BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. secara acak. Masing-masing responden mengisi kuesioner mengenai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. secara acak. Masing-masing responden mengisi kuesioner mengenai"

Transkripsi

1 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Dari hasil pengumpulan data melalui pembagian kuesioner kepada responden yakni pengguna jalan tol Jakarta-Tangerang, diperoleh 136 data yang dihimpun secara acak. Masing-masing responden mengisi kuesioner mengenai pembobotan SPM (Standar Pelayanan Minimal) jalan tol di waktu dan tempat yang berbeda-beda. Teknik yang digunakan dalam menentukan responden adalah simple random sampling, yaitu menentukan responden secara acak sehingga setiap orang (populasi) memiliki peluang yang sama untuk dapat dipilih menjadi responden. Untuk menentukan kecukupan data dan tingkat kepercayaan sampel, dapat menggunakan rumus Slovin berikut dengan mengacu kepada LHR tol Jakarta-Tangerang tahun 2012 yaitu kendaraan/hari sebagai jumlah populasi : dimana n adalah jumlah sampel, N adalah jumlah populasi, dan e adalah toleransi kesalahan, sehingga didapat toleransi kesalahan sebagai berikut : e = 0,085 atau 8,5% Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, toleransi kesalahan dari jumlah sampel adalah 8,5%. Dengan demikian, tingkat kepercayaan sampel terhadap populasi (100% - e) adalah 91,5%. Penilaian atau pembobotan terhadap SPM jalan tol dilakukan oleh responden di tempat-tempat seperti area peristirahatan jalan tol, pusat-pusat keramaian, 51

2 52 rumah sakit, dan kampus di dekat ruas jalan tol Jakarta-Tangerang. Meski dipilih secara acak, namun kriteria yang perlu dipenuhi untuk dapat menjadi responden adalah sebagai berikut : a. Laki-laki atau perempuan dengan rentang usia produktif yaitu tahun (Badan Pusat Statistik Indonesia), b. Pengguna jalan tol Jakarta-Tangerang (baik pengemudi kendaraan atau penumpang), c. Mengetahui unsur-unsur yang terdapat di dalam substansi pelayanan jalan tol, khususnya ruas tol Jakarta-Tangerang. Dengan kriteria tersebut, responden dapat mengisi kuesioner yang sudah disiapkan dengan dibimbing oleh fasilitator (dalam hal ini penulis sendiri) agar dapat memberi nilai (skoring) yang sesuai pada setiap kriteria SPM. Tabel 4.1 menunjukkan gambaran responden berdasarkan usia. Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Usia Rentang Usia (tahun) Jumlah Persentase ,06% ,97% ,71% ,82% ,62% ,94% ,94% ,94% Total ,00% Dari tabel di atas, terlihat bahwa responden dengan rentang usia tahun paling mendominasi jumlah responden yaitu sebanyak 53 orang atau 38,97%; rentang usia tahun sebanyak 30 orang atau 22,06%; rentang usia tahun sebanyak 20 orang atau 14,71%; rentang usia tahun sebanyak 12

3 orang atau 8,82%; rentang usia tahun sebanyak 9 orang atau 6,62%; rentang usia 42-46, 47-51, dan tahun dengan jumlah paling sedikit yaitu masing-masing sebanyak 4 orang atau 2,94% dari total semua responden yaitu 136 orang. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, responden terdiri atas 88 orang laki-laki atau 64,71% dan 48 orang perempuan atau 35,29% dari total semua responden. Rentang usia yang berbeda-beda menjadikan responden dikelompokkan menurut pendidikannya. Dari hasil pengelompokkan dan penyortiran data, didapat hasil bahwa responden dengan pendidikan S1 (Strata 1) dan SMA (Sekolah Menengah Atas) adalah yang paling mendominasi dengan jumlah masing-masing 67 orang atau 49,26% dan 58 orang atau 42,65%. Responden dengan pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) sebanyak 5 orang atau 3,68%; D3 (Diploma) dan S2 (Magister) masing-masing sebanyak 2 orang atau 1,47%; dan sisanya SD (Sekolah Dasar) dan S3 (Doktor) masing-masing sebanyak 1 orang atau 0,74%. Pengelompokkan responden berdasarkan pendidikannya disajikan dalam Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Jumlah Persentase SD 1 0,74% SMP 5 3,68% SMA 58 42,65% D3 2 1,47% S ,26% S2 2 1,47% S3 1 0,74% Total ,00% 53 Sedangkan menurut pekerjaannya, sebanyak 49 orang atau 36,03% dari total semua responden merupakan karyawan/pegawai, 46 orang atau 33,82% merupakan mahasiswa, 27 orang atau 19,85% merupakan

4 54 wiraswasta/wirausahawan, 4 orang atau 2,94% merupakan supir, 2 orang atau 1,47% berprofesi sebagai dosen, dan 8 orang atau 5,88% dikelompokkan ke dalam pekerjaan lainnya (arsitek, kontraktor, dan ibu rumah tangga). Data-data tersebut di atas disajikan ke dalam Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Pekerjaan Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase Mahasiswa 46 33,82% Karyawan 49 36,03% Wiraswasta 27 19,85% Supir 4 2,94% Dosen 2 1,47% Lainnya 8 5,88% Total ,00% Berdasarkan domisili atau tempat tinggalnya, responden dikelompokkan seperti pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Domisili Daerah Domisili Jumlah Persentase Jakarta Utara 6 4,41% Jakarta Pusat 7 5,15% Jakarta Barat 51 37,50% Jakarta Timur 16 11,76% Jakarta Selatan 4 2,94% Tangerang 14 10,29% Bekasi 19 13,97% Serpong 4 2,94% BSD 2 1,47% Karawaci 4 2,94% Alam Sutra 2 1,47% Depok 2 1,47% Serang 1 0,74% Karawang 1 0,74% Karang Tengah 1 0,74% Cikarang 1 0,74% Bogor 1 0,74% Total ,00%

5 55 Sebagai pengguna jalan tol Jakarta-Tangerang, responden dikelompokkan berdasarkan tujuan perjalanannya ketika menggunakan ruas tol tersebut. Pengelompokkannya disajikan dalam Tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Tujuan Perjalanan Tujuan Perjalanan Jumlah Persentase Jakarta Utara 1 0,74% Jakarta Pusat 1 0,74% Jakarta Barat 20 14,71% Jakarta Selatan 2 1,47% Tangerang 12 8,82% Merak 3 2,21% Serpong 32 23,53% BSD 16 11,76% Karawaci 20 14,71% Alam Sutra 19 13,97% Bitung 2 1,47% Serang 6 4,41% Karang Tengah 2 1,47% Total ,00% Dari data di atas, terlihat bahwa Serpong dan Karawaci menjadi tujuan perjalanan (destinasi) yang paling banyak dari arah Jakarta dengan jumlah sebanyak masing-masing 32 orang atau 23,53% dan 20 orang atau 14,71% dari keseluruhan responden. Dari arah Tangerang atau Merak, Jakarta Barat menjadi tujuan perjalanan (destinasi) yang paling banyak dengan jumlah sebanyak 20 orang atau 14,71% dari keseluruhan responden. Ini menunjukkan bahwa ruas tol Jakarta-Tangerang sangat berperan besar sebagai jalur perhubungan antara kota Jakarta dengan kota-kota satelit di wilayah Tangerang, khususnya Serpong dan sekitarnya.

6 Hasil Pengolahan Data Untuk mengolah data kuesioner hasil penilaian responden, digunakan metode matematika yaitu Analytic Hierarchy Process (AHP) atau proses hierarki analisis yang pertama kali dikemukakan oleh Thomas L. Saaty (1970). Metode ini digunakan untuk mencari nilai prioritas dari substansi pelayanan SPM (Standar Pelayanan Minimal) di jalan tol Jakarta-Tangerang berdasarkan pembobotan yang dilakukan oleh responden melalui kuesioner. Tingkatan atau hierarki yang disusun di kuesioner berdasarkan SPM adalah sebagai berikut : a. Kondisi Jalan Tol, yang memiliki 3 (tiga) sub kriteria, yakni : Kekesatan Ketidakrataan Tidak ada lubang b. Kecepatan Tempuh Rata-rata, yang memiliki 2 (dua) sub kriteria, yakni : Kecepatan tempuh dalam kota Kecepatan tempuh luar kota c. Aksesibilitas yang memiliki 1 (satu) kriteria, yakni : Kecepatan transaksi rata-rata d. Mobilitas yang memiliki 1 (satu) kriteria, yakni : Kecepatan penanganan hambatan lalu lintas e. Keselamatan Lalu lintas yang memiliki 5 (lima) sub kriteria, yakni : Sarana Pengaturan lalu lintas, yang memiliki 4 (empat) sub-sub kriteria, yakni : o Perambuan o Marka Jalan

