BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 AHP (Analytical Hierarchy Process) Metode AHP dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharston Business School (1993). Prinsip kerjanya adalah dengan menguraikan masalah multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki yang melakukan pengukuran untuk menemukan skala rasio perbandingan berpasangan, baik untuk data diskrit maupun kontinu. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan ranking atau tingkatan (hierarchy) dari berbagai alternative yang tersedia sehingga dapat mengarahkan pengambil keputusan untuk memilih alternative terbaik berdasarkan preferensi dan pertimbangannya. Thomas Lorie Saaty (1993), mendefenisikan : Hirarki adalah suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk tingkatan tertentu sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

2 Keunggulan yang dimiliki oleh metode AHP dalam memecahkan masalah pengambilan keputusan yang kompleks dengan tingkatan kriteria yang lebih banyak dan beragam,adalah : a. AHP akan mengurutkan setiap alternatif yang tersedia dalam sebuah struktur hirarki yang lengkap, selanjutnya mengarah kepada konsekuesi dari kriteria yang akan dipilih (alternatif terbaik) b. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. c. Memperhitungkan output dari setiap alternatif keputusan yang akan diambil, sehingga dapat member gambaran yang jelas tentang alternatif terbaik yang akan diarahkan pada sebuah keputusan. Terdapat 4 landasan aksiomatik yang terkandung dalam metode dasar AHP, yaitu: 1. Reciprocal Comparison artinya pengambilan keputusan harus dapat memuat matriks perbandingan berpasangan dan menyatakan preferensinya yang harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x. 2. Homogenity artinya Setiap elemenyang dibandingkanharus merupakan dalam rumpun yang sama untuk dapat menghasilkan preferensi yang sesuai. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka elemen- elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru. 3. Independence artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya. 4. Expectation artinya untuk tujuan pengambil keputusan. Struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objectif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

3 2.2 Prinsip Dasar AHP (Analytical Hierarchy Process) Dalam penggunaan AHP untuk menyelesaikan multi-criteria decision making, ada beberapa prinsip yang harus dipahami,yakni : 1. Decomposition Adalah membagi problema yang utuh menjadi unsur-unsur dalam bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur tersebut saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan.struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki (tingkatan) keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan / terhubung terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete, terdapat satu atau lebih elemen yang tidak memiliki hubungan dengan elemen di tingkat berikutnya. Atau dapat diilustrasikan dalam gambar berikut : PILIHAN PRIORITAS KRITERIA 1 KRITERIA 2 KRITERIA 3 METODE 1 METODE 2 METODE 3 METODE 4 METODE 5 Gambar 2.1.Complete hierarchy

4 2. Comparative judgment Comparative Judgment dilakukan dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutaan prioritas dari elemen-elemenya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Menurut Saaty, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (erxtreme importance). Pengisian nilai tabel perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan melihat tingkat kepentingan antar satu elemen dengan elemen yang lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari perbandingan kriteria misalnya A1, A2 dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2.1 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2 A3 A1 1 A2 A3 A1 A1 A2 A3 A1 A2 1 A3 A2 A1 A2 A3 A3 1 Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 yang dapat dilihat pada Tabel Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya.

5 3. Pengujian konsistensi dilakukan terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hirarki. 4. Konsistensi perbandingan ditinjau dari matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada dalam batas-batas preferensi yang logis. 5. Setelah melakukan perhitungan bobot elemen, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi matriks. Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan tabel Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.2Random Index Urutan Matriks (RI) Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas) Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (Pairwise Comparisons).Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika. 4. Logical Consistency (Konsistensi Logis) Konsistensi memiliki dua makna, pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

6 2.3 Penggunaan Metode AHP Terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode AHP, antara lain (Suryadi & Ramdhani 1998): 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Tahap ini ialah untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada, selanjutnya dicoba untuk menentukan solusi untuk masalah tersebut yang mungkin saja solusi dari masalah tersebut berjumlah lebih dari satu.solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan). 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkankontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan penilaian dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menghitung nilai lamda max dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 5. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 6. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mengurutkan penilaian dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 7. Memeriksa konsistensi hirarki.

7 Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi.konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %.Jika nilai lebih dari 10% (persen) atau 0,1 maka penilaian data harus diperbaiki. 2.4 Penyusunan Prioritas Penentuan susunan prioritas elemen dilakukan dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki yang kemudian perbandingan tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2,...,An) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain A1 dan Aj dipresentasikan dalam matriks perbandingan berpasangan seperti berikut : Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2... An A1 a11 a12... a1n A2 a21 a An a2n... amn Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran yang mampu mencerminkan perbedaan antara faktor satu dengan faktor

8 lainnya.thomas Lorie Saaty (1987), Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya digunakan skala 1 sampai 9 yang dimana bobot 1 sampai 9 tersebut diperoleh seperti terlihat pada tabel berikut : Intensitas Kepentingan Tabel 2.4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya. 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya. 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen yang lainnya. 9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen yang lainnya. 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan. Kebalikan Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i. Model AHP didasarkan pada matriks perbandingan berpasangan, dimana elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan penilaian dari pengambil keputusan. Seorang pengambil keputusanakan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap tingkatan hirarkidari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan. Berikut ini contoh suatu matriks perbandingan berpasangan pada suatu tingkatan hirarki: A = [ A B A 1 7 B 1/7 1 C 1/3 7 D 1/5 5 C 3 1/7 1 3 D 5 1/5 1/3 1 ]

9 Baris 1 Kolom 2: jika A dibandingkan dengan B, maka B lebih penting/disukai/dimungkinkan daripada A yaitu sebesar 7, artinya : B lebih mutlak penting daripada A, dan seterusnya. Angka 7 bukan berarti bahwa Btujuhkali lebih besar dari A, tetapi B lebih mutlak penting dibandingkan A. 2.5 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Sebelum kita membahas tentang nilai eigen dan vector eigen, terlebih dahulu kita bahas mengenai matriks, operasi matriks dan komponen-komponennya. 1. Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka angka (elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehinggu berbentuk persegi panjang, yang dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom-kolom dan baris-baris. Sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks,variabel variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dankolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m n dan matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skalar skalarnya berada dibaris ke-i dan n kolom ke-j yang disebut (ij)matriks entri. a 11 a 12 a 1j a 1n a 21 a 22 a 2j a 2n a 31 a 32 a 3j a 3n A = a i1 a i2 a ij a in = (a ij ) [ a m1 a m2 a mj a mn]

10 2. Perkalian Matriks Perkalian matriks dilakukandengan cara : elemen-elemen tiap baris dikalikan dengan tiap kolom, lalu dijumlahkan pada baris yang sama m c ij = a ik b kj k=1 Contoh : [ ] [ ] = [ ] = [ ] 3. Vektor dari n dimensi Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen elemenyang teratur berupa angka angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kirike kanan (disebut vektor baris atau row vector dengan ordo 1 n ) maupun menurutkolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau coloumn vector dengan ordo n 1 ). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan R n Untuk vektor u dirumuskan sebagai berikut: U R n u R n a 1 a 2 u = [ ] R n a n 4. Eigen value dan Eigen vector Definisi : Jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam R n dinamakan dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni : Ax = λx

11 Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigenvector yang bersesuaian dengan λ. Untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukurann x n maka dapat ditulis pada persamaan berikut : atau secara ekivalen Ax = λx (λi A) = 0 Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika : det(λi A) = 0 Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah a ij, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni a ij = 1 aij. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor w = (w 1, w 2, w 3, w n ). Nilai w n menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut. Jika a ij mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan a jk manyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan a ij a jk atau jika a ij a jk = a jk untuk semua i,j,k maka matriks tersebut konsisten. Untuk suatu matriks konsisten dengan faktor w, maka elemen a ij dapat ditulis menjadi :a ij = w i w j ; i,j = 1,2,3,, n (1) Jadi matriks konsisten adalah: a ij. a jk = w i w j. w j w k = w i w k = a ik (2) Seperti yang diuraikan diatas, maka untuk matriks perbandingan berpasangan diuraikan seperti berikut ini:

12 a ji = w j = 1 w w i i wj = 1 a ij ; (3) Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa : a ji = w i w j = 1 i,j = 1,2,3,, n(4) menjadi: Dengan demikian untuk matriks perbandingan berpasangan yang konsisten n 1 j=1 i,j = 1,2,3,, n (5) a ij. w ij. = n; w ij n j=1 a ij. w ij = nw ij ; i,j = 1,2,3,, n(6) Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini: A. w = n. w (7) Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigenvector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut: A = [ w 1 w 1 w 1 w 1 w 1 w 1 w 1 w 1 w 1 w 1 w 1 Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa : w 1 w 1 w ]. [ 2 w ] = n [ 2 ] (8) w 1 w n w n a ij = a ik a jk (9) Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolte consistent) dalam mengekpresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, judgment yang diberikan tidak untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent. Jika : 1) Jika λ1, λ2,...,λn adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan : Ax = λx (10)

13 dengan eigen value dari matriks A dan jika a ij = 1; i,j = 1,2,3,, n, maka ditulis λ i = n (11) Misalkan kalau suatu matriks perbandingan berpasangan bersifat ataupun memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1. Eigen value dari matriks A, A = [ A 11 A 12 A 21 A 22 ] maka A 21 = 1 A 12 b (12) Ax λx = 0 (A λi)x = 0 (13) Ax λi = 0 Kalau diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13), hasilnya menjadi : A 11 λ A 12 A 21 A 22 λ = 0 (14) Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum (λ-max) yaitu : (1 λ) 2 1 = 0 1 2λ + λ 2 1 = 0 λ 2 2λ = 0 λ(λ 2) = 0λ 1 = 0 ; λ 2 = 0 Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks yang konsisten, dimana nilai λ max sama dengan harga dimensi matriksnya. Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten.

14 2) Jika ada perubahan kecil dari elemen matriks maka aijeigen value-nya akan berubah menjadi semakin kecil pula. Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier). Jika: a. Elemen diagonal matriks A (a ii = 1) i,j = 1,2,3,, n b. Dan untuk matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari a ii ; i,j = 1,2,3,, n akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol. 2.6 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio Dalam teori matriks dapat diketahui kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pada eigen value. Dengan mengkombinasikan apa yang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten maka penyimpangan kecil dari a ij akan tetap menunjukkan eigen value terbesar λ maks, nilainya akan mendekati n dan eigen value sisanya akan mendekati nol. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi dengan persamaan: CI = λ maks n (n 1) (15) Dimana: CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index) λ maks = nilai eigenmaksimum n = ukuran matriks Apabila CI bernilai nol, berarti matriks konsisten, batas ketidakkonsistensi (inconsistency) yang ditetapkan Saaty diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang

15 diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan : CR = CI RI (16) Nilai-nilai pada Random Index (RI) dapat dilihat pada tabel 2.3.Bila matriks bernilai CR lebih kecil dari 0,100, ketidakkonsistenan pendapat bisa diterima jika tidak maka penilaian perlu di ulang. 2.7 Sampel dan Komponen-komponennya Dalam teknik sampling, ada 3 elemen penting yang menjadi bagian dari teknik sampling itu sendiri, yakni : 1. Populasi Adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang menjadi objek penelitian.misalnya,jika yang diteliti adalah dampak penggunaan salah satu alat olahraga, maka populasinya adalah keseluruhan konsumen pengguna alat olahraga tersebut.jika yang ingin diteliti adalah motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran tertentu di sekolah X maka populasinya adalah seluruh siswa di sekolah X.Atau dapat juga dikatakan, keseluruhan elemen atau unsur yang menjadi objek penelitian, yang memiliki sifat-sifat tertentu yang menjadi perhatian dalam penelitian yang akan dilakukan. 2. Sampel Adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili populasi itu sendiri, atau dapat juga dikatakan merupakan penduga atas populasi yang sedang diamati.artinya sampel tidak akandapat didefenisikan tanpa adanya populasi. 3. Elemen/unsur Adalah setiap satuan dari populasi.jika dalam suatu populasi tertentu terdapat 1000 konsumen pengguna alat olahraga, maka setiap konsumen tersebut adalah elemen atau unsur dalam penelitian tersebut.artinya dalam populasi tersebut terdapat 1000 elemen penelitian. Jika populasinya adalah siswa suatu sekolah X, dan terdapat 300 siswa di sekolah tersebut, maka dalam populasi tersebut terdapat 300 elemen penelitian.

16 Dalam sebuah penelitian, untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan akurat sesuai harapan peneliti, maka seharusnya dilakukan penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi yang diteliti tersebut, atau yang dinamakan sensus.namun, sensus tidak selalu menjadi hal yang mudah untuk dilakukan mengingat hal-hal berikut : 1. Populasi yang sedemikian besar sehingga dalam prakteknya tidak dimungkinkan untuk meneliti setiap elemen dalam populasi tersebut 2. Keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia dalam melakukan penelitian untuk setiap unsur dalam poopulasi. 3. Kesalahan (human error) dalam melakukan sensus karena besarnya populasi dan banyaknya elemen yang harus diteliti, yang mungkin disebabkan karena kelelahan fidik maupun mental, justru dapat menyebabkan bias terhadap hasil penelitian yang dilakukan. 4. Untuk suatu populasi yang homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi akanmenjadi tidak masuk akal, karena untuk suatu populasi yang homogen, akan tetap menghasilkan hasil penelitian yang sama ketika dilakukan penelitian pada sebagian elemen populasi maupun terhadap seluruh elemen populasi. Oleh karena hal-hal di atas, seringkali sensus menjadi sesuatu hal yang dihindari dan tidak perlu untuk dilakukan untuk dalam sebuah penelitian. Namun, agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian mewakili karakteristik populasi, makaada cara-dara penarikan sampel yang harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel ini disebut dengan teknik sampling. Syarat sampel yang baik Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi.dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur.misalnya jika yang ingin diukur adalah siswa di sekolah X, sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya siswa kelas 1 saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mewakili siswa dari kelas lainnya yang juga merupakan bagian dari populasi.

17 Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan. 1. Akurasi atau ketepatan yaitu tingkat kekeliruan (bias)dalam sampel. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya bias atau kekeliruan adalah populasi. 2. Presisi Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 buruh sebuah pabrik, diambil sampel 50 buruh. Setelah diukur ternyata setiap orang menghasilkan 50 unit produk X perhari, namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan sampai rata-rata 60 unit produk X perhari. Artinya antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi (sensus) dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel (survey), terdapat perbedaan 10 unit.makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut. Bias yang terjadi dalam setiap hasil penelitian dengan sampel dikenal dengan nama sampling error. Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (dilambangkan dengan s) dengan simpangan baku dari populasi (dilambangkan dengan ) makin tinggi pula tingkat presisinya. Untuk meningkatkan tingkat presisi ini, cara yang sering dilakukan adalah dengan menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Seperti contoh di atas, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel ditambah misalkan dari 50 menjadi 100.

18 Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger kesalahan kecil Kecil besarnya sampel besar Gambar.2 Hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat kesalahan Ukuran sampel Dalam penelitian kuantitatif, ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting karena hasil penelitian akan berdasar pada data dan angka, sementara pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan adalah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya akan lebih bermanfaat. Dalam hal penentuan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu: 1. derajat keseragaman, semakin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi (heterogen), makin banyak sampel yang harus diambil. 2. rencana analisis, Jika rencana analisis yang dibuat mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya juga harus banyak. 3. biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia. (Singarimbun dan Effendy, 1989). Yang sering menjadi pertanyaan adalah : seberapa besar sampel yang harus diambil jika diketahui suatu populasi yang menjadi penelitian. Misalnya, jumlah siswa yang dijadikan populasi penelitian ada 500 siswa.pertanyaannya adalah, berapa banyak siswa yang harus dijadikan sebagai sampel agar hasilnya mewakili populasi? 30?, 50?, 100?,atau 250?, jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.

19 Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992). Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut : 1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen 2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD/SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus Pada penelitian multivariat (termasuk analisis regresi multivariat) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variabel yang akan dianalisa. 4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen. Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa dipakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel) Populasi (N) Sampel (n) Populasi (N) Sampel (n) Populasi (N) Sampel (n)

20 2.8 Teknik sampling Secara umum, ada dua jenis teknik sampling yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling/probability samplingadalah cara pengambilan sampel yang dimana setiap elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol). Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda.jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak.namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak.sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Dari kedua teknik sampling tersebut di atas, setiap jenis teknik samplingtersebut dapat dijabarkan kembali menjadi beberapa teknik samplingyang lebih spesifik. Pada sampel acak (random sampling)dapat dibagi atassimple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area samplingdan pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain convenience sampling, purposive sampling, dan snowball sampling.

21 2.9 Probability/Random Sampling Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama sampling frame. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tempat, atau juga benda. Misalnya, Jika populasi penelitian adalah siswa sekolah X, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua siswa yang ada di sekolah X tersebut selengkapnya. Nama, NIS, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep acak atau random itu sendiri. Berikut dijabarkan teknik sampling yang masukdalam kategori probability/random sampling : 1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaanperbedaan lainnya.selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat

22 mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedur penggunaan teknik ini adalah: 1. Susun sampling frame (kerangka sampel), 2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil, 3. Tentukan alat pemilihan sampel, lalu 4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi. 2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Terstratifikasi Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan.dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi.agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu tingkat manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap tingkat tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedur penggunaan teknik ini adalah: 1. Siapkan sampling frame (kerangka sampel), 2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki, 3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, lalu 4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak. Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap tingkatan, peneliti dapat menentukan secara proposional, maupun secara tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiaptingkatan sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam tingkatan

23 tersebut. Misalnya, untuk tingkatan manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuktingkatan I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, tingkatan II = 28 manajer, dan tingkatan 3 = 63 manajer. Jumlah dalam setiaptingkatan tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa tingkatan sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam tingkatan manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam tingkatan tersebut, dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang. 3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak terstratifikasi, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen.dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja.prosedur : 1. Susun sampling frame berdasarkan gugus Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen. 2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel 3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak 4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample

24 4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang keberapa.misal, setiap unsur populasi yang ke-tiga, yang bisa dijadikan sampel. Soal keberapa -nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel.contoh, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya : 1. Susun sampling frame 2. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil 3. Tentukan K (kelas interval) 4. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random biasanya melalui cara undian saja. 5. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih. 6. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya 5. Area Sampling atau Sampel Wilayah Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat kota Medan atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya : 1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Medan). 2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel, kecamatan atau kelurahan? 3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya. 4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.

25 5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah Nonprobability/Nonrandom Sampling Selanjutnya, teknik pengambilan sampel yang dimana sampelnya tidak diambil secra acak, disebut nonprobability random sampling. Yang dimana artinya tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti. 1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan. Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling tidak disengaja atau juga captive sample (manon-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif. 2. Purposive Sampling Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu.seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling. Judgment Sampling Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan

26 oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment samplingumumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai information rich. Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992). Quota Sampling Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja. Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40%. Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai lakilaki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang.sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja. 3. Snowball Sampling Sampel Bola Salju Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya.dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui tentang penggunaan bahan-bahan berbahaya untuk makanan, peneliti cukup mencari satu orang peracik bahan tersebut, kemudian melakukan wawancara.setelah selesai, peneliti tadi minta kepada orang tersebut untuk bisa mewawancarai orang lainnya.setelah jumlah respenden yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian responden lainnya.

Teknik Sampling. Materi ke 4 Statistika I. Kelas 2 EB, EA dan DD Semester PTA 2007/2008

Teknik Sampling. Materi ke 4 Statistika I. Kelas 2 EB, EA dan DD Semester PTA 2007/2008 Teknik Sampling Materi ke 4 Statistika I Kelas 2 EB, EA dan DD Semester PTA 2007/2008 Alasan menggunakan sampel : (a) (b) (c) (d) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor

Lebih terperinci

POPULASI DAN SAMPEL. Metodologi Penelitian Pendidikan

POPULASI DAN SAMPEL. Metodologi Penelitian Pendidikan POPULASI DAN SAMPEL Metodologi Penelitian Pendidikan Alasan menggunakan sampel: Populasi demikian banyaknya sehingga dalamprakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti; keterbatasan waktu penelitian,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Teknik sampling adalah cara yang dilakukan untuk mendapatkan sampel sesuai dengan harapan si pengambil keputusan agar diperoleh sampel yang representatif dan dapat

Lebih terperinci

ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP)

ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) Jurnal DINAMIKA TEKNIK, Vol 8 No 2 Juli 2014, h.1 10 ISSN: 1412-3339 ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) Antoni Yohanes Program Studi Teknik Industri Universitas Stikubank Semarang, Jawa Tengah, Indonesia antonijohanes@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP)

ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP) ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP) Hadi Setiawan 1, Shanti Kirana Anggraeni 2, dan Fitri Purnamasari 3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. AHP dan Promethee. Bahasa pemrograman yang digunakan Microsoft Visual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. AHP dan Promethee. Bahasa pemrograman yang digunakan Microsoft Visual 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sebagai pembanding dan bahan acuan dalam pengembangan sistem pakar ini penulis mengkaji mengenai sistem pendukung yang pernah dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. perumahan yang terletak di jalan Kedungwringin Patikraja, Griya Satria Bukit

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. perumahan yang terletak di jalan Kedungwringin Patikraja, Griya Satria Bukit BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. PERUMAHAN Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan(basri,

Lebih terperinci

MODUL I PENARIKAN SAMPEL

MODUL I PENARIKAN SAMPEL PENARIKAN SAMPEL A. TUJUAN PRAKTIKUM Dengan praktikum Statistika Industri Modul I yang membahas tentang penarikan sampel, praktikan diharapkan dapat: 1. Memahami definisi dari sampel dan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MCDM (Multiple Criteria Decision Making) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terkait Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dita Monita seorang mahasiswa program studi teknik informatika dari STMIK Budi Darma Medan

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logo Logo merupakan salah satu bagian dari brand element selain nama, slogan, dan warna. Logo merupakan variasi grafik atau susunan dari beberapa elemen yang diatur (Henderson

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

5/2/2017. Pertemuan 7 POPULASI DAN SAMPEL ALUR PEMIKIRAN POPULASI DAN SAMPEL SUBJEK, OBJEK DAN RESPONDEN PENELITIAN POPULASI SAMPEL

5/2/2017. Pertemuan 7 POPULASI DAN SAMPEL ALUR PEMIKIRAN POPULASI DAN SAMPEL SUBJEK, OBJEK DAN RESPONDEN PENELITIAN POPULASI SAMPEL POPULASI Pertemuan 7 POPULASI DAN SAMPEL wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya keseluruhan unsur yang akan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleg Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School diawal tahun 1970, yang digunakan

Lebih terperinci

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. MYRNA SUKMARATRI

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. MYRNA SUKMARATRI POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN PENGERTIAN ALASAN MELAKUKAN SAMPLING PENENTUAN JUMLAH SAMPEL PENGAMBILAN DATA SAMPEL POPULASI Suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

Bab II Analytic Hierarchy Process

Bab II Analytic Hierarchy Process Bab II Analytic Hierarchy Process 2.1. Pengertian Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman,

Lebih terperinci

Mengapa Kita Perlu Melakukan Sampling?

Mengapa Kita Perlu Melakukan Sampling? Pengertian Dasar yang Terkait Populasi: sekelompok orang, kejadian, atau segala sesuatu yang ingin diteliti oleh peneliti. Elemen: anggota dari populasi Rerangka populasi: daftar yang memuat semua elemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Sayuran adalah salah satu komoditas pertanian yang memiliki potensi pengembangan pasar

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP Pada bab ini dibahas mengenai AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty di Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 970-an dan baru

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 21 AHP (Analytical Hierarchy Process) AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk menentukan ranking atau tingkatan (hierarchy)dari berbagai

Lebih terperinci

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik Pengambilan Sampel Teknik Pengambilan Sampel 1 Sampel adalah sebagian dari populasi Sampel? Populasi adalah sesuatu hal yang dijadikan sebagai unit analisis penelitian Populasi bisa berupa kumpulan manusia atau benda Populasi

Lebih terperinci

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Pendahuluan AHP

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur

Lebih terperinci

RISET AKUNTANSI. Materi RISET AKUNTANSI

RISET AKUNTANSI. Materi RISET AKUNTANSI RISET AKUNTANSI Materi RISET AKUNTANSI Dr. Kartika Sari U niversitas G unadarma Materi 5-1 Satuan Acara Perkuliahan 1. Riset Ilmiah 2. Metode dan Desain Riset 3. Topologi Data 4. Teknik Sampling 5. Metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI Mengambil sebuah keputusan tidak pernah lepas dari kehidupan setiap orang, setiap detik dari hidupnya hampir selalu membuat keputusan dari keputusan yang sederhana hingga keputusan

Lebih terperinci

VEKTOR PRIORITAS DALAM ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DENGAN METODE NILAI EIGEN

VEKTOR PRIORITAS DALAM ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DENGAN METODE NILAI EIGEN VEKTOR PRIORITAS DALAM ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DENGAN METODE NILAI EIGEN Moh. Hafiyusholeh 1, Ahmad Hanif Asyhar 2 Matematika UIN SunanAmpel Surabaya, hafiyusholeh@uinsby.ac.id 1 Matematika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode khusus dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty.

Lebih terperinci

Metode Penelitian Bisnis

Metode Penelitian Bisnis Metode Penelitian Bisnis Pertemuan Ke-9 Metode Pengambilan Sampel M. Irhas Effendi E-mail: m_irhaseffendi@yahoo.com 1 Deskripsi Mahasiswa mampu mengidentifikasi teknik pengambilan sampel dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie

Lebih terperinci

ALUR PEMIKIRAN POPULASI DAN SAMPEL

ALUR PEMIKIRAN POPULASI DAN SAMPEL POPULASI DAN SAMPEL POPULASI wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya keseluruhan unsur yang akan diteliti yang

Lebih terperinci

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 03 (2014), pp. 213-224. PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

Lebih terperinci

Teknik Sampling. Hipotesis. Populasi: parameter. Inferensial. Sampel:statistik Diolah di analisis

Teknik Sampling. Hipotesis. Populasi: parameter. Inferensial. Sampel:statistik Diolah di analisis Sampling Ali Muhson, M.Pd. (c) 2012 1 Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu menerapkan penggunaan teori sampling dalam rancangan penelitian (c) 2012 2 1 Rasional Penelitian tidak mungkin meneliti seluruh anggota

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional Pariwisata merupakan kegiatan perjalanan untuk rekreasi dengan mengunjungi tempat-tempat wisata seperti gunung, pantai, perkotaan, dan

Lebih terperinci

RANDOM SAMPLING SEDERHANA

RANDOM SAMPLING SEDERHANA RANDOM SAMPLING SEDERHANA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah populasi, sampel dan teknis sampling sering kali kita dengar, namun terkadang istilah-istilah ini ada yang tidak dipahami betul. Oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Suatu sistem pada dasarnya adalah sekolompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Keputusan Keputusan (decision) yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses,

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian dalam tugas akhir ini adalah Pengukuran Kinerja Sistem

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian dalam tugas akhir ini adalah Pengukuran Kinerja Sistem 26 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian dalam tugas akhir ini adalah Pengukuran Kinerja Sistem Informasi Pemesanan Tiket Online dengan menggunakan Metode AHP pada

Lebih terperinci

Muhammad Arif Rahman https://arifelzainblog.lecture.ub.ac.id/

Muhammad Arif Rahman https://arifelzainblog.lecture.ub.ac.id/ Muhammad Arif Rahman arifelzain@ub.ac.id Populasi Keseluruhan objek penelitian atau keseluruhan elemen yang akan diteliti. Sampel Sebagian dari populasi Representatif dapat memberi gambaran yang tepat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

Variabel dan Teknik Pengambilan Sampel. Frida Chairunisa

Variabel dan Teknik Pengambilan Sampel. Frida Chairunisa Variabel dan Teknik Pengambilan Sampel Frida Chairunisa 1 VARIABEL PENELITIAN Kerlinger (1973) : variabel adalah sifat yang akan dipelajari. Contoh tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status sosial.

Lebih terperinci

METODE SAMPLING. Met. Sampling-T.Parulian

METODE SAMPLING. Met. Sampling-T.Parulian METODE SAMPLING Dari populasi hingga sampel Proses pengambilan sampel (sampling) dari populasi merupakan proses utama dalam statistika induktif. Sampling dilakukan karena seorang peneliti tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Sugiyono (008 : 3) mengemukakan secara umum penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan adalah sebuah sistem yang efektif dalam membantu mengambil suatu keputusan yang kompleks, sistem ini menggunakan aturan

Lebih terperinci

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) A. Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process ) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP URUTAN PRIORITAS DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) SKRIPSI MINDO MORA

ANALISIS SENSITIVITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP URUTAN PRIORITAS DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) SKRIPSI MINDO MORA ANALISIS SENSITIVITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP URUTAN PRIORITAS DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) SKRIPSI MINDO MORA 05080307 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Pengertian Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan teori umum

BAB III LANDASAN TEORI Pengertian Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan teori umum BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Analytic Hierarchy Process. 3.1.1 Pengertian Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan teori umum mengenai pengukuran. Empat macam

Lebih terperinci

Pengertian Metode AHP

Pengertian Metode AHP Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan

Lebih terperinci

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang).

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang). Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang). PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi ABSTRAK Tulisan ini memaparkan tentang penerapan Analitycal

Lebih terperinci

BAB 5 PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

BAB 5 PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau BAB 5 PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 5.1. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kuantitas atau kualitas tertentu yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ANALYTIC HIERARCHY PROCESS DALAM PENENTUAN PRIORITAS KONSUMEN PENERIMA KREDIT. Sahat Sonang S, M.Kom (Politeknik Bisnis Indonesia)

IMPLEMENTASI ANALYTIC HIERARCHY PROCESS DALAM PENENTUAN PRIORITAS KONSUMEN PENERIMA KREDIT. Sahat Sonang S, M.Kom (Politeknik Bisnis Indonesia) IMPLEMENTASI ANALYTIC HIERARCHY PROCESS DALAM PENENTUAN PRIORITAS KONSUMEN PENERIMA KREDIT Sahat Sonang S, M.Kom (Politeknik Bisnis Indonesia) ABSTRAK Sistem pengambilan keputusan adalah sistem yang membantu

Lebih terperinci

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016 1 Kuliah 11 Metode Analytical Hierarchy Process Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi METODE AHP 2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Literatur Berikut adalah beberapa penelitian serupa mengenai kualitas yang telah dilakukan dilakukan sebelumnya, yaitu: 1. Harwati (2013), yaitu: Model Pengukuran Kinerja

Lebih terperinci

Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING

Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING Jika Cukup Sesendok Tak Perlu Semangkok Dasar pemikiran Data yang dipergunakan dalam suatu penelitian belum tentu merupakan keseluruhan dari suatu populasi karena beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan tentang tampilan hasil dari sistem pendukung keputusan penentuan kenaikan kelas pada SMA Ar Rahman dengan sistem yang dibangun dapat

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) AN ANALYSIS OF THE TUITION FEE PAYMENT SYSTEM IN UKRIDA USING ANALYTICAL

Lebih terperinci

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Sunggito Oyama 1, Ernawati 2, Paulus Mudjihartono 3 1,2,3) Jurusan Teknik Informatika,

Lebih terperinci

Metode Sampling 6.1. Debrina Puspita Andriani /

Metode Sampling 6.1. Debrina Puspita Andriani    / Metode Sampling 6.1 Debrina Puspita Andriani E-mail : debrina.ub@gmail.com / debrina@ub.ac.id 2 Outline Populasi dan Sampel Metode Sampling Teknik Penentuan Jumlah Sampel Populasi dan Sampel 3 Populasi

Lebih terperinci

ALUR KERJA DENGAN SAMPLE SAMPEL POPULASI TEMUAN

ALUR KERJA DENGAN SAMPLE SAMPEL POPULASI TEMUAN POPULASI DAN SAMPEL PENGERTIAN Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi yang

Lebih terperinci

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM Oleh : Yuniva Eka Nugroho 4209106015 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota Malang. Fokus penelitian ini meliputi Sub sektor apa saja yang dapat menjadi

Lebih terperinci

POPULASI, SAMPEL, METODE SAMPLING. Musafaah, SKM, MKM

POPULASI, SAMPEL, METODE SAMPLING. Musafaah, SKM, MKM POPULASI, SAMPEL, METODE SAMPLING Musafaah, SKM, MKM Definisi Populasi Jumlah keseluruhan subjek atau objek penelitian keseluruhan unsur yang akan diteliti yang ciricirinya akan ditaksir (diestimasi).

Lebih terperinci

PEMERINGKATAN PEGAWAI BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS) DI PT. XYZ

PEMERINGKATAN PEGAWAI BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS) DI PT. XYZ Jurnal Matematika Vol. 16, No. 2, November 2017 ISSN: 1412-5056 / 2598-8980 http://ejournal.unisba.ac.id Diterima: 10/07/2017 Disetujui: 12/10/2017 Publikasi Online: 28/11/2017 PEMERINGKATAN PEGAWAI BERPRESTASI

Lebih terperinci

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014 PENERAPAN METODE TOPSIS DAN AHP PADA SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU, STUDI KASUS: IKATAN MAHASISWA SISTEM INFORMASI STMIK MIKROSKIL MEDAN Gunawan 1, Fandi Halim 2, Wilson 3 Program

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis computer termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE AHP DAN TOPSIS DALAM PENENTUAN PENGAMBILAN SAMPEL UJI PETIK DALAM PELAKSANAAN PEMERIKSAAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PENGGUNAAN METODE AHP DAN TOPSIS DALAM PENENTUAN PENGAMBILAN SAMPEL UJI PETIK DALAM PELAKSANAAN PEMERIKSAAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI PENGGUNAAN METODE AHP DAN TOPSIS DALAM PENENTUAN PENGAMBILAN SAMPEL UJI PETIK DALAM PELAKSANAAN PEMERIKSAAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Dani Hardiansyah Program Studi Magister Manajemen Proyek Konstruksi Program

Lebih terperinci

METODE PENARIKAN SAMPEL

METODE PENARIKAN SAMPEL MODUL 5 METODE PENARIKAN SAMPEL Matakuliah : Pengantar Statistik Sosial Tahun : Tahun 2014 Tito Adi Dewanto S.TP ALASAN DILAKUKAN SAMPLING Percobaan/Eksperimennya bersifat destruktif (merusak) Contoh:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Multiple Attribute Decision Making (MADM) Multiple Attribute Decision Making (MADM) adalah studi tentang identifikasi dan pemilihan alternatif berdasarkan nilai-nilai dan preferensi

Lebih terperinci

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096 PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SEBAGAI TEMPAT KERJA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU) 1. Permasalahan Pemilihan Perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Pendukung Keputusan Pengertian Keputusan. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Pendukung Keputusan Pengertian Keputusan. Universitas Sumatera Utara 6 BAB 3: ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Bab ini menjabarkan tentang tujuan dari perancangan sistem, kriteria dan pilihan kesimpulan dalam menentukan pemilihan pegawai terbaik. Selain itu juga tahapan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknik dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun

Lebih terperinci

Statistik pendidikan : kumpulan keterangan yg berwujud angka, yg berkaitan dgn bd pendidikan (proses pembelajaran). Contoh: analisa hasil eksperimen

Statistik pendidikan : kumpulan keterangan yg berwujud angka, yg berkaitan dgn bd pendidikan (proses pembelajaran). Contoh: analisa hasil eksperimen STATISTIKA STATISTIKA : PENGETAHUAN YG BERHUBUNGAN DGN CARA -CARA PENGUMPULAN DATA, PENGOLAHAN ATAU PENGANALISISANNYA DAN PENARIKAN KESIMPULAN BERDASARKAN PENGANALISAAN TADI STATISTIK : ISTILAH UNTUK MENYATAKAN

Lebih terperinci

METODE DAN DISTRIBUSI SAMPLING. Oleh : Riandy Syarif

METODE DAN DISTRIBUSI SAMPLING. Oleh : Riandy Syarif METODE DAN DISTRIBUSI SAMPLING Oleh : Riandy Syarif HUBUNGAN SAMPEL DAN POPULASI Populasi Sampel DEFINISI Populasi kumpulan dari semua kemungkinan orang-orang, benda-benda, dan ukuran lain yang menjadi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual PT Saung Mirwan melihat bahwa sayuran Edamame merupakan salah satu sayuran yang memiliki prospek yang cerah. Peluang pasar luar dan dalam negeri

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG)

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG) PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG) Frans Ikorasaki 1 1,2 Sistem Informasi, Tehnik dan Ilmu Komputer, Universitas Potensi

Lebih terperinci

P11 AHP. A. Sidiq P.

P11 AHP. A. Sidiq P. P11 AHP A. Sidiq P. http://sidiq.mercubuana-yogya.ac.id Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Tujuan Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I. Pengertian Dasar dalam Statistika. A. Statistika, Statistik, Statistika Deskriptif

BAB I. Pengertian Dasar dalam Statistika. A. Statistika, Statistik, Statistika Deskriptif BAB I Pengertian Dasar dalam Statistika A. Statistika, Statistik, Statistika Deskriptif 1. Pengertian Statistika Statistika adalah bagian dari matematika yang secara khusus membicarakan cara-cara pengumpulan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Yang Digunakan 3.1.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan penelitian. Dalam penelitian ini, jenis desain yang digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP A Yani Ranius Universitas Bina Darama, Jl. A. Yani No 12 Palembang, ay_ranius@yahoo.com ABSTRAK Sistem

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1 Sistem Sistem adalah sekelompok unsur yang berhubungan erat satu dengan lainnya, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Lebih terperinci

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Dinamika Informatika Volume 5, Nomor, November 05 ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Sunggito Oyama, Ernawati,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di 135 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan pada suatu usaha kecil keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang Penelitian mengenai evaluasi sistem penggjian dan pengupahan sudah banyak dilakukan salah

Lebih terperinci

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 10, No. 1, Juni 2011 ISSN 1412-6869 ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Pendahuluan Ngatawi 1 dan Ira Setyaningsih 2 Abstrak:

Lebih terperinci