas atmosphere (hingga kira-kira 30 m di atas permukaan tanah). Konsep ruang kehidupan (biosphere) ini belakangan diubah (disesuaikan) batasnya menjadi ruang yang didasarkan pada kemampuan teknologi manusia dalam mengakses dan memanfaatkan sumberdaya yang ada di alam sehingga menjangkau ruang yang jauh melebihi batasan-batasan alamiah sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pengertian ruang sebagaimana yang dimaksud dalam Undangundang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana dalam pasal 1 disebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

10 15 Secara alamiah, hukum alam telah menyebabkan terdistribusinya segala sumberdaya alam dengan suatu keteraturan dinamis yang berpola dan terstruktur secara spasial maupun waktu. Aktivitas manusia sebagai mahluk yang memanfaatkan sumberdaya alam juga memiliki kecenderungan-kecenderungan yang berpola dan terstruktur secara spasial. Secara keseluruhan, berbagai konfigurasi spasial tersebut yang membentuk keseimbangan pola dan struktur ruang disebut sebagai tata ruang. Istilah pola pemanfaatan ruang dicerminkan dengan gambaran pencampuran atau keterkaitan spasial antar sumberdaya dan pemanfaatannya sedangkan struktur pemanfaatan ruang dicerminkan dengan gambaran mengenai hubungan (linkages) antara aspek-aspek aktivitas-aktivitas pemanfaatan ruang (Rustiadi et.al, 2009). Ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan air. Ruang merupakan bagian dari alam yang dapat pula menimbulkan suatu pertentangan jika tidak diatur dan direncanakan dengan baik dalam penggunaan dan pengembangannya (Rustiadi et al., 2009). Beberapa perencanaan penting perlu memasukkan unsur sumberdaya lahan karena kesejahteraan setiap orang dalam masyarakat bergantung pada bagaimana kita menggunakan basis sumberdaya lahan (Barlowe, 1986). Oleh karena itu, urgensi atas penataan ruang timbul sebagai akibat dari tumbuhnya kesadaran akan pentingnya intervensi publik terhadap kegagalan mekanisme pasar dalam menciptakan pola dan struktur ruang yang sesuai dengan tujuan bersama (Rustiadi et. al, 2009). Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam pasal 17 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Dimana rencana struktur ruang meliputi rencana sistem pusat pemukiman dan rencana sistem jaringan prasarana sedangkan rencana pola ruang meliputi peruntukkan kawasan lindung dan kawasan budidaya sehingga penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antar wilayah, antar fungsi kawasan, dan antar kegiatan kawasan. Namun demikian, aspek pengendalian dalam sistem penataan ruang di Indonesia memiliki kelemahan karena regulasi dan instrumen yang mengatur serta

11 16 mengorganisasikan aspek tersebut sangat miskin dan lemah (Rustiadi dan Wafda, 2007). Hal tersebut menyebabkan produk perencanaan seperti Rencana Tata Ruang Wilayah menjadi dokumen perencanaan yang tidak menjadi acuan yang kuat dan tidak terimplementasi dengan baik. Selain itu, terdapat beberapa bias dalam penataan ruang sebagai berikut : (1) Administration Bias, yaitu rencana tata ruang disusun terkotak-kotak dalam batas wilayah administratif sehingga mempersulit pengelolaan sumberdaya alam yang melintasi batas administrasi seperti Daerah Aliran Sungai; (2) Urban Bias, dalam pengertian lebih berpihak dan mementingkan perkotaan; (3) Terestrial Bias, yaitu makna NKRI sebagai negara kepulauan tidak tercermin dalam ketentuan perundangan maupun di dalam sistem penataan ruang secara keseluruhan; (4) Government Bias, penataan ruang diidentikkan dengan domain otoritas pemerintah; dan (5) Planning bias, yaitu kuatnya pandangan bahwa unsur perencanaan tata ruang lebih kuat dibandingkan unsur lainnya yakni unsur implementasi (pemanfaatan) dan unsur pengendalian.

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA SUKABUMI FITRI YULIANTY

ANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA SUKABUMI FITRI YULIANTY ANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA SUKABUMI FITRI YULIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penutupan dan Penggunaan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Penutupan dan Penggunaan Lahan TINJAUAN PUSTAKA Penutupan dan Penggunaan Lahan Rustiadi et al. (2009), penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu, tetapi sebenarnya mengandung penekanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Definisi lahan menurut Sitorus (2004) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang Menurut UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Pemanfaatan ruang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Menurut Rustiadi et al. (2009) ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan tata air. Ruang merupakan bagian dari alam yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 2015 dan Perda No 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar bagi pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Bidang kajian perencanaan pengembangan wilayah mempunyai ruang lingkup dari berbagai disiplin keilmuan, yaitu ilmu-ilmu fisik (geografi,

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan, Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan, Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan, Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Lahan merupakan sumberdaya pembangunan yang memiliki karakteristik, yaitu (1) memiliki luas yang relatif tetap, dan (2) memiliki sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian istilah tanah dan lahan seringkali dianggap sama. Padahal kedua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda. Tanah merupakan kumpulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutupan lahan) sering digunakan secara bersama-sama, namun kedua terminologi tersebut berbeda. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Lahan merupakan sumberdaya pembangunan yang memiliki karakteristik antara lain (1) luasan relatif tetap, dan (2) memiliki sifat fisik yang bersifat spesifik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi sehingga banyak masyarakat menyebutnya sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

Lebih terperinci

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Disusun Oleh : Adhi Ginanjar Santoso (K3513002) Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I

BAB I PENDAHULUAN I.I BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Ketersediaan produksi pangan dunia pada saat sekarang sedang menurun. Hal ini erat kaitannya dengan adanya beberapa faktor, antara lain : konversi komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, menghadapi tantangan yang berat dan sangat kompleks. Program dan kebijakan yang terkait dengan ketahanan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

Departemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).

Departemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO). 29 KERANGKA PEMIKIRAN Lahan dan air adalah sumberdaya alam yang merupakan faktor produksi utama selain input lainnya yang sangat mempengaruhi produktivitas usahatani padi sawah. Namun, seiring dengan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air mulai dari air jatuh ke permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Lahan Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Cakupan Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 165 desa. Beberapa kecamatan terbentuk melalui proses pemekaran. Kecamatan yang

Lebih terperinci

BAB 8 SUMBER DAYA LAHAN

BAB 8 SUMBER DAYA LAHAN BAB 8 SUMBER DAYA LAHAN 8.1. Beberapa Konsep Dasar Ekonomi Lahan Lahan mempunyai tempat yang khusus dalam kelompok sumber daya, karena lahan diperlukan dalam semua aspek kehidupan manusia dan lahan juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan manusia yang tidak dapat dihindari. Kebutuhan rumah bahkan termasuk ke dalam kebutuhan primer selain makanan dan pakaian. Dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah dapat dipacu dengan pembangunan infrastruktur dan sistem jaringan yang memadai di wilayah tersebut. Dalam hal ini otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat... 8 1.4 Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumberdaya alam adalah menciptakan untuk selanjutnya memertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau (Indonesia.go.id). Wilayah Indonesia didominasi laut dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi kehidupan manusia sekarang ini. Lahan mempunyai beberapa fungsi penting bagi manusia diantaranya dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah semakin maju, hal ini juga berkaitan erat dengan perkembangan peta yang saat ini berbentuk digital. Peta permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena 4 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara Sekitar 100.000 Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2003 SERI D.14 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA SUMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Banjir

Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Banjir TINJAUAN PUSTAKA Banjir Sunaryo et al (2004) mengemukakan bahwa banjir terjadi ketika volume air tidak lagi tertampung dalam wadah yang seharusnya, sehingga menggenangi daerah atau kawasan lain. Sedangkan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1997 TENTANG PEMETAAN PENGGUNAAN TANAH PERDESAAN, PENGGUNAAN TANAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diartikan berkaitan dengan jumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. diartikan berkaitan dengan jumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Penutupan Lahan DAS Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs), yang diartikan berkaitan dengan jumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi,

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS)

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS) Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS) Kompetensi Utama: Kompetensi Inti Guru: Kompetensi Dasar: Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dari masa ke masa. Berbagai lingkungan mempunyai tatanan masing masing sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci