PEMBAHASAN UMUM Respon Kolesom terhadap Pemupukan Nitrogen + Kalium dan Interval Panen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBAHASAN UMUM Respon Kolesom terhadap Pemupukan Nitrogen + Kalium dan Interval Panen"

Transkripsi

1 PEMBAHASAN UMUM Respon Kolesom terhadap Pemupukan Nitrogen + Kalium dan Interval Panen Aplikasi pupuk N+K sangat berpengaruh terhadap produksi protein dan antosianin pucuk kolesom. Dosis pupuk sebesar 100 kg urea kg KCl/ha merupakan dosis standar yang dapat dijadikan sebagai pupuk dasar dalam budidaya kolesom karena dapat menghasilkan produksi protein dan antosianin pucuk kolesom yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis pupuk urea + KCl yang lebih rendah, namun dosis pupuk urea + KCl yang diberikan hanya pada awal tanam tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan hara kolesom selama masa tanam 80 hari. Hal ini dapat terlihat dengan adanya penurunan hasil setelah umur 50 hari. Oleh karena itu dilakukan percobaan pemupukan secara bertahap dengan meningkatkan total dosis urea + KCl. Pemupukan secara bertahap dengan total dosis lebih tinggi dan 2/3 dosis tersebut diberikan pada saat tanam, dapat memperbaiki pertumbuhan dan produksi kolesom. Pemupukan urea + KCl dengan total dosis 150 kg urea kg KCl/ha yang terbagi dalam 3 tahapan pemberian yaitu 100 kg urea kg KCl/ha pada saat tanam; 25 kg urea + 25 kg KCl/ha masing-masing pada 30 dan 60 HST mampu memberikan produksi protein dan antosianin tertinggi pada kolesom yang dipanen sebanyak 3 kali selama periode tanam 90 hari. Tiga tahapan waktu pemberian pupuk urea + KCl tersebut dapat direkomendasikan dalam budidaya kolesom karena merupakan waktu yang bertepatan dengan masa perkembangan kolesom yang membutuhkan peningkatan hara. Pemberian pupuk urea + KCl pada awal tanam dibutuhkan kolesom untuk memulai pertumbuhan vegetatif, 30 HST merupakan masa perkembangan batang dan cabang, sedangkan 60 HST merupakan masa transisi dari vegetatif ke reproduktif dan pembentukan umbi. Pemberian pupuk urea + KCl pada umur 60 HST berperan penting untuk meningkatkan kandungan hara dalam organ vegetatif agar tidak terjadi penurunan hara secara drastis dan senescence dini pada saat terjadi remobilisasi hara ke organ reproduktif. Pemberian pupuk urea + KCl dengan total dosis yang sama tetapi dengan frekuensi yang lebih tinggi dalam percobaan ini menghasilkan

2 produksi protein dan antosianin yang lebih rendah karena dosis urea + KCl yang diberikan pada setiap aplikasi menjadi lebih rendah dan tidak mencukupi kebutuhan hara kolesom. Upaya lain yang telah dilakukan untuk meningkatkan produksi protein dan antosianin serta memperpanjang masa produksi kolesom adalah penambahan pupuk melalui daun. Kombinasi antara pemupukan 0.2% urea + 0.1% KCl yang diberikan secara bertahap melalui daun dengan pemupukan urea + KCl yang diberikan melalui tanah hanya pada saat tanam atau secara bertahap bersamaan dengan waktu aplikasi pupuk melalui daun menunjukkan bahwa pemberian pupuk urea + KCl melalui daun tidak dapat meningkatkan produksi protein dan antosianin pucuk kolesom jika dibandingkan dengan pemupukan urea + KCl secara bertahap melalui tanah saja. Oleh karena itu, pupuk urea + KCl cukup diberikan secara bertahap melalui tanah saja untuk meningkatkan produksi protein dan antosianin pucuk kolesom. Respon kolesom terhadap interval panen tampaknya terkait dengan beberapa hal, yaitu proses recovery, rejuvenasi, dan organ source-sink. Proses rejuvenasi pada kolesom akan berjalan lambat bahkan menurun apabila waktu yang tersedia untuk proses recovery setelah pemanenan sangat pendek atau tidak ada karena dilanjutkan dengan pemanenan berikutnya. Rejuvenasi yang terjadi akibat pemanenan pucuk kolesom mengakibatkan pucuk kolesom menjadi organ sink yang kuat dibandingkan organ lainnya. Kompetisi antara organ sink dapat terjadi dengan perubahan interval panen. Pentingnya waktu yang cukup untuk proses recovery pasca pemanenan dijelaskan oleh Kabi & Bareeba (2008) sebagai sesuatu yang harus diperhatikan untuk meningkatkan produksi tanaman karena pemanenan merupakan proses pelukaan terhadap jaringan tanaman. Interval panen 15 hari dapat direkomendasikan untuk budidaya kolesom yang mengutamakan hasil dan kualitas pucuk. Pemanenan pucuk dengan interval 15 hari menghasilkan produksi protein dan antosianin yang lebih tinggi selama periode tanam 80 atau 90 hari dibandingkan pemanenan pucuk dengan interval 10 dan 30 hari. Pemanenan pucuk dengan interval panen 15 hari dapat menunda waktu pembungaan dan masa senescence, tetapi tidak dapat menghambat munculnya bunga setelah panen ke tiga yang menyebabkan penurunan hasil yang

3 ditandai dengan ukuran pucuk yang mengecil. Hal ini menunjukkan bahwa kolesom memiliki masa rejuvenasi yang terbatas yang menyebabkan penurunan hasil dengan meningkatnya umur tanaman dan frekuensi panen. Pemanenan pucuk kolesom dengan interval panen 10 dan 30 hari tidak dapat direkomendasikan pada budidaya kolesom. Interval panen 10 hari menyebabkan aktivitas rejuvenasi kolesom yang rendah, lebih cepat mengalami penurunan hasil dan kualitas pucuk serta masa produksi yang lebih pendek dibandingkan perlakuan interval panen yang lebih panjang. Masa produksi yang pendek hanya sampai umur 60 HST ditandai dengan senescence dini yang diduga terjadi akibat masa recovery pasca pemanenan yang pendek. Pemanenan pucuk yang terlalu intensif dapat merusak jaringan dan mempercepat kematian. Pemanenan pucuk dengan interval panen 30 hari menyebabkan kolesom lebih cepat memasuki masa reproduktif yang ditandai dengan munculnya bunga dan buah. Pemanenan yang dilakukan setelah masa reproduktif menghasilkan pucuk dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan masa vegetatif. Oleh karena itu akumulasi produksi pucuk selama periode tanam dengan interval panen 30 hari menjadi rendah. Produksi protein dan antosianin pucuk kolesom yang mendapatkan perlakuan pemupukan urea + KCl dan interval panen yang sama menunjukkan fluktuasi antar percobaan dalam penelitian ini. Kolesom yang ditanam pada kondisi curah hujan yang lebih tinggi menghasilkan bobot basah pucuk total, kandungan protein dan antosianin yang lebih tinggi pula. Kolesom yang ditanam pada kondisi curah hujan yang sama tetapi dalam wadah tanam yang berbeda menghasilkan produksi protein dan antosianin yang berbeda pula. Penanaman kolesom dalam polybag menghasilkan bobot basah pucuk total yang lebih rendah, kandungan protein dan antosianin yang lebih tinggi dibandingkan penanaman di lahan. Berdasarkan paparan tersebut, maka penanaman kolesom harus memperhatikan pula wadah tanam dan pengairan yang baik untuk mendapatkan produksi protein dan antosianin pucuk layak jual yang tinggi.

4 Keterkaitan antara Pertumbuhan Tanaman Kolesom dengan Perubahan Kandungan Protein dan Antosianin Perubahan kandungan protein pucuk sebagai respon atas berbagai perlakuan pupuk urea + KCl dan interval panen pada seluruh percobaan dalam penelitian ini tidak memiliki keterkaitan dengan perubahan biomassa yang menjadi parameter pengamatan komponen pertumbuhan, sedangkan keterkaitan antara perubahan kandungan antosianin dengan perubahan biomassa bervariasi antar percobaan. Korelasi positif antara kandungan antosianin pucuk dengan biomassa kolesom yang meliputi bobot basah daun dan pucuk, bobot basah dan kering batang maupun umbi hanya terjadi pada saat kolesom mendapatkan perlakuan pemupukan urea + KCl yang hanya diberikan pada awal tanam dan pemanenan berulang selama periode tanam 80 hari. Keterkaitan tersebut bertentangan dengan beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kandungan antosianin akan berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan tanaman yang dicerminkan oleh biomassa tanaman (Kytridis et al. 2008; Guo et al. 2011). Korelasi positif antara kandungan antosianin dengan biomassa dapat terjadi dengan mengikuti konsep over flow metabolism yang menyatakan pada saat hasil fotosintesis melebihi kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman, maka kelebihan C akan disumbangkan untuk biosintesis metabolit sekunder berbasis C (Matsuki 1996). Jika konsep ini dikaitkan dengan pertumbuhan kolesom, maka ada kemungkinan bahwa kolesom mengalami suatu kondisi yang menyebabkan suatu urgensi pembagian hasil asimilasi secara proporsional untuk pembentukan biomassa dan biosintesis antosianin. Tidak diketahui secara pasti kondisi apa yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut dalam percobaan ini, namun tampaknya ini merupakan suatu mekanisme kolesom untuk mempertahankan eksistensi pertumbuhannya dalam suatu kondisi tidak menguntungkan bagi peningkatan biomassa tanaman yang membutuhkan sinergisme dengan antosianin. Manetas (2006) menyatakan bahwa peranan antosianin seringkali tidak dapat diketahui secara pasti karena sangat tergantung kepada spesies, fase perkembangan tanaman dan lingkungan. Adanya korelasi positif antara kandungan senyawa metabolit berbasis C dengan biomassa yang dianggap mengikuti konsep over flow

5 metabolism ditemukan oleh Mosaleeyanon et al. (2005) pada tanaman Hypericum perforatum L. Korelasi positif antara kandungan antosianin dengan biomassa tanaman terdapat pada hasil penelitian Yu-fan et al. (2008) pada ubi jalar, namun hasil ini tidak konsisten pada berbagai varietas dan fase perkembangan tanaman. Perubahan kandungan antosianin pucuk tidak memperlihatkan keterkaitan dengan biomassa kolesom pada percobaan pemupukan urea + KCl secara bertahap baik melalui tanah dan daun maupun kombinasi keduanya yang dipanen secara periodik selama periode tanam 90 hari. Hal ini dapat disebabkan karena pemberian pemupukan urea + KCl secara bertahap baik melalui tanah dan daun maupun kombinasi keduanya pada kolesom yang dipanen secara periodik mampu memberikan keseimbangan antara laju rejuvenasi dan pertumbuhan total tanaman. Pernyataan ini didasarkan pada biomassa yang lebih besar antara kolesom yang mendapatkan pupuk urea + KCl secara bertahap dibandingkan diberikan hanya pada awal tanam. Oleh karena itu, konsep over flow metabolism tidak berlaku pada kolesom yang mendapatkan pemupukan urea + KCl secara bertahap. Perubahan kandungan protein dan bobot basah pucuk pada setiap percobaan terlihat memiliki pola yang sama yaitu mengikuti fase perkembangan tanaman. Kandungan protein dan bobot basah pucuk kolesom terus meningkat seiring dengan pertambahan umur tanaman dalam masa vegetatif dan mengalami penurunan pada saat memasuki masa reproduktif. Pola perubahan kandungan protein dan bobot basah pucuk yang sama mengikuti fase perkembangan tanaman juga ditemukan oleh Abbasi et al. (2011) pada tanaman bayam yang mendapatkan perlakuan berbagai interval panen dan dosis pupuk N. Peningkatan bobot basah pucuk pada masa vegetatif kolesom terjadi karena peningkatan aktivitas rejuvenasi pasca pemanenan pucuk yang berulang dan pemupukan urea + KCl. Unsur N dan K yang terkandung dalam pupuk tersebut sangat berperan dalam peningkatan bobot basah pucuk sejalan dengan penjelasan Kanzikwera et al. (2001) yang menyatakan bahwa sinergisme antara unsur N dan K menyebabkan peningkatan sitokinin yang merupakan fitohormon penting untuk pertumbuhan vegetatif. Srivastava (2002) menunjukkan bahwa

6 sitokinin dapat mendorong aktivitas pembelahan dan pembesaran sel pada jaringan tumbuhan. Peningkatan aktivitas rejuvenasi akan menyebabkan pucuk menjadi organ sink yang kuat, oleh karena itu terjadi translokasi hara yang tinggi ke pucuk. Akumulasi hara N pada pucuk menyebabkan antara lain peningkatan asam amino yang disintesis menjadi protein, sehingga protein yang terkandung dalam pucuk sebenarnya merupakan deposit sementara asam amino pada masa vegetatif sebelum diremobilisasi ke organ lain. Penurunan kandungan protein dan bobot basah pucuk setelah umur 50 atau 60 hari terjadi karena kolesom memasuki masa reproduktif yang menyebabkan terjadinya kompetisi dalam pembagian asimilat antara pucuk dengan organ sink lain yang terbentuk. Kompetisi tersebut menyebabkan menurunnya suplai asimilat dari tajuk ke akar, sehingga pertumbuhan akar terganggu dan terjadi penurunan penyerapan hara N oleh akar. Peng et al. (2010) melaporkan bahwa perbedaan laju penyerapan hara N oleh akar antara masa vegetatif dan reproduktif ditentukan oleh jumlah permintaan hara yang dikendalikan oleh potensial pertumbuhan tajuk. Penurunan penyerapan hara oleh akar pada masa reproduktif mengakibatkan remobilisasi hara N dari pucuk ke organ reproduktif sehingga terjadi penurunan kandungan protein pada pucuk kolesom. Mekanisme remobilisasi N yang dilaporkan oleh Barneix (2007) menunjukkan bahwa remobilisasi dilakukan oleh enzim proteolitik yang menghidrolisis protein daun dan melepaskan asam amino untuk ditransportasikan ke organ sink lain. Konsentrasi asam amino yang dilepaskan tergantung kepada total konsentrasi N dan metabolisme fotosintesis, sedangkan komposisi asam amino tergantung kepada spesies tanaman. Pentingnya remobilisasi hara N dari daun dijelaskan oleh Noquet et al. (2004) sebagai bentuk konservasi hara dalam tanaman untuk menjamin kelangsungan hidupnya selama siklus perkembangan tanaman. Penurunan bobot basah pucuk yang terjadi pada masa reproduktif karena pucuk yang dihasilkan mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan pada masa vegetatif. Menurunnya bobot basah pucuk kolesom pada masa reproduktif dapat mencerminkan adanya penurunan aktivitas meristem apikal. Penurunan produksi pucuk tanaman anggur pada saat aktivitas meristem apikal menurun

7 dilaporkan oleh Grechi et al. (2007) karena rendahnya suplai hara N ke pusat pertumbuhan pucuk untuk pembentukan materi dinding sel baru (xyloglucan). Percobaan pemupukan urea + KCl secara bertahap baik melalui tanah dan daun atau kombinasi keduanya menunjukkan bahwa kandungan klorofil memiliki pola perubahan yang sama dengan kandungan protein dan bobot basah pucuk selama fase pertumbuhan kolesom, sedangkan pemupukan urea + KCl yang diberikan hanya pada awal tanam menghasilkan kandungan klorofil pucuk kolesom yang terus menurun sejalan dengan pertambahan umur tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan klorofil dapat menjadi indikator sederhana dalam menentukan kecukupan hara bagi kolesom. Perubahan kandungan antosianin pucuk berdasarkan fase pertumbuhan kolesom dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 pola, yaitu : (1) terus menurun sejalan dengan pertambahan umur tanaman; (2) terus menurun sejalan dengan pertambahan umur tanaman kemudian mengalami peningkatan pada umur 60 atau 90 HST. Meskipun demikian, kandungan antosianin selalu terdeteksi pada pucuk kolesom sejak awal panen baik pada umur 20 maupun 30 HST hingga panen terakhir baik pada umur 80 maupun 90 HST. Hal ini menunjukkan bahwa antosianin merupakan tipe komponen yang permanen dalam pucuk kolesom dan bukan tipe inducible anthocyanin. Kandungan antosianin pucuk kolesom yang terus mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan umur tanaman terjadi pada saat kolesom mendapatkan perlakuan pemupukan urea + KCl hanya pada awal tanam dan dipanen setiap 15 atau 30 hari sekali selama periode 80 hari. Peristiwa ini menunjukkan bahwa antosianin dalam pucuk kolesom lebih banyak terakumulasi pada masa awal pertumbuhan saja dan diduga antosianin dalam fase ini berperan sebagai juvenile anthocyanin. Istilah tersebut digunakan oleh Chalker-Scott (2002) yang menunjukkan bahwa antosianin pada pucuk berperan sebagai penjaga turgor sel dalam level yang tinggi sehingga mendorong ekspansi dinding sel untuk perkembangan daun sampai pada ukuran yang optimal. Penurunan yang terjadi dengan pertambahan umur terjadi karena adanya pengenceran pigmen antosianin pada jaringan sejalan peningkatan pertumbuhan.

8 Penurunan kandungan antosianin pucuk sejalan dengan pertambahan umur tanaman kemudian kembali meningkat pada umur 60 HST terjadi pada kolesom yang mendapatkan perlakuan pemupukan urea + KCl hanya pada awal tanam dan dipanen setiap 10 hari sekali selama periode 80 hari, sedangkan peningkatan kembali kandungan antosianin pada umur 90 HST terjadi pada kolesom yang mendapatkan pemupukan urea + KCl secara bertahap yang dipanen 15 atau 30 hari sekali dengan panen terakhir pada umur 90 HST. Berdasarkan deskripsi tersebut maka peningkatan kembali kandungan antosianin pucuk kolesom dalam masa pertumbuhan tanaman karena kolesom mengalami stres abiotik yang disebabkan oleh (1) peningkatan frekuensi panen; (2) pertambahan umur panen terakhir. Stres yang dialami kolesom yang mendapatkan perlakuan interval panen 10 hari menyebabkan senescence dini sehingga hanya dapat memproduksi pucuk sampai umur 60 HST saja. Peningkatan kandungan antosianin pada saat kolesom mengalami stres akibat pemanenan pucuk dapat dikaitkan dengan peranan antosianin sebagai modulator sinyal stres dan antioksidan dengan mekanisme yang berlaku umum pada tanaman seperti yang dilaporkan oleh Hatier & Gould (2008) dan ditunjukkan oleh Gambar 31. Laporan Hatier & Gould (2008) menjelaskan bahwa stres yang dialami oleh tanaman membawa serta gelombang reactive oxygen species (ROS) misalnya H 2 O 2 yang membahayakan tanaman dengan menggangu berbagai proses metabolisme sel. Tanaman harus memiliki suatu mekanisme untuk menurunkan atau menetralkan ROS untuk mencegah kerusakan oksidatif. Salah satunya adalah dengan cara memproduksi antosianin pada sel daun. Antosianin berinteraksi langsung dengan sinyal stres dengan cara menyerap sebagian energi cahaya pada kloroplas untuk mengurangi laju produksi ROS karena kloroplas merupakan tempat akumulasi ROS pada saat tanaman mengalami cekaman. selanjutnya antosianin juga bertindak sebagai antioksidan untuk melindungi jaringan tanaman yang sehat dengan memerangkap berbagai radikal bebas dalam vakuola untuk menghambat pergerakan, melemahkan dan mengatur keseimbangan ROS dalam sel.

9 Gambar 31 Mekanisme antosianin sebagai modulator sinyal stres. Interaksi positif (panah) dan negatif ( T bar) (Hatier & Gould 2008) Keterkaitan antar Komponen Fisiologis Kolesom dengan Perubahan Kandungan Protein dan Antosianin Kandungan protein pucuk kolesom dari berbagai percobaan dalam penelitian ini secara konsisten menunjukkan tidak ada keterkaitan dengan kandungan antosianin dan secara konsisten berbagai perlakuan pemupukan urea + KCl sampai pada dosis tertentu hanya berpengaruh terhadap kandungan protein dan tidak berpengaruh terhadap kandungan antosianin pucuk kolesom. Konsep mengenai kompetisi antara biosintesis kandungan protein dan antosianin untuk memperoleh fenilalanin dalam jalur shikimat (Gambar 32) sehingga menghasilkan korelasi negatif antara keduanya seperti yang dikemukakan oleh Bragazza & Freeman (2007) dan Stefanelli et al. (2010) tidak ditemukan dalam penelitian ini. Merujuk pada data yang terdapat pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa kandungan asam amino tertinggi yang terdapat pada daun kolesom adalah asam glutamat, leusin, dan asam aspartat maka protein yang dihasilkan oleh daun

10 kolesom lebih banyak disintesis melalui senyawa asam α-ketoglutarat dan oksaloasetat yang berasal dari siklus krebs dibandingkan dengan jalur shikimat. Oleh karena itu, kemungkinan sintesis protein melalui siklus krebs merupakan penyebab ketiadaan korelasi antara kandungan protein dan antosianin. Siklus krebs merupakan fase respirasi dalam sel tumbuhan yang merupakan kelanjutan dari glikolis, sedangkan jalur shikimat merupakan serangkaian reaksi yang menghasilkan asam amino aromatik dan senyawa fenol dengan menggunakan asam shikimat sebagai prekursor. Asam shikimat terbentuk dari fosfoenolpiruvat dari lintasan respirasi glikolisis dan eritrosa-4-fosfat dari lintasan pentosa fosfat. Ketiadaan korelasi antara protein dan antosianin juga ditemukan oleh Vaknin et al. (2005) pada bunga Brunfelsia calycina yang menunjukkan bahwa degradasi protein tidak menyebabkan perubahan terhadap kandungan antosianin. Gambar 32 Jalur mekanisme biosintesis protein dan antosianin (Sullivan 1998)

11 Berdasarkan penjelasan Oren-Shamir (2009) mengenai pigmen antosianin pada berbagai organ tanaman, maka pigmen antosianin yang terdeteksi pada pucuk kolesom yang selalu berwarna hijau mengindikasikan bahwa kandungan antosianin tersebut berada pada level rendah dan diproduksi dengan laju biosintesis yang lambat. Oleh karena itu, tampaknya kolesom memiliki suatu mekanisme sendiri untuk terus memproduksi antosianin dengan jumlah tertentu dan menjadi komponen yang permanen dalam pucuk kolesom dalam siklus hidupnya tanpa mengganggu sintesis protein. Perubahan kandungan protein pucuk kolesom pada berbagai percobaan dalam penelitian ini secara konsisten menunjukkan keterkaitan yang erat dan berkorelasi positif terhadap kandungan klorofil, kecuali pada percobaan kombinasi pupuk urea + KCl yang diberikan melalui tanah dan daun. Keterkaitan antara kandungan protein dan klorofil pucuk kolesom disebabkan oleh keterkaitan biosintesis antara keduanya yang secara umum juga terjadi pada tanaman lain. Heldt (2005) menyatakan bahwa sintesis protein dan klorofil membutuhkan glutamat sebagai prekursor. Glutamat merupakan hasil asimilasi N yang telah melalui siklus metabolisme dalam sel. Mekanisme sintesis protein dan klorofil dengan prekursor glutamat dijelaskan oleh Richter et al. (2010) melalui langkahlangkah sebagai berikut : (1) glutamat berligasi dengan trna glu menjadi glutamyl trna reductase (Glu-tRNA) dikatalisis oleh glutamyl trna synthetase (GluRS); (2) Glu-tRNA memasuki 2 percabangan biosintesis tanpa kompetisi; (3) percabangan 1 : Glu-tRNA ditransaminasi menghasilkan protein ; (4) percabangan 2 : Glu-tRNA direduksi menjadi glutamat 1- semialdehyde (GSA) oleh enzim glutamyl-trna reductase (GluTR) yang kemudian ditransaminasi menjadi 5- aminolevulinic acid (ALA) yang diubah menjadi klorofil sebagai produk akhir. Keterkaitan antara sintesis protein dan klorofil dengan perkembangan plastida juga telah ditemukan oleh Drum & Margulies (1970) pada daun buncis (Phaseolus vulgaris) yang menunjukkan bahwa kemampuan plastida untuk mensintesis protein akan meningkat selama plastida aktif berkembang dan membelah untuk membentuk struktur lamela kloroplas dalam proses sintesis klorofil. Plastida merupakan organel yang akan berkembang menjadi kloroplas untuk menghasilkan klorofil, selain itu plastida juga merupakan bagian dari

12 ribosom yang memiliki kromosom sirkular sebagaimana enzim untuk duplikasi gen, ekspresi gen, dan sintesis protein. Ketiadaan korelasi antara kandungan protein dan klorofil dalam pucuk yang terjadi pada saat kolesom mendapatkan kombinasi pemupukan urea + KCl yang diberikan melalui tanah dan daun karena perlakuan tersebut hanya mempengaruhi kandungan klorofil dan tidak berpengaruh terhadap kandungan protein pucuk kolesom. Pengaruh yang berbeda ini menunjukkan bahwa sintesis protein pucuk kolesom memiliki sensitivitas yang lebih tinggi daripada klorofil terhadap pemupukan urea + KCl. Sensitivitas sintesis protein pucuk kolesom diduga terkait dengan perubahan kondisi larutan sel sebagai respon terhadap pemupukan urea + KCl yang diberikan. Sideris (1946) menyatakan bahwa perubahan kemasaman atau ph larutan sel dengan nilai yang tidak sesuai dengan titik isoelektrik protein akan mempengaruhi sintesis protein dan mengubah korelasi antara protein dan klorofil. Ketiadaan korelasi antara protein dan klorofil ditemukan oleh Botha et al. (2006) pada daun kentang karena perbedaan pengaruh kandungan N terhadap kandungan protein dan klorofil antar kultivar. Seluruh percobaan dalam penelitian ini menunjukkan secara konsisten bahwa tidak terdapat keterkaitan antara kandungan antosianin dengan klorofil pucuk kolesom. Hal ini dapat mencerminkan bahwa antosianin dalam pucuk kolesom tidak berperan penting sebagai photoprotectant. Penjelasan ini didasarkan hasil laporan Stintzing & Carle (2004), Kytridis et al. (2008), dan Oren-Shamir (2009) yang menyatakan bahwa antosianin dapat berperan sebagai photoprotectant pada saat kandungan klorofil masih rendah atau terdegradasi sehingga terdapat korelasi negatif antar keduanya. Keterkaitan antara kandungan protein dan gula pucuk kolesom sangat bervariasi antar percobaan. Korelasi antara kandungan protein dan gula tidak ditemukan dalam pucuk kolesom yang dipanen secara periodik dan mendapatkan pemupukan urea + KCl baik yang dilakukan hanya pada awal tanam maupun secara bertahap melalui tanah atau kombinasi melalui tanah dan daun. Ketiadaan korelasi tersebut dapat dipahami karena secara konsisten peningkatan kandungan protein pucuk kolesom yang dipanen secara periodik sejalan dengan peningkatan dosis urea+kcl sampai pada dosis tertentu, sedangkan kandungan gula sangat

13 fluktuatif dan tidak memperlihatkan pola yang jelas. Adanya fluktuasi gula dalam pucuk kolesom diduga terkait dengan mekanisme sintesis gula yang dijelaskan oleh Heldt (2005) bahwa sintesis gula sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis seperti CO 2, cahaya, dan temperatur. Oleh karena itu, akumulasinya pada daun tergantung kepada laju fotosintesis dan penggunaan asimilat pada organ lain. Korelasi positif antara protein dan gula dalam pucuk kolesom yang dipanen secara periodik ditemukan pada percobaan berbagai frekuensi penyemprotan pupuk urea + KCl melalui daun setelah pemberian pupuk urea + KCl melalui tanah pada saat tanam. Belum ada penelitian yang membuktikan secara pasti tentang korelasi positif antara kandungan protein dan gula. Aplikasi pupuk urea + KCl melalui daun diduga merupakan penyebab utama terjadinya korelasi positif antara kandungan protein dan gula dalam pucuk kolesom. Hal ini mengacu pada hasil penelitian Smolen & Sady (2009) pada tanaman wortel yang menunjukkan bahwa aplikasi pupuk daun menyebabkan penurunan reaksi apoplas sel daun sehingga meningkatkan aktivitas enzim acid invertase yang menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, kemudian melalui reaksi biokimia kedua molekul ini berperan sebagai penyedia C skleton yang digunakan untuk penggabungan N menjadi senyawa organik N. Peristiwa ini menyebabkan peningkatan akumulasi gula pada daun wortel sejalan dengan peningkatan sintesis senyawa organik N dan menurunkan translokasi gula ke organ lain. Pengaruh pemupukan urea + KCl dan interval panen terhadap kandungan antosianin dan gula pucuk kolesom dalam penelitian ini sangat tidak konsisten, sehingga mempengaruhi korelasi antara keduanya. Korelasi positif antara kandungan antosianin dan gula pada penelitian ini ditemukan pada percobaan berbagai dosis pupuk urea + KCl yang diberikan hanya pada awal tanam pada berbagai interval panen, di mana semakin panjang interval panen akan meningkatkan baik kandungan antosianin dan gula. Korelasi tersebut mendukung hasil penelitian Hara et al. (2003) pada hipokotil lobak yang menunjukkan bahwa gula berperan sebagai molekul sinyal dengan cara mengaktifkan gen yang mengkodekan enzim chalcone synthase (pembentukan naringenin chalcone) dan

14 anthocyanidin synthase (pembentukan anthocyanidins) dalam biosintesis antosianin. Adanya perbedaan pengaruh pupuk urea + KCl dan interval panen terhadap kandungan antosianin dan gula menjadikan korelasi antar keduanya tidak ditemukan lagi pada percobaan-percobaan berikutnya. Mengacu kepada berbagai hasil penelitian diduga bahwa ketidakstabilan korelasi antara kandungan antosianin dan gula dalam pucuk kolesom terjadi karena beragamnya mekanisme gula dalam mempengaruhi biosintesis antosianin, antara lain: 1. Respon gula terhadap biosintesis antosianin tampaknya lebih dipengaruhi oleh perubahan fluks/aliran transportasi gula dibandingkan kandungan gula dalam sel daun. Gangguan transportasi gula dalam floem yang ditemukan oleh Murakami et al. (2008) menyebabkan akumulasi gula yang sejalan dengan peningkatan antosianin dalam daun mapel, sedangkan berbagai konsentrasi gula yang diaplikasikan dalam penelitian Hara et al. (2003) tidak dapat meningkatkan kandungan antosianin daun lobak. 2. Respon gula terhadap biosintesis antosianin merupakan pengaruh interaksi gula dengan fitohormon. Pernyataan ini didasarkan pada hasil penelitian Hiratsuka et al. (2001) pada tanaman anggur menunjukkan aktivasi ekspresi gen dalam biosintesis antosianin oleh gula dimediasi oleh hormon ABA. Adanya korelasi yang tidak konsisten antara antosianin dan gula yang terkandung dalam pucuk dapat menunjukkan bahwa pucuk kolesom bukan organ yang tepat untuk mempelajari kedua senyawa tersebut. Penelitian Hara et al. (2003) menunjukkan bahwa kerkaitan antara kandungan antosianin dan gula dalam pucuk lobak tidak dapat dipelajari dengan baik karena pucuk bukan merupakan tempat akumulasi kedua senyawa tersebut. Konsistensi korelasi antara kandungan antosianin dan gula pada berbagai penelitian terlihat pada organ reproduktif tanaman yaitu bunga dan buah (Hiratsuka et al. 2001; Hara et al. 2003; Bodelon et al. 2010).

15 Potensi Pucuk Kolesom sebagai Sayuran Bergizi Berkhasiat Obat Kandungan protein pucuk tertinggi pada seluruh percobaan ini yaitu sebesar mg/g bobot basah atau sebesar 1.95%. Kandungan protein ini masih lebih rendah daripada kandungan protein daun kolesom berdasarkan bobot basah yang dilaporkan oleh Aletor & Adeogun (1995) dan Saidu & Jideobi yaitu masing-masing secara berurutan sebesar 2.50 dan 2.52%. Perbedaan lokasi dan iklim dalam pelaksanaan penelitian dapat menyebabkan perbedaan kandungan protein tersebut. Kandungan antosianin pucuk tertinggi pada seluruh percobaan yaitu sebesar 0.22 µmol/g bobot basah tetapi kadar tersebut tidak dapat dibandingkan karena belum ada penelitian yang memberikan standar untuk kandungan antosianin dalam sayuran daun. Meskipun dengan kadar yang beragam, namun antosianin selalu tersedia dalam pucuk kolesom pada semua umur panen dan dapat memberikan fungsi antioksidan pada saat dikonsumsi. Peningkatan kandungan protein dan antosianin secara bersamaan dalam pucuk kolesom layak jual tidak dapat dicapai pada penelitian ini. Meskipun demikian, produksi protein dan antosianin pucuk kolesom selama masa tanam dapat dijadikan parameter yang menggambarkan total kandungan protein dan antosianin yang terakumulasi dalam pucuk kolesom yang dihasilkan dan dapat dijadikan pertimbangan dalam budidaya sayuran kolesom yang mengutamakan hasil dan kualitas. Upaya peningkatan produksi protein dan antosianin pucuk kolesom dengan pemupukan nitrogen+kalium dan interval panen dalam penelitian ini dapat memberikan informasi awal dalam rangka penyusunan GAP sayur kolesom berkhasiat obat karena telah memenuhi sebagian dari tujuan dan ruang lingkup pedoman budidaya buah dan sayur yang baik berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.48/Permentan/OT.140/2009. Tujuan dari penyusunan GAP yang telah terpenuhi adalah meningkatkan produksi dan produktivitas serta mutu hasil, sedangkan perlakuan pemupukan dan interval panen termasuk dalam ruang lingkup GAP.

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN Protein and Anthocyanin Productions of Waterleaf Shoot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) PADA BERBAGAI APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) PADA BERBAGAI APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) PADA BERBAGAI APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN Protein and Anthocyanin Production of Waterleaf Shoot

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN APLIKASI PUPUK DAUN NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN APLIKASI PUPUK DAUN NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN APLIKASI PUPUK DAUN NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN Protein and Anthocyanin Productions of Waterleaf Shoot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi buncis

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Penetapan Status Kecukupan Hara N, P dan K pada Bibit Duku

PEMBAHASAN UMUM Penetapan Status Kecukupan Hara N, P dan K pada Bibit Duku PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun model pemupukan tanaman duku berdasarkan analisis daun dan mempelajari kategori tingkat kecukupan hara pada bibit duku. Cara membangun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan utama ketiga setelah padi dan jagung. Komoditas kedelai saat ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan pangan dan bahan baku

Lebih terperinci

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG A. DEFINISI PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG Pengairan dilakukan untuk membuat keadaan kandungan air dalam tanah pada kapasitas lapang, yaitu tetap lembab tetapi tidak becek.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat adalah satu diantara produk hortikultura yang mempunyai beragam manfaat, yaitu bisa dimanfaatkan dalam bentuk segar sebagai sayur, buah dan olahan berupa makanan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Buncis Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan kedua yang ditanam secara luas di Indonesia setelah kedelai. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tahun 1986 tercatat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau sweet corn ialah salah satu tanaman pangan yang mempunyai prospek penting di Indonesia. Hal ini disebabkan jagung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 ditanam di Kebun Percobaan PG Djatirorto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administrasi, lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pertumbuhan Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat kering akhir tanaman. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat diperoleh dari

Lebih terperinci

Tugas Kelompok. Bentuk tersedia bagi tumbuhan Fungsi Gejala Kahat. Kelompok: N, P, K, Ca, Mg, S, B, Cu, Cl, Fe, Mn, Mo, Zn

Tugas Kelompok. Bentuk tersedia bagi tumbuhan Fungsi Gejala Kahat. Kelompok: N, P, K, Ca, Mg, S, B, Cu, Cl, Fe, Mn, Mo, Zn Unsur Hara Tugas Kelompok Bentuk tersedia bagi tumbuhan Fungsi Gejala Kahat Kelompok: N, P, K, Ca, Mg, S, B, Cu, Cl, Fe, Mn, Mo, Zn Unsur hara Esensial Non esensial Mako Mikro Unsur Hara esensial Syarat

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 39 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh rata-rata tinggi tanaman jagung vareitas bisi-2 pada pengamatan minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-8 disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong komoditi sayuran buah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Tomat memiliki banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan utama ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Ubi kayu yang berasal dari Brazil,

Lebih terperinci

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) 2016 PENDAHULUAN Daerah rhizosper tanaman banyak dihuni

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam pengamatan tinggi tanaman berpengaruh nyata (Lampiran 7), setelah dilakukan uji lanjut didapatkan hasil seperti Tabel 1. Tabel 1. Rerata tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan perkembangan sel-sel baru sehingga terjadi penambahan ukuran dan diferensiasi jaringan. Tanaman dikatakan mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar. Warna, tekstur, dan aroma daun selada dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM KARYA ILMIAH TENTANG BUDIDAYA PAKCHOI (brassica chinensis L.) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERPA JENIS PUPUK ORGANIK Oleh SUSI SUKMAWATI NPM 10712035 POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 I.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.a. Parameter Utama 4.a.l. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen (kombinasi kascing dan pupuk

Lebih terperinci

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya 55 5 DISKUSI UMUM Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stadia Pertumbuhan Kedelai Stadia pertumbuhan kedelai secara garis besar dapat dibedakan atas pertumbuhan vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang relatif

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan kebutuhan makanan yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang bernilai gizi tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit menjadi pemimpin dalam penghasil minyak nabati dunia (2006), dengan produksi 37,1 juta ton dari buah kelapa sawit dan lebih dari 4,3 juta ton dari kernel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Panjang Tongkol Berkelobot Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur panen memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tongkol berkelobot. Berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34%

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34% BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LatarBelakang Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34% (BPS, 2013), sementara itu sebagian besar penduduk Indonesia (± 90%) masih menjadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua sesudah padi yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selain dikonsumsi, jagung

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Sukrosa Terhadap Jumlah dan Ukuran Pseudobulb Dendrobium antennatum

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Sukrosa Terhadap Jumlah dan Ukuran Pseudobulb Dendrobium antennatum BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Sukrosa Terhadap Jumlah dan Ukuran Pseudobulb Dendrobium antennatum Pengamatan terhadap pertumbuhan pseudobulb Dendrobium antennatum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap jenis makhluk hidup termasuk tanaman. Proses ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber utama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010 tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu berkisar antara 242.1-415.8 mm/bulan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan. Pertemuan : Minggu ke 13 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Perkembangan buah dan biji Sub pokok bahasan : 1. Terbentuknya biji 2. Perkembangan buah 3. Perkecambahan biji 4. Penuaan dan kematian

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

BAB I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi bahan pangan pokok masyarakat Indonesia. Padi di Indonesia memiliki bentuk dan warna beras yang

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

METABOLISME 2. Respirasi Sel Fotosintesis

METABOLISME 2. Respirasi Sel Fotosintesis METABOLISME 2 Respirasi Sel Fotosintesis Jalur Respirasi Aerobik dan Anaerobik Rantai respirasi Fotosintesis Fotosintesis merupakan proses sintesis molekul organik dengan menggunakan bantuan energi

Lebih terperinci

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HMT FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HMT ADALAH : 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3.

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber karbohidrat yang cukup tinggi. Seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanaman jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabe merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman hortikultura yang

I. PENDAHULUAN. Cabe merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman hortikultura yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Cabe merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman hortikultura yang penting di Indonesia. Buah cabe memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sehingga banyak

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.)

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.) J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 172 Vol. 1, No. 2: 172 178, Mei 2013 PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.) Mutiara

Lebih terperinci

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Rumput Jumlah Daun Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan untuk

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek 5. PEMBAHASAN Pembahasan mengenai pengaruh waktu pemberian Giberelin (GA 3 ) terhadap induksi pembungaan dan pertumbuhan tanaman leek (Allium ampeloprasum L.) meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

12/04/2014. Pertemuan Ke-2

12/04/2014. Pertemuan Ke-2 Pertemuan Ke-2 PERTUMBUHAN TANAMAN 1 PENGANTAR Pertumbuhanadalah proses pertambahan jumlah dan atau ukuran sel dan tidak dapat kembali kebentuk semula (irreversible), dapat diukur (dinyatakan dengan angka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baku industri, pakan ternak, dan sebagai bahan baku obat-obatan. Di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. baku industri, pakan ternak, dan sebagai bahan baku obat-obatan. Di Indonesia, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi, selain itu kedelai juga digunakan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Mengembangkan dan membudidayakan tanaman tomat membutuhkan faktor yang mendukung seperti pemupukan, pengairan, pembumbunan tanah, dan lain-lain. Pemberian

Lebih terperinci