BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program pengajaran bahasa Indonesia yang ditujukan untuk penutur asing. Pembelajar asing yang belajar bahasa Indonesia adalah pembelajar yang berkebangsaan non- Indonesia dan berbahasa ibu bukan bahasa Indonesia. Pembelajar BIPA biasanya merupakan pembelajar yang memiliki latar belakang budaya berbeda dengan budaya bahasa yang dipelajarinya. Umumnya pembelajar BIPA merupakan pembelajar dewasa yang belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing atau bahasa kedua. Pembelajaran BIPA tidak hanya dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa dan budaya Indonesia kepada penutur asing, melainkan juga memperkenalkan bahasa Indonesia menjadi sebuah bahasa komunikasi praktis untuk berbagai kepentingan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dardjowidjojo (2003:26) yang menyebutkan bahwa pembelajar BIPA umumnya merupakan kalangan ekspatriat atau orang asing yang memiliki motivasi instrumental. Motivasi instrumental merupakan motivasi keinginan belajar bahasa kedua sebagai alat untuk memperoleh pekerjaan atau mendapatkan nilai kelulusan telah mempelajari suatu bahasa. Motivasi instrumental sangat berpengaruh terhadap peserta BIPA karena pembelajar yang mempunyai motivasi instrumental 1

2 2 diprediksi akan mempunyai filter tinggi yang disebabkan oleh keberadaan motivasi dan akan berhenti ketika pembelajar sudah meraih atau mencapai apa yang diinginkan. Pembelajaran BIPA dapat dilaksanakan di dalam maupun di luar Indonesia. Pembelajaran BIPA di luar negeri telah dilakukan hampir di seluruh benua, program BIPA telah diselenggarakan di kurang lebih 45 negara, dengan 174 tempat pelaksanaan yang tersebar di negara-negara di dunia. Lembaga penyelenggara yang dimaksud pada umumnya berupa perguruan tinggi dan selebihnya berupa lembaga kebudayaan atau lembaga khusus. Salah satu negara yang banyak menyelenggarakan pembelajaran bahasa Indonesia ialah Amerika. Kurang lebih terdapat 13 universitas dan departemen khusus (Defense Language Institute) milik departemen pertahanan Amerika yang mengakomodasi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai jurusan, program studi atau bahasa pilihan. Selain itu, terdapat tiga organisasi nonprofit Amerika yang secara rutin menyelenggarakan program bahasa Indonesia. Organisasi tersebut adalah Southeast Asian Studies Summer Institute (SEASSI), Consortium of Teaching Indonesian-Malay (COTIM), dan United State-Indonesia (USINDO), serta pada tahun 2010 diselenggarakan organisasi program bahasa Indonesia baru yang disebut dengan Critical Language Scholarship (CLS). Kesalahan merupakan suatu bagian belajar yang tidak terhindarkan. Setiap pembelajar bahasa umumnya mengalami kesalahan dalam berbahasa sasaran. Masalah-masalah tersebut juga dapat timbul dalam pembelajaran BIPA dikarenakan pembelajar kurang menguasai tata bahasa Indonesia, kurang

3 3 memahami kandungan makna dari bentukan kata dalam kalimat, satuan-satuan linguistik yang menjadi unsur pembangun kalimat bahasa Indonesia belum dikuasai secara matang, serta penggunaan bahasa Indonesia yang masih dipengaruhi oleh penggunaan bahasa ibu atau bahasa pertamanya. Kesalahan berbahasa dalam bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan dalam berbagai tataran. Pertama, berdasarkan tataran linguistik, kesalahan berbahasa dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa di bidang fonologi, morfologi, sintaksis (frasa, klausa, kalimat), semantik, dan wacana. Kedua, berdasarkan kegiatan berbahasa atau ketrampilan berbahasa dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Ketiga, berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan dapat berwujud kesalahan berbahasa secara lisan dan secara tulis. Keempat, berdasarkan penyebab kesalahan dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa karena pengajaran dan kesalahan berbahasa karena interferensi. Kelima, kesalahan berbahasa berdasarkan frekuensi terjadinya dapat diklasifikasikan melalui kesalahan berbahasa paling sering, sering, sedang, kurang, dan jarang terjadi. Penelitian ini akan mengkaji salah satu aspek tataran linguistik, yaitu morfologi. Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang tatabentuk dan proses pembentukan kata. Di dalam proses morfologi bahasa Indonesia terdapat tiga proses pembentukan kata, yaitu afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan. Dari ketiga proses tersebut, peneliti membatasi penelitian ini pada ranah kesalahan kata kerja berafiks yang digunakan. Hal tersebut sesuai dengan Susanto (2001) yang menjelaskan bahwa kesulitan fundamental yang sering dialami oleh pembelajar

4 4 asing dalam belajar bahasa Indonesia adalah kesulitan memahami proses pengimbuhan atau afiksasi. Kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa yang diteliti dalam penelitian ini adalah keterampilan menulis. Di bawah ini adalah contoh kesalahan kata kerja yang terjadi dalam karangan. *(1) Jadi, pemerintah bisa membuat aturan di mana mentebang menjadi kegiatan ilegal. *(2) Akhirnya, siswa bisa mengadiri SMA selama tiga tahun. *(3) Setelah kedelai rebus sudah dingin, pembuat tempe mecampur ragi dan kedelai rebus itu. Kesalahan berbahasa pada tataran morfologi ditemukan dalam kata bercetak tebal di atas. Pada data nomor (1) kesalahan pembentukan kata kerja dikarenakan fonem yang seharusnya luluh dalam proses afiksasi tidak diluluhkan. Kaidah afiksasi awalan {men-} jika digabungkan dengan kata berfonem awal /t/ seharusnya luluh menjadi {men-}. Pada data nomor (2) kesalahan pembentukan kata kerja dikarenakan fonem yang seharusnya tidak luluh dalam proses afiksasi, diluluhkan. Kaidah afiksasi awalan {men-} jika digabungkan dengan kata berfonem awal /h/ seharusnya tidak luluh. Kalimat tersebut tidak hanya mempunyai kesalahan pembentukan kata, tetapi juga kalimat tersebut tidak berterima. Kalimat nomor (2) dianggap tidak berterima dapat dikarenakan terdapat kata bentukan yang tidak tepat. Kata menghadiri mempunyai makna mengunjungi (pertemuan, rapat); mengikuti (ceramah, upacara) kata yang tepat untuk kalimat tersebut adalah kata menemupuh yang berarti melalui atau menyusuri, mengikuti (kursus, pelajaran, sekolah dsb). Pada data nomor (3) kesalahan pembentukan kata kerja terjadi dengan membubuhkan prefiks {men-} dalam kata campur, tetapi bentukan kata yang dihasilkan tidak sesuai dengan

5 5 tatabahasa. Seharusnya dalam kaidah afiksasi awalan {men-} jika digabungkan dengan kata berfonem awal /c/ terbentuk nasal sebelum kata dasar yang menjadi mencampur. Pembenaran untuk kata bercerak tebal pada data nomor (1), (2), (3) adalah sebagai berikut. (1a) Jadi, pemerintah bisa membuat aturan di mana menebang menjadi kegiatan ilegal. (2a) Akhirnya, siswa bisa menempuh SMA selama tiga tahun. (3a) Setelah kedelai rebus sudah dingin, pembuat tempe mencampur ragi dan kedelai rebus itu. Kesalahan berbahasa Indonesia dalam tataran morfologi tidak hanya dikarenakan fonem yang seharusnya luluh tidak diluluhkan dan sebaliknya. Namun terdapat pula interferensi dari bahasa pertama yang mempengaruhi pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. *(4) Dalam berdialogue kami mencari banyak persoalan antara kedua negara. Pada kata kerja dicetak tebal di atas, dapat diketahui bahwa kata dasar yang digunakan adalah dialogue. Kata dasar tersebut masih berupa kata dasar dalam bahasa ibu pembelajar yaitu bahasa Inggris. Meskipun dalam bahasa Indonesia juga terdapat kata serapan dari bahasa Inggris yaitu dialog. Tetapi kata berdialog tidak berterima dalam kalimat tersebut. Hal itu dikarenakan kata dialog dalam KBBI mempunyai makna percakapan (dalam sandiwara, cerita dsb), karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih. Kata yang tepat untuk sehingga berterima dalam kalimat tersebut adalah kata diskusi. Kata diskusi mempunyai makna pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Hal tersebut termasuk dalam kategori kesalahan dalam ranah performansi. Faktor performansi menghasilkan kekeliruan (mistake) berbahasa. Kekeliruan

6 6 merupakan penyimpangan yang tidak sistematis. Hal tersebut terjadi dapat dikarenakan salah dengar dari ucapan yang ditulis ke dalam bahasa tulis. Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan tersebut dapat dikategorikan sebagai kesalahan interlingual atau interferensi. Kesalahan tersebut bersumber dari pengaruh bahasa pertama terhadap bahasa kedua. Pembenaran untuk kata bercerak tebal pada data nomor (4) adalah sebagai berikut. (4a) Dalam diskusi, kami mencari banyak persoalan antara kedua negara. Kesalahan penggunaan afiks dapat terjadi dalam pembelajaran bahasa indonesia bagi penutur asing. Kesalahan penggunaan gabungan afiks {di-kan} dan {di-i} adalah sebagai berikut. *(5) Saya baru tahu kalau silat bisa di ajari oleh perempuan dan laki-laki. *(6) Menurut Mustofa, terkadang pemerintah pusat sering memberikan bantuan yang tidak sesuai dengan apa yang di perlukan oleh daerah. Pada contoh di atas, dapat dilihat bahwa pada kalimat (5) dan (6) di- berfungsi sebagai preposisi. Namun jika kalimat tersebut dibaca secara seksama, maka akan terlihat bahwa di- sebagai bagian dari kata sesudahnya. Dapat diartikan bahwa dalam kalimat (5) dan (6) di- merupakan gabungan afiks yaitu {di-i} dan {di-kan}. Kerancuan penggunaan di- sebagai awalah dan di- sebagai preposisi muncul dalam karangan mahasiswa asing. Pada kalimat nomor (5) terjadi kesalahan penggunaan gabungan afiks dalam kalimat, pembelajar masih rancu menggunakan {di-i} dan {di-kan}. Pembelajar mengalami kesulitan dalam membentuk verba dari konstruksi pasif. Kesalahan pada bagian ini dapat disebabkan karena pembelajar belum menguasai kaidah pembentukan konstruksi pasif dalam bahasa indonesia. Bentuk dasar ajar

7 7 seharusnya diberi imbuhan {di-kan} menjadi diajarkan supaya membentuk verba pasif yang tepat. Perbaikan dapat dilihat pada konstruksi (5a) dan (6a). (5a) Saya baru tahu kalau silat bisa diajarkan oleh perempuan dan lakilaki. (6a) Menurut Mustofa, terkadang pemerintah pusat sering memberikan bantuan yang tidak sesuai dengan apa yang diperlukan oleh daerah. Penutur asli bahasa Indonesia hampir tidak pernah menemukan kesulitan dalam membentuk kata dengan afiks, tetapi penutur asing banyak mendapatkan kesulitan karena ketidaktahuan atau ketidakmengertian tentang kaidah-kaidah tatabahasa Indonesia yang masih samar atau belum jelas. Kesalahan penggunaan kata kerja dapat berdampak pada kesalahan ketidakberterimaan sebuah kalimat. Pembelajara BIPA menarik untuk diteliti. Dipilihnya pembelajar BIPA sebagai subjek penelitian karena belum banyak peneliti yang meneliti tentang pembelajar bahasa Indonesia untuk penutur asing, khususnya mahasiswa Amerika sebagai subjek penelitian. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan masakah dari penelitian ini dikemukakan sebagai berikut. 1) Bagaimana wujud kesalahan pembentukan kata kerja oleh mahasiswa Amerika? 2) Apa penyebab kesalahan pembentukan kata kerja oleh mahasiswa Amerika?

8 8 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini, tujuan penelitiandapat diketahui sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan wujud kesalahan pembentukan kata kerja oleh mahasiswa Ameika. 2) Menjelaskan penyebab kesalahan pembentukan kata oleh mahasiswa Amerika. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengetahuan, pembelajaran, dan penelitian tentang BIPA dalam kajian morfologi khususnya mengenai pembentukan kata kerja. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan proses belajar untuk menerapkan ilmu yang sudah didapat dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan manfaat sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pengajar BIPA untuk mengetahui bahwa kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi. Sehingga pengajar BIPA lebih menyeimbangkan pengajaran tidak hanya dalam tataran sintaksis tetapi juga dalam tataran morfologi. Hal tersebut dapat

9 9 meningkatkan penguasaan bahasa sasaran dan meminimalisasi kesalahan pembentukan kata dalam kalimat. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap yang dilakukan oleh para pembelajar BIPA yang berbahasa ibu bukan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, baik dalam bentuk penelitian maupun jurnal. Berikut ini merupakan penelitian yang mempunyai relevansi terhadap penelitian ini. Dalam jurnal, Nugraha (2000) dengan judul Kesalahan-kesalahan Berbahasa Indonesia Pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa Asing menjelaskan tentang bentuk-bentuk kesalahan berbahasa Indonesia pembelajar BIPA di Indonesian Language and Culture Intensive Course (ILCIC) Universitas Sanata Dharma tahun yang berjumlah 70 karangan. Dalam penelitian ini menjelaskan kesalahan berbahasa dari segi morfologi, sintaksis, dan semantik. Penelitian tersebut juga memberikan contoh bentuk-bentuk kesalahan dan memberikan pembenaran bagaimana kalimat yang benar, tetapi belum ada penjelasan mengapa kesalahan tersebut dapat terjadi dihubungkan dengan karakter dan bahasa ibu pembelajar bahasa. Susanto (2001) dalam bentuk tulisan di jurnal berjudul Pengembangan Bahan Ajar BIPA Berdasarkan Kesalahan Bahasa Indonesia Pembelajar Asing menjelaskan tentang kesalahan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh pembelajar asing. Tulisan tersebut menitikberatkan analisisnya pada pengembangan bahan

10 10 ajar BIPA. Hasil analisis kesalahan dapat didayagunakan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan program BIPA, salah satunya untuk meningkatkan mutu bahan ajar BIPA. Penelitian ini masih bersifat umum, hanya menjelaskan ragam kesalahan berbahasa yang dihubungkan dengan bahan ajar yang digunakan. Belum banyak disertasi yang membahas secara menyeluruh tentang pembelajaran BIPA. Salah satu disertasi yang membahasa tentang BIPA adalah disertasi Widodo (2004) berjudul Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model Tutorial: Studi Kasus Pembelajaran BIPA Tingkat Pemula pada Program Center for Indonesian Studies Universitas Negeri Malang.Dalam disertasi tersebut dijelaskan secara terperinci tentang hakikat dan kedudukan BIPA di Indonesia pada umumnya dan di universitas terteliti pada khususnya. Penelitian tersebut menitikberatkan pada pencapaian hasil pembelajaran BIPA dengan model tutorial. Penelitian ini praktis mengarah pada ranah pengajaran dan hasil pembelajaran BIPA. Tidak banyak disinggung tentang ranah linguistik. Penelitian berwujud tesis Seon-hee (2009) berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Korea (Studi Kasus Karangan Mahasiswa Jurusan Bahasa Korea, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada) menunjukkan kesalahan pelafalan yang tercermin pada penulisan bahasa Korea. Penelitian tersebut lebih fokus pada ranah fonologi khususnya dalam membedakan bunyi dalam pasangan minimal. Faktor penyebab kesalahan dalam bidang fonologi antara bahasa ibu (bahasa Indonesia) dan bahasa sasaran (bahasa Korea) menyebabkan interferensi negatif pada bahasa sasaran.

11 11 Penelitian Primantari (2012) dengan judul Analisis Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia pada Tataran Sintaksis oleh Pembelajar BIPA dari Korea. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pembelajar BIPA dari Korea melakukan kesalahan dalam tataran sintaksis, yaitu pada tataran frasa dan tataran klausa. Faktor penyebab kesalahan dibedakan menjadi faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor linguistik dipengaruhi oleh proses interlingual dan interferensi bahasa Korea. Faktor-faktor nonlinguistik adalah lingkungan pembelajaran bahasa Indonesia yang kurang kondusif dan kebiasaan menggunakan bahasa informal dalam karangan. 1.6 Landasan Teori Analisis Kesalahan Analisis kesalahan merupakan bidang kajian linguistik yang masuk dalam kajian linguistik terapan. Penerapan analisis kesalahan dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki dan membantu proses belajar mengajar bahasa sasaran. Tujuan dari analisis kesalahan dapat memudahkan dan membantu pengajar mengidentifikasi, mengklasifikasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua. Sesuai dengan Pateda (1989: 35) menyatakan bahwa analisis kesalahan dimaksudkan supaya pengajar mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pembelajar, memperbaiki metode atau teknik pengajaran serta dapat membantu merencanakan sistem dan rencana pengajaran bahasa sasaran dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.

12 12 Dalam analisis kesalahan terdapat dua faktor penyebab terjadinya kesalahan, diantaranya adalah faktor performansi (performance) dan faktor kompetensi (competence). Faktor performansi menghasilkan kekeliruan (mistake) dan faktor kompetensi menghasilkan (error). Kekeliruan merupakan penyimpangan yang tidak sistematis, misalnya karena kelelahan, emosi atau salah ucap (Pateda, 1989:32). Dulay (1982:139) menjelaskan bahwa kesalahan yang disebabkan oleh performansi merujuk kepada penyimpangan kebahasaan yang dihasilkan oleh pembelajar. Hal tersebut disebabkan oleh sistem pengetahuan pembelajar untuk memperoleh bahasa target masih dalam tahap perkembangan. Kesalahan merupakan bentuk bahasa yang tidak benar secara gramatikal baik yang diucapkan, ditulis, didengar atau dibaca. Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu teknik untuk mengidetifikasi dan menginterpretasi secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan linguistik (Crystal via Pateda, 1989:32) Morfologi dan Proses Morfologis Morfologi merupakan suatu cabang linguistik mempelajari struktur, bentuk-bentuk kata, dan mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Secara umum morfologi merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari bentuk dan proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata

13 13 tersebut dapat berpengaruh terhadap perubahan bentuk kata dan juga terhadap golongan dan arti kata. Proses morfologis yang terdapat dalam tataran morfologi merupakan tataran linguistik yang identik dengan tata kata atau tata bentuk. Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses pembentukan kata. Proses afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan termasuk dalam proses morfologis atau proses pembentukan kata. Proses afiksasi (affixation) disebut juga dengan proses pengimbuhan. Afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah kata dasar atau bentuk dasar (Chaer, 2003:177). Proses penambahan afiks biasanya dapat mengubah kelas kata atau makna dari bentuk dasar yang dikenal sebagai proses afiksasi derivasional. Penambahan afiks yang tidak disertai dengan perubahan kelas kata ataupun makna dari bentuk dasar dikenal dengan afiksasi inflesional. Proses pengimbuhan terbagi menjadi beberapa jenis, hal ini bergantung pada letak atau di mana posisi afiks tersebut digabung dengan kata yang dilekatinya. Dilihat dari posisi melekatnya dengan bentuk dasar biasanya dibedakan adanya; prefiks (awalan) yaitu imbuhan yang melekat di depan kata dasar; sufiks (akhiran) adalah imbuhan yang melekat di belakang kata dasar; infiks (sisipan) adalah afiks yang diselipkan di tengah kata dasar; dan konfiksadalah imbuhan yang berupa morfem terbagi, bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Gabungan afiks merupakan morfem terbagi, maka kedua bagian dari afiks dianggap sebagai satu kesatuan dan pengimbuhannya dilakukan sekaligus, tidak ada yang lebih dahulu serta tidak ada yang lebih kemudian.

14 14 Reduplikasi atau perulangan adalah sebuah proses morfologis untuk membentuk morfem baru dengan melakukan pengulangan sehingga memunculkan morfem ulang. Reduplikasi adalah proses morfemis dengan mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi (Chaer, 2003:182). Reduplikasi adalah proses pmbentukan kata dengan mengulang bentuk dasar secara utuh, sebaigan, berkombinasi dengan afiks atau dengan perubahan bunyi. Reduplikasi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis.ada dua jenis kata ulang yaitu, (1) kata ulang sesungguhnya atau kata ulang asli, (2) kata ulang semu atau atau kata ulang tidak asli. Kata ulang sesungguhnya atau kata ulang asli dipilah menjadi (a) kata ulang utuh, (b) kata ulang sebagian, (c) kata ulang berimbuhan, dan (d) kata ulang berubah bunyi. Sedangkan kata ulang semu atau kata ulang tidak asli dipilah pada dasarnya bukan kata ulang, tetapi mempunyai bentuk seperti kata ulang. Misalnya laki-laki, cumicumi, kupu-kupu (Sumadi, 2012: ). Pemajemukan atau komposisi adalah hasil dari proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru (Chaer, 2003:185). Proses pemajemukan dapat menghasilkan makna baru dan makna baru tersebut disebut kata majemuk Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Morfologi Kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi sebagian besar berkaitan dengan bahasa tulis. Kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi dapat

15 15 disebabkan oleh berbagai hal. Kesalahan tersebut dapat muncul dalam pembentukan kata dengan menggunakan afiks, reduplikasi atau pemajemukan kata. Salah satu kesalahan berbahasa dalam tataran afiksasi dapat dikarenakan fonem yang seharusnya luluh dalam proses afiksasi, namun tidak diluluhkan. Seperti pada kaidah afiksasi awalan men-, jika fonem /t/, /s/, /p/ seharusnya luluh menjadi men-, meny-, dan mem Tabel Kesalahan Pembentukan Kata Berprefiks Kata dasar Bentuk kesalahan Bahasa Indonesia baku Tebang Mentebang Menebang Sapu Mensapu Menyapu Pinjam Menpinjam Meminjam Garuk Mengaruk Menggaruk Renang Berrenang Berenang Butuh Dibutuh Dibutuhkan Kesalahan pembentukan kata kerja berafiks tidak hanya dalam tataran bentukan kata berprefiks, tetapi juga terdapat kesalahan yang dibentuk dari gabungan afiks atau konfiks. Seperti contoh di bawah ini. 1.2 Tabel Kesalahan Pembentukan Kata Gabungan Afiks Kata dasar Bentuk kesalahan Bahasa Indonesia baku Selesai Menselesaikan Menyelesaikan Hentak Menghentakan Menghentakkan Marah Memarahkan Memarahi Rasa Dirasai Dirasakan Larang Dilarangkan Dilarang Kesalahan-kesalahan tersebut mungkin jarang terjadi bagi penutur asli, namun hal tersebut sangat sukar bagi penutur asing untuk menentukan peluluhan dalam proses afiksasi bahasa Indonesia. Setyawati (2010) mengungkapkan sumber kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi bahasa Indonesia, antara lain:

16 16 1. Penghilangan afiks 2. Bunyi yang seharusnya luluh tidak diluluhkan 3. Peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh 4. Penggantian morf 5. Penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge- 6. Penggunaan afiks yang tidak tepat 7. Penentuan bentuk dasar yang tidak tepat 8. Penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata 9. Pengulangan kata majemuk yang tidak tepat Hampir serupa dengan Setyawati (2010), analisis kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi juga diungkapkan oleh Indihadi (2008). Indihadi membagi kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi menjadi 11 macam yaitu sebagai berikut. 1. Salah penentuan bentuk asal 2. Fonem yang luluh tidak diluluhkan 3. Fonem yang tidak luluh diluluhkan 4. Penyingkatan morfem men-, meny-, meng-, dan menge- menjadi n-, ny-, ng-, dan nge- 5. Perubahan morfem ber-, per- dan ter- menjadi be-, pe-, dan te- 6. Penulisan morfem yang salah 7. Pengulangan yang salah 8. Penulisan kata majemuk serangkat 9. Pemajemukan berafiksasi

17 Pemajemukan dengan afiks dan sufiks 11. Pengulangan kata majemuk Faktor Penyebab Terjadinya Kesalahan Bahasa kedua (B2) merupakan bahasa yang dikuasai manusia setelah menguasai bahasa pertama (B1). Proses pemerolehan B2 dapat disebut sebagai proses pembelajaran bahasaatau language learning. B2 dapat dikuasai dengan proses belajar dengan cara sengaja dan sadar. Terdapat sebuah usia optimal atau periode kritis yang disebut juga dengan periode sensitif dalam mempelajari bahasa kedua. Setelah masa remaja, bahasa harus diajarkan dan dipelajari melalui usaha-usaha secara sadar. Terdapat dua kepercayaan tradisional atau stigma berkaitan dengan karakteristik pembelajar, yaitu usia dan bakat. Usia anak-anak lebih berhasil dalam mempelajari bahasa kedua daripada orang dewasa, serta bakat dalam pembelajaran kedua. Tetapi orang dewasa memiliki kelebihan kognitif dan afektif jika dibandingkan dengan anak-anak.berdasarkan penelitian Wilkins dan Upshur, ditemukan bahwa banyak kesalahan disebabkan oleh faktor psikologi dan pedagogi, sedangkan Corder memberikan salah satu jawaban bahwa ada satu kompetensi transisi ke bahasa kedua (Parera, 1997:137). Ada beberapa pandangan mengenai penyebab kesalahan berbahasa. James (1988:137) menyebutkan dua jenis penyebab kesalahan berbahasa, yaitu (1) kesalahan antarbahasa (interlingual errors) dan (2) intrabahasa (intralingual errors), sedangkan Richards (1974:173) mengklasifikasikan penyebab kesalahan

18 18 berbahasa menjadi tiga jenis, yaitu (1) kesalahan antarbahasa (interlingual errors) atau (interference errors), (2) kesalahan intrabahasa (intralingual errors) dan (3) kesalahan pengembangan (developmental errors). 1. Kesalahan Antarbahasa (Interlingual Errors) Kesalahan interlingual disebut juga kesalahan interferensi. Kesalahan ini merupakan kesalahan yang bersumber dari pengaruh B1 terhadap B2. Tahap awal pembelajaran B2, umumnya ditandai oleh transfer interlingual. Pemindahan unsur-unsur B1 ke B2 yang sedang dipelajari pembelajar. Kesalahan antarbahasa ini mengarah atau mengacu pada interferensi negatif terhadap bahasa sasaran. Jika terdapat kesaamaan dan memberikan kemudahan untuk mempelajari bahasa sasaran, hal itu disebut dengan interferensi positif. 2. Kesalahan Intrabahasa (Intralingual Errors) Kesalahan intrabahasa merupakan kesalahan yang dilakukan pembelajar dalam tahapan perkembangan pembelajaran bahasa sasaran. 3. Kesalahan Pengembangan (Developmental Errors) Kesalahan pengembangan merupakan kesalahan yang sama seperti halnya yang dialami anak kecil ketika mempelajari bahasa pertamanya. Pembelajar mengalami proses-proses yang sama seperti halnya ketika belajar bahasa pertama dan menghasilkan kesalahan-kesalahan umum belajar bahasa. Penyebab kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa sasaran dapat diklasifikasi dari sudut pandang yang berbeda-beda, namun secara garis besar acuan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penyebab kesalahan cenderung

19 19 sama. Berdasarkan taksonomi komparatif menurut Duley (1982) kesalahan dibedakan menjadi empat tataran kesalahan, yaitu: 1. kesalahan interlingual atau interferensi 2. kesalahan intralingual 3. kesalahan ambigu 4. kesalahan unik Taylor (1986) menjelaskan bahwa sumber kesalahan terkait dengan psikolinguistik, epistemik atau bisa juga terletak pada struktur wacana. Bagan berikut ini menggambarkan sumber-sumber kesalahan dari sudut psikolinguistik. 1.1 Bagan Sumber Kesalahan Berbahasa dari Sudut Psikologi TRANSFER KOMPETENSI INTRALINGUAL SUMBER KESALAHAN PERFORMANSI UNIK MASALAH PEMROSESAN STRATEGI KOMUNIKASI

20 20 Dalam kategori strategi performansi, masalah pemrosesan dalam tataran kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi 4 kesalahan, yaitu 1. Penanggalan (omission) Penutur bahasa menanggalkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang diperlukan dalah suatu frasa atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan kontruksi frasa atau kalimat. 2. Penambahan (addition) Penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam satu frasa atau kalimat.akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frasa atau kalimat. 3. Kesalahbentukan (misformation) Penutur bahasa membentuk kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa sasaran. Akibatnya konstruksi frasa atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa. 4. Kesalahurutan (misordering) Penutur bahasa menyusun atau mengurutkan unsur-unsur bahasa dalam suatu konstruksi frasa atau kaliamat di luar kalidah bahasa sasaran. Akibatnya frasa atau kalimat itu menyimpang dari kaidah bahasa. Secara umum, faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran B2 dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor individu pelajar bahasa, dan faktor di luar individu pelajar bahasa. Faktor individu pelajar bahasa meliputi: keyakinan individu dalam belajar bahasa, keadaan afektif individu pelajar bahasa dalam belajar bahasa, dan faktor-faktor umum pelajar bahasa antara lain aspek usia,

21 21 bakat bahasa, gaya belajar, kepribadian pelajar bahasa dan motivasi (Ellis, dalam Susanto 2008). Variabel faktor individu pembelajar dalam belajar bahasa kedua atau bahasa asing telah diidentifikasi oleh para peneliti terdahulu. Faktor-faktor perbedaan individu pembelajar bahasa kedua tersebut juga terjadi ketika pembelajar belajar bahasa asing. Tabel berikut menunjukkan hasil deskripsi dari tiga peneliti yang berbeda dan dengan cara pengklasifikasian yang berbeda pula. 1.3 Tabel Penelitian Faktor Individu Pembelajar Bahasa Altman dan Long Shekan (1989) Larsen-Freeman (1991) (1980) 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pengalaman sebelum belajar bahasa 4. Kemahiran dalam bahasa pertama 5. Faktor Kepribadian 6. Sikap bahasa 7. Sikap dan motivasi 8. IQ 9. Ketertarikan rasa bahasa 10. Pilihan sosial 11. Gaya kognitif 12. Strategi pembelajar 1. Sikap bahasa 2. Motivasi 3. Strategi belajar bahasa 4. Faktor kognitif dan efektif a. Kepribadian terbuka/tertutu p b. Risk-taking (takut berbicara salah) c. Kecerdasan d. Latar e. Keinginan 1. Umur 2. Faktor sosiopsikologis a. Motivasi b. Sikap 3. Kepribadian a. Self-esteem b. Estrovet c. Kecemasan d. Risk-taking e. Sense penolakan f. Emphaty g. Rintangan h. Toleransi ambigu 4. Gaya kognitif a. Latar indept/dept b. Luas kategori c. Eflexivity/impulse d. Dengar/lihat e. Analitik/gestalt 5. Spesifikasi wilayah 6. Strategi belajar 7. Faktor lain-lain seperti memori dan jenis kelamin (dalam Susanto, 2008) Terdapat berbagai kendala yang menghambat pelajar asing untuk menguasai bahasa Indonesia, salah satunya adalah kesalahan dalam penulisan

22 22 bahasa sasaran. Kesalahan berdasarkan taksonomi linguistik dapat dikategorikan sebagai berikut, yaitu kesalahan dalam aspek fonologis, kesalahan dalam aspek morfologis, kesalahan dalam aspek sintaksis, dan kesalahan dalam aspek wacana. Dari keempat aspek tersebut, peneliti memfokuskan pada aspek morfologi sebagai subjek penelitian. Berdasarkan taksonomi strategi permukaan, kesalahan dapat dikategorikan menjadi empat jenis, yakni kesalahan berbahasa berupa penglihatan (pelajar menghilangkan kata tugas dan fungsi gramatikal tertentu dalam kalimat), kesalahan penambahan (ditandai oleh hadirnya suatu unsur yang seharusnya tidak perlu), kesalahan yang berupa salah bentuk (ditandai oleh bentukan atau struktur yang salah), dan kesalahan yang berupa salah urut (ditandai oleh penempatan yang tidak benar bagi morfem atau kelompok morfem dalam suatu ujaran) (Burt dalam Suyitno, 2005:79). 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penggunaan penelitian kualitatif dalam penelitian ini didasarkan atas dua pertimbangan. Pertama, pengembangan konsep didasarkan atas data yang ada. Kedua, penelitian ini bersifat deskriptif, artinya penelitian yang berusaha membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan.

23 23 Dengan demikian, pemilihan ancangan deskriptif didasarkan pertimbangan bahwa penelitian inidilaksanakan terhadap gejala yang sudah terjadi, dilaksanakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan fenomena kebahasaan sebagaimana adanya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan deskripsi objektif tentang kesalahan pembentukan kata kerja dalam karangan berbahasa Indonesia mahasiswa Amerika. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni (1) metode pengumpulan data, (2) metode analisis data, dan (3) metode penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:57) Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan data adalah metode simak sebagai teknik dasar dan teknik catat sebagai teknik lanjutannya. Metode simak dalam hal ini teknik simak bebas libat cakap yang digunakan dengan menyimak penggunaan kata kerja dalam karangan. Teknik lanjutan yang digunakan oleh peneliti yakni teknik catat yaitu mencatat data yaitu kata-kata dalam kalimat yang kesemuanya merupakan kata kerja berafiks. Jumlah mahasiswa program CLS tahun 2013 sebanyak 29 mahasiswa, terbagi dalam 6 tingkat, yaitu tingkat pemula 1A berjumlah 5 mahasiswa, tingkat pemula 1B berjumlah 4 mahasiswa, tingkat pemula 2 berjumlah 4 mahasiswa, tingkat madya 1 berjumlah 4 mahasiswa, tingkat madya 2 berjumlah 7 mahasiswa dan tingkat mahir berjumlah 3 mahasiswa. Dari keenam tingkat kemahiran berbahasa mahasiswa program CLS tahun 2013, dipilih mahasiswa tingkat madya dan mahir sebagai sumber data penelitian dikarenakan mahasiswa-mahasiswa

24 24 tersebut mempunyai pengalaman belajar bahasa indonesia sebelumnya sehingga bentukan kata yang dihasilkan diharapkan lebih beragam dan kompleks dibandingkan dengan mahasiswa tingkat pemula. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kumpulan karangan yang ditulis oleh 7 mahasiswa tingkat madya dan 3 mahasiswa tingkat mahir. Karangan-karangan tersebut berjumlah 60 karangan. Jumlah kata yang di dalamnya terdapat kesalahan pembentukan kata kerja berafiks yang dianalisis berjumlah 180 buah dalam kalimat. Mahasiswa CLS tahun 2013 terdaftar sejak tanggal 4 Juni 2013 sampai 5 Agustus 2013 (9 minggu) telah mengikuti pembelajaran BIPA di Center Indonesian Studies (CIS) BIPA, Fakultas Sastra, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Universitas Negeri Malang. Mahasiswa CLS 2013 merupakan mahasiswa dari berbagai universitas di Amerika, berkebangsaan Amerika dan berbahasa ibu bahasa Inggris. Jenis data yang dikumpulkan dari karangan mahasiswa Amerika menunjukkan bahwa penelitian ini mengarah pada penelitian pustaka atau penelitian data sekunder. Data sekunder akan dikumpulkan dari hasil tugas menulis di dalam kelas dan ujian-ujian mingguan mahasiswa Amerika selama mengikuti program CLS Dalam pengumpulannya, data akan dikumpulkan berdasarkan dua tahapan. Pertama, mengumpulkan hasil tugas menulis dan ujian-ujian mingguan mahasiswa Amerika tingkat madya dan mahir program CLS Kedua,

25 25 mencatat dan mengidentifikasi temuan data berdasarkan kesalahan pembentukan kata kerja berafiks dalam karangan Metode Analisis Data Pada tahap analisis data ini, data dianalisis dengan menggunakan metode agih. Metode agih ini diterapkan dengan teknik bagi unsur langsung sebagai teknik dasarnya. Teknik bagi unsur langsung adalah teknik analisis data dengan cara membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian-bagian atau unsur-unsur itu dipandang sebagai unsur yang langsung membentuk konstruksi yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:31). Penggunaan teknik dasar ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kata kerja berafiks yang terdapat dalam karangan berbahasa Indonesia mahasiswa Amerika program CLS Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan cara mengelompokkan kesalahan bentukan kata kerja dalam tataran morfologi kemudian menganalisisnya. Kemudian hasil pengelompokkan kesalahan bentukan kata kerja dalam tataran morfologi dihubungkan dengan penyebab-penyebab kesalahan untuk mengetahui bagaimana terjadinya kesalahan pembentukan kata kerja tersebut. 7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian hasil analisis data dapat menggunakan metode penyajian formal dan metode penyajian informal (Mahsun 2006:255). Hasil penelitian ini akan disajikan secara formal dan informal. Secara informal hasil

26 26 penelitian akan dibahas secara deskriptif menggunakan bahasa yang mudah dipahami, sedangkan secara formal hasil penelitian ini akan dikemukakan dengan tabel. 8.1 Sistematika Penulisan Penyajian ini akan disajikan ke dalam empat bab dengan perincian sebagai berikut: 1. Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan. 2. Bab II merupakan hasil penelitian yang mendeskrisikan tentang wujud kesalahan pembentukan kata kerja oleh mahasiswa Amerika. 3. Bab III merupakan hasil penelitian yang menjelaskan tentang penyebab kesalahan pembentukan kata oleh mahasiswa Amerika. 4. Bab VI merupakan simpulan yang menyimpulkan hasil penelitian analisis kesalahan pembentukan kata kerja oleh mahasiswa Amerika.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya kesulitan-kesulitan pada pembelajar BIPA. Faktor pertama adalah ciri khas bahasa sasaran. Walaupun bahasabahasa di

Lebih terperinci

+KESALAHAN MORFOLOGIS DALAM KEMAMPUAN WAWANCARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP IT CAHAYA ISLAM (Penelitian Analisis Isi) WILDA ISTIANA NASUTION

+KESALAHAN MORFOLOGIS DALAM KEMAMPUAN WAWANCARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP IT CAHAYA ISLAM (Penelitian Analisis Isi) WILDA ISTIANA NASUTION +KESALAHAN MORFOLOGIS DALAM KEMAMPUAN WAWANCARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP IT CAHAYA ISLAM (Penelitian Analisis Isi) WILDA ISTIANA NASUTION Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Bahasa juga merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari dan menjadi jembatan dalam bersosialisasi dengan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

URUTAN PEMEROLEHAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR NURHAYATI FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA

URUTAN PEMEROLEHAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR NURHAYATI FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA URUTAN PEMEROLEHAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR NURHAYATI FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA. PENDAHULUAN bahasa adalah salah satu cara manusia untuk dapat menguasai dan menggunakan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN 2010-2011 Vania Maherani Universitas Negeri Malang E-mail: maldemoi@yahoo.com Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin diminati oleh orang-orang asing atau

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin diminati oleh orang-orang asing atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin diminati oleh orang-orang asing atau orang luar negeri. Hal ini dapat dilihat dengan banyak dibukanya lembaga-lembaga yang mengajarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hendra Setiawan, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hendra Setiawan, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis karya ilmiah merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh mahasiswa. Hampir semua mata kuliah memberikan tugas besar berupa karya ilmiah, seperti

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan berbahasa meliputi mendengar, berbicara, membaca, menulis. Keempat kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang diterapkan dalam melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran.

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran. BAB 4 PENUTUP Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya dan sebagai langkah akhir pada Bab 4 ini, dikemukakan simpulan hasil penelitian dan saran-saran. Berikut ini diuraikan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI Problem in Preparing Sentence Morphological Class of 10 High School Students Wahidiyah Kediri Oleh: FITRIANA HARIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

Oleh Rolina Santi Harianja Trisnawati Hutagalung, S.Pd., M.Pd.

Oleh Rolina Santi Harianja Trisnawati Hutagalung, S.Pd., M.Pd. ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM TAKSONOMI KATEGORI LINGUISTIK PADA PENYUSUNAN TEKS BIOGRAFI SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2017/2018 Oleh Rolina Santi Harianja (rolina.santi@gmail.com)

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

JURNAL. Javanese Language Interferance in Language Essay of Fifth Grader in MI Yaa Bunayya Dandong Srengat Blitar

JURNAL. Javanese Language Interferance in Language Essay of Fifth Grader in MI Yaa Bunayya Dandong Srengat Blitar JURNAL INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V MI YAA BUNAYYA DANDONG SRENGAT KABUPATEN BLITAR TAHUN AJARAN 2015-2016 Javanese Language Interferance in Language Essay of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarnegara, sehingga wajib dikuasai oleh pembelajar bahasa. Bahasa Inggris

BAB I PENDAHULUAN. antarnegara, sehingga wajib dikuasai oleh pembelajar bahasa. Bahasa Inggris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi seperti saat ini manusia dituntut untuk menguasai ketrampilan berbahasa terutama berbahasa asing. Bahasa Inggris adalah salah satu bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, beberapa bahasa di dunia, dalam penggunaannya pasti mempunyai kata dasar dan kata yang terbentuk melalui suatu proses. Kata dasar tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupan manusia. Manusia tidak akan melanjutkan hidup ini dengan baik dan teratur tanpa adanya bahasa.

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing? Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, ia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang 49 BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Pengantar Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang digunakan. Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah penelitian yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Kajian tentang penggunaan bahasa Suwawa khususnya di lingkungan masyarakat Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango belum pernah dilakukan. Akan tetapi

Lebih terperinci

AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI

AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL Rahmi Harahap Program Studi S-1 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstract Research on the structural

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca dalam Tabloid Mingguan Bintang Nova dan Nyata Edisi September-Oktober 2000,

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1 ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH Diajukan Oleh: AGUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa

Lebih terperinci

PENELITIAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

PENELITIAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PENELITIAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA Reni Supriani Ida Rahmadani Siregar Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia PPs Universitas Negeri Medan e-mail : Gwe.rheniy@gmail.com Ida13.rafa@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di. peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di. peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia pada dasarnya sangat membutuhkan bahasa dalam bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di lingkungan formal. Bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang ada dalam dunia ini di bekali kelebihan berupa akal beserta pikiran yang sempurna oleh Allah swt. Dari bekal tersebut manusia mampu melahirkan

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajad Sarjana S-1 Progdi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk

BAB I PENDAHULUAN. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan manusia dalam berbahasa yang merupakan komponen linguistik. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Di samping bahasa Indonesia, terdapat juga bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan. Komunikasi dalam bentuk ujaran mungkin wujudnya berupa kalimat

BAB I PENDAHULUAN. tindakan. Komunikasi dalam bentuk ujaran mungkin wujudnya berupa kalimat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam suasana resmi maupun tidak resmi, selalu terikat oleh suatu alat

Lebih terperinci

Kata Kunci : Analisis Kesalahan Berbahasa, Linguistik, Surat-surat Resmi Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan berbahasa dalam

Kata Kunci : Analisis Kesalahan Berbahasa, Linguistik, Surat-surat Resmi Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan berbahasa dalam ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM TATARAN LINGUISTIK PADA SURAT-SURAT RESMI PADA SURAT-SURAT RESMI DI KANTOR DESA TEGUHAN KECAMATAN PARON KABUPATEN NGAWI Nurul Hidayahmuji Lestari 1), Panji Kuncoro Hadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Pemikiran Keberadaan buku teks di perguruan tinggi (PT) di Indonesia perlu terus dimutakhirkan sehingga tidak dirasakan tertinggal dari perkembangan ilmu dewasa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAMBI

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAMBI ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAMBI Naskah Publikasi Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kesalahan 2.1.1 Pengertian Analisis Kesalahan Analisis adalah suatu kegiatan menjelaskan asal mula atau struktur dari permasalahan yang rumit dengan melakukan pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG Nama Mata Kuliah Kode/SKS Waktu SOAL TUGAS TUTORIAL II : Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD : PGSD 4405/3 (tiga) : 60 menit/pada pertemuan ke-5 PILIHLAH SALAH

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk suku Jawa di antaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian wilayah Indonesia lainnya.

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lain atau bahasa kedua yang dikenal sebagai pengetahuan yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lain atau bahasa kedua yang dikenal sebagai pengetahuan yang baru. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang diperoleh setiap manusia sejak lahir. Pada saat seorang anak dilahirkan, anak tersebut belum memiliki kemampuan untuk berbicara

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Pradipta Rismarini NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

SKRIPSI. Oleh : Pradipta Rismarini NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI ANALISIS PROSES MORFOFONEMIK DAN KESALAHAN BERBAHASA PADA MINI PROJECT PEBELAJAR BIPA KELAS MENENGAH PROGRAM DARMASISWA DAN KNB DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. lain di Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, Rusia, Korea, Jepang, China dan Jerman

1 BAB I PENDAHULUAN. lain di Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, Rusia, Korea, Jepang, China dan Jerman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa Nasional dan bahasa Negara di Indonesia. Namun saat ini, pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

KESALAHAN AFIKSASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING. (Studi Kasus terhadap Siswa Asing Kelas IX di Bandung International School)

KESALAHAN AFIKSASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING. (Studi Kasus terhadap Siswa Asing Kelas IX di Bandung International School) KESALAHAN AFIKSASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (Studi Kasus terhadap Siswa Asing Kelas IX di Bandung International School) Rika Widawati Abstract This paper is based on research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan kata-kata yang mubajir dan terlalu berbelit-belit.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan kata-kata yang mubajir dan terlalu berbelit-belit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Isma, (2013: 29) menyatakan Bahasa tulis adalah bahasa yang digunakan secara tertulis. Bahasa tulis merupakan hasil pengungkapan pikiran atau perasaan

Lebih terperinci

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Abstrak Bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib di seluruh universitas, termasuk UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

Lebih terperinci