PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb PADA GINJAL DAN DAGING PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb PADA GINJAL DAN DAGING PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb PADA GINJAL DAN DAGING PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER EFFECT OF CHITOSAN ON Pb CONTENT IN KIDNEY AND MEAT OF GROWING QUAIL (Coturnix-Coturnix japonica) Sri Sulastri*, Kurnia A. Kamil**, An An Yulianti** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjdjaran ABSTRAK Penelitian tentang Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Logam Berat Pb pada Ginjal dan Daging Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Fase Grower ini telah dilaksanakan di Kandang Percobaan Laboratorium Ternak Unggas selama 40 hari pada bulan Maret hingga April Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kitosan dalam ransum terhadap kandungan logam berat Pb pada ginjal dan daging puyuh (Coturnix-coturnix japonica) fase grower. Pembedahan dan pengambilan sampel dilakukan di Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, sedangkan untuk analisis mineral dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Lingkungan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan yaitu P0=0 ppm, P1=50 ppm, P2=100 ppm, P3=150 ppm, P4=200 ppm, dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan hubungan antara perlakuan dengan peubah yang diamati, dilakukan analisis Polinomial Ortogonal, sedangkan untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan digunakan kontras ortogonal. Pemberian kitosan ditambahkan kedalam ransum dan pemberian Pb dilarutkan dalam air minum sebesar 100 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kitosan berpengaruh nyata menurunkan kandungan Pb dalam ginjal dan daging puyuh. Pada ginjal puyuh dosis 150 ppm kitosan merupakan dosis terbaik, sedangkan pada daging, dosis 200 ppm kitosan merupakan dosis terbaik mampu menurunkan kandungan logam berat Pb. Kata Kunci : Pb, Ginjal, Daging, Puyuh, Kitosan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 1

2 ABSTRACT A Research of the Effect of Chitosan on the Content of Lead (Pb) in Kidney and Meat of Growing Quail (Coturnix-Coturnix japonica) was done in the Experimental Cage, Laboratory of Poultry for 40 days in March until April The research was aimed to determine the effect of chitosan in rations on the lead content of Pb in kidney and meat of growing quail (Coturnix-Coturnix japonica). Surgery and sampling was conducted at the Laboratory of Animal Physiology and Biochemistry, Faculty of Animal Science, Padjadjaran University, while for mineral analysis carried on the Laboratory of Dairy Nutrition, Faculty of Animal Science, Bogor Agriculture Institut (IPB). The method used in this research was a completely randomized design with 5 treatments, P0 = 0 ppm, P1 = 50 ppm, P2 = 100 ppm, P3 = 150 ppm, P4 = 200 ppm, and each treatment was repeated 5 times. To determine the effect of treatment and the relationship between treatment with the observed variables, analysis Orthogonal polynomial, while to know the differences among treatments used orthogonal contrasts. Chitosan was added to rations and the provision 100 ppm of Pb dissolved in the drinking water. The results showed that the chitosan significantly reduced the content of Pb in kidney and meat of growing quail. At a dose of 150 ppm of chitosan in kidney of growing quail is the best dose, while in the flesh, a dose of 200 ppm of chitosan is the best dose due to able to reduce the content of lead (Pb). keywords: pb, kidney, meat, quail, chitosan I. PENDAHULUAN Meningkatnya perkembangan sektor industri di Indonesia merupakan sarana untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat, tetapi dilain pihak muncul masalah pencemaran/polusi misalnya pencemaran air akibat limbah cair industri yang dibuang ke dalam saluran air. Pencemaran air dapat merusak kelestarian lingkungan, keseimbangan sumber daya alam dan berkembangbiakanya bibit penyakit sehingga air tersebut tidak layak dikonsumsi. Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam berat tersebut oleh manusia. Limbah cair dari berbagai industri seperti industri pupuk, pengecoran logam, pelapisan logam, pestisida, penyamakan kulit, industri cat, industri batu baterai, umumnya mengandung senyawa-senyawa logam. Disamping itu, limbah dari tempat pembuangan sampah dengan sistem penimbunan, aliran permukaan dari kawasan pertanian (pemakaian pupuk dan pestisida) juga memberikan kontribusi terhadap pencemaran logam. Logam berat berbahaya pada makhluk hidup jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada lingkungan (dalam air, tanah dan udara) karena logam tersebut memiliki sifat yang dapat merusak jaringan tubuh makhluk hidup. Pencemaran lingkungan oleh logam Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2

3 logam berbahaya misalnya Timbal (Pb) dapat terjadi jika didalam pengelolaan pabrik yang menggunakan logam tersebut dalam proses produksinya tidak memperhatikan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan). Tubuh apabila tercemar Pb dapat mengganggu kerja enzim oksidase akibatnya akan menghambat sistem metabolisme sel, yaitu menghambat sintesis protein, toksisitas Pb mempengaruhi kandungan logam esensial seperti Besi (Fe), Kalsium (Ca), Seng (Zn), Selenium (Se), Tembaga (Cu), dan Khrom (Cr). Pada umumnya, defisiensi mineral esensial tersebut dapat meningkatkan absorpsi Pb sehingga menyebabkan keracunan. (Darmono, 1995). Penyebaran atau distribusi Pb dalam jaringan tubuh tergantung pada jalur masuknya mineral dalam tubuh dan bentuk kimia mineral. Jumlah relatif mineral timbal dibeberapa jaringan tubuh bervariasi tergantung lama dan banyaknya mineral ini masuk kedalam tubuh. Timbal jika sudah masuk kedalam tubuh akan didistribusikan oleh darah yang hampir semuanya ada dalam eritrosit. Hampir semua Pb dideposit dalam tulang (90%) dan lainnya dalam jaringan lemak terutama hati dan ginjal (M.C. Linder, 1992). Pb yang masuk melalui dinding usus akan menuju ke tulang dan ginjal. Pada awalnya Pb dideposit dalam tulang sampai dicapai batas ambang, kemudian Pb dideposit dalam jaringan-jaringan lain terutama ginjal dengan kecepatan turnover yang lambat. Sel-sel tubuli ginjal merupakan target yang dituju aktivitas resorpsinya sehingga akan menyebabkan glukosuria dan aminoasiduria. Kerusakan ginjal juga menyebabkan hipertensi. Protein pengikat Pb ( dalton) dalam otak dan ginjal dapat merupakan tanda adanya pengaruh keracunan Pb dalam jaringan tersebut. Pb menggantikan kalsium dalam protein sitosol sehingga dapat mengganggu kerja kalsium. Masyarakat di negara maju dan berkembang mempunyai tingkat konsumsi cukup tinggi terhadap daging. Pb juga dapat mencemari daging ternak. Pakan dan air minum ternak dapat tercemar oleh Pb. Toksisitas logam pada hewan komersial biasanya berpengaruh terhadap produksi, juga menimbulkan residu logam dalam tubuh ternak, sehingga jika daging ternak tersebut dikonsumsi oleh manusia akan menyebakan gangguan kesehatan pada manusia. Puyuh merupakan ternak yang sudah banyak dikembangbiakkan dan dapat menjadi sumber protein hewani. Daging dan telur puyuh sudah lazim dikonsumsi oleh masyarakat, namun tidak dapat dipungkiri cemaran dari logam berat untuk masuk kedalam tubuh puyuh dapat terjadi baik melalui air, pakan ataupun udara. Jika dikonsumsi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 3

4 secara terus menerus dapat terakumulasi dan membahayakan tubuh. Upaya untuk mencegah cemaran logam berat kedalam tubuh dapat dilakukan berbagai cara salah satunya dengan menggunakan bahan atau zat tertentu yang dapat menyerap kandungan logam berat didalam tubuh. Salah satu zat yang dapat digunakan untuk menyerap logam berat di dalam tubuh ternak adalah kitosan, yang merupakan hasil deastilasi dari kitin. Secara prinsip proses utama dalam pembuatan kitosan meliputi penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut deproteinasi dan deamineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Logam Berat Pb Pada Ginjal dan Daging Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica) Fase Grower. II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 BAHAN Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah burung puyuh betina fase grower sebanyak 100 ekor. Adapun bahan analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu daging puyuh, ginjal puyuh, Pb Asetat, kitosan, Asam Nitrat (HNO 3 ), Asam Perkhlorat (HclO 4 ) 2.2 METODE PENELITIAN 1. Tahap persiapan Tahap persiapan ini dimulai dengan mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan selama penelitian serta membersihkan kandang, fumigasi dan sanitasi kandang terlebih dahulu dengan cara pengkapuran dinding dan lantai serta penyemprotan disinfektan. 2. Adaptasi Puyuh yang telah diambil dari tes farm ditimbang berat badannya serta diberi wing tag kemudian dimasukkkan ke dalam kandang dan diberi vitachik supaya puyuh tetap vit. Kemudian diberikan ransum dan air minum biasa selama 1 minggu untuk masa pengadaptasian dalam perlakuan. 3. Tahap Penelitian Ternak penelitian adalah burung puyuh betina fase grower sebanyak 100 ekor terdiri dari 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Terdapat 5 kandang percobaan dan setiap kandang terdiri dari 5 flock. Setiap flock berisi 4 ekor puyuh. Pada analisis data hanya Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 4

5 diambil 3 ekor dari setiap flock dan diambil 4 ulangan, karena sudah mewakili sampel dan sisanya digunakan untuk penelitian lain. Pemberian Pb dilakukan dengan cara dilarutkan dalam air minum dengan dosis 100 ppm, sedangkan untuk pemberian kitosan dicampurkan dengan pakan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan sebagai perlakuan. Pakan dan air minum diberikan selama 24 jam. 4. Analisis Sampel Ternak yang telah dipelihara selama penelitian kemudian dipotong di Kandang Percobaan Ternak Unggas kemudian diambil bagian ginjal dan daging sebagai sampel untuk dianalisis. Analisis kandungan Pb dilakukan di Laboratorium Ternak Perah Institut Pertanian Bogor. 4.1 Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah Pb pada ginjal dan daging puyuh. Puyuh yang telah dipotong kemudian dibedah menggunakan pisau. Sampel diambil bagian ginjal dan daging. Ginjal puyuh diambil semua dari sebelah kiri dan kanan. Daging puyuh yang dijadikan sampel diambil dari bagian paha dan dada. Masing-masing sampel dipisahkan dan ditimbang, kemudian diberi label. Metode Analisis kandungan Pb pada sampel yaitu masing-masing sampel yang telah diberi kode dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 1 gram, ditambahkan 5 ml asam nitrat p.a, dan 1 ml asam perkhlorat p.a, didiamkan satu malam. Besok hari dipanaskan pada suhu 100 C selama 1 jam 30 menit, suhu ditingkatkan menjadi 130 C selama 1 jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 150 C selama 2 jam 30 menit (sampai uap kuning habis, bila masih ada uap kuning, waktu pemanasan ditambah lagi). Setelah uap kuning habis, suhu ditingkatkan menjadi 170 C selama 1 jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 200 C selama 1 jam (terbentuk uap putih). Destruksi selesai dengan terbentuknya endapan putih. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 10 ml, lalu dikocok. Tahap terakhir yaitu mengukur kandungan Pb menggunakan mesin AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 5

6 2.3 ANALISIS DATA Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah experimental dengan Rancangan Lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL), sedangkan untuk analisis statistik dan melihat pola hubungan antara perlakuan dengan peubah yang diamati digunakan polinomial ortogonal, dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan digunakan kontras ortogonal. Adapun perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: P0: pakan tanpa kitosan P1 : kitosan dalam ransum sebanyak 50 ppm P2 : kitosan dalam ransum sebanyak 100 ppm P3: kitosan dalam ransum sebanyak 150 ppm P4: kitosan dalam ransum sebanyak 200 ppm III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Logam Berat Pb pada Ginjal Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) Fase Grower Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian kitosan terhadap kandungan Pb pada ginjal Puyuh (coturnix-coturnix japonica) fase grower dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Pb pada Ginjal Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) Fase Grower. Ulangan Konsentrasi Pb Pada Ginjal Puyuh (ppm) P0 P1 P2 P3 P4 Total Total Rata-rata Keterangan P0 : ransum tanpa kitosan P1 : 50 ppm kitosan dalam ransum P2: 100 ppm kitosan dalam ransum P3: 150 ppm kitosan dalam ransum P4: 200 ppm kitosan dalam ransum Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 6

7 Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa terdapat kecenderungan penurunan kandungan Pb dalam ginjal puyuh seiring dengan tingkat pemberian kitosan. Rataan konsentrasi Pb terendah terdapat pada perlakuan P3 dan P4 yaitu masing-masing sebesar ppm sedangkan kandungan Pb tertinggi dicapai oleh perlakuan P0 sebesar ppm (tanpa pemberian kitosan). Peranan kitosan sebagai adsorben terlihat dengan jelas sesuai dengan tingkat pemberian. Pada perlakuan P0 (tanpa kitosan) dan pemberian kitosan sampai tingkat 100 ppm ternyata masih dapat terakumulasi didalam ginjal sedangkan pemberian mulai 150 ppm, kitosan sudah dapat mengadsorpsi Pb secara maksimal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa jika Pb masuk kedalam ginjal, kadar Pb dalam ginjal cukup tinggi, hal ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih beresiko daripada jaringan tubuh lain. Selanjutnya hasil pemeriksaan secara makroskopis tersebut, organ ginjal tampak pucat sedangkan organ lain normal, secara mikroskopis pada epitel tubulus kontortus proksimal ginjal terlihat degenerasi, hiperplasia, dan terlihat bendabenda inklusi dalam inti sel. Terdapat pula vakuolisasi duktus kolektivus, dilatasi lumen disertai akumulasi sel debris dan pelebaran ruangan bowman, semua ini menunjukkan gejala dari penurunan fungsi ginjal (Hariono, 2005). Salah satu fungsi ginjal adalah mengekskresikan zat buangan seperti urea, asam urat, kreatinin dan zat lain yang bersifat racun. Apabila Pb dapat masuk dan terakumulasi pada ginjal, karena tidak tersaring oleh membran fitrasi pada ginjal, fungsi membran akan terhambat karena Pb yang masuk secara terus menerus (Wulangi, 1993). Membran filtrasi yang normal tidak dapat ditembus oleh protein yang terdapat dalam plasma darah. Lolosnya suatu zat menembus membran filtrasi, diakibatkan oleh keadaan yang tidak normal seperti anoreksia dan terdapat macam-macam zat yang bersifat racun (Edens dan Garlich, 1983). Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh pemberian kitosan terhadap kandungan Pb pada ginjal puyuh dilakukan analisis Polinomial Ortogonal. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa pemberian kitosan berpengaruh nyata terhadap kandungan Pb pada ginjal puyuh (P<0.05). Hal ini disebabkan karena kitosan mempunyai fungsi yang dapat mengikat Pb secara optimal sampai batas 150 ppm, dan semakin tinggi tingkat pemberian kitosan semakin rendah kandungan Pb dalam ginjal. Ini menunjukkan bahwa pemberian tingkat 150 ppm kitosan mempunyai daya serap yang maksimal. Penyerapan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 7

8 ini terjadi pada saluran pencernaan. Hasil Penelitian Huang dkk., (2005) menyatakan bahwa pemberian kitosan pada level 50,100 dan 150 mg dapat meningkatkan daya cerna dan penyerapan nutrisi pada ternak ayam broiler. Berarti Pb yang dapat menghambat daya cerna dapat diikat oleh kitosan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hanna (2015), tentang Efektifitas Kitosan Sebagai Adsorben Logam Berat pada Gambaran Anatomi Ginjal Mencit (Mus Musculus L) yang Diinduksi Plumbum Asetat. Kitosan dapat mengikat Pb karena berifat polielektrolit, yang ditandai dengan tidak terjadinya fibriosis interstitialis kronis pada gambaran histopatologi ginjal mencit. Terjadinya kerusakan tubulus ginjal mencit Balb/c ini setelah dipapar Pb, sesuai dengan teori bahwa proses ekskresi Pb yang berlangsung di ginjal dapat menimbulkan dampak buruk bagi ginjal itu sendiri (Robbins SL, 1995). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa macam faktor yang salah satunya adalah walaupun berat ginjal hanya sekitar 0,5% dari total berat badan, tetapi ginjal menerima darah sebesar 20%-25% dari curah jantung melalui arteri renalis. Tingginya aliran darah yang menuju ginjal inilah yang menyebabkan berbagai macam obat, bahan kimia, dan logam- logam berat dalam sirkulasi sistemik dikirim ke ginjal dalam jumlah yang besar. Zat-zat toksik ini akan terakumulasi di ginjal dan menyebabkan kerusakan bagi ginjal itu sendiri (Schnellman RG, 2001). Mencegah hal tersebut terjadi, pemberian kitosan ini efektif menyerap logam berat pada ginjal puyuh. Selanjutnya untuk mengetahui pola hubungan diantara perlakuan dilakukan dengan uji kontras ortogonal. Dari hasil uji tersebut terdapat pengaruh nyata pemberian kitosan terhadap kandungan Pb pada ginjal puyuh yang ditunjukkan dengan model persamaan linear Y= (Ilustrasi 1), yang berarti bahwa setiap penambahan dosis sebesar satu unit/50 ppm kitosan akan menurunkan kandungan Pb sebesar -0,0014. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 8

9 Kandungan Pb Dalam Ginjal Pengaruh Pemberian Kitosan.Sri Sulastri 1,2 1 Kandungan Pb Ginjal 0,8 0,6 0,4 y=-0,0014x+0,946 0, Tingkat Perlakuan Ilustrasi 1. Kandungan Pb pada Ginjal Puyuh Berdasarkan ilustrasi diatas terlihat terjadinya penurunan kandungan Pb dalam ginjal puyuh dari perlakuan P0 sampai P4. Semakin tinggi pemberian kitosan dalam ransum menghasilkan kandungan Pb yang semakin rendah, dan penurunan tersebut dimulai dari tingkat pemberian 50 ppm. Penurunan mulai tampak stabil mulai dari pemberian P3 (150 ppm), memberikan pengaruh terhadap kandungan Pb yang semakin menurun. Pb yang masuk kedalam tubuh puyuh sebelum sampai ke ginjal akan diikat oleh kitosan didalam saluran pencernaan kemudian dikeluarkan melalui feses sehingga Pb tidak masuk kedalam ginjal. Usus merupakan organ tempat adsorpsi produk pencernaan, penyerapan zat-zat makanan terjadi di ileum, glukosa, vitamin yang larut dalam air, asam amino, dan mineral setelah diserap oleh vili usus halus, akan dibawa oleh pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh, namun ketika kitosan sama-sama masuk ke dalam usus maka Pb akan diserap oleh kitosan. Pb pada saluran pencernaan dalam bentuk terlarut, diabsorpsi sekitar 1 10% melalui dinding saluran pencernaan, sistem darah porta hepatis (dalam hati) membawa Pb untuk dideposisi dan sebagian lagi dibawa darah serta didistribusikan ke dalam jaringan dan sebagian Pb yang telah melalui rute metabolisme diekskresikan melalui urine dan feses (Darmono, 1995). Prinsip dasar dalam mekanisme pengikatan antara kitosan dan logam berat adalah prinsip penukar ion. Pb ketika direaksikan dengan kitosan akan membentuk endapan (terkoagulasi). Hal ini sesuai dengan pernyataan Mella (2013) bahwa membran kitosan mampu mengadsorpsi ion Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 9

10 logam dan Pb. Laksono (2010), menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh pengaruh dari ion logam Pb yang telah berikatan dengan membran kitosan. Gugus amina khususnya nitrogen dalam kitosan akan beraksi dan mengikat logam dari limbah cair. Kitosan sebagai polimer kationik yang dapat mengikat logam dimana gugus amino yang terdapat pada kitosan berikatan dengan logam dapat membentuk ikatan kovalen (Margnarof, 2003). 3.2 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Logam Berat Pb pada Daging Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) Fase Grower Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian kitosan terhadap kandungan Pb pada daging puyuh (Coturnix-coturnix japonica) fase grower dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Pb pada Daging Puyuh (coturnix-coturnix japonica) Fase Grower. Ulangan Keterangan P0 : ransum tanpa kitosan P1 : 50 ppm kitosan dalam ransum P2: 100 ppm kitosan dalam ransum P3: 150 ppm kitosan dalam ransum P4: 200 ppm kitosan dalam ransum Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa terdapat kecenderungan penurunan kandungan Pb pada daging seiring dengan pemberian tingkat kitosan. Dari data di atas kadar Pb tertinggi terdapat pada P0 yang tidak diberi kitosan dalam ransum yaitu sebesar dan kadar Pb paling rendah dicapai pada P4 sebesar 0.724, dengan kata lain seiring dengan pemberian kitosan yang semakin tinggi maka Pb semakin sedikit yang dideposit pada daging. Konsentrasi Pb pada Daging (ppm) P0 P1 P2 P3 P4 Total R R R R Total Rata-Rata Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 10

11 Sistem peredaran darah akan membawa sari-sari makanan ke seluruh tubuh. Menurut Jan Kolman (2000), salah satu fungsi darah merupakan alat transfor, gas oksigen dan karbondioksida ditrasfor oleh darah. Darah mengangkut zat-zat makanan yang diserap dari usus ke dalam hati dan organ-organ lainnya, sehingga organ-organ tetap terpelihara dengan baik, selain itu darah mengambil produk akhir metabolisme dari jaringan. Begitu pun dengan Pb yang masuk kedalam tubuh ternak terlebih dahulu akan diserap oleh kitosan di dalam sistem pencernaan, namun Pb yang lolos maka darah akan menyebarkannya sampai pada daging dan di deposit dalam daging. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan Polinomial Ortogonal. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kitosan dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kandungan logam berat pada daging puyuh. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kitosan mempengaruhi penyerapan Pb yang dapat mencemari daging. Berdasarkan informasi dari jurnal pangan dan gizi tahun 2010 pada bagian paha, Pb juga terdeteksi dalam konsentrasi yang cukup besar, hal ini dapat disebabkan oleh tingginya aktivitas metabolisme pada bagian paha (jaringan otot) yang memungkinkan jaringan ini lebih banyak terpapar oleh logam berat karena lancarnya aliran darah ke daerah tersebut, namun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kitosan mampu menyerap Pb sehingga menurunkan kadar Pb pada daging puyuh. Jika Pb terakumulasi dalam daging dapat menyebabkan kesehatan terganggu seperti terjadinya anemia, kanker dan lain sebagainya. Peran adanya kitosan maka Pb yang berpotensi terakumulasi dalam daging dapat diikat atau diserap terlebih dahulu didalam saluran pencernaan kemudian dikeluarkan melalui feses. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 11

12 Kandungan Pb dalam Daging Pengaruh Pemberian Kitosan.Sri Sulastri Untuk mengetahui hubungan dari perlakuan dilakukan uji Kontras Ortogonal dengan hasil seperti pada Ilustrasi 2. 0,86 0,84 0,82 0,8 0,78 0,76 0,74 0,72 0,7 Kandungan Pb Daging y=-0,0006x+0, Tingkat Perlakuan Ilustrasi 2. Kandungan Pb pada Daging Puyuh Pada Ilustrasi 2 di atas tampak bahwa pengaruh perlakuan kitosan terhadap kandungan Pb dalam daging berpengaruh nyata yang ditunjukkan oleh model regresi linear dengan persamaan Y= -0,0006x + 0,8416. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk keperluan pendugaan respon konsentrasi Pb pada daging sebagai akibat pemberian kitosan dalam ransum. Persmaan tersebut mempunyai arti setiap penambahan dosis 50 ppm akan menurunkan kandungan Pb sebesar -0,0006. Pb yang terakumulasi pada daging menjadi sedikit karena dapat diserap oleh kitosan pada saluran pencernaan. Pb pada saluran pencernaan dalam bentuk terlarut, diabsorpsi sekitar 1 10% melalui dinding saluran pencernaan, sistem darah porta hepatis (dalam hati) membawa Pb untuk dideposisi dan sebagian lagi dibawa darah serta didistribusikan ke dalam jaringan, melalui proses metabolisme, selanjutnya darah akan menyebarkannya keseluruh tubuh dan memberikan efek terakumulasinya Pb dalam daging. Akumulasi pada jaringan tubuh dapat menimbulkan keracunan pada ternak apabila melebihi batas toleransi (Wardyahyani, 2006). Berdasarkan analisis di atas terdapat perbedaan yang signifikan diantara perlakuan. Penurunan kadar Pb mulai dari P1 hingga P4. Kadar Pb semakin kecil mulai dari P1 hingga P4. Konsentrasi penyerapan dosis kitosan yang maksimal terdapat pada P4 dengan kadar Pb terkecil yang dideposit dalam daging. Adsorpsi tergantung pada luas permukaan adsorben, semakin poros adsorben maka daya adsorpsinya semakin besar, Adsorben padat yang baik yaitu porositasnya tinggi, permukaanya sangat luas sehingga adsorpsi terjadi pada banyak tempat, Demikian juga untuk konsentrasi dan luas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 12

13 permukaan, semakin besar konsentrasi adsorbat maka semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi dan semakin besar luas permukaan adsorben, maka adsorpsinya juga semakin besar (Antuni dan Erfan, 2009). Hal ini menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi kitosan maka semakin banyak kandungan Pb yang terserap, maka pada P4 didapatkan hasil yang terendah kadar Pbnya. Penyerapan Pb didalam usus halus oleh kitosan ini memberikan daya serap yang maksimal. IV. bahwa KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan 1. Pemberian kitosan dalam ransum berpengaruh nyata mampu menurunkan kadar Pb pada ginjal dan daging puyuh. 2. Dosis terbaik didapat pada dosis 150 ppm (P3) pemberian kitosan mampu menurunkan kandungan Pb dalam ginjal puyuh, sedangkan pada dosis 200 ppm (P4) kitosan merupakan dosis terbaik menurunkan kandungan Pb pada daging puyuh. V. SARAN Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian kitosan terhadap logam berat selain logam berat Pb. UCAPAN TERIMAKASIH Penulisan artikel ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya artikel ini juga kepada Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan yang telah memberikan fasilitas pada saat penelitian berlangsung. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan. DAFTAR PUSTAKA Darmono, Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia, UI- PRESS. Edens, F. W dan Garlich Lead Induced Egg Production Descrease in Leghorn. Poultry. Science. Hariono B. Efek Pemberian Plumbum (Timah Hitam) Anorgani pada Tikus Putih (Rattus novergicus). J. Sain Vet. 2015; 2(23), Jan Koolman, Klaus-Heinrich Rohm Biokimia. Jakarta: Penerbit Hipokrates Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 13

14 Laksono, Endang Kajian terhadap Aplikasi Kitosan sebagai Adsorben Ion Logam Dalam Limbah Cair. Jurdik Kimia, FMIPA, UNY Karangmalang 55281, Yogyakarta Marganof Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadnium dan Tembaga) di Perairan. Insitut Pertanian Bogor Mella Roza, Gusnedi, dan Ratnawulan Kajian Sifat Konduktansi Membran Kitosan pada Berbagai Variasi Waktu Perendaman dalam Larutan Pb. Pada PILLAR OF PHYSICS, Vol. 1. April 2013, Universitas Negeri Padang Robbins SL, Kumar V. Buku Ajar Patologi II. 4th ed. Jakarta: EGC ;1995. Schnellman RG, Goldstein RS. Toxic Responses of Kidney. In Klaasen CD, editor. Casarett and Doull s Toxicology the Basic Sciences of Poisons. New York : The Mc Graw-Hill; P Wardhayani, Sutji, Analisis Risiko Pencemaran Bahan Toksik Timbal (Pb) pada Sapi Potong di Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Jatibarang Semarang. Magister Kesehatan Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Konsentrasi Kesehatan Lingkungan Industri. Semarang. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 14

15 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 15

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat membawa dampak bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif dari industriindustri salah satunya yaitu terbukanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat memprihatinkan. Pencemaran lingkungan oleh logam berat merupakan suatu proses yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) 48 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) Hasil penelitian kadar kalsium (Ca) pengaruh pemberian kitosan pada ginjal puyuh yang terpapar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb Rata-rata kadar Besi (Fe) darah puyuh hasil penelitian pengaruh pemberian kitosan dapat

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan,

Lebih terperinci

PENGARUH Pb-ASETAT DALAM AIR MINUM TERHADAP LEMAK DAN PROTEIN DAGING PUYUH (Coturnix coturnix japonica) FASE GROWER

PENGARUH Pb-ASETAT DALAM AIR MINUM TERHADAP LEMAK DAN PROTEIN DAGING PUYUH (Coturnix coturnix japonica) FASE GROWER PENGARUH Pb-ASETAT DALAM AIR MINUM TERHADAP LEMAK DAN PROTEIN DAGING PUYUH (Coturnix coturnix japonica) FASE GROWER THE EFFECT OF Pb-ACETATE IN DRINKING WATER ON THE FAT AND PROTEIN IN MEAT OF GROWING

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan eksperimental murni, dengan rancangan post-test control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN PLUMBUM (Pb) DARAH DAN HATI PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER

PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN PLUMBUM (Pb) DARAH DAN HATI PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN PLUMBUM (Pb) DARAH DAN HATI PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER THE EFFECT OF CHITOSAN TO LEAD (Pb) CONTENT IN BLOOD AND LIVER OF GROWING QUAIL

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL THE EFFECT OF TOFU WASTE MEAL IN RATIONS ON SLAUGHTER WEIGHTS, CARCASS WEIGHTS

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH MENGKUDU (Morinda Citrifolia L.) DALAM RANSUM TERHADAP RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR PADA PUYUH PETELUR (Coturnix Coturnix Japonica) Trisno Marojahan Aruan*, Handi Burhanuddin,

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - Desember Hewan coba

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - Desember Hewan coba BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - Desember 2016. Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit Mus musculus yang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran.

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tawas banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pangan. Tawas paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. Tujuan penambahan

Lebih terperinci

Pengaruh Kitosan terhadap Kalsium...Nielvy Riani Gaghana

Pengaruh Kitosan terhadap Kalsium...Nielvy Riani Gaghana PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KONSENTRASI KALSIUM (Ca) DALAM GINJAL DAN DAGING PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER YANG TERPAPAR TIMBAL (Pb) THE EFFECT OF CHITOSAN ON CALCIUM (CA) CONCENTRATION

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seluruh lapisan masyarakat indonesia. Kebutuhan akan minyak goreng setiap tahun mengalami peningkatan karena makanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994).

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi yang berhubungan dengan pembangunan di bidang industri banyak memberikan keuntungan bagi manusia, akan tetapi pembangunan di bidang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM Pb DAN Cr PADA AIR DAN SEDIMEN DI SUNGAI AO DESA SAM SAM KABUPATEN TABANAN

PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM Pb DAN Cr PADA AIR DAN SEDIMEN DI SUNGAI AO DESA SAM SAM KABUPATEN TABANAN PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM Pb DAN Cr PADA AIR DAN SEDIMEN DI SUNGAI AO DESA SAM SAM KABUPATEN TABANAN NI PUTU DIANTARIANI DAN K.G. DHARMA PUTRA Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana. ABSTRAK Telah diteliti

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM SENTUL THE EFFECT OF TOFU WASTE MEAL IN RATIONS ON PERFORMANCES OF SENTUL CHICKENS Dede Yusuf Kadarsyah*, Wiwin Tanwiriah **, Indrawati

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang baik di bidang peternakan, seperti halnya peternakan sapi potong. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air sangat penting untuk kehidupan, karena telah sama diketahui bahwa tidak satu pun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung terus tanpa tersedianya air

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) Defriana, Aditya Fridayanti, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri di Indonesia yang tumbuh dengan cepat dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan. Salah satu bahan pencemar yang

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 1. Fungsi sistem ekskresi adalah... Membuang zat sisa pencernaan Mengeluarkan enzim dan hormon Membuang zat sisa metabolisme tubuh Mengeluarkan

Lebih terperinci

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Effectiveness of Various Probiotics Product on the Growth and Production of Quail (Coturnix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA IKAN LELE (Clarias sp.) YANG DIBUDIDAYAKAN DI KOTA PEKALONGAN

ANALISIS LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA IKAN LELE (Clarias sp.) YANG DIBUDIDAYAKAN DI KOTA PEKALONGAN ANALISIS LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA IKAN LELE (Clarias sp.) YANG DIBUDIDAYAKAN DI KOTA PEKALONGAN Metha Anung Anindhita 1), Siska Rusmalina 2), Hayati Soeprapto 3) 1), 2) Prodi D III Farmasi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... ABSTRACT... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang... 1

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... ABSTRACT... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang... 1 DAFTAR ISI Bab Halaman KATA PENGANTAR... ABSTRAK...... ABSTRACT...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv vi vii viii xi xii xiii I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu jenis ikan olahan yang dikemas dalam kaleng. Ikan tuna memiliki kualitas daging yang sangat baik, lembut, dan lezat, serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat yang sering digunakan dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri pelapisan logam,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kebutuhan air tidak pernah berhenti (Subarnas, 2007). Data

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kebutuhan air tidak pernah berhenti (Subarnas, 2007). Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah kebutuhan utama bagi seluruh makhluk hidup, semuanya bergantung pada air untuk atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari hari, oleh karena itu kebutuhan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa)

EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa) EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa) D 03 Putut Har Riyadi*, Apri Dwi Anggo, Romadhon Prodi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH SUPLEMENTASI BETAIN DALAM RANSUM RENDAH METIONIN TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) Jurusan/Program Studi Peternakan

PENGARUH SUPLEMENTASI BETAIN DALAM RANSUM RENDAH METIONIN TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) Jurusan/Program Studi Peternakan PENGARUH SUPLEMENTASI BETAIN DALAM RANSUM RENDAH METIONIN TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh : Sri Wahyuningsih H0509062 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Output Analisis Varians Polynomial Ortogonal Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ca Ginjal dan Daging Puyuh yang Terpapar Pb

Output Analisis Varians Polynomial Ortogonal Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ca Ginjal dan Daging Puyuh yang Terpapar Pb LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1. Output Analisis Varians Polynomial Ortogonal Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ca Ginjal dan Daging Puyuh yang Terpapar Pb Sum of Mean Squares df Square F Sig Beetween Groups

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedugul adalah pusat produksi pertanian hortikultura dataran tinggi di Bali yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT

KEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT KEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT Roostita L. Balia, Ellin Harlia, Denny Suryanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Tujuan dari pengembangan peternakan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran terhadap lingkungan hidup akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian pemerintah, khususnya pihak akademisi, terutama terhadap kehadiran polutan beracun

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Tampubolon, Bintang, P.P. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : ktgmusical@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH Doso Sarwanto 1) dan Eko Hendarto 2) ABSTRAK Produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas air yang dikonsumsinya.

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah.

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at : Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 797 805 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj SERAPAN NITROGEN DAN FOSFOR TANAMAN ECENG GONDOK SEBAGAI SUMBER DAYA PAKAN PADA PERAIRAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler Abstrak Oleh Sri Rikani Natalia Br Sitepu, Rd. HerySupratman, Abun FakultasPeternakanUniversitasPadjajaran

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbahaya dari logam berat tersebut ditunjukan oleh sifat fisik dan kimia.

BAB 1 PENDAHULUAN. berbahaya dari logam berat tersebut ditunjukan oleh sifat fisik dan kimia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era industrialisasi terjadi peningkatan jumlah industri, akan selalu diikuti oleh pertambahan jumlah limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan homeostatis pada suhu lingkungan yang tidak sesuai dengan suhu tubuhnya. Pemeliharaan itik kurang diminati

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa Jumlah anak perkelahiran Kecepatan

Lebih terperinci

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh II. ABSTRAKS Persaingan dunia bisnis semakin merajalela, mulai dari sektor peternakan, material, bahkan hingga teknologi. Indonesia adalah salah satu negara yang

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA THE PERFORMANCE OF QUAIL S EGG (Coturnix coturnix japonica) PRODUCTION THAT MAINTAINED IN DIFFERENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat dibutuhkan makhluk hidup sebagai logam esensial dalam proses metabolisme dan juga sebagai co-faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor (Chandra,

Lebih terperinci