KEPEDULIAN KONSUMEN TERHADAP LABEL DAN INFORMASI BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) PADA LABEL KEMASAN PANGAN DI KOTA BOGOR HENDRY NOER FADLILLAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPEDULIAN KONSUMEN TERHADAP LABEL DAN INFORMASI BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) PADA LABEL KEMASAN PANGAN DI KOTA BOGOR HENDRY NOER FADLILLAH"

Transkripsi

1 KEPEDULIAN KONSUMEN TERHADAP LABEL DAN INFORMASI BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) PADA LABEL KEMASAN PANGAN DI KOTA BOGOR HENDRY NOER FADLILLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kepedulian Konsumen terhadap Label dan Informasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Label Kemasan Pangan di Kota Bogor adalah benar-benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Hendry Noer Fadlillah NIM F

3 RINGKASAN HENDRY NOER FADLILLAH. Kepedulian Konsumen terhadap Label dan Informasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Label Kemasan Pangan di Kota Bogor. Di bawah supervisi LILIS NURAIDA dan EKO HARI PURNOMO. Setiap produk pangan yang diedarkan wajib memiliki label pada kemasannya. Label tersebut dapat menjadi sarana komunikasi antara produsen dan konsumen. Kebiasaan membaca label dapat membantu konsumen untuk mengetahui informasi terkait produk yang akan dibeli. Beberapa informasi yang dimaksud antara lain mengenai produsen, keamanan, kandungan gizi, komposisi, dan lainnya. Salah satu informasi penting yang bisa diperoleh dari membaca label adalah mengenai BTP (Bahan Tambahan Pangan). Penggunaan BTP merupakan praktek yang umum terjadi dewasa ini. BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP bukan untuk dikonsumsi langsung, tetapi ditambahkan untuk tujuan dan fungsi tertentu, seperti menjaga kestabilan emulsi, memberi aroma atau rasa, meningkatkan cita rasa, memperpanjang umur simpan, mencegah penggumpalan, mempertahankan warna, dan lainnya. Hampir semua produk pangan dalam kemasan mengandung BTP dalam jenis dan jumlah yang spesifik. Walau digunakan dalam jumlah yang sedikit, penggunaan BTP diatur secara ketat. Di Indonesia, secara teknis, BTP diatur oleh Kementerian Kesehatan RI dan Badan POM RI. Beberapa hal yang diatur antara lain jenis yang diijinkan, batas maksimum penggunaan, persyaratan, hingga pencantuman pada label. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data mengenai kebiasaan konsumen dalam membaca label, informasi yang dibaca oleh konsumen pada label, pengenalan konsumen terhadap BTP, dan seberapa besar kepedulian terhadap BTP. Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan industri pangan untuk menyusun strategi dalam memberikan edukasi. Selain itu penelitian ini juga penting bagi produsen dalam pengembangan produk dan juga menyusun strategi promosi di pasar. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan mewawancarai responden. Area studi dilaksanakan di Kota Bogor. Responden dibagi ke dalam dua kelompok, yakni usia tahun dan usia 24 tahun. Survei dilakukan dengan pengisian kuesioner dan wawancara kepada responden oleh enumerator. Responden diminta untuk mengisi setiap pertanyaan yang ada pada kuesioner. Pertanyaan dalam kuesioner dibagi dalam beberapa bagian, yang meliputi profil responden, kebiasaan membaca dan kepedulian terhadap label, serta pemahaman dan kepedulian mengenai BTP. Data diolah secara statistik dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS. Hasil penelitian yang melibatkan 201 responden usia tahun dan 150 responden usia >24 tahun, menunjukkan bahwa responden yang selalu membaca label untuk kelompok usia tahun dan >24 tahun masing-masing adalah 22% dan 67%. Berdasarkan uji statistik kelompok usia lebih dari 24 tahun, memiliki kebiasaan dalam membaca label lebih sering secara nyata dibandingkan dengan kelompok usia tahun. Informasi yang paling diperhatikan pada label untuk kelompok tahun adalah klaim kesehatan, mengetahui informasi BTP, dan berat/volume pangan di dalam kemasan. Sedangkan kelompok >24 tahun lebih

4 memperhatikan nomor registrasi, nama produsen, dan berat/volume. Jumlah responden yang mengenal istilah BTP untuk kelompok tahun dan >24 tahun masing-masing adalah 95% dan 73% dari yang membaca label. Secara statistik usia tahun lebih mengenal istilah BTP dibandingkan kelompok usia >24 tahun. Sebanyak 19% responden selalu membaca informasi BTP pada kelompok tahun, dan 24% pada kelompok >24 tahun. Sumber utama informasi BTP pada responden berusia tahun adalah internet dan sekolah/kuliah. Sedangkan bagi responden berusia >24 tahun, sumber informasi BTP utamanya berasal dari televisi dan sekolah/kuliah. BTP yang paling banyak mendapat perhatian untuk kedua kelompok tersebut adalah perisa dan penguat rasa. Hasil penelitian ini juga menunjukkan korelasi antara kebiasaan membaca label dengan jenis kelamin (pada usia tahun), serta pendidikan dan pendapatan (pada usia tahun dan >24 tahun). Responden wanita lebih sering membaca label dibandingkan responden pria pada kelompok tahun. Selain itu, semakin tinggi pendidikan dan pendapatan juga menunjukkan kebiasaan membaca label lebih sering pada kedua kelompok tersebut. Kata kunci: label pangan, bahan tambahan pangan, komposisi, kepedulian konsumen

5 SUMMARY HENDRY NOER FADLILLAH. Consumer Awareness on Label of Food Packaging and Information of Food Additives in Bogor City. Supervised by LILIS NURAIDA dan EKO HARI PURNOMO. Label on the food packaging is a compulsory. It could be communication media between producers and consumers. Consumer s habit of reading the labels can help them to get information about the products to be purchased. The information includes the manufacturer, safety, nutrition content, composition, and others. One of the important information that can be obtained from reading the label is about food additives. The used of food additive is general practices in food industries. Food additive are substances added to food to improve properties of food. Food additives are not for direct consumption, but to provide spesific purpose and function, such as emulsifying, flavoring, enhancing taste, increasing shelf life, preventing cacking, protecting color, and others. Most of processed food contain food additive in certain amount. Evenhough it is used in small amount, food additive is tighly regulated. Technically, in Indonesia, food additives are regulated by Ministry of Health and National Agency of Food and Drug Control (NAFDC). The regulation include variety of food additive that can be added to food, maximum level permitted, requirement and information allowed on label. This research was conducted to evaluate consumer s habit in Bogor city in reading food label, their awareness on label information, understanding and awareness of food additives. The obtained data could be used by government and food industries to develop education program. Industries could also use the data for consideration in developing new products and develop promotion program. The research was conducted by interviewing respondents in Bogor City. The respondent was divided into two groups. The first group was years old respondent, and the second groups was >24 years old respondent. Question divided into several parts, including respondent profile, habit and awareness in reading label, understanding and awareness on food additives. Data are analyzed statistically by using Microsoft Excel and SPSS program. There were 201 for years old respondent and 150 for >24 years old respondent. Respondents, who always read label for and >24 years old group are 22% and 67%. Statistically, the frequency of reading label of >24 year old respondents significantly higher than years old respondents. The information read by years old respondents were mostly health claim, food additive information and weight/volume; while registration number, producer name, and weight/volume were mostly read by the other group. The survey showed years old respondents had better knowledge on food additives than >24 year old group. The number of respondents who were familiar with the term of food additive for groups of and > 24 years respectively 95 % and 73 % of respondents reading label. Statistically aged years was more familiar with the term food additive than group > 24 years. As many as 19 % of respondents of years always read food additive information, and 24 % of respondents of >24 years. The main source of food additives information of

6 respondents aged years were internet and school /college. As for respondents aged> 24 years, food additive information mainly from television and school / college. Flavor and flavor enhancer were the most aware food additives by both group. The results also showed a correlation between the habit of reading labels by gender (age years), as well as education and income (at the age of years and > 24 years). Respondents female were more often to read label than male respondents on group of years. Moreover, the higher education and income also showed the habit of reading labels more frequently in both groups. Key words: food label, food additive, ingredients, consumer awareness

7 Hak Cipta Milik IPB, 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian dan seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 KEPEDULIAN KONSUMEN TERHADAP LABEL DAN INFORMASI BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) PADA LABEL KEMASAN PANGAN DI KOTA BOGOR HENDRY NOER FADLILLAH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Pada Program Studi Teknologi Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi

10 Judul Tesis Nama NIM : Kepedulian Konsumen terhadap Label dan Informasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Label Kemasan Pangan di Kota Bogor : Hendry Noer Fadlillah : F Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Lilis Nuraida, MSc Ketua Dr Eko Hari Purnomo STP, MSc Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr Tanggal Ujian: 26 Februari 2016 Tanggal Lulus:

11

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- NYA sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 hingga September 2015 ini adalah Kepedulian Konsumen terhadap Label dan Informasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Label Kemasan Pangan di Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Lilis Nuraida dan Dr Eko Hari Purnomo yang telah banyak memberikan saran untuk penyelesaian penelitian, serta Dr Ir Nurheni Sri Palupi yang juga memberi masukan terhadap hasil penelitian ini. Di samping itu, penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak dan Ibu Pimpinan PT Media Pangan Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk penyelesaian studi. Ungkapan terima kasih juga dihaturkan kepada bapak, ibu, istri, dua buah hati, dan seluruh keluarga yang telah mendukung dan memberikan doa kepada Penulis. Kepada rekan-rekan di MPTP dan PT Media Pangan Indonesia, penulis juga menyampaikan terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini, terutama pada saat penyelesaian studi. Semoga tesis ini bermanfaat. Bogor, Februari 2016 Hendry Noer Fadlillah

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiii 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Label Pangan 3 Bahan Tambahan Pangan (BTP) 3 Keamanan BTP 4 Peraturan Pelabelan BTP 6 Kepedulian terhadap Label 7 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN 11 Bahan dan Alat 11 Metode 11 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 Pengujian kuesioner 16 Profil Responden 17 Perilaku Konsumen dalam Membaca Label 17 Pengaruh Label terhadap Keputusan Pembelian 18 Informasi yang Diperhatikan pada Label 20 Pengenalan Responden terhadap BTP 21 Jenis BTP yang Menjadi Perhatian Konsumen 26 BTP Pemanis 26 BTP Pewarna 27 BTP Pengawet 28 BTP Penguat Rasa 29 BTP Perisa 30 Hasil Uji Korelasi 31 5 SIMPULAN DAN SARAN 34 DAFTAR PUSTAKA 35 LAMPIRAN 38 RIWAYAT HIDUP 50 DAFTAR TABEL 1. Jenis informasi pada label yang diperhatikan oleh konsumen 8 Amerika Serikat 2. Tingkat kepentingan informasi pada label bagi respoden Fungsi dan penggunaan informasi jumlah ingridien oleh konsumen 10

14 Irlandia 4. Perbaikan yang dilakukan berdasarkan pengujian kuesioner Karakteristik responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi 18 untuk kepedulian terhadap label dan informasi BTP 6. Alasan responden membaca label Alasan responden tidak membaca label Hasil uji ranking terhadap informasi yang diperhatikan konsumen 22 saat membaca label 9. Alasan responden membaca informasi BTP Alasan responden tidak membaca informasi BTP BTP yang paling menjadi perhatian responden Alasan responden membeli produk yang mengandung BTP pemanis Alasan responden membeli produk yang mengandung BTP pewarna Alasan responden membeli produk yang mengandung BTP 29 pengawet 15. Alasan responden membeli produk yang mengandung BTP penguat 30 rasa 16. Alasan responden membeli produk yang mengandung BTP perisa Hasil uji korelasi antara profil responden dengan label dan informasi 33 BTP 18. Korelasi antara jenis kelamin, pendidikan dan pendapatan dengan 34 kebiasaan membaca label DAFTAR GAMBAR 1. Fungsi BTP menurut konsumen Amerika Serikat 8 2. Frekuensi membaca label konsumen Irlandia 9 3. Informasi pada label pangan yang menjadi perhatian konsumen Irlandia 9 4. Tahapan penelitian Penentuan jumlah responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi Tahapan pelaksanaan survei Frekuensi jawaban responden pada pengujian kuesioner Kebiasaan konsumen berdasarkan tingkat usia dalam membaca label Pengaruh label terhadap keputusan pembelian responden berdasarkan 21 tingkatan usia 10. Pengenalan responden berdasarkan kelompok usia terhadap istilah BTP Tingkat kepentingan informasi BTP berdasarkan kelompok usia 23 responden 12. Sumber informasi BTP bagi responden berdasarkan kelompok usia Kebiasaan konsumen berdasarkan kelompok usia dalam membaca 25 informasi BTP 14. Pengaruh informasi BTP terhadap keputusan pembelian Pengaruh kandungan BTP pemanis terhadap keputusan Pembelian 27 responden berdasarkan tingkatan usia 16. Pengaruh kandungan BTP pewarna terhadap keputusan pembelian 28 berdasarkan tingkatan usia 17. Pengaruh kandungan BTP pengawet terhadap keputusan pembelian 29

15 berdasarkan tingkatan usia 18. Pengaruh kandungan BTP penguat rasa terhadap keputusan pembelian berdasarkan tingkatan usia 19. Pengaruh kandungan BTP perisa terhadap keputusan pembelian berdasarkan tingkatan usia DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data 39 2 Perancangan pertanyaan untuk kuesioner 47

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan (PP, 1999). Pemberian label pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi pangan (UU, 2012). Oleh sebab itu, konsumen perlu memberikan perhatian yang cukup terhadap informasi yang tercantum pada label pangan, termasuk diantaranya mengenai bahan tambahan pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam produk pangan merupakan praktek yang umum terjadi di industri pangan. Hampir semua produk pangan dalam kemasan mengandung BTP. Industri menggunakan BTP untuk fungsi tertentu, karena BTP dalam produk pangan memiliki sifat dan peranan yang spesifik. Berdasarkan fungsinya, CAC (2014a) membagi BTP ke dalam beberapa kelas, yakni sebagai pengatur keasaman, antikempal, antibuih, antioksidan, pemutih, peningkat volume, pengkarbonasi, pembawa, peretensi warna, pengemulsi, garam pengemulsi, pengeras, penguat flavor, perlakuan tepung, pembuih, pembentuk gel, pelapis, humektan, gas untuk kemasan, pengawet, propelan, sekuestran, penstabil, pemanis, dan pengental. Penggunaan BTP diatur secara ketat, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional. Sebelum digunakan, BTP harus mendapat ijin terlebih dahulu dari lembaga terkait. Di Indonesia, BTP wajib terlebih dahulu didaftarkan ke Badan POM RI. Praktek penggunaan BTP telah diatur oleh Pemerintah, baik dalam bentuk Undang-undang (Undang-undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan), Peraturan Menteri Kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan), atau Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan BTP Pemanis, dan lain-lain). Beberapa hal yang diatur antara lain meliputi jenis dan batas maksimum penggunaan BTP, pencantumannya pada label, dan lainnya. Namun demikian, masih banyak praktek-praktek penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, antara lain dosis yang menyalahi aturan, penggunaan bahan kimia berbahaya yang bukan diperuntukkan sebagai BTP, dan lainnya. Selain itu terdapat BTP yang harus mendapat perhatian khusus bagi kelompok konsumen tertentu. EFSA (2014) menyebutkan, bahwa penderita fenilketonuria (PKU) dilarang untuk mengonsumsi pemanis buatan aspartam. PKU merupakan suatu kondisi kelainan dalam metabolisme asam amino. Konsumsi aspartam dapat membahayakan penderita PKU, sebab dapat menyebabkan peningkatan asam amino fenilalanin dan bersifat toksik.

17 Sebaliknya, bagi penderita diabetes, sangat penting untuk memilih produk dengan pemanis rendah kalori. Perhatian terhadap BTP juga penting untuk menakar jumlah yang boleh dikonsumsi, sebab sebagian diantaranya memiliki nilai ADI (acceptable daily intake). Artinya konsumen tidak boleh berlebihan dalam mengonsumsi BTP tertentu, karena dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan. Oleh sebab itu informasi dan pengetahuan mengenai BTP sangat penting bagi konsumen. Pemerintah melalui Undang-undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan mewajibkan produsen untuk mencantumkan label pada kemasan. Salah satu informasi yang wajib dicantumkan pada dalam label adalah daftar bahan yang digunakan, termasuk di dalamnya bahan tambahan pangan (BTP). Konsumen perlu menjadikan BTP sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk memilih dan membeli produk pangan. Pemahaman dan perhatian terhadap BTP produk pangan dapat membantu konsumen dalam memilih produk yang tepat dan meminimalkan risiko kesehatan yang mungkin dapat muncul karena BTP. Perumusan Masalah Label merupakan sarana yang penting bagi konsumen untuk menilai suatu produk pangan, termasuk BTP. Namun demikian, saat ini masih terdapat keterbatasan data mengenai perilaku dan kebiasaan konsumen membaca label, serta jenis informasi yang diperlukan konsumen pada label. Bahkan untuk BTP, studi yang secara khusus mengevaluasi pemahaman dan kepedulian konsumen masih terbatas, sehingga dapat menyulitkan bagi pemerintah dan produsen dalam menentukan strategi edukasi dan promosi yang tepat. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan data dan informasi mengenai perilaku dan kebiasaan konsumen dalam membaca label, termasuk jenis informasi yang diperhatikan pada label. Selain itu, penelitian ini untuk mengevaluasi apakah responden mengenal BTP dan juga seberapa besar kepedulian responden terhadap informasi BTP pada label kemasan pangan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberi informasi mengenai perilaku dan kebiasaan konsumen dalam membaca label, serta tingkat pengenalan dan kepedulian konsumen terhadap informasi BTP pada label. Data yang diperoleh dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan industri pangan dalam mendesain strategi edukasi dan promosi bagi konsumen. Data yang ada juga bisa digunakan sebagai masukan bagi pengembangan produk baru di industri pangan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode survei terhadap responden di wilayah Kota Bogor. Produk yang dimaksud adalah produk pangan dalam kemasan. Pemilihan produk dalam kemasan karena hanya pada produk tersebut konsumen

18 dapat memperoleh informasi BTP yang digunakan, sesuai yang tercantum pada label pangan. 2 TINJAUAN PUSTAKA Label pangan Menurut Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, label pangan didefinisikan sebagai setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Pemberian label pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi pangan. Informasi yang dimaksud adalah yang terkait dengan asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, dan keterangan lain yang diperlukan (UU, 2012). Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Label sebagaimana dimaksud berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan, sekurang-kurangnya terdiri dari nama produk; daftar bahan yang digunakan; berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia; serta tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa (PP, 1999). Bahan Tambahan Pangan (BTP) Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Kemenkes, 2012). Sedangkan CAC (2014b) mendefinisikan bahan tambahan pangan (food additives) sebagai senyawa yang tidak dikonsumsi dalam bentuk tunggal secara langsung dan tidak digunakan sebagai ingridien pangan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang penambahannya bertujuan untuk tujuan teknologi (termasuk organoleptik) dalam pengolahan, penyiapan, perlakukan, pengemasan, transportasi, atau alasan lainnya -baik berdampak secara langsung atau tidak, dimana penambahannya dapat mempengaruhi karakteristik pangan. Definisi tersebut senada dengan persyaratan BTP yang ditetapkan Kemenkes (2012), yakni: a. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diberlakukan sebagai bahan pangan. b. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. c. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.

19 Keamanan BTP Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (UU, 2012). Salah satu fokus perhatian dalam penyelenggaraan keamanan pangan dalam Undang-undang tersebut adalah pengaturan terhadap bahan tambahan pangan. Pemerintah berkewajiban memeriksa keamanan bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan Pangan yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan. Pemeriksaan keamanan bahan tambahan dilakukan untuk mendapatkan izin peredaran. Setiap orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan: a) bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; dan/atau b) bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) hanya boleh digunakan bila tidak melebihi batas maksimum penggunaan dalam kategori pangan. Selain itu, penambahan dan pengurangan jenis BTP serta batas maksimum penggunaan dalam kategori pangan harus mempertimbangkan persyaratan kesehatan berdasarkan bukti ilmiah yang sahih. Pengkajian dilakukan oleh Tim Mitra Bestari, yakni kelompok pakar yang ditetapkan oleh Kepala Badan untuk melakukan pengkajian dan memberikan rekomendasi tentang penggunaan komponen baru serta klaim gizi dan kesehatan. Batas Maksimum adalah jumlah maksimum BTP yang diizinkan terdapat pada pangan dalam satuan yang ditetapkan. Batas Maksimum penggunaan BTP dapat berupa suatu nilai tertentu atau berdasarkan good manufacturing practices. Batas Maksimum Cara Produksi Pangan yang Baik atau good manufacturing practice adalah jumlah BTP yang diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan (BPOM, 2014). Secara internasional, di CAC (2014b), kajian keamanan BTP dilakukan oleh oleh Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA). Setelah lolos pengujian, kemudian mendapatkan nomor INS (International Numbering System). Sementara itu di Uni Eropa, kajian terhadap keamanan BTP dilakukan oleh suatu panel ilmiah yang ditetapkan oleh EFSA (European Food Safety Authority). BTP yang telah mendapatkan ijin penggunaannya kemudian diberikan nomor E. Penetapan batas maksimum BTP yang bisa digunakan mengacu pada nilai ADI (Acceptable Daily Intake) atau Asupan Harian yang Dapat Diterima. ADI didefinisikan sebagai jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan (Kemenkes, 2012). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan juga diatur mengenai Bahan yang Dilarang Digunakan sebagai BTP. Bahan-bahan tersebut antara lain asam borat dan senyawanya (boric acid), asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt), dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC), dulsin (dulcin), formalin (formaldehyde), kalium bromat (potassium bromate), kalium klorat (potassium chlorate), kloramfenikol

20 (chloramphenicol), minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils), nitrofurazon (nitrofurazone), dulkamara (dulcamara), kokain (cocaine), nitrobenzen (nitrobenzene), sinamil antranilat (cinamyl anthranilate), dihidrosafrol (dihydrosafrole), biji tonka (tonka bean), minyak kalamus (calamus oil), minyak tansi (tansy oil), dan minyak sasafras (sasafras oil). BTP terdiri dari banyak jenis. Peraturan Menteri Kesehatan RI (2012) membagi BTP dalam 27 golongan berdasarkan fungsinya, yakni antibuih (antifoaming agent), antikempal (anticacking agent), antioksidan (antioxidant), bahan pengkarbonasi (carbonating agent), garam pengemulsi (emulsifying salt), gas untuk kemasan (packaging gas), humektan (humectant), pelapis (glazing agent), pemanis (sweetener), pembawa (carrier), pembentuk gel (gelling agent), pembuih (foaming agent), pengatur keasaman (acidity regulator), pengawet (preservative), pengembang (raising agent), pengemulsi (emulsifier), pengental (thickener), pengeras (firming agent), penguat rasa (flavor enhancer), peningkat volume (bulking agent), penstabil (stabilizer), peretensi warna (colour retention agent), perisa (flavouring), perlakuan tepung (flour treatment agent), pewarna (colour), propelan (propellant), dan sekuestran (sequestrant). Di dalam golongan tersebut terdapat beberapa jenis BTP, misalnya untuk antibuih, terdiri dari kalsium alginat (calcium alginate) serta mono dan digliserida asam lemak (mono- and diglycerides of fatty acids). Beberapa jenis BTP yang sering menjadi perhatian konsumen antara lain: BTP Pemanis Pemanis (sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan. Pemanis alami (natural sweetener) merupakan pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi, sedangkan pemanis buatan (artificial sweetener) didefinisikan sebagai pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam. Pemanis alami yang diijinkan penggunaannya di Indonesia antara lain sorbitol (sorbitol), manitol (mannitol), isomalt/isomaltitol (Isomalt/Isomaltitol), glikosida steviol (steviol glycoside), maltitol (maltitol), laktitol (lactitol), silitol (xylitol), dan eritritol (erythritol). Sedangkan pemanis buatan yang diijinkan adalah asesulfam- K (acesulfame potassium), aspartam (aspartame), siklamat (cyclamates), sakarin (saccharins), sukralosa (sucralose/ Trichlorogalactosucrose), dan neotam (neotame) (BPOM, 2014). BTP Pewarna Pewarna (colour) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan mampu memberi atau memperbaiki warna. Pewarna alami (natural food colour) adalah pewarna yang dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lain, termasuk pewarna identik alami. Pewarna sintetis (synthetic food colour) adalah pewarna yang diperoleh secara sintesis kimiawi. Jenis BTP pewarna alami yang diijinkan penggunaannya di Indonesia adalah kurkumin CI. No (curcumin), riboflavin (riboflavins), karmin dan ekstrak cochineal CI. No (carmines and cochineal extract), klorofil CI. No (chlorophyll), klorofil dan

21 klorofilin tembaga kompleks CI. No (chlorophylls and chlorophyllins, copper complexes), karamel I (caramel I plain), karamel III amonia proses (caramel III - ammonia process), karamel IV amonia sulfit proses (caramel IV - sulphite ammonia process), karbon tanaman CI (Vegetable carbon), betakaroten (sayuran) CI. No (carotenes, beta (vegetable), ekstrak anato CI. No (berbasis bixin) (annatto extracts, bixin based), karotenoid (Carotenoids), merah bit (beet red), antosianin (anthocyanins), dan titanium dioksida CI. No (titanium dioxide). Sedangkan pewarna buatan yang diijinkan antara lain tartrazin CI. No (tartrazine), kuning kuinolin CI. No (quinoline yellow), kuning FCF CI. No (Sunset yellow FCF), karmoisin CI. No (azorubine (carmoisine)), ponceau 4R CI. No (Ponceau 4R (cochineal red A)), eritrosin CI. No (erythrosine), merah allura CI. No (allura red AC), indigotin CI. No (Indigotine (indigo carmine)), biru berlian FCF CI No (brilliant blue FCF); hijau FCF CI. No (fast green FCF), dan coklat HT CI. No (brown HT) (BPOM, 2013a). BTP Pengawet Pengawet (preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Pengawet yang diijinkan penggunaannya antara lain asam sorbat dan garamnya (sorbic acid and its salts), asam benzoat dan garamnya (benzoic acid and its salts), etil para-hidroksibenzoat (ethyl para-hydroxybenzoate), metil para-hidroksibenzoat (methyl parahydroxybenzoate), sulfit (sulphites), nisin (nisin), nitrit (nitrites), nitrat (nitrates), asam propionat dan garamnya (propionic acid and its salts) serta lisozim hidroklorida (lysozyme hydrochloride) (BPOM, 2013b). BTP Penguat rasa Penguat rasa (Flavour enhancer) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tersebut tanpa memberikan rasa dan/atau aroma tertentu. BTP penguat rasa yang diijinkan di Indonesia antara lain asam L-glutamat dan garamnya (L- Glutamic acid and its salts), asam guanilat dan garamnya (guanylic acid and its salts), asam inosinat dan garamnya (inosinic acid and its salts), serta garamgaram dari 5 -ribonukleotida (salts of 5 -ribonucleotides) (BPOM, 2013c). BTP Perisa Perisa (flavouring) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavour dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam. Perisa (flavouring) dikelompokkan menjadi perisa alami, perisa identik alami, dan perisa artifisial (Permenkes, 2012). Peraturan pelabelan BTP Menurut Undang-undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan, setiap pihak - baik perseorangan maupun korporasi, wajib mencantumkan label dalam kemasan pangan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan

22 disebutkan bahwa informasi yang wajib tercantum pada label antara lain nama produk; daftar bahan yang digunakan; berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor; halal bagi yang dipersyaratkan; tanggal dan kode produksi; tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa; nomor izin edar bagi pangan olahan; dan asal usul bahan pangan tertentu (UU No. 18 tahun 2012). Keterangan tentang bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan dicantumkan pada Label sebagai daftar bahan secara berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali vitamin, mineral dan zat penambah gizi lainnya (PP No. 69 tahun 1999). Untuk pangan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan, pada Label wajib dicantumkan golongan Bahan Tambahan Pangan. Bila BTP yang digunakan memiliki nama dan atau kode internasional, pada Label dapat dicantumkan nama Bahan Tambahan dan kode internasional dimaksud, kecuali BTP berupa pewarna. Untuk pewarna, selain pencantuman golongan dan nama BTP, pada Label wajib dicantumkan indeks pewarna yang bersangkutan (PP, 2009). Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan disebutkan BTP golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa, wajib dicantumkan pula nama jenis BTP, dan nomor indeks khusus untuk pewarna. Sedangkan pada label sediaan BTP, wajib dicantumkan a) tulisan Bahan Tambahan Pangan, b) nama golongan BTP, c) nama jenis BTP, dan d) nomor pendaftaran produsen BTP, kecuali untuk sediaan pemanis dalam bentuk table top. Selain itu, pada label pangan yang mengandung pemanis buatan, wajib dicantumkan tulisan Mengandung pemanis buatan, disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah 5 (lima) tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui. Sedangkan pada label pangan untuk penderita diabetes dan/atau makanan berkalori rendah yang menggunakan pemanis buatan wajib dicantumkan tulisan Untuk penderita diabetes dan/atau orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah. Produk yang menggunakan pemanis aspartam juga wajib memberikan peringatan pada label berupa Mengandung fenilalanin, tidak cocok untuk penderita fenilketonurik. Peringatan lain yang wajib dicantumkan pada label adalah jika menggunakan poliol, yakni berupa tulisan Konsumsi berlebihan mempunyai efek laksatif. Pangan yang menggunakan gula dan pemanis buatan juga wajib mencantumkan tulisan Mengandung gula dan pemanis buatan (BPOM, 2012). Tidak hanya untuk pemanis, pada label pangan olahan yang mengandung perisa, wajib dicantumkan nama kelompok perisa dalam daftar bahan atau ingredient. Termasuk juga BTP ikutan (carry over), wajib dicantumkan setelah bahan yang mengandung BTP tersebut (BPOM, 2012). Kepedulian terhadap label Survei yang dilakukan oleh International Food Information Council Foundation (2012) di Amerika Serikat menunjukkan, informasi dalam label pangan mempengaruhi keputusan dalam membeli produk pangan. Masa kedaluwarsa dan informasi nilai gizi adalah informasi utama yang menjadi perhatian konsumen. Sementara itu, daftar ingridien (termasuk BTP) berada di urutan ketiga. Data tersebut juga menyebutkan, orang tua (usia tahun) adalah golongan yang paling peduli terhadap daftar ingridien, masa kedaluwarsa,

23 informasi nilai gizi, petunjuk memasak, dan juga informasi terhadap ada tidaknya jenis ingridien tertentu (Tabel 1). Selain itu, diungkapkan konsumen Amerika Serikat percaya bahwa penambahan BTP bertujuan untuk memberikan manfaat tertentu. Beberapa manfaat dari penambahan BTP yang diketahui oleh konsumen Amerika Serikat adalah mempertahankan kesegaran, meningkatkan warna, dan menjaga flavor. Sedangkan dalam jumlah kecil menyadari keberadaan BTP yang berfungsi sebagai anti bakteri (Gambar 1). Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Kozelova et al.. (2012) melaporkan, mayoritas (87%) konsumen mengetahui informasi dan fungsi dari BTP. Ketepatan jawaban kuesioner dalam penelitian tersebut sangat dipengaruhi oleh usia dan tingkat pendidikan. Tabel 1. Jenis informasi pada label yang diperhatikan oleh konsumen Amerika Serikat (IFIC, 2012) Jenis Informasi % Masa kedaluwarsa* 76 Informasi nilai gizi 66 Komposisi ingridien* 51 Takaran saji 50 Kalori dan informasi gizi pada bagian depan kemasan* 48 Merek 46 Petunjuk memasak/waktu penyiapan* 45 Pernyataan mengenai klaim gizi 42 Pernyataan mengenai klaim kesehatan 30 Pernyataan mengenai keberadaan ingridien tertentu* 24 Lainnya 4 Tidak satupun dari penyataan di atas 3 * Konsumen usia lanjut, khususnya yang berusia 65 hingga 80 tahun, memiliki kecenderungan melihat informasi tersebut. Hal ini dikarenakan pengalaman yang dimilikinya, sehingga lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatan dan memilih makanan yang akan dibeli. Gambar 1. Fungsi BTP menurut konsumen Amerika Serikat (IFIC, 2012)

24 Penelitian yang dilakukan oleh Food Safety Authority of Ireland (2009) menunjukkan, sebanyak 25% responden Irlandia selalu membaca label ketika akan membeli produk pangan (Gambar 2). Informasi yang paling dicari ketika membaca label adalah informasi nilai gizi, jumlah kalori, dan ingridien tertentu (Gambar 3). Gambar 2. Frekuensi membaca label konsumen Irlandia (FSAI, 2009) Gambar 3. Informasi pada label pangan yang menjadi perhatian konsumen Irlandia (FSAI, 2009) Dari segi tingkat kepentingan, sebagian besar responden menganggap informasi nama produk sebagai yang terpenting, kemudian diikuti oleh informasi ingridien dan kuantitas ingridien tertentu (Tabel 2). Di Irlandia, jumlah ingridien yang ditambahkan pada produk wajib dinyatakan dalam produk pangan. Dalam survei FSAI (2009) terungkap, 31% responden tidak menggunakan informasi tersebut. Sedangkan 29% menyatakan informasi jumlah ingridien penting untuk mengetahui kuantitasnya dan 22% berpendapat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan pembelian (Tabel 3). Namun demikian, terdapat sekitar 27% yang jarang atau bahkan tidak pernah membaca label saat membeli produk pangan. Alasannya antara lain loyalitas terhadap merek, waktu yang terlalu

25 sempit, kekurangan informasi akan pentingnya label, bingung karena terlalu banyak informasi pada label, dan lainnya. Tabel 2. Tingkat kepentingan informasi pada label bagi respoden (FSAI, 2009). Tingkat kepentingan (%) Informasi Sangat Kurang Penting penting penting Tidak penting Nama pangan Jenis ingridien Jumlah ingridien Berat/volume Masa kedaluwarsa Petunjuk penyimpanan Kontak produsen Asal Instruksi penggunaan Kadar alcohol Tabel 3. Fungsi dan penggunaan informasi jumlah ingridien oleh konsumen Irlandia (FSAI, 2009) Fungsi % Tidak menggunakan 31 Mengetahui jumlah masing-masing ingridien 29 Mempengaruhi pembelian 22 Menghitung kalori dan lemak 13 Memperkirakan jumlah garam dan gula 6 Tidak memberikan jawaban 2 Memperkirakan zat gizi 2 Tidak tahu 1 Menghitung pengawet 1 Menentukan mutu 0.4 Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Zahara dan Triyanti (2009) menyebutkan bahwa tingkat kepatuhan membaca label informasi zat gizi dan komposisi zat gizi pada responden umumnya masih rendah untuk label informasi zat gizi (39,1%) dan untuk label komposisi zat gizi (38,9%). Penelitian yang dilakukan oleh Devi et al.. (2013) menyebutkan, 82,1% responden yang berasal dari konsumen swalayan ADA, memiliki pengetahuan yang cukup baik terhadap label pangan. Namun demikian, responden dalam penelitian tersebut masih seragam, dan belum memberikan informasi yang spesifik mengenai jenis informasi pada label yang menjadi perhatian konsumen.

26 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain 1) kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data, 2) label produk pangan sebagai contoh, serta 3) program SPSS serta excel untuk pengolahan data. Metode Pelaksanaan penelitian menggunakan metode survei dengan interview secara langsung oleh enumerator. Namun sebelumnya, terlebih dahulu dilakukan penetapan responden, penyusunan kuesioner, pelatihan enumerator, dan pengujian kuesioner. Setelah itu, kemudian dilakukan survei di area Kota Bogor, pada bulan Juni hingga September. Gambar 4 menunjukkan tahapan penelitian yang dilakukan. Kuesioner lengkap disajikan pada Lampiran 1. Penetapan responden Dalam penelitian ini dipilih kelompok usia dan >24 tahun. Kelompok usia tahun termasuk dalam pengelompokan usia tertentu dan digunakan untuk mengevaluasi sasaran program pendidikan remaja. Usia tersebut berada dalam masa sekolah menengah dan perguruan tinggi (BPS, 2014). Penelitian ini mengevaluasi kelompok usia di atasnya (>24 tahun), karena kedua kelompok (15-24 dan >24 tahun) tersebut memiliki perbedaan karakter (seperti pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan), yang kemungkinan dapat mempengaruhi kebiasaan membaca label dan kepedulian terhadap informasi BTP. Berdasarkan hal tersebut, kriteria inklusi dalam untuk mengetahui kebiasaan responden dalam membaca label adalah penduduk kota Bogor berusia tahun dan lebih dari 24 tahun, serta berbelanja produk dalam kemasan. Sementara itu, untuk menggali kepedulian responden terhadap label maka untuk kriteria eksklusi ditambah konsumen yang tidak membaca label. Untuk kepedulian responden terhadap informasi BTP, kriteria eksklusinya bertambah tidak membaca informasi BTP pada label kemasan (Gambar 5). Survei dilakukan di beberapa tempat umum, seperti sekolah, tempat perbelanjaan, kantin, dan lainnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS, 2015) menyebutkan jumlah penduduk kota Bogor mencapai jiwa. Berdasarkan rumus Slovin maka jumlah sampel (Sevilla, 2007) yang perlu diambil untuk masing-masing kelompok adalah 100 orang. Rumus Slovin: n = N 1 + N (e 2 ) n= (0.1) 2 n=99,99

27 Keterangan: N = ukuran populasi n = ukuran sampel e = nilai batas ketelitian kesalahan dalam penarikan sampel (presisi yang ditetapkan 10%, dengan tingkat kepercayaan 90%) Penetapan responden Penyusunan kuesioner Pelatihan enumerator Pengujian kuesioner Pelaksanaan survei Pengolahan data Gambar 4. Tahapan penelitian Total responden yang memenuhi kriteria inklusi dalam survei ini adalah 201 orang untuk kelompok usia tahun dan 150 orang untuk kelompok usia >24 tahun. Kelompok responden tahun terdiri dari 100 orang berjenis kelamin laki-laki, dan 101 orang berjenis kelamin perempuan. Gambar 5 menunjukkan jumlah responden yang memenuhi kriteria eksklusi pada berbagai bagian survei yang telah dilakukan. Penyusunan kuesioner Kuesioner dibagi menjadi 4 bagian, untuk mengetahui profil responden, kepedulian tentang label, pengetahuan tentang BTP, dan pengaruh informasi BTP

28 terhadap keputusan untuk membeli. Lampiran 2 menunjukkan informasi yang ingin diketahui dari penyusunan kuesioner. Kuesioner disusun dengan menggunakan pertanyaan tertutup. Pelatihan enumerator Pelaksanaan survei melibatkan 2 orang enumerator yang berasal dari Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA IPB. Sebelum pelaksanaan, enumerator memperoleh dua kali pelatihan. Materi pelatihan meliputi pemahaman istilah BTP, prosedur survei, penentuan target responden, dan juga tata cara menyampaikan pertanyaan. Pengujian kuesioner Pengujian kuesioner dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan yang dibuat mampu menghasilkan data yang sesuai dan juga dapat menjawab tujuan yang ingin dicapai. Jumlah responden untuk tahapan ini adalah 15 orang untuk masing-masing kelompok. Enumerator melakukan survei dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun. Setelah itu dilakukan evaluasi, apakah pertanyaan dan pilihan jawaban yang diberikan dapat diterima dengan jelas oleh responden atau tidak. Jika masih belum jelas, maka pertanyaan dan jawaban direvisi, sehingga dapat lebih dimengerti maksudnya oleh responden. Pelaksanaan survei Survei dilakukan melalui pengisian kuesioner dan wawancara kepada responden oleh enumerator. Responden diminta untuk menjawab setiap pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data kuesioner yang diperoleh lalu dipisah berdasarkan kelompok usia dan diolah secara statistik. Tahapan survei dapat dilihat pada Gambar 5. Pengolahan data Data yang diperoleh bersifat kategorik dan ordinal, sehingga diolah secara non parametrik menggunakan program SPSS dan Excel. Pengolahan data meliputi analisis deskriptif, uji ranking, uji beda, dan analisis korelasi. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui data responden yang berhubungan dengan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, serta pendapatan rata-rata konsumen setiap bulan. Menurut Fukuda dan Yasuo (1997) uji beda dapat dilakukan menggunakan metode Mann Whitney, untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil antara jawaban responden kelompok tahun dengan >24 tahun. Ranking untuk masing-masing parameter dihitung dari setiap responden, sehingga diperoleh ranking keseluruhan. Nilai terendah menunjukkan tingkat ranking yang lebih tinggi. Sedangkan analisis korelasi menggunakan uji Chi square. Uji tersebut digunakan untuk memeriksa ketergantungan antara dua variabel (bivariat) dalam 1 populasi, antara lain ketergantungan antara jenis kelamin dengan kebiasaan membaca label, tingkat pendidikan dengan kebiasaan membaca label, serta tingkat pendapatan dengan kebiasaan membaca label. Nilai cross tabulation (crosstab) dari uji Chi square digunakan untuk menentukan arah dan jenis korelasinya.

29 Sampling Kriteria inklusi: Membeli produk pangan olahan dalam kemasan Penduduk Kota Bogor Usia tahun & >24 tahun tahun n=201 >24 tahun n=150 Kebiasaan Membaca Label Kriteria eksklusi 1: Tidak membaca label membaca tahun n=166 >24 tahun n= tahun n=35 >24 tahun n=2 Kepedulian terhadap label Pengenalan terhadap istilah BTP Kebiasaan membaca BTP Kriteria eksklusi 2: Tidak membaca informasi BTP pada label membaca tahun n=156 >24 tahun n= tahun n=10 >24 tahun n=25 Pengaruh informasi BTP pada label terhadap keputusan pembelian Gambar 5. Penentuan jumlah responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

30 Survei Stop Profil responden Alasan Alasan Tidak Kebiasaan membaca label Selalu/kadang2 Kepedulian terhadap informasi BTP Mencukupi n & menyeimbangka n pria & wanita Tidak Wanita/ Pria seimbang n<100 BTP yang menjadi perhatian Ya Penjelasan mengenai BTP Informasi yang ingin diketahui Pemahaman istilah BTP Tidak Gambar 6. Tahapan pelaksanaan survei

31 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian kuesioner Berdasarkan pengujian kuesioner terhadap masing-masing 15 responden berusia tahun dan >24 tahun, diperoleh beberapa masukan perbaikan kuesioner. Tabel 4 menunjukkan masukan dan perbaikan yang dilakukan berdasarkan pengujian tersebut. Tabel 4. Perbaikan yang dilakukan berdasarkan pengujian kuesioner No. Pertanyaan Keterangan pertanyaan Sebelum perbaikan Setelah perbaikan 8 Berapa kali frekuensi berbelanja produk pangan? 25 Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung pemanis? 27 Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung pengawet? 29 Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung pewarna? 31 Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung penguat rasa? 33 Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung perisa? Berapa kali frekuensi berbelanja produk pangan olahan dalam kemasan setiap bulannya? Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung BTP pemanis yang diijinkan oleh Badan POM RI? Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung BTP pengawet yang diijinkan oleh Badan POM RI? Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung BTP pewarna yang diijinkan oleh Badan POM RI? Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung BTP penguat rasa yang diijinkan oleh Badan POM RI? Apakah Anda akan membeli produk pangan yang mengandung BTP perisa yang diijinkan oleh Badan POM RI? Perlu diperjelas produk pangan yang dimaksud, yakni yang berada dalam kemasan Penambahan informasi menjadi BTP yang diijinkan oleh Badan POM RI sangat penting, sebab sebagian besar responden masih mencampuradukkan BTP dengan bahan kimia yang tidak diijinkan penggunaannya pada pangan.

32 Beberapa jawaban responden masih belum sesuai dengan tujuan survei. Sebagai contoh pada pertanyaan nomor 8, dimana beberapa responden menganggap produk pangan yang dimaksud adalah termasuk pangan segar (daging, sayur-mayur, dan lain-lain) yang tidak memiliki nomor registrasi. Komposisi responden yang menjawab sesuai, tidak sesuai, dan bahkan tidak menjawab (karena tidak mengerti) disajikan pada Gambar 7. Usia (tahun) No pertanyaan n= tahun & >24 tahun = 15 Gambar 7. Frekuensi jawaban responden pada saat pengujian kuesioner Profil responden Dari segi pendidikan, kelompok tahun didominasi oleh SMA (135 orang) dan kemudian diikuti oleh S1 (23 orang). Sebaliknya, kelompok > 24 tahun didominasi oleh S1 (80 orang), dan SMA (35 orang). Selain pendidikan, perbedaan juga terlihat dari segi pendapatan, pekerjaan, dan pengeluaran untuk pangan. Sedangkan dari frekuensi berbelanja, kelompok tahun didominasi oleh responden yang berbelanja produk pangan dalam kemasan setiap hari, lebih dari sekali setiap minggu, atau minimum satu minggu sekali. Berbeda dengan kelompok >24 tahun, dimana frekuensinya lebih tersebar merata, terutama dalam sekali seminggu, dua minggu sekali, tiga minggu sekali, hingga satu bulan sekali. Dari segi tujuan berbelanja, responden berusia tahun sebagian besar berbelanja untuk dirinya sendiri. Berbeda dengan kelompok >24 tahun yang sebagian besar berbelanja untuk keluarga. Karakteristik responden selengkapnya yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kepedulian terhadap label dan kepedulian terhadap BTP dalam survei ini dapat dilihat pada Tabel 5.

33 Tabel 5. Karakteristik responden pada tahapan kepedulian terhadap label, pengaruh label,dan kepedulian terhadap BTP Usia Kriteria Kepedulian terhadap Label >24 (n=201) (n=150) (n=166) Pengaruh Label >24 (n=148) Kepedulian terhadap BTP >24 (n=155) (n=123) Jenis Kelamin L P L P L P L P L P L P Total responden Tingkat Pendidikan - SD/sederajat SMP/sederajat SLTA/sederajat Perguruan Tinggi Lainnya Pekerjaan - PNS Swasta Ibu RT Wiraswasta Pelajar/Mahasiswa Lainnya Pendapatan perbulan - <1 juta juta juta >6 juta Pengeluaran perbulan - <1 juta juta juta >6 juta Pengeluaran untuk pangan perbulan -<500 ribu ribu - 1 juta ,5 juta >1,5 juta Frekuensi berbelanja perbulan -Setiap hari Satu minggu >1 dalam seminggu Dua minggu sekali Tiga Minggu sekali Satu bulan sekali Tidak tentu Tujuan berbelanja -Diri sendiri Keluarga Lainnya

34 Perilaku konsumen dalam membaca label Label merupakan sarana komunikasi antara produsen dengan konsumennya. Oleh sebab itu, membaca label dapat membantu konsumen untuk mendapatkan informasi mengenai produk yang dibeli. Dalam penelitian ini, responden ditanya mengenai kebiasaan dalam membaca label ketika membeli produk pangan dalam kemasan. Hasilnya, pada kelompok responden berusia tahun, 67 orang (33%) menjawab selalu membaca label, 99 orang (49%) menjawab kadang-kadang, dan 35 orang (18%) tidak membaca label ketika membeli produk pangan. Sedangkan kelompok responden berusia >24 tahun, sebagian besar (101 orang, 67%) selalu membaca label, 47 orang (31%) kadangkadang membaca label, dan hanya 2 orang (2%) yang tidak membaca label. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8. n=150 n=201 Gambar 8. Kebiasaan konsumen berdasarkan tingkat usia dalam membaca label Responden membaca label pada dua kelompok responden umumnya adalah untuk memilih merek dan terkait kesehatan (Tabel 6). Menurut FSAI (2009), konsumen memperhatikan label jika ada produk baru (terkait merek); serta informasi alergi, intoleransi, pengaturan berat badan serta klaim kesehatan (terkait kesehatan). Tabel 6. Alasan responden membaca label Ranking Kelompok Usia tahun (n=166) Rata-rata ranking* >24 tahun (n=148) Rata-rata ranking* 1 Memilih merek 2.43 Memilih merek Terkait kesehatan 2.48 Terkait kesehatan Memilih produk yang sesuai kebutuhan 3.28 Mendapatkan informasi mengenai produk Terkait keamanan 3.29 Terkait keamanan Mendapatkan 3.60 Memilih produk 3.45 informasi yang sesuai mengenai produk kebutuhan 6 Dan lain-lain 6.00 Dan lain-lain 6.00 *Rata-rata ranking dihitung berdasarkan ranking dari responden

35 Berdasarkan uji ranking, responden tahun yang tidak membaca label utamanya karena yakin produk aman. Hal ini dikarenakan, produk olahan dalam kemasan sudah terlebih dahulu mendapatkan nomor registrasi dari Badan POM RI (untuk produk MD atau ML) atau Dinas Kesehatan (untuk produk PIRT). Artinya, produk telah mendapatkan ijin edari dari lembaga tersebut. Alasan lainnya adalah tidak penting, tidak mengerti, dan informasi terlalu rumit. Bagi responden >24 tahun yang tidak membaca label, alasan utamanya karena informasi pada label dianggap tidak penting, informasi terlalu rumit, yakin produk aman, dan tidak mengerti (Tabel 7). Hasil ini mirip dengan survei FSAI (2009) terhadap konsumen Irlandia yang menunjukkan alasan utama konsumen tidak membaca label karena faktor loyalitas terhadap merek, terlalu sibuk (kurang waktu), tidak mengerti, hingga bingung dengan terlalu banyaknya informasi yang disampaikan pada label. Tabel 7. Alasan responden tidak membaca label Ranking Kelompok Usia tahun Rata-rata >24 tahun Rata-rata (n=35) ranking* (n=2) ranking* 1 Yakin produk 2.88 Tidak penting 2.00 aman 2 Tidak penting 3.13 Informasi terlalu 2.50 rumit/yakin produk aman 3 Tidak mengerti 3.75 Tidak mengerti Informasi terlalu rumit 4.25 *Rata-rata ranking dihitung berdasarkan ranking dari responden Pengaruh label terhadap keputusan pembelian Hasil survei juga menunjukkan, informasi pada label ternyata mempengaruhi keputusan pembelian (Gambar 9). Uji statistik dengan Mann whitney diperoleh P-value 0.048, artinya terdapat perbedaan nyata antara kelompok usia tahun dan >24 tahun terhadap tingkat pengaruh label terhadap keputusan pembelian. Pengaruh label terhadap keputusan pembelian pada kelompok usia >24 tahun lebih tinggi dibandingkan pada usia tahun. Menurut Borra (2006) konsumen membaca label untuk memutuskan produk apa yang akan dibeli atau dikonsumsi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (2009) yang dilakukan di Cina menunjukkan bahwa konsumen bersedia membeli produk dengan harga lebih mahal jika pada label diinformasikan bahwa produk tidak mengandung pengawet. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mensah et al. (2012) menyatakan bahwa label dapat mempengaruhi keputusan pembelian, setelah iklan dan harga.

36 n=148 n=166 Gambar 9. Pengaruh label terhadap keputusan pembelian berdasarkan tingkatan usia Informasi yang diperhatikan pada label Uji ranking juga dilakukan untuk mengetahui jenis informasi yang ingin diketahui oleh konsumen ketika membaca label (Tabel 8). Pada responden usia tahun, klaim kesehatan menjadi informasi utama yang diperhatikan, kemudian diikuti oleh informasi BTP, berat/volume pangan, nama produsen dan lainnya. Agak berbeda dengan konsumen berusia >24 tahun, mereka lebih memastikan nomor registrasi dan nama produsen terlebih dahulu. Kemudian baru berat/volume, mengetahui informasi BTP, komposisi, dan lainnya. Hasil ini agak berbeda dengan survei yang dilakukan IFIC (2012) terhadap konsumen Amerika Serikat, yang menyebutkan bahwa masa kedaluwarsa, nilai gizi, dan komposisi adalah informasi utama yang dibaca pada label. Perbedaan ini kemungkinan karena perbedaan isu pelabelan di Negara masing-masing, sehingga tingkat perhatian terhadap jenis informasi juga berbeda. Sementara itu Borra (2006) menyebutkan, informasi ingridien dan gizi adalah faktor utama yang diperhatikan pada label. Hal ini menunjukkan perbedaan kepedulian konsumen di Negara masing-masing, sehingga tingkat perhatian terhadap jenis informasi juga berbeda. Bonsmann et al. (2010) juga mengungkapkan adanya perbedaan tingkat kepedulian terhadap informasi nilai gizi di Negara Uni Eropa. Di Indonesia, isu masa kedaluwarsa lebih banyak terjadi pada masa lebaran atau tahun baru, dimana pada saat itu sering beredar bingkisan (parcel) dengan produk yang melebihi masa kedaluwarsa. BPOM (2015) sering mengeluarkan himbauan agar mewaspadai pangan tidak memenuhi ketentuan menjelang natal dan tahun baru. Menjelang akhir tahun 2015, pangan kedaluwarsa menjadi temuan terbanyak dalam intensifikasi pengawasan pangan. Secara keseluruhan, BPOM menemukan jenis produk ( kemasan) pangan tidak memenuhi ketentuan dengan nilai keekonomian mencapai lebih dari 4,8 miliar rupiah di sarana ritel dengan rincian kemasan pangan tidak memiliki ijin edar/tie (28%), kemasan pangan kedaluwarsa (63%), dan kemasan pangan rusak (9%).

37 Tabel 8. Hasil uji ranking terhadap informasi yang diperhatikan konsumen saat membaca label Ranking Kelompok Usia tahun (n=166) Rata-rata ranking* >24 tahun (n=148) Rata-rata ranking* 1 Klaim 2.02 Nomor 1.64 Kesehatan Registrasi 2 Informasi BTP 2.14 Nama Produsen Berat/volume 2.30 Berat/volume Nama Produsen 2.36 Informasi BTP Komposisi 2.56 Komposisi Nomor 2.65 Informasi nilai 5.18 registrasi Gizi 7 Informasi nilai 3.01 Klaim 5.41 Gizi Kesehatan 8 Merek 3.57 Merek Lain-lain 3.77 Masa 8.57 Kedaluwarsa 10 Masa kedaluwarsa 4.34 Lain-lain 8.61 *Rata-rata ranking dihitung berdasarkan ranking dari responden Pengenalan responden terhadap BTP Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah mengenal istilah BTP (Gambar 10). Uji statistik dengan menggunakan Mann whitney menghasilkan P-value 0.000, artinya terdapat perbedaan nyata tingkat pengetahuan istilah BTP pada kelompok usia yang berbeda. Responden berusia tahun lebih mengenai istilah BTP dibandingkan responden berusia >24 tahun. Namun demikian, tidak ada perbedaan dalam tingkat perbedaan kepentingan informasi BTP (uji Mann whitney diperoleh P-value 0.635). Semua kelompok responden sebagian besar menyebutkan informasi BTP sangat penting dalam tingkat yang sama (Gambar 11). Washi (2012) menyebutkan perhatian konsumen terhadap bahan tambahan pangan semakin meningkat, tetapi diperlukan peran ahli pangan agar konsumen memiliki pemahaman yang tepat terhadap BTP. Szucs (2014) mengungkapkan, walaupun telah terdapat peraturan yang ketat, namun banyak konsumen yang khawatir terhadap keamanannya. Media dan sebagian masyarakat seringkali mencari sensasi dengan memberikan informasi yang tidak proporsional, sehingga menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan. Szucs (2014) menemukan adanya pemahaman atau informasi tidak lengkap yang diperoleh responden terhadap BTP. Sementara itu FSA (2005) mengungkapkan konsumen Inggris memberikan perhatian khusus terhadap isu BTP, terutama pengawet. Namun tingkat perhatian tersebut sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya (2004). Penjelasan mengenai BTP juga yang paling banyak diminta oleh konsumen kepada FSA, setelah senyawa kimia pada pangan. Penelitian yang dilakukan oleh IFIC (2010) terhadap konsumen Amerika Serikat menunjukkan mayoritas konsumen menyetujui fungsi dan peran dari BTP terhadap menjaga mutu produk pangan. Tiga fungsi BTP utama yang paling banyak diakui adalah peran BTP dalam menjaga kesegaran, meningkatkan warna, dan memperbaiki flavor produk.

38 BPOM (2013d) sejak 2011 telah dicanangkan Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS). Dengan penerapan strategi Aksi Nasional PJAS, jumlah PJAS yang memenuhi syarat meningkat secara bermakna sebesar 60%, 65%, dan 76% berturut-turut pada tahun 2010, 2011, dan Sampai akhir tahun 2012, dampak Aksi Nasional PJAS diperkirakan dapat melindungi sekitar 1,7 juta siswa dari PJAS yang tidak aman. Salah satu poin penting dalam PJAS tersebut adalah edukasi BTP kepada anak sekolah. n=148 n=166 Gambar 10. Pengenalan responden berdasarkan kelompok usia terhadap istilah BTP n=148 n=166 Gambar 11. Tingkat kepentingan informasi BTP berdasarkan kelompok usia responden Responden usia tahun lebih mengenal istilah BTP terutama karena mendapatkan informasi dari internet (35%) dan bangku sekolah/kuliah (27%). Besarnya pengaruh internet memang sangat sesuai dengan data Kemenkominfo (2014) yang menyebutkan bahwa sebanyak 80% pengguna internet di Indonesia adalah remaja berusia tahun. Informasi BTP juga banyak menjadi materi dalam sekolah dan perkuliahan. Dalam survei ini, 94% responden berusia 15-24

39 tahun adalah pelajar/mahasiswa. Informasi BTP telah masuk dalam buku IPA Biologi untuk SMP/MTS kelas VIII terbitan Erlangga (2014), IPA Kimia SMP/MTS kelas VIII terbitan ESIS (2007), dan Biologi untuk SMA/MA kelas XI (2015). Dalam buku ajar terbitan ESIS (Lutfi 2007) disebutkan bahwa bahan aditif ditambahkan untuk tujuan tertentu, seperti mengawetkan, memberi warna, mengemulsi. Namun demikian masih terdapat beberapa informasi yang tidak tepat, misalnya gula dan garam yang disebutkan sebagai bahan pengawet. Padahal dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No. 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pengawet, gula dan garam (NaCl) tidak termasuk sebagai BTP. Informasi lain yang perlu diperbaiki adalah, dalam buku tersebut zat aditif juga digunakan untuk meningkatkan nilai gizi. Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 33 tentang Bahan Tambahan Pangan, BTP tidak termasuk bahan yang ditambahkan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi. Sedangkan untuk responden >24 tahun, televisi menjadi sumber utama informasi BTP. Selain televisi, sekolah dan perkuliahan juga menjadi sumber informasi BTP terbesar bagi kelompok >24 tahun. Gambar 12 menunjukkan sumber informasi BTP selengkapnya bagi responden. 33% 14% 9% 23% 1% 20% n=148 13% 9% 10% 35% 27% 6% n=166 Gambar 12. Sumber informasi BTP bagi responden berdasarkan kelompok usia Tidak seperti kebiasaan responden dalam membaca label, untuk BTP sebagian besar responden baik pada kelompok usia tahun maupun >24 tahun, masih kadang-kadang membaca informasinya (Gambar 13). Uji independen dengan Mann whitney diperoleh nila P-value 0.000, artinya terdapat perbedaan nyata kelompok umur dalam membaca informasi BTP. Responden usia tahun lebih cenderung membaca informasi BTP dibanding responden >24 tahun. Hal ini dikarenakan responden tahun lebih mengenal istilah BTP dibandingkan responden >24 tahun.

Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Tabel Daftar Golongan BTP yang Diizinkan Penggunaannya No. Nama Golongan 1 Antibuih (Antifoaming Agent) 2 Antikempal (Anticaking Agent) 3 Antioksidan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.801, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pewarna. batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.757, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Bahan Tambahan. Pangan. Persyaratan. Kesehatan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG BAHAN TAMBAHAN

Lebih terperinci

BAHAN TAMBAHAN PANGAN Bagaimana Kaitannya dengan Keamanan Pangan?

BAHAN TAMBAHAN PANGAN Bagaimana Kaitannya dengan Keamanan Pangan? BAHAN TAMBAHAN PANGAN Bagaimana Kaitannya dengan Keamanan Pangan? Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, LPPM dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Resiko Bahan Kimia Pada Makanana

Resiko Bahan Kimia Pada Makanana Resiko Bahan Kimia Pada Makanana Nur Hidayat Macam Bahan Kimia Bahan kimia dalam makanan ada yang sengaja ditambahkan ada yang muncul karena proses pengolahan atau dari bahan bakunya Resiko yang perlu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. Batas Maksimum. Batas Tambahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. Batas Maksimum. Batas Tambahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.800, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Batas Maksimum. Batas Tambahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja 2.1. Bahan Tambahan Makanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Penelitian

1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sapi, ayam ikan, maupun udang lalu dibentuk bulatan-bulatan kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sapi, ayam ikan, maupun udang lalu dibentuk bulatan-bulatan kemudian A. Bakso Tusuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Andarwulan, pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor bakso adalah produk gel berasal dari protein daging, baik dari daging sapi, ayam ikan, maupun

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ANALISIS ZAT PEWARNA PADA KEPAH ASIN (Polymesoda erosa) YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL DAN PASAR SUKARAMAI DI KOTA MEDAN TAHUN 2013 A. Identitas Responden a. Nomor Responden

Lebih terperinci

SEPUTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN

SEPUTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN TANYA JAWAB SEPUTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN Direktorat Standardisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2014 B T

Lebih terperinci

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Metode Kromatografi. A n-butanol 40 bagian volume. B Iso-butanol 30 bagian volume

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Metode Kromatografi. A n-butanol 40 bagian volume. B Iso-butanol 30 bagian volume Tabel Pelarut Dalam Percobaan Metode Kromatografi A n-butanol 40 bagian volume Asam asetat glasial 10 bagian volume Air suling 20 bagian volume B Iso-butanol 30 bagian volume Etanol air suling 20 bagian

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMBUIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.543, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Penambahan Pangan. Pengkarbonasi. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KUESIONER. 2. Bahan-bahan apa sajakah yang anda gunakan untuk perebusan Ikan? b. Garam, air, dan bahan tambahan lainnya.(sebutkan...

KUESIONER. 2. Bahan-bahan apa sajakah yang anda gunakan untuk perebusan Ikan? b. Garam, air, dan bahan tambahan lainnya.(sebutkan... KUESIONER Identitas Responden 1. Nama 2. Umur 3. Pendidikan 4. Lama berjualan Pertanyaan 1. Apakah Ikan jualan Anda buatan sendiri? 2. Bahan-bahan apa sajakah yang anda gunakan untuk perebusan Ikan? a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerupuk Mie Kerupuk mie yaitu kerupuk yang dicetak seperti mie yang mengalami pengembangan volume (Koswara, 2009). Kerupuk merupakan makanan olahan dari tepung tapioka yang ditambah

Lebih terperinci

(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta

(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta (3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta Perkembangan ilmu dan teknologi pangan mengalami kemajuan yang pesat dewasa ini. Salah satu inovasi yang banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan

Lebih terperinci

BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN

BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pati, 20 Maret 2018 Balai Besar Pengawas

Lebih terperinci

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010 Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN A. Identitas Responden. Nomor Responden :. Inisial Nama : 3. Pendidikan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI TANPA BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PELAPIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.557, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.547, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PERETENSI WARNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA.  BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum. No.680, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata saus berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata saus berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Kata saus berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa latin salsus yang berarti digarami. Sedangkan saus dalam istilah masakmemasak berarti cairan kental

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN No.550, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makanan Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131,

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1221, 2016 BPOM. Pangan Perisa. Bahan Tambahan. Penggunaan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.555, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PROPELAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive) Bahan Tambahan Pangan (Food Additive) A. Tujuan menambahkan bahan tambahan pangan ke dalam makanan: 1. Meningkatkan mutu pangan 2. Meningkatkan daya tarik 3. Mengawetkan pangan B. Macam-macam Bahan Tambahan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAHAN PENGKARBONASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN A. Kompetensi Dasar: 3.7 Mendeskripsikan zat aditif (alami dan buatan) dalam makanan dan minuman (segar dan dalam kemasan), dan zat adiktif-psikotropika

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.545,2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pembawa. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.802, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Antioksidan. Batas Maksmum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan : Lampiran 1 KUESINER PENELITIAN Analisa Kandungan Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai Roti Yang Bermerek Dan Tidak Bermerek Serta Tingkat Pengetahuan Penjual Tentang Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Perlakuan Tepung. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Perlakuan Tepung. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.546, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Perlakuan Tepung. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan perlu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mie merupakan produk makanan yang terbuat dari tepung terigu. Mie banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mie merupakan produk makanan yang terbuat dari tepung terigu. Mie banyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mie Basah 1. Definisi mie basah Mie merupakan produk makanan yang terbuat dari tepung terigu. Mie banyak digemari oleh masyarakat dari anak-anak sampai orang dewasa karena memiliki

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No. 739, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

Click to edit Master title style Kuliah Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB

Click to edit Master title style Kuliah Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB Click to edit Master title style Kuliah Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB RIA dan STUDI KASUSNYA PERATURAN PEMANIS Winiati P. Rahayu Pendahuluan Department of Food Science and Technology Rekomendasi

Lebih terperinci

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM) Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) Menjaga kualitas makanan dengan menggunakan antioksidan Mempertinggi kualitas dan kestabilan makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

STELLA MARIA RAHARDJO

STELLA MARIA RAHARDJO EVALUASI KESESUAIAN PELABELAN PRODUK SUSU FORMULA DAN MAKANAN BAYI YANG BEREDAR DI KOTA SEMARANG DITINJAU DARI JENIS NOMOR REGISTRASI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI. Lokasi : No. Objek Pengamatan Kategori A Pemilihan Bahan Makanan Ya Tidak

LEMBAR OBSERVASI. Lokasi : No. Objek Pengamatan Kategori A Pemilihan Bahan Makanan Ya Tidak LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN KIPANG PULUT DI KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2011 Data Responden Penjamah Makanan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Lokasi : No.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN MUTU OBAT TRADISIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN MUTU OBAT TRADISIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN MUTU OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Advertisement of Nutrition Message in Food Product Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tren penggunaan pesan terkait kesehatan oleh produsen semakin meningkat, sehingga memberikan konsekuensi penting

Lebih terperinci

(asam sitrat), Pengawet (natrium benzoat), Pewarna makanan. Komposisi: Gula, Glukosa, Buah nanas, Asam Sitrat, Perasa dan Pewarna

(asam sitrat), Pengawet (natrium benzoat), Pewarna makanan. Komposisi: Gula, Glukosa, Buah nanas, Asam Sitrat, Perasa dan Pewarna Lampiran 1. Komposisi Selai roti bermerek. 1. Sampel A Komposisi: Gula, Buah stroberi, Pengental (pektin), Pengatur keasaman (asam sitrat), Pengawet (natrium benzoat), Pewarna makanan. 2. Sampel B Komposisi:

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KONSUMEN, PEMAHAMAN LABEL PANGAN, DAN PERILAKU KONSUMSI MIE INSTAN DI SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KONSUMEN, PEMAHAMAN LABEL PANGAN, DAN PERILAKU KONSUMSI MIE INSTAN DI SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KONSUMEN, PEMAHAMAN LABEL PANGAN, DAN PERILAKU KONSUMSI MIE INSTAN DI SEMARANG RELATIONSHIP BETWEEN CONSUMER CHARACTERISTICS, UNDERSTANDING OF FOOD LABEL, AND BEHAVIOR OF

Lebih terperinci

BPOM. Obat Tradisional. Mutu. Persyaratan.

BPOM. Obat Tradisional. Mutu. Persyaratan. No.1200, 2014 BPOM. Obat Tradisional. Mutu. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN MUTU OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Tabel jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya

Tabel jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya Lampiran 1 Tabel jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya No Jenis Pewarna Alami INS ADI (Acceptable Dairy Intake) Batas Maksimum Penggunaan Kategori (Jam,Jelly dan Marmalad)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan (BTP) biasa disebut dengan zat aditif makanan, food additive, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Di dalam Peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara tradisional (Suryadarma, 2008). Cotton (1996) menyatakan bahwa, kajian

I. PENDAHULUAN. secara tradisional (Suryadarma, 2008). Cotton (1996) menyatakan bahwa, kajian 1 I. PENDAHULUAN Etnobotani merupakan ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuhan untuk keperluan sehari-hari oleh adat suku bangsa atau etnis tertentu yang masih dilakukan secara tradisional (Suryadarma,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label PENDAHULUAN Latar Belakang Label merupakan salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label yang disusun secara baik akan memudahkan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan berbentuk cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengental. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengental. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.554, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengental. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMP Negeri 5 Sleman Mata Pelajaran : IPA Terpadu Kelas / Semester : VIII / Genap Tahun Pelajaran : 2011 / 2012 Pokok Bahasan : Bahan Tambahan

Lebih terperinci

Universitas Muhammadiyah Semarang

Universitas Muhammadiyah Semarang 1 Praktek Pemilihan Makanan Kemasan Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Label Produk Makanan Kemasan, Jenis Kelamin, dan Usia Konsumen di Pasar Swalayan ADA Setiabudi Semarang ABSTRACT Vania Chandra

Lebih terperinci

BAB II BELAJAR, METODE INKUIRI, DAN ZAT ADITIF PADA MAKANAN

BAB II BELAJAR, METODE INKUIRI, DAN ZAT ADITIF PADA MAKANAN BAB II BELAJAR, METODE INKUIRI, DAN ZAT ADITIF PADA MAKANAN A. Belajar 1. Pengertian Belajar Menurut Dmiyati dan Mudjiono ( 2006, h. 5 ) mengatakan Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id Tujuan Aturan Label dan Iklan Pangan (PP 69/1999) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 ANALISIS KUALITATIF KANDUNGAN FORMALIN DALAM TAHU YANG DIJUAL DI PASAR-PASAR TRADISIONAL DI KECAMATAN MEDAN AREA DAN KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2011 Oleh: NELLY 080100075 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jajan merupakan suatu kebiasaan yang telah lama tertanam dalam diri setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Taryadi (2007), jajanan merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN PADA MAHASISWA GIZI INSTITUT PERTANIAN BOGOR PUTRI SWASTANTI PANE

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN PADA MAHASISWA GIZI INSTITUT PERTANIAN BOGOR PUTRI SWASTANTI PANE ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN PADA MAHASISWA GIZI INSTITUT PERTANIAN BOGOR PUTRI SWASTANTI PANE DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PERLAKUAN TEPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA

PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI INDUSTRI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KONSUMEN SUPERMARKET CARREFOUR KIARACONDONG, BANDUNG TERHADAP BAHAN PANGAN ORGANIK

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KONSUMEN SUPERMARKET CARREFOUR KIARACONDONG, BANDUNG TERHADAP BAHAN PANGAN ORGANIK ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KONSUMEN SUPERMARKET CARREFOUR KIARACONDONG, BANDUNG TERHADAP BAHAN PANGAN ORGANIK Cliffceda, 0610118; Pembimbing I : Winny Suwindere, drg, MS Pembimbing

Lebih terperinci

BAHAYA KERACUNAN METANIL YELLOW PADA PANGAN

BAHAYA KERACUNAN METANIL YELLOW PADA PANGAN BAHAYA KERACUNAN METANIL YELLOW PADA PANGAN Pangan merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia. Selama ini manusia mengonsumsi pangan berupa pangan segar maupun pangan olahan. Kedua

Lebih terperinci

ANALISIS KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM AIR PEMANIS PADA SIRUP JAJANAN ES KELAPA DI SIRING BANJARMASIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

ANALISIS KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM AIR PEMANIS PADA SIRUP JAJANAN ES KELAPA DI SIRING BANJARMASIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET INTISARI ANALISIS KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM AIR PEMANIS PADA SIRUP JAJANAN ES KELAPA DI SIRING BANJARMASIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET Nazila Mu minah 1 ; Ratih Pratiwi Sari 2 ; Rivai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta dikemas dengan berbagai kemasan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA NADIYA MAWADDAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

3. Peserta didik dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan yang berjenis

3. Peserta didik dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan yang berjenis RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SMP/MTs : SMP Negeri 5 Sleman Mata Pelajaran : IPA Terpadu Kelas / Semester : VIII / Genap Tahun Pelajaran : 2011 / 2012 Pokok Bahasan : Bahan Tambahan Pangan Alokasi

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga kesadaran dan kemampuan masyarakat sebagai konsumen juga masih

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PEKERJA PERIKANAN TERHADAP BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) BERBAHAYA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PEKERJA PERIKANAN TERHADAP BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) BERBAHAYA Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2016, hlm 1 13 ISSN 0126-4265 Vol. 44. No.2 PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PEKERJA PERIKANAN TERHADAP BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) BERBAHAYA Marnida Yusfiani 1) dan Budi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat. bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat. bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud adalah

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU WANITA TERHADAP LABEL NUTRISI DI SUPERMARKET CARREFOUR KIARA CONDONG

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU WANITA TERHADAP LABEL NUTRISI DI SUPERMARKET CARREFOUR KIARA CONDONG ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU WANITA TERHADAP LABEL NUTRISI DI SUPERMARKET CARREFOUR KIARA CONDONG Try Christian S, 0610024 Pembimbing I: Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II:

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

SEMINAR SAFETY DAN HALAL Kamis, 2 Juni 2016 Di Hotel Gracia Semarang

SEMINAR SAFETY DAN HALAL Kamis, 2 Juni 2016 Di Hotel Gracia Semarang BAHAN TAMBAHAN PANGAN HALAL DAN THOYYIB OLEH : ABDULLAH SEMINAR SAFETY DAN HALAL Kamis, 2 Juni 2016 Di Hotel Gracia Semarang PENTINGNYA PANGAN HALAL DAN THOYYIB ? Daging Pengeras,? Pengenyal FILSAFAT TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak menghasilkan variasi pangan yang dapat di konsumsi. Dengan banyak

BAB I PENDAHULUAN. banyak menghasilkan variasi pangan yang dapat di konsumsi. Dengan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman yang modern ini, pembangunan dan perkembangan perekonomian terkhususnya di bidang industri dan perdagangan nasional telah banyak menghasilkan variasi pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang terkandung di dalamnya dalam jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang terkandung di dalamnya dalam jangka panjang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, banyak dijumpai berbagai produk minuman kemasan yang beredar di masyarakat dengan bermacam-macam varian rasa. Hal ini diiringi dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

Chocolate TIME! Wajah Cokelat Kekinian. Memilih Cokelat untuk Topping, Coating, Garnish & Filling. Fakta Menarik Di balik Lezatnya Susu Cokelat

Chocolate TIME! Wajah Cokelat Kekinian. Memilih Cokelat untuk Topping, Coating, Garnish & Filling. Fakta Menarik Di balik Lezatnya Susu Cokelat Edisi Februari 2016 Wajah Cokelat Kekinian Chocolate TIME! Fakta Menarik Di balik Lezatnya Susu Cokelat Memilih Cokelat untuk Topping, Coating, Garnish & Filling KULINOLOGI INDONESIA Februari 2016 1 KULINOLOGI

Lebih terperinci

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen 21. 1. Pendahuluan Pangan Masyarakat - Aman untuk Kesehatan -Murni (halal komposisi sesuai label) - Nilai Ekonomi Wajar

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN GARAM PENGEMULSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

PERSEPSI KONSUMEN TENTANG MUTU PELAYANAN DAN PRODUK STEAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGKONSUMSI (Kasus di Restoran Obonk Steak & Ribs Bogor)

PERSEPSI KONSUMEN TENTANG MUTU PELAYANAN DAN PRODUK STEAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGKONSUMSI (Kasus di Restoran Obonk Steak & Ribs Bogor) PERSEPSI KONSUMEN TENTANG MUTU PELAYANAN DAN PRODUK STEAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGKONSUMSI (Kasus di Restoran Obonk Steak & Ribs Bogor) SKRIPSI DISTI LASTRIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minuman Ringan 2.1.1. Definisi Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK

KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK ELIN HERLINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERSYARATAN PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERSYARATAN PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN 17 LAMPIRAN 1 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK 03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERSYARATAN PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN I. Persyaratan

Lebih terperinci

I. Data Umum 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Lama berjualan : 5. Tingkat pendidikan : a. SD b. SLTP c. SMA d.

I. Data Umum 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Lama berjualan : 5. Tingkat pendidikan : a. SD b. SLTP c. SMA d. FORMULIR KUESIONER UNTUK PENJUAL TAHU MENGENAI PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) PADA TAHU YANG TIDAK HABIS TERJUAL (BERSISA) DI PASAR LUBUK BUAYA PADANG TAHUN 2016 I. Data Umum 1. Nama : 2. Umur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan

Lebih terperinci