1 BAB I PENDAHULUAN. lain di Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, Rusia, Korea, Jepang, China dan Jerman

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 BAB I PENDAHULUAN. lain di Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, Rusia, Korea, Jepang, China dan Jerman"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa Nasional dan bahasa Negara di Indonesia. Namun saat ini, pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Internasional sesuai dengan UU No, 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan. Diperkirakan ada 45 negara yang telah mengajarkan bahasa Indonesia kepada para pelajar dan mahasiswa, antara lain di Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, Rusia, Korea, Jepang, China dan Jerman (Liliana, 2014). Sebagaimana dikemukakan Wahya (2011) dalam Liliana (2014) sebanyak 219 lembaga perguruan tinggi atau lembaga pendidikan di 74 negara, baik di dalam maupun luar negeri, telah menyelenggarakan program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Salah satu negara yang gencar mengajarkan bahasa Indonesia kepada warganya adalah negeri Tiongkok atau China. Berdasarkan paparan Yang (2014) sampai saat ini tercatat prodi bahasa Indonesia telah berkembang di sembilan perguruan tinggi di Tiongkok, yang terdiri dari 8 universitas negeri dan 1 universitas swasta. Universitas negeri tersebut adalah Peking University, Beijing Foreign Studies University (BUFS), Guangdong University of Foreign Studies (GUFS), Shanghai International Studies University (SISU), Guangxi University for Nationalities (GXUN), Guangxi Normal University (GXNU), Yunnan Minzu University (YMU), 1

2 2 Tianjin Foreign Studies University (TFSU) dan satu universitas swasta yaitu Xiangsihu College. Jurusan bahasa Indonesia tertua yang dibuka pada tahun 1949 terdapat di Peking University dengan jenjang pendidikan sarjana dan pascasarjana. Lebih lanjut, Yang (2014) menyatakan bahwa berkat perhatian dari pemerintah dan kalangan masyarakat, pembelajaran bahasa Indonesia di Tiongkok mengalami kemajuan signifikan. Jumlah siswa di tiap kampus rata-rata diatas 30 orang, namun siswa terbanyak terdapat di Guangxi University for Nationalities (GXUN) dan Xiangsihu College dengan jumlah lebih dari 200 orang. Dalam proses pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing, para pembelajar tentu tidak pernah luput dari kesalahan berbahasa selama proses belajar mengajar berlangsung. Kesalahan berbahasa terjadi karena adanya penyimpanganpenyimpangan kebahasaan yang sistematis dan penutur tidak menguasai secara sempurna kaidah-kaidah bahasa yang digunakannya. Kesalahan juga ditentukan berdasarkan ukuran keberterimaan, yaitu apakah suatu ujaran itu diterima atau tidak oleh penutur asli. Hal ini sejalan dengan pendapat Pateda (1989:32) yang mengatakan bahwa kesalahan berbahasa itu muncul jika kata atau kalimat yang diutarakan oleh seseorang salah menurut penutur aslinya. Sebelum melakukan analisis, harus diketahui perbedaan antara membedakan error (kesalahan) dan mistake (kekeliruan). Corder (dalam Larsen- Freeman dan Long, 1991:59) mencoba membedakan error dan mistake. Error terjadi secara sistematis dan berulang-ulang sehingga tidak mudah untuk diperbaiki dengan kesadaran pembelajar, sedangkan mistake atau kekeliruan merupakan

3 3 perbuatan yang dapat diperbaiki oleh pembelajar karena terjadinya mistake disebabkan oleh masalah psikologis, seperti kelelahan atau kurangnya perhatian. Dalam proses kegiatan belajar mengajar pembelajar Tiongkok sering melakukan kesalahan berbahasa pada tataran fonologi, morfologi dan sintaksis, semantik dan kata, maupun kesalahan dalam tataran wacana. Kesalahan berbahasa merupakan bagian yang tak dapat dihindari dalam sebuah proses pembelajaran bahasa asing. Pembelajar tidak dapat mempelajari bahasa target tanpa melakukan sebuah kesalahan secara sistematis terlebih dahulu, Jack Richards via Parera (1994:140) membedakan tiga sumber kesalahan yakni interference errors, intralingual errors, dan developmental errors. Interference error disebabkan karena perbedaan kaidah struktur bahasa ibu pembelajar dan bahasa target yang menyebabkan adanya interferensi sehingga siswa memiliki kecenderungan melakukan kesalahan berbahasa. Lebih lanjut Pit.S. Corder dalam Parera (1994:143) juga menjelaskan dua macam sumber kesalahan yaitu (1) kesalahan berbahasa yang terjadi tidak secara sistematis dalam tutur seseorang, (2) kesalahan berbahasa yang terjadi secara sistematis pada tutur seseorang yang belajar bahasa.terdapat beberapa istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa yang memiliki domain berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) mencoba untuk membedakan error dan mistake. Error terjadi secara sistematis dan berulang-ulang sehingga tidak mudah untuk diperbaiki dengan kesadaran pembelajar, sedangkan mistake merupakan perbuatan atau kesalahan yang dapat diperbaiki oleh pembelajar karena mistake disebabkan oleh masalah psikologis, seperti kelelahan atau kurangnya perhatian.

4 4 Pola kesalahan yang dilakukan pembelajar Tiongkok dalam tataran sintaksis terjadi secara sistematis dan berulang-ulang dan dapat disebut sebagai error. Kesalahan berbahasa yang dapat ditemukan pada hasil karangan pembelajar Bahasa Indonesia Penutur China pada tataran frasa dan klausa, misalnya dalam penyusunan frase nomina dan frasa verbal, penggunaan preposisi, partikel yang, konjungsi, dan kesalahan penggunaan kata tugas. Berikut adalah beberapa contoh kesalahan berbahasa pembelajar Tiongkok. 1) * Pendapat pada poligami. Dalam bahasa Indonesia baku (BIB) penggunaan preposisi pada tidak tepat dalam kalimat tersebut. Preposisi yang lebih tepat digunakan adalah preposisi tentang. Perbaikan kesalahan dapat dilihat pada perbaikan (1a) dibawah ini 1a) Pendapat tentang poligami Berbeda dengan bentuk kesalahan pada data (1), data (2) memiliki bentuk kesalahan yang lebih kompleks yaitu pada pembentukan frasa nomina. Berikut adalah contoh data kesalahan dan penjelasan perbaikannya. 2) * Kalau poligami diizinkan laki-laki akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk mengurus urusan rumah tangga, karena beberapa isterinya akan bertengkar untuk hal bermacam-macam. Konstruksi frase endosentrik atributif dalam frase bermacam-macam dengan pola unsur pusat (UP) hal mendahului atributif bermacam-macam tidak dikenal dalam bahasa Indonesia. Adapun konstruksi yang benar adalah atributif mendahului pusat, jadi bentuk yang benar adalah bermacam-macam hal. Perbaikan kesalahan dapat dilihat di (2a) dibawah ini

5 5 (2a) Kalau poligami diizinkan laki-laki akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk mengurus urusan rumah tangga, karena beberapa isterinya akan bertengkar untuk bermacam-macam hal. Selain kesalahan urutan pada pembentukan frasa nominal, ditemukan juga kesalahan urutan pada penyusunan frasa pronominal seperti dijelaskan dibawah ini. 3) *Semua mereka sangat gembira dan bersama memeluk. 3a) Mereka semua sangat gembira dan berpelukan. Frasa pronominal semua mereka tidak tepat dalam konstruksi Bahasa Indonesia. Kaidah frasa pronominal yang benar jika ada penambahan numeralia kolektif harus diletakkan setelah Unsur Pusat (UP) sebagai pewatas belakang. Berdasarkan contoh-contoh tersebut maka penelitian mengenai analisis kesalahan (Error Analysis) dalam tataran sintaksis ini menarik dan penting dilakukan karena dapat membantu pembelajar dalam mempelajari dan memahami bahasa melalui kesalahan dan mempelajarinya. Analisis ini juga penting bagi para pengajar agar mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukan pembelajar agar dapat memperbaiki metode atau teknik pengajarannya serta merencanakan sistem pengajaran bahasa yang dipelajari dengan lebih baik. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk-bentuk kesalahan struktur sintaksis yang dilakukan oleh pembelajar Tiongkok pada tataran frasa? 2. Bagaimana bentuk-bentuk kesalahan struktur sintaksis yang dilakukan oleh pembelajar Tiongkok pada tataran klausa? 3. Bagaimana penjelasan faktor-faktor penyebab kesalahan struktur sintaksis yang dilakukan oleh pembelajar Tiongkok?

6 6 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan kesalahan struktur sintaksis yang dilakukan oleh pembelajar Tiongkok pada tataran frasa. 2. Mendeskripsikan kesalahan struktur sintaksis yang dilakukan oleh pembelajar Tiongkok pada tataran klausa. 3. Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab kesalahan struktur sintaksis yang dilakukan oleh pembelajar Tiongkok. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing khususnya analisis kesalahan struktur sintaksis pembelajar Tiongkok. Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat membantu para pembelajar bahasa Indonesia khususnya penutur asing dari Tiongkok untuk memahami materi pembelajaran melalui analisis kesalahan struktur sintaksisnya. Melalui analisis kesalahan tersebut, diharapkan pembelajar dapat memahami perbedaan struktur bahasa Ibu dan bahasa target dengan mudah sehingga kesalahan yang terjadi dapat diminimalisir. Sementara itu bagi para pengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan materi pembelajaran dan memperkirakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa sehingga penyajian materi pembelajaran dapat disajikan dengan lebih baik.

7 7 1.5 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka menunjukkan keaslian penelitian. Pada tinjauan pustaka ini, peninjauan akan difokuskan pada aspek-aspek yang akan diteliti. Penelitian sebelumnya sangat perlu disertakan karena akan memberikan kontribusi dan dapat memberikan input pada penelitian ini. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan menyangkut analisis kesalahan seperti yang dilakukan oleh Min Seon Hee (2009) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Kesalahan berbahasa Korea (Studi Kasus Karangan Mahasiswa Jurusan Bahasa Korea, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada). Peneliti mencoba mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan pada kategori pelafalan, tata bahasa dan kosakata secara garis besar. Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai faktor penyebab terjadinya kesalahan; adalah adanya perbedaan struktur Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea (interferensi) yang selalu ditekankan dalam analisisnya. Dalam penelitian ini tidak dipaparkan faktor penyebab kesalahan lain seperti faktor non linguistik lainnya. Selanjutnya, penelitian mengenai Analisis Kesalahan Pembentukan Kata Kerja oleh mahasiswa Amerika dikaji oleh Reswari (2014). Tesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud kesalahan pembentukan kata kerja dalam karangan berbahasa Indonesia mahasiswa Amerika; dan menjelaskan faktor penyebab kesalahan pembentukan kata kerja dalam karangan berbahasa Indonesia mahasiswa Amerika. Berdasarkan analisis yang dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dihasilkan yaitu; pertama, pola pembentukan kata kerja dalam karangan berbahasa Indonesia mahasiswa Amerika diklasifikasikan menjadi empat macam yaitu

8 8 kesalahan ejaan, kesalahan perubahan fonem, kesalahan perubahan alomorf, dan kesalahan penggunaan afiks. Kedua, faktor penyebab terjadinya kesalahan pembentukan kata kerja dalalam karangan bahasa Indonesia mahasiswa Amerika dapat dibagi menjadi dua, yaitu intralingual dan ekstralingual. Penelitian ketiga mengenai kesalahan berbahasa mahasiswa BIPA Darmasiswa adalah yang disusun oleh Marlina (2009) yang meneliti tentang Kesalahan Leksikal pada Karangan Mahasiswa Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) Darmasiswa UNJ: Sebuah Studi Kasus Analisis Kesalahan. Dalam penelitian ini dipaparkan mengenai kesalahan dalam tingkat leksikal yakni kesalahan pemilihan kata berimbuhan dalam kalimat. Pembelajar cenderung menggunakan kata-kata dengan imbuhan yang kurang tepat sehingga makna dari kalimat yang dibuatnya menjadi tidak jelas. Pemaparan dalam penelitian ini sudah cukup jelas namun belum membahas kesalahan dalam tingkat sintaksis. Di antaranya adalah disertasi yang ditulis oleh Tobing (1999) yang menulis tesis berjudul Interferensi Grammatikal Bahasa Indonesia ke dalam Grammatikal Bahasa Perancis oleh Pembelajar Berbahasa Indonesia. Dalam tesisnya, Tobing menunjukkan hasil analisis bahwa interferensi sintaksis terjadi pada 1) tataran frasa yaitu; a) frasa nominal, b) frasa adjektival, c) frasa verbal, d) frasa adverbial dan e) frasa preposisional. 2) Pada tataran klausa, yaitu; a) bentuk-bentuk interferensi pada penggunaan adjektiva sebagai atribut subjek, b) penggunaan pronominal untuk objek langsung dan objek tak langsung, c) penggunaan pronominal keterangan tempat dan d) interferensi pada pembentukan dan konstruksi klausa pasif. Interferensi bahasa Indonesia ke dalam bahasa Perancis pada tataran frasa nominal

9 9 dan frasa adjektival bahasa Prancis, yaitu penghilangan sufiks {-e} untuk penanda feminine, sufiks {-s} untuk penanda jamak, dan sufiks {-es} untuk penanda jamak adjektiva untuk nomina feminine jamak yang dijelaskannya. Interferensi tersebut terjadi karena dalam bahasa Perancis, pembentukan frasa nominal dan frasa adjektival menyesuaikan dengan jenis dan jumlah nomina. Interferensi pada frasa verbal dapat terjadi karena konjugasi verba tidak disesuaikan dengan subjek, kala dan modus. Verba dalam bahasa Indonesia tidak mengenal sistem konjugasi, baik yang berhubungan dengan subjek, kala ataupun modus. Penanda kala dilakukan dengan penambahan leksikon keterangan. Interferensi pada frasa preposisional dalam bahasa Perancis terjadi karena kaidah penggunaan preposisi daalam Bahasa Perancis sangat berbeda dengan kaidah penggunaan preposisi dalam bahasa Indonesia. Penggunaan preposisi bahasa Prancis disesuaikan dengan jenis, nama tempat tujuan, dan jumlah nomina (yang merupakan tempat tujuan). Interferensi pada penggunaan adjektiva yang berfungsi sebagai atribut subjek terjadi karena mahasiswa mentransfer kaidah pembentukan adjektiva dalam klausa bahasa Indonesia ke dalam kaidah pembentukan adjektiva klausa bahasa Perancis. Pada tahun 2004 dan 2005 terdapat dua penelitian tentang interferensi pada sistem gramatikal yaitu Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris yang ditulis oleh Dwi Santoso (2004). Hasil penelitiannya terbatas pada pembentukan frasa nominal endosentrik atributif. Penelitian ini merupakan studi kasus yang terjadi pada mahasiswa jurusan bahasa Inggris dengan mengambil objek penelitian berupa hasil tulisan mahasiswa pada mata kuliah Writing III. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat interferensi morfosintaksis

10 10 konkordinasi atribut demonstratif, pronominal posesif, numeralia, pembilang, adjektiva dan klausa partisipa, artikel dengan nominal unsur pusat. Dalam bidang sintaksis, interferensi yang terjadi mencakup pola urutan atribut demonstratif, pronominal posesif, ajektiva, nomina, artikel dan pronominal relatif dengan unsur pusat. Selain itu, Dwi Santoso juga mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi meliputi faktor linguistik dan sosiolinguistik. Faktor linguistik terjadi karena pengaruh kaidah frasa nominal endosentrik atributif bahasa Indonesia yang berbeda dengan kaidah bahasa Inggris. Faktor sosiolinguistik terjadi karena para mahasiswa kurang terbiasa dan merasa malu untuk menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari serta kemampuan mereka yang lebih menguasai bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris sehingga mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian berikutnya berupa tesis yang ditulis oleh Amrina (2014) mengenai Analisis Kesalahan Gramatika pada Karangan Bahasa Inggris Siswa Kelas Bilingual SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesalahan gramatika yang ditemukan dalam karangan bahasa Inggris siswa kelas bilingual terdiri dari kesalahan penambahan (addition), kesalahan penghilangan (omission), kesalahbentukan (misformation), dan kesalahaurutan (misordering). Adapun faktor penyebab terjadinya kesalahan yang disebabkan oleh faktor linguistik dipengaruhi oleh faktor interlingual dan intralingual. Kesalahan interlingual terdiri dari kesalahan pengurutan frasa, kesalahan penambahan preposisi, kesalahan konstruksi penggunaan dan

11 11 penghilangan subyek, kesalahan penggunaan to be, kesalahan penambahan bentuk lampau, dan kesalahan penghilangan bentuk jamak (short plural s/es). Sedangkan kesalahan yang disebabkan oleh faktor intralingual terdiri dari over regularization dan ketidaktauan kaidah gramatika dalam bahasa Inggris. Berdasarkan tinjauan pustaka dari beberapa hasil penelitian yang telah disebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa penelitian yang lebih khusus mengenai analisis kesalahan struktur sintaksis pada karangan berbahasa Indonesia oleh pembelajar dari Tiongkok belum pernah dilaksanakan, sehingga penelitian dalam bidang ini sangat menarik untuk dilakukan. 1.6 Landasan Teori Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua Pengertian bahasa kedua merupakan semua bahasa yang dikuasai oleh seseorang sesudah yang bersangkutan menguasai bahasa pertamanya. Bahasa kedua juga diartikan sebagai bahasa lain selain bahasa pertama atau bahasa asli yang dipelajari. Jadi istilah bahasa kedua telah mencakup bahasa ketiga, keempat dan seterusnya yang dipelajari sesudah bahasa pertamanya. Gardner (2001) menjelaskan bahasa kedua yang dipelajari oleh penutur asing di dalam lingkungan penutur asli bahasa yang dipelajarinya. Hal ini membuat penutur asing tersebut mempunyai kesempatan untuk mendengar, melihat dan menggunakan bahasa itu untuk berkomunikasi dengan penutur asli maupun penutur asing lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden penutur asing Bahasa Indonesia di Wisma Bahasa (Wibowo, 2008), Bahasa Indonesia dianggap sebagai

12 12 bahasa yang paling mudah untuk dipelajari oleh penutur asing karena Bahasa Indonesia memiliki kaidah-kaidah kebahasaan yang tidak rumit dan fonologi (bunyi-bunyi) yang relatif sederhana. Bahasa Indonesia pun memiliki banyak katakata serapan asing yang berasal dari Bahasa Inggris, Portugal, Belanda, Cina dan Arab. Tata Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kata kerja tenses, bentuk jamak, artikel dan perbedaan gender dalam kata ganti orang ketiga, menjadikan Bahasa Indonesia mudah dipelajari pada awalnya. Namun, penutur asing masih merasakan kesulitan dalam proses pembentukan kata Bahasa Indonesia yang umumnya bersuku dua atau lebih daripada kata-kata dalam Bahasa Inggris atau bahasa lain sehingga penutur asling terkadang mengalami kesulitan dalam hal ini. Begitu pula dengan penggunaan banyak afiksasi yang hanya mempunyai arti secara gramatikal dan banyaknya kata-kata berimbuhan yang memiliki pengecualian sehingga membingungkan pembelajar tingkat lanjut. Krashen (1981) mendefinisikan pemerolehan bahasa kedua sebagai penguasaan bahasa kedua secara tidak disadari (subconscious), informal, atau alamiah. Sebaliknya, pembelajaran bahasa kedua merupakan upaya yang disadari (conscious) dari seseorang untuk mengetahui tentang bahasa lain maupun memperoleh pengetahuan formal mengenai bahasa lain sesudah bahasa pertama. Pembelajaran juga merupakan upaya untuk menguasai kaidah-kaidah kebahasaan (language usage) dari bahasa yang akan dipelajari (Krashen, 1981). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan kemahiran berbahasa Indonesia menurut Brown (2001) adalah faktor motivasi, usia, lingkungan (formal & informal), dan faktor bahasa pertama.

13 Interlanguage Istilah interlanguage (IL) dikemukakan oleh Selinker (1972) dengan mengambil istilah interlingual yang diperkenalkan oleh Weinreich (1953) Brown 2000:215). IL merupakan hasil pemrosesan penggunaan pengetahuan tentang bahasa sasaran yang terbentuk oleh si pembelajar, merupakan sistem linguistik yang dinamik serta terus menerus berkembang. IL terletak diantara bahasa ibu dan bahasa sasaran (Brown, 2001:215). Para pembelajar bahasa asing seringkali menemui halangan dalam mempelajari bahasa asing, salah satu fenomena yang harus dilewati adalah fenomena fossilization atau pembentukan fosil. Selinker (1972 dalam Richards, 1974:36) mendefinisikan fossilization sebagai subsistem atau peraturan linguistik yang ditahan oleh pembelajar dalam IL-nya. Selinker (1972) menyamakan struktur yang memfosil itu dengan kesalahan. Dengan mencermati IL, dapat diketahui karakteristik yang dipengaruhi oleh pengertian dan pemahaman pembelajar terhadap berbagai pengetahuan bahasa, seperti pengetahuan bahasa yang pernah dipelajari, pengetahuan bahasa kedua dan pengetahuan bahasa secara umum (Lightbown dan Spada, 2000: 74). Sebagaimana dijelaskan oleh Richards (1985:62), IL merupakan hasil pemrosesan penggunaan pengetahuan tentang bahasa sasaran yang terbentuk oleh si pembelajar, merupakan sistem linguistik yang dinamik, serta terus-menerus berkembang. IL tersebut terletak diantara bahasa ibu dan bahasa sasaran (Brown, 2001:215). Artinya IL memiliki ciri-ciri linguistik yang tidak identik, baik dengan bahasa ibu pembelajar maupun dengan bahasa sasaran, namun sebagian serupa

14 14 dengan bahasa ibu dan bahasa sasaran sebagaimana tampak pada diagram berikut ini Bahasa Ibu Interlanguage Bahasa sasaran Gambar 1 Diagram Interlanguage, Corder 1972 dalam Richards, 1974:162) Para pembelajar bahasa asing, tentunya ingin menguasai bahasa asing dan menggunakannya seperti penutur asli. Meskipun demikian, pembelajar sering kali mengalami kesulitan dan menghadapi halangan-halangan dalam mempelajari bahasa asing. Salah satu fenomena yang harus dilewati adalah fenomena fossilization atau pembentukan fosil. Selinker (1972 dalam Richards, 1974: 36) mendefinisikan fossilization sebagai subsistem atau peraturan linguistik yang ditahan oleh pembelajar dalam IL-nya, berapa pun usia pembelajar atau berapa banyak penjelasan atau pelajar yang diperoleh pembelajar itu. Selinker (1972) menyamakan struktur yang memfosil itu dengan kesalahan. Kesalahan dalam IL muncul serta terus-menerus baik dalam kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis. Walaupun suatu kesalahan telah diperbaiki, kesalahan

15 15 yang sama dapat terjadi lagi sehingga dengan usaha apapun tetap tidak dapat diperbaiki dan berulangkali muncul. Selinker (dalam Larsen-Freeman dan Long, 1991:60) mengatakan bahwa fossilitation akan terjadi apabila IL telah terbentuk secara kuat sehingga tidak dapat bertambah baik sesuai dengan sistem bahasa sasaran. Dengan mencermati IL, dapat diketahui karakteristik-karakteristik yang dipengaruhi oleh pengertian dan pemahaman pembelajar terhadap berbagai pengetahuan bahasa, seperti pengetahuan bahasa yang pernah dipelajari, pengetahuan bahasa kedua, dan pengetahuan bahasa secara umum (Lightbown dan Spada, 2000:74). 1.7 Analisis Kesalahan Berbahasa Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa Pengertian istilah kesalahan sangatlah beragam, oleh karena itu ada baiknya kita memahami terlebih dahulu sebelum membahas lebih lanjut tentang kesalahan berbahasa. Terkadang para peneliti membedakan kesalahan yang disebabkan oleh faktor kelelahan dan perhatian yang kurang (apa yang disebut Chomsky, 1965, sebagai faktor performance dan kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai aturan dari bahasa target (disebut oleh Chomsky, faktor competence atau kompetensi. Dalam pembelajaran bahasa kedua, kesalahan yang disebabkan oleh faktor performansi sering disebut sebagai mistake, sedangkan istilah errors diperuntukkan untuk penyimpangan secara sistematis yang

16 16 dikarenakan siswa masih mengembangkan pengetahuan mengenai aturan dan sistem bahasa kedua (Corder dalam Dulay (1982:139) Mempelajari kesalahan berbahasa siswa memberikan dua tujuan yaitu; 1) menyediakan data mengenai darimana datangnya interferensi dari proses pembelajaran Bahasa, dan 2) memberikan indikasi kepada para guru dan pengembang kurikulum mengenai bagian dari bahasa target yang susah dipahami dan juga tipe kesalahan apa yang paling mengurangi kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara efektif. Analisis kesalahan membandingkan IL dengan bahasa sasaran dan berbeda dengan analisis kontrastif yang membandingkan bahasa ibu dan bahasa sasaran. Pateda (1989:35) menyatakan bahwa analisis kesalahan dimaksudkan supaya para pengajar mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pembelajar, memperbaiki metode atau teknik pengajarannya, serta merencanakan sistem pengajaran bahasa yang dipelajari dengan lebih baik. Selain bermanfaat bagi pengajar, pembelajar pun diberikan kesempatan untuk memahami kesalahankesalahan yang sering terjadi sehingga dapat membantu dalam mempelajari bahasa sasaran tersebut. Kesalahan berbahasa terjadi karena adanya penyimpangan-penyimpangan kebahasaan yang sistematis dan penutur tidak menguasai secara sempurna kaidahkaidah bahasa yang digunakannya. Kesalahan juga ditentukan berdasarkan ukuran keterimaan, yaitu apakah suatu ujaran itu diterima atau tidak oleh penutur asli. Hal ini sejalan dengan pendapat Pateda (1989:32) yang mengatakan bahwa kesalahan

17 17 berbahasa itu muncul jika kata atau kalimat yang diutarakan oleh seseorang salah menurut penutur aslinya. Selanjutnya untuk mengetahui adanya kesalahan, terlebih dahulu diadakan analisis dengan mengidentifikasikan kesalahan dan mendeskripsikan bentukbentuk kesalahan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Tarigan (1988:300) yang mengatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti yang mencakup pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan dari sampel tersebut, kemudian mendeskripsikan sebab-sebab kesalahan. Sebelum melakukan analisis, harus diketahui perbedaan antara membedakan error (kesalahan) dan mistake (kekeliruan). Corder (dalam Larsen- Freeman dan Long, 1991:59) mencoba membedakan error dan mistake. Error terjadi secara sistematis dan berulang-ulang sehingga tidak mudah untuk diperbaiki dengan kesadaran pembelajar, sedangkan mistake atau kekeliruan merupakan perbuatan yang dapat diperbaiki oleh pembelajar karena terjadinya mistake disebabkan oleh masalah psikologis, seperti kelelahan atau kurangnya perhatian. Nababan (1988:117) mengatakan ciri kekeliruan adalah sesuatu yang tidak sengaja diutarakan oleh seseorang penutur dan dengan mudah dapat diperbaiki oleh penutur itu sendiri karena hal itu bukan disebabkan oleh penerapan tata bahasa yang salah. Sebaliknya kesalahan yang dibuat oleh pembelajar secara regular dan sistematis hanya dapat diperbaiki oleh penutur aslinya atau orang yang menguasai bahasa tersebut.

18 18 Corder (1974) menggunakan tiga istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa; 1) Lapses, 2)Error, dan 3)Mistake. Bagi Burt dan Kiparsky dalam Syafi ir (1984) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan goof, goofing, dan gooficon. Sedangkan Huda (1981) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan kekhilafan (error). Adapun Tarigan (1997) menyebutnya dengan istilah kesalahan berbahasa. Lapses, error, dan mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan : Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk bahasa lisan, kesalahan ini diistilahkan dengan slip of the tongue sedang untuk berbahasa tulis, kesalahan ini diistilahkan slip of the pen. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya. Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa. Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal ini berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah. Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu

19 19 kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua. Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang tidak benar. Berdasarkan beberapa pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajar dapat melakukan kesalahan dan kekeliruan. Kesalahan yang terjadi secara sistematis dan berulang-ulang sehingga tidak mudah diperbaiki dengan kesadaran pembelajar perlu mendapat perhatian yang khusus dibanding dengan kekeliruan yang terjadi karena faktor psikologis, kelelahan yang dapat dengan mudah diperbaiki oleh pembelajar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, akan dibahas lebih lanjut dan mendalam mengenai kesalahan berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh pembelajar Tiongkok dalam bidang sintaksis Proses Penentuan Kesalahan Corder (1981: 23) memaparkan algorithm untuk mendeskripsikan idiosyncratic dialects, yaitu IL pembelajar. Proses yang dikemukakan oleh Corder tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Suatu kalimat dapat dianggap benar, jika bentuk kalimat yang dibuat oleh si pembelajar sesuai dengan peraturan bahasa sasaran dan artinya masuk akal sesuai dengan konteks. Jika bentuknya benar, tetapi artinya tidak masuk akal atau tiidak sesuai dengan konteksnya, maka guru perlu merekonstruksikan kalimat dalam bahasa sasaran. Jika kalimat tidak dapat diintepretasikan dalam konteks, perlu dilakukan percobaan untuk melihat bahasa ibu pembelajar dan menerjemahkan secara benar dalam bahasa sasaran.

20 20 Lee Jung-hui (2003:73) menjelaskan cara penentuan Corder (1981) tersebut sangat terbatas apabila peneliti tidak mengetahui bahasa ibu si pembelajar yang berbeda-beda khususnya dalam lingkungan kelas dan memiliki kekurangan dalam menyelidiki kesalahan dalam masing-masing kategori secara rinci Klasifikasi Tipe Kesalahan Tarigan (1988:279) menjelaskan mengenai taksonomi siasat permukaan (atau surface strategy taxonomy) yaitu menyoroti bagaimana cara-caranya strukturstruktur butir penting, menambahkan sesuatu yang tidak perlu, salah memformasikan butir-butir, atau salah menyusun butir-butir tersebut. Secara garis besarnya, kesalan-kesalahan yang terkandung dalam taksonomi siasat permukaan ini adalah 1) penghilangan (omission), 2) penambahan (addition), 3) salah formasi (misformation), atau 4) salah susun (misordering). Berikut akan dijelaskan satu per satu secara berurutan. Dalam taksonomi penghilangan, kesalahan-kesalahan yang bersifat penghilangan ini ditandai oleh ketidakhadiran suatu butir yang seharusnya ada dalam ucapan yang baik dan benar. Dalam kenyataannya para pelajar bahasa lebih banyak dan lebih sering menghilangkan kata tugas atau morfem gramatikal daripada kata penuh (content words). Kesalahan berbahasa yang berupa penghilangan ini terdapat lebih banyak dan lebih bervariasi selama tahap-tahap awal pemerolehan bahasa kedua (PB2). Kesalahan yang berupa penambahan ini merupakan kebalikan dari penghilangan. Kesalahan penambahan ini ditandai oleh hadirnya suatu butir atau

21 21 unsur yang seharusnya tidak muncul dalam ucapan yang baik dan benar. Para pakar telah mengamati serta menemukan adanya tiga tipe kesalahan penambahan pada ujaran pelajar bahasa pertama dan bahasa kedua yaitu : a) penandaan ganda (double marking), 2) regularisasi (regularizations), 3) penambahan sederhana (simple additions). Kesalahan-kesalahan ini merupakan petunjuk-petujuk yang menyatakan bahwa beberapa kaidah dasar telah diperoleh, tetapi perbaikan-perbaikannya belum dilakukan. Kesalahan yang berupa misformation atau salah-formasi ini ditandai oleh pemakaian bentuk morfem atau struktur yang salah. Kalau dalam kesalahan penghilangan, unsur itu tidak ada atau tidak tersedia sama sekali, maka dalam kesalahan salah-formasi ini sang pembelajar menyediakan serta memberikan sesuatu, walaupun itu tidak benar sama sekali. Dalam kesalahan ini juga diketemukan adanya tiga tipe salah formasi yaitu 1) regularisasi, 2) archi-forms (bentuk arki), 3) bentuk pengganti (alternating forms) Kesalahan-kesalahan yang berupa salah susun (misordering) ditandai oleh penempatan yang tidak benar bagi suatu morfem atau kelompok morfem dalam suatu ucapan atau ujaran. Tipe kesalahan dilihat dari struktur (surface grammar) dapat digolongkan ke dalam empat kategori, seperti penghilangan (omission) elemen yang seharusnya ada, penambahan (addition) elemen yang salah atau yang tidak perlu digunakan, pemilihan (selection) elemen yang salah, dan peletakan yang salah (misordering) Corder, 1973:277)

22 22 Richard (1971: 173;277) menggolongkan kesalahan ke dalam tiga kategori, yaitu interlingual errors, developmental errors, dan intralingual errors. Interlingual errors adalah kesalahan yang terjadi karena adanya perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran. Kesalahan itu sangat bergantung pada sistem bahasa ibu pembelajar, tetapi memperlihatkan kesalahan secara umum dalam pembelajaran bahasa asing. Apabila pembelajar salah menerapkan peraturan bahasa sasaran atau menggunakannya secara tidak sempurna sehingga sering terjadi kesalahan, kesalahan tersebut diklasifikasikan dalam intralingual errors. Richards (1971:174) menjelaskan developmental errors sebagai kesalahan yang terjadi secara umum dalam kegiatan pembelajaran, yaitu penggunaan pengetahuan yang terbatas ketika mempelajari buku pelajaran atau ketika belajar di lingkungan kelas. Contohnya adalah 1) Pembelajar mempelajari suatu peraturan kemudian menerapkannya ke dalam situasi penggunaan yang lain (over-generalization); 2) Pembelajar mengabaikan peraturan bahasa sasaran yang tertentu; atau 3) pembelajar memiliki pengertian yang salah terhadap penggunaan bahasa sasaran. Sementara itu, intralingual errors dijelaskan sebagai kesalahan yang memperlihatkan ciri-ciri yang bersifat umum dalam proses pembelajaran kaidah, seperti kesalahan generalisasi, penerapan kaidah yang tidak sempurna, dan kegagalan pembelajaran penerapan kaidah (Richards, 1971:174). Littlewood (1984:23) menyebut kesalahan-kesalahan yang ditunjukkan oleh para pembelajar ketika memproses bahasa kedua dengan strategi sendiri itu sebagai intralingual

23 23 errors. Selain itu, Elis dan Barkhuizen (2005:65-66) membahas intralingual errors sebagai the operation of learning strategies that are universal. Contoh intralingual errors yang memperlihatkan proses pembelajaran strategi tersebut diantaranya over-generalization yang digolongkan ke dalam developmental errors yang oleh Ellis disebut flase analogy, misanalysis (pembelajar salah menangkap atau belum memiliki pemahaman yang sempurna), kesalahan penerapan kaidah yang tidak lengkap, penghilangan unsur gramatikal yang tidak menimbulkan masalah semantis, kesalahan penggunaan kolokasi. Developmental errors dan intralingual errors tidak dapat disubkategorikan secara jelas, tetapi bertumpang-tindih. Littlewood (1984:32) mengemukakan bahwa kesalahan yang diakibatkan oleh efek pengajaran tersebut muncul akibat dampak negatif dari kurangnya pemahaman pembelajar karena metode pengajaran atau materi-materi pelajaran yang salah. Sehubungan dengan hal itu, Lee Jung-hui (2003: ) mengatakan bahwa kesalahan dapat muncul karena kurangnya penjelasan mengenai istilahistilah tata bahasa, ketidakcocokan contoh kalimat dalam buku pelajaran, atau kesalahan pengajaram. Selain tipe-tipe kesalahan tersebut, Dulay dkk (1982:191) juga membedakan global errors dan local errors. Global errors mempengaruhi seluruh kalimat, sedangkan local errors mempengaruhi elemen-elemen dalam kalimat.

24 24 Dalam penelitian ini diklasifikasikan tipe-tipe kesalahan berdasarkan kategori komponen linguistik, khususnya kategori sintaksis kemudian dibagi ke dalam sub-komponen linguistik sesuai dengan sistem bahasa Indonesia. Banyak taksonomi kesalahan berbahasa didasarkan pada tataran linguistik. Taksonomi kategori linguistik ini mengelompokkan kesalahan berbahasa menjadi komponen bahasa atau konstituen linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan berbahasa. Komponen bahasa mencakup fonologi (pengucapan), sintaksis dan morfologi (tata bahasa), semantik dan leksikon (makna dan kosakata), dan wacana (style), Konstituen mencakup elemen yang mengandung setiap komponen bahasa. Misalnya, dalam sintaksis dapat diketahui apakah kesalahan berbahasa terletak pada kalimat induk atau dalam anak kalimat, dan dalam klausa, konstituen mana yang terpengaruhi, apakah frasa kata kata benda, frase kata kerja, kata sifat, kata keterangan, preposisi, dan lain sebagainya Sintaksis Pengertian Sintaksis Istilah sintaksis dalam Bahasa Indonesia, atau dalam Bahasa Inggris disebut syntax, berasal dari Bahasa Belanda syntaxis. Sintaksis merupakan bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem (Ramlan, 1987: 21). Sebagai bagian dari ilmu bahasa, sintaksis berusaha

25 25 menjelaskan unsur-unsur satuan serta hubungan antara unsur-unsur itu dalam suatu satuan, baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi. Chaer (2009:3) subsitem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Parker (1986:47) states that syntax is the study of the architecture of phrases, clauses, and sentences; that is, of the way they are constructed. Pembicaraan tentang kalimat, klausa, frasa-frasa dan juga pembicaraan hubungan antara kalimat dengan kalimat-kalimat sebelumnya dan sesudahnya pada tataran wacana termasuk dalam bidang sintaksis. Satuan wacana terdiri dari unsurunsur yang berupa kalimat; satuan kalimat terdiri dari unsur atau unsur-unsur yang berupa klausa; satuan klausa terdiri dari unsur-unsur yang berupa frasa. Jadi wacana merupakan unsur terbesar dan frasa merupakan unsur terkecil dalam kalimat. Dalam penelitian ini, akan dibahas kesalahan berbahasa Indonesia oleh pembelajar Tiongkok fokus dalam tataran klausa dan frasa karena tidak ditemukan kesalahan dalam tataran kalimat dan wacana. Kesalahan berbahasa Indonesia oleh pembelajar Tiongkok dalam penelitian ini akan dikategorikan menjadi kesalahan dalam tataran klausa dan frasa Fungsi, Kategori dan Peran Sintaksis Yang dimaksud dengan fungsi sintaksis adalah semacam kotak-kotak atau tempat-tempat dalam struktur sintaksis yang ke dalamnya akan diisikan kategori tertentu (Verhaar 1978) dalam Chaer (2009:20). Kotak-kotak tersebut bernama

26 26 subyek (S), predikat (P), Objek (O), komplemen (Kom) dan keterangan (Ket). Kridalaksana (2002) menyatakan secara normal fungsi S dan P harus selalu ada dalam setiap klausa karena keduanya berkaitan. Dalam hal ini bisa dikatakan, bahwa S adalah klausa yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicaraan; sedangkan P adalah bagian klausa yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicaraan mengenai S. Kategori sintaksis adalah jenis atau tipe kata atau frasa yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Kategori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina (N), verba (V), adjektiva (A), adverbial (Adv), numeralia (N), preposisi (Prep), konjungsi (konj), dan pronominal (Pron). Dalam hal ini, N, V dan A adalah kategori utama; sedangkan yang lain merupakan kategori tambahan. Secara formal kategori N atau FN mengisi fungsi S dan atau O pada klausa verbal; bisa juga mengisi fungsi P pada klausa nominal. Kategori V atau FV secara formal mengisi fungsi P pada klausa verbal, dan kategori A atau FA mengisi fungsi P pada klausa adjektival. Hubungan antara kategori pengisi fungsi P, baik berkategori V maupun bukan, dengan pengisi fungsi-fungsi lain disebut peran sintaksis atau peran saja. Peran-peran yang dimiliki oleh pengisi fungsi P dalam bahasa Indonesia, selain peran tindakan juga ada peran; proses, kejadian, keadaan, pemilikan, identitas, kuantitas. Peran-peran yang ada pada S atau O, antara lain; pelaku, sasaran, hasil, penanggap, penyerta, sumber, jangkauan dan ukuran. Sedangkan peran-peran yang ada pada fungsi keterangan, antara lain; alat, tempat, waktu dan asal.

27 Alat-alat sintaksis Urutan fungsi S, P, O dan Ket lazim disebut dengan istilah struktur. Urutan fungsi-fungsi itu ada yang harus tetap tetapi ada pula yang tidak tetap. Dalam hal ini S selalu mendahului P, dan P selalu mendahului O. Sedangkan letak Ket bisa pada awal klausa bisa juga pada akhir klausa. Namun, struktur sintaksis itu masih tunduk dengan apa yang disebut alat-alat sintaksis yaitu urutan kata, bentuk kata, intonasi dan konektor. Yang dimaksud dengan urutan kata adalah letak atau posisi kata yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna. Misalnya urutan jam tiga dengan tiga jam memiliki makna yang berbeda. Jam tiga menyatakan saat waktu; sedangkan tiga jam menyatakan masa waktu yang lamanya 3 x 60 menit. Dalam bahasa Indonesia ada kaidah umum yang menyatakan bahwa urutan kata dalam konstruksi frasa (gabungan kata) mengikuti hukum D-M, artinya kata pertama yang diterangkan dan kata kedua yang menerangkan. Dalam kajian semantik ada prinsip umum bahwa apabila bentuk kata berbeda, maka makna akan berbeda, meskipun perbedaannya sedikit. Prinsip ini dalam sintaksis juga berlaku. Contoh kata melirik pada kalimat nenek melirik kakek, jika kita ganti dengan bentuk dilirik, maka kalimatnya akan menjadi nenek dilirik kakek. Maka peran nenek yang semula menjadi pelaku berubah menjadi sasaran, sedangkan kakek yang perannya semula sebagai sasaran berubah menjadi pelaku. Hal ini terjadi karena penggantian prefiks me- pada kata melirik dengan prefiks di- pada kata dilirik.

28 28 Alat sintaksis ketiga, yang di dalam bahasa ragam tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti, yang akibatnya seringkali menimbulkan kesalahpahaman adalah intonasi. Dalam bahasa Indonesia, intonasi ini sangat penting. Perbedaan modus kalimat bahasa Indonesia tampaknya lebih ditentukan oleh intonasinya daripada unsur segmentalnya Satuan Sintaksis. Secara hierarkial dibedakan adanya lima macam satuan sintaksis, yaitu kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Secara hierarkial, maksudnya, kata merupakan satuan terkecil yang membentuk frasa. Lalu, frasa membentuk klausa; klausa membentuk kalimat; kalimat membentuk wacana. Jadi, kalau kata merupakan satuan terkecil, maka wacana merupakan satuan terbesar. Berikut merupakan struktur perluasan frasa dalam bahasa Indonesia. Urutan unsur M yang berada di sebelah kanan D adalah (warna, bangun, ukuran) + umur + sifat + gaya + sudah + keadaan + milik + penunjuk + pembatas). Sebuah kata benda atau frase benda secara teoritis dapat diperluas dengan kata, frase lain, atau klausa secara tak terbatas dengan bantuan kata penghubung yang. Menurut Ramlan (1987;Secara kategorial frasa nominal terdiri dari: 1) N diikuti N, maksudnya terdiri dari kata atau frase nominal sebagai UP (Unsur pusat), diikuti oleh kata atau frase nominal sebagai UP atau Atr. Jadi semua unsurnya berupa kata atau frasa nominal. Contoh : rumah pekarangan,ayah ibu. 2) N diikuti V, maksudnya terdiri dari kata atau frasa nominal sebagai UP, diikuti kata atau frasa

29 29 verbal sebagai Atr. Contoh: rumah baru, acara terakhir. 3) N diikuti Bil, maksudnya frasa itu terdiri dari kata atau frasa nominal sebagai UP, diikuti kata atau frasa bilangan sebagai Atr. Misalnya : orang dua, petani dua orang, telur tiga butir. 4) N diikuti Ket, maksudnya frase ini terdiri dari kata atau frase nominal sebagai UP, diikuti kata atau frasa keterangan sebagai Atr Contoh : Koran kemarin pagi, orang tadi. 5) N diikuti FD, maksudnya terdiri dari kata atau frase nominal sebagai UP, diikuti frasa depan sebagai Atr. Contoh: beras dari Jepang, buku untuk teman. 6) N didahului Bil, maksudnya terdiri dari kata atau frase nominal sebagai UP, didahului oleh kata atau frase bilangan sebagai Atr, contoh : Dua kertas kerja, lima kodi kain batik, sepuluh ekor ayam. 7) N didahului Sd, maksudnya terdiri dari kata atau frase nominal sebagai UP didahului oleh kata sandang sebagai Atr, contoh : Si Ahmad, sang Kancil. 8) Yang diikuti N, maksudnya terdiri dari kata yang sebagai penanda, diikuti kata atau frase nominal sebagai aksisnya. Misalnya : yang ini, yang itu. 9)Yang diikuti V, maksudnya terdiri dari kata yang sebagai penanda, diikuti kata atau frase verbal sebagai aksisnya. Contoh : yang terpandai, yang sangat menderita. 10) Yang diikuti Bil, maksudnya terdiri dari kata yang sebagai penanda, diikuti kata atau frase bilangan sebagai aksisnya, contoh: yang dua, yang tiga buah, yang sepuluh biji. 11) Yang diikuti Ket, maksudnya terdiri dari kata yang sebagai pendanda, diikuti kata atau frase keterangan, contoh : yang kemarin siang, yang tadi. 12) Yang diikuti FD, maksudnya terdiri dari kata yang sebagai penanda, diikuti frase depan sebagai aksisnya,contoh : yang dari Semarang, yang untuk Ahmad.

30 Metode Penelitian Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993: 5-7) Metode pengumpulan data Melalui program kemitraan yang dijalin antara GXUN dan Universitas Ahmad Dahlan, setiap tahun mahasiswa Tiongkok dapat belajar di Universitas Ahmad Dahlan melalui skema kerjasama program 2+2, 3+1 atau skema program beasiswa dari pemerintah Indonesia yaitu program Darmasiswa RI. Universitas Ahmad Dahlan merupakan salah satu penyelenggara program BIPA dan mayoritas pembelajarnya berasal dari China. Jumlah mahasiswa asing terutama yang berasal dari China setiap tahun terus bertambah. Berdasarkan data dari Kantor Urusan Internasional UAD, tercatat 5 mahasiswa asing belajar di UAD pada tahun 2007, 9 orang pada tahun 2008, 44 orang pada tahun 2009 dan 2010, 99 orang pada 2011, 75 orang pada tahun 2012, 116 orang pada tahun 2013 dan bertambah pesat pada TA 2014/2015 yakni sejumlah 169 mahasiswa asing Pada tahun ajaran 2013/2014 ini tercatat sebanyak 169 mahasiswa China yang belajar di program Indonesian Culture and Language Course (ICLC) UAD. Program BIPA ini diperuntukkan kepada mahasiswa pertukaran yang akan memasuki perkuliahan di berbagai jurusan sebagai kelas persiapan bahasa Indonesia dimana kegiatan belajar dan mengajarnya diselenggarakan menggunakan bahasa Indonesia. Pada tahap penyediaan data, data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode sadap dengan beberapa teknik yaitu melalui pengamatan langsung

31 31 (observasi) pengumpulan tulisan pembelajar BIPA dari China dalam program Darmasiswa RI. Data dalam penelitian ini merupakan kumpulan karangan yang ditulis oleh 19 orang mahasiswa yang mengambil mata kuliah Menulis II pada semester genap tahun Kumpulan karangan tersebut merupakan hasil tugas menulis atau ujian selama mengikuti kuliah yang terdiri atas berbagai tipe dan topik, seperti cerita harian, cerita pendek, dan karangan dengan topik yang ditentukan oleh dosen maupun topik yang dipilih oleh pembelajar. Karangan-karangan tersebut berjumlah 80 karangan. Jumlah kalimat yang diambil secara utuh dan dianalisis adalah sejumlah 438 kalimat dan berdasarkan hasil analisis ditemukan 151 data kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis, baik frasa maupun klausa. Pengamatan dilakukan pada pembelajar BIPA dari Tiongkok yang mengikuti perkuliahan di program Darmasiswa RI di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013. Para pembelajar BIPA dari Tiongkok tersebut berada pada tingkat menengah dalam kecapakan berbahasa Indonesia. Hal ini dapat diketahui melalui lamanya studi yaitu 2 (dua) tahun pada jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Guangxi University for Nationalities (GXUN). Data kesalahan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil karangan kelas menulis yang berjumlah 80 hasil karangan. Data mengenai penyebab-penyebab kesalahan diperoleh melalui wawancara dan pengamatan pada masing-masing pembelajar yang merupakan informan dalam penelitian ini. Objek dalam penelitian ini adalah kesalahankesalahan sintaksis dalam karangan yang dihasilkan oleh pembelajar BIPA penutur dari Tiongkok.

32 Analisis Data Pada tahap analisis data, data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan cara mengelompokkan bentuk-bentuk kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis dalam kartu data kemudian menganalisisnya. Corder (1974) menawarkan lima langkah analisis kesalahan, yaitu (1) mengumpulkan contoh kesalahan dari pembelajar bahasa, (2) mengidentifikasi kesalahan pembelajar bahasa, (3) mendeskripsikan kesalahan pembelajar bahasa, (4) menjelaskan kesalahan pembelajar bahasa, dan (5) mengevaluasi kesalahan pembelajar bahasa (Ellis, 1995:48). Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga akan dilakukan proses penentuan kesalahan seperti yang dikemukakan oleh Corder dan Lee Jung Hui (2003:74-77). Langkah-langkah penentuan tersebut sebagai berikut. Pertama, meneliti semua kalimat dalam data yang telah dikumpulkan, baik kalimat yang benar maupun kalimat yang salah untuk melihat bentuk-bentuk bahasa si pembelajar secara keseluruhan. Kedua, membedakan kalimat yang salah dan yang benar berdasarkan kaidah penggunaan bahasa sasaran sebagaimana digunakan oleh penutur asli bahasa sasaran. Ketiga, memperbaiki kesalahan dengan catatan bahwa arti atau kalimat harus tetap sama. Keempat, mengklasifikasi tipe kesalahan ke dalam penentuan kategori, yakni kesalahan dalam kategori frasa dan klausa.

33 Metode Penyajian Data Hasil penelitian ini akan disajikan secara formal dan informal. Secara informal, hasil penelitian akan dibahas secara deskriptif menggunakan bahasa yang mudah dipahami sedangkan secara formal, hasil penelitian akan dikemukakan dengan bagan, tabel, dan lambang. 1.9 Sistematika Penyajian Hasil penelitian akan disajikan dalam 4 bab, dengan rincian sebagai berikut; Bab I akan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian; tersaji dalam manfaat praktis dan teoritis, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi kesalahan struktur sintaksis pembelajar Tiongkok pada tataran frasa. Bab III berisi penjelasan penyebab kesalahan struktur sintaksis pembelajar Tiongkok pada tataran klausa. Bab IV berisi faktor-faktor penyebab kesalahan berbahasa, Bab V penutup berisi kesimpulan dan saran

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya kesulitan-kesulitan pada pembelajar BIPA. Faktor pertama adalah ciri khas bahasa sasaran. Walaupun bahasabahasa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Bahasa juga merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari dan menjadi jembatan dalam bersosialisasi dengan manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarnegara, sehingga wajib dikuasai oleh pembelajar bahasa. Bahasa Inggris

BAB I PENDAHULUAN. antarnegara, sehingga wajib dikuasai oleh pembelajar bahasa. Bahasa Inggris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi seperti saat ini manusia dituntut untuk menguasai ketrampilan berbahasa terutama berbahasa asing. Bahasa Inggris adalah salah satu bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

PENELITIAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

PENELITIAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PENELITIAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA Reni Supriani Ida Rahmadani Siregar Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia PPs Universitas Negeri Medan e-mail : Gwe.rheniy@gmail.com Ida13.rafa@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program pengajaran bahasa Indonesia yang ditujukan untuk penutur asing. Pembelajar asing yang belajar bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya dituntut untuk memiliki kemampuan lebih baik dalam memahami bahasa asing tersebut dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing? Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, ia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

+KESALAHAN MORFOLOGIS DALAM KEMAMPUAN WAWANCARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP IT CAHAYA ISLAM (Penelitian Analisis Isi) WILDA ISTIANA NASUTION

+KESALAHAN MORFOLOGIS DALAM KEMAMPUAN WAWANCARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP IT CAHAYA ISLAM (Penelitian Analisis Isi) WILDA ISTIANA NASUTION +KESALAHAN MORFOLOGIS DALAM KEMAMPUAN WAWANCARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP IT CAHAYA ISLAM (Penelitian Analisis Isi) WILDA ISTIANA NASUTION Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa, seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa, seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa, seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain. Dengan bahasa, juga akan terjadi hubungan timbal balik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Berdasarkan penelitian yang telah pernah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Berdasarkan penelitian yang telah pernah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelitian yang telah pernah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa penelitian yang memiliki kesamaan dan kaitan yang erat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hendra Setiawan, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hendra Setiawan, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis karya ilmiah merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh mahasiswa. Hampir semua mata kuliah memberikan tugas besar berupa karya ilmiah, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena dalam kehidupannya manusia tidak terpisahkan dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa, manusia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah kebutuhan setiap manusia. Komunikasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah kebutuhan setiap manusia. Komunikasi dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkomunikasi adalah kebutuhan setiap manusia. Komunikasi dapat dilakukan secara langsung (komunikasi lisan) dan tidak langsung (komunikasi tertulis). Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

JURNAL. Javanese Language Interferance in Language Essay of Fifth Grader in MI Yaa Bunayya Dandong Srengat Blitar

JURNAL. Javanese Language Interferance in Language Essay of Fifth Grader in MI Yaa Bunayya Dandong Srengat Blitar JURNAL INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V MI YAA BUNAYYA DANDONG SRENGAT KABUPATEN BLITAR TAHUN AJARAN 2015-2016 Javanese Language Interferance in Language Essay of

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN EJAAN PADA MAKALAH MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAMULANG

ANALISIS KESALAHAN EJAAN PADA MAKALAH MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAMULANG ANALISIS KESALAHAN EJAAN PADA MAKALAH MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAMULANG HERI INDRA GUNAWAN 1, SAPTINA RETNAWATI 2 Dosen Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis.

BAB I PENDAHULUAN. Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis. Menulis esai dalam bahasa Inggris membutuhkan kemampuan dalam memilih kata dan menggunakan

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Frasa Verba Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA RAGAM TULIS SISWA

KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA RAGAM TULIS SISWA KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA RAGAM TULIS SISWA Kata Kunci : Azhar Umar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini mengkaji kemampuan guru bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

URUTAN PEMEROLEHAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR NURHAYATI FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA

URUTAN PEMEROLEHAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR NURHAYATI FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA URUTAN PEMEROLEHAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR NURHAYATI FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA. PENDAHULUAN bahasa adalah salah satu cara manusia untuk dapat menguasai dan menggunakan suatu

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS Latifah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung Latifahtif357@gmail.com Abstrak Sintaksis

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat penting untuk dipelajari. Sebagai bahasa internasional, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat penting untuk dipelajari. Sebagai bahasa internasional, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Inggris merupakan bahasa asing utama yang dikenal, menarik, dan sangat penting untuk dipelajari. Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris umumnya diajarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki status sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang kebanggaan

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak lepas dengan berkomunikasi untuk bersosialisasi antar orang. Biasanya seseorang berkomunikasi bertujuan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk

BAB I PENDAHULUAN. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan manusia dalam berbahasa yang merupakan komponen linguistik. Penggunaan

Lebih terperinci

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai Sistem Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai sebuah sistem Bahasa terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur. Unsur-unsur

Lebih terperinci

, 2015 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA RAGAM TULIS DALAM SURAT PRIBADI MAHASISWA KOREA DI YOUNGSAN UNIVERSITY

, 2015 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA RAGAM TULIS DALAM SURAT PRIBADI MAHASISWA KOREA DI YOUNGSAN UNIVERSITY BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Orang Indonesia pasti pandai berbahasa Indonesia, orang Belanda pasti pandai berbahasa Belanda, orang Jepang pasti pandai berbahasa Jepang, orang Korea tentu

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : 1402408239 BAB 6 SINTAKSIS Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan kata tattein yang berarti menempatkan. Secara etimologi sintaksis berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kontak antara pemakai bahasa Arab dengan penduduk Indonesia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kontak antara pemakai bahasa Arab dengan penduduk Indonesia, yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Arab, apabila kita lihat sejarahnya, bukanlah bahasa yang asing di Indonesia. Kontak antara pemakai bahasa Arab dengan penduduk Indonesia, yang saat itu lebih

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Wayan Yuni Antari 1*, Made Sri Satyawati 2, I Wayan Teguh 3 [123] Program Studi Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi akan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. Dalam masyarakat moderen, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Analisi kesalahan, fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon

Kata Kunci: Analisi kesalahan, fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon ABSTRAK Analisis Kesalahan Berbahasa Mahasiswa Semester I Fakultas Pertanian Universitas Tridinanti Palembang F.A. Milawasri, M.Pd. NIDN 1018107103 Kesalahan merupakan sisi yang cacat pada ujaran atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. 1 PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. Dalam interaksi sosial masyarakat Jawa, lebih cenderung menggunakan komunikasi

Lebih terperinci