BAB I PENDAHULUAN. berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa untuk belajar dan memperoleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa untuk belajar dan memperoleh"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dengan peserta didik. Dalam proses pembelajaran, guru memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa untuk belajar dan memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian. Proses pembelajaran melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang perlu dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Pendekatan belajar yang digunakan oleh guru mempengaruhi kegiatan dan perolehan hasil belajar peserta didik. Seiring dengan berjalannya kemajuan dalam bidang pendidikan, proses pembelajaran juga ikut berubah dari pembelajaran tradisional yang berupa penyampaian materi satu arah dari guru ke peserta didik menjadi proses pembelajaran masa kini yang menekankan peserta didik untuk aktif mengembangkan pengetahuan dan terlibat dalam mengelola pengetahuan. Kondisi pembelajaran tradisional, disadari atau tidak menyebabkan peserta didik dalam kondisi harus menerima dan menghafal apa saja yang telah disampaikan oleh guru (Rahayu, 2010). Untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa, Abraham Maslow menyusun hierarki kebutuhan yaitu need hierarchy theory of motivation yang mengelompokkan kebutuhan dasar manusia dalam lima tingkat yang disusun secara berjenjang, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman dan

2 2 terlindung, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan rasa dihargai serta kebutuhan aktualisasi diri (Rahayu, 2010). Berdasarkan konsep tersebut maka suasana belajar hendaknya dibangun dalam kondisi yang menyenangkan dan terbuka, dimana peserta didik diliputi perasaan bebas untuk mengeksplorasi kemampuannya sehingga diharapkan daya intuitif dan imajinatif dari peserta didik akan terangsang untuk bekerja. Sering dilupakan bahwa peserta didik sebagai salah satu makhluk sosial memiliki keterbatasan, kemampuan, dan kebolehan yang mempengaruhi proses dan hasil belajarnya. Kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan tersebut seharusnya digunakan sebagai parameter fisiologis terkait dengan kemampuan kardiovaskular, kemampuan otot, kebutuhan energi (nutrisi) dan faktor psikologis lainnya seperti bosan, malas, emosi, sulit berkonsentrasi, dan lain-lain (Sutajaya, 2006). Pada proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas fisik dan mental dapat menimbulkan kelelahan umum dan keluhan otot. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu yang digunakan pengajar dalam proses pembelajaran melebihi jadwal pelajaran yang telah ditetapkan, metode pembelajaran yang bersifat monoton, sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan antropometri peserta didik serta tidak adanya istirahat berupa istirahat aktif yang dilakukan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Dilihat dari luaran proses pembelajaran ternyata dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi ketelitian kecepatan dan konstansi kerja peserta didik yang pada akhirnya kualitas proses pembelajaran bisa terganggu (Sutajaya, 2006).

3 3 Kelelahan yang biasanya dialami peserta didik dapat berupa adanya perasaan sakit, berat pada bola mata (mengantuk) pusing, jantung berdebar dan malas beraktivitas (Kroemer dan Grandjean, 2000; Sedarmayanti 1996). Kelelahan yang dialami peserta didik ditandai dengan beberapa aktivitas, seperti (1) menoleh ke kiri dan ke kanan; (2) menggeser-geser pantat; (3) menguap; (4) mengobrol dengan teman; (5) terkejut saat ditanya dan (6) waktu pembelajaran dirasakan sangat lambat (Sutajaya, 2006). Menyimak pendapat tersebut berarti pada proses belajar harus diupayakan agar tidak berada dalam suasana yang melelahkan. Ini berarti dalam proses pembelajaran diupayakan agar siswa terbebas dari rasa lelah sehingga informasi atau materi yang ingin disampaikan oleh guru dapat diterima dengan baik, efektif dan efisien oleh peserta didik. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pariwisata Triatma Jaya merupakan sekolah menengah yang mendidik siswa untuk dapat menjadi tenaga pelaksana di industri pariwisata. Program keahlian yang diajarkan adalah akomodasi perhotelan, restauran, teknologi informasi dan komunikasi serta tata kecantikan kulit. Proses pembelajaran berlangsung mulai dari hari Senin sampai hari Sabtu. Untuk kelas pagi, peserta didik mulai belajar pada pukul Wita. Sedangkan kelas siang dimulai pada pukul Wita. Istirahat dilaksanakan satu kali dengan tenggang waktu cukup lama yaitu 25 menit berkenaan dengan sarana kantin yang terbatas membuat peserta didik butuh waktu lebih lama untuk mendapatkan pelayanan. Pada proses pembelajaran yang dilaksanakan di SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung ditemukan bahwa peserta didik mengalami kelelahan dan keluhan

4 4 muskuloskeletal beberapa bagian ototnya. Keluhan muskuloskeletal yang dialami peserta didik bervariasi misalnya mengalami keluhan sakit di bagian bahu, punggung, pinggang dan bokong. Hal ini terjadi karena selama proses belajar berlangsung, peserta didik harus duduk statis mendengarkan dan mengamati guru yang mengajar. Studi pendahuluan mengenai kelelahan dan keluhan muskuloskeletal terhadap peserta didik di kelas X jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung, didapatkan bahwa peserta didik mengalami kelelahan sebanyak 44,5% dan keluhan muskuloskeletal di bagian bahu sebanyak 40,5%, bagian punggung sebanyak 45%, bagian pinggang sebanyak 62,7% serta bagian bokong sebanyak 47,3%. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebosanan, kelelahan, keluhan muskeloskeletal adalah dengan melakukan peregangan, mengatur waktu istirahat serta mengubah hari efektif pembelajaran dari enam hari menjadi lima hari. Upaya yang paling mungkin dilakukan untuk mengurangi kebosanan, kelelahan, keluhan muskuloskeletal adalah dengan melakukan peregangan otot selama kegiatan pembelajaran. Pengaturan jam istirahat dinilai tidak mungkin berkenaan dengan lokasi gedung serta sarana kantin, demikian pula dengan pengurangan hari efektif dari enam hari menjadi lima hari dinilai tidak memungkinkan karena akan mengakibatkan penambahan waktu belajar setiap hari dan akan berdampak pulang lebih malam bagi siswa kelas sore. Peregangan merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat (relaksasi) sehingga tidak menjadi tegang. Adanya peregangan ini kelenturan (fleksibilitas) otot menjadi meningkat, sehingga gerakan tubuh menjadi lebih

5 5 lentur. Fleksibilitas atau kelenturan, yaitu kemampuan sendi untuk bergerak dalam jangkauan penuh. Orang yang aktif membutuhkan peregangan untuk melepaskan diri dari tekanan otot yang kaku. Jika dilakukan dengan benar dan lentur, peregangan akan terasa sangat menyenangkan (Alter, 2003). Kurangnya fleksibilitas dapat menyebabkan postur tubuh menjadi kurang baik, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan mekanis pada pinggul, leher, bahu, dan punggung. Ketidakseimbangan ini menarik bagian tubuh dari garis lurus, yang menyebabkan tekanan, ketegangan dan yang lebih parah lagi perubahan tubuh yang kronis. Tekanan pada otot dapat meninbulkan ketegangan pada ligamen (sendi tulang) dan tendon (urat daging). Afleksibilitas otot melalui peregangan dapat membantu seseorang terhindar dari tekanan dan otot yang kaku, mencegah cedera otot, dan juga penting untuk postur tubuh yang sempurna. Selain mempengaruhi tubuh, peregangan juga mempengaruhi pikiran. Jika dilakukan dengan perlahan dan fokus, peregangan dapat menjadi alat penghilang stres (Alter, 2003). Berdasarkan uraian tersebut berarti respon fisiologis khususnya yang berkaitan dengan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal dari peserta didik yang mempengaruhi proses pembelajaran perlu diatasi agar dicapai hasil belajar yang maksimal dan energi yang dikeluarkan betul-betul hanya untuk belajar bukan untuk mengatasi kondisi belajar yang melelahkan. Pemberian peregangan otot di sela-sela proses pembelajaran akan mampu mengembalikan kesegaran kondisi siswa, sehingga menciptakan suasana kelas yang kembali rileks, tidak membosankan serta mampu merangsang kreativitas dan kemampuan

6 6 berpikir. Proses belajar yang tidak melelahkan ini akan diperoleh hasil belajar yang maksimal sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Apakah peregangan otot di sela pembelajaran dapat menurunkan kebosanan pada peserta didik? 2. Apakah peregangan otot di sela pembelajaran dapat menurunkan kelelahan pada peserta didik? 3. Apakah peregangan otot di sela pembelajaran dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara lebih terukur pengaruh peregangan otot di sela pembelajaran terhadap penurunan kebosanan, kelelahan, keluhan muskuloskeletal pada peserta didik kelas X Program Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung Tujuan Khusus Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui penurunan kebosanan di sela pembelajaran pada peserta didik setelah dilakukan peregangan otot.

7 7 2. Mengetahui penurunan kelelahan di sela pembelajaran pada peserta didik setelah dilakukan peregangan otot. 3. Mengetahui penurunan keluhan musculoskeletal di sela pembelajaran pada peserta didik setelah dilakukan peregangan otot. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dimanfaatkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang ergonomi-fisiologi kerja 2. Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman baru serta sumbangan pemikiran dalam perbaikan proses pembelajaran untuk mengurangi kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal Manfaat Praktis Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Diharapkan dapat diterapkan pada semua sekolah agar menerapkan kaidah-kaidah ergonomi pada proses pembelajaran. 2. Dimanfaatkan sebagai dasar untuk menyampaikan saran kepada guru dan pihak sekolah agar mencermati proses pembelajaran di dalam kelas ditinjau dari kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal peserta didik

8 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Pembelajaran adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Sedangkan pelaksanaan proses belajar mengajar dapat dilakukan sebagai interaksi antara pengajaran dengan pelajaran dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Rahayu, 2010). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Pusat Data dan Informasi Pendidikan, 2006). Proses pembelajaran yang dilakukan dalam ruang kelas, SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung dapat terlihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Suasana Ruang Kelas Saat Proses Pembelajaran Berlangsung

9 9 2.2 Peregangan Pengertian peregangan Peregangan otot merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat (relaksasi). Sehingga dengan adanya peregangan ini kelenturan (fleksibilitas) menjadi meningkat. Kelenturan (fleksibilitas) adalah kemampuan untuk menggerakkan otot beserta persendian pada seluruh daerah pergerakan. Kurangnya kelenturan pada tubuh dapat menyebabkan ketidakseimbangan mekanis pada tubuh. Ketidakfleksibelan pada bahu dan punggung atas dapat menyebabkan tulang punggung melengkung keluar atau membungkuk dan dapat mengurangi kapasitas pernapasan. Otot yang rapat pada pinggul, bagian belakang kaki, dan punggung bawah dapat memutar pinggul ke depan menimbulkan rasa sakit yang kuat pada punggung bawah, bokong dan tungkai atas. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui pentingnya peregangan dalam kegiatan sehari-hari, terlebih lagi untuk otot-otot yang bekerja statis, seperti pembelajaran yang hanya duduk sepanjang hari mengikuti belajar mengajar (Alter, 2003). Manfaat melakukan peregangan sebagai berikut. a. Peregangan dapat meningkatkan kebugaran fisik seseorang. b. Peregangan dapat meningkatkan mental dan relaksasi fisik. c. Peregangan dapat mengurangi risiko keseleo sendi dan cedera otot (kram). d. Peregangan dapat mengurangi risiko cedera punggung. e. Peregangan dapat mengurangi rasa nyeri otot. f. Peregangan dapat mengurangi rasa sakit yang menyiksa pada saat menstruasi.

10 10 g. Peregangan dapat mengurangi ketegangan otot Beberapa metode peregangan Peregangan berhubungan dengan proses pemanjangan otot (elongation). Latihan-latihan peregangan dapat dilakukan dalam beberapa cara tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, kemampuan kita, dan keadaan atau kondisi kita. Menurut Alter (2003) terdapat lima teknik peregangan dasar sebagai berikut. 1. Teknik peregangan statis Peregangan statis meliputi teknik peregangan dengan posisi tubuh bertahan (artinya, melakukan peregangan dengan tubuh tetap pada posisi semula tanpa berpindah tempat). Dalam teknik tersebut otot diregangkan pada titik yang paling jauh kemudian bertahan pada posisi meregang. Manfaat yang paling penting dalam teknik statis adalah bahwa teknik tersebut adalah cara yang paling aman dalam melakukan peregangan. Manfaat lain dari teknik peregangan ini sebagai berikut. a. Memerlukan energi yang lebih sedikit. b. Memberikan waktu yang cukup untuk mengulang kembali kepekaan (sensitivity) pada otot. c. Dapat menyebabkan relaksasi pada otot. 2. Teknik peregangan balistik Peregangan balistik adalah gerakan-gerakan yang berbentuk ritmis. Teknik ini merupakan teknik peregangan yang paling kontroversial, sebab teknik ini sering kali menyebabkan rasa sakit dan cedera pada otot. Kekurangan-kekurangan lain dalam penggunaan teknik ini sebagai berikut.

11 11 a. Teknik ini tidak memberikan cukup waktu bagi jaringan-jaringan otot untuk menyesuaikan diri pada peregangan yang sedang dilakukan. b. Diawali dengan meningkatkan tegangan pada otot, hal ini membuat kita lebih sukar untuk meregangkan jaringan-jaringan penghubung pada otot. 3. Teknik peregangan pasif Teknik peregangan pasif merupakan suatu teknik peregangan dimana seseorang dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan kontribusi pada daerah gerakan. Manfaat yang dapat diperoleh dari peregangan pasif tersebut sebagai berikut. a. Teknik ini efektif apabila otot antagonis ( yaitu otot yang berperan dalam gerakan yang terjadi) dalam kondisi yang terlalu lemah untuk menerima respon gerakan. b. Arah, lamanya waktu melakukan peregangan, dan intensitasnya dapat diukur. c. Dapat memajukan kekompakan tim bila mana peregangan tersebut dilakukan bersama-sama dengan atlet-atlet lainnya. Kelemahan utama dari peregangan pasif adalah resiko adanya rasa sakit ataupun mengalami luka (cedera) yang lebih besar, apabila rekan kita mempergunakan tenaga eksternal secara tidak tepat. 4. Teknik peregangan aktif Peregangan aktif dilakukan dengan menggunakan otot-otot tanpa mendapat bantuan dari kekuatan eksternal. Kelemahan-kelemahan utama dari peregangan aktif ini adalah, bahwa peregangan ini menjadi tidak

12 12 efektif dikarenakan adanya gangguan-gangguan tertentu pada tubuh dan juga adanya cedera seperti terkilir yang kuat, peradangan atau patah tulang. 5. Teknik proprioseptif Teknik ini merupakan peregangan yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki jangkauan gerakan anda. Teknik ini juga berhubungan dengan teknik yang dikembangkan sebagai model terapi fisik pada rehabilitasi pasien Penggunaan peregangan dalam pembelajaran Penggunaan peregangan dalam pembelajaran dapat membantu peserta didik mengurangi ketegangan pada otot-ototnya. Dimana ketegangan otot-otot tersebut tentunya akan mengakibatkan kelelahan pada peserta didik itu sendiri. Beberapa bentuk adaptasi dapat diperolah dari aktivitas peregangan yang dilakukan dan tentunya peregangan tersebut di lakukan dengan teknik yang benar. Adapun teknik yang digunakan untuk menyelingi proses pembelajaran yang dapat dilakukan oleh peserta didik adalah teknik peregangan statik. Beberapa bentuk adaptasi dapat diperoleh dari aktivitas peregangan yang telah dilakukan. Ketika otot tiba-tiba diregangkan maka pertama-tama akan timbul stretch reflex (refleks meregang), selanjutnya otot yang kita regangkan akan berkontraksi. Strech reflex adalah suatu operasi dasar dari sistem saraf yang membantu menjaga kesehatan otot yang sedang meregang. Otot yang sedang meregang akan memanjang (menjadi lebih panjang) pada serat serat otot dan muscle spindles-nya.

13 13 Selama kurun waktu bertambahnya tingkat peregangan, sarung-sarung (lapisan) facial yang menyelubungi otot-otot akan menyebabkan perubahan panjang menjadi semipermiabel. Sarung-sarung ini meliputi epymisium, endomysium, dan perimysium. Pada akhirnya peregangan yang dalam hal ini dipergunakan peregangan statik dapat menstimulasi produksi dan penyimpanan glycoaminoglycans (GAGs). GAGs tersebut bersama-sama dengan air dan asam hyaluron, melumasi dan menjaga jarak kritis antara serat-serat jaringan penghubung dalam tubuh (Alter, 2003). Peregangan dapat diberikan pada saat setelah dua jam pelajaran, selama 5 menit. Karena diperkirakan pada saat itu peserta didik berada pada puncak kelelahan dan ketegangan otot akibat dari sikap statis. 2.3 Kebosanan Pengertian kebosanan Menurut Anoraga (1998) kebosanan adalah ungkapan tidak enak dari perasaan tidak menyenangkan, perasaan lelah yang menguras seluruh minat dan tenaga. Biasanya kebosanan juga diartikan dengan kondisi kekurangan sesuatu seperti kedamaian, kepuasan dan perasaan ingin lari dari sesuatu, meskipun perasaan ini bukan saja disebabkan semata-mata oleh kebosanan. Singkatnya, kebosanan adalah bentuk lain dari perasaan tersiksa. Kebosanan adalah suatu pengingat akan adanya keterbatasan dan dapat terjadi pada segala hal. Kebosanan dapat timbul karena kurangnya perubahan pada sesuatu yang menjadi perhatian seseoran dan dapat menjadi suatu alat atau barometer dari kondisi seseorang. Kebosanan dapat juga dimanifestasikan dengan ketidakmampuan untuk duduk

14 14 berlama-lama, keinginan untuk segera pergi ke suatu tempat atau ingin menjadi seseorang yang lain Fisiologi kebosanan Secara fisiologis Kroemer dan Grandjean (2000) menjelaskan secara singkat bahwa situasi dengan stimulus yang rendah, berulang-ulang atau dengan tuntutan fisik dan mental yang rendah akan menimbulkan stimulus yang kecil pula pada daerah kesadaran di otak manusia. Konsekuensinya, sistem limbik akan terpengaruh dan reaksi dari organisme secara keseluruhan akan menurun. Dengan kata lain, daya tahan seseorang untuk memberikan perhatian pada suatu stimulus yang monoton lama kelamaan akan berkurang, sehingga dibutuhkan kehadiran stimulus lain untuk meningkatkan kesiagaan Faktor-faktor penyebab kebosanan Para ahli menyebutkan secara luas faktor-faktor penyebab kebosanan sebagai berikut (Pulat,1992; Kroemer dan Grandjean,2000). 1. Pekerjaan kurang menarik. 2. Kurangnya motivasi terhadap pekerjaan. 3. Pekerjaan tidak membutuhkan ketrampilan yang tinggi. 4. Kecepatan kerja terlalu lambat. 5. Lingkungan tidak menarik atau suram. 6. Kurangnya kesempatan bagi tubuh untuk bergerak 7. Kondisi panas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan sesuai dengan pendapat Anastasi (1989), bahwa sumber kebosanan sebagai berikut.

15 15 1. Individu. Karakteristik orang berbeda-beda sehingga setiap orang memiliki kerentanan yang berbeda-beda pula terhadap kebosanan sekalipun melakukan kegiatan yang sama 2. Lingkungan. Kondisi lingkungan yang sifatnya mengganggu pemusatan perhatian dapat meningkatkan kebosanan, demikian pula yang menimbulkan konflik antara keinginan untuk berpaling ke aktivitas lain yang lebih menarik 3. Jenis kegiatan Kegiatan yang membutuhkan sedikit perhatian, pekerjaan yang semi otomatis, pekerjaan monoton dan pekerjaan yang menimbulkan minat intrinsik kecil adalah jenis-jenis kegiatan yang berakibat membosankan Akibat kebosanan Efek dari tugas-tugas monoton yang membosankan antara lain adalah timbulnya rasa kesal, lemas, lelah dan berkurangnya kewaspadaan (Kroemer dan Grandjean, 2000; Pulat, 1992; Kroemer dkk., 1994). 2.4 Kelelahan Pengertian kelelahan Kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terhadap thalamus yang mampu

16 16 nenurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur, sedangkan sistem penggerak terdapat dalam formation retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif tubuh untuk bekerja. Bila sistem penghambat lebih kuat, seseorang berada dalam kelelahan dan sebaliknya bila sistem aktivasi yang lebih kuat berarti seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja (Suma mur, 2009 ; Kroemer dan Grandjean, 2000). Kelelahan timbul disebabkan oleh 2 hal sebagai berikut. 1. Akibat faktor fisiologis. Kelelahan timbul karena adanya perubahan fisik dalam tubuh 2. Akibat faktor psikologis Kelelahan yang timbul dalam perasaan dan terlihat dalam tingkah lakunya. Kelelahan ada 2 jenis yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum dengan karakteristik sebagai berikut. a. Kelelahan otot. Kelelahan otot adalah suatu keadaan dimana otot mengalami kelelahan akibat tegangan yang berlebihan (tremor otot) yang ditandai dengan menurunnya tenaga maupun semakin lamanya waktu yang diperlukan untuk melakukan gerakan atau otot mengalami perpanjangan waktu reaksi (Kroemer dan Grandjean, 2000). Kelelahan otot terjadi karena adanya sikap kerja statis. Konstraksi otot statis dalam waktu lama akan menyebabkan otot kekurangan aliran darah, yang berakibat pada berkurangnya pertukaran energi dan tertumpuknya sisa metabolisme pada otot yang aktif, sehingga menyebabkan rasa lelah dan nyeri (Pheasant, 1991; Guyton&Hall, 2000).

17 17 b. Kelelahan umum Kelelahan umum adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kelambanan atau berkurangnya kemauan untuk bekerja atau beraktivitas. Penyebab kelelahan umum termasuk faktor psikis, monotomi, intensitas lamanya kerja mental dan fisik, lingkungan, konflik dan lain sebagainya (Kroemer dan Grandjean, 2000) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan Kelelahan dapat ditandai dengan dengan kondisi yang cenderung untuk mengantuk. Kelelahan terjadi karena beberapa penyebab antara lain karena melakukan aktivitas monoton, beban dan waktu kerja yang berlebihan, keadaan lingkungan, keadaan kejiwaan dan keadaan gizi (Suma mur, 2009). Lebih lanjut dijelaskan bahwa beban kerja fisik yang ringan dan suasana monoton di lingkungan kerja mempercepat timbulnya kelelahan yang dipicu oleh kebosanan. Ketika tuntutan fisik dan mental rendah, minat peserta didik berkurang, aktivitas otak menurun dan menyebabkan kurangnya perhatian, resiko kesalahan meningkat dan timbul perasaan frustrasi Pengukuran kelelahan Kroemer dan Grandjean (2000) menyebutkan beberapa gejala umum kelelahan yang menjadi dasar penggunaan metode pengukuran yaitu: (1) penurunan perhatian; (2) persepsi yang terganggu dan lambat; (3) gangguan berpikir; (4) penurunan motivasi; (5) penurunan kecepatan kerja; (6) penurunan ketelitian;dan (7) penurunan kemampuan untuk beraktivitas secara fisik dan mental

18 Kelelahan dalam pembelajaran Kelelahan secara umum merupakan suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi, aktivitas, dan fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Kroemer dan Grandjaen, 2000). Kelelahan juga dapat dikatakan sebagai isyarat, bahwa energi tubuh kita menjadi sangat berkurang akibat pemakaiannya untuk menyelesaikan bermacam tugas pekerjaan. Menurut Kartono, (1999) terdapat dua teori kelelahan sebagai berikut. 1. Teori intoksikasi (peracunan) Ketika seseorang bekerja, terjadilah penambahan pertukaran zat dalam tubuh. Munculah kemudian produk pembakaran, yang diserap oleh darah dan kemudian di angkut ke susunan saraf pusat, sehingga mengakibatkan semacam proses peracunan di sana. Kemudian timbulah gejala kelelahan, yang sifatnya bisa lokal, misalnya pada lengan, bahu, kaki, dan bisa juga terasa di seluruh tubuh. 2. Teori biologis Psikolog Amerika Thorndike menyatakan, akibat kerja yang berkepanjangan akan mucul dua gejala sebagai berikut. a. Substraksi atau berkurangnya energi, sehingga timbul gejala kelelahan. b. Munculnya ketegangan yang makin tinggi untuk melanjutkan pekerjaan.

19 19 Teori ini menyatakan bahwa, karena pekerjaan yang berkelanjutan, semakin banyak timbul reaksi-reaksi yang menghambat kelancaran pekerjaan, misalkan kaki dan tangan terasa kaku dan harus direntangkan, perhatian berkurang, sehingga seseorang perlu istirahat untuk memperoleh energi baru. Kelelahan juga dapat terjadi karena melakukan aktivitas yang monoton, beban, dan waktu kerja yang berlebihan serta keadaan lingkungan yang tidak mendukung. Sebagian kelelahan merupakan akibat dari ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolik serat-serat otot untuk terus memberi hasil kerja yang sama. Bila suatu otot berkontraksi timbul suatu kerja yang memerlukan energi yang disediakan oleh Adenosin Tri Phosphat (ATP). Dimana energi tersebut dipergunakan untuk : (1) memompa kalsium dari sarkoplasma ke dalam retikulum sarkoplasmik setelah kontraksi berakhir dan (2) memompa ion-ion natrium dan kalium melalui membran serat otot untuk mempertahankan lingkungan ionik yang cocok untuk pembentukan potensial aksi. Dalam penggunaan energi dalam kontraksi otot, ATP dipecah menjadi Adenosin Di Phosphat (ADP), ADP mengalami refosforilasi untuk membentuk ATP baru. Sumber energi untuk proses refosforilasi adalah substansi kretin fosfat, glikogen, dan metabolisme oksidatif (Guyton & Hall, 1996). Proses pembelajaran memerlukan aktivitas fisik dan mental yang secara terpadu dapat diekpresikan melalui kelelahan yang ditandai dengan adanya perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi dan aktivitas fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Sedarmayanti,

20 ). Munculnya kelelahan dini sebagai ekpresi beban pelajar menunjukkan bahwa pada proses pembelajaran memerlukan energi yang relatif banyak apalagi kalau disertai dengan kondisi lingkungan yang tidak memadai yang membuat energi terkuras untuk mengatasinya. Timbulnya kelelahan dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk, berat pada bola mata, serta melemahnya motivasi. Kondisi ini akan semakin parah jika dalam proses pembelajaran diserta dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat, cara pembelajaran yang membosankan, dan sarana pembelajaran yang tidak mendukung. Alternatif cara untuk mengurangi kelelahan adalah melakukan peregangan otot setelah beraktivitas. Dengan pemberian peregangan selama 5-10 menit maka akan dapat mengurangi kelelahan (Connely, 2008). Melihat keadaan tersebut di kelas para pendidik dapat melakukan tindakan dengan memberikan istirahat aktif kepada pelajar sekitar 5-10 menit sehingga mampu mengurangi kelelahan yang menyebabkan rasa kantuk. 2.5 Keluhan Muskuloskeletal Pengertian keluhan muskuloskeletal Menurut Kroemer dan Grandjean (2000), keluhan otot adalah rasa tidak nyaman sampai nyeri pada otot yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Keluhan sementara (reversible) yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis dan keluhan tersebut akan segera hilang apabila pemberian beban dihentikan.

21 21 b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih berlanjut Faktor-faktor penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal Karlson & Johansson (1998) menyatakan bahwa penyebab gangguan muskeloskeletal sebagai berikut. 1. Jenis pekerjaan monoton dan berulang-ulang. 2. Terkena paparan stress lingkungan fisik yang cukup lama. 3. Kerja dalam posisi duduk yang lama. Faktor yang dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal pada aktivitas belajar adalah sikap duduk yang lama. Menurut Hart (1998) definisi duduk adalah menopang seluruh batang tubuh manusia pada pantat dan paha. Secara garis besar tipe-tipe duduk sebagai berikut. 1. Duduk di lantai: menempatkan pantat dan kaki pada ketinggian yang sama. Lutut dapat diselonjorkan atau ditekuk ke arah dada, ataupun disilang (bersila). 2. Duduk di kursi: menempatkan pantat dan paha di atas ketinggian lantai dengan ditopang kursi Keluhan muskuloskeletal dalam pembelajaran Ganong (2001) menyatakan sistem muskuloskeletal adalah sistem otot rangka atau otot yang melekat pada tulang yang terdiri atas otot-otot striata (serat lintang) yang sifat gerakannya dapat diatur (volunter). Sistem muskuloskeletal menyusun komponen primer aktivitas otot. Komponen tersebut terdiri dari otototot, tulang-tulang, dan jaringan penghubung serta metabolisme diperlukan untuk

22 22 menyediakan kebutuhan energi. Otot-otot merupakan salah satu pemegang peran utama dalam aktivitas manusia. Otot-otot skeletal (voluntary) tersusun dari gumpalan serat otot, semakin besar gumpalan serat otot semakin besar pula tekanan yang bisa dilakukan oleh otot tersebut. Otot terbentuk atas fiber yang berukuran panjang antara 10 sampai dengan 400 mm dan berdiameter 0,01 sampai dengan 0,1 mm. Pengujian mikroskopis menunjukkan bahwa fiber terdiri dari myofibril yang tersususn atas sel-sel filamen dari molekul myosin yang saling overlap (tumpang tindih) dengan filamen dari molekul aktin. Serabut otot bervariasi antara otot satu dengan otot yang lainnya. Beberapa diantaranya mempunyai gerakan yang lebih cepat dari pada yang lainnya dan hal ini terjadi pada otot yang digunakan untuk mempertahankan posisi badan misalnya otot pembentuk postur tubuh. Otot yang pucat adalah menandakan kontraksi otot yang cepat. Perbandingan otot merah dan putih merupakan indikasi untuk menunjukkan daya potensial bagi para olah ragawan. Seperti misalnya proporsi yang besar pada serabut otot merah yang terdapat pada otot kaki menandakan indikasi pelari sprinter, sedangkan serabut otot putih adalah untuk pelari jarak jauh. Kemampuan tersembunyi dapat diturunkan secara genetika, yaitu dengan pelatihan yang rutin dan kontinyu akan dapat membentuk serabut otot yang dapat menghasilkan kekuatan otot yang prima Jenis-jenis kerja otot Berdasarkan kajian ergonomi, otot dibedakan menjadi dua tipe kerja, dengan tujuan untuk mengevaluasi tuntutan kerja fisik dari tubuh yang sesungguhnya. Tipe kerja otot tersebut adalah sebagai berikut.

23 23 1. Kerja otot dinamis, tipe ini mempunyai ciri melibatkan kontraksi dan relaksasi ritmik dari otot, contohnya adalah memutar sebuah handwheel untuk membuka katup. Tekanan alternatif dan relaksasi memungkinkan banyak darah disalurkan melalui otot daripada ketika sedang istirahat sehingga baik oksigen yang diperlukan maupun sisa metabolisme yang dibuang menjadi efektif. 2. Kerja statis, bercirikan suatu kondisi kontraksi yang lama, yang membatasi darah mengalir ke jaringan otot. Baik oksigen yang dibutuhkan maupun sisa metabolisme yang dibuang tidak menjadi efektif. Sebagai ilustrasi adalah memegang sebuah kotak dengan postur statis dan menekan pada bagian tertentu untuk menjaga posisi. Besarnya otot yang mengalami muatan statis akan cepat menghabiskan cadangan ATP, sehingga jenis aktivitas ini tidak akan berlangsung lama. Otot yang mengalami sakit akan menimbun sisa pembakaran termasuk asam laktat, yang berakumulasi pada jaringan otot. Dibandingkan dengan kerja dinamis, kerja statis akan memerlukan waktu istirahat yang lebih lama (Kroemer dan Grandjean, 2000). Gerakan tubuh diatur sedemikian rupa sehingga mengambil keuntungan maksimum dari prinsip-prinsip fisiologi. Pada otot yang menggerakkan lebih dari satu persendian, menyebabkan gerakan pada satu sendi dapat mengkompensasi gerakan lainnya sedemikian rupa sehingga terjadi relatif sedikit pemendekan otot kontraksi. Contohnya pada waktu perjalanan tiap-tiap anggota badan melintas secara berirama, di mana saat berdiri kaki berada pada tanah sebagai penopang dan saat mengayun atau beranjak dari tanah menyebabkan aktivitas otot-otot

24 24 fleksor tungkai yang singkat pada permulaan setiap langkah, dan kemudian berayun ke depan disertai aktivitas kontraksi otot yang lebih sedikit. Itu berarti hanya sebagian kecil otot-otot yang aktif dalam setiap langkah saat berjalan dalam waktu yang lama dan konsekuensinya energi yang dikeluarkan relatif kecil sehingga kelelahan otot tidak cepat muncul atau keluhan otot dapat dihindari (Ganong, 2001). Berikut dijelaskan fungsi otot secara umum (Tjandra, 1988). 1. Menyelenggarakan pergerakan yang meliputi menggerakan bagian-bagian tubuh atau berjalan (movement). 2. Mempertahankan sikap tertentu, karena adanya kontraksi otot secara lokal yang memungkinkan dilakukan sikap berdiri, duduk, jongkok, dan sikapsikap lainnya. 3. Menghasilkan panas, karena adanya proses-proses kimia dalam otot yang dapat digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh Kelompok muskuloskeletal Kelompok muskuloskeletal, berdasarkan lokasinya adalah sebagai berikut (Tjandra, 1988). 1. Leher terdiri atas kelompok kelompok otot sternocleidomastoideus. 2. Punggung terdiri atas kelompok otot trapezius dan latissimus dorsi. 3. Dada terdiri atas kelompok otot pectoralis mayor dan serratus anterior. 4. Bahu terdiri atas kelompok otot deltoideus. 5. Lengan atas terdiri atas kelompok otot biceps brachii, triceps brachii, dan brachialis.

25 25 6. Lengan bawah terdiri atas kelompok otot brachioradialis, dan pronator teres. 7. Pantat terdiri atas kelompok otot gluteus maksimus, gluteus medius, dan tensor faciae latae. 8. Paha terdiri atas kelompok otot quadriceps femoris, gracilis, biceps femoris, semitendinosus dan semimembranosus. 9. Betis dan kaki terdiri atas kelompok otot tibialis anterior, gastrocnemius, soleus dan peroneus longus. 10. Dasar panggul terdiri atas levator ani dan coccygeus Gangguan sistem muskuloskeletal Sistem muskuloskeletal tersusun dari jaringan yang lembut dan tulang di dalam tubuh. Cohen dkk. (1997) dalam Sutajaya (2006) menyatakan bahwa keluhan muskuloskletal sebagai berikut. 1. Tulang-tulang yang merupakan struktur penyangga tubuh. 2. Jaringan otot yang dapat berkontraksi sehingga menimbulkan gerakan. 3. Tendon yang merupakan jaringan penghubung otot dengan tulang. 4. Ligamen yang merupakan jaringan penghubung tulang dengan tulang. 5. Kartilago (tulang rawan) yang berfungsi sebagai bantalan sendi. 6. Saraf yang merupakan sistem komunikasi antara otot, tendon, dan jaringan lainnya dengan otak. 7. Pembuluh darah yang berfungsi sebagai organ transportasi nutrisi ke seluruh jaringan tubuh melalui darah dan ogan pembuangan. 8. Terjadi peningkatan gula darah dengan meningkatkan pelepasannya dari hati.

26 26 9. Terjadi peningkatan temperatur tubuh dan meningkatkan metabolisme. Peningkatan temperatur ini memicu kecepatan reaksi kimia metabolisme dan menjamin transportasi energi kimia menjadi energi mekanik. Apabila pekerjaan fisik berlanjut maka akan muncul efek sekunder. Yang terpenting adalah perubahan komposisi kimia cairan tubuh. Terjadi peningkatan jumlah produk akhir metabolisme misalnya, asam laktat dan ginjal yang harus membuang lebih banyak produk sisa. Dengan aktivitas muskular, terjadi peningkatan temperatur internal tubuh dan pemanasan yang berlebih dapat dihindari dengan meningkatkan laju pelepasan panas yaitu dengan meningkatkan aliran darah ke kulit dan dengan berkeringat. Perubahan respirasi, denyut nadi, dan temperatur tubuh dalam rentangan tertentu menunjukan hubungan linear dengan besarnya konsumsi energi atau besar kerja yang dilakukan. Sehingga saat perubahan ini terjadi dan dapat diukur, maka dapat digunakan untuk memperkirakan beratnya kerja fisik yang dilakukan. Sikap duduk yang terus menerus dalam waktu yang lama dapat di golongkan sebagai sikap kerja statis (Wulanyani, 2004). Pada proses pembelajaran yang dilakukan di ruang kelas, umumnya didominasi oleh kontraksi otot statis karena pelajar saat mendengarkan, mencatat, dan melihat informasi di papan tulis, dan mengemukakan pendapatnya selalu barada di tempat duduk. Kondisi seperti ini menyertai pelajar minimal dua jam dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat menimbulkan keluhan muskuloskletal. Keluhan muskuloskletal dapat menimbulkan: (1) sakit pinggang dan punggung; (2) gangguan neuromuskular; (3) arthritis; (4) kelelahan otot secara kronis (Sutajaya, 2006). Keadaan seperti ini

27 27 salah satunya dapat di pulihkan dengan melakukan istirahat pendek dan istirahat aktif dengan jalan pindah tempat duduk setelah satu jam pelajaran. Selama proses pembelajaran dengan sikap belajar yang statis ini otot-otot cenderung menegang dan salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan memberikan istirahat aktif yang berupa peregangan otot di sela-sela proses pembelajaran sehingga otot menjadi rileks. 2.6 Energi untuk Kerja Energi yang digunakan untuk bekerja berasal dari pemecahan ATP yaitu dengan memecah salah satu dari ikatan pospat. Sehingga ATP dikonversi menjadi ADP dan menghasilkan energi. Agar sel tetap bekerja, ADP harus dikonversi kembali menjadi ATP sehingga energi tetap dapat dihasilkan bila diperlukan. ATP ADP + fosfat + energi Simpanan ATP sangat terbatas dan dapat berkurang dalam hitungan detik atau menit, sehingga harus dibentuk dari energi yang didapat dari oksidasi karbohidrat dan asam lemak (didapat dari lemak). Karbohidrat dan lemak terutama dipecah melalui serangkaian proses kimia dan kemudian menghasilkan karbohidrat, air dan energi yang kemudian digunakan untuk membentuk ATP. Metabolismenya dapat berlangsung secara aerob maupun secara anaerob. Pada jalur aerob, gula darah yang berasal dari makanan masuk ke dalam sel dan mengalami degradasi melalui serangkaian reaksi kimia menjadi piruvat. Sumber piruvat lainnya juga berasal dari glikogen yang banyak disimpan di dalam hati dan otot rangka. Dengan oksigen yang cukup banyak, yang didapat dari ventilasi paru dan diedarkan melalui sistem sirkulasi, piruvat memasuki siklus Krebs yang

28 28 selanjutnya menghasilkan karbondioksida, air, dan energi yang cukup besar untuk membentuk ATP dari ADP. Apabila kapasitas kerja meningkat dan pasokan oksigen tidak mencukupi maka terjadilah metabolisme anaerob, yang akan menghasilkan melalui proses aerob, dan produk sisa yang bersifat sangat asam, yaitu asam laktat. Produk sisa ini harus dibuang dengan bantuan oksigen. Apabila tidak tersedia oksigen selama seseorang bekerja, asam laktat tersebut akan menumpuk. Dikatakan bahwa orang tersebut memiliki oxygen debt yang harus dibayar dengan beristirahat (Citrawathi dkk., 2001).

29 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Tahap awal pembelajaran adalah pendidik mampu menyiapkan suasana yang kondusif. Terdapat dua faktor yang menentukan suasana yang mendukung proses pembelajaran yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Untuk menghindari terjadinya kesenjangan pada kedua faktor ini diusahakan variasi dalam mengajar sehingga proses pembelajaran tidak monoton atau dapat menimbulkan kondisi yang tidak nyaman pada peserta didik. Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik adalah: (1) peserta didik duduk pasif dalam mengikuti pembelajaran di kelas; (2) waktu berlangsungnya proses pembelajaran melebihi jadwal yang telah ditentukan, (3) metode pembelajaran dari pengajar yang bersifat monotone dan; (4) sarana dan prasarana yang digunakan dalam pembelajaran yang tidak sesuai dengan antropometri peserta didik. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan istirahat aktif berupa peregangan otot dalam pembelajaran. Sehingga kelelahan dan keluhan muskuloskeletal yang dialami peserta dapat diperingan.

30 Konsep Penelitian Kondisi belajar 1. Peserta didik duduk pasif 2. Waktu pembelajaran melebihi jadwal 3. Metode pembelajaran monoton 4. Sarana & prasarana tidak sesuai dengan antropometri Subjek Peserta didik dengan karakteristik: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Berat badan 4. Tinggi badan Perlakuan - Tanpa peregangan otot - Peregangan otot di sela pembelajaran Luaran Kebosanan Kelelahan Keluhan muskuloskeletal Kondisi lingkungan 1. Suhu kering 2. Suhu basah 3. Kelembaban udara 4. Kebisingan 5. Intensitas cahaya Organisasi 1. Materi pelajaran 2. Waktu istirahat Keterangan : : dikontrol : intervensi ==== : pengaruh intervensi Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

31 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dapat diuraikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Peregangan otot di sela pembelajaran menurunkan kebosanan pada peserta didik. 2. Peregangan otot di sela pembelajaran menurunkan kelelahan pada peserta didik 3. Peregangan otot di sela pembelajaran menurunkan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik.

32 32 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian eksperimental ini menggunakan rancangan sama subjek atau treatment by subjek design (Bakta, 1997). Secara sederhana dapat diilustrasikan seperti Gambar 4.1 (P 0 ) (P 1 ) P S O 1 O2 WOP O3 O4 Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian Sama Subjek Keterangan : P : populasi (Semua peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung yang memenuhi kriteria inklusi). S O 1 (P0) : sampel yang memenuhi kriteria inklusi. : pendataan sebelum pembelajaran (tanpa perlakuan). : tahap 1, sebelum perlakuan (pembelajaran tanpa peregangan otot). O 2 O 3 O 4 : pendataan setelah pembelajaran (tanpa perlakuan). : pendataan sebelum pembelajaran (dengan perlakuan). : pendataan setelah pembelajaran (dengan perlakuan). (P1) : tahap 2, sesudah perlakuan (pembelajaran dengan peregangan)

33 33 WOP : washing out period selama 4 hari untuk meminimalkan washing efek seperti; (1) akivitas siswa dibatasi, (2) istirahat secara teratur. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan Pariwisata Triatma Jaya Badung, dilaksanakan pada periode bulan Mei s.d Juni Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup penelitian dalam bidang ergonomi fisiologi kerja yang diterapkan pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan Pariwisata Triatma Jaya Badung. 4.4 Penentuan Sumber Data Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi penelitian Populasi target penelitian ini adalah semua peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung dan populasi terjangkau adalah peserta didik kelas X TIK2 jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi 2. Sampel penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah 40 peserta didik.

34 34 3. Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampelnya adalah total sampling karena semua peserta didik kelas X TIK2 Jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dipergunakan sebagai sampel yaitu berjumlah 40 orang peserta didik Kriteria Eligibilitas Adapun kriteria yang digunakan sebagai berikut. 1. Kriteria inklusi Sampel dalam penelitian ini adalah semua peserta didik kelas X TIK2 Jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut. a. Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. b. Bersedia terlibat sebagai sampel dalam penelitian ini yang dibuktikan dengan pengisian informed consent. c. Berat badan ideal s.d. normal yang dihitung dari tinggi badan dan berat badan sampel. 2. Kriteria drop out Kriteria drop out (dikeluarkan sebagai sampel) yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Tidak dapat mengikuti penelitian secara penuh b. Sakit atau kecelakaan saat penelitian berlangsung c. Karena alasan tertentu mengundurkan diri sebagai sampel.

35 Variabel Penelitian Identifikasi dan klasifikasi variabel Penelitian Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai berikut. 1. Variabel bebas; peregangan otot di sela pembelajaran 2. Variabel terikat; kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal. 3. Variabel kontrol, yaitu (a) faktor internal peserta didik (umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan) dan (b) faktor eksternal (mikroklimat ruang kelas dan faktor sosial budaya) Definisi operasional variabel Menghindari adanya kesalahan dalam pengumpulan data, maka berdasarkan identifikasi dan klasifikasi variabel di atas, dibuat definisi operasional variabel sebagai berikut. 1. Peregangan otot merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat (relaksasi). Sehingga dengan adanya peregangan ini kelenturan (fleksibilitas) menjadi meningkat. Peregangan otot dilakukan sebanyak 2 kali selama proses pembelajaran yang berlangsung dari pukul Wita dengan pembagian sebagai berikut Wita, jam pelajaran I Wita, jam pelajaran II Wita, jam pelajaran III (5 menit sebelum berakhir dilakukan peregangan) Wita, jam pelajaran IV Wita, istirahat selama 25 menit

36 Wita, jam pelajaran V Wita, jam pelajaran VI (5 menit sebelum berakhir dilakukan peregangan) Wita, jam pelajaran VII Jadi peregangan otot dilakukan sebanyak 6 kali selama 3 hari yaitu pada hari Senin, Selasa dan Rabu. 2. Peregangan dalam pembelajaran adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas otot peserta didik selama proses pembelajaran. Beberapa gerakan yang dilakukan untuk dapat menurunkan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik, sebagai berikut. a. Peregangan otot leher: berfungsi untuk meregangkan otot sternocleidomastoideus dan otot trapezius. Gerakan peregangan itu sendiri terdiri atas gerakan sebagai berikut. 1. Menundukkan kepala ke bawah dan meregangkan kepala ke atas dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. 2. Menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.3). 3. Mematahkan kepala ke kanan dan ke kiri dilakukan dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.4). b. Peregangan otot tangan dan lengan: bertujuan untuk meregangkan otot triceps brachii, deltoideus, biceps brachii, fleksor antebrachii, dan ekstensor antebrachii.

37 37 Gerakan peregangannya sebagai berikut. 1. Menekuk tangan kanan menyamping ke kiri dengan ditahan menggunakan tangan kanan dan kemudian sebaliknya dengan dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.5) 2. Tangan kanan ditekuk di belakang kepala kemudian ditekan menggunakan tangan kiri dan kemudian sebaliknya dengan dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.6) 3. Meregangkan atau menarik kedua tangan ke atas dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.7) 4. Menekuk telapak tangan kanan ke atas dan ke bawah dengan dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali serta demikian jugan dengan tangan kiri. (Seperti terdapat pada Gambar 16.8) c. Peregangan otot pinggang dan perut: ditujukan untuk meregangkan otot serratus anterior, rectus abdominis, latissimus dorsi, obliquus abdominis eksternus, dan inscriptiones tendineii. Gerakan peregangannya sebagai berikut. 1. Mencondongkan badan ke samping kanan dan ke samping kiri dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.9)

38 38 2. Memutar badan ke kanan dan kiri dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.10). d. Peregangan otot punggung, bertujuan untuk meregangkan otot trapezius dan latissimus dorsi. Gerakan peregangannya sebagai berikut. 1. Posisi berdiri, meletakkan telapak tangan pada punggung bagian bawah (tepat di bagian ginjal) dengan jari-jari tangan menunjuk ke bawah dan ibu jari menunjuk keluar dengan hitungan 8 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar dan 16.12). e. Peregangan bahu, bertujuan untuk meregangkan otot deltoideus Gerakan peregangannya sebagai berikut. 1. Tarik bahu ke atas, kearah telinga. Ulangi dengan hitungan 3 4 detik diulangi 5 sampai 6 kali. (Anonim, 2011). 3. Kebosanan adalah tingkat ungkapan perasaan yang tidak menyenangkan, perasaan lelah yang menguras seluruh minat dan tenaga. Di data dengan menggunakan kuesioner kebosanan. Pendataan tingkat kebosanan dilakukan pada pukul Wita (sesaat sebelum subjek mengikuti pembelajaran) dan pada pukul Wita. Jadi pendataan tingkat kebosanan dilakukan sebanyak 12 kali yakni setiap hari dilakukan pendataan sebanyak 2 kali (sebelum dan sesudah pembelajaran) sebanyak 6 hari yaitu 3 kali sebelum perlakuan dan 3 kali setelah perlakuan.

39 39 4. Kelelahan adalah tingkat reaksi fungsional dari pusat kesadaran yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Di data dengan menggunakan 30 item of rating scale yang dikeluarkan oleh Japan Association of Industrial and Health. Kuesioner ini terdiri atas tiga kategori yaitu: pelemahan aktivitas (item 1 10), pelemahan motivasi (Item 11 20) dan kelelahan fisik (item 21 30). Pendataan tingkat kelelahan dilakukan pada pukul Wita (sesaat sebelum subjek mengikuti pembelajaran) dan pada pukul Wita. Jadi pendataan tingkat kelelahan dilakukan sebanyak 12 kali yakni setiap hari dilakukan pendataan sebanyak 2 kali (sebelum dan sesudah pembelajaran) sebanyak 6 hari yaitu 3 kali sebelum perlakuan dan 3 kali setelah perlakuan. 5. Keluhan muskuloskeletal adalah tingkat rasa tidak nyaman sampai nyeri pada otot. Keluhan muskuloskeletal didata dengan menggunakan kuesioner keluhan muskuloskeletal yang dimodifikasi dengan 4 skala Likert. Pendataan tingkat keluhan muskuloskeletal dilakukan pada pukul Wita (sesaat sebelum subjek mengikuti pembelajaran) dan pada pukul Wita Jadi pendataan tingkat keluhan muskuloskeletal dilakukan sebanyak 12 kali yakni setiap hari dilakukan pendataan sebanyak 2 kali (sebelum dan sesudah pembelajaran) selama 6 hari yaitu 3 kali sebelum perlakuan dan 3 kali setelah perlakuan. 6. Umur adalah jarak antara waktu lahir sampai pada saat pendataan. 7. Jenis kelamin adalah ciri fenotif subjek yang ditunjukkan oleh ciri-ciri kelamin sekunder.

40 40 8. Kesehatan adalah status sehat subjek yang ditinjau berdasarkan kondisi fisiologisnya dan dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter. 9. Berat badan adalah bobot tubuh subjek yang diukur dengan timbangan badan Camry kapasitas 130 kg, dengan ketelitian 0,1 kg. 10. Tinggi badan adalah ukuran dan proporsi tubuh subjek dalam posisi berdiri yang diukur dari vertex sampai ke telapak kaki di lantai dengan antropometer merek Super buatan Jepang. 11. Pembelajaran adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. 12. Guru adalah pengajar yang memberikan pengajaran dalam satu bidang ilmu yang dikuasai dan akan disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini. Karakteristik guru diasumsikan tidak berpengaruh terhadap hasil penelitian karena dilakukan oleh guru yang sama antara sebelum dan sesudah perlakuan. 13. Materi pelajaran adalah materi yang diberikan sesuai dengan kurikulum pendidikan untuk siswa SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung. Dengan materi pelajaran sebagai berikut. Senin: Wita : Kimia Wita : Kimia Wita : Bahasa Indonesia Wita : Bahasa Indonesia Wita : Istirahat Wita : Bahasa Inggris

41 Wita : Bahasa Inggris Wita : Budi Pekerti Selasa: Wita : Ilmu Pengetahuan Alam Wita : Ilmu Pengetahuan Alam Wita : Matematika Wita : Matematika Wita : Istirahat Wita : Pemrograman Dasar Wita : Pemrograman Dasar Wita : Pemrograman Dasar Rabu: Wita : Pemrograman Web Dasar Wita : Pemrograman Web Dasar Wita : Pemrograman Web Dasar Wita : Istirahat Wita : Agama Hindu Wita : Agama Hindu Wita : Pendidikan Kewarganegaraan Wita : Pendidikan Kewarganegaraan 14. Jam pelajaran adalah istilah yang digunakan untuk membatasi waktu selama proses pembelajaran berlangsung. Satu jam pelajaran dihitung 45 menit.

42 Waktu istirahat adalah waktu yang digunakan siswa untuk istirahat setelah mengikuti proses pembelajaran. Waktu istirahat yang diberikan adalah 45 menit. 16. Kondisi lingkungan yaitu kondisi alam yang menyertai subjek dalam proses pembelajaran dan tidak memungkinkan untuk diperbaiki seperti suhu udara dan kelembaban relatif. Pengaruhnya akan dikendalikan dengan jalan melakukan penelitian di satu tempat dan perubahan antara sebelum dan sesudah perlakuan akan dianalisis secara statistic (control by analisis) 17. Suhu udara adalah suhu lingkungan dalam derajat celcius yang diukur dengan thermometer ruangan merk Luxtron LM 800. Pengukuran dilakukan pada lima titik (di bagian depan kanan dan kiri, tengah dan bagian belakang kanan dan kiri) dalam ruang kelas siswa. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan dalam sehari. 18. Kelembaban relatif adalah kelembaban yang ditentukan berdasarkan nilai suhu basah dan suhu kering dalam satuan derajat celcius yang dikonversi ke satuan derajat Fahrenheit dan dipetakan ke dalam Psychrometric Chart. Pengukuran ini dilakukan hanya pada satu titik saja yaitu pada titik sentral dari ruang kelas siswa. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan dalam sehari. 19. Intensitas kebisingan diukur dengan menggunakan Sound Level Meter merk Rion dengan satuan decibel A (db. A). 20. Penerangan adalah intensitas penerangan alami atau buatan dalam satuan lux yang diukur dengan Luxmeter model DM-28 buatan Jepang. Intensitas

43 43 penerangan ini diukur dengan pada lima titik (di bagian depan kanan dan kiri, tengah dan bagian belakang kanan dan kiri) dalam ruang kelas siswa. Setiap pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan. 4.6 Instrumen pengumpulan data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Luxmeter merek Yu Fong buatan Taiwan untuk mengukur tingkat intensitas cahaya. 2. Hygrometer merek TFA buatan U.S.A untuk mengukur suhu dan kelembaban ruangan. 3. Digital camera Fine POx A510 merek Fujifilm untuk dokumentasi. 4. Kuesioner kebosanan yang sudah valid untuk mendata kebosanan peserta didik. 5. Kuesioner 30 item of rating scale dengan skala Likert yang sudah valid dan reliabel untuk mendata kelelahan. 6. Kuesioner Nordic Body Map yang dimodifikasi dengan empat skala Likert yang sudah valid dan reliabel serta sudah digunakan secara internasional untuk mendata keluhan muskuloskeletal.

44 Prosedur Penelitian Tahap persiapan Persiapan yang dilakukan sebelum proses penelitian berlangsung sebagai berikut. 1. Mengurus kelengkapan administrasi dan perijinan yang diperlukan untuk mendukung jalannya penelitian. Dalam hal surat ijin diajukan kepada Kepala SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung. 2. Melakukan komunikasi lebih jauh dengan guru yang peserta didiknya dijadikan sampel penelitian. Hal ini bertujuan agar penelitian berjalan lebih kondusif dan dipahami oleh semua pihak. Misalnya dalam berjalannya penelitian tidak satupun peserta didik yang melakukan istirahat aktif diluar dari pemberian peregangan otot oleh peneliti. 3. Mempersiapkan semua keperluan alat/instrumen pengumpul data. 4. Menyiapkan dan memberi latihan kepada petugas pengumpul data (rekanrekan peneliti) dan peserta didik yang dipergunakan sebagai sampel tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses penelitian, dimulai dari sebelum perlakuan sampai diberikannya peregangan. Petugas pengumpul data ada sebanyak 4 orang. Persiapan guru bersama peneliti sebagai berikut. 1. Dalam proses pembelajaran yang sebelumnya sudah didiskusikan antara peneliti dengan guru terkait, yaitu mengkondisikan peserta didik tidak melakukan aktivitas yang dapat digolongkan sebagai istirahat aktif diluar dari pemberian gerakan-gerakan peregangan otot oleh peneliti.

45 45 2. Metode yang dipergunakan untuk mendukung keadaan di atas adalah metode ceramah, dimana hanya guru yang aktif memberikan pembelajaran sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan memberikan tanggapan dari tempat duduk. Persiapan peserta didik sebagai berikut. 1. Peserta didik diharapkan sudah mengetahui jadwal pelajaran sehingga tidak ada peserta didik yang terlambat memasuki kelas. 2. Peserta didik diharapkan mengikuti pelajaran sesuai dengan model pembelajaran yang telah dirancang, dan selebihnya mengikuti instruksi dari guru terkait dan instruksi dari peneliti. 3. Peserta didik yang dijadikan sampel penelitian diharapkan tidak melakukan aktivitas berlebihan selama proses pembelajaran berlangsung. 4. Peserta didik yang dijadikan subyek penelitian, baik dalam kelompok kontrol maupun dalam kelompok eksperimen selama penelitian ini berlangsung diminta untuk mengisi: (a) kuesioner kebosanan; (b) kuesioner 30 items of rating scale, (c) kuesioner Nordic Body Map Tahap pelaksanaan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut. 1. Tahap pelaksanaan ini diawali dengan memberikan pengarahan kepada seluruh subjek penelitian mengenai prosedur dan langkah yang harus mereka persiapkan dan mereka lakukan selama proses penelitian dan pengambilan data berlangsung.

46 46 2. Melakukan pendataan terhadap kondisi peserta didik jika ada yang kurang sehat, dan memastikan peserta didik sudah sarapan sebelum mengikuti pembelajaraan. a. Sebelum pembelajaran dimulai 1. Peneliti bersama tenaga pengambil data melakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan seperti (a) suhu dan kelembaban yang diukur di satu titik yaitu dibagian sentral dan (b) intensitas cahaya diukur pada lima titik (di bagian depan kanan dan kiri, bagian tengah, bagian belakang kanan, dan kiri ruang kuliah). 2. Pendataan terhadap kebosanan. Cara pengisiannya adalah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang telah disiapkan, sesuai dengan kondisi subjek yang dirasakan pada saat itu. 3. Pendataan terhadap kelelahan dengan 30 item of rating scale. Cara pengisiannya adalah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang telah disiapkan, sesuai dengan kondisi subjek yang dirasakan pada saat itu. 4. Pendataan keluhan muskuloskletal dengan kuesioner Nordic Body Map. Cara menjawab atau mengisi kuesioner ini adalah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan rasa sakit atau kaku yang mereka rasakan. b. Saat pembelajaran berlangsung Pembelajaran dengan menggunakan istirahat aktif berupa peregangan otot, dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. 1. Guru membuka pelajaran.

47 47 2. Melakukan kegiatan inti, peserta didik duduk di tempat masingmasing dengan jarak duduk yang telah diatur dan mendengarkan penjelasan yang diberikan guru serta tidak melakukan aktivitas di luar ketentuan yang sudah dijelaskan sebelumnya. 3. Setelah 3 jam pelajaran (3 menit) peserta didik diberikan peregangan otot oleh instruktur (peneliti) selama 5 menit. Peserta didik diharapkan mengikuti gerakan-gerakan peregangan dengan bersungguh-sungguh. 4. Setelah melakukan peregangan otot, peserta didik melanjutkan kembali pembelajaran yang tadi tertunda. 5. Peregangan otot kembali diberikan setelah 3 jam pelajaran (3 menit) berlangsung. Peregangan diberikan selama 5 menit oleh instruktur. c. Setelah pembelajaran berakhir 1. Menjelang pembelajaran berakhir, kembali dilakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan seperti (a) suhu dan kelembaban yang diukur hanya di satu titik; (b) intensitas cahaya diukur di lima titik. 2. Pendataan terhadap kebosanan dengan kuesioner kebosanan. 3. Pendataan terhadap kelelahan dengan 30 item of rating scale. Cara pengisisannya adalah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang telah disiapkan, sesuai dengan kondisi subjek yang dirasakan pada saat itu. 4. Pendataan keluhan muskuloskeletal dengan kuesioner Nordic Body Map. Cara menjawab atau mengisis kuesioner ini adalah dengan

48 48 memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan rasa sakit atau kaku yang mereka rasakan Waktu pelaksanaan Waktu pelaksanaan adalah dari tanggal Mei 2011 dan 30 Mei 1 Juni 2011 dengan rincian sebagai berikut. 1. Pengambilan data I dilakukan selama 3 hari dari tanggal Mei 2011 dengan 6 kali pengambilan data (3 kali pertemuan) tanpa pemberian peregangan otot. 2. Setelah pengambilan data I diberikan WOP (Washing Out Period) untuk meminimalkan washing efect selama 4 hari. Pengambilan data II dilakukan selama 3 hari dari tanggal 30 Mei 1 Juni 2011 dengan 6 kali pengambilan data dan pemberian peregangan otot seperti yang telah dijelaskan di atas. 4.8 Protokol Penelitian Protokol untuk subjek a. Pada setiap awal hari subjek harus sudah tiba pada tempat penelitian setengah jam sebelum jadwal kegiatan belajar dimulai atau pada pukul Wita. b. Subjek mendapatkan penjelasan tentang tata cara pengisian kuesioner. c. Hari pertama (Senin) pukul Wita, subjek melakukan pengisian dan pengukuran data umum. d. Hari kedua dan ketiga (Senin Rabu) pukul Wita, subjek melakukan pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan

49 49 muskuloskeletal sebelum memulai kegiatan pembelajaran tanpa disertai peregangan otot. Di akhir kegiatan pembelajaran, subjek kembali melakukan pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal. e. Hari ketiga sampai dengan ketujuh (Kamis Minggu), subjek diberi washing out selama 4 hari dan selama wahing out, proses pembelajaran ditiadakan atau siswa diliburkan. f. Hari kedelapan sampai dengan kesepuluh (Senin Rabu), jam Wita subjek melakukan pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal sebelum memulai kegiatan belajar dengan dipandu oleh surveyor. Subjek lalu melakukan kegiatan belajar. Setelah 3 jam pelajaran (3 menit) subjek diberikan peregangan otot oleh instruktur (peneliti) selama 5 menit. Setelah melakukan peregangan, peserta didik kembali melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar diselingi peregangan otot selama 5 menit dilakukan dengan pengulangan sebanyak 2 kali. Setiap hari selama 3 hari berturut-turut dilakukan kegiatan peregangan sebanyak 2 kali selama 5 menit. Di akhir kegiatan pembelajaran, subjek kembali melakukan pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal Protokol untuk surveyor a. Sebelum mulai melakukan penelitian, peneilti memberikan penjelasan kepada subjek penelitian tentang tata cara penelitian.

50 50 b. Saat penelitian, setiap pagi pada jam Wita dan jam Wita, peneliti memberikan penjelasan dan memandu subjek mengenai cara pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal. c. Melakukan pengukuran terhadap mikroklimat di tempat penelitian setiap sebelum dan sesudah pembelajaran meliputi parameter suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, intensitas penerangan dan tingkat kebisingan. d. Melakukan observasi awal terhadap kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal. e. Melakukan intervensi sesuai rancangan yang telah ditetapkan. f. Melakukan observasi akhir terhadap kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal Prosedur Pengukuran 1. Penilaian kebosanan a. Sebelum memulai kegiatan belajar pada pagi hari (pukul Wita) subjek diminta untuk mengisi kuesioner kebosanan. b. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar (pukul Wita) subjek diminta kembali untu mengisi kuesioner kebosanan. c. Nilai atau skor kebosanan dihitung berdasarkan selisih kebosanan sesudah kegiatan belajar dan sebelum kegiatan belajar. Karena ada tiga hari pendataan dalam satu periode maka skor kebosanan untuk tiap perlakuan diperoleh rata-rata enam nilai tersebut. 2. Penilaian kelelahan

51 51 a. Sebelum memulai kegiatan belajar pada pagi hari (pukul Wita) subjek diminta untuk mengisi kuesioner kelelahan. b. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar (pukul Wita) subjek diminta kembali untu mengisi kuesioner kelelahan. c. Nilai atau skor kelelahan dihitung berdasarkan selisih kelelahan sesudah kegiatan belajar dan sebelum kegiatan belajar. Karena ada tiga hari pendataan dalam satu periode maka skor kelelahan untuk tiap perlakuan diperoleh rata-rata enam nilai tersebut. 3. Penilaian keluhan muskuloskeletal a. Sebelum memulai kegiatan belajar pada pagi hari (pukul Wita) subjek diminta untuk mengisi kuesioner keluhan muskuloskeletal. b. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar (pukul Wita) subjek diminta kembali untu mengisi kuesioner keluhan muskuloskeletal. c. Nilai atau skor keluhan muskuloskeletal dihitung berdasarkan selisih keluhan muskuloskeletal sesudah kegiatan belajar dan sebelum kegiatan belajar. Karena ada tiga hari pendataan dalam satu periode maka skor keluhan muskuloskeletal untuk tiap perlakuan diperoleh rata-rata enam nilai tersebut.

52 Alur Penelitian Populasi Target Peserta didik kelas X Populasi Terjangkau peserta didik kelas X TIK2 Jurusan TIK Sampel 40 peserta didik Kriteria Inklusi Total Sampling Tahap II Data Sebelum pembelajaran: - Mikrolimat - Kebosanan - Kelelahan - Keluhan Muskuloskeletal Tahap I Data Sebelum pembelajaran: - Mikroklimat - Kebosanan - Kelelahan - Keluhan Muskuloskeletal - Produktivitas P0 (pembelajaran tanpa peregangan otot) P1 (peregangan otot di sela pembelajaran) Data setelah pembelajaran: - Mikroklimat - Kebosanan - Kelelahan - Keluhan Muskuloskeletal Data setelah pembelajaran : - Mikroklimat - Kebosanan - Kelelahan - Keluhan Muskuloskelatal Washing Out (4 hari) Gambar Alur Penelitian

53 Analisis Data Pengolahan data dari hasil pengukuran adalah sebagai berikut. 1) Uji normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa sampel benar-benar berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas data terhadap kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal menggunakan statistik Kolmogorow-Smirnov (K-S) dengan menggunakan program SPSS 16 for Windows. Kriteria pengujian data menggunakan taraf signifikansi 5% (α = 0,05). 2) Uji t sampel berpasangan (a) Data kondisi lingkungan dianalisis dengan uji paired-sample t test pada taraf signifikansi 5%. (b) Data kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal dianalisis dengan uji paired-sample t test karena datanya berdistribusi normal pada taraf signifikansi 5%. Uji t sampel berpasangan (paired-sample t test) merupakan pengujian yang dilakukan terhadap dua sampel yang berpasangan. Sampel yang berpasangan dapat diartikan sebagai sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua treatment atau perlakuan berbeda.

54 54 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Fisik Subjek Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal Mei 2011 dan 30 Mei 1 Juni 2011 di SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung. Jumlah dalam sampel ini sebanyak 40 siswa, 23 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan. Masing-masing siswa sedang duduk di kelas X, tahun pelajaran 2010/2011. Dari 40 sampel tersebut diberikan dua kali perlakuan yaitu perlakuan pada tahap 1 (pembelajaran tanpa peregangan) dan perlakuan pada tahap 2 (peregangan di sela pembelajaran). Hasil analisis deskriptif terhadap data karakteristik subjek yang meliputi variabel umur, berat badan dan tinggi badan disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Data Karakteristik Subjek Peserta Didik Kelas X SMK Triatma Jaya Badung No Variabel Rentangan Rerata Simpang Baku 1 Umur (tahun) ,60 0,68 2 Berat Badan (kg) ,95 10,58 3 Tinggi Badan (cm) ,40 9,71 Dari Tabel 5.1 diketahui bahwa rerata umur peserta didik adalah 15,60 ± 0,68 tahun dengan rentangan tahun. Rerata berat badan peserta didik adalah 52,95 ± 10,58 kg dengan rentangan kg. Rerata tinggi badan peserta didik adalah 162,40 ± 9,71 cm. Dilihat rerata berat badan dan tinggi badan peserta didik termasuk dalam rentangan berat badan ideal.

55 Kondisi Lingkungan Kerja Kondisi lingkungan kerja yang diindikasikan dari suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, intensitas penerangan, intensitas kebisingan dan kecepatan angin dapat berpengaruh terhadap kondisi kerja. Hasil uji normalitas terhadap data kondisi lingkungan menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Dengan demikian dilanjutkan dengan analisis parametric dengan menggunakan uji pairedsample t test. Hasil analisis data kondisi lingkungan di ruang kelas SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Data Kondisi Lingkungan Ruang Kelas SMK Pariwisata Triatma Jaya, Badung No Variabel Tahap 1 Rerata SB Tahap 2 Rerata SB Nilai F Nilai P 1. Suhu Basah ( C) 25,50 0,50 26,50 0,61 0,000 0, Suhu Kering ( C) 28 0, ,17 10,286 0, Kelembaban Relatif (%) 81,6 6,15 80,80 5,45 0,389 0,833 4 Intensitas Penerangan (Lux) 620,2 243,71 629,2 145,63 5,741 0,310 5 Intensitas Kebisingan (db) 73,10 2,24 76,26 1,09 2,544 0, Kecepatan Angin (m/dt) 0,14 0,11 0,26 0,09 0,264 0,101 Data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa kondisi lingkungan dilihat dari suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, intensitas penerangan, intensitas kebisingan dan kecepatan angin di ruang kelas saat perlakuan pada tahap 1 (pembelajaran tanpa peregangan) dan tahap 2 (peregangan di sela pembelajaran) adalah tidak berbeda bermakna (p>0,05). Ini berarti data kondisi lingkungan antar kedua perlakuan adalah sama.

56 Kebosanan dalam Proses Pembelajaran Analisis efek sisa terhadap kebosanan dalam proses pembelajaran Efek sisa terjadi apabila washing out period tidak cukup sehingga efek perlakuan pada tahap 1 (tanpa peregangan) masih ada pada waktu diberikan perlakuan pada tahap 2 (dengan peregangan). Efek sisa ini dicari dengan membandingkan rerata nilai kebosanan pada penelitian tahap 1 dan tahap 2 antar subjek penelitian, ditampilkan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Efek Sisa Nilai Rerata Kebosanan antar Perlakuan pada Peserta Didik Kelas X SMK Triatma Jaya Badung Kelompok Rerata Simpang Baku Nilai t Nilai p Tahap 1 38,000 6,089 0,128 0,898 Tahap 2 38,175 6,118 Jumlah nilai kebosanan pada perlakuan tahap 1 dan perlakuan pada tahap 2 diuji normalitasnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S), didapat data berdistribusi normal, dimana (p>0,05). Dari hasil uji independent samples test diketahui perbedaan jumlah nilai kebosanan pada perlakuan tahap 1 dan perlakuan pada tahap 2 dari subjek penelitian tidak berbeda, di mana t= 0,128 dengan p=0,898. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat efek sisa dari perlakuan pada tahap 1 terhadap perlakuan pada tahap Analisis efek perlakuan terhadap kebosanan dalam proses pembelajaran Kebosanan diukur dengan menggunakan kuesioner kebosanan menggunakan skala empat Likert dan diperoleh skor kebosanan sebelum dan sesudah perlakuan, sebagaimana terlihat pada Tabel 5.4

57 57 Tabel 5.4 Nilai Rerata Kebosanan antar Perlakuan pada Peserta Didik kelas X SMK Triatma Jaya Badung Tahap 1 Tahap 2 Nilai t Nilai p Rerata SB Rerata SB Sebelum 38,000 6,089 38,175 6,118 2,014 0,051 pembelajaran Sesudah 72,950 10,127 66,650 8,739 3,160 0,003 pembelajaran Beda 34,950 12,172 28,475 10,233 3,231 0,003 Sebelum dilakukan uji paired-sample t test data kebosanan dalam proses pembelajaran, diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) pada tingkat kepercayaan (α=0,05). Data tersebut pada masing-masing tahap adalah berdistribusi normal (p>0,05), sehingga dilanjutkan dengan menggunakan uji paired-sample t test. Hasil uji paired-sample t test terhadap kebosanan sebelum pembelajaran tidak berbeda bermakna (p>0,05), ini berarti kebosanan sebelum pembelajaran untuk masing-masing tahap adalah sama. Sedangkan kebosanan sesudah pembelajaran berbeda bermakna (p<0,05), ini berarti skor kebosanan sesudah pembelajaran untuk kedua perlakuan adalah berbeda. 5.4 Kelelahan dalam Proses Pembelajaran Analisis efek sisa terhadap kelelahan dalam proses pembelajaran Efek sisa terjadi apabila washing out period tidak cukup sehingga efek perlakuan tahap 1 masih ada pada waktu diberikan perlakuan pada tahap 2. Efek sisa ini dicari dengan membandingkan rerata nilai kelelahan pada penelitian

58 58 perlakuan tahap 1 dan perlakuan pada tahap 2 antar subjek penelitian, ditampilkan pada Tabel 5.5 Tabel 5.5 Efek Sisa Nilai Rerata Kelelahan antar Perlakuan pada Peserta Didik kelas X SMK Triatma Jaya Badung Kelompok Rerata Simpang Baku Nilai t Nilai p Tahap 1 32,225 1,818 0,000 1,000 Tahap 2 32,225 1,846 Jumlah nilai kelelahan pada perlakuan tahap 1 dan perlakuan pada tahap 2 dari masing-masing kelompok perlakuan diuji normalitasnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S), didapat data berdistribusi normal, dimana (p> 0,05). Dari hasil uji independent samples test diketahui perbedaan jumlah nilai kelelahan pada perlakuan tahap 1 dan perlakuan pada tahap 2 dari masing-masing kelompok perlakuan subjek penelitian tidak berbeda, di mana t= 0,000 dengan p=1,000. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat efek sisa dari perlakuan tahap 1 terhadap perlakuan pada tahap Analisis efek perlakuan terhadap kelelahan dalam proses pembelajaran Kelelahan subjektif adalah rerata skor pengisian kuesioner 30 item yang terpilih menjadi tiga bagian, 1 10 adalah pelemahan aktivias, adalah pelemahan motivasi dan adalah kelelahan fisik akibat keadaan umum. Hasil analisis kelelahan dalam proses pembelajaran antara perlakuan tahap1 dan perlakuan tahap 2 disajikan pada Tabel 5.6.

59 59 Tabel 5.6 Nilai Rerata Kelelahan antar Perlakuan pada Peserta Didik Kelas X SMK Triatma Jaya Badung Tahap 1 Tahap 2 Nilai t Nilai p Rerata SB Rerata SB Sebelum 32,225 1,819 32,225 1,847 0,001 1,000 pembelajaran Sesudah 73,725 3,823 51,700 4,292 28,665 0,001 pembelajaran Beda 41,500 3,843 19,475 4,635 28,696 0,001 Dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) diperoleh bahwa skor kelelahan berdistribusi normal, sehingga dilanjutkan dengan uji pairedsample t test. Hasil uji t-paired skor kelelahan sebelum perlakuan tidak berbeda bermakna (p>0,05), ini berarti skor kelelahan sebelum perlakuan untuk kedua perlakuan adalah sama. Sedangkan skor kelelahan sesudah perlakuan berbeda bermakna (p<0,05), ini berarti skor kelelahan sesudah pembelajaran antara perlakuan tahap 1 (tanpa peregangan) dengan perlakuan tahap 2 (dengan peregangan) adalah berbeda. 5.5 Keluhan Muskuloskeletal dalam Proses Pembelajaran Analisis efek sisa keluhan muskuloskeletal Efek sisa terjadi apabila washing out period tidak cukup sehingga efek perlakuan pada tahap 1 (tanpa peregangan) masih ada pada waktu diberikan pada tahap 2 (dengan peregangan). Efek sisa ini dicari dengan membandingkan rerata nilai keluhan muskuloskeletal pada penelitian perlakuan pada tahap 1 dan 2 antar subjek penelitian, ditampilkan pada Tabel 5.7.

60 60 Tabel 5.7 Efek Sisa Nilai Rerata Keluhan Muskuloskeletal antar Perlakuan pada Peserta Didik kelas X SMK Triatma Jaya Badung Kelompok Rerata Simpang Baku Nilai t Nilai p Perlakuan tahap 1 31,225 2,547 1,147 0,255 Perlakuan tahap 2 31,875 2, Analisis efek perlakuan terhadap keluhan muskuloskeletal dalam proses pembelajaran Keluhan muskuloskeletal diukur menggunakan Nordic Body Map dengan penilaian empat skala Likert. Analisis data mengenai keluhuan muskuloskeletal terlihat pada Tabel 5.8 Tabel 5.8 Nilai rerata Keluhan Muskuloskeletal antar Perlakuan pada Peserta Didik Kelas X SMK Triatma Jaya Badung Tahap 1 Tahap 2 Nilai t Nilai p Rerata SB Rerata SB Sebelum 31,225 2,547 31,875 2,524 1,433 0,160 pembelajaran Sesudah 70,475 4,674 45,900 5,213 36,382 0,001 pembelajaran Beda 39,250 5,633 14,025 4,999 29,291 0,001 Dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorv-Smirnov diperoleh bahwa keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah pembelajaran berdistribusi normal, sehingga dilanjutkan dengan uji paired-sample t test. Hasil uji paired-sample t test skor keluhan muskuloskeletal sebelum pembelajaran tidak berbeda bermakna (p>0,05), ini berarti skor keluhan muskuloskeletal sesudah pembelajaran antara perlakuan tahap 1 (tanpa peregangan) dengan tahap 2 (dengan peregangan) adalah berbeda.

61 61 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Subjek Subjek pada penelitian ini terdiri dari 40 siswa, 23 siswa laki-laki, 17 perempuan dengan karakteristik yang akan dibahas adalah umur, tinggi badan dan berat badan. Umur subjek yang terlibat dalam penelitian ini antara tahun dengan rerata 15,60 ± 0,68 tahun. Rentangan umur ini merupakan rentangan umur yang sesuai untuk peserta didik yang dibuktikan dengan kartu pelajar yang mereka miliki di sekolah sehingga pengaruhnya terhadap pekerjaan dapat diabaikan. Kondisi umur berpengaruh terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot seseorang (Kroemer dan Grandjean, 2000). Kapasitas fisik seseorang berbanding lurus dengan umur sampai batas-batas tertentu dan mencapai puncaknya pada usia 25 tahun (Manuaba, 1998). Rentangan umur subjek masih berada dalam keadaan fisik yang optimal untuk melakukan pekerjaan karena belum mencapai usia puncak produktif. Berat badan dalam subjek penelitian berada dalam rentangan kg dengan rerata 52,95 ± 10,58 kg dan tinggi badan berada dalam rentangan cm dengan rerata 162,4 ± 9,71 cm. Dilihat dari rerata berat badan dan rerata tinggi badan peserta didik tergolong dalam kategori ideal sehingga pengaruhnya terhadap penelitian dapat diabaikan. 61

62 Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan yang didata dalam penelitian ini adalah suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, pencahayaan, kebisingan dan kecepatan angin sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Temuan pada penelitian ini adalah rerata suhu basah pada perlakuan pada tahap1 adalah 25,50 C dan perlakuan 2 adalah 26,50 C. Sedangkan rerata suhu kering yang didapatkan di dalam ruang kelas pada tahap 1 adalah 28 C dan tahap 2 adalah 29 C, serta kelembaban relatif pada tahap 1 adalah 81,6% dan pada tahap 2 80,8%. Manuaba (1998a) menyatakan bahwa orang Indonesia yang berada di daerah tropis teraklimatisasi atau merasa nyaman dengan suhu kering antara C dan kelembaban relatifnya 70-80%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suhu kering, suhu basah dan kelembaban relatif pada kedua perlakuan berada di atas kategori nyaman. Hasil uji paired-sample t test membuktikan bahwa suhu kering, suhu basah dan kelembaban relatif untuk kedua tahap adalah tidak berbeda bermakna (p>0,05), ini berarti subjek penelitian terpapar oleh suhu kering, suhu basah dan kelembaban relatif yang sama antara kedua tahap, serta tidak bertindak sebagai variabel pengganggu karena pengaruhnya dapat dikontrol. Pencahayaan merupakan salah satu hal yang penting dalam proses pembelajaran. Pencahayaan yang baik memberikan situasi yang nyaman dalam melihat objek dengan jelas sehingga otot-otot mata tidak mengalami kelelahan. Rerata intensitas cahaya pada tahap 1 adalah 620,2 lux dan tahap 2 adalah 629,2 lux. Untuk kegiatan belajar (membaca dan menulis) diperlukan intensitas pencahayaan sebesar lux (Kroemer dan Grandjean, 2000). Jadi intensitas

63 63 cahaya di dalam kelas, masih berada dalam batas kenyamanan. Berdasarkan uji paired-sample t test terlihat bahwa intensitas cahaya kedua perlakuan adalah tidak berbeda bermakna dengan p>0,05. Manuaba (1998) menyatakan apabila penerangan tidak memadai akan dapat menimbulkan 2 macam kelelahan, baik penglihatan maupun saraf. Bila kondisi ini berlangsung kronis, maka akan ditandai dengan tanda-tanda pusing dan vertigo, sulit tidur, dan hilang nafsu makan serta malas dan lamban dalam bertindak. Gerakan udara pada suatu ruangan memberi pengaruh kepada suhu yang dirasakan seseorang. Agar gerakan udara tersebut tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, dianjurkan agar gerakan udara di dalam ruangan tidak lebih dari 0,2m/detik (Manuaba, 1998). Apabila gerakan udara kurang dari 0,2m/detik maka sirkulasi udara dalam ruangan akan terganggu dan mengakibatkan pertukaran oksigen dan karbondioksida terganggu sehingga ruangan menjadi panas. Sebaliknya jika gerakan udara melebihi 0,2m/dtk mengakibatkan orang yang berada di ruangan tersebut tidak menyadari kehilangan panas tubuhnya dan mengalami dehidrasi. Pada penelitian ini ditemukan bahwa gerakan udara dalam ruangan pada tahap 1 adalah 0,14m/dtk dan tahap 2 adalah 0,26m/dtk. Gerakan udara tersebut tidak dalam kategori yang nyaman. Hasil uji paired-sample t test membuktikan bahwa gerakan udara pada tahap 1 dan tahap 2 adalah tidak berbeda bermakna (p>0,05). 6.2 Kebosanan Peserta Didik Kebosanan dalam proses pembelajaran ditandai dengan berkurangnya perhatian peserta didik terhadap materi yang sedang dibahas atau peserta didik

64 64 mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatiannya pada tugas yang sedang dilaksanakan. Kondisi seperti ini sering menyertai peserta didik pada proses pembelajaran jikalau jam belajar dialokasikan pada siang hari dan terlebih lagi guru pengajar kurang mampu mengelola kelas dengan baik. Jika kondisi yang membosankan tersebut berkepanjangan, akan muncul perasaan gelisah, ingin menghindar dari aktivitas tersebut dan menurunnya motivasi untuk belajar. Dalam hal ini Kroemer dan Grandjean (2000) menjelaskan bahwa kebosanan bisa terjadi disebabkan oleh stimulasi yang rendah, tuntutan fisik dan mental yang rendah yang mengakibatkan stimulasi yang kecil pada daerah kesadaran di otak. Konsekuensinya sistem limbik akan terpengaruh dan reaksi dari organisme secara keseluruhan akan menurun. Hasil uji paired-sample t test sebelum pembelajaran antara perlakuan pada tahap 1(tanpa peregangan) dan perlakuan pada tahap 2 (dengan peregangan) membuktikan bahwa kedua tahap tersebut tidak berbeda bermakna dengan nilai p>0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi peserta didik dilihat dari faktor kebosanan sebelum proses pembelajaran adalah sama. Proses pembelajaran yang berkepanjangan sering memunculkan rasa bosan yang ditandai dengan rasa kesal, lelah, lemas, dan menurunnya konsentrasi serta ingin beralih dari aktivitas tersebut. Hasil uji beda terhadap rerata skor kebosanan setelah proses pembelajaran membuktikan bahwa kedua tahap tersebut berbeda bermakna dengan nilai p < 0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi peserta didik dilihat dari faktor kebosanan setelah proses pembelajaran adalah berbeda. Hal ini terlihat dari perbedaan rerata skor kebosanan pada perlakuan pada tahap 1 (tanpa peregangan) yaitu 34,95 dan pada perlakuan pada tahap 2 (dengan peregangan)

65 65 yaitu 28,47. Hasil analisis ini membuktikan bahwa pembelajaran dengan menyisipkan peregangan mengurangi rerata kebosanan sebesar 18,54% secara signifikan (p<0,05) seperti terlihat pada Tabel 5.4. Temuan ini didukung oleh Wulanyani (2004) yang melaporkan bahwa pengaturan istirahat mampu mengurangi kebosanan secara signifikan (p<0,05) pada pelinting kertas rokok di CV X Denpasar. 6.3 Kelelahan Peserta Didik Proses pembelajaran tidak bisa terlepas dari beban belajar karena dalam proses pembelajaran diperlukan aktivitas fisik dan mental yang secara terpadu dapat diekspresikan melalui kelelahan yang ditandai dengan perubahan denyut nadi. Kelelahan secara umum merupakan suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi, aktivitas, dan fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Sedarmayanti, 1996). Kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala-gejalanya adalah: (1) terjadinya penurunan kestabilan fisik, (2) kebugaran berkurang, (3) gerakan lamban, (4) malas bekerja, dan (5) adanya rasa sakit yang semakin meningkat. Disamping itu kelelahan juga menyebabkan gangguan psikosomatik yaitu: (1) sakit kepala, (2) pusing, (3) mengantuk, (4) jantung berdebar, (5) keluarnya keringat dingin, (6) nafsu makan berkurang atau hilang, dan (7) adanya gangguan pencernaan (Kroemer dan Grandjean, 2000 dan Pheasant, 1991). Terkait dengan fakta tersebut tampaknya dalam proses pembelajaran, berisiko memunculkan kelelahan secara dini. Kondisi tersebut akan

66 66 semakin parah jika pada aktivitas pembelajaran disertai dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat, tidak aman dan tidak nyaman. Konsekuensinya kelelahan akan lebih cepat muncul. Hasil uji paired-sample t test kelelahan sebelum pembelajaran antara perlakuan pada tahap 1 (tanpa peregangan) dan perlakuan pada tahap 2 (dengan peregangan) menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak berbeda bermakna dengan nilai p>0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi peserta didik dilihat dari faktor kelelahan sebelum proses pembelajaran adalah sama. Hasil uji beda terhadap rerata skor kelelahan setelah proses pembelajaran menunjukkan bahwa kedua perlakuan pada tahap 1 dan tahap 2 tersebut berbeda bermakna dengan nilai p<0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi peserta didik dilihat dari faktor kelelahan setelah proses pembelajaran adalah berbeda. Hal ini terlihat dari perbedaan rerata skor kelelahan pada perlakuan pada tahap1 (tanpa peregangan) yaitu 41,50 dan perlakuan pada tahap 2 (dengan peregangan) yaitu 19,47. Terjadi penurunan kelelahan pada perlakuan 2 sebesar 80,94%. Terjadinya peningkatan kelelahan dalam pembelajaran ini karena tubuh peserta didik melakukan posisi statis terus menerus. Dengan kondisi tersebut, maka tubuh akan mengeluarkan energi yang lebih banyak karena harus mempertahankan posisi tersebut selama proses pembelajaran. Sedangkan pada proses pembelajaran yang menyisipkan peregangan otot (perlakuan pada tahap 2), peserta didik lebih merasa nyaman dan menjadi lebih rileks karena kondisi tubuh tidak lagi melakukan posisi statis secara terus menerus, sehingga energi yang dikeluarkan menjadi lebih sedikit. Ini berarti pembelajaran dengan menyisipkan peregangan mampu mengurangi kelelahan peserta didik secara bermakna (p<0,05)

67 67 dan konsekuensinya terjadi peningkatan ketelitian, kecepatan, dan kekonstanan peserta didik. Temuan ini juga didukung oleh Sutajaya (2006) yang menyatakan bahwa pembelajaran sistemik, holistik, interdisipliner, dan partisipatori (SHIP) yang menerapkan prinsip ergonomi menurunkan kelelahan mahasiswa dalam proses perkuliahan. Dengan adanya peregangan di sela pembelajaran maka tingkat kelelahan dalam pembelajaran dapat diturunkan. 6.4 Keluhan Muskuloskeletal Peserta Didik Proses pembelajaran yang dilakukan di ruangan kelas, umumnya didominasi oleh otot statis karena siswa saat mendengar, mencatat, melihat informasi di papan tulis, dan mengemukakan pendapat tetap berada di tempat duduknya. Keadaan seperti ini menyertai pebelajar selama 2 jam pelajaran, yang dapat mengakibatkan kekuatan otot berkurang, bertambah panjangnya waktu laten kontraksi dan waktu melemas, kurangnya koordinasi serta otot menjadi bergetar sehingga timbul keluhan dan kelelahan (Suma mur, 2009). Keluhan muskuloskeletal dihitung berdasarkan selisih skor keluhan dari pengisian kuesioner Nordic Body Map sebelum dan sesudah perlakuan berdasarkan empat skala likert. Pada penelitian ini pembelajaran pada perlakuan tahap 1 didominasi oleh aktivitas dengan sikap kerja yang tidak alamiah dan statis. Melalui pembelajaran yang diselingi dengan peregangan berhasil diatasi sikap kerja yang tidak alamiah menjadi alamiah karena pembelajaran tersebut didomonasi oleh aktivitas yang dinamis serta peregangan otot yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi munculnya keluhan muskuloskeletal. Hasil uji

68 68 paired-sample t test sebelum perlakuan antara perlakuan pada tahap 1 dan perlakuan pada tahap 2 menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak berbeda bermakna dengan nilai p>0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi peserta didik dilihat dari faktor keluhan muskuloskeletal sebelum proses pembelajaran adalah sama. Hasil uji beda terhadap rerata skor keluhan muskuloskeletal setelah proses pembelajaran menunjukkan bahwa kedua perlakuan pada tahap 1 dan tahap 2 tersebut berbeda bermakna dengan nilai p<0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi peserta didik dilihat dari faktor keluhan muskuloskeletal setelah proses pembelajaran adalah berbeda. Hal ini terlihat dari rerata peningkatan skor keluhan muskuloskeletal perlakuan pada tahap 1 (tanpa peregangan) yaitu 39,25 dan pada perlakuan pada tahap 2 (dengan peregangan) yaitu 14,02. Tingginya keluhan muskuloskeletal pada perlakuan 1 disebabkan karena tidak adanya kesempatan bagi otot untuk beristirahat yang cukup sehingga otot terus mengalami kontraksi yang menyebabkan daya dan kekuatan kontraksinya melemah, serta terjadi penumpukan sisa-sisa metabolisme seperti asam laktat. Hal ini mengakibatkan darah di antara serat-serat otot atau di luat pembuluh-pembuluh ototnya terjepit, sehingga peredaran darah juga pembentukan energi terganggu (Suma mur, 2009). Kadar asam laktat yang tinggi juga menggambarkan ketidakmampuan sistem energi aerobik, sehingga suplai energi bergeser ke sistem anaerobik. Keadaan ini menyebabkan peningkatan produksi asam laktat dalam jaringan dan menurunkan asam laktat dalam hati karena terhambatnya glikolisis (Citrawathi.dkk, 2001). Keluhan muskuloskeletal masih merupakan masalah utama dari penyakit akibat kerja (Bao, 2000 dan Hales dkk., 1996). Masalah tersebut menimbulkan angka ketidakhadiran kerja tertinggi dan sebagai penyebab turunnya produktivitas

69 69 karena mengganggu kesehatan tenaga kerja dan menimbulkan dampak negatif dalam bidang sosio ekonomi (Vanwonterghem, 1996 dan Evelyn, 1996) Dengan adanya peregangan menyebabkan keluhan muskuloskeletal menurun yaitu 64,28%. Penurunan ini disebabkan karena pada saat diberikan peregangan, otot dapat pulih kembali dan dapat membangun zat-zat yang diperlukan bagi otot, dalam hal ini adalah pendaur-ulangan asam laktat sisa metabolisme otot untuk diubah menjadi karbon dioksida (CO 2), air, dan glikogen serta protein yang akan dimanfaatkan kembali. Nala (1998) menyatakan bahwa proses pemulihan berusaha untuk mngembalikan kondisi tubuh ke kondisi semula. Disini diupayakan agar darah yang terkumpul di otot skeletal secepatnya bisa ditarik ke peredaran sentral. Selain itu berfungsi pula untuk membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan asam laktat yang berada di dalam otot dan darah. Asam laktat ini merupakan limbah hasil metabolisme sel otot sebagian besar (65%) akan didaur ulang dengan cara oksidasi (sistem aerobik) menjadi karbondioksida dan air. Sisanya diubah menjadi glikogen hati dan darah (20%) serta protein (15%) dimanfaatkan kembali untuk menjadi energi. Itu bisa terjadi melalui proses pemulihan, yang salah satunya adalah dengan cara melakukan berbagai gerakan aktif yang ringan seperti jalan atau menggerakgerakkan tubuh serta anggota tubuh atas dan bawah (lengan dan tungkai) secara ringan setelah melakukan aktivitas fisik. Pada peregangan di sela pembelajaran akan memberikankan peluang kepada peserta didik untuk melakukan aktif dan diharapkan dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal. Temuan ini juga didukung oleh Sutajaya (2006) yang menyatakan bahwa pembelajaran sistemik, holistik, interdisipliner, dan partisipatori (SHIP) yang

70 70 menerapkan prinsip ergonomi menurunkan keluhan muskuloskeletal mahasiswa dalam proses perkuliahan. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian secara serius terhadap akibat yang ditimbulkan oleh kondisi pembelajaran yang tidak ergonomik dilihat dari keluhan muskuloskeletal yang ditimbulkan.

71 71 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 1.1 Simpulan Bertolak dari pembahasan di atas yang dikaji berdasarkan literatur yang mendukung dan temuan di lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Peregangan otot di sela pembelajaran dapat menurunkan kebosanan secara bermakna pada peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya sebesar 18,54%. 2. Peregangan otot di sela pembelajaran dapat menurunkan kelelahan secara bermakna pada peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya sebesar 80,94% 3. Peregangan otot di sela pembelajaran dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal secara bermakna pada peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya sebesar 64,28%. 1.2 Saran Berdasarkan temuan pada penelitian inidapat disarankan sebagai berikut. 1. Pembelajaran dengan menyisipkan peregangan otot sebaiknya mulai diterapkan karena sudah terbukti mampu menurunkan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal peserta didik. 2. Pihak sekolah disarankan untuk memberikan pemahaman sosialisasi dan latihan peregangan otot kepada seluruh pengajar, sehingga setiap pengajar diharapkan memberikan kegiatan peregangan otot di sela pembelajaran.

72 72 DAFTAR PUSTAKA Allers V Workplace Preventive Program Cut Cost of Illness and Injuries Journal Occupational Health and Safety. Oktober. Amstrong, R Lighting at Work. Occupational Health & Safety Authority. Melbourne, Australia:. Anastasi, A Field of Applied Psychology (terjemahan). Jakarta: CV. Rajawali. Anonim, Informasi Tes. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Anonim, Survey Kelainan Gizi di Daerah Tingkat II. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI. Anonim, Gerakan Peregangan (Strecthing). Tersedia di tembolok. [access tanggal 20 Juli 2011] Anoraga, P Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Bakta I.M Rancangan Penelitian. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bao, S., Winkel, J., Shahnavaz, H Prevalence of Musculoskeletal Disorder at Work Places in the People s Republic of China. Int. J. Occup. Saf. Ergon.; 6(4): Bernard, T.E Occupational Heat Stress. Edited by Bhatacharya, A & MCGlothlin, J.D. Occupational Ergonomics Theory and Applications. New York: Marcel Dekker Inc. Berry, L.M Psychology at Work. 2nd ed. Boston: McGraw-Hill. Boucsein, W Ergonomics and The Workplace. Proc, National Acad. Sci USA. Brennan F.B & Chanetski C.J Stress and Immune System Function in A Newspaper s newsroom. Psychological Reports

73 73 Bullock, M Ergonomics: The Physiotherapist in The Workplace, Churchill Livingstone. www. Smartcarept.com/abstracts.html. [Access: 20 April 2003]. Connely, D.M. (2008). Functional Approach Research. In Taylor, A.W & Johnson, M.J (eds). Physiology of Exercise and Healthy Aging, USA: Human Kinetic. P.122 Carrasco, C Reduction of Back load and Strain in the Workplace. Dalam Research Report Australian Goverment Publishing Service, Canberra, Australia, Chavalitsakulchai, P & Shahnavaz, H Ergonomics Method for Prevention of The Musculuskeletal Discomfort Among Female Industrial Workers: Physical Characteristics and Work Factors. Journal of Human Ergology 22 ; Chew, D.C.E Productivity, Safety and Health. ILO, Geneva,p:1796. Citrawati, Desak Made., Sutajaya, IM., dan Maharta, IK, Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta: Bhatara Niaga Media. Corwin, E.J Handbook of Pathophysiology (terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Cox, T & Griffiths, A Assesment of Psychosocial Hazard at Work. In Schabracq, M.J:Winnubst, J.A.M: Cooper, A.L. Chichester(eds). Handbook of Work and Health Psychology. John Wiley & Sons. Dekker, K The Human Aspect of Shift Work. In Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D. Occupational Ergonomics Theory and Applications. New York: Marcel Dekker Inc. Dul, J & Weerdmeester, B.A Ergonomics for Beginners; A Quick Reference Guide. London; Taylor and Francis; 9-12 Evelyn, G.L.T Ergonomic Task Analysis in Electronics Industries: Some Case Studies.J. Human Ergol., 25 (1,6): Ganong, W.F Review of Physiology. 20th Edition. New York: Lange Medical Books/Mc Graw-Hill Medical ublishing Division. Guyton, A.C and Hall, J.E Fisiologi Kedokteran. Pennsylvania:W.B. Saunders Company. Green, N Work Related Musculoskeletal Disorder and Breaks. Journal of Industrial Medicine vol 29 Agustus 2002:

74 74 Hales, T.R., Bernard, B.P Epidemiology of Work-Related Musculoskeletal Disorder. Orthop. Clin. North Am., Oct. 1996; 27(4): Handsford, P Blood Flow Changes at The Wrist in Manual Workers After Preventive Intervention. Journal Hand Surgery www. Smartcarept.com/abstracts, html. Hart, G Stand on Sitting: What Science has to Say About Seating Options. In Scott, P.A dan Bridger, R.S. Global Ergonomics. Amsterdam: Elsevier:362 Hodges, D.S Neuromusical Research: A Review of The Literature. Dalam Hodges D.A. Handbook of Music Psychology. 2nd ed. San Antonio: IMR Press Karlsson, S & Johansson, B.O Reorganization of Assembly Work Increased Productivity and Reduce Workload. In Scott, P.A; Bridger, R.S.;Chartevis,J. Global Ergonomics. Amsterdam:Elsevier, 491 Kartono, M Disfungsi Erketile, Sebuah Pendekatan Baru. Majalah Medika No. 11, tahun 24, November. Kroemer K.H.E; Kroemer,H.B; Kroemer, K.E Ergonomics How to Design for Ease & Efficiency. New Jersey: Prentice Hall International, Inc, Kroemer, K.H.E & Grandjean, E Fittiing the task to the Human. A Textbook of Occupational Ergonomics. Fifth edition. Taylor and Francis. Manuaba, A & Vanwonterghem, K Improvement of Quality of Life Determination of Exposure Limits for Physical Strenous Task Under Tropical Conditions. Final Report: Joint Research Project Indonesia-Belgian Denpasar: Departement of physiology. Udayana University Manuaba, A. 1998a. Pengaturan suhu tubuh dan Water Intake. Bunga Rampai Vol. II. Denpasar: Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udayana. Munandar, A.S Psikologi Industri. Materi Pokok Universitas Terbuka. Jakarta: Penerbit Karunika Nagourney, E. Nytimes.com Prevention: Benefits of Being Ergonomically. [Access: 12 Maret 2002]. Nala, N Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Program Pascasarjana Program Studi Fisiologi Olahraga Universitas Udayana. Nazir, M Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia

75 75 National Institute Occupational Health and Safety (NIOSH) Musculoskeletal Disorder and Workplace Factors. [Access:21 Juli 2003] Nurmianto, E Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Guna Widya, 69,264 Olszewski, J Ergonomics for Work System Creating. In Scott, P.A; Bridger, R.S.; Chartevis, J. Global Ergonomics. Amsterdam: Elsevier, 451. Osipow, A.H & Spokane, A.R Occupational Stress Inventory. Florida: Psycological Assessment Resources, Inc. Pheasant, S Ergonomics Work and Health. London: MacMillan Press. Porter, D.B & Hernacki, M An Quantum Learning Leasing the Genius in You. New York: Dell Publishing. Pulat, B.M Fundamentals of Industrial Ergonomics. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs, Rahayu, E.S & Nuryata, I.M Pembelajaran Masa Kini. Jakarta: Sekarmita. Sanders, M.S & McCormick Human Factor in Engineering and Design. New York: McGraw-Hill Book Company. Schabracq, M.J & Winnubst, J.A.M 1998.Mid-Career Problems. In Schabracq, M.J; Winnubst, J.A.M; Cooper, C.L. Handbook of Work and Health Psychology. Chichester: John Willey & Sons. Sedarmayanti, Tata Kerja dan Produktivitas Kerja, Suatu Tinjauan Aspek Ergonomi atau Kaitan antara Manusia dengan Lingkungan Kerja, Bandung: CV. Mandar Maju. Serigig, I.N Peningkatan Waktu Istirahat Pendek Setiap Setengah Jam Kerja Mengurangi Keluhan Pada Sistem Muskeloskeletal, Nadi Kerja serta Meningkatkan Produktivitas Pemasang Ubin (Tesis). Denpasar. Universitas Udayana Sugiyono & Wibowo, E Statitiska Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta. Suma mur, P.K Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Sagung Seto. Sutajaya, IM Pembelajaran Melalui Pendekatan Sistemik Holistik Interdisipliner dan Partisipatori (SHIP) Mengurangi Kelelahan Keluhan Muskuloskeletal dan Kebosanan serta Meningkatkan Luaran Proses Belajar

76 76 Mahasiswa Biologi IKIP Singaraja. (Disertasi). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tjandra, I.A.M Dasar-dasar Osteologi dan Miologi. Materi Kuliah pada Fakultas Biologi IKIP Singaraja. Veitch, R & Arkelin, D Enviromental Psychology: An Interdiciplinary Perspective. New Jersey: Prentice Hall-Inc. Vonwonterghem, K Work Related Muskuluskeletal Problems: Some Ergonomics Considerations. J.Human Ergol.,25 91,6): Wilson, J.R & Corlett, E.N Evaluation of Human Work. London: Taylor & Francis. Wirawan, S Psikologi Lingkungan. Jakarta: PT. Grasindo Wulanyani. N.M.S; Widjasena, B; Wijaya, R Effect of Music on Testing Performance. Proceeding of the 7th Southeast Asian ergonomics Society and 4th Malaysian Ergonomics Conference, Kuching, Sarawak, Malaysia: May 19-22, 2003 Woodson. W.e Human Factors Design Handbook. USA: McGraw-Hill Book Company.

