HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN KELUARGA DENGAN PERILAKU EMPATI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TIBAWA KABUPATEN GORONTALO
|
|
- Liana Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN KELUARGA DENGAN PERILAKU EMPATI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TIBAWA KABUPATEN GORONTALO Oleh : Wahyuni Lahami Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Gorontalo Pembimbing I Pembimbinga II : Dra. Tuti Wantu M.Pd. Kons : Murhima A. Kau S.Psi M.Psi ABSTRAK Permasalahan yang dihadapi di SMA Negeri 1 Tibawa adalah rendahnya perilaku empati yang dimiliki oleh siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lingkungan keluarga dengan perilaku empati siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa Kabupaten Gorontalo. Metode yang digunakan dalam penelitiab ini adalah metode korelasi. Tekhnik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah angket. Anggota populasi yang menjadi objek penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa, sedangkan yang menjadi sampel penelitian adalah 36 orang siswa yaitu 15% dari jumlah populasi. Dari hasil perhitungan diperoleh Yˆ 2,83 0, 90X Hasil ini berarti bahwa terjadi perubahan peningkatan pada variabel X, maka akan di ikuti oleh perubahan peningkatan rata-rata sebesar 0,90 pada variabel Y. Dengan kata lain semakin baik kondisi lingkungan keluarga maka semakin tinggi pula empati siswa. Sebaliknya makin buruk kondisi lingkungan keluarga makin rendah perilaku empati yang dimiliki siswa. Dari hasil uji linieritas diperoleh F hitung sebesar -1,19 dan F daftar (0,95)(15,19) = 2,26. Sesuai dengan kriteria pengujian dapat dikatakan bahwa persamaan regresi adalah benar-benar linier, artinya bahwa perilaku empati memiliki hubungan dengan lingkungan keluarga. Dari hasil perhitungan koefisien korelasi diperoleh harga r = 0,946 dengan koefisien determinasi r 2 = 0,89. Hal ini berarti bahwa sekitar 89% variasi yang terjadi pada variable Y (perilaku empati) dapat dijelaskan oleh variabel X. Selanjutnya dari uji keberartian koefisien korelasi diperoleh t hitung = 16,62 dan t 0,95)(34) = 1,68 Ternyata harga t hitung > t daftar, atau harga t hitung berada di luar daerah penerimaan H 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak dan menerima H 1. Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang berbunyi terdapat hubungan antara lingkungan keluarga dengan perilaku empati siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa Kabupaten Gorontalo dapat diterima. Jadi untuk meningkatkan perilaku empati, sangat tepat jika keluarga melatih dan mengajarkan sejak dini kemampuan berempati anak dari lingkungan keluarga. Kata Kunci : Lingkungan Keluarga dan Perilaku Empati 1
2 Hakekat manusia pada umumya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Makhluk sosial di artikan sebagai hidup bermasyarakat atau berdampingan dengan manusia lainnya dalam sebuah lingkungan masyarakat atau yang sering disebut dengan bersosialisasi, seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosialnya, bahkan seseorang tidak dapat berkembang baik tanpa hidup di dalam lingkungan sosial. Dalam proses berinteraksi manusia ada beberapa hakekat yang menjadikan individu sebagai makhluk sosial. Makhluk yang tidak pernah bisa lepas atau melepaskan diri dari lingkungan maupun aktifitas sosial. Hal ini tentunya berkaitan pula dengan peran manusia yang juga sebagai makhluk individu. Makhluk yang mempunyai cipta, rasa dan karsa. Taufik (2012 : 41) empati merupakan suatu aktifitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang berempati kepada individu lain terhadap kondisi yang sedang dialami orang lain, tanpa yang bersangkutan kehilangan kontrol dirinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku empati perlu di miliki oleh setiap individu, karena empati sangat diperlukan dalam kehidupan sehari hari agar kita bisa mengerti dan memahami keadaan orang lain. Empati juga sangat mempengaruhi perkembangan sosial siswa, karena apabila dalam proses sosialnya siswa tidak memiliki empati maka siswa tidak bisa melihat dan merasakan keadaan orang lain dan berfikir tentang orang lain. Empati bertujuan agar seseorang mampu memasuki dunia orang lain melalui ungkapan-ungkapan yang menyentuh perasaan. Dengan demikian orang lain akan terbuka dan mau mengungkapkan apa yang sedang dirasakannya baik dalam bentuk perasaan, pengalaman, dan pikiran. 2
3 Goleman (dalam Taufik, 2012:92) mengatakan bahwa Empati mungkin lebih penting daripada intelegensi, karena empati lebih kompleks dan lebih diperlukan dalam kehidupan. Berinteraksi dalam satu keluarga, individu yang dapat berempati dengan salah satu anak dari keluarga itu maka ia akan dapat menerima keberadaan anggota keluarga lainnya. Hal itu juga berlaku dalam lingkup yang lebih luas. Orang tua dan guru ketika menanamkan nilai nilai empati kepada anak dan siswa siswanya, siswa lebih suka mengadopsi nilai nilai empati itu dengan cara mencontoh perilaku orang tua saat dirumah dan sang guru saat disekolah, dan kemudian siswa yang menerapkan nilai nilai empati yang di ajarkan. Sikap empati memberikan kontribusi terhadap perkembangan moral dan karakter siswa. Merasakan empati berarti beraksi terhadap perasaan orang lain dengan respons emosional yang mirip dengan perasaan orang lain tersebut (Taufik, 2012). Berempati lebih dari sekedar bersimpati kepada orang lain. Dalam menanamkan nilai nilai empati di lingkungan keluarga, keluarga selalu berusaha menciptakan kondisi lingkungan yang baik, keluarga selalu berinteraksi dengan anak anaknya, berkomitmen memberikan pendidikan yang baik. Oleh karena itu empati sangat dibutuhkan oleh siswa dan di harapkan dengan empati ini siswa bisa melihat dan menerima dari sudut yang berbeda, memiliki kepekaan terhadap orang lain dan mampu mendengarkan orang lain. Tetapi pada kenyataan masih banyak siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa Kabupaten Gorontalo yang empatinya rendah. Rendahnya empati ini ditunjukan dengan siswa kurang menghargai perasaan orang lain, saling mengejek, dan bertengkar dalam kelas. Berdasarkan latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan satu penelitian yang di formulasikan dalam judul Hubungan Antara Lingkungan Keluarga dengan Perilaku Empati Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Tibawa Kabupaten Gorontalo. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah Terdapat Hubungan antara lingkungan keluarga dengan perilaku empati siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa?. 3
4 Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Hubungan antara lingkungan keluarga dengan perilaku empati siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa Kabupaten Gorontalo. Kajian Teori Istilah Empati pada sebagian masyarakat kita barangkali kurang begitu di kenal di bandingkan dengan istilah Simpati. Kalaupun dikenal maknanya sering disamakan dengan pengertian simpati. Hal ini tidak mengherankan, karena simpati lebih mudah dipahami dan lebih mudah dilakukan. Para ilmuan sepakat bahwa empati lebih penting dari simpati. Pentingnya empati digambarkan oleh para ahli sebagai berikut : a. Empati sangat penting sebagai mediator perilaku agresif. Fesbach (Dalam Taufik,2012,45). b. Memilki kontribusi dalam perilaku proporsional Einsenberg (Dalam Taufik,2012,45). c. Berkaitan dengan perkembangan moral Hoffman, (Dalam Taufik,2012,45).. d. Dapat mereduksi prasangka (Taufik,2012,45). e. Dapat menimbulkan keinginan untuk dapat menolong (Batson & Ahmad, 2010) Empati adalah sebuah keadaan emosi, tetapi memiliki komponen kognitifkemampuan untuk melihat keadaan psikologis dalam diri orang lain. Pendapat para ahli tentang empati: a. Wispe (dalam taufik, 2012:37), kajian empati terfokus pada isu-isu yang terkait dengan perilaku menolong. b. Krebs (dalam taufik, 2012:37), menemukan bahwa respons-respons empati dapat dikaitkan dengan perilaku menolong ketika menggunakan pengukuranpengukuran psikologis yang berkaitan dengan empati. c. Hoffman (dalam taufik, 2012:37), menjelaskan bahwa dalam penelitianpenelitian sosial empati telah digunakan untuk menjelaskan berbagai macam bentuk perilaku menolong. 4
5 d. Allport (dalam taufik, 2012:37), mendefinisikan empati sebagai perubahan imajinasi seseorang kedalam pikiran, perasaan, dan perilaku orang lain. Dari berbagai definisi dapat di simpulkan bahwa empati merupakan suatu aktifitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain. Menurut Taufik (2012 : 88) Empati semakin menarik ketika pembahasan mengarah kepada keberadaan, pembentukan dan perkembangannya. Dalam kajian filsafat being dimaknai sebagai mengada, yaitu seseorang menyadari eksistensi dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah Awt, beserta segenap tugas-tugas, hak dan tanggung jawab. Selain itu juga dimaknai sebagai kemampuan seseorang dalam memahami realitas diri, dalam hal ini seseorang dapat dikatakan telah meng-ada apabila ia dapat menerima kondisi dirinya sebagaimana adanya. Sementara becoming dimaknai sebagai menjadi. Yang dimaksud menjadi yaitu setelah seseorang menyadari eksistensi dirinya sebagai hamba Allah Swt, selanjutnya ia akan melakukan aktualisasi fungsi dirinya. Dengan kata lain, mengada bersifat kodrati, sedangkan menjadi dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman. Kedua konsep tersebut sejalan dengan konsep tempramen dan karakter, keduanya adalah bagian dari kepribadian. Hanya saja karakter bersifat kodrati (mengada) sedangkan karakter dipengaruhi oleh faktor pengalaman dan lingkungan sekitar (menjadi). Menurut Taufik (2012,61) Kemampuan empati harus selalu dilatih atau diasah sejak dini. Bahkan ada beberapa langkah yang dapat di lakukan agar kemampuan empati dapat terbentuk antara lain : a. Rekam semua emosi pribadi Setiap orang pernah mengalami perasaan positif dan negative, misalnya sedih, kecewa, senang, bahagia, marah dan sebagainya. Pengalaman pengalaman tersebut apabila kita atau rekam akan membantu kita memahami perasaan yang sama pada kondisi tertentu menjumpai kita kembali. 5
6 b. Perhatikan lingkungan luar / Orang lain Memperhatikan lingkungan luar atau orang lain akan memberikan banyak informasi tentang kondisin orang di sekitar kita. Informasi ini sangat penting untuk dijadikan panduan dalam mengambil pilihan perilaku tertentu. Informasi ini juga dapat dijadikan pembanding dengan diri kita tentang apa yang sedang terjadi, sehingga kita dapar mengetahui apakah perasaan dan perilaku kita sudah sesuai dengan lingkungan sekitarnya. c. Mendengarkan curhat orang lain Mendengarkan adalah sebuah kempuan penting yang sangat dibutuhkan untuk memahami masalah atau mendapatkan pemahaman yang lebih jelas terhadap permasalahan yang dihadapi oleh orang lain. Kemampuan mendengarkan juga harus dilatih agar memberikan dampak yang positif dalam interaksi sosial kita. d. Bayangkan apa yang dirasakan oleh orang lain dan akibatnya untuk diri kita Membayangkan sebuah kejadian yang dialami orang lain akan menarik diri kita ke dalam sebuah situasi yang hampir sama dengan yang dialami orang tersebut. Refleksi keadaan orang lain dapat membuat kita merasakan apa yang sedang dialamimorang tersebut dan mampu membangkitkan suasana emosional. e. Lakukan bantuan secepatnya Memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan dapat membangkitkan kemampuan empati. Respon yang cepat terhadap situasi di lingkungan sekitar yang membutuhkan bantuan akan melatih kemampuan kita untuk empati. Bantuan yang kita berikan tidak perlu menunggu waktu yang lebih lama tetapi kita berusaha memberikan segenap kemampuan kita saat melihat atau menyaksikan orang-orang yang membutuhkan. 6
7 Menurut Taufik (2012) seseorang dapat dikatakan memiliki karakteristik kemampuan empati, jika mengikuti beberapa syarat berikut : a. Melibatkan proses pikir secara utuh, dengan segala macam risiko perbedaan pendapat, rasa, bahkan kemungkinan konflik. b. Muncul dalam tindakan-tindakan seperti dinyatakan yaitu : 1) Mampu menerima sudut pandang orang lain Individu mampu membedakan antara apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri. 2) Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain Individu mampu mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan non verbal yang ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi wajah. 3) Mampu mendengarkan orang lain Mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan yang perlu dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau mendengar mampu membangkitkan penerimaan terhadap perbedaan yang terjadi. Ahmadi (2002 : 56) menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan bagi seorang anak. Keluarga berfungsi sebagai sarana mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik. Berikut ini definisi keluarga menurut beberapa para ahli, menurut Baylon & Maglay, keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi, selanjutnya menurut Friedman, keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, dan menurut BKKBN (1999), keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan materil 7
8 yang layak, bertakwa kepada tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya. Jadi dapat disimpulkan keluarga dalam bentuk yang murni merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak yang belum dewasa. Menurut Friedman (dalam Abu Ahmadi 2002 : 83) mengemukakan beberapa fungsi dalamn keluarga. a. Fungsi Afektif Berhubungan dengan fungsi internal keluarga dalam pemenuhan kebutuhan psiko-sosial, fungsi afektif ini merupakan sumber energi kebahagiaan keluarga. b. Fungsi Sosialisasi Sosialisasi di mulai sejak lahir keberhasilan perkembangan individu dan keluarga di capai melalui interaksi atau hubungan antar anggota. c. Fungsi Repreduksi Keluarga berfungsi meneruskan keturunan dan menambahkan sumber daya manusia. d. Fungsi Ekonomi Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga seperti kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. e. Fungsi Keperawatan Kesehatan Kesanggupan keluarga untuk melakukan pemeliharaan kesehatan. Menurut Dariyo (2007: 206). Ada dua macam bentuk keluarga dilihat dari bagaimana keputusan diambil, yaitu berdasarkan lokasi dan berdasarkan pola otoritas. 8
9 a. Berdasarkan lokasi 1) Adat utrolokal yaitu adat yang memberi kebebasan kepada sepasang suami istri untuk memilih tempat tinggal, baik itu di sekitar kediaman kaum kerabat suami ataupun di sekitar kediamanan kaum kerabat istri. 2) Adat virilokal yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami. 3) Adat uxurilokal yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri harus tinggal di sekitar kediaman kaum kerabat istri. 4) Adat bilokal yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat tinggal di sekitar pusat kediaman kerabat suami pada masa tertentu, dan di sekitar pusat kediaman kaum kerabat istri pada masa tertentu pula (bergantian). 5) Adat neolokal yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat menempati tempat yang baru, dalam arti kata tidak berkelompok bersama kaum kerabat suami maupun istri. 6) Adat avunkulokal yaitu adat yang mengharuskan sepasang suami istri untuk menetap di sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu (avunculus) dari pihak suami. 7) Adat natalokal yaitu adat yang menentukan bahwa suami dan istri masingmasing hidup terpisah, dan masing-masing dari mereka juga tinggal di sekitar pusat kaum kerabatnya sendiri. b. Berdasarkan pola otoritas 1) Patriarkal yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh laki-laki (laki-laki tertua, umumnya ayah). 2) Matriarkal yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh perempuan (perempuan tertua, umumnya ibu). 3) Equalitarian, yakni suami dan istri berbagi otoritas secara seimbang. 9
10 Ahmadi (2002 : 65) mengemukakan faktor faktor keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan anak yaitu : a. Perimbangan Perhatian Perimbangan perhatian adalah perhatian orang tua yang tidak seimbang atau tidak menyeluruh atas tugas-tugasnya. b. Kebutuhan Keluarga Keluarga yang utuh adalah keluarga yang dilengkapi dengan anggota-anggota keluarga,ayah,ibu dan anak-anak. c. Status Sosial Status sosial orang tua mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku dan pengalaman anak-anaknya. Di maksud sosial ialah kedudukan orang tua dalam kelompoknya. d. Besar kecilnya Keluarga Besar kecilnya keluarga mempengaruhi perkembangan sosial anak. Pada keluarga besar anak sudah biasa bergaul dengan orang lain, sudah biasa memperlakukan dan di perlakukan oleh orang lain. Hasil Penelitian Berdasarkan analisis regresi diperoleh Yˆ 2,83 0, 90X. Hasil ini mengandung makna bahwa terjadi perubahan peningkatan pada variabel X, maka akan di ikuti oleh perubahan peningkatan rata-rata sebesar 0,90 pada variabel Y. Hal ini berarti jika terjadi perubahan pada variabel lingkungan keluarga, maka diikuti perubahan pada variabel perilaku empati. Berdasarkan perhitungan korelasi antara variabel lingkungan keluarga (X) dan perilaku empati (Y) diperoleh koefisien r = 0,946 dan r 2 = 0,89. Uji signifikan koefisien korelasi memperoleh hasil perhitungan diperoleh harga t hitung sebesar 16,62. Sedangkan dari daftar distribusi t pada taraf nyata 5% diperoleh t (0,95)(34)=1,68. Ternyata harga t hitung lebih besar dari t daftar, atau harga 10
11 t hitung berada di luar daerah penerimaan H 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak dan menerima H 1. Hasil perhitungan ini menunjukan bahwa hipotesis yang berbunyi hubungan antara lingkungak keluarga dengan perilaku empati siswa kelas X SMA Negeri 1 tibawa kabupaten gorontalo, dapat diterima. Pembahasan Lingkungan keluarga yang baik akan berpengaruh pada perilaku empati siswa. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan bagi seorang anak. Menurut Taufik (2012:89) Keluarga berfungsi sebagai sarana mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak. Sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh orang tua kepada anak anaknya dapat menjadi model atau sarana bagi anak anak untuk meningkatkan empati dan perilaku prososialnya. Jadi kesimpulannya semakin besar hubungan emosional anak dengan lingkungan keluarga maka semakin tinggi pula perilaku empati seorang anak. Sehingga keluarga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan perilaku empati, artinya pembelajaran empati tidak memerlukan media yang spesifik, melainkan berbagai media pun asalkan mengandung faktor faktor empati, lebih tepatnya empati di bangun dari tempat tinggal anak, dalam hal ini adalah lingkungan keluarga. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel X lingkungan keluarga dengan variabel Y perilaku empati adalah sebesar 0,89 dengan r 2 = 0,89. Ini berarti bahwa 0,89 atau (89%) variasi yang terjadi pada empati siswa dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdesain oleh peneliti. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 11
12 penelitian yaitu terdapat hubungan antara lingkungan keluarga dengan perilaku siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa Kabupaten Gorontalo dapat diterima. Saran Dengan memperhatikan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka perlu dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. a. Untuk meningkatkan perilaku empati, sangat tepat jika keluarga melatih dan mengajarkan sejak dini kemampuan berempati anak dari lingkungan keluarga. b. Untuk lebih meningkatkkan perilaku empati siswa, lingkungan keluarga berpengaruh pada hubungan sosial anak khususnya dalam berperilaku empati. 12
13 DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu Psikologi Sosial. Jakarta : PT Rineka Cipta Geldard, David dan Kathryn, Geldard Konseling Keluarga. Yokyakarta : Pustaka Pelajar. Jihad, Asep dkk Pendidikan Karakter Teori & Aplikasi. Jakarta : Kementrian pendidikan Nasional Riduan Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : PT Alfabeta. Santrock, John Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga Semiawan, Conny Penerapan Pembelajaran pada Anak. Jakarta : PT Indeks Sudjana Metoda Statistika. Bandung : PT Tarsito Sugiono Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :Alfabete Taufik Empati Perkembangan Psikologi Sosial. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Willis S. Sofyan Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : 13
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Hakekat Perilaku Empati BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS Istilah Empati pada sebagian masyarakat kita barangkali kurang begitu di kenal di bandingkan dengan istilah Simpati. Kalaupun dikenal maknanya
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berupa angket tentang hubungan antara atmosfir sekolah dengan kecerdasan
27 BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Data hasil penelitian ini berbentuk skor yang diperoleh dari alat ukur berupa angket tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek bullying sudah merambah ke dalam dunia pendidikan, hal ini sangat memprihatinkan bagi pendidik, orang tua dan masyarakat. Komnas Perlindungan Anak (PA)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Empati 1. Definisi Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain, bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut, dan apa yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (baik yang dilahirkan ataupun diadopsi). Menurut
Lebih terperinci`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini
1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berusia nol tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal di
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak
7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
Lebih terperinciEMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK
EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Empati 2.1.1 Definisi Empati Empati merupakan suatu proses memahami perasaan orang lain dan ikut merasakan apa yang orang lain alami. Empati tidak hanya sebatas memasuki dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang hubungan religiusitas dengan kenakalan remaja pada siswa SMA Negeri I Tibawa
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Data hasil penelitian ini berbentuk skor yang diperoleh dari alat ukur berupa angket tentang
Lebih terperinciHUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU MENGAJAR GURU DI SMA NEGERI KOTA KOTAMOBAGU. Oleh :
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU MENGAJAR GURU DI SMA NEGERI KOTA KOTAMOBAGU Oleh : Indah Sri Wahyuni Ridjal, Arwildayanto*, Besse Marhawati** Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya manusia sudah melakukan komunikasi sejak ia dilahirkan. Manusia melakukan proses komunikasi dengan lawan bicaranya baik dilingkungan masyarakat,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMPN 3 NGADIROJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMPN 3 NGADIROJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang terjadi pada masa remaja mulai dari perubahan fisik, peningkatan intelegensi maupun pola
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sejatinya bisa memberikan banyak pelajaran bagi hidup. Peristiwa yang mengharukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini banyak peristiwa yang lepas dari pandangan orang yang sejatinya bisa memberikan banyak pelajaran bagi hidup. Peristiwa yang mengharukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit terkecil masyarakat yang terjalin hubungan darah, ikatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap
Lebih terperinciARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI. Oleh: HENNI MANIK NIM:ERA1D009123
ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI Oleh: HENNI MANIK NIM:ERA1D009123 PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal
2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong sesama termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia saling bekerja sama dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu keluarga kehadiran anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah amanah, titipan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.
Lebih terperinciMENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014
MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Ida Nur Kristianti Kata Kunci : Empati, Layanan Bimbingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.
Lebih terperinciEMPATI ANAK PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM PERMATA IMAN 3 SUKUN MALANG. Nur Cahyati
EMPATI ANAK PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM PERMATA IMAN 3 SUKUN MALANG Nur Cahyati Fakultas Psikologi Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang PENDAHULUAN Tindakan bullying yang dilakukan oleh anak,
Lebih terperinciHUBUNGAN STATUS SOSIAL DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 9 KOTA GORONTALO. Fatma Paputungan
1 HUBUNGAN STATUS SOSIAL DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 9 KOTA GORONTALO Fatma Paputungan Dra. Rena L Madina M.Pd Dra. Mardia Bin Smith, S.Pd, M.Si ABSTRAK Fatma Paputungan. 2013.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semua ini membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman dan teknologi, terjadi perubahan pola hidup masyarakat. Perubahan pola hidup ini tidak selalu bersifat positif, ada beberapa pola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang terikat dalam perkawinan yang sah. Dalam kehidupan bermasyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia, salah satu faktor yang mendukung bagi kemajuan adalah pendidikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya yang meliputi kebutuhan fisik (makan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wanita Indonesia saat ini memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk bekerja, sehingga hampir tidak ada lapangan pekerjaan dan kedudukan yang belum dimasuki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Lingkungan Keluarga dengan Perilaku Empati siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa
BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yaitu suatu metode yang menggambarkan secara sistematis dan obyektif tentang Hubungan Lingkungan Keluarga
Lebih terperinciPERSEPSI PESERTA DIDIK TENTANG KETERAMPILAN KOMUNIKASI GURU BK DALAM KONSELING PERORANGAN
PERSEPSI PESERTA DIDIK TENTANG KETERAMPILAN KOMUNIKASI GURU BK DALAM KONSELING PERORANGAN (Studi terhadap Peserta Didik Kelas VIII di SMP Negeri 14 Padang) Oleh: RIKA YULIA FITRI NPM: 11060038 Program
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS X UPTD SMAN 1 MOJO KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015
HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS X UPTD SMAN 1 MOJO KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.
Lebih terperinciPeningkatan Kemampuan Sosial Emosional (Sopan Santun) Terhadap Guru Melalui Layanan Penguasaan Konten Pada Siswa
Peningkatan Kemampuan Sosial Emosional (Sopan Santun) Terhadap Guru Melalui Layanan Penguasaan Konten Pada Siswa Sujiyanto (09220586) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA PERMISIF DENGAN DISIPLIN SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI I KABILA KABUPATEN BONE BOLANGO
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA PERMISIF DENGAN DISIPLIN SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI I KABILA KABUPATEN BONE BOLANGO Oleh : Hilva Eka Y Paputungan Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENGEDALIAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK KELAS X SMK PGRI 3 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENGEDALIAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK KELAS X SMK PGRI 3 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana
Lebih terperinci(Elisabeth Riahta Santhany) ( )
292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan
Lebih terperinciHUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL, KONSEP DIRI, DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KECAMATAN PITURUH
HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL, KONSEP DIRI, DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KECAMATAN PITURUH Frida Dwi Gunarsih; Budiyono Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciHUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI SISWA KELAS X SMA KATHOLIK WIJAYA KUSUMA BLORA TAHUN PELAJARAN 2014/2015
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI SISWA KELAS X SMA KATHOLIK WIJAYA KUSUMA BLORA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Mendapatkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,
Lebih terperinciPERAN KELUARGA INTI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA
A.24 PERAN KELUARGA INTI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA Partini A.Z. Rivai Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstraksi. Belajar merupakan kewajiban dari setiap remaja yang
Lebih terperinciARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMPN 4 KOTA JAMBI
ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMPN 4 KOTA JAMBI Oleh: NONONG WAZIR NIM: ERA 1D 010116 PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang hubungan status sosial dengan interaksi sosial siswa di SMP Negeri 9 Kota Gorontalo.
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Data hasil penelitian ini berbentuk skor yang diperoleh dari alat ukur berupa angket tentang
Lebih terperinciPENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA Ulil Nurul Imanah, M.Pd. Universitas Islam Majapahit ulil_math11@yahoo.co.id Abstrak Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang dikenal dengan keramahtamahannya serta budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan individu yang sedang berada pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan konflik, karena
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang hidup dengan berinteraksi satu sama lain, ia tidak dapat hidup sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain, mereka hidup dengan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai orang tua harus mempersiapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengolahan data berdasarkan hasil pengisian angket tentang pola asuh orangtua
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Variabel Penelitian 4.2.1 Deskripsi tentang Pola Asuh Orangtua Dari hasil pengolahan data berdasarkan hasil pengisian angket tentang pola asuh orangtua
Lebih terperinciApa respons masyarakat terhadap individu yang sukses atau gagal dalam hidup?
PENGASUHAN POSITIF KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN KELUARGA 2017 Apa respons masyarakat terhadap
Lebih terperinciPENGARUH KONSELING INDIVIDUAL BEHAVIORISTIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 2 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO
PENGARUH KONSELING INDIVIDUAL BEHAVIORISTIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 2 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO Oleh : Melisa R. Hasanati Jurusan Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak awal kehidupannya, manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk
5 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Manusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. A. Dinamika Psikologis Mahasiswa Aktif yang Menikah di Masa Studi
BAB V PEMBAHASAN A. Dinamika Psikologis Mahasiswa Aktif yang Menikah di Masa Studi Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui dinamika psikologis mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti
Lebih terperinciBAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING
BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 1. Keterampilan Sosial Anak usia dini merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan imajinasi,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA
HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA Lita Afrisia (Litalee22@gmail.com) 1 Yusmansyah 2 Ratna Widiastuti 3 ABSTRACT The research objective was to determine
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keluarga merupakan suatu sistem kompleks yang di dalamnya terdapat ikatan di antara anggotanya dan rasa saling memiliki. Keluarga menurut Ahmadi dan Uhbiyati
Lebih terperinciHUBUNGAN PERANAN ORANG TUA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK USIA DINI. Cut Venny Luciana TK ANNISA MEDAN
HUBUNGAN PERANAN ORANG TUA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK USIA DINI Cut Venny Luciana lucianavenny@yahoo.co.id TK ANNISA MEDAN ABSTRAK Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
Lebih terperinciAsuhan Kebidanan Komunitas I. Mata Kuliah DODIET ADITYA SETYAWAN NIP
Pertemuan I KONSEP DASAR KELUARGA Oleh : DODIET ADITYA SETYAWAN NIP. 197401121998031002 Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas I Program Studi Diploma IV Kebidanan Komunitas Jurusan Kebidanan Poltekkes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1.Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial
Lebih terperinci