7 57 o Guide Post/Reflektor o Patok km/1km Penerangan Jalan Umum (PJU) wilayah perkotaan Pagar Rumija (Ruang Milik Jalan) Penanganan Kecelakaan, yang memiliki 2 (dua) sub-sub kriteria, yakni : o Korban Kecelakaan o Kendaraan Kecelakaan Pengamanan dan Penegakan Hukum f. Unit pertolongan.penyelamatan dan Bantuan pelayanan yang memiliki 6 (enam) sub kriteria, yakni : Ambulans Kendaraan Derek, yang memiliki 2 ( dua ) sub-sub kriteria, yakni : o Lintas Harian Rata-rata/LHR > kendaraan/hari o Lintas Harian Rata-rata/LHR < kendaraan/hari Patroli Jalan Raya, yang memiliki 2 ( dua ) sub-sub kriteria, yakni : o Lintas Harian Rata-rata/LHR > kendaraaan/hari o Lintas Harian Rata-rata/LHR < kendaraan/hari Patroli Jalan Tol Kendaraan Rescue Sistem Informasi Kondisi Lalu Lintas Proses Hierarki Analisis (AHP) ini dilakukan dengan menggunakan program komputer yaitu Expert Choice versi 11 yang berbasis Analytic Hierarchy Process. Expert Choice adalah program yang digunakan untuk membuat keputusan (decision making) berdasarkan prioritas dari elemen-elemen yang

8 58 diberi bobot. Dengan menggunakan metode AHP, Expert Choice akan melakukan kalkulasi dari setiap nilai yang diinput dari setiap perbandingan berpasangan (pairwise comparison) setiap elemen dari kriteria yang sudah disusun secara hierarki. Hasil kalkulasi ini akan menunjukkan prioritas elemen atau kriteria dari yang tertinggi hingga yang terendah. Dengan demikian, Expert Choice dapat melakukan kalkulasi (pengolahan) data dari kuesioner mengenai SPM (Standar Pelayanan Minimal) jalan tol untuk menghasilkan keluaran berupa prioritas dari substansi pelayanan di dalam SPM yang membutuhkan penanganan lebih berdasarkan penilaian pengguna jalan tol, khususnya ruas tol Jakarta-Tangerang Analisis Data Kuesioner Menggunakan Expert Choice Untuk memulai pengolahan data di Expert Choice, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat model baru dengan meng-klik Create new model, pilih metode Direct, lalu klik OK pada jendela pembuka Expert Choice seperti pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Jendela Pembuka Expert Choice

9 59 Setelah memulai model baru, Expert Choice akan meminta untuk memasukkan nama file yang sesuai untuk pemodelan tersebut. Untuk analisis ini diberi nama Test SPM. Tampilannya seperti pada gambar 4.2 berikut. Gambar 4.2 Jendela untuk Memasukkan Nama File Langkah selanjutnya adalah memasukkan deskripsi goal atau tujuan yang akan dicapai dalam pemodelan atau analisis ini yaitu skoring atau pembobotan SPM, seperti ditampilkan pada Gambar 4.3 berikut. Gambar 4.3 Jendela Deskripsi Goal yang akan Dicapai Untuk memasukkan elemen-elemen atau kriteria-kriteria SPM yang akan diberi nilai, pastikan Goal dalam kondisi aktif, klik menu Edit lalu pilih Insert Child from Current Node (Ctrl+H) untuk menampilkan anak kriteria sesuai urutan atau hierarki dari Goal yang ingin dicapai. Masukkan nama setiap kriteria mulai dari kondisi jalan tol. Ulangi langkah ini hingga terdapat 6 anak kriteria

10 60 sesuai dengan substansi pelayanan di dalam SPM jalan tol, yaitu Kondisi Jalan Tol, Kecepatan Tempuh Rata-rata, Aksesibilitas, Mobilitas, Keselamatan Lalu Lintas, dan Unit Pertolongan, Penyelamatan, dan Bantuan Pelayanan. Tampilannya seperti pada gambar 4.4. Gambar 4.4 Menampilkan Anak Kriteria Dalam setiap kriteria (substansi pelayanan) SPM tersebut masing-masing memiliki sub kriteria seperti sudah dijabarkan sebelumnya di atas. Beberapa sub kriteria juga memiliki sub-sub kriteria yaitu Keselamatan Lalu Lintas (Sarana Pengaturan Lalu Lintas dan Penanganan Kecelakaan) dan Unit Pertolongan, Penyelamatan, dan Bantuan Pelayanan (Kendaraan Derek dan Patroli Jalan Raya). Untuk menampilkannya, gunakan fungsi Insert Child from Current Node (Ctrl+H) dari setiap kriteria yang ingin ditampilkan anak kriterianya sehingga tampilan menjadi bercabang (Tree View Pane) seperti pada Gambar 4.5 berikut.

11 61 Gambar 4.5 Tampilan Kriteria, Sub Kriteria, dan Sub-sub Kriteria SPM Setelah semua substansi pelayanan SPM jalan tol dan kriterianya ditampilkan, langkah selanjutnya adalah memasukkan penilaian dari responden untuk setiap perbandingan berpasangan dari kriteria-kriteria yang ada. Sebelumnya, data nama-nama responden perlu dimasukkan terlebih dahulu agar dapat membedakan penilaian dari masing-masing responden. Untuk melakukannya, klik Participants button seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6 (yang diberi highlight kuning).

12 62 Gambar 4.6 Participants button Pada jendela Participants atau responden, klik menu Edit lalu pilih Add N Participants untuk memasukkan jumlah responden. Masukkan angka 107 lalu klik OK seperti pada gambar 4.7. Gambar 4.7 Memasukkan Jumlah Participants Secara otomatis (default), Expert Choice akan menambahkan 1 (satu) participant dengan nama Combined (Participants ID nomor 1) sebagai responden perwakilan yang akan menggabungkan penilaian dari semua responden lainnya. Dengan demikian, hasil akhir perhitungan dari semua penilaian responden akan diwakilkan melalui penilaian (perhitungan) dari participant dengan nama Combined ini. Tampilannya seperti pada Gambar 4.8 berikut.

13 63 Gambar 4.8 Jendela Participants Untuk memasukkan nama-nama dari setiap responden, klik 1 (satu) kali pada Person Name yang ingin diganti namanya, lalu ketikkan nama responden tersebut. Ulangi langkah ini hingga nama semua responden diinput ke dalam daftar Participants. Perlu diingat bahwa tidak boleh ada nama ganda yang sama di dalam daftar Participants. Untuk menghindarinya, masukkan nama lengkap responden (beserta nama marganya). Setelah semua nama responden dimasukkan, tutup jendela Participants dengan mengklik tombol Close. Langkah selanjutnya adalah memasukkan atau menginput penilaian dari setiap responden berdasarkan isi kuesioner. Input penilaian dilakukan sesuai urutan di kuesioner agar tidak ada penilaian yang terlewat. Untuk melakukannya, pilih nama responden terlebih dahulu dari menu pulldown di samping Participants button seperti pada Gambar 4.9. Gambar 4.9 Daftar Nama Responden pada Menu Pulldown

14 64 Setelah menentukan nama responden yang akan dimasukkan penilaiannya, pilih kriteria yang akan dinilai lalu klik tab 3:1 untuk memasukkan penilaian dari perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison) sub kriteria secara numerik. Gambar 4.10 menampilkan jendela perbandingan berpasangan untuk setiap sub kriteria dari Sarana Pengaturan Lalu Lintas pada Substansi Pelayanan Keselamatan Lalu Lintas. Gambar 4.10 Jendela Perbandingan Berpasangan Sub Kriteria Untuk memasukkan penilaian responden, geser toggle ke angka yang sesuai untuk setiap perbandingan berpasangan. Ulangi hingga semua perbandingan terisi nilai (bobot) sesuai isi kuesioner. Untuk kembali ke tampilan utama, klik tab Model View seperti pada Gambar 4.11 (yang diberi highlight kuning). Ketika muncul jendela konfirmasi untuk menyimpan dan menghitung penilaian (record and calculate), klik Yes. Selanjutnya, masukkan penilaian untuk semua kriteria substansi pelayanan SPM lainnya dengan cara yang sama. Gambar 4.11 Tab Model View Apabila penilaian dari semua responden sudah diinput, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan (kalkulasi) untuk menentukan kriteria atau substansi pelayanan prioritas. Sebelumnya, pastikan responden atau participant

15 65 yang aktif adalah Combined dan hilangkan tanda centang di kolom Participating hanya untuk Combined pada jendela Participants. Tujuannya agar participant ini tidak diikutsertakan (dikecualikan) dalam penggabungan penilaian. Tampilannya seperti pada Gambar 4.12 berikut (yang diberi highlight kuning). Gambar 4.12 Mengecualikan Combined dari Penggabungan Penilaian Untuk menggabungkan penilaian dari semua responden ke dalam penilaian Combined, klik Menu Assessment, pilih Combine Participants Judgments/Data, lalu klik Entire Hierarchy seperti ditunjukkan pada Gambar Gambar 4.13 Menggabungkan Penilaian Semua Responden Selanjutnya akan muncul jendela konfirmasi untuk menggabungkan penilaian (judgments) atau data atau keduanya. Pilih Judgments (in hierarchy) only untuk

16 66 menggabungkan hanya penilaiannya saja. Expert Choice akan melakukan kalkulasi dan menggabungkan penilaian semua responden ke dalam Combined. Hasil dari perhitungan atau kalkulasi akan ditampilkan ke dalam diagram batang yang menunjukkan skor atau bobot setiap kriteria atau sub kriteria di dalam masing-masing substansi pelayanan SPM jalan tol. Untuk menampilkannya, pilih salah satu substansi pelayanan atau kriteria yang ingin ditampilkan, lalu klik tab Priorities derived from Pairwise Comparisons seperti ditunjukkan pada Gambar 4.14 (yang diberi highlight kuning) berikut. Gambar 4.14 Hasil Perhitungan Penilaian Kriteria Sarana Pengaturan Lalin Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam kriteria Sarana Pengaturan Lalu Lintas pada substansi pelayanan Keselamatan Lalu Lintas, Marka Jalan memiliki nilai prioritas yang paling tinggi berdasarkan kalkulasi penilaian dari seluruh responden Perhitungan Menggunakan Metode AHP Hasil pembobotan yang didapat pada setiap kriteria di dalam SPM menggunakan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) diperoleh melalui perhitungan matematis. Pada prinsipnya, AHP menggunakan matriks untuk memasukkan nilai untuk 2 (dua) kriteria yang dibandingkan berpasangan (Pairwise Comparison). Berikut adalah contoh perhitungan yang diambil dari

17 salah satu sampel data penilaian dari responden pada substansi pelayanan Kondisi Jalan Tol (matriks ordo 3). 67 Gambar 4.15 Contoh Penilaian Responden terhadap Kondisi Jalan Tol Dari data penilaian seperti ditunjukkan pada Gambar 4.15 di atas, dapat dibuatkan matriks perbandingan berpasangan dari 3 (tiga) kriteria yang ada di dalam substansi pelayanan Kondisi Jalan Tol seperti Tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Matriks Perbandingan Berpasangan Kekesatan Ketidakrataan Tidak Ada Lubang Kekesatan 1 1 0,3333 Ketidakrataan 1 1 0,2 Tidak Ada Lubang Nilai pada setiap sel merupakan nilai perbandingan berpasangan dari masingmasing kriteria berdasarkan penilaian responden. Kriteria sama yang dibandingkan diberi nilai 1, sedangkan kriteria lainnya memiliki nilai sebagai berikut : a. Kekesatan sama penting dengan Ketidakrataan sehingga diberi nilai 1. b. Tidak Ada Lubang 3 kali lebih penting dari Kekesatan, sehingga Kekesatan memiliki nilai 1/3 atau 0,3333 kali dari Tidak Ada Lubang. c. Tidak Ada Lubang 5 kali lebih penting dari Ketidakrataan, sehingga Ketidakrataan memiliki nilai 1/5 atau 0,2 kali dari Tidak Ada Lubang. Menurut Saaty, untuk mendapatkan nilai (bobot) dari masing-masing kriteria, matriks perbandingan berpasangan harus dinormalisasi. Untuk melakukan

18 68 normalisasi, salah satu pendekatan yang dapat digunakan yaitu dengan mengkuadratkan matriks tersebut. Tabel 4.7 berikut merupakan matriks hasil normalisasi dari matriks perbandingan berpasangan di atas. Tabel 4.7 Matriks Hasil Normalisasi (Kuadrat) Kekesatan Ketidakrataan Tidak Ada Lubang Kekesatan 3 3,6667 0,8667 Ketidakrataan 2,6 3 0,7333 Tidak Ada Lubang Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan nilai di setiap baris untuk mendapatkan bobot pada masing-masing kriteria. Bobot pada masing-masing kriteria merupakan persentase nilai pada masing-masing baris terhadap jumlah totalnya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut. Tabel 4.8 Hasil Pembobotan pada Setiap Kriteria Kekesatan Ketidakrataan Tidak Ada Lubang Jumlah per Baris Bobot/ Persentase Kekesatan 3 3,6667 0,8667 7,5333 0,1843 Ketidakrataan Tidak Ada Lubang 2,6 3 0,7333 6,3333 0, ,6607 Total 40,867 Dari hasil perhitungan di atas didapatkan bobot terbesar yaitu pada kriteria Tidak Ada Lubang dengan nilai 0,6607 atau 66,07%, peringkat kedua yaitu Kekesatan dengan nilai 0,1843 atau 18,43%, dan peringkat terakhir adalah Ketidakrataan dengan nilai 0,1550 atau 15,50%. Perhitungan ini masih memerlukan iterasi sampai tidak terdapat selisih setidaknya 4 angka di belakang koma. Tabel 4.9 berikut adalah matriks hasil normalisasi dari perhitungan sebelumnya (iterasi).

19 69 Tabel 4.9 Matriks Hasil Normalisasi dari Perhitungan Sebelumnya Kekesatan Ketidakrataan Tidak Ada Lubang Kekesatan 28, ,2667 7,8889 Ketidakrataan 23, ,0667 6,6533 Tidak Ada Lubang 99,8 118, ,0667 Sama seperti sebelumnya, langkah selanjutnya adalah menjumlahkan nilai di setiap baris untuk mendapatkan bobot pada masing-masing kriteria. Bobot pada masing-masing kriteria merupakan persentase nilai pada masing-masing baris terhadap jumlah totalnya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut. Tabel 4.10 Hasil Pembobotan pada Setiap Kriteria Kekesatan Ketidakrataan Tidak Ada Lubang Jumlah per Baris Bobot/ Persentase Kekesatan 28, ,2667 7, ,2222 0,1852 Ketidakrataan Tidak Ada Lubang 23, ,0667 6, ,3867 0, ,8 118, , ,2 0,6586 Total 373,809 Karena selisih dari hasil kedua perhitungan bobot di atas tidak terlalu signifikan, maka hasil perhitungan yang terakhir dapat dijadikan hasil akhir bobot setiap kriteria, yaitu sebagai berikut : a. Kekesatan memiliki bobot 0,1852 atau 18,52%. b. Ketidakrataan memiliki bobot 0,1562 atau 15,62%. c. Tidak Ada Lubang memiliki bobot 0,6586 atau 65,86%. Hasil perhitungan ini sejalan dengan hasil perhitungan yang dilakukan menggunakan program Expert Choice. Hasil perhitungan untuk sampel data di atas dapat terlihat pada Gambar 4.23 berikut.

20 70 Gambar 4.16 Hasil Pembobotan Kriteria Menggunakan Expert Choice (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) Hasil Analisis Pembobotan SPM Berdasarkan analisis data dan perhitungan penilaian responden mengenai SPM (standar pelayanan minimal) jalan tol Jakarta-Tangerang secara komputerisasi menggunakan program berbasis AHP Expert Choice, didapat hasil sebagai berikut : a. Untuk penilaian substansi pelayanan yang ada di dalam SPM Jalan Tol, khususnya ruas tol Jakarta-Tangerang, Keselamatan Lalu Lintas dinilai sebagai prioritas tertinggi yang harus dipenuhi dengan nilai 26,8%; prioritas kedua adalah Kondisi Jalan Tol dengan nilai 21,0%; prioritas ketiga adalah Unit Pertolongan, Penyelamatan, dan Bantuan Pelayanan dengan nilai 16,9%; prioritas berikutnya adalah Mobilitas dengan 16,0%; Aksesibilitas dengan 10,7%; dan yang terakhir adalah Kecepatan Tempuh Rata-rata dengan nilai 8,5%. Seluruh penilaian memiliki tingkat inkonsistensi sebesar 0,00613 atau 0,613% yaitu masih di bawah 10% (standar maksimal inkonsistensi menurut Saaty). Dengan demikian, hasil penilaian tersebut dikatakan valid dan dapat diterima. Hasil perhitungan disajikan dalam diagram pada Gambar 4.17 berikut.

21 71 Gambar 4.17 Diagram Prioritas Substansi Pelayanan SPM (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) b. Pada substansi pelayanan Kondisi Jalan Tol, kriteria dengan prioritas tertinggi berdasarkan penilaian responden adalah Tidak Ada Lubang dengan nilai 59,4%; prioritas kedua adalah Kekesatan dengan nilai 21,0%; dan yang terakhir adalah Ketidakrataan dengan nilai 19,7%.Tingkat inkonsistensi dari penilaian pada kriteria ini adalah 0,00376 atau 0,376% yaitu masih di bawah 10% (standar maksimal inkonsistensi menurut Saaty) sehingga dikatakan valid dan dapat diterima. Penyajian hasil perhitungan di atas terlihat pada Gambar Gambar 4.18 Diagram Prioritas Kriteria Kondisi Jalan Tol (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) c. Kriteria pada substansi pelayanan Kecepatan Tempuh Rata-rata yang memiliki prioritas tertinggi berdasarkan penilaian responden adalah Kecepatan Tempuh Luar Kota dengan nilai 65,2% sedangkan Kecepatan Tempuh Dalam Kota dengan nilai 34,8%. Tingkat inkonsistensi dari penilaian ini adalah 0,00 atau 0,00% yang artinya konsisten sempurna. Hasil perhitungan di atas disajikan pada Gambar 4.19.

22 72 Gambar 4.19 Diagram Prioritas Kriteria Kecepatan Tempuh Rata-rata (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) d. Pada substansi pelayanan Keselamatan Lalu Lintas, kriteria Penanganan Kecelakaan dinilai memiliki prioritas tertinggi dengan nilai 28,9%; prioritas kedua adalah Penerangan Jalan Umum dengan nilai 21,5%; prioritas ketiga adalah Sarana Pengaturan Lalu Lintas dengan nilai 19,5%; Pagar Rumija serta Pengamanan dan Penegakan Hukum di peringkat terakhir dengan nilai masing-masing 15,3% dan 14,8%. Hasil penilaian ini memiliki tingkat inkonsistensi sebesar 0,00193 atau 0,193% yaitu masih di bawah 10% (standar maksimal inkonsistensi menurut Saaty). Dengan demikian, hasil penilaian tersebut dikatakan valid dan dapat diterima. Penyajiannya dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.20 Diagram Prioritas Kriteria Keselamatan Lalu Lintas (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) e. Penilaian sub kriteria dari kriteria Sarana Pengaturan Lalu Lintas pada substansi pelayanan Keselamatan Lalu Lintas, Marka Jalan dinilai memiliki prioritas tertinggi dengan nilai 30,9%; Perambuan dinilai sebagai prioritas kedua dengan nilai 28,4%; Patok km sebagai prioritas ketiga dengan nilai

23 73 21,6%; dan terakhir Guide Post/Reflektor dengan nilai 19,0%. Inkonsistensi dalam penilaian ini sebesar 0,00184 atau 0,184% yaitu masih di bawah 10% (standar maksimal inkonsistensi menurut Saaty), sehingga perhitungan dikatakan valid dan dapat diterima. Hasil perhitungan disajikan pada Gambar Gambar 4.21 Diagram Prioritas Sub Kriteria Sarana Pengaturan Lalu Lintas (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) f. Untuk sub kriteria dari kriteria Penanganan Kecelakaan, prioritas tertinggi menurut penilaian responden adalah Korban Kecelakaan dengan nilai 80,9% sedangkan Kendaraan Kecelakaan dengan nilai 19,1 %. Penilaian sub kriteria ini memiliki tingkat inkonsistensi 0,00 atau 0,00% yang artinya konsisten sempurna. Penyajian hasil perhitungan dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.22 Diagram Prioritas Sub Kriteria Penanganan Kecelakaan (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) g. Pada substansi pelayanan Unit Pertolongan, Penyelamatan, dan Bantuan Pelayanan, prioritas tertinggi berdasarkan penilaian responden adalah Sistem Informasi Kondisi Lalu Lintas dengan nilai 22,7%; prioritas kedua

24 74 adalah Ambulans dengan nilai 19,7%; prioritas ketiga adalah Kendaraan Derek dengan nilai 18,4 %; prioritas keempat adalah Kendaraan Rescue dengan nilai 17,2%; prioritas berikutnya adalah Patroli Jalan Raya dengan nilai 12,1%; dan terakhir Patroli Jalan Tol dengan nilai 9,9%. Tingkat inkonsistensi dari penilaian ini adalah 0,00439 atau 0,439% yaitu masih di bawah 10% (standar maksimal inkonsistensi menurut Saaty). Dengan demikian, penilaian tersebut dikatakan valid dan dapat diterima. Hasil penilaian disajikan dalam diagram pada Gambar Gambar 4.23 Diagram Prioritas Kriteria Unit Pertolongan, Penyelamatan, dan Bantuan Pelayanan (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) h. Penilaian sub kriteria dari kriteria Kendaraan Derek pada substansi pelayanan Unit Pertolongan, Penyelamatan, dan Bantuan Pelayanan, LHR< kendaraan/hari memiliki prioritas tertinggi dengan nilai 55,9% sedangkan LHR> kendaraan/hari dengan nilai 44,1%. Tingkat inkonsistensi dalam penilaian ini sebesar 0,00 atau 0,00% yang artinya konsisten sempurna. Hasilnya disajikan pada Gambar 4.24.

25 75 Gambar 4.24 Diagram Prioritas Sub Kriteria Kendaraan Derek (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) i. Untuk sub kriteria dari kriteria Patroli Jalan Raya, responden menilai LHR< kendaraan/hari sebagai prioritas tertinggi dengan nilai 52,4% sedangkan LHR> kendaraan/hari dengan nilai 47,6%. Inkonsistensi dalam penilaian ini sebesar 0,00 atau 0,00% yang artinya konsisten sempurna. Penyajian hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.25 Diagram Prioritas Sub Kriteria Patroli Jalan Raya (Sumber : Hasil Keluaran Program Expert Choice) 4.3 Pembahasan Hasil Setelah mendapatkan prioritas substansi pelayanan di dalam SPM jalan tol, langkah selanjutnya adalah mengevaluasi pemenuhan SPM berdasarkan data sekunder (berupa rekapitulasi hasil monitoring BPJT) dan pengamatan di lapangan, dalam hal ini yaitu ruas tol Jakarta-Tangerang, untuk mengetahui sejauh mana pencapaian terhadap standar yang telah ditentukan. Data yang dijadikan acuan evaluasi adalah rekapitulasi pemenuhan SPM dari BPJT periode

26 hingga Survei dilakukan dengan meninjau langsung elemen-elemen yang terdapat di dalam substansi pelayanan yang diprioritaskan berdasarkan penilaian pengguna jalan tol, yaitu Keselamatan Lalu Lintas. Elemen-elemen lainnya juga ditinjau secara langsung maupun berdasarkan data-data sekunder yang ada Keselamatan Lalu Lintas Di dalam substansi pelayanan Keselamatan Lalu Lintas terdapat 5 (lima) kriteria yaitu Sarana Pengaturan Lalu Lintas, Penerangan Jalan Umum Wilayah Perkotaan, Pagar Rumija, Penanganan Kecelakaan, serta Pengamanan dan Penegakan Hukum. Hasil evaluasi dan peninjauan terhadap masing-masing kriteria tersebut adalah sebagai berikut : a. Pada kriteria Sarana Pengaturan Lalu Lintas, terdapat 4 (empat) unsur penting yang menjadi acuan untuk dinilai atau dievaluasi, yaitu Perambuan, Marka Jalan, Guide Post/Reflektor, dan Patok km. Berdasarkan hasil rekapitulasi pemenuhan SPM dari BPJT, seluruh elemen dalam kriteria Sarana Pengaturan Lalu Lintas ini sudah 100% memenuhi SPM seperti ditampilkan pada Tabel 4.9 berikut.

27 77 Tabel 4.11 Rekapitulasi Pemenuhan SPM Kriteria Sarana Pengaturan Lalin Keselamatan Lalu Lintas Tahun Semester Perambuan (%) Sarana Pengaturan Lalin Marka Jalan (%) Guide Post/ Reflektor (%) Patok km (%) Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT Uraian mengenai pemenuhan kriteria Sarana Pengaturan Lalu Lintas di jalan tol Jakarta-Tangerang adalah sebagai berikut : Di sepanjang ruas tol Jakarta-Tangerang, Perambuan dinilai sudah mencapai 100%. Hal ini dibuktikan dengan berbagai jenis rambu yang sudah terpasang di titik-titik tertentu dan dalam kondisi yang baik sebagai peringatan atau larangan bagi pengguna jalan tol. Ramburambu yang dimaksud di atas meliputi rambu petunjuk, rambu peringatan, rambu perintah, rambu larangan, rambu sementara, dan papan tambahan sesuai dengan Tata Cara Pemasangan Rambu dan Marka Jalan Perkotaan NO. 01/P/BNKT/1991 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga dan Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Berikut adalah hasil peninjauan perambuan di lapangan berupa fotofoto dokumentasi pribadi.

28 78 Gambar 4.26 Rambu Informasi Operator Jalan Tol Rambu Informasi pada Gambar 4.26 berguna bagi para pengguna jalan tol untuk mengetahui operator jalan tol sebagai BUJT yang bertanggung jawab sepanjang ruas tol tersebut (tercantum panjang kilometernya) serta nomor telepon operator tersebut yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat tertentu. Tol Jakarta-Tangerang ini dioperasikan oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Gambar 4.27 Rambu Petunjuk Arah/Jurusan Rambu Petunjuk Arah/Jurusan seperti pada Gambar 4.27 sangat penting untuk menginformasikan kepada pengguna jalan tol mengenai arah/jurusan dari setiap lajur di titik tertentu. Rambu arah/jurusan ini biasanya dipasang setiap mendekati gerbang keluar/exit tol atau lajur yang memisah.

29 79 Gambar 4.28 Rambu Peruntukkan Lajur Gambar 4.28 merupakan salah satu contoh rambu peruntukkan lajur yang ada di jalan tol Jakarta-Tangerang. Rambu ini berguna untuk menginformasikan pengguna jalan tol mengenai peruntukkan masingmasing lajur yang ada di sepanjang ruas tol. Lajur paling kiri (sisi dalam) merupakan bahu jalan dan hanya boleh digunakan untuk kondisi darurat, sedangkan lajur paling kanan (sisi luar) hanya digunakan untuk mendahului. Gambar 4.29 Rambu Batas Kecepatan Rambu batas kecepatan seperti pada Gambar 4.29 sangat penting untuk memperingatkan pengguna jalan tol mengenai kecepatan minimum dan maksimum kendaraan di ruas tol tersebut. Hal ini berkaitan dengan

30 80 kondisi permukaan jalan tol yang berbeda-beda, sehingga kecepatan kendaraan yang diperbolehkan juga harus disesuaikan untuk menghindari resiko terjadinya kecelakaan. Gambar 4.30 Papan Tambahan Informasi Jarak Gerbang Tol Gambar 4.30 adalah contoh rambu berupa papan tambahan yang menginformasikan dan memperingatkan pengguna jalan tol bahwa mendekati gerbang tol, sehingga dihimbau untuk mengurangi kecepatan kendaraan. Gambar 4.31 Rambu Sementara Gambar 4.31 menunjukkan salah satu rambu sementara yang dipasang menjelang lokasi konstruksi pelebaran jalan. Rambu ini digunakan

31 81 untuk memperingatkan pengguna jalan tol agar berhati-hati atau waspada dalam mengemudikan kendaraannya karena mendekati lokasi pekerjaan konstruksi jalan yang umumnya mengganggu kelancaran lalu lintas. Gambar 4.32 Rambu Perintah dan Larangan Rambu perintah dan larangan seperti contoh pada Gambar 4.32 merupakan rambu yang berguna untuk mengatur lalu lintas di jalan tol agar dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. Rambu perintah dapat berupa perintah untuk mengambil lajur tertentu, sedangkan rambu larangan dapat berupa larangan bagi kendaraan tertentu memasuki gardu tol khusus, larangan berhenti di sepanjang jalan tol, larangan menaikkan dan menurunkan penumpang, dan lain sebagainya. Pada kriteria Marka Jalan, berdasarkan peninjauan di lapangan terlihat bahwa seluruh ruas jalan sudah memiliki marka jalan 100% dan dalam kondisi baik. Marka Jalan yang ditinjau meliputi tanda garis membujur, tanda garis melintang, dan tanda garis lainnya berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 27 Tahun 1988 tentang Tanda Permukaan Jalan. Berikut adalah hasil peninjauan di lapangan berupa foto-foto dokumentasi pribadi.

32 82 Gambar 4.33 Marka Jalan Garis Membujur Marka jalan garis membujur seperti pada Gambar 4.33 di atas berfungsi untuk membagi lajur sehingga kendaraan dapat menjaga posisinya sesuai dengan peruntukkan lajurnya. Gambar 4.34 Tanda Garis Melintang Tanda garis melintang seperti pada Gambar 4.34 di atas juga berfungsi sebagai rumble strips yang berguna untuk membatasi kecepatan kendaraan saat mendekati gerbang tol. Pada salah satu contoh di atas, tanda garis melintang terlihat sudah mulai memudar dan hilang seperti bagian yang dilingkari berwarna merah. Adanya garis-garis melintang ini sangat penting dan perlu diperhatikan kondisinya agar tetap optimal dalam memberikan peringatan atau mengarahkan pengguna jalan tol.

33 83 Gambar 4.35 Petunjuk Jalur Memisah Gambar 4.35 menunjukkan salah satu contoh marka yang berguna untuk memperingati pengguna jalan tol yang mendekati pemisahan jalur sekaligus mengarahkan untuk memasuki lajur yang memisah tersebut. Guide Post/Reflektor di sepanjang ruas tol Jakarta-Tangerang dinilai sudah 100% memenuhi SPM walaupun ada segmen kecil tertentu yang tidak terpasang Guide Post. Untuk Guide Post/Reflektor yang sudah terpasang memiliki reflektifitas > 80% sehingga masih memenuhi SPM. Berikut merupakan hasil tinjauan Guide Post/Reflektor di lapangan berupa foto-foto dokumentasi pribadi. Gambar 4.36 Guide Post/Reflektor Tepi Jalan Guide Post/Reflektor di tepi/bahu jalan (sisi kiri) seperti pada Gambar 4.36 dipasang setiap jarak tertentu dan berwarna merah. Guide Post/Reflektor ini berguna untuk mengarahkan pengguna jalan tol khususnya pada malam hari.

34 84 Gambar 4.37 Guide Post/Reflektor Median Jalan Guide Post/Reflektor median jalan dipasang pada setiap jarak tertentu dan berwarna kuning untuk mengarahkan pengguna jalan khususnya pada malam hari sehingga pengguna jalan tol dapat mewaspadai tepi jalan untuk menghindari kecelakaan. Gambar 4.38 Segmen Tanpa Guide Post/Reflektor Gambar 4.38 di atas menunjukkan sebuah segmen jalan di ruas tol Jakarta-Tangerang yang tidak memiliki Guide Post/Reflektor (yang dilingkari berwarna merah). Hal ini akan sangat membahayakan pengguna jalan tol khususnya pada kondisi gelap atau malam hari.

35 85 Gambar 4.39 Reflektifitas Guide Post/Reflektor pada Malam Hari Pada malam hari, Guide Post/Reflektor yang terpasang di jalan tol Jakarta-Tangerang memiliki tingkat reflektifitas yang cukup baik seperti contoh pada Gambar 4.39, sehingga dapat terlihat dengan mudah ketika memantulkan cahaya lampu kendaraan. Untuk elemen Patok km di sepanjang ruas tol Jakarta-Tangerang dinilai sudah 100% memenuhi SPM. Hal ini berdasarkan peninjauan di lapangan dimana Patok km sudah terpasang pada median jalan dengan interval 200 m hingga 1 km. Hasil peninjauan dalam bentuk foto dokumentasi pribadi dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 4.40 Patok km di Median Jalan

36 86 Kriteria lainnya yang ada di dalam substansi pelayanan Keselamatan Lalu Lintas yakni Penerangan Jalan Umum, Pagar Rumija, Penanganan Kecelakaan, serta Pengamanan dan Penegakan Hukum. Hasil rekapitulasi pemenuhan SPM dari BPJT menilai keseluruhan kriteria ini sudah 100% memenuhi SPM dalam 3 tahun terakhir, kecuali Pagar Rumija yang di semester pertama tahun 2010 masih belum 100% memenuhi. Data tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut. Tabel 4.12 Rekapitulasi Pemenuhan SPM Substansi Pelayanan Keselamatan Tahun Semester PJU (%) Pagar Rumija (%) Keselamatan Lalu Lintas Penanganan Kecelakaan Korban Kecelakaan (%) Kendaraan Kecelakaan (%) Pengamanan dan Penegakan Hukum (%) Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT b. Penerangan Jalan Umum Wilayah Perkotaan Pada kriteria Penerangan Jalan Umum (PJU) wilayah Perkotaan di ruas tol Jakarta-Tangerang, berdasarkan peninjauan di lapangan dinilai belum 100% memenuhi SPM dikarenakan ada beberapa segmen yang tidak terpasang PJU seperti di kilometer 8 dan 14. Pada segmen yang sudah terpasang, terdapat 2 (dua) jenis PJU yaitu lengan tunggal dan lengan ganda yang dipasang menerus/kontinyu dan semua lampu yang ada menyala 100%. Berikut adalah hasil tinjauan terhadap PJU di lapangan berupa foto-foto dokumentasi pribadi.

37 87 Gambar 4.41 PJU Lengan Ganda pada Ruas Dua Arah Gambar 4.42 PJU Menyala 100% Seluruh PJU yang terpasang di ruas tol Jakarta-Tangerang menyala 100% pada malam hari sehingga berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Penerangan di segmen jalan yang gelap pada malam hari sangat penting untuk menjaga jarak pandang pengendara sehingga dapat menghindari resiko terjadinya kecelakaan. c. Pagar Rumija Penempatan Pagar Rumija (ruang milik jalan) di sepanjang ruas tol Jakarta- Tangerang dinilai sudah 100% memenuhi SPM jalan tol berdasarkan data rekapitulasi pemenuhan SPM dari BPJT.

38 88 Gambar 4.43 Grafik Pencapaian Pagar Rumija Periode (Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT) Meskipun demikian, berdasarkan peninjauan di lapangan, ada beberapa segmen kecil yang belum terpasang pagar sebagai pembatas ruang milik jalan. Berikut adalah hasil peninjauan di ruas tol Jakarta-Tangerang dalam bentuk foto-foto dokumentasi pribadi. Gambar 4.44 Kondisi Pagar Rumaja Gambar 4.44 merupakan contoh pagar rumaja yang terpasang di jalan tol Jakarta-Tangerang. Pagar ini berfungsi untuk membedakan fungsi/manfaat ruas jalan, yaitu jalan tol dengan jalan non-tol di yang bersebelahan langsung untuk mengurangi resiko kecelakaan lalu lintas yang fatal.

39 89 Gambar 4.45 Segmen Jalan Tanpa Pagar Rumija Pada Gambar 4.45 ditunjukkan salah satu contoh segmen jalan di ruas tol Jakarta-Tangerang yang tidak memiliki pagar rumija di bahu jalan tol (dilingkari berwarna merah). Segmen jalan ini akan sangat rentan mengakibatkan kecelakaan yang lebih fatal apabila kendaraan keluar jalur. Selain itu akan sangat membahayakan apabila ada pejalan kaki yang memasuki jalan tol. d. Penanganan Kecelakaan Dari segi penanganan kecelakaan, di ruas tol Jakarta-Tangerang sudah disiapkan unit pertolongan untuk menangani korban maupun kendaraan yang mengalami kecelakaan di dalam ruas tol. Untuk penanganan korban kecelakaan telah disiapkan unit ambulans dan kendaraan rescue yang akan mengevakuasi korban secara gratis ke rumah sakit rujukan, sedangkan untuk kendaraan yang mengalami kecelakaan telah disiapkan kendaraan derek (Gambar 4.46) yang akan melakukan penderekan gratis sampai ke pool derek (masih di dalam jalan tol). Dengan kata lain, jalan tol Jakarta- Tangerang sudah memenuhi kriteria Penanganan Kecelakaan sesuai SPM.

40 90 Gambar 4.46 Kendaraan Derek e. Pengamanan dan Penegakan Hukum Untuk memastikan pengamanan dan penegakan hukum di jalan tol Jakarta- Tangerang, sudah disiapkan Polisi Patroli Jalan Raya (PJR) yang siap dihubungi 24 jam. Selain PJR, ada juga Patroli Jalan Tol yang diturunkan oleh operator yakni PT Jasa Marga (Persero). Kegiatan Patroli secara rutin dilakukan setiap hari pada jam-jam dan lokasi-lokasi tertentu untuk mengantisipasi pelanggaran hukum yang dilakukan baik oleh pengguna jalan maupun pejalan kaki di sepanjang ruas tol Jakarta-Tangerang Kondisi Jalan Tol Di dalam substansi pelayanan Kondisi Jalan Tol terdapat 3 (tiga) kriteria yaitu Kekesatan, Ketidakrataan, dan Tidak Ada Lubang. Berdasarkan data rekapitulasi pemenuhan SPM di jalan tol Jakarta-Tangerang dari BPJT, didapat hasil sebagai berikut : a. Kekesatan jalan dari tahun sudah berada pada tingkat yang sesuai dengan yang disyaratkan di dalam SPM yaitu di atas 0,33 µm. Pencapaian Kekesatan jalan dari periode 2010 hingga 2012 dapat dilihat di grafik pada Gambar 4.47 berikut.

41 91 Gambar 4.47 Grafik Pencapaian Kekesatan Jalan Periode (Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT) b. Pencapaian Ketidakrataan jalan dari periode 2010 hingga 2012 sudah sesuai dengan yang disyaratkan SPM yaitu memiliki nilai IRI < 4 m/km. Hasil rekapitulasi data pemenuhan Ketidakrataan jalan tersebut disajikan dalam grafik pada Gambar 4.48 berikut. Gambar 4.48 Grafik Pencapaian Ketidakrataan Jalan Periode (Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT)

42 92 c. Ketidakadaan lubang di sepanjang ruas tol Jakarta-Tangerang mengalami progress dari periode 2010 hingga 2012 dan dinilai sudah mencapai 100% sesuai SPM. Hasil rekapitulasi data pemenuhan Ketidakadaan lubang tersebut disajikan dalam grafik pada Gambar 4.49 berikut. Gambar 4.49 Grafik Pencapaian Tidak Ada Lubang Periode (Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT) Berdasarkan peninjauan di lapangan terlihat bahwa masih ada beberapa titik tertentu di permukaan jalan yang terdapat lubang atau tidak rata. Namun jumlahnya tidak signifikan sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi jalan tol secara keseluruhan. Hasil peninjauan dapat dilihat dalam bentuk fotofoto dokumentasi pribadi pada gambar-gambar berikut. Gambar 4.50 Permukaan Jalan yang Tidak Rata

43 93 Gambar 4.50 menunjukkan salah satu titik di jalan tol Jakarta-Tangerang yang permukaan jalannya tidak rata akibat tambalan perkerasan lentur (dilingkari berwarna merah). Kondisi demikian menyebabkan permukaan jalan bergelombang dan dapat membahayakan pengguna jalan tol. Gambar 4.51 Permukaan Jalan yang Berlubang Pada beberapa titik di sepanjang jalan tol Jakarta-Tangerang masih terdapat lubang di jalan seperti contoh pada Gambar Lubang yang tidak segera ditangani dapat semakin membahayakan pengendara di jalan tol Unit Pertolongan, Penyelamatan, dan Bantuan Pelayanan Pemenuhan SPM dalam kriteria Unit Pertolongan, Penyelamatan, dan Bantuan Pelayanan di jalan tol Jakarta-Tangerang dengan panjang jalan 33 km dan LHR > kendaraan/hari berdasarkan data rekapitulasi pemenuhan SPM dari BPJT adalah sebagai berikut : a. Unit Ambulans yang disiagakan berjumlah 1 (satu) unit, sedangkan SPM mensyaratkan sebanyak 1 (satu) unit per 25 km atau minimum 1 (satu) unit. Dengan demikian, unit Ambulans sudah memenuhi SPM. b. Kendaraan Derek yang disiagakan berjumlah 8 (delapan) unit, sedangkan SPM mensyaratkan sebanyak 1 (satu) unit per 5 km untuk jalan tol

44 94 dengan LHR > kendaraan/hari, atau minimal 6 (enam) unit untuk tol Jakarta-Tangerang, sehingga sudah memenuhi SPM. c. Jumlah unit polisi Patroli Jalan Raya (PJR) yang disiagakan berjumlah 4 (empat) unit. Jumlah unit yang disyaratkan SPM adalah 1 (satu) unit per 15 km untuk jalan tol dengan LHR > kendaraan/hari, atau minimal 2 (dua) unit untuk tol Jakarta-Tangerang. Dengan demikian, jumlah unit PJR sudah memenuhi SPM. d. Unit Patroli Jalan Tol (Operator) yang disiagakan berjumlah 3 (tiga) unit, sedangkan yang disyaratkan di dalam SPM adalah 1 (satu) unit per 15 km atau minimal 2 (dua) unit untuk tol Jakarta-Tangerang, sehingga sudah memenuhi SPM. e. Kendaraan Rescue yang disiagakan berjumlah 1 (satu) unit, yaitu sudah sesuai dengan SPM yang mensyaratkan jumlah Kendaraan Rescue sebanyak 1 (satu) unit per ruas jalan tol. Pencapaian jumlah Unit Pertolongan, Penyelamatan, dan Bantuan Pelayanan tersebut di atas disajikan dalam grafik pada Gambar 4.52 berikut. Gambar 4.52 Grafik Pencapaian Jumlah Unit Pertolongan (Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT)

45 95 f. Sistem Informasi tentang kondisi lalu lintas sudah tersedia di setiap gerbang sehingga dinilai sudah 100% memenuhi SPM yang mensyaratkan adanya Sistem Informasi di setiap gerbang masuk. Contoh Sistem Informasi yang ada di ruas tol Jakarta-Tangerang dapat dilihat pada foto dokumentasi pribadi berikut. Gambar 4.53 Sistem Informasi Kondisi Lalu Lintas Mobilitas Mobilitas atau kecepatan penanganan hambatan lalu lintas di jalan tol Jakarta- Tangerang memiliki 4 (empat) kriteria berdasarkan SPM, yaitu wilayah pengamatan/observasi patroli, waktu antara informasi mulai diterima sampai ke tempat kejadian, penanganan akibat kendaraan mogok, dan patroli kendaraan derek. Pemenuhan setiap kriteria di atas berdasarkan data rekapitulasi pemenuhan SPM dari BPJT dalam periode adalah sebagai berikut : a. Dalam kriteria wilayah pengamatan/observasi patroli sudah dilakukan observasi patroli setiap 30 menit sehingga sudah sesuai SPM yang mensyaratkan selang waktu 30 menit per siklus pengamatan.

46 96 b. Selang waktu (interval) antara pertama kali informasi mulai diterima oleh patroli dari senkom sampai ke tempat kejadian (TKP) rata-rata kurang dari 30 menit sehingga sudah sesuai dengan SPM yang mensyaratkan selang waktu di bawah 30 menit. c. Dalam hal penanganan akibat kendaraan mogok, sudah dilakukan sesuai prosedur mulai dari observasi rutin setiap wilayah beat (PJR) hingga penderekan kendaraan mogok secara gratis sampai keluar gerbang terdekat. Hal ini sudah sesuai dengan SPM yang mensyaratkan untuk melakukan penderekan ke pintu gerbang tol terdekat atau bengkel terdekat dengan menggunakan derek resmi secara gratis. d. Patroli kendaraan derek juga sudah dilakukan dengan selang waktu antar siklus pengamatan di bawah 30 menit, yaitu sudah sesuai dengan SPM yang mensyaratkan selang waktu 30 menit per siklus pengamatan. Hasil pemenuhan SPM pada periode di jalan tol Jakarta- Tangerang seperti yang dilaporkan oleh BPJT tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut. Tabel 4.13 Rekapitulasi Pemenuhan SPM Substansi Pelayanan Mobilitas Tahun Semester Wilayah Pengamatan (%) Mobilitas Mulai Informasi Diterima sampai TKP (%) Penanganan Kendaraan Mogok (%) Patroli Derek (%) Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT

47 Aksesibilitas Pada substansi pelayanan Aksesibilitas, ada 2 (dua) indikator yang dinilai yaitu kecepatan transaksi rata-rata di gerbang tol dan kapasitas kendaraan di setiap gardu tol. Dari data hasil rekapitulasi pemenuhan SPM yang dilaporkan oleh BPJT, tingkat Aksesibilitas di jalan tol Jakarta Tangerang diuraikan ke dalam kriteria-kriteria berikut : a. Kecepatan Transaksi Rata-rata di setiap gardu dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ( ) sudah memenuhi persyaratan dalam SPM yaitu kurang dari atau sama dengan 8 detik per kendaraan untuk sistem gerbang terbuka. Hasil pencapaian dalam periode ini disajikan dalam grafik pada Gambar 4.54 berikut. Gambar 4.54 Grafik Pencapaian Kecepatan Transaksi Rata-rata (Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT) b. Jumlah/Kapasitas setiap gardu pada gerbang tol juga sudah memenuhi persyaratan di dalam SPM yaitu lebih dari atau sama dengan 450 kendaraan/jam/gardu. Pencapaian kriteria ini dalam periode dapat dilihat dalam grafik pada Gambar 4.55 berikut.

48 98 Gambar 4.55 Grafik Pencapaian Jumlah/Kapasitas Gardu (Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT) Kecepatan Tempuh Rata-rata Berdasarkan data rekapitulasi pemenuhan SPM ruas tol Jakarta-Tangerang dari BPJT, kecepatan tempuh rata-rata sudah sesuai dengan SPM yang mensyaratkan kecepatan tempuh rata-rata untuk jalan tol luar kota harus lebih besar atau sama dengan 1,8 kali kecepatan tempuh rata-rata jalan non tol. Pencapaian selama periode dapat dilihat dalam grafik pada Gambar 4.56 berikut. Gambar 4.56 Grafik Pencapaian Kecepatan Tempuh Rata-rata (Sumber : Rekapitulasi Pemenuhan SPM Jalan Tol dari BPJT)

STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG

STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL PERATURAN NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL MENIMBANG : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL MENIMBANG: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 Tentang Jalan perlu menetapkan

Lebih terperinci

EVALUASI PRIORITAS STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL JAKARTA-TANGERANG MELALUI PEMBOBOTAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

EVALUASI PRIORITAS STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL JAKARTA-TANGERANG MELALUI PEMBOBOTAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS EVALUASI PRIORITAS STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL JAKARTA-TANGERANG MELALUI PEMBOBOTAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Steven Roseily, Amelia Makmur Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Kuisioner PERHITUNGAN PEMBOBOTAN/SKORING UNTUK DATA SPM (STANDAR PELAYANAN MINIMAL) JALAN TOL JAKARTA-BOGOR TAHUN 2014

Kuisioner PERHITUNGAN PEMBOBOTAN/SKORING UNTUK DATA SPM (STANDAR PELAYANAN MINIMAL) JALAN TOL JAKARTA-BOGOR TAHUN 2014 Kuisioner PERHITUNGAN PEMBOBOTAN/SKORING UNTUK DATA SPM (STANDAR PELAYANAN MINIMAL) JALAN TOL JAKARTA-BOGOR TAHUN 2014 1. Identitas dan jawaban dari setiap responden akan di jamin ke rahasiaannya dan tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tangerang sebagai salah satu wilayah satelit dari ibukota Jakarta mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor pertumbuhan penduduk,

Lebih terperinci

TATA CARA PENGUKURAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL

TATA CARA PENGUKURAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16 /PRT/M/2014 TENTANG STANDAR MINIMAL TATA CARA PENGUKURAN STANDAR MINIMAL STANDAR MINIMAL CARA ALAT YANG DIGUNAKAN Perkerasan Jalur 1. Kondisi Jalan

Lebih terperinci

EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA

EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA Amelia Makmur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Tanjung Duren Raya 4, Jakarta Barat 11470

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Tol 2.1.1 Definisi Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol, sementara

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol Menurut BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol)

BAB III LANDASAN TEORI Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol Menurut BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol Menurut BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) Kondisi Jalan Tol No Indikator Tolok Ukur 1 Kekesatan > 0,33 µm 2 Kerataan IRI < 4 m/km 3 Lubang

Lebih terperinci

Gambar 1 Struktur Hierarki

Gambar 1 Struktur Hierarki EVALUASI PRIORITAS SPM (STANDAR PELAYANAN MINIMUM) JALAN TOL JAGORAWI DARI SISI PENGGUNA, PENGELOLA JALAN TOL DAN AHLI TRANSPORTASI MELALUI PEMBOBOTAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS* Alexsander

Lebih terperinci

EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA

EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA Amelia Makmur Fakultas Teknik & Ilmu Komputer Univ. Kristen Krida Wacana Jln. Tanjung Duren Raya 4, Jakarta Barat, 11470 Telp:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian negara harus ditingkatkan agar tidak terpuruk karena adanya perdagangan bebas, cara untuk memperkuat perekonomian Negara adalah dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN

BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN 2005 A. Analisis Implementasi Hak Keamanan Konsumen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Jalan Tol Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005, yang dimaksud dengan jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian maka perlu dibuat suatu metodologi penelitian yang dapat dilihat melalui flow chart berikut : Mulai Perumusan Masalah dan Penetapan Tujuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai 19 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah juga yang sering terjadi di Jalan Tanjakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah yang juga sering terjadi di Jalan Wonosari,

Lebih terperinci

Tutorial Sederhana Expert Choice 2000

Tutorial Sederhana Expert Choice 2000 Tutorial Sederhana Expert Choice 2000 Assalammu alaikum, Salam sejahtera teman-temanku yang berbahagia, Semoga kita semua dalam lindungan ALLAH SWT, AMIN. Berkenaan tentang butuhnya penulis dan rekan-rekan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL LINGKAR LUAR JAKARTA (JORR) I E1 SEKSI

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

Data untuk Pelayanan Publik yang Lebih Baik

Data untuk Pelayanan Publik yang Lebih Baik Data untuk Pelayanan Publik yang Lebih Baik D. Hari Pratama Divisi IT JSMR Bandung, 26 September 2014 Daftar Isi Sekilas Jasa Marga 2 Regulasi Saat Ini 3 Track Record pada Industri Jalan Tol di Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA JALAN TOL JAGORAWI PADA PT. JASA MARGA (PERSERO) Oleh I MADE ARDHIKA H

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA JALAN TOL JAGORAWI PADA PT. JASA MARGA (PERSERO) Oleh I MADE ARDHIKA H ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA JALAN TOL JAGORAWI PADA PT. JASA MARGA (PERSERO) Oleh I MADE ARDHIKA H24103100 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 147 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian Analisis Kelaikan Fungsi Jalan Secara Teknis dengan Metode Kuantitatif dimaksudkan untuk menilai fungsi suatu ruas jalan ditinjau dari segi teknis.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS TOL CIKAMPEK PURWAKARTA PADALARANG (CIPULARANG)

Lebih terperinci

TINJAUAN KECEPATAN KENDARAAN PADA WILAYAH ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PEKANBARU 1

TINJAUAN KECEPATAN KENDARAAN PADA WILAYAH ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PEKANBARU 1 TINJAUAN KECEPATAN KENDARAAN PADA WILAYAH ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PEKANBARU 1 Lusi Dwi Putri, 2 Fitridawati Soehardi, 3 Alfian Saleh 1,2,3 Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru E-mail:lusidwiputri@unilak.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sektor transportasi sangat mempengaruhi lajunya pembangunan. Transportasi dengan bermacam jenis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Keselamatan jalan adalah upaya dalam penanggulangan kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang tidak hanya disebabkan oleh faktor kondisi kendaraan maupun pengemudi,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN JALAN TOL CIREBON (PALIMANAN KANCI)

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Inspeksi Keselamatan Jalan Tingginya angka lalu lintas, maka salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan Inspeksi Keselamatan Jalan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Lokasi yang dipilih untuk dilakukan penelitian tentang daerah rawan kecelakaan ini yaitu ruas jalan tol Jakarta Cikampek. Lokasi ini dipilih

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia

Lebih terperinci

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN RAMBU-RAMBU LALU LINTAS,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL SEMARANG (SEKSI A, SEKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Tol dan Pintu Tol Jalan tol merupakan suatu lintasan jalan yang memberikan alternatif pergerakan kendaraan dan barang intra maupun antar kota secara lebih cepat

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5 Pada bab ini akan diuraikan analisis data dari hasil survei primer dan sekunder yang dilakukan pada Studi Evaluasi Lokasi Black Spot di Jalur Utara dan Selatan Pulau Jawa dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas antar suatu daerah dengan daerah lainnya, baik itu barang maupun manusia. Seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kecelakaan Lalu Lintas Pertumbuhan penduduk, kenaikan pendapatan masyarakat, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, pemekaran kota, dan peningkatan aktivitas sosial ekonomi sangat

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Belmera.

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Belmera. 12 BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Belmera. PT. Jasa Marga (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan didirikan di Jakarta berdasarkan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA Dwi Prasetyanto 1, Indra Noer Hamdhan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, Cabang Belmera adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan di Jakarta berdasarkan akte Notaris Kartini Muljadi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 Tentang: JALAN TOL Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii ABSTRAK Tingginya volume lalu lintas berpengaruh terhadap angka kecelakaan dan yang paling rentan menjadi korban kecelakaan adalah anak-anak sekolah. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Badung memberi perhatian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA SIMPANG SUSUN STA 15 + 400 JALAN

Lebih terperinci

Keselamatan Jalan Raya

Keselamatan Jalan Raya Keselamatan Jalan Raya Achri Taufiqurrohman 101910301061 Penanganan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas berdasarkan peraturan PU STRATEGI PENINGKATAN KESELAMATAN JALAN a. pencegahan kecelakaan b. pengurangan

Lebih terperinci

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA TUGAS AKHIR Program S1 Oleh I DEWA AYU SRI EKA YADNYANI ( 0219151052 ) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK 2009 PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jalan Tol Jalan tol merupakan suatu sarana berbayar yang ditujukan bagi setiap pengguna kendaraan yang ingin melakukan perjalanan jarak dekat maupun jarak jauh, agar mendapatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, MENIMBANG : a. bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan fasilitas perlengkapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inspeksi Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, memuat bahwa (Inspeksi Keselamatan Jalan) IKJ merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : A. Karakteristik kecelakaan berdasarkan beberapa klasifikasi

Lebih terperinci

Pendidikan Responden

Pendidikan Responden BAB IV BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini meliputi para panitia pengadaan barang/jasa, serta jajaran dinas teknis terkait dengan pengadaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Wilayah Studi Daerah rawan kecelakaan adalah daerah yang mempunyai angka kecelakaan tinggi, resiko kecelakaan tinggi dan potensi kecelakaan tinggi pada suatu ruas jalan. Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian PT Jasa Marga (Persero) merupakan sektor transportasi, khususnya di transportasi darat, dan salah satu pelopor penyelenggara jalan bebas hambatan. Jalan bebas

Lebih terperinci

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gerbang Tol Kopo merupakan salah satu pintu bagi kendaraan yang akan masuk ataupun keluar dari kota Bandung, Selain itu Gerbang Tol Kopo merupakan akses pergerakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan perpindahan barang dan manusia dari suatu tempat ke tempat lain. Adanya pasaran suatu produk dan penanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum U-Turn Secara harfiah gerakan u-turn adalah suatu putaran di dalam suatu sarana (angkut/kendaraan) yang dilaksanakan dengan cara mengemudi setengah lingkaran

Lebih terperinci

2) K-Type injury accident : mengakibatkan luka yang mengeluarkan banyak

2) K-Type injury accident : mengakibatkan luka yang mengeluarkan banyak BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Karakteristik Kecelakaan Menurut Fachrurrozy (2001) beberapa karakteristik kecelakaan yang diperlukan dalam analisis kecelakaan lalu lintas adalah : 1. Berdasarkan tingkat kecelakaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2006 T E N T A N G MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS JALAN DALAM KOTA PANGKALPINANG DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA JALAN TOL BOGOR RING ROAD SEKSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Kecelakaan. 1. Jumlah kecelakaan dan jumlah korban kecelakaan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Kecelakaan. 1. Jumlah kecelakaan dan jumlah korban kecelakaan BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Kecelakaan 1. Jumlah kecelakaan dan jumlah korban kecelakaan Data dari Kepolisian Resort Sleman, terhitung dari tahun 2014 sampai dengan 2016 pada ruas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN 1. KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN 1. KUESIONER PENELITIAN 106 Identitas Responden: Nama : Umur : Jabatan : KUESIONER KEPENTINGAN DIMENSI PEMASOK EVALUASI PEMASOK SEMEN, BATU BATA DAN PASIR DENGAN METODE AHP PADA CV. BAGIYAT MITRA

Lebih terperinci

Bab 15 Menggunakan Menu Navigasi Berupa Switchboard dan Form

Bab 15 Menggunakan Menu Navigasi Berupa Switchboard dan Form Bab 15 Menggunakan Menu Navigasi Berupa Switchboard dan Form Pokok Bahasan Membuat dan Menggunakan Switchboard Membuat Menu Navigasi Berupa Form Untuk memudahkan navigasi semua obyek pada file database

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Jalan tol sebagai jalan bebas hambatan memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan jalan biasa. Akses terbatas dengan persilangan tak sebidang, kecepatan rata rata

Lebih terperinci

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK Eka Agus Sugito 1 )., Syafaruddin As 2 ).,Siti Nurlaily 2 ) madridgito@gmail.com

Lebih terperinci

KAJIAN PENYEDIAAN LAJUR SEPEDA DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

KAJIAN PENYEDIAAN LAJUR SEPEDA DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA KAJIAN PENYEDIAAN LAJUR SEPEDA DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Yoga Pranata, Yudha Kiago Setyawan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan M.T. Haryono 167, Malang 65145 Email:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol (Pasal 1 UU No. 15

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Tabulasi Data Derajat Kepentingan Kebutuhan Pelanggan. Pengaturan (Alignment)

LAMPIRAN. Tabulasi Data Derajat Kepentingan Kebutuhan Pelanggan. Pengaturan (Alignment) 236 LAMPIRAN Lampiran I Tabulasi Data Derajat Kepentingan Kebutuhan Pelanggan no. Kemudahan Perawatan Fase Mengayun Halus Kemudahan Pengaturan (Alignment) Ruang Gerak Lebih Kenyamanan 1 3.0 4.0 5.0 4.0

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM Bab ini akan menjelaskan analisa sistem dan perancangan sebuah aplikasi desktop untuk pendataan bayi dan analisa kesehatan dengan mengimplementasikan algoritma Analitycal

Lebih terperinci

KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE

KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE Wesli 1), Said Jalalul Akbar 2) 1), 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: 1) ir_wesli@yahoo.co.id;

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam rangka menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuannya adalah untuk mengarahkan proses berpikir untuk menjawab

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR A.1. A.1.1. A.1.1.1. Lajur Lalu-lintas A.1.1.2. Bahu A.1.1.3. Median A.1.1.4. Selokan Samping UJI FUNGSI TEKNIS GEOMETRIK Potongan melintang badan jalan Lebar lajur Fungsi jalan Jumlah lajur Arus Lalu-lintas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 12, 1990 (ADMINISTRASI. PERSERO. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3405)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN 4.1 PENDAHULUAN Sebagaimana telah disebutkan pada bagian terdahulu, penelitian dilakukan di jalan tol Jakarta-Cikampek yang dikelola oleh PT. Jasa Marga (Persero) Cabang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

Lebih terperinci

Kecelakaan Lalu Lintas Indonesia

Kecelakaan Lalu Lintas Indonesia Manajemen Keselamatan Lalu Lintas Mata Kuliah Manajemen Lalulintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Kecelakaan Lalu Lintas Indonesia Jumlah kecelakaan > 67.000 kecelakaan (2010) Jumlah korban

Lebih terperinci

Aplikasi Surat Keluar Masuk Versi 1.0

Aplikasi Surat Keluar Masuk Versi 1.0 Aplikasi Surat Keluar Masuk Versi 1.0 1 Implementasi Bagian ini menjelaskan kebutuhan pengguna untuk membuat Aplikasi Surat Keluar Masuk Studi Kasus Biro Kerjasama Dan Kemahasiswaan Bagian ini juga menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Klasifikasi Fungsi Jalan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci