STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SAPI PESISIR, SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN SKRIPSI ARIF PRASETIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SAPI PESISIR, SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN SKRIPSI ARIF PRASETIA"

Transkripsi

1 STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SAPI PESISIR, SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN SKRIPSI ARIF PRASETIA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN ARIF PRASETIA. D Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Jantan Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi lokal yang telah dikenal luas seperti sapi Pesisir, sapi Bali, dan sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi-sapi tersebut dapat beradaptasi terhadap pakan berkualitas rendah, sistem pemeliharaan tradisional, dan memiliki daya tahan tinggi terhadap berbagai penyakit tropis. Potensi baik pada jenis sapi-sapi ini perlu dipertahankan beriringan dengan upaya peningkatan produktivitas melalui seleksi. Keterbatasan informasi atau data performa dan potensi biologis jenis-jenis sapi tersebut, masih menjadi kendala untuk pengembangan lebih lanjut. Pelestarian keragaman fenotipik ternak diperlukan dalam upaya mempertahankan sifat-sifat khas ternak yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara untuk menentukan keragaman fenotipik sapi lokal Indonesia adalah dengan pengamatan morfometrik pada setiap jenis sapi lokal Indonesia. Identifikasi morfometrik sapi lokal dapat dilakukan dengan cara membandingkan ukuran dan bentuk tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi fenotipik yang berhubungan dengan karakter morfometrik tubuh sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO Jantan berdasarkan Analisis Komponen Utama. Penelitian ini dilakukan di daerah Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat; UPTD RPH Pancoran Mas, Kota Depok dan Mitra Tani Farm Kabupaten Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Pebruari hingga Mei Ternak yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 17 ekor sapi Pesisir jantan, 32 ekor sapi Bali jantan dan 46 ekor sapi PO jantan. Peralatan yang digunakan adalah tongkat ukur, pita ukur, caliper dan alat tulis serta kamera digital. Software statistik yang digunakan adalah MINITAB Variabel yang diukur meliputi tinggi badan (X 1 ), tinggi pinggul (X 2 ), panjang badan (X 3 ), lebar dada (X 4 ), dalam dada (X 5 ), lingkar dada (X 6 ), lebar kelangkang (X 7 ), lebar pinggul (X 8 ), panjang kelangkang (X 9 ), lingkar tulang cannon (X 10 ). Uji statistik T 2 -Hotelling digunakan untuk memperoleh perbedaan morfometrik di antara sapi-sapi lokal yang diamati. Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk menentukan penciri ukuran dan bentuk pada masing-masing bangsa sapi yang diamati. Korelasi antara ukuran dan bentuk terhadap variabel-variabel yang diamati juga ditentukan pada penelitian ini. Uji statistik T 2 -Hotelling menyatakan hasil yang sangat berbeda (P<0,01) pada variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh. Ukuran-ukuran tubuh sapi Pesisir jantan sangat berbeda dengan sapi Bali jantan (P<0,01); sapi Pesisir jantan sangat berbeda dengan sapi PO jantan (P<0,01); dan sapi Bali jantan sangat berbeda dengan sapi PO jantan (P<0,01). Penciri ukuran pada masing-masing bangsa sapi adalah sama yaitu lingkar dada. Kesamaan penciri bentuk ditemukan pada sapi Pesisir jantan dan sapi Bali jantan, yaitu masing-masing dipengaruhi panjang badan. Hal yang berbeda jauh ditemukan pada sapi PO jantan dengan penciri bentuk yang sangat berbeda yaitu tinggi badan dan tinggi pinggul.

3 Pengerumunan data sapi Pesisir jantan terpisah dengan data sapi Bali dan sapi PO jantan. Ukuran sapi Pesisir jantan terkecil di antara ketiga bangsa sapi tersebut yang diperlihatkan dengan kerumunan tersendiri. Bentuk tubuh sapi Bali jantan mendekati bentuk tubuh sapi PO jantan, sedangkan bentuk tubuh sapi Pesisir jantan berbeda jauh dengan bentuk tubuh sapi Bali dan sapi PO jantan. Kata-kata kunci: Sapi lokal, morfometrik, analisis komponen utama. ii

4 ABSTRACT Study of Body Size and Shape of Male Pesisir, Bali and Peranakan Ongole Cattles Prasetia, A., R. H. Mulyono., A. S. Tjakradidjaja Pesisir, Bali and Peranakan Ongole (PO) cattles are Indonesian local cattles. Those cattles have a good ability to adapt to low quality feeds, traditional farming system, and are resistant to tropical diseases. Due to limitations in informations and data of production performances, their productions have not yet been developed to its potentials. Therefore, this study was carried out to obtain informations in genetic characteristic on the basis of morphometric measurements of the body size and shape of Pesisir, Bali and PO cattles. These measurements are important to obtain data about body size and shape for each cattles with its characteristics. The body parts that will be measured are withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, hip width, thurl width, pin bones width, rump length, hearth girth and cannon circumference. Data from body linear measurement were processed on the basis of Principal Component Analysis (PCA). The data were visualised in the form of group diagram. A close group of data from each cattles indicates its closeness in each cattles. Results of T 2 -Hotelling statistic test demonstrate differences in body linear measurements for each breed of cattles (P<0.01). The size characteristic for each breed of cattle was the same which was hearth girth. Body length was the body shape characteristic for each male Pesisir and Bali cattles. On the other hand, body height and hip height were the body shape characteristics for male PO cattles. A distance data group for male Pesisir cattle occurred from those of male Bali and PO cattles. Data group of male Bali cattle were closer to those of male PO cattle. Keywords: Local cattle, morphometric, principal component analysis.

5 STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SAPI PESISIR, SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN ARIF PRASETIA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Judul Nama NIM : Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Jantan : Arif Prasetia : D Pembimbing Utama, Menyetujui, Pembimbing Anggota, (Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.) NIP: (Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc.) NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: Tanggal Ujian: 12 Agustus 2011 Tanggal Lulus:

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 09 Juli 1988 di Sisawah, Sijunjung, Sumatera Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dian Ribas dan Ibu Yusrida. Pendidikan Penulis diawali pada Taman Kanak-kanak pada tahun Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SDN 14 Sisawah. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 15 Sijunjung, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMAN 1 Sijunjung. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah aktif di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) pencak silat Merpati Putih, anggota Divisi Kewirausahaan HIMAPROTER ( ), Badan Pengawas HIMAPROTER ( ), sekretaris (IPMM-Bogor) Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang Bogor ( ). Selain itu, Penulis juga pernah terlibat dalam berbagai kepanitiaan dilingkungan IPB maupun luar IPB baik sebagai ketua divisi maupun sebagai anggota. Penulis juga pernah terlibat dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2009, serta pada Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) IPB pada tahun 2010.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, IPB. Skripsi ini berjudul Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Jantan. Penelitian ini menggunakan jantan dari tiga bangsa sapi yang berbeda, yaitu sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO. Pengamatan ukuran linier tubuh meliputi tinggi badan, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, lebar kelangkang, lebar pinggul, panjang kelangkang, lingkar cannon. Pengolahan data T 2 - Hotelling, Analisis Komponen Utama dan Diagram Kerumunan digunakan untuk membedakan karakteristik morfometrik ukuran dan bentuk tubuh sapi yang diamati. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, dorongan dan bantuan dari semua pihak yang dilibatkan, maka penulisan skripsi ini tidak akan berjalan lancar. Penulis berharap dengan segala keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian maupun penulisan skripsi ini; semoga bermanfaat bagi Penulis sendiri maupun bagi pihak yang memerlukan. Bogor, Agustus 2011 Penulis

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA... 3 Bangsa-Bangsa Sapi. 3 Sapi Pesisir. 4 Sapi Bali. 5 Sapi Peranakan Ongole.. 6 Ukuran dan Bentuk Tubuh 7 Analisis Komponen Utama 8 MATERI DAN METODE. 10 Lokasi dan Waktu.. 10 Materi 10 Prosedur 10 Analisis Data.. 12 Statistik Deskriptif. 12 Statistik T 2 -Hotelling 12 Analisis Komponen Utama (AKU) 13 HASIL DAN PEMBAHASAN. 16 Kondisi Umum Lokasi Penelitian.. 16 Statistik Deskriptif Ukuran Linear Permukaam Tubuh pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan Statistik T 2 -Hotelling pada Sapi-Sapi Jantan yang Diamati Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Jantan Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO 23 Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Jantan pada Sapi i iii iv v vi vii viii x xi xii

10 Pesisir, Sapi Bali, dan Sapi PO dan Pembentukan Diagram Kerumunan. KESIMPULAN DAN SARAN. 31 Kesimpulan. 31 Saran.. 31 UCAPAN TERIMA KASIH. 32 DAFTAR PUSTAKA 33 LAMPIRAN ix

11 Nomor DAFTAR TABEL 1. Rataan, Simpangan Baku, Standard Error dan Koefisien Keragaman Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan... Halaman 2. Rekapitulasi Hasil Uji Statistik T 2 -Hotelling Variabel-Variabel 22 Linear Ukuran Permukaan Tubuh pada Bangsa Sapi yang Diamati Persamaan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Sapi Pesisir Jantan Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir Jantan 5. Persamaan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Sapi Bali Jantan Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Bali Jantan Persamaan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Jantan Sapi PO Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi PO Jantan Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Penciri Bentuk pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan

12 DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Metode Pengukuran Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi yang Diamati Halaman Peta Lokasi Kecamatan Lengayang, Pesisir Selatan Sapi Pesisir Jantan Peta Lokasi UPTD-RPH Pancoran Mas Sapi Bali Jantan Peta Lokasi CV Mitra Tani Farm, Tegal Waru, Ciampea Sapi PO Jantan Diagram Kerumunan Data Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan

13 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan Manual Uji Statistik T 2 -Hotelling pada Variabel- 37 Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh antara Sapi Pesisir dan Sapi Bali Jantan. 2. Perhitungan Manual Analisis Komponen Utama pada Variabel- Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir Jantan.. 3. Komponen Utama, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total, Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Variabel- Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir Jantan Komponen Utama, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total, Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Variabel- Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Bali Jantan Komponen Utama, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total, Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Variabel- Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi PO Jantan Sapi Pesisir Jantan Sapi Bali Jantan Sapi PO Jantan... 49

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya, antara lain keanekaragaman ternak sapi. Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi lokal yang telah dikenal luas. Sapi Pesisir dan sapi Bali merupakan sapi lokal Indonesia yang memerlukan perhatian untuk dipertahankan keasliannya. Indonesia juga telah memiliki bangsa persilangan antara sapi lokal dan sapi Zebu dari India, yakni sapi Peranakan Ongole (PO) yang sudah beradaptasi baik pada lingkungan Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia (2010) mencatat populasi sapi potong di Indonesia sebanyak ekor pada tahun Jumlah tersebut naik sebesar 15,92% dibandingkan tahun Peningkatan populasi sapi potong tersebut diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk, tingkat pendapatan, perubahan pola konsumsi dan selera masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan konsumsi daging secara nasional. Sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO telah beradaptasi baik dengan iklim Indonesia. Sapi-sapi tersebut dapat beradaptasi terhadap pakan berkualitas rendah, sistem pemeliharan tradisional dan memiliki daya tahan tinggi terhadap berbagai penyakit tropis. Potensi baik pada jenis sapi-sapi ini perlu dipertahankan seiring dengan upaya peningkatan produktivitas melalui seleksi. Keterbatasan informasi data performa dan potensi biologis jenis-jenis sapi tersebut, masih menjadi kendala untuk pengembangan lebih lanjut. Kualitas sapi lokal Indonesia pada umumnya mengalami kemunduran, sebagai akibat penurunan mutu genetik dan faktor lain seperti menejemen pemeliharaan yang kurang tepat. Penurunan produktivitas selain dicerminkan dengan penurunan bobot badan sebagai akibat dari penurunan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh sapi,juga disebabkan faktor genetik karena upaya pemuliaan yang belum terarah. Pelestarian keragaman ternak diperlukan dalam upaya mempertahankan sifatsifat khas yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara penentuan keragaman fenotipik sapi lokal Indonesia adalah dengan pengamatan morfometrik pada bangsa sapi lokal Indonesia. Identifikasi morfometrik dilakukan dengan cara

15 menentukan penciri ukuran dan bentuk pada masing-masing sapi lokal berdasarkan Analisis Komponen Utama (AKU). Bentuk sangat dipengaruhi faktor genetik, sedangkan ukuran lebih dipengaruhi faktor lingkungan. Tujuan pemeliharaan sapi juga turut mempengaruhi keragaman ukuran pada sapi-sapi lokal Indonesia. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi fenotipik yang berhubungan dengan karakter morfometrik tubuh sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO jantan berdasarkan Analisis Komponen Utama. Informasi genetik yang diperoleh pada penelitian ini adalah ukuran dan bentuk tubuh pada masing-masing bangsa sapi yang diamati. Penciri ukuran dan penciri bentuk tubuh pada masing-masing bangsa sapi tersebut, juga dapat diperoleh pada penelitian ini. Berdasarkan hasil yang diperoleh, perbandingan ukuran dan bentuk tubuh bangsa-bangsa sapi yang diamati dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram kerumunan yang diturunkan dari Analisis Komponen Utama. Kerumunan data individu tersebut dapat dijadikan ciri khas pada setiap bangsa sapi yang diamati dan menggambarkan kedekatan morfometrik tubuh antara bangsa sapi yang diamati. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies yang sama. Setiap bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat menimbulkan resiko yang kurang menguntungkan. Menurut Blakely dan Bade (1991), secara taksonomi sapi diklasifikasikan kedalam filum Chordata (hewan yang memiliki tulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak genap), sub ordo Ruminansia (pemamah biak), famili Bovidae (tanduk berongga), genus Bos (pemamah biak berkaki empat). Spesies sapi dibedakan menjadi Bos taurus (sebagian besar bangsa sapi) dan Bos indicus (sapi yang memiliki punuk). Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menyatakan bahwa sapi Eropa merupakan Bos taurus, sapi bergumba seperti sapi Zebu yang berasal dari India dan Afrika merupakan Bos indicus, sedangkan sapi lokal Indonesia merupakan Bos sondaicus. Dinyatakan lebih lanjut beberapa contoh bangsa sapi yang diklasifikasikan ke dalam Bos taurus adalah sapi Friesian Holtein (FH), Jersey, Shorthorn, dan Angus. Bangsa sapi yang diklasifikasikan ke dalam Bos indicus adalah sapi Ongole, Brahman, Angkole, dan Boran. Contoh Bos sondaicus adalah banteng dan sapi Bali (Natasasmita dan Mudikdjo, 1985). Menurut Winaya (2010), secara umum susunan genetik sapi-sapi lokal Indonesia merupakan campuran genetik dari Banteng (Bos javanicus), Bos indicus dan Bos taurus. Sapi-sapi asli di Malaya, Kalimantan, Sumatera dan Jawa merupakan keturunan dari persilangan antara tipe Bos taurus dan Bos indicus (Williamson dan Payne, 1993). Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menjelaskan bahwa sapi lokal merupakan bangsa sapi yang sudah beradaptasi baik dalam kurun waktu yang lama di Indonesia seperti sapi Bali, sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera (sapi Pesisir) dan sapi Aceh. Sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Madura merupakan sapi yang memiliki populasi besar.

17 Sapi Pesisir Sapi Pesisir menurut Saladin (1983), diklasifikasikan ke dalam bangsa sapi yang berukuran kecil. Asal-usul bangsa sapi ini belum diketahui dengan pasti, namun Saladin (1983) menduga bahwa sapi ini merupakan sisa-sisa sapi asli yang ditemukan di Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Menurut Jakaria et al. (2007), sapi Pesisir digolongkan ke dalam kelompok sapi Bos indicus. Rusfidra (2007) menyatakan bahwa sapi Pesisir pada umumnya dipelihara secara bebas (berkeliaran) dan masih sangat sedikit perhatian peternak. Masyarakat Sumatera Barat menyebut sapi Pesisir dengan nama lokal seperti jawi ratuih atau bantiang ratuih, yang memiliki arti sapi yang melahirkan banyak anak. Menurut Adrial (2010), sapi Pesisir memiliki bobot badan dan ukuran tubuh lebih kecil daripada sapi lokal lain. Sapi pesisir jantan dewasa (umur empat tahun) memiliki bobot badan 160,5 kg, panjang badan 114,7 cm, lingkar dada 127,2 cm, dan tinggi badan 100,2 cm. Menurut Rusfidra (2007), sapi Pesisir memiliki bobot badan relatif kecil sehingga digolongkan sebagai sapi mini (mini cattle). Jantan dewasa (umur 4-6 tahun) memiliki bobot badan 186 kg, jauh lebih rendah dibandingkan dengan sapi Bali (310 kg) dan sapi Madura (248 kg). Sapi Pesisir dengan ukuran kecil ini berpeluang dijadikan sebagai hewan kesayangan (fancy). Penampilan bobot badan yang kecil tersebut merupakan salah satu penciri suatu bangsa sapi, sehingga dapat dinyatakan bahwa sapi Pesisir merupakan sapi khas Indonesia (terutama di Sumatera Barat) dan merupakan sumber daya genetik (plasma nutfah) nasional yang perlu dikembangkan dan dilestarikan. Karakteristik sapi Pesisir menurut Saladin (1983) memiliki tanduk pendek yang mengarah ke luar seperti tanduk kambing. Jantan memiliki kepala pendek, leher pendek dan besar, belakang leher lebar, punuk kecil, kemudi pendek dan membulat. Betina memiliki kepala agak panjang dan tipis, kemudi miring, pendek dan tipis, tanduk kecil yang mengarah ke luar. Sapi Pesisir memiliki keragaman warna bulu yang tinggi. Menurut Sarbaini (2004), warna bulu sapi Pesisir memiliki pola tunggal yang dikelompokkan atas lima warna utama, yaitu merah bata (34,35%), kuning (25,51%), coklat (19,96%), hitam (10,91%) dan putih (9,26%). Sapi Pesisir dikenal memiliki temperamen yang jinak sehingga lebih mudah dikendalikan. 4

18 Menurut Saladin (1983), persentase karkas sapi Pesisir adalah 50,6%, lebih tinggi daripada persentase karkas sapi Ongole (48,8%), sapi Madura (47,2%), sapi PO (45%) dan kerbau (39,3%), namun sedikit lebih rendah daripada persentase karkas sapi Bali (56,9%). Persentase karkas tersebut menunjukkan potensi sapi Pesisir sebagai penghasil daging dapat diperbandingkan dengan jenis sapi lain di Indonesia. Hal tersebut diperlihatkan dengan peran penting sapi Pesisir sebagai sumber daging bagi masyarakat di kota Padang; karena sebanyak 75% sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Padang adalah sapi Pesisir (Rusfidra, 2007) Sapi Bali Sapi Bali merupakan bangsa sapi yang didomestikasi dari Banteng (Otsuka et al., 1982). Menurut Hardjosubroto (1994), secara taksonomi sapi Bali diklasifikasikan ke dalam Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus, sedangkan menurut Zulkharnaim et al. (2010), sapi Bali diklasifikasikan ke dalam Bos javanicus. Menurut Wiliamson dan Payne (1993), ciri-ciri fisik sapi Bali adalah berukuran sedang, berdada dalam dengan kaki yang bagus. Warna bulu merah bata dan coklat tua yang dikenal juga walaupun tidak umum. Bibir, kaki dan ekor berwarna hitam dan kaki putih dari lutut ke bawah, dan ditemukan warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang amat jelas pada bagian pantat. Pada punggung ditemukan garis hitam di sepanjang garis punggung yang disebut garis belut. Pada waktu lahir, baik jantan maupun betina berwarna merah bata dengan bagian warna terang yang khas pada bagian belakang kaki. Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat mencapai dewasa dan jantan lebih gelap daripada betina. Warna hitam menghilang dan warna bulu merah bata kembali lagi jika sapi jantan dikebiri. Bulu pendek, halus dan licin. Kulit berpigmen dan halus. Kepala lebar dan pendek dengan puncak kepala yang datar, telinga berukuran sedang dan berdiri. Tanduk jantan besar, tumbuh ke samping dan kemudian ke atas dan runcing. Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menyatakan sapi Bali tidak memiliki gumba, dan memiliki gelambir berukuran kecil serta tubuh yang kompak, sedangkan Natural Veterinary (2009) melaporkan bahwa jantan sapi Bali memiliki tanduk berukuran 5

19 pendek dan kecil, kepala panjang, halus dan sempit, bentuk badan pendek kecil dengan leher yang ramping. Menurut Martojo (1990), sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi baik di pulau Bali pada populasi tertutup. Sapi-sapi Bali di pulau Bali yang hanya boleh dikawinkan satu sama lain memungkinkan biak dalam terjadi. Martojo (1992) menyatakan bahwa biak dalam pada suatu populasi dapat meningkatkan keseragaman suatu sifat. Menurut Ikhwan (1994), bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali telah mengalami penurunan dibandingkan dengan nenek moyangnya (Banteng) karena silang dalam, pencemaran gen dan pengaruh lingkungan. Winaya (2010) melaporkan sapi Bali jantan memiliki panjang badan 112,60±08,51cm, tinggi badan 119,10±03,85 cm, dan lingkar dada 166,45±6,62 cm. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), bobot hidup sapi Bali jantan antara kg, sedangkan betina kg. Ternak ini digunakan sebagai ternak kerja, tetapi juga dianggap sebagai ternak pedaging yang baik karena memiliki persentase karkas yang tinggi. Selain itu, ternak ini juga memperlihatkan kemampuan tumbuh yang baik dengan pakan yang bernilai gizi rendah (Wiliamson dan Payne, 1993). Natural Veterinary (2009) menyatakan bahwa sapi Bali adaptif terhadap lingkungan. Bangsa sapi ini produktif karena persentase pedet yang dipanen dapat mencapai 80%. Sapi Bali memiliki kemampuan mencerna pakan berkualitas rendah cukup tinggi, kualitas karkas bagus, harga jual tinggi dan dapat digunakan sebagai hewan kerja. Sapi Peranakan Ongole Sapi Peranakan Ongole (PO) adalah sapi hasil persilangan antara sapi Ongole dan sapi lokal di pulau Jawa secara grading up sampai dengan 5-6 generasi (Martojo, 1992). Ciri umum sapi PO adalah postur yang hampir menyerupai sapi Ongole. Perbedaannya terletak pada kemampuan produksi yang sedikit lebih rendah daripada sapi Ongole (Agri Ternak, 2010). Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), sapi PO bertubuh besar, bergumba besar dan bergelambir lebar. Bobot hidup jantan dewasa kg, dan betina dewasa kg. Pada umumnya warna bulu sapi PO putih abu-abu dengan campuran hitam dan merah, sedangkan pada waktu lahir berwarna kecoklatan. Panjang badan pada jantan dan betina masing-masing 133 dan 6

20 132 cm, lingkar dada 172 dan 163 cm dan produksi karkas baik pada jantan maupun betina adalah 45%. Ukuran dan Bentuk Tubuh Ukuran dan bentuk merupakan penduga yang menyeluruh dari bentuk tubuh dan deskripsi khas dari berbagai gambaran tubuh (Sarbaini, 2004). Fourie et al. (2002) menyatakan bentuk dan ukuran tubuh sapi dapat diketahui dengan cara mengukur langsung ataupun secara visual. Ukuran tubuh sering digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator penting pertumbuhan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindikasikan komposisi tubuh ternak. Doho (1994) menyatakan bahwa ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas atau karakteristik suatu bangsa ternak. Saladin (1983) menyatakan bahwa ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk menduga asal-usul bangsa ternak. Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menambahkan bahwa ukuran-ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk membuat rumus penduga bobot badan. Menurut Salamena et al. (2007), keragaman genetik dapat diteliti melalui pengamatan keragaman fenotipik sifat-sifat kuantitatif melalui analisis morfometrik. Pengelompokan ternak berdasarkan sifat kuantitatif sangat membantu untuk memberikan deskripsi ternak, khususnya untuk mengevaluasi bangsa-bangsa ternak. Pendekatan morfometrik digunakan untuk mempelajari hubungan genetik, sehingga pengukuran dilakukan terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh. Menurut Sarbaini (2004), penanda fenotipik merupakan penciri yang ditentukan atas dasardasar yang dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk. Penelitian mengenai ukuran-ukuran tubuh ternak telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Otsuka et al. (1982) yang meneliti asal-usul dan hubungan genealogical pada beberapa tipe sapi asli Asia Timur, termasuk beberapa sapi lokal asli Indonesia. Bagian tubuh yang diukur dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan metode baku yang dirancang Wagyu Cattle Registry Association Japan. Bagian tubuh yang diukur tersebut adalah tinggi pundak (witheres height), tinggi pinggul (hip height), panjang badan (body length), lebar dada (chest width), dalam dada 7

21 (chest depth), lebar pinggul (hip width), lebar tulang duduk (pin bones width), lingkar dada (hearth girth) dan lingkar tungkai bawah (cannon circumference). Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa keadaan fisik sapi Aceh, sapi Padang (sapi lokal Sumatera), sapi Thai dan Cebu (salah satu sapi asli Filipina) termasuk ke dalam kelompok yang sama. Otsuka et al. (1982) juga menyatakan bahwa sapi Ongole murni berbeda dengan sapi-sapi Asia lain, sedangkan sapi Bali lebih mirip banteng. Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain secara bebas, korelasi diantara sifat-sifat yang diukur dapat positif apabila peningkatan satu sifat menyebabkan peningkatan sifat lain. Korelasi negatif apabila satu sifat meningkat dan sifat lain menurun (Laidding, 1996). Menurut Kadarsih (2003), lingkar dada mempunyai peranan nyata terhadap peramalan bobot badan dibanding ukuran tubuh lain. Williamsom dan Payne (1993) menyatakan bahwa penggunaan ukuran lingkar dada, panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Menurut Hanibal (2008), terdapat korelasi positif antara skor ukuran tubuh terhadap bobot badan. Analisis Komponen Utama Gaspersz (1992) menyatakan bahwa Analisis Komponen Utama (AKU) bertujuan untuk menerangkan struktur ragam-peragam melalui suatu kombinasi linear dari variabel-variabel. Analisis ini juga bertujuan mereduksi data dan menginterpretasikannya. Analisis Komponen Utama (AKU) sering kali dilakukan tidak saja merupakan akhir dari suatu pekerjaan pengolahan data, tetapi juga merupakan tahap (langkah) antara pada banyak penelitian. Nishida et al. (1982) dan Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa komponen utama pertama dinyatakan sebagai vektor ukuran, sedangkan komponen utama kedua sebagai vektor bentuk. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa pada pengukuran morfologi hewan, hasil AKU lebih ditekankan pada komponen utama kedua sebagai indikasi bentuk tubuh, daripada komponen utama pertama yang mengindikasikan ukuran tubuh. Skor komponen utama kedua merupakan hal yang menarik bagi ahli taksonomi karena faktor genetik berpengaruh besar (Everitt dan Dunn, 1998). Menurut Hayashi et al. (1982), komponen utama dibentuk melalui dua cara, yaitu dari matriks kovarian dan dari matriks korelasi. Komponen utama yang 8

22 dibentuk dari matriks kovarian lebih efektif untuk menjelaskan deferensiasi antar kelompok ternak dan mampu menerangkan keragaman data yang lebih banyak dibandingkan komponen utama yang dibentuk dari matriks korelasi, yaitu sebesar 76% untuk matriks kovarian dan 69% untuk matriks korelasi. Akar ciri atau ragam merupakan hasil perkalian antara jumlah variabel yang diamati dan nilai keragaman total pada AKU yang diturunkan berdasarkan matriks kovarian (Gaspersz, 1992). Akar ciri atau ragam ini dinyatakan sebagai nilai eigen. Nilai eigen menunjukkan keragaman total yang sebenarnya. Menurut Gaspersz (1992), keragaman total dijadikan sebagai indikasi untuk menentukan persamaan yang mewakili banyak persamaan yang dibentuk dari AKU. Keragaman total diperoleh dari hasil pembagian antara nilai eigen komponen utama ke-i dan banyak variabel yang diamati. Keragaman total tertinggi digunakan untuk menentukan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen utama yang diperoleh. Vektor eigen memperlihatkan kontribusi dari variabel-variabel tertentu sebagai faktor pembeda ukuran-ukuran tubuh maupun bentuk tubuh. Vektor eigen tertinggi merupakan penciri pada ukuran maupun bentuk tubuh. Gaspersz (1992) menyatakan bahwa keeratan hubungan (korelasi) antara variabel asal dan komponen utama dapat diketahui melalui korelasi antara variabel asal dan komponen utama itu. Korelasi positif diperoleh bila peningkatan ukuran variabel asal diikuti dengan peningkatan nilai skor komponen utama; sedangkan korelasi negatif diperoleh bila penurunan ukuran variabel asal diikuti dengan penurunan nilai skor komponen utama. 9

23 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat; UPTD RPH Pancoran Mas, Kota Depok dan Mitra Tani Farm kabupaten Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari - Mei Materi Ternak yang diamati pada penelitian ini adalah sapi Pesisir, sapi Bali, dan sapi Peranakan Ongole (PO) jantan pada kondisi dewasa tubuh (umur I 1 ). Jumlah sapi yang diamati adalah 17 ekor sapi Pesisir, 32 ekor sapi Bali dan 46 ekor sapi PO. Peralatan yang digunakan adalah tongkat ukur, pita ukur, caliper dan alat tulis serta kamera digital. Software statistik yang digunakan adalah MINITAB Prosedur Pengukuran Variabel-Variabel Variabel yang diukur meliputi tinggi badan (pundak), tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, lebar kelangkang, lebar pinggul, panjang kelangkang, dan lingkar tulang cannon. Metode Pengukuran dilakukan menurut Amano et al. (1981). Berikut ini disajikan cara pengukuran variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO jantan yang diamati (Gambar 1). 1. Tinggi badan (X 1 ) diukur dari titik tertinggi di antara bahu (withers) sampai tanah dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. Posisi sapi tegak dan tempat pijakan rata. Apabila terdapat punuk (gumba) maka pengukuran tinggi badan dilakukan tepat di belakang punuk. 2. Tinggi pinggul (X 3. Panjang badan (X 2 ) diukur dari titik tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. 3 ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. 4. Lebar dada (X4) diukur pada jarak antara penonjolan sendi bahu (tuber humerus) kiri dan kanan dengan menggunakan caliper dalam satuan cm.

24 5. Dalam dada (X 5 ) diukur dari titik tertinggi pundak (Os thoracic vertebrae) sampai tulang dada (Os sternum) bagian bawah di belakang kaki depan dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. 6. Lingkar dada (X 7. Lebar kelangkang (X 6 ) diukur melingkar di sekeliling rongga dada melalui belakang punuk dan di belakang sendi bahu (Os scapula) dengan menggunakan pita ukur dalam satuan cm. 8. Lebar pinggul (X 7 ) diukur pada jarak antara tuber femoris kiri dan kanan dengan menggunakan caliper dalam satuan cm. 9. Panjang kelangkang (X 8 ) diukur pada jarak antara tuber coxae kiri dan kanan dengan menggunakan caliper dalam satuan cm. 9 ) diukur pada jarak antara tuber coxae dan tuber ischii dengan menggunakan caliper dalam satuan cm. 10. Lingkar tulang cannon (X10) diukur melingkar di sekeliling tulang cannon dengan menggunakan pita ukur dalam satuan cm. X 8 X 9 X 6 X 7 X 3 X 5 X 4 X 2 X 10 X 1 Gambar 1. Metode Pengukuran Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi yang Diamati 11

25 Analisis Data Statistik Deskriptif Rataan, simpangan baku, standard error dan koefisien keragaman masingmasing variabel yang diamati pada sapi Pesisisr, sapi Bali dan sapi PO, dihitung berdasarkan Steel dan Torrie (1993). Rumus rataan, simpangan, standard error dan koefisien keragaman sebagai berikut: Keterangan: : rataan data X i : data ke- i N : banyak data contoh SB : simpangan baku SE : standard error KK : koefisien keragaman Statistik T 2 -Hotelling Uji statistik T 2 -Hotelling digunakan untuk menguji perbedaan vektor nilai rata-rata dari variabel-variabel yang diamati diantara dua bangsa sapi yang diamati. Rumus statistik T 2 -Hotelling menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut: 12

26 Selanjutnya besaran : akan berdistribusi dengan derajat bebas V 1 = p dan V 2 = n 1 + n 2 p -1 Keterangan: T 2 = nilai statistik T 2 -Hotelling F n 1 = nilai hitung untuk T -Hotelling = ukuran contoh dari bangsa sapi 1 n2 = ukuran contoh dari bangsa sapi 2 = vektor nilai rata-rata variabel pada bangsa sapi 1 = vektor nilai rata-rata variabel pada bangsa sapi 2 p = banyak variabel yang diukur S G -1 = invers dari matriks kovarian (SG) 2 Pengujian tersebut dilakukan dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho : U 1 = U 2, artinya vektor nilai rata-rata ukuran-ukuran tubuh dari bangsa sapi 1 sama dengan bangsa sapi 2 H1 : U1 U 2, artinya kedua vektor nilai rata-rata itu berbeda. Analisis Komponen Utama (AKU) Persamaan ukuran dan bentuk diturunkan dari matriks kovarian. Analisis Komponen Utama (AKU) yang digunakan berdasarkan Gaspersz (1992). Model persamaan ukuran dan persamaan bentuk adalah sebagai berikut: Persamaan Ukuran: Y 1 = a 11 X 1 + a 21 X 2 + a 31 X a 101 X Persamaan Bentuk: Y 2 = a 12 X 1 + a 22 X 2 + a 32 X a 102 X Keterangan: Y 1 Y 2 : komponen utama pertama (ukuran) : komponen utama kedua (bentuk) a11 a 101 : vektor eigen untuk persamaan ukuran

27 a 12 a 102 X X X X X X X X X X : vektor eigen untuk persamaan bentuk : tinggi badan : tinggi pinggul : panjang badan : lebar dada : dalam dada : lingkar dada : lebar kelangkang : lebar pinggul : panjang kelangkang : lingkar tulang cannon Penentuan Penciri Ukuran dan Penciri Bentuk. Penciri ukuran diperoleh berdasarkan vektor eigen tertinggi pada persamaan komponen utama pertama atau persamaan ukuran. Penciri bentuk diperoleh berdasarkan vektor eigen tertinggi pada persamaan komponen utama kedua atau persamaan bentuk (Hayashi, 1982). Korelasi antara Ukuran atau Bentuk dan Variabel yang Diamati. Korelasi antara ukuran dan variabel-variabel yang diukur diperoleh dari perkalian antara vektor eigen pada persamaan ukuran dibagi dengan simpangan baku. Menurut Gaspersz (1992), rumus korelasi yang digunakan sebagai berikut: Keterangan: r xiy1 a λ i1 j Si : koefisien korelasi antara variabel ke-i (1,2,3,.,10) dan ukuran : vektor eigen variabel ke-i (1,2,3,.,10) pada persamaan ukuran : nilai eigen (akar ciri) pada persamaan ukuran : simpangan baku variabel ke-i (1,2,3,.,10) Korelasi antara bentuk dan variabel-variabel yang diukur diperoleh dari perkalian antara vektor eigen pada persamaan bentuk dibagi dengan simpangan baku dari masing-masing variabel. Menurut Gaspersz (1992), rumus korelasi yang digunakan sebagai berikut: 14

28 Keterangan: r xiy2 a λ i2 j Si : koefisien korelasi antara variabel ke-i (1,2,3,.,10) dan bentuk : vektor eigen variabel ke-i (1,2,3,.,10) pada persamaan bentuk : nilai eigen (akar ciri) pada persamaan bentuk : simpangan baku variabel ke-i (1,2,3,.,10) Pembuatan Diagram Kerumunan. Diagram kerumunan dibuat berdasarkan skor komponen utama pertama (skor ukuran) sebagai sumbu X dan skor komponen utama kedua (skor bentuk) sebagai sumbu Y; yang diperoleh berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk. Perbedaan kerumunan antara data-data bangsa sapi yang diamati diperbandingkan. 15

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan Kecamatan Lengayang berlokasi di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Kecamatan Lengayang di utara berbatasan dengan Kecamatan Sutera (Surantih, Taratak, Ampiang Parak); di selatan dengan Kecamatan Ranah Pesisir; di timur berbatasan dengan Solok Selatan dan di Barat dengan Kabupaten Mentawai dan Samudera Hindia. Gambar 2 menyajikan peta lokasi Kecamatan Lengayang di Kabupaten Pesisir Selatan. Gambar 2. Peta Lokasi Kecamatan Lengayang, Pesisir Selatan Secara umum mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Lengayang sebagai nelayan, bertani, berladang dan beternak sapi secara tradisional. Hampir setiap kepala keluarga memiliki sapi minimal tiga ekor. Sapi betina dan anak diumbar pada siang hari di kebun dan pada malam hari dikandangkan. Sapi jantan dikandangkan untuk tujuan penggemukan untuk dijual pada saat hari besar Idul Adha. Kandang sapi dibuat dari bahan kayu dengan atap daun rumbia atau seng. Gambar 3 menyajikan sapi Pesisir jantan yang diamati.

30 Gambar 3. Sapi Pesisir Jantan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Rumah Potong Hewan (UPTD-RPH) Pancoran Mas Unit Pelaksanaan Teknis Daerah-Rumah Potong Hewan (UhPTD-RPH) Pancoran Mas berlokasi di Jl. Caringin No. 83 Kp. Kekupu, Kel. Rangkapan Jaya, Kota Depok. Gambar 4 menyajikan peta lokasi UPTD-RPH Pancoran Mas, Kota Depok. Gambar 4. Peta Lokasi UPTD - RPH Pancoran Mas 17

31 RPH Pancoran Mas digolongkan ke dalam RPH tradisional. Kegiatan pemotongan hewan dilaksanakan di bawah pengawasan Dinas Pertanian Kota Depok. Kapasitas potong sekitar 40 ekor sapi per hari. Ternak yang dipotong meliputi sapi Bali, sapi PO, dan sapi Brahman Cross. Sapi Bali langsung didatangkan dari Bali, sapi PO didatangkan dari Jawa Timur dan sapi Brahman Cross didatangkan dari Lampung. RPH ini dilengkapi dengan kandang penampungan berupa kandang individu. Kandang individu dibagi menjadi dua blok, yaitu blok khusus untuk sapi Bali dan blok campuran untuk sapi PO dan sapi Brahman Cross. Gambar 5 menyajikan sapi Bali jantan. Gambar 5. Sapi Bali Jantan Mitra Tani Farm (MT Farm) CV Mitra Tani Farm (MT Farm) berlokasi di Jl. Baru Manunggal 51 No. 39, RT 04/05 Tegal Waru Ciampea, Bogor. MT Farm pada awalnya merupakan usaha peternakan penggemukan domba, yang kini perusahaan tersebut juga menggemukan sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi PO didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. 18

32 Gambar 6. Peta lokasi CV Mitra Tani Farm, Tegal Waru, Ciampea Sapi dikandangkan secara individu. Pakan diberikan secara intensif berupa rumput lapang dan konsentrat. Konsentrat diperoleh secara komersial dan rumput diperoleh dari rumput lapang di sekitar Tegal Waru. Pakan diberikan pada pagi dan sore hari. Gambar 6 menyajikan peta lokasi MT Farm, Tegal Waru, Ciampea. Gambar 7 menyajikan sapi PO jantan yang diamati. Gambar 7. Sapi PO Jantan di Mitra Tani Farm 19

33 Statistik Deskriptif Ukuran Linear Permukaan Tubuh pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan Rataan, simpangan baku, standard error dan koefisien keragaman masingmasing variabel ukuran linier permukaan tubuh sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO Jantan disajikan pada Tabel 1. Sapi Pesisir memiliki ukuran tubuh lebih kecil daripada sapi Bali dan sapi PO. Menurut Hanibal (2008), terdapat korelasi positif antara skor ukuran tubuh dengan bobot badan. Berdasarkan Tabel 1, koefisien keragaman variabel-variabel ukuran tubuh sapi Pesisir ditemukan lebih tinggi daripada sapi Bali dan sapi PO, sedangkan sapi PO lebih tinggi daripada sapi Bali. Hasil ini menggambarkan bahwa sapi Pesisir lebih beragam daripada sapi Bali dan sapi PO; sapi PO lebih beragam daripada sapi Bali. Keragaman yang tinggi pada sapi Pesisir dimungkinkan belum mengalami seleksi seketat sapi Bali dan sapi PO. Noor (2008) menyatakan bahwa keragaman suatu sifat yang tinggi pada populasi memungkinkan upaya seleksi terhadap sifat tersebut efektif dilaksanakan. Martojo (1992) menyatakan bahwa sapi PO merupakan hasil persilangan bertatar (grading-up) antara sapi lokal dan sapi Ongole sampai dengan 5-6 generasi. Sapi PO telah beradaptasi baik di lingkungan Indonesia. Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi baik di pulau Bali pada populasi tertutup. Sapi-sapi Bali di pulau Bali hanya boleh dikawinkan satu sama lain sehingga memungkinkan terjadinya biak dalam (Martojo, 1990). Biak dalam pada suatu populasi dapat meningkatkan keseragaman suatu sifat (Martojo, 1992). Pada pengamatan ini keragaman ukuran-ukuran tubuh sapi Bali ditemukan kecil atau ukuran-ukuran tubuh sapi Bali ditemukan lebih seragam. Baik sapi PO maupun sapi Bali, seleksi buatan lebih berperan karena dipelihara secara intensif, sedangkan sapi Pesisir seleksi alam lebih berperan. Sapi Pesisir dipelihara secara ekstensif tradisional. 20

34 Tabel 1. Rataan, Simpangan Baku, Standard Error, dan Koefisien Keragaman Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan Variabel Bangsa n SB SE KK Tinggi Badan Sapi Pesisir 17 97,88 6,88 1,67 7,03% Sapi Bali ,39 7,49 1,32 6,17% Sapi PO ,64 6,52 0,961 5,36% Tinggi Pinggul Sapi Pesisir ,59 5,72 1,39 5,63% Sapi Bali ,61 6,74 1,19 5,59% Sapi PO ,03 6,52 0,961 5,13% Panjang Badan Sapi Pesisir ,65 10,11 2,45 9,84% Sapi Bali ,23 5,58 0,987 4,53% Sapi PO ,37 7,76 1,14 6,29% Lebar Dada Sapi Pesisir 17 27,235 2,359 0,572 8,66% Sapi Bali 32 37,750 2,940 0,520 7,79% Sapi PO 46 34,174 3,178 0,548 10,88% Dalam Dada Sapi Pesisir 17 46,47 4,80 1,16 10,32% Sapi Bali 32 65,250 3,707 0,655 5,68% Sapi PO 46 56,130 4,246 0,626 7,56% Lingkar Dada Sapi Pesisir ,59 13,09 3,17 10,76% Sapi Bali ,06 9,27 1,64 5,58% Sapi PO ,25 9,32 1,37 6,25% Lebar Kelangkang Sapi Pesisir 17 31,059 2,358 0,572 7,59% Sapi Bali 32 37,609 3,050 0,539 8,11% Sapi PO 46 37,370 3,756 0,554 10,05% Lebar Pinggul Sapi Pesisir 17 29,471 2,095 0,508 7,11% Sapi Bali 32 38,219 2,779 0,491 7,27% Sapi PO 46 35,174 3,485 0,514 9,91% Panjang Kelangkang Sapi Pesisir 17 34,176 2,038 0,496 5,96% Sapi Bali 32 43,438 3,222 0,570 7,42% Sapi PO 46 42,489 3,500 0,516 8,24% Lingkar Cannon Sapi Pesisir 17 17,235 1,562 0,379 9,07% Sapi Bali 32 22,391 1,112 0,196 4,97% Sapi PO 46 23,598 1,369 0,202 5,80% Keterangan: n = jumlah sampel; = Rataan; SB = Simpangan Baku; SE = Standard Error ; KK = Koefisien Keragaman 21

35 Statistik T 2 -Hotelling pada Sapi-Sapi Jantan yang Diamati Uji statistik T 2 -Hotelling dapat membedakan rataan nilai dari variabelvariabel pada dua populasi/kelompok sapi yang berbeda secara sekaligus. Tabel 2 menyajikan hasil uji statistik T 2 -Hotelling pada sapi-sapi yang diamati. Hasil uji T 2 - Hotelling menunjukkan perbedaan sifat tubuh linear ukuran permukaan diantara dua bangsa sapi yang diamati, yaitu antara sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO. Diantara dua bangsa yang diamati ditemukan hasil yang sangat berbeda (P<0,01) pada variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh. Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Uji Statistik T -Hotelling Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh pada Bangsa Sapi yang Diamati Bangsa Statistik T 2 -Hotelling P Taraf Signifikan Pesisir Bali 7, ,000 ** Pesisir PO 5, ,000 ** Bali PO 7, ,000 ** Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01) Tabel 2 menggambarkan bahwa ukuran-ukuran tubuh sapi Pesisir sangat berbeda dengan sapi Bali (P<0,01); ukuran-ukuran tubuh sapi Pesisir sangat berbeda dengan sapi PO (P<0,01); dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali sangat berbeda dengan sapi PO (P<0,01). Perbedaan ini disebabkan asal-usul dari masing-masing sapi tersebut berbeda dan perbedaan arah seleksi. Hal ini sesuai dengan Otsuka et al. (1982), bahwa ukuran-ukuran tubuh sapi-sapi Asia dipengaruhi bangsa. Berdasarkan penelitian Otsuka et al. (1982), dinyatakan bahwa keadaan fisik sapi Aceh, sapi Padang (sapi lokal Sumatera), sapi Thai dan Cebu (salah satu sapi asli Filipina) diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sama. Pada pengamatan ini, sapi Pesisir adalah sapi Padang yang merupakan sapi lokal pesisir Sumetera Barat. Otsuka et al. (1982) juga menyatakan bahwa sapi Ongole murni berbeda dengan sapi-sapi Asia lain, sedangkan sapi Bali lebih mirip banteng. Menurut Adrial (2010), sapi Pesisir memiliki bobot badan dan ukuran tubuh lebih kecil dari sapi lokal lain. Hal ini disebabkan perbedaan genetik sapi Pesisir yang telah beradaptasi sangat baik dengan kualitas pakan rendah pada lingkungan pesisir Sumatera Barat. Penampilan tubuh sapi Pesisir yang kecil merupakan ciri 2 22

36 khas bangsa sapi, sehingga sapi di Sumatera Barat yang merupakan sumber daya genetik (plasma nutfah) nasional perlu dikembangkan dan dilestarikan (Rusfidra, 2007). Sapi Bali merupakan bangsa sapi yang didomestikasi dari banteng (Otsuka et al., 1982). Sapi Bali diklasifikasikan ke dalam bangsa Bos javanicus (Zulkharnaim et al., 2010). Sapi Bali berukuran sedang dan memiliki dada yang dalam (Williamson dan Payne, 1993). Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali telah mengalami penurunan dibandingkan dengan nenek moyangnya (banteng) karena silang dalam, pencemaran gen dan pengaruh lingkungan (Ikhwan, 1994). Sapi PO merupakan hasil biak-tatar (grading-up) antara sapi lokal dan sapi Ongole murni. Biak-tatar (grading-up) adalah persilangan antara betina-betina sapi lokal yang bernilai genetik rendah dan pejantan-pejantan suatu bangsa tertentu yang dilanjutkan dengan silang balik secara terus menerus selama 5-6 generasi (Martojo, 1992). Dalam hal ini sapi Jawa (lokal) yang kecil dibiak-tatar dengan sapi Ongole yang jauh lebih besar untuk meningkatkan performa ternak hasil silangan, akibat efek heterosis. Heterosis adalah perbedaan antara rata-rata hasil keturunan dari suatu persilangan dengan rata-rata hasil tipe tetua (Martojo, 1992). Istilah heterosis sering digunakan sama dengan hybrid vigour yang didefinisikan sebagai keunggulan keturunan dari suatu persilangan terhadap rata-rata tetua. Sapi PO bertubuh dan bergumba besar, juga bergelambir lebar. Bobot hidup dewasa pada jantan kg, sedangkan pada betina kg (Natasasmita dan Mudikdjo, 1985). Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan Persamaan ukuran, persamaan bentuk, keragaman total dan nilai eigen pada jantan sapi Pesisir, sapi Bali maupun sapi PO disajikan pada Tabel 3, 5 dan 7. Hasil perhitungan disajikan terlebih dahulu sebelum dibahas. Sapi Pesisir Tabel 3 menyajikan persamaan skor ukuran tubuh sapi Pesisir yang memiliki keragaman total sebesar 0,856 yang merupakan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen utama yang diperoleh. Nilai eigen yang diperoleh pada persamaan skor ukuran adalah 341,41. Vektor eigen tertingi pada persamaan ukuran 23

37 Tabel 3. Persamaan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Sapi Pesisir Jantan Persamaan KT λ Ukuran : Y = 0,328X 1 + 0,278X 2 + 0,496X 3 + 0,087X 4 + 0,241X 5 + 0,694X 6 + 0,063X 7 + 0,077X 8 + 0,075X 9 + 0,078X 10 0, ,41 Bentuk : Y = 0,158X 1 0,063X 2 + 0,836X 3 0,126X 4 0,258X 5 0,412X 6 + 0,107X 7 + 0,085X 8 0,017X 9 + 0,027X 10 0,065 25,73 Keterangan: X 1 = Tinggi Badan; X 2 = Tinggi Pinggul; X 3 = Panjang Badan; X 4 = Lebar Dada; X 5 = Dalam Dada; X 6 = Lingkar Dada; X 7 = Lebar Kelangkang; X 8 = Lebar Pinggul; X 9 = Panjang Kelangkang; X 10 = Lingkar Cannon; KT = Keragaman Total; λ = Nilai Eigen ditemukan pada lingkar dada (X 6 ) sebesar 0,694. Korelasi antara skor ukuran dan lingkar dada ditemukan sebesar +0,980 yang ditemukan paling tinggi diantara nilai korelasi antara skor ukuran dan variabel linear permukaan tubuh yang diamati (Tabel 4). Tanda positif menunjukkan peningkatan ukuran lingkar dada akan meningkatkan skor ukuran atau sebaliknya. Persamaan bentuk memiliki keragaman total sebesar 0,065 yang merupakan proporsi keragaman terbesar setelah keragaman total pada persamaan ukuran. Nilai eigen pada persamaan bentuk ditemukan sebesar 25,73. Tabel 4. Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir Jantan Variabel yang Diukur Ukuran Bentuk Tinggi Badan (X 1 ) +0,881 0,116 Tinggi Pinggul (X 2 ) +0,898 0,056 Panjang Badan (X 3 ) +0,906 +0,419 Lebar Dada (X 4 ) +0,681 0,271 Dalam Dada (X 5 ) +0,928 0,273 Lingkar Dada (X 6 ) +0,980 0,160 Lebar Kelangkang (X 7 ) +0,494 +0,230 Lebar Pinggul (X 8 ) +0,679 +0,206 Panjang Kelangkang (X 9 ) +0,680 0,042 Lingkar Cannon (X 10 ) +0,923 +0,088 Keterangan: Tanda (+) menunjukkan korelasi positif; tanda( ) menujukkan korelasi negatif Vektor eigen tertinggi pada persamaan bentuk ditemukan pada panjang badan (X 3 ) sebesar 0,836 yang merupakan penciri bentuk pada sapi Pesisir. Korelasi antara skor 24

38 bentuk dan panjang badan ditemukan sebesar +0,419. Nilai korelasi tersebut ditemukan paling tinggi diantara nilai korelasi antara skor bentuk dan variabel linear permukaan tubuh yang diamati (Tabel 4). Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan ukuran panjang badan akan meningkatkan skor bentuk atau sebaliknya. Sapi Bali Tabel 5 menyajikan persamaan skor ukuran tubuh sapi Bali yang memiliki keragaman total sebesar 0,761 yang merupakan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen utama yang diperoleh. Nilai eigen yang diperoleh pada persamaan skor ukuran adalah 205,17. Vektor eigen tertinggi pada persamaan ukuran Tabel 5. Persamaan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Sapi Bali Jantan Persamaan KT λ Ukuran : Y = 0,482X 1 + 0,432X 2 + 0,264X 3 + 0,105X 4 + 0,240X 5 + 0,606X 6 + 0,151X 7 + 0,166X 8 + 0,147X 9 + 0,056X 10 0, ,17 Bentuk : Y = 0,364X 1 + 0,221X 2 + 0,620X 3 0,167X 4 0,075X 5 0,622X 6 0,003X 7 0,113X 8 0,010X 9 0,016X 10 0,085 22,94 Keterangan: X 1 = Tinggi Badan; X 2 = Tinggi Pinggul; X 3 = Panjang Badan; X 4 = Lebar Dada; X 5 = Dalam Dada; X 6 = Lingkar Dada; X 7 = Lebar Kelangkang; X 8 = Lebar Pinggul; X 9 = Panjang Kelangkang; X 10 = Lingkar Cannon; KT = Keragaman Total; λ = Nilai Eigen ditemukan pada lingkar dada (X6) sebesar 0,606 yang merupakan penciri ukuran pada sapi Bali. Korelasi antara skor ukuran dan lingkar dada ditemukan sebesar +0,936. Tanda positif menunjukkan peningkatan ukuran lingkar dada akan meningkatkan skor ukuran atau sebaliknya. Persamaan bentuk memiliki keragaman total sebesar 0,085 yang merupakan proporsi keragaman terbesar setelah keragaman total pada persamaan ukuran. Nilai eigen pada persamaan skor bentuk ditemukan sebesar 22,94. Vektor eigen yang tinggi pada persamaan bentuk ditemukan pada lingkar dada (X 6 ) sebesar 0,622 dan panjang badan (X 3 ) sebesar 0,620. Lingkar dada (X 6 ) dan panjang badan (X 3 ) merupakan penciri bentuk pada sapi Bali. Korelasi antara skor bentuk dan lingkar dada ditemukan sebesar 0,321, sedangkan korelasi antara skor bentuk dan panjang badan ditemukan sebesar +0,532. Peningkatan ukuran lingkar dada akan menurunkan skor bentuk. Peningkatan ukuran panjang badan akan meningkatkan skor bentuk atau sebaliknya. Nilai korelasi yang diperoleh 25

39 tersebut merupakan nilai yang tinggi diantara nilai korelasi antara skor bentuk dan variabel linear permukaan tubuh yang diamati (Tabel 6). Tabel 6. Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Bali Jantan Variabel yang Diukur Ukuran Bentuk Tinggi Badan (X 1 ) +0,922 +0,233 Tinggi Pinggul (X 2 ) +0,918 +0,157 Panjang Badan (X 3 ) +0,678 +0,532 Lebar Dada (X 4 ) +0,512 0,272 Dalam Dada (X 5 ) +0,927 0,097 Lingkar Dada (X 6 ) +0,936 0,321 Lebar Kelangkang (X 7 ) +0,709 0,008 Lebar Pinggul (X 8 ) +0,856 0,195 Panjang Kelangkang (X 9 ) +0,758 0,015 Lingkar Cannon (X 10 ) +0,721 0,069 Keterangan: Tanda (+) menunjukkan korelasi positif; tanda( ) menujukkan korelasi negatif Sapi Peranakan Ongole (PO) Tabel 7 menyajikan persamaan skor ukuran tubuh sapi PO yang memiliki keragaman total sebesar 0,751 yang merupakan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen utama yang diperoleh. Nilai eigen yang diperoleh pada persamaan skor ukuran adalah 228,61. Vektor eigen tertinggi pada persamaan ukuran Tabel 7. Persamaan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Sapi PO Jantan Persamaan KT λ Ukuran : Y = 0,347X 1 + 0,361X 2 + 0,451X 3 + 0,187X 4 + 0,210X 5 + 0,590X 6 + 0,205X 7 + 0,187X 8 + 0,198X 9 + 0,053X 10 0, ,61 Bentuk : Y = 0,620X 1 + 0,559X 2 0,344X 3 0,236X 4 0,068X 5 0,181X 6 0,210X 7 0,128X 8 0,165X 9 + 0,057X 10 0,105 31,80 Keterangan : X 1 = Tinggi Badan; X 2 = Tinggi Pinggul; X 3 = Panjang Badan; X 4 = Lebar Dada; X 5 = Dalam Dada; X 6 = Lingkar Dada; X 7 = Lebar Kelangkang; X 8 = Lebar Pinggul; X 9 = Panjang Kelangkang; X 10 = Lingkar Cannon; KT = Keragaman Total; λ = Nilai Eigen 26

40 ditemukan pada lingkar dada (X 6 ) sebesar 0,590. Lingkar dada (X 6 ) merupakan penciri ukuran pada sapi PO. Korelasi antara skor ukuran dan lingkar dada ditemukan sebesar +0,957. Tanda korelasi positif menunjukkan bahwa peningkatan lingkar dada akan meningkatkan skor ukuran. Persamaan bentuk memiliki keragaman total sebesar 0,105 yang merupakan proporsi keragaman terbesar setelah keragaman total pada persamaan ukuran. Nilai eigen pada persamaan skor bentuk ditemukan sebesar 31,80. Vektor eigen tertinggi pada persamaan bentuk ditemukan pada tinggi badan (X 1 ) yaitu sebesar 0,620 dan tinggi pinggul (X 2 ) sebesar 0,559 yang merupakan penciri bentuk pada sapi PO. Korelasi antara skor bentuk dan tinggi badan ditemukan sebesar +0,536. Korelasi antara skor bentuk dan tinggi pinggul ditemukan sebesar +0,483. Tanda positif menunjukkan peningkatan ukuran tinggi badan ataupun ukuran tinggi pinggul akan meningkatkan skor bentuk. Nilai korelasi antara penciri bentuk dan skor bentuk, ditemukan besar diantara korelasi antara variabel linear permukaan tubuh dan skor bentuk. Tabel 8 menyajikan korelasi antara variabel-variabel yang diamati terhadap ukuran dan bentuk tubuh sapi PO jantan. Tabel 8. Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi PO Jantan Variabel yang diukur Ukuran Bentuk Tinggi Badan (X 1 ) +0,805 +0,536 Tinggi Pinggul (X 2 ) +0,837 +0,483 Panjang Badan (X 3 ) +0,879 0,250 Lebar Dada (X 4 ) +0,760 0,358 Dalam Dada (X 5 ) +0,748 0,090 Lingkar Dada (X 6 ) +0,957 0,109 Lebar Kelangkang (X 7 ) +0,825 0,315 Lebar Pinggul (X 8 ) +0,811 0,207 Panjang Kelangkang (X 9 ) +0,855 0,266 Lingkar Cannon (X 10 ) +0,585 +0,235 Keterangan: Tanda (+) menunjukkan korelasi positif; tanda ( ) menujukkan korelasi negatif 27

41 Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan dan Pembentukan Diagram Kerumunan Tabel 9 menyajikan rekapitulasi penciri ukuran dan bentuk pada sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO jantan yang diamati berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk. Gambar 8 menyajikan diagram kerumunan data Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO jantan berdasarkan perolehan skor ukuran dan skor bentuk. Berdasarkan Tabel 9, lingkar dada merupakan penciri ukuran pada semua bangsa sapi yang diamati. Menurut Kadarsih (2003), lingkar dada mempunyai peranan nyata terhadap peramalan bobot badan dibandingkan dengan ukuran tubuh lain. Hal ini divisualisasikan dalam bentuk diagram kerumunan pada Gambar 8. Berdasarkan skor ukuran (sumbu-x), kerumunan data jantan sapi Bali dan PO pada posisi paling kanan diagram, sedangkan sapi Pesisir paling kiri. Hal ini menggambarkan bahwa skor ukuran tubuh jantan sapi PO dan sapi Bali jauh lebih besar daripada sapi Pesisir. Hanibal (2008) menyatakan korelasi positif antara skor ukuran dan bobot badan domba. Sapi Pesisir memiliki penampilan dengan bentuk dan ukuran tubuh paling kecil dibandingkan dengan sapi lokal lain seperti bangsa sapi Bali, sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Madura dan sapi Aceh (Sarbaini, 2004). Bobot badan jantan dewasa sapi Pesisir 186 kg, jauh lebih rendah dibandingkan dengan sapi Bali 310 kg (Rusfidra, 2007) dan sapi PO kg (Natasasmita dan Mudikjo, 1985). Pada pengamatan ini data sapi Bali lebih mengerumun ke arah kanan karena diduga sebagai akibat seleksi ketat terhadap sifat bobot badan. Sapi Bali yang digunakan pada pengamatan ini memiliki bobot badan yang besar. Hal yang sebaliknya ditemukan pada sapi Pesisir. Data sapi Pesisir mengerumun disebelah kiri. Menurut Sarbaini (2004), tampilan bobot badan adalah salah satu penciri suatu bangsa ternak. Tabel 9. Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Penciri Bentuk pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan Bangsa Penciri Ukuran Penciri Bentuk Sapi Pesisir Lingkar Dada (X 6 ) Panjang Badan (X3) Sapi Bali Lingkar Dada (X 6 ) Lingkar Dada (X6) Panjang Badan (X 3 ) Sapi PO Lingkar Dada (X 6 ) Tinggi Badan (X1) Tinggi Pinggul (X 2 ) 28

42 Bentuk (fenotipik) dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan (Hardjosubroto, 1998). Berdasarkan Tabel 10, kesamaan penciri bentuk ditemukan pada sapi Pesisir jantan dan sapi Bali jantan, yaitu masing-masing dipengaruhi panjang badan. Hal yang berbeda jauh ditemukan pada sapi PO jantan dengan penciri bentuk yang sangat berbeda yaitu tinggi badan dan tinggi pinggul. Hal tersebut terjadi karena sapi Pesisir dan sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia (Saladin 1983 dan Wibisono, 2010); sedangkan sapi PO merupakan sapi persilangan antara sapi lokal dan sapi Ongole (Martojo, 1992). Bentuk tubuh merupakan karakteristik yang khas antara masing-masing sapi yang diamati. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa bentuk suatu kelompok ternak berhubungan erat dengan karakteristik suatu bangsa, yang lebih banyak dipengaruhi faktor genetik, sehingga lebih banyak diperhatikan ahli taksonomi. Gambar 8. Diagram Kerumunan Data Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan Berdasarkan Gambar 8, bentuk diantara ketiga kelompok sapi yang diamati berbeda. Berdasarkan skor bentuk pada Gambar 8, pengerumunan data sapi Pesisir lebih dekat dengan sapi Bali dan sapi Bali lebih dekat dengan sapi PO, namun sapi PO berjauhan dengan sapi Pesisir. Pengerumunan data sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO berdasarkan bentuk menunjukkan perbedaan asal-usul secara genetis. Tumpang 29

43 tindih ditemukan pada beberapa data individu sapi Bali dan sapi PO. Hal ini dimungkinkan karena sapi PO merupakan hasil persilangan bertatar (grading-up) antara sapi lokal di pulau Jawa dan sapi Ongole (Martojo, 1992); sapi Bali merupakan bangsa sapi yang didomestikasi dari Banteng (Otsuka et al.,) yang diklasifikasikan kedalam Bos javanicus (Zulkharnaim et al., 2010). Selain itu, dimungkinkan karena persilangan sapi Bali murni dengan sapi-sapi lain di peternakan rakyat (Karmita et al., 2001). Zulkharnaim et al. (2010) menyatakan bahwa sapi Bali berbeda secara genetis dengan sapi Pesisir, namun hal ini berbeda dengan pendapat Winaya (2010) yang menyatakan bahwa secara genetis sapi Pesisir lebih dekat dengan sapi Bali. Saladin (1983) menyatakan bahwa sapi Pesisir belum diketahui asal usulnya dengan pasti, namun diduga sapi ini merupakan sisa-sisa sapi asli yang terdapat di Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Otsuka et al. (1982) telah menyelidiki asal usul dan hubungan genealogi beberapa sapi asli Asia Timur dan menyimpulkan bahwa sapi Aceh, sapi Padang (sapi lokal Sumatera Barat), sapi Thai dan sapi Cebu (sapi asli Filipina) digolongkan ke dalam kelompok yang sama. Jakaria et al. (2007) menyatakan bahwa sapi Pesisir digolongkan ke dalam kelompok sapi Bos indicus. Secara umum susunan genetik sapi-sapi lokal Indonesia merupakan campuran genetik dari Banteng (Bos javanicus), Bos indicus dan Bos Taurus (Winaya, 2010). Sapi-sapi asli di Malaya, Kalimantan, Sumatera dan Jawa merupakan keturunan dari persilangan antara tipe Bos taurus dan Bos indicus (Williamson dan Payne, 1993). 30

44 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Analisis deskriptif menunjukkan ukuran-ukuran tubuh jantan sapi Pesisir lebih beragam dibandingkan jantan sapi Bali dan sapi PO, sedangkan ukuran-ukuran tubuh jantan sapi PO lebih beragam dibandingkan sapi Bali. Pada pengamatan ini, ukuran-ukuran tubuh jantan sapi Bali ditemukan paling seragam. Berdasarkan hasil uji T 2 -Hotelling ditemukan hasil yang sangat berbeda (P<0,01) pada variabelvariabel ukuran linear tubuh diantara dua bangsa yang diamati. Ukuran-ukuran linier tubuh jantan sapi Pesisir sangat berbeda dengan jantan sapi Bali dan sapi PO; ukuran-ukuran linier tubuh jantan sapi Bali sangat berbeda dengan sapi PO. Analisis Komponen Utama menyatakan bahwa lingkar dada merupakan penciri ukuran pada jantan sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO, sedangkan penciri bentuk berbeda satu sama lain. Penciri bentuk sapi Pesisir adalah panjang; penciri bentuk pada sapi Bali adalah lingkar dada dan panjang badan; penciri bentuk pada sapi PO adalah tinggi badan dan tinggi pinggul. Kerumunan data jantan sapi Pesisir terpencil dari data jantan sapi Bali dan sapi PO. Kerumunan data jantan sapi Bali berdekatan dengan data jantan sapi PO. Saran Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan sapi betina dan pengelompokan berdasarkan umur fisiologis sehingga dapat ditemukan peningkatan ukuran dan bentuk pada bangsa sapi yang diamati. Penelitian dengan menggunakan bangsa sapi lain sangat disarankan. Bangsa sapi lain dapat berupa sapi lokal maupun sapi luar.

45 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skipsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. dan Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc. sebagai Pembimbing Utama dan Pembimbing Anggota yang telah bersabar membimbing, membagi ilmu dan mengarahkan sejak perencanaan penelitian sampai penyusunan skripsi ini berakhir. 2. Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kelengkapan skripsi ini. 3. MT Farm Ciampea, UPTD-RPH Depok, dan Balai Penyuluhan dan Peternakan Lengayang atas perizinan untuk melakukan penelitian serta Bapak Ijon dan Bapak Wismar yang telah membantu pengambilan data dan memberikan penginapan di Lengayang. 4. Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,M.Sc.Agr, sebagai pembimbing akademik yang senantiasa memberikan nasihat dan dukungan. 5. Teman-teman satu bimbingan penelitian Siddiq, Riri, Fuad, Omi, Betari, Cintya, Widi, Fasta, Rischa, Kak Siska, dan Kak Yusuf, serta teman-teman satu PKM Resty, Dika, Ima, dan Mbak Ratna atas kebersamaan dan keceriaan selama ini. Selain itu, terima kasih kepada Dewi Astari dan Angga Prasetya yang telah membantu dalam persiapan seminar dan ujian sidang. 6. Teman-teman IPTP 44 yang telah menjadi teman seperjuangan selama kuliah. 7. Semua pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung, serta temanteman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 8. Saya dedikasikan skripsi ini kepada Ayahanda Dian Ribas dan Ibunda Yusrida atas doa, ajaran, didikan, kasih sayang, dan segalanya yang telah diberikan tanpa pamrih, serta Adinda Hari Mulyadi dan Putri Sasra Mulia atas hiburan dan keceriaan selama ini. Bogor, Agustus 2011 Arif Prasetia

46 DAFTAR PUSTAKA Adrial Potensi sapi pesisir dan upaya pengembangannya di Sumatera Barat. Jurnal Litbang Pertanian 29 [2]: Agri Ternak Mengenal bangsa sapi. Terakhir disunting pada 9 September agriternak.blogspot.com/2010/09/mengenal-bangsa-sapi.html. [03 Mei 2011]. Amano, K., M. Katsumata, S. Suzuki, K. Nozawa, Y. Kawamoto, T. Namikawa, H. Martojo, I. K. Abdulgani, & H. Nadjib Morphological and genetical survey of Water Buffaloes in Indonesia. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. Part II : Badan Pusat Statistik Populasi Ternak =24&notab=12. [22 Mei 2011]. Blakely, J. & D. H. Bade Ilmu Peternakan. Edisi Ke Empat. Terjemahan Srigandono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Doho, S.R Parameter fenotipik beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif pada domba Ekor Gemuk. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Everitt, B. S & G. Dunn Applied Multivariate Data Analysis. Jhon Wiley and Sons Inc., Illionois. Fourie, P.J., F. W. C. Neser, J.J. Olivier & C. van der Westhuizen Relationship between production performance, visual appraisal and body measurements of young Dorper Rams. [18 Oktober 2010]. Gaspersz, V Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Volume II. Tarsito, Bandung. Hanibal Ukuran dan bentuk serta pendugaan bobot bobot badan berdasarkan ukuran tubuh domba silangan lokal Garut jantan di Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjosubroto, W Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia, Jakarta. Hardjosubroto, W Pengantar Genetika Hewan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hayashi, J., J. Otsuka, T. Nishida & H. Martojo Multivariate craniometrics of wild Banteng, Bos Banteng and five types of native cattle in Eastern Asia. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. Investigation in the Cattle, Fowl and Their Wild Forms. Part III: Ikhwan Studi banding ukuran-ukuran tubuh Banteng dan sapi Bali. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

47 Jakaria., D. Duryadi, R. R. Noor, B. Tappa, & H. Martojo Hubungan polimorfisme gen hormon pertumbuhan Msp-1 dengan bobot badan dan ukuran tubuh sapi Pesisir Sumatera Barat. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32 [1]: Kadarsih, S Peranan ukuran tubuh terhadap bobot badan sapi bali di propinsi Bengkulu. Jurnal Penelitian UNIB. IX (1): Karmita, M., R. R. Noor, & A. Farajallah Pengujian kemurnian sapi Bali dengan menggunakan metode isoelektrik focusing. Med. Pet. Vol. 24 [3]: Laidding, A. R Hubungan berat badan dan lingkar dada dengan beberapa sifat-sifat ekonomi penting pada sapi bali. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. Universitas Hasanudin. Ujung Pandang. IV (10) : Martojo, H Upaya pemuliaan & pelestarian sapi Bali untuk menunjang pembangunan peternakan secara nasional. Proceeding. Seminar Nasional Sapi Bali, Bali. Martojo, H Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Natasasmita, A. & K. Mudikdjo Beternak Sapi Daging. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Natural Veterinary Laporan tutorial UP 1 blok 2. Terakhir disunting pada 29 Maret [10 Oktober 2010]. Nishida, T., K. Nozawa, Y. Hayashi, T. Hashiguchi & S. S Mansjoer Body measurement and analysis of external genetic characters of Indonesian native fowl. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. The Research group of Overseas Scientific Survey. Part III: Noor, R. R Genetika Ternak. Cetakan ke-4. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Otsuka, J., T. Namikawa, K., K. Nozawa, & H. Martojo Statiscal Analysis on the body measurement of East Asian native cattle and bantengs: The Origin and Philogeny of Indonesian Native Livestock. The Research Group of Overseas Scientific Survey. Part III:7-17. Rusfidra Sapi pesisir, sapi asli di Sumatera Barat. Terakhir disunting 08 Februari [13 Oktober 2010]. Saladin, R Penampilan sifat-sifat produksi dan reproduksi sapi lokal Pesisir Selatan di Propinsi Sumatera Barat. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 34

48 Salamena, J. F., R. R. Noor, C. Sumantri, & I. Inounu Hubungan genetik, ukuran populasi efektif dan laju silang dalam per generasi populasi domba di Pulau Kisar. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 32[2]: Sarbaini Kajian keragaman karakter eksternal dan DNA mikrosatelit sapi Pesisir di Sumetera Barat. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika. Cetakan ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wibisono, A. W Sapi Bali. Terakhir disunting 10 Agustus [03 Mei 2011]. Williamson, G. & W. J. A. Payne Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: S. G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Winaya, A Variasi genetik dan hubungan filogenetik populasi sapi lokal Indonesia berdasarkan penciri molekuler DNA mikrosatelit kromosom Y dan gen cytochrome b. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zulkharnaim, Jakaria, & R. R. Noor Identifikasi keragaman genetik gen reseptor hormon pertumbuhan (GHR Alu I) pada sapi Bali. Med.Pet. Vol 33 (2):

49 LAMPIRAN

50 Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji Statistik T 2 -Hotelling pada Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh antara Sapi Pesisir dan Sapi Bali Jantan Rumus: Selanjutnya besaran : akan berdistribusi dengan derajat bebas V 1 = p dan V 2 = n 1 + n 2 p -1 Keterangan : T 2 = nilai statistik T 2 -Hotteling 2 F = nilai hitung untuk T -Hotteling n1 = ukuran contoh dari bangsa sapi 1 n2 = ukuran contoh dari bangsa sapi 2 = vektor nilai rata-rata variabel pada bangsa sapi 1 p S G -1 = vektor nilai rata-rata variabel pada bangsa sapi 2 = banyak variabel yang diukur = invers dari matriks kovarian (SG) Pengujian tersebut dilakukan dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho : U 1 = U 2, artinya vektor nilai rata-rata variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh dari bangsa sapi 1 sama dengan bangsa sapi 2 H1 : U1 U 2, artinya kedua vektor nilai rata-rata itu berbeda. Tahap 1 Matriks kovarian bangsa sapi jantan Pesisir (S 1 ) 47, , ,331 8, , ,574 4,5074 6,9963 6,7096 8, , , ,408 10, , ,257 5,9632 7,7059 8,0772 7, , , ,118 11, , ,783 12, ,364 12,191 13,963 8, , ,713 5,5662 7, ,478 3,1103 2,9449 3,7684 2, , , ,239 7, , ,143 4,0956 5,9522 5,8493 6, , , ,783 21, , ,257 14, ,393 18,327 18,353 4,5074 5, ,272 3,1103 4, ,276 5,5588 4,2206 3,1765 1,0478 6,9963 7, ,364 2,9449 5, ,393 4,2206 4,3897 2,0993 1,8199 6,7096 8, ,191 3,7684 5, ,327 3,1765 2,0993 4,1544 1,6434 8,6544 7, ,963 2,0037 6, ,353 1,0478 1,8199 1,6434 2,

51 Matriks bangsa sapi jantan Bali (S 2 ) 56, , ,0507 5, , , ,851 15, ,7591 5, , , ,6429 9, , , ,713 13, ,7248 4, , , ,1449 6,657 11, ,6784 9,4977 7,4793 7,3619 3,0668 5,5685 9,0282 6,6573 8,6452 4,516 15,4677 2,9153 4,4435 4,2419 1, , , ,5847 4,516 13,742 30,548 7,294 8,653 7,952 2, , ,945 26, ,467 30,548 85,996 18,961 21,502 16,681 7, , ,7135 9,4977 2,9153 7, ,9607 9,3022 5,798 4,999 1,593 15, ,5076 7,4793 4,4435 8, ,502 5,7979 7,7248 6,8367 1, , ,7248 7,3619 4,2419 7, ,6815 4,999 6, ,3831 1,872 5,0280 4,8672 3,0688 1,4879 2,8347 7,1361 1,593 1,9441 1,872 1,2376 Tahap 2 Hasil matriks di atas dimasukkan ke dalam matriks gabungan (S G ), yaitu: Sehingga diperoleh hasil berupa matriks gabungan (S 53, , ,997 6, , ,455 10,670 12, ,3592 6, , , ,3928 9, , ,157 9, , ,1426 5,713 34,997 30, ,3059 8, , ,629 10,442 9,8230 9,0059 6,7762 6,7254 9,6494 8,3784 7,5970 5, ,514 2,9817 3,9334 4,0807 1, , , ,6372 5, , ,283 6,2054 7,7337 7,2359 4, ,455 54,157 54,629 17,514 40, ,02 17,366 20,103 17,242 10,955 10,670 9, ,442 2,9817 6, ,366 8,0278 5,2609 4,3786 1, , ,5325 9,823 3,9334 7, ,103 5,2609 6,5894 5,224 1, , ,1426 9,0059 4,0807 7, ,242 4,3786 5,224 8,2627 1,7942 6,2625 5,713 6,7762 1,6635 4, ,955 1,4074 1,9018 1,7942 1,6474 G ), yaitu: Tahap 3 Menghitung matriks rataan dari bangsa sapi Pesisir (X 1 ) dan bangsa sapi Bali (X 2 ) 38

52 Tahap 4 Hasil dari matriks gabungan (S G ) dan matriks rataan (X 1 dan X 2 ) digunakan untuk menghitung T 2 -Hotelling, yaitu: 2 Sehingga diperoleh hasil T -Hotelling sebesar 344,59847 Tahap 5 Nilai T 2 -Hotelling dimasukkan ke dalam rumus F, yaitu: Sehingga memberikan nilai F hitung sebesar 27,8607. Selanjutnya menghitung F tabel F tabel = F (α;v 1 ;V 2 ) = F (0,05;10;38) = 2,096 Tolak H 0 jika F hitung > F tabel = 27,8607 > 2,096 Jadi bangsa sapi Pesisir berbeda dengan bangsa sapi Bali 39

53 Lampiran 2. Perhitungan Manual Analisis Komponen Utama pada Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir Jantan. Tahap 1 Perhitungan matriks kovarian (Matriks K) 47, , ,331 8, , ,574 4,5074 6,9963 6,7096 8, , , ,408 10, , ,257 5,9632 7,7059 8,0772 7, , , ,118 11, , ,783 12, ,364 12,191 13,963 8, , ,713 5,5662 7, ,478 3,1103 2,9449 3,7684 2, , , ,239 7, , ,143 4,0956 5,9522 5,8493 6, , , ,783 21, , ,257 14, ,393 18,327 18,353 4,5074 5, ,272 3,1103 4, ,276 5,5588 4,2206 3,1765 1,0478 6,9963 7, ,364 2,9449 5, ,393 4,2206 4,3897 2,0993 1,8199 6,7096 8, ,191 3,7684 5, ,327 3,1765 2,0993 4,1544 1,6434 8,6544 7, ,963 2,0037 6, ,353 1,0478 1,8199 1,6434 2,4412 Tahap 2 Penggandaan matriks K dengan matriks K menjadi Matriks K 2 : 12699, , , , , , , , , , Tahap 3 Pembentukan vektor awal (a 0 ), yaitu: Tahap 4 Penggandaan vektor awal (a 0 ) dengan matriks K 2, sehingga menjadi matriks a 0 K 2, yaitu: 92430, , , , , , , Selanjutnya membakukan elemen-elemen a 0 K 2 melalui pembagian dengan elemen terbesar (195584) dari a 0 K 2, sehingga menjadi: 0, , , , , , , , ,11291 (Hasil iterasi 1) 40

54 Tahap 5 Penggandaan matriks K 2 dengan matriks K 2 menjadi matriks K 4, kemudian dilakukan perhitungan matriks seperti Tahap 4, sehingga diperoleh hasil iterasi kedua melalui: a 0 K 4 / ; yaitu: 0, , , , , , , , ,11294 (Hasil iterasi 2) Tahap 6 Penggandaan matriks K 4 dengan matriks K 4 menjadi matriks K 8, kemudian dilakukan perhitungan matriks seperti Tahap 4, sehingga diperoleh hasil iterasi ketiga melalui: a 0 K 8 / 3,09779 x ; yaitu: 0, , , , , , , , ,11294 (Hasil iterasi 3) Tahap 7 Hasil iterasi ketiga telah sama dengan iterasi kedua, sehingga iterasi dihentikan dan perlu dinormalkan agar berlaku a 1 a 1 = 1. Vektor normal a 1 ditentukan sebagai berikut: 41

55 Dengan demikian diperoleh vektor normal a 1 sebagai berikut: 0,328 0,278 0,496 0,087 0,241 0,694 0,063 0,077 0,075 0,078 Tahap 8 Vektor ciri normal a 1 harus memenuhi persamaan sebagai berikut untuk memperoleh nilai eigen (λ 1 ): 0,328 (K11- λ 1 ) + 0,278 K ,496 K ,087 K ,241 K ,694K ,328 (λ 0,328 (λ λ ,063 K ,077 K ,075 K ,078 K 110 = 0 ) = 0,328 (47,3603) (29,1985) + 0,496 (52,331) + 0,087 (8,9669) + 0,241 (27,0588) + 0,694 (76,574) + 0,063 (4,5074) + 0,077 (6,9963) + 0,075 (6,7096) + 0,078 (8,6544) ) = 112,0673 = 112,0673 / 0,328 = 341,6686 Sehingga diperoleh nilai eigen pada komponen utama kesatu (λ1) sebesar 341,6686. Dengan demikian diperoleh juga persamaan komponen utama kesatu (Y 1 ), yaitu: Y1 = 0,328X 1 + 0,278X 2 + 0,496X 3 + 0,087X 4 + 0,241X 5 + 0,694X 6 + 0,063X 7 + 0,077X 8 + 0,075X 9 + 0,078X 10 Keragaman Total yang diturunkan dari matriks kovarian: 1) Jumlahkan nilai kovarian pada diagonal Matriks Kovarian. Dalam hal ini: 47, , , , , , , , , ,4412 = 398,

56 2) Hasil jumlah diagonal Matriks Kovarian dibagi banyak variabel yang diamati; merupakan nilai eigen tertinggi yaitu pada posisi plot data yang sebenarnya 100% bersesuaian dengan model persamaan. Dalam hal ini: 398,6177 / 10 = 39, ) Nilai eigen yang diperoleh dibagi banyak variabel. Dalam hal ini: 341,6686 / 10 = 34, ) Hasil no 3 dibagi dengan hasil no 2, kemudian dikalikan 100%, maka diperoleh keragaman total, yaitu: (34,16686 / 39,86177) x 100% = 85,72 % NB: proses perhitungan komponen utama kedua sama dengan komponen utama kesatu, namun pada komponen utama kedua menggunakan matriks kovarian sisaan (residual) pertama (K 1 = K - λ 1 a 1 a 1 ). 43

57 Lampiran 3. Komponen Utama, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%), Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir Jantan Variabel Komponen Utama I II III IV V VI VII VIII IX X Tinggi Badan (X 1 ) 0,328-0,158-0,778-0,316-0,394 0,015-0,051 0,022 0,054-0,013 Tinggi Pinggul (X 2 ) 0,278-0,063 0,340-0,737 0,219-0,003 0,049 0,415 0,192 0,001 Panjang Badan (X 3 ) 0,496 0,836-0,048 0,035 0,121 0,054-0,021-0,092-0, Lebar Dada (X 4 ) 0,087-0,126 0,251-0,265-0,295 0,349 0,473-0,454-0,428 0,145 Dalam Dada (X 5 ) 0,241-0,258 0,074-0,156 0,263-0,459-0,486-0,502-0,263 0,093 Lingkar Dada (X 6 ) 0,694-0,412 0,137 0,503 0,065 0,091 0,156 0,195 0,015-0,032 Lebar Kelangkang (X 7 ) 0,063 0,107 0,311 0,078-0,643-0,227-0,268 0,206 0,043 0,584 Lebar Pinggul (X 8 ) 0,077 0,085 0,195-0,014-0,364-0,549 0,290-0,162 0,204-0,602 Panjang Kelangkang (X 9 ) 0,075-0,017 0,231-0,026-0,235 0,550-0,553-0,222 0,276-0,389 Lingkar Cannon (X 10 ) 0,078 0,027-0,031 0,011 0,143 0,008 0,222-0,453 0,750 0,393 Nilai Eigen (λ) 341,41 25,73 13,62 8,10 5,59 2,66 1,06 0,21 0,16 0,08 Keragaman Total (%) 0,856 0,065 0,034 0,020 0,014 0,007 0,003 0,001 0,000 0,000 Keragaman Kumulatif (%) 0,856 0,921 0,955 0,976 0,990 0,996 0,999 0,999 1,000 1,000 44

58 Lampiran 4. Komponen Utama, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%), Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Bali Jantan Variabel Komponen Utama I II III IV V VI VII VIII IX X Tinggi Badan (X 1 ) 0,482 0,364 0,485-0,284-0,122 0,220-0,494 0,041 0,099 0,033 Tinggi Pinggul (X 2 ) 0,432 0,221 0,300 0,553 0,398-0,340 0,293 0,005-0,082-0,039 Panjang Badan (X 3 ) 0,264 0,620-0,689-0,139 0,061 0,126 0,145 0,060-0, Lebar Dada (X 4 ) 0,105-0,167-0,363 0,515 0,156 0,120-0,633-0,261 0,237-0,007 Dalam Dada (X 5 ) 0,240-0,075 0,043-0,076-0,204 0,199 0,387-0,785 0,270-0,096 Lingkar Dada (X 6 ) 0,606-0,622-0,195-0,266 0,186 0,077 0,104 0,289 0,003-0,042 Lebar Kelangkang (X 7 ) 0,151-0,003-0,161-0,186-0,343-0,852-0,169-0,094 0,188 0,031 Lebar Pinggul (X 8 ) 0,166-0,113-0,036 0,117-0,325 0,003-0,135-0,238-0,873 0,036 Panjang Kelangkang (X 9 ) 0,147-0,010-0,023 0,450-0,707 0,182 0,183 0,401 0,215-0,050 Lingkar Cannon (X 10 ) 0,056-0,016-0,026 0,037-0,002 0,042 0,089-0,033 0,056 0,990 Nilai Eigen (λ) 205,17 22,94 16,28 8,61 7,52 4,01 2,29 1,33 0,98 0,56 Keragaman Total (%) 0,761 0,085 0,060 0,032 0,028 0,015 0,008 0,005 0,004 0,002 Keragaman Kumulatif (%) 0,761 0,846 0,906 0,938 0,966 0,981 0,989 0,994 0,998 1,

59 Lampiran 5. Komponen Utama, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%), Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan Variabel Komponen Utama I II III IV V VI VII VIII IX X Tinggi Badan (X 1 ) 0,347 0,620 0,267 0,051-0,092-0,378-0,446 0,206-0,088-0,144 Tinggi Pinggul (X 2 ) 0,361 0,559-0,141-0,287 0,013 0,477 0,383-0,234 0,155 0,039 Panjang Badan (X 3 ) 0,451-0,344 0,757-0,031 0,251 0,118 0,160-0,020 0, Lebar Dada (X 4 ) 0,187-0,236-0,110-0,307-0,148 0,492-0,685 0,146 0,113 0,188 Dalam Dada (X 5 ) 0,210-0,068-0,359-0,266 0,799-0,287-0,141-0,091-0,038 0,023 Lingkar Dada (X 6 ) 0,590-0,181-0,400 0,646-0,085 0,054 0,085 0,150-0,038 0,016 Lebar Kelangkang (X 7 ) 0,205-0,210-0,151-0,420-0,284-0,053 0,133 0,038-0,588-0,515 Lebar Pinggul (X 8 ) 0,187-0,128-0,088-0,392-0,269-0,415 0,296 0,443 0,372 0,347 Panjang Kelangkang (X 9 ) 0,198-0,165-0,034-0,040-0,314-0,327-0,162-0,778 0,302-0,049 Lingkar Cannon (X 10 ) 0,053 0,057 0,047-0,015-0,094-0,078 0,014-0,217-0,613 0,744 Nilai Eigen (λ) 228,61 31,80 16,25 8,24 7,32 4,68 3,69 1,59 1,14 0,91 Keragaman Total (%) 0,751 0,105 0,053 0,027 0,024 0,015 0,012 0,005 0,004 0,003 Keragaman Kumulatif (%) 0,751 0,856 0,909 0,936 0,961 0,976 0,988 0,993 0,997 1,000 46

60 Lampiran 6. Sapi Pesisir Jantan 47

61 Lampiran 7. Sapi Bali Jantan 48

62 Lampiran 8. Sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan 49

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat; UPTD RPH Pancoran Mas, Kota Depok dan Mitra Tani Farm kabupaten Ciampea, Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi TINJAUAN PUSTAKA Sapi Sapi diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan yang memiliki tulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), ordo Artiodactile (hewan berkuku atau berteracak genap), sub-ordo

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani (MT) Farm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas Depok dan Balai Penyuluhan dan Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani Farm, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor untuk sapi PO jantan dan Rumah Potong Hewan (RPH) Pancoran Mas untuk sapi Bali jantan.

Lebih terperinci

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN BERDASARKAN ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA (ARKU) SKRIPSI SIDDIQ PERNOMO

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN BERDASARKAN ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA (ARKU) SKRIPSI SIDDIQ PERNOMO PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN BERDASARKAN ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA (ARKU) SKRIPSI SIDDIQ PERNOMO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Mitra Tani Farm, Ciampea, Bogor, Jawa Barat dan di Tawakkal Farm, Cimande, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Natuna,

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Natuna, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi merupakan pemekaran dari Kabupaten Indragiri Hulu yang dibentuk berdasarkan UU No. 53 tahun 1999, tentang Pembentukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda yaitu peternakan kambing PE Doa Anak Yatim Farm (DAYF) di Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea dan peternakan kambing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

SKRIPSI RIRI SELVIA N

SKRIPSI RIRI SELVIA N PENGGOLONGAN MORFOMETRIK JANTAN SAPI BALI, PERANAKAN ONGOLE DAN PESISIR MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD- ANDERSON DAN JARAK MINIMUM D 2 MAHALANOBIS SKRIPSI RIRI SELVIA N DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan dipelihara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG SKRIPSI GERLI 070306038 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar

TINJAUAN PUSTAKA. atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas 13 TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi lokal Indonesia keturunan banteng liar yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di Pulau Bali dan kemudian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan IPB yang berlokasi di desa Singasari, Kecamatan Jonggol; peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengolahan data dan penulisan dilakukan di Laboratorium Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba  Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali (Bos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali (Bos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali (Bos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Menurut Rollinson (1984), proses domestikasi sapi Bali

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi Filum Class Ordo Famili Genus Subgenus : Chordata : Mammalia : Artiodactyla : Bovidae : Bos : Bibos sondaicus

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan seekor ternak dapat diketahui melalui perkembangan ukuran tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot badan merupakan salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin 15 Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Karo pada bulan Juli 2016 Bahan dan

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Kuda TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi ilmiah yaitu kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mammalia (menyusui), ordo Perissodactylater

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangsa Sapi Potong Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN (Body Measurement Characteristics of Swamp Buffalo in Lebak and Pandeglang Districts, Banten Province) SAROJI, R.

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai kegunaan untuk menaksir

Lebih terperinci

PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen

PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen sharli asmayricen Balai Pengkajian Teknologii Pertanian Aceh Jl. Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung. Banda Aceh Telf : (0651)

Lebih terperinci

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI VINDHA YULI CANDRAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Sapi Bali Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar 1.519 ekor (Unit Pelaksana Teknis Daerah, 2012). Sistem pemeliharaan sapi bali di Kecamatan Benai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan data sekunder pengamatan yang dilakukan oleh Dr. Ir. Ben Juvarda Takaendengan, M.Si. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah (asal India) dengan lokal, yang penampilannya mirip Etawah tetapi

Lebih terperinci

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba sejak dahulu sudah mulai diternakkan orang. Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil domestikasi dan seleksi berpuluh-puluh tahun. Pusat domestikasinya diperkirakan berada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu (Sumber : Suharyanto, 2007) Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur Kabupaten Kaur adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Bengkulu. Luas wilayah administrasinya

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES Nico ferdianto, Bambang Soejosopoetro and Sucik Maylinda Faculty of Animal Husbandry, University

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi Bali asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Sapi Pasundan Sapi Pasundan sebagai sapi lokal Jawa Barat sering disebut sebagai sapi kacang. Istilah sapi kacang merupakan predikat atas karakter kuantitatif yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA DI UP3J, PETERNAKAN TAWAKAL DAN MITRA TANI

KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA DI UP3J, PETERNAKAN TAWAKAL DAN MITRA TANI KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA DI UP3J, PETERNAKAN TAWAKAL DAN MITRA TANI SKRIPSI YANDHI PRAHADIAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor MTERI DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, litar. Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Sapi Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia,

Lebih terperinci

Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen

Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen PENDAHULUAN Indonesia sudah mengenal teknologi Inseminasi Buatan (IB) sejak tahun 1952, aplikasi di peternak rakyat dimulai tahun

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Domba Lokal betina dewasa sebanyak 26 ekor dengan ketentuan domba

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU SIBORONGBORONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU SIBORONGBORONG KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU SIBORONGBORONG (Characteristics of Body Size of the Murrah Bufallo and Swamp Bufallo in BPTU Siborongborong) Gerli 1, Hamdan 2

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina dewasa tidak bunting sebanyak 50 ekor di Kecamatan Cibalong,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sapi peranakan ongole

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL KORELASI ANTARA BOBOT BADAN DENGAN UKURAN-UKURAN TUBUH SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN YANG DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF ANSAR HALID NIM. 621409005 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan sebagai sumber

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK TUBUH SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN DOMBA GARUT, DOMBA EKOR TIPIS DAN DOMBA EKOR GEMUK SKRIPSI BETARI UMI TIRTOSIWI

UKURAN DAN BENTUK TUBUH SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN DOMBA GARUT, DOMBA EKOR TIPIS DAN DOMBA EKOR GEMUK SKRIPSI BETARI UMI TIRTOSIWI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN DOMBA GARUT, DOMBA EKOR TIPIS DAN DOMBA EKOR GEMUK SKRIPSI BETARI UMI TIRTOSIWI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi danwaktu Penelitian ayam Ketawa dilaksanakan di tiga tempat, yaitu Peternakan Ayam Ketawa (Arawa) Permata Hijau II Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Barat dan Pondok Pesantren Daarul

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Tinjauan Umum Kerbau Kerbau rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air 3 5 m

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sapi lokal merupakan alternatif kebijakan yang sangat memungkinkan untuk dapat meningkatkan produksi dan ketersediaan daging nasional. Ketidak cukupan daging

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT QUANTITATIVE CHARACTERISTICS OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE FARMING Dandy Dharma Nugraha*, Endang Yuni Setyowati**, Nono Suwarno** Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci