FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETERNAK AYAM PETELUR MELAKUKAN VAKSINASI: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETERNAK AYAM PETELUR MELAKUKAN VAKSINASI: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BALI"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETERNAK AYAM PETELUR MELAKUKAN VAKSINASI: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BALI (Factors Influencing Layer Farmers Decision to Conduct Vaccination: Case Study in West Java and Bali Provinces) SRI HERY SUSILOWATI Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jl. A Yani 70, Bogor ABSTRACT Vaccination is one of activities adopted by layer farmers to prevent Avian Influenza (AI). Many factors contribute on influencing farmers decision to conduct vaccination. The objectives of this paper are: (1) to describe characteristics of layer poultry farmers and farms in West Java and Bali provinces; (2) to analyze factors influencing farmers decision to conduct AI vaccination; (3) to give policy recommendation for improving biosecurity and vaccination implementation of layer poultry farm. Survey was conducted on sector 3 layer farms at West Java and Bali provinces. Results indicated that factors: education, farming experiences, size and farm capacity significantly influenced farmers decision to conduct vaccination. To improve farmer participation on vaccination and biosecurity program for preventing AI disease, therefore, training and education program relating to AI should consider: farmer education level, on farm biosecurity actions implementation and farm characteristics particularly for small scale farms. Key Words: Biosecurity, Vaccination, Layer Farm ABSTRAK Vaksinasi adalah salah satu kegiatan yang diadopsi oleh peternak ayam untuk pencegahan penyakit flu burung. Berbagai faktor diduga mempengaruhi keputusan peternak melakukan vaksinasi flu burung. Tujuan makalah ini adalah: (1) mendeskripsikan karakteristik peternak dan peternakan ayam petelur di provinsi Jawa Barat dan Bali; (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung dan (3) menyajikan saran kebijakan untuk peningkatan penerapan biosecurity umumnya dan vaksinasi flu burung khususnya oleh peternak ayam petelur. Metodologi penelitian melalui survei terhadap peternak ayam petelur sektor 3 di Provinsi Jawa Barat dan Bali. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara statistik nyata mempengaruhi peluang peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung adalah pendidikan, pengalaman beternak, ukuran dan kapasitas peternakan. Untuk meningkatkan partisipasi vaksinasi dan biosecurity yang berkaitan dengan penyakit flu burung, maka program-program pelatihan dan pendidikan terkait dengan upaya pengendalian flu burung harus mempertimbangkan tingkat pendidikan rumahtangga peternak, tindakan biosecurity yang sudah dipraktekkan serta karakteristik peternakan, khususnya untuk peternak skala kecil. Kata Kunci: Biosecurity, Vaksinasi, Peternakan Ayam Petelur PENDAHULUAN Dalam menghadapi fenomena perubahan iklim yang saat ini sedang terjadi, sub sektor peternakan dihadapkan pada dua permasalahan serius yang perlu diatasi. Dua permasalahan tersebut adalah terganggunya ketersediaan bahan baku pakan karena penurunan produksi baik di tingkat nasional maupun global, serta ancaman berbagai penyakit yang dikhawatirkan akan menurunkan kinerja subsektor peternakan. Terkait dengan ancaman penyakit, yaitu munculnya berbagai penyakit unggas di kawasan budidaya perunggasan, seperti: Newcastle Disease (ND), Chronic Respiratory Disease (CRD), AI (Avian Influenza/flu burung) dan beberapa jenis penyakit unggas lainnya. Namun dampak 779

2 perubahan iklim terhadap penyebaran penyakit pada ternak seringkali kurang memperoleh perhatian secara serius (ILRI, 2009). Dihadapkan kepada kondisi yang demikian, belajar dari pengalaman terdahulu, yaitu merebaknya wabah flu burung yang pernah menyerang industry perunggasan, diperlukan langkah-langkah antisipasi dan upaya peningkatan kewaspadaan untuk mengurangi dampak buruk perubahan iklim pada industri perunggasan. Wabah flu burung yang pernah terjadi tahun 2003 sampai 2006 telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang relatif besar bagi usaha peternakan khususnya usaha peternakan skala kecil dan usaha rumah potong skala kecil. Selama periode telah dimusnahkan 11 juta ekor ayam dan sekitar 60 persen usaha ternak ayam menghentikan usahanya pada tahun Dampak flu burung baik secara langsung maupun tidak langsung telah mengakibatkan produksi ayam turun 60 persen pada tahun 2005 (YUSDJA et al., 2009). Program vaksinasi adalah salah satu program yang diadopsi oleh peternak ayam untuk mengendalikan penyakit flu burung sedangkan biosecurity adalah pertahanan utama dalam mencegah masuknya penyakit. Terdapat sembilan strategi pengendalian flu burung termasuk vaksinasi dan biosecurity (DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN, 2004). Namun, seringkali program-program pengendalian wabah flu burung (termasuk vaksinasi) yang dipromosikan oleh pemerintah tidak semuanya direspon secara baik oleh masyarakat peternak. Banyak faktor yang mempengaruhi apakah peternak akan melakukan vaksinasi terhadap unggas mereka, diantaranya karena pertimbangan ekonomi, kurangnya pemahaman peternak, atau faktor teknis lainnya terkait dengan kondisi peternakan. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah: (1) Mendeskripsikan karakteristik peternak dan peternakan ayam petelur di Jawa Barat dan Bali; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung dan (3) Menyajikan saran kebijakan untuk peningkatan penerapan vaksinasi flu burung oleh peternak ayam petelur. MATERI DAN METODE Data yang digunakan dalam penulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian Costeffective biosecurity for non-industrial commercial poultry operations in Indonesia (PATRICK, 2009) Penelitian dilaksanakan pada tahun 2009 di Provinsi Jawa Barat dan Bali pada peternak ayam petelur sektor tiga. Jumlah responden peternak Jawa Barat 41 orang dan peternak Bali sebanyak 60 orang. Metode penelitian adalah survei. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (yang dalam hal ini melakukan vaksinasi atau tidak melakukan vaksinasi) merupakan suatu binary outcomes (HELBE, 2009). Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung digunakan Model Regresi Logistik. Misalkan p adalah probabilitas peternak melakukan vaksinasi yang dipresentasikan sebagai: Pr (y j 0 x j ) = Pr (y = 1 x j ) maka bentuk umum model Logistik dapat dituliskan sebagai: Pr (y = 1 xj ) = -( βj xj + βo) 1 + e = (1) ( βj xj + βo) 1 + e Dalam bentuk yang lebih sederhana, model Logistik pada penelitian ini dapat dipresentasikan sebagai berikut: p Logit (p) = Log = β 0 + β 1 X β 11 X 1 - p 11..(2) X 1 : Umur kepala keluarga (tahun) X 2 : Tingkat pendidikan kepala keluarga, diprediksi dari jumlah tahun menempuh pendidikan formal (tahun) X 3 : Lama pengalaman beternak (tahun) X 4 : Peubah dummy mengalami serangan flu burung (0: ya, 1: tidak) X 5 : Luas areal peternakan (m 2 ) X 6 : Jumlah peternakan yang dikelola peternak (unit) X 7 : Jumlah kandang (unit) X 8 : Total kapasitas peternakan (ekor) (unit) 1 ( βj xj + βo) e 780

3 X 9 : Jumlah peternakan lainnya dalam radius 1 km (unit) X 10 : Jarak peternakan terdekat dengan jalan raya (m) X 11 : Jarak terdekat dengan peternakan lain (m) β j : koefisien parameter yang akan diestimasi p 1 - p = Odds ratio, yakni rasio antara probabilitas melakukan vaksinasi terhadap probabilitas tidak melakukan vaksinasi. Peubah X 1 sampai dengan X 11 merupakan peubah independent, sedangkan sebagai peubah dependent adalah peubah dummy (0: melakukan vaksinasi flu burung dan 1: tidak melakukan vaksinasi flu burung) yang merupakan respon dan persepsi peternak terhadap pertanyaan apakah melakukan vaksinasi flu burung. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat partisipasi terhadap vaksinasi Vaksinasi adalah salah satu tindakan untuk mengendalikan wabah flu burung. Hampir seluruh peternak yang disurvei mengaku melakukan vaksinasi. Jenis-jenis vaksinasi yang dilakukan peternak sesuai dengan informasi yang diberikan adalah vaksinasi ND, vaksinasi Gumboro dan vaksinasi HPAI (flu burung). Tingkat partisipasi peternak di Bali dalam melakukan vaksinasi jenis ND dan Gumboro secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan peternak di Jawa Barat. Namun sebaliknya tingkat partisipasi vaksinasi flu burung lebih tinggi di Jawa Barat. Tidak semua peternak melakukan vaksinasi flu burung. Dibandingkan dengan dua vaksinasi lain, yaitu ND dan Gumboro, tingkat partisipasi vaksinasi flu burung relatif lebih rendah. Berbagai faktor diduga mempengaruhi keputusan petani melakukan vaksinasi, baik faktor yang berasal dari individu peternak maupun faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut antara lain karakteristik peternak, karakteristik peternakan, serta pengalaman terkena serangan penyakit flu burung, baik di peternakan sendiri maupun dalam lingkup desa maupun kecamatan. Berikut adalah deskripsi faktorfaktor yang berpotensi mempengaruhi peluang petani melakukan vaksinasi flu burung. Tabel 1. Tingkat partisipasi vaksinasi oleh peternakan ayam petelur di Jawa Barat dan Bali, 2009 Uraian Provinsi Jawa Barat Bali Melakukan vaksinasi (%) Vaksinasi ND (%) 96,1 96,7 Vaksinasi Gumboro (%) 65,8 98,3 Vaksinasi flu burung (HPAI) (%) Karakteristik peternak 73,1 60,0 Karakteristik rumahtangga yang diduga mempengaruhi keputusan peternak melakukan vaksinasi flu burung adalah: (1) umur kepala keluarga sebagai pengelola utama peternakan; (2) pendidikan kepala rumahtangga (KK); (3) lama pengalaman beternak serta (4) intensitas keterlibatan KK pada kegiatan peternakan ayam (Tabel 2). Tabel 2. Karakteristik peternak ayam petelur di Provinsi Jawa Barat dan Bali, 2009 Uraian Jawa Barat Provinsi Bali Umur (tahun) 43,7 43,2 Pendidikan (tahun) rata-rata Tidak sekolah (%) SD (%) SLTP (%) SLTA (%) Perguruan tinggi (%) Pekerjaan utama sebagai peternak (%) Pengalaman beternak ayam (tahun) Keterlibatan KK di peternakan (%): 11,1 0,0 24,4 9,8 36,6 29,3 10,5 8,3 30,0 10,0 26,7 25,0 85,0 80,0 9,7 14,2 Sepenuhnya 75,6 73,3 Paruh waktu 24,4 26,7 781

4 Umur diduga mempengaruhi vaksinasi flu burung terkait dengan kematangan peternak dalam mengambil keputusan. Pelaku utama usaha ternak oleh rumahtangga pada umumnya adalah kepala keluarga. Dengan demikian kepala keluarga memegang peran penting dalam memutuskan kegiatan vaksinasi flu burung. Rata-rata umur kepala keluarga peternak berkisar 40 sampai 44 tahun. Umur tertua adalah 65 tahun dan termuda 19 tahun. Pendidikan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi peternak melakukan vaksinasi flu burung. Semakin tinggi pendidikan, diduga semakin tinggi pemahaman akan pentingnya biosecurity vaksinasi untuk mencegah penyakit flu burung. Rata-rata lama pendidikan peternak di Jawa Barat 11,1 tahun dan di Bali 10,5 tahun atau setara dengan tingkat SLTA. Dirinci menurut jenjang pendidikan, distribusi peternak di Jawa Barat yang berpendidikan tingkat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi masing-masing sebesar 24,4; 9,8; 36,6 dan 29,3%. Dengan demikian sebagian besar peternak berpendidikan SLTA, kemudian Perguruan Tinggi, SD dan SLTP. Sedangkan untuk peternak di Bali, masing-masing sebesar 30,0% tingkat SD; 10% tingkat SLTP; 26,7% tingkat SLTA dan 25% Perguruan Tinggi dan masih ada peternak yang tidak pernah bersekolah sebanyak 8,3%. Semakin berpengalaman berternak diduga akan semakin memiliki keputusan yang dipandang tepat perlunya melakukan vaksinasi flu burung pada kondisi yang ada. Lama pengalaman berternak membuka peluang bagi peternak untuk belajar cara mengelola peternakan baik dengan belajar sendiri (learning by doing) ataupun belajar dari pengalaman peternak lain maupun melalui kursus-kursus formal yang dilakukan oleh instansi terkait. Secara rata-rata, pengalaman peternak ayam petelur di Bali lebih lama dibanding peternak di Jawa. Rata-rata lama pengalaman berternak bagi peternak Bali 14,2 tahun sementara peternak Jawa Barat 9,7 tahun. Sebaran lama pengalaman berternak di Bali pada kisaran 3 sampai 44 tahun dan di Jawa pada kisaran 0,5 30 tahun. Intensitas keterlibatan KK di peternakan juga berpengaruh terhadap keputusan peternak melakukan kegiatan vaksinasi pada peternakan mereka. Seringkali tidak semua peternak fokus pada usaha peternakan saja melainkan memiliki usaha lain sehingga keterlibatan pada usaha ternak dapat bersifat penuh atau hanya paruh waktu. Secara rataan sebanyak 75,6 persen peternak contoh di Jawa dan 73,3 persen di Bali terlibat secara penuh pada usaha peternakan mereka (Tabel 2). Karakteristik peternakan Karakteristik peternakan yang diduga berpengaruh terhadap peluang melakukan vaksinasi flu burung karena terkait dengan faktor risiko terkena serangan penyakit adalah ukuran dan kapasitas serta lokasi peternakan terhadap faktor risiko. Ukuran dan kapasitas peternakan meliputi total jumlah peternakan yang dikelola, jumlah kandang di tiap peternakan, luas peternakan, total dan rata-rata kapasitas peternakan. Semakin besar ukuran dan kapasitas peternakan, diduga peluang untuk melakukan vaksinasi semakin besar karena peternak tidak ingin kehilangan investasi besar akibat serangan penyakit. Sementara lokasi peternakan juga diduga mempengaruhi keputusan petani melakukan kegiatan vaksinasi. Peternakan yang dekat dengan faktor risiko (misalnya jalan raya, perumahan, atau peternakan lain) akan memiliki peluang semakin besar terkena penyebaran penyakit dan hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan peternak melakukan vaksinasi. Karakteristik peternakan ayam petelur seperti pada Tabel 3. Secara umum kapasitas peternakan di Jawa Barat lebih besar dibandingkan Bali, meskipun apabila dilihat jumlah peternakan yang dikelola oleh setiap peternak di Bali lebih banyak dibandingkan di Jawa. Jumlah peternak ayam komersial dalam radius 1 km di Bali jauh lebih banyak dibandingkan di Jawa, yang kesemuanya merupakan faktor risiko yang lebih besar. Demikian pula jarak peternakan di Bali terhadap faktor risiko jalan raya dan peternakan lain juga lebih dekat sehingga potensi terkena penyakit juga semakin besar. Pengalaman pada penyakit flu burung Informasi mengenai pengalaman flu burung diperoleh dengan menjaring persepsi peternak terhadap apa yang dialami di peternakan mereka sendiri, yang didengar atau diketahui 782

5 Tabel 3. Karakteristik usaha peternakan ayam petelur di Provinsi Jawa Barat dan Bali, 2009 Uraian Jumlah peternakan (farm) Jawa Barat Provinsi Bali 1,3 1,9 Jumlah kandang 17,0 9,6 Luas keseluruhan peternakan (m 2 ) Total kapasitas peternakan (ekor) Rata-rata kapasitas kandang (ekor) Jumlah peternakan ayam komersial dalam radius 1 km Jarak peternakan ke rumah terdekat (m) Jarak ke jalan raya terdekat (m) Jarak ke peternakan lain terdekat (m) , , , , , ,8 3,9 11,4 90,2 68, ,5 291,5 101,7 terjadi di lingkup desa, atau di tingkat wilayah kecamatan. Peternak yang mengalami terkena serangan flu burung di peternakan sendiri diduga akan memiliki respon yang lebih tinggi dalam melakukan vaksinasi dibandingkan dengan peternak yang hanya mengetahui serangan flu burung pada tingkat desa atau kecamatan. Persentase peternak di Bali yang mengalami flu burung di peternakan sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan di Jawa Barat (Tabel 4). Demikian pula pengalaman flu burung yang hanya di dengar atau diketahui terjadi di tingkat desa maupun wilayah kecamatan. Frekuensi serangan flu burung di Jawa Barat dan Bali yang dialami peternak baik di peternakan sendiri, di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan rata-rata terjadi hanya sekali. Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang melakukan vaksinasi flu burung Tidak semua faktor yang berpotensi mempengaruhi peluang peternak melakukan vaksinasi flu burung memiliki pengaruh nyata secara statistik. Hasil analisis menggunakan Model Logistik menunjukkan bahwa peluang peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung di Jawa Barat menunjukkan bahwa dari beberapa peubah yang dimasukkan dalam model, hanya tiga peubah secara statistik berpengaruh nyata, yaitu lama pengalaman beternak (berpengaruh positif), total luas areal peternakan (pengaruh negatif), dan jumlah kandang (berpengaruh positif) (Tabel 5). Sedangkan untuk provinsi Bali, peubah yang secara statistik memiliki pengaruh nyata dalam mempengaruhi peluang peternak melakukan vaksinasi adalah peubah pendidikan (berpengaruh positif), total luas areal peternakan (berpengaruh negatif) dan total kapasitas peternakan (berpengaruh positif). Uji kebaikan model menunjukkan peubah penjelas cukup mampu menjelaskan peluang untuk melakukan vaksinasi flu burung yang dapat dilihat dari nilai Pr > Chi-Square yang signifikan dengan P < 0, 05. Interpretasi tanda peubah yang berpengaruh nyata tersebut memberikan makna bahwa semakin lama pengalaman beternak dan semakin banyak jumlah kandang akan semakin besar peluang peternak melakukan vaksinasi Tabel 4. Jumlah peternakan ayam petelur di Provinsi Jawa Barat dan Bali, yang mengalami wabah flu burung 2009 Wilayah wabah Jawa Barat Bali Flu Burung Mengalami (%) Frekuensi wabah Mengalami (%) Frekuensi wabah Di peternakan 17,07 1,13 26,67 1,06 Dalam desa 29,27 1,13 45,00 1,08 Dalam kecamatan 34,15 1,09 50,00 1,07 783

6 Tabel 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung di Provinsi Jawa Barat, 2009 Peubah Karakteristik peternak: Koefisien parameter Odds ratio Pr > Chi square Umur (tahun) -0, ,998 0,9673 Pendidikan (tahun) 0,1432 1,154 0,1987 Pengalaman berternak (tahun) 0,1726 1,188 0,0991* Mengalami flu burung (0: ya, 1: tidak) 0,1342 1,144 0,6950 Karakteristik peternakan: Luas area peternakan (m2) -0, ,000 0,0519** Jumlah peternakan (unit) -2,6572 0,070 0,1172 Jumlah kandang (unit) 0,1482 1,160 0,0888* Total kapasitas (ekor) 9,819E-6 1,000 0,5786 Jumlah peternakan radius 1 km (unit) 0,2044 1,227 0,3919 Jarak terdekat dengan jalan raya (m) 0, ,002 0,3143 Jarak terdekat dengan peternakan lain (m) -0, ,999 0,3944 * Nyata pada tingkat 90 persen; ** Nyata pada tingkat 95 persen flu burung. Sebaliknya semakin luas areal peternakan yang dikelola (yang mengumpul di satu tempat yang sama atau bisa pula tersebar di beberapa tempat yang berbeda) akan menurunkan peluang peternak untuk melakukan vaksinasi. Hal ini kemungkinan terkait dengan keterbatasan pengelolaan untuk melakukan vaksinasi khususnya bagi peternakan yang lokasinya relatif tersebar atau tidak mengumpul di satu areal. Semakin banyak jumlah kandang dan kapasitas peternakan, maka peluang peternak melakukan vaksinasi flu burung akan semakin besar. Hal ini terkait dengan pertimbangan dampak kerugian terhadap investasi yang telah dikeluarkan pada usaha ternak tersebut. Hasil kajian YUSDJA et al. (2009) menyebutkan terdapat indikasi semakin padat populasi ayam dan peternak dalam sebuah desa atau wilayah, maka semakin berat dampak penyakit flu burung yang ditimbulkan. Interpretasi tanda dan besaran parameter peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peluang peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung adalah sebagai berikut. Sebagai contoh untuk peubah lama pengalaman beternak, jika lama pengalaman beternak meningkat satu satuan dan peubah lain tetap, maka peluang peternak ayam petelur untuk melakukan vaksinasi akan meningkat sebesar eksponensial dari nilai parameter peubah tersebut. Pendidikan memiliki pengaruh nyata positif terhadap peluang peternak melakukan vaksinasi flu burung untuk kasus Provinsi Bali (Tabel 6). Ini menunjukkan bahwa keputusan melakukan vaksinasi flu burung lebih banyak terjadi di kalangan peternak dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan yang cukup tinggi memungkinkan pemahaman pentingnya melakukan vaksinasi oleh peternak dalam rangka pencegahan terhadap serangan penyakit juga akan semakin baik sehingga peluang melakukan vaksinasi juga akan meningkat. Bahkan apabila diperhatikan pada model, untuk kasus peternak Jawa Barat, nilai Odds ratio pada peubah pendidikan adalah sebesar lebih besar dibandingkan dengan nilai Odds ratio pada peubah total kapasitas peternakan. Artinya bahwa setiap peningkatan satu satuan tingkat pendidikan maka peluang melakukan vaksinasi terhadap tidak melakukan vaksinasi akan meningkat sebesar 0,

7 Tabel 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung di Provinsi Bali, 2009 Peubah karakteristik peternak: Koefisien Parameter Odds ratio Pr > Chi square Umur (tahun) -0,0143 0,986 0,5607 Pendidikan (tahun) 0,1255 1,134 0,0563 ** Pengalaman berternak (tahun) 0,0400 1,041 0,4049 Mengalami flu burung (0: ya, 1: tidak) 0,0400 0,965 0,4049 Karakteristik peternakan: Luas area peternakan (m 2 ) -0, ,999 0,0447 ** Jumlah peternakan (unit) -0,6864 0,503 0,1432 Jumlah kandang (unit) 0,0111 1,011 0,8803 Total kapasitas (m 2 ) 0, ,000 0,0900 * Jumlah peternakan radius 1 km (unit) 0, ,007 0,8254 Jarak terdekat dengan jalan raya (m) 0, ,005 0,1956 Jarak terdekat dengan peternakan lain (m) -0, ,998 0,2643 * Nyata pada tingkat 90; ** Nyata pada tingkat 95 persen KESIMPULAN Dari hasil analisis di atas, maka disimpulkan bahwa berbagai faktor diduga berpengaruh terhadap peluang peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung, baik yang terkait dengan karakteristik individu peternak maupun karakteristik peternakan. Namun faktor-faktor yang secara statistik nyata berpengaruh adalah tingkat pendidikan peternak, lama pengalaman beternak, total luas peternakan, jumlah kandang dan kapasitas kandang. Vaksinasi hanyalah salah satu cara untuk mengendalikan penyakit flu burung. Kegiatan vaksinasi untuk mengendalikan penyakit flu burung dipengaruhi oleh tingkat pendidikan peternak dan karakteristik peternakan dan praktek-praktek biosecurity yang telah diterapkan selama ini. Oleh karena itu penyebaran informasi termasuk programprogram pelatihan dan pendidikan terkait dengan upaya pengendalian flu burung harus mempertimbangkan tingkat pendidikan peternak dan tindakan biosecurity yang sudah dipraktekkan. Program-program yang dirancang untuk tujuan biosecurity maupun program vaksinasi harus disesuaikan dengan karakteristik peternakan, khususnya untuk peternak unggas kecil. UCAPAN TERIMA KASIH Data dan informasi yang digunakan dalam penulisan makalah ini merupakan bagian dari penelitian Cost-effective Biosecurity for Nonindustrial Commercial Poultry Operations in Indonesia melalui ACIAR Project AH/2006/169. Ucapan terimakasih ditujukan kepada Dr. Ian Patrick selaku Project Leader dan Tim Bali (Dr. IGAA Ambarawati, dan Ir. Ria Yusuf, MS) atas kerjasamanya dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN, Pedoman pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit Avian Influenza. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. HELBE, J Logistic Regression Models. Chapman & Hall/CRC, 656 p. ILRI Climate, Livestock and Poverty. Challenges at the Inteface. Corporate Report 785

8 International Livestock Research Institute. PATRICK, I Cost-Effective Biosecurity For Non-Industrial Commercial Poultry Operations In Indonesia. ACIAR Project AH/2006/169. YUSDJA, Y., E. BASUNO dan NY. ILHAM Pengendalian wabah AI pada peternakan ayam skala kecil di Indonesia. Kerjasama Penelitian PSEKP dengan International Development for Research Center. DISKUSI Pertanyaan: 1. Jenis vaksin AI apa yang dipakai pada penelitian ini, apakah H 5 N 1, atau H 5 N 2, atau H 5 N 9? 2. Faktor apa yang paling dominan sehingga peternak memutuskan untuk memvaksinasi hewannya? 3. Apakah unsur kebijakan pemerintah juga dimasukkan dalam parameter penelitian ini? Jawaban: 1. Penulis tidak menanyakan ke peternak/responden jenis vaksin yang dipakai. 2. Pengalaman peternak, tingkat pendidikan, skala usaha dan luas kandang. 3. Tidak. 786

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di beberapa peternak plasma ayam broiler di Kota Depok. Penentuan lokasi penelitian dilakukan atas dasar pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

(ANALYSIS OF NEEDED INVESTMENT FOR BROILER CHICKEN FARM IN PURBALINGGA)

(ANALYSIS OF NEEDED INVESTMENT FOR BROILER CHICKEN FARM IN PURBALINGGA) ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI USAHA PETERNAKAN AYAM NIAGA PEDAGING DI KABUPATEN PURBALINGGA (ANALYSIS OF NEEDED INVESTMENT FOR BROILER CHICKEN FARM IN PURBALINGGA) Atun Rohayat, Nunung Noor Hidayat, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr.

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 Elisabet Risubekti Lestari,

Lebih terperinci

MENYIKAPI MASALAH FLU BURUNG DI INDONESIA

MENYIKAPI MASALAH FLU BURUNG DI INDONESIA Konferensi Pers Tempat : Café Bebek Bali Senayan, 26 September 2005 MENYIKAPI MASALAH FLU BURUNG DI INDONESIA I. ASPEK KEDOKTERAN HEWAN Menyikapi masalah flu burung (avian influenza) yang akhir-akhir ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya berdiri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia peternakan saat ini khususnya perunggasan di Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya berdiri perusahaan peternakan perunggasan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009 KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 29 1 OUTLINE 1. PENDAHULUAN 2. DAMPAK WABAH AI 3. PERMASALAHAN 4. KEBIJAKAN UMUM 4.1. STRATEGI PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Membeli Daging Ayam Boiler di Kabupaten Bangli

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Membeli Daging Ayam Boiler di Kabupaten Bangli Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Membeli Daging Ayam Boiler di Kabupaten Bangli I GUSTI NGURAH YURI PUTRA, MADE SUDARMA, DAN A.A.A WULANDIRA SDJ Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan

Lebih terperinci

PENERAPAN BIOSEKURITI UNTUK KEGIATAN USAHA PETERNAKAN UNGGAS NON INDUSTRI KOMERSIAL DI SULAWESI SELATAN

PENERAPAN BIOSEKURITI UNTUK KEGIATAN USAHA PETERNAKAN UNGGAS NON INDUSTRI KOMERSIAL DI SULAWESI SELATAN PENERAPAN BIOSEKURITI UNTUK KEGIATAN USAHA PETERNAKAN UNGGAS NON INDUSTRI KOMERSIAL DI SULAWESI SELATAN (Application of Biosecurity on Commercial Non-Industry Poultry Farms in South Sulawesi) SAADAH, V.S.

Lebih terperinci

PROFIL PETERNAK AYAM PETELUR BERDASARKAN SKALA USAHA DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN. St. Rohani 1 dan Irma susanti 2 ABSTRAK

PROFIL PETERNAK AYAM PETELUR BERDASARKAN SKALA USAHA DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN. St. Rohani 1 dan Irma susanti 2 ABSTRAK PROFIL PETERNAK AYAM PETELUR BERDASARKAN SKALA USAHA DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN St. Rohani 1 dan Irma susanti 2 1Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari 2009-Juni 2009 di beberapa wilayah terutama Jakarta, Depok dan Bogor untuk pengambilan sampel responden

Lebih terperinci

Tingkat Adopsi Inovasi Peternak dalam Beternak Ayam Broiler di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari

Tingkat Adopsi Inovasi Peternak dalam Beternak Ayam Broiler di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari Tingkat Adopsi Inovasi Peternak dalam Beternak Ayam Broiler di Kecamatan Bajubang Kabupaten Widya Lestari 1, Syafril Hadi 2 dan Nahri Idris 2 Intisari Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

dimana: n1= jumlah sampel dalam tiap kecamatan

dimana: n1= jumlah sampel dalam tiap kecamatan IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Kota Bogor merupakan kota

Lebih terperinci

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN Latar Belakang dan Pemasalahan Produksi unggas: bergizi dan harganya terjangkau Industri perunggasan: lapangan kerja dan sumber pendapatan

Lebih terperinci

REVITALISASI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM PASCA TSUNAMI DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

REVITALISASI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM PASCA TSUNAMI DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM REVITALISASI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM PASCA TSUNAMI DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (Revitalization of Poultry Industru Post Tsunami in Nanggroe Aceh Darussalam Province) ARMEN ZULHAM dan M. FERIZAL

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG Oleh : THESISIANA MAHARANI A14302058 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU Zul Efendi, Harwi Kusnadi, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia LAPORAN PENELITIAN: SOSIO-ECONOMIC IMPACT ASSESMENT OF THE AVIAN INFLUENZA CRISIS ON POULTRY PRODUCTION SYSTEM IN INDONESIA, WITH PARTICULAR FOCUS INDEPENDENT SMALLHOLDERS Bahasa Indonesia Kerjasama PUSAT

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI (Kasus di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang NTT) IRIANUS REJEKI ROHI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO Faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi pengembalian KUR Mikro adalah usia, jumlah tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL PETERNAK SAPI PESERTA KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKPE) DAN MANDIRI DI KABUPATEN MAGELANG

ANALISIS FINANSIAL PETERNAK SAPI PESERTA KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKPE) DAN MANDIRI DI KABUPATEN MAGELANG ANALISIS FINANSIAL PETERNAK SAPI PESERTA KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKPE) DAN MANDIRI DI KABUPATEN MAGELANG Financial analysis from participants cattle ranchers of credit security food and energy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA, 2006. Kajian Kelayakan dan Skala Ekonomi Usaha Peternakan Sapi Potong Dalam Rangka Pemberdayaan Peternak (Studi Kasus Di Kawasan Budidaya Pengembangan Sapi Potong Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. daerah yang memiliki luas areal yang cukup potensial dalam pengembangan padi

IV. METODE PENELITIAN. daerah yang memiliki luas areal yang cukup potensial dalam pengembangan padi IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dan Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus tipe A dan B dan ditularkan oleh unggas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 1 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah data hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007. SDKI merupakan survei yang dilaksanakan oleh badan pusat

Lebih terperinci

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika KERANGKA PEMIKIRAN Pangan rekayasa genetika merupakan produk hasil pencangkokan dari satu gen ke gen yang lain. Pangan rekayasa genetika juga merupakan suatu produk yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Dalam skripsi ini objek penelitian adalah konsumen sabun mandi cair LUX pada

III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Dalam skripsi ini objek penelitian adalah konsumen sabun mandi cair LUX pada III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Dalam skripsi ini objek penelitian adalah konsumen sabun pada Chandra Departement Store yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk No. 1 Tanjungkarang Bandarlampung.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian mengenai persepsi dan sikap responden terhadap produk Oreo setelah adanya isu melamin serta faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara).

Lebih terperinci

ABSTRAK. Diarsi Eka Yani Pepi Rospina Pertiwi Argadatta Sigit Program Studi Agribisnis, Jurusan Biologi FMIPA-UT ABSTRACT

ABSTRAK. Diarsi Eka Yani Pepi Rospina Pertiwi Argadatta Sigit Program Studi Agribisnis, Jurusan Biologi FMIPA-UT ABSTRACT PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK TANI DALAM MENGANALISIS DATA KEADAAN PADA USAHATANI SAYURAN (Kelompok tani sayuran di Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung) Diarsi Eka Yani (diarsi@ut.ac.id)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN UNGGAS LOKAL DI JAWA BARAT

KEBIJAKAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN UNGGAS LOKAL DI JAWA BARAT KEBIJAKAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN UNGGAS LOKAL DI JAWA BARAT (Regional Policy to Support Local Poultry Development in West Java) KUSMAYADI Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Jl. Ir. H. Djuanda

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI USAHA AYAM PETELUR DI FARM HARMA BANJARHARJO KECAMATAN NGEMPLAK, SLEMAN

ANALISIS EKONOMI USAHA AYAM PETELUR DI FARM HARMA BANJARHARJO KECAMATAN NGEMPLAK, SLEMAN Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 19-29 ISSN 1411-0172 ANALISIS EKONOMI USAHA AYAM PETELUR DI FARM HARMA BANJARHARJO KECAMATAN NGEMPLAK, SLEMAN ABSTRACT ECONOMIC ANALYSIS LAYING HENS FARM AT FARM HARMA NGEMPLAK

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS KEMISKINAN RUMAHTANGGA DI KOTA PARIAMAN. Oleh : Haris Mendra, Syamsul Amar ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS KEMISKINAN RUMAHTANGGA DI KOTA PARIAMAN. Oleh : Haris Mendra, Syamsul Amar ABSTRAK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS KEMISKINAN RUMAHTANGGA DI KOTA PARIAMAN Oleh : Haris Mendra, Syamsul Amar ABSTRAK The purpose of this research are to analysis the influence of education

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *) POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA Achmad Syaichu *) ABSTRAK Komoditas unggas (lebih dari 90 persen adalah kontribusi dari ayam ras) menduduki komoditas pertama untuk konsumsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. PUAP, adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui

III. METODE PENELITIAN. PUAP, adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui 41 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang selanjutnya disingkat PUAP, adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di enam kelurahan di Kota Depok, yaitu Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Curug, Kelurahan Tapos, Kelurahan Beji, Kelurahan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Raya

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENYULUHAN DAN POS KESEHATAN HEWAN WILAYAH CISARUA KABUPATEN BOGOR

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENYULUHAN DAN POS KESEHATAN HEWAN WILAYAH CISARUA KABUPATEN BOGOR FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENYULUHAN DAN POS KESEHATAN HEWAN WILAYAH CISARUA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ERLI YUNEKANTARI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL

VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL 7.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat dimodelkan kedalam suatu fungsi permintaan.

Lebih terperinci

Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit

Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit Mengapa mengukur penyakit? Tujuannya adalah deskripsi dan komparasi Jenis pertanyaannya mencakup: Seperti apa mortalitas dan morbiditas yang khas pada kelompok unggas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan. ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun.

III. METODE PENELITIAN. Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan. ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun. 20 III. METODE PENELITIAN A. Batasan Operasional dan Jenis data 1. Batasan Operasional Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan datang berdasarkan data yang ada dengan menggunakan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN STRATEGI PENGENDALIAN WABAH FLU BURUNG DI PROPINSI D.I. YOGYAKARTA, INDONESIA

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN STRATEGI PENGENDALIAN WABAH FLU BURUNG DI PROPINSI D.I. YOGYAKARTA, INDONESIA EFEKTIVITAS KEBIJAKAN STRATEGI PENGENDALIAN WABAH FLU BURUNG DI PROPINSI D.I. YOGYAKARTA, INDONESIA EFFECTIVENESS OF POLICY ON CONTROLLING STRATEGY OF AVIAN INFLUENZA OUTBREAKS IN D. I. YOGYAKARTA PROVINCE,

Lebih terperinci

Analisis Biaya dan keuntungan...simon pardede

Analisis Biaya dan keuntungan...simon pardede ANALISIS BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA PETERNAKAN BABI RAKYAT DI DESA CIGUGUR, KECAMATAN CIGUGUR, KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT Simon Pardede* Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun

Lebih terperinci

DAMPAK WABAH FLU BURUNG TERHADAP PERUBAHAN MODAL SOSIAL MASYARAKAT PETERNAK DAN PEDESAAN DI INDONESIA. Oleh: Edi Basuno dan Yusmichad Yusdja

DAMPAK WABAH FLU BURUNG TERHADAP PERUBAHAN MODAL SOSIAL MASYARAKAT PETERNAK DAN PEDESAAN DI INDONESIA. Oleh: Edi Basuno dan Yusmichad Yusdja DAMPAK WABAH FLU BURUNG TERHADAP PERUBAHAN MODAL SOSIAL MASYARAKAT PETERNAK DAN PEDESAAN DI INDONESIA Oleh: Edi Basuno dan Yusmichad Yusdja I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan. Wabah AI di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

Saintia Matematika ISSN: Vol. 02, No. 04 (2014), pp

Saintia Matematika ISSN: Vol. 02, No. 04 (2014), pp Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 04 (2014), pp. 313 321. SUATU KAJIAN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS PEMBANTU JATI UTOMO BINJAI Nida Elhaq, Pasukat Sembiring, Djakaria Sebayang

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas wilayah

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

KONTRIBUSI USAHATANI TERNAK KAMBING DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan)

KONTRIBUSI USAHATANI TERNAK KAMBING DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan) 1 KONTRIBUSI USAHATANI TERNAK KAMBING DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan) SUCIANI, I G.N. KAYANA, I W. SUKANATA, DAN I W. BUDIARTHA

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI YENI MARLIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian terhadap analisis persepsi dan sikap konsumen terhadap produk magnum setelah isu lemak babi ini dilakukan di kota Bogor. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO KEJADIAN FLU BURUNG PADA PETERNAKAN UNGGAS RAKYAT KOMERSIAL DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG Muhlis Natsir

FAKTOR RISIKO KEJADIAN FLU BURUNG PADA PETERNAKAN UNGGAS RAKYAT KOMERSIAL DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG Muhlis Natsir Jurnal Kesehatan Hewan FAKTOR RISIKO KEJADIAN FLU BURUNG PADA PETERNAKAN UNGGAS RAKYAT KOMERSIAL DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG 2007-2009 Muhlis Natsir Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Pare-Pare Alamat

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM

ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM Ternak sapi merupakan potensi terbesar yang dimiliki oleh Kabupaten Karangasemkarena populasinya terbanyak di Bali.

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 137-143 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Analysis

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang. (Income Analyzing Of Goat Farmer at Malang)

Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang. (Income Analyzing Of Goat Farmer at Malang) Jurnal Ilmu Peternakan, Juni 8, hal. 51 57 ISSN 197 2821 Vol. 3 No.2 Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang (Income Analyzing Of Goat Farmer at Malang) Stepanus Pakage Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2009-2014 1. VISI : Terwujudnya peningkatan kontribusi subsektor peternakan terhadap perekonomian. 2. MISI : 1. Menjamin pemenuhan kebutuhan produk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM MENERAPKAN USAHA TANI PADI ORGANIK

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM MENERAPKAN USAHA TANI PADI ORGANIK ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM MENERAPKAN USAHA TANI PADI ORGANIK (Studi kasus di Desa Seletreng Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo) Oleh : Gijayana Aprilia

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 214-221 ISSN 1411-0172 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN ANALYSIS OF LIVESTOCK REVENUE AND FEASIBILITY BROILER CHICKENS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0. Deskripsi Rerponden

HASIL DAN PEMBAHASAN. 7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0. Deskripsi Rerponden 7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0 8. Peubah rancangan alat pembersih yang digunakan di rumah (ALAT). Alat pembersih di rumah (1) (2) Sapu 1

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menjawab rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya dengan berdasarkan tingkat eksplanasinya 54.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah

BAB I PENDAHULUAN. energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Fungsi terbesar produk peternakan adalah menyediakan protein, energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah satu nutrisi penting asal produk

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penilitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penilitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penilitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

Mukson, E. Prasetyo, B. M. Setiawan dan H. Setiyawan Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro ABSTRAK

Mukson, E. Prasetyo, B. M. Setiawan dan H. Setiyawan Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro ABSTRAK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI JAWA TENGAH (The Analysis of Factors to Influence Agriculture Development in Central Java) Mukson, E. Prasetyo, B. M. Setiawan dan H.

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN KAMBING ETAWA. (Studi Kasus : Kec. Hamparan Perak Desa Klambir 5)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN KAMBING ETAWA. (Studi Kasus : Kec. Hamparan Perak Desa Klambir 5) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN KAMBING ETAWA (Studi Kasus : Kec. Hamparan Perak Desa Klambir 5) SKRIPSI Oleh: TAJRIYAN MUTTAQIN 090306052 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

VI. METODE PENELITIAN

VI. METODE PENELITIAN VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG Kasus pada Kelompok Ternak Lembu Jaya dan Bumi Mulyo Kabupaten Banjarnegara SKRIPSI TAUFIK BUDI PRASETIYONO PROGRAM

Lebih terperinci

Model Regresi Binary Logit (Aplikasi Model dengan Program SPSS)

Model Regresi Binary Logit (Aplikasi Model dengan Program SPSS) Model Regresi Binary Logit (Aplikasi Model dengan Program SPSS) Author: Junaidi Junaidi 1. Pengantar Salah satu persyaratan dalam mengestimasi persamaan regresi dengan metode OLS (Ordinary Least Square)

Lebih terperinci

RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) PENDAHULUAN

RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 169 RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) Bambang Siswadi dan Farida Syakir Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 130 ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 Vina Shofia Nur Mala 1, Bambang Suyadi 1, Retna

Lebih terperinci