POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI"

Transkripsi

1 POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2009 Winy Irhamni

3 ABSTRAK WINY IRHAMNI, C Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR. Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas, pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan). Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.

4 POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

5 Judul Skripsi Nama NRP Mayor : Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan : Winy Irhamni : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Pembimbing I, Disetujui: Pembimbing II, Iin Solihin, S.Pi, M.Si. Retno Muninggar, S.Pi, ME. NIP : NIP : Diketahui: Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP : Tanggal lulus : 5 Oktober 2009

6 KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfataan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan berjudul Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Iin Solihin, S.Pi, M.Si dan Retno Muninggar, S.Pi, ME selaku dosen pembimbing skripsi; 2. Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M. Si. dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku dosen penguji tamu; 3. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku selaku komisi pendidikan Departemen PSP; 4. Kepala Bidang Kelautan Departeman Kelautan dan Perikanan Pandeglang (Bpk. Hasyim) dan Staf (Bu Mae) yang telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian; 5. Kepala UPT Teluk (Pak Yayat), Manajer TPI (Pak Didin), Kepala Bidang Kelautan DKP Propinsi Banten (Pak Yudi) yang telah membantu pengumpulan data; 6. Bapak H. Rasbi Sekeluarga atas bantuannya selama di Labuan Bogor, Oktober 2009 Winy Irhamni

7 UCAPAN TERIMA KASIH Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini, baik bantuan secara moril maupun materil yang sangat berguna bagi penulis. Penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, antara lain: 1. Orang tua tercinta Bapak dan Mamah : Drs. H. Endang Barnas, MA dan Hj.Entin Surtini atas segala doa, motivasi, kasih sayang, dan dukungannya; 2. Kakak dan adikku tersayang : Teh Wenti dan A Ope, A Wildan, Neng Nur, de Widi (almh) dan keponakanku Kafi Ahmad Muzakki yang tiada hentinya berdoa dan memberikan semangat untuk penulis; 3. Reny Yuliastuti atas bantuannya dalam pengambilan data. 4. Sahabat-sahabatku PSP 42 (Dhenis, Hafid, Intan, Ema, Yiyi, Gina, Fati, Ima, Didin, Bepe, Asep, Pakde, Septa, Meri, Eko, Leo, Bram, Noer, Ojan, Nano, Yuli, Kim, Rio, Novel, Dika, Vera, Hendri, Ziah, Ummi, Irna, Puput, Dian, Dilla, Ferty, Mirza, Meida, Arif, Hendro, Anja, Mira, Kily, Adi, Budi, Oce, Haryo, Zasuli, Feri, Sahat, Hanno, Imam, Nia, dan Fifi) untuk kebersamaan dan kekompakkan kalian semasa kuliah. 5. Shambala Galz Crew (Ndeph, Shinta, mba Ema, Uci, dan Winda) dan crew shambala lainnya yang telah memberikan dukungan dan menemani penulis pada saat suka dan duka. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini. Bogor, Oktober 2009 Winy Irhamni

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1987 di Bekasi, Jawa Barat dari pasangan Drs. H. Endang Barnas, MA dan Hj. Entin Surtini. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Tambun VIII, tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di MtsN Sukamanah dan lulus dari MAN Sukamanah pada tahun Penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2006, penulis diterima di Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB dan mengambil Supporting Course dari beberapa mata kuliah di beberapa fakultas di IPB Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2008/2009 sebagai anggota kesekretariatan dan Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap Indonesia (HIMPATINDO) sebagai staf departemen informasi dan komunikasi ( ). Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian dan pelatihan baik Departemen Pemanfataan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB maupun IPB. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan.

9 ABSTRAK WINY IRHAMNI, C Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR. Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas, pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan). Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... 1 PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan Fasilitas Pelabuhan Perikanan METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Metode Pengumpulan Data Analisis Data Pengembangan usaha penangkapan ikan: Komoditas ikan unggulan Analisis alat tangkap efektif yang ramah lingkungan Peranan pengelola dalam pengembangan usaha penangkapan ikan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang Keadaan geografis dan topografi Keadaan iklim Daerah penangkapan ikan dan musim Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang Produksi hasil tangkapan Keadaan Umum Perikanan Tangkap Labuan Lokasi PPP Labuan Daerah penangkapan ikan dan musim x xii xiii

11 4.2.3 Unit penangkapan ikan di Labuan Kelengkapan fasilitas dan kelembagaan HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengembangan usaha penangkapan Penentuan Komoditas Ikan Unggulan Jenis ikan-ikan pelagis Jenis ikan-ikan demersal Jenis mollusca Jenis crustacea Analisis Alat Tangkap Efektif Yang Ramah Lingkungan Peranan Pengelola Dalam Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pusat aktivitas produksi Pusat tempat pengolahan dan pemasaran Dukungan modal usaha penangkapan Bahasan Terangkum KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 63

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun Data-data dan informasi yang dikumpulkan Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap Peranan pengelola PPP Labuan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang periode Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan nilai ekonomis tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang periode Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPP Labuan periode Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan periode Jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI tahun Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan pelagis periode Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan demersal periode Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi mollusca periode x

13 23 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi crustacea periode jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan di PPP Labuan Hasil perhitungan nilai masing-masing kriteria alat tangkap efektif di PPP Labuan Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya xi

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Pandeglang tahun Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang di Kabupaten Pandeglang periode Perkembangan volume produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode Perkembangan nilai produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode Jenis dan jumlah alat tangkap di PPP Labuan tahun Peranan pengelola terhadap penyediaan solar Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih Peranan pengelola terhadap penyediaan es Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan : tempat perbaikan jaring Peranan pelabuhan terhadap penyediaan tempat pendaratan : slipways Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan : bengkel Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pelelangan ikan (TPI) Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan Peranan pengelola terhadap penyediaan usaha koperasi Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan xii

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian Data jumlah produksi dan nilai produksi tahun Kabupaten Pandeglang Perhitungan LQ Hasil kuesioner penentuan alat tangkap yang efektif di PPP Labuan Hasil perhitungan nilai alat tangkap ramah lingkungan Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : solar Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : air bersih Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : es Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : dermaga Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : kolam pelabuhan dan alur pelayaran Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : tempat perbaikan jaring Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : slipways Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : bengkel Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : TPI Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : tempat pengolahan ikan Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : pasar ikan xiii

16 17 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : koperasi Dokumentasi penelitian xiv

17 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan bahan pangan protein hewani, mendorong pertumbuhan industri melalui penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil perikanan dan menyediakan kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan nelayan, sehingga sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional. Pengembangan usaha penangkapan ikan merupakan suatu proses atau aktivitas manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan tangkap dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan sebagai pihak yang secara langsung berperan dalam perikanan tangkap. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup nelayan antara lain dengan meningkatkan produksi hasil tangkapan dengan cara mengusahakan unit penangkapan yang produktif, efisien dan sesuai dengan kondisi wilayah setempat, serta tidak merusak kelestarian sumber daya perikanan yang ada. Kegiatan pengembangan perikanan tangkap dapat dilihat dari pengembangan komoditas unggulan dan pengembangan teknologi penangkapan ikan yang efektif dan efisien. Pelabuhan perikanan memiliki peran sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran lokal maupun internasional. Selain itu, dukungan pelabuhan sangat diperlukan dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang aktivitas untuk memudahkan keberlangsungan suatu usaha penangkapan ikan. Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi Banten. Potensi sumber daya perikanan tangkap laut tersebar di Laut Jawa, Selat Sunda, dan Samudera Indonesia. Pengembangan perikanan tangkap masih terkonsentrasi di Laut Jawa dan Selat Sunda. Potensi sumber daya perikanan tangkap masih besar, tercermin dari produksi tahun 2005 yang hanya ,11 ton, atau 76,98 % dari potensi di wilayah perairan Kabupaten Pandeglang yang mencapai ton (Anonim, 2007). Potensi sumberdaya ikan di perairan sekitar Kabupaten Pandeglang, terutama di perairan Selat Sunda dan Samudera

18 2 Hindia, masih dapat dimanfaatkan dan merupakan peluang yang cukup baik dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah ini. PPP Labuan memiliki prospek cukup baik karena memiliki beberapa kelebihan antara lain jumlah produksi ikan lebih besar daripada PPI lain di Kabupaten Pandeglang, hal ini terlihat dapat dilihat pada data produksi ikan tahun 2008, yaitu sebesar 1.285,62 ton. Tahun ketahun jumlah tangkapan ikan yang didaratkan di PPP Labuan mencapai 774,17 ton/tahun (TPI Labuan I) dan 511,46 ton/tahun (TPI Labuan II) yang berupa ikan pelagis dan demersal (Laporan Tempat Pelelangan Ikan, 2008). Tabel 1 Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 No Nama PPI Jumlah produksi (ton) 1 PPP Labuan 1.285,62 2 PPI Carita 91,549 3 PPI Panimbang 527,074 4 PPI Sidamukti 639,556 5 PPI Citeureup 79,244 6 PPI Sumur 26,775 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008 PPP Labuan terletak pada akses pemasaran hasil tangkapan potensial menuju kota-kota besar seperti Jakarta, Serang, Cilegon, Tangerang dan Lampung. Hal ini merupakan salah satu daya tarik bagi para nelayan pendatang untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan. Berdasarkan data tersebut PPP Labuan memiliki prospek pengembangan usaha penangkapan yang cukup besar. Hal ini juga akan berkaitan dengan peranan pelabuhan dalam menyediakan fasilitas yang menunjang kegiatan usaha penangkapan. Penelitian ini belum pernah dilakukan, penelitian sebelumnya di PPP Labuan adalah tentang studi alat tangkap terhadap hasil tangkapan oleh Suriawan (1982), peningkatan fungsionalisasi PPI Labuan Kabupaten Pandeglang (2007) oleh Rika Kartika, prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan Kabupaten Pandeglang-Banten (2008) oleh Fieka Rakhmania. 1.2 Tujuan Penelitian 1) Menentukan potensi pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang yaitu dengan menentukan komoditas ikan unggulan dan alat tangkap ramah lingkungan.

19 3 2) Menentukan tingkat peranan pelabuhan perikanan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1) Pihak pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk mengetahui komoditas ikan unggulan sehingga berpotensi pengembangannya terhadap usaha perikanan. 2) Pihak Dinas dan Kelautan Kabupaten Pandeglang sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memfokuskan potensi perikanan yang ada PPP Labuan.

20 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut Bahari (1989) diacu dalam Sultan (2004), pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan dan unit sumberdaya. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang terdiri dari nelayan, perahu/kapal, dan alat penangkapan. Unit sumberdaya terdiri dari spesies, habitat, dan musim. 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan Penentuan komoditas ikan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar domestik maupun internasional (Hendayana, 2003). Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan (Hendayana, 2003). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode location quotient (LQ). Teknik location quotient (LQ) merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor

21 5 kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Location quotient (LQ) mengukur kosentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri tidak terbatas pada bentuk barang-barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (Budiharsono, 2001). Teknik location quotient (LQ) banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector suatu kegiatan ekonomi (industri). Dalam prakteknya penggunaan pendekatan location quotient (LQ) meluas tidak terbatas pada bahasan ekonomi saja akan tetapi dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas atau melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya. Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan keterbatasan demikian halnya dengan metode LQ. Kelebihan metode LQ dalam mengidentifikasi komoditas unggulan antara lain penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit. Keterbatasannya adalah karena sederhananya pendekatan LQ ini, maka yang dituntut adalah akurasi data. Disamping itu untuk menghindari bias musiman dan tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjang, sebaiknya tidak kurang dari 5 tahun (Hendayana, 2003). 2.3 Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan Alat penangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria yang diantaranya mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, menghasilkan ikan berkualitas tinggi, tidak membahayakan nelayan, produksi tidak membahayakan konsumen, by-catch rendah, dampak ke biodiversity rendah, tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi dan dapat diterima secara sosial. Sembilan kriteria teknologi penangkapan ikan yang dikatakan ramah lingkungan (Baskoro, 2006) :

22 6 1. Memiliki selektivitas alat tangkap tinggi Dasar yang digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan ikan adalah dilihat dari ukuran ikan hasil tangkapan dan lebar mesh size jaring. Semakin besar ukuran ikan hasil tangkapan dan ukuran mesh size jaring semakin tinggi nilai keramahan lingkungan alat tangkap tersebut. 2. Tidak merusak habitat Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kerusakan pada terumbu karang, mempunyai keramahan yang tinggi. 3. Tidak membahayakan operator Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kecelakaan pada nelayan, mempunyai keramahan yang tinggi. 4. Ikan tangkapan yang bermutu baik Mutu ikan hasil tangkapan akan menjadi tolak ukur nilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan. Semakin baik mutu ikan semakin tinggi nilai keramahannya. 5. Produk tidak membahayakan konsumen Teknologi penangkapan yang menghasilkan tangkapan yang paling aman dikonsumsi mendapatkan nilai keramahan yang paling tinggi. 6. Minimum discard dan by-catch Penilaian keramahan teknologi penangkapan pada materi ini didasarkan pada ada tidaknya hasil tangkapan yang dibuang. Dalam hal ini hasil tangkapan utama sebaiknya lebih banyak dibandingkan dengan hasil sampingan lainnya, maka penilaian keramahan didasarkan pada ada tidaknya ikan hasil sampingan. 7. Tidak merusak keanekaragaman sumberdaya hayati. Keramahan suatu teknologi penangkapan didasarkan pada ada tidaknya kerusakan keragaman sumberdaya hayati akibat aktivitas teknologi penangkapan tersebut.

23 7 8. Tidak menangkap protected spesies. Oleh karena itu fishing ground udang ada di dasar perairan, maka tidak ada spesies ikan yang dilindungi seperti ikan napoleon dan penyu, maka nilai keramahan teknologi penangkapan yang ada adalah sama. 9. Diterima secara sosial Penerimaan masyarakat nelayan di lokasi penelitian terhadap teknologi penangkapan akan dijadikan dasar penilaian teknologi penangkapan tersebut. Selain itu juga, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar. Kelompok SDI yang potensinya paling besar adalah ikan pelagis kecil, yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air dan permukaan serta secara fisik berukuran kecil. Contohnya ikan kembung, alu-alu, layang, selar, tetengek, teri, japuh, julung-julung, tembang, lemuru, belanak, tongkol, dan kuwe. Kedua adalah ikan demersal, yaitu kelompok ikan yang hidup di dasar perairan dan terdiri dari atas spesies antara lain : sebelah, lidah, nomei, peperek, manyung, beloso, biji nangka, kurisi, gulamah, bawal, layur, kakap merah, kakap putih, pari sembilang, bulu ayam, kerong-kerong, dan remang. Ketiga adalah ikan karang, yakni kelompok ikan yang hidup di sekitar perairan karang, terdiri diri atas spesies antara lain : peneid, kepiting, rajungan, rebon, dan udang kipas. Keempat pelagis besar yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air serta secara fisik berukuran besar, terdiri atas spesies anatara lain : tuna mata besar, madidihang, albakora, tuna sirip biru, marlin, tenggiri, ikan pedang, cucut, dan lemadang. Kelima adalah kelompok cumi-cumi dan lobster yang potensinya paling kecil (Dahuri, 2003). 2.4 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER./16/MEN/2006 yaitu pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran.

24 8 Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan, b) Pelayanan bongkar muat, c) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, d) Pemasaran dan distribusi ikan, e) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, f) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, g) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan, h) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan, i) Pelaksanaan kesyahbandaran, j) Pelaksanaan fungsi karantina ikan, k) Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, l) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan m) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3) kebakaran, dan pencemaran). Peranan pelabuhan perikanan di Indonesia menurut Anonim (1981) diacu dalam Dwiatmoko (1994) adalah : 1) Pusat aktivitas produksi Pelabuhan perikanan sebagai tempat mendaratkan ikan, persiapan operasi penangkapan dan tempat berlabuh yang sama. 2) Pusat distribusi dan pengolahan Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk pengolahan dan mendistribusikan ikan. 3) Pusat kegiatan masyarakat nelayan Pelabuhan perikanan sebagai tempat pembangunan ekonomi serta jaringan informasi antar nelayan dan masyarakat. 2.5 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER./16/MEN/2006 Pasal 22 fasilitas pelabuhan perikanan meliputi fasilitas

25 9 pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Dari ketiga fasilitas memiliki fungsi yang lebih spesifik, yaitu : 1. Fasilitas pokok a) Fasilitas pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin, b) Fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty, c) Fasilitas perairan seperti kolam dan alur pelayaran, d) Fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan, dan e) Fasilitas lahan seperti lahan pelabuhan perikanan. 2. Fasilitas fungsional a) Fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti seperti tempat pelelangan ikan (TPI) dan pasar ikan, b) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas, c) Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar, d) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring, e) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu, f) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta lainnya, g) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan es, dan h) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL. 3. Fasilitas penunjang a) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan, b) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu, c) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK, d) Kios IPTEK, dan e) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan.

26 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Metode ini digunakan untuk menentukan gambaran pengembangan usaha penangkapan ikan dan dukungan PPP Labuan ditinjau dari komoditas ikan unggulan dan alat tangkap yang efektif. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2009 di PPP Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang. 3.2 Metode Pengumpulan Data Survei dilakukan dengan melihat aspek-aspek yang diteliti meliputi aspek produksi hasil tangkapan, alat tangkap, dan dukungan pelabuhan perikanan. Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan/observasi langsung di lapangan, hasil pengisian kuesioner oleh responden sebagai sampel, dan wawancara. Dalam pengisian kuesioner, sampel diambil secara purposive sampling. Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan data secara acak dengan berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Metode ini diharapkan semua lapisan responden dapat terwakili. Pemilihan responden dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner. Jumlah responden yang diwawancarai adalah berjumlah 20 orang yang terdiri dari: Kepala UPT Labuan, Manajer TPI 1, 2, dan TPI unit, Kepala Bidang Kelautan DKP Pandeglang, dan 15 orang nelayan yang berada di PPP Labuan. Sampel yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Propinsi Banten, Bappeda Kabupaten

27 11 Pandeglang, internet, dan sumber-sumber lainnya. Perincian kedua data tersebut adalah Tabel 2 Data-data dan informasi yang dikumpulkan No Tujuan Data yang diambil Sumber data Jenis data 1 Mengetahui potensi pengembangan usaha penangkapan ikan dengan menentukan : a) Komoditas unggulan Jenis-jenis hasil tangkapan selama 5 tahun terakhir Data total produksi hasil tangkapan yang didaratkan selama 5 tahun terakhir (ton/tahun) Dinas Kelautan dan Perikanan Data Sekunder b) Alat tangkap yang ramah lingkungan 2 Tingkat peranan pelabuhan Data alat tangkap yang ramah lingkungan dengan kriteriakriteria yang telah ditentukan Pelayanan pihak pelabuhan kepada nelayan 3 Data tambahan a) Kondisi Umum Lokasi penelitian : Letak geografis, topografi, demografi. Keadaan iklim dan musim b) Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Pandeglang dan PPP Labuan : Jumlah dan perkembangan unit penangkapan ikan selam kurun lima tahun terakhir Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan Pengamatan dan wawancara Pengamatan dan wawancara Bappeda Pandeglang Data Primer Data Primer Data Sekunder 3.3 Analisis Data Pengembangan usaha penangkapan ikan: Komoditas ikan unggulan 1. Analisis pemusatan Analisis pemusatan ini dilakukan dengan menggunakan metode Location quotient (LQ). Perhitungan dilakukan dengan mengelompokkan produksi ikan berdasarkan jenisnya seperti ikan pelagis, demersal, mollusca, dan crustacea. Rumus LQ sebagai berikut: qi / qt LQ = Qi/ Qt

28 12 Keterangan : LQ = Location quotient qi = produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang qt = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, maka : (1) Jika nilai LQ > 1, menunjukan terjadinya kosentrasi produksi perikanan di Kabupaten Pandeglang secara relatif dibandingkan dengan total Propinsi Banten atau terjadi pemusatan aktivitas di Kabupaten Pandeglang. Atau terjadi surplus produksi di Kabupaten Pandeglang dan komoditas tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. (2) Jika nilai LQ = 1, maka pada Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa aktivitas perikanan tangkap setara dengan pangsa total Propinsi Banten. (3) Jika nilai LQ < 1, maka Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten, atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Pandeglang. 2. Penentuan komoditas unggulan dan prioritas Tahapan-tahapannya sebagai berikut: a. Pembobotan nilai LQ jumlah dan nilai produksi Pembobotan dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan diberi bobot dengan nilai LQ > 1 = 2, LQ 0,80 sampai 0,99 = 1, dan LQ < 1 = 0 (Kohar & Suherman, 2003). b. Penentuan sektor unggulan Komoditas unggulan diperoleh dari hasil kedua penjumlahan bobot LQ yaitu jika bobot LQ jumlah produksi =2 dan bobot LQ nilai produksi = Analisis alat tangkap efektif yang ramah lingkungan Analisis alat tangkap ramah lingkungan ini dilakukan dengan pengamatan dan wawancara terhadap alat tangkap yang sesuai dengan standarisasi yang sudah ada. Penyeleksian alat tangkap yang efektif digunakan metode skoring

29 13 Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) diacu dalam Sultan (2004). Metode ini dapat digunakan dalam penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda dengan memberi nilai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dalam menilai semua kriteria digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar yang sama. Jenis alat tangkap yang mendapatkan nilai skor tertinggi dapat diartikan lebih baik dari yang lainnya, demikian pula sebaliknya. Standarisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: V (X) = n X X X 1 0 X V A = Vi Xi i = 1,2,3, n i=1 Dimana : V (X) = Fungsi nilai dari variabel X X = Nilai variabel X X 1 X 0 V (A) = Nilai tertinggi pada kriteria X = Nilai terendah pada kriteria X = Fungsi nilai alternatif A V 1 (X 1 ) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i 0 Penentuan kategori jenis alat tangkap efektif diberikan pada masing-masing dengan perolehan selang nilai 1 sampai 4. Dalam penelitian ini digunakan empat subkriteria untuk memudahkan dalam penilaian masing-masing kriteria. Kriteria utama penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada panduan jenisjenis penangkapan ikan ramah lingkungan sesuai dengan standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO pada tahun 1995, bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria diantaranya adalah 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub-kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Sub-kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):

30 14 1) Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh. 2) Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh. 3) Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam. 4) Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam. 2. Tidak merusak habitat Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi) 1) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas. 2) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit. 3) Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit. 4) Aman bagi habitat. 3. Tidak membahayakan nelayan Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimanpun manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi): 1) Bisa berakibat kematian pada nelayan. 2) Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan. 3) Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara. 4) Aman bagi nelayan. 4. Ikan tangkapan bermutu baik Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil tangkapan yang terlihat secara morfologis, yaitu: 1) Ikan mati dan busuk. 2) Ikan mati, segar, dan cacat fisik. 3) Ikan mati dan segar. 4) Ikan hidup.

31 15 5. Produk tidak membahayakan konsumen Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh oleh proses penangkapan. Apabila dalam proses penangkapan nelayan menggunakan bahan-bahan beracun atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami oleh konsumen, diantaranya adalah: 1) Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen. 2) Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen. 3) Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen. 4) Aman bagi konsumen. 6. Hasil tangkapan yang terbuang minimum Alat tangkap yang tidak selektif (lihat no.1), dapat menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang ikut tertangkap. Hasil tangkapan non-target ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi): 1) By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar. 2) By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar. 3) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar. 4) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dipasar dengan harga yang tinggi. 7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut, hal ini tergantung dari bahan yang digunakan dan metode operasinya. Pengaruh pengoperasian alat tangkap terhadap biodiversity yang ada adalah (dari rendah hingga tinggi): 1) Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat. 2) Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat. 3) Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 4) Aman bagi biodiversity.

32 16 8. Tidak menangkap protected spesies Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk tertangkapnya spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi berdasarkan kenyataan di lapangan adalah (dari rendah hingga tinggi): 1) Ikan yang dilindungi sering tertangkap. 2) Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap. 3) Ikan yang dilindungi pernah tertangkap. 4) Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 9. Diterima secara sosial Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap yang digunakan. Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila: 1) biaya investasi murah, 2) menguntungkan secara ekonomi, 3) tidak bertentangan dengan budaya setempat, 4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Ada beberapa kemungkinan yang ditemui di lapangan dalam menentukan alat tangkap pada suatu area penangkapan, yaitu: 1) Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas. 2) Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada. 3) Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria yang ada. 4) Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada. Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan dapat disimpulkan sebagai berikut: X < 0,407 : Tidak ramah lingkungan 0,407 X 0,593 : Kurang ramah lingkungan X > 0,593 : Ramah lingkungan

33 17 Berikut standarisasi alat tangkap efektif: Tabel 3 Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap No Kriteria 1. Memiliki selektivitas yang tinggi 2. Tidak destruktif terhadap habitat 3. Tidak membahayakan operator 4. Ikan tangkapan bermutu baik Produk tidak 5. membahayakan konsumen 6. Minimum discard dan by-catch 7. Tidak merusak keanekaragaman hayati 8. Tidak menangkap protected spesies 9. Diterima secara sosial Payang Mini purse seine Pancing rawai Alat tangkap Jaring arad Gillnet Dogol Jaring rampus Jumlah Rata-rata Peranan pengelola dalam pengembangan usaha penangkapan ikan Analisis ini dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui gambaran yang terjadi sejauh mana dukungan pelabuhan berperan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Analisis ini dibatasi oleh adanya ketersediaan fasilitas pelabuhan, pemanfaatan fasilitas, dan kemudahan dalam penggunaan fasilitas di pelabuhan. Pengambilan data melalui wawancara dengan 15 nelayan yang diambil secara acak. Perhitungan tingkat peranan ini menggunakan persentase jumlah responden yang akan memilih nilai 1= tidak berperan/2= kurang berperan/3= berperan dibagi dengan total keseluruhan responden. X i V(X) = x100 X n

34 18 Keterangan : V (X) = presentase nilai (tidak berperan, kurang berperan, dan berperan) X i X n = jumlah responden yang memilih = total responden Tabel 4 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan Penilaian (%) Peranan (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1. Sebagai pusat aktivitas produksi a. Penyediaan perbekalan melaut Solar Air bersih Es b. Penyediaan tempat pendaratan Dermaga Kolam pelabuhan Alur pelayaran c. Penyediaan tempat perbaikan Tempat perbaikan jaring Slipways Bengkel 2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran TPI Tempat pengolahan ikan Pasar ikan 3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan Koperasi Sumber : Anonim (1998) diacu dalam Dwiatmoko (1994) direvisi kembali Keterangan : Nilai 1 : Tidak berperan (TB) Nilai 2 : Kurang berperan (KB) Nilai 3 : Berperan (B) Kriteria-kriteria untuk setiap fasilitas yang ada : Tidak berperan Kurang berperan Berperan = ada fasilitas tetapi tidak berfungsi dengan baik = ada fasilitas tetapi kurang berfungsi dengan baik = ada fasilitas tetapi sudah berfungsi dengan baik

35 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan luas wilayah km² atau sebesar 29,98 persen dari luas wilayah Propinsi Banten. Kabupaten yang berada di Ujung Barat dari Propinsi Banten ini mempunyai batas administrasi sebagai berikut : Utara : Kabupaten Serang Selatan : Samudera Indonesia Barat : Selat Sunda Timur : Kabupaten Lebak Perbatasan di atas menunjukan wilayah ini memiliki potensi pengembangan yang cukup prospektif karena menghadap wilayah perairan yang kaya potensi sumberdaya ikan, yakni Selat Sunda dan Samudera Indonesia. Sejak bulan Juli 2007 Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 35 kecamatan dan 335 desa/kelurahan dengan 2 (dua) tambahan kecamatan, yaitu Kecamatan Majasari dan Kecamatan Sobang. Kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Pandeglang dengan luas 322,76 km² sedangkan Kecamatan Labuan merupakan kecamatan terkecil dengan luas 15,66 km². Bentuk topografi wilayah Kabupaten Pandeglang di daerah Tengah dan Selatan pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian gunung-gunungnya yang relatif rendah yaitu Gunung Payung (480 m), Gunung Honje (620 m), Gunung Tilu (562 m), dan Gunung Raksa (320 m). Luas wilayah ini sekitar 85,07 % dari luas Kabupaten. Sedangkan di daerah Utara Kabupaten Pandeglang memiliki luas sekitar 14,93 % dari luas kabupaten dan merupakan dataran tinggi karena memiliki gunung-gunung yang tinggi seperti Gunung Karang (1.778 m), Gunung Pulosari (1.346 m) dan Gunung Aseupan (1.174 m) (Bappeda Pandeglang, 2007). Kabupaten Pandeglang memiliki lokasi yang strategis untuk pemasaran hasil tangkapan karena dikelilingi oleh kota-kota besar. Jarak Kota Pandeglang sebagai ibukota Kabupaten Pandeglang terletak pada jarak 111 km dari Ibukota

36 20 Negara yaitu Jakarta, Rangkasbitung (20 km), Tigaraksa (25 km), Tangerang (86 km), Serang (21 km), Cilegon (41 km), Bekasi (140 km), dan Bandung (298 km) (Bappeda Pandeglang, 2007). Kabupaten Pandeglang mempunyai panjang pantai kurang lebih 230 km dan luas daratan kurang lebih ,91 ha termasuk 10 pulau kecil yang tersebar di perairan Selat Sunda. Perairan Selat Sunda selain memiliki potensi sumberdaya ikan yang belum tereksploitasi dengan baik juga sebagai jalur pemasaran yang cukup baik karena berdekatan dengan kota besar seperti Propinsi Lampung. Sebagai kabupaten yang memiliki daerah pantai yang cukup panjang, Kabupaten Pandeglang memiliki sembilan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) untuk pendukung sarana kegiatan perikanan laut, diantaranya yaitu : 1. TPI Carita 2. TPI Labuan 3. TPI Sidamukti 4. TPI Panimbang 5. TPI Citeureup 6