77 77 Lampiran 1. Kuesioner Kebosanan KUESIONER KEBOSANAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia sesuai dengan kondisi saudara saat ini. STS : Sangat Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju SS : Sangat Setuju AS : Agak Setuju NO PERTANYAAN 1 Saya menyukai materi yang sedang dibahas 2 Saya menyukai cara penyampaian materi 3 Saya menyukai penampilan pengajar 4 Saya selalu penuh semangat saat belajar 5 Saya merasa ketinggalan informasi jika tidak hadir 6 Pada saat belajar belajar saya merasa ingin cepat-cepat keluar dari ruang kelas 7 Proses pembelajaran saya rasakan sangat lamban 8 Saya merasa waktu berlalu dengan cepat saat belajar 9 Saya merasa kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran 10 Saya merasa kesulitan menerima pelajaran 11 Saya merasa malas mencatat materi pelajaran 12 Saya merasa malas mendengarkan pelajaran 13 Saya merasa enggan untuk bertanya 14 Saya merasa enggan untuk menjawab 15 Saya selalu merasa gelisah 16 Saya sering menguap 17 Saya sering menggeser-geser pantat 18 Saya sering menoleh ke kiri dan ke kanan 19 Saya merasa kurang konsentrasi 20 Saya sulit menahan rasa kantuk 21 Saya sering melamun 22 Saya sering terkejut jika ditanya 23 Saya lebih suka ngobrol daripada belajar 24 Saya merasa materi yang disampaikan bias diserap dengan baik 25 Saya merasa metode pembelajaran bersifat monoton 26 Saya mengalami kesulitan saat ingin mencatat materi yang disampaikan (Sumber: Anoraga, 1998 (modifikasi)) JAWABAN STS TS AS S SS

78 78 Lampiran 2. KUESIONER KELELAHAN SECARA UMUM DENGAN 30 ITEM PERNYATAAN N a m a : Sampaikan perasaan saudara terhadap pertanyaan di bawah ini, dengan mengisi kolom di sebelah kanannya. Pilihlah : A : tidak sama sekali C : ya merasa B : agak merasa D : sangat merasa No PERTANYAAN A B C D 1 Apakah saudara merasa berat di bagian kepala? 2 Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan? 3 Apakah kaki saudara terasa berat? 4 Apakah saudara menguap? 5 Apakah pikiran saudara terasa kacau? 6 Apakah saudara merasa mengantuk? 7 Apakah saudara merasakan ada beban di mata? 8 Apakah saudara merasa kaku atau canggung dalam bergerak? 9 Apakah saudara merasa sempoyongan ketika berdiri? 10 Apakah ada perasaan ingin berbaring? 11 Apakah saudara merasa susah berpikir? 12 Apakah saudara merasa lelah untuk bicara? 13 Apakah perasaan saudara menjadi gugup? 14 Apakah saudara tidak bisa berkonsentrasi? 15 Apakah saudara tidak dpt memusatkan perhatian thd sesuatu? 16 Apakah saudara punya kecendrungan untuk lupa? 17 Apakah saudara merasa kurang percaya diri? 18 Apakah saudara merasa cemas terhadap sesuatu? 19 Apakah saudara merasa tidak dapat mengontrol sikap? 20 Apakah saudara merasa tidak dapat tekun dalam pekerjaan? 21 Apakah saudara merasa sakit kepala? 22 Apakah saudara merasa kaku di bagian bahu? 23 Apakah saudara merasakan nyeri di punggung? 24 Apakah nafas saudara terasa tertekan? 25 Apakah saudara merasa haus? 26 Apakah suara saudara terasa serak? 27 Apakah saudara merasa pening? 28 Apakah kelopak mata saudara terasa kejang? 29 Apakah anggota badan saudara terasa bergetar (tremor)? 30 Apakah saudara merasa kurang sehat? (Sumber: Sutjana, 2000)

79 79 Lampiran 3. Kuesioner Keluhan Muskuloskeletal KUESIONER NORDIC BODY MAP PETUNJUK : berilah tanda silang ( X ) pada kolom yang tersedia SESUAI DENGAN keluhan sakit / kaku pada otot yang Saudara rasakan. N a m a : Hari / Tanggal : (Sumber, Sutjana, 2000) NO JENIS KELUHAN 0 Sakit/kaku pada leher bagian atas 1 Sakit/kaku pada leher bagian bawah 2 Sakit pada bahu kiri 3 Sakit pada bahu kanan 4 Sakit pada lengan atas kiri 5 Sakit pada punggung 6 Sakit pada lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan 12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri 17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan 24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri 27 Sakit pada kaki kanan TINGKAT KELUHAN A B C D KETERANGAN : A : Tidak sakit (dapat melaksanakan pekerjaan tanpa keluhan) B : Agak sakit (dapat bekerja meskipun kadang-kadang merasa sakit) C : Sakit (tetap dapat bekerja meskipun tidak sepenuhnya) D : Sangat sakit (merasa sakit dan tidak dapat melaksanakan pekerjaan)

80 80 Lampiran 4. Surat Persetujuan SURAT PERSETUJUAN Yang bertanda tangan di bawah ini, 1. Nama : Umur/Tanggal Lahir : Jenis kelamin : Pria/Wanita 4. Kelas :... Dengan ini menyatakan sepenuhnya menyadari manfaat dan resiko penelitian yang berjudul Peregangan otot di sela pembelajaran mengurangi kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung oleh karena itu dengan sukarela saya menyetujui untuk diikutsertakan sebagai subjek penelitian dengan catatan apabila suatu saat merasa dirugikan dalam bentuk apapun dapat menarik diri dari persetujuan ini. Mengetahui Denpasar,... Peneliti, Hormat saya, Ni Ketut Dewi Irwanti...

81 81 Lampiran 5 Uji Normalitas Data Lingkungan Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. suhu basah perlakuan * suhu basah perlakuan suhu kering perlakuan * suhu kering perlakuan * kelembaban relatif perlakuan1 kelembaban relatif perlakuan2 intensitas kebisingan perlakuan1 intensitas kebisingan perlakuan 2 intensitas penerangan perlakuan 1 intensitas penerangan perlakuan * * * * kecepatan angin perlakuan * kecepatan angin perlakuan a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

82 82 Lampiran 6 Uji Beda terhadap Kondisi Lingkungan Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 suhu basah perlakuan suhu basah perlakuan Pair 2 suhu kering perlakuan suhu kering perlakuan Pair 3 Pair 4 Pair 5 kelembaban relatif perlakuan1 kelembaban relatif perlakuan2 intensitas kebisingan perlakuan1 intensitas kebisingan perlakuan 2 intensitas penerangan perlakuan 1 intensitas penerangan perlakuan E E Pair 6 kecepatan angin perlakuan kecepatan angin perlakuan

83 83 Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 suhu basah perlakuan1 & suhu basah perlakuan2 suhu kering perlakuan1 & suhu kering perlakuan2 kelembaban relatif perlakuan1 & kelembaban relatif perlakuan2 intensitas kebisingan perlakuan1 & intensitas kebisingan perlakuan 2 intensitas penerangan perlakuan 1 & intensitas penerangan perlakuan 2 N Correlation Sig Pair 6 kecepatan angin perlakuan 1 & kecepatan angin perlakuan

84 84 Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Std. Std. Error Interval of the Difference Sig. (2- Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed) Pair suhu basah 1 perlakuan1 - suhu basah perlakuan2 Pair suhu kering 2 perlakuan1 - suhu kering perlakuan2 Pair 3 kelembaban relatif perlakuan1 - kelembaban relatif perlakuan Pair intensitas 4 kebisingan perlakuan1 - intensitas kebisingan perlakuan 2 Pair 5 intensitas penerangan perlakuan 1 - intensitas penerangan perlakuan Pair kecepatan angin 6 perlakuan 1 - kecepatan angin perlakuan 2

85 85 Lampiran 7 Uji Normalitas Data Kebosanan Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kebosananpre tanpa perlakuan * dengan perlakuan * kebosananpost tanpa perlakuan * dengan perlakuan * bedakebosanan tanpa perlakuan dengan perlakuan * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Lampiran 8 Uji Independent Samples Test untuk efek sisa kebosanan Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the Difference F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper kebosananpre Equal variances assumed Equal variances not assumed

86 86 Lampiran 9 Uji Beda terhadap Kebosanan Pair 1 Pair 2 Kebosanan sebelum perlakuan Kebosanan sebelum perlakuan 2 Kebosanan setelah perlakuan 1 Kebosanan setelah perlakuan 2 Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 3 Beda kebosanan perlakuan 1 Beda kebosanan perlakuan Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Pair 2 Pair 3 Kebosanan sebelum perlakuan & Kebosanan sebelum perlakuan 2 Kebosanan setelah perlakuan 1 & Kebosanan setelah perlakuan 2 Beda kebosanan perlakuan 1 & Beda kebosanan perlakuan

87 87 Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Std. Error Difference Sig. (2- Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed) Pair 1 Pair 2 Pair 3 Kebosanan sebelum perlakuan - Kebosanan sebelum perlakuan 2 Kebosanan setelah perlakuan 1 - Kebosanan setelah perlakuan 2 Beda kebosanan perlakuan 1 - Beda kebosanan perlakuan Lampiran 10. Uji Normalitas Data Kelelahan Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kelelahanpreseb Kelelahanpreseb Kelelahansed kelelahansed Bedaperlakuan Bedaperlakuan a. Lilliefors Significance Correction

88 88 Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Kelelahanpreseb Kelelahanpreseb Kelelahansed kelelahansed Bedaperlakuan Bedaperlakuan Valid N (listwise) 40 Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Pair 2 Kelelahan sebelum perlakuan 1 Kelelahan sebelum perlakuan 2 Kelelahan sesudah perlakuan 1 Kelelahan sesudah perlakuan Pair 3 Beda kelelahan perlakuan Beda kelelahan perlakuan

89 89 Lampiran 11 Uji Independent Samples Test untuk efek sisa kelelahan Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Sig. t df t-test for Equality of Means Sig. (2- Mean Std. Error tailed) Difference Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper kelelahanpre Equal variances assumed Equal variances not assumed Lampiran 12 Uji Beda terhadap Kelelahan Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Pair 2 Pair 3 Kelelahan sebelum perlakuan 1 & Kelelahan sebelum perlakuan 2 Kelelahan sesudah perlakuan 1 & Kelelahan sesudah perlakuan 2 Beda kelelahan perlakuan 1 & Beda kelelahan perlakuan

90 90 Paired Samples Test Paired Differences Pair 1 Pair 2 Pair 3 Kelelahan sebelum perlakuan 1 - Kelelahan sebelum perlakuan 2 Kelelahan sesudah perlakuan 1 - Kelelahan sesudah perlakuan 2 Beda kelelahan perlakuan 1 - Beda kelelahan perlakuan 2 Mean Std. Std. Error Deviation Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper t df Sig. (2- tailed) E E Lampiran 13 Uji Normalitas Data Keluhan Muskuloskeletal Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Keluhan sebelum perlakuan 1 Keluhan sebelum perlakuan 2 Keluhan sesudah perlakuan 1 Keluhan sesudah perlakuan 2 Perbedaan keluhan perlakuan * * * * * bedakeluhan * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

91 91 Lampiran 14 Uji Independent Samples Test untuk efek sisa keluhan muskuloskeletal Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Sig. t df t-test for Equality of Means Sig. (2- Mean Std. Error tailed) Difference Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper keluhanpre Equal variances assumed Equal variances not assumed

92 92 Lampiran 15 Uji Beda terhadap Keluhan Muskuloskeletal Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Keluhan sebelum perlakuan 1 Keluhan sebelum perlakuan 2 Keluhan sesudah perlakuan 1 Keluhan sesudah perlakuan 2 Perbedaan keluhan perlakuan bedakeluhan Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Pair 2 Pair 3 Keluhan sebelum perlakuan 1 & Keluhan sebelum perlakuan 2 Keluhan sesudah perlakuan 1 & Keluhan sesudah perlakuan 2 Perbedaan keluhan perlakuan 1 & bedakeluhan

93 93 Pair 1 Pair 2 Pair 3 Keluhan sebelum perlakuan 1 - Keluhan sebelum perlakuan 2 Keluhan sesudah perlakuan 1 - Keluhan sesudah perlakuan 2 Paired Differences Mean Std. Deviation Paired Samples Test Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper T df Sig. (2- tailed) E Perbedaan keluhan perlakuan E bedakeluhan2

94 94 Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian Gambar 16.1 Gambar 16.2 Pengukuran data subjek Pengukuran mikroklimat (Pengukuran TB) Gambar 16.3 Gambar 16.4 Peregangan otot leher pada Peregangan otot leher pada posisi menoleh ke kanan posisi tangan menarik kepala ke arah bahu

95 95 Gambar 16.5 Gambar 16.6 Peregangan otot tangan Peregangan otot tangan dan lengan dengan posisi dan lengan pada posisi menekuk tangan kiri tangan kiri di tekuk di belakang menyamping ke kanan kepala menggunakan tangan kanan Gambar 16.7 Gambar 16.8 Peregangan otot tangan dan lengan Peregangan tangan dan lengan dengan menarik kedua dengan menekuk telapak tangan ke atas tangan ke atas dan ke bawah

96 96 Gambar 16.9 Peregangan otot pinggang dan perut dengan mencondongkan badan ke samping Gambar Peregangan otot pinggang dan perut dengan memutar badan Gambar Gambar Peregangan punggung Peregangan punggung (tampak depan) (tampak belakang) dengan meletakkan telapak tangan dengan meletakkan telapak tangan pada punggung bagian bawah pada punggung bagian bawah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pusat pertokoan (mall) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan pendapatan negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja :

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja : BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Postur Kerja Postur atau sikap kerja merupakan suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara barat misalnya Inggris dan Amerika Serikat kejadian nyeri punggung (terutama nyeri pada punggung bagian bawah) telah mencapai proporsi epidemik. Satu survei

Lebih terperinci

Latihan 1: untuk menyiapkan kondisi secara fisiologis maupun psikologis agar dapat melaksanakan latihan gerakan senam dengan baik dan benar

Latihan 1: untuk menyiapkan kondisi secara fisiologis maupun psikologis agar dapat melaksanakan latihan gerakan senam dengan baik dan benar Lampiran 4 No. Panduan Senam Bugar Lansia (SBL) Langkah Gerakan SBL Bag. 1 Gerakan Pemanasan Gambar Latihan Pernapasan 1. Meluruskan badan dengan kedua tangan lurus ke bawah sejajar dengan kedua sisi tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tempat kerja industri, banyak pekerja melakukan pekerjaan proses dalam posisi berdiri untuk jangka waktu yang panjang. Bekerja di posisi berdiri dapat dihubungkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Dalam penelitian ini, karakteristik responden terdiri atas usia, status pernikahan, pengalaman kerja, dan tingkat pendidikan. 1. Usia Pada penelitian

Lebih terperinci

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. 1. Beban Kerja a. Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan pekerja dimana dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan rancangan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan rancangan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan rancangan sama subjek (treatment by subjects design) (Bakta, 2000; Suryabrata, S. 2002). Rancangan

Lebih terperinci

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Kekuatan otot adalah tenaga, gaya, atau tegangan yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal. Otot-otot tubuh

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Subjek Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan karakteristik yang dibahas adalah umur, berat badan, tinggi badan dan antropometri. 6.1.1 Umur Umur

Lebih terperinci

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot Tinjauan Umum Jaringan Otot Tipe Otot Otot rangka menempel pada kerangka, lurik, dapat dikontrol secara sadar Otot jantung menyusun jantung, lurik, dikontrol secara tidak sadar Otot polos, berada terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sales Promotion Girl 2.1.1. Definisi Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam pemasaran atau promosi suatu produk. Profesi ini biasanya menggunakan

Lebih terperinci

Otot Penyusun Tubuh Manusia dan Hewan

Otot Penyusun Tubuh Manusia dan Hewan Otot Penyusun Tubuh Manusia dan Hewan A. Otot Manusia Pada kegiatan belajar ini Anda akan mempelajari materi yang masih berkaitan dengan alat gerak. Bila tulang dikatakan sebagai alat gerak pasif maka

Lebih terperinci

basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain

basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain 100 Data pada Tabel 5.1 menunjukkan intensitas cahaya, suhu kering dan suhu basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain interior berbeda bermakna atau tidak sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat ilmu pengetahuan selalu mengalami perkembangan melalui pembelajaran, penyempurnaan, atau temuan baru secara interaktif, berkolaborasi dengan berbagai kajian

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN LAMPIRAN 1. SURAT IJIN PENELITIAN LAMPIRAN 2. SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN LAMPIRAN 3 KUESIONER PENELITIAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PETANI PEMETIK KOPI DI DUSUN BANUA TAHUN 2015 Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan untuk mencapai

Lebih terperinci

iii. Bekerja di luar kesadaran, gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah lelah. b. Otot Lurik

iii. Bekerja di luar kesadaran, gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah lelah. b. Otot Lurik III. OTOT 1. Jenis-Jenis Jaringan Otot Ada beberapa jeni jaringan otot pada tubuh manusia yang perlu diketahui, antara lain: a. Jaringan Otot polos (Otot Volunter) Jaringan otot polos merupakan otot yang

Lebih terperinci

Kontraksi otot membutuhkan energi, dan otot disebut sebagai mesin. pengubah energi kimia menjadi kerja mekanis. sumber energi yang dapat

Kontraksi otot membutuhkan energi, dan otot disebut sebagai mesin. pengubah energi kimia menjadi kerja mekanis. sumber energi yang dapat SUMBER-SUMBER ENERGI DAN METABOLISME Kontraksi otot membutuhkan energi, dan otot disebut sebagai mesin pengubah energi kimia menjadi kerja mekanis. sumber energi yang dapat segera digunakan adalah derivat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Shift kerja mempunyai berbagai defenisi tetapi biasanya shift kerja disamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Shift kerja mempunyai berbagai defenisi tetapi biasanya shift kerja disamakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Shift Kerja 2.1.1 Defenisi Shift Kerja Shift kerja mempunyai berbagai defenisi tetapi biasanya shift kerja disamakan dengan pekerjaan yang dibentuk di luar jam kerja biasa (08.00-17.00).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan membawa perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Disamping itu

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan membawa perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Disamping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya perindustrian di Indonesia membawa banyak keuntungan bagi pemilik industri, usaha pekerja industri maupun pemerintah. Perkembangan ini di dukung oleh

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan

BAB VI PEMBAHASAN. Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada BAB V tentang Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan Muskuloskeletal, Kelelahan Mata Dan Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KELELAHAN 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH SUPLEMEN TERHADAP KADAR ASAM LAKTAT DARAH

PENGARUH SUPLEMEN TERHADAP KADAR ASAM LAKTAT DARAH PENGARUH SUPLEMEN TERHADAP KADAR ASAM LAKTAT DARAH Samsul Bahri, Tommy Apriantono, Joseph I. Sigit, Serlyana Herman Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji beberapa suplemen tradisional (alami)

Lebih terperinci

Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia

Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian Myalgia adalah nyeri otot yang merupakan gejala dari banyak penyakit dan gangguan pada tubuh. Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang salah

Lebih terperinci

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc MUSCULOSKELETAL DISORDERS dr.fauziah Elytha,MSc Muskuloskeletal disorder gangguan pada bagian otot skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

Lebih terperinci

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti TUJUAN MODUL Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta dapat: 1. Memahami konsep dukungan latihan fisik untuk asuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

untuk Mencegah Sakit Punggung

untuk Mencegah Sakit Punggung 5 Hal yang Bisa Anda Lakukan untuk Mencegah Sakit Punggung WISNUBRATA Kompas.com - 25/09/2017, 07:45 WIB Ilustrasi sakit punggung dan pinggang(grinvalds) KOMPAS.com - Sakit punggung adalah penyakit yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM :

Lampiran 1. PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM : Lampiran 1 PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM : 1401100002 NO KEGIATAN PENELITIAN 1. Tahap Persiapan A. Penentuan Judul B. Mencari Literatur C. Studi Pendahuluan D. Menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 meter sampai dengan 400 meter (Yoyo, 2000). Lari sprint 100 meter merupakan nomor lari jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena tenaga kerja merupakan pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Sektor Informal Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pola kegiatannya

Lebih terperinci

Olahraga Bagi Orang yang Sibuk Di Kantor

Olahraga Bagi Orang yang Sibuk Di Kantor Olahraga Bagi Orang yang Sibuk Di Kantor Oleh: Yudik Prasetyo Staf Pengajar Fakultas Ilmu Keolahragaan, UNY Pendahuluan Pada era globalisasi ini, orang semakin disibukan dengan berbagai pekerjaan untuk

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM OTOT

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM OTOT ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM OTOT Pengenalan Salah satu sistem yang penting dalam badan. Pergerakan terhasil daripada penguncupan dan pemanjangan otot. Selain itu ia juga menentukan magnitud pergerakan.

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA Tubuhmu memiliki bentuk tertentu. Tubuhmu memiliki rangka yang mendukung dan menjadikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dimana profesi sebagai

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI ( ) HERKA ARDIYATNO ( ) LESTARI PUJI UTAMI

DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI ( ) HERKA ARDIYATNO ( ) LESTARI PUJI UTAMI OTOT MANUSIA UNIVERSITAS PGRI Y O G T A Y A K A R DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI (09144600025) HERKA ARDIYATNO (09144600172) LESTARI PUJI UTAMI (09144600214) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Organisasi atau perusahaan merupakan sebuah tempat dimana pekerja merupakan salah satu bagian penting dalam kesuksesan sebuah perusahaan. Bekerja adalah penggunaan tenaga

Lebih terperinci

PENGURUTAN (MASSAGE)

PENGURUTAN (MASSAGE) PENGURUTAN (MASSAGE) Massage merupakan salah satu cara perawatan tubuh paling tua dan paling bermanfaat dalam perawatan fisik (badan) Massage mengarahkan penerapan manipulasi (penanganan) perawatan dari

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA. Mengetahui proses metabolisme dan dinamika fisiologi pada ternak kerja

POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA. Mengetahui proses metabolisme dan dinamika fisiologi pada ternak kerja Tatap muka ke : 13 POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA Tujuan Instruksional Umum : Memberikan pengetahuan tentang penggunaan energi mekanik yang dihasilkan dari proses metabolisme

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL

SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL Disusun oleh : HENDRO HARNOTO J110070059 Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Mitos Sixpack Orang menghabiskan uang jutaan setiap tahun untuk mendapatkan tubuh ideal. Sekarang ini terdapat sekitar 200 lebih alat-alat latihan untuk perut. Sebagian alat-alat ini tidak berguna sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya penyelenggaraan

Lebih terperinci

II B. Sistem Kerja dan Kontrol pada Manusia

II B. Sistem Kerja dan Kontrol pada Manusia II B. Sistem Kerja dan Kontrol pada Manusia Sistem komunikasi utama dalam tubuh manusia: Sistem Syaraf Perangkat Penunjang: Otot Perangkat sensor tubuh (panca indera) Berfungsi mengontrol keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan keperluan dalam kehidupan kita, apalagi bagi orang yang ingin meningkatkan kesehatannya. Kebanyakan orang latihan untuk mendapatkan manfaat dari latihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi sekarang ini aktivitas penduduk semakin meningkat, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi sekarang ini aktivitas penduduk semakin meningkat, dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang ini aktivitas penduduk semakin meningkat, dalam melaksanakan pekerjaannya seseorang dapat saja terkena gangguan atau cidera. Disadari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri di dunia sudah maju dan segala sesuatunya sudah otomatis, tetapi penggunaan tenaga manusia secara manual masih belum bisa dihindari secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industrialisasi dalam pembangunan Indonesia telah berkembang pesat di semua sektor, baik formal maupun informal. Perkembangan tersebut bukan saja menyajikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan melibatkan kerja tubuh. Kegiatan yang dilakukan secara rutinitas setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. akan melibatkan kerja tubuh. Kegiatan yang dilakukan secara rutinitas setiap hari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu isu ergonomi kesehatan semakin banyak diminati, mengingat setiap aktivitas kehidupan, mulai dari bangun tidur hingga istirahat pada semua orang akan melibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Konsep Ergonomi untuk Kenyamanan Kerja Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan antara alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesesuaian hubungan antara sistem manusia-alat dalam dunia industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesesuaian hubungan antara sistem manusia-alat dalam dunia industri dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesesuaian hubungan antara sistem manusia-alat dalam dunia industri dapat diupayakan melalui perancangan fasilitas dan peralatan seergonomis mungkin, serta proses otomatisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Massage adalah suatu cara penyembuhan yang menggunakan gerakan tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan memperbaiki sirkulasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal Sistem muskuloskeletal merupakan sistem otot rangka atau otot yang melekat pada tulang yang terdiri atas otot-otot serat lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prayogi Guntara, 2014 Pengaruh Recovery Aktif Dengan Recovery Pasif Terhadap Penurunan Kadar Asam Laktat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prayogi Guntara, 2014 Pengaruh Recovery Aktif Dengan Recovery Pasif Terhadap Penurunan Kadar Asam Laktat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap cabang olahraga memiliki kriteria kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang atletnya. Di cabang olahraga dayung fisik, teknik, taktik, dan mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi dan era globalisasi yang mulai memasuki sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan beberapa kemajuan kepada masyarakat dalam hal standar kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oksigen kaleng lazim digunakan di dunia olahraga karena ada anggapan bahwa penggunaan oksigen kaleng mempercepat waktu istirahat menjadi pulih setelah tubuh lelah akibat

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap proses pekerjaan finishing yang terdiri dari pemeriksaan kain, pembungkusan kain, dan pengepakan (mengangkat kain) ini memiliki

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

Definisi aerobik Aerobik berasal dari kata aero yang berarti oksigen. Jadi aerobik sangatlah erat dengan penggunaan oksigen. Dalam hal ini berarti

Definisi aerobik Aerobik berasal dari kata aero yang berarti oksigen. Jadi aerobik sangatlah erat dengan penggunaan oksigen. Dalam hal ini berarti Sumaryanti Definisi aerobik Aerobik berasal dari kata aero yang berarti oksigen. Jadi aerobik sangatlah erat dengan penggunaan oksigen. Dalam hal ini berarti latihan aerobik adalah latihan yang menggunakan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Kelompok tulang di bawah ini yang termasuk tulang pipa adalah... Tulang hasta, tulang paha, tulang betis Tulang hasta, tulang belikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan unsur terpenting dalam perusahaan untuk meningkatkan produksi perusahaan, di samping itu tenaga kerja sangat beresiko mengalami masalah kesehatan.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap BAB V PEMBAHASAN Karakteristik responden meliputi umur, masa kerja, jenis kelamin, merokok dan trauma. Di mana untuk karakteristik jenis kelamin semua responden adalah perempuan, tidak merokok dan tidak

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB 6 HASIL PENELITIAN BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Responden Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pengemudi travel X-Trans Jakarta dengan trayek Jakarta-Bandung yang berjumlah 60 orang. Namun seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perkuliahan memiliki berbagai macam sistem yang disesuaikan dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di Universitas Udayana sendiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fleksibilitas 2.1.1. Definisi fleksibilitas Fleksibilitas mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Kemampuan gerak sendi ini berbeda di setiap persendian

Lebih terperinci

Oleh (Tim Pengampu) Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or.

Oleh (Tim Pengampu) Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or. Oleh (Tim Pengampu) Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or. ahmadnarulloh@yahoo.co.id SESI LATIHAN SUSUNAN SATU SESI LATIHAN 1. Pembukaan (Pengantar) 5 2. Pemanasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencari pengobatan (Kambodji, 2002). menyebabkan sekitar 12,5% dari seluruh angka sakit.

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencari pengobatan (Kambodji, 2002). menyebabkan sekitar 12,5% dari seluruh angka sakit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah merupakan salah satu keluhan yang dapat menurunkan produktivitas manusia, 80% penduduk di negara industri pernah mengalami nyeri punggung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ergonomi Menurut Adnyana Manuaba (2000) Ergonomi didefinisikan sebagai suatu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan peralatan, mesin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Energi Otot Rangka Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh dan ditujukan kepada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisien,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mendukung perkembangan perekonomian kota Medan, pemerintah menyediakan kawasan-kawasan industri dengan manajemen terpadu. Kebijakan pengembangan sektor

Lebih terperinci

PLAN OF ACTION (Oktober 2016-Juli2017) Mengetahui, Malang, 2 Oktober 2016

PLAN OF ACTION (Oktober 2016-Juli2017) Mengetahui, Malang, 2 Oktober 2016 Lampiran 1 Nama : Agung Prasetio NIM : 1401100116 No. Kegiatan Penelitian I II III Tahap Persiapan a. Penentuan Judul b. Mencari Literatur c. Penyusunan Proposal d. Konsultasi Proposal e. Perbaikan Proposal

Lebih terperinci

BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Kelelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, memelihara kesegaran jasmani (fitness) atau sebagai terapi untuk memperbaiki kelainan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Deskripsi lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Pasar Pedurungan dan Pasar Gayamsari yang terletak di Kota Semarang bagian timur dengan membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja, baik didarat, laut,

BAB I PENDAHULUAN. dimanapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja, baik didarat, laut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah keselamatan dan kesehatan kerja adalah masalah dunia. Bekerja dimanapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja, baik didarat, laut, udara, bekerja disektor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola 2.1.1. Pengertian Passing Yang dimaksud dengan passing adalah mengoper bola dengan menggunakan kaki yang sebenarnya.pada permainan

Lebih terperinci

LAMPIRAN SUKHASANA SHAVASANA

LAMPIRAN SUKHASANA SHAVASANA 55 LAMPIRAN TEKNIK PELAKSANAAN LATIHAN HATHA YOGA PERSIAPAN LATIHAN Partisipan menggunakan pakaian yang bersih dan longgar. Partisipan tidak memakai alas kaki selama latihan. Karena latihan yoga harus

Lebih terperinci

SENAM HAMIL BANTU MELAHIRKAN TANPA KECEMASAN Oleh : Sulastri, S.Kep., Ns. Dosen Akper PKU Muhammadiyah Surakarta. Abstrak :

SENAM HAMIL BANTU MELAHIRKAN TANPA KECEMASAN Oleh : Sulastri, S.Kep., Ns. Dosen Akper PKU Muhammadiyah Surakarta. Abstrak : SENAM HAMIL BANTU MELAHIRKAN TANPA KECEMASAN Oleh : Sulastri, S.Kep., Ns. Dosen Akper PKU Muhammadiyah Surakarta Abstrak : Saat ini, wanita yang tengah hamil tidak menjadi halangan untuk tetap berolahraga

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA Muchlison Anis Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Lelah bagi setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah merupakan suatu perasaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN. mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melaksanakan sebuah pekerjaan dapat membuat seseorang berisiko mengalami gangguan atau cedera. Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai sistem muskuloskeletal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemakaian gitar dengan posisi duduk dan dibantu oleh penyangga kaki (footstool) untuk rentang waktu lebih dari 30 menit, sering menimbulkan kelelahan (fatigue

Lebih terperinci

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak?

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak? Belajar IPA itu asyik, misalnya saat mempelajari tentang astronomi dan benda-benda langit, kita bisa mengenal lebih dekat tentang planet, bintang, dan benda-benda langit lainnya. Pelajaran seperti ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi modern memungkinkan manusia untuk melakukan berbagai hal sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam masyarakat, dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia kerja, seorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesiasebagian warga berprofesi nelayan, kegiatan yang dilakukan oleh nelayan harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI CEDERA

PATOFISIOLOGI CEDERA PATOFISIOLOGI CEDERA Dr.dr.BM.Wara Kushartanti, MS FIK-UNY Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu trauma akut dan Overuse Syndrome (Sindrom Pemakaian Berlebih). Trauma akut adalah suatu

Lebih terperinci