EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR ADY ERIADY WIBAWA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 ABSTRAK ADY ERIADY WIBAWA (C ). Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI Usaha pendederan ikan lele dumbo banyak dipilih oleh pembudidaya di Kecamatan Ciseeng, karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan kegiatan pembesaran. Waktu pemeliharaan yang singkat membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Hasil dari analisis fungsi produksi ini ialah perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan input agar output yang dihasilkan optimal. Efisiensi penggunaan input dapat dilakukan karena kondisi usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini masih berada pada kondisi Increasing Return to Scale. Pada kondisi optimal, efisiensi penggunaan input dilakukan terhadap benih, kapur, pakan, TK 2, dan TK 3. Pada kondisi optimal ini, jumlah benih yang digunakan sebesar 170 ekor per m 2 dengan jumlah output yang dapat dihasilkan sebesar 124 ekor benih per m 2. Tambahan modal yang dibutuhkan agar kondisi usaha optimal sebesar Rp22.462,06 per m 2. Pada analisis usaha diperoleh keuntungan pada kondisi optimal sebesar Rp70.871,17 per m 2. Hasil dari analisis kriteria investasi menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan berdasarkan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memberikan manfaat terbesar dengan nilai NPV sebesar Rp ,75, nilai Net B/C sebesar 34,23, dan IRR sebesar 603,00%. Analisis sensitivitas dengan menaikkan harga benih, menunjukkan bahwa pada skenario kedua (lahan sewa dan modal sendiri) dan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memiliki sensitivitas yang sama terhadap kenaikkan harga benih sebesar 167,41%. Dari hasil analisis finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng layak untuk dilaksanakan. Kata Kunci : Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo, Analisis Fungsi Produksi, Analisis Finansial

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan mau pun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, 30 Januari 2008 Ady Eriady Wibawa C

4 Hak cipta milik Ady Eriady Wibawa, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

5 EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : ADY ERIADY WIBAWA C PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

6 SKRIPSI Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. : Ady Eriady Wibawa : C : Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. NIP : Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : Tanggal Lulus : 30 Januari 2008

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya yang telah diberikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga (papa, mama, teh Nia, A Edwin, dan Anna), para responden pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng, serta rekanrekan yang telah banyak membantu penulis baik secara moril mau pun materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk penyempurnaan tulisan ini selanjutnya. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan. Bogor, 30 Januari 2008 Ady Eriady Wibawa

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ady Eriady Wibawa. Penulis lahir di Bogor pada tanggal 22 Januari 1986 dari pasangan Bapak Drs. Asep Sutisna, MM dan Ibu Tarmi Imiyati, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dengan kakak yang bernama Garsinia Lestari, SP dan adik yang bernama Anna Reza. Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi HIMASEPA (tahun 2006). Penulis melakukan penelitian dengan judul Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis dibimbing oleh Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...vii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR LAMPIRAN...x I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian...5 II. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Ikan Lele Dumbo Pendederan Ikan Lele Dumbo Fungsi Produksi Efisiensi Penggunaan Input Analisis Finansial Analisis Usaha Analisis Kriteria Investasi Analisis Sensitivitas...14 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI...16 IV. METODOLOGI Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Analisis Data Analisis Fungsi Produksi Analisis Finansial Analisis Sensitivitas Batasan dan Pengukuran Lokasi dan Waktu Penelitian...31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Daerah Penelitian Letak dan Kondisi Umum Kependudukan Sarana dan Prasarana Gambaran Umum Pembudidaya Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Identitas Responden Pembudidaya...38

10 Halaman 5.3 Usaha Pendederan Lele Dumbo Kegiatan Budidaya Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Analisis Efisiensi Penggunaan Input Analisis Finansial Analisis Usaha Analisis Kriteria Investasi Analisis Sensitivitas Implikasi Pengembangan...64 VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...66 DAFTAR PUSTAKA.67 LAMPIRAN...69

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur, Tahun Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng Tahun Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseen Tahun Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input Nilai NPM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM dan Pxi pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun Total Biaya, Total Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng per m 2 pada Kondisi Aktual dan Optimal Biaya Usaha dan Penerimaan Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m 2 Tahun Kriteria Investasi pada Skenario 1 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun Kriteria Investasi pada Skenario 2 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun

12 Halaman 15. Kriteria Investasi pada Skenario 3 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 1 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 157,55% Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 2 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41% Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 3 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41%...63

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Kurva Keseimbangan Produsen Skema Kerangka Pendekatan Studi Proses Persiapan Kolam Kondisi Kolam sebelum Penebaran Benih Kegiatan Pemeliharaan Kolam Proses Pemanenan Kegiatan Penyortiran Benih Grafik Normal P-P Plot of Regression Grafik Scatterplot..49

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kecamatan Ciseeng Karakteristik Responden Pembudidaya Data Produksi, Faktor Produksi, Harga, dan Nilai Beli Produksi per Musim Tanam pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode Kuadrat Terkecil Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Statistical Product and Service Solutions Contoh Perhitungan Input Produksi Optimal Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo dalam Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m 2 Tahun Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo dalam Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m 2 Tahun Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo per Tahun secara Aktual di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m 2 Tahun Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo per Tahun secara Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m 2 Tahun Perhitungan Analisis Usaha pada Kondisi Aktual dan Optimal pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m 2 Tahun Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal dengan Skenario 1 (Lahan Milik Sendiri) di Kecamatan Ciseeng Tahun

15 Halaman 13. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal dengan Skenario 2 (Lahan Sewa) di Kecamatan Ciseeng Tahun Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal dengan Skenario 3 (Lahan Sewa dan Pinjaman Bank) di Kecamatan Ciseeng Tahun Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 1 dengan Asumsi Terjadi Kenaikan Harga Benih 157,55% Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 2 dengan Asumsi Terjadi Kenaikan Harga Benih 167,41% Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 3 dengan Asumsi Terjadi Kenaikan Harga Benih 167,41%...92

16 I.PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau dan terbentang sepanjang mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Dengan luas wilayah perairan 5,8 juta km 2 dan bentang garis pantai sepanjang km, Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia ditaksir mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun (70%). Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. Pemanfaatan potensi sumberdaya budidaya perikanan saat ini baru sekitar 10,1% untuk budidaya air tawar, 40% untuk budidaya air payau, dan 0,01% untuk budidaya laut. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta ton per tahun ( Selama ini kegiatan budidaya lebih banyak dilakukan oleh pembudidaya skala kecil yang belum memiliki akses terhadap manajemen usaha, pasar, dan permodalan. Dalam rangka pemerataan pembangunan, sektor budidaya perikanan dapat dijadikan salah satu sektor penggerak perekonomian. Apabila dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor budidaya tampak lebih menjanjikan untuk dikembangkan. Dilihat dari penggunaan lahan, modal, sumberdaya manusia mau pun manajemennya, usaha budidaya memungkinkan masyarakat melakukan usahannya dengan daya dukung yang terbatas. Saat ini konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang walau pun masih rendah, tetapi terus mengalami peningkatan. Tingkat konsumsi ikan meningkat dari 21,57 kg per kapita per tahun pada tahun 2000 menjadi 26 kg per kapita per tahun pada tahun Jumlah konsumsi ikan masyarakat Indonesia ini masih berada di

17 bawah standar konsumsi ikan yang dipersyaratkan oleh organisasi pangan dunia (FAO) sebesar 30 kg per kapita per tahun ( Untuk terus meningkatkan tingkat konsumsi ikan masyarakat, pemerintah mencanangkan program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (Forikan). Peningkatan konsumsi ini diharapkan dapat terus terjadi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan. Salah satu ikan konsumsi yang memiliki kandungan gizi tinggi ini adalah ikan lele dumbo. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Ikan lele dumbo banyak dipilih sebagai komoditas budidaya, karena memiliki tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah. Selain itu beberapa keunggulan lele dumbo sebagai komoditas budidaya diantaranya ikan ini dapat dipijahkan sepanjang tahun, memiliki fekunditas telur yang tinggi, dapat hidup pada kondisi air yang marjinal, dan memiliki efisiensi pakan yang tinggi. Budidaya ikan lele dumbo biasa dilakukan di kolam air tenang dan mencakup dua kegiatan, yaitu pendederan dan pembesaran. Pendederan ialah kegiatan untuk memelihara benih ikan dengan ukuran tertentu yang akan digunakan pada kegiatan pembesaran. Dalam kegiatan pendederan, biasanya benih baru dipanen pada ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Kegiatan pembesaran merupakan kegiatan untuk menghasilkan lele ukuran konsumsi, yaitu lele dengan berat sekitar 100gr. Kegiatan pembesaran merupakan kegiatan yang sangat tergantung pada pasokan benih yang dihasilkan pada kegiatan pendederan. Penelitian ini akan dibatasi hanya pada kegiatan pendederan, karena benih merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada keberhasilan budidaya ikan lele dumbo ini. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar, dan Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki prospek yang cukup baik untuk pengembangan kegiatan budidaya. Potensi budidaya ini dapat dilihat dari data produksi perikanannya yang menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan seperti terlihat pada Tabel 1.

18 Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun No Jenis Usaha Budidaya perikanan air tawar (Ton) 7.593, ,50 2 Perairan umum (Ton) 187,00 120,50 3 Ikan hias (Ribuan ekor) , ,67 4 Pembenihan (Ribuan ekor) , ,00 Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor 2006 Kegiatan budidaya perikanan air tawar di Kabupaten Bogor, salah satunya terdapat di Kecamatan Ciseeng. Di Kecamatan Ciseeng ini terdapat beragam komoditas ikan yang dibudidayakan, mulai dari budidaya ikan hias hingga jenis ikan konsumsi. Untuk jenis ikan konsumsi, lele dumbo adalah komoditas yang banyak dibudidayakan. Di Kecamatan Ciseeng ini, kegiatan pendederan merupakan kegiatan yang banyak dipilih untuk budidaya komoditas lele dumbo. Kegiatan pendederan menjadi pilihan, karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan kegiatan pembesaran. Waktu pemeliharaan kegiatan pendederan ikan lele dumbo yang singkat, membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Hal inilah yang membuat alokasi penggunaan input secara efisien sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal. 1.2 Perumusan Masalah Salah satu aspek penting dalam budidaya komoditas perikanan adalah tersedianya input secara kontinu dalam jumlah yang tepat. Prinsip efisiensi dalam penggunaan berbagai input merupakan hal yang amat penting untuk diterapkan, karena menyangkut jumlah output yang akan dihasilkan. Dengan kata lain prinsip efisiensi bagi pembudidaya ialah proses penggunaan input secara tepat dengan tujuan memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal.

19 Permasalahan atau kendala yang sering dihadapi pembudidaya, yaitu adanya keterbatasan dalam penggunaan input (faktor produksi) yang disebabkan terbatasnya jumlah modal usaha yang dimiliki, pengelolaan yang masih sederhana, serta keterampilan yang dimiliki pembudidaya masih rendah. Keterampilan yang masih rendah yang dimiliki pembudidaya, dapat dilihat dari masih minimnya pengetahuan para pembudidaya tentang hubungan antara alokasi input yang digunakan terhadap kuantitas serta kualitas dari output yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan dapat membuat proses produksi yang dilakukan menjadi tidak efisien dan pada akhirnya membuat tingkat keuntungan yang diperoleh pembudidaya menjadi tidak maksimal. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana kondisi aktual usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 2) Bagaimana alokasi penggunaan input yang optimal agar tercapai tingkat keuntungan yang maksimal. 3) Bagaimana sesungguhnya kondisi finansial usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 4) Bagaimana prospek pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian 1) Mengetahui kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 2) Mengetahui alokasi input yang optimal dalam usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 3) Mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan usaha dari kegiatan pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 4) Mengetahui peluang pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng.

20 1.3.2 Kegunaan Penelitian 1) Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan - Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2) Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo. 3) Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para pembudidaya untuk pengembangan usaha. 4) Sebagai sumber data dan informasi serta bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Lele Dumbo Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin H (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias gariepinus Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan lele dumbo atau disebut juga Lele Afrika merupakan jenis ikan lele yang berasal dari Kenya dan memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan jenis lele lokal. Beberapa keunggulan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal menurut Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie (2002) diantaranya adalah : 1) Lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat, pada umur 24 minggu lele dumbo dapat mencapai berat gr, sedangkan lele lokal hanya gr. 2) Lele dumbo dapat mencapai ukuran lebih besar, lele lokal biasanya hanya mencapai berat sekitar 300 gr, sedangkan lele dumbo dapat mencapai berat 2-3 kg 3) Lele dumbo lebih banyak kandungan telur, satu induk betina lele dumbo dapat bertelur butir, sedangkan lele lokal hanya butir.

22 4) Pakan tambahan bermacam-macam, lele dumbo dapat diberi pakan tambahan seperti kotoran ayam dan bangkai, sedangkan lele lokal tidak suka. Secara fisik lele dumbo tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan lele lokal. Beberapa ciri lele dumbo diantaranya bagian badan bulat tinggi dan memipih ke arah ekornya, tidak bersisik, badannya mengeluarkan lendir, bentuk kepala gepeng dan simetris, memiliki patil yang tidak beracun, mulutnya lebar tidak bergigi serta memiliki sepasang sungut mandibular dan sepasang sungut maksilar. Perbedaan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal selain ukuran tubuhnya yang lebih besar ialah warna kulit lele dumbo berwarna keunguan dengan bintik besar yang menyerupai corak loreng-loreng pada baju tentara. Selain itu gerakan lele dumbo lebih lincah bila dibandingkan dengan lele lokal (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie 2002) Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), salah satu sifat lele dumbo adalah suka meloncat ke darat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini karena lele merupakan hewan yang aktivitas hidupnya dilakukan pada malam hari atau biasa disebut hewan nokturnal. Sifat ini akan lebih tampak pada saat lele dumbo mencari makan, itulah sebabnya lele dumbo akan lebih suka berada di tempat yang gelap dibandingkan dengan berada di tempat yang terang. Sifat lain dari lele dumbo ialah memilki kebiasaan mencari makan di dasar perairan (bottom feeder) yang menyebabkan air kolam tampak keruh. Ditinjau dari jenis makanannya, pakan alami lele adalah binatang renik yang hidup di dasar mau pun di dalam air seperti cacing, jentik-jentik nyamuk, larva serangga, anak-anak siput, dan kutu air. Lele juga dapat bersifat kanibal, yaitu memakan sesama ikan yang ukurannya lebih kecil bila kekurangan pakan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). 2.2 Pendederan Ikan Lele Dumbo Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih hasil penetasan telur lele menjadi benih yang siap ditebar untuk pembesaran. Agar mendapatkan kualitas benih yang baik, maka diperlukan induk dengan kualitas yang baik. Untuk kegiatan

23 pendederan ini benih yang digunakan biasanya merupakan benih hasil pemijahan dengan penyuntikan hormon. Hormon yang digunakan untuk pemijahan ini dapat berasal dari kelenjar hipofisa maupun hormon sintetis. Persyaratan agar penyuntikan hormon dapat efektif ialah induk lele harus sudah mengandung telur yang siap untuk dipijahkan (matang telur). Setelah disuntikkan, induk lele siap untuk dipijahkan baik secara alami mau pun melalui pengurutan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). Untuk kegiatan pendederan ini benih yang digunakan sebaiknya memiliki ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran ini penting, karena perbedaan ukuran benih yang terlalu besar dapat mengakibatkan timbulnya kanibalisme diantara benih. Sifat kanibalisme ini muncul apabila benih lele kekurangan makanan akibat dari keterlambatan pemberian pakan (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie 2002). Untuk kolam pedederan, ukuran kolam pendederan dapat diatur sesuai kebutuhan pembudidaya. Biasanya konstruksi tanggul dasar kolam untuk pendederan ini terbuat dari tanah. Sebelum digunakan untuk kegiatan pendederan, kolam dikeringkan terlebih dahulu, bocoran-bocoran yang ada ditutup, dan hama yang mungkin ada diberantas. Tanah dasar kolam diberi kapur terlebih dahulu dengan dosis 1 kg per 100m 2 untuk membunuh bibit penyakit yang ada dan memperbaiki struktur tanah. Setelah dibiarkan 2-3 hari, tanah dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 50 kg per 100m 2. Satu kali pemupukan awal ini cukup untuk pemeliharaan selama satu bulan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), kegiatan pendederan ikan lele dumbo dapat dibagi kedalam 3 tahap sesuai ukuran benih, yaitu : 1) Pendederan benih tahap I Pada kegiatan ini, benih yang ditebarkan masih amat kecil, yaitu umur 2 minggu sejak menetas. Kepadatan penebaran dapat mencapai 50 ekor per m 2. Lama pendederan umumnya 1 bulan dan akan dihasilkan benih lele ukuran 5-6 cm. 2) Pendederan benih tahap II Benih yang akan ditebarkan pada kegiatan ini berukuran panjang 5-6 cm dengan kepadatan ekor per m 2. Setelah dipelihara selama 1 bulan, lele menjadi

24 berukuran 5-8 cm dengan berat kira-kira 20 gr per ekor. Benih dengan ukuran ini disebut gelondongan sedang. 3) Pendederan benih tahap III Benih yang ditebarkan berukuran 5-8 cm dengan waktu pemeliharaan selama 1 bulan. Hasil yang diperoleh pada tahap ini adalah benih dengan berat gr per ekor dengan panjang cm. Benih yang sudah besar ini disebut gelondongan besar. 2.3 Fungsi Produksi Fungsi produksi menurut Soekartawi (1994) adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Y = f ( X 1, X 2, X 3,..., X n )...(1) Berdasarkan persamaan (1), maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya produksi tergantung dari peranan X 1 sampai dengan X n. Selain itu dengan persamaan (1), maka hubungan antara Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X 1...X n dan X lainnya juga dapat diketahui. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fungsi produksi yang paling banyak digunakan. Menurut Soekartawi (1994) beberapa alasan mengapa fungsi produksi Cobb- Douglas lebih banyak digunakan dalam penelitian, yaitu : 1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan fungsi produksi yang lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear. 2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menentukan besaran elastisitas. 3) Penjumlahan besaran elastisitas dapat menunjukkan tingkat Return to Scale.

25 Secara matematis fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut : Y = ax b1 1 X b2 2 X b X bn n e u...(2) dimana : Y = jumlah output yang dihasilkan / variabel yang dijelaskan X i = jumlah input ke i yang digunakan / variabel yang menjelaskan a = intercept b = slope e = 2,7182 (bilangan natural) u = kesalahan (disturbance term) Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2), dapat dilakukan dengan merubah persamaan tersebut menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut, sehingga bentuk persamaannya menjadi : ln Y = ln a + b 1 ln X 1 + b 2 ln X 2 + b 3 ln X bn ln Xn + u... (3) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, karena itulah ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi (Soekartawi 1994) yaitu : 1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 2) Dalam fungsi produksi, perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non- neutral difference in the respective technologies). Ini artinya apabila fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3) Tiap variabel X adalah perfect competition. 4) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan, µ

26 2.4 Efisiensi Penggunaan Input Menurut Soekartawi (1994), efisiensi adalah suatu ukuran jumlah relatif dari berbagai input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Dalam hal ini efisiensi merupakan salah satu syarat terciptanya optimalisasi. Optimalisasi dapat diartikan sebagai tingkat output maksimal yang dapat dihasilkan dengan sejumlah biaya tertentu atau jumlah dana minimal untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Efisiensi menurut terminologi ekonomi mengandung dua unsur yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Suatu alokasi faktor produksi dikatakan efisien secara teknis jika faktor produksi yang digunakan menghasilkan produksi rata-rata yang maksimum. Efisiensi ekonomis adalah tingkat pemakaian faktor produksi yang menghasilkan keuntungan maksimum (Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana 2005). X 1 isoquant X 1 A isocost X 2 X 2 Sumber : Sugiarto at al 2005 Gambar 2. Kurva Keseimbangan Produsen Kondisi produksi yang optimal sebagai dampak dari efisiensi penggunaan input dapat digambarkan melalui kurva keseimbangan produsen. Dalam kurva keseimbangan produsen ini, efisiensi tercapai pada kombinasi input dimana slope dari

27 isoquant sama dengan slope dari isocost (Titik A, Gambar 2). Isoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi pemakaian input yang berbeda tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang sama, sedangkan isocost menunjukkan jumlah dana yang tersedia untuk membeli berbagai kombinasi input (Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana 2005). Model pengukuran efisiensi berbeda-beda tergantung dari model yang digunakan. Pada umumnya ada dua model yang biasa digunakan yaitu : 1) Model fungsi produksi 2) Model linear programming Apabila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi ekonomis yang sering digunakan sebagai patokan. Persamaan fungsi produksi dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 1994): Y = ax b1 1 X b2 2 X b X bn n...(4) dengan produk marjinal sebagai berikut : δy = b (5) δx Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, maka b disebut koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian nilai produk marjinal (NPM ) faktor produksi x, dapat dituliskan sebagai berikut : dimana : NPM = b.y.p y (6) X b = elastisitas produksi Y = produksi P y = harga produksi X = jumlah faktor produksi x Pada umumnya nilai Y, P y, dan X diambil dari nilai rata-ratanya.

28 Untuk menghitung alokasi penggunaan input pada kondisi yang optimal, efisiensi akan tercapai apabila rasio nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input dan harga input (P) sama dengan satu, atau dapat dituliskan sebagai berikut : NPM x = 1...(7) P x Berdasarkan kenyataan dimana NPM x tidak selalu sama dengan P x, maka dapat diambil kesimpulan : NPM x P x > 1 ; artinya alokasi input yang dilakukan belum efisien, sehingga perlu dilakukan penambahan input NPM x P x < 1 ; artinya alokasi input yang dilakukan tidak efisien, sehingga perlu dilakukan pengurangan input yang digunakan. 2.5 Analisis Finansial Analisis finansial menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976) ialah suatu usaha yang dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan dari suatu proyek melalui pengujian. Analisis finansial pada dasarnya menyangkut perbandingan antara pengeluaran uang dengan penerimaan dari pada proyek. Pada dasarnya analisis finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha dilihat dari sudut pandang badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung pada suatu kegiatan proyek. Analisis finansial dapat dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi Analisis Usaha Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu kesatuan. Kegiatan usaha dilakukan dengan menggunakan sumberdayasumberdaya yang dimiliki baik sebagian mau pun seluruhnya yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat di masa depan (Gittinger JP 1986). Ada beberapa bentuk penyajian analisis usaha yang biasa dipakai untuk mengetahui keuntungan suatu usaha. Analisis tersebut antara lain analisis keuntungan

29 usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period, dan analisis break event point (Ariyoto K 1995). Analisis keuntungan usaha adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dinyatakan dalam rupiah, sementara analisis perimbangan dan biaya adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total dengan biayanya rata-rata per musim tanam. Payback period adalah lamannya waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi, sementara break event point adalah titik impas dari kegiatan usaha (Ariyoto K 1995) Analisis Kriteria Investasi Investasi adalah penggunaan dana (uang) dengan maksud memperoleh penghasilan dengan memperhitungkan faktor risiko (Husnan S 1998). Analisis kriteria investasi dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk diusahakan. Untuk mengevaluasi kelayakan usaha perlu diketahui besar manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Dalam hal ini yang dimaksud dengan hasil (benefit) adalah apa yang diperoleh pengusaha sebagai balas jasa atas modal yang digunakannya. Menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976), Indikator yang biasa digunakan untuk membandingkan manfaat dan biaya pada usaha adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C ), dan Internal Rate of Return (IRR). NPV adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa mendatang, merupakan selisih nilai kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya. Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh yang bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas adalah suatu teknik untuk menguji secara matematis apa yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadiankejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Suatu

30 analisis sensitivitas dikerjakan dengan mengubah suatu unsur tertentu pada hasil analisis (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Analisis sensitivitas akan menunjukkan apa yang terjadi dengan hasil kegiatan usaha jika terjadi kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan pendapatan. Hal ini penting dilakukan karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang terjadi pada masa yang akan datang (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976).

31 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo merupakan jenis usaha budidaya yang banyak dilakukan di Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Ciseeng merupakan salah satu sentra produksi untuk komoditas ikan lele dumbo. Salah satu prinsip dari usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo ini adalah efisiensi, dan salah satu cara mencapainya dengan melakukan alokasi input secara optimal. Dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini terdapat dua faktor yang mempengaruhi jalannya usaha yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang dapat dikendalikan yang terdiri atas input tetap dan input variabel. Input tetap diantaranya berupa modal dan keterampilan, sedangkan input variabel diantaranya benih dan pakan. Sementara itu faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang tidak dapat dikendalikan. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya iklim dan suhu. Dalam penelitian ini faktor yang akan dikaji adalah faktor internal yang tediri atas input tetap dan input variabel. Untuk menghasilkan tingkat produksi yang optimal, diperlukan pemanfaatan input secara optimal melalui alokasi yang tepat. Alokasi penggunaan input secara tepat sangat erat kaitannya dengan prinsip efisiensi. Efisiensi dalam pemakaian input dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input secara optimal untuk menghasilkan output yang akan memberikan keuntungan maksimal. Analisis optimalisasi dan efisiensi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. Analisis finansial ialah suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui kondisi usaha dan tingkat kelayakannya ditinjau dari aspek keuangan. Analisis finansial terdiri atas analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Analisis usaha ialah analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan dapat memberikan keuntungan dalam jangka pendek. Analisis usaha yang dilakukan meliputi analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period (PP), dan analisis break event point (BEP). Jika hasil dari analisis usaha tersebut ternyata

32 menguntungkan, maka perlu dilakukan analisis lanjutan, yaitu analisis kriteria investasi. Analisis kriteria investasi yang dilakukan meliputi penghitungan nilai Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Analisis kriteria investasi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan layak atau tidak. Selain itu perlu juga dilakukan uji sensitivitas untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel input terhadap kondisi usaha. Apabila hasil perhitungan analisis finansial dan uji sensitivitas tidak layak dijalankan, maka harus diadakan evaluasi terhadap kegiatan usaha. Sebaliknya apabila hasil perhitungan analisis finansial dan uji sensitivitas menunjukkan bahwa usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo ini masih layak untuk dijalankan, maka pengembangan usaha sangat layak untuk dilakukan. Skema kerangka pendekatan studi untuk penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

33 Budidaya ikan lele dumbo Pendederan Penggunaan faktor produksi Efisiensi penggunaan input : -Luas kolam -Padat penebaran -TK -Pakan Evaluasi Analisis optimalisasi: fungsi produksi Analisis usaha : -Keuntungan -R/C -Payback Period - BEP Rugi Untung Layak Analisis kriteria investasi : - NPV - Net B/C - IRR Analisis sensitivitas Tidak layak Implikasi Pengembangan usaha Gambar 3. Skema Kerangka Pendekatan Studi

34 IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian mengenai efisiensi penggunaan input dan analisis finansial usaha pendederan ikan lele dumbo ini adalah studi kasus. Studi kasus ialah penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik dari keseluruhan personalitas (Nazir M 2003). Tujuan penelitian dengan studi kasus adalah memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat, dan karakter yang khas dari unit yang dianalisis. Menurut Soeratno dan L Arsyad (1999), metode penelitian dengan menggunakan studi kasus, menunjukkan bahwa penelitian dilakukan dalam lingkup yang terbatas, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Studi kasus digunakan sebagai metode dalam penelitian ini, karena metode ini paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di daerah penelitian. Satuan kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembudidaya yang melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo secara monokultur. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text dan data image. Data text adalah data yang diperoleh dalam bentuk alphabet dan angka numerik, sedangkan data image adalah data yang ditampilkan dalam bentuk foto, diagram dan sejenisnya yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu (Fauzi A 2001). Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan jenis data text faktor produksi yang meliputi biaya produksi, biaya investasi, dan jumlah produksi yang dihasilkan. Data image yang digunakan berupa gambar dan foto. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer didapat melalui pengamatan secara langsung di lapangan dari pembudidaya dengan metode wawancara dan pengisian kuisioner. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik pembudidaya, teknis produksi, input dan

35 output produksi, penerimaan, biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, dan penyusutan. Data sekunder dalam penelitian ini diperlukan sebagai penunjang data primer yang telah didapatkan. Data sekunder diperoleh melalui informasi dari instansi dan lembaga terkait seperti Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, Kantor Kecamatan Ciseeng, dan literatur-literatur. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data monografi Kecamatan Ciseeng dan data produksi perikanan Kabupaten Bogor. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang representatif pada dasarnya menyangkut masalah sampai dimanakah ciri-ciri yang terdapat pada sampel yang terbatas itu benar-benar menggambarkan keadaan sebenarnya dari keseluruhan populasi (Soeratno dan L Arsyad 1999). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari sematamata dari pertimbangan si peneliti. Sampel yang dipilih merupakan individu yang dianggap memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Pembudidaya yang masih aktif melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo. 2) Produk yang dihasilkan untuk dijual dan bukan untuk kegiatan pembesaran. 3) Memiliki pengalaman dalam kegiatan pendederan ini minimal satu tahun. Banyaknya pembudidaya yang dijadikan sampel dalam penelitian ini 30 orang pembudidaya, hal ini dilakukan untuk mencukupi syarat statistik. 4.4 Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Data dan informasi yang telah terkumpul ditabulasikan untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis fungsi produksi model Cobb Douglas dan analisis finansial.

36 4.4.1 Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menduga hubungan antara produksi pendederan ikan lele dumbo dengan penggunaan faktor-faktor produksinya. Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi Cobb- Douglas adalah sebagai berikut : Y = ax b1 1 X b2 2 X b3 3 X b4 4 X b5 5 X b6 6 X b7 7 e u...(8) Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas, maka persamaan tersebut sebaiknya diubah ke dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi : LnY = ln a + b 1 ln X 1 + b 2 ln X 2 + b 3 ln X 3 + b 4 ln X 4 + b 5 ln X 5 + b 6 ln X 6 + b 7 ln X 7...(9) dimana : Y =produksi ikan lele dumbo (ekor per m 2 ) X 1 = benih ikan lele dumbo (ekor per m 2 ) X 2 = Kapur (kg per m 2 ) X 3 = Pupuk (kg per m 2 ) X 4 = Pakan (kg per m 2 ) X 5 = TK 1 (jam kerja per m 2 ) X 6 = TK 2 (jam kerja per m 2 ) X 7 = TK 3 (jam kerja per m 2 ) Ketepatan model yang digunakan sebagai alat analisis diuji dengan menggunakan uji statistik sebagai berikut : 1) Uji statistik t, digunakan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing faktor produksi (X i ) sebagai variabel bebas mempengaruhi produksi (Y) sebagai variabel tidak bebas. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi 0 (ada pengaruh)

37 t hitung = (bi-0)/sbi Dimana : Sbi = standard error dari b bi = koefisien regresi - jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima, artinya X i tidak berpengaruh nyata terhadap Y. - jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak, artinya X i berpengaruh nyata terhadap Y. 2) Uji statistik F, digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor produksi (X i ) secara bersama terhadap output (Y). Hipotesis yang diuji adalah : H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi 0 (ada pengaruh) dimana : F hitung = (JKR / (k-1)) (10) (JKD / (n-k)) JKR = jumlah kuadrat regresi JKD = jumlah kuadrat residual n = jumlah sampel k = jumlah variabel - jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima, artinya faktor produksi secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. - jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak, artinya faktor produksi secara simultan berpengaruh nyata terhadap produksi. Pada analisis fungsi produksi, selain digunakan analisis kriteria statistik juga dilakukan analisis kriteria ekonometrik untuk menguji ketepatan model yang digunakan. Analisis kriteria ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan autokorelasi. Menurut Santoso (2000), normalitas adalah suatu kondisi dalam model regresi dimana nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi normalitas ini.

38 Menurut Santoso (2000), multikolinearitas adalah problem dalam suatu model regresi yang diakibatkan adanya korelasi antar variabel independent. Beberapa cara untuk mengatasi problem multikolinearitas diantaranya dengan menambah jumlah sampel dan mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi tinggi. Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi di sekitar garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Santoso 2000). Bila asumsi ini tidak terpenuhi berarti model regresi mengalami problem heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah problem yang terjadi pada model regresi apabila terjadi asumsi variance error term konstan untuk setiap nilai pada variabel penjelas dilanggar. Masalah heteroskedastisitas ini sering terjadi pada data cross-section. Cara mengatasi masalah heteroskedastisitas ini diantaranya adalah dengan : a) Menggunakan weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedastisitas). b) Menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas yang mengakibatkan heteroskedastisitas. Autokorelasi adalah masalah dalam model regresi linear karena adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi ini biasanya terjadi pada pada model regresi yang menggunakan data time series atau berdasarkan waktu berkala (Santoso 2000). Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang sedang diteliti tersebut berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Analisis RTS ini dilakukan dengan menjumlahkan besaran elastisitas (bi). Berdasarkan persamaan (8) maka : 1< b 1 +b 2 +b 3 +b 4 +b 5 +b 6 +b 7 < 1....(11) a) Jika b 1 +b 2 +b 3 +b 4 +b 5 +b 6 +b 7 <1, maka usaha berada dalam keadaan decreasing return to scale. Artinya apabila faktor produksi yang digunakan ditambah, maka besarnya penambahan output akan lebih kecil dari proporsi penambahan input.

39 b) Jika b 1 +b 2 +b 3 +b 4 +b 5 +b 6 +b 7 = 1, maka usaha berada dalam kondisi constant return to scale dimana penambahan proporsi input yang digunakan akan sama dengan penambahan proporsi output yang dihasilkan. c) Jika b 1 +b 2 +b 3 +b 4 +b 5 +b 6 +b 7 > 1, maka usaha berada dalam kondisi increasing return to scale. Artinya proporsi penambahan output akan lebih besar dari proporsi penambahan input. Tingkat alokasi input yang optimal dapat diketahui melalui analisis dari fungsi keuntungan, yaitu : Π = TR TC atau Π = P y.y P xi.x i...(12) Keuntungan maksimum pada usaha pendederan lele dumbo ini dapat tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan usaha terhadap faktor produksi sama dengan nol, yaitu : Π = P y.y P xi.x i X 1 = 0 P y (d y /d xi ) = P xi P y.pm xi = P xi NPM xi = P xi NPM xi = 1...(13) P xi Analisis Finansial Analisis finansial adalah analisis yang dilakukan terhadap suatu proyek, dimana proyek dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanamkan uangnya dalam proyek mau pun yang memiliki kepentingan terhadap jalannya proyek. Analisis finansial ini penting untuk memperhitungkan insentif bagi badan mau pun orang-orang yang terlibat di dalam proyek.

40 1) Analisis usaha Analisis usaha merupakan bagian dari analisis finansial yang digunakan untuk menghitung besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu tahun. Analisis usaha ini terdiri atas analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya ( R/C ), analisis payback period (PP), dan analisis break event point (BEP). a) Analisis Keuntungan Usaha Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat di dalam usaha dan besar keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha. Secara matematis konsep keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut : Π = Y.P y n i= 0 X i.p xi......(14) dimana : Π = Keuntungan (Rp per tahun) Y = Total produksi (ekor per tahun) X i = Jumlah input i yang digunakan (unit) P y = Harga per satuan output (Rp) P xi = Harga per satuan input i (Rp) P y. Y = Penerimaan total (Rp) P x. ΣX i = Biaya total (Rp) b) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Secara matematis analisis imbangan penerimaan dan biaya dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 1995) : TR R / C =...(15) TC

41 dimana : TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rp) TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp) Dengan kriteria usaha : R/C > 1, usaha menguntungkan R/C = 1, Usaha impas R/C < 1, Usaha rugi c) Payback Period (PP) Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi yang ditanamkan pada suatu usaha (Husnan S 1998). Metode payback period secara matematis dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Payback period = Investasi Net Benefit x 1 tahun......(16) d) Analisis Break Event Point (BEP) Break event point merupakan suatu nilai di mana hasil penjualan output produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi break event point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi (Husnan S 1998). Selain itu BEP dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP dapat dihitung dengan persamaan matematis berikut : BEP ( Nilai Produksi ) = Biaya Tetap. 1 Biaya Variabel / Penerimaan.....(17) dimana : BEP ( Volume Produksi ) = TFC. P y AVC TFC = biaya tetap total (Rp) AVC = biaya variabel rata-rata (Rp per kg) P y = Harga komoditas (Rp per ekor)......(18)

42 2) Analisis Kriteria Investasi Analisis kriteria investasi penting dilakukan untuk mengetahui besar manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Indikator yang biasa digunakan untuk analisis kriteria investasi diantaranya adalah : a) Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang akan didapatkan pada masa yang akan datang. NPV ini pada dasarnya merupakan kombinasi pengertian present value penerimaan dengan present value pengeluaran (Husnan S 1998). Secara matematis NPV dinyatakan dengan rumus : t NPV = = 10 Bt Ct t = (1 + i t 0 ) (19) Dengan kriteria usaha sebagai berikut : - NPV < 0, usaha tidak layak - NPV = 0, Usaha tersebut memberikan hasil yang sama dengan modal yang digunakan (impas) - NPV > 0, Usaha layak untuk dijalankan karena akan menghasilkan keuntungan. dimana : - B t : Manfaat unit usaha pada tahun t (Rp) - C t : Biaya usaha pada tahun ke t (Rp) - i : Discount rate (%) - t : Umur proyek (10 tahun) b) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Secara matematis Net B/C dinyatakan dengan rumus : Net B t= 10 t= 0 / C = t= 10 t= 0 B C t t (1 + i) C B t (1 + i) t t t.( B t - C t ) > 0.( B t - C t ) < 0....(20)

43 Dengan kriteria usaha : - Net B/C < 1, berarti usaha tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan karena tidak layak dan lebih baik mencari alternatif usaha lain yang lebih menguntungkan. - Net B/C > 1, berarti usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan, sehingga usaha ini dapat dilaksanakan. dimana : - B t : Benefit sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) - C t : Biaya sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) - t : Umur proyek (10 tahun) - i : Discount rate (%) c) Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Secara matematis IRR dinyatakan dengan rumus : IRR = i + NPV ( i i )......(21) NPV NPV Dengan kriteria usaha : - IRR i (discount rate), berarti usaha dapat dilaksanakan. - IRR < i (discount rate), berarti usaha lebih baik tidak dilaksanakan. dimana : - i = discount rate yang menghasilkan NPV + (%) - i = discount rate yang menghasilkan NPV - (%) -NPV = NPV pada tingkat bunga i (Rp) -NPV = NPV pada tingkat bunga i (Rp) Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis. Pada usaha pendederan ikan lele dumbo, analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan harga benih. Benih merupakan faktor produksi utama, sehingga perubahannya akan sangat berpengaruh pada kelangsungan usaha. Pada penelitian ini, metode yang akan digunakan dalam analisis sensitivitas adalah metode switching value, yaitu mengubah

44 salah satu atau lebih nilai variabel yang dianggap paling sensitif sampai dengan usaha tidak layak untuk dijalankan. 4.5 Batasan dan Pengukuran a) Usaha pendederan ikan lele dumbo adalah pemeliharaan benih ikan lele dumbo yang hasilnya digunakan sebagai input dalam kegiatan pembesaran. b) Usaha yang dianalisis adalah usaha pendederan ikan lele dumbo tahap I. c) Variabel yang dijelaskan (output) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini adalah benih ikan lele dumbo ukuran 3-12 cm dengan satuan ekor per m 2. d) Variabel yang menjelaskan (input) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini terdiri atas jumlah benih, kapur, pupuk, pakan, TK 1, TK 2, dan TK 3. Variabel input ini dihitung per m 2. e) Benih lele dumbo merupakan benih yang digunakan dalam kegiatan pendederan dalam penelitian ini dengan satuan ekor per m 2. f) Kapur digunakan dalam masa persiapan kolam dengan satuan kilogram per m 2. g) Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang yang disebut postal dengan satuan kilogram per m 2. h) Selain pakan alami digunakan juga pakan tambahan berupa pelet dengan satuan kilogram per m 2. i) Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja pada saat persiapan(tk 1 ), tenaga kerja untuk pemeliharaan (TK 2 ), dan tenaga kerja pada saat panen (TK 3 ). Satuan yang digunakan adalah jam kerja per m 2. j) Efisiensi penggunaan input merupakan solusi layak terbaik yang memaksimumkan keuntungan dengan mengoptimalkan penggunaan faktor produksi per m 2. k) Analisis finansial adalah pemeriksaan keuangan sampai dimana keberhasilan yang telah dicapai. l) Analisis usaha adalah proses pemeriksaan keuangan untuk mengetahui manfaat usaha selama setahun.

45 m) Analisis kriteria investasi adalah analisis untuk mengetahui manfaat usaha selama umur proyek. n) Umur proyek dalam penelitian ini ditetapkan selama sepuluh tahun dan merupakan umur teknis terlama dari komponen investasi yang digunakan. o) Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak tergantung pada jumlah produksi per m 2 dan dinyatakan dalam rupiah p) Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya tergantung jumlah produksi per m 2 dan dinyatakan dalam satuan rupiah. q) Biaya total adalah semua biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk per m 2, termasuk biaya tetap dan biaya variabel. r) Nilai produksi merupakan perkalian antara produksi total per m 2 dengan harga per satuan produk dan dinyatakan dalam rupiah. s) Nilai penyusutan merupakan proses pembebanan biaya yang disebabkan oleh pemakaian suatu barang yang digunakan berdasarkan pada keuangan dan dinyatakan dalam satuan rupiah. t) Keuntungan merupakan selisih penerimaan total per m 2 dengan biaya total per m 2 dan dinyatakan dalam rupiah. u) R-C ratio adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total per m 2 dengan biayanya. v) Payback period adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi. w) Break event point adalah kondisi dimana usaha mengalami titik impas. x) Net present value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang didapatkan pada masa mendatang. y) Net Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. z) Internal Rate of Return adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol. aa) Analisis sensitivitas adalah tindakan menganalisis kembali untuk mengetahui sampai sejauh mana dapat diadakan penyesuaian sehubungan dengan adanya

46 perubahan harga baik harga input maupun output. Dalam penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan harga benih. 4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai dengan November 2007, berlokasi di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Objek penelitian adalah pembudidaya ikan lele dumbo yang melakukan usaha pendederan secara monokultur.

47 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kecamatan Ciseeng merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Di kecamatan ini salah satu jenis usaha yang banyak dilakukan oleh masyarakatnya adalah usaha pendederan ikan lele dumbo. Kegiatan usaha ini dilakukan di kolam kolam yang biasa disebut empang dengan memanfaatkan air yang bersumber dari anak Sungai Cisadane. Selain karena ketersediaan air yang melimpah, usaha pendederan ikan lele dumbo ini banyak dipilih karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha di bidang pertanian Letak dan Kondisi Umum Secara orbitrasi Kecamatan Ciseeng berjarak 30 km dari kantor kabupaten, 155 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 50 km dari Ibukota Negara Republik Indonesia. Kecamatan Ciseeng berada pada ketinggian 100 meter di atas permukaan laut dengan kisaran suhu 27 0 C 32 0 C dan memiliki curah hujan sebesar mm per tahun dengan jumlah hari hujan terbanyak selama 130 hari. Kecamatan Ciseeng memiliki luas wilayah hektar yang diantaranya terdiri atas tanah sawah seluas 840 hektar dan tanah basah seluas 359 hektar yang dijadikan kolam untuk usaha budidaya perikanan. Bentuk wilayah Kecamatan Ciseeng, 60% wilayah memiliki bentuk berombak sampai berbukit, 20% datar sampai dengan berombak, dan sisanya berbukit sampai bergunung. Batas wilayah Kecamatan Ciseeng diantaranya dengan Kecamatan Gunung Sindur di Utara, sebelah Selatan dengan Kecamatan Kemang, dengan kecamatan Rumpin di sebelah Barat, dan berbatasan dengan Kecamatan Parung di sebelah Timur. Kecamatan Ciseeng terdiri atas 10 desa dengan 34 dusun. Kesepuluh desa yang ada di Kecamatan Ciseeng yaitu Desa Babakan, Desa Putat Nutug, Desa Parigi Mekar, Desa Ciseeng, Desa Cihoe, Desa Kuripan, Desa Cibentang, Desa Cibentang Muara, Desa Cibentang Udik, dan Desa Karikil.

48 5.1.2 Kependudukan Jumlah penduduk di Kecamatan Ciseeng berdasarkan data monografi kecamatan tahun 2006 sebanyak orang yang terdiri atas orang laki-laki (50,8%) dan orang perempuan (49,2%), dengan jumlah kepala keluarga yang ada sebanyak KK. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Ciseeng adalah 21,79 jiwa per km 2. Berdasarkan kelompok umurnya, jumlah penduduk terbanyak berada pada kelompok umur tahun dengan jumlah (31,91%). Jumlah penduduk paling sedikit berada pada kelompok umur > 80 tahun dengan jumlah orang (3,8%). Mayoritas penduduk Kecamatan Ciseeng beragama islam yaitu sebanyak orang (99,28%). Data lengkap mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 No Kelompok Umur (th) Jumlah penduduk Persentase (%) , , , , , ,04 7 > ,80 Jumlah ,00 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dihitung besarnya rasio beban tanggungan di Kecamatan Ciseeng yaitu sebesar 1,33 yang artinya bahwa setiap 100 orang penduduk berusia produktif antara tahun harus menanggung 133 orang penduduk yang berada di luar usia produktif. Sex ratio antara laki-laki dan perempuan sebesar 1,03 yang artinya bahwa setiap 100 orang perempuan terdapat 103 orang lakilaki. Penduduk Kecamatan Ciseeng yang mampu menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun berjumlah orang atau setara 28,13%. Sementara itu sebanyak

49 6.779 orang (17,35%) tidak tamat SD, orang (35,66%) tamat SD, dan terdapat orang (3,57%) penduduk yang buta huruf. Data lengkap mengenai tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006 Jumlah Penduduk No Tingkat Pendidikan Orang Persentase (%) 1 Belum sekolah ,28 2 Tidak tamat SD ,35 3 Tamat SD/sederajat ,66 4 Tamat SLTP/sederajat ,93 5 Tamat SLTA/sederajat ,53 6 Tamat akademi/sederajat 497 1,27 7 Tamat perguruan tinggi 155 0,39 8 Buta huruf ,57 Jumlah ,00 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Kecamatan Ciseeng memiliki jumlah angkatan kerja sebanyak orang yang terdiri atas angkatan kerja laki-laki (54%) dan angkatan kerja perempuan (46%). Data lengkap mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006 No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Orang Persentase (%) 1 Petani ,94 2 Buruh tani ,49 3 Pengusaha 784 2,93 4 Pertukangan 315 1,18 5 Buruh 870 3,25 6 Pedagang ,89 7 Jasa ,32 8 Pegawai Negeri Sipil 521 1,95 9 TNI / POLRI 29 0,12 10 Pensiunan 148 0,55

50 11 Lain-lain ,38 Jumlah ,00 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Ciseeng bekerja di bidang jasa dan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja di sektor jasa sebanyak orang (30,32%), dan yang bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani mau pun buruh tani berjumlah orang (26,43%). Jumlah pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng sebanyak 388 orang, yang terdiri dari 355 orang pembudidaya pendederan dan 33 orang pembudidaya pembesaran. Ada pun penduduk lainnya, ada yang bekerja sebagai pedagang sebanyak orang (14,89%), 784 orang pengusaha (2,93%), 315 orang di bidang pertukangan (1,18%), 870 orang buruh (3,25%), 521 orang PNS (1,95%), TNI /POLRI sebanyak 29 orang (0,12%), 148 orang pensiunan (0,55%), dan sisanya dalam bidang lainnya sebanyak orang (18,38%) Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung yang amat penting terhadap keberhasilan suatu wilayah untuk berkembang. Tanpa adanya sarana dan prasarana pendukung yang memadai, maka perkembangan suatu daerah dapat terhambat. Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Ciseeng diantarannya sarana dan prasarana pemerintahan, pendidikan, ekonomi, ibadah, transportasi, komunikasi, kesehatan dan olahraga. Prasarana pemerintahan di Kecamatan Ciseeng terdiri atas sebuah kantor kecamatan dan 10 buah kantor desa, tiga instansi pemerintah (KUA, Sekolah Tinggi Sandi Negara, dan Balai Rehabilitasi Galih Pakuan), lima UPTD (UPTD Pendidikan, UPTD Puskesmas, UPTD Pengairan, UPTD Penyuluhan Pertanian dan Hutbun, dan UPTD Penyuluhan Peternakan dan Kesehatan Hewan) dan satu instansi BUMN yaitu PT Telkom.

51 Tabel 5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 No Prasarana Transportasi Panjang jalan (km) 1 Jalan Desa 96 2 Jalan kabupaten 28 3 Jalan tanah 84 4 Jembatan (buah) 13 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Untuk sarana dan prasarana transportasi yang amat penting bagi perkembangan suatu wilayah, Kecamatan Ciseeng memiliki jalan desa sepanjang 96 km, jalan kabupaten sepanjang 28 km dan jalan tanah sepanjang 84 km. Di Kecamatan Ciseeng ini lalu lintas seluruhnya dilakukan melalui jalan darat. Data lengkap mengenai sarana dan prasarana transportasi dapat dilihat pada Tabel 5. Sarana perekonomian yang berada di Kecamatan Ciseeng diantaranya ialah sebuah koperasi dan sebuah pasar dengan bangunan semi permanen. Untuk sarana pendidikan, Kecamatan Ciseeng memiliki 4 taman kanak-kanak (TK), 44 sekolah dasar (SD), 6 sekolah menengah pertama (SMP), dan 3 sekolah menengah atas (SMA). Data lengkap mengenai sarana dan prasarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng Tahun No Jenis Pendidikan Jumlah Gedung Guru Murid Rasio guru dan murid 1 TK ,67 2 SD atau sederajat ,72 3 SMP atau sederajat ,74 4 SMA atau sederajat ,11 5 Sekolah tinggi Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa untuk tingkat pendidikan TK rasio antara guru dan murid sudah cukup bagus yaitu sebesar 9,67 yang artinya satu orang guru harus menangani 10 orang murid. Tingkat sekolah dasar memiliki rasio antara guru dan murid yang kurang memadai karena satu orang guru harus menangani 52 orang

52 murid. Rasio antara guru dan murid untuk tingkat pendidikan SMP hingga SMA sudah cukup memadai yaitu 13,74 untuk tingkat SMP, dan 10,11 untuk tingkat SMA. Prasarana kesehatan terdiri atas dua buah puskesmas dan empat praktek dokter. Untuk prasarana ibadah, Kecamatan Ciseeng memiliki 70 buah mesjid dan 154 buah mushola untuk umat islam, selain itu terdapat dua buah gereja untuk umat kristen di kecamatan ini. Sarana dan prasarana komunikasi di Kecamatan Ciseeng terdiri atas tujuh buah telepon umum, dua pemancar radio, dan sebuah kantor telekomunikasi. 5.2 Gambaran Umum Pembudidaya Warga Kecamatan Ciseeng, khususnya warga Desa Babakan, hampir sebagian besar menggantungkan hidupnya pada usaha pendederan ikan lele dumbo. Usaha pendederan ikan lele dumbo ini umunya masih bersifat tradisional dan menjadi pekerjaan utama Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Warga Kecamatan Ciseeng yang melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo ini pada umunya merupakan warga yang memiliki lahan sendiri dan usaha budidaya biasanya dilakukan secara perorangan. Pembudidaya lebih memilih melakukan usaha secara perorangan daripada berkelompok, karena menganggap bahwa usaha secara perorangan lebih bebas dan tidak terikat, walau pun begitu ada juga pembudidaya yang memilih untuk membentuk kelompok usaha budidaya dan ini biasanya merupakan inisiatif dari pembudidaya sendiri. Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya menggunakan jenis kolam tanah dengan bentuk persegi panjang. Penggunaan kolam tanah karena kondisi tanah di Kecamatan Ciseeng umunya memiliki kemampuan menahan air dengan baik. Luas kolam budidaya biasanya disesuaikan dengan kondisi lahan dan keinginan dari pembudidaya. Rata - rata luas per satu kolam untuk usaha budidaya lele dumbo ini berkisar antara 250m 2 sampai dengan 1.000m 2. Selain kemampuan menahan air dengan baik, pembudidaya memilih menggunakan kolam tanah dibandingkan dengan kolam tembok, karena kolam tanah banyak ditumbuhi

53 plankton mau pun zooplankton yang menjadi makanan alami bagi benih ikan lele dumbo. Apabila dilihat dari segi biaya, penggunaan kolam tanah lebih hemat dalam biaya pembuatan kolam dibandingkan dengan kolam dengan konstruksi tembok. Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini pada umumnya merupakan kolam milik sendiri yang diperoleh dengan membelinya mau pun warisan dari orang tua. Selain milik sendiri ada juga pembudidaya yang menyewa lahan milik orang lain untuk dijadikan kolam usaha budidaya. Tarif sewa lahan yang berlaku di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata sebesar Rp100,00 per m 2 selama satu bulan. Luas kolam yang dimiliki oleh pembudidaya rata-rata seluas 4.426,67 m 2 dengan harga beli awal rata-rata adalah Rp31.166,67 per m Identitas Responden Pembudidaya Responden pembudidaya usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng rata-rata berusia 39 tahun dengan rentang usia pembudidaya antara 24 tahun sampai dengan 70 tahun. Responden pembudidaya memiliki pengalaman usaha rata-rata selama 12,7 tahun dengan rentang pengalaman antara 2 tahun sampai dengan 25 tahun. Hampir sebagian besar responden usaha pendederan ikan lele dumbo merupakan pekerjaan utama (93,33%) dan sisanya (6,67%) usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebagai pekerjaan sampingan Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden pembudidaya yang mampu melaksanakan wajib belajar 9 tahun atau lulus SMP yang hanya berjumlah 12 orang (40%). Dari 12 orang ini yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA sebanyak 5 orang (16,67%), sebanyak 16 orang (53,33%) memiliki tingkat pendidikan setingkat SD, dan 2 orang (6,67%) tidak pernah sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan para pembudidaya ini tidak terlalu berpengaruh pada usaha budidaya yang dilakukan, hal ini karena dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini pendidikan formal tidak terlalu dibutuhkan.

54 Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa responden pembudidaya yang pernah mengikuti penyuluhan hanya berjumlah 7 orang (23,33%). Pembudidaya lainnya sebanyak 23 orang (76,67%) tidak pernah mengikuti penyuluhan. 5.3 Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dilakukan secara monokultur dengan sistem pengelolaan yang masih sederhana. Selain itu keterampilan pembudidaya masih terbatas, karena pengetahuan tentang teknik budidaya rata-rata diperoleh secara otodidak Kegiatan Budidaya Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan ikan lele dumbo ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan kolam, panen dan pemasaran. 1) Persiapan Kolam Persiapan kolam yang dilakukan pembudidaya rata-rata memakan waktu sekitar lima hari yang meliputi kegiatan perbaikan kolam, perbaikan pematang, pemupukan dan pengairan. Perbaikan kolam atau yang biasa disebut moles oleh para pembudidaya merupakan proses memperbaiki kondisi kolam sekaligus untuk membunuh bibit penyakit dan parasit yang ada di kolam (Gambar 4). Proses perbaikan kolam biasanya dilanjutkan dengan perbaikan pematang dan memakan waktu antara 5-8 jam per satu kolam. Selain perbaikan pematang, juga dilakukan proses pengapuran dan pemupukan. Pemberian kapur biasanya dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air terutama ph dan menghilangkan bibit penyakit. Sementara itu pemupukan dilakukan agar plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih subur..

55 Gambar 4. Proses Persiapan Kolam Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata-rata sekitar 0,02 kg per m 2. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang disebut postal dengan dosis rata-rata 0,36 kg per m 2. Kedua kegiatan ini dilakukan dengan cara tebar rata. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk kapur sebesar Rp8,63 per m 2, dan biaya rata-rata untuk pupuk sebesar Rp120,85 per m 2. Sementara jam kerja yang dibutuhkan rata-rata selama 0,01 jam per m 2 dengan upah rata-rata sebesar Rp4.980,13 per jam. Apabila kegiatan pengapuran dan pemupukan telah selesai dilakukan, kolam biasanya dibiarkan selama 1-2 hari baru kemudian diairi. Lamanya proses pengairan tergantung dari luas kolam dan banyaknya air yang masuk ke kolam. Kedalaman air kolam pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini biasanya berkisar antara 40cm 60cm Setelah proses pengairan selesai kolam biasanya didiamkan kembali selama 1-2 hari agar ditumbuhi plankton dan tumbuhan air yang akan menjadi pakan alami bagi benih ikan lele dumbo. 2) Penebaran Benih Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak ditumbuhi plankton (Gambar 5). Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil panen bukan untuk konsumsi. Harga benih lele dumbo untuk usaha pendederan ini

56 bervariasi, mulai dari Rp5,00 per ekor untuk benih berumur tujuh hari sampai dengan Rp40,00 per ekor untuk yang sudah berumur tiga puluh hari. Gambar 5. Kondisi Kolam Sebelum Penebaran Benih Pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat penebaran untuk benih ikan lele dumbo ini berkisar antara 30 ekor per m 2 sampai dengan 160 ekor per m 2, sementara padat penebaran yang ideal menurut teori untuk kegiatan pendederan adalah 100 ekor per m 2. Waktu penebaran benih biasanya dipilih pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stres pada benih. 3) Pemeliharaan Proses pemeliharaan pada usaha pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan pembudidaya di Kecamatan Ciseeng ini biasanya berlangsung selama hari. Selama masa pemeliharaan, kegiatan utama yang dilakukan pembudidaya adalah pemberian pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan biasanya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Proses pemberian pakan tambahan harus dilakukan secara teratur sebab benih lele memiliki kecenderungan untuk bersifat kanibal bila kekurangan makanan. Selama hari pertama, benih lele biasanya diberi pakan tambahan berupa postal yang terbuat dari kotoran ayam yang sekaligus berfungsi sebagai pupuk. Untuk selanjutnya pakan tambahan yang diberikan berupa kombinasi antara postal dengan

57 pelet. Selain itu selama masa pemeliharaan, pembudidaya juga melakukan kegiatan seperti pembersihan kolam dari hama serta mengontrol ketinggian air (Gambar 6). Ketinggian air ini perlu dijaga agar benih tidak perlu berenang terlalu jauh untuk mendapatkan makanan. Gambar 6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam 4) Panen Proses pemanenan biasanya dilakukan pada saat benih telah dipelihara selama hari dengan ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Ukuran benih lele dumbo hasil panen ini amat dipengaruhi oleh ukuran benih saat penebaran. Waktu panen biasanya dilakukan malam hari dengan pertimbangan cuaca dingin dan panen dapat selesai pada pagi hari. Pemilihan waktu panen pada malam hari ini juga bertujuan untuk menghindari stres pada benih yang dipanen. Proses pemanenan dimulai dengan pengeringan kolam. Pengeringan dilakukan dengan cara menutup saluran pemasukan air dan membuka saluran pengeluaran air. Pada saluran pengeluaran air ini dipasangi osom (sosog) yang fungsinya mencegah agar benih tidak ikut terbuang. Selama proses pengeringan, dibuat suatu kamalir di sekeliling kolam atau di tengah kolam dengan tujuan agar benih berenang menuju ke tempat yang masih mengandung air. Benih yang sudah terkumpul dalam kamalir kemudian diambil dengan menggunakan seser dan dipindahkan ke kolam yang sudah diberi hapa (Gambar 7). Sebelum dimasukkan ke dalam hapa, benih biasanya disortir terlebih dahulu sesuai dengan ukuran menggunakan bak saringan. Rata-rata produksi

58 yang dihasilkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebanyak 39 ekor per m 2 dengan survival rate sebesar 55,71%. Gambar 7. Proses Pemanenan 5) Pemasaran Proses pemasaran benih lele dumbo hasil pendederan yang dilakukan pembudidaya berbeda-beda. Ada pembudidaya yang menjual benih hasil panen secara keseluruhan tanpa proses penyortiran atau yang biasa disebut jual global, dan ada pembudidaya yang menyortir dulu benih hasil panennya sebelum dijual (Gambar 8). Gambar 8. Kegiatan Penyortiran Benih Benih lele hasil pendederan ini biasanya dijual per ekor dengan kisaran harga antara Rp45 sampai dengan Rp170. Harga jual benih lele biasanya merupakan hasil negosiasi antara pembudidaya dengan pembeli yang mengacu pada harga pasar.

59 Pemasaran ikan yang telah dipanen biasanya dijual langsung kepada tengkulak dan hanya beberapa pembudidaya yang melakukan penjualan langsung ke pembudidaya pembesaran mau pun pedagang pengumpul. Para tengkulak ini mengambil langsung dari kolam pembudidaya. Dari para tengkulak ini benih kemudian disalurkan kepada pedagang pengumpul mau pun langsung ke pembudidaya pembesaran Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Produksi merupakan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa. Faktor produksi yang digunakan dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam kegiatan usaha pendederan ikan lele dumbo ini meliputi luas kolam, jumlah benih, kapur, pupuk, pakan, dan tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini dibagi menjadi tiga, yaitu tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Faktor eksternal dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya adalah suhu, cuaca, dan musim. Dalam penelitian ini yang akan dibahas hanya faktor produksi internal, hal ini karena faktor produksi eksternal merupakan faktor produksi yang tidak dapat dikendalikan. Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata memilki luas 4.426,67m 2 dengan kisaran luas kolam antara 500,00m 2 sampai dengan ,00m 2. Luas kolam tersebut merupakan hasil penjumlahan dari keseluruhan luas kolam yang dimiliki pembudidaya. Jumlah benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini rata-rata sebanyak ekor per musim tanam, dengan rata-rata input sebanyak 71 ekor per m 2. Menurut Subandi M (2004) padat penebaran yang ideal untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebanyak 100 ekor per m 2, yang berarti bahwa padat penebaran yang dilakukan pembudidaya belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Data mengenai rata-rata penggunaan faktor produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo pada kondisi aktual di Kecamatan Ciseeng ini dapat dilihat pada Tabel 7.

60 Tabel 7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng Tahun Penggunaan Input Rata2 input No Keterangan per luas Minimum Maksimum Rata-rata lahan 1 Luas Kolam (m 2 ) 500, , ,67 1,00 2 Benih lele (ekor) , , ,00 71,00 3 Kapur (Kg) 7,00 750,00 85,48 0,02 4 Pupuk (Kg) 50, , ,36 5 Pakan (Kg) 20, ,00 514,13 0,12 6 TK 1 (Jam kerja) 8,00 140,00 56,30 0,01 7 TK 2 (Jam kerja) 30,00 360,00 127,30 0,03 8 TK 3 (Jam kerja) 8,00 210,00 58,20 0,01 9 Output (ekor) , , ,00 39,00 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Jumlah kapur yang digunakan oleh pembudidaya pada kondisi aktual rata-rata sebesar 85,48 kg. Jumlah kapur yang digunakan berkisar antara 7,00-750,00 Kg. Kisaran penggunaan kapur yang cukup besar ini karena para pembudidaya biasa menggunakan kapur sesuai kondisi lahan dan tidak memiliki standar penggunaan kapur yang tetap. Rata-rata penggunaan kapur per luas lahan yang digunakan sebesar 0,02 kg per m 2 lahan. Menurut Subandi M (2004) dosis penggunaan kapur yang ideal adalah sebesar gram per m 2, karena itulah dapat dilihat bahwa penggunaan kapur pada usaha pendederan lele dumbo ini belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Penggunaan pupuk pada usaha pendederan lele dumbo pada kondisi aktual berkisar antara 50, ,00 kg per musim tanam dengan rata-rata sebesar 1.580,00 kg per musim tanam. Harga pupuk rata-rata sebesar Rp 349,60 dengan rata-rata penggunaan sebesar 0,36 kg per m 2. Menurut Subandi M (2004), dosis ideal untuk penggunaan pupuk kandang adalah sebesar 700 gram per m 2, karena itulah dosis penggunaan pupuk pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Pakan yang digunakan pada usaha pendederan lele dumbo ini adalah pelet dengan jumlah pakan yang diberikan rata-rata sebesar 514,13 kg per musim tanam

61 dengan rata-rata jumlah pakan per luas lahan sebesar 0,12 kg per musim tanam. Pakan berupa pelet ini biasanya diberikan setelah benih berumur dua puluh hari di kolam pendederan. Pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini penggunaan tenaga kerja dibagi menjadi tiga yaitu, tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masingmasing pekerjaan adalah 56,30 jam untuk persiapan, 127,30 jam untuk pemeliharaan, dan 58,20 jam untuk panen. Upah rata-rata yang diberikan adalah sebesar Rp4.980,13 per jam untuk persiapan, Rp4.999,43 per jam untuk pemeliharaan, dan Rp5.252,63 per jam untuk panen. 5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel dependent (Y) dan variabel independent (X). Hasil pengamatan pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng memperlihatkan bahwa ada beberapa variabel yang diduga dapat mempengaruhi hasil panen atau output. Variabel tersebut adalah benih ikan lele dumbo (X 1 ), kapur (X 2 ), pupuk (X 3 ), pakan (X 4 ), TK 1 (X 5 ), TK 2 (X 6 ), dan TK 3 (X 7 ). Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pendederan ikan lele dumbo ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) diperoleh nilai koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Data hasil pendugaan koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Peubah Koefisien Regresi 1 Intercept 0, X 1 0,8866*** 3 X 2 0, X 3-0, X 4 0,0611** 6 X 5-0,1082

62 7 X 6 0, X 7 0,1722* Sumber : Data Primer Tahun 2007 Keterangan : R Square (R 2 ) = 0,8384 *** : Taraf kepercayaan 99% Adjusted R Square = 0,7869 ** : Taraf kepercayaan 90% Standar Error = 0,2017 * : Taraf kepercayaan 82% F hitung = 16,3019 Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 8, dapat dibuat persamaan linear sebagai berikut : Ln Y = 0, ,8866 ln X 1 + 0,0131 ln X 2-0,0211 ln X 3 +0,0611 ln X 4 0,1082 ln X 5 +0,0349 ln X 6 + 0,1722 ln X 7...(22) a) Kriteria Statistik Melalui analisis kriteria statistik terhadap hasil pendugaan fungsi produksi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh nilai R Square sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,7869 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,2017 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regrsi secara keseluruhan. Nilai F hitung yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar 16,3019 dan F tabel sebesar 2,53. Apabila nilai F hitung ini dibandingkan dengan nilai F tabel, maka dapat dilihat bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel yang berarti tolak H0, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa model fungsi produksi dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

63 Berdasarkan analisis metode kuadrat terkecil terhadap fungsi produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini diketahui bahwa input produksi yang memberikan pengaruh nyata adalah benih (X 1 ), Pakan (X 4 ), dan TK 3 (X 7 ). Untuk variabel X 1 nilai t hitung sebesar 7,9590 dan berpengaruh nyata terhadap output yang digunakan pada taraf kepercayaan 99%. Variabel X 4 memiliki t hitung sebesar 1,6879 dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 90 %, sementara variabel X 7 memiliki t hitung sebesar 1,3845 dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 82%. Variabel lainnya yaitu X 2, X 3, X 5, dan X 6 memberikan pengaruh nyata pada taraf kepercayaan dibawah 55%, sehingga dapat dikatakan pengaruhnya tidak nyata. b) Kriteria Ekonometrik Analisis kriteria ekonometrik dalam penelitian ini menggunakan software SPSS (Statistical Product and Service Solution). Suatu model regresi yang baik adalah model regresi yang memenuhi asumsi-asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Hasil dari analisis ekonometrik dengan menggunakan software SPSS ini menunjukkan hasil regresi yang sama dengan analisis menggunakan metode kuadrat terkecil. Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,787 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,20168 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regresi secara keseluruhan. Pada suatu model regresi, makin kecil nilai standar error akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependent. Dari uji ANOVA, diperoleh nilai F hitung sebesar 16,302 menunjukkan bahwa faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan karena lebih besar dari nilai F tabel yang sebesar 2,53.

64 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual 1.0 Dependent Variable: Output 0.8 Expected Cum Prob Observed Cum Prob Sumber : Data Primer Tahun 2007 Gambar 9. Grafik Normal P-P Plot of Regresion Asumsi normalitas pada suatu model regresi dipenuhi apabila nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). Dalam uji ekonometrik ini diperoleh grafik Normal P-P Plot of Regresion yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah asumsi normalitas dapat dipenuhi. Dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot of Regresion (Gambar 9), dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas, karena data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dalam uji ekonometrik ini akan diperoleh nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai toleransi yang menjadi indikator terjadinya multikolinearitas. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas bila mempunyai nilai VIF di sekitar angka satu dan nilai toleransi mendekati angka satu. Pada hasil pengujian dengan menggunakan SPSS ini diperoleh nilai VIF di sekitar satu pada variabel benih, kapur, pupuk, pakan dan TK 2. Variabel TK 1 memiliki nilai VIF sbesar 2,075 dan variabel TK 3 memiliki nilai VIF sebesar 2,582. Besarnya nilai VIF pada variabel TK 1 dan TK 3 ini mengindikasikan adanya problem multikolinearitas. Sementara itu, variabel yang memiliki Nilai toleransi mendekati angka satu adalah variabel benih, kapur, pupuk, pakan dan TK 2. Variabel TK 1 memiliki nilai toleransi 0,482 dan variabel TK 3 memiliki nilai toleransi 0,387. Besarnya nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,5 ini

65 mengindikasikan adanya multikolinearitas. Nilai VIF dan nilai toleransi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input No Keterangan Nilai VIF Nilai Toleransi 1 Jumlah benih (X 1 ) 1,441 0,694 2 Kapur (X 2 ) 1,632 0,613 3 Pupuk (X 3 ) 1,527 0,655 4 Pakan (X 4 ) 1,592 0,628 5 TK 1 (X 5 ) 2,075 0,482 6 TK 2 (X 6 ) 1,948 0,513 7 TK 3 (X 7 ) 2,582 0,387 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Pada analisis fungsi produksi dengan menggunakan model Cobb Douglas, multikolinearitas merupakan masalah yang sulit dihindarkan. Masalah multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabelvariabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi. Multikolinearitas yang terjadi pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut multikolinearitas tidak sempurna. Heteroskedastisitas dalam suatu model regresi terjadi bila terdapat ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Deteksi terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah terdapat pola tertentu pada hasil scatterplot. Dari grafik scatterplot pada Gambar 10, terlihat titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian tentang usaha pendederan ikan lele dumbo ini tidak mengindikasikan adanya problem heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan untuk analisis pendugaan fungsi produksi.

66 Scatterplot Dependent Variable: Output 4.50 Output Regression Standardized Residual 2 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Gambar 10. Grafik Scatterplot Nilai Durbin-Watson pada hasil analisis ekonometrik sebesar 1,571 menunjukkan tidak adanya autokorelasi. Suatu model regresi dikatakan bebas dari problem autokorelasi apabila memiliki nilai Durbin-Watson diantara -2 sampai dengan +2. Apabila suatu model regresi memilki nilai Durbin-Watson dibawah -2 berarti memiliki problem autokorelasi positif, dan bila memiliki nilai Durbin-Watson diatas +2 berarti memilki problem autokorelasi negatif. Autokorelasi ini biasa terjadi akibat tidak dimasukkannya variabel penting dalam model atau karena data tidak linear. Bila suatu model regresi memiliki masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan menjadi tidak layak untuk dipakai. c) Kriteria Ekonomi Kriteria ekonomi diperlukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu fungsi produksi layak dilakukan, apabila dilihat dari segi ekonomi. Secara apriori teori ekonomi, tanda yang diharapkan dalam penggunaan suatu input produksi adalah positif. Tanda positif dalam penggunaan input produksi menunjukkan bahwa input masih dapat ditambah untuk meningkatkan output. Berdasarkan analisis kuadrat terkecil pada Tabel 8 dan persamaan (21), menunjukkan tanda koefisien dari variabel

67 X 1 (Benih), variabel X 2 (Kapur), variabel X 4 (Pakan), variabel X 6 (TK 2 ), dan variabel X 7 (TK 3 ) adalah positif. Hal ini berarti bahwa apabila variabel X 1, X 2, X 4, X 6, dan X 7 dinaikkan, maka output yang dihasilkan akan meningkat sesuai dengan besar koefisien yang dimilikinya. Variabel lainnya, yaitu variabel X 3 dan X 5 memiliki koefisien yang negatif yang artinya apabila penggunaan variabel ini ditingkatkan justru akan mengurangi output yang dihasilkan sesuai besar koefisien yang dimiliki. Berdasarkan uji statistik, ekonometrik, dan ekonomi, maka persamaan (22) ditransformasikan ke bentuk model fungsi produksi yang diharapkan sesuai dengan asumsi bahwa variabel yang tidak nyata dan memiliki koefisien negatif dianggap tetap (given). Dengan demikian maka persamaan (22) dapat ditransformasikan menjadi persamaan : atau : LnY = 0, ,8866 ln X 1 + 0,0131 ln X 2 + 0,0611 ln X 4 + 0,0349 ln X 6 +0,1722 ln X (23) Y = 2,6464. X 1 0,8866. X 2 0,0131. X 4 0,0611. X 6 0,0349. X 7 0, (24) 1) Elastisitas Produksi Elastisitas produksi adalah nilai yang menunjukkan persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Nilai elastisitas pada variabel X 1 (benih) sebesar 0,8866 yang artinya apabila jumlah benih ditambah sebesar satu satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap (ceteris paribus), maka output akan bertambah sebesar 0,8866 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X 2 (kapur) adalah sebesar 0,0131 yang artinya apabila jumlah kapur ditambah satu satuan dengan asumsi input lain dianggap tetap, maka output akan meningkat sebesar 0,0131 satuan. Variabel X 4 ( pakan) memiliki nilai elastisitas sebesar 0,0611 yang artinya peningkatan penggunaan pakan sebesar satu satuan dengan asumsi input lain tetap akan meningkatkan output sebesar 0,0611 satuan. Tenaga kerja yang diwakili oleh variabel X 6 (TK 2 ) dan variabel X 7 (TK 3 ) memiliki nilai elastisitas masing-masing

68 sebesar 0,0349 dan 0,1722 yang artinya peningkatan penggunaan masing-masing input sebesar satu satuan dengan asumsi input lain tetap akan meningkatkan output sebesar 0,0349 dan 0,1722 satuan. 2) Skala Usaha (Return to Scale) Analisis Return to Scale ( RTS ) sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah kegiatan usaha berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Kondisi skala usaha ini dapat diketahui dengan cara menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng berada dalam kondisi increasing return to scale. Hal ini dapat dilihat dari hasil penjumlahan besaran elastisitas yang terdiri atas variabel X 1 (0,8866), X 2 (0,0131), X 4 (0,0611), X 6 (0,0349), dan X 7 (0,1722) yang hasilnya sebesar 1,1679. Kondisi increasing return to scale ini menunjukkan bahwa apabila kelima faktor produksi ditingkatkan secara proporsional sebesar satu satuan, maka output yang dihasilkan akan meningkat lebih dari satu satuan. 5.5 Analisis Efisiensi Penggunaan Input Berdasarkan persamaan (24), maka tingkat penggunaan input yang efisien dapat dicari dengan menggunakan rumus : atau NPM = b.y. P y X X i = b i * P y * Y...(25) P xi Penggunaan input produksi yang efisien pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan ouput yang optimal. Data secara lengkap mengenai hasil perhitungan untuk NPM, input dan output yang efisien serta rasio NPM dengan harga input pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 10.

69 Tabel 10. Nilai NPM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM dan P xi pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Keterangan bi Harga NPM NPM/Pxi Optimal Aktual 1 Output (ekor per m 2 ) 95,00 124,00 39,00 2 Benih (ekor per m 2 ) 0, ,30 46,26 2,40 170,00 71,00 3 Kapur (kg per m 2 ) 0, , ,74 3,52 0,07 0,02 4 Pakan (kg per m 2 ) 0, , ,03 0,45 0,05 0,12 5 TK2 (jam per m 2 ) 0, , ,38 0,90 0,02 0,03 6 TK3 (jam per m 2 ) 0, , ,37 9,27 0,12 0,01 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Berdasarkan Tabel 10, harga rata-rata untuk output adalah Rp95,00, harga ratarata untuk benih sebesar Rp19,30, kapur Rp714,20, pakan Rp4.141,10, TK 2 Rp4.999,43, dan harga rata-rata untuk TK 3 Rp5.252,63. Dari harga rata-rata input tersebut diperoleh nilai produk marjinal (NPM) untuk benih sebesar Rp46,26, nilai NPM untuk kapur sebesar Rp2.514,74, nilai NPM pakan Rp1.888,03, nilai NPM TK 2 Rp4.505,38, dan nilai NPM untuk TK 3 sebesar Rp48.702,37. Menurut Soekartawi (1994), penggunaan faktor produksi akan efisien apabila rasio antara NPM dan P xi sama dengan satu (NPM/P xi = 1). Apabila rasio ini lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor produksi (input) belum efisien dan masih dapat dilakukan penambahan. Apabila rasio ini kurang dari satu, maka penggunaan faktor produksi (input) sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Berdasarkan Tabel 10, diperoleh nilai rasio antara NPM dan P xi untuk benih sebesar 2,40, untuk kapur 3,52, dan nilai rasio NPM dan P xi untuk TK 3 sebesar 9,27. Dari nilai rasio ketiga variabel input yang nilainya lebih besar dari satu, maka penggunaan ketiga input ini belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Agar penggunaan input efisien dan dapat menghasilkan output yang optimal, maka penggunaan benih perlu ditambah jumlahnya dari 71 ekor per m 2 pada kondisi aktual menjadi 170 ekor per m 2 pada kondisi optimal. Penggunaan kapur dapat ditingkatkan dari 0,02 kg per m 2 menjadi 0,07 kg per m 2 dan untuk TK 3 dapat ditingkatkan dari 0,01 jam per m 2 menjadi 0,12 jam per m 2.

70 Variabel input yang lain, yaitu pakan dan TK 2 memilki nilai rasio NPM dan P xi masing-masing sebesar 0,45 untuk pakan dan 0,90 untuk TK 2. Nilai rasio antara NPM dan P xi kedua variabel input ini yang nilainya kurang dari satu menunjukkan bahwa penggunaannya sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Penggunaan pakan yang pada kondisi aktual sebesar 0,12 kg per m 2 dapat dikurangi menjadi 0,05 kg per m 2, dan untuk TK 2 dapat dikurangi dari 0,03 jam per m 2 menjadi 0,02 jam per m 2. Apabila efisiensi penggunaan input ini dilakukan, maka jumlah output yang dihasilkan akan bertambah dari 39 ekor per m 2 pada kondisi aktual menjadi 124 ekor per m 2 pada kondisi optimal. Pada kondisi aktual, usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini akan memberikan keuntungan sebesar Rp12.583,23 per m 2. Pada kondisi optimal, keuntungan yang diperoleh pembudidaya sebesar Rp70.871,17 per m 2 Modal tambahan yang harus dikeluarkan pembudidaya agar usaha yang dilakukan optimal sebesar Rp22.462,06 per m 2 atau sebesar Rp ,14 untuk luas lahan 4.426,67 m 2. Perbandingan biaya dan keuntungan pada kondisi aktual dan optimal dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11.Total Biaya, Total Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng per m 2 pada Kondisi Aktual dan Optimal. No Keterangan Aktual Optimal 1 Total biaya (Rp) , ,82 2 Total penerimaan (Rp) , ,00 3 Keuntungan (Rp) , ,17 4 Tambahan modal (Rp) ,06 Sumber : Data Primer Tahun Analisis Finansial Analisis finansial menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976) ialah suatu usaha yang dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan dari suatu proyek melalui pengujian. Analisis finansial pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini meliputi analisis usaha, analisis kriteria investasi, dan analisis sensitivitas.

71 5.6.1 Analisis Usaha Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu kesatuan dengan menggunakan sumberdaya sumberdaya yang dimiliki baik sebagian mau pun seluruhnya yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat di masa depan (Gittinger JP 1986). Analisis usaha pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini meliputi analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis Payback Period (PP), dan analisis Break Event Point (BEP). 1) Analisis Keuntungan Usaha Analisis keuntungan usaha digunakan untuk menghitung besarnya keuntungan yang diperoleh pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini. Pada analisis usaha pendederan ikan lele dumbo ini, biaya yang harus dikeluarkan pembudidaya dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Pada kondisi aktual, biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp ,87 dengan biaya variabel Rp ,70 Sementara itu pada kondisi optimal setelah dilakukan efisiensi terhadap penggunaan input, biaya tetap yang harus dikeluarkan sebesar Rp ,87 dengan biaya variabel sebesar Rp ,98. Pada kondisi aktual, total biaya yang dibutuhkan selama satu tahun sebesar Rp ,57 dengan total penerimaan sebesar Rp ,50. Pada kondisi aktual ini keuntungan yang diperoleh pembudidaya sebesar Rp ,93 untuk jangka waktu satu tahun. Dengan asumsi dalam satu tahun terdapat sepuluh musim tanam, maka keuntungan per musim tanam pada kondisi aktual ini sebesar Rp ,39. Pada kondisi optimal, total biaya usaha yang diperlukan sebesar Rp ,85 dengan total penerimaan sebesar Rp ,00. Pada kondisi optimal ini keuntungan yang diperoleh pembudidaya sebesar Rp ,15 untuk jangka waktu satu tahun. Bila diasumsikan dalam satu tahun terdapat sepuluh musim tanam, maka pada kondisi optimal ini keuntungan yang diperoleh

72 pembudidaya sebesar Rp ,41 per musim tanam. Hasil analisis keuntungan usaha secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Biaya Usaha dan Penerimaan Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67 m 2 Tahun 2007 Keterangan Kondisi Aktual Kondisi Optimal Biaya tetap Penyusutan , ,42 PBB , ,63 Pemeliharaan , ,50 Ember , ,32 Seser , ,00 Sewa kolam , ,00 Total Biaya Tetap , ,87 Biaya variabel Benih Ikan Lele , ,08 Kapur , ,32 Pupuk , ,32 Pakan , ,87 TK1 (Persiapan) , ,79 TK2 (Pemeliharaan) , ,14 TK3 (Panen) , ,46 Total Biaya Variabel , ,98 Total Biaya , ,85 Penerimaan Penjualan Benih , ,00 Total Penerimaan , ,00 Keuntungan , ,15 Sumber : Data Primer Tahun ) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Pada penelitian ini diketahui bahwa pada kondisi aktual, nilai R-C sebesar 1,51 yang artinya bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp1,51. Pada kondisi optimal, nilai R-C yang diperoleh sebesar 2,51 yang artinya bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan pada usaha pendederan lele dumbo ini akan menghasilkan penerimaan sebesar

73 Rp2,51. Dari nilai R/C ratio pada kondisi aktual dan optimal yang lebih besar dari satu dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini menguntungkan dan masih dapat ditingkatkan. 3) Analisis Payback Period (PP) Analisis Payback Period ini bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat investasi yang ditanamkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini dapat kembali. Pada kondisi aktual diperoleh Payback Period selama 2,62 tahun yang artinya bahwa modal yang dikeluarkan untuk usaha ini dapat kembali dalam waktu 2,62 tahun. Pada kondisi optimal waktu pengembalian investasinya lebih cepat bila dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini dapat dilihat dari nilai Payback Period pada kondisi optimal sebesar 0,46 tahun, yang artinya bahwa modal yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha dapat kembali dalam waktu 5,52 bulan. 4) Analisis Break Event Point (BEP) Break event point merupakan suatu nilai di mana hasil penjualan output produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi break event point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi. Pada kondisi aktual nilai BEP produksi untuk usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng sebesar Rp ,33, artinya titik impas pada usaha lele dumbo ini terjadi pada saat nilai penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp ,33. Pada kondisi ini pembudidaya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menanggung kerugian. BEP volume pada kondisi aktual yang diperoleh sebesar ekor. Nilai BEP volume ini menunjukkan batas minimum volume penjualan agar pembudidaya tidak mengalami kerugian. Nilai BEP produksi pada kondisi optimal dimana telah dilakukan efisiensi terhadap input yang digunakan sebesar Rp ,50, ini artinya titik impas terjadi pada saat nilai penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan usaha sebesar Rp ,50. Nilai BEP pada kondisi optimal yang

74 menunjukkan batas minimum volume penjualan agar pembudidaya tidak mengalami kerugian adalah sebesar ekor Analisis Kriteria Investasi Kelayakan usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dapat diketahui melalui analisis terhadap kriteria investasi pada usaha tersebut. Beberapa kriteria investasi yang penting untuk dianalisis diantaranya adalah nilai Net Present Value (NPV), Net B/C, dan Internal Rate of Return (IRR). Analisis kriteria investasi yang dilakukan pada penelitian ini merupakan analisis kriteria investasi pada kondisi aktual dan optimal. Kondisi aktual dihitung dengan analisis tanpa proyek, sedangkan untuk kondisi optimal dihitung menggunakan analisis dengan proyek. Analisis kriteria investasi dilakukan dengan menggunakan cashflow dari usaha yang dilakukan. Dalam cashflow ini terdapat dua komponen penting yaitu arus kas masuk (inflow) dan arus kas keluar (outflow). Dari hasil penelitian diperoleh nilai arus kas masuk pada kondisi tanpa proyek sebesar Rp ,50 dan berasal dari penjualan output. Pada kondisi dengan proyek, arus kas masuk sebesar Rp yang berasal dari penjualan output dan pada tahun akhir proyek terdapat tambahan arus kas masuk sebesar Rp ,58 yang berasal dari nilai sisa. Penghitungan nilai sisa ini diperoleh dari nilai komponen investasi yang tidak terpakai habis selama umur proyek. Berdasarkan analisis usaha yang diperoleh, maka dalam analisis kriteria investasi ini akan digunakan tiga skenario analisis. Skenario satu yaitu pembudidaya menggunakan lahan milik sendiri. Pada skenario dua diasumsikan pembudidaya menggunakan lahan dengan cara menyewa dan pada skenario tiga selain menggunakan lahan sewa, pembudidaya juga memperoleh sebagian modalnya melalui pinjaman bank. Pada analisis kriteria investasi ini, arus kas keluar (outflow) terdiri dari biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi dihitung dari besarnya biaya yang dikeluarkan untuk barang-barang yang memiliki umur teknis minimal satu

75 tahun. Pada kondisi tanpa proyek, biaya investasi diperoleh dari biaya penyusutan dan sewa lahan. Dalam suatu analisis kriteria investasi, cashflow dibuat untuk mengetahui arus tambahan manfaat bersih sebagai akibat pengurangan biaya bersih tambahan selama umur proyek, yaitu dari kondisi aktual ke kondisi optimal dengan tambahan biaya operasional yang harus disediakan sebesar Rp ,14. Beberapa asumsi yang digunakan dalam menyusun cashflow dalam penelitian usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini diantaranya adalah : 1) Usaha dianalisis berdasarkan tiga skenario kondisi usaha, yaitu : a) Skenario pertama adalah usaha dijalankan dengan menggunakan lahan milik sendiri. b) Skenario kedua adalah usaha dijalankan dengan menggunakan lahan milik orang lain melalui mekanisme sewa. c) Skenario ketiga adalah usaha dijalankan dengan menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank. Pinjaman bank diberikan dalam bentuk kredit sebesar Rp ,00. Jangka waktu kredit sepuluh tahun dengan tingkat suku bunga 16% per tahun dan tingkat pengembalian tetap. 2) Dalam satu tahun terdiri atas sepuluh kali panen 3) Umur proyek selama 10 tahun yang didasarkan kepada umur teknis terlama dari komponen investasi yaitu konstruksi kolam. 4) Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 16% per tahun dan merupakan suku bunga pinjaman Bank Mandiri Kabupaten Bogor untuk usaha sektor perikanan. 5) Luas lahan yang dianalisis sebesar 4.426,67m 2 dan merupakan luas lahan rata-rata usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. a) Skenario 1 Analisis kriteria investasi pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan menggunakan skenario pertama, yaitu menggunakan lahan milik sendiri, diperoleh nilai NPV sebesar Rp ,46. Nilai NPV ini menunjukkan

76 besarnya manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek sepuluh tahun yang dihitung saat ini dengan discount rate 16% per tahun. Tabel 13. Kriteria Investasi pada Skenario 1 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Kriteria Investasi Jumlah 1 Net Present Value (Rp) ,46 2 Net B/C 6,48 3 Internal Rate of Return (%) 99,13 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Berdasarkan pada Tabel 13, nilai Net B/C pada skenario pertama sebesar 6,48. Nilai Net B/C ini dapat diartikan bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp6,48 selama sepuluh tahun umur proyek dengan discount rate 16%. Nilai Internal Rate of Return (IRR) pada skenario pertama ini sebesar 99,13%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pendederan lele dumbo dengan lahan milik sendiri ini memberikan manfaat bersih internal sebesar 99,13% per tahun dari investasi yang ditanamkan selama sepuluh tahun umur proyek Analisis kriteria investasi untuk skenario pertama ini diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net B/C lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Hasil analisis kriteria investasi ini menunjukkan bahwa usaha pendederan lele dumbo dengan menggunakan lahan milik sendiri layak untuk dijalankan. b) Skenario 2 Pada skenario kedua ini diasumsikan bahwa lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha pendederan lele dumbo ini merupakan lahan sewa. Harga sewa lahan di Kecamatan Ciseeng rata-rata sebesar Rp100,00 per m 2 selama satu bulan. Dari hasil analisis kriteria investasi dengan skenario lahan sewa ini diperoleh nilai NPV Rp ,75. Nilai NPV ini menunjukkan besarnya manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek sepuluh tahun yang dihitung saat ini dengan discount rate 16% per tahun.

77 Tabel 14. Kriteria Investasi pada Skenario 2 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Kriteria Investasi Jumlah 1 Net Present Value (Rp) ,75 2 Net B/C 14,00 3 Internal Rate of Return (%) 238,40 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Berdasarkan pada Tabel 14, nilai Net B/C pada analisis kriteria investasi dengan skenario lahan sewa ini sebesar 14,00 Nilai Net B/C ini dapat diartikan bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan lele dumbo ini akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp14,00 selama sepuluh tahun umur proyek dengan discount rate 16%. Dari hasil perbandingan keuntungan dengan biaya ini terlihat bahwa pada skenario kedua ini manfaat yang diperoleh lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan lahan milik sendiri. Nilai Internal Rate of Return (IRR) pada skenario kedua ini sebesar 238,40%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo dengan lahan sewa ini memberikan manfaat bersih internal sebesar 238,40% per tahun dari investasi yang ditanamkan selama sepuluh tahun umur proyek. Analisis kriteria investasi untuk skenario kedua ini diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net B/C lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Hasil analisis kriteria investasi ini menunjukkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo dengan menggunakan lahan sewa layak untuk dijalankan dan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan lahan milik sendiri. c) Skenario 3 Pada skenario ketiga ini diasumsikan bahwa lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha pendederan lele dumbo ini merupakan lahan sewa dan sebagian modal usaha berasal dari pinjaman bank. Pinjaman yang digunakan berasal dari Bank berupa kredit sebesar Rp ,00 dengan cicilan (pokok dan bunga) tetap selama jangka waktu sepuluh tahun dengan tingkat suku bunga pinjaman 16% per tahun. Dari hasil analisis kriteria investasi dengan skenario lahan sewa dan pinjaman ini

78 diperoleh nilai NPV sebesar Rp ,75. Nilai NPV ini menunjukkan besarnya manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek sepuluh tahun yang dihitung saat ini dengan discount rate 16% per tahun. Tabel 15. Kriteria Investasi pada Skenario 3 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Kriteria Investasi Jumlah 1 Net Present Value (Rp) ,75 2 Net B/C 34,23 3 Internal Rate of Return (%) 603,00 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Berdasarkan pada Tabel 15, nilai Net B/C pada analisis kriteria investasi dengan skenario lahan sewa dan pinjaman ini sebesar 34,23. Nilai Net B/C ini dapat diartikan bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp34,23 selama sepuluh tahun umur proyek dengan discount rate 16%. Dari hasil perbandingan keuntungan dengan biaya ini terlihat bahwa pada skenario ketiga ini manfaat yang diperoleh lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan lahan milik sendiri pada skenario pertama dan lahan sewa tetapi modal milik sendiri pada skenario kedua. Nilai Internal Rate of Return (IRR) pada skenario ketiga ini sebesar 603,00%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pendederan lele dumbo dengan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank ini memberikan manfaat bersih internal sebesar 603,00% per tahun dari investasi yang ditanamkan selama sepuluh tahun umur proyek. Analisis kriteria investasi pada skenario ketiga ini diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net B/C lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Hasil analisis kriteria investasi ini menunjukkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo dengan menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank (skenario ketiga) layak untuk dijalankan dan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan skenario pertama dan skenario kedua.

79 Dari hasil analisis kriteria investasi pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan menggunakan tiga skenario ini menunjukkan bahwa usaha pada skenario ketiga memberikan manfaat terbesar. Pada skenario ketiga ini diperoleh nilai NPV, Net B/C, dan IRR terbesar. Pada kondisi sebenarnya, analisis kriteria investasi dengan skenario ketiga paling layak untuk dilaksanakan. Hal ini karena pada kondisi sebenarnya, yang menjadi hambatan pembudidaya melakukan perluasan usaha adalah masalah permodalan, karena itu skenario usaha dengan menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank layak untuk dilaksanakan Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan biaya terhadap kriteria investasi. Pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini, analisis sensitivitas akan dilakukan dengan menggunakan metode switching value. Dalam analisis sensitivitas dengan menggunakan metode switching value ini, harga benih akan dinaikkan sedikit demi sedikit hingga nilai NPV negatif yang berarti usaha sudah tidak menguntungkan lagi. Harga benih dipilih sebagai komponen yang dinaikkan dalam melakukan analisis sensitivitas dengan metode switching value ini, karena harga benih merupakan faktor produksi yang paling besar biayanya dan amat penting untuk kelangsungan usaha. Analisis sensitivitas pada skenario pertama menunjukkan bahwa kenaikan harga benih sebesar 157,55% baru akan menyebabkan nilai NPV menjadi negatif dan usaha tidak lagi memberikan keuntungan. Pada skenario pertama ini harga benih dinaikkan dari Rp19,30 per ekor menjadi Rp49,70 yang menyebabkan nilai NPV menjadi sebesar (Rp17.461,49). Nilai Net B/C pada analisis sensitivitas pada skenario pertama sebesar 1,00, artinya setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan lele dumbo ini tidak akan menghasilkan manfaat. Nilai Net B/C ini menunjukkan bahwa kenaikan harga benih sebesar 157,55% akan menurunkan manfaat bersih proyek sebesar Rp5,48 dari setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan.

80 Nilai IRR setelah terjadi kenaikan harga benih sebesar 157,55% menjadi 0,00%, hal ini berarti usaha pendederan lele dumbo tidak lagi memberikan manfaat. Kondisi usaha pada skenario pertama setelah dilakukan analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 1 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 157,55% No Setelah Kenaikan Kriteria Sebelum Kenaikan Harga Benih Investasi Harga Benih 157,55% Perubahan 1 NPV (Rp) ,46 (17.461,49) ,95 2 Net B/C 6,48 1,00 5,48 3 IRR (%) 99,13 0,00 99,13 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Analisis sensitivitas pada skenario kedua menunjukkan bahwa NPV akan bernilai negatif bila kenaikan harga benih mencapai 167,41% dari Rp19,30 per ekor menjadi Rp51,61. Pada kondisi ini nilai NPV mengalami perubahan sebesar Rp ,96 menjadi (Rp5.350,21). Nilai Net B/C pasca kenaikan harga benih menjadi 1,00 yang artinya setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini tidak menghasilkan manfaat. Nilai Net B/C ini menunjukkan bahwa kenaikan harga benih sebesar 167,41% akan menurunkan manfaat bersih proyek sebesar Rp13,00 dari setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan. Nilai IRR setelah terjadi kenaikan harga benih sebesar 167,41% menjadi 0,00%, hal ini berarti usaha pendederan lele dumbo tidak lagi memberikan manfaat. Kondisi usaha secara lengkap setelah dilakukan analisis sensitivitas pada skenario kedua dapat dilihat pada Tabel 17.

81 Tabel 17.Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 2 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41% No Kriteria Investasi Sebelum Kenaikan Harga Benih Setelah Kenaikan Harga Benih 167,41% Perubahan 1 NPV (Rp) ,75 (5.350,21) ,96 2 Net B/C 14,00 1,00 13,00 3 IRR (%) 238,40 0,00 238,40 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Pada skenario ketiga, analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan harga benih sebesar 167,41% dari Rp19,30 per ekor menjadi sebesar Rp51,61. Kondisi usaha setelah dilakukan analisis sensitivitas ini memiliki nilai NPV sebesar (Rp5.350,21) yang berarti mengalami perubahan sebesar Rp ,96 dari nilai semula yang sebesar Rp ,75. Nilai NPV yang lebih kecil dari nol ini menunjukkan bahwa usaha tidak layak lagi untuk dijalankan. Tabel 18. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 3 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41% No Setelah Kenaikan Kriteria Sebelum Kenaikan Harga Benih Investasi Harga Benih 167,41% Perubahan 1 NPV (Rp) ,75 (5.350,21) ,96 2 Net B/C 34,23 1,00 33,23 3 IRR (%) 603,00 0,00 603,00 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Berdasarkan pada Tabel 18, nilai Net B/C pasca kenaikan harga benih mengalami perubahan sebesar 33,23. Nilai Net B/C sebelum dilakukan analisis sensitivitas adalah sebesar 34,23 dan berubah menjadi 1,00 setelah terjadi kenaikan harga benih sebesar 167,41%. Nilai Net B/C sebesar 1,00 ini berarti bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini tidak memberikan manfaat. Nilai IRR setelah terjadi kenaikan harga benih sebesar 167,41% menjadi 0,00%, hal ini berarti usaha pendederan ikan lele dumbo tidak lagi memberikan manfaat.

82 Dari hasil analisis sensitivitas yang dilakukan dengan menaikkan harga benih menggunakan metode switching value pada analisis kriteria investasi, diperoleh hasil bahwa usaha pendederan lele dumbo ini cukup tahan terhadap perubahan harga. Pada analisis sensitivitas yang dilakukan pada ketiga skenario usaha, diperoleh persentase kenaikan harga benih terbesar pada skenario kedua dan ketiga sebesar 167,41% yang mengakibatkan usaha tidak layak dijalankan. Hasil analisis sensitivitas pada skenario kedua dan ketiga menunjukkan bahwa pada kedua skenario ini, daya tahan usaha terhadap kenaikan harga benih sebagai komponen input terpenting sama, yaitu sebesar 167,41%. 5.7 Implikasi Pengembangan Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng masih dikelola secara tradisional. Hal ini dapat dilihat dari kondisi usahanya yang berada pada kondisi increasing return to scale. Hasil analisis efisiensi penggunaan input menunjukkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng belum optimal, sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan untuk dapat mendorong pengembangan usaha. Kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendorong pengembangan usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini diantaranya dengan melakukan penyuluhan dan bantuan permodalan kepada pembudidaya. Penyuluhan dilakukan agar pembudidaya dapat melakukan efisiensi penggunaan input sehingga keuntungan yang diperoleh maksimal. Dari hasil analisis finansial diketahui bahwa usaha yang dilakukan dengan skenario ketiga,yaitu menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman memberikan manfaat terbesar. Salah satu cara agar pembudidaya dapat melakukan usaha seperti pada skenario ketiga adalah dengan memberikan bantuan berupa modal usaha.

83 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dipengaruhi oleh beberapa variabel input. Variabel input yang memberikan pengaruh yang signifikan yaitu benih, kapur, pakan, TK 2 (pemeliharaan), dan TK 3 (panen). Variabel lainnya yaitu jumlah pupuk dan TK 1 (persiapan) dianggap sama dengan kondisi aktualnya. 2) Efisiensi penggunaan input untuk mendapatkan tingkat output yang optimal diperoleh pada tingkat penggunaan benih 170 ekor per m 2 lahan, kapur 0,07 kg per m 2, pakan 0,05 kg per m 2, TK 2 selama 0,02 jam kerja per m 2, dan TK 3 selama 0,12 jam kerja per m 2 lahan. 3) Efisiensi penggunaan input pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini akan meningkatkan pendapatan dari Rp12.583,23 per m 2 pada kondisi aktual menjadi sebesar Rp70.871,17 per m 2 pada kondisi optimal. Tambahan modal yang diperlukan agar kondisi usaha optimal sebesar Rp22.462,06 per m 2 atau sebesar Rp ,14 untuk luas lahan 4.426,67 m 2. 4) Pada kondisi aktual, usaha pendederan ikan lele dumbo ini memberikan pendapatan sebesar Rp ,93 per tahun, nilai R/C ratio sebesar 1,51 dan Payback Period 2,62 tahun. Break Event Point usaha ini tercapai pada saat produksi sebesar Rp ,33 dan volume penjualan sebesar ekor. 5) Pada kondisi optimal setelah dilakukan efisiensi terhadap penggunaan input, usaha pendederan ikan lele dumbo ini memberikan pendapatan sebesar Rp ,15 per tahun, nilai R/C ratio sebesar 2,51 dan Payback Period 5,52 bulan. Break Event Point usaha ini tercapai pada saat produksi sebesar Rp ,5 dan volume penjualan sebesar ekor. 6) Analisis kriteria investasi yang dilakukan dengan tiga skenario menunjukkan bahwa usaha dengan menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank sebesar Rp ,00 dengan tingkat suku bunga 16% mampu memberikan manfaat terbesar dengan nilai Net B/C sebesar 34,23 dan IRR sebesar

84 603,00%. Pada skenario pertama dengan menggunakan lahan milik sendiri, nilai Net B/C yang diperoleh sebesar 6,48 dengan IRR sebesar 99,13%. Usaha pada skenario kedua dengan menggunakan lahan sewa dan modal milik sendiri memberikan manfaat berupa nilai Net B/C sebesar 14,00 dan nilai IRR sebesar 238,40%. 7) Analisis sensitivitas dengan menggunakan metode switching value dengan asumsi kenaikan harga benih menunjukkan bahwa pada skenario pertama, usaha tidak layak dijalankan saat terjadi kenaikan harga benih sebesar 157,55%. Pada skenario kedua dan ketiga, usaha dinyatakan tidak layak saat kenaikan harga benih mencapai 167,41%. 8) Usaha pendederan ikan lele dumbo sangat layak untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis usaha dan kriteria investasi yang dilakukan. 6.2 Saran 1) Perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan input pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng agar hasil usaha yang diperoleh optimal. 2) Perlu adanya bantuan berupa permodalan dan penyuluhan agar para pembudidaya dapat meningkatkan kemampuannya dan melakukan perluasan usaha. Bantuan permodalan agar kondisi usaha dapat optimal sebesar Rp22.462,06 per m 2, sehingga tambahan modal yang diperlukan untuk luas lahan 4.426,67m 2 adalah Rp ,14.

85 DAFTAR PUSTAKA Ariyoto K Feasibility Studi. Jakarta : Mutiara Sumber Widya. Fauzi A Prinsip-prinsip Penelitian Sosial Ekonomi: Panduan Singkat. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gittinger JP Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Sutomo S dan K Mangiri, penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press). 579 hal. Terjemahan dari : Economic Analysis of Agriculture Project. Hernowo A dan R Suyanto Pembenihan dan Pembesaran Lele. Jakarta : Penebar Swadaya. 88 hlm. Husnan S Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan. Buku 1. Yogyakarta : BPFE. 459 hlm. Kadariah; L Karlina; dan C Gray Pengantar Evaluasi Proyek. Jilid 1. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nazir M Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Jakarta : Penebar Swadaya.83 hlm. Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta : Bina Cipta. Santoso S Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.390 hlm. Soekartawi Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb- Douglas. Jakarta: PT Raja Grafindo. 258 hlm Analisis Usaha Tani. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press). 110 hlm. Soeratno dan L Arsyad Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. 255 hlm. Subandi M Panduan Menghitung Biaya Usaha Lele Dumbo. Jakarta : Penebar Swadaya. 64 hlm.

86 Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.515 hlm. Tribun Timur Konsumsi Ikan Menjamin Sehat dan Cerdas. Desember 2007,11:30 WIB].

87 LAMPIRAN

88 Lampiran 1. Peta Kecamatan Ciseeng

89

90

91

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu, dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR ADY ERIADY WIBAWA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga April 2011, berlokasi di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada April sampai dengan Juli 2011 di Kawasan Sea Farming Pulau Panggang Kepulauan Seribu, Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN MASKOKI DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG, KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN MASKOKI DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG, KABUPATEN BOGOR i OPTIMALISASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN MASKOKI DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG, KABUPATEN BOGOR NOVRA LETA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

I. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. bertujuan untuk pemenuhan ketersediaan ikan melalui proses budidaya. Selain itu,

I. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. bertujuan untuk pemenuhan ketersediaan ikan melalui proses budidaya. Selain itu, I. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan pustaka 1. Kelompok usaha perikanan Usaha perikanan merupakan salah bentuk dari upaya pelestarian ikan, yang bertujuan untuk pemenuhan ketersediaan ikan melalui

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM.

ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM. ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM. 09104830090 ABSTRAK Dari luas perairan umum 8.719 hektar memiliki potensi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta Jawa Barat, dengan waktu pelaksanaan pengumpulan data pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 311 STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Muhammad Alhajj Dzulfikri Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Perikanan merupakan salah satu

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap.

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap. 7 II. LANDASAN TEORI 1. Konsep Pendapatan Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai. Pendapatan tunai merupakan ukuran kemampuan usaha dalam menghasilkan uang tunai.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian survai dan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini akan dijadikan instrumen pengambilan data primer yang berisi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGIPENELITIAN Metode Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu

III. METODOLOGIPENELITIAN Metode Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu III. METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung di lapangan. Pengumpulan data atau informasi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa

IV. METODE PENELITIAN. pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi kasus penelitian ini dilakukan pada perusahaan perikanan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. 24 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk memperoleh data dan melaksanakan analisis yang terkait dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk memperoleh data dan melaksanakan analisis yang terkait dengan tujuan 54 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional adalah mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melaksanakan analisis yang terkait

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tembakau merupakan bahan baku utama pada industri rokok. Usahatani

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tembakau merupakan bahan baku utama pada industri rokok. Usahatani 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usahatani tembakau dinilai memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena komoditas tembakau merupakan bahan baku utama pada industri rokok. Usahatani tembakau

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di UPR Citomi Desa Tanggulun Barat Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori. Prodviksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output.

II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori. Prodviksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori Prodviksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi bisa dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istlah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian yang

METODE PENELITIAN. memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian yang 56 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan. ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun.

III. METODE PENELITIAN. Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan. ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun. 20 III. METODE PENELITIAN A. Batasan Operasional dan Jenis data 1. Batasan Operasional Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan datang berdasarkan data yang ada dengan menggunakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Kegiatan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan. penjemuran jaring, pencucian ikan, pemanenan, dan pemasaran.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Kegiatan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan. penjemuran jaring, pencucian ikan, pemanenan, dan pemasaran. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kegiatan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Kegiatan usaha budidaya ikan kerapu macan meliputi pemilihan lokasi budidaya, pemasangan wadah pemeliharaan, penebaran bibit, pemberian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. merupakan studi kasus yang dilaksanakan di peternakan sapi potong PT. Andini

IV. METODE PENELITIAN. merupakan studi kasus yang dilaksanakan di peternakan sapi potong PT. Andini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini mencoba mengkaji mengenai keadaan umum suatu usaha penggemukan sapi potong, tingkat keuntungan dan efisiensi produksinya, serta upaya keberlanjutan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi Cobb Douglas. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2013 sampai dengan Juni 2013 di Kecamatan Pasekan Kabupaten Indramayu (Lampiran 1), Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Kecil Menengah (UKM) pengolahan pupuk kompos padat di Jatikuwung Innovation Center, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial 1. Mengidentifikasi potensi dan peran budidaya perairan 2. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive method), yaitu di Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik. Alasan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR PADA HERU FISH FARM DESA KOTA BATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR PADA HERU FISH FARM DESA KOTA BATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT OPTIMALISASI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR PADA HERU FISH FARM DESA KOTA BATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT SUSI PUZI ASTUTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci