PENDIDIKAN INKLUSI UNTUK ANAK DENGAN KETIDAKMAMPUAN INTELEKTUAL DI SEKOLAH DASAR UMUM. Oleh : Fazakkir Noor *
|
|
- Sonny Pranoto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDIDIKAN INKLUSI UNTUK ANAK DENGAN KETIDAKMAMPUAN INTELEKTUAL DI SEKOLAH DASAR UMUM Oleh : Fazakkir Noor * Abstrak Ketidakmampuan intelektual merupakan bagian dari disablititas pada anak. Hak pendidikan anak dengan ketidakmampuan intelektual sudah dijamin oleh peraturan kementerian pendidikan nasional melalui sekolah inklusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan program inklusi di sekolah dasar umum. Penelitian ini menggunakan metode kualtitatif dengan menggunakan tiga orang subjek penelitian. Subjek peneltian tersebut memiliki ketidakmampuan intelektual berdasarkan tes intelegensi dan sedang bersekolah di sekolah dasar umum. Hasil penelitian, menunjukkan pelaksanaan program inklusi di sekolah dasar masih kurang optimal. Hal ini menyebabkan anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual tidak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya di sekolah dasar umum melalui program inklusi. Kata Kunci: Pendidikan Inklusi, Ketidakmampuan Intelektual, Sekolah Dasar Umum Abstract Intellectually disability is one of the disabilies in children. Intellectually disability children education right is guaranteed by policy of national education ministry through inclusive program. The research aims to know how the application of inclusive program in public elementary school. The method employed in the research is qualitative method and using three research subjects. The research subjects have intellectually disability based on intelligency test and study in public elementary school. The research result shows the inclusive program in elementary school is less optimized. It causes intellectually disability children do not get the education they need in public elementary school through inclusive program. Keyword : Inclusive education, intellectually disability, public elementary school PENDAHULUAN Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama seperti anak-anak pada umumnya untuk mendapatkan pendidikan. Sayangnya, ketersediaan pendidikan yang memadai untuk anak-anak berkebutuhan khusus belum memadai dan merata. Seperti penyediaan sekolah luar biasa hanya ada di kota besar, sementara untuk anak-anak berkebutuhan khusus di daerah akhirnya harus menelan kenyataan pahit untuk putus sekolah. Pada data yang didapatkan pada tahun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari anak berkebutuhan khusus hanya sekitar anak yang menempuh pendidikan sekolah (jppn, 2011). Salah satu anak berkebutuhan khusus adalah ketidakmampuan intelektual/ tuna grahita (Permendiknas, 2009). Anak-anak berkebutuhan khusus selain jenis ketidakmampuan intelektual, cenderung mampu mengikuti pembelajaran selama metode yang diberikan sesuai. Misalnya saja anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran, maka pembelajaran diberikan dengan mengoptimalkan sarana visual dan praktek langsung. Selain itu, ciri fisik yang khas terlihat pada anak-anak disabilitas fisik lebih mudah membuat orang lain *Drs.Fazakkir Noor, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya 1
2 menoleransi kondisi anak-anak tersebut. Sebaliknya anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual akan mengalami kesulitan dalam belajar dan menerima informasi baru. Target belajar yang diberikan pada anak-anak tersebut pun tidak bisa disamakan dengan anak-anak yang memiliki tingkat intelektual normal. Hal yang lebih mengkhawatirkan, kebanyakan anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual tidak terlihat secara fisik seperti anak-anak dengan disabilitas lain. Akibatnya penilaian negatif seperti pemalas, tidak mau memperhatikan dan lainnya kerap kali diberikan tanpa sadar pada anak-anak ini oleh lingkungannya. Ditambah lagi, secara sosial anak-anak berkebutuhan khusus ini mengalami kesulitan dalam menjalin relasi dengan sebaya karena rendahnya keterampilan sosial yang mereka miliki(gresham & MacMillan, 1997). Hal ini akhirnya berdampak pada seringnya anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual menjadi korban penindasan (bully). Penting sekali membahas pendidikan yang layak pada usia sekolah dasar. Hal ini karena pada sekolah dasar ini lah anak-anak mulai mendapatkan pendidikan formal dan berbagai aturan diterapkan kepadanya. Pemberian ilmu-ilmu mata pelajaran lebih terstruktur. Pada saat ini lah semakin terlihat anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual akan mengalami hambatan. Seperti yang diketahui untuk anak dengan ketidakmampuan intelektual ringan saja diperikarakan hanya mampu menguasai kemampuan logika dasar setara anak kelas enam sekolah dasar pada usianya di awal masa dewasa mereka sekitar usia 21 tahun (Wenar et al, 2000). Sehingga dapat dibayangkan betapa sulitnya mereka menguasai tahap demi tahap pendidikan di sekolah dasar. Pemerintah sendiri sudah memberikan respon pada kondisi tersebut. Pada tahun 2009 pemerintah mengeluaran aturan sekolah inklusi (Permendiknas, 2009). Dimana dalam pelaksanaannya beberapa sekolah akan ditunjuk oleh pemerintah untuk melaksanakan kegiatan inklusi di daerahnya masing-masing. Walaupun pada pelaksanaannya hal ini tetap menyulitkan karena persebaran anak-anak berkebutuhan khusus tidak berada pada satu lokasi. Kemudian muncullah aturan bahwa sekolah dasar tidak diperkenankan menolak siswa yang masuk sekolah meski siswa tersebut memiliki disabilitas. Aturan ini dibuat tentu saja agar para penyandang disabilitas selain mendapatkan hak pendidikannya juga untuk mengurangi prasangka pada mereka. Dengan peleburan anak berkebutuhan khusus disekolah normal diharapkan akan mendorong toleransi antar perserta didik. Melalui interaksilah prasangka atau penilaian negatif dapat berkurangan (Unicef, 2013). Selain itu mengisolasi anak-anak berkebutuhan khusus dari dunia nyata hanya akan membuat mereka semakin dikucilkan. Langkah yang diambil pemerintah ini pada dasarnya memiliki tujuan yang baik. Dengan adanya aturan pemerintah tersebut, di satu sisi cukup melegakan karena anakanak tersebut dapat bersekolah dan mendapatkan haknya dalam pendidikan. Hanya saja, masalah kemudian bermunculan saat anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual ini tidak dievaluasi dan langsung masuk sekolah. Mereka kerap kali mengalami kegagalan demi kegagalan di dalam kelas. Anak-anak ini akhirnya tinggal kelas atau dinaikkan dengan paksa. Hal ini berlangsung terus hingga perjalanan pendidikan mereka selama enam tahun. Apalagi jika ditambah dengan ketidaksiapan tenaga pendidik dan *Drs.Fazakkir Noor, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya 2
3 sekolah dalam memahami anak-anak tersebut. Oleh sebab itulah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendidikan inklusi untuk anak dengan ketidakmampuan intelektual di sekolah dasar negeri di Palangkaraya. Harapannya, penelitan ini menjadi evaluasi untuk pelaksanaan pendidikan inklusi yang lebih baik ke depannya. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara kualitatif. Subjek penelitian merupakan anak dengan ketidakmampuan intelektual yang menempuh pendidikan sekolah dasar. Pengetesan ketidakmampuan intelektual dilakukan oleh professional dengan alat ukur yang sudah terstandarisasi (WISC-R dan Stanford Binet). Subjek penelitian berjumlah tiga orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara pada orangtua dan guru, observasi kelas dan mengumpulkan data hasil belajar anak. Rata-rata pengumpulan data dilakukan dalam waktu dua minggu sehingga total pelaksanaan penelitian di lapangan adalah enam minggu. HASIL DAN PEMBAHASAN Subjek A A merupakan anak perempuan berusia 7 tahun 9 bulan dan sedang menempuh pendidikan kelas dua sekolah dasar umum. Secara umum, kemampuan akademis A sangat rendah. Ia kesulitan dalam memahami informasi baru dan instruksi yang diberikan. Ia juga lambat dalam mengerjakan tugas-tugasnya sehingga kerap kali pulang paling akhir karena belum menyelesaikan tugasnya. Di rumah A memiliki beberapa teman-teman di bawah usianya, sementara di sekolah A sangat kesulitan menjalin relasi dengan kawankawannya. Hasil tes IQ menunjukkan A memiliki kecerdasan pada taraf ketidakmampuan intelektual (IQ=54 Skala Wechsler). Saat observasi kelas, A sempat menangis karena diganggu teman sekolahnya. Teman-temannya pun mengejek bahwa A cengeng. Pada saat itu guru menengahi dan meminta A tetap melanjutkan pelajarannya. A juga lambat dalam menyalin soal yang diberikan guru di papan tulis. Guru baru menyadari hal ini saat anak-anak lain mengumpulkan dan A belum selesai juga. A salah dalam mengerjakan dan hasilnya salah semua. Anak-anak yang lain akhirnya mengejek A karena lambat sambil menertawakannya. Guru menegur anak tersebut, Ibu guru mendatangi meja A dan menjelaskan kembali sambil meminta A ikut menjawab. A sering kali diam saat ditanya sehingga ibu guru lah yang menjawab soal tersebut dan A menuliskan seperti yang diperintahkan guru. Beberapa anak lain sudah mulai berisik dan ingin pulang, ada seorang anak yang meminta agar A ditinggal saja dan yang lain pulang lebih dahulu. Beberapa anak mengucapkan dengan nyaring bahwa A lambat dan kemudian menertawakannya. Ibu guru memarahi anak tersebut dan meminta yang lain menunggu A selesai mengerjakan. Berdasarkan wawancara ditemukan bahwa guru sendiri kewalahan jika harus memperhatikan A secara khusus. Guru juga lebih banyak menyalahkan orangtua yang dianggap terlalu memanjakan A dan tidak melatih disiplin dalam belajar. Ia sendiri tidak dapat berbuat banyak untuk melakukan pendidikan yang sesuai karena guru sendiri tidak memahaminya bagaimana pendekatan yang tepat. Selain itu hal yang *Drs.Fazakkir Noor, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya 3
4 selama ini guru lakukan adalah dengan mendongkrak nilai A. Akan tetapi, jika A masih tidak dapat menguasai pelajaran pada semester ini maka ada kemungkinan A akan tidak naik kelas. Subjek B B merupakan anak perempuan berusia 11 tahun 4 bulan dan saat ini sedang menempuh pendidikan kelas 4 sekolah dasar. B kesulitan dalam mengikuti kegiatan akademis di sekolah umum. Di kelas B lebih banyak bermain dan mengobrol serta tidak dapat memahami pelajaran akademis yang diberikan di sekolah. Saat menjelaskan pelajaran pada B dilakukan berulang-ulang karena B yang tidak dapat memahami penjelasan yang diberikan padanya. B kerap kali juga melupakan pelajaran yang sebelumnya dia sudah kuasai. Nilai akademis B di sekolah pun berada jauh di bawah teman-temannya dan B bisa naik kelas karena bantuan nilai dari guru. Hasil tes IQ menunjukkan B berada pada taraf ketidakmampuan secara intelektual dan setara dengan anak usia 6 tahun 8 bulan (IQ=61, skala Binet). B kerap kali mengalai penindasan seperti diejek karena kemampuan B memahami pelajaran yang lemah. Dalam bergaul, B termasuk anak yang mudah dimanfaatkan temantemannya. B juga tidak pernah mengadu atau mengeluh pada orang tua saat dirinya diperlakukan tidak baik oleh orang lain. B merupakan anak yang memiliki postur tubuh paling besar di kelasnya dan usia yang paling tua. B biasanya tidak dapat mengikuti pelajaran dan selalu gagal dalam pelajaran akademis. Satu-satunya penguasaan B yang cukup baik adalah dalam bidang olahraga, seperti berlari atau bermain bulu tangkis. B juga sangat lambat saat menulis sehingga tidak jarang, B masih harus di kelas untuk menyelesaikan tulisan sementara teman-temannya pulang. Saat kerja kelompok, B biasanya kesulitan mencari teman kelompok. Bahkan teman dekat B di kelas biasanya tidak mau berkelompok dengan B. Biasanya ibunyalah yang ikut terlibat mencarikan teman kelompok B, atau biasanya B justru tidak dapat kelompok dan mengerjakan sendirian dibantu ibunya.seluruh PR B biasanya dikerjakan oleh ibunya. B biasanya hanya menyalin saja pekerjaan rumah yang sudah ibunya kerjakan. B juga diikutkan les dengan guru di kelas untuk pelajaran matematika pada hari kamis. Akan tetapi, menurut guru, B sangat sulit menguasai pelajaran yang diberikan padanya karena penguasaan konsep berhitung B pun masih sangat rendah. Subjek C C merupakan anak laki-laki berusia 10 tahun 6 bulan yang saat pelaksanaan penelitian sedang menempuh pendidikan kelas 5 sekolah dasar negeri. C lambat dalam memahami pelajaran, terutama dalam pelajaran matematika. C sangat sulit memahami konsep-konsep berhitung. Setiap diberikan tugas C tidak dapat menyelesaikan dengan baik. C yang sering kali terlihat bengong. Hasil tes intelegensi menunjukkan C memiliki ketidakmampuan intelektual dengan hasil IQ=48 (Skala Wechsler). Saat mendapatkan instruksi, C mendengarkan dan melakukan apa yang diminta namun hasil yang dikerjakan C selalu tidak memuaskan. C juga lebih banyak diam saat teman-temannya mengejeknya. C sendiri memang termasuk anak yang pasif dan banyak menarik diri dari lingkungannya. Ia lebih banyak menyendiri dan nampak pemalu saat berhadapan dengan orang lain. Sejauh ini ia hanya mampu menjalin pertemanan dengan anak yang usianya lebih muda dari dirinya. *Drs.Fazakkir Noor, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya 4
5 Guru kelas C termasuk guru yang memiliki kepedulian yang baik. Guru C yang menyadari bahwa C berbeda dari kebanyakan siswanya, sehingga meminta ibu C memeriksakannya. Di kelas sendiri guru banyak membantu C dengan sabar. Guru juga mendatangi bangku C untuk memastikan apakah jawabannya sudah tepat. Kerap kali guru juga memberikan petunjuk untuk membantu C menjawab pertanyaan tersebut. Sejauh ini guru di sekolah membantu dalam mendongkrak nilai C, sehingga C selalu naik kelas. Akan tetapi para guru menyadari kemampuan C masih di bawah anak-anak usianya. Sayangnya, guru sendiri tidak mengetahui tindakan apa yang lebih baik selain menaikkan nilai C agar C tetap bertahan di sekolah. Guru juga turut mengawasi C, ketika ia diganggu temantemannya saat di kelas. HASIL ANALISA DATA Berdasarkan hasil tersebut terlihat banyak hambatan dalam proses pelaksanaan pendidikan inklusi di SD di kota Palangkaraya khususnya belum optimal. Tidak adanya deteksi dini pada anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual ditambah kurangnya pemahaman guru mengenai disabilitas ini menyebabkan para guru mudah berasumsi negatif mengenai kondisi ini. Akibatnya anak-anak tersebut pun tidak mendapatkan pendidikan yang seharusnya. Deteksi dini perlu dilakukan sejak awal anak sekolah agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat mendapatkan pendidikan yang sesuai sejak awal. Kurangnya sosialisasi mengenai bagaimana menghadapi anak berkebutuhan khusus, terutama ketidakmampuan intelektual rendah menjadikan kebutuhan anak-anak ini tidak dapat terfasilitasi dnegan baik. Para guru tidak mengetahui bagaimana menangani anak dengan ketidakmampuan intelektual seperti membuat Rencana Pelaksanaan Penggajaran/RPP khusus dengan target yang masuk akal pada anak-anak tersebut dan pendekatan pengajaran yang membutuhkan contoh, intruksi ringkas dan berulang. Membuat standar pendidikan yang tidak mampu mereka capai dan kemudian menambahkan nilai agar mereka naik kelas, tidak membantu mereka belajar lebih banyak. Hal teknis di lapangan juga memberikan kontribusi dalam kurang optimalnya penyelenggaraan sekolah inklusi. Jumlah murid yang terlalu banyak, membuat guru kesulitan memberikan perhatian pada satu atau dua siswa yang membutuhkan pengulangan instruksi. Semakin besar dan banyak jumlah murid semakin sulit anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual mendapat perhatian. Pelibatan orangtua memang sangat dibutuhkan di dalam pendidikan inklusi (Saponshevin dalam Sunardi, 2002). Pada nyatanya, banyak ada orangtua dan guru yang saling melempar kesalahan akibat kesulitan anak mereka dalam memahami pelajaran. Kondisi ini terjadi karena orang tua dan guru tidak benar-benar memahami apa yang dialami siswa tersebut. Seperti yang disampaikan sebelumnya, anak dengan ketidakmampuan intelektual tidak memiliki ciri-ciri fisik yang bisa dikenali. Selain itu, kepribadian guru juga berperan penting dalam membantu proses pendidikan anak dengan ketidakmampuan intelektual. Hal ini karena guru mempunyai tanggungjawab untuk menciptakan suasana yang hangat di tengah keberagaman siswa (Budianto, 2009). Guru yang sabar, realistis, fokus pada solusi, tekun dan peduli akan *Drs.Fazakkir Noor, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya 5
6 lebih mudah menerima anak-anak berkebutuhan khusus seperti ini. Sekolah inklusi yang pada dasarnya ditujukan agar prasangka dan stereotip pada siswa dapat berkurang melalui interaksi (unicef, 2013). Sayangnya karena ketidaktahuan mengenai kondisi anak, justru guru tidak mampu memberikan pengertian kepada siswa lainnya. Akibatnya anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual ini mengalami penindasan. Hal semakin menyulitkan mereka dalam menyelesaikan masalah di kelas karena mereka dikucilkan dan tidak mendapatkan bantuan yang diperlukan dari sekitarnya. SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan kurang optimalnya pelaksanaan pendidikan inklusi di Indonesia. Hal ini dikarenakan konsep yang baik dari pemerintah tidak diikuti persiapan yang matang untuk sekolahsekolah. Oleh sebab itu untuk perbaikan di masa depannya maka ada beberapa saran yang bisa diberikan: 1. Lakukan evaluasi kemampuan anak pada awal masuk sekolah dasar dengan menggunakan jasa professional untuk mendeteksi anak berkebutuhan khusus. 2. Lakukan pelatihan secara berkala pada guru untuk merancang RPP khusus dan bagaimana melakukan pengajaran di kelas untuk anak dengan ketidakmampuan intelektual. 3. Berikan kredit dan penghargaan pada guru yang mendapatkan anak berkebutuhan khusus di kelasnya. Hal ini karena usaha yang dibutuhkan lebih besar dibandingkan guru yang mengajar di kelas tanpa anak berkebutuhan khusus. 4. Perlu adanya kontrol dan evaluasi yang lebih baik dari dinas pendidikan terkait untuk melihat bagaimana proses pendidikan inklusi di sekolah-sekolah. DAFTAR PUSTAKA Gresham, F.M. & MacMillan, D.L. (1997).Social competence and affective characteristics of students with mild disabilities [Abstract]. Review Of Educational Research, 67, 4. Wenar, C & Kerig, P. (2000).Developmental Psychopathology from infancy through adolescene, fifth edition. New York : McGraw-Hill. Sunardi. (2003). Pendidikan Progresif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Budianto. (2009). Pendekatan dan Model Pembelajaran Kelas Inklusif. Makalah seminar: Malang. Unicef. (2013). Anak Penyandang Disabilitas. New York: United Nations Children s Fund. Jppn. Kemendiknas Cegah Siswa Putus Sekolah. Diambil dari 01/03/80984/ Kemendiknas-Cegah-Siswa-Putus- Sekolah- Permendiknas. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun Diambil dari file/permendiknas%20nomor%20%2070%20tahun% pdf *Drs.Fazakkir Noor, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya 6
SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK
SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang dibawah rata rata dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan
Lebih terperinciAnak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik
BABI ~ PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis
Lebih terperinciPENGARUH MEDIA PERMAINAN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF VOKAL PADA ANAK TUNA GRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SLB N SLEMAN ARTIKEL JURNAL
PENGARUH MEDIA PERMAINAN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF VOKAL PADA ANAK TUNA GRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SLB N SLEMAN ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Waktu yang dihabiskan anak-anak di sekolah saat ini cukup besar, oleh karena itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah rumah yang dimasuki oleh anak. Waktu yang dihabiskan anak-anak di sekolah saat ini cukup besar, oleh karena itu
Lebih terperinciPEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013
PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Nur Hidayati, Sukarno, Lies Lestari PGSD, FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Slamet Riyadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan
Lebih terperinci: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K
Pengaruh Penggunaan Media Kartu Limbah Rumah Tangga Bungkus Plastik Bermerk Terhadap Kemampuan Membaca Kata Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas DII SLB C YSSD Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010
Lebih terperinciJURNAL PSIKOLOGI TABULARASA VOLUME 10, NO.2, OKTOBER 2015:
JURNAL PSIKOLOGI TABULARASA VOLUME 10, NO.2, OKTOBER 2015: 236 247 PENERAPAN METODE MODIFIKASI PERILAKU PEMBENTUKAN (SHAPING) UNTUK MEMBENTUK PERILAKU SOSIAL ANAK DENGAN KETIDAK-MAMPUAN INTELEKTUAL RINGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengantar manusia menuju kesempurnaan. Menurut pendapat Muzayyin (2005) Tugas dan fungsi
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seeorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa dari segi biologis, psikologis, paedagogis, yang sesuai
Lebih terperinciPENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 KARANGTANJUNG TAHUN AJARAN 2012/2013
PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 KARANGTANJUNG TAHUN AJARAN 2012/2013 Oleh: Tri Rahayuningsih 1, Suripto 2, Warsiti 3 PGSD FKIP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Delors, 1996: 22), bahwa terdapat empat pilar pendidikan yaitu learning to know,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan diharapkan dapat terjalin di lingkungan Sekolah Dasar. Mengacu kepada keputusan Komisi Internasional bagi pendidikan
Lebih terperinciLAYANAN PSIKOLOGIS UNTUK SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS. Komarudin Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta
LAYANAN PSIKOLOGIS UNTUK SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS Komarudin Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta Permasalahan Sekolah memberikan perlakuan yang sama dan bersifat klasikal kepada semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuna grahita Ringan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna grahita adalah kata lain
Lebih terperinciPERAN SHADOW TEACHER DALAM LAYANAN KHUSUS KELAS INKLUSI DI SDN PERCOBAAN 1 KOTA MALANG
PERAN SHADOW TEACHER DALAM LAYANAN KHUSUS KELAS INKLUSI DI SDN PERCOBAAN 1 KOTA MALANG Dewi Anggraeni Iswandia Dr. H. Kusmintardjo, M.Pd Dr. H. A. Yusuf Sobri, S. Sos, M.Pd Administrasi Pendidikan Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinciPENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA VISUAL SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR Yunita Lailati Husna 1, Wahyudi 2, Tri Saptuti Susiani 3 E-mail: yunitalailatihusna@yahoo.com
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembinaan dan pengembangan generasi muda terus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus berlangsung baik didalam pendidikan formal sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir masa kanak-kanak (late Childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir kanak-kanak ditandai
Lebih terperinciLAYANAN PENDIDIKAN BAGI SISWA SLOW LEARNER OLEH GURU DI KELAS III
Layanan Pendidikan Guru... (Abdiyatun Khayati) 2.365 LAYANAN PENDIDIKAN BAGI SISWA SLOW LEARNER OLEH GURU DI KELAS III EDUCATION SERVICE FOR SLOW LEARNER BY CLAASROOM TEACHER IN GRADE III Oleh: Abdiyatun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal pikiran dan berbagai
Lebih terperinciBULLYING. I. Pendahuluan
BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data 1. Pra Siklus Pada tahapan ini peneliti mengambil data hasil belajar pada materi sebelumnya. Peneliti mengambil data hasil belajar secara murni. Artinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai tugas perkembangan masa dewasa salah satunya adalah bekerja. Selain menjadi tugas perkembangan individu, bekerja juga merupakan suatu tujuan seseorang
Lebih terperinciPELAKSANAAN BIMBINGAN BELAJAR DI KELAS I SD NEGERI KARANGGAYAM TAHUN AJARAN 2015/ 2016
2.282 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 24 Tahun ke-5 2016 PELAKSANAAN BIMBINGAN BELAJAR DI KELAS I SD NEGERI KARANGGAYAM TAHUN AJARAN 2015/ 2016 IMPLEMENTATION GUIDANCE STUDY AT THE FIRST GRADE
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga yang berjumlah 52 siswa dengan terdiri dari dua kelompok, yaitu
Lebih terperinciLAMPIRAN A ( SOAL PRE TEST DAN POST TEST ) 73
L A M P I R A N 72 LAMPIRAN A ( SOAL PRE TEST DAN POST TEST ) 73 Soal pre - test Nama : Kelas : Tanggal : Isilah titik titik di bawah ini! 1. Angka 24 dan 45, angka 24 lebih. dari angka 45 2. angka 100
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of Productive Employement and Social Integrationyaitu Promote equal access to all levels of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, bahasa, dan seni. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia pun memiliki keanekaragaman tersebut. Masyarakat
Lebih terperinciAKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1
AKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1 Addriana Bulu Baan 2 POR FKIP Universitas Tadulako Palu ABSTRAK Pendidikan Jasmani Olahraga
Lebih terperinciBagaimana Memotivasi Anak Belajar?
Image type unknown http://majalahmataair.co.id/upload_article_img/bagaimana memotivasi anak belajar.jpg Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Seberapa sering kita mendengar ucapan Aku benci matematika atau
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE TALKING STICK DENGAN MEDIA GRAFIS DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPS SISWA KELAS V SDN PETARANGAN TAHUN AJARAN 2013/2014
PENGGUNAAN METODE TALKING STICK DENGAN MEDIA GRAFIS DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPS SISWA KELAS V SDN PETARANGAN TAHUN AJARAN 2013/2014 Oleh: Naelatun Fathurrohmah 1, Tri Saptuti Susiani 2, M. Chamdani
Lebih terperinciPENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL
PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN SISWA BERDASARKAN KATEGORI KESALAHAN WATSON DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL HIMPUNAN DI KELAS VII D SMP NEGERI 11 JEMBER
1 ANALISIS KESALAHAN SISWA BERDASARKAN KATEGORI KESALAHAN WATSON DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL HIMPUNAN DI KELAS VII D SMP NEGERI 11 JEMBER ANALYSIS OF STUDENTS MISTAKES BASED ON THE ERROR CATEGORY BY
Lebih terperinciPENERAPAN KONSELING KELOMPOK BAGI SISWA YANG BERPERILAKU NEGATIF DALAM PENYESUAIAN DIRI DENGAN LINGKUNGAN KELAS 5 SDN 09 NGRINGO, JATEN, KARANGANYAR
PENERAPAN KONSELING KELOMPOK BAGI SISWA YANG BERPERILAKU NEGATIF DALAM PENYESUAIAN DIRI DENGAN LINGKUNGAN KELAS 5 SDN 09 NGRINGO, JATEN, KARANGANYAR Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program
Lebih terperinciPENINGKATAN SIKAP SOSIAL MENGGUNAKAN MODEL ACTIVE KNOWLEDGE SHARING SISWA KELAS V SD N NGENTAKREJO
350 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 4 Tahun ke-6 2017 PENINGKATAN SIKAP SOSIAL MENGGUNAKAN MODEL ACTIVE KNOWLEDGE SHARING SISWA KELAS V SD N NGENTAKREJO THE IMPROVEMENT OF SOCIAL ATTITUDE THROUGH
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria sebanyak 77 orang. Sampel diuji menggunakan tes Saphiro-Wilk dan. Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Subjek penelitian ini adalah siswa SD kelas 3, 4, 5 dan 6 yang bersedia menjadi subjek penelitian. Subjek penelitian diambil dari SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.
Lebih terperinciTUGAS RINCI/ LANGKAH LANGKAH. Guru bimbingan konseling. turut menandatangan i komitment tertulis untuk menginisiasi SRA
NO TAHAPAN RUANG LINGKUP INDIKATOR Pimpinan/Kepala Sekolah/ Satuan 1 PERSIAPAN & Membuat PERENCANAAN komitment tertulis yang diwakili seluruh unsur yang ada di turut menandatangani komitment tertulis untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu
BAB V PEMBAHASAN Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistimatis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan diselenggarakan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK
BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK A. Analisis Aspek-Aspek yang Diteliti Antara Pembelajaran Tutor Sebaya dan Pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menuntut perhatian serius bagi orang tua yang tidak menginginkan anak-anaknya. tumbuh dan berkembang dengan pola asuh yang salah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak dalam hal
Lebih terperinciJASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017
Efektivitas Teknik Pembelajaran Think Pair Share untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Tunalaras di SLB E Handayani Wiwiet Purwitawati Sholihah dan Dedy Kurniadi Departemen Pendidikan Khusus Fakultas
Lebih terperinciPersonality Plus : Mengenal Watak Phlegmatis http://meetabied.wordpress.com Tempat Belajar Melembutkan Hati 1 Bagaimana Memahami Orang Lain dengan Memahami Diri Kita Sendiri : Mengenal Watak Phlegmatis
Lebih terperinciANALISIS KESULITAN SISWA KELAS VII DALAM MENYEDERHANAKAN BENTUK ALJABAR
ANALISIS KESULITAN SISWA KELAS VII DALAM MENYEDERHANAKAN BENTUK ALJABAR Iftitaahul Mufarrihah Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Hasyim Asy ari email : iftitaahul.mufarrihah@gmail.com
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA
ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA Shofia Hidayah Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang shofiahidayah@gmail.com
Lebih terperinciBAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat
Lebih terperinciJURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GIVING QUESTION AND GETTING ANSWER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GIVING QUESTION AND GETTING ANSWER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN Oleh : Nama : Titis Naluri Mutiaraningati NIM : K5110064
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan proses dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan individu sehingga tingkah lakunya dapat berkembang.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang anak dan memengaruhi anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosialnya.
Lebih terperinciSEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto
1 SEKOLAH IDEAL Oleh: Damar Kristianto Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak awal kehidupannya, manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan merupakan kunci dari masa depan manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak merupakan masa emas. Hal tersebut ditunjukkan dengan perkembangan yang cepat pada beberapa aspek yakni aspek sosial, emosional, kognitif, bahasa, seni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satuan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, sudah pasti ingin mempunyai peserta didik dan lulusan yang berprestasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tidak selalu tumbuh dan berkembang secara normal. Ada diantara anak-anak tersebut yang mengalami hambatan, kelambatan,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Minat Belajar Minat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam belajar. Apabila bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah,
I. PENDAHULUAN Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan
Lebih terperinciANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED
ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED Dian Nopitasari Universitas Muhammadiyah Tangerang, Jl. Perintis Kemerdekaan 1/33, d_novietasari@yahoo.com ABSTRAK Tujuan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy, tingkatan intelektual manusia terbagi dalam tiga jenis 1. Pertama, individu dengan tingkat intelektual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan upaya yang lebih sinerji, memadai, terpadu dan berkesinambungan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunadaksa merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Salatiga 01, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Siswa SD Negeri Salatiga 01 terdiri dari kelas 1
Lebih terperinciMODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA TENTANG SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA TENTANG SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR Marsih 1, Wahyudi 2, Warsiti 3 PGSD FKIP Universitas Sebelas
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang
72 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan inklusivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi muda penerus bangsa sangat diharapkan dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap kemajuan bangsa, juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif, baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sehingga mereka dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Begitu pula dengan mahasiswa yang baru menjalani proses pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,
Lebih terperinciMiftahul Ayu et al., Pembentukan Karakter Konsisten dan Teliti Siswa SMP...
1 Pembentukan Karakter Konsisten dan Teliti Siswa SMP Dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berbasis Lesson Study Pada Sub Pokok Bahasan Tabung Kelas IX C SMP Negeri 2 Panti Tahun Ajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang unik, dimana anak selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, memiliki potensi untuk belajar dan mampu mengekspresikan diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka mencapai pendidikan yang bermutu banyak komponen yang berperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia karena dibekali memiliki akal budi, kepribadian serta kecerdasan yang membedakannya dengan makhluk lainnya.
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD NEGERI GESIKAN TAHUN AJARAN 2013/2014
PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD NEGERI GESIKAN TAHUN AJARAN 2013/2014 Agil Mirdiyanto¹, Joharman 2, Kartika Chrysti S 3 1 Mahasiswa
Lebih terperinciPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR Okmi Muji Rahayu 1, Suhartono 2, M. Chamdani 3 PGSD FKIP Universitas Sebelas
Lebih terperinciARTIKEL ILMIAH DESKRIPSI PROSES RECALL SISWA TUNAGRAHITA RINGAN PADA MATERI TABUNG DI KELAS IX (INKLUSI) SMP N 6 KOTA JAMBI
ARTIKEL ILMIAH DESKRIPSI PROSES RECALL SISWA TUNAGRAHITA RINGAN PADA MATERI TABUNG DI KELAS IX (INKLUSI) SMP N 6 KOTA JAMBI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI AGUSTUS, 2017 Page1 DESKRIPSI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer pada saat ini sangat pesat, dimana yang telah kita ketahui dalam instansi pemerintahan maupun swasta, lebih mengutamakan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak autis merupakan salah satu anak luar biasa atau anak berkebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak autis merupakan salah satu anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus yang memiliki gangguan perkembangan tertentu. Dewasa ini, anak autis telah menjadi perhatian
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSIF. BPK Penabur Cimahi, 11 Juli Mohamad Sugiarmin
PENDIDIKAN INKLUSIF sugiarmin_2006@yahoo.co.id BPK Penabur Cimahi, 11 Juli 2009 Target yang diharapkan pada peserta Pemahaman Peserta Memahami konsep Pendidikan Inklusif Peserta Memahami keragaman peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan nasional tidak terlepas dari peran serta orang tua atau keluarga. Keluarga sebagai bagian dari struktur sosial setiap masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa
Lebih terperinciARIS RAHMAD F
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DANKEMATANGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ARIS RAHMAD F. 100 050 320
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE COURSE REVIEW HORAY DENGAN MEDIA GRAFIS DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS V SDN BANYUURIP TAHUN AJARAN 2014/2015
PENGGUNAAN METODE COURSE REVIEW HORAY DENGAN MEDIA GRAFIS DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS V SDN BANYUURIP TAHUN AJARAN 2014/2015 Isnaini Nur Fadila 1, Suripto 2, Tri Saptuti Susiani
Lebih terperinciPENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR
PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR Ulfatun Rohmah 1, Suhartono 2, Ngatman 3 PGSD FKIP Universitas Negeri Sebelas Maret, Jalan Kepodang 67A Panjer Kebumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ann I. Alriksson-Schmidt, MA, MSPH, Jan
Lebih terperinciLAPORAN MINGGUAN PELAKSANAAN PPL TAHUN 2013
NAMA SEKOLAH : SMA NEGERI 1 PIYUNGAN NAMA MAHASISWA : RIZQI HAQSARI ALAMAT SEKOLAH : KARANGGAYAM, SITIMULYA, PIYUNGAN NO. MAHASISWA : 10520244038 BANTUL, YOGYAKARTA FAK/JUR/PRODI : FT/P.T. INFORMATIKA
Lebih terperinci