BAB II KEADAAN UMUM 2.1 Teori Dasar Baut Batuan Teori Baut Batuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEADAAN UMUM 2.1 Teori Dasar Baut Batuan Teori Baut Batuan"

Transkripsi

1 BAB II KEADAAN UMUM 2.1 Teori Dasar Baut Batuan Kestabilan penambangan bawah tanah sangat bergantung pada teknik pemasangan baut batuan dan keahlian para pemasang baut batuan menggunakannya. Pemasangan baut batuan merupakan salah satu pekerjaan yang paling berbahaya. Pada periode tahun 2000 hingga maret 2004, jatuhan atau luncuran material merupakan penyebab terbesar kedua kematian pada penambangan batubara dan peringkat terbesar keempat untuk penambangan logam dan nonlogam. Kecelakaan-kecelakaan seperti ini seharusnya dapat dicegah atau minimal dikurangi jika dilakukan pelatihan pemasangan baut batuan. Kecelakaan pada penambang yang berhubungan dengan baut batuan tidaklah disebabkan oleh jatuhan atau luncuran atap, akan tetapi seringkali terjadi karena kurangnya pengalaman melakukan pengeboran dan menggunakan peralatan baut batuan. Pada terowongan dan penambangan bawah tanah, baut batuan merupakan batang baja yang dimasukkan ke dalam lubang bor untuk menyangga atap atau dinding hasil penggalian Teori Baut Batuan Baut batuan merupakan salah satu jenis penyangga yang bila digunakan akan menjadi bagian dari massa batuan. Hal ini sesuai dengan fungsi penyangga yaitu membantu batuan agar dapat menopang dirinya sendiri sehingga mencapai keseimbangan setelah padanya diberikan gangguan berupa lubang bukaan. Terdapat beberapa alasan penggunaan baut batuan sebagai bahan yang menguatkan batuan, yaitu dapat digunakan pada bentuk geometri lubang bukaan yang bervariasi, umumnya mudah untuk digunakan, relatif murah, pemasangan dapat sepenuhnya dengan mekanisasi, kerapatan spasinya dapat disesuaikan dengan kondisi batuan lokal dan dapat dikombinasikan dengan sistem penyanggaan yang lain seperti wire mesh, strap, beton tembak (shotcrete). Contohnya pada sistem penggalian bawah tanah NATM (New Austrian Tunnelling Method) sistem baut batuan dikombinasikan dengan beton tembak dan selimut beton untuk penyanggaan permanen.

2 Jenis Baut Batuan Bermacam-macam baut batuan telah digunakan saat ini di seluruh dunia. Banyak diantaranya hanya memperlihatkan perbedaan kecil dalam rancangannya, namun konsep dasarnya sama. Jenis baut batuan dapat dibedakan berdasarkan cara pengikatannya yaitu : a. Baut batuan dengan cara pengikatan mekanis b. Baut batuan dengan cara pengikatan yang menggunakan zat kimia c. Baut batuan dengan cara pengikatan geser d. Baut kabel batuan Tipe baut batuan yang digunakan pada penambangan emas pongkor adalah tipe split set. Tipe ini merupakan salah satu dari dua tipe baut batuan yang masuk ke dalam jenis Friction Anchored Rock Bolt atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai jenis baut batuan dengan pengikatan geser. Baut batuan dengan pengikatan geser mirip dengan baut batuan dengan pengikatan mekanik yaitu pemasangan dan operasinya tidak diganggu oleh kondisi batuan yang basah. Untuk pemasangan secara permanen masalah yang mungkin timbul adalah korosi. Mekanisme pengikatan baut batuan split set timbul dari kekuatan geser yang disebabkan oleh adanya pembebanan yang mendekatai batas beban maksimum baut batuan, saat baut batuan akan tergelincir. Gambar II-1 Split set Keuntungan dari jenis ini adalah pemasangannya sederhana, memberikan kerja penyanggaan dengan cepat setelah pemasangannya, tak ada perangkat keras lain yang dibutuhkan melainkan jack leg atau jumbo drill untuk pemasangannya dan mudah dikombinasikan dengan wire mesh. II-2

3 Sedangkan, kerugiannya adalah relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan jenis baut batuan yang lain, dibutuhkan keakuratan mengenai ukuran diameter lubang bor sehingga didapatkan pemasangan yang benar dan tepat untuk memperoleh kekuatan lubang yang didapatkan. Selain itu, pemasangan baut batuan yang panjang dapat menjadi sulit, dan tidak dapat digunakan dalam pemasangan jangka panjang kecuali kalau dilindungi oleh anti korosi. (Irwandy Arif, 2002) Analisis Fungsi Baut Batuan Baut batuan dianggap sebagai suatu penyangga yang mempunyai dua misi klasik yaitu menyanggah batuan yang potensial untuk runtuh dan menahan atau bahkan menghentika perpindahan permukaan lubang bukaan. Kedua fungsi yang berhubungan dengan kedua hal tersebut adalah : a. Fungsi penahan b. Fungsi penekan Dan harus ditambahkan fungsi ketiga, yaitu : c. Fungsi penguat Selanjutnya, proses yang terjadi dan harus digaris bawahi bahwa ketiga fungsi tersebut berkombinasi satu sama lain. Dan, dalam prakteknya sulit dipisahkan pada suatu studi nyata dari unjuk kerja baut batuan tersebut Fungsi Penahan (Suspension) Pada fungsi ini, baut batuan harus diikatkan pada suatu daerah yang kuat dan stabil. Baut ini dibebani secara prinsip oleh berat dari batuan yang disanggah, akan tetapi baut tersebut juga dapat dibebani secara parsial oleh tegangan geser jika arahnya mempunyai kemiringan terhadap arah gravitasi. Untuk split set, pembebanan geser pada bidang kontak dirumuskan seperti di bawah ini τ = μ x q...(2-1) dengan : μ adalah koefisien geser metal batuan q adalah tekanan radial yang tergantung pada kerapatan split set dalam lubang bor II-3

4 Fungsi Penekanan Aksi suatu penyanggaan pada permukaan lubang bukaan bawah tanah, melalui gaya yang diaplikasikan, dikonversikan menjadi tekanan rata-rata yang umumnya sangat rendah dari nilai tegangan yang telah ada dalam batuan sebelum realisasi dari penggalian. Hal ini terjadi jika kedalaman mencapai 100 m. Walaupun demikian, tekanan yang rendah ini dinilai cukup dalam banyak kasus untuk terlibat secara nyata dalam kondisi seimbang dari batuan di sekitar lubang bukaan Fungsi Penguatan a). Analisis global Fungsi ini meliputi pemasangan baut batuan pada daerah yang memiliki rangka struktur dan daerah yang mengalami efek pelengkungan dengan penambahan kapasitas dukung dari daerah yang tidak stabil di sekitar lubang bukaan. Efek struktur adalah suatu rancangan bentuk aksi baut batuan terhadap batuan berlapis. Pada batuan yang berlapis, baut batuan mempersatukan mereka yang secara tidak langsung memperbesar ketebalan dan menaikkan ketahanan terhadap pelengkungan. Selain itu, baut batuan juga mencegah gerakan antar lapisan dengan arah sepanjang bidang perlapisan. Hal ini dikarenakan adanya kuat geser dari baut batuan sehingga menambah tegangan normal pada bidang perlapisan. Dalam hal ini, perilaku geser pada baut batuan diharapkan merupakan yang terbaik. Selain itu, harus dihindari juga resiko tergulingnya batuan (toppling failure). Untuk geometri lubang bukaan yang melengkung secara prinsip diarahkan pada pembentukan suatu lengkungan artifisial menggunakan penguatan dengan penekanan. Lengkungan ini diperkuat oleh baut batuan dalam keadaan tertegangkan yang menyilang dan memperkuat lubang bukaan. Mekanisme ini berasosiasi pada suatu baut batuan dengan pengikatan ponktuel, dan dari penelitian menunjukkan bahwa efektivitasnya ditentukan oleh panjang baut batuan sama dengan atau lebih besar dari dua kali jarak antar baut batuan. (LANG, 1961) Akhirnya suatu aksi campuran antara penguatan dan penekanan terlihat jelas dalam konsep pembentukan suatu lengkungan artifisial. Penekanan mengontrol pelengkungan dari lengkungan, dimana bagian bawah adalah bagian yang paling tidak terorganisasi sedangkan bagian atas tertekan satu sama lain secara tangensial pada permukaan batang secara batang curvilinier. Fenomena ini dibentuk dengan II-4

5 penegangan sendiri dari suatu lengkungan di atas lubang bukaan dalam suatu massa batuan yang cukup kuat. b) Analisis lokal : efek penyulaman Studi analitik dari aksi baut batuan yang menyilang pada suatu bidang diskontinu telah banyak dipelajari antara lain oleh AZUAR (1977), RASOLOFO (1990). Azuar membedakan gaya yang diperlukan untuk melengkungkan baut batuan (Tf) dan gaya untuk memecahkah baut batuan pada perpotongan baut batuan dan bidang diskontinu (Te). 2.2 UDEC (Universal Distinct Element Code) Metode Elemen Distinct Definisi dari elemen distinct adalah elemen yang dihasilkan dari pembagian suatu blok batuan atau material secara internal, dengan bentuk segitiga-segitiga beda hingga yang digunakan dalam pemodelan numerik sistem diskontinu (Cundall, 1993). Sedangkan metode elemen distinct merupakan prosedur numerik yang mengizinkan suatu simulasi komplit dari perilaku suatu media diskontinu. Konsep metode elemen distinct berdasarkan bahwa tiap tahap waktu perhitungan cukup kecil sehingga suatu gangguan pada suatu blok tidak akan dapat sampai pada blok di sampingnya dengan segera. Pada blok-blok rigid, yang mempunyai siklus perhitungan adalah massa blok dan kekakuan batas kontak antar blok. Sedangkan pada blok-blok deformable, ukuran elemen dalam blok, kekakuan sistem yang meliputi model batuan intact dan pada kontak antar blok yang berpengaruh. UDEC (Universal Distinct Element Code) merupakan program numerik 2 dimensi berbasis metoda elemen distinct untuk model yang discontinuum. Program UDEC mensimulasikan tanggapan dari media diskontinu (tidak menerus) seperti kekar yang terdapat pada massa batuan. Media diskontinu digambarkan sebagai sebuah kumpulan dari blok-blok diskrit. Diskontinuitas dilambangkan sebagai kondisi batas antar blok-blok, sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan di sepanjang diskontinuitas dan perputaran antar blok-blok. Blok-blok individu dapat berperilaku sebagai material kaku (rigid) atau material yang dapat berubah bentuk (deformable). Blok-blok deformable ini terbagi lagi menjadi sebuah mesh dari elemen-elemen berbeda yang jumlahnya terbatas. Dan II-5

6 tiap-tiap elemen memberikan tanggapan sebuah penentuan linear atau non-linear berdasarkan hukum tegangan-regangan. Pergerakan relatif pada diskontinuitas juga dapat dimunculkan dengan linear atau non-linear grafik hubungan gaya dan perpindahan untuk pergerakan pada arah gaya normal dan gaya geser. Selain itu, diizinkan pula terjadinya perpindahan elemen-elemen dari blok deformable tersebut sehingga dapat terjadi perubahan bentuk blok. Data-data yang dihasilkan oleh UDEC baru dapat digunakan sebagai data yang valid jika data diambil dalam kondisi tunak (steady state). Keadaan ini dapat diketahui dengan cara memplot history unbalanced yang berupa data resultan gaya total. Jika kurva yang terbentuk sudah landai dan mendekati nol, maka keadaan tunak yang diharapkan sudah tercapai dan selanjutnya dapat dilakukan pengambilan data Perhitungan Numerik Dalam metode elemen distinct, massa batuan digambarkan sebagai sekumpulan blok-blok diskrit. Sedangkan kekar diperlihatkan sebagai kontak antara blok-blok yang diskrit tersebut. Gaya kontak dan gaya perpindahan dari sekumpulan blok-blok dihasilkan dari perhitungan yang mengikuti pergerakan blok-blok. Hasil pergerakan melalui penyebaran melalui sistem blok yang terganggu disebabkan oleh body forces. Hal ini merupakan proses dinamik dimana kecepatan penyebaran tergantung kepada properti alami dari sistem diskrit. Keadaan dinamis dari blok-blok dinyatakan secara numerik dalam bentuk tahapan waktu. Pada tahapan waktu perhitungan, kecepatan dan percepatan dianggap tetap. Konsep metode elemen distinct berdasarkan bahwa tiap tahap waktu perhitungan cukup kecil sehingga suatu gangguan pada suatu blok tidak akan dapat sampai pada blok di sampingnya dengan segera. Perhitungan dengan metode elemen distinct dilakukan berdasarkan gaya perpindahan pada semua kontak antara blok-blok dan hukum II Newton pada semua blok. Gaya perpindahan digunakan untuk menentukan gaya kontak dari perpindahan yang diketahui atau tetap. Sedangkan hukum II Newton menghasilkan pergerakan blok-blok dari gaya-gaya yang bekerja pada blok-blok tersebut. Jika suatu blok bersifat deformable, maka pergerakannya dihitung pada titik ikat dari elemen segitiga dalam blok tersebut Persamaan Gerak II-6

7 Gerakan blok individu ditentukan dari besar dan arah resultan momen out of balance dari gaya yang bekerja. Untuk blok dalam dua dimensi yang dikenakan oleh beberapa gaya, seperti gravitasi, gerak satu dimensi dari massa tunggal dihasilkan oleh gaya F(t). Hukum II Newton dituliskan sebagai berikut : du& F =...(2-2) dt m keterangan : u& = kecepatan t = waktu m = massa Δt Δt t+ t 2 2 du& u& v& = dt Δt..(2-3) Substitusi persamaan (2-3) ke persamaan (2-2) Δt Δt t t () t F u& = u& +. Δt...(2-4) m Dengan penurunan kecepatan pada setengah tahap waktu, memungkinkan perpindahan sebagai berikut : Δt t+ ( t+δt) ( t) 2. u = u + u& Δt...(2-5) Karena gaya bergantung pada perpindahan, maka perhitungan gaya/perpindahan dilakukan pada waktu yang bersamaan. Untuk blok-blok yang berada pada dua dimensi, mengalami beberapa gaya seperti gaya gravitasi sehingga persamaannya menjadi : Δt Δt () t t+ t F 2 2 i u& = u& + + gi. Δt m Δt Δt () t t+ t M 2 2 & θ = & θ +. Δt I dimana : & θ = kecepatan angular blok I = momen inersia blok M = total momen gaya pada blok II-7...(2 6)

8 u& g i = komponen kecepatan blok = komponen percepatan gravitasi Gambar II-2 Hubungan Perhitungan Yang Digunakan Pada Formula Distinct Element Pada persamaan (2 6) dan lainnya, indeks i menunjukkan komponen pada kerangka koordinat Cartesian dan penyajian terakhir menunjukkan adanya pengulangan. Kecepatan yang baru pada persamaan (2-6) digunakan untuk menentukan lokasi terbaru blok sesuai dengan χ Δt t+ ( t+δt) ( t) 2 i χi u& i. = + Δt..(2-7) Δt t+ ( t+δt) ( t) & 2. θ = θ + θ Δt dimana : θ = rotasi blok pada pusat, dan χ i = koordinat pusat blok Penting untuk diperhatikan bahwa perputaran yang terjadi tidak disimpan, pernambahan perputaran digunakan untuk memperbaharui posisi blok hingga stabil. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa tiap saat menghasilkan posisi blok terbaru yang akan membangkitkan gaya-gaya sentuh. II-8

9 Resultan gaya dan momen digunakan untuk menghitung percepatan linear atau percepatan angular dari tiap-tiap blok. Kecepatan dan perpindahan blok ditentukan melalui integrasi dari seluruh tahapan waktu. Langkah-lankah ini diulang hingga diperoleh keadaan yang setimbang atau menghasilkan continuing failure. Berdasarkan hukum Newton II gaya pada dua bodi (ditunjukkan dengan subscript a dan b) yang terjadi pada waktu T pada arah yang saling berlawanan ditunjukkan dengan : mu&& = F...(2-8) a a a mu&& = F...(2-9) a Kedua persamaan (2-8) dan (2-9) digabung kemudian diintegralkan T mu&& a a dt = 0 T 0 mu&& dt...(2-10) b b ( ( T ) (0) ( T) (0) ) = ( ) m u& u& m u& u&...(2-11) a a a b b b mu& + mu& = mu& + mu&...(2-12) ( T) ( T) (0) (0) a a b b a a b b Persamaan (2-12) memberikan indikasi bahwa momentum total akhir dengan waktu yang terus berubah identik dengan momentum total awal. Kesetimbangan energi yang terjadi pada suatu bodi dengan kecepatan awal v 0 menjadi kecepatan akhir v pada suatu jarak S dengan gaya konstan F dirumuskan sebagai berilkut : mv& = F...(2-13) Menggunakan identitas bahwa v& = vdv/ds, v m v dv = F ds...(2-14) 0 v0 Asumsikan bahwa m adalah konstan. Maka, S mv ( v0 ) FS 2 =...(2-15) Persamaan (2-15) menyatakan fakta bahwa kerja yang dihasilkan oleh gaya sama dengan perubahan energi kinetik dari bodi. II-9

10 2.2.4 Memodelkan Sifat Kekar Kekar pada batuan digambarkan secara numerik dalam bentuk permukaan kontak antara dua sisi blok. Secara umum, untuk setiap pasang blok yang bersentuhan elemen data dibuat untuk menggambarkan titik kontak. Model kekar dibuat guna menunjukkan tanggapan dari kekar dalam massa batuan. Tabel 2.1 menunjukkan model pembentuk kekar yang ada dalam UDEC. Dalam UDEC, blok-blok yang berdekatan dapat bersentuhan di sepanjang sisinya atau pada titik diskrit dimana suatu sudut bertemu sisi atau sudut lainnya. Untuk blok rigid, sebuah kontak dalam UDEC dapat terjadi pada setiap sudut yang berinteraksi dengan sudut atau sisi dari blok lain. Sedangkan pada blok yang deformable titik kontak diciptakan pada seluruh titik ikat pada sisi blok yang bersentuhan. Jumlah titik kontak dapat ditambah sebagai fungsi dari internal blokblok yang berdekatan. Masalah khusus dari skema kontak ini adalah tanggapan yang tidak nyata yang dihasilkan ketika blok bersentuhan. Hal ini merupakan hasil dari permodelan dimana sudut blok-blok tajam atau memiliki kekuatan yang terbatas. Kenyataannya, persentuhan sudut-sudut blok akan terjadi sebagai bagian dari konsentrasi tegangan. Selain itu, kondisi nyata dapat dicapai II-10

11 Kontak titik Kontak daerah Tabel II-1 Model Pembentuk Kekar ( * ) Model Representative Material Example Application Kontak daerah dengan perpindahan material lemah Hasil menerus Barton-Bandis Material kecil, batuan getas yang terkompakkan Kekar, sesar, bidang dasar dalam batuan Kekar batuan yang menunjukkan kekuatan puncak/sisa diskrit Kekar batuan yang menunjukkan peningkatan kerusakan dan perilaku histerik dalam Kekar batuan yang didefinisikan oleh properti indeks Barton- Bandis Kestabilan lereng dari batuan terkekarkan Mekanika batuan umum (e.g., penambangan bawah tanah) Mekanika batuan umum Lingkaran pemuatan dan pembalikan muatan dengan putaran histarik utama, analisis dinamik Analisis aliran kekar dengan celah hidrolik Sumber: (*) Universal Distinct Element Code, version Vol I : User s Manual. Itasca Consulting Group, Inc.1994 dengan membulatkan sudut blok sehingga blok-blok dapat meluncur secara halus saat dua sudut yang berlawanan saling berinteraksi. Ujung membulat dipakai oleh UDEC dengan mengkhususkan busur bulatan untuk setiap ujung blok. Ujung membulat dipakai dalam UDEC khususnya lengkungan busur untuk setiap sudut blok. Lengkungan ini dibatasi oleh jarak dari titik puncak ke titik tangensial dengna ujung yang berhubungan. Untuk hasil yang lebih akurat, panjang ujung membulat kurang dari 1 % dari panjang sisi blok dalam model. Dua jenis kontak yang dipergunakan untuk memodelkan perilaku kekar adalah kontak sudut dengan sudut atau kontak sisi dengan sudut. Keduanya dinamakan kontak numerik. Secara fisik, kontak sisi dengan sisi penting karena berhubungan dengan kekar batuan tertutup sepanjang seluruh sisinya. Kekar diasumsikan sebagai perluasan antara dua kontak dan setengahnya dari masing-masing sisinya memberikan tegangan kontak. Tambahan perpindahan normal dan perpindahan geser dihitung untuk tiap titik kontak dan panjang yang bersangkutan. II-11

12 2.2.5 Blok Deformable Dalam metode elemen distinct, blok dapat rigid atau deformable. Formula dasar untuk blok-blok rigid telah diberikan oleh Cundall (1978). Formula ini menggambarkan medium sebagai kumpulan blok-blok distinct yang tidak akan merubah geometri blok-blok tersebut sebagai hasil dari pembebanan. Maka dari itu, formula ini paling baik dipakai pada daerah dimana perilaku sistem didominasi oleh bidang diskuntinu sedangkan untuk material elastik dapat diabaikan. Untuk beberapa hal, deformasi dari blok-blok individu tidak dapat diabaikan karena tidak dapat diasumsikan sebagai blok kaku. Blok fully deformable dikembangkan oleh UDEC untuk mengijinkan deformasi internal tiap blok dalam model. Ketika berhadapan dengan batuan yang memiliki banyak kekar dan spasi rapat, maka sebaiknya dipilih tipe blok kaku, karena dengan kekar-kekar tersebut massa batuan akan dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga akan mempengaruhi pergerakan bongkahan-bongkahan batuan. Namun demikian, sebenarnya kita dapat menggunakan blok deformable untuk kondisi-kondisi seperti ini, hanya saja perhitungan akan menjadi sangat lama. Hal ini terjadi karena selain harus membuat bongkahan-bongkahan batuan, bongkahan tersebut harus dibagi menjadi beberapa elemen segitiga beda hingga untuk mengontrol perubahan geometrinya Peredaman Mekanik Peredaman mekanik digunakan dalam elemen distinct untuk memecahkan dua masalah umum yaitu penyelesaian statik dan penyelesaian dinamik. Bentuk peredaman yang digunakan untuk tiap kelas berbeda. Untuk analisis statik, pendekatan konseptual sama dengan relaksasi dinamis, seperti yang diajukan oleh Otter dkk (1996). Persamaan gerak diredam untuk untuk mencapai keseetimbangan gaya secepat mungkin di bawah kondisi awal penggunaan dan kondisi batas. Untuk analisis dinamik, peredaman dalam simulasi numerik akan dihasilkan kembali kira-kira sebesar energi yang hilang dalam sistem alami pada saat pembebanan dinamis. Hal ini akan menimbulkan kesulitan dalam penafsiran (Cundall, 1976) II-12

13 Tahap yang diperlukan untuk perhitungan kestabilan deformasi blok adalah sebagai berikut : m i Δ tn = 2min...(2-16) ki dengan m i adalah massa yang berhubungan dengan node blok, dan k i adalah ukuran kekakuan elemen di sekitar node Rasio kekakuan massa bertalian dengan eigen frequency maksimum, 1/2 ω max, dari sebuah sistem linear elastik. Ukuran kekakuan k i terhadap kekakuan batuan utuh dan ketidakmenerusan harus dihitung terhadap keduanya. Perhitungannya seperti penjumlahan dari dua komponen ki = ( kxi + kji)...(2-17) Istilah pertama pada sisi kanan mewakili penjumlahan dari kekakuan semua elemen yang berhubungan dengan node i bmax k xi = K + G...(2-18) 3 3 h min dengan K dan G berurutan adalah modulus Bulk dan modulus geser elastik material b max adalah zona tepi terbesar h min adalah tinggi minimum elemen segitiga Sedangkan kekakuan kekar, k ji, hanya ada untuk node-node yang berlokasi pada batas blok, dimana terjadi karena hasil dari kekakuan normal atau kekakuan geser (yang lebih besar) dan penjumlahan lengan dari tepi dua blok. Untuk menghitung perpindahan relatif antar blok, tahap waktu batas dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Dimana 1/2 M min Δ tb = ( frac) 2 Kmax M min adalah massa blok yang paling kecil dari sistem, dan K max adalah kekakuan kontak maksimum...(2-19) II-13

14 Frac dalam persamaan di atas adalah nilai yang diberikan oleh pemakai untuk menghitung kontak blok tunggal dengan beberapa blok. Tahap waktu pengamatan untuk analisis elemen distinct adalah sebagai berikut : ( ) Δ t = min Δt, Δ t...(2-20) n b Sistem Satuan Sistem satuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah SI. Untuk sistem satuan yang lain telah dikonversikan ke dalam sistem SI. Tabel 2.3 di bawah ini menunjukkan berbagai sistem SI yang dipakai dalam UDEC dan konversi satuan dari sistem British ke sistem SI Tabel II-2 Sistem Satuan Parameter Mekanika SI British Panjang m m m cm ft In Densitas Kg/m Kg/m Kg/m gr/m 3 Slugs/ft 3 Snails/in 3 Gaya N kn MN Mdynes lbf Lbf Tegangan Pa kpa Mpa bar Lb f /ft 2 Psi Gravitasi m/sec 2 m/sec 2 m/sec 2 cm/s 2 ft/sec 2 in/sec 2 Kekakuan* Pa/m kpa/m Mpa/m bar/cm lb f /ft 3 lb/in 3 Dengan 1 bar = 10 6 dynes/cm 2 = 10 5 N/m 2 =10 5 Pa, 1 atm = bars = 14.7 psi = 2116 lb / f ft 2 = x 10 5 Pa, 1 slug = 1 lb f s 2 /ft = kg, 1 snail = 1 lb f s 2 /in, and 1 gravity = 9.81 m/s 2 = 981 cm/s 2 = ft/s Model Material Program UDEC dapat memodelkan berbagai jenis model material. Model material dipilih berdasarkan pertimbangan data-data yang tersedia sesuai aplikasi permodelan, seperti : kontruksi bawah tanah, panambangan, kemantapan lereng, pondasi, pembuatan bendungan. Terdapat 7 (tujuh) model material yang dapat dimodelkan dengan pemrograman UDEC seperti tertera pada tabel 2.4 di bawah ini II-14

15 2.2.9 Penskalaan Massa Salah satu cara untuk mengurangi waktu perhitungan adalah dengan menskala massa (density) material padat. Penskalaan massa dapat dibuat dengan perintah Model Null Elastik Plastisitas Drucker-Prager Plastisitas Mohr-Coulomb Material terkekarkan Regangan keras/lembut Hasil ganda Tabel II-3 Model Material Material yang Direpresentasikan Kosong Homogen, isotropik, perilaku tegangan-regangan linear Aplikasi terbatas, lempung dengan sudut geser dalam yang rendah Material berbutir yang lepas dan tersementasi, tanah, batuan Material berlapis-lapis Material berbutir yang menampilkan material tidak linear yang keras/lembut Material berbutir tersementasi dengan tekanan yang menyebabkan pengurangan volume secara permanen Contoh Aplikasi Lubang, penggalian, daerah dimana material akan ditambah pada tahap selanjutnya Analisis batuan terkekarkan dengan kekuatan batuan intact lebih besar daripada kekar, faktor keamanan dihitung Model untuk membandingkan dengan program elemen hingga Mekanika tanah dan batuan (kestabilan lereng dan penggalian bawah tanah) Penggalian pada tingkat dasar Studi setelah longsoran (peningkatan runtuhan) Penimbunan kembali secara hidrolik, elevasi penimbunan batuan MSCALA. Penskalaan massa berubah secara otomatis pada saat pendaman global yang ditentukan dengan perintah DAMP AUTO Konvensi Tanda Konvensi tanda yang digunakan dalam UDEC harus selalu diingat saat memasukkan data atau mengevaluasi hasil. Tabel berikut menunjukkan konvensi tanda dalam pemrograman UDEC Tabel II-4 Konvensi Tanda dalam UDEC II-15

16 Block Motion Gerakan positif adalah ke atas dan ke kanan Direct Stress Tegangan positif menunjukkan tarikan, dan negatif jika berupa tekanan Shear Stress Tegangan geser yang positif terlihat seperti pada Gambar 2.8 Direct Strain Regangan positif menunjukkan perpanjangan dan pemendekkan berarti regangan negatif Shear Strain Regangan geser terlihat pada Gambar 2.9 Tegangan Normal Bernilai positif untuk tekanan Kekar Tegangan Geser Tegangan geser kekar positif jika searah dengan pergerakan Kekar relatif Perpindahan Geser Perpindahan geser kekar positif jika searah dengan pergerakan Kekar relatif Sumber : UDEC, version Vol I : User s Manual, Itasca Consulting Group, 1993 II-16

17 τ yx τ xy τ xy τ yx Gambar II-3 Konvensi Tanda Untuk Shear Stress Bernilai Positif + Gambar II-4 Perpanjangan Yang Berasosiasi Dengan Regangan Geser Positif dan Negatif II-17

18 2.3 Profil PT Aneka Tambang (ANTAM) PT Aneka Tambang (ANTAM) adalah sebuah perusahaan tambang nasional yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan berbagai jenis bahan galian serta menjalankan usaha bidang industri, perdagangan, pengangkutan dan jasa yang berkaitan dengan pertambangan berbagai jenis bahan galian tersebut. PT ANTAM didirikan pada tanggal 5 Juli 1968 dengan modal dasar Rp miliar. Kepemilikan saham perusahaan ini sebesar 65 % oleh pemerintah dan sisanya diberikan ke publik. Saat ini, PT ANTAM berkedudukan di Jakarta atau tepatnya di jl. Letjen TB Simatupang No.1, Lingkar Selatan, Tanjung Barat, Jakarta 12530, Indonesia. Beberapa daerah operasi yang kini dimiliki PT ANTAM adalah tambang emas di Pongkor, tambang nikel dan ferronikel di Pomalaa, tambang nikel di P Gebe, P Gee dan Tanjung Buli, tambang Bauksit di P Kijang, dan tambang pasir besi di tiga tempat yaitu Cilacap, Lumajang dan Kutoarjo. Kijang (Bauksit) Logam Mulia (Pemurnian dan Pengolahan) Pomalaa (Feronikel dan Bijih Gee (Bijih Nikel) Gebe (Bijih Nikel) Pasca Tambang Pongkor (Emas) Tanjung Buli (Nikel) Cilacap (Pasir Besi) Pasca Tambang Kutoarjo (Pasir Besi) Lumajang (Pasir Besi) Gambar II-5 Lokasi Daerah Pertambangan PT ANTAM di Indonesia (2005) II-18

19 2.4 Profil UBPE Pongkor Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor terletak di Gunung Pongkor, tepatnya di Sorongan, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini terletak sekitar 25 Km di sebelah selatan Leuwiliang, berjarak kira-kira 55 Km ke arah barat dari Kota Bogor atau sekitar 90 Km dari Ibukota Negara, Jakarta. Jalur jalan yang ada dapat dilalui oleh kendaraan bermotor roda empat karena merupakan jalan beraspal. Izin usaha didapatkan pada 20 April 1992 untuk jangka waktu 30 tahun bahan galian emas dan perak. Luas area penambangan kira-kira ha. Indikasi terdapatnya emas pada gunung Pongkor ditemukan oleh Unit Geologi PT Aneka Tambang (ANTAM) pada tahun 1981 dan mulai beroperasi pada bulan Mei Gambar II-6 Lokasi Daerah Penambangan UBPE Pongkor 2.5 Iklim Berdasarkan data iklim diperoleh dari Pusat Meteorologi dan Geofisika stasiun klimatologi Darmaga, Bogor, curah hujan daerah Bogor dan sekitarnya berkisar antara mm/tahun. Curah hujan rata-rata terendah terjadi pada bulan Juni - Agustus dan curah hujan rata-rata tertinggi tertinggi terjadi pada bulan November Desember. Musim hujan jatuh pada bulan Juni September dan musim kemarau jatuh pada bulan Oktober April. Suhu udara tahunan rata-rata berkisar 24,8 25,9 o C. Suhu rata-rata terendah berkisar antara 20,8 22,4 o C yang dicapai pada bulan Januari. Sedangkan, suhu rata-rata tertinggi berkisar antara 28,8 31,9 o C yang II-19

20 dicapai pada bulan September dan Oktober. Kelembaban rata-rata bulanan berkisar antara 80,8 89,2 % sedangkan kelembaban rata-rata tahunan sekitar 86 %. 2.6 Kondisi Alam Wilayah bogor dan sekitarnya memiliki bentang alam yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu zona utara dan sona selatan. Zona utara merupakan bentang yang datar dengan ketinggian berkisar antara m sedangkan zona selatan merupakan bentang yang bergelombang sampai bergunung dengan ketinggian sekitar 2000 m. Gunung yang terdapat di wilayah Bogor antara lain Gunung Salak (2211 m), Gunung Lemo (1981 m), dan Gunung Halimun (1920 m) Fisiologi dan Morfologi Daerah Gunung Pongkor merupakan rangkaian dari Gunung Halimun yang merupakan daerah perbukitan sedang sampai terjal dengan komposisi 15 % daerah datar berombak, 60 % daerah berombak berbukit, dan 25 % daerah berbukit bergunung. Gunung Pongkor memiliki ketinggian 750 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan berkisar antara %. Gunung Pongkor tersusun dari kawasan Taman Nasional, kawasan Hutan Lindung, dan areal pesawahan. Pada daerah ini terdapat dua sungai induk, yaitu sungai Cikaniki di sebelah barat dan sungai Ciguha di sebelah Timur Geologi Geologi daerah Pongkor dan sekitarnya tersusun dari batuan api piroklastik bersifat andesitik sampai dasitik yang dapat dikelompokkan kedalam satuan batuan tufa breksi, aglomerat, andesit, breksi andesitik, dan dasit. Satuan batuan tufa breksi menyebar di bagian selatan terutama di sepanjang Sungai Cikaniki. Satuan ini diterobos dan terpotong oleh urat kuarsa yang mengandung emas. Satuan batuan tufa breksi terutama disusun oleh tufa, tufa lapili, tufa breksi, aglomerat, dan sisipan lempung. Sisipan batu tufaan lebih banyak ditemukan jika semakin ke sebelah barat laut. Tufa breksi disusun oleh komponenkomponen andesit, batu lempung lanauan, batuan tersilifikasi dan tufa yang berbentuk menyudut sampai membundar tanggung berukuran 2-3 cm. Komponenkomponennya yang terdapat dalam matriks yang disusun oleh mineral batuan berukuran halus. II-20

21 Ubahan (alterasi) hidrothermal dari tipe-tipe batuan terjadi melalui proses utama propilitasi (mineral teralterasi menjadi klorit), argilitrasi (mineral teralterasi menjadi lempung), dan silisifikasi (pengubahan silica). Derajat pelapukan massa batuan sangat bervariasi dan kompleks. Umumnya batuan terlapukkan sempurna di permukaan dan derajat pelapukan menurun sesuai dengan penambahan kedalaman batuan. Struktur geologi yang tampak terdiri dari kekar dan sesar. Sesar dengan arah N 190 o E dan N 255 o E dengan sudut kemiringan tegak lurus dan telah terisi oleh urat kuarsa ditemukan di L 500 Pasirjawa. Sesar yang ditemukan dicirikan oleh adanya pergeseran antara 2-5 m ke arah vertikal pada lapisan batu lempung. Pola penyebaran kekar memperlihatkan arah umum sejajar dengan penyebaran urat dan bidang perlapisan batuan yang umumnya terisi kuarsa, lempung mangan oksida, pirit, dan limonit. Mineralisasi emas dan perak di Gunung Pongkor ditemukan dalam batuan gunung api yang disusun oleh aglomerat breksi polomik, tufa breksi, dan lava andesit. Anomali kadar emas ditemukan dalam urat kuarsa yang berada dalam suatu zona ubahan hidrothermal yang meliputi daerah seluas 11 Km x 6 Km. Pada zona ubahan ini ditemukan urat kuarsa yang berpola saling sejajar dengan jurus umum barat laut tenggara Mineralisasi Mineralisasi emas pada pada daerah Pongkor ditemukan pada urat kuarsa uang terdiri dari Urat Pasirjawa, Urat Ciguha Utama, Urat Ciguha Timur, Urat Kubang Cicau dan Urat Ciurug Urat Pasirjawa Urat Pasirjawa memanjang sekitar 1200 meter dengan lebar antara 2 m sampai 18 m. Dan arah N 170 o E, kemiringan 70 o sampai 75 o ke arah barat. Jenis litologi terdiri dari tufa, tufa lapili, tufa breksi, andesit, sisipan batu lempung, dan urat kuarsa, umumnya telah mengalami perubahan argilitrasi (mineral teralterasi menjadi lempung) dan propilitasi (mineral teralterasi menjadi klorit limonit). Peretakan batuan sangat rapat yang sebagian besar terisi oleh kuarsa, liminit, oksida mangan, dan lempung terutama di sekitar kontak urat. Urat Pasirjawa yang merupakan bijih dengan kadar lebih dari 4 gr/ton Au, memiliki lebar antara 2-8 m dan panjang 206 m. II-21

22 Gambar II-7 Peta Geologi Daerah Pongkor dan Sekitarnya Urat Ciguha utama Urat Ciguha utama mempunyai bentangan panjang sekitar 1500 m dengan lebar antara 1,0 sampai 7,5 m dan arah N 142 o E, kemiringan antara 70 o sampai 85 o. Jenis litologi terdiri dari tufa lapili, tufa breksi, tufa andesitik, dan urat kuarsa. Ubahan batuan klorisasi dan piritasi disertai urat-urat tipis kuarsa dengan kerapatan 1-3 m dan lebar 1-40 cm, yang memperlihatkan arah penyebaran sejajar dengan urat kuarsa, II-22

23 sangat umum dijumpai sepanjang terowongan. Zona bijih pada urat utama adalah sepanjang 135 m dengan kadar rata-rata 4,0-28,18 gr/ton Au dan pada urat timur sepanjang 235 m dengan kadar rata-rata 4,0 28,46 gr/ton Au Urat Ciguha Timur Urat Ciguha Timur memanjang sekitar 900 m dengan lebar antara 1,0 2,5 m dan arah N 170 o E, kemiringan 70 o sampai 75 o ke arah barat. Urat ini terdapat dalam batuan breksi dan tufa andesitik yang telah mengalami perubahan kloritisasi dan piritisasi. Urat berkadar bijih 4,0 23,48 gr/ton Au sepanjang 100 m pada drift vein menipis ke arah barat Urat Kubang Cicau Urat Kubang Cicau merupakan suatu sistem urat yang terdiri dari urat utama berarah utara selatan dengan sudut kemiringan antara 65 o 75 o ke arah timur dengan lebar antara 2 10 m dan beberapa urat lainnya dengan arah antara N330 o E sampai N355 o E dengan sudut kemiringan 60 o sampai 70 o ke arah timur. Penyebaran ini dapat diikuti sekitar 2500 m Urat Ciurug Urat Ciurug memanjang kurang lebih 2500 m dengan arah N330 o E sampai N350 o E, sudut kemiringan antara 55 o sampai 70 o ke arah timur dengan lebar antara 2-25 m. Urat-urat kuarsa yang ditemukan umumnya telah mengalami pelapukan dan peretakan yang sangat lanjut dan sering dijumpai adanya rongga-rongga akibat pelarutan oleh air tanah. Urat kuarsa berwarna putih abu-abu keclokatan sampai kehitaman. Mineral penyusun dan ubahan dalam urat terdiri dari kuarsa, kalsedon, dan mineral karbonat yang sebagian besar telah berubah menjadi kuarsa, adularia, barit, klorit, mineral lempung, oksida mangan dan limonit. 2.7 Metode Penambangan UBPE Pongkor menerpakan sistem penambangan bawah tanah dengan metode cut dan fill. Metode cut and fill merupakan salah satu sistem penambangan bawah tanah yang memerlukan penyanggan. Penggalian bijih dilakukan secara horizontal mengikuti badan bijih. Setiap kemajuan penambangannya dikuti dengan pengisian II-23

24 lombong oleh material pengisi (filling material) untuk menyangga batuan samping. Material pengisi ini berasal dari sisa pengolahan bijih ditambah dengan semen yang dialirkan melalui sistem pemipaan. Kemajuan penambangan dengan metode ini diukur dari level bawah ke atas (overhand slopping) membentuk lapisan-lapisan penambangan (slice). Untuk mencapai bijih dibuat sebuah Main Haulage Level (MHL) sebagai lubang bukaan utama untuk keperluan pengangkutan karyawan, peralatan, ventilasi, penirisan dan keperluan- keperluan lain baik kegiatan produksi maupun development yang dikerjakan. Dalam pelaksanaan produksi, pada masing-masing urat (vein) dibuat pembagian lokasi produksi berupa level, yang merupakan cross cut ke arah bijih, dan setelah bijih ditemukan kemudian dilanjutkan pembuatan drift menyusuri penyebaran bijih tersebut. Berdasarkan data geoteknik yang dihasilkan dari tahap eksplorasi dan perencanaan awal diperoleh bahwa tambang emas Pongkor menerapkan dimensi lubang bukaan untuk MHL lebar dan tinggi 4 m, dan drift footwall (DFW) lebar 4 m dan tinggi 3,5 m. Untuk menstabilkan lubang bukaan dan meninggikan lantai kerja, dimensi lombong setelah pengisian rongga oleh material pengisi diharapkan mempunyai tinggi 2,5 m dan lebarnya disesuaikan dengan ukuran badan bijih. Mekanisme penambangan pada lokasi penambangan Ciurug mengikuti siklus yang meliputi tahapan aktivitas pemboran, peledakan, scalling, penyanggaan bila diperlukan), pemuatan dan pengangkutan, serta pengisian kembali (backfill) Pemboran (Drilling) Drilling (pengeboran) merupakan proses awal dari siklus penambangan yang terjadi di UBPE Pongkor. Dalam hal ini, pemboran dimaksudkan untuk keperluan peledakan. Proses pengeboran ini memang biasa dilakukan bila menghadapi suatu endapan bahan galian yang keras dan kompak. Arah pemboran untuk lubang ledak atau lubang tembak dapat vertikal, horisontal, atau miring. Pemilihan peralatan bor untuk tambang bawah tanah adalah suatu hal yang kompleks. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan alat bor adalah : a. Diameter lubang ledak b. Kedalaman lubang ledak c. Jenis batuan d. Kondisi lapangan dan jalan masuk II-24

25 e. Fragmentasi dan produksi yang dibutuhkan atau yang telah ditentukan f. Biaya pemboran Di UBPE Pongkor, alat bor yang digunakan ada dua macam, yaitu jack leg dan jumbo drill. Jack leg merupakan mesin bor manual yang dioperasikan dengan menggunakan tangan manusia. Jumbo drill yang digunakan bermerk Tamrock tipe monomatik 105 dengan mata bor jenis button bit dengan diameter 45 m. pola pemboran yang dilakukan adalah pola empat persegi panjang (rectangular pattern) dengan arah pemboran horisontal Peledakan (Blasting) Setelah proses pengeboran selesai dilakukan, kegiatan dilanjutkan dengan proses peledakan (blasting). Proses ini dimulai dengan pemuatan atau pengisian bahan peledak ke dalam lubang tembak. Setelah itu dilanjutkan dengan menyambung rangkaian peledakan sesuai dengan kebutuhan peledakan dan kuantitas batu yang diledakkan. Setelah rangkaian-rangakaian terpasang dengan baik, lalu tempat peledakan dikosongkan dari manusia dan alat-alat lain kemudian dimulailah peledakan. Peledakan batuan menggunakan bahan peledak Powergell Magnum sebagai primer, ANFO Dahana, serta detonator listrik dan NONEL buatan Dyno Nobel. Blasting Machine yang digunakan sebagai alat pemicu peledakan adalah Blasting Machine merk Nippon Kayaku Co.Ltd Scalling Scalling adalah kegiatan menjatuhkan batuan yang menggantung pada crown wall, termasuk batuan yang mungkin akan jatuh bila di sekitar batuan tersebut terjadi gangguan seperti dilakukannya pemboran pada tahap selanjutnya. Scalling dilaksanakan setelah pembersihan terowongan dari gas-gas hasil peledakan (smoke clearing) Penyanggaan Kegiatan penyanggaan ini hanya dilakukan pada lokasi-lokasi tertentu yang diperkirakan dapat mengalami keruntuhan. Jenis-jenis penyangga yang digunakan adalah penyangga kayu seperti three piece set dan cribbing, penyangga baja berupa steel set, dan penyangga beton berupa beton tembak (shotcrete). Ukuran tiap-tiap II-25

26 penyangga berbeda-beda disesuaikan dengan ukuran lubang bukaan yang disangga dan besarnya bidang diskontinu. Penyangga baja dan penyangga kayu biasanya igunakan pada terowongan seperti cross cut, dan drift sedangkan untuk lokasi lombong biasanya hanya diberi perkuatan seperti split set, rock bolt, span, dan wire mesh. Untuk kegiatan produksi pada lombong, tepatnya pada kegiatan sebelum peledakan untuk kemajuan pengambilan urat kuarsa, split set digunakan untuk menyangga batuan samping yang lapuk agar tidak runtuh setelah peledakan Pemuatan dan pengangkutan Kegiatan pengumpulan material lepas hasil peledakan dan pengangkutannya menuju titik pemuatan ke lori dilakukan dengan Load Haul Dump (LHD) Toro tipe 301 DL dan EJC 100. selanjutnya lori buatan PT Inka Madiun berkapasitas 3 m 3 yang sudah terisi broken ore ditarik keluar tambang oleh Trolley Locomotive berpenggerak tenaga listrik Pengisian kembali Lombong yang telah ditambang selanjutnya diisi dengan material pengisi yang berasal dari limbah pabrik (sand tailing) yang telah dipisahkan dari material halusnya (-10 mikron) sebanyak 60 %. Pengisian tersebut dimaksudkan untuk menjaga batuan samping dan menaikkan lantai kerja lombong sehingga bijih pada slice selanjutnya dapat dijangkau. Pengisian kembali (backfill) pada lokasi ciurug menggunakan pipa penyemprot filling yang dipompa dari luar. Penimbunan dilakukan sampai tinggi lantai lombong setelah ditimbun terhadap atap lombong berjarak 2,5 meter yang merupakan tinggi ideal dari jangkauan alat bor jumbo drill. Dalam hal ini jumbo drill diusahakan mencapai atap lombong agar pemasangan pelindung (wire mesh) dan penguatan (split set) pada atap lombong dapat dilakukan. II-26

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang bawah tanah biasanya akan selalu membutuhkan penanganan khusus terutama atas

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Sejarah Singkat UBPE Pongkor PT Aneka Tambang, Tbk .

BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Sejarah Singkat UBPE Pongkor PT Aneka Tambang, Tbk . BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Sejarah Singkat UBPE Pongkor PT Aneka Tambang, Tbk PT Aneka Tambang, Tbk. adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang pertambangan emas. Salah satu unit

Lebih terperinci

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai sedang-tinggi Bijih dan batuan samping cukup kuat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Keadaan Umum 2.1.1 Lokasi Kesampaian Daerah Lokasi CV JBP secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Provinsi Banten. Secara geografis lokasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

INFORMASI PENTING. m e = 9, kg Besar muatan electron. Massa electron. e = 1, C Bilangan Avogadro

INFORMASI PENTING. m e = 9, kg Besar muatan electron. Massa electron. e = 1, C Bilangan Avogadro PETUNJUK UMUM 1. Tuliskan NAMA dan ID peserta di setiap lembar jawaban dan lembar kerja. 2. Tuliskan jawaban akhir di kotak yang disediakan untuk di lembar Jawaban. Lembar kerja dapat digunakan untuk melakukan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 24 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Persiapan Memasuki tahap persiapan ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dalam rangka penulisan tugas akhir ini. Adapun tahap persiapan ini meliputi hal-hal sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Ditinjau dari sistem penyanggaannya, maka metode penambangan bawah tanah (Underground mining)

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah 1.Shaft Shaft adalah suatu lubang bukaan vertical atau miring yang menghubungkan tambang bawah tanah dengan permukaan bumi dan berfungsi sebagai jalan pengangkutan

Lebih terperinci

BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA

BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA 1 BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA 01. Usaha yang dilakukan oleh suatu gaya terhadap benda sama dengan nol apabila arah gaya dengan perpindahan benda membentuk sudut sebesar. A. 0 B. 5 C. 60

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan perekonomian secara global dapat mempengaruhi kondisi ekonomi pada suatu negara. Salah satunya adalah nilai tukar uang yang tidak stabil, hal tersebut dapat

Lebih terperinci

SOAL TRY OUT FISIKA 2

SOAL TRY OUT FISIKA 2 SOAL TRY OUT FISIKA 2 1. Dua benda bermassa m 1 dan m 2 berjarak r satu sama lain. Bila jarak r diubah-ubah maka grafik yang menyatakan hubungan gaya interaksi kedua benda adalah A. B. C. D. E. 2. Sebuah

Lebih terperinci

MEKANIKA UNIT. Pengukuran, Besaran & Vektor. Kumpulan Soal Latihan UN

MEKANIKA UNIT. Pengukuran, Besaran & Vektor. Kumpulan Soal Latihan UN Kumpulan Soal Latihan UN UNIT MEKANIKA Pengukuran, Besaran & Vektor 1. Besaran yang dimensinya ML -1 T -2 adalah... A. Gaya B. Tekanan C. Energi D. Momentum E. Percepatan 2. Besar tetapan Planck adalah

Lebih terperinci

SOAL DINAMIKA ROTASI

SOAL DINAMIKA ROTASI SOAL DINAMIKA ROTASI A. Pilihan Ganda Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Sistem yang terdiri atas bola A, B, dan C yang posisinya seperti tampak pada gambar, mengalami gerak rotasi. Massa bola A, B,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pembahasan data lapangan ini mencakup beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pendataan serta pengolahannya. Data lapangan ini meliputi data pemetaan bidang diskontinu

Lebih terperinci

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 7 3.2. Data Yang Diperlukan Untuk kelancaran penelitian maka diperlukan beberapa data yang digunakan sebagai sarana

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK September 2011 SUPANDI, ST, MT supandisttnas@gmail.com GEOTEKNIK TAMBANG Jurusan : Teknik Geologi

Lebih terperinci

BAB II TEORI ELEVATOR

BAB II TEORI ELEVATOR BAB II TEORI ELEVATOR 2.1 Definisi Elevator. Elevator atau sering disebut dengan lift merupakan salah satu jenis pesawat pengangkat yang berfungsi untuk membawa barang maupun penumpang dari suatu tempat

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Fisika Kelas XI SCI Semester I Oleh: M. Kholid, M.Pd. 43 P a g e 6 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Kompetensi Inti : Memahami, menerapkan, dan

Lebih terperinci

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 BAB III UJI LABORATORIUM 3.1. Benda Uji Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 dimensi, tiga lantai yaitu dinding penumpu yang menahan beban gempa dan dinding yang menahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi topografi dan geologi Kabupaten Gunung Kidul memiliki muka air tanah yang sangat dalam, juga kemampuan tanah yang kurang baik dalam menyerap dan menyimpan

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA 104+000- STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto,

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI Disusun Oleh : ERWINSYAH F1B3 13 125 TEKNIK JURUSAN PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALUOLEO 2017 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur

Lebih terperinci

Bab 3. Metodologi. Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi

Bab 3. Metodologi. Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi Bab 3 Metodologi 3.1 Pendahuluan Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi penanggulangan erosi, sebaiknya beberapa kondisi tube dan lapangan perlu dipertegas. Dalam metoda perhitungan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Kinematika Sebuah Partikel

Kinematika Sebuah Partikel Kinematika Sebuah Partikel oleh Delvi Yanti, S.TP, MP Bahan Kuliah PS TEP oleh Delvi Yanti Kinematika Garis Lurus : Gerakan Kontiniu Statika : Berhubungan dengan kesetimbangan benda dalam keadaan diam

Lebih terperinci

METODE CUT AND FILL DAN SHRINKAGE FULL STOPING PADA PEMBANGUNAN TAMBANG BAWAH TANAH ( UNDERGROUND ACCESS LEVEL)

METODE CUT AND FILL DAN SHRINKAGE FULL STOPING PADA PEMBANGUNAN TAMBANG BAWAH TANAH ( UNDERGROUND ACCESS LEVEL) METODE CUT AND FILL DAN SHRINKAGE FULL STOPING PADA PEMBANGUNAN TAMBANG BAWAH TANAH ( UNDERGROUND ACCESS LEVEL) GERIE MUNGGARAN Gerie_munggaran@yahoo.com Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari.benda tegar (statis dan Indikator Pencapaian Kompetensi: 3.1.1

Lebih terperinci

Prediksi 1 UN SMA IPA Fisika

Prediksi 1 UN SMA IPA Fisika Prediksi UN SMA IPA Fisika Kode Soal Doc. Version : 0-06 halaman 0. Dari hasil pengukuran luas sebuah lempeng baja tipis, diperoleh, panjang = 5,65 cm dan lebar 0,5 cm. Berdasarkan pada angka penting maka

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala aktivitas penambangan bawah tanah dilakukan dengan membuat terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan. Terowongan dibuat dengan menjaga

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung - 1983 Kombinasi Pembebanan Pembebanan Tetap Pembebanan Sementara Pembebanan Khusus dengan, M H A G K = Beban Mati, DL (Dead Load) = Beban Hidup, LL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m.

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m. Contoh Soal dan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. a) percepatan gerak turunnya benda m Tinjau katrol : Penekanan pada kasus dengan penggunaan persamaan Σ τ = Iα dan Σ F = ma, momen inersia (silinder

Lebih terperinci

Bab 6 Defleksi Elastik Balok

Bab 6 Defleksi Elastik Balok Bab 6 Defleksi Elastik Balok 6.1. Pendahuluan Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat diteritukan dan sifat penampang dan beban-beban luar. Untuk mendapatkan sifat-sifat penampang

Lebih terperinci

Uraian Materi. W = F d. A. Pengertian Usaha

Uraian Materi. W = F d. A. Pengertian Usaha Salah satu tempat seluncuran air yang popular adalah di taman hiburan Canada. Anda dapat merasakan meluncur dari ketinggian tertentu dan turun dengan kecepatan tertentu. Energy potensial dikonversikan

Lebih terperinci

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM BAB VI KONSTRUKSI KOLOM 6.1. KOLOM SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN. Nama Praktikan/11215XXXX 4

BAB III KESIMPULAN. Nama Praktikan/11215XXXX 4 BAB III KESIMPULAN 3.1 Kriteria Penggalian Kemampuan untuk menaksir kemampugalian suatu massa batuan sangatlah penting, apalagi bila akan mengunakan alat gali mekanis kontinu. Tujuan memelajari kriteria

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL Niken Silmi Surjandari 1), Bambang Setiawan 2), Ernha Nindyantika 3) 1,2 Staf Pengajar dan Anggota Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA 1. Soal Olimpiade Sains bidang studi Fisika terdiri dari dua (2) bagian yaitu : soal isian singkat (24 soal) dan soal pilihan

Lebih terperinci

Doc. Name: SBMPTN2016FIS999 Version:

Doc. Name: SBMPTN2016FIS999 Version: SBMPTN 2016 Fisika Latihan Soal Doc. Name: SBMPTN2016FIS999 Version: 2016-08 halaman 1 01. Sebuah bola ditembakkan dari tanah ke udara. Pada ketinggian 9,1 m komponen kecepatan bola dalam arah x adalah

Lebih terperinci

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Umum Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode, yaitu metode perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta metode sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, Daerah ini

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, Daerah ini BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Perusahaan Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor terletak di desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, Daerah ini dapat

Lebih terperinci

SUB STUKTUR PONDASI, RETAINING WALL, DAN BASEMENT

SUB STUKTUR PONDASI, RETAINING WALL, DAN BASEMENT I. PONDASI A. Pengertian SUB STUKTUR PONDASI, RETAINING WALL, DAN BASEMENT Pondasi adalah suatu kontruksi pada bagian dasar stuktur yang berfungsi untuk memikul beban bangunan termasuk beban pondasi itu

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI FAKTOR KEBISINGAN YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DAN MEMPENGARUHI PERFORMANSI KERJA

TUGAS AKHIR EVALUASI FAKTOR KEBISINGAN YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DAN MEMPENGARUHI PERFORMANSI KERJA TUGAS AKHIR EVALUASI FAKTOR KEBISINGAN YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DAN MEMPENGARUHI PERFORMANSI KERJA (Studi Kasus: PT. ANEKA TAMBANG EMAS PONGKOR Tbk) Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

Dedy Ardianto Fallo, Andre Primantyo Hendrawan, Evi Nur Cahya,

Dedy Ardianto Fallo, Andre Primantyo Hendrawan, Evi Nur Cahya, STUDI TENTANG ALTERNATIF STRUKTUR PENAHAN UNTUK MENGATASI MASALAH PERGERAKAN TANAH DI PLTP ULUMBU KECAMATAN SATAR MESE KABUPATEN MANGGARAI TENGAH PROPINSI NTT Dedy Ardianto Fallo, Andre Primantyo Hendrawan,

Lebih terperinci

1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan

1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan 24 Gambar 2.10 Tipe urat pengisi (Pluijm dan Marshak, 2004) : (a) blocky vein, (b) fibrous vein, (c) dan (d) arah bukaan diskontinuitas sama dengan sumbu fiber Sehingga berdasarkan parameter deskripsi

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum dan Latar Belakang Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

Pembahasan UAS I = 2/3 m.r 2 + m.r 2 = 5/3 m.r 2 = 5/3 x 0,1 x (0,05) 2

Pembahasan UAS I = 2/3 m.r 2 + m.r 2 = 5/3 m.r 2 = 5/3 x 0,1 x (0,05) 2 Pembahasan UAS 2013 1. Sebuah cakram homogen berjari-jari 0,3 m pada titik tengahnya terdapat sebuah poros mendatar dan tegak lurus dengan cakram. Seutas tali dililitkan melingkar pada sekeliling cakram

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

Uji Kompetensi Semester 1

Uji Kompetensi Semester 1 A. Pilihlah jawaban yang paling tepat! Uji Kompetensi Semester 1 1. Sebuah benda bergerak lurus sepanjang sumbu x dengan persamaan posisi r = (2t 2 + 6t + 8)i m. Kecepatan benda tersebut adalah. a. (-4t

Lebih terperinci

Tegangan Dalam Balok

Tegangan Dalam Balok Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya

Lebih terperinci

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN FIS A. BENDA TEGAR Benda tegar adalah benda yang tidak mengalami perubahan bentuk dan volume selama bergerak. Benda tegar dapat mengalami dua macam gerakan, yaitu translasi dan rotasi. Gerak translasi

Lebih terperinci

USAHA, ENERGI & DAYA

USAHA, ENERGI & DAYA USAHA, ENERGI & DAYA (Rumus) Gaya dan Usaha F = gaya s = perpindahan W = usaha Θ = sudut Total Gaya yang Berlawanan Arah Total Gaya yang Searah Energi Kinetik Energi Potensial Energi Mekanik Daya Effisiensi

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : BAB VI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Standar Kompetensi 2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar 2.1 Menformulasikan hubungan antara konsep

Lebih terperinci

Treefy Education Pelatihan OSN Online Nasional Jl Mangga III, Sidoarjo, Jawa WhatsApp:

Treefy Education Pelatihan OSN Online Nasional Jl Mangga III, Sidoarjo, Jawa  WhatsApp: Treefy Education PEMBAHASAN LATIHAN 1 1.a) Bayangkan bola berada di puncak pipa. Ketika diberikan sedikit dorongan, bola akan bergerak dan menabrak tanah dengan kecepatan. Gerakan tersebut merupakan proses

Lebih terperinci

Bendungan Urugan II. Dr. Eng Indradi W. Sunday, May 19, 13

Bendungan Urugan II. Dr. Eng Indradi W. Sunday, May 19, 13 Bendungan Urugan II Dr. Eng Indradi W. Bendungan urugan Bendungan yang terbuat dari bahan urugan dari borrow area yang dipadatkan menggunakan vibrator roller atau alat pemadat lainnya pada hamparan dengan

Lebih terperinci