KARAKTERISTIK KEKASAPAN PERMUKAAN DAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK KEKASAPAN PERMUKAAN DAN"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK KEKASAPAN PERMUKAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TRANSFER TURBULEN MOMENTUM DAN BAHANG (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor) FITRI SUCIATININGSIH DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Pengaruhnya terhadap Transfer Turbulen Momentum dan Bahang (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Fitri Suciatiningsih NIM G

3 ABSTRAK FITRI SUCIATININGSIH. Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Pengaruhnya terhadap Transfer Turbulen Momentum dan Bahang (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor). Dibimbing oleh TANIA JUNE dan NURYADI. Angin mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman melalui pertukaran bahang, uap air, CO 2, dan momentum antara tanaman dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan menentukan karakteristik kekasapan permukaan (perpindahan bidang nol (d), panjang kekasapan (z 0 ), dan kecepatan kasap (u*)) dan koefisien transfer momentum (K m ) pada periode hujan dan kemarau di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor, yang kemudian digunakan untuk menghitung transfer momentum (τ) dan transfer bahang (Q H ). Parameter karakteristik kekasapan dan K m bervariasi dengan kecepatan angin. Secara umum, periode hujan dan kemarau mempengaruhi nilai-nilai tersebut. Parameter kekasapan pada periode hujan cenderung lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau. Nilai z 0 wilayah Situ Gede berkisar m, d berkisar m, dan u* berkisar m s -1. K m berubah dengan ketinggian serta periode hujan dan kemarau mempengaruhi nilainya. Nilai berkisar N m -2 pada periode hujan dan N m -2 pada periode kemarau. Nilai Q H berkisar MJ m -2 hari -1 pada periode hujan dan MJ m -2 hari -1 pada periode kemarau. Oleh karena itu, dapat disimpulkan transfer momentum akan lebih efektif pada periode hujan dibandingkan dengan periode kemarau dan proses fisiologis tanaman dapat berlangsung secara optimum serta perkembangan dan pertumbuhan tanaman akan lebih baik. Kata kunci : kecepatan kasap, panjang kekasapan, perpindahan bidang nol, transfer bahang, transfer momentum ABSTRACT FITRI SUCIATININGSIH. Characteristic of Surface Roughness and Its Effects on Turbulent Momentum and Heat Transfer (Case Study : Agriculture Fields at Situ Gede, Darmaga, Bogor). Supervised by TANIA JUNE and NURYADI. Wind influences growth, development, and crops production through exchange of heat, water vapor, CO 2, and momentum between the plant and the atmosphere. The purpose of this research is to determine wind parameters, i.e. roughness parameters (zero-plane displacement (d), roughness length (z 0 ), and friction velocity (u*)) and coefficient of momentum transfer (K m ) in rainy and dry season at agriculture Situ Gede fields, and used them to calculate momentum transfer ( ) and heat transfer (Q H ). Roughness parameters and K m varied with wind speed. In general, the season influences the values. Roughness parameters in rainy season tend to be higher than in dry season. The value of z 0 range from m, d m, and u* m s -1. K m changes with hight and season. The value of range from N m -2 in rainy season and N m -2 in dry season. The value of Q H range from MJ m -2 hari -1 in rainy season and MJ m -2 hari -1 in dry season. It can be concluded that momentum transfer in rainy season would be more effective than in dry season, it is expected that physiological processes of plants can be held optimum, and also development and growth of plants would be better. Keywords : friction velocity, heat transfer, momentum transfer, roughness length, zero-plane displacement

4 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

5 KARAKTERISTIK KEKASAPAN PERMUKAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TRANSFER TURBULEN MOMENTUM DAN BAHANG (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor) FITRI SUCIATININGSIH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6 Judul Skripsi : Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Pengaruhnya terhadap Transfer Turbulen Momentum dan Bahang (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor) Nama : Fitri Suciatiningsih NIM : G Menyutujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Tania June, M.Sc NIP: Nuryadi, S.Si, M.Si NIP: Mengetahui Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. NIP: Tanggal Lulus:

7 Bismillahirrahmanirrahim PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasullullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Penulis berterima kasih kepada Allah SWT dan semua pihak sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah iklim mikro, dengan judul Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Pengaruhnya terhadap Transfer Turbulen Momentum dan Bahang (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor). Karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini, khususnya penulis sampaikan kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Tania June, M.Sc dan bapak Nuryadi, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta kritik dan saran yang membangun hingga penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. 2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi sekaligus selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama masa studi di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor. 3. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl yang telah memberikan saran yang sangat membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 5. Segenap staf pengajar dan pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi yang memberikan bimbingan, arahan, nasehat, serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 6. Seluruh staf Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian serta bimbingan dan ilmu selama penelitian berlangsung. 7. Ayahanda, ibunda dan adik-adik yang saya sayangi dan cintai, yang selalu mendukung, mendoakan, menyemangati, memotivasi, dan menginspirasi penulis untuk terus berusaha dan pantang menyerah dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 8. Teman temanku tersayang GFM 45 yang telah memberikan persahabatan yang indah, dukungan, dan motivasi; juga untuk kakak-kakak GFM 42, GFM 41, GFM 44, serta adikadik GFM 46 dan GFM 47. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis meyakini bahwa ketidaksempurnaan adalah wujud kesempurnaan manusia dalam berusaha. Penulis menerima dan sangat mengharapkan kritik dan saran yang menjadikan karya ilmiah ini lebih baik. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi banyak pihak, bagi khasanah ilmu pengetahuan, serta bangsa dan negara. Amiin. Terima kasih Bogor, Februari 2013 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 April 1990 dari pasangan Bapak Budi Rahardjo dan Ibu Karsinah. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan serta organisasi kemahasiswaan, yaitu menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO) dan anggota Himpunan Mahasiswa Meteorologi Indonesia (HMMI) dan mengikuti kepanitiaan dalam berbagai kegiatan, seperti Meteorologi Interaktif (Matrik), Masa Perkenalan Departemen (MPD) Fatamorgana, Earth s Challenge, Reuni Akbar Agrometeorologi, Bina Desa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan berbagai kegiatan lain yang bersifat positif dan mendukung akademik penulis. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti praktik lapang di Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta bagian Pencemaran pada tahun Pada tahun terakhir, sebagai syarat lulus dari IPB, penulis melakukan penelitian di Laboratorium Agrometeorologi dan Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor yang dibimbing oleh Dr. Ir. Tania June, M.Sc dan Nuryadi, S.Si, M.Si.

9

10

11 ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapisan Perbatas (Boundary Layer) Unsur-Unsur Iklim Mikro Radiasi Matahari Suhu Udara Kelembaban Udara Angin Deskripsi Angin Profil Kecepatan Angin Persamaan Kecepatan Angin dan Karakteristik Kekasapan Permukaan Peranan Turbulensi dan Angin Presipitasi Stabilitas Atmosfer Transfer Momentum ( ) dan Bahang (Q H )... 6 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Analisis Data Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca Wilayah Penelitian pada Tahun Stabilitas Atmosfer Karakteristik Kekasapan Permukaan (d, z 0, dan u*) Koefisien Transfer Momentum (K m ) Transfer Turbulen Transfer Momentum ( ) Transfer Bahang (Q H ) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca Wilayah Penelitian pada Tahun Curah Hujan Radiasi Matahari Suhu Udara Kelembaban Udara Kecepatan dan Arah Angin Stabilitas Atmosfer Karakteristik Kekasapan Permukaan (d, z 0, dan u*) Koefisien Transfer Momentum (K m ) Transfer Momentum ( ) Transfer Bahang (Q H ) V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 24

12 x DAFTAR TABEL Halaman 1 Stabilitas atmosfer di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan dan periode kemarau Rata-rata kecepatan angin, friction velocity (u*), koefisien transfer momentum (K m ), dan transfer momentum ( ) di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan dan periode kemarau Rata-rata transfer bahang (Q H dalam satuan MJ m -2 hari -1 ) di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan stabilitas atmosfer stabil dan tidak stabil pada periode hujan dan periode kemarau DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Gun bellani integrator Termometer maksimum, termometer minimum, termometer bola kering, dan termometer bola basah (a) Cup counter anemometer dan (b) wind vane Profil angin di atas permukaan tanaman pendek (atas) dan tanaman tinggi (bawah) Penakar hujan tipe observatorium Ekstrapolasi hubungan linier antara u(z) dan ln (z - d) pada x = 0 dan y = ln z Lokasi Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor: a) sebelah Utara, b) sebelah Barat, c) sebelah Selatan, dan d) sebelah Timur Curah hujan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Intensitas radiasi matahari wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Profil suhu udara bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Profil suhu udara bulanan pada stabilitas atmosfer (a) netral, (b) stabil, dan (c) tidak stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Profil suhu udara bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Profil kelembaban relatif bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Profil kelembaban relatif bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Profil kecepatan angin bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Profil kecepatan angin bulanan pada stabilitas atmosfer (a) netral, (b) stabil, dan (c) tidak stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Profil kecepatan angin bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Hubungan antara parameter karakteristik kekasapan (d, z 0, dan u*) dan kecepatan angin (u) pada periode hujan (atas) dan periode kemarau (bawah) Hubungan antara koefisien transfer momentum (K m ) dan kecepatan angin (u) pada (a) periode hujan dan (b) periode kemarau... 19

13 xi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Curah hujan dasarian wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Intensitas radiasi matahari bulanan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 dan contoh perhitungan intensitas radiasi matahari Suhu udara bulanan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan tiga ketinggian dan tiga waktu pengamatan pada tahun Kelembaban relatif (RH) bulanan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan tiga ketinggian dan tiga waktu pengamatan pada tahun Kecepatan angin bulanan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan tiga ketinggian dan tiga waktu pengamatan pada tahun Perubahan arah angin setiap bulan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Diagram alir metode penelitian Contoh perhitungan Hasil perhitungan Ri, zero-plane displacement (d), friction velocity (u*), roughness length (z 0 ), koefisien transfer momentum (K m ), dan transfer momentum ( ) pada kondisi atmosfer netral berdasarkan tiga waktu pengamatan Hasil perhitungan Ri, zero-plane displacement (d), dan transfer bahang (Q H ) pada kondisi atmosfer tidak stabil dan stabil berdasarkan tiga waktu pengamatan... 42

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikrometeorologi merupakan ilmu yang mempelajari fenomena yang terjadi pada lapisan udara paling dekat dengan permukaan (Sutton 1953; Arya 2001). Ilmu ini mempelajari proses-proses cuaca dalam skala mikro, sehingga mempelajari iklim mikro sangatlah penting. Hal ini karena iklim mikro mempengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman. Salah satu unsur cuaca/iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah angin. Secara langsung, angin mempengaruhi transfer CO 2 dan O 2 dari dan ke permukaan daun, yang terkait dengan proses fotosintesis dan respirasi, sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi distribusi bahang dan radiasi matahari, transpirasi, penyerbukan, serta penyebaran benih (Daubenmire 1974 dalam June 1987; Verhoet et al. 1997; Mohan and Tiwari 2004). Angin membawa massa udara. Massa udara yang melewati permukaan kasap akan mengalami transfer momentum. Massa udara tersebut akan diserap oleh permukaan tanaman, sehingga terjadi tahanan permukaan yang menyebabkan kecepatan angin semakin ke bawah semakin berkurang. Kecepatan angin tersebut dapat dilakukan pengukuran pada berbagai ketinggian. Berdasarkan data kecepatan angin tersebut dapat ditentukan parameter karakteristik kekasapan permukaan, khususnya di wilayah pertanian, seperti perpindahan bidang nol/zero-plane displacement (d), panjang kekasapan/ roughness length (z 0 ), dan kecepatan kasap/friction velocity (u*) (McInnes et al. 1991; Kimura et al. 1999; Martano 2000; Tsai and Tsuang 2005; Yuhao et al. 2008; Cataldo and Zeballos 2009). Analisis dari parameter karakteristik kekasapan tersebut dapat diaplikasikan untuk menghitung besarnya transfer momentum dan transfer bahang di wilayah pertanian. Berdasarkan hal tersebut, perbedaan periode hujan dan periode kemarau akan mempengaruhi unsur-unsur cuaca di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor. Oleh karena itu, pengaruh unsur-unsur cuaca pada periode hujan dan periode kemarau juga akan mempengaruhi parameter karakteristik kekasapan, koefisien transfer momentum (K m ), transfer momentum (τ), dan transfer bahang (Q H ) di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor, sehingga dapat dilihat tanggapannya terhadap kedua periode tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mempelajari dinamika profil radiasi matahari, curah hujan, kecepatan angin, suhu udara, dan kelembaban udara pada permukaan wilayah pertanian. 2. Menganalisis dinamika stabilitas atmosfer. 3. Menganalisis karakteristik kekasapan permukaan (d, z 0, dan u*) serta koefisien transfer momentum (K m ) pada stabilitas atmosfer netral di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor. 4. Menganalisis transfer momentum (τ) pada stabilitas atmosfer netral di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor. 5. Menganalisis transfer bahang (Q H ) pada stabilitas atmosfer tidak stabil dan stabil di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapisan Perbatas (Boundary Layer) Pada lapisan perbatas terdapat dua lapisan yang dikendalikan oleh permukaan, yaitu lapisan perbatas laminar dan lapisan turbulensi. Lapisan laminar terjadi jika arah aliran udara lurus dan hampir paralel terhadap permukaan dan ketebalan lapisan ini hanya beberapa millimeter. Lapisan ini merupakan lapisan tanpa turbulensi dan menjadi penyangga yang efisien dari lapisan turbulensi. Lapisan perbatas laminar ini hanya dapat terjadi di atas suatu permukaan yang sangat licin, seperti permukaan air yang tenang atau permukaan lumpur. Lapisan turbulensi terjadi jika aliran udara melalui permukaan yang kasar, seperti hutan, tanaman pertanian, serta bahkan padang rumput yang pendek secara aerodinamik merupakan permukaan yang kasar. Hal ini karena turbulensi selalu terbentuk pada aliran udara di atas elemen dari vegetasi tersebut. Menurut Monteith (1973), gaya dari kekasaran permukaan dalam memperlambat aliran udara yang melaluinya lebih besar dari gaya kekentalan massa udara yang mempertahankan aliran laminar. 2.2 Unsur-Unsur Iklim Mikro Radiasi Matahari Radiasi matahari merupakan sumber energi utama bagi proses pertumbuhan tanaman. Faktor utama yang mempengaruhi

15 2 pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah intensitas, kualitas, dan lama penyinaran. Radiasi yang sampai di puncak atmosfer rata-rata 1360 W m -2, hanya sekitar 50% yang diserap oleh permukaan bumi, 20% diserap oleh air dan partikel-partikel atmosfer, sedangkan 30% dipantulkan oleh permukaan bumi, awan, dan atmosfer. Radiasi matahari yang diterima permukaan bumi terdiri atas dua bagian, yaitu radiasi langsung dan radiasi baur. Jumlah komponen kedua radiasi tersebut disebut dengan radiasi global (Chang 1968). Selama perjalanannya melewati atmosfer bumi, radiasi matahari mengalami penurunan intensitas akibat penyerapan, pembauran, dan pemantulan oleh gas, uap, dan partikelpartikel yang tersuspensi di udara (Geiger 1959). Menurut Chang (1968), intensitas radiasi baur dipengaruhi oleh ketinggian, lintang, sudut datang matahari, keawanan, dan kekeruhan atmosfer. diterima oleh sensor mengakibatkan sensor menjadi panas, sehingga zat cair yang ada dalam sensor menguap, kemudian uap air ini akan mengkondensasi dibagian bawah tabung buret. Pengamatan dilakukan dengan membaca jumlah air yang terkondensasi pada tabung buret, kemudian alat dibalik, sehingga posisi bola hitam berada di bagian bawah dan air akan masuk ke dalam sensor. Selanjutnya, alat dibalik kembali, sensor ada di bagian atas dan zat cair tetap berada dalam bola hitam. Sedikit zat cair yang tumpah ke dalam tabung buret dibaca sebagai skala awal, kemudian alat diletakkan kembali ke dalam silinder pelindung. Besarnya penambahan volume air yang terkondensasi dapat diketahui dengan cara mengurangi pembacaan skala gun bellani pada hari berikutnya dengan skala gun bellani yang dikembalikan pada hari sebelumnya, kemudian lihat tabel untuk mengkonversi satuan dalam cal cm -2. Waktu pengamatan dilakukan setiap pagi hari pukul WS Suhu Udara Menurut pendapat McIntosh (1972): Temperature is condition which determinates the flow of heat from one substance to another. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu udara adalah termometer (Gambar 2). Satuan untuk suhu adalah derajat suhu. Gambar 1 Gun bellani integrator (Sumber: foto pribadi). Alat yang digunakan untuk mengukur radiasi matahari total selama satu hari sejak matahari terbit hingga terbenam adalah gun bellani integrator (Gambar 1). Alat ini tidak secara langsung mengukur radiasi matahari, tetapi melalui suatu proses penguapan zat cair terlebih dahulu. Jumlah zat cair yang diuapkan berbanding lurus dengan total radiasi matahari yang diterima. Alat tersebut terdiri atas bagian sensor berbentuk bulat hitam yang berisikan air dan dihubungkan dengan tabung buret yang berskala dalam satuan mililiter. Radiasi yang Gambar 2 Termometer maksimum, termometer minimum, termometer bola kering, dan termometer bola basah (Sumber: foto pribadi).

16 3 Berdasarkan penelitian Williams dan Gordon (1995) dalam Maharany (1999) menunjukkan bahwa suhu udara pada beberapa jenis tanaman yang ditanam dalam barisan yang berbeda memiliki profil angin yang hampir sama, yaitu pada pagi hari meningkat dan mencapai puncaknya pada saat tengah hari kemudian menurun pada saat sore hari Kelembaban Udara Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban relatif (kelembaban nisbi), maupun defisit tekanan uap air (Stull 2000). Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volume. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/ tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara. Pengembunan akan terjadi jika kelembaban nisbi telah mencapai 100% meskipun tekanan uap aktualnya relatif rendah. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah termometer bola kering dan bola basah (Gambar 2). Selanjutnya, mencari selisih hasil kedua pengamatan tersebut dan kemudian hasil selisih tersebut dicari ke dalam tabel kelembaban relatif (RH dalam satuan %) Angin Deskripsi Angin Angin merupakan udara yang bergerak secara horizontal dari suatu wilayah yang bertekanan tinggi menuju wilayah yang bertekanan rendah. McIntosh (1972) berpendapat bahwa: Wind is the (horizontal) movement of air relative to the rotating surface of the earth; the vertical component of air movement, generally much the smaller. Angin muncul sebagai hasil dari pemanasan di permukaan bumi, sehingga terjadi perbedaan tekanan udara. Adanya pemanasan di permukaan bumi, mengakibatkan terjadi pemuaian massa udara dan kerapatan udara relatif lebih rendah, sehingga tekanan udara menjadi rendah. Ada tiga hal penting mengenai sifat angin adalah kekuatan, kecepatan angin dan arah angin yang dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dan kekasaran permukaan. Semakin besar perbedaan tekanan udara suatu wilayah dengan wilayah lain, maka kecepatan angin semakin besar. Demikian juga dengan kekasaran permukaan, semakin kasar permukaan yang dilewati oleh angin, maka hambatan yang dialami angin semakin besar, sehingga kecepatan angin berkurang dan arah angin mengalami perubahan akibat adanya gerakan turbulensi. Arah angin merupakan arah dari mana angin bertiup atau berasal. Jika angin bertiup dari barat menuju timur, arah angin adalah barat. Berdasarkan International Agreement (1956) dalam McIntosh (1972), satuan kecepatan angin dinyatakan dalam knot dan konversi satuan kecepatan angin adalah sebagai berikut: 1 knot = m s -1 = mile h -1 = km h -1 = ft s -1 Kecepatan angin permukaan biasanya diukur dengan anemometer atau anemograf dan wind vane untuk menentukan arah angin (Gambar 3). Gambar 3 (a) (b) (a) Cup counter anemometer dan (b) wind vane (Sumber: foto pribadi).

17 4 Menurut Chang (1968) dalam June (1987), angin menentukan pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman melalui pertukaran bahang, uap air, CO 2, serta momentum antara tanaman dan lingkungannya. Pertukaran bahang, uap air, CO 2, serta momentum antara tanaman dan lingkungannya didukung oleh difusi molekuler melalui suatu lapisan udara yang dikenal dengan lapisan perbatas. Lapisan perbatas adalah lapisan yang dekat dengan permukaan. Karakteristik lapisan ini bergantung pada sifat-sifat lapisan udara dan transfer momentum yang berkaitan dengan gaya kekentalan udara Profil Kecepatan Angin Profil kecepatan angin menjelaskan hubungan antara kecepatan angin dan ketinggian di atas permukaan (Rosenberg 1974). Profil angin tersebut berguna untuk menduga intensitas dari prosesproses pertukaran secara vertikal maupun yang terjadi dari dan ke berbagai arah. Kecepatan angin pada suatu ketinggian dapat digunakan untuk menduga kecepatan angin pada ketinggian lainnya (Retnowati 1984). Menurut Chang (1968), profil angin di atas permukaan yang relatif kasar (misalnya tanaman-tanaman tinggi) berbeda dengan profil angin di atas permukaan yang relatif licin (misalnya tanaman-tanaman pendek). Height Height 2-3 h h (Z d+z 0) Gambar 4 Wind Speed Wind Speed Surface layer Roughness sublayer Canopy Sub-canopy Forest canopy Profil angin di atas permukaan tanaman pendek (atas) dan tanaman tinggi (bawah) (Gardiner 2004) Persamaan Kecepatan Angin dan Karakteristik Kekasapan Permukaan Menurut Monteith (1973), ada tiga persamaan penting untuk menentukan profil angin di atas suatu permukaan kasar, yaitu sebagai berikut: i. Kecepatan kasap (u*) ii. Kecepatan angin rata-rata pada ketinggian z dengan persamaan sebagai berikut (Sutton 1953; Tennekes 1972; Thom 1975; Oke 1978; Rosenberg et al. 1983; Zoomakis 1995; Arya 2001; Dong et al. 2001; Weligepolage et al. 2012): u(z) u = 1 (z d) ln k z 0 Keterangan : u(z) : kecepatan angin rata-rata pada ketinggian z (m s -1 ) u* : kecepatan kasap (m s -1 ) k : konstanta Von Karman sebesar 0.4 z 0 : panjang kekasapan (meter) d : perpindahan bidang nol (meter) Kecepatan angin meningkat seiring bertambahnya ketinggian. iii. Koefisien transfer momentum (K m ) dengan persamaan sebagai berikut (Tennekes 1972; Arya 2001): K m = k z u Keterangan : K m : eddy viscosity (m 2 s -1 ) k : konstanta Von Karman sebesar 0.4 u* : kecepatan kasap (m s -1 ) z : tinggi pengukuran (meter) Berdasarkan persamaan profil angin dapat ditentukan tiga parameter yang menggambarkan karakteristik kekasapan permukaan, yaitu parameter panjang kekasapan/roughness length (z 0 ), perpindahan bidang nol/zero-plane displacement (d), dan kecepatan kasap/friction velocity (u*) (McInnes et al. 1991; Kimura et al. 1999; Martano 2000; Tsai and Tsuang 2005; Yuhao et al. 2008; Cataldo and Zeballos 2009). Pada umumnya kecepatan angin rata-rata u(z) naik secara linier terhadap ln (z - d). Nilai d ini berkisar antara 0.6 sampai 0.8 h (h merupakan tinggi unsur kekasapan). Nilai d dapat diduga dengan persamaan berikut (Oke 1978; Kotani and Sugita 2005): d = 2 3 h Nilai h merupakan tinggi tanaman rata-rata (meter).

18 5 Menurut Chang (1968) dalam June (1987), nilai d merupakan fungsi dari kerapatan, ketinggian, dan keadaan mekanik dari tanaman. Nilai d meningkat seiring dengan bertambahnya kecepatan angin. Namun hal tersebut hanya berlaku untuk tanamantanaman yang relatif kecil dengan daun yang fleksibel, seperti rumput, barli atau oat pada kecepatan angin kurang dari 5 m s -1 (Monteith 1973 dalam June 1987), sedangkan menurut Makkink and Heemst (1970) dalam Rosenberg (1974) menyatakan bahwa nilai d menurun pada kecepatan angin kurang dari 5 m s -1 untuk tanaman padi. Berdasarkan penelitian Retnowati (1984), nilai d akan berubah-ubah menurut tinggi dan rendahnya kecepatan angin untuk tanaman padi. Berdasarkan model regresi sederhana dengan metode trial and error dapat ditentukan nilai parameter d, z 0, dan u*. Dalam regresi tersebut, variabel y merupakan ln (z - d) dan variabel x merupakan u(z), sehingga nilai d dapat ditentukan. Nilai parameter z 0 ditentukan dengan mengekstrapolasi hubungan linier antara u(z) dan ln (z - d) pada suatu titik di mana u(z) = 0 (x = 0) dan ln (z - d) = z 0 (y = ln z 0 ), dan menghasilkan slope = k/u*. Menurut Oke (1978), nilai z 0 dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: log z 0 = log h 0,98 Kekasapan permukaan (z 0 ) akan memperbesar percampuran dan olakan udara. Menurut Sellers (1965) dalam Chang (1968), koefisien transfer naik sekitar 50% dengan kenaikan z 0 dari 0.2 cm sampai 0.7 cm. Karakteristik nilai parameter z 0 dan d berubah-ubah secara sistematis mengikuti perubahan kecepatan angin. Hal tersebut terjadi jika pengukuran di atas tanaman yang seragam (Deacon 1975 and Doney 1963 dalam Monteith 1973). Pada beberapa permukaan, nilai z 0 turun seiring dengan menurunnya kecepatan angin dan d hampir konstan. Namun di atas permukaan yang lain, z 0 naik dengan meningkatnya kecepatan angin dan d turun Peranan Turbulensi dan Angin Turbulensi merupakan aliran udara yang tidak beraturan dan berlangsung setiap saat, serta berperan penting dalam proses-proses pemindahan, seperti pemindahan energi, uap air, serta gas (CO 2 ). Turbulensi terjadi karena adanya gradien kecepatan angin, halangan angin (seperti cabang, daun, tangkai, bangunan, dan lain-lain), serta adanya perbedaan kerapatan udara (Rosenberg 1974). Menurut Geiger (1959), besarnya turbulensi bergantung pada kecepatan aliran udara, stratifikasi suhu, dan gradien suhu antara permukaan dan udara. Pada keadaan lapse rate turbulensi akan dipicu. Menurut Chang (1968), laju fotosintesis naik dengan masukan CO 2 yang dalam peredarannya lebih banyak diatur oleh turbulensi. Jika turbulensi besar, banyak CO 2 yang masuk ke dalam tanaman. Berdasarkan penyelidikan mengenai transfer turbulen dalam kanopi barli oleh Johnson et al. (1976), langkah pertama untuk menduga fluks vertikal dalam tanaman barli, difusivitas eddy untuk transfer turbulensi diduga dengan dua teknik bebas, yaitu metode neraca energi (pengukuran radiasi netto, suhu, dan kelembaban yang menyeluruh dari kanopi) dan metode perhitungan fluks (pengukuran fotosintesis daun bersama-sama dengan gradien CO 2 dalam kanopi dan fluks CO 2 tanah) Presipitasi Uap air merupakan sumber presipitasi seperti hujan dan salju. Jumlah uap air yang terkandung pada massa udara merupakan indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi. Presipitasi didefinisikan sebagai bentuk cair (air) maupun padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi (Tjasyono 2004). Data hujan mempunyai variasi yang sangat besar dibandingkan unsur-unsur iklim lain, baik variasi menurut waktu maupun tempat. Curah hujan yang diamati pada stasiun klimatologi adalah tinggi (curah) hujan. Curah hujan ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah hari hujan dan intensitas hujan. Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakan pada daerah yang masih alami, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer (Gambar 5). Data yang didapat dari alat ini adalah curah hujan harian. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar seluas 100 cm 2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1.2 meter dari permukaan tanah.

19 6 diperkecil. Pada kondisi inverse (stabil), Ri bernilai positif dan Ri bernilai mendekati nol pada kondisi netral (Oke 1978). Gambar 5 Penakar hujan tipe observatorium (Sumber: foto pribadi). 2.3 Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer dapat ditentukan secara statis dan dinamis. Stabilitas atmosfer statis hanya ditentukan oleh gradien suhu, sedangkan stabilitas atmosfer dinamis ditentukan oleh gradien suhu maupun kecepatan angin. Stabilitas atmosfer dinamis dapat ditentukan dengan angka Richardson (Richardson Number/Ri). Menurut Oke (1978): The Richardson Number is a convenient means of categorizing atmospheric stability (and the state turbulence) in the lowest layer. Persamaan Ri adalah sebagai berikut (Paulson 1970; Thom 1975; Oke 1978; McInnes et al. 1991; Arya 2001; Pereira et al. 2003; Zhang et al. 2010): Ri = g ϴ z T a u z Keterangan : g : percepatan gravitasi (9.8 m s -2 ) T a : suhu absolute pada ketinggian z a ; z a = (z 1 z 2 ) 1/2 θ : suhu potensial (K); θ = T Γ d z dengan Γ d merupakan dry adiabatic lapse rate sebesar K m -1, T merupakan suhu absolute (K), dan z merupakan tinggi pengukuran (meter) Pada kondisi lapse kuat (tidak stabil), free forces mendominasi dan Ri bernilai negatif dengan meningkatnya gradien suhu, tetapi peningkatan gradien kecepatan angin Transfer Momentum ( ) dan Bahang (Q H ) Fluks merupakan perpindahan massa dan energi per satuan waktu per satuan luas/dan jarak. Ada beberapa metodologi pengukuran fluks momentum dan bahang, yaitu sebagai berikut: 1. Metode Korelasi Eddy Penentuan fluks momentum dan bahang pada permukaan seragam, yaitu sebagai berikut (Oke 1978; Arya 2001): τ = ρ u w H = ρ C p θ w Penentuan fluks momentum dan bahang dengan metode korelasi eddy sangat mudah, tetapi membutuhkan peralatan berkualitas baik dengan sistem pengamatan yang tinggi (laju pengambilan s -1 ), seperti sonic, laser, atau hot-wire anemometer dan termometer thin-wire resistance. Kelebihan metode ini adalah pengukuran pertukaran turbulen secara langsung, tanpa banyak membatasi asumsi mengenai permukaan alam (permukaan yang homogen). 2. Metode Aerodinamik dan Gradien Penentuan fluks momentum dan bahang dengan metode aerodinamik dan gradien (Oke 1978; Arya 2001; June 2012): τ = ρ K m u z u Q H = ρ C p k 2 2 u 1 θ 2 θ 1 ln z 2 2 d φ z 1 d m φ s Keterangan: τ : transfer momentum (N m -2 ) K m : eddy viscosity (m 2 s -1 ) ρ : kerapatan udara kering (kg m -3 ) (June 2012) ρ = T Q H : transfer bahang (W m -2 ) u : kecepatan angin (m s -1 ) θ : suhu potensial (K) d : perpindahan bidang nol (meter) C p : bahang spesifik udara kering pada tekanan konstan ( J K -1 kg -1 ) s : dimensionless gradient of θ m : dimensionless wind shear Penentuan fluks momentum dan bahang ini baik digunakan pada pengukuran angin yang berbeda dengan ketinggian yang

20 7 berbeda, yaitu dengan metode aerodinamik atau pun metode gradien. Perbedaan dari metode aerodinamik dengan gradien adalah banyaknya ketinggian pengukuran. Pada metode aerodinamik menggunakan beberapa ketinggian, sedangkan metode gradien hanya menggunakan dua ketinggian. Berdasarkan hasil penelitian Hatfield et al. (2010) diperoleh fluks sensible heat (H) sebesar 600 MJ m -2 tahun -1 untuk tanaman jagung dan 410 MJ m -2 tahun -1 untuk tanaman kedelai pada tahun 2004 di Midwestern US. Penelitian tersebut menggunakan metode energy balance ratio (EBR) dan ordinary least square (OLS). III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2012 hingga Agustus Penelitian ini diawali dengan pengambilan data cuaca sekunder di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor. Kemudian pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) gun bellani integrator untuk radiasi matahari, 2) ombrometer untuk curah hujan, 3) termometer bola kering untuk suhu udara, 4) cup counter anemometer untuk kecepatan angin, 5) wind vane untuk arah angin, dan 6) seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Excel. Data yang dibutuhkan selama penelitian adalah sebagai berikut: 1. Data suhu udara pada tiga ketinggian (4 meter, 7 meter, dan 10 meter) dengan tiga waktu pengamatan, yaitu pukul WS, pukul WS, dan pukul WS. 2. Data kecepatan dan arah angin pada tiga ketinggian (4 meter, 7 meter, dan 10 meter) dengan tiga waktu pengamatan, yaitu pukul WS, pukul WS, dan pukul WS. 3. Data kelembaban udara pada tiga ketinggian (4 meter, 7 meter, dan 10 meter) dengan tiga waktu pengamatan, yaitu pukul WS, pukul WS, dan pukul WS. 4. Data radiasi matahari harian. 5. Data curah hujan harian. Data cuaca yang digunakan adalah data sekunder selama 1 tahun dari bulan Januari 2011 hingga Desember Analisis Data Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca Wilayah Penelitian pada Tahun 2011 Untuk mengidentifikasi cuaca wilayah penelitian, yaitu dengan membuat profil unsur-unsur cuaca, seperti radiasi matahari, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Profil tersebut ditentukan dengan cara memplotkan data unsur-unsur cuaca tersebut terhadap waktu, sedangkan untuk profil arah angin ditentukan berdasarkan persentase data arah angin terbanyak di wilayah tersebut, yang kemudian diplotkan ke dalam grafik. Profil arah angin ini bertujuan mengetahui arah angin dominan setiap bulan pada wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer dinamis ditentukan dengan angka Richardson (Richardson Number/Ri). Penentuan stabilitas atmosfer tersebut dengan menggunakan persamaan berikut (Thom 1975; Oke 1978; Arya 2001; June 2012): Ri = g θ z T a u z 2 (1) Keterangan : g : percepatan gravitasi (9.8 m s -2 ) T a : suhu absolute pada ketinggian z a ; z a = (z 1 z 2 ) 1/2 θ : suhu potensial (K); θ = T Γ d z dengan Γ d merupakan dry adiabatic lapse rate sebesar K m -1, T merupakan suhu absolute (K), dan z merupakan tinggi pengukuran (meter) Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dikategorikan kondisi atmosfer netral (Ri = ± 0.01), stabil (Ri > 0.01), dan tidak stabil (Ri < -0.01) Karakteristik Kekasapan Permukaan (d, z 0, dan u*) Analisis kecepatan angin pada berbagai ketinggian untuk menentukan karakteristik kekasapan hanya dilakukan pada kondisi atmosfer netral. Berdasarkan persamaan logaritmik profil angin tersebut dapat ditentukan parameter zero-plane displacement (d), roughness length (z 0 ), dan friction velocity (u*) (Kimura et al. 1999; June 2012).

21 8 Langkah awal yang dilakukan untuk menentukan nilai parameter tersebut, yaitu dengan menduga nilai d dari persamaan berikut (Oke 1978): d = 2 3 h (2) Nilai h merupakan tinggi tanaman rata-rata (meter). Tinggi tanaman rata-rata di wilayah pertanian Situ Gede adalah 2.14 meter. Penentuan nilai d dugaan digunakan untuk menghitung nilai d terukur. Nilai d terukur dapat ditentukan dengan menggunakan metode simplified (Riou 1984), yaitu dengan persamaan sebagai berikut: d = Δu 2 a2 z1 z Δu 3 a 2 Δu Δu 2 1 (3) Keterangan : Δu : selisih kecepatan angin pada ketinggian 7 meter dengan 4 meter; u(z 2 ) u(z 1 ) Δu : selisih kecepatan angin pada ketinggian 10 meter dengan 7 meter; u(z 3 ) u(z 2 ) a : konstanta yang diperoleh dari persamaan sebagai berikut z 1 z 2 z 3 a = ln z 3 d 0 z2 d 0 z3 d 0 z 2 d ln z (4) 2 d 0 z1 d 0 z 2 d 0 z 1 d : tinggi pengukuran 4 meter : tinggi pengukuran 7 meter : tinggi pengukuran 10 meter d 0 : nilai d awal; nilai tersebut diperoleh dari nilai d dugaan, yitu 1.5 meter Parameter z 0 dan u* ditentukan dengan model regresi sederhana. Nilai parameter z 0 ditentukan dengan mengekstrapolasi hubungan linier antara u(z) dan ln (z - d) pada suatu titik, di mana u(z) = 0 (x = 0) dan (z - d) = z 0 (y = ln z 0 ), dan menghasilkan slope = k/u* (Gambar 6). y = bx + a Gambar 6 Ekstrapolasi hubungan linier antara u(z) dan ln (z - d) pada x = 0 dan y = ln z 0 (Stull 1950; Sutton 1953; Oke 1978; Arya 2001). Penentuan z 0 dan u* diturunkan dari persamaan regresi linier grafik, yaitu sebagai berikut (Yanlian et al. 2006): y = bx + a ln z d = k u u z + ln z 0 (5) Jadi, dapat ditentukan nilai u*, yaitu: maka, b = k u u = k (6) b k merupakan konstanta Von Karman sebesar 0.4 dan b merupakan nilai slope yang diperoleh dari persamaan regresi linier. Penentuan nilai z 0 adalah sebagai berikut: a = ln z 0 maka, z 0 = exp(a) (7) a merupakan nilai intersep yang diperoleh dari persamaan regresi linier Koefisien Transfer Momentum (K m ) Berdasarkan nilai parameter u* dapat ditentukan nilai K m dengan persamaan berikut (Thom 1975; Schwerdtfeger 1976; Arya 2001): K m (z) = k z u (8) Keterangan : K m : eddy viscosity (m 2 s -1 ) k : konstanta Von Karman sebesar 0.4 u* : kecepatan kasap (m s -1 ) z : tinggi pengukuran (meter) Pada kondisi atmosfer netral, K m sama dengan K E, di mana K E adalah koefisien transfer untuk uap air (evapotranspirasi) (June 2012) Transfer Turbulen Setelah analisis profil kecepatan angin dilakukan pada kondisi atmosfer netral dan nilai K m diperoleh, maka dapat diaplikasikan untuk menghitung transfer momentum ( ) dan bahang (Q H ) Transfer Momentum ( ) Transfer momentum dapat dihitung dengan persamaan berikut (Oke 1978; June 2012): u τ = ρ K m z Keterangan : τ : transfer momentum (N m -2 ) K m : eddy viscosity (m 2 s -1 ) ρ : kerapatan udara (kg m -3 ) (9)

22 9 Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor a b c d Gambar 7 Lokasi Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor: a) sebelah Utara, b) sebelah Barat, c) sebelah Selatan, dan d) sebelah Timur (Sumber: Google Earth dan foto pribadi).

23 10 Gambar 8 Curah hujan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Transfer Bahang (Q H ) Transfer bahang dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Oke 1978; June 2012): Q H = ρc p k 2 u 2 u 1 θ 2 θ 1 2 (10) φm φ s ln z 2 d z1 d Keterangan : Q H : transfer bahang (MJ m -2 hari -1 ) u : kecepatan angin (m s -1 ) θ : suhu potensial (K) d : perpindahan bidang nol (meter) C p : bahang spesifik udara kering pada tekanan konstan ( J K -1 kg -1 ) s : dimensionless gradient of θ m : dimensionless wind shear ρ : kerapatan udara (kg m -3 ) (June 2012) ρ = T IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor berada pada 06 o 33 LS dan 106 o 45 BT dengan ketinggian tempat 207 meter di atas permukaan laut. Stasiun Klimatologi tersebut berada di sekitar wilayah pertanian yang pada umumnya ditanami dengan tanaman padi, jagung, kacang-kacangan, dan lain-lain. Letak geografisnya adalah pada sisi utara, selatan, dan timur berbatasan dengan lahan pertanian, serta sisi barat dibatasi oleh pepohonan dengan ketinggian ± 5 meter (Gambar 7). 4.2 Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca Wilayah Penelitian pada Tahun Curah Hujan Presipitasi yang terukur di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor adalah curah hujan. Pengelompokan curah hujan berdasarkan dasarian digunakan untuk menentukan awal periode hujan dan periode kemarau di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor. Penentuan tersebut didasarkan pada ketentuan BMKG (2012), yaitu periode hujan ditandai dengan curah hujan yang terjadi dalam satu dasarian sebesar 50 mm atau lebih yang diikuti oleh dasarian berikutnya, atau dalam satu bulan terjadi lebih dari 150 mm. Sebaliknya, pada periode kemarau ditandai dengan curah hujan yang terjadi kurang dari 50 mm dalam satu dasarian atau kurang dari 150 mm dalam satu bulan. Kisaran curah hujan per bulan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor adalah mm. Distribusi curah hujan berdasarkan dasarian (Gambar 8). Berdasarkan grafik tersebut, wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor mengalami periode hujan pada bulan Januari dasarian 1 hingga Januari dasarian 2, kemudian berlanjut pada bulan April hingga Juli dasarian 2 dan berlanjut pada bulan Oktober dasarian 2 hingga Desember, sedangkan periode kemarau terjadi pada bulan Januari dasarian 3 hingga Maret, kemudian berlanjut pada Juli dasarian 3 hingga Oktober dasarian 1. Oleh karena itu, berdasarkan data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa pada tahun 2011 wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor mengalami periode hujan selama 7 bulan dan periode kemarau selama 5 bulan.

24 Radiasi Matahari Intensitas Radiasi Matahari (MJm -2 ) J F M A M J J A S O N D Bulan Gambar 9 Intensitas radiasi matahari wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Radiasi matahari yang terukur di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor adalah total intensitas radiasi matahari selama 1 hari sejak matahari terbit hingga terbenam. Distribusi intensitas radiasi matahari bulanan (MJ m -2 ) di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor tidak mengalami fluktuasi yang signifikan (Gambar 9). Intensitas radiasi matahari terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 300 MJ m -2, sedangkan intensitas radiasi matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus sebesar 463 MJ m -2. Hal ini menunjukkan intensitas radiasi matahari yang diterima oleh bumi pada bulan Agustus lebih banyak dibandingkan pada bulan Januari. Pada bulan Agustus di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor sedang mengalami periode kemarau, sehingga intensitas radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi lebih besar. Hal ini disebabkan oleh kondisi perawanan. Pada periode kemarau jarang sekali terjadi penutupan awan, sehingga radiasi matahari yang datang lebih banyak diserap oleh permukaan bumi dibandingkan diserap oleh awan. Namun pada bulan Januari dasarian 1 hingga dasarian 2, wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor mengalami periode hujan, sehingga sering terjadi penutupan awan. Oleh karena itu, radiasi matahari yang masuk lebih banyak diserap oleh permukaan awan dibandingkan oleh permukaan bumi. Selain itu, intensitas radiasi matahari dipengaruhi oleh letak geografis suatu wilayah. Wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor merupakan wilayah yang dikelilingi oleh pegunungan. Hal ini sangat mempengaruhi intensitas radiasi matahari yang diterima di wilayah Situ Gede, Darmaga Bogor karena radiasi matahari yang dipancarkan matahari terhalang oleh lereng gunung, sehingga intensitas radiasi matahari yang diterima lebih sedikit Suhu Udara Suhu Udara ( o C) J F M A M J J A S O N D Bulan Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter Gambar 10 Profil suhu udara bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Suhu Udara ( o C) Suhu Udara ( o C) Suhu Udara ( o C) J F M A M J J A S O N D Bulan Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter (a) J F M A M J J A S O N D Bulan Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter (b) J F M A M J J A S O N D Bulan Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter (c) Gambar 11 Profil suhu udara bulanan pada stabilitas atmosfer (a) netral, (b) stabil, dan (c) tidak stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

25 12 Suhu udara yang terukur di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor adalah suhu bola kering. Suhu bola kering ini digunakan untuk menghitung suhu udara potensial. Suhu udara potensial ini dinyatakan sebagai suhu udara. Suhu udara diurnal bervariasi dari waktu ke waktu. Profil suhu udara rataan bulanan memiliki gradien yang kecil (Gambar 10). Kecilnya gradien antar ketinggian terjadi karena suhu udara rataan diambil dari pengukuran pada kondisi atmosfer netral, stabil, dan tidak stabil. Gradien yang besar terjadi pada kondisi atmosfer stabil dan tidak stabil (Gambar 11). Berdasarkan teori, suhu udara semakin menurun dengan bertambahnya ketinggian. Namun dengan adanya turbulensi sering kali perbedaan dengan ketinggian menjadi sangat kecil dan tidak terdeteksi oleh sensor pada pengukuran sesaat, terutama pada kondisi atmosfer netral. Hal ini terlihat suhu udara pada ketinggian 4 meter dan 7 meter relatif sama, tetapi suhu udara pada ketinggian 10 meter relatif lebih rendah dibandingkan suhu udara pada ketinggian lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan angin yang tinggi pada saat pengukuran, sehingga terjadi turbulensi yang secara efektif akan mentransfer bahang di dekat permukaan ke lapisan udara di atasnya. Berdasarkan hal tersebut beberapa data suhu udara pada ketinggian 7 meter lebih tinggi dibandingkan suhu udara pada ketinggian lainnya. Suhu Udara ( o C) J F M A M J J A S O N D Bulan Pukul Pukul Pukul Gambar 12 Profil suhu udara bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Perubahan suhu udara berdasarkan tiga waktu pengamatan menunjukkan suhu udara pada pukul WS lebih tinggi dibandingkan suhu udara pada pukul WS dan pukul WS (Gambar 12). Hal tersebut menunjukkan suhu udara pada pukul WS merupakan suhu udara maksimum. Suhu udara akan mencapai maksimum setelah terjadi radiasi matahari mencapai maksimum. Sebelum suhu udara maksimum, radiasi matahari datang masih lebih besar daripada radiasi yang keluar berupa pantulan gelombang pendek dan pancaran radiasi bumi berupa gelombang panjang (radiasi netto positif), sehingga pemanasan udara (H) berlangsung terus, meskipun radiasi matahari maksimum telah terjadi sekitar pukul WS. Hal tersebut menunjukkan adanya keterlambatan waktu (time lag) antara radiasi matahari maksimum dan suhu udara maksimum sekitar 2 jam. Suhu udara pada pukul WS lebih tinggi dibandingkan suhu udara pada pukul WS. Pada sore hari tepatnya pukul WS, radiasi yang keluar lebih besar dibandingkan radiasi yang datang (radiasi netto negatif), sehingga suhu udara pada sore hari rendah dan terus menurun hingga tercapai suhu udara minimum pada pagi hari. Pada pagi hari tepatnya pukul WS terjadi suhu udara terendah. Hal ini karena radiasi yang diterima masih kecil dan energi yang tersedia pada hari sebelumnya telah digunakan untuk pemanasan dan pemancaran radiasi gelombang panjang dengan tanpa adanya tambahan energi matahari pada malam hari. Hal ini berarti radiasi yang keluar lebih besar dibandingkan radisi yang datang, sehingga terjadi suhu udara terendah pada pagi hari Kelembaban Udara 84 RH (%) J F M A M J J A S O N D Bulan Ketinggian 4 meter Ketinggian 10 meter Ketinggian 7 meter Gambar 13 Profil kelembaban relatif bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun Penentuan kelembaban relatif (RH) diperoleh berdasarkan pengukuran pada suhu bola kering (T BK ) dan suhu bola basah (T BB ) dengan menggunakan metode psikrometri. Kelembaban relatif diurnal mengalami fluktuasi yang sangat nyata terhadap waktu, sedangkan profil kelembaban relatif terhadap tiga ketinggian pengukuran memiliki gradien yang kecil (Gambar 13).

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

INTENSITAS TURBULENSI DUA KANOPI PERTANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TINGGI YANG BERBEDA (Wilayah Kajian Perkebunan Pompa Air dan PTPN VI Jambi)

INTENSITAS TURBULENSI DUA KANOPI PERTANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TINGGI YANG BERBEDA (Wilayah Kajian Perkebunan Pompa Air dan PTPN VI Jambi) INTENSITAS TURBULENSI DUA KANOPI PERTANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TINGGI YANG BERBEDA (Wilayah Kajian Perkebunan Pompa Air dan PTPN VI Jambi) HENDRA YONI SINAGA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Evapotranspirasi 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara

Lebih terperinci

DINAMIKA KARAKTERISTIK LAPISAN PERBATAS PERMUKAAN (SURFACE BOUNDARY LAYER) DI ATAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ALAN PURBA KUSUMA

DINAMIKA KARAKTERISTIK LAPISAN PERBATAS PERMUKAAN (SURFACE BOUNDARY LAYER) DI ATAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ALAN PURBA KUSUMA DINAMIKA KARAKTERISTIK LAPISAN PERBATAS PERMUKAAN (SURFACE BOUNDARY LAYER) DI ATAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ALAN PURBA KUSUMA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT. js1 1. Kelembaban Mutlak dan Relatif Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air

Lebih terperinci

DINAMIKA EVAPOTRANSPIRASI PERTANAMAN KELAPA SAWIT: MEMBANDINGKAN METODE AERODINAMIK, BOWEN-RATIO DAN PENMAN-MONTEITH NI WAYAN SRIMANI PUSPA DEWI

DINAMIKA EVAPOTRANSPIRASI PERTANAMAN KELAPA SAWIT: MEMBANDINGKAN METODE AERODINAMIK, BOWEN-RATIO DAN PENMAN-MONTEITH NI WAYAN SRIMANI PUSPA DEWI DINAMIKA EVAPOTRANSPIRASI PERTANAMAN KELAPA SAWIT: MEMBANDINGKAN METODE AERODINAMIK, BOWEN-RATIO DAN PENMAN-MONTEITH NI WAYAN SRIMANI PUSPA DEWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT 5. Penyebaran Suhu Menurut Ruang dan Waktu A. Penyebaran Suhu Vertikal Pada lapisan troposfer,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Si Sc 2 0 1 3 Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila PRESIPITASI Presipitasi it iadalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer kepermukaan

Lebih terperinci

DATA METEOROLOGI. 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari

DATA METEOROLOGI. 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari DATA METEOROLOGI 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari Umum Data meteorology sangat penting didalam analisa hidrologi pada suatu daerah

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kestabilan Massa Air Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan bahwa dalam kolom air massa air terbagi secara vertikal kedalam beberapa lapisan. Pelapisan

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI MENGGUNAKAN METODE AERODINAMIK, PENMAN-MONTEITH, DAN PANCI KELAS A

PERBANDINGAN PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI MENGGUNAKAN METODE AERODINAMIK, PENMAN-MONTEITH, DAN PANCI KELAS A i PERBANDINGAN PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI MENGGUNAKAN METODE AERODINAMIK, PENMAN-MONTEITH, DAN PANCI KELAS A (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situgede, Darmaga, Bogor) ADHAYANI DEWI DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1. Perbedaan Suhu dan Panas Panas umumnya diukur dalam satuan joule (J) atau dalam satuan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) ANDIKA PRAWANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN

PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 3 (1) 58-63 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado Farid Mufti

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 2 Diagram alir penelitian. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer 4.1.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer Harian Faktor yang menyebabkan pergerakan vertikal udara antara lain

Lebih terperinci

RANCANGAN DAM UJI COBA LlSlMETER PORTABEL TiPE HlDRQlblK

RANCANGAN DAM UJI COBA LlSlMETER PORTABEL TiPE HlDRQlblK RANCANGAN DAM UJI COBA LlSlMETER PORTABEL TiPE HlDRQlblK Oleh F A L A H U D I N F 23. 0217 1991 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R Falahudin. F 23.0217. Rancangan dan Uji Coba

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER

GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA OPTIK GEJALA KLIMATIK Gejala-gejala Optik Pelangi, yaitu spektrum matahari yang dibiaskan oleh air hujan. Oleh karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

Kelembaban Udara. Klimatologi. Meteorology for better life

Kelembaban Udara. Klimatologi. Meteorology for better life Kelembaban Udara Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Klimatologi Meteorology for better life Kerapatan Uap Air ( ) Pernyataan Kelembaban

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung pada bulan Juli - September 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI RADIASI MATAHARI NAMA NPM JURUSAN DISUSUN OLEH : Novicia Dewi Maharani : E1D009067 : Agribisnis LABORATORIUM AGROKLIMAT UNIVERSITAS BENGKULU 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISA VALIDASI PERALATAN METEOROLOGI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DI STASIUN METEOROLOGI SAM RATULANGI oleh

ANALISA VALIDASI PERALATAN METEOROLOGI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DI STASIUN METEOROLOGI SAM RATULANGI oleh ANALISA VALIDASI PERALATAN METEOROLOGI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DI STASIUN METEOROLOGI SAM RATULANGI oleh (1) Leonard Lalumedja, (2) Derek Missy, (3) Dinna Kartika Pasha Putri, (4) Dinna Kartika Pasha

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira Udara & Atmosfir Angga Yuhistira Udara Manusia dapat bertahan sampai satu hari tanpa air di daerah gurun yang paling panas, tetapi tanpa udara manusia hanya bertahan beberapa menit saja. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang diemisikan.

Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang diemisikan. 6.1.Stabilitas Atmosfer 6.1.1. Pengertian Stabilitas Atmosfer Stabilitas: Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen 7 radiasi surya, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara dalam penentuan evapotranspirasi. Sedangkan faktor tanah yang mempengaruhi seperti tekstur, kedalaman tanah, dan topografi. Kebutuhan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Iklim, karakternya dan Energi Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Cuaca Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer atau planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena

Lebih terperinci

PERBANDINGAN LAJU TRANSFER MOMENTUM DALAM KONDISI TIDAK STABIL, NETRAL DAN KONDISI STABIL DI DAERAH DATARAN RENDAH

PERBANDINGAN LAJU TRANSFER MOMENTUM DALAM KONDISI TIDAK STABIL, NETRAL DAN KONDISI STABIL DI DAERAH DATARAN RENDAH PERBANDINGAN LAJU TRANSFER MOMENTUM DALAM KONDISI TIDAK STABIL, NETRAL DAN KONDISI STABIL DI DAERAH DATARAN RENDAH Meity Martina Pungus, Rolles Nixon Palilingan, Hennie Mieke Tumundo Staf Jurusan Fisika

Lebih terperinci

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan bagian 1 : Pendekatan perhitungan Suhu udara, Damping depth dan Diffusivitas thermal Oleh : Pendahuluan Ruang terbuka hijau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi. tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi. tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi Sosrodarsono, (1978) dalam perencanaan saluran irigasi harus memperhatikan beberapa aspek yang mempengaruhi proses irigasi diantaranya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri 1 Evapotranspirasi adalah. Evaporasi (penguapan) didefinisikan sebagai peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan

Lebih terperinci

5/16/2013 SUHU / TEMPERATUR. This page was created using Nitro PDF SDK trial software. To purchase, go to

5/16/2013 SUHU / TEMPERATUR. This page was created using Nitro PDF SDK trial software. To purchase, go to IV. Suhu dan Kelembaban Udara - Pengertian Suhu - Variasi suhu - Pengaruh Suhu terhadap pertanian - Pengertian Kelembaban - Variasi Kelembaban - Pengaruh Kelembaban terhadap pertanian SUHU / TEMPERATUR

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr Stasiun Meteorologi Klas III Malikussaleh Aceh Utara adalah salah satu Unit Pelaksana

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

Mengenal Nama dan Fungsi Alat alat Pemantau Cuaca dan Iklim

Mengenal Nama dan Fungsi Alat alat Pemantau Cuaca dan Iklim Mengenal Nama dan Fungsi Alat alat Pemantau Cuaca dan Iklim Menurut Organisasi Meteorologi Sedunia (World Meteorogical Organization/WMO) waktu yang ideal untuk pengumpulan data iklim dari data cuaca adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada suatu periode atau biasa disebut dengan kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama yang selanjutnya mulai

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci