1. Pertimbangan penentuan lokasi Bandar udara. IZIN PENETAPAN LOKASI BANDAR UDARA Perizinan Direktorat Bandar Udara Dasar Hukum :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. Pertimbangan penentuan lokasi Bandar udara. IZIN PENETAPAN LOKASI BANDAR UDARA Perizinan Direktorat Bandar Udara Dasar Hukum :"

Transkripsi

1 1. Pertimbangan penentuan lokasi Bandar udara IZIN PENETAPAN LOKASI BANDAR UDARA Perizinan Direktorat Bandar Udara Dasar Hukum : 1. Undang-Undang nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan; 2. Peraturan Pemerintah nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan; 3. Peraturan Pemerintah nomor 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan; 4. Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 11 Tahun 2010 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional; 5. Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 48 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Bandar Udara; 6. Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2009 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan Penetapan lokasi dilakukan dengan memperhatikan : 1. Rencana induk nasional bandar udara; 2. Keselamatan dan keamanan penerbangan; 3. Keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan kegiatan lain terkait di lokasi bandar udara; 4. Kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, teknis pembangunan, dan pengoperasian; serta 5. Kelayakan lingkungan. Persyaratan : a. Surat Permohonan Pemrakarsa; b. Laporan hasil Studi Kelayakan, yang sekurang-kurangnya memuat : 1. Kelayakan Pengembangan Wilayah; 2. Kelayakan Ekonomi dan Finansial;

2 3. Kelayakan Teknis Pembangunan; 4. Kelayakan Operasional; 5. Kelayakan Angkutan Udara; 6. Kelayakan Lingkungan. c. Surat Rekomendasi Gubernur; d. Surat Rekomendasi Bupati / walikota; e. Surat Ketersediaan Lahan dari Bupati/walikota atau bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan, harus memenuhi ketentuan meliputi : Tanah dan/atau perairan dan ruang udara pada lokasi yang telah ditetapkan untuk keperluan pelayanan jasa kebandarudaraan, pelayanan keselamatan operasi penerbangan, dan fasilitas penunjang bandar udara harus dikuasai pemrakarsa bandar udara; Penetapan luas tanah danlatau perairan dan ruang udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1) harus didasarkan pada penatagunaan tanah dan/atau perairan dan ruang udara yang menjamin keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan dalam bidang lain di kawasan letak bandar udara; dan Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan bandar udara dan pemberian hak atas tanahnya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Surat Penegasan Rencana Pembiayaan. Prosedur Pengajuan Permohonan : a. Penyelenggara bandar udara menyampaikan permohonan penetapan lokasi kepada Menteri Perhubungan melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan administrasi; b. Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap usulan penetapan lokasi yang disampaikan oleh penyelenggara bandar udara terhadap aspek : 1. Tatanan kebandarudaraan nasional; 2. Kelayakan ekonomi, teknis, operasional dan kelayakan dari segi angkutan udara;

3 3. Kelayakan/kelestarian lingkungan; dan 4. Pertahanan keamanan negara. c. Direktur Jenderal menyampaikan hasil evaluasi kepada Menteri selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap. d. Menteri menetapkan lokasi bandar udara dengan memperhatikan hasil evaluasi Direktur Jenderal selambat-lambatnya 14 hari kerja setelah hasil evaluasi dari Direktur Jenderal diterima secara lengkap. Berikut adalah beberapa penjelasan dari buku MEGA CITY & MEGA AIRPORT yang sdikit dapat memberi penjelasan tentang penentuan dan persiapan pembangunan Bandar udara. PENYUSUNAN MASTERPLAN PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN SUATU BANDAR UDARA Pembangunan suatu pelabuhan udara atau Bandar udara dilakukan bukan untuk kebutuhan jangka pendek yaitu dua atau tiga tahun, tetapi untuk memenuhi kebutuhan jaangka panjang, misalnya 20 tahun dan bahkan lebih lama lagi. Selain dari itu kegiatan lalu lintas penerbangan (meliputi pesawat) udara dan penumpang udara ) menunjukan perkembangan dan pertumbuhan yang sangat cepat maka perlu dilaksanakan pengembangan Bandar udara untuk jangka panjang secara lebih komperhensif, yaitu berarti harus dilakukan penyusunan suatu rencana induk Bandar udara(masterplan). Penyusunan rencana induk Bandar udara dilakukan meliputi berbagai kajian, kajian ekonomi, kajian sosial, kajian operasional, kajian teknik fisik, kajian tata ruang, dan kajian lingkungan hidup. Kajian Aspek ekonomi meliputi kajian efektifitas dan efisiensi, pembangunan dan pelayanan yang dilakukan Bandar udara, apakah modal yang dibutuhkan untuk membiayai pembangunan Bandar udara tersebut yang diperoleh dari kredit/pinjaman dari bank dapat dilunasi, bagaimana meningkatkan penerimaan pendapatan Bandar udara, yang berarti harus dilakukan studi kelayakan ekonomi(economic feasibility study). Kajian aspek sosial meliputi beberapa aspek, misalnya dengan dilakukannya pembangunan/pengembangan Bandar udara yang dimaksud, apakah menimbulkan terjadinya keberatan dari masyarakat setempat, menyangkut persoalan ganti rugi harga tanah kepada para pemilik tanah setempat, bagaimana meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat setempat terhadap pembangunan/pengembangan Bandar udara tersebut.

4 Kajian aspek fisik meliputi aspek-aspek penting, yaitu aspek geografis, geografis, kondisi lahan, kecepatan angin, ketersediaan sumber daya air, dan lainnya. Kajian aspek operasional, yaitu mengenai kegiatan arus lalu lintas pesawat udara, penumpang udara,kargo udara dan benda pos dalam jangka panjang, yang berarti harus membuat proyeksi jangka panjang. Selain dari itu dilakukan pula kajian tentang kapasitas pelayanan tiket dan bagasi, pelayanan pemeriksaan keamanan dan keselamatan penumpang dan barang yang dibawanya, kapasitas penyediaan ruang dalam gedung terminal penumpang yang cukup luas dan aksebilitas. PERENCANAAN GEOMETRIS RUNWAY METODA ICAO Dalam dunia penerbangan, perlu adanya pengaturan pesawat, baik itu take off, landing maupun pada saat masuk ke taxi way dan apron. Runway (r/w): Bagian memanjang dari sisi darat aerodrom yang disiapkan untuk tinggal landas dan mendarat pesawat terbang. Untuk menjamin keselamatan pesawat maka dikeluarkan persyaratan-persyaratan untuk menentukan panjang runway. Peraturan tersebut dikeluarkan oleh FAR (Federal Aviation Regulation) dan I.C.A.O. Panjang landasan pacu bergantung pada suhu, kecepatan dan arah angin serta tekanan udara di sekitarnya, juga kemampuan pesawat yang melintas di atasnya. Di daerah gurun dan di dataran tinggi, umumnya landas pacu yang digunakan lebih panjang daripada yang umum digunakan di bandara-bandara bahkan bandara internasional karena tekanan udara yang lebih rendah. Jumlah landasan tergantung pada volume lalu lintas, dan orientasi landasan tergantung kepada arah angin dominan yang bertiup, tetapi kadang kadang juga luas tanah yang tersedia bagi pengembangan ada pengaruhnya. Pengaruh Kemampuan Pesawat Terhadap Panjang Landas Pacu Dalam Perencanaan Geometrik Beberapa definisi berkenaan dengan topik ini: Kecepatan awal mendaki - Initial Climb Out Speed (V2) : Kecepatan minimum yang diperkenankan untuk mendaki sesudah mencapai ketinggian 10,5 m (35 Ft) Kecepatan putusan Decision Speed (V1) : Kecepatan yang ditentukan dimana bila mesin mengalami kegagalan saat kecepatan V1 belum tercapai pilot harus menghentikan pesawat, namun apabila sudah melewati V1 maka pesawat harus terus lepas landas dan tidak boleh mengurangi kecepatan

5 Kecepatan Rotasi - Rotation Speed (Vr) : Kecepatan pada saat pilot mulai mengangkat hidung pesawat. Kecepatan Angkat Lift Off Speed (V lot) : Kecepatan dari kemampuan pesawat, di saat itu badan pesawat mulai terangkat dari landasan. Jarak Landasan Pacu Take Off Distance : Jarak horizontal yang diperlukan untuk lepas landas dengan mesin tidak berkerja tetapi pesawat telah mencapai ketinggian 10,5 m Take off Run : 1. Jarak dari awal take off ke titik V lof + ½ kali jarak pesawat mencapai ketinggian 10,5 m dari V lof, pada keadaan mesin tidak berkerja. 2. Jarak dari awal take off ke titik V lof dikalikan 115% + ½ kali jarak pesawat mencapai ketinggian 10,5 m dari titik V lof x 115% tadi, pada keadaan mesin pesawat berkerja. Jarak terbesarnya merupakan take off run Accelerate Stop Distance : Jarak yang digunakan untuk mencapai kecepatan V1 + jarak untuk berhenti dari titik V1 lstop way : Perpanjangan landasan, digunakan untuk menahan pesawat pada waktu gagal lepas landas. Clearway : Area di luar akhir landasan lebarnya paling sedikit 500 feet. As Clearway merupakan perpanjangan as landasan, panjangnya tidak boleh melebihi ½ panjang take off run. Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman. Ketiga keadaan tersebut adalah: Lepas landas normal Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup dibutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan karakteristik khusus dari pesawat terbang tersebut. Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin

6 Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk berhenti. Pendaratan Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan variasi normal dari teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor aproaches) dan lain-lain. Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dari ketiga analisa di atas Keadaan pendaratan Peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing distance = LD) yang dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara, harus cukup untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak pemberhentian (stop distance = SD), yaitu 60 persen dari jarak pendaratan, dengan menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft. 1. Keadaan Normal Semua mesin bekerja memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance = TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen dan jarak sebenarnya yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35). Tidak seluruh jarak ini harus dengan perkerasan kekuatan penuh. Bagian yang tidak diberi perkerasan dikenal dengan daerah bebas (clearway = CW). Separuh dari selisih antara 115 persen dari jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak pengangkatan (lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan sebagai daerah bebas (clearway). Bagian selebihnya dari jarak lepas landas harus berupa perkerasan kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas (take off run = TOR). 2. Keadaan dengan kegagalan mesin peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase, seperti pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang

7 dan bukan untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti (accelerate stop distance = ASD). Untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin karena jarang mengalami lepas landas yang gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway = SW), untuk bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run). Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan persamaan berikut : Keadaan lepas landas normal: Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin dan pendaratan : Untuk menentukan panjang lapangan yang dibutuhkan dan berbagai komponennya yang terdiri dari perkerasan kekuatan penuh, daerah henti dan daerah bebas, setiap persamaan diatas harus diselesaikan untuk rancangan kritis pesawat terbang di bandara. Hal ini akan mendapatkan setiap nilai-nilai berikut: 1. FL = (TOD, ASD, LD)/ maks (1.5) 2. FS = (TOR, LD)/ maks (1.6) 3. SW = ASD (TOR, LD)/ maks (1.7) 4. CW = (FL ASD, CW)/ min (1.8) Dimana nilai CW minimum yang diizinkan adalah 0. Apabila pada runway dilakukan operasi pada kedua arah, seperti yang umum terjadi, komponen-komponen panjang runway harus ada dalam setiap arah.

8 Table 1.2. Klasifikasi Airport, Disain GroupPesawat dan Jenis Pesawat Sumber ; Manual of Standards Part 139 Aerodromes Chapter 2: Application of Standards toaerodromes, Civil Aviation Safety Authority, Australian Government. Perhitungan Panjang Runway Akibat Pengaruh Kondisi Lokal Bandara. Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah: Temperatur, angin permukaan (surface wind) Kemiringan runway (effective gradient) Elevasi runway dari permukaan laut (altitude) Kondisi permukaan runway. Sesuai dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi bandara. Metoda ini dikenal dengan metoda Aeroplane Reference Field Length (ARFL). Menurut ICAO, ARFL adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi atmosfir standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kemiringan (kemiringan = 0). Perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dari keadaan lokal Koreksi elevasi Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Maka rumusnya adalah: Dengan Fe : faktor koreksi elevasi

9 h : elevasi di atas permukaan laut, m Koreksi temperatur Pada temperatur yang tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab temperatur tinggi akan menyebabkan density udara yang rendah. Sebagai temperatur standar adalah 15 oc Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1 oc. Sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m dari permukaaan laut rata-rata temperatur turun 6.5 oc Rumus : Ft = (T ( h)) (1.10) Dengan Ft : faktor koreksi temperatur T : temperatur dibandara, oc Koreksi kemiringan runway Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan berikut: Fs = S... (1.11) Dengan Fs : faktor koreksi kemiringan S : kemiringan runway, % Koreksi angin permukaan (surface wind) Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) maka runway yang diperlukan lebih panjang. Angin haluan maksimum

10 yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots, dan menurut Basuki (1990) kekuatan maksimum angin buritan yang diperhitungkan adalah 5 knots. Tabel berikut memberikan perkiraan pengaruh angin terhadap panjang runway. Tabel 1. Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway Sumber: Basuki (1990) Untuk perencanaan bandara diinginkan tanpa tiupan angin tetapi tiupan angin lemah masih baik Kondisi permukaan runway Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya genangan tipis air (standing water) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang membuat daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1.27 cm. Oleh karena itu drainase bandara harus baik untuk membuang air permukaan secepat mungkin Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan berikut: ARFL = (Lro x Ft x Fe x Fs) + Fw (1.12) Dengan Lro : Panjang runway rencana, m Ft : faktor koreksi temperatur Fe : faktor koreksi elevasi Fs : faktor koreksi kemiringan Fw : faktor koreksi angin permukaan Kontrol dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2 Aerodrome Reference Code (ARC) Sumber: Horonjeff (1994)

11 a. Lebar, Kemiringan dan Jarak Pandang Runway Dari ketentuan pada Tabel 2 apabila dihubungkan dengan Tabel 3 berikut maka dapat ditentukan lebar runway rencana minimum. Tabel 3 Lebar Runway a = lebar landasan presisi harus tidak kurang dari 30 m untuk kode angka 1 atau 2 catatan : apabila landasan dilengkapi dengan bahu landasan lebar total landasan dan bahu landasannya paling kurang 60 m. Sumber: Basuki (1990) b.kemiringan memanjang (longitudinal) runway Kemiringan memanjang landasan dapat ditentukan dengan Tabel 5 dengan tetap mengacu pada kode angka pada Tabel 4. Tabel 4 Kemiringan Memanjang (Longitudinal) Landasan Catatan : 1. semua kemiringan yang diberikan dalam persen. 2. untuk landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang pada seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan tidak boleh lebih 0.8 %. 3. untuk landasan dengan kode angka 3 kemiringan memanjang pada seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan precision aproach category II and III tidak boleh lebih 0.8 %. Sumber : Basuki (1990)

12 c. Kemiringan melintang (transversal) Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada di atas landasan perlu kemiringan melintang dengan ketentuan sebagai berikut: a) 1.5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E. b) 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B. d. Jarak pandang (sight distance) Apabila perubahan kemiringan tidak bisa dihindari maka perubahan harus sedemikian hingga garis pandangan tidak terhalang dari : a) Suatu titik setinggi 3 m (10 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 3 m (10 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf C, D atau E. b) Suatu titik setinggi 2 m (7 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 2 m (7 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf B.50 c) Suatu titik setinggi 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf A. Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan. Tabel 5 Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan

13 Catatan: a. 60 m bila landasan berinstrumen 30 m bila landasan tidak berinstrumen b. kemiringan transversal pada tiap bagian dari strip di luar diratakan kemiringannya tidak boleh lebih dari 5 % c. untuk membuat saluran air kemiringan 3m pertama arah ke luar landasan, bahu landasan, stopway harus sebesar 5 % suatu landasan terbang sedikitnya 6,000 ft ( 1,800 m) biasanya digunakan untuk pesawat terbang di bawah 200,000 lb ( 91,000 kg). Pesawat terbang lebih besar yang mencakup widebodies ( Boeing 747, 767, 777, dan 787 [Preproduction]); Bis udara A310, A330, A340, A350 dan A380; Mcdonnell Douglas DC-10 atau MD-11; dan Ruangan pesawat untuk pilot L1011 pada umumnya memerlukan sedikitnya 8,000 ft (2,400 m) untuk ketinggian level muka air laut sedang pada ketinggian lebih tinggi dibutuhkan lebih. International widebody flights mungkin juga mempunyai kebutuhan lahan 10,000 ft ( 3,000 m)) atau lebih dan kebutuhan takeoff 13,000 ft ( 4,000 m) atau lebih. Pada ketinggian level muka air laut, panjang 10,000 ft ( 3,000 m) dapat dipertimbangkan suatu panjang yang cukup untuk mengakomodasi hampir seluruh kapal. Sebagai contoh, pada O'Hare Pelabuhan udara Internasional, ketika landasan pendaratan secara serempak pada 22R dan 27L atau 27R paralel, negara-negara Timur Jauh yang rutin berdatangan pada vector 22R 7,500 ft ( 2,300 m) atau 27R 8,000 ft ( 2,400 m) untuk meminta 27L ( 10,000 ft (3,000 m)). Adalah selalu mengakomodasi, walaupun adakalanya dengan suatu keterlambatan. Konfigurasi Runway Pada dasarnya landasan dan penghubungnya taxiway diatur sedemikian hingga : Memenuhi persyaratan separation pemisahan lalu lintas udara. Gangguan operasi satu pesawat dangan lainnya serta penundaan di dalam pendaratan, taxiway serta lepas landas, minimal. Pembuatan taxiway dari bangunan terminal menuju ujung landasan untuk lepas landas dipilih yang paling pendek. Pembuatan taxiway memenuhi kebutuhan hingga pendaratan pesawat dapat secepatnya mencapai bangunan terminal.

14 Ada 5 bentuk wujud landasan terbang basis dasar dengan sisanya menjadi variasi pola teladan yang asli [itu]. Banyak macam konfigurasi landas pacu, sebagian konfigurasi adalah kombinasi dari konfiguarasi dasar. Konfigurasi dasar adalah : Landasan tunggal Landasan paralel Landasan dua jalur Landasan berpotongan Landasan terbuka V Konfigurasi ini ditentukan oleh arah angin dominan yang berhembus Penamaan Runway Berdasarkan Arah Runway Ilmu penerbangan dikendalikan oleh suatu agen Pemerintah status Yang dipersatukan sebagai Administrasi Ilmu penerbangan Yang pemerintah pusat atau FAA. Agen mengamanatkan standard identifikasi untuk tataruang bandara udara Dari angka-angka landasan terbang dan strip dicat ke pelabuhan udara dan cahaya landasan terbang dan tanda Kompas Directionsin Ilmu pelayaran Dan survei, semua pengukuran arah dilakukan dengan penggunaan angka-angka suatu kompas. Suatu kompas adalah suatu 360 melingkar [di mana/jika] 0/360 adalah Utara, 90 Timur, 180 Selatan, dan 270 Barat. Landasan terbang dipersiapkan menurut angka-angka [itu] pada suatu kompas. Suatu arah kompas landasan terbang ditandai oleh sejumlah besar mencat pada ujung landasan terbang masing-masing. sebelum nomor;strip berjumlah 8 belang putih. Suatu nomor;jumlah landasan terbang tidaklah ditulis dalam derajat tingkat, tetapi diberi suatu format stenografi. Sebagai contoh, suatu landasan terbang dengan suatu tanda-tanda " 14" benar-benar dekat dengan pun 140 derajat tingkat.

15 Suatu landasan terbang dengan suatu tanda-tanda " 31" mempunyai suatu kompas [yang] memimpin 310 derajat tingkat, yang adalah arah barat laut. Untuk kesederhanaan, FAA menyelesaikan judul yang tepat kepada yang paling dekat sepuluh. Sebagai contoh, landasan terbang 7 kekuatan mempunyai suatu tanda tepat 68 derajat tingkat, tetapi dibuat untuk 70 derajat tingkat. Landasan tunggal (Open Single Runways) Landasan tunggal ini adalah konfigurasi yang paling sederhana, sebagian besar lapangan terbang di Indonesia adalah landasan tunggal. Telah diadakan perhitungan bahwa kapasitas landasan tunggal dalam kondisi Visual Flight Rule (VFR) antara gerakan tiap jam, sedangkan dalam kondisi IFR (Instrument Flight Rule) kapasitas berkurang menjadi gerakan tergantung kepada komposisi pesawat campuran dan tersedianya alat bantu navigasi. Kondisi VFR (Visual Flight Rules) adalah kondisi penerbangan dengan keadaan cuaca yang sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat mempertahankan jarak pisah yang aman dengan cara-cara visual. Kondisi IFR (Instrument Flight Rules) adalah kondisi penerbangan apabila jarak penglihatan atau batas penglihatan berada dibawah yang ditentukan oleh VFR. Dalam kondisi-kondisi IFR jarak pisah yang aman di antara pesawat merupakan tanggung jawab petugas pengendali lalu lintas udara, sementara dalam kondisi VFR hal itu merupakan tanggung jawab penerbang. Dalam kondisi-kondisi VFR, pengendalian lalu lintas udara adalah sangat kecil, dan pesawat terbang diizinkan terbang atas dasar prinsip melihat dan dilihat. Landasan Paralel (Open Parallel Runways) Kapasitas landasan sejajar tergantung kepada jumlah landasan dan pemisahan/penjarakan antara dua landasan. Yang biasa adalah dua landasan sejajar (Cengkareng) atau empat landasan sejajar. Jarang ada landasan sejajar tiga. Sampai saat ini belum ada landasan sejajar lebih dari empatpenjarakan antara dua landasan sejajar sangat bermacam macam. Penjarakan landasan dibagi menjadi tiga : Berdekatan / rapat (Close) Menengah (Intermediate)

16 Jauh /renggang (far) Tergantung kepada tingkat ketergantungan antara dua landasan dalam kondisi IFR. Landasan sejajar berdekatan (Close) mempunyai jarak sumbu kesumbu 100 ft = 213 M (untuk lapangan terbang pesawat transport) sampai 3500 ft = 1067 M. Dalam kondisi IFR operasi penerbangan pada satu landasan tergantung kepada operasi pada landasan lain. Landasan sejajar menengah (Intermediate) mempunyai jarak sumbu kesumbu 3500 ft = 1067 M sampai 5000 ft = 1524 M. Dalam kondisi IFR kedatangan pada satu landasan tidak tergantung kepada keberangkatan pada landasan lain. Landasan sejajar jauh (far) mempunyai jarak sumbu kesumbu 4300ft = 1310 M atau lebih. Dalam kondisi IFR dua landasan dapat dioperasikan tanpa tergantung kepada keberangkatan satu sama lain. Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang kapasitasnya per jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam kondisi-kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Dalam kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar di antara 50 sampai 60 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisar antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai 125 operasi per jam. Untuk landasan sejajar empat, pasangan pasangan dibuat berdekatan. Dari dua pasangan close dipisahkan jauh (far) untuk menempatkan bangunan terminal diantaranya.. Landasan 2 jalur Landasan dua jalur terdiri dari dua landasan yang sejajar dipisahkan berdekatan (700 ft 2499 ft) dengan exit taxiway secukupnya. Walaupun kedua landasan dapat dipakai untuk operasi penerbangan campuran, tetapi diinginkan operasinya diatur, landasan terdekat dengan terminal untuk keberangkatan dan landasan jauh untuk kedatangan pesawat. Diperhitungkan bahwa landasan dua jalur dapat melayani 70 % lalu lintas lebih banyak dari pada landasan tunggal dalam kondisi VFR dan sekitar 60 % lebih banyak lalu lintas pesawat daripada landasan tunggal dalam kondisi IFR. Didapat kenyataan bahwa kapasitas landasan untuk pendaratan dan lepas landas tidak begitu peka terhadap pemisahan sumbu landasan antara dua landasan bila pemisahan antara ft. dianjurkan untuk memisahkan dua landasan dengan jarak tidak kurang dari 1000 ft, bila di situ akan dipakai melayani pesawat pesawat komersiil. Dengan jarak ini dimungkinkan juga pemberhentian pesawat di taxiway antara dua landasan tanpa mengganggu operasi gerakan pesawat di landasan. Untuk memperlancar bisa juga dibangun Taxiway sejajar namun tidak terlalu pokok.

17 Keuntungan utama dari landasan dua jalur adalah bisa meningkatkan kapasitas dalam kondisi IFR tanpa menambah luas tanah. Landasan bersilangan (Intersection Runways) Banyak lapangan terbang (di luar negeri) mempunyai dua atau tiga landasan dengan arah (direction) berlainan, berpotongan satu sama lain, landasan demikian mempunyai patron bersilangan. Landasan bersilangan diperlukan jika angin yang bertiup keras lebih dari satu arah, yang akan menghasilkan tiupan angin berlebihan bila landasan mengarah ke satu mata angin. Pada suatu saat angin bertiup kencang satu arah maka hanya satu landasan dari dua landasan yang bersilangan bisa digunakan Bila angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots atau 13 knots) maka kedua landasan, bisa dipakai bersama sama. Kapasitas dua landasan yang bersilangan tergantung sepenuhnya di bagian mana landasan itu bersilangan (di tengah, di ujung), serta cara operasi penerbangan yaitu strategi dari pendaratan dan lepas landas. Kapasitas landasan ditentukan dari jarak persilangan terhadap titik awal lepas landas. Semakin dekat jarak persilangan dengan titik awal lepas landas maka semakin besar kapasitas yang dicapai. Landasan V terbuka (Non-Intersection Divergen Runways) Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen) tetapi tidak berpotongan. Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V. Dalam kondisi IFR, kapasitas per jam untuk strategi ini berkisar antara 50 sampai 80 operasi tergantung pada campuran pesawat terbang, dan dalam kondisi VFR antara 60 sampai 180 operasi. Apabila operasi penerbangan dilakukan menuju V kapasitasnya berkurang menjadi 50 atau 60 dalam kondisi IFR dan antara 50 sampai 100 dalam VFR. Sama halnya pada landasan bersilangan, landasan V terbuka dibentuk karena arah angin keras dari banyak arah sehingga harus membuat landasan dengan dua arah. Ketika angin bertiup kencang dari satu arah, maka landasan hanya bisa dioperasikan satu arah saja, sedangkan pada keadaan angin bertiup lembut, landasan dua duanya bisa dipakai bersama sama. Perbandingan Dari Berbagai Konfigurasi Landasan Dilihat dari segi kapasitas dan pengaturan lalu lintas udara, konfigurasi landasan tunggal aalah yang paling disenangi.

18 Operasi dari dua arah menghasilkan kapasitas sama serta pengaturan yang sama, konfigurasi ini menghasilkan kapasitas terbanyak dibandingkan konfigurasi lain. Bagi pengatur lalu lintasnya mengarahkan pesawat dengan arah tunggal jauh lebih sederhana dibandingkan banyak arah. Sekarang kita bandingkan konfigurasi divergen, landasan dengan V terbuka lebih disukai daripada landasan dengan konfigurasi persilangan. Pada V terbuka, strategi operasinya dengan rute pesawat membuka V menghasilkan kapasitas lebih banyak daripada operasi sebaliknya. Bila tidak bisa dihindari landasan berpotongan, diusahakan agar berpotongan dua landasan tadi sedekat mungkin pada threshold nya, dan mengoperasikan pesawat dengan arah menjauhi perpotongan daripada sebaliknya. Bagan alir perencanaan runway metoda ICAO Sumber : Basuki, Heru, (1990), Merancang dan Merencana Lapangan Terbang, Penerbit Alumni, Bandung.

19 Tugas PERENCANAAN BANDAR UDARA Disusun Oleh : Leonardo Mallangi D JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

20

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang LESSON - 3 ( LAPANGAN TERBANG ) Materi : Perencanaan Lapangan Terbang Buku Referensi : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Jilid 1 dan 2, Horonjeff, R. & McKelvey, FX. Merancang, Merencana Lapangan

Lebih terperinci

PA U PESAW PESA AT A T TER

PA U PESAW PESA AT A T TER PERENCANAAN PANJANG LANDAS PACU PESAWAT TERBANG Didalam merencanakan panjang landas pacu, dipakai suatu standar yang disebut Aeroplane Reference Field Length (ARFL) Menurut ICAO (International Civil Aviation

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara 15 BAB III LANDASAN TEORI A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara dengan nomor SKEP/161/IX/03 tanggal 3 September

Lebih terperinci

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bab 4 Perencanaan Panjang Landas Pacu dan Geometrik Landing Area 4-2 Tujuan Perkuliahan Materi Bagian 4 Tujuan Instruksional Umum

Lebih terperinci

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance Pelabuhan Udara Gibraltar Airport Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T. Desain Fasilitas Sisi Udara Sistem Bandar Udara ARFL dan ARC Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang... Bandar udara Menurut PP RI NO 70 Tahun 00 Tentang Kebandarudaraan Pasal Ayat, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan

Lebih terperinci

Variabel-variabel Pesawat

Variabel-variabel Pesawat Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Impact of Aircraft Characteristics on Airport Design Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Variabel-variabel Pesawat Berat (weight) diperlukan

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN LAPANGAN TERBANG PADA PERENCANAAN PANJANG LANDASAN DENGAN STANDAR A.R.F.L. Oleh : Dwi Sri Wiyanti. Abstract

PENGARUH LINGKUNGAN LAPANGAN TERBANG PADA PERENCANAAN PANJANG LANDASAN DENGAN STANDAR A.R.F.L. Oleh : Dwi Sri Wiyanti. Abstract PENGARUH LINGKUNGAN LAPANGAN TERBANG PADA PERENCANAAN PANJANG LANDASAN DENGAN STANDAR A.R.F.L. Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract In planning a new airport or developing an airport to an internasional airport,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II Bandar Udara Radin Inten II adalah bandara berkelas umum yang penerbangannya hanya domestik. Bandara ini terletak di kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum take off weight terbesar

Lebih terperinci

Physical Characteristics of Aerodromes

Physical Characteristics of Aerodromes Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Physical Characteristics of Aerodromes Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 2 Aerodrome Reference Code Digunakan oleh ICAO untuk membaca hubungan

Lebih terperinci

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya oleh : Yoanita Eka Rahayu 3112040611 LATAR BELAKANG Saat ini masyarakat cenderung menginginkan sarana transportasi yang cepat dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1 PERENCANAAN BANDAR UDARA Page 1 SISTEM PENERBANGAN Page 2 Sistem bandar udara terbagi menjadi dua yaitu land side dan air side. Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Ukuran Bandar Udara

BAB III LANDASAN TEORI Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Ukuran Bandar Udara 15 BAB III LANDASAN TEORI 3. 1.Umum Dalam studi pengembangan bandar udara ini penulis menggunakan teori maupun metoda yang diperoleh dari literatur yang menyangkut Bandar Udara dan disesuaikan dengan data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bandar Udara Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat 1, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas

Lebih terperinci

6.4. Runway End Safety Area (RESA)

6.4. Runway End Safety Area (RESA) b. Dalam jarak 60 m dari garis tengah precision approach runway kategori I, dengan nomor kode 3 atau 4; atau c. Dalam jarak 45 m dari garis tengah dari sebuah precision approach runway kategori I, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara sangat efektif digunakan untuk membawa penumpang dengan jarak yang jauh dan dapat mempercepat waktu tempuh dibandingkan transportasi darat dan laut.

Lebih terperinci

ICAO (International Civil Aviation Organization)

ICAO (International Civil Aviation Organization) BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk menganalisis daerah pendaratan pada bandar udara Adisucipto menggunakan peraturan yang telah ditetapkan oleh ICAO maupun FAA ICAO (International Civil Aviation Organization)

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Perhitungan Panjang Landas Pacu Untuk Operasi Pesawat Udara The Measurement Of Runway Length For Aircraft Operations Yati Nurhayati Peneliti Pusat Penelitian

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN 1. Tujuan Perencanaan Sistem Bandara (Airport System), adalah : a. Untuk memenuhi kebutuhan penerbangan masa kini dan mendatang dalam mengembangkan pola pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI Irvan Ramadhan, ST Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Dumai Muhammad Idham, ST, M.Sc Anton Budi Dharma,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konfigurasi Bandar Udara 2.1.1 Definisi Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP/161/IX/2003, Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA 57 BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA 5.1. TINJAUAN UMUM Pada bab sebelumnya telah dibahas evaluasi dan analisis kondisi eksisting Bandara Babullah sesuai dengan tipe pesawat yang

Lebih terperinci

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana: BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. ANALISA PANJANG LANDASAN Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari advisory circular AC: 150/ 5325-4A dated 1/ 29/ 90, persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum 2. 1. 1. Bandar udara Menurut PP RI NO 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan Pasal 1 Ayat 1, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditentukan pada Bandar Udara Husein Sastranegara terletak Jalan Pajajaran No.156 Bandung, Propinsi Jawa Barat. Bandara ini berada di

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC ) TUGAS AKHIR ( RC09 1380 ) Dosen Pembimbing Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD Mahasiswa Sheellfia Juni Permana 3110 106 036 JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia

Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia FAJAR DERMAWAN

Lebih terperinci

tanpa persetujuan khusus Ditjen Hubud.

tanpa persetujuan khusus Ditjen Hubud. bandar udara Hubud. tanpa persetujuan khusus Ditjen 7.1.3.2. Peralatan dan instalasi yang dibutuhkan untuk tujuan navigasi penerbangan harus mempunyai massa dan ketinggian minimum yang dapat dipraktekkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Adapun beberapa tinjauan pustaka yang berkenaan dengan Analisis Desain Geometrik Bandar Udara Husein Sastranegara dengan menggunakan Perangkat

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA I. UMUM Kegiatan penerbangan merupakan

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.561, 2014 KEMENHUB. Penetapan. Biaya. Navigasi Penerbangan. Formulasi. Mekanisme. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun PERENCANAAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON UNTUK PESAWAT TIPE B 737-900 ER PADA BANDARA SULTAN BABULLAH TERNATE 1 Herckia Pratama Daniel 2 Jennie Kusumaningrum, ST., MT. Email : 1 herckia_pratama.d@studentsite.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

AIRPORT CONFIGURATION

AIRPORT CONFIGURATION Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. AIRPORT CONFIGURATION KONFIGURASI BANDARA Mencakup: Jumlah runway (tergantung t volume) Arah runway (arah

Lebih terperinci

EVALUASI TAHAPAN PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA TEBELIAN SINTANG

EVALUASI TAHAPAN PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA TEBELIAN SINTANG EVALUASI TAHAPAN PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA TEBELIAN SINTANG Reza Fitriansyah 1) Komala Erwan 2) Said, 2) Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tanjungpura Pontianak Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8 No.1031, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. IMB. Bandar Udara. Pemberian dan Persetujuan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 87 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : AGUSTINUS BUDI SULISTYO NPM :

Lebih terperinci

KULIAH LAPANGAN TERBANG I (Airport Engineering)

KULIAH LAPANGAN TERBANG I (Airport Engineering) KULIAH LAPANGAN TERBANG I (Airport Engineering) Airbus 380 C-130 B-737 Airport Bali Airport Surabaya Apron Surabaya Terminal Airport Surabaya SISI DARAT DAN UDARA BANDARA (air side & land side airport)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi dan peranan transportasi sangat penting dan strategis dalam kehidupan manusia yaitu sebagai pendorong, penggerak dan penunjang kegiatan pembangunan dalam segala

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA Transportasi udara dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok: 1. Penerbangan domestik 2. Penerbangan

Lebih terperinci

Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A ABSTRAK

Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A ABSTRAK Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A Mart Peran Putra Zebua NRP : 0721038 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK Pulau Nias adalah salah satu daerah yang sekarang sedang berkembang,

Lebih terperinci

OPTIMASI KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO

OPTIMASI KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO OPTIMASI KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO Freddy Jansen* Abstrak Bandar Udara Sam Ratulangi merupakan salah satu pintu gerbang Sulawesi Utara yang terletak pada 07.32 LU / 124.55

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akibat kondisi kegiatan take - off dan landing pesawat yang begitu padat pada jam - jam sibuk, maka pengelola bandara perlu mempertimbangkan pengembangan fasilitas

Lebih terperinci

KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO

KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO Freddy Jansen Dosen Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Bandar Udara Sam Ratulangi merupakan salah satu pintu

Lebih terperinci

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI DAN MEKANISME PENETAPAN BIAYA PELAYANAN JASA NAVIGASI PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang letaknya sangat strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda transportasi udara saat ini

Lebih terperinci

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD Lisa Jasmine NRP: 1421008 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK Bandara Soekarno-Hatta merupakan pintu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization): BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang 2.1.1. Bandar udara Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization): Bandar udara adalah area tertentu di daratan

Lebih terperinci

Studi Penentuan Lokasi Runway 2 Dengan Memperhatikan Kontur Kebisingan Bandara Juanda

Studi Penentuan Lokasi Runway 2 Dengan Memperhatikan Kontur Kebisingan Bandara Juanda JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-28 Studi Penentuan Lokasi Runway 2 Dengan Memperhatikan Kontur Kebisingan Bandara Juanda Daviq Yepti Edik, Ervina Ahyudanari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN Sejak awal mula penerbangan, pilot selalu memakai tanda-tanda di darat sebagai alat bantu navigasi ketika mengadakan approach ke sebuah lapangan terbang. Fasilitas bantu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : runway, taxiway dan apron I. PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci : runway, taxiway dan apron I. PENDAHULUAN ABSTRAK Kabupaten Tana Toraja di dalam tatanan regional dan nasional adalah sebagai wilayah tujuan wisata nasional dan internasional, sehingga pembangunan dan pengembangan sistem transportasi sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.1. Latar Belakang Masalah 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR INTISARI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN i ii iii - iv v vi - vii viii ix x BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1 Studi Terdahulu

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1 Studi Terdahulu BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Studi Terdahulu Tabel 2.1 Studi Terdahulu No Judul Tahun Penulis Tujuan Metode Hasil 1 Perencanaan Penambahan Runway Di 2011 Sarah Noviani, Universitas Dapat menentukan jumlah

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Serjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : PAULUS NDAPAMERANG NPM :

Lebih terperinci

ANALISA PENGEMBANGAN GEOMETRI LANDASAN (STUDI KASUS BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA)

ANALISA PENGEMBANGAN GEOMETRI LANDASAN (STUDI KASUS BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA) ANALISA PENGEMBANGAN GEOMETRI LANDASAN (STUDI KASUS BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA) Rindu Twidi Bethary 1), M. Fakhruriza Pradana 2), Elina Tri Wardany 3) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY

MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM FAKTOR PENGARUH KAPASITAS RUNWAY Beberapa faktor pengaruh antara lain: 1. Jumlah runway 2. Pemisahan pesawat yang landing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang memiliki potensi sumber daya alam dan buatan yang berkualitas, kualitas sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

Kawasan keselamatan operasi penerbangan

Kawasan keselamatan operasi penerbangan Standar Nasional Indonesia Kawasan keselamatan operasi penerbangan ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Analisis Kapasitas Runway 3 Mulai Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka Pengumpulan Data 1. Data penumpang pesawat tahun 2005-2015 2. Data Pergerakan Pesawat

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandara Internasional Minangkabau yang terletak 23 km dari pusat Kota

BAB I PENDAHULUAN. Bandara Internasional Minangkabau yang terletak 23 km dari pusat Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Bandara Internasional Minangkabau yang terletak 23 km dari pusat Kota Padang, yang menempati lahan seluas ± 427 hektare merupakan pintu gerbang utama Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN I. UMUM Bandar udara sebagai satu unsur dalam penyelenggaraan penerbangan memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

Gambar 7.2-5: Zona Bebas Obstacle (Obstacle Free Zone)

Gambar 7.2-5: Zona Bebas Obstacle (Obstacle Free Zone) 7.2.2.7. Zona Bebas Obstacle Permukaan inner approach, inner tranisitional dan balked landing, ketiganya mendefinsikan volume ruang udara di sekitar precision approach runway, yang dikenal sebagai zona

Lebih terperinci

E-Jurnal Sariputra, Juni 2015 Vol. 2(2)

E-Jurnal Sariputra, Juni 2015 Vol. 2(2) TINJAUAN PENINGKATAN LANDAS PACU (RUNWAY) PADA BANDARA BULI UNTUK JENIS PESAWAT BOEING 737-200 IMPROVEMENT REVIEW RUNWAY IN THE AIRPORT BULI FOR BOEING 737-200 AIRCRAFT TYPE Charles Sulangi, Don R. G.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1986 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH SERTA RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1986 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH SERTA RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1986 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH SERTA RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa bandar udara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana transportasi baik darat, laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali, serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu PENDAHULUAN BAB I I.1 Latar Belakang Transportasi adalah usaha untuk memindahkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dalam aktivitas sehari hari dengan menggunakan alat trasportasi. Indonesia

Lebih terperinci

(1) Pemetaan bandar udara intemasional sebagaimana dimaksud. Pasal 7 ayat (7) tercantum dalam lampiran VIII.

(1) Pemetaan bandar udara intemasional sebagaimana dimaksud. Pasal 7 ayat (7) tercantum dalam lampiran VIII. (1) Pemetaan bandar udara intemasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tercantum dalam lampiran I. (2) Penggunaan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) tercamtum dalam lampiran

Lebih terperinci

Jarak pendaratan yang tersedia 800 m hingga, 1200 m hingga, tetapi tidak mencapai 2400 m. Kurang dari 800 meter. Lokasi dan Dimensi.

Jarak pendaratan yang tersedia 800 m hingga, 1200 m hingga, tetapi tidak mencapai 2400 m. Kurang dari 800 meter. Lokasi dan Dimensi. 8.6.7 Marka runway aiming point 8.6.7.1 Marka aiming point harus disediakan pada setiap akhir pendekatan pada runway instrument yang diperkeras dengan code number 2, 3 atau 4. 8.6.7.2 Marka aiming point

Lebih terperinci

4.1 Landasan pacu (runway)

4.1 Landasan pacu (runway) BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Landasan pacu (runway) Bandar Udara Internasional Kualanamu (IATA: KNO, ICAO: WIMM) adalah sebuah bandar udara internasional yang melayani kota Medan dan sekitarnya.

Lebih terperinci

Selain digunakan untuk operasional penerbangan

Selain digunakan untuk operasional penerbangan BAB III BANDAR UDARA ADISUCIPTO 3.1. KONDISI BANDAR UDARA 3.1.1. Lokasi Bandar Udara Bandar udara Adisucipto terletak sekitar 8 km arah timur kota Yogyakarta dengan koordinat geografis 07 47'S - 110 26'

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II Hastha Yuda Pratama Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 3 Indralaya,

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis;

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :...KP.143..TAHUN. 2016. TENTANG VERIFIKASI OPERASIONAL BANDAR UDARA UNTUK ANGKUTAN UDARA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta Disusun oleh : Nur Ayu Diana

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN)

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN) Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.4, Maret 2013 (270275) ISSN: 23376732 PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN) Felicia Geiby Dondokambey A. L. E. Rumayar, M.

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN Yasruddin Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin ABSTRAK Bandar Udara

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 71 TAHUN 1996 (71/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/108; TLN NO.3662

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART 170-04)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya pembangunan disegala bidang khususnya bidang ekonomi pada dewasa ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat penting didalam menunjang aktifitas

Lebih terperinci

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM 1 MATERI PEMBELAJARAN Perkembangan

Lebih terperinci

Code Letter Minimum Clearance

Code Letter Minimum Clearance Gambar 6.2-2:Perkerasan yang dibutuhkan untuk melakukan perputaran 180 derajat penuh pesawat udara Code Letter "A" 6.2.4.3. Jika sebuah turn pad untuk pesawat udara tersedia di sembarang titik pada sebuah

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEOMETRI RUNWAY BANDAR UDARA WUNOPITO LEWOLEBA,LEMBATA NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : DEWI ANASTASIA IPAH WUWUR NPM.

PERANCANGAN GEOMETRI RUNWAY BANDAR UDARA WUNOPITO LEWOLEBA,LEMBATA NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : DEWI ANASTASIA IPAH WUWUR NPM. PERANCANGAN GEOMETRI RUNWAY BANDAR UDARA WUNOPITO LEWOLEBA,LEMBATA NUSA TENGGARA TIMUR. Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bandar Udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bandar Udara 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bandar Udara Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Tahun 2010 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, Bandar Udara adalah kawasan di daratan atau perairan dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASA LANDING

BAB IV ANALISIS FASA LANDING BAB IV ANALISIS FASA LANDING 4.1. Analisis Penentuan Maximum Landing Weight Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II, penentuan Maximum Landing Weight (MLW) dilakukan dengan mengacu kepada flight manual

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PEMBAHASAN 4.1. Perhitungan Dengan Cara Manual Data yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan metode FAA cara manual adalah sebagai berikut: 1. Nilai CBR Subbase : 20% 2. Nilai CBR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandar udara merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Bandar udara merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Bandar udara merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bandar udara berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT

Lebih terperinci

Gambar : Konfigurasi lampu runway threshold pada runway lebar 30 m 9-74

Gambar : Konfigurasi lampu runway threshold pada runway lebar 30 m 9-74 ii. 5 lampu unidirectional yang berjarak sama dengan interval 2,4 m dimana lampu paling luar sejajar dengan baris lampu runway edge lainnya; b. 14 lampu unidirectional untuk runway dengan lebar 45 m, lihat

Lebih terperinci

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011 Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011 Posted by jjwidiasta in Airport Planning and Engineering. Standar dan regulasi terkait dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci