HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb
|
|
- Harjanti Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb Rata-rata kadar Besi (Fe) darah puyuh hasil penelitian pengaruh pemberian kitosan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Fe pada Darah Puyuh Ulangan Kadar Fe Darah Puyuh (ppm) P 0 P 1 P 2 P 3 P , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,287 Total 510, , , ,267 1,496,168 Rata-rata 127, , , , ,042 Keterangan : P 0 = Tanpa kitosan dalam ransum P 1 = 50 ppm kitosan dalam ransum P 2 = 100 ppm kitosan dalam ransum P 3 = 150 ppm kitosan dalam ransum P 4 = 200 ppm kitosan dalam ransum Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat rataan kadar Fe dalam darah puyuh cenderung meningkat pada setiap perlakuan. Kadar Fe darah terendah sebesar 127,593 ppm, yaitu pada perlakuan P 0 yang tidak diberi perlakuan kitosan. Kadar Fe darah tertinggi didapatkan pada perlakuan P 4 sebesar 374,042 ppm yang diberikan kitosan sebanyak 200 ppm dalam ransum. Peranan kitosan sebagai adsorben dapat dilihat dari berbagai tingkat perlakuan. Perlakuan P 0 yang tidak diberikan kitosan menunjukkan kadar Fe yang lebih rendah daripada perlakuan yang diberi kitosan, karena pada perlakuan
2 26 tersebut tidak ada kitosan yang mampu mengikat logam berat pada saat masuk ke dalam darah. Logam Pb akan bersifat toksik dalam tubuh karena Pb akan menggeser kedudukan Fe yang berfungsi dalam mengikat O 2 sehingga mengakibatkan penurunan kadar Fe dalam darah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Piliang (2000) yang menyatakan bahwa pemberian Pb sebanyak 100 ppm pada ransum akan meningkatkan kerja Pb dalam jaringan. Untuk melihat pengaruh pemberian kitosan terhadap kadar Fe pada darah puyuh, dilakukan analisis statistik polynomial orthogonal (Lampiran 1). Hasil analisis statistik pemberian perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar Fe pada darah puyuh (P<0,05). Hal ini disebabkan karena kitosan mempunyai fungsi yang baik untuk mengikat logam Pb. Semakin bertambahnya level kitosan, semakin meningkat pula kadar Fe dalam darah. Pada penelitian ini, kitosan dengan konsentrasi 200 ppm yang memiliki nilai penyerapan tertinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Emni Purwoningsih (2008) yang melaporkan bahwa kitosan dengan konsentrasi 1-3% dapat menurunkan kadar Pb pada darah, dan menaikkan kadar hemoglobin darah mencit yang terpapar Pb. Kenaikan kadar hemoglobin darah yang dihasilkan tersebut terjadi karena kitosan dapat mengikat cemaran Pb dalam tubuh mencit sehingga proses pembentukan hemoglobin dalam tubuh tidak terganggu. Penelitian kitosan oleh Suharsih (2008), menyatakan bahwa pemberian kitosan sebanyak 2% dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah mencit albino yang terpapar timbal (Pb). Penelitian lainnya tentang kitosan sebagai adsorben logam berat juga dilakukan oleh Tao-Lee dkk., (2001) yang melaporkan bahwa kitosan dapat digunakan sebagai adsorben pada logam berat Cu hingga menyerap sebanyak 80%. Selain mengikat logam berat, kitosan dengan
3 Kadar Fe Darah (ppm) 27 konsentrasi 100 ppm mampu meningkatkan sintesis protein dan meningkatkan sistem kekebalan dalam tubuh sehingga dapat mencegah timbal (Pb) masuk ke dalam tubuh. Kekebalan tubuh yang meningkat akan menghambat toksisitas Pb pada saat masuk kedalam tubuh (Wang dkk., 2011). Untuk melihat hubungan antara perlakuan kitosan dengan kadar Fe pada darah dilakukan analisis Polynomial Orthogonal yang menghasilkan persamaan linier Y = 1,1421x + 102,65 (Ilustrasi 1), yang artinya setiap pemberian 50 ppm kitosan akan meningkatkan kadar Fe darah sebanyak 1,1421. Hasil uji tersebut memperlihatkan pengaruh pemberian kitosan terhadap kadar Fe darah yang tertinggi berada pada konsentrasi 200 ppm kitosan atau pada perlakuan P 4 sebesar 331,07 ppm. Untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji Contrast Orthogonal. Dari grafik dapat kita amati hubungan diantara perlakuan yang tertinggi didapatkan pada konsentrasi 200 ppm yang merupakan hasil terbaik meningkatkan kadar Fe darah y = x Perlakuan Kitosan (ppm) Ilustrasi 1. Hubungan Linier antara Perlakuan dengan Kadar Fe Darah
4 28 Berdasarkan hasil analisis Polynomial Orthogonal (Ilustrasi 1) dapat dilihat terjadinya kenaikan kadar Fe dalam darah puyuh dari perlakuan P 0 sampai P 4. Semakin tinggi level kitosan yang diberikan maka akan menghasilkan kadar Fe yang semakin tinggi. Peningkatan tersebut sudah mulai terlihat pada pemberian 50 ppm, dan semakin maksimal pada pemberian 200 ppm. Masuknya Pb ke dalam tubuh akan diikat oleh kitosan di dalam saluran pencernaan, sehingga Pb tidak sempat diangkut oleh darah dan dapat dicegah untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Rata-rata 10 30% Pb yang terinhalasi diabsorbsi melalui paru-paru, dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorbsi melalui saluran cerna (Palar, 1994). Didalam saluran pencernaan terjadi pencernaan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral menjadi zat yang siap diangkut oleh darah untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Pb yang masuk ke dalam saluran pencernaan ini terlebih dahulu akan diikat oleh kitosan sehingga Pb langsung dieksresikan melalui feses atau urine. Kinerja kitosan mengikat Pb didasari pada prinsip kerjanya. Hasil penelitian Endang Laksono (2009) melaporkan bahwa interaksi antara kitosan dengan ion logam adalah jenis ikatan ionik yaitu terbentuknya kompleks antara gugus -NH 2 kitosan atau OH kitosan dengan anion logam. Interaksi antara kitosan dengan ion logam cenderung membentuk multi layer akibat ada dua gugus fungsi kitosan yang berkompetisi mengikat ion logam. Keberadaan gugus amida dalam kitin dan gugus amina dalam kitosan telah menjadikan kitin dan kitosan sebagai adsorben yang mampu mengikat logam berat. Hal ini terkait dengan adanya gugus amina terbuka sepanjang rantai kitosan (Kumar, 2000).
5 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Tulang Puyuh yang Terpapar Pb Rata-rata kadar Besi (Fe) tulang puyuh hasil penelitian pengaruh pemberian kitosan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini : Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Fe pada Tulang Puyuh Ulangan Kadar Fe Tulang Puyuh (ppm) P 0 P 1 P 2 P 3 P ,104 26,001 36,550 49,244 60, ,961 26,538 37,666 49,698 59, ,554 27,259 35,385 48,883 59, ,909 25,739 35,674 48,466 59,920 Total 93, , , , ,239 Rata-rata 23,382 26,384 36,319 49,073 59,560 Keterangan : P 0 = Tanpa kitosan dalam ransum P 1 = 50 ppm kitosan dalam ransum P 2 = 100 ppm kitosan dalam ransum P 3 = 150 ppm kitosan dalam ransum P 4 = 200 ppm kitosan dalam ransum Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat rataan kadar Fe dalam tulang puyuh cenderung meningkat pada setiap perlakuan. Kadar Fe tulang terendah sebesar 23,382 ppm, yaitu pada perlakuan P 0 yang tidak diberikan perlakuan kitosan. Kadar Fe tulang tertinggi didapatkan pada perlakuan P 4 sebesar 59,560 ppm yang diberikan kitosan sebanyak 200 ppm dalam ransum. Peranan dari kitosan sebagai adsorben untuk logam berat dapat dilihat dari berbagai tingkat perlakuan. Perlakuan P 0 yang tidak diberikan kitosan menunjukkan kadar Fe yang lebih rendah daripada perlakuan yang diberi kitosan, karena pada perlakuan tersebut tidak ada kitosan yang mampu mengikat logam berat pada saat masuk kedalam tubuh. Logam Pb akan terakumulasi dalam tubuh sehingga Pb akan menggantikan kerja Fe yang berperan dalam biosintesa heme
6 30 yang mengakibatkan pemendekan masa hidup eritrosit dalam sumsum tulang. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Hasan dan Seth (1981), yang melaporkan bahwa pemberian timbal (Pb) dalam tubuh tikus dapat menurunkan aktivitas enzim δ-alad sehingga Pb dapat terakumulasi dalam sumsum tulang dan menjadi toksik. Untuk melihat pengaruh pemberian kitosan terhadap kadar Fe pada tulang puyuh, dilakukan analisis statistik Polynomial Orthogonal (Lampiran 2). Hasil analisis statistik perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar Fe pada tulang puyuh (P<0,05). Hal ini disebabkan karena kitosan mempunyai fungsi yang baik untuk mengikat logam Pb. Semakin bertambahnya level kitosan, semakin meningkat pula kadar Fe dalam tulang. Semakin bertambahnya level kitosan, semakin meningkat pula kadar Fe dalam tulang. Pada penelitian ini, kitosan dengan konsentrasi 200 ppm yang memiliki nilai penyerapan tertinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Suharsih (2008), yang melaporkan bahwa pemberian kitosan sebanyak 2% dapat meningkatkan enzim δ Amino Levulinik Acid Dehydratase (ALAD) pada mencit albino yang terpapar timbal, sehingga aktivitas pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang tidak terganggu dengan paparan timbal yang diberikan.. Peningkatan enzim δ-alad yang ada di sumsum tulang ini akan menghambat Pb yang masuk, khususnya pada tulang sehingga cemaran Pb tidak tersebar dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan Goldstein dan Kipen (1994) melaporkan bahwa enzim δ-alad dan enzim ferrochelatase merupakan enzim yang paling rentan terhadap efek penghambatan Pb, sehingga peningkatan enzim δ ALAD dalam tubuh dapat menghambat kinerja Pb yang ada dalam tubuh.
7 Kadar Fe Tulang (ppm) 31 Selain mengikat logam berat, kitosan juga mampu meningkatkan kinerja usus halus dalam tubuh sehingga penyerapan mineral (Fe) lebih banyak dan mengakibatkan kadar Pb dalam tubuh berkurang, sehingga Pb tidak bisa menggeser kedudukan Fe khususnya pada darah dan tulang (Xu dkk., 2014). Untuk melihat hubungan antara perlakuan kitosan dengan kadar Fe pada tulang dilakukan analisis Polynomial Orthogonal yang menghasilkan persamaan linier Y = 0, ,947 (Ilustrasi 2), yang artinya setiap pemberian 50 ppm kitosan dapat meningkatkan kadar Fe tulang sebanyak 0,19. Hasil uji tersebut memperlihatkan pengaruh pemberian kitosan terhadap kadar Fe tulang yang tertinggi berada pada konsentrasi 200 ppm kitosan atau pada perlakuan P 4 sebesar 59,560 ppm. Untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji Contrast Orthogonal. Dari grafik dapat kita amati hubungan diantara perlakuan yang tertinggi didapatkan pada konsentrasi 200 ppm yang merupakan hasil terbaik meningkatkan kadar Fe tulang y = 0.19x Perlakuan Kitosan (ppm) Ilustrasi 2. Hubungan Linier antara Perlakuan dengan Kadar Fe Tulang
8 32 Berdasarkan hasil analisis Polynomial Orthogonal (Ilustrasi 2) dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan kadar Fe dalam Tulang Puyuh dari perlakuan P 0 sampai P 4. Semakin tinggi level kitosan yang diberikan maka akan menghasilkan kadar Fe yang semakin tinggi. Peningkatan tersebut sudah mulai terlihat pada pemberian 50 ppm, dan kenaikan paling maksimal pada pemberian 200 ppm. Pb tidak terakumulasi dalam tulang karena kitosan terlebih dahulu menyerap Pb yang ada di dalam usus halus. Hal ini terjadi karena sifat kitosan yang dapat mengadsorbsi logam berat dengan membentuk ikatan ionik. Logam Timbal (Pb) yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan diserap dan akan diedarkan ke seluruh tubuh melalui darah. Timbal (Pb) yang diabsorbsi diangkut oleh darah ke organ-organ tubuh. Sebanyak 95% Pb dalam darah diikat oleh eritrosit. Sebagian Pb plasma dalam bentuk yang dapat terakumulasi ke jaringan tubuh lainnya, seperti ke jaringan lunak dan jaringan keras (Palar, 1994). Pb dapat terakumulasi dalam tulang apabila darah mengedarkannya ke seluruh tubuh, sehingga dalam waktu yang lama Pb akan terakumulasi dalam tulang. Akan tetapi, hal tersebut dapat dicegah oleh kitosan yang terlebih dahulu menyerap logam Pb dalam saluran pencenaan. Berdasarkan hasil analisis diatas terdapat perbedaan yang signifikan diantara perlakuan. Kenaikan kadar Fe seiring penambahan tingkat kitosan. Penyerapan yang maksimal terdapat pada P 4 dengan kadar Fe tertinggi dalam tulang. Akumulasi Pb pada tulang tidak terjadi karena perlakuan kitosan yang dapat mengikat logam Pb secara maksimal sampai konsentrasi 200 ppm. Pengikatan Pb oleh kitosan didasarkan oleh prinsip kerja ikatan ion, dimana kitosan yang bermuatan positif berikatan dengan logam Pb yang bermuatan negatif (Mekawati dkk., 2000).
PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)
48 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) Hasil penelitian kadar kalsium (Ca) pengaruh pemberian kitosan pada ginjal puyuh yang terpapar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat membawa dampak bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif dari industriindustri salah satunya yaitu terbukanya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat memprihatinkan. Pencemaran lingkungan oleh logam berat merupakan suatu proses yang berhubungan dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum adalah salah satu logam berat yang bersifat toksik dan paling banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non essential trace element
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri di Indonesia yang tumbuh dengan cepat dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan. Salah satu bahan pencemar yang
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN PLUMBUM (Pb) DARAH DAN HATI PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER
PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN PLUMBUM (Pb) DARAH DAN HATI PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER THE EFFECT OF CHITOSAN TO LEAD (Pb) CONTENT IN BLOOD AND LIVER OF GROWING QUAIL
Lebih terperinciPENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan oleh Timah Hitam (Pb) yang ditimbulkan dari asap kendaraan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia, terutama di kota-kota di Pulau Jawa berkembang dengan sangat pesat. Kondisi tersebut ditandai oleh adanya peningkatan secara kuantitatif maupun
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya dan secara alamiah
7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Timbal (Pb) Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan timbal dan disimbolkan dengan Pb. Mempunyai nomor atom (NA)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu
Lebih terperinciet al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI
HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang dengan paparan timbal mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi anemia dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar timbal. Padahal anemia sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO
Lebih terperinciPengaruh Kitosan terhadap Kalsium...Nielvy Riani Gaghana
PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KONSENTRASI KALSIUM (Ca) DALAM GINJAL DAN DAGING PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER YANG TERPAPAR TIMBAL (Pb) THE EFFECT OF CHITOSAN ON CALCIUM (CA) CONCENTRATION
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil analisis jumlah eritrosit darah. Berdasarkan analisis stastik jumlah eritrosit hasil perlakuan adalah sebagai berikut Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan salah satu yang banyak diperlukan oleh semua makhluk hidup. Oleh sebab itu, air harus dilindungi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fosfor 40 mg; dan menghasilkan energi 30 kalori (Tarmizi, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonium L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang dikembangkan dan memiliki prospek yang bagus serta memiliki kandungan gizi yang berfungsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan seringkali. berupa dampak positif maupun negatif. Salah satu aktivitas manusia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan seringkali menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut dapat berupa dampak positif maupun negatif. Salah satu aktivitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh
Lebih terperinciBIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)
BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm Pengaruh tingkat energi protein ransum terhadap total protein darah ayam lokal Jimmy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan untuk tubuh kita. Mineral bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus mendapatkannya dari luar tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga kubis-kubisan memiliki jenis yang cukup banyak, yang lazim ditanam di Indonesia, antara lain kubis, kubis bunga, brokoli, kubis tunas, kubis rabi, dan kale.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,
Lebih terperinciII. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS
II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.
50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat
Lebih terperinciSKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: REISYA NURAINI J
HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ZAT BESI DAN VITAMIN C DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI KARTASURA 1 KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR HEMOBLOBIN (Hb) DALAM DARAH PADA TUKANG BECAK DI PASAR MRANGGEN DEMAK.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR HEMOBLOBIN (Hb) DALAM DARAH PADA TUKANG BECAK DI PASAR MRANGGEN DEMAK * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM UNDIP ABSTRAK
Lebih terperinciMakalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT
276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Sukarno Putra, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan terhadap produk pertanian semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Bahan pangan yang tersedia harus mencukupi kebutuhan masyarakat.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb PADA GINJAL DAN DAGING PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER
PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb PADA GINJAL DAN DAGING PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER EFFECT OF CHITOSAN ON Pb CONTENT IN KIDNEY AND MEAT OF GROWING QUAIL (Coturnix-Coturnix
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh kesetimbangan dinamik dan interaksi fisika-kimia. Logam berat dalam perairan antara lain
Lebih terperinciProtein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.
PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan
Lebih terperinciDAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... ABSTRACT... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang... 1
DAFTAR ISI Bab Halaman KATA PENGANTAR... ABSTRAK...... ABSTRACT...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv vi vii viii xi xii xiii I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup yang diberi ransum mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia
Lebih terperinciHUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium Kimia Medisinal Proses absorpsi dan distribusi obat Absorpsi Distribusi m.b. m.b.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE
ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam suatu lingkungan sehingga menurunkan kualitas lingkungan tersebut dan terkontaminasi zat-zat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebar luas di Indonesia, namun penelitian dan pemanfaatan lumut ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lumut hati (Marchantia polymorpha L.) merupakan tumbuhan yang tersebar luas di Indonesia, namun penelitian dan pemanfaatan lumut ini masih sangat kurang. Kandungan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang
I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Limbah cair yang mengandung zat warna telah banyak dihasilkan oleh beberapa industri domestik seperti industri tekstil dan laboratorium kimia. Industri-industri tekstil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.
24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis Energi metabolis adalah energi yang digunakan untuk metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.
Lebih terperinciSistem Transportasi Manusia L/O/G/O
Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O Apersepsi 1. Pernahkan bagian tubuhmu terluka, misalnya karena terjatuh atau terkena bagian tajam seperti pisau dan paku? 2. Apakah bagian tubuh yang terluka tersebut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran Plumbum (Pb) merupakan masalah penting yang sering terjadi di negara-negara berkembang. Pencemaran lingkungan oleh Pb disebabkan karena pembuangan hasil
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat dibutuhkan makhluk hidup sebagai logam esensial dalam proses metabolisme dan juga sebagai co-faktor
Lebih terperinciOBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH
OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kebutuhan air tidak pernah berhenti (Subarnas, 2007). Data
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah kebutuhan utama bagi seluruh makhluk hidup, semuanya bergantung pada air untuk atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari hari, oleh karena itu kebutuhan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang baik di bidang peternakan, seperti halnya peternakan sapi potong. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Paru merupakan suatu organ respiratorik yang memiliki area permukaan alveolus seluas 40 m 2 untuk pertukaran udara antara O 2 dengan CO 2. 1 Kelainan yang terjadi pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu,
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerang merupakan satu diantara penghuni perairan dan juga menjadi sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu, kerang juga memiliki kandungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi merupakan suatu zaman yang bergerak di ruang lingkup dunia. Era ini mengakibatkan beberapa perubahan penting dalam sektor kehidupan. Era globalisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan
Lebih terperinciHUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT
UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa Salah satu profil biokimia darah yang berhubungan dengan proses metabolisme energi adalah glukosa. Kadar glukosa merupakan indikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan
Lebih terperinciIlmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah
Lebih terperinci