BAB I PENDAHULUAN. Bidang Kesehatan , < pdf>, diakses 31 Mei 2013.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Bidang Kesehatan , <http://www.depkes.go.id/downloads/newdownloads/rancangan_rpjpk_ pdf>, diakses 31 Mei 2013."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dapat terwujud adalah tujuan dari pembangunan kesehatan dalam rangka menuju Indonesia Sehat Pelaksanaan pembangunan kesehatan tersebut perlu didukung oleh sumber daya yang potensial, salah satunya obat tradisional Indonesia atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai jamu. Istilah jamu berasal dari istilah jampi-jampi yang berarti formula yang berbau magis. Namun kini jamu tidak lagi terpaku pada pengertian di zaman dulu. Jamu kini dipandang sebagai pengobatan dengan menggunakan bagian tanaman atau ekstraknya yang mengandung bahan berkhasiat untuk tubuh sebagai pencegahan, penyembuhan atau peningkatan kesehatan 2. Selain itu, awalnya jamu hanya dikenal di lingkungan keraton saja, yakni Kasultanan di Djogjakarta dan Kasunanan di Surakarta. Namun seiring berkembangnya zaman, jamu kini sudah dikenal oleh masyarakat luas. Jamu yang merupakan resep turun-temurun leluhur dapat dipertahankan hingga kini dan telah dikembangkan sedemikian rupa. Sebagai warisan budaya, jamu bahkan tengah dipersiapkan menjadi warisan budaya dunia karya bangsa Indonesia di UNESCO oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 3. 1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan , < diakses 31 Mei Caroline Damanik, Asal Muasal Istilah Jamu dari Jampi-Jampi, Kompas, 26 Mei 2009, < Jampi.>, diakses 31 mei Jaya Suprana, Jamu sebagai Warisan Budaya Dunia, Kompas, 30 Maret 2013, < >, diakses 1 Juni

2 Jamu yang telah dipercaya akan khasiatnya tetap dijadikan masyarakat sebagai pilihan untuk pengobatan maupun pencegahan terhadap berbagai macam penyakit. Kepercayaan masyarakat Indonesia pada obat berbahan dasar alam pun terus meningkat. Sebesar 28,69 persen masyarakat memilih mengobati diri sendiri dengan mengkonsumsi obat tradisional. Jumlah ini meningkat dalam kurun waktu tujuh tahun dari yang semula hanya 15,2 persen. Bahkan sekitar 93 persen masyarakat yang pernah meminum jamu menyatakan bahwa minum jamu memberikan manfaat bagi tubuh 4. Selain khasiat yang dipercaya, harga jamu memang relatif lebih murah dibandingkan dengan obat kimia. Ditambah lagi masyarakat berpandangan bahwa obat kimia akan meninggalkan residu yang membahayakan bagi tubuh, sehingga mereka memilih back to nature. Obat berbahan dasar alam dipercaya memiliki beberapa keunggulan seperti efek samping yang relatif lebih kecil dengan catatan digunakan secara tepat dan lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik seperti diabetes, kolesterol tingi, asam urat, batu ginjal, hepatitis dan penyakit degeneratif seperti rematik, asma, wasir, dan pikun. Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut, diperlukan waktu lama sehingga penggunaan obat bahan alam lebih tepat karena efek samping relatif lebih kecil 5. Jamu sesungguhnya sangat potensial untuk dikembangkan karena didukung oleh melimpahnya bahan baku untuk membuat jamu. Indonesia yang beriklim tropis memiliki kekayaan sumberdaya hayati kedua terbesar setelah Brazil. Terdapat sekitar jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memilik fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat. Lebih kurang 180 spesies 4 Kepercayaan Masyarakat pada Obat Herbal Makin Tinggi, Kompas, 10 Desember 2011, < bal.makin.tinggi>, diakses1 Juni Lusia Oktora Ruma Kumala Sari, Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Mempertimbangkan Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol III, No. 1, April 2006,

3 telah digunakan dalam ramuan obat tradisional oleh industri obat tradisional 6. Berbeda halnya dengan industri farmasi nasional yang ternyata lebih mengandalkan impor daripada mengoptimalkan bahan baku lokal. Impor bahan baku obat farmasi bahkan mencapai 90% hingga 95% 7. Kenyataan ini semakin mengindikasikan bahwa dari segi ketersediaan bahan baku, industri jamu tidak memiliki ketergantungan impor sehingga industri jamu dapat lebih memanfaatkan sumberdaya lokal. Potensi jamu juga didukung oleh banyaknya pelaku yang berkecimpung dalam bisnis obat tradisional. Industri ini dikategorikan menjadi 4, yaitu 1) Industri Obat Besar/Menengah Tradisional (IOT) dengan skala permodalan industri ini diatas Rp 600 juta, tidak termasuk harga tanah dan bangunan, dan memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang, 2) Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dengan total aset IKOT tidak lebih dari Rp 600 juta, tidak termasuk harga tanah dan bangunan, 3) Usaha Jamu Racikan, yaitu usaha peracikan, pencampuran, atau pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel, atau parem dengan skala kecil, dijual di satu tempat tanpa penandaan dan merek dagang, dan 4) Usaha Jamu Gendhong, yaitu usaha peracikan, pencampuran, pengolahan, dan pengadaan obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, atau parem, tanpa penandaan dan atau merek dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan. Dari keempat kategori tersebut, beberapa produk obat tradisional yang tergolong bebas wajib daftar produksi, yakni oleh IKOT dalam bentuk rajangan, pilis, tapel, dan parem, usaha jamu racikan, dan usaha jamu gendhong 8. 6 Sampurno H, Pengembangan dan Pemanfatan Tumbuhan Obat Indonesia, Makalah disampaikan ada Seminar Nasional Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, 28 April 1999 Bogor. 7 Merlinda Riska, Impor Bahan Baku Farmasi Bisa Melejit, Kontan, 6 Maret 2013, < diakses 14 Juni Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/MenKES/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional 3

4 Di Indonesia, kini terdapat 129 IOT dan IKOT dan ribuan usaha jamu racikan serta usaha jamu gendhong 9. Tak kurang dari buah perusahaan obat tradisional tergabung dalam sebuah asosiasi yang disebut dengan Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu). Asosiasi ini didirikan pada tahun 1988 dan telah diakui oleh pemerintah sebagai satu-satunya asosiasi bagi Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia dan merupakan wadah bagi produsen (industri obat tradisional, industri kecil obat tradisional, usaha jamu racikan dan usaha jamu gendhong), penyalur dan pengecer termasuk usaha di bidang simplisia 10. Jamu yang beredar di pasaran kini lebih beraneka ragam. Jamu telah diproses secara modern dengan teknologi yang canggih. Jamu bahkan telah berevolusi dan digarap serius oleh industri berskala besar. Sekitar tahun 1900-an, pabrik-pabrik jamu besar mulai berdiri di Indonesia seperti Jamu Jago, Mustika Ratu, Nyonya Meneer, Leo, Sido Muncul, Jamu Simona, Jamu Borobudur, Jamu Dami, Jamu Air Mancur, Jamu Pusaka Ambo, Jamu Bukit Mentjos, dan masih banyak lagi. Jamu tidak hanya difungsikan sebagai obat, namun telah dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik seperti yang telah dilakukan oleh Martha Tilaar dan Sari Ayu. Selain itu, jamu pun telah diolah dan dikembangkan sedemikian rupa hingga menjadi berbagai produk antara lain menjadi es krim jamu, aneka suplemen, permen, dan minuman berenergi. Namun, untuk mempersempit fokus pembahasan, produk upgrading jamu yang akan dibahas adalah produk upgrading jamu yang digunakan sebagai pencegahan maupun pengobatan penyakit. Guna mendukung upgrading jamu, pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan undang-undang dan sejumlah keputusan maupun peraturan untuk mengatur pengembangan jamu, baik tahap-tahap upgrading jamu, syarat 9 Teknologi Rempah dan Jamu, < diakses pada 1 Juni Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP-Jamu), < diakses 1 Juni

5 upgrading, maupun kebijakan untuk melakukan upgrading jamu yang melibatkan berbagai pihak. Dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan & Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia dijelaskan bahwa jamu merupakan salah satu kategori dari obat tradisional. Obat tradisional Indonesia kemudian digolongkan menjadi tiga, yakni jamu, obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka. Pada dasarnya, jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka memiliki manfaat yang sama bagi kesehatan. Ketiganya telah melalui standar penilaian yang dilakukan BPOM sehingga dijamin keamanan, khasiat, serta mutunya. Yang membedakan di antara ketiga jenis obat tradisional Indonesia itu adalah data pendukung atas manfaat obat, yaitu berdasarkan data empiris, data praklinik, dan data klinik. Untuk menjadi obat herbal terstandar, jamu harus memiliki bukti praklinik, yaitu sudah diujicobakan pengaruhya pada hewan. Sedangkan untuk menjadi fitofarmaka, harus memiliki bukti praklinik dan bukti klinik yaitu uji coba pada manusia sehingga nantinya produk tersebut dapat diresepkan dan sejajar dengan standar obat kimia yang biasa diresepkan 11. Lebih jelasnya, perbedaan antara ketiganya dapat dilihat dalam bagan berikut berikut Jamu Aman dan Layak Dikonsumsi, Kompas 13 Februari 2012, < diakses pada 2 Juni Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan & Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. 5

6 Aman Klaim khasiat: data empiris Memenuhi persyaratan yang berlaku Terdapat klaim secara tradisional digunakan untuk... Logo: ranting daun terletak dalam lingkaran warna hijau dan ada tulisan jamu Aman Klaim khasiat: praklinik Standarisasi terhadap bahan baku Memenuhi pensyaratan mutu Logo: jari-jari daun 3 pasang terletak dalam lingkaran warna hijau dan ada tulisan obat herbal terstandar. Aman Klaim khasiat: uji klinik Standarisasi terhadap bahan baku Memenuhi pensyaratan mutu Logo: jari-jari daun (yang kemudian membentuk bintang) terletak dalam lingkaran warna hijau dan terdapat tulisan fitofarmaka. Gambar 1. Perbedaan jamu, obat herbal terstandar, dan jamu Pengelompokkan obat tradisional tersebut menandakan bahwa jamu dapat di-upgrade menjadi obat herbal terstandar jika sudah melalui uji praklinik dan dapat di-upgradee lagi menjadi fitofarmaka jika sudah lolos uji klinik. Tahap upgrading atau pengembangan jamu tersebut diatur dalam Permenkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tentang Fitofarmaka. Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut, diharapkan banyak jenis jamu yang dapat di-upgrade menjadi OHT dan 6

7 fitofarmaka. Dengan demikian, produk upgrading jamu akan dapat disejajarkan dengan obat konvensional dan masuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan. Namun, kenyataannya, dalam proses upgrading dari jamu ke OHT dan terakhir menjadi fitofarmaka belum banyak dilakukan sehingga hanya segelintir produk di pasaran saja yang berlabel OHT maupun fitofarmaka. Sampai tahun 2009, BPOM mencatat jumlah produk jamu tercatat berjumlah ribuan sedangkan OHT sejumlah 25 produk dan fitofarmaka hanya sejumlah 5 produk saja 13. Obat herbal terstandar sebanyak 25 dan fitofarmaka sebanyak 5 buah tersebut diproduksi oleh industri jamu dan industri farmasi. Bila dipilah, hanya 12 IOT dan IKOT yang telah mampu memproduksi OHT dan fitofarmaka. Industri jamu satu-satunya yang mampu mencapai fitofarmaka adalah Nyonya Meneer dengan produknya bernama Rheumaneer untuk mengobati rematik. Sedangkan beberapa IOT maupun IKOT yang telah mampu memproduksi OHT adalah PT Sido Muncul, PT Air Mancur, PT Mustika Ratu, dan lain-lain. Selain itu, terlihat industri farmasi yang telah merambah obat berbahan dasar alam seperti PT Konimex, PT Soho, PT Kimia Farma, PT Phapros, PT Dexa Medica, dan PT Bintang Toedjoe. Ini menunjukkan bahwa industri farmasi semakin melirik obat bahan alam karena bahan bakunya tersedia di tanah air. Disamping itu, industri farmasi menjadi pesaing yang semakin mendesak pasar industri jamu. Sedikitnya produk upgrading jamu menyebabkan kontradiksi dan keraguan diantara para praktisi kesehatan modern atas manfaat jamu sehingga tidak banyak diaplikasikan sebagai resep untuk mengobati penyakit. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi jamu yang besar belum bisa dioptimalkan. Sesungguhnya di era globalisasi yang telah menghubungkan masyarakat dunia ini, produk jamu maupun upgrading-nya berpeluang besar memasuki perdagangan bebas internasional, khususnya dalam bidang obat. Animo masyarakat global besar terhadap obat berbahan dasar alam karena obat tradisional telah diterima Badan BPOM, Laporan Tahunan 2008, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, 7

8 secara luas hampir diseluruh negara di dunia. Menurut World Health Organisation (WHO), hingga 65% penduduk negara maju bahkan menggunakan pengobatan tradisional termasuk penggunaan obat-obat bahan alam. Di Afrika hampir 80% penduduk menggunakan obat tradisional untuk memelihara kesehatannya. Sedangkan di Asia dan Amerika Latin, masyarakatnya menggunakan obat tradisional yang dipercaya turun-temurun secara rutin untuk memelihara kesehatan 14. Dalam perdagangan global mengenai obat tradisional, World Trade Organization (WTO) yang mengatur tata pelaksanaannya, negara-negara anggota WTO tidak boleh menolak masuknya bahan dan produk obat tradisional yang telah memenuhi standar yang ditetapkan negara tujuan ekspor 15. Perdagangan ini dapat mengancam sekaligus merupakan peluang bagi perdagangan obat tradisional Indonesia. Dikhawatirkannya, kurangnya produk upgrading jamu akan diserbu oleh produk obat tradisional asing yang lebih menjanjikan konsumen. Ditambah lagi dengan adanya kawasan perdagangan bebas seperti Asean China Free Trade Area (ACFTA), Indonesia akan diserbu dengan berbagai obat tradisional China yang dikenal lebih murah 16. Oleh karena itu, peran pemerintah sangatlah penting untuk mendukung industri jamu nasional melalui upgrading jamu agar tidak kalah bersaing dengan produk asing. B. Rumusan Masalah Industri jamu yang potensial dengan ribuan produk jamu ternyata masih belum berkembang ditandai dengan sedikitnya produk upgrading jamu berupa obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang beredar di pasaran. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih 14 WHO, WHO Traditional Medicine Strategy , World Health Organization, Geneva, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. 16 Obat China Ancam Produk Lokal, Okezone, 10 Januari 2010, < diakses 15 Juni

9 mendalam dengan beracuan pada rumusan masalah: bagaimana peran pemerintah Indonesia dalam mendukung upgrading pada industri jamu nasional? C. Tinjauan Literatur Tidak banyak studi yang membahas mengenai industri jamu nasional. Beberapa studi yang telah dilakukan menganalisa industri jamu Indonesia dengan menggunakan ilmu managemen. Salah satu studi tersebut adalah Analisis Struktur Industri Jamu di Indonesia yang dilakukan oleh Ign Priyo Kristianto, alumnus Program Studi Manajemen Universitas Gadjah Mada, Dalam penelitiannya, Kristianto mengulas mengenai struktur industri jamu secara lebih menyeluruh yang meliputi pangsa pasar yang ada dan proyeksi pertumbuhannya, tingkat persaingan serta apakah industri ini masih menarik untuk dimasuki, ditekuni dan dikembangkan dalam jangka panjang. Alat analisa yang digunakan adalah 1) five forces model untuk menggambarkan kekuatan tawar-menawar dalam industri, 2) identifikasi driving forces untuk mengetahui faktor pendoronh utama yang mampu merubah struktur industri, 3) identifikasi key success factors untuk melihat tingkat keberhasilan sebuah indsutri, 4) analisis strategic group map untuk mengetahui posisi perusahaan dalam peta persaingan industri dibanding dengan kompetitornya, dan 5) analisis industry segmentation untuk mengetahui celah pasar yang secara potensial dapat dikembangkan. Studi ini menyimpulkan bahwa industri jamu masih memiliki daya tarik yang sedang dan masih dianggap menarik untuk dikembangkan lagi. Dengan adanya pelakupelaku bisnis jamu yang pandai memanfaatkan peluang yang ada dan tetap konsisten pada strategi inovasi, maka dapat menjadikan mereka sebagai pesaing yang tangguh dalam industri jamu 17. Studi selanjutnya mengenai industri jamu adalah studi yang dilakukan oleh Erni Dwi Lestari mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor dengan judul Analisis Daya Saing, Strategi, dan Prospek 17 Ign Priyo Kristianto, Analisis Struktur Indsutri Jamu di Indonesia, Program Studi Manajemen Universitas Gadjah Mada,

10 Industri Jamu. Studi ini juga menganalisa industri jamu nasional dengan kacamata ilmu manajemen. Metode analisis yang digunakan adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat), dimana strength atau kekuatan adalah variabel atau faktor-faktor internal yang dimiliki yang menjadi faktor penentu utama dalam menghasilkan keunggulan industri. Sedangkan weakness atau kelemahan adalah faktor-faktor internal yang menyebabkan industri kurang mampu bersaing dengan kompetitornya. Sementara itu, yang disebut dengan oppotunity atau peluang adalah faktor-faktor eksternal yang dapat mendukung perkembangan dan kemajuan industri. Sedangkan threat atau ancaman adalah faktor-faktor internal yang dapat mengancam perkembangan dan kemajuan industri. Studi tersebut menyimbulkan bahwa bila daya saing indsutri jamu memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan industri jamu yang menyebabkan daya saing industri jamu tinggi tersebut seperti faktor sumberdaya, faktor industri terkait dan pendukung serta faktor kesempatan. Namun, komponen yang lain seperti faktor permintaan, faktor persaingan struktur, dan strategi industri menunjukkan bahwa industri jamu memiliki kelemahan sehingga menyebabkan daya saing industri jamu sangat rendah. Keterkaitan antar faktor tidak terjalin secara sempurna sehingga menyebabkan faktor keunggulan industri jamu tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk mendukung faktor daya saing yang lemah. Dengan demikian, perkembangan industri jamu di Indonesia sangat lambat 18. Bila melihat pada studi yang telah dilakukan, belum ada studi yang melihat industri jamu dari sudut pandang Hubungan Internasional dengan menggunakan analisis Global Value Chain. Studi sebelumnya lebih menekankan potensial atau tidaknya industri ini. Namun, penulis akan meneliti industri ini dengan lebih menganalisa pada bagaimana peran pemerintah terkait dengan proses upgrading dalam industri jamu. 18 Erni Dwi Lestari, Analisis Daya Saing, Strategi, dan Prospek Industri Jamu di Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,

11 D. Landasan Konseptual Guna menjawab rumusan masalah dengan menganalisa peran pemerintah dalam mendukung proses upgrading, penulis menggunakan konsep Global Value Chain (GVC). Diharapkan, hasil analisa dapat digunakan sebagai sebuah strategi bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan sehingga industri jamu nasional mampu bersaing di era globalisasi dan perdagangan bebas. Dengan menggunakan konsep GVC, akan dipahami bagaimana power, hubungan aktoraktor yang terlibat, dan keuntungan serta biaya yang dididstribusikan kepada bermacam aktor. GVC didefinisikan sebagai keseluruhan rangkaian tahapan sebuah produk maupun jasa dari konsep yang melalui berbagai fase produksi, pengiriman ke konsumen, dan daur ulang/pembuangan pasca pengunaan 19. Dalam GVC, salah satu komponen yang penting adalah rents atau rente, yakni income yang diperoleh tanpa bekerja. Rente dapat muncul dari kepemilikan aset-aset yang langka dan menciptakan hambatan agar kompetitor sulit untuk masuk. Rente bisa datang dari internal maupun eksternal dari perusahaan yang bersangkutan. Rente yang dapat diciptakan oleh perusahaan adalah 1) rente teknologi dimana perusahaan mempunyai kekuasaan atas teknologi yang langka, 2) rente sumber daya manusia dimana perusahaan mempunyai SDA yang lebih terampil daripada pesaingnya, 3) rente organisasi dimana dalam struktur organisasi internal perusahaan tersebut menempati posisi yang superior, dan 4) rente pasar dimana perusahaan tersebut memiliki jangkauan pasar yang lebih luas atau mempunyai merek yang lebih terkenal. Di sisi lain, rente pun bisa datang dari luar perusahaan, yakni 1) rente relasi dimana perusahaan tersebut mempunyai relasi yang bagus dengan pemasok maupun dengan konsumen, 2) rente sumber daya alam dimana perusahaan mempunyai akses terdapat sumberdaya alam yang langka, 3) rente kebijakan dimana perusahaan didukung oleh sistem pemerintahan yang efisien bahkan pemerintah menciptakan hambatan bagi masuknya kompetitor, 4) rente 19 Raphael Kaplinsky and Mike Moris, A Handbook for Value Chain Research, < diakses pada 20 Maret

12 infrastruktur dimana perusahaan memiliki akses terhadap infrastruktur yang berkualitas, dan 5) rente finansial dimana perusahaan mempunyai akses finansial yang lebih baik daripada kompetitornya 20. Guna memahami peran negara dalam kaitannya dengan mendukung proses upgrading pada industri jamu nasional, maka penulis akan menitik beratkan pada policy rents atau rente kebijakan. Policy rents muncul dari kelangkaan buatan yang diciptakan oleh kebijakan pemerintah. Rente kebijakan akan mampu menjabarkan efektivitas dukungan dari pemerintah dimana kebijakan pemerintah yang efisien akan mempermudah perusahaan untuk membangun rente ekonomi melalui penyediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang lebih baik dan dukungan finansial yang lebih baik dari pada negara kompetitor. Untuk melindungi industri dalam negeri, pemerintah bahkan dapat menciptakan hambatan bagi kompetitor asing untuk memasuki perindustrian dalam negeri. Kemampuan mengaplikasikan rente kebijakan tergantung pada kapasitas aktor terkait yang mampu merancang dan melaksanakan kebijakan serta mampu memanfaatkan peluang yang dibuat oleh pembuat kebijakan di negara lain 21. Rente kebijakan pemerintah yang efektif yang mampu melindungi serta mendukung industri akan lebih dapat dipahami jika melihat pada konsep governed interdependence (GI) yang diusung oleh Linda Weiss. Definisi governed interdependence adalah sistem koordinasi yang berdasarkan kerjasama antara pemerintah dan industri dimana keduanya sama-sama berperan kuat. Baik pemerintah maupun pihak industri tetap mempertahankan otonomi mereka, namun tetap pemerintahlah yang mempimpin secara langsung maupun tidak langsung dengan menunjuk sektor swasta tertentu. Pemerintah juga tetap berperan sebagai pihak yang menetapkan tujuan maupun sasaran serta memantau kinerja dari industri. Dalam sistem ini, industri juga diuntungkaan karena dapat 20 Raphael Kaplinsky, Sustaining Income Growth in A Globalising World: The Search for The Nth Rent. Insitute of development Studies, University of Sussex, Brington, 2004, pp Raphael Kaplinsky, Globalisation, Industrialisation, and Sustainable Growth: The Pursuit of The Nth Rent, Discussion Paper 365, Institute of Development Studies, University of Sussex, Brington, p

13 mengurangi beberapa kesulitan seperti mencari modal, mengembangkan produk dan teknologi baru, menemukan pasar yang baru, dan melatih teknisi serta pekerja yang ahli. Dalam kerjasama ini terdapat saling ketergantungan, dimana perusahaan mengandalkan pemerintah untuk mendirikan dan memelihara situasi yang kondusif, dimana hal tersebut penting untuk memasuki akses ke pasar yang stabil bahkan merebut pasar dunia. Sedangkan di sisi lain, pemerintah mengandalkan perusahaan untuk memperbesar pendapatan dengan memperbanyak lapangan pekerjaan dan meningkatkan pertumbuhan. Melalui kerjasama antara pemerintah dan perusahaan/industri, pemerintah dapat menggali dan bertukar informasi penting dengan para produsen, mendorong partisipasi sektor privat, dan mengerahkan kolaborasi dengan industri ini ke tingkat yang lebih besar demi mamajukan strategi nasional. Sebuah kebijakan dinilai efektif atau tidak tergantung pada hubungan antara pemerintah dan industrinya. Hubungan tersebut dapat dilihat dalam keempat jenis governed interdependence sebagai berikut. 1. Disciplined support Pada tipe pertama ini dukungan pemerintah adalah mendisiplinkan atau mengatur. Perubahan ekonomi yang terjadi pada mulanya diinisiasi oleh sektor publik. Apabila terdapat perusahaan privat yang mencapai public goals maka akan diberi subsidi. Subsidi yang diberikan bertujuan agar perusahaan privat melakukan apa yang diharapkan oleh pemerintah, bukannya mencari untung sendiri. Disciplined support digunakan sebagai cara untuk memonitor dan mengukur hasil dari tujuan kebijakan dan menjamin keadaan publik dapat dipertanggungjawabkan. Disciplined support juga bertujuan untuk mencapai adanya upgrading quality standard. 13

14 2. Public risk absorption Model yang kedua, pemerintah berperan untuk mengurangi risiko yang timbul. Tipe kedua ini mulanya digunakan oleh pemerintah agar industri semakin berkembang dan bermunculan industri-industri baru. Selain itu pemerintah juga melakukan mediasi antara produsen dan konsumen dalam pasar. 3. Private sector governance Dalam hal ini negara menunjuk badan/asosiasi untuk berperan seperti dalam mengontrol harga, mengatur produksi, menaikkan ekspor, maupun menentukan standar produksi. Sehingga negara tidak hanya berperan langsung, namun peran negara juga bisa berada di belakang layar mendukung perusahaan agar dapat berkooperasi dengan perusahaan lain. 4. Public private alliances Tipe terkahir ini, pemerintah bekerjasama dengan swasta untuk menemukan inovasi agar mampu melakukan upgrading maupun menciptakan produk baru. Inovasi menjadi sumber utama pertumbuhan di masa mendatang. Aliansi teknologi ini mengkombinasikan antara discipline support dan pembagian resiko/risk sharing. Dalam beraliansi dengan pemerintah, pihak swasta tidak dipaksa namun setelah beraliansi tentu pihak swasta juga tidak dapat bertindak sesuai kemauannya sendiri. Dengan adanya governed interdependence, jelaslah bahwa intervensi negara berperan penting. Pemerintah berperan untuk menetapkan tujuan terkait dengan industri dan tekonolgi mana yang perlu dimajukan. Dalam melaksanakannya tentu pemerintah berkerjasama dengan pihak privat. Setelah tujuan serta sektor apa yang ingin dikembangkan sudah jelas, perusahaan diharapkan dan didukung untuk siap berkompetisi dengan kompetitor Linda Weiss, The Myth of the Powerless State, Cornell University Press, New York, 1998, pp

15 E. Argumen Utama Keanekaragaman hayati Indonesia yang besar nyatanya belum mampu diimbangi dengan usaha yang maksimal untuk mengolahnya. Meskipun telah dikeluarkan Permenkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tentang Fitofarmaka sebagai landasan untuk mengembangkan jamu, kebijakan ini belum berjalan optimal. Nyatanya, sudah 22 tahun sejak peraturan ini berjalan, dari sekian ribu bahan alam yang mampu dijadikan jamu, hanya segelintir produk upgrading jamu yang sudah beredar di pasaran. Tercatat baru 25 OHT dan 5 fitofarmaka yang sudah dilepas ke pasar. Jumlah tersebut masih sedikit sehingga tidak banyak produk upgrading jamu yang dapat dimasukkan ke dalam sistem pelayanan kesehatan untuk dapat diresepkan kepada pasien. Lambannya upgrading jamu juga menunjukkan bahwa peran pemerintah dinilai masih kurang dalam merealisasikan kebijakan pengembangan jamu. Jika dilihat menggunakan teori Global Value Chain, yakni policy rents, kebijakan pengembangan jamu yang telah dikeluarkan ternyata belum mampu untuk mendukung industri. Kebijakan tersebut tidak efisien sehingga tidak mensukseskan program pengembangan jamu. Jamu tidak banyak yang berhasil diupgrade. Mengacu pada teori governed interdependence, sedikitnya produk upgrading jamu juga menunjukkan bahwa kerjasama antara pemerintah dan industri jamu masih kurang. Peran pemerintah dan industri jamu tidak sama-sama kuat sehingga kurang koordinasi dan tidak terjalin sinergi diantara keduanya untuk melakukan upgrading jamu. Dengan demikian, potensi yang dimiliki Indonesia berupa keanekaragam hayati dan sumber daya manusia dengan pengetahunnya berupa ilmu jamu yang diwariskan secara turun-temurun belum dapat dioptimalkan karena pelaksanaan kebijakan yang belum maksimal dengan kurangnya peran pemerintah. Kedepannya, diharapkan pemerintah dapat memberikan dukungan yang penuh dengan realisasinya sehingga jamu dapat diupgrade dan Indonesia mampu bersaing dengan negara lain yang lebih unggul dalam pengolahan obat tradisional, seperti China, Jepang, Korea, dan India. 15

16 F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif berupa deskriptif dengan mengambil dua studi kasus. Penelitian deskriptif dimaksudkan agar didapatkan informasi secara aktual nan rinci sehingga dapat menggambarkan kondisi dari permasalahan yang nyata. Di samping itu, dengan mengambil studi kasus penelitian diharapkan akan lebih intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif 23. Sebelum menganalisa mengenai peran pemerintah dengan teori yang berkaitan, terlebih dahulu akan diulas gambaran kedua industri jamu dengan proses upgrading yang terjadi menggunakan teori GVC. Selanjutnya, akan dipahami secara lebih mendalam dengan menganalisa tantang bagaimana peran pemerintah serta kebijakan yang berlaku dengan policy rents sebagai salah satu komponen GVC. Terakhir, governed interdependece yang diusung oleh Linda Weiss akan digunakan untuk melihat bagaimana kerjasama pemerintah dengan industri jamu. G. Teknik Pengumpulan Data Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui wawancara dengan responden-responden yang menjadi narasumber. Wawancara yang dilakukan berupa semi terstruktur karena menggunakan pedoman wawancara. Wawancara semi terstruktur dilakukan karena peneliti ingin mengetahui informasi secara mendetail dan membandingkannya dengan informasi yang di dapat dari sesi wawancara dengan pihak lain. Daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara akan diajukan, namun fleksibilitas tetap ada sehinga informasi penting lainnya juga bisa di dapat 24. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai literatur seperti buku, jurnal, website, maupun surat kabar. 23 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Dr Catherine Dawson, A Practical Guide to Research Methods, How To Content, Oxford, 2002, p

17 H. Ruang Lingkup Penelitian Industri jamu nasional akan dipahami dengan mengambil dua studi kasus upgrading jamu, yakni satu produk yang mewakili obat herbal terstandar dan satu produk fitofarmaka buatan perusahaan jamu. Studi kasus pertama yang akan dibahas adalah produk Tolak Angin sebagai obat herbal terstandar yang suskes diproduksi dan dipasarkan oleh PT. Sido Muncul. Sedangkan studi kasus yang kedua adalah produk Rheumaneer yang diproduksi PT. Njonja Meneer sebagai satu-satunya industri jamu yang mampu memproduksi fitofarmaka. I. Sistematika Penulisan Guna menjawab rumusan masalah: bagaimana peran pemerintah Indonesia dalam mendukung upgrading pada industri jamu nasional, penulisan akan dibagi menjadi lima bab. Bab I, yakni pendahuluan, membahas latar belakang mengenai potensialnya industri jamu nasional yang belum disertai dengan banyaknya produk upgrading jamu. Keadaan ini mengkhawatirkan karena industri jamu nasional dapat tergilas oleh masuknya obat tradisional impor, sehingga dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dan industri jamu untuk melindungi pasar domestik maupun perdagangan obat tradisional Indonesia di mancanegara. Dalam bab ini juga dipaparkan mengenai rumusan masalah, tinjauan literatur, landasan konseptual, hipotesa, metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan ruang lingkup penelitian. Selanjutnya, Bab II akan mengulas kebijakan mengenai obat tradisional baik secara global maupun kebijakan yang berlaku di Indonesia. Kebijakan obat tradisional yang berlaku di Indonesia tersebut berkaitan dengan pengembangan jamu menjadi obat herbal terstandar atau fitofarmaka. Serangkaian keputusan mengenai kebijakan pengembangan jamu akan diulas dalam bab ini sehingga akan diketahui landasan pengembangan jamu. Sedangkan pada Bab III akan digambarkan mengenai program pengembangan jamu yang melibatkan beberapa instansi terkait serta peran masing-masing instansi tersebut untuk melakukan upgrading pada jamu. Dengan demikian akan diketahui apakah implementasi kebijakan tersebut sudah 17

18 berjalan sinergis diantara instansi-instansi tersebut atau belum. Kemudian pada Bab IV, akan dibahas mengenai Global Value Chain dan tahap upgrading pada produk Tolak Angin sebagai obat herbal terstandar dan produk Rheumaneer sebagai satu-satunya produk fitofarmaka dari industri jamu. Bab ini untuk melihat bagaimana alur produksi, proses upgrading, serta aktor-aktor yang terlibat. Selanjutnya, pada Bab V akan diulas bagaimana pemerintah berperan dalam proses upgrading yang dianalisa dengan teori Global Value Chain, yakni policy rents. Peran pemerintah dalam upgrading Tolak Angin dan Rheumaneer akan dijabarkan dengan teori governed interdependence dari Linda Weiss. Pada bab ini akan dibahas pula bagaimana peran pemerintah pada industri jamu berskala kecil. Sehingga dengan bab ini, akan diketahui bagaimana dukungan pemerintah dan apakah pemerintah telah menjalin kerjasama yang kuat dengan industri jamu. Selanjutnya, Bab VI sebagai bab terakhir memaparkan kesimpulan. 18

instansi yang belum maksimal. Hal tersebut menyebabkan jamu masih saja belum menjadi produk unggulan.

instansi yang belum maksimal. Hal tersebut menyebabkan jamu masih saja belum menjadi produk unggulan. BAB VI KESIMPULAN Permenkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tentang Fitofarmaka sebagai dasar upgrading jamu menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka nyatanya belum mampu mengoptimalkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, dan menduduki urutan kedua setelah Brazil.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR Oleh : Surya Yuliawati A14103058 Dosen : Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, M.Ec PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Tradisional Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, pengobatan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang mempunyai hutan tropis terluas di dunia dan menduduki peringkat pertama di Asia Pasifik. Hal ini membuat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Obat tradisional 11/1/2011

Obat tradisional 11/1/2011 Disampaikan oleh: Nita Pujianti, S.Farm.,Apt.,MPH Obat tradisional Bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik (sarian) atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET oleh : Dra. Kustantinah, Apt., M.App.Sc Kepala Badan POM RI Disampaikan Pada : Kuliah Umum Program Magister Herbal Universitas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor : HK T e n t a n g

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor : HK T e n t a n g BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Nomor : HK.00.05.4.2411 T e n t a n g KETENTUAN POKOK PENGELOMPOKAN DAN PENANDAAN OBAT BAHAN ALAM INDONESIA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis SWOT untuk menentukan Strategi Pengembangan Industri. Biofarmaka Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis SWOT untuk menentukan Strategi Pengembangan Industri. Biofarmaka Daerah Istimewa Yogyakarta BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis SWOT untuk menentukan Strategi Pengembangan Industri Biofarmaka Daerah Istimewa Yogyakarta Strategi pengembangan pada Industri Biofarmaka D.I.Yogyakarta

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat tanggal 15 Juni 2016 RANCANGAN

Lebih terperinci

Mengenal Perbedaan Logo Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Serta Obat Untuk Diabetes

Mengenal Perbedaan Logo Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Serta Obat Untuk Diabetes Mengenal Perbedaan Logo Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Serta Obat Untuk Diabetes Jamu yang merupakan warisan nenek moyang, bermetamorfosis menjadi obat herbal terstandar hingga tingkatan

Lebih terperinci

Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak)

Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak) Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak) Slogan back to nature membuat masyarakat berbondong-bondong memanfaatkan produk bersumber alam dalam upaya menjaga kesehatan.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan tumbuhan obat. Beberapa sumber menyebutkan terdapat sekitar 30 ribu jenis tanaman obat di sini. Dari jumlah sebanyak itu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature)

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) membawa perubahan pada pola konsumsi obat dari yang berbahan kimiawi, ke obat-obatan yang terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apoteker Indonesia, masih belum dapat menerima jamu dan obat herbal terstandar

BAB I PENDAHULUAN. apoteker Indonesia, masih belum dapat menerima jamu dan obat herbal terstandar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia obat herbal 1 diklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu jamu 2, obat herbal terstandar 3, dan fitofarmaka 4. Akan tetapi para dokter dan apoteker Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khasiat sebagai obat. Bahkan, sekitar 300 spesies dimanfaatkan sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khasiat sebagai obat. Bahkan, sekitar 300 spesies dimanfaatkan sebagai bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dunia terdapat 40 ribu spesies tanaman, dan sekitar 30 ribu spesies berada di Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 9.600 di antaranya terbukti memiliki khasiat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Sandra dan Kemala (1994) mengartikan tumbuhan obat sebagai semua tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang membahas mengenai permasalah yang ada terkait dengan sebuah objek. Adanya permasalahan menimbulkan beberapa pertanyaan, yang akan dibahas untuk menghasilkan solusi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi, hingga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Hasil wawancara dengan Ibu Meilani Susanto selaku pimpinan harian CV.Angsoka.

LAMPIRAN. Hasil wawancara dengan Ibu Meilani Susanto selaku pimpinan harian CV.Angsoka. L-1 LAMPIRAN Hasil wawancara dengan Ibu Meilani Susanto selaku pimpinan harian CV.Angsoka. 1. Faktor kekuatan apa saja yang dimiliki CV.Angsoka sehingga perusahaan bisa bertahan sampai sekarang? CV.Angsoka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk rnewujudkan kesehatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk rnewujudkan kesehatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk rnewujudkan kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak dapat disangkal bahwa obat merupakan salah satu

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kota-kota besar semakin mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kota-kota besar semakin mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah penduduk Indonesia, terlebih di kota-kota besar semakin mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Sebagai akibat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecenderungan gaya hidup Back to Nature menyebabkan penggunaan obat tradisional, obat herbal, maupun suplemen makanan cenderung meningkat, yang terjadi di Negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada

Lebih terperinci

Penggunaan Jamu untuk Terapi Kedokteran Modern

Penggunaan Jamu untuk Terapi Kedokteran Modern Peran Pendidikan Kedokteran sebagai Pendukung Penggunaan Jamu untuk Terapi Kedokteran Modern Prof. Dr. dr. A. Guntur Hermawan, SpPD-KPTI, FINASIM Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi, Bagian Ilmu

Lebih terperinci

JAVANESE HERBAL CENTER

JAVANESE HERBAL CENTER LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR JAVANESE HERBAL CENTER PUSAT PELAYANAN DAN PENGEMBANGAN JAMU TERPADU DI SEMARANG Dengan Penekanan Desain Arsitektur Organik Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam yang tinggi. Kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam yang tinggi. Kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia diperkirakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang memiliki keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang tinggi. Kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia diperkirakan menyimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang pada mulanya berbasis pada sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kosmetik adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani kuno. kosmetikus,

I. PENDAHULUAN. Kosmetik adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani kuno. kosmetikus, I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kosmetik adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani kuno. kosmetikus, artinya, upaya untuk memperindah tubuh manusia secara keseluruhan, mulai dari rambut, mata,

Lebih terperinci

PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA

PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA A. Obat Asli Indonesia Obat tradisional adalah obat yang berasal dari bahan baku alam yang dikeringkan yang dibuat secara turun temurun yang biasanya dikemas dalam wadah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau

BAB I PENDAHULUAN. bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan beraneka ragam tumbuhan. Hal ini tentunya didukung oleh iklim tropis yang dimiliki Indonesia sehingga memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI BAB II DESKRIPSI INDUSTRI 2.1. Pengertian Suplemen Makanan Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara,

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih unggul akan mampu menarik perhatian para konsumen dan dapat bertahan

BAB I PENDAHULUAN. lebih unggul akan mampu menarik perhatian para konsumen dan dapat bertahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri yang pesat memunculkan persaingan yang ketat di antara para pelaku usaha. Terlebih pada era globalisasi sekarang ini, sangat memungkinkan persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang datang ke skin care ingin melakukan perawatan agar terlihat lebih

BAB I PENDAHULUAN. orang yang datang ke skin care ingin melakukan perawatan agar terlihat lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri skin care termasuk industri yang menjanjikan saat ini. Industri ini tidak luput dari kecantikan dan kosmetik. Karena sudah bisa dipastikan bawah orang yang

Lebih terperinci

A. Guntur H. Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UNS Solo

A. Guntur H. Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UNS Solo A. Guntur H. Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UNS Solo Sejarah Perkembangan Herbal Obat Herbal merupakan obat yang paling tua Telah lama dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata baik di pusat daerah,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata baik di pusat daerah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat serta memiliki akses terhadap pelayanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages

C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages B. Rumusan Masalah Bagaimana peran pemerintah India dalam mendorong peningkatan daya saing global industri otomotif domestik? C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktifitas dengan baik dibutuhkan badan yang sehat. Pola hidup sehat,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktifitas dengan baik dibutuhkan badan yang sehat. Pola hidup sehat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Bisnis Bisnis kesehatan adalah bisnis yang sangat penting karena kesehatan merupakan salah satu syarat manusia bisa merasakan kebahagiaan.untuk bisa melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Asean sebagai basis produksi pasar dunia. Dilanjutkan dengan WTO ( World Trade Organization ) yaitu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Asean sebagai basis produksi pasar dunia. Dilanjutkan dengan WTO ( World Trade Organization ) yaitu organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini telah menjadikan setiap negara melakukan perdagangan secara bebas, sehingga tingkat persaingan di berbagai sektor perdagangan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

DRA. HELNI, APT, M.KES

DRA. HELNI, APT, M.KES DRA. HELNI, APT, M.KES 1.Obat Bebas 2.Obat bebas terbatas 3. Obat Keras 4. Obat narkotika Obat bebas adalah obat yang dijual bebas tanpa resep dokter. Obat bebas ditandai dengan lingkaran hitam warna hijau

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA No.225, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI

Lebih terperinci

DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING

DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING Obat Tradisional Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen RAPAT KERJA NASIONAL GP JAMU Jakarta,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi hewan dan masyarakat yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1).

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan tropis terkaya di dunia setelah Brazil dan masih menyimpan banyak potensi sumber daya alam hayati sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia yang berada di daerah tropis merupakan negara yang kaya

I. PENDAHULUAN. Indonesia yang berada di daerah tropis merupakan negara yang kaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang berada di daerah tropis merupakan negara yang kaya akan jenis tanaman termasuk tanaman obat. Tanaman obat yang telah diketahui memiliki khasiat adalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.226,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN PUSAT PENGOLAHAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT DAN PUSAT EKSTRAK DAERAH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BAHAN BAKU OBAT

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN PUSAT PENGOLAHAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT DAN PUSAT EKSTRAK DAERAH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BAHAN BAKU OBAT KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN PUSAT PENGOLAHAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT DAN PUSAT EKSTRAK DAERAH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BAHAN BAKU OBAT Disampaikan pada: Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sekilas Mengenai Industri Jamu di Indonesia Jumlah perusahaan jamu yang bergabung dalam industri jamu sampai sekarang ini sebanyak 587 GP Jamu. Sedangkan jumlah pengrajin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di era globalisasi yang semakin kompleks dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di era globalisasi yang semakin kompleks dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi di era globalisasi yang semakin kompleks dan kondisi pasar yang semakin terbuka terhadap informasi yang datang dari manapun, menuntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkomunikasi, bertukar informasi, dan bertransaksi bisnis. Sebagian besar orang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. berkomunikasi, bertukar informasi, dan bertransaksi bisnis. Sebagian besar orang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi dan komunikasi memberikan kemudahan manusia dalam berkomunikasi, bertukar informasi, dan bertransaksi bisnis. Sebagian besar orang telah mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi merupakan tantangan utama yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Pengaruh globalisasi dapat menimbulkan rasa nasionalisme yang dimiliki masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

BPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan.

BPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan. No.1038, 2014 BPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TATA LAKSANA PERSETUJUAN UJI KLINIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap usaha dituntut agar selalu memiliki keunggulan untuk berbagai produk yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap usaha dituntut agar selalu memiliki keunggulan untuk berbagai produk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di era persaingan yang semakin kompetitif dan menuju era globalisasi, setiap usaha dituntut agar selalu memiliki keunggulan untuk berbagai produk yang diciptakan.

Lebih terperinci

PENYULUHAN CPOTB DAN PERSIAPAN PENDIRIAN IKOT DI KABUPATEN GARUT

PENYULUHAN CPOTB DAN PERSIAPAN PENDIRIAN IKOT DI KABUPATEN GARUT PENYULUHAN CPOTB DAN PERSIAPAN PENDIRIAN IKOT DI KABUPATEN GARUT Lanny Mulqie, Arlina Prima P. Program Studi Farmasi, FMIPA Universitas Islam Bandung Abstrak Keanekaragaman hayati tanaman obat yang dimiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

Strategi Industri Perusahaan PT Sidomuncul Tbk Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Laporan Keuangan

Strategi Industri Perusahaan PT Sidomuncul Tbk Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Laporan Keuangan Strategi Industri Perusahaan PT Sidomuncul Tbk Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Laporan Keuangan Disusun oleh: Febby Citra Lestari Anisa Putri Islami Shella Fadhila PROGRAM STUDI AKUNTANSI

Lebih terperinci

BAB V ANALISA SWOT, PEMASARAN, DAN LINGKUNGAN BISNIS

BAB V ANALISA SWOT, PEMASARAN, DAN LINGKUNGAN BISNIS 65 BAB V ANALISA SWOT, PEMASARAN, DAN LINGKUNGAN BISNIS 5.1. Analisa SWOT 5.1.1. Strength (Kekuatan) - Mempunyai ragam variasi kegunaan yang tinggi (masak, membuat roti, minum, mengobati penyakit autisme,

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada Rakernas GP Jamu 2016

Disampaikan oleh: Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada Rakernas GP Jamu 2016 Disampaikan oleh: Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada Rakernas GP Jamu 2016 LATAR BELAKANG INDONESIA Potensi Jamu Riskesdas 2010 Alam Kekayaan Hayati - Populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamu adalah obat tradisional berbahan alami warisan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi untuk kesehatan. Pengertian jamu dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Indikator dan Parameter Faktor Internal. No Indikator Parameter Skor 1. Ketersediaan bahan baku obat tradisional

Lampiran 1. Indikator dan Parameter Faktor Internal. No Indikator Parameter Skor 1. Ketersediaan bahan baku obat tradisional 9 Lampiran. Indikator dan Parameter Faktor Internal No Indikator Parameter Skor. Ketersediaan bahan baku obat tradisional. Ketersediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kualifikasinya. Ketersediaan bangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan batiknya. Kerajinan batik telah secara turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi,

Lebih terperinci

Kontroversi Pemakaian Obat Alami Untuk Diabetes

Kontroversi Pemakaian Obat Alami Untuk Diabetes Kontroversi Pemakaian Obat Alami Untuk Diabetes Pengantar Obat Alami Untuk Diabetes Sejak dahulu kala, obat herbal atau obat diabetes yang berasal dari alam paling ampuh dan banyak dipakai oleh orang tua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bersaing dari negara lain yaitu tanaman kopi. Dari 10 negara penghasil kopi

I. PENDAHULUAN. bersaing dari negara lain yaitu tanaman kopi. Dari 10 negara penghasil kopi 1 I. PENDAHULUAN A Latar Belakang dan Masalah Negara Indonesia memiliki salah satu tanaman perkebunan yang mampu bersaing dari negara lain yaitu tanaman kopi. Dari 10 negara penghasil kopi di dunia, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memeliharanya. Salah satu cara untuk menjaga amanat dan anugrah yang Maha Kuasa yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dan memeliharanya. Salah satu cara untuk menjaga amanat dan anugrah yang Maha Kuasa yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi ini pada dasarnya merupakan amanat yang dipercaya Allah SWT kepada umat manusia. Allah SWT memerintahkan manusia untuk menjaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil hutan non kayu sudah sejak lama masuk dalam bagian penting strategi penghidupan penduduk sekitar hutan. Adapun upaya mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan

Lebih terperinci

Pembangunan di lndonesia berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat

Pembangunan di lndonesia berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Pembangunan di lndonesia berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat yang akhirnya dapat mempengaruhi pola hidup konsumen secara keseluruhan. Dalam menyongsong

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan melakukan inovasi untuk pengembangan produknya dan. mempertahankan konsumennya. Perusahaan yang tidak mampu bersaing akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan melakukan inovasi untuk pengembangan produknya dan. mempertahankan konsumennya. Perusahaan yang tidak mampu bersaing akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Kebutuhan dan selera pasar terus berkembang seiring waktu dan perkembangan jaman. Hal inilah yang mendasari perusahaan untuk bersaing dengan melakukan inovasi untuk pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelemahan neraca posisi transaksi berjalan. Meskipun demikian, Bank Dunia

BAB I PENDAHULUAN. pelemahan neraca posisi transaksi berjalan. Meskipun demikian, Bank Dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, krisis global yang sedang melanda berbagai negara membuat Indonesia terkena dampaknya. Sebelumnya, Bank Dunia membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang sudah berkembang sejak dulu, bahkan sebelum keberadaan pengobatan medis

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di kawasan Indonesia sendiri telah diberlakukan perdagangan bebas ASEAN-

BAB I PENDAHULUAN. Di kawasan Indonesia sendiri telah diberlakukan perdagangan bebas ASEAN- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan bebas semakin meningkat dalam sepuluh tahun terakhir ini. Di kawasan Indonesia sendiri telah diberlakukan perdagangan bebas ASEAN- China (ACFTA, ASEAN-China

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Dari hasil evaluasi strategi perusahaan, analisis lingkungan internal perusahaan dan analisis lingkungan eksternal yang ada dalam industri farmasi Indonesia, maka

Lebih terperinci