PENDAPATAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAPATAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH"

Transkripsi

1 PENDAPATAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens) PETANI MITRA PT. INDOFOOD FRITOLAY MAKMUR DAN PETANI NONMITRA DI DESA CIGEDUG KECAMATAN CIGEDUG KABUPATEN GARUT SKRIPSI TUBAGUS FAZLURRAHMAN H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 A

2 RINGKASAN TUBAGUS FAZLURRAHMAN. Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) Petani Mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabubaten Garut. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah Bimbingan RITA NURMALINA). Secara umum di Indonesia terjadi peningkatan konsumsi cabai rawit dari tahun 2004 hingga Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan tingkat produktivitas cabai rawit tertinggi se-indonesia pada tahun 2007 hingga 2010 yaitu sebesar 12,04 ton pada tahun 2007; 10,82 ton pada tahun 2008; 14,96 ton pada tahun 2009; dan 9,32 ton pada tahun Jumlah produksi cabai rawit Jawa Barat mengalami fluktuasi pada tahun 2006 hingga Permasalahan dalam kegiatan usahatani merupakan salah satu penyebab utama menurunnya tingkat produksi cabai rawit. Risiko produksi merupakan salah satu faktor penurunan jumlah produksi cabai rawit. Cabai rawit merupakan komoditas yang mengalami fluktuasi harga yang disebabkan ketidakseimbangan antara jumlah pasokan dengan jumlah permintaan konsumen di pasar. Flutuasi harga dapat mempengaruhi penerimaan usahatani cabai rawit merah. Terdapat hubungan kemitraan yang telah dijalin oleh PT Indofood Fritolay Makmur dengan sebagian petani cabai rawit merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Kemitraan tersebut mampu memberikan kepastian harga kepada petani cabai rawit merah di Desa Cigedug. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan usahatani cabai rawit merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, menganalisis tingkat pendapatan usahatani petani cabai rawit merah yang menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur serta menganalisis tingkat pendapatan usahatani petani cabai rawit merah yang tidak menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur. Proses pengambilan data primer dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut pada bulan Mei hingga Juli Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 24 orang. Responden diambil dengan menggunakan metode purposive menggunakan data petani yang berasal dari Gapoktan Cagarit yang disesuaikan dengan karakter petani dan jenis tanaman tumpang sari yang diusahakan bersama cabai rawit merah. Analisis kualitatif pada penelitian ini dilakukan dengan mengkaji keragaan usahatani. Analisis kuantitatif meliputi analisis biaya, penerimaan, pendapatan usahatani dan R/C rasio. Pengolahan data menggunakan program Microsoft Office Excell 2007 kemudian disajikan secara tabulasi dan diinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani cabai rawit merah yang dilakukan para petani responden baik petani mitra maupun nonmitra di Desa Cigedug memiliki perbedaan pada proses budidayanya. Perbedaan terdapat pada penggunaan faktor-faktor input seperti jumlah dan jenis pupuk yang digunakan, jumlah dan dosis obat-obatan yang digunakan, penggunaan tenaga kerja, perawatan dan proses pemanenan yang dilakukan. Penggunaan jenis pupuk cenderung sama namun yang berbeda adalah dosis pupuk yang digunakan. Petani mitra menggunakan pupuk relatif lebih banyak dibandingkan petani nonmitra. Sedangkan petani nonmitra lebih banyak menggunakan obat-obatan daripada B

3 petani mitra. Penggunaan pupuk yang baik dan sesuai kebutuhan dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga baik pada petani mitra maupun nonmitra secara berturut-turut paling banyak digunakan pada kegiatan pemanenan, pemeliharaan, pengolahan lahan, dan pemupukan tambahan. Perawatan yang dilakukan petani mitra relatif lebih intensif sehingga risiko terserang hama dan penyakit lebih sedikit dibandingkan petani nonmitra. Besar penerimaan yang berasal dari usahatani cabai rawit merah yang dihasilkan petani nonmitra lebih sedikit dibandingkan yang dihasilkan oleh petani mitra yaitu sebesar Rp ,6 sedangkan petani mitra mampu menghasilkan penerimaan yang berasal dari usahatani cabai rawit merah sebanyak Rp ,72. Hal tersebut disebabkan produktivitas yang diterima petani mitra lebih tinggi dibandingkan produktivitas yang diterima petani nonmitra. Biaya total usahatani cabai rawit merah yang dikeluarkan oleh petani mitra adalah sebesar Rp ,36 sedangkan besar biaya total usahatani cabai rawit merah pada petani nonmitra sedikit lebih besar yaitu sebesar Rp ,51. Biaya total usahatani cabai rawit merah terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Usahatani cabai rawit merah yang dijalankan petani mitra di Desa Cigedug juga dapat disimpulkan lebih menguntungkan karena memiliki nilai pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan petani nonmitra. Besar pendapatan usahatani cabai rawit merah petani mitra adalah sebesar Rp ,36 sedangkan pendapatan usahatani cabai rawit merah petani nonmitra hanya sebesar Rp ,06. Nilai R/C rasio atas biaya total petani mitra sebesar 3,69 sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total petani nonmitra di Desa Cigedug adalah sebesar 2,43. Nilai tersebut menunjukan bahwa kegiatan usahatani pada petani mitra lebih efisien daripada petani nonmitra. Proses kemitraan dapat menjadi pilihan untuk dilakukan bagi petani cabai rawit merah di Desa Cigedug karena memberikan keuntungan yang lebih besar serta manfaat lain dilihat dari pendapatan usahatani cabai rawit merah antara petani mitra dan nonmitra. Peran vendor pada proses kemitraan seharusnya dapat melibatkan petani cabai rawit yang bermitra secara langsung agar margin sebesar Rp 5.000,00/kg cabai rawit merah dapat pula dirasakan oleh petani cabai rawit merah yang menjadi anggota Gapoktan Cagarit dalam proses kemitraan yang dijalankan. Petani nonmitra tidak mendapatkan pembinaan dari agrofield Indofood sehingga peran pemerintah daerah setempat melalui Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas per hektar lahan usahatani cabai rawit merah yang dijalankan oleh petani nonmitra untuk memberi penyuluhan dan pendampingan mengenai tata cara tanam yang baik. Penelitian ini belum dapat memberikan informasi mengenai seberapa besar pengaruh perubahan penggunaan faktor input produksi terhadap tingkat produktivitas cabai rawit merah sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh perubahan penggunaan faktor input produksi terhadap produktivitas cabai rawit merah. C

4 PENDAPATAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens) PETANI MITRA PT. INDOFOOD FRITOLAY MAKMUR DAN PETANI NONMITRA DI DESA CIGEDUG KECAMATAN CIGEDUG KABUPATEN GARUT TUBAGUS FAZLURRAHMAN H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 D

5 Judul Skripsi Nama NIM : Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) Petani Mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. : Tubagus Fazlurrahman : H Disetujui, Pembimbing Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr.Ir.Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : E

6 PERYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) Petani Mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut benar-benar hasil karya sendiri dan belum pernah digunakan untuk skripsi atau karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasar atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Tubagus Fazlurrahman H F

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 November Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Syamsul Bahri dan Ibu Janthi Wijantini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Pengadilan 2 Bogor pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SLTPN 5 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Bogor diselesaikan tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif sebagai Ketua Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) Fakultas Ekonomi dan Manajemen periode , Badan Pengawas Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) Departemen Agribisnis periode Selain itu, penulis berperan sebagai Ketua Angkatan FEM 45. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan, antara lain Pentas Seni Islam dan Gema Alunan Syukur (PEGAS) pada tahun 2011, Bedah Bogor pada Tahun 2010 sebagai Kooordinator Publikas Dekorasi dan Dokumentasi (PDD), Green In Action (Greenation) 3th pada tahun 2010, Agrination pada tahun 2010, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Orange FEM pada tahun 2010, dan Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) IPB pada tahun G

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) Petani Mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Skripsi ini diajukan sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan usahatani cabai rawit merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, menganalisis tingkat pendapatan usahatani petani cabai rawit merah yang menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur serta menganalisis tingkat pendapatan usahatani petani cabai rawit merah yang tidak menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Besar harapan penulis, kiranya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat maupun bagi para pembaca. Bogor, Desember 2012 Tubagus Fazlurrahman H

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunianya yang senantiasadirasakan oleh penulis, terutama selama proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa selama penulisan skripsi tidak lepas dari kerjasama, doa, dukungan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan motivasi, arahan, dan masukan yang membangun dengan penuh kesabaran serta mengikutsertakan dalam Penelitian Unggulan Departemen (PUD) tahun Ir. Popong Nurhayati, MM selaku penguji utama yang telah masukan, saran dan perbaikan untuk penyempurnaan skripsi ini bagi penulis. 3. Dra. Yusalina, M.Si selaku penguji perwakilan Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis yang juga merupakan Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama menempuh perkuliahan di IPB dan juga dalam penyusunan skripsi ini. 4. Orang tua dan keluarga tercinta, Ayah Syamsul Bahri dan Ibu Janthi Wijantini atas kasih sayang, dukungan, nasehat, dan arahan yang tiada hentihentinya diberikan kepada penulis. Karya tulis ini adalah persembahan dan wujud terima kasih kepada Ayah dan Ibu. 5. Kakak dan adik yang saya sayangi, Tubagus Luqmaniandri dan Tubagus Rahsa Hanifah atas dukungan dan bantuan yang diberikan. 6. Dr. Muhammad Syukur, SP, Msi selaku Dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB yang telah memberikan informasi dan ilmu yang bermanfaat khususnya tentang cabai kepada penulis. 7. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Agribisnis yang telah memberikan pengetahuan dan bantuan selama penulis melakukan perkuliahan. I

10 8. Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) beserta seluruh donatur atas bantuan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan studi dan penelitian bagi penulis. 9. Rizal beserta rekan-rekan Agrofield PT. Indofood Fritolay Makmur, yang telah bersedia memberi izin, masukan dan saran bagi penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 10. Bapak Odik dan Abdul Basith selaku Camat dan Kepala Desa Cigedug yang telah memberikan izin, dukungan serta bantuan kepada penulis. 11. Bapak Jajang, Pak Uus, Pak Muchtar, Teh Siti, Teh Wati, The Lilis, Pak Warjo, Pak Hendar dan seluruh staf Kantor Desa yang telah memberikan bantuan, semangat dan dukungan bagi penulis selama melakukan penelitian. 12. Bapak H. Amin beserta keluarga atas segala bantuan dan kasih sayang yang senantiasa diberikan kepada penulis selama tinggal di Desa Cigedug. 13. Bapak Bubun Bunyamin bersama seluruh pengurus Gapoktan Cagarit atas segala informasi, bantuan dan kerjasamanya kepada penulis. 14. Bapak Dadang dan Pak Hedi beserta seluruh Penyuluh Pertanian Lapang atas segala bantuan dan informasi yang diberikan kepada penulis. 15. Bapak Dikdik, Kang Aang, Kang Zaenal dan keluarga beserta seluruh warga Desa Cigedug yang telah memberikan ilmu dan pengalaman tak terlupakan dalam penelitian ini. 16. Asmayanti selaku rekan satu penelitian atas segala kerjasamanya serta kesabarannya dalam memberikan dorongan, kritik dan saran dalam proses penelitian dan penulisan yang dilakukan penulis. 17. Seluruh pihak yang telah mendukung dan berdoa bagi penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih sebesar-besarnya, tanpa kalian penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Tubagus Fazlurrahman J

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Cabai Rawit Merah Budidaya Tanaman Cabai Rawit Merah Fluktuasi Harga Kemitraan Penelitian Terdahulu Penelitian Usahatani Penelitian Kemitraan III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Penerimaan Usahatani Biaya Usahatani Pendapatan Usahatani Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Penarikan Contoh Pengolahan dan Analisis Data Analisis Keragaan Usahatani Analisis Pendapatan Usahatani Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) 32 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Keadaan Umum Wilayah Desa Cigedug Karakteristik Petani Cabai Rawit Merah Usia dan Pengalaman Petani Responden Tingkat Pendidikan Petani Responden Luas dan Status Pengelolaan Lahan Jenis dan Pola Tanam Tumpang Sari iv v i

12 VI. KERAGAAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH Kondisi Usahatani Cabai Rawit Merah Desa Cigedug Pengolahan Lahan Penyemaian Benih dan Pembibitan Penanaman Pemeliharaan Tanaman Panen Pemasaran Hasil Panen Kondisi Kemitraan di Desa Cigedug VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH Sistem Usahatani Cabai Rawit Merah Bibit Lahan Tenaga Kerja Alat-Alat Pertanian Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Penerimaan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Biaya Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Penerimaan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Biaya Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra dan Nonmitra 76 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran. 80 DAFTAR PUSTAKA.. 81 LAMPIRAN. 83 ii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Luas Panen, Produktivitas Dan Produksi Cabai Rawit Jawa Barat, Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Ratio Per Hektar Per Tahun Tanaman Musiman Perbandingan Rata-rata Luas Tanam Kentang, Tomat, Cabe Besar, dan Cabai Rawit di Kabupaten Garut Tahun Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Rawit di Tingkat Kecamatan Kabupaten Garut Tahun Sebaran Petani responden berdasarkan pengalaman usahatani cabai rawit merah di desa cigedug tahun Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cigedug tahun Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Per Ha Luasan Lahan Untuk Satu Musim Tanam Di Desa Cigedug Tahun Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Per Ha Luasan Lahan Untuk Satu Musim Tanam Di Desa Cigedug Tahun Penggunaan Peralatan Usahatani Cabai Rawit Merah Untuk Satu Musim Tanam Di Desa Cigedug Per Ha Luasan Lahan Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Di Desa Cigedug Per Hektar Luasan Lahan Untuk Satu Musim Tanam Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Per Hektar Luasan Lahan Untuk Satu Musim Tanam iii

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) (Kasus : Petani Mitra PT Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Kec. Cigedug Kab. Garut Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun Perbandingan Jumlah Produksi Cabai Besar dan Cabai Rawit Kabupaten Garut Tahun Perbandingan Kelompok Usia Responden Perbandingan Luas Lahan Petani Responden Bagan Alur Proses Prooduksi Usahatani Cabai Rawit Merah Di Desa Cigedug (a) Pola Tanam Sejajar ; (b) Pola Tanam Menyilang Jarak dan Pola Tanam Cabai Rawit, Kol, dan Tomat Merah di Desa Cigedug 51 iv

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perkembangan Konsumsi Cabai Rawit Dalam Rumah Tangga Perbandingan Besar Konsumsi Cabai Rawit dengan Cabai Merah dan Cabai Hijau Dalam Rumah Tangga di Indonesia, Produksi Cabai Rawit (ton) Menurut Provinsi Produktivitas Cabai Rawit (ton/ha) Menurut Provinsi Tahun Perkembangan Harga Rata-rata (Rp) Jenis Cabai Rawit Merah di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, Luas Areal Tanam (ha) Cabai Rawit Tahun Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Harga Rata-rata Mingguan Cabai Rawit Merah di Tingkat Petani dan Pasar Induk Kramat Jati Contoh Kontrak Kemitraan Gapoktan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur Kuesioner Pendapatan Petani Cabai Rawit Dokumentasi Penelitian 103 v

16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi unggulan pada tanaman sayuran selain bawang merah adalah cabai. Di Indonesia secara umum masyarakat mengenal dua jenis cabai yakni cabai besar dan cabai kecil (rawit). Cabai rawit merupakan salah satu jenis cabai yang banyak dikonsumsi sebagai bahan bumbu masakan sehari-hari. Beragamnya jenis masakan nusantara yang menggunakan cabai rawit sebagai bahan baku membuat kebutuhan akan cabai rawit pada masyarakat Indonesia semakin besar. Cabai rawit dipercaya dapat meningkatkan selera makan bagi sebagian orang (Setiadi, 2005). Di Indonesia terjadi peningkatan konsumsi cabai rawit dari tahun 2004 hingga Besar konsumsi cabai rawit pada tahun 2004 yang mencapai 1,147 kg/kapita dan mengalami peningkatan menjadi 1,298 kg/kapita pada tahun 2010 dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya mencapai 2,49 persen 2. Namun, tingkat konsumsi cabai rawit dari tahun ke tahunnya cenderung mengalami fluktuasi. Peningkatan konsumsi cabai rawit diprediksi masih akan terjadi pada tahun Besar peningkatan tersebut diperkirakan mencapai 1,307 kg/kapita atau naik 0,66 persen dibandingkan tahun Pada tahun 2012 juga diperkirakan konsumsi cabai rawit akan kembali meningkat sebesar 0,66 persen dari besar konsumsi 2011 (Lampiran 1). Pemenuhan kebutuhan konsumsi cabai rawit nasional yang semakin meningkat dapat ditunjang oleh peningkatan produksi cabai rawit. Kemampuan produksi cabai rawit dipengaruhi oleh perkembangan luas lahan dan tingkat produktivitas cabai rawit pada daerah tertentu. Provinsi Jawa Barat merupakan 1 [diakses tanggal 22 Januari 2012] 2 BPS Perkembangan Konsumsi Cabai Rawit Dalam Rumah Tangga di Indonesia,

17 provinsi dengan tingkat produktivitas cabai rawit tertinggi se-indonesia 3. Namun, produktivitas cabai rawit Jawa Barat mengalami fluktuasi dari tahun ke tahunnya (Tabel 1). Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas Dan Produksi Cabai Rawit Jawa Barat, Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas Produksi (ton) (ton/ha) ,66 11,00 73, ,62 12,04 79, ,77 10,82 73, ,11 14,96 106, ,47 9,32 78,90 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2011 (Diolah) Kegiatan usahatani cabai rawit pada umumnya memiliki risiko yang sering dihadapi oleh petani. Permasalahan/kendala utama antara lain risiko gagal panen, tidak adanya kepastian jual, harga yang berfluktuasi, kemungkinan rendahnya margin usaha, dan lemahnya akses pasar. Musim penghujan merupakan salah satu faktor pada budidaya yang menyebabkan penurunan jumlah produksi cabai rawit. Air hujan yang sangat lebat dapat menyebabkan bunga sebagai bakal buah menjadi berguguran (Harpenas dan Dermawan 2011). Pada musim penghujan tanaman cabai rawit lebih rentan terhadap penyakit seperti layu fusarium dan layu bakteri (pseudomonas) sedangkan pada musim kemarau tanaman cabai rawit rentan terhadap serangan hama. Serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan penurunan jumlah produksi sehingga berisiko pula menurunkan besar penerimaan yang diperoleh petani. Salah satu upaya mencegah serangan hama dan penyakit adalah menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida dapat meningkatkan biaya usahatani cabe rawit terutama pada penggunaan fungisida dan bakterisida guna menanggulangi layu fusarium dan bakteri pseudomonas. 4 Cabai rawit memiliki sifat perishable atau mudah rusak terutama kerusakan terjadi pada saat 3 Deptan Produktivitas Cabai Rawit [diakses pada 2 Februari 2012] 4 Forum Kerjasama Agribisnis Budidaya Cabai Rawit Pada Musim Penghujan [diakses pada 17 September 2012] 2

18 pengemasan dan pengangkutan. Risiko-risiko tersebut akan secara langsung mempengaruhi jumlah pendapatan petani. Terdapat dua jenis cabai rawit yang banyak di konsumsi masyarakat yaitu cabai rawit hijau yang termasuk ke dalam spesies C.annum dan cabai rawit merah yang termasuk spesies C. frutescens. Cabai rawit merah memiliki rasa lebih pedas dibandingkan dengan jenis cabai rawit hijau sehingga lebih digemari masyarakat (Setiadi 1999). Tingginya tingkat konsumsi cabai rawit khususnya cabai rawit merah menunjukkan tersedianya peluang pasar bagi produsen cabai rawit merah (Lampiran 2). Cabai rawit merah memiliki harga yang sangat fluktuasi bila dibandingkan dengan jenis cabai lainnya termasuk cabai rawit hijau. Banyaknya jumlah pasokan (over supply) cabai rawit merah di pasar menyebabkan rendahnya harga jual cabai rawit di pasaran. Harga cabai rawit merah akan meningkat signifikan ketika pasokan cabai rawiit merah di pasar tidak dapat memenuhi permintaan konsumen 5. Berdasarkan data dari Pasar Induk Kramat Jati sebagai Pasar Acuan Nasional dapat diketahui bahwa harga rata-rata cabai rawit merah tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 yang mencapai Rp /kg. Akan tetapi, harga terendah cabai rawit merah hingga mencapai Rp 8.957/kg pada delapan bulan kemudian. Ketidakpastian harga yang didapat oleh petani dapat menyebabkan banyak petani mengalami kesulitan dalam menjaga kesinambungan produksinya akibat kekurangan modal (Lampiran 5). Dibutuhkan sebuah sistem pemasaran yang dapat memberikan jaminan harga tetap kepada petani, salah satunya adalah melalui kemitraan. Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra penghasil cabai rawit merah terbesar di Propinsi Jawa Barat. Luas areal tanam cabai rawit Kabupaten Garut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Barat. Potensi luas lahan sebesar hektar pada tahun 2005 yang mengalami peningkatan menjadi hektar pada tahun 2009 berbanding terbalik dengan salah satu penghasil cabai rawit di Jawa Barat yaitu Kabupaten Cianjur. Luas areal Kabupaten Cianjur mengalami penurunan menjadi 921 hektar pada tahun Redaksi Agromedia Petunjuk Praktis Bertanam Cabai. Jakarta : PT Agromedia Pustaka 3

19 yang semula memiliki luas arela tanam sebesar hektar pada tahun 2005 serta belum menjalin kemitraan (Lampiran 6). Desa Cigedug Kecamatan Cigedug adalah salah satu daerah yang membudidayakan cabai rawit merah di Kabupaten Garut dan telah menjalankan kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur. Petani mitra adalah petani cabai rawit merah yang menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur karena lebih memilih untuk tidak mengambil risiko dalam menjalankan usahatani cabai rawit merah dengan harga jual yang berfluktuasi di pasar. Beberapa manfaat yang ditawarkan oleh PT indofood Fritolay Makmur dalam menjalin proses kemitraan antara lain adalah harga jual yang tetap, pasar yang tetap serta sarana berupa bantuan pinjaman modal dalam bentuk benih serta adanya pembinaan selama menjalankan usahatani cabai rawit merah. Sedangkan petani nonmitra adalah petani cabai rawit merah yang lebih memilih untuk mengambil risiko untuk menjalankan usahatani cabai rawit merah dengan tetap berharap pada peningkatan drastis harga cabai rawit merah di pasar pada waktu yang belum dapat ditentukan. Petani yang menjalankan kemitraan bersama PT Indofood Fritolay Makmur tergabung kedalam Gabungan Kelompok Tani Cabai Garut Intan (Gapoktan Cagarit) yang berfungsi sebagai salah satu unit usaha pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug. Gapoktan Cagarit juga berperan sebagai vendor bagi PT. Indofood Fritolay Makmur yaitu merupakan sebuah lembaga dalam rantai pemasaran yang berfungsi mengumpulkan hasil produksi dari petani Desa Cigedug, menyortir dan melakukan pengiriman, serta membuat kesepakatan harga dengan PT. Indofood Fritolay Makmur Rumusan Masalah Naiknya permintaan akan komoditi cabai rawit pada waktu tertentu menyebabkan terjadinya fluktuasi harga di pasar. Ketika harga cabai rawit mengalami peningkatan, petani akan berlomba-lomba untuk menanam tanaman cabai rawit pada lahannya. Namun, jika harga cabai rawit di pasar sedang mengalami penurunan maka petani dengan mudahnya mengganti komoditi yang mereka tanam dengan tanaman hortikultura lainnya selain cabai rawit. Informasi harga cabai rawit merah yang akan datang di pasar tidak dapat diketahui secara 4

20 pasti oleh petani. Hal itu terjadi akibat penyebaran informasi yang tidak sempurna yang berasal dari pasar kepada petani selaku produsen. Ketidakseimbangan antara jumlah pasokan dengan jumlah permintaan yang dibutuhkan konsumen merupakan faktor penyebab utama terjadinya fluktuasi harga pada komoditas pertanian. Sesuai dengan hukum supply dan demand dalam pasar maka semakin tinggi jumlah pasokan (supply) hingga terjadi sebuah excess supply akan berdampak pada turunnya harga suatu komoditas. Begitu juga sebaliknya, jika banyaknya permintaan (demand) lebih besar daripada jumlah pasokan (supply) yang ada akan menyebabkan kenaikkan harga komoditi pertanian. Pola produksi secara alami (on sesason dan off season) dan pola tanam yang digunakan oleh petani merupakan salah satu faktor penyebab ketidakseimbangan di sisi supply. Tanaman cabai rawit termasuk tanaman musiman dengan waktu tanam mencapai 7 sampai 8 bulan mulai dari pembibitan hingga pemanenan. Penanaman cabai rawit yang dilakukan oleh para petani cabai rawit di Desa Cigedug biasa dilaksanakan pada akhir musim penghujan ataupun pada awal musim kemarau. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari musim penghujan karena tanaman cabai rawit rentan akan penyakit saat musim penghujan. Setiap daerah penghasil cabai rawit merah memiliki pola dan waktu tanam yang berbeda. Perbedaan inilah yang akan menyebabkan fluktuasi supply cabai rawit di beberapa pasar induk yang menjadi acuan harga nasional seperti Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Cibitung mengalami fluktuasi harga. Kondisi ini disebabkan karena tidak adanya koordinasi dan kerjasama antar kabupaten sentra produksi dalam hal jaringan informasi pasar, perkembangan produksi, perkembangan luas tanam, penggunaan teknologi, dan tidak ada informasi alur distribusi atau jaringan pemasaran baik di tingkat regional maupun pasar lokal 6. Petani menjadi pihak yang sering kali dirugikan akibat adanya fluktuasi harga. Sebagai produsen petani tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dalam hal penentuan harga dipasar sehingga petani hanya berperan sebagai price taker. Petani juga harus menghadapi risiko produksi dalam kegiatan usahatani. Oleh 6 Dinas Tanaman dan Hortikultura kabupaten Garut Profil Cabai [diakses tanggal 25.Januari 2012] 5

21 karena itu, fluktuasi harga yang terjadi sangat mempengaruhi penerimaan yang diterima oleh petani sehingga dapat menyebabkan adanya perbedaan tingkat pendapatan usahatani. Kemitraan merupakan salah satu alternatif bagi petani agar mendapat kepastian harga pada hasil produksinya. Kemitraan yang terjalin antara petani Desa Cigedug dengan PT Indofood Fritolay Makmur dilandasi oleh prinsip saling menguntungkan dan saling membesarkan usaha. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: (1) adanya fluktuasi harga yang tajam dirasakan oleh petani; (2) modal petani yang terbatas; dan (3) kebutuhan pasokan cabai rawit merah bagi pabrik PT. Indofood Fritolay Makmur. Kemitraan ini telah memberikan kepastian harga yang akan diterima oleh petani cabai rawit merah sebesar Rp ,00/kg yang berasal dari vendor. Sementara itu, vendor menerima harga sebesar Rp /kg dari PT. Indofood Fritolay Makmur. Sehingga terdapat margin sebesar Rp 5.000,00/kg yang diperoleh pihak vendor. Margin tersebut merupakan gambaran risiko biaya yang dikeluarkan oleh pihak vendor atas aktifitas-aktifitas seperti biaya pengumpulan, penyortiran, biaya penyusutan dan biaya transportasi. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana keragaan usahatani cabai rawit di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut? 2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani petani cabai rawit merah yang menjalin kemitraan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur? 3. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani petani cabai rawit merah yang tidak menjalin kemitraan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur? 1.3. Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1 Mengkaji keragaan usahatani cabai rawit merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. 2 Menganalisis tingkat pendapatan usahatani petani cabai rawit merah yang menjalin kemitraan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur. 3 Menganalisis tingkat pendapatan usahatani petani cabai rawit merah yang tidak menjalin kemitraan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur. 6

22 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini ditujukan kepada : 1. Para petani cabai rawit, sebagai informan dan narasumber untuk membantu dalam perencanaan analisis pendapatan usahatani antara yang bermitra dan yang tak bermitra. 2. Lembaga terkait, sebagai bahan masukan dan acuan dalam membentuk dan membuat kebijakan yang berpihak pada petani. 3. Pihak peneliti lainnya, sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya. 4. Mahasiswa, sebagai salah satu bahan referensi mengenai usahatani cabai rawit dan untuk pengetahuan pembaca Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan dengan lingkup regional yaitu Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut dengan cabai rawit merah sebagai komoditi yang diteliti. Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani cabai rawit merah, baik yang telah menjalin kemitraan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur maupun yang tidak menjalin kemitraan di Desa Cigedug. Definisi dari petani cabai rawit merah adalah petani yang membudidayakan tanaman cabai rawit minimal satu kali dalam satu kali musim tanam di Desa Cigedug. Analisis kajian dibatasi untuk melihat perbandingan tingkat pendapatan usahatani cabai rawit merah antara petani yang menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur dan petani yang tidak menjalin kemitraan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis keragaan usahatani, analisis pendapatan usahatani berdasarkan pendekatan penerimaaan dan biaya usahatani, dan analisis R/C rasio untuk melihat tingkat efisiensi usahatani cabai rawit merah. 7

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cabai Rawit Merah Cabai termasuk kedalam jenis tanaman sayuran. Awalnya tanaman sayuran ini dikenal sebagai tanaman perkebunan rakyat, namun sekarang lebih dikenal dengan nama hortikultura (Sunarjono 2006, diacu dalam Siregar 2008). Tanaman jenis ini dapat berbentuk perdu, rumput, semak, atau pohon akar tunggang dengan akar samping yang dangkal serta memiliki banyak cabang pada bagian batangnya. Daunnya panjang, berwarna hijau tua dengan ujung runcing (oblongus acutus). Cabai memilki bunga sempurna dengan benang sari yang saling lepas. Pada umumnya bunga cabai berwarna putih dengan bentuk seperti terompet kecil. Bentuk pertumbuhannya tegak pendek, menjulang, atau menjalar dengan hasil berupa umbi, bunga, buah atau biji. Tanaman ini tersebar ke negaranegara benua Amerika, Eropa, dan Asia termasuk Indonesia. Cabai termasuk kedalam family terong-terongan dan merupakan tanaman semusim berbentuk perdu. Cabai memiliki nama ilmiah Capsicum sp. berasal dari daerah Peru benua Amerika. Menurut Pickersgill (1989) diacu dalam Inti (2000) terdapat lima spesies cabai, yaitu Capsicum annum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense, Capsicum bacctum dan Capsicum pubescens. Diantara kelima spesies tersebut yang memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan adalah Capsicum frutescens atau cabai rawit merah. Spesies ini banyak banyak dibudidayakan di Indonesia bersama dengan cabai rawit hijau (Capsicum annum). Keduanya memiliki karakteristik yang serupa teteap tidak sama. Varietas cabai rawit merah yang sering dibudidayakan oleh petani Indonesia adalah varietas cakra putih dengan ciri fisiologis saat muda buahnya berwarna putih kekuningan yang berubah merah cerah saat masak. Sedangkan cakra hijau merupakan varietas cabai rawit merah dimana saat tanaman muda buahnya berwarna hijau dan setelah masak berubah merah (Prajnanta, 2004). Capsicum frutescens atau cabai rawit merah memiliki batang yang berbuku-buku dan bersudut, daunya tidak berbulu, berbentuk bundar telur sampai lonjong. Panjang daunnya berkisar antara 1-12 cm. Bunga Capsicum frutescens 8

24 keluar dari ketiak daun, dengan mahkota bunga berbentuk seperti bintang, berwarna putih, putih kehijauan, atau ungu. Buahnya tegak (pada hibrida merunduk), berbentuk bulat telur atau lonjong. Panjang buah berkisar antara 1 3 cm dan lebarnya 0,25 1,2 cm. Buahnya muda berwarna hijau tua putih atau putih kehijau-hijauan. Buah tua yang berwarna hijau tua akan berubah warna menjadi hijau kemerah-merahan, lalu menjadi merah. Buah tua yang berwarna putih akan berubah warna menjadi kuning kemerah-merahan, setelah itu berubah warna menjadi merah menyala (jingga). Selain itu, buah tua dapat juga mengalami perubahan warna dari putih kehijau-hijauan menjadi kemerah-merahan, lalu menjadi merah. Capsicum baccatum memiliki batang yang lebih pendek dari Capsicum frutescens. Bunganya memiliki mahkota yang kecil dengan panjang sekitar 1 cm. Buahnya berbentuk telur dengan bagian tengah yang mengembung. Di Indonesia keberadaan Capsicum baccatum belum diketahui. Capsicum chinense memiliki ketinggian sekitar 75 cm. Posisi bunganya tegak, setengah menggantung, atau menggantung. Mahkotanya berwarna kuning kehijau-hijauan. Buahnya tumbuh menggerombol (3-5 buah per gerombol). Tangkai buah agak besar, melengkung, dan bagian antara tangkai buah kelihatan mengerut. Buah tua berwarna jingga (merah menyala). Sama halnya dengan Capsicum baccatum keberadaannya di Indonesia belum diketahui (Setiadi, 1999). Bagian buah dari tanaman cabai rawit merah merupakan bagian yang biasa dikonsumsi oleh manusia. Buah cabai kaya akan kandungan gizi dan vitamin diantaranya kalori, protein, lemak, kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C. Cabai rawit merah banyak memiliki kandungan yang bermanfaat dan tidak dimiliki oleh cabai jenis lain seperti dapat menyembuhkan sakit tenggorokan, sakit perut, iritasi kulit, dan sekaligus perangsang nafsu makan bagi sebagian orang. Cabai rawit merah segar mengandung SI (Skala Indeks) vitamin A, sedangkan cabai rawit kering SI. Sementara itu, cabai lainnya hanya 260 SI (cabai hijau segar), 470 SI (cabai merah segar), dan 576 SI (cabai merah kering). Selain itu, cabai mengandung beberapa zat yang merangsang rasa pedas dan rasa panas seperti kapsaisin, minyak atheris dihidrokapsaisin, damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, lutein, dan 9

25 mineral tingkat kepedasan yang ada pada cabai rawit merah mencapai skala Scoville, yang berarti sangat pedas. Rasa pedas itu berasal dari senyawa kimia Capsaisin (Redaksi Agro Media 2011). Dalam pemanfaatannya juga buah cabai rawit merah dapat digunakan untuk beberapa keperluan antara lain masak-memasak serta sebagai bahan ramuan obat tradisional. Selain itu, buah cabai rawit merah sering dimanfaatkan sebagai pakan bagi burung oceh dan burung hias. Bubuk hasil pengolahan buah cabai rawit merah dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan industri makanan dan minuman sebagai pengganti lada dan utuk meningkatkan selera makan dari konsumen 7. Umumnya, para petani di Pulai Jawa mengenal tiga musim, yaitu musim labuhan (saat hujan mulai turun), musim marengan (saat hujan akan berakhir), dan musim kemarau. Cabai rawit merah dapat dibudidayakan pada musim marengan dan kemarau. Dalam satu tahun cabai rawit hanya dapat di tanam satu kali tetapi dengan pemanenan setiap minggunya saat musim panen. Cakra putih merupakan varietas yang banyak dibudidayakan oleh petani cabai rawit merah. Pada varietas ini pertumbuhan tanaman sangat kuat dengan membentuk banyak percabangan. Posisi buah tegak ke atas dengan bentuk agak pipih dan rasa sangat pedas. Mampu menghasilkan buah 12 ton per hektarnya dengan rata-rata 300 buah per tanaman, dipanen pada umur HST (Hari Setelah Tanam). Cakra putih ini pun tahan terhadap serangan penyakit antraksnosa (Rukmana, 2002). Varietas lainnya yang ada yakni cakra hijau. Varietas cakra hijau ini mampu beradaptasi dengan baik di dataran rendah maupun tinggi. Saat tanaman muda buahnya berwarna hijau dan setelah masak berubah merah. Potensi hasilnya 600 g per tanaman atau 12 ton per hektar. Rasanya pedas, tahan terhadap serangan hama dan penyakit yang biasa menyerang cabai. Panen berlangsung pada umur 80 HST. 7 Widianto A Karakteristiik dan manfaat cabai. [diakses tanggal 22 Januari 2012] 10

26 Dari sisi harga jual cabai rawit merah dapat dikatakan lebih unggul dibandingkan dengan cabai besar serta cabai rawit hijau. Hal itu dikarenakan cabai rawit merah lebih disenangi oleh konsumen karena rasanya yang lebih pedas dibandinggkan dua jenis cabai lainnya Budidaya Tanaman Cabai Rawit Merah Secara umum tanaman cabai dapat dengan mudah ditanam dan dibudidayakan baik didataran tinggi maupun di dataran rendah. Namun, pada cabai rawit merah paling cocok tumbuh pada dataran dengan ketinggian meter dari permukaan laut. Kondisi tanah secara umum harus subur dengan derajat keasaman (PH) tanah antara 6,0 7,0, suhu yang sedang berkisar antara C dan kelembaban tanah dengan kandungan air yang tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Pada musim penghujan umumnya tanaman cabai rawit merah rentan akan berbagai macam penyakit terutama penyakit layu akibat tanah yang becek atau kebanyakan air. Bunga tanaman cabai rawit merah akan mudah gugur ketika sedang terkena hujan. Oleh karena itu tanaman cabai rawit merah biasa ditanam pada awal kemarau atau pada akhir musim penghujan. 1. Cara Tanam Tanaman cabai rawit merah dikembangbiakkan dengan biji yang diambil dari buah tua atau yang berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu. Tanah persemaian ini sebaiknya dicampur dengan pupuk kandang supaya bibitnya lekas besar. Biji akan tumbuh setelah empat sampai tujuh hari kemudian. Untuk lahan seluas 1 hektar diperlukan 500 gram biji dengan daya kecambah 75 persen. Sebelum ditanam, tanah yang akan ditanami cabai rawit merah dicangkul dan diberi pupuk kandang. Pupuk kandang ini sebaiknya diletakkan di dalam lubang kecil yang dibuat lurus dengan jarak antar lubang cm dan jarak antar baris cm, tergantung kepada jenis yang akan ditanam. Setelah bibit berumur 1-1,5 bulan, bibit dipindahkan ke lubang tersedia. Satu bulan setelah tanam, tanaman diberi pupuk buatan. Pupuk tersebut merupakan campuran urea, TSP, dan KCL dengan perbandingan 1: 2: 1 sebanyak 10 gram tiap tanaman. Oleh karena itu, diperlukan 150 kg urea, 300 kg TSP dan 150 kg 11

27 KCL. Pada tanah tandus, pupuk urea dapat diberikan sampai 200 kg per hektar. Pupuk buatan ini diberikan di sekeliling tanaman sejauh 5 cm dari batangnya. Saat tanaman berumur dua bulan sebaiknya diberi urea susulan 150 kg/ ha. 2. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman cabai rawit merah tidak terlalu sulit, dengan cara membersihkan rumput pengganggu, menjaga ketersediaan air, dan memberantas hama serta penyakit. Hama yang sering menyerang tanaman cabai rawit merah ialah lalat buah (Dacus ferrugineus), kutu daun (Myzus persicae), dan tungu merah (Tetranycus sp.). Lalat buah merusak dengan menusuk buah cabai rawit merah hingga berguguran. Pemberantasan hama ini dengan penyemprotan Kelthane 0,1-0,2%. Penyakit yang sering mengancam tanaman cabai rawit merah adalah penyakit busuk buah. Penyakit ini disebabkan cendawan Collectrichum nigrum. Cendawan Oeidium sp. menyebabkan penyakit gugur daun, sedangkan cendawan Phytophthora capsici penyebab terjadinya penyakit busuk daun. Penyakit busuk daun dan busuk buah tersebut dapat dicegah dengan disemprotkan Dithane M-45 atau Anthracol 0,2%. Penyakit utama yang sering menggagalkan tanaman cabai rawit merah ialah penyakit yang disebabkan virus daun keriting (TMV). Virus TMV ditularkan kutu daun. Virus tersebut merusak daun muda sehingga menjadi keriting atau menggulung dan mengecil. Penyakit ini sampai kini belum dapat diberantas sehingga bila ada tanaman yang terserang lebih baik dicabut dan dibuang agar tidak menular ke tanaman yang lain. 3. Pemanenan Pemungutan buah pertama dapat dilakukan setelah tanaman berumur empat bulan pada dataran rendah dan 6-7 bulan pada dataran tinggi. Tanaman yang baik dapat menghasilkan buah ton buah per hektar atau paling maksimum mencapai 3kg/pohon dengan banyak pohon per hektarnya mencapai pohon per hektar. Hasil panen tanaman cabai rawit merah selanjutnya dapat dipasarkan dengan harga rata-rata antara Rp ,- sampai Rp ,- per kilogram. Hasil panen 12

28 cabai rawit merah mempunyai pasaran yang luas, baik dalam atau luar negeri. Dalam bentuk olahan (sambal atau tepung) telah dipasarkan sampai Eropa dan Amerika. Akan tetapi, harga cabai rawit merah sangat tidak stabil Fluktuasi Harga Fluktuasi merupakan sebuah kondisi tidak stabil, bervariasi, dan sulit diperkirakan. Sedangkan harga merupakan nilai yang terbentuk akibat adanya permintaan dan penawaran dalam jumlah tertentu dalam sebuah mekanisme pasar. Fluktuasi harga pertanian merupakan sebuah kondisi harga pada komoditi pertanian yang tidak stabil dan bervariasi sehingga sulit di perkirakan oleh berbagai pihak baik petani, pedagang, maupun pemerintah. Fluktuasi harga pertanian sama-sama memiliki dampak bagi petani maupun pedagang. Namun, petani sering kali menjadi pihak yang merasakan dampak negatif akibat adanya fluktuasi harga pertanian. Hal tersebuut dapat terjadi akibat lemahnya posisi tawar para petani untuk ikut serta dalam mekanisme penentuan harga pasar. Komoditas hortikultura merupakan subsector pertanian yang memiliki fluktuasi harga pertanian paling tinggi 8. Harga yang sangat berfluktuatif secara teoritis akan menyulitkan prediksi bisnis bagi para pelaku bisnis. Perhitungan rugi laba maupun manajemen risiko menjadi sebuah ketidakpastian bagi para pelaku agribisnis hortikultura. Spekulan yang berprofesi sebagai pedagang sering kali dianggap sebagai pihak yang diuntungkan akibat adanya perubahan harga tersebut (Ismet,2009). Tetapi dengan syarat harus disertai dengan kemampuan pengelolaan stok dengan baik dan benar. Menurut Irawan (2007), penerimaan dan keuntungan usaha dari hasil kegatan usahataninya menjadi sangat berfluktuasi akibat adanya fluktuasi harga yang tinggi di pasar. Irawan (2007) menambahkan bahwa daya tarik utama bagi pelaku bisnis untuk melakukan investasi dan memperluas usahanya pada sektor pertanian khususnya subsector hortikultura terhambat karena keuntungan yang tidak stabil walaupun nilainya tinggi dalam waktu tertentu. 8 tikultura_indonesia_memprihatinkan/#.tzxyi8x9p44 13

29 Oleh karena itu, dibutuhkan suatu inovasi teknologi baik teknis maupun social untuk dapat mengatasi permasalahan fluktuasi harga yang terjadi pada komoditas. Teknologi tersebut dapat berupa sebuah sistem yang dapat menjamin stabilitas harga di tingkat petani sebagai produsen utama yang sering kali dirugikan akibat fluktuasi harga Kemitraan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mitra dapat berarti teman, kawan kerja, pasangan kerja, dan rekan. sedangkan kemitraan dapat berarti perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Sebagai sebuah strategi bisnis, kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang menjalin kemitraan dalam menjalankan etika bisnis. Kemitraan juga dapat berarti sebagai sebuah cara untuk melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Kemitraan dikatakan sebagai sebuah sistem produksi dan pemasaran berskala menengah dimana terjadi pembagian beban risiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan petani kecil (Patrick et al 2004). Kemitraan memiliki unsur-unsur yang yang penting dalam pelaksanaannya. Unsur-unsur kemitraan antara lain : (1) Adanya kerjasama suatu usaha antar pengusaha besar dan kecil. (2) Terdapat rasa saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan. (3) Adanya pembinaan dan pengembangan dari salah satu pihak kepada pihak yang lainnya. Kemitraan merupakan tuntutan obyektif bagi keberadaan agribisnis karena dalam sebuah sistem agribisnis memiliki tuntutan untuk terintegrasi pada setiap subsistem pembangunnya. Tuntutan itu berlaku karena agribisnis dibangun oleh banyak pelaku usaha dengan tingkat keberagaman yang berbeda-beda. Kemitraan juga diperlukan untuk mendapatkan pasar baru dan menghilangkan permasalahan dalam sistem agribisnis. Secara garis besar kemitraan dibutuhkan oleh masyarakat khususnya petani adalah karena masyarakat desa perlu akan peluang perdagangan dan 14

30 pemasaran yang baru. Pada proses kemitraan, pihak-pihak ekternal yakni Agroindustry berusaha mengubah pola pikir para petani subsisten untuk dapat menghasilkan produksi yang bernilai tinggi dan berorientasi ekspor. Hal tersebut akan memiliki efek berlipat pada pekonomian pedesaan. Oleh karena itu, mekanisme kemitraan mungkin dapat meningkatkkan kehidupan petani kecil dengan memberi segudang manfaat untuk melawan era liberalisasi ekonomi yang terjadi. Beberapa manfaat kemitraan antara lain adalah dapat mengurangi biaya transaksi yang tinggi akibat dari kegagalan pasar atau kegagalan pemerintah dalam upaya menyediakan sarana dan prasarana input pertanian baik kredit, asurannsi, informasi serta lembaga-lembaga pemasarannya. Dengan berkurangnya biaya transaksi maka laba yang didapatkan oleh pihak produsen akan semakin tinggi. Alur informasi yang lancar juga akan memberikan kemudahan akses pemasaran. Penerapan kemitraan dalam agribisnis dibagi menjadi 2 jenis kemitraan, yakni kemitraan vertikal dan kemitraan horizontal. Kemitraan vertikal biasanya akibat adanya masing-masing kebutuhan antar subsistem dalam sistem agribsnis. Sedangkan kemitraan horizontal biasanya dilakukan didalam satu subsistem yang sama Penelitian Terdahulu Penelitian Usahatani Penelitian mengenai usahatani cabai rawit yang terkait dengan kemitraan belum pernah dijadikan sebagai topik penelitian di IPB. Adapun berbagai macam penelitian usahatani yakni yang dilakukan pada spesies cabai lainnya seperti cabai merah besar dan cabai keriting. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurliah (2002), dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Hasil pennelitian diperoleh bahwa hasil produksi cabai merah keriting petani dalam satu musim tanam untuk luasan satu hektar sebesar ,3 kg, harga jual rata- rata yang terjadi di tingkat petani sebesar Rp ,00 sehingga total penerimaan sebesar Rp ,00. Biaya tunai terbesar yang 15

31 dikeluarkan adalah untuk tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp ,00 atau sebesar 26,86%. Biaya tunai terbesar kedua adalah pestisida sebesar Rp ,00 atau sebesar 22,49%. Selain biaya tunai, dihitung pula biaya yang diperhitungkan yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat dan sewa tanah. Petani memperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp ,00 per hektar dengan R/C yang diperoleh sebesar 2,14. Khairina (2006), juga melakukan penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Wortel dengan Budidaya Organik (Studi Kasus: Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Bogor), dengan hasil bahwa analisis pendapatan terbesar, baik atas biaya tunai maupun atas biaya total diterima oleh petani wortel organik sebesar Rp ,08 per hektar dan Rp ,37 per hektar. Besarnya nilai perbandingan R/C petani wortel organik atas biaya total dan biaya tunai adalah 2,28 dan 3,53. Artinya setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh petani wortel organik menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,28 untuk biaya total yang dikeluarkan dan Rp 3,53,- untuk biaya tunai yang dikeluarkan. Sedangkan nilai perbandingan R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai petani wortel konvensional adalah 1,70 dan 2,48. Dari nilai perbandingan R/C atas biaya tunai dan biaya total petani responden wortel organik memiliki nilai perbandingan yang lebih tinggi dibandingkan petani wortel konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani wortel organik lebih menguntungkan dibandingkan usahatani wortel konvensional. Iryanti (2005), melakukan penelitian dengan judul Analisis Usahatani Komoditas Tomat Organik dan Anorganik (Studi Kasus: Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Bogor). Dari analisis ini diperoleh bahwa sistem usahatani tomat organik yang dilakukan oleh petani di Desa Batulayang secara umum sama dengan sistem usahatani tomat secara konvensional/ anorganik. Perbedaan yang terdapat dalam usahatani tomat secara organik dan anorganik adalah tidak adanya penggunaan pupuk kimia dalam sistem usahatani organik. Rata- rata produksi tomat yang dihasilkan petani organik untuk luasan rata- rata lahan 0,18 ha sebanyak 4.589,24 kg dan untuk 1 ha yaitu sebanyak ,75 kg, sedangkan produksi tomat yang dihasilkan petani anorganik untuk luasan rata- rata lahan 0,15 ha sebanyak 4.515,95 kg dan untuk 1 ha yaitu sebanyak ,33 kg. Hal ini 16

32 menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia dapat mempengaruhi produksi tomat. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petani yang berusahatani tomat secara organik memperoleh pendapatan atas biaya tunai pada luasan lahan 0,18 ha sebesar Rp ,85 sedangkan pada luasan lahan 1 ha pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp ,39. Pendapatan atas biaya total yang diperoleh pada luasan lahan 0,18 ha untuk tomat organik sebesar Rp ,46 sedangkan pendapatan total pada luas lahan 1 ha sebesar Rp ,55. Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh dari tomat anorganik untuk lahan 0,15 dan 1 ha masing-masing adalah Rp ,56 dan Rp ,96 sedangkan pendapatan atas biaya total yang diperoleh pada lahan 0,5 dan 1 ha masing-masing adalah Rp ,60 dan Rp ,23. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa terdapat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini. Persamaannya adalah sama-sama menganalisis tentang pendapatan yang dihasilkan oleh petani, baik pada komoditas cabai ataupun komoditas lainnya seperti tomat dan wortel. Ada juga yang bertujuan melihat pendapatan usahatani dari organik dan organik sedangkan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat pendapatan usahatani kemitraan dan non-kemitran. Untuk perbedaanya yaitu lokasi penelitian yang berbeda, komoditi yang berbeda dan responden/ petani yang digunakan juga berbeda, sehingga hasil yang diharapkan juga berbeda dengan penelitian lainnya Penelitian Kemitraan Penelitian tentang kemitraan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Achmad (2008) meneliti tentang manfaat kemitraan agribisnis bagi petani (kasus: kemitraan PT Pupuk Kujang dengan kelompok tani Sri Mandiri yang berlokasi di Desa Majalaya, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. PT Pupuk Kujang melakukan kemitraan dengan petani khususnya yang dekat dengan lokasi PT Pupuk Kujang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola kemitraan yang dilakukan perusahaan dengan petani yaitu kemitraan saham. Hasil analisis kuantitatif menggunakan regresi berganda dengan bantuan sofware SPSS 13, menunjukkan bahwa variabel-variabel yang 17

33 sangat kuat mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra yaitu luas lahan, jarak tempuh rumah ke lahan, sumber informasi yang digunakan, ketersediaan modal kredit, dan proses manajemen kemitraan. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani mitra dari pola kemitraan yaitu produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, harga produk yang lebih baik dan meningkatkan teknologi pertanian (pangan) melalui penggunaan pupuk yang merupakan produk perusahaan mitra. Manfaat sosial yang diperoleh petani yaitu keberlanjutan kerjasama antara perusahaan dengan petani, dan juga pola kemitraan yang dilaksanakan berhubungan dengan kelestarian lingkungan. Penelitian mengenai kemitraan yang dilakukan oleh Purnaningsih dan Sugihen (2008) dengan judul Manfaat Keterlibatan Petani Dalam Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran Di Jawa Barat menyimpulkan bahwa keterlibatan petani dalam pola kemitraan terbukti merupakan salah satu peubah yang berpengaruh terhadap penggunaan teknologi yang lebih baik yang berpengaruh terhadap pendapatan petani dengan memberi manfaat baik secara teknis maupun secara ekonomi. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani dari keterlibatannya dalam pola kemitraaan selain pendapatan yang lebih tinggi, adalah harga yang lebih pasti, produktivitas lahan lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih tinggi, dan resiko usaha ditanggung bersama. Manfaat teknis yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah penggunaan teknologi yang lebih baik dalam rangka mencapai mutu produk yang lebih baik sesuai harapan konsumen. Manfaat sosial yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah ada kesinambungan kerjasama antara petani dan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul, serta pola kemitraan mempunyai kontribusi terhadap kelestarian lingkungan. Keterlibatan petani dalam pola kemitraan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani, di mana pendapatan yang diperoleh dari usahatani kemitraan memberi sumbangan yang sangat signifikan terhadap pengeluaran total. Saptana et al (2009) yang meneliti mengenai Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Cabai Merah Di Jawa Tengah menyimpulkan bahwa salah satu prinsip dasar dari sebuah kemitraan adalah 18

34 Keterbukaan (tranparancy) diantara pihak-pihak yang bermitra. Keterbukaan tersebut iterutama dalam hal pembagian hak dan kewajiban, penetapan kontrak atau penetapan harga, dan penegakkan kontrak berdasarkan prisisp kesetaraan. Selain itu kemampuan dalam menembus dan memperluas jaringan pasar oleh perusahaan mitra dan kemampuan pendalaman industry pengolahan melalui pengembangan produk juga dapat menjadi manfaat dari sebuah pola kemitraan. Menurut penenlitian Nurdiniyawati (1997) disimpulkan bahwa jalinan hubungan kemitraan membawa banyak manfaat antara lain adanya jaminan pasar, jaminan keberlanjutan, jaminan harga dan keuntungan. Hal tersebut juga tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan Marliana (2008) yang meneliti tentang Analisis Manfaat Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce Di PT Saung Mirwan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa petani yang bermitra akan mendapatkan banyak manfaat diantaranya adalah Manfaat yang dirasakan petani diantaranya yaitu kemudahan dalam pemasaran, harga lebih baik, keuntungan lebih tinggi, bantuan budidaya, serta memiliki ikatan kuat atau jalinan kekeluargaan dengan petani. Manfaat teknis lainnya dengan menjadi mitra yaitu adanya penyediaan bibit, sehingga petani mitra tidak perlu melakukan pembibitan sendiri.pendapatan usahatani yang lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak bermitra. Hal itu berdasarkan analisis pendapatan usahatani lettuce yang dilihat dari pendapatan tunai dan non tunai serta R/C rasio. Berdasarkan beberapa contoh penelitian terdahulu diatas terlihat bahwa salah satu manfaat dari kemitraan adalah adanya jaminan harga dan pasar sehingga mampu menjamin penerimaan petani. Oleh karena itu, pendapatan petani tidak akan berfluktuasi akibat harga yang didapat oleh petani bermitra telah tetap. Jaminan keberlanjutan bagi petani juga menjadi sebuah kepastian bagi petani yang bermitra sedangkan yang tidak bermitra sewaktu-waktu bisa tidak mendapat jaminan keberlanjutan. 19

35 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Beberapa definisi mengenai ilmu usahatani sudah banyak dikemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani diantaranya yang dikemukakan oleh Soekartawi (2006), yakni ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu terterntu. Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi pemasukan (input). Soekartawi et al. (1986) menambahkan bahwa tujuan berusahatani adalah memaksimalkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah : 1) sempitnya lahan yang dimilik petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, dan 4) tingkat pendapatan petani yang rendah. Soeharjo dan Patong (1973), menyatakan bahwa usahatani adalah kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Definisi tersebut menunjukkan bahwa komponen dalam usahatani tersebut terdiri dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen atau pengelolaan (organisasi). Alam, tenaga kerja dan modal merupakan unsur usahatani yang mempunyai bentuk, sedangkan pengelolaan tidak, tetapi keberadaannya dalam proses produksi dapat dirasakan. Tingkat produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, yang meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan, dan penyiangan, pemupukan serta penanganan pasca panen. Hernanto (1996) 20

36 berpendapat bahwa keadaan usahatani yang satu dengan yang lain berbeda dari segi luas, kesuburan, tanaman yang ditanam serta hasilnya. Setiap bagian lahan berbeda kemampuan dan variasinya. Hal ini membuat usahatani yang ada di atasnya juga bervariasi. Oleh karena itu, manusia yang beragam menyebabkan beragam juga putusan yang ditetapkan untuk usahataninya. Secara umum beragamnya usahatani dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial, ekonomi dan politik yang ada di lingkungan usahataninya. Terdapat beberapa definisi usahatani yang diambil dari buku Suratiyah (2006), yaitu : 1. Menurut Daniel, ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari cara- cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga emberikan hasil maksimal dan kontinyu. 2. Menurut Efferson, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari caracara mengorganisasikan dan mengoperasikan unit usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinyu. 3. Menurut Vink (1984), ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma- norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi- tingginya. 4. Menurut Prawirokusumo (1990), ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani/ peternak tersebut. Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan melalui produksi pertanian yang berlebih maka diharapkan memperoleh pendapatan tinggi. Dengan demikian harus dimulai dengan perencanaan untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor- faktor produksi pada waktu yang akan datang secara efisien sehingga dapat diperoleh pendapatan yang maksimal. 21

37 Faktor- faktor yang bekerja dalam usahatani adalah faktor alam, tenaga kerja dan modal. Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Yang termasuk dalam faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburannya. Faktor alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. (Suratiyah, 2006). Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung dengan musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk. Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha bidang lain yang bukan pertanian. Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir (1983) adalah sebagai berikut : 1. Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan tidak merata. 2. Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas. 3. Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan. 4. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya suatu usaha, demikian pula dengan usahatani. Menurut Vink dalam Suratiyah (2006) benda- benda termasuk tanah yang dapat mendatangkan pendapatan dianggap sebagi modal. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersamasama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barangbarang baru, yaitu produksi pertanian. Pada usahatani yang dimaksud dengan modal adalah (Hernanto, 1996) : 1. Tanah 2. Bangunan- bangunan (gudang, kandang, pabrik, dan lain-lain) 3. Alat- alat pertanian (traktor, sprayer, cangkul, parang, dan lai-lain) 4. Tanaman, ternak dan ikan di kolam 5. Bahan- bahan pertanian (pupuk, bibit, obat- obatan) 22

38 6. Piutang di bank 7. Uang tunai Penerimaan Usahatani Pendapatan kotor atau dalam istilah lain penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun. penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku (Soekartawi et al. 1986). Soeharjo dan Patong (1973) menyebutkan bahwa penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu : 1. Hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual. Adakalanya yang dijual ialah hasil ternak, misalnya susu, daging dan telur. Adakalanya pula yang dijual adalah hasil dari pekarangan yaitu, pisang, kelapa, dan lain- lain. 2. Produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan. 3. Kenaikan nilai inventaris. Nilai benda- benda inventaris yang dimiliki petani, berubah- ubah setiap tahun. Dengan demikian akan ada perhitungan. Jika terjadi kenaikan nilai benda- benda inventaris yang dimiliki petani, maka selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun perhitungan merupakan penerimaan usahatani Biaya Usahatani Soekartawi et al. (1986) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan 23

39 besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (Hernanto 1996). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani, oleh karena itu pendapatan bersih merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa penampilan usahatani (Soekartawi et al. 1986). Analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Tujuan utama dari analisis pendapatan ada dua, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha, dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur seberapa jauh kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak bagi seorang petani. Pendapatan usahatani akan berbeda untuk setiap petani, dimana perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan faktor produksi, tingkat produksi yang dihasilkan dan harga jual yang tidak sama hasilnya. Pendapatan cabang usaha adalah selisih antara penerimaan cabang usaha yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pengukuran pendapatan pada dasarnya dapat menggunakan beberapa perhitungan. Pilihan bergantung pada tingkat perkembangan usahataninya. Jika usahatani yang menggunakan tenaga kerja dari keluarga maka lebih tepat pendapatan itu dihitung sebagai pendapatan yang berasal dari kerja keluarga. Pada kasus tersebut kerja 24

40 keluarga tidak usah dihitung sebagai pengeluaran. Ada pula usahatani yang menggunakan tenaga kerja yang diupah. Dalam hal yang demikian, upah kerja dihitung sebagai pengeluaran. Prinsip penting yang perlu diketahui dalam menganalisis mengenai pendapatan pada usahatani adalah keterangan mengenai keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran. Penerimaan didapat dari hasil perkalian antara berapa besar produksi yang dicapai dan dapat dijual dengan harga satuan komoditi tersebut di pasar. Pengeluaran usahatani dapat diperoleh dari perolehan nilai penggunaan faktor produksi serta seberapa besar penggunaanya pada suatu proses produksi yang bersangkutan (Soekartawi et al, 1986) Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Salah satu ukuran efisiensi usahatani adalah rasio imbangan penerimaan dan biaya (Return and Cost). Rasio R/C ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi tiap satuan produksi. Alat analisis ini dapat dipakai untuk melihat keuntungan relatif dari suatu kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan financial sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Titik tekan pada konsep ini adalah unsur biaya merupakan unsur modal. Dalam analisis ini akan dikaji seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usahataninya dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Soeharjo dan Patong 1973). Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C<1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp. 1,00 yang dikeluarkan akan memberikan penerimanaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut (Gray et al 1992) Kerangka Pemikiran Operasional Salah satu komoditi sayuran unggulan nasional adalah cabai. Kebutuhan akan komoditi ini khususnya cabai rawit terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan industri di Indonesia 25

41 (Lampiran 1). Penelitian ini dilakukan berdasarkan kecenderungan yang terjadi pada permasalahan agribisnis cabai rawit di Indonesia. Permasalahan tersebut menyebabkan ketidakpastian pendapatan petani akibat dari terjadinya fluktuasi harga di pasar nasional. Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut merupakan desa yang memiliki potensi untuk mengembangkan tanaman hortikultura khususnya cabai rawit sebagi komoditas unggulan. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi alam dan kondisi sosial masyarakatnya yang mendukung produksi cabai rawit hingga mencapai 5,5 ton dari total potensi sebesar 7,5 ton (Programa 2012 BP3K Cigedug). Berdasarkan potensi tersebut, PT Indofood Fritolay Makmur menjalin kemitraan dengan petani cabai rawit merah di Desa Cigedug. Namun, tidak semua petani cabai rawit merah di Desa Cigedug memilih menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur. Resiko dari segi pasar akibat fluktuasi harga cabai rawit merah yang tinggi dirasakan oleh petani cabai rawit merah di Desa Cigedug yang lebih memilih untuk tidak menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur. Sedangkan bagi petani cabai rawit merah yang memilih untuk menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur mendapatkan manfaat berupa harga yang tetap, pasar yang tetap dan pembinaan dalam menjalankan usahatani cabai rawit merah dari pihak Indofood. Perubahan harga cabai rawit merah tersebut kemudian digunakan sebagai dasar pemikiran bahwa perubahan harga cabai rawit merah akan berdampak kepada perubahan penerimaan yang diperoleh oleh petani cabai rawit merah di desa Cigedug. Perbedaan penerimaan petani juga akan menyebabkan perbedaan pendapatan yang diterima petani cabai rawit merah di Desa Cigedug. Hubungan kemitraan antara petani cabai rawit merah dan perusahaan yang bermitra dapat dijadikan salah satu alternatif solusi yang telah dilakukan oleh beberapa petani cabai rawit merah di Desa Cigedug. Hal tersebut didasarkan kepada manfaat yang diterima oleh para petani berupa kepastian harga yang tetap sehingga keuntungan yang didapat oleh petani tergantung dari kemampuan efisiensi biaya produksi yang dikeluarkan. 26

42 Kegiatan usahatani cabai rawit merah sebagai suatu proses produksi harus dilakukan secara efisien, sehingga diperoleh keuntungan yang maksimum. Kondisi keuntungan kegiatan usahatani cabai rawit merah didekati dengan analisis pendapatan usahatani. Identifikasi biaya dan penerimaan diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani tersebut. Identifikasi biaya dilakukan agar biayabiaya produksi yang dikeluarkan dalam usahatani dapat diketahui. Harga jual juga diperlukan karena merupakan komponen penerimaan cabang usahatani. Keuntungan diperoleh dari total penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan. Penerimaan yang diterima untuk setiap satuan unit biaya yang dikeluarkan dapat dihitung dengan pendekatan rasio R/C. Usahatani yang dilakukan menguntungkan jika rasio tersebut lebih besar dari satu. Oleh karena itu, seberapa jauh setiap nilai rupiah yang diterima petani cabai rawit merah dalam kegiatan usahataninya dapat memberikan gambaran sejumlah nilai dan pengeluaran sebagai biayanya. Sehingga dapat diketahui sistem pertanian mana yang lebih efisien antara petani bermitra dan petani yang tidak bermitra. Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan efisiensi maka penelitian dapat dijadikan bahan masukan untuk para petani dalam membudidayakan cabai rawit, baik dengan pola kemitraan maupun non-kemitraan. Bagan Alur kerangka pemikiran dari usahatani cabai rawit dengan bermitra dan cabai rawit tanpa mitra dapat dilihat pada Gambar 1. 27

43 Potensi Pengembangan Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut Petani Cabai Rawit Merah Bermitra Dengan PT Indofood Fritolay Makmur Petani Cabai Rawit Merah yang tidak Bermitra Dengan PT Indofood Fritolay Makmur Harga Tetap Harga Berfluktuasi Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah R/C Rasio R/C Rasio Rekomendasi Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) (Kasus : Petani Mitra PT Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Kec. Cigedug Kab. Garut 28

44 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra produksi cabai rawit di Indonesia. Pemilihan Kecamatan Cigedug dikarenakan wilayah tepatnya di Desa Cigedug terdapat banyak petani yang telah menjalin kemitraan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur. Pelaksanaan penelitian akan dilakukan pada bulan Mei hingga Juni Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melakukan observasi langsung di daerah penelitian serta pembuatan daftar pertanyaan yang telah disiapkan untuk melakukan wawancara. Metode yang digunakan adalah wawancara langsung kepada petani sebagai responden dengan menggunakan kuisioner sebagai alat bantu seperti yang tertera pada Lampiran 9. Data sekunder didapat dari instansi-instansi terkait yakni Badan Penyuluh Pertanian (BPP), Kecamatan Cigedug, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin), serta hasil-hasil penelitian berupa publikasi-publikasi dan jurnal-jurnal pertanian oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP). Selain itu, data sekunder juga didapat dari situs web internet, buletin, literatur-literatur serta sumber-sumber yang terkait dengan topik penelitian ini Metode Penarikan Contoh Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 24 petani cabai rawit merah yang terdiri dari 9 petani yang menjalin kemitraan dan 15 petani yang tidak menjalin kemitraan di wilayah Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Penentuan petani responden dilakukan menggunakan metode purposive menggunakan data petani yang berasal dari Gapoktan Cagarit dan disesuaikan 29

45 dengan karakteristik dan jenis tanaman tumpang sari yang dominan diusahakan bersama cabai rawit merah. Adapun definisi petani cabai rawit merah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah para petani Desa Cigedug yang membudidayakan tanaman cabai rawit merah secara tumpang sari dengan tanaman tomat dan kol minimal satu kali dalam satu musim tanam di lahan sendiri atau di lahan garapan, baik yang telah bermitra dengan PT. Indofood Fritolay Makmur maupun yang tidak bermitra Pengolahan dan Analisis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data. Metode analisis data kuantitatif menggunakan analisis pendapatan usahatani yang berdasarkan pada penerimaan dan biaya usahatani, sedangkan R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani tersebut. Metode analisis data kualitatif dianalisis secara deskriptif pada analisis keragaan usahataninya. Jadi analisis data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis keragaan usahatani dan analisis pendapatan usahatani dari komoditi cabai rawit merah yang telah menjalin kemitraan dan tidak menjalin kemitraan Analisis Keragaan Usahatani Analisis keragaan usahatani dianalisis secara deskriptif dengan mengamati secara langsung proses usahatani mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Analisis ini juga ditunjang dengan data-data primer yang diperoleh melalui proses wawancara langsung terhadap petani responden. Analisis keragaan usahatani digunakan untuk mengetahui secara detail kegiatan usahatani yang berlangsung mulai dari sarana produksi yang digunakan hingga teknik budidaya yang digunakan oleh masing-masing petani responden. Keragaan usahatani ini dapat memberi penjelasan tentang hasil produksi serta biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang dijalankan Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan dalam penelitian ini akan dibedakan menjadi dua, pertama pendapatan atas biaya tunai (pendapatan tunai) yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan secara tunai oleh petani (explicit cost). Kedua, pendapatan atas biaya 30

46 total (pendapatan total) dimana semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya (Siregar 2008). Penerimaan total usahatani (total farm revenue) merupakan nilai produk dari usahatani yaitu harga produk dikalikan dengan total produksi periode tertentu. Total biaya atau pengeluaran adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Pendapatan total usahatani dapat diartikan sebagai penerimaan total dikurang dengan semua biaya yang telah dikeluarkan, baik biaya tunai maupun tidak tunai. (Soekartawi 2006). Secara matematis tingkat pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 1986) : TR = P x Q TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan π atas biaya tunai = TR - biaya tunai π atas biaya total = TR TC Keterangan : TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) P : harga output (Rp/Kg) Q : jumlah output (Kg) π : pendapatan atau keuntungan (Rp) Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga, dan pajak dan sewa lahan. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika penyusutan, bibit sendiri dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan meliputi, penyusutan alat, dan tenaga kerja dalam keluarga serta biaya bibit sendiri. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai. Metode yang digunakan ini adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan 31

47 diasumsikan tidak laku bila dijual. Rumus yang digunakan yaitu (Soekartawi 2006) : Biaya penyusutan : Dengan : Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = tafsiran nilai sisa (Rp) n = jangka usia ekonomis (Tahun) Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C-ratio) Analisis pendapatan usahatani selalu disertai dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio) adalah analisis R/C. Analisis R/C rasio dalam usahatani menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. Selain itu R/C rasio juga merupakan perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Rasio R/C yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Rasio R/C atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Rasio R/C atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi 1986) : R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / TC Keterangan : TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), makin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin lebih besar dari tiap unit biaya yang 32

48 dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1), usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak untuk diusahakan karena penerimaan yang diterima lebih kecil dari tiap unit yang dikeluarkan. Contoh perhitungan pendapatan usahatani dapat dilihat pada Tabel 2 (Soekartawi 1986). Tabel 2. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Ratio Per Hektar Per Tahun Tanaman Musiman. No Keterangan Jumlah Harga per Total Satuan (Rp) (Rp) A Penerimaan B Biaya tunai 1 Bibit 2 Pupuk 3 Obat-obatan 4 Tenaga kerja luar keluarga 5 Plastik 6 Koran Total biaya tunai C Biaya yang diperhitungkan 1 Penyusutan 2 Sewa lahan 3 Tenaga kerja keluarga Total biaya yang diperhitungkan D Total biaya (B+C) E Pendapatan atas biaya tunai (A-B) F Pendapatan atas biaya total (A-D) G R/C atas biaya tunai (A/B) H R/C atas biaya total (A/D) 33

49 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar ha. Sektor pertanian Kabupaten Garut masih merupakan sektor andalan karena secara geografis Kabupaten Garut bedekatan dengan Kota Bandung yang menjadi ibukota propinsi Jawa Barat. Oleh karena itu Kabupaten Garut dapat dikatakan sebagai daerah penyangga bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Peran sektor pertanian Kabupaten Garut yang strategis dalam memasok kebutuhan lokal Garut sekaligus warga Kota dan Kabupaten Bandung menjadi salah satu penunjang perkembangan agroekonomi Kabupaten Garut. Berdasarkan produktivitasnya, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut menyatakan bahwa terdapat enam komoditas andalan tanaman pangan dan sayuran Kabupaten Garut yakni padi, jagung, kentang, tomat, cabai merah dan ubi kayu Produktivitas (Kw/ha) Kentang Tomat Cabe Besar Cabe Rawit Padi Jagung Ubikayu Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun Disampaikan dalam acara Hari Krida Pertanian Jawa Barat oleh Ir. Tatang Hidayat (Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Garut) pada 3 Juli

50 Bedasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa sejak tahun komoditas tomat memiliki tingkat produktivitas tertinggi dengan rata-rata produktivitas sebesar 276,32 kw/ha per tahun disusul dengan kentang sebesar 228,54 kw/ha per tahun dan ubi kayu sebesar 221,44 kw/ha per tahun. Dapat diketahui juga rata-rata tingkat produktivitas cabai rawit sebesar 99,73 kw/ha per tahun masih berada di bawah cabai besar dengan rata-rata produktivitas sebesar 146,05 kw/ha per tahun. Sedangkan untuk padi dan jagung secara berturut-turut hanya memiliki rata-rata produktivitas sebesar 59,12 kw/ha dan 65,18 per tahun. Secara geografis dan iklim di beberapa daerah Kabupaten Garut sangat mendukung penanaman dan pengembangan komoditas sayuran seperti tomat, kentang, serta cabai baik cabai besar maupun cabai rawit. Iklim dataran tinggi dan dekatnya dengan sejumlah sumber mata air yang berada di sejumlah wilayah Kabupaten Garut memang merupakan salah satu faktor utama tanaman sayuran seperti kentang, tomat dan cabai dapat dibudidayakan dengan baik. Perbandingan luas lahan tanam keempat komoditi sayuran tersebut di Kabupaten Garut dapat terlihat seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Rata-rata Luas Tanam Kentang, Tomat, Cabe Besar, dan Cabai Rawit di Kabupaten Garut tahun No 1 Komoditi LUAS TANAM (Ha) Rata - Jumlah rata Kentang (ha) 5,448 5,230 5,342 5,919 6,065 28,004 5,601 2 Tomat (ha) 3,080 3,102 3,478 3,285 3,401 16,346 3,269 3 Cabe Besar (ha) , Cabe Rawit (ha) 1,341 1,285 1,476 1,149 2,186 7,422 1,484 Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Garut Beberapa daerah dataran tinggi di Kabupaten Garut yang cocok sebagai tempat budidaya kentang antara lain Kecamatan Pamulihan, Cikajang, Bayongbong, Cigedug, Cisurupan, Samarang, Wanaraja dan Pasirwangi. Terdapat dua jenis varietas kentang yang dominan digunakan oleh para petani di Kabupaten Garut yaitu Granola dan Atlantik. Varietas Granola biasa dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pasar-pasar tradisional sedangkan untuk varietas Atlantik 35

51 biasa dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan industri-industri seperti keripik kentang baik dalam skala industri kecil maupun besar. PT. Indofood Fritolay Sukses Makmur merupakan salah satu pelaku industri yang memberi pengaruh terhadap perkembangan penggunaan varietas kentang di Kabupaten Garut. Perusahaan industri makanan tersebut memang sengaja menjalin sebuah hubungan kemitraan dengan banyak petani kentang di berbagia daerah termasuk Kabupaten Garut guna memenuhi kebutuhan supply input ke pabriknya. Harga yang ditentukan oleh PT. Indofood Fritolay Makmur bersama petani kentang adalah berkisar antara Rp 5.000, ,00 Rp/kg. Harga tersebut berada diatas rata-rata harga pasar yang hanya berkisar Rp /kg untuk kentang yang termasuk varietas Atlantik. Berbeda dengan kentang, pada komoditi tomat petani di Garut cenderung menggunakan benih hibrida yang dihasilkan baik oleh perusahaan lokal maupun luar negeri. Varietas yang digunakan antara lain adalah maya, memara, seminis, martha, warani, natama, permata dan livino. Kemudahan akses petani dalam memperoleh benih tomat hibrida serta sulitnya melakukan kegiatan pembenihan sendiri oleh petani terhadap benih lokal telah mendorong sebuah ketergantungan terhadap benih impor. Tingginya kemampuan produktivitas pada tomat merupakan salah satu potensi bagi Kabupaten Garut. Namun, tingginya produktivitas para petani tomat tidak diikuti dengan harga pasar yang baik. Harga rata-rata tomat di tingkat pasar berkisar antara Rp/kg sedangkan di tingkat petani hanya berkisar 500, ,00/kg. Pada cabai besar, varietas dominan yang digunakan oleh para petani di Kabupaten Garut antara lain varietas Biola, Fantastic, dan Tanjung. Varietasvarietas tersebut termasuk kedalam jenis varietas hibrida yang cukup mudah untuk diperbanyak sendiri pembenihannya. Adapun kisaran harga rata-rata yang diterima di tingkat produsen berkisar antara Rp 5.000, ,00/kg. Namun, harga cabai besar dapat mencapai Rp ,00 /kg di tingkat pasar. Hal tersebut terjadi akibat tingginya permintaan di pasar pada saat Hari Raya Idul Fitri. Sedangkan untuk cabai rawit di Kabupaten Garut didominasi oleh varietas lokal yang sering disebut dengan sebutan cengek atau cabai inul. Varietas lokal tersebut dianggap paling cocok dibudidayakan oleh para petani di 36

52 Kabupaten Garut karena lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit daripada cabai sejenisnya. Besar perbandingan jumlah produksi antara cabai besar dan cabai rawit merah di Kabupaten Garut dapat di lihat pada Gambar 3. Jumlah Produksi (ton) 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, Cabe Besar Cabe Rawit Gambar 3. Perbandingan Jumlah Produksi Cabai Besar dan Cabai Rawit Kabupaten Garut Tahun Berdasarkan data pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan tren jumlah produksi yang terjadi antara cabai besar dengan cabai rawit. Pada cabai besar terjadi peningkatan jumlah produksi yang cukup signifikan pada tahun 2008 hingga tahun Tercatat sebesar ton produksi cabai besar pada tahun 2008 kemudian meningkat menjadi ton pada tahun Sedangkan untuk jumlah produksi cabai rawit tidak mengalami perubahan yang signifikan dengan produksi tertinggi dicapai pada tahun 2011 sebesar ton. Cabai rawit khususnya jenis cabai rawit merah memang merupakan salah satu komoditas unggulan Kabupaten Garut yang mendapat perhatian karena tren harga yang sangat berfluktuasi tiap pekannya. Dalam waktu satu tahun harga ratarata ditingkat petani Desa Cigedug mencapai Rp 9000,00 per kilogram sedangkan di tingkat pasar lokal Rp ,00. Beberapa kecamatan penghasil utama cabai rawit di Kabupaten Garut antara lain adalah Kecamatan Cigedug, Caringin, Talegong, dan Bungbulan. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui perbandingan luas panen, produksi, dan produktivitas antara keempat kecamatan tersebut. 37

53 Tabel 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Rawit di Tingkat Kecamatan Kabupaten Garut Tahun Kecamatan Luas Panen (Ha) Caringin Talegong Bungbulang Cigedug Produksi (Ton) Caringin Talegong Bungbulang Cigedug Produktivitas (Ton/Ha) Caringin 138,68 128,17 129,58 Talegong 117,82 113,99 120,46 Bungbulang 121,17 112,75 120,07 Cigedug 115,12 122,94 130,08 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut (2012) 5.2. Keadaan Umum Wilayah Desa Cigedug Desa Cigedug merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Desa ini terletak di daerah dataran tinggi dengan ketinggian berkisar antara meter di atas permukaan laut dengan tingkat kemiringan 75 persen berbukit, 20 persen landai dan 5 persen curam. Desa Cigedug terletak di sebelah selatan dari kabupaten Garut dengan jarak 30 km dari ibu kota kabupaten. Desa Cigedug memiliki luas wilayah sekitar 1138,2 ha, yang terdiri dari tanah sawah 3,90 ha, tanah kering 644,87 ha, lahan perkebunan 67 aa, fasilitas umum 4,14 ha, dan tanah hutan 172,39 ha. Tanah kering dimanfaatkan untuk tanaman sayuran dan buah-buahan 76,9 persen, dan tanaman keras 22 persen, dan kolam air 1,1 persen. Penduduk Desa Cigedug berjumlah jiwa yang terdiri dari jumlah laki-laki dan jumlah perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak KK yang mayoritas memeluk agama islam. Secara umum masyarakat Desa Cigedug bermata pencaharian di sektor pertanian dengan Jumlah rumah tangga petani sebanyak 661 orang. Jenis tanahnya terdiri dari Regosol 60 persen Latosol, 25 persen dan tanah Alluvia,l 15% dengan keadaan drainase 70 persen baik, 20 persen cukup baik dan 38

54 10% kurang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penanaman tanaman sepanjang tahun. Berdasarkan hasil analisis pengamatan curah hujan tiga tahun terakhir menunjukan bahwa rata-rata jumlah hari hujan 156 hari dan tipe iklim untuk Kecamatan Cigedug termasuk tipe iklim C (agak basah), dimana setiap tahunnya antara 7-8 bulan basah dan 3-4 bulan kering. Keadaan iklim seperti ini membuat wilayah Desa Cigedug sesuai untuk pengembangan budidaya sayuran, seperti tomat, kentang, kol, cabai, jagung, pecay, dan wortel Karakteristik Petani Cabai Rawit Merah Petani Cabai Rawit Merah yang dipilih sebagai responden adalah sebanyak 30 responden di Desa Cigedug. Usahatani yang dilakukan responden menggunakan sistem tumpang sari dengan tanaman pokok tumpangsari yaitu tomat dan kol. Hal ini dilakukan karena tanaman cabai rawit merah di dataran tinggi seperti di Desa Cigedug memiliki waktu siap panen yang cukup lama yakni 6 bulan sehingga akan lebih efisien dan ekonomis jika dijadikan sebagai tanaman tumpang sari dari tomat dan kol yang hanya berumur 3-4 bulan. Karakteristik petani yang akan diuraikan meliputi usia dan pengalaman petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan dan luas lahan yang digarap. Karakteristik petani responden selengkapnya diuraikan sebagai berikut Usia dan Pengalaman Petani Responden Secara umum, rata- rata usia petani responden yang mengusahakan cabai rawit merah baik yang melakukan kemitraan maupun yang tidak adalah antara tahun. Sebaran umur petani ini dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu petani responden yang berusia muda dengan umur kurang dari 40 tahun, petani berusia sedang dengan umur 41 sampai 60 tahun, dan petani responden berusia tua dengan umur lebih dari 60 tahun. Jika dilihat dari sebaran umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya tergolong kategori petani berusia sedang yaitu pada kelompok usia tahun sebesar 54,17%. Sebaran usia petani responden dapat dilihat pada Gambar 4. 39

55 8.33 % % 54.17% Usia 40 Usia Usia 61 Gambar 4. Perbandingan Kelompok Usia Responden Menurut Nainggolan (2001) diacu dalam Iryanti (2005) bahwa umur seseorang dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut. Semakin muda umur petani diduga akan mempengaruhi kemampuan dan kemauan dalam mengadopsi inovasi. Para petani tersebut melakukan kegiatan usahatani sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan sehingga tingkat adopsi mereka terhadap inovasi dan sistem yang baru tinggi. Dari 24 responden yang ada diketahui bahwa sebanyak 58,33 persen memiliki pengalaman usahatani antara 3 hingga 5 tahun, 37,50 persen telah berusahatani cabai rawit merah kurang dari 3 tahun, dan sebanyak 4,17 persen dari petani responden telah menjalankan usahatani cabai rawit merah selama lebih dari 5 tahun. Bagi petani di Desa Cigedug budidaya cabai rawit merah bukanlah hal yang relatif sulit dilakukan. Teknik budidaya cabai rawit merah tidak jauh berbeda dengan tanaman lain sejenisnya seperti tomat dan cabai merah besar atau cabai keriting. Pengalaman usahatani yang berbeda-beda pada setiap petani sangat berpengaruh terhadap teknik budidaya cabai rawit merah terutama pada penggunaan jenis dan dosis pupuk serta obat-obatan yang digunakan. Petani yang berusia lebih tua tidak selalu memiliki pengalaman usahatani cabai rawit merah lebih lama dibandingkan petani yang berusia lebih muda. Para petani di Desa Cigedug rata-rata baru membudidayakan tanaman cabai rawit merah akibat adanya peningkatan harga secara signifikan di pasaran. Usahatani 40

56 cabai rawit merah dianggap sebagai usahatani yang kurang menguntungkan sebelum terjadinya ledakan harga di pasar. Kemitraan bukan merupakan alasan para petani membudidayakan cabai rawit merah. Tabel 5. Sebaran Petani responden berdasarkan pengalaman usahatani cabai rawit merah di desa cigedug tahun 2012 Lama Berusahatani (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) kurang dari ,50 3 hingga ,33 lebih dari 5 1 4,17 Total , Tingkat Pendidikan Petani Responden Inovasi dan teknologi baru yang berkembang dalam usahatani dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal dalam memperoleh dan mengaplikasikannya. Baik dari sisi produksi, pemasaran, pengolahan, maupun keuangan. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan yang beragam mulai dari jenjang SD, SMP SMA dan sarjana. Sebaran tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6. Namun, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap kegiatan usahatani. Pengetahuan usahatani yang petani miliki berasal dari pengalaman bertani dan pengetahuan turun-temurun. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), tingkat pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis dalam mengadopsi inovasi baru. Salah satu petani responden yang memiliki pendidikan setingkat sarjana terlihat lebih matang dalam melakukan perencanaan usahataninya. Hal tersebut dapat dilihat adanya sebuah perencanaan secara tertulis baik dalam mempersiapkan faktor input maupun dalam hal pemasaran. 41

57 Tabel 6. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cigedug tahun 2012 Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) SD 9 37,50 SMP 6 25,00 SMA 8 33,33 Sarjana 1 4,17 Total , Luas dan Status Pengelolaan Lahan Rata-rata petani responden memiliki dan menggarap lahan cabai rawitnya sendiri. Beberapa petani yang memiliki luas lahan lebih dari 1 ha memberikan kepercayaan kepada orang lain untuk menggarap lahannya. Petani tersebut hanya mengawasi dan mengambil keputusan terhadap kegiatan usahatani pada lahannya. Besar luas lahan yang dikelola untuk lahan cabai rawit merah sangat beragam. Namun, sebanyak 25% dari petani responden menjalankan usahatani cabai rawit merah pada lahan yang relatif kecil yaitu kurang dari 0,2 ha. Besar luas lahan petani responden dalam menjalankan usahatani cabai rawit merah dapat dilihat pada Gambar 5. Persentase Luas Lahan (%) Gambar 5. Perbandingan Luas Lahan Petani Responden 42

58 Sebagian besar petani di Desa Cigedug baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra memiliki lahan sendiri untuk menjalankan kegiatan usahatani cabai rawit merah. Namun ada sebagian kecil petani yang menyewa lahan untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Petani yang tidak memiliki lahan sehingga harus menyewa lahan untuk menjalankan usahatani cabai rawit merah hanya sebesar 29,17 persen dari 24 orang petani responden. Tabel 7 menunjukkan perbandingan status kepemilikan lahan antara petani yang memiliki lahan sendiri dengan petani yang meyewa lahan. Tabel 7. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2012 Status Kepemilikan Jumlah (jiwa) Persentase Milik 17 70,83 Sewa 7 29,17 Total ,00 Hernanto (1996) menyatakan bahwa pengaruh status kepemilikan lahan terutama lahan milik sendiri terhadap pengelolaan usahatani antara lain : a) Petani bebas mengelola lahan pertaniannya. b) Petani bebas merencanakan dan menentukan jenis tanaman yang akan ditanam. c) Petani bebas menggunakan teknologi dan cara budidaya. d) Petani bebas memperjualbelikan lahan yang dimilikinya. e) Dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab petani terhadap apa yang dimilikinya Jenis dan Pola Tanam Tumpang Sari Tanaman cabai rawit merah di Desa Cigedug ditanam bersama dengan tanaman lain atau dikenal dengan istilah pola tanam tumpang sari. Tanaman cabai rawit merah dapat ditumpang sarikan dengan tanaman seperti tomat, kol, kentang, kacang merah, dan pecay. Tanaman cabai rawit merah memiliki usia produktif lebih lama dibandingkan tanaman tomat, kol, kentang dan sebagainya. Tanaman cabai rawit dianggap sebagai tanaman yang dapat menghasilkan penerimaan tambahan tanpa harus menambah lebih banyak biaya yang dikeluarkan. 43

59 Sebanyak 66,67 persen petani di Desa Cigedug membudidayakan cabai rawitnya dengan tomat dan kol dalam satu musim tanam. Tanaman pecay ditanam sebagai substitusi dari tanaman kol sedangkan tanaman kacang merah dapat ditanam sebagai substitusi tanaman tomat. Tanaman kentang juga bisa ditumpang sari dengan cabai rawit merah menggunakan teknik khusus sehingga tidak banyak petani yang melakukannya. Pada umumnya petani yang menggunakan pola tanam seperti ini termotivasi karena efisiensi biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penerimaan setinggi-tingginya. Petani cenderung menggunakan pola tanam tumpang sari dengan menanam tomat dan cabai rawit secara bersamaan disusul dengan kol saat tanaman tomat selesai di panen. Hal tersebut dapat dilakukan karena tanaman cabai rawit memiliki umur produktif selama 1,5 tahun dengan umur siap panen selama 6 bulan sedang umur produktif tomat dan kol hanya berkisar 3 hingga 5 bulan saja. 44

60 VI. KERAGAAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH 6.1. Kondisi Usahatani Cabai Rawit Merah Desa Cigedug Kegiatan usahatani cabai rawit merah mulai berkembang di Desa Cigedug pada 5 tahun yang lalu yaitu pada tahun Pada mulanya, benih yang digunakan merupakan benih impor. Namun, benih impor dianggap memiliki kelemahan antara lain adalah tidak tahan dengan serangan hama dan penyakit serta jumlah produksi yang lebih rendah dibandingkan benih lokal. Beberapa petani yang tidak puas menggunakan benih impor mulai mencoba menggunakan benih lokal yang berasal dari kawasan Lembang Bandung. Budidaya cabai rawit merah dianggap sebagai usaha yang kurang menguntungkan karena terdapat fluktuasi harga yang berlaku di pasar pada beberapa tahun ke belakang sehingga tidak menjadi pilihan bagi sebagian besar petani di Desa Cigedug. Padahal, cabai rawit merupakan jenis tanaman tumpang sari yang memiliki nilai ekonomis. Sebab sebagian biaya cabai rawit merah telah tertutupi oleh penerimaan hasil tanaman pokok tumpang sari. Cabai rawit merah juga memiliki masa panen yang cukup lama yakni dapat mencapai satu hingga satu setengah tahun dengan intensitas panen satu minggu hingga dua minggu sekali panen. Faktor produksi yang umum digunakan dalam usahatani cabai rawit merah di Desa Cigedug antara lain bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, obat- obatan dan tenaga kerja. Terdapat beberapa tahapan proses usahatani cabai rawit merah di Desa Cigedug yakni pengolahan lahan (pencangkulan, pembedengan, pemupukan dasar, dan pemasangan mulsa), penanaman, perawatan (pemupukan, penyemprotan, dan pengairan), hingga panen dan pasca panen. Keragaan usahatani cabai rawit merah di Desa Cigedug diuraikan sebagai berikut : 45

61 Pengolahan Lahan (Pembersihan, Pencangkulan, Pemasangan Mulsa) Pemupukkan Dasar (pupuk kandang) Penanaman Penyortiran dan Pemipilan oleh Vendor (Petani Mitra) Pemanenan Perawatan (Pemupukkan, Pengobatan, Pengairan) Pemasaran Oleh Tengkulak Desa (Petani Nonmitra) Gambar 6. Alur Proses Produksi Usahatani Cabai Rawit Merah Di Desa Cigedug Pengolahan Lahan Pada umumnya pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani mitra maupun nonmitra di Desa Cigedug dimulai dengan membersihkan sampah, plastik mulsa dan sisa-sisa tanaman pada periode tanam sebelumnya. Kemudian untuk mengembalikan kondisi kesuburan tanah agar tetap gembur, hampir 80 persen petani mengolah tanah menggunakan cangkul. Penggunaaan cangkul dilakukan karena hampir 80 persen petani memiliki lahan dengan luas kurang dari 0,5 ha sehingga akan lebih efisien dibandingkan menggunakan traktor. Tanah dicangkul hingga menjadi gembur. Kedalaman cangkul berkisar antara 20 cm hingga 30 cm agar akar tanaman dapat dengan leluasa memperoleh zat hara yang ada di dalam tanah. Setelah gembur tanah dibuat bedengan setinggi 30 cm hingga 40 cm, dengan lebar bedengan ± 100 cm, serta jarak antar bedengan ± 40 cm hingga 50 cm dengan tujuan agar bisa dilalui oleh petani. Sedangkan untuk panjang bedengan bergantung pada bentuk dan luas lahan yang dimiliki oleh petani. Setelah tanah selesai dibedeng kemudian dilakukan pemupukan dasar. Pemupukan dasar perlu dilakukan petani untuk menjaga kebutuhan akan unsur hara tanah bagi tanaman yang telah hilang pada periode sebelumnya. Pemupukan 46

62 dasar yang dilakukan petani menggunakan jenis pupuk kandang baik yang berasal dari kotoran ayam maupun dari kotoran kambing atau domba. Pada petani mitra dosis rata-rata pupuk kandang yang digunakan yang diberikan berkisar 18 ton per hektar sedangkan pada petani nonmitra dosis ratarata pupuk kandang yang digunakan hanya sebesar 9,5 ton per hektar. Penambahan zat kapur dapat ditambahkan jika kondisi tanah telah jenuh dan bersifat asam. Tanah kembali diaduk rata dikubur pada bedengan agar kandungan pada pupuk dasar yang diberikan merata. Pada umumnya petani cabai rawit merah di Desa Cigedug melakukan pemasangan mulsa pada lahannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari serangan gulma, hama dan penyakit, menjaga kelembaban dan suhu tanah agar relatif stabil. Plastik mulsa juga berfungsi untuk mencegah pupuk terbawa oleh air hujan. Agar bedengan dapat tertutup rapat pemasangan mulsa dapat dilakukan pada waktu menjelang siang hari sehingga plastik mulsa dapat sedikit memanjang akibat pemuaian. Pemasangan mulsa dilakukan dengan cara ditarik pada kedua ujung mulsa sepanjang bedengan yang dibuat. Plastik mulsa direkatkan ke tanah menggunakan pasak yang terbuat dari bilah bambu berbentuk U kemudian ditancapkan pada setiap sisi bedengan hingga permukaan atas bedengan tertutup rapat. Setelah mulsa terpasang dengan rapih, selanjutnya mulsa diukur untuk menentukan jarak tanaman yang diinginkan sesuai dengan pola tumpang sari yang digunakan. Rata-rata petani mitra menggunakan pola menyilang pada setiap bedengan. Dua lubang pada kedua sisi kanan dan kiri dengan masing jarak antar lubang 50 x 50 cm dan satu lubang yang berada di tengah kedua lubang kanan dan kiri dengan jarak antar lubang 75 x 75 cm. Sedangkan petani nonmitra biasanya menggunakan pola tanam sejajar pada setiap bedengan. Jarak antar masing-masing lubang adalah 30 x 30 cm. Plastik mulsa yang telah diukur kemudian dilubangi menggunakan alat pembolong mulsa yang dapat dibeli pada toko Saprotan seharga Rp /buah. 47

63 (a) (b) Gambar 7. (a) Pola Tanam Sejajar ; (b) Pola Tanam Menyilang Penyemaian Benih dan Pembibitan Pembibitan untuk budidaya cabai rawit merah dapat dilakukan oleh petani responden sendiri. Pada petani mitra sebanyak 78,54 persen memperoleh bibit dengan cara membeli dari para penyemai benih. Sedangkan pada petani nonmitra sebanyak 36,48 persen petani yang memilih untuk membeli bibit langsung kepada petani lain yang melakukan pembibitan. Petani lebih memilih untuk membeli bibit yang telah jadi karena luas lahan yang dimiliki oleh rata-rata petani tidak terlalu besar. Sedangkan untuk tomat dan kol sebagai tanaman tumpang sari benih dapat diperoleh dengan membeli di toko yang telah di percaya oleh masing-masing petani. Proses pembibitan dapat dilihat sebagai berikut Penyiapan Benih Secara umum dalam hal penyemaian benih cabai rawit merah yang dilakukan oleh petani mitra dan non mitra tidak memiliki perbedaa yang signifikan. Benih cabai rawit merah diperoleh dari tanaman induk harus berasal dari tanaman yang sehat dan buah yang baik. Biji buah cabai rawit merah diambil dari buah yang telah matang yaitu pada saat usia tanaman mencapai sembilan bulan. Buah yang memenuhi syarat dipotong menjadi tiga bagian yang setiap bagiannya harus sama panjang. Biji untuk benih diambil dari potongan bagian tengah. Potongan bagian tengah ini umumnya memiliki biji yang lebih padat, lebih banyak, lebih besar, dan kemungkinan sudah mengalami penyerbukan sempurna. Potongan yang dipilih dibelah, kemudian bijinya dikeluarkan untuk dijemur sampai kering. Setelah biji cabai rawit merah untuk benih diperoleh, 48

64 tahap berikutnya melakukan seleksi biji untuk mendapatkan benih cabai rawit merah yang baik. Penyeleksian dilakukan dengan cara biji calon benih dimasukkan ke dalam ember atau bak berisi air dan diaduk- aduk. Perhatikan hingga tampak terdapat biji yang mengambang dan yang tenggelam. Biji yang mengambang merupakan biji yang kurang baik untuk benih. Biji ini merupakan biji yang tidak berisi (kosong). Sebaliknya, biji yang tenggelam merupakan biji yang berisi. Setelah dilakukan seleksi pada biji maka biji siapa untuk disemaikan. Bila tidak langsung digunakan, benih yang terpilih dapat disimpan. Untuk dapat disimpan benih dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur di atas tampah, tetapi tidak langsung di bawah sinar matahari. Lama penjemuran tergantung kondisi cuaca saat itu. Bila hari panas, lamanya pengeringan 3 hari. Sebaliknya bila hari hujan, lamanya pengeringan dapat dilakukan hingga seminggu. Benih yang sudah kering dapat dimasukkan ke dalam botol hingga ¾ tinggi botol, sedangkan ruang sisanya diisi abu pembakaran. Dengan cara ini benih cabai rawit merah dapat disimpan hingga 2-3 bulan tanpa mempengaruhi daya tumbuhnya. Sebelum disemai, benih yang terpilih direndam selama 1-2 jam ke dalam air hangat. Cara ini agar dapat mempercepat perkecambahan dan juga dapat membantu menghilangkan sisa- sisa bakteri dan cendawan yang bisa mengganggu. Setelah itu, benih dapat langsung ditebarkan ke persemaian. Persiapan benih tanaman kol dan tomat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana. Benih yang dibeli di toko terpercaya cukup direndam dalam larutan fungisida seperti Frevikur N (0,1 persen) selama ± 2 jam, kemudian dikeringkan. Hal tersebut perlu dilakukan agar mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit mati. Setelah semua perlakuan selesai dilakukan benih kol dan tomat siap untuk disemai Penyemaian Benih Penyemaian benih secara umum baik pada cabai rawit merah, kol maupun tomat dapat dilakukan pada bedengan yang dibuat khusus untuk pembibitan atau menggunakan suatu media yang dinamakan complong. Media ini terbuat dari daun pisang yang dibentuk menyerupai tabung kecil yang berisikan campuran tanah dan kompos sebagai media. 49

65 Jika disemai diatas bedengan maka jarak tebaran antara 3 6 cm. Setelah benih ditebarkan, di atas benih tersebut ditaburkan pupuk kandang dan kompos. Setiap meter persegi luas bedengan diberi 5 10 kg pupuk kandang. Benih yang ditebarkan harus dilindungi dari terpaan sinar matahari langsung ataupun air hujan. Di atas bedengan diberi naungan yang tingginya sekitar 1 m di bagian barat dan 1,5 m di bagian timur. Untuk mendapatkan bibit yang siap tanam, tentunya semaian harus dirawat dengan baik. Secara umum, perawatan yang dilakukan antara lain penyiraman serta pengendalian serangan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore bila di bedengan penyemaian sangat panas. Bila udara dingin atau terjadi hujan, penyiraman dapat ditiadakan atau hanya sekali penyiraman saja yaitu pada pagi hari saja. Persemaian perlu dijaga dari kemungkinan serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang sering mengganggu persemaian antara lain semut, cacing dan jamur. Biasanya petani responden melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pengobatan secara alami, yaitu menggunakan daun sirsak, daun surai, ataupun bisa juga dengan daun sereh. Setelah berumur 1 2 minggu setelah penebaran, bibit cabai rawit merah sudah mulai bertunas. Bila umur calon bibit sudah dua minggu, sebagian naungannya dibuang. Sisa naungannya dapat dibuang setelah umur bibit tersebut sudah 3 minggu dan bibit sudah siap dipindah kepada lahan untuk ditanam. Bibit tanaman kol yang telah berumur 3 4 minggu dan memiliki 4 5 daun juga dapat dikatakan telah siap ditanam. Sedangkan bibit tanaman tomat siap untuk ditanam setelah berumur hari Penanaman Secara umum budidaya cabai rawit merah di Desa Cigedug dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman utama kol dan tomat. Satu musim tanam dalam budidaya tanaman cabai rawit merah ini dilakukan selama 1 1,5 tahun yakni mengikuti usia produktif tanaman cabai rawit. Penanaman ini dilakukan pada bedengan-bedengan lahan yang sudah disiapkan sebelumnya. 50

66 Penentuan Jarak dan Pola Tanam Penentuan jarak tanam ditentukan saat selesai dilakukan pemasangan mulsa. Berdasarkan pengalaman petani di Desa Cigedug jarak tanam yang lebar akan lebih baik untuk kesehatan tanaman. Petani mitra rata-rata menggunakan pola menyilang dengan dua lubang pada kedua sisi kanan dan kiri dengan masing jarak antar lubang 50 x 50 cm dan satu lubang yang berada di tengah kedua lubang kanan dan kiri dengan jarak antar lubang 75 x 75 cm. Petani nonmitra biasanya menggunakan pola tanam sejajar pada setiap bedengan. Jarak antar masing-masing lubang adalah 30 x 30 cm. Pola tanam antara tomat dan cabai rawit merah bersifat saling berlawanan. Apabila tomat ditanam dengan dengan pola menyilang, maka cabai rawit merah akan ditanam dengan pola lurus, begitu juga sebaliknya,tetapi dengan waktu penanaman yang bersamaan. Jarak tanam dan pola tanam yang digunakan dapat mempengaruhi produktifitas yang didapat oleh masing-masing petani. Secara umum jarak tanam yang lebar akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan tanaman utama dan tanaman tumpang sari lain karena dapat mengurangi tingkat kompetisi masing-masing tanaman dalam memperoleh makanan, air, dan sinar matahari atau cahaya yang cukup karena tanaman akan tidak saling menaungi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada petani nonmitra dengan rata-rata pola dan jarak tanam yang lebih rapat memiliki kemampuan produktifitas yang lebih kecil daripada petani mitra. Gambar 8. Jarak dan Pola Tanam Cabai Rawit, Kol, dan Tomat Merah di Desa Cigedug. Waktu dan pola penananam terhadap ketiga tanaman tumpang sari yakni tomat, kol dan cabai rawit merah merupakan salah satu faktor penting penunjang 51

67 keberhasilan produktifitas yang baik bagi semua tanaman. Waktu tanam tanaman cabai rawit yang dibudidayakan di dataran tinggi seperti di Desa Cigedug dapat di lakukan pada segala musim dengan tingkat risiko yang berbeda-beda. Penanaman yang dilakukan pada musim kemarau memiliki risiko kekeringan dan hama seperti lalat buah dan trip. Sedangkan penanaman yang dilakukan pada musim penghujan dapat meningkatkan risiko terserang penyakit sepertis layu fusarium, busuk batang, dan jamur. Petani mitra dituntut untuk dapat memproduksi cabai rawit merah pada setiap musim untuk menjaga keberlanjutan pasokan ke pabrik Indofood. Sedangkan petani responden yang tidak bermitra dapat memperhitungkan waktu tanam yang paling tepat agar dapat mendapat harga pasar terbaik. Pada umumnya pola tanam yang dilakukan petani cabai rawit merah baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra di Desa Cigedug menanam cabai rawit merah terlebih dahulu. Selang satu bulan tomat baru ditanam. Sedangkan penanaman kol baru dilakukan setelah tomat selesai di panen. Pada saat itu tanaman cabai rawit merah telah berusia 4 bulan belum mencapai masa panen. Namun, ada pula yang menanam dengan waktu hampir secara bersamaan ketiga tanaman tersebut tergantung pada musim saat penanaman. Jarak dan pola tanam yang dilakukan petani Desa Cigedug dapat dilihat pada Gambar Penanaman Bibit Sebelum penanaman biasanya perlu dilakukan penyemprotan insektisida ke dalam lubang tanam. Bibit yang telah siap tanam ditempatkan di tengah lubang tanam yang telah digali kemudian ditimbun kembali oleh media tanam bekas galian sebelumnya hingga kembali cukup padat. Hal ini bertujuan agar akar tanaman lebih kokoh dan tanaman tidak mudah goyah. Jumlah bibit yang akan ditanam baik tomat, kol maupun cabai rawit merah sangat bergantung pada jarak dan pola tanam ketiganya. Apabila menggunakan jarak 50 x 50 cm maka dalam satu hektar bibit tanaman cabai rawit merah dapat ditanam sebanyak pohon. Sedangkan jika jarak tanamnya mencapai 30 x 30 tanaman cabai rawit merah dapat ditanam sebanyak pohon. Sedangkan untuk tanaman tomat dan kol secara bergantian biasanya hanya mampu ditanam sebanyak pohon. 52

68 Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi hari antara pukul WIB atau sore hari setelah pukul WIB. Setelah penanaman, penyiraman dapat langsung dilakukan. Terkadang pelindung tanaman juga diperlukan untuk tanaman cabai merah, fungsinya untuk melindungi tanaman agar tanaman tidak terkena sengatan sinar matahari secara langsung serta terhindar dari terpaan air hujan dan angin kencang Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan sejak tanaman ditanam hingga tanaman selesai dipanen. Adapun kegiatan pemeliharaan tanaman cabai rawit merah beserta kol dan tomat antara lain yaitu penyulaman, pemasangan ajir, pemupukan tambahan (cor atau suntik), pengendalian hama dan penyakit dengan menyemprot obat-obatan yang tersedia serta penyiraman. Penyulaman tanaman pada cabai rawit merah diperlukan untuk mengganti tanaman utama yang gagal tumbuh atau mati. Proses penyulaman ini dilakukan sejak satu hingga dua minggu setelah tanam. Caranya adalah dengan mengganti tanaman yang mati dengan tanaman yang baru. Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah sisa bibit yang masih ada. Pemasangan ajir dilakukan saat umur cabai rawit merah atau tomat mencapai empat minggu agar tidak merusak tanaman yang masih kecil. Pemasangannya dilakukan dengan sistem ajir miring, yaitu dua bilah bambu ditancapkan secara menyilang secara sejajar pada percabangan tanaman cabai rawit merah mengikuti arah panjang bedengan. Masing-masing tanaman dipasangkan satu ajir. Antara ajir yang satu dengan ajir yang lainnya dihubungkan dengan bilah bambu memanjang atau melintang kemudian diikat dengan tali galar atau tali rafia. Pemasangan ajir itu dimanfaatkan sebagai penyangga tanaman tomat dan cabai rawit merah. Seminggu setelah penanaman, dapat pula dilakukan pemupukan tambahan. Tujuan pemupukan ini adalah agar tanaman yang ditanam baik tomat, kol maupun cabai rawit merah mendapat mendapatkan cukup nutrisi makanan yang tersedia dalam tanah tanpa terjadi perebutan makanan antara masing-masing tanaman. Proses pemupukan baik pada petani mitra maupun nonmitra dilakukan dengan teknik kocoran larutan hasil campuran pupuk dengan air dengan dosis tertentu. 53

69 Hal ini dilakukan agar tanah yang sudah tetutup mulsa pada permukaan mudah menyerap nutrisi pupuk. Pupuk yang biasa digunakan baik oleh petani mitra maupun oleh petani nonmitra adalah campuran dari pupuk kimia seperti TSP, KCL, KNO, dan NPK. Pada tanaman tomat dan kol biasanya cukup menggunakan larutan NPK Mutiara sebagai pupuknya. Dosis yang diberikan oleh petani mitra cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan dosis pemakaian pupuk kimia yang digunakan oleh petani nonmitra. Pada petani mitra pemakaian pupuk kimia dibatasi sesuai dengan petunjuk dari agrofield Indofood sebagai syarat agar dapat diterima di pabrik. Sedangkan pada petani nonmitra dosis pemakaian pupuk kimia didasarkan pada pengalaman petani masing-masing. Baik pada petani mitra maupun nonmitra, aturan pemberian pupuk pada tomat dan kol yang dilakukan petani pada yaitu sebanyak 3 kali dalam satu musim. Pengecoran pada tomat dilakukan ketika tanaman tomat berusia 30 hari, 60 hari dan 90 hari sedangkan untuk kol pupuk diberikan pada saat usia tanaman kol 15 hari, 30 hari dan 45 hari. Pengecoran pupuk tambahan pada cabai rawit merah dilakukan ketika tanaman tomat dan kol telah habis di panen. Hal ini dilakukan agar cabai rawit tetap mendapatkan kebutuhan nutrisi untuk menunjang hasil panen. Pemberian obat-obatan seperti fungisida dan insektisida diberikan untuk mencegah serangan hama dan penyakit pada tanaman terutama pada tomat dan cabai rawit merah. Adapun jenis obat-obatan yang biasa digunakan oleh petani responden antara lain Dakonil, Antrakol, Prepaton, Polaram, Cekpoin, Unicef, Ekuisen, Oktanil, Manep, Bion M, Klorotaronil, Afidor, Confidor, Demolis, Gramaxon, Kolikron, Kurakron, ABSA, Napel, Supergo, Abamektin dan obat sejenis lainnya. Pada umumnya penyemprotan obat-obatan dilakukan setiap 2 minggu sekali. Namun jika memasuki musim penghujan maka untuk mencegah serangan hama dan penyakit maka penyemprotan dapat dilakukan setiap satu hingga 2 kali dalam seminggu. Rata-rata penggunaan obat-obatan pada petani mitra relatif lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan pada petani nonmitra. Hal ini terjadi karena perawatan terhadap serangan hama dan penyakit pada petani mitra dilakukan berdasarkan saran dan masukan dari agrofield Indofood sehingga 54

70 pemakaian obat diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Selain itu cara penanggulangan terhadap tanaman yang telah terserang hama dan penyakit benarbenar diperhatikan oleh para petani mitra, sedangkan petani nonmitra bertindak apa adanya tanpa ada target dan batasan tertentu Panen Proses panen pada tanaman cabai rawit merah akan dapat dilakukan pertama kalinya pada usia 5-7 bulan setelah masa tanam. Sedangkan tomat dan kol mulai dapat dipanen pada usia 3 bulan setelah masa tanam. Kondisi siap panen cabai rawit merah pada dataran tinggi menjadi lebih lama dibandingkan di dataran rendah. Tanaman cabai rawit merah pada dataran rendah mulai dapat dipanen pada usia 3-4 bulan. Setelah mencapai usia 1,5 tahun rata-rata tanaman cabai rawit merah tidak mampu berproduksi sehingga petani memilih untuk mencabut tanaman tersebut. Selama masa produktif tanaman yaitu 1,5 tahun rata-rata cabai rawit merah di Desa Cigedug dapat dipanen sebanyak 48 kali dengan intensitas panen setiap seminggu satu kali selama satu tahun masa panen. Pada kondisi yang ideal, jumlah hasil panen cabai rawit merah akan mengalami peningkatan hingga mencapai panen ke -15. Kemudian biasanya akan mengalami jumlah pemanenan yang stabil hingga panen ke-20. Kemudian secara bertahap akan mengalami penurunan jumlah panen hingga seperti kondisi awal panen. Setiap pemanenan membutuhkan tenaga kerja dengan maksimum kekuatan setiap tenaga kerja dalam sehari adalah 10 hingga 15 kg. Proses panen biasanya dilakukan pada pagi hari. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja wanita. Namun beberapa petani memberikan upah borongan untuk proses pemanenannya. Cara pemetikan buah hendaknya dilakukan dengan mengikutkan tangkai buahnya. Tujuannya agar buah tidak cepat busuk setelah dipanen. Tingkat kematangan buah sewaktu panen pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Petani dapat memanen dua jenis panenan, yakni panen hijau atau panen merah. Para petani yang melakukan kemitraan mempunyai aturan tersendiri dalam proses pemanenan. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dari pabrik Indofood sesuai dengan kualitas dan kualitas yang telah disepakati kedua belah pihak. Ciri-ciri buah yang menjadi spesifikasi pabrik antara lain harus merupakan 55

71 panen merah atau minimal lebih dari 70 persen telah berwarna merah, Warna cabai rawit merah yang digunakan untuk pabrik akan mempengaruhi warna dari produk yang dihasilkan yakni sambal. Buah cabai rawit merah hasil panen petani mitra tidak boleh busuk atau terkena hama patek dan tidak boleh terlihat bekas pestisida. Petani langsung melakukan proses penyortiran sendiri di kebun sebelum hasil panen diberikan kepada Gapoktan Cagarit sebagai vendor Indofood yang berada di desa untuk kembali dilakukan penyortiran dan pemipilan atau pembuangan tangkai cabai agar menjadi siap olah di pabrik. Bagi petani nonmitra, proses pemanenan tidak ada aturan khusus yang mengikat. Petani hanya perlu memanen sesuai dengan kebutuhan. Setelah dipanen buah cabai rawit merah langsung dikemas menggunakan karung bekas pupuk dengan ukuran kg per karung. Kemudian dijual kepada calo atau tengkulak untuk selanjutnya didistribusikan ke pasar lokal atau pasar induk. Proses penyortiran dilakukan oleh petani nonmitra dilakukan saat pemanenan dikebun. Buah yang dipanen hanya buah yang sehat sedangkan buah yang terkena hama dibiarkan begitu saja di pohon Pemasaran Hasil Panen Hasil cabai rawit merah yang telah dipanen oleh para petani mitra selanjutnya didistribusikan kepada pihak yang disebut sebagai vendor, yaitu Gapoktan Cagarit dengan harga yang diterima petani antara Rp ,00/kg dengan margin harga sebesar Rp 5.000,00/kg yang diterima oleh vendor dari pabrik menjadi Rp ,00/kg cabai rawit merah. Vendor merupakan pihak perwakilan para petani yang menjalin kemitraan dengan Indoofood dan memiliki bukti hukum yang jelas yakni kontrak. Vendor indofood dalam kasus ini adalah Gapoktan Cagarit. Peran Gapoktan Cagarit sebagai vendor cukup membantu bagi pihak Indofood untuk mengkoordinir hasil dari kemitraan dari petani agar sesuai dengan spesifikasi pabrik yang diinginkan baik dari kuantitas maupun kualitas cabai rawit merah. Sedangkan petani nonmitra menjual cabai rawit merah yang telah dipanen kepada tengkulak tingkat desa yang kemudian didistribusikan ke pasar lokal yaitu Pasar Cikajang ataupun didistribusikan langsung ke pasar-pasar induk seperti Caringin Bandung, Tanah Tinggi Tanggerang, Cibitung Bekasi, dan Keramat Jati 56

72 Jakarta. Salah satu faktor yang menyebabkan fluktuasi harga yang diterima oleh petani cabai rawit merah yang tidak menjalin kemitraan adalah terdapat fluktuasi harga pasar karena adanya perbedaan waktu tanam antara masing-masing daerah penghasil cabai rawit merah. Harga akan semakin meningkat di pasar saat pasokan cabai rawit merah di pasar induk acuan dari daerah penghasil cabai rawit merah lain seperti di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur belum memasuki musim panen. Informasi mengenai waktu tanam yang tepat belum dijadikan acuan bagi petani cabai rawit merah yang tidak menjalin kemitraan di Desa Cigedug agar dapat menjual hasil panen cabai rawit merahnya dengan harga yang tinggi di pasar. Harga yang diterima oleh petani responden berbeda-beda tergantung kepada masing-masing tengkulak yang menjalin kerja sama dengan petani tersebut. Namun rata-rata harga yang diterima oleh petani non mitra adalah sebesar Rp , Kondisi Kemitraan di Desa Cigedug Bedasarkan sudut pandang perusahaan, kemitraan antara petani di Desa Cigedug dengan perusahaan mitra seperti PT. Indofood Fritolay Makmur telah terjalin kurang lebih selama 5 tahun. Pada mulanya kemitraan antara petani Desa Cigedug dengan PT Indofood Fritolay Sukses makmur dilakukan pada komoditi kentang. Jenis kentang yang dibudidayakan oleh petani merupakan jenis kentang impor yaitu kentang Atlantik. Jenis kentang ini berbeda dengan jenis kentang impor lainnya yaitu kentang Granola karena kentang atlantik memiliki kadar air dan kandungan gula yang lebih rendah sehingga cocok untuk kebutuhan industri Indofood. Selain itu, benih kentang atlalntik belum dapat dibudidayakan di Indonesia sehingga penggadaan benih kentang masih diatur oleh perusahaan. PT. Indofood Fritolay Makmur melakukan pengembangan pada komoditas cabai rawit merah dan singkong untuk memenuhi kebutuhan pabrik. Pada tahun 2009 perusahaan melakukan riset di Desa Cigedug untuk komoditi cabai rawit merah dan mulai melakukan jalinan kemitraan pada komoditi cabai rawit merah. Keberhasilan jalinan kemitraan pada komoditi cabai rawit merah di Cigedug mendorong perusahaan melakukan pengembangan di daerah Kabupaten Garut dan Tasikmalaya pada tahun Namun, pada akhir 2010 terjadi peningkatan harga cabai rawit merah di pasaran yang sangat signifikan. Hal ini membuat sebagian 57

73 besar petani yang menjalin kemitraan melanggar kontrak kemitraan dan menjual hasil panen cabai rawitnya ke pasar untuk mendapatkan keutungan dari peningkatan harga yang signifikan di pasar. Berkurangnya jumlah pasokan yang dialami perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pabrik mendorong perusahaan melakukan pengembangan kemitraan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun Sebanyak kurang lebih 500 petani cabai (rawit merah dan besar) tersebar di Pulau Jawa. Pada dasarnya latar belakang dibentuknya kemitraan di Desa Cigedug adalah karena perusahaan membutuhkan kepastian pasokan cabai rawit merah untuk diolah dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Perusahaan juga membutuhkan kepastian budgeting dalam menjalankan industrinya. Kemitraan merupakan bentuk program pemberdayaan masyrakat khususnya petani yang dilakukan oleh Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT. Indofood Fritolay Makmur. Perbaikan aturan yang mengikat antara petani dan perusahaan senantiasa dilakukan agar hak dan kewajiban masing-masing dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Alasan petani bermitra dengan perusahaan cenderung karena adanya kepastian harga dan pasar yang diberikan perusahaan kepada petani. Selain itu, adanya bantuan berupa kemudahan pinjaman modal dan saprotan kepada petani menambah minat petani untuk menjalin kemitraan dengan PT. Indofood Sukses Makmur. Petani juga mendapatkan pembinaan dan kesempatan berkonsultasi kepada para agrofield Indofood yang bertugas di Desa Cigedug mulai dari teknis budidaya hingga sistem administrasi. Disamping hak-hak yang didapat oleh petani, petani juga memiliki kewajiban diantaranya menjamin pasokan dari kualitas yakni panen merah dan kuantitas sesuai hasil panen yang terdaftar pada lahan yang dibudidayakan cabai rawit merah serta mengembalikkan segala bentuk bantuan pinjaman secara berangsur-angsur. Pada umumnya petani menganggap proses kemitraan ini mudah dilakukan walaupun sebagain kecil petani menganggap sulit karena terdapat beberapa kendala seperti harga yang dianggap tidak sesuai, barang yang terkena sortiran pabrik sehingga dikembalikkan sebagai barang afkir serta masalah pemenuhan kuantitas produk karena hasil panen yang menurun akibat cuaca yang 58

74 kurang mendukung. Hak dan kewajiban baik petani maupun perusahaan dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 8. Penentuan harga kemitraan didasarkan pada harga kesepakatan antara petani dan perusahaan yang diwakilkan oleh Gapoktan Cagarit. Harga yang menjadi rujukan adalah harga pasar induk seperti Keramat Jati, Cibitung dan pasar-pasar induk lainnya. Besar harga yang diterima oleh petani sesuai dengan kesepakatan pada mulanya sebesar Rp 7.000,00. Namun, harga pasar yang cenderung naik dari tahun ke tahun membuat kesepakatan harga yang diterima oleh petani meningkat menjadi Rp ,00 dengan harga yang diterima oleh vendor sebesar Rp ,00. Oleh karena itu terdapat margin sebesar Rp 5.000,00 sebagai biaya untuk penyortiran, pemipilan, dan pengangkutan yang dilakukan oleh Gapoktan Cagarit. Bagi petani cabai rawit merah sendiri adanya selisih harga yang diterima oleh Gapoktan Cagarit sebagai vendor dengan petani sebesar Rp 5.000,00 dianggap tidak wajar dan kurang menguntungkan bagi petani. Besar margin harga sebanyak Rp 5.000,00 digunakan oleh Gapoktan Cagarit sebagai imbalan atas proses penyortiran, pemipilan dan biaya transportasi untuk mengantar cabai rawit merah ke pabrik. Margin ini dapat diminimalkan apabila petani mitra mau untuk melakukan proses pascapanen masing-masing sebelum diserahkan ke pabrik sehingga manfaat margin sebesar Rp 5.000,00/kg dapat dirasakan juga oleh para petani yang menjalin kemitraan. Terdapat biaya kompensasi yang diterima oleh petani mitra apabila harga pasar melebihi Rp ,00. Besar biaya kompensasi harga atas harga pasar yang diterima oleh petani mitra adalah sebanyak 50 persen dari kelebihan harga diatas Rp ,00. Namun sebaliknya apabila harga pasar kurang dari Rp ,00 maka harga yang diterima petani sesuai dengan harga kesepakatan awal yakni sebesar Rp ,00. Kebijakan yang cenderung menguntungkan bagi petani tersebut secara nyata tidak menjadikan loyalitas petani untuk bermitra semakin tinggi. Salah satu kelemahan dari pola kemitraan ini adalah belum ditetapkannya sanksi yang dianggap paling bijaksana terhadap petani yang melanggar kesepakatan kontrak selain diputus sebagai petani mitra. 59

75 Peningkatan harga yang sangat tinggi di pasar dianggap sangat memberikan keuntungan bagi petani dibandingkan tetap menjalin kemitraan. Walaupun kondisi tersebut hanya terjadi pada waktu yang tidak menentu. Bagi petani nonmitra menjalin sebuah kemitraan hanya memberikan keuntungan yang tidak seimbang kepada petani. Sehingga petani lebih memilih tetap bertahan dengan tengkulak yang selama ini menjadi agen pemasar dari hasil produksi cabai rawit yang dihasilkan. 60

76 VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH 7.1. Sistem Usahatani Cabai Rawit Merah Faktor produksi merupakan faktor atau sarana pengantar produksi usahatani. Beberapa sarana atau faktor produksi pada usahatani cabai rawit merah baik pada petani mitra maupun non-mitra antara lain adalah bibit, lahan, tenaga kerja, serta peralatan pertanian yang digunakan selama kegiatan usahatani berlangsung. Berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa faktor produksi yang terdapat dalam kegiatan usahatani cabai rawit merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut Bibit Bibit merupakan salah satu faktor produksi penting dalam kegiatan usahatani cabai rawit merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Bibit Cabai rawit merah yang digunakan oleh petani di Desa Cigedug merupakan jenis bibit lokal yang diperoleh dari benih lokal hasil rekayasa para petani yang berasal dari Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Bibit lokal ini memilik berbagai macam nama antara lain cabai inul, cabai domba, dan cengek. Dalam perkembangannya para petani di Desa Cigedug mampu menghasilkan bibit yang berasal dari hasil panen mereka sendiri. Namun, petani di Desa Cigedug pada umumnya cenderung untuk tidak melakukan kegiatan pembibitan dan lebih memilih untuk membeli bibit dari petani bibit. Sebesar 78,54 persen petani mitra lebih memilih untuk membeli bibit dari petani bibit daripada melakukan penyemaian bibit sendiri. Sedangkan pada petani nonmitra sebesar 63,51 persen petani mitra melakukan penyemaian sendiri sebagai upaya menekan biaya produksi. Jika dikonversi maka harga bibit buatan sendiri hanya berkisar Rp. 20,00 hingga Rp. 30,00 per pohonnya. Bibit lokal yang digunakan baik oleh petani mitra maupun petani nonmitra memiliki keunggulan dibandingkan dengan bibit impor. Keunggulan tersebut diantaranya adalah lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit lokal, buahnya cendrung lebih besar walaupun lebih pendek, dan memiliki rasa yang 61

77 lebih pedas. Dalam satu hektar lahan mampu ditanam sebanyak hingga bibit tergantung pada jarak dan pola tanam yang digunakan oleh petani. Harga bibit cabai rawit merah secara umum di Desa Cigedug adalah Rp. 50,00 per pohonnya sedangkan harga bibit tomat dan kol secara berturut-turut adalah sebesar Rp. 100,00 dan Rp. 50,00 per pohonnya. Bibit cabai rawit merah yang baik dan optimal dalam pertumbuhan dan perkembangannya memiliki kemampuan produktivitas mencapai 3,5 kg setiap pohonnya hingga habis satu musim tanam. Produktivitas tanaman tergantung dari iklim perawatan yang dilakukan oleh masin-masing petani terhadap tanaman Lahan Lahan yang digunakan oleh petani untuk berusahatani cabai rawit merah baik oleh petani mitra maupun nonmitra di Desa Cigedug pada umumnya merupakan lahan milik sendiri. Namun, terdapat beberapa petani baik petani mitra maupun nonmitra masih ada yang menyewa lahan untuk usahatani cabai rawit merah agar dapat mencapai economic of scale dari usahatani cabai rawit merah ini. Petani yang tidak memilki lahan harus mengeluarkan biaya rata-rata sewa lahan setiap 1 patok atau setara dengan 0,04 ha adalah sebesar Rp ,00 per musim tanam. Jadi jika dikonversikan ke dalam 1 ha luasan lahan maka biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk menyewa lahan adalah sebesar Rp ,-. Luas kepemilikan lahan cabai rawit merah di Desa Cigedug berkisar antara 0,1 hektar hingga 6 hektar dengan rata-rata luas sebesar 0,69 ha. Luas rata-rata lahan yang dimiliki oleh petani mitra adalah sebesar 1,06 hektar sedangkan petani non-mitra memiliki rata-rata luas lahan sebesar 0,43 hektar. Lahan petani cabai rawit merah di Desa Cigedug pada umumnya ditanami oleh lebih dari satu jenis tanaman. Hal tersebut dilakukan oleh petani dalam rangka meningkatkan pendapatan dan mengurangi risiko produksi yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Pola tanam yang digunakan adalah tumpang sari. Pola tumpang sari juga dapat bermanfaat dalam menjaga kesuburan tanah agar tidak jenuh terhadap satu jenis tanaman saja. Tanaman tumpang sari yang dibudidayakan petani responden baik yang mitra mauupun nonmitra di Desa Cigedug dalam satu kali musim tanam adalah tomat dan kol. 62

78 Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat menetukan dalam sebuah kegatan usahatani. Tenaga kerja yang digunakan dalam sebuah kegiatan usahatani pada umumnya dapat berupa tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang berasal dari dalam anggota keluarga petani dan tenaga kerja luar keluarga yaitu merupakan tenaga kerja upahan. Pada kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani di Desa Cigedug pada umumnya tidak menganggap tenaga kerja dalam keluarga sebagai biaya usahatani yang harus dikeluarkan. Tenaga kerja dalam keluarga semata-mata hanya dianggap sebagai salah satu bentuk kewajiban masing-masing anggota keluarga yang ingin menikmati hasil panen dari usahatani yang dijalankan. Padahal untuk dapat menghitung biaya total yang harus dikeluarkan oleh petani seharusnya tenaga kerja dalam keluarga dimasukkan kedalam komponen biaya yang diperhitungkan. Tabel 8. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Per Ha Luasan Lahan Untuk Satu Musim Tanam Di Desa Cigedug Tahun 2011 No Penggunaan Tenaga Kerja (HOK) Kegiatan Total Usahatani Dalam Keluarga Luar keluarga (HOK) L P L P (%) 1 Persiapan Lahan 9,7 1,8 136,9 3,6 151,9 5,89 2 Penanaman 1,8 1,7 3,7 6,5 13,7 0,53 3 Penyulaman 13,6 0,0 27,6 38,6 79,8 3,09 4 Pemasangan Ajir 2,5 0,0 13,6 15,1 31,1 1,21 5 Pemupukan 18,5 6,2 46,7 96,4 167,8 6,50 6 Pemeliharaan 54,0 0,0 130,2 12,6 196,8 7,63 7 Pemanenan 31,4 19,1 69,2 1819, ,1 Total 131,6 28,8 427, , ,2 Nilai Tenaga Kerja , , , ,7 Sumber : Data Primer Diolah Tabel 8 menunjukkan besarnya kontribusi tenaga kerja pada setiap proses usahatani cabai rawit merah untuk petani yang bermitra per hektar luasan lahan. Dapat dilihat bahwa pada kegiatan pemanenan menyerap tenaga kerja paling besar dengan kontribusi sebesar 75,15 persen dari dari total kontribusi tenaga kerja 75,

79 sebesar 2.580,2 HOK. Hal ini terjadi karena kegiatan pemanenan memiliki intensitas yang tinggi yaitu 48 hingga 52 kali untuk setiap musim tanamnya dan menggunakan sistem borongan dengan upah panen Rp ,- untuk setiap kilogram cabai rawit merah yang dapat dipanen. Tenaga kerja wanita lebih banyak digunakan terutama pada kegiatan pemanenan yang menggunakan sistem borongan. Baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja upahan diberlakukan waktu kerja untuk melaksanakan kegiatan usahatani pada umumnya mulai dari pukul sampai pukul WIB atau setara dengan 5 jam kerja untuk tenaga kerja laki-laki, sedangkan untuk tenaga kerja perempuan biasaya hanya bekerja selama 4 jam kerja yaitu mulai pukul hingga pukul WIB. Tingkat upah rata-rata yang dibayarkan bagi tenaga kerja laki-laki adalah sebesar Rp ,-/hari dan untuk tenaga kerja perempuan adalah sebesar Rp ,-/hari. Banyaknya anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani cabai rawit merah rata-rata sebanyak 2 orang yakni petani itu sendiri bersama istri atau anaknya. Dalam kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani nonmitra (Tabel 9), total tenaga kerja yang digunakan sebanyak 2.224,1 HOK denggan perincian jumlah tenaga kerja dalam keluarga sebanyak 376,5 HOK dan jumlah tenaga kerja luar keluarga sebanyak 1847,6 HOK. Penggunaan tenaga kerja paling banyak adalah pada kegiatan pemanenan yaitu sebesar 43 persen. Tenaga kerja pria banyak digunakan pada kegiatan yang membutuhkan tenaga yang cukup besar seperti persiapan lahan dan pemeliharaan. Tenaga kerja pria yang dibutuhkan pada persiapan lahan dan pemeliharaan mencapai 300,3 HOK dan 194,9 HOK. Sedangkan tenaga kerja wanita paling banyak dibutuhkan dalam kegiatan pemanenan yaitu sebanyak 866,5 HOK untuk tenaga kerja wanita luar keluarga yang diupah menggunakan sistem borongan sebesar Rp ,- untuk setiap kilogram cabai rawit merah yang berhasil di panen. Pada kegiatan pemanenan tenaga kerja wanita dianggap lebih teliti dan lebih rapih dalam melakukan proses pemanenan. 64

80 Tabel 9. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Per Ha Luasan Lahan Untuk Satu Musim Tanam Di Desa Cigedug Tahun 2011 No Penggunaan Tenaga Kerja (HOK) Kegiatan Total Dalam Keluarga Luar keluarga Usahatani (HOK) L P L P (%) 1 Persiapan Lahan 35,9 7,9 264,4 63,0 371,2 16,69 2 Penanaman 4,2 0,9 7,4 9,0 21,6 0,97 3 Penyulaman 18,9 2,6 24,1 9,2 54,8 2,46 4 Pemasangan Ajir 11,5 2,8 26,6 18,3 59,2 2,66 5 Pemupukan 71,0 12,7 123,9 114,3 321,9 14,47 6 Pemeliharaan 171,7 3,0 264,3 0,0 438,9 19,74 7 Pemanenan 28,5 4,9 56,5 866,5 956,4 43,00 Total 341,7 34,8 767, , ,1 100,0 Nilai Tenaga Kerja , ,9 0 Sumber : Data Primer Diolah Pemakaian tenaga kerja dalam keluarga relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pemakaian tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan karena petani mitra lebih memilih untuk memperkerjakan tenaga kerja luar keluarga untuk kegiatan usahataninya dibandingkan menggunakan tenaga kerja upah sebagai bentuk dampak sosial dari kegiatan usahatani yang dijalankan Alat-Alat Pertanian Alat-alat pertanian yang digunaan dalam kegiatan usahatani cabai rawit merah meliputi cangkul, Parang atau golok, plastik mulsa, ajir bambu, drum, ember, jirigen, handsprayer, pembolong mulsa, tali galar/rafia, mesin penyemprot obat, dan mesin air. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa total nilai penyusutan peralatan pertanian yang digunakan dalam usahatani cabai rawit merah pada luasan seluas 1 ha adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Nilai biaya penyusutan dapat diperloleh menggunakan metode garis lurus dengan asumsi peralatan tersebut tidak dapat digunakan lagi setelah melewati umur teknis. Alat-alat pertanian tidak selalu dibeli oleh petani cabai rawit merah setiap kali musim tanam, karena setiap alat yang digunakan memiliki umur teknis lebih dari dua tahun sedangkan musim tanam hanya berlangsung selama 1,5 tahun. 65

81 Jumlah penggunaan alat-alat pertanian dalam kegiatan budidaya cabai rawit merah tergantung pada luas lahan yang digarap oleh petani. Tabel 10. Penggunaan Peralatan Usahatani Cabai Rawit Merah Untuk Satu Musim Tanam Di Desa Cigedug Per Ha Luasan Lahan No Jenis Alat Jumlah (Buah) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Teknis (Tahun) Penyusutan (Rp/Tahun) 1 Cangkul Arit Mulsa , Ajir Drum Ember Jirigen Hand sprayer Mesin Obat Mesin air Pembolong mulsa Tali , Jumlah Sumber : Data Primer Diolah Petani cabai rawit merah di Desa Cigedung cenderung menggunakan cangkul sebagai alat untuk mengolah lahan pertaniannya. Handtracktor atau traktor sejenisnya tidak digunakan oleh petani cabai rawit di Desa Cigedug karena dianggap tidak efektif untuk mengolah lahan yang hanya memiliki rata-rata luas lahan sebesar 0.61 ha. Parang atau golok biasanya digunakan petani untuk membersihkan atau menyiangi gulma dan rumput-rumput pada saat pengolahan tanah dan perawatan tanaman. Penggunaan mulsa pada lahan cabai rawit merah berguna untuk mengurangi penguapan air dan pupuk serta mencegah gulma tumbuh selama masa tanam berlangsung. Ajir bambu yang di bantu dengan tali galar digunakan sebagai penyangga tanaman cabai rawit merah dan tomat yang telah dewasa. Tanaman cabai rawit merah yang telah dewasa dapat dikatakan lebih rimbun sehingga memiliki luas tajuk yang lebih besar dibandingkan jenis tanaman cabai lainnya sehingga membutuhkan ajir sebagai penyangga. 66

82 Drum, ember dan jirigen digunakan oleh petani sebagai alat untuk menampung dan mengangkut air baik untuk kegiatan pemupukan, penyemprotan obat maupun penyiraman jika diperlukan. Kapasitas drum yang diunakan dapat menampung air berkisar 200 hingga 220 liter. Sedangkan handsprayer digunakan sebagai alat untuk menyemprotkan obat-obatan dengan kapasitas angkut sebanyak 16 liter air. Pembolong mulsa digunakan oleh melubangi mulsa agar lebih rapih, teratur dan efisien. Tidak semua petani menggunakan mesin air dan mesin obat dalam kegiatan usahataninya. Petani yang menggunakan mesin air dan mesin obat adalah petani yang memiliki luas lahan garapan yang luas. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air yang cukup banyak dan mengefisienkan tenaga kerja pada kegiatan penyemrpotan obat Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Pada umumnya kegiatan usahatani bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang optimal sebagai imbalan atas usaha dan kerja yang telah dijalankan oleh petani. Bibit, pupuk, tenaga kerja dan peralatan pertanian yang digunakan selama kegiatan usahatani termasuk dalam input produksi yang dibutuhkan. Sedangkan output produksi yang diharapakan dari sebuah kegiatan usahatani adalah berupa hasil panen yang berlimpah. Analisis pendapatan usahatani cabai rawit merah di Desa Cigedug menggambarkan besarnya penggunaan input-input produksi dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan demi menghasilkan output-output produksi selama proses usahatani berlangsung. Analisis pendapatan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan cara pemasaran yang dilakukan, yaitu petani yang menjalankan hubungan kemitraan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur dan petani yang tidak menjalin kemitraan dengan pihak manapun. Berdasarkan perbedaan tersebut kemudian akan dianalisis apakah perbedaan cara pemasaran tersebut akan berpengaruh pada penerimaan petani sehingga berpengaruh juga pada pendapatan usahatani cabai rawit merah. 67

83 Penerimaan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Penerimaan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan oleh petani yang menjalin kemitraan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur dihitung berdasarkan perkalian antara total produksi cabai rawit merah yang dihasilkan dengan harga kesepakatan antara petani dengan vendor PT. Indofood Fritolay Makmur yaitu sebesar Rp ,00/kg serta produk hasil tanaman pokok tumpang sari yakni tomat dan kol yang dikalikan dengan harga rata-rata yang berlaku. Harga yang diterima petani mitra dapat menjadi lebih tinggi apabila petani dapat melakukan tugas Gapoktan Cagarit sebagai vendor indofood untuk mengumpulkan, menyortir ulang, dan melakukan pembuangan tangkai buah sehingga margin sebesar Rp 5000,00/kg yang diterima oleh Gapoktan Cagarit dapat meningkatkan penerimaan dari petani yang bermitra dengan Indofood Jumlah produksi rata-rata cabai rawit merah petani mitra per hektar luas lahan per musim tanam adalah ,34 kg. Maka besar penerimaan yang diperoleh petani mitra adalah hasil kali jumlah produksi rata-rata cabai rawit merah per hektar per musim dengan harga kesepakatan kemitraan sebesar Rp /kg yaitu sebesar Rp ,5,-. Penerimaan petani tidak hanya berasal dari cabai rawit merah saja. Petani mitra juga mendapatkan penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi tanaman utama tumpang sari yakni tomat dan kol. Jumlah rata-rata produksi tomat dan kol per hektar luas lahan per musim secara berturut-turut adalah ,67 kg dan ,09 kg. Sedangkan harga rata-rata tomat dan kol yang berlaku di tingkat produsen secara berturut-turut adalah sebesar Rp 1.785,00 dan Rp 1.600,00. Jadi besar penerimaan yang didapatkan oleh petani cabai rawit merah yang berasal dari hasil produksi tomat dan kol per hektar luasan lahan per musim tanam secara berturut-turut adalah Rp ,00 dan Rp ,00. Maka Total penerimaan yang diterima oleh petani mitra baik yang berasal dari cabai rawit merah, tomat, dan kol adalah sebesar Rp , Biaya Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Analisis terhadap biaya yang dikeluarkan petani dilakukan dengan menganalisis input yang digunakan untuk usahatani cabai rawit meliputi bibit, 68

84 pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan peralatan pertanian. Menurut Soeharjo dan Patong (1977), biaya usahatani dapat berupa biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dibayar secara tunai dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi dan biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung seberapa besar pendapatan kerja petani yang sesungguhnya kalau modal dan nilai tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan. Besarnya nilai tenaga kerja keluarga juga dihitung berdasarkan upah yang berlaku saat itu. Petani mitra Desa Cigedug mengeluarkan biaya tunai dalam usahatani cabai rawit merah dalam bentuk pembelian terhadap sarana produksi seperti bibit, pupuk alami yakni pupuk kandang dan pupuk kimia (ZA, TSP, KCL,Phonska, NPK dan pupuk cair), obat-obatan baik yang berjenis padat maupun yang cair serta upah tenaga kerja dari luar keluarga. Sewa lahan bagi petani yang tidak memilikin lahan dan pajak lahan bagi petani yang memiliki lahan sendiri juga termasuk kedalam biaya tunai dalam usahatani cabai rawit pada petani yang bermitra. Pada Tabel 11 tampak bahwa biaya pupuk memiliki persentase biaya sebesar 15,41 persen dari total seluruh biaya usahatani petani mitra. Bagi petani mitra selain bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas pemberian pupuk dengan dosis yang tepat juga akan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit. Oleh karena itu petani mitra relatif menggunakan pupuk lebih banyak dan relatif mengurangi penggunaan obat-obatan kimia dibandingkan dengan petani nonmitra. Biaya obat-obatan merupakan biaya kedua terbesar dalam kegiatan usahatani pada petani mitra yaitu sebesar 16,31 persen. Ada 2 jenis obat berdasarkan bentuknya yakni padat dan cair. Obat-obatan padat termasuk kedalam fungisida dan herbisida sedangkan yang berbentuk cair merupakan racun berupa insektisida, pestisida, pupuk daun dan perekat sebagai bahan aktifnya. Obatobatan padat yang digunakan oleh petani mitra antara lain Anthrakol, Kurset, Afidor, Dakonil, Mankosep,Klorotaronil, Polaram, Akrobat, Gita dan Smoksan. Sedangkan obat-obatan cair antara lain Prepaton, Demolish, Kolikron, Confidor, Petrogenol, Gramaxon, Confidor ABSA, Supergo Dan Napel. 69

85 Biaya pembelian bibit termasuk kedalam biaya tunai yaitu sebesar 0,86 persen. Biaya sewa lahan sebesar 1,97 persen merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani mitra yang menyewa lahan untuk menjalankan usahataninya. Bagi petani mitra yang memiliki lahan sendiri biaya atas lahan yang dimilikinya dimasukkan kedalam biaya yang diperhitungkan. Upah tenaga kerja luar keluarga sebesar 43,47 persen merupakan komponen biaya tertinggi diantara komponen biaya lainnya. Tingginya biaya tenaga kerja luar keluarga disebabkan oleh intensitas kegiatan pemanenan yang dapat mencapai 48 hingga 52 kali menggunakan sistem borongan. Jadi total biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani mitra adalah sebesar Rp ,27 atau sebesar 82,25 persen dari total biaya usahatani cabai rawit merah yang dilakukan oleh petani mitra. Tabel 11 menunjukkan bahwa total biaya yang diperhitungkan dalam kegiatan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan petani mitra di lokasi penelitian rata-rata per hektar adalah sebesar Rp ,99. Biaya yang diperhitungkan ini meliputi biaya untuk bibit, tenaga kerja dalam keluarga, dan penyusutan peralatan. Biaya untuk bibit cabai rawit merah hanya 0,14 persen dari total biaya sedangkan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga sesuai dengan tingkat upah yang berlaku sebesar Rp ,- per HOK adalah sebesar 2,88 persen, serta besar biaya untuk penyusutan peralatan sebesar 6,22 persen dari total biaya Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Analisis pendapatan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan oleh petani mitra meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan analisis pendapatan atas biaya tunai. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 11 dapat diperoleh gambaran bahwa dari satu musim tanam selama maksimal 1,5 tahun, petani mitra memperoleh penerimaan yang berasal dari hasil produksi cabai rawit merah, tomat, dan kol adalah sebesar Rp ,72. Total biaya usahatani adalah sebesar Rp ,36. Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tersebut terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Jadi, besar pendapatan petani mitra atas biaya tunai untuk satu hektar cabai rawit merah di Desa Cigedug dengan mengurangkan total penerimaan terhadap total biaya tunai adalah sebesar 70

86 Rp ,34. Sedangkan pendapatan atas biaya total untuk satu hektar lahan cabai rawit adalah sebesar Rp ,36. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usahatani cabai rawit merah masih memberikan keuntungan bagi petani mitra di Desa Cigedug. Tabel 11. Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra Di Desa Cigedug Per Hektar Luasan Lahan Untuk Satu Musim Tanam Uraian A. Penerimaan Satuan Jumlah Fisik Harga (Rp/Satuan) Nilai Total (Rp) Produksi Cabai Rawit Merah kg , ,50 64,92 Produksi Tomat kg , ,76 21,93 Produksi Kol kg , ,45 13,15 Total Penerimaan ,72 100,00 B. Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai a. Bibit Cabai Rawit Merah pohon ,46 0,88 b. Bibit Tomat pohon ,00 3,11 c. Bibit Kol pohon ,03 1,11 b. Pupuk Pupuk Kandang kg , ,39 6,50 ZA kg 376, ,66 0,81 TSP kg 514, ,71 1,23 KCL kg 281, ,46 0,57 NPK kg 655, ,54 6,28 Pupuk Cair kg 0, ,10 0,01 c. Obat-obatan Obat Padat kg 59, ,00 9,33 Obat Cair liter 13, ,50 6,98 d. TKLK HOK 2.419, ,92 43,47 e. Sewa Lahan Rp ,62 1,97 Total Biaya Tunai ,37 82,25 2. Biaya Tidak Tunai (Yang diperhitungkan) a. Bibit Cabai Rawit Merah pohon ,30 0,14 b. TKDK HOK 160, ,79 2,88 c. Penyusutan Peralatan Rp ,52 6,22 d. Sewa Lahan Rp ,38 8,51 Total Biaya Yang Diperhitungkan ,99 17,75 C. Total Biaya Usahatani (B1+B2) ,36 100,00 D. Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B1) ,34 E. Pendapatan Atas Biaya Total (A-C) ,36 F. R/C ratio Atas Biaya Tunai (A/B1) 4,48 G. R/C ratio Atas Biaya Total (A/C) 3,69 (%) 71

87 Salah satu alat untuk menganalisis efisiensi pendapatan usahatani adalah dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis). Dari analisis R/C yang telah dilakukan menunjukkan bahwa usahatani cabai rawit merah yang dilakukan petani mitra di Desa Cigedug selama satu musim tanam memiliki penerimaan yang lebih besar dibandingkan biaya usahatani yang dikeluarkan. Hal ini ditunjukkan dari nilai R/C yang lebih besar dari satu. Besar nilai R/C atas biaya tunai sebesar 4,48 berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 4,48. Petani mitra di Desa Cigedug lebih banyak menggunakan faktor produksi dengan biaya tunai, daripada biaya tidak tunai. Hal tersebut ditunjukkan dari perbedaan nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total yang tidak berbeda jauh. Selisih tersebut juga dapat menunjukkan bahwa usahatani cabai rawit merah yang dilakukan petani mitra di Desa Cigedug dikelola secara komersial. Nilai R/C yang ada juga dapat menunjukkan bahwa usahatani cabai rawit merah yang dilakukan petani mitra telah efisien dan menguntungkan untuk dikembangkan karena penerimaannya lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan dan masih memberikan keuntungan bagi petani cabai rawit merah yang bermitra di Desa Cigedug Penerimaan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Besar penerimaan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan oleh petani nonmitra juga di peroleh dari jumlah produksi cabai rawit merah, tomat dan kol dikalikan dengan rata-rata harga yang berlaku. Namun, perbedaannya adalah pada petani mitra harga cabai rawit merah yang berlaku merupakan harga kesepakatan antara Gapoktan Cagarit dengan PT. Indofood Fritolay Makmur sedangkan bagi petani yang tidak bermitra harga didapat dari rata-rata harga yang diterima oleh petani hasil kesepakatan dengan tengkulak. Tengkulak khususnya tengkulak tingkat desa merupakan komponen lembaga terpenting dalam penentuan harga cabai rawit merah kepada petani nonmitra. Harga yang diterima oleh tengkulak sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga yang terjadi di pasar induk acuan seperti Ps. Induk Kramat Jati Jakarta. Berdasarkan data harga pada Lampiran 7 dapat 72

88 diperoleh bahwa rata-rata harga cabai rawit merah yang diterima oleh petani cabai rawit merah yang tidak menjalin kemitraan adalah sebesar Rp ,00/kg. Harga cabai rawit merah yang berfluktuatif dapat berpengaruh secara langsung terhadap besar penerimaan usahatani cabai rawit merah pada petani nonmitra. Besar total penerimaaan yang diperoleh petani nonmitra berdasarkan harga yang berlaku adalah sebesar Rp ,57. Sebanyak 50,23 persen penerimaan diperoleh dari hasil produksi cabai rawit merah, artinya fluktuasi harga yang terjadi di pasar dapat memberikan pengaruh terhadap nilai penerimaan usahatani cabai rawit merah petani nonmitra sebesar 25,11 persen. Sedangkan untuk produksi tomat dan kol mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan usahatani cabai rawit merah pada petani nonmitra sebesar 32,05 persen dan 17,72 persen. Total penerimaan yang diterima oleh petani nonmitra relatif lebih sedikit dibandingkan dengan total penerimaan yang diperoleh petani mitra. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan perlakuan pada proses budidaya masing-masing petani. Petani mitra yang diberikan pengarahan dan pembinaan oleh para Agrofield Indofood relatif merawat tanamannya dengan baik. Sedangkan petani nonmitra relatif kurang merawat tanamannya dengan teratur. Perawatan yang baik akan berdampak pada produktivitas yang tinggi. Sebaliknya, perawatan yang kurang baik akan menurunkan tingkat produktivitas karena tanaman akan mudah terserang penyakit dan hama Biaya Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Biaya tunai dalam kegiatan usahatani cabai rawit merah rata-rata per hektar yang dilakukan oleh petani nonmitra adalah sebesar Rp ,95 Salah satu biaya yang termasuk kedalam biaya tunai adalah biaya pembelian bibit cabai rawit merah sebesar 0,53 persen sedangkan biaya untuk pupuk sebesar 12,73 persen relatif lebih sedikit dibandingkan dengan biaya pupuk yang dikeluarkan oleh petani mitra. Alokasi biaya obat-obatan menjadi biaya tunai dengan alokasi kedua terbesar dalam biaya usahatani cabai rawit merah yang dilakukan oleh petani nonmitra. Besar biaya obat-obatan yang dikeluarkan petani cabai rawit nonmitra mencapai 25,90 persen dari total biaya usahatani yang dikeluarkan. Tingginya biaya obat-obatan pada kegiatan usahatani cabai rawit merah 73

89 disebabkan tingginya kebutuhan obat-obatan untuk mencegah tanaman terserang hama dan penyakit. Biaya untuk tenaga kerja luar keluarga merupakan biaya terbesar dalam biaya tunai yaitu sebesar 32,99 persen dari total biaya tunai usahatani. Hal ini disebabkan karena banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan terutama pada kegiatan pemanenan. Selain tenaga kerja luar keluarga, sewa lahan juga termasuk kedalam komponen biaya tunai. Besar biaya sewa lahan adalah sebesar 2,00 dari total biaya usahatani. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya pembuatan bibit, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya penyusutan peralatan. Alokasi biaya yang diperhitungkan pada usahatani cabai rawit merah petani nonmitra mencapai 21,87 persen dari total biaya usahatani cabai rawit merah. Jadi total biaya usahatani cabai rawit merah petani nonmitra per hektar luas lahan adalah sebesar Rp ,55. Total biaya usahatani cabai rawit merah petani nonmitra relatif lebih sedikit dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani mitra Indofood. Besar alokasi biaya-biaya usahatani cabai rawit merah petani non mitra per hektar di Desa Cigedug dapat dilihat pada Tabel Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Tabel 12 menunjukkan besar pendapatan usahatani atas biaya tunai yang didapat oleh petani nonmitra yaitu sebesar Rp ,61 sedangkan pendapaatan usahatani atas biaya total sebesar Rp ,06. Hasil tersebut menunjukkan seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh setelah seluruh biaya tertutupi ditandai dengan seluruh biaya hasil yang bernilai positif. Pendapatan atas biaya tunai belumdapat menggambarkan pendapatan sebenarnya yang diterima oleh petani karena petani masih mengeluarkan biaya-biaya yang bersifat tidak tunai atau diperhitungkan. Pendapatan atas biaya tunai yang didapat oleh petani nonmitra merupakan pengurangan total penerimaan usahatani dengan total biaya tunai yang dikeluarkan. Sedangkan pendapatan usahatani atas biaya total merupakan pengurangan dari total penerimaan usahatani dengan total biaya usahatani termasuk biaya yang diperhitungkan di dalamnya. Usahatani cabai rawit merah yang dilakukan petani nonmitra di Desa Cigedug dapat dikatakan efisien dan menguntungkan dilihat dari nilai 74

90 perbandingan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan (R/C ratio). Berdasarkan Tabel 12, nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani nonmitra dengan luasan lahan sebesar satu hektar adalah sebesar 2,43. Nilai tersebut berarti setiap pengeluaran petani sebesar Rp 1,00 akan mendapatkan imbalan penerimaan sebesar Rp 2,43. Nilai R/C rasio bernilai positif menunjukkan bahwa usahatani cabai rawit merah yang dilakukan petani nonmitra pada lahan seluas satu hektar telah efisien untuk dijalankan karena besar penerimaan yang dihasilkan lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Perbandingan nilai R/C atas biaya tunai juga dapat digunakan untuk menunjukkan seberapa besar penerimaan yang didapat petani nonmitra tetapi terhadap biaya tunai yang benar-benar dikeluarkan tanpa biaya yang diperhitungkan. Tabel 12. Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Per Hektar Luasan Lahan Untuk Satu Musim Tanam Uraian A. Penerimaan Satuan Jumlah Fisik Harga (Rp/Satuan) Nilai Total (Rp) Produksi Cabai Rawit Merah kg 9.860, ,4 50,23 Produksi Tomat kg , ,67 39,34 Produksi Kol kg , ,47 21,76 Total Penerimaan ,6 100,00 B. Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai a. Bibit Cabai Rawit Merah pohon ,45 0,53 b. Bibit Tomat pohon ,00 3,00 c, Bibit Kol pohon ,00 0,99 d. Pupuk Pupuk Kandang kg 9.496, ,74 3,39 ZA kg 318, ,22 0,68 TSP kg 354, ,34 0,84 KCL kg 159, ,59 0,32 NPK kg 676, ,43 6,44 Ponska kg 385, ,24 1,06 Obat-obatan Obat Padat kg 92, ,91 16,00 Obat Cair liter 19, ,27 9,90 f. TKLK HOK 1.847, ,07 32,99 g. Sewa Lahan Rp ,69 2,00 Total Biaya Tunai ,95 78,13 (%) 75

91 2. Biaya Tidak Tunai (Yang Diperhitungkan) a. Bibit Cabai Rawit Merah pohon ,90 0,55 b. TKDK HOK 376, ,82 6,72 c. Penyusutan Peralatan Rp ,52 6,18 d. Sewa Lahan Rp ,314 8,41 Total Biaya Yang Diperhitungkan ,55 21,87 C. Total Biaya Usahatani (B1+B2)) ,51 100,00 D. Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B1) ,61 E. Pendapatan Atas Biaya Total (A-C) ,06 F. R/C ratio Atas Biaya Tunai (A/B1) 3,11 G. R/C ratio Atas Biaya Total (A/C) 2,43 Besar nilai R/C atas biaya tunai petani cabai rawit merah yang tidak bermitra pada lahan satu hektar adalah 3,11. Artinya setiap Rp 1,00 rupiah biaya tunai yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,11. Selisih antara nilai R/C rasio atas biaya tunai dengan nilai R/C rasio atas biaya total adalah 0,68. Selisih nilai yang relatif kecil ini menunjukka bahwa kegiatan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan oleh petani yang tidak bermitra pada lahan satu hektar di Desa Cigedug termasuk kedalam kegiatan komersil Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Petani Mitra dan Nonmitra Bedasarkan analisis pendapatan usahatani yang dilakukan pada petani yang menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur dan petani yang tidak menjalin kemitraan maka dapat diketahui bahwa besar pendapatan usahatani atas biaya total yang diperoleh petani mitra yaitu sebesar Rp ,36 lebih besar dibandingkan pendapatan usahatani atas biaya total yang diperoleh petani nonmitra yaitu sebesar Rp ,06. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan penerimaan yang dipengaruhi oleh produktivitas cabai rawit merah. Perbedaan produktivitas dipengaruhi oleh perbedaan perlakuan antara petani mitra dan nonmitra terhadap tanaman cabai rawit merah yang dibudidayakan. Petani mitra memiliki kemampuan produktivitas lebih tinggi dibandingkan petani nonmitra. Dalam menjalankan kegiatan usahataninya petani mitra cenderung berfokus pada peningkatan produktifitas karena harga dan pasar yang sudah jelas. Sedangkan bagi petani nonmitra motivasi pada kegiatan usahatani yang dijalankan lebih kepada penambah pendapatan dari tanaman tumpang sari 76

92 yang di budidayakan. Selain itu harga yang diterima oleh petani nonmitra juga tidak jelas sehingga petani hanya berperan sebagai price taker. Pendampingan dan pembinaan yang dilakukan oleh pada agrofield Indofood dilakukan untuk menjaga kestabilan pasokan cabai rawit merah ke perusahaan. Hal itu berdampak pada kestabilan produktivitas usahatani cabai rawit merah yang dijalankan petani mitra. Sedangkan petani nonmitra hanya menjalankan usahatani cabai rawit merahnya tanpa tujuan tujuan tertentu sehingga perlakuan terhadap kegiatan usahataninya belum maksimal. Usia produktif tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas tanaman. Pada petani responden nonmitra terdapat beberapa responden yang memiliki usia produktif tanaman cabai rawit merah lebih rendah dibandingkan usia produktif tanaman pada petani mitra. Intensitas panen juga mempengaruhi produktivitas tanaman cabai rawit merah per hektar. Intensitas panen satu kali dalam satu minggu merupakan intensitas yang paling tepat untuk dilakukan karena mencegah buah terlalu matang di pohon sehingga mengurangi potensi terkena serangan hama dan penyakit. Perbedaan nilai R/C rasio antara petani mitra dengan petani nonmitra dapat menunjukkan perbedaan efisiensi atas kegiatan usahatani yang dilakukkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai R/C rasio atas biaya total pada usahatani cabai rawit merah yang dilakukan petani mitra lebih besar dibandingkan dengan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan petani nonmitra di Desa Cigedug. Bagi petani mitra, setiap Rp 1,00 biaya total yang dikeluarkan mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,69 sedangkan petani nonmitra hanya menghasilkan Rp 2,43 sehingga petani mitra dapat dikatakan memiliki efisiensi usahatani lebih tinggi daripada petani nonmitra di Desa Cigedug. Secara umum berdasarkan pada hasil perbandingan pendapatan usahatani cabai rawit merah antara petani mitra dan nonmitra tersebut dapat dilihat bahwa proses kemitraan lebih memberikan manfaat bagi usahatani yang dijalankan oleh petani cabai rawit di Desa Cigedug. Namun, tidak semua petani yang tertarik untuk menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur. Hal ini terjadi karena faktor harga pasar yang dapat meningkat secara drastis menjadi harapan utama bagi para petani nonmitra. Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya 77

93 petani yang tidak berkomitmen saat harga cabai rawit merah di pasar mengalami peningkatan drastis melebihi harga kontrak yang di tetapkan. 78

94 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Keragaan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan para petani responden baik petani mitra maupun nonmitra di Desa Cigedug pada umumnya memiliki persamaan pada proses budidayanya. Namun terdapat beberapa perbedaan proses budidaya yang dapat menyebabkan tingkat produktifitas per hektar lahan. Perbedaan terdapat pada jarak tanam serta penggunaan faktor-faktor input seperti jumlah dan jenis pupuk yang digunakan, jumlah dan dosis obat-obatan yang digunakan, penggunaan tenaga kerja, perawatan dan proses pemanenan yang dilakukan. Perbedaan tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produktifitas usahatani cabai rawit merah pada petani mitra lebih tinggi di bandingkan dengan petani nonmitra. 2. Besar penerimaan yang berasal cabai rawit merah yang dihasilkan petani nonmitra lebih sedikit dibandingkan yang dihasilkan oleh petani mitra yaitu sebesar Rp ,43 sedangkan petani mitra mampu menghasilkan penerimaan yang berasal dari cabai rawit merah sebanyak Rp ,50. Hal tersebut disebabkan produktivitas petani mitra lebih tinggi dibandingkan produktivitas petani nonmitra. 3. Usahatani cabai rawit merah yang dijalankan petani mitra di Desa Cigedug juga dapat disimpulkan lebih menguntungkan karena memiliki nilai pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan petani nonmitra. Besar pendapatan usahatani cabai rawit merah pada petani mitra adalah sebesar Rp ,36 sedangkan pendapatan usahatani cabai rawit merah petani nonmitra hanya sebesar Rp , Nilai R/C rasio petani mitra sebesar 3,69 sedangkan nilai R/C rasio petani nonmitra di Desa Cigedug adalah sebesar 2,43. Nilai tersebut menunjukan bahwa kegiatan usahatani pada petani mitra lebih efisien daripada petani nonmitra. 79

95 8.2. Saran Dari hasil penelitian ini terdapat beberapa saran yang dapat dikembangkan antara lain : 1. Proses kemitraan dapat menjadi pilihan untuk dilakukan bagi petani cabai rawit merah di Desa Cigedug karena lebih efisiean dan dapat memberikan keuntungan yang lebih besar dilihat dari pendapatan usahatani cabai rawit merah, kepastian harga dan pasar, kemudahan pinjaman modal dan sarana produksi pertanian serta pembinaan pada usahatani cabai rawit merah dari agrofield Indofood. 2. Peran vendor pada proses kemitraan seharusnya dapat melibatkan petani cabai rawit yang bermitra secara langsung agar margin sebesar Rp 5.000,00/kg cabai rawit merah dapat pula dirasakan oleh petani cabai rawit merah yang menjadi anggota Gapoktan Cagarit dalam proses kemitraan yang dijalankan. 3. Dalam menjalankan kegiatan usahatani cabai rawit merah petani nonmitra tidak mendapatkan pembinaan dari agrofield Indofood, sehingga peran pemerintah daerah setempat melalui Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas per hektar lahan usahatani cabai rawit merah yang dijalankan oleh petani nonmitra. 4. Penelitian ini belum dapat memberikan informasi mengenai seberapa besar pengaruh perubahan penggunaan faktor input produksi terhadap tingkat produktivitas cabai rawit merah sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perubahan penggunaan faktor input produksi terhadap tingkat produktivitas cabai rawit merah. 80

96 DAFTAR PUSTAKA Ali F Analisis Tingkat Pendapatan dan Kepuasan Petani Terhadap pelaksanaan Kemitraan Jagung Manis di Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai, [Diakses pada 21 Januari 2012]. [BPS] Badan Pusat Statistik Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 9 Februari [Diakses pada 17 Februari 2012]. [Deptan RI] Departemen Pertanian Republik Indonesia Luas Panen Cabai Rawit Menurut Provinsi, [Diakses pada 3 Februari 2012]. [Deptan] Departemen Pertanian Produksi Cabai Rawit Menurut Provinsi, [Diakses pada 3 Februari 2012] [Deptan] Departemen Pertanian Produktivitas Cabai Rawit Menurut Provinsi, [Diakses pada 3 Februari 2012] Dillon JL, Brian HJ Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Soekartawi, Soeharjo A, penerjemah; Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari:farm Management Research for Small Development [Diperta] Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut Profil Kawasan Cabai Merah di Garut. [Diakses pada 25.Januari 2012]. [Diperta] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Luas Areal Tanaman Sayuran Tahun Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. [Diakses pada 21 Januari 2012] [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura Membangun Hortikultura Berdasarkan Enam Pilar Pengembangan. [Diakses pada 22 Januari 2012]. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura Gambaran Kinerja Makro Hortikultura [Diakses pada 22 Januari 2012]. Iryanti R Analisis Usahatani Komoditas Tomat Organik dan Anorganik (Studi Kasus: Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Bogor). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hernanto F Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya Khairina Y Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Wortel dengan Budidaya Organik (Studi Kasus: Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Bogor). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 81

97 Marliana Analisis Manfaat dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce Di PT Saung Mirwan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Patrick I et al Contract farming in Indonesia : Smallholders and agribusiness working together. [Pemerintah Kabupaten Garut] Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut Tahun Pertiwi I Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting (studikasus di Desa Cisarua Kabupaten Sukabumi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Purnaningsih N, Sugihen BG Manfaat Keterlibatan Petani Dalam Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran Di Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Vol. 4 No. 2. Purwadi T Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Setiadi Jenis dan Budidaya Cabai Rawit. Jakarta: Penebar Swadaya Setiadi Bertanam Cabai. Jakarta : Penebar Swadaya Siregar FM Analisis Usahatani Cabai Merah Organik (Studi Kasus Kelompok Tani "Kaliwung Kalimuncar" Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press. Suratiyah K Ilmu Usahatani Cetakan Ke 3. Jakarta : Penebar Swadaya. Soeharjo A, Patong D Sendi- Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tohir KA Seuntai Pengetahuan tentang Usahatani Indonesia. Bagian Dua. Jakarta: PT. Bina Aksara. 82

98 LAMPIRAN 83

99 Lampiran 1. Perkembangan Konsumsi Cabai Rawit Dalam Rumah Tangga di Indonesia, Tahun Konsumsi (Kg/kapita) Pertumbuhan (%) , ,272 10, ,168-8, ,517 29, ,444-4, ,288-10, ,298 0,81 Rata-rata 1,273 2, *) 1,307 0, *) 1,316 0,66 Sumber : Susenas, BPS (2012) Keterangan : *) angka prediksi pusdatin, Kementrian Pertanian 84

100 Lampiran 2. Perbandingan Besar Konsumsi Cabai Rawit dengan Cabai Merah dan Cabai Hijau Dalam Rumah Tangga di Indonesia, Cabai Merah Cabai Hijau Cabai Rawit Total Tahun Kg/Kapita Pertumbuhan Kg/Kapita Pertumbuhan Kg/Kapita Pertumbuhan Kg/Kapita Pertumbuhan (%) (%) (%) (%) ,361 0,240 1,147 2, ,564 14,94 0,261 8,70 1,272 10,91 3,097 12, ,382-11,67 0,235-10,00 1,168-8,20 2,748-10, ,470 6,42 0,302 28,89 1,517 29,91 3,290 18, ,549 5,32 0,266-12,07 1,444-4,81 3,259-0, ,523-1,68 0,235-11,76 1,288-10,83 3,045-6, ,528 0,34 0,256 8,89 1,298 0,81 3,082 1,20 Rata-rata 1,482 1,935 0,256 2,108 1,305 2,965 3,038 2,41 Sumber : Susenas, BPS (2012) Keterangan : *) angka prediksi pusdatin, Kementrian Pertanian 85

101 Lampiran 3. Produksi Cabai Rawit (ton) Menurut Provinsi Tahun Provinsi Tahun Pertumbuhan ke 2010 Aceh ,53 Sumatera Utara ,12 Sumatera Barat ,01 R i a u ,94 J a m b i ,67 Sumatera Selatan ,71 Bengkulu ,87 Lampung ,61 Bangka Belitung ,09 Kep. Riau ,31 Jawa Barat ,77 Jawa Tengah ,37 DI Yogyakarta ,67 Jawa Timur ,07 Banten ,97 B a l i ,48 NTB ,42 NTT ,93 Kalimantan Barat ,32 Kalimantan Tengah ,88 Kalimantan Selatan ,51 Kalimantan Timur ,77 Sulawesi Utara ,06 Sulawesi Tengah ,34 Sulawesi Selatan ,37 Sulawesi Tenggara ,46 Gorontalo ,73 Sulawesi Barat ,04 M a l u k u ,47 Maluku Utara ,83 Papua Barat ,59 Papua ,30 Indonesia ,77 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 86

102 Lampiran 4. Produktivitas Cabai Rawit (ton/ha) Menurut Provinsi Tahun Tahun Provinsi Pertumbuhan ke 2010 Aceh 4,59 4,15 5,49 7,79 41,89 Sumatera Utara 6,70 7,13 8,07 8,43 4,46 Sumatera Barat 3,47 5,27 5,07 5,66 11,64 R i a u 3,74 2,48 3,14 3,57 13,69 J a m b i 2,91 3,30 3,67 3,74 1,91 Sumatera Selatan 2,64 3,79 5,22 4,78-8,43 Bengkulu 2,43 3,38 4,52 5,89 30,31 Lampung 4,03 3,47 3,72 4,65 25,00 Bangka Belitung 3,81 3,35 4,71 5,86 24,42 Kep. Riau 5,58 6,29 3,48 3,83 10,06 Jawa Barat 12,04 10,82 14,96 9,32-37,70 Jawa Tengah 3,80 3,79 5,28 4,38-17,05 DI Yogyakarta 3,32 3,18 3,86 3,43-11,14 Jawa Timur 3,96 3,51 3,79 3,24-14,51 Banten 5,10 4,89 3,74 4,22 12,83 B a l i 5,76 7,08 5,72 4,22-26,22 NTB 5,04 5,39 5,05 3,38-33,07 NTT 4,93 6,65 6,16 3,85-37,50 Kalimantan Barat 3,30 4,03 4,68 3,00-35,90 Kalimantan Tengah 3,29 3,86 5,40 2,30-57,41 Kalimantan Selatan 8,48 5,29 4,40 4,15-5,68 Kalimantan Timur 4,18 4,35 4,63 4,05-12,53 Sulawesi Utara 4,62 4,72 4,73 3,50-26,00 Sulawesi Tengah 4,24 2,80 2,81 4,50 60,14 Sulawesi Selatan 2,42 2,86 2,61 3,72 42,53 Sulawesi Tenggara 3,05 2,40 3,50 3,99 14,00 Gorontalo 5,28 6,42 5,10 6,87 34,71 Sulawesi Barat 5,15 1,76 2,11 4,06 92,42 M a l u k u 6,04 4,90 3,95 3,04-23,04 Maluku Utara 2,32 1,75 1,00 1,28 28,00 Papua Barat 3,42 3,11 6,81 9,16 34,51 Papua 4,49 4,37 5,55 4,93-11,17 Indonesia 4,67 4,47 5,07 4,56-10,06 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 87

103 Lampiran 5. Perkembangan Harga Rata-rata (Rp) Jenis Cabai Rawit Merah di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, Harga (Rp/Kg) Bulan Cabai Keriting Cabai Merah Cabai Rawit Merah Cabai Rawit Hijau Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

104 Lampiran 6. Luas Areal Tanam (ha) Cabai Rawit Tahun Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Kabupaten/Kota Tahun (Hektar) Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Tasikmalaya Ciamis Kuningan Cirebon Majalengka Sumedang Indramayu Subang Purwakarta Karawang Bekasi Bandung Barat Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Bekasi Depok Cimahi Tasikmalaya Banjar Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 87

105 Lampiran 7. Harga Rata-rata Mingguan Cabai Rawit Merah di Tingkat Petani dan Pasar Induk Kramat Jati. Tahun Harga di Pasar Induk Kramat Bulan Harga di Tingkat Petani di Desa Cigedug* Jati** 2011 Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Rata-rata

106 Lampiran 8. Contoh Kontrak Kemitraan Gapoktan dengan PT. Indofood Fritolay Makmur. PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA SUPPLIER CRM CAGAR INTAN DENGAN TENTANG PENGANGKATAN KETUA KELOMPOK TANI Nomor : /MOU-KT/CGD-CI/ /2011 Perjanjian kerjasama ini (selanjutnya disebut PERJANJIAN ) dibuat dan ditandatangani pada hari tanggal.(././2011) di. oleh dan antara: 1. Bubun Bunyamin : bertindak sebagai Supplier CRM Cagar Intan berdasarkan..yang beralamat di Kp. Situgede No.83 RT03/RW08, Kec. Cugedug, Kabupaten Garut, selanjutnya dalam Nota Kesepahaman ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA : Selaku Ketua Kelompok Tani yang beralamat di.., selanjutnya dalam Nota Kesepahaman ini disebut sebagai PIHAK KEDUA. PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA untuk selanjutnya secara bersamasama disebut Para Pihak. 89

107 Bahwa PIHAK PERTAMA adalah Organisasi tunggal yang mewadahi dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan dan sekaligus sebagai pembawa aspirasi kelompok tani sesuai dengan prinsip-prinsip kelompok tani, yang mana ditunjuk sebagai supplier penanaman cabai rawit merah (CRM) untuk memenuhi kebutuhan PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk.. Bahwa PIHAK KEDUA adalah petani mandiri yang memiliki kewenangan untuk megkoordinir dan mengelola beberapa orang petani anggota dengan pembagian areal yang telah ditetapkan. Para Pihak telah bersepakat, tentang akan bergabungnya PIHAK KEDUA menjadi ketua kelompok tani didaerah... dibawah koordinasi Supplier Cagar Intan Garut dalam kegiatan penanaman cabai rawit merah (CRM) untuk memenuhi kebutuhan PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk.. Berdasarkan uraian diatas, Para Pihak sepakat membuat dan menandatangani Perjanjian ini dengan syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut : PASAL I LINGKUP KERJASAMA Kerjasama Para Pihak dalam hal ini adalah tentang penanaman Cabai Rawit Merah (CRM) sebagai pemenuhan kebutuhan PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk. PASAL II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK 2.1. PIHAK PERTAMA A. KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA a.1. Memberikan uang pembinaan tepat waktu kepada PIHAK KEDUA; a.2. Melakukan pembinaan kepada PIHAK KEDUA; B. HAK-HAK PIHAK PERTAMA b.1. Berhak melakukan seleksi calon Ketua Kelompok tani; b.2. Berhak mengangkat dan memberhentikan ketua kelompok tani atas sepersetujuan PIHAK INDOFOOD; 90

108 2.2. PIHAK KEDUA A. KEWAJIBAN PIHAK KEDUA a.1. Mengajukan perencanaan tanam dan supply per 3 (tiga) bulan terhadap PIHAK PERTAMA; a.2. Mengantarkan supply CRM (DT) hingga kegudang penyimpanan atau diterima oleh PIHAK PERTAMA; a.3. Melakukan pembinaan dan pengontrolan terhadap anggota kelompok dalam sisi teknis maupun non-teknis sesuai dengan arahan PIHAK PERTAMA; a.4. Bertanggungjawab atas pendataan administrasi anggota kelompok masing-masing area kerja; a.4. Menandatangani kontrak perjanjian di atas materai; B. HAK-HAK PIHAK KEDUA b.1. Menerima uang pembinaan dari PIHAK PERTAMA dengan ketentuan sebagai berikut. Uang pembinaan didasarkan atas supply dari masing masing kelompok tani dengan ketentuan Rp. 400,- /Kg CRM (DT) Keterangan : DT = Dengan Tangkai TT = Tanpa Tangkai b.2. Mendapatkan uang pembinaan tepat waktu yaitu, 7 (tujuh) hari kerja setelah supply barang (CRM) dan tagihan diterima oleh pabrik. PASAL III EVALIASI KERJA DAN PEMUTUSAN KERJASAMA 3.1. Evaluasi kerja dilakukan secara periodik dengan rentang waktu per 3 (tiga) bulan; 3.2. Evaluasi kerja dihadiri oleh Para Pihak dan PIHAK INDOFOOD, dalam hal ini sebagai pembina dan pengawas kinerja Para Pihak; 3.3. Pemutusan kerjasama dilakukan dengan dua cara yaitu: 91

109 A. Pengunduran diri dari PIHAK KEDUA secara tertulis; B. Pemberhentian secara sepihak dari PIHAK PERTAMA secara tertulis setelah 2 (dua) kali surat peringatan dan berkoordinasi dengan PIHAK INDOFOOD, dalam hal ini sebagai pemegang keputusan tetap; PASAL IV PENYELESAIAN PERMASALAHAN 4.1. Apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak diluar klausulklausul diatas maka pada dasarnya akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat; 4.2. Apabila Pasal IV ayat 4.1. tidak tercapai maka penyelesaian permasalahan akan ditempuh melalui jalur hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia. PASAL V SANKSI-SANKSI 5.1. Apabila terjadi pengingkaran terhadap klausul-klausul di atas, PIHAK KEDUA akan diberhentikan selaku Ketua Kelompok Tani dibawah koordinasi Supplier Cagar Intan; 5.2. Apabila PIHAK KEDUA melakukan kecurangan dan atau mengetahui penjualan hasil panen kelompoknya ke pihak lain dengan tidak memberikan informasi kepada PIHAK PERTAMA dan PIHAK INDOFOOD maka, PIHAK KEDUA akan diberhentikan sebagai Ketua Kelompok Tani secara sepihak, dan mengembalikan 10 (sepuluh) kali dari seluruh uang pembinaan yang telah diterima; 5.3. Barang dari anggota kelompok PIHAK KEDUA yang telah terdaftar, dijamin akan dibeli oleh PIHAK PERTAMA. 92

110 PASAL VI PEMBERITAHUAN 6.1. Semua pemberitahuan Para Pihak sehubungan dengan perjanjian ini dilakukan secara lisan dan tulisan; 6.2. Pemberitahuan secara tertulis dan surat menyurat dalam rangka perjanjian ini, dialamatkan kepada : Pihak Pertama : SUPPLIER CRM CAGAR INTAN Kp. Situgede No.83 RT03/RW08, Kec. Cugedug, Kabupaten Garut,CODE POS Telp Mobile. +62 Pihak Kedua : KETUA KELOMPOK TANI PASAL VII LAIN-LAIN 7.1. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam perjanjian ini atau perubahanperubahan yang dipandang perlu oleh kedua belah pihak akan diatur kemudian atas dasar pemufakatan bersama oleh kedua belah pihak yang dituangkan ke dalam suatu perjanjian tambahan atau addendum yang dibuat dan ditandatangani oleh Para Pihak yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini; 7.2. Perjanjian ini hanya dapat dirubah dengan perjanjian tertulis yang ditandatangi oleh keduabelah pihak. PASAL VIII PENUTUP 8.1. Perjanjian ini dinyatakan berlaku sejak tanggal ditandatangani oleh kedua belah pihak; 93

111 8.2. Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) masing-masing bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang setiap halamannya diparaf oleh kedua belah pihak. Demikian perjanjian kesepakatan ini dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, dengan penuh kesadaran dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Perjanjian kesepakatan ini dibuat sebagai legalitas kesepakatan bagi kedua belah pihak dan tidak dapat dipergunakan sebagai jaminan kepada pihak ke-3 (tiga). Garut, PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA Bubun Bunyamin, Supplier Crm Cagar Intan 94

112 Lampiran 9. Kuesioner Pendapatan Petani Cabai Rawit KUESIONER PENDAPATAN USAHATANI CABAI RAWIT Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Petani Cabai Rawit Capsicum frutescens. (Kasus : Sentra Usahatani Cabai Rawit Di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut) oleh Tubagus Fazlurrahman (H ), Mahasiswa Program Sarjana, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. No. responden : Tanggal wawancara : Nama responden : Nomor telp/hp : Kelompok tani : Alamat : A. Identitas dan Karakteristik Responden 1. Nama responden : 2. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan 3. Alamat : 4. Umur responden : tahun 5. Pendidikan terakhir : tahun 6. Status usahatani *) : 1) Pekerjaan utama 2) Pekerjaan sampingan *dilihat dari curahan waktu kerja 7. Pengalaman bertani cabai rawit : tahun, bulan 8. Tergabung dalam kelompok tani : 1) Ya, sebagai... 2) Tidak Alasan :. 9. Jika ya, nama kelompok tani,bergabung sejak tahun, 10. Identitas dan Karakteristik Sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Nama Umur (Tahun) Jenis Kelamin 1. Lk 2. Pr Hubungan dengan Kepala Keluarga 1. Isteri 2. Anak Lk 3. Anak Pr 4. Hubungan Lain 5. Tanpa Hubungan Pendidiikan Formal (Tahun) Pengalaman Bertani (Tahun) Pekerjaan Utama 1. Petani 2. Pedagang/bisnis 3. Penerima gaji 4. Penerima Upah 5. Lainnya, (jelaskan) 95

113 B. Penguasaan Lahan dan Pola Tanam Cabai Rawit Merah B.1. Penguasaan lahan cabai rawit merah Digarap sendiri Digarap orang lain Sewa Bagi Hasil Lainnya Total No. Area (ha) Harga (Rp/m 2 ) Area (ha) Harga (Rp/m 2 ) Area (ha) Harga (Rp/m 2 ) Area (ha) Harga (Rp/m 2 ) Area (ha) Harga (Rp/m 2 ) Area (ha) Harga (Rp/m 2 ) Total B.1. Pola Tanam setahun terakhir pada semua kebun cabai yang dikuasai: a. Monokultur b. Tumpang Sari, dengan. Alasan :.. B.2. Pola Tanam Tanaman cabai rawit merah per luas lahan per tahun Luas Lahan Bulan 1) Tiap Persil Persil 1....ha Persil 2....ha Persil 3....ha Ket : 1) Bulan 1 = Bulan Awal Tanam/Pembibitan 96

114 C. Analisis Usahatani Cabai rawit yang Diusahakan pada Lahan yang Ditanami Cabai rawit dalam Setahun Terakhir 1. Proses Produksi 2. Panen a. Umur siap panen : (*bulan/hari) b. Intensitas panen ; kali per minggu c. Usia produktif tanaman : Bulan d. Siklus Panen Panen Ke total Jumlah Produksi (kg) Harga (Rp) Panen Ke Jumlah Produksi (kg) Harga (Rp) Total (Kg) 3. Produksi rata-rata cabai rawit :.. 4. Harga rata-rata cabai rawit (Rp/kg) : 5. Produksi dan harga Tomat Panen total Ke - Jumlah Produksi (kg) Harga (Rp) 6. Produksi Kol (kg) : 7. Harga Rataan Kol (Rp/kg) : 97

115 8. Biaya- Biaya Variabel : Uraian Fisik (Kg, Liter) Harga (Rp/Kg,Liter) Nilai (Rp) 1. Bibit Cabai Rawit Merah a. Milik - Varietas : b. Beli - Varietas : Bibit Tomat a. Milik - Varietas : b. Beli - Varietas : Bibit Kol a. Milik - Varietas : b. Beli - Varietas : 2. Jenis Pupuk a. Organik - Kandang Beli Milik - Kompos Beli Milik b. Anorganik - NPK - ZA - Urea - TSP c. Lainnya Pestisida a. Padat b. Cair - c. Lainnya Biaya variable Lainnya a. Biaya irigasi/beli Air b. Iuran Desa c. Lainnya 98

116 Uraian Fisik (Kg, Liter) Harga (Rp/Kg,Liter) Nilai (Rp) Total 9. Biaya Tetap a. Penyusutan Peralatan yang Digunakan dalam Usahatani Cabai rawit Jenis Alat Jumlah (buah) Cangkul Sekop Traktor tangan Arit Bajak (besi/kayu) Mulsa plastik Gunting Botol bibit Gelas plastic bibit Polybag Bedengan Pembibitan (bambu/lainnya) Ajir (Bambu) Lainnya Tahun Pembelian/ Pembuatan Nilai Pembelian (Rp) Estimasi umur ekonomis (Thn) Biaya Penyusutan/Tahun (Rp) b. Penggunaan Tenaga Kerja Per Musim Tanam Musim Tanam Kegiatan Keluarga (JK) Upahan (JK) L P L P 1. Persiapan lahan a. Pembersihan gulma b. Pengolahan tanah i. Ternak ii. Traktor iii. Manusia c. Pembuatan Bedengan d. Pemupukan lahan e. Pemasangan mulsa 2. Pembibitan 3. Penyemaian 4. Penanaman 5. Perawatan a. Penyulaman b. Perempelan c. Pemasangan Ajir d. Pengairan Borongan (Rp) 99

117 Kegiatan e. Penyiangan 6. Pemupukan 7. Pengendalian hama dan penyakit 8. Pemeliharaan lainnya 9. Pemanenan 10. Pasca Panen a. Penyortiran b. Pengemasan c. Pengangkutan d. Lainnya Musim Tanam Keluarga (JK) Upahan (JK) L P L P Borongan (Rp) Jumlah Keterangan : - Upah buruh laki-laki (termasuk nilai makan, dll) = Rp. untuk...jam/hari - Upah buruh perempuan (termasuk nilai makan, dll) = Rp. untuk...jam/hari - Cara pengisian kolom L atau P adalah (Jumlah orang x jam per hari x jumlah hari kerja) misal (5 x 4 x 11) HOK - Kalau kegiatan diborongkan tulis kolom borongan jumlah biaya borongan saja - Kalau borongan sistem bawon (untuk panen) tulis pada kolom borongan produksi fisik yang dikeluarkan kali harga saat panen 10. Biaya Usahatani Lainnya Jenis Pengeluaran (Rp) - PBB - Lainnya D. Penanganan Hasil Panen dan Pemasaran oleh Petani Nonmitra 1. Bagaimana saluran pemasaran cabai rawit merah? 2. Penanganan hasil panen terakhir (Jika tidak ada, isikan dengan angka 0 (nol) ) Disimpan untuk stok dan dijual kemudian Disimpan untuk konsumsi Disimpan yang akan digunakan untuk bibit 3. Pada umumnya (volume terbesar penjualan), kapan menjual hasil panen? a. menjelang musim tanam; c. harga tinggi; b. sedang butuh uang; d. lainnya Siapa yang menentukan harga cabai rawit yang dijual? a. Petani b. tawar-menawar c. pembeli d. harga pasar e. Lainnya,.. 5. Apakah responden mengikuti perubahan harga cabai rawit a. Ya, dari,.. Kg Kg Kg 100

118 b. Tidak Jika Ya, Bagaimana perubahannya? 6. Biaya pemasaran cabai rawit (jika petani melakukan pemasaran sendiri) No. Uraian Penjualan (Rp/Kg) 1. Transportasi dan bongkar muat 2. Transportasi 3. Bongkar muat 4. Penyortiran 5. Pengemasan 6. Jaminan kualitas 7. Biaya penyimpanan 8. Penyusutan (hilang, rusak) 7. Apakah Bapak/Ibu akan menanam cabai rawit kembali pada periode selajutnya walaupun terjadii fluktuasi harga? Alasan : E. Penanganan Hasil Panen dan Pemasaran oleh Petani Mitra 1. Alasan menjalankan kemitraan? 2. Sistem Pemasaran Hasil Produksi dengan Mitra Uraian Bentuk 1) Volume Harga Penentuan Keterangan (Kg) (Rp/Kg) harga 2) Tingkat Petani Vendor (Gapoktan) Isikan 1) : A. Muda B. Masak 2) : a. Gapoktan b. Petani c. Perusahaan Mitra d. Lainnya 3. Hak Petani terhadap mitra? (bisa lebih dari satu jawaban) a. Mendapat modal dana pinjaman, sebesar.. b. Mendapat modal bibit, sebanyak.. c. Mendapat Pembinaan atau pelatihan, selama. d. Mendapat jaminan harga. e. Mendapat jaminan pasar. f. Lainnya,.. 4. Kewajiban Petani terhadap mitra? (bisa lebih dari satu jawaban) a. Mengembalikkan modal pinjaman b. Mengembalikan modal bibit c. Mengikuti Pelatihan dan pembinaan d. Memberikan jaminan pasokan e. Memberikan jaminan kualitas f. lainnya, 5. Kesepakatan harga saat harga melonjak seperti apa? a. Adanya tambahan intensif bagi petani;sebesar. b. Sesuai dengan kontrak awal; c. Lainnya Persepsi terhadap kemudahan menjual hasil panen terhadap mitra 1= sangat mudah 2= mudah 3=kadang sulit 4= sulit 7. Harga yang menjadi pedoman penentuan harga jual cabai rawit; a. Petani daerah lain b. harga di pasar rujukan di. c. Biaya Produksi d.lainnya,.. 8. Apakah responden mengikuti perubahan harga cabai rawit di pasar : a. Ya, sumber informasi perubahan harga,.. b. Tidak 101

119 9. Jika harga sedang tinggi, apakah beralih dari kemitraan? a. Ya b. Tidak Alasan 10. Siapa pihak yang menanggung biaya pengangkutan dan transportasi? a. Perusahaan Mitra Seluruhnya b. Petani seluruhnya c. Gapoktan seluruhnya d. Lainny, 11. Kendala dan masalah dalam proses kemitraan? a. Budidaya bermasalah b. Harga tidak sesuai c. Realisasi pembinaan dan pelatihan tidak ada d. Kualitas produk bermasalah. e. Lainnya.. 102

120 Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian Lahan Cabe Rawit Merah Pembibitan Pemasangan Mulsa Pola Tanam Sejajar Pengukuran Lubang Mulsa Pola Tanam Zigzag 103

121 Pola Tumpang Sari Cabe Rawit dengan Kol dan Tomat Pola Tumpang Sari Cabe Rawit dengan Kol Pola Tumpang Sari Cabe Rawit dengan Sawi Penyakit Patek Kering Patek dan Lalat Buah Obat-Obatan 104

122 Pupuk Kandang Sortasi dan Grading 105

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIIKIRAN 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Agronomi Cabai atau lombok adalah tanaman semusim berbentuk perdu. Tanaman ini berakar tunggang dengan banyak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS TUGAS LINGKUNGAN BISNIS Budiaya Cabai Rawit Disususn Oleh: Nama : Fitri Umayasari NIM : 11.12.6231 Prodi dan Jurusan : S1 SISTEM INFORMASI 11-S1SI-12 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT Oleh: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum) dalam klasifikasi tumbuhan termasuk ke dalam family Solanaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman cabe merupakan tanaman perdu dari family terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp, merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.Tinjauan Aspek Agronomi Cabai Cabai adalah tanaman tahunan dengan tinggi mencapai 1 meter, merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, buahnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Tanaman cabai dapat tumbuh di berbagai tipe tanah dan tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Tanaman cabai dapat tumbuh di berbagai tipe tanah dan tanah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Cabai (Capsicum annuum L) merupakan salah satu jenis sayuran buah yang penting di konsumsi setiap hari sebagai bumbu penyedap masakan dan bernilai ekonomi

Lebih terperinci

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengolah sumber daya alam pertanian dengan intensif. maka itu pilihan terakhir karena usaha di bidang lainnya gagal.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengolah sumber daya alam pertanian dengan intensif. maka itu pilihan terakhir karena usaha di bidang lainnya gagal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sektor pertanian di Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumber daya alam yang melimpah.dalam pandangan orang awam, dengan potensi yang demikian tentu memberi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam baik di daerah

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens) DI DESA CIGEDUG KECAMATAN CIGEDUG KABUPATEN GARUT

SISTEM PEMASARAN CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens) DI DESA CIGEDUG KECAMATAN CIGEDUG KABUPATEN GARUT SISTEM PEMASARAN CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens) DI DESA CIGEDUG KECAMATAN CIGEDUG KABUPATEN GARUT SKRIPSI ASMAYANTI H34080034 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

Budidaya Cabai. Potensi hasil 9 ton/ha. Warna buah merah Panjang buah 10 cm Cocok untuk dataran rendah Toleran terhadap hama pengisap daun

Budidaya Cabai. Potensi hasil 9 ton/ha. Warna buah merah Panjang buah 10 cm Cocok untuk dataran rendah Toleran terhadap hama pengisap daun Budidaya Cabai Pendahuluan Cabe (Capsicum Annum varlongum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terong

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... ix HALAMAN PENGESAHAN... x RIWAYAT HIDUP... xi KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara BAWANG MERAH Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang merah tumbuh optimal di daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-400

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH Pusat Kajian Hortikultura Tropika INSTITUT PERTANIAN BOGOR PROLOG SOP PEPAYA PEMBIBITAN TIPE BUAH PENYIAPAN LAHAN PENANAMAN PEMELIHARAAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk di kembangkan. Tomat merupakan tanaman yang bisa dijumpai diseluruh dunia. Daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

VI. KERAGAAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH

VI. KERAGAAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH VI. KERAGAAN USAHATANI CABAI RAWIT MERAH 6.1. Kondisi Usahatani Cabai Rawit Merah Desa Cigedug Kegiatan usahatani cabai rawit merah mulai berkembang di Desa Cigedug pada 5 tahun yang lalu yaitu pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usahatani. Dalam upaya peningkatan pendapatan petani, pemerintah Indonesia

I. PENDAHULUAN. usahatani. Dalam upaya peningkatan pendapatan petani, pemerintah Indonesia I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pembangunan pertanian terutama pembangunan subsektor tanaman pangan dan hortikultura, bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan petani yang dapat dicapai melalui upaya peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L. PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani, memperluas lapangan pekerjaan di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN.. Tinjauan Pustaka Hingga saat ini, cabai masih tergolong primadona hortikultura. Cabai merupakan terna tahunan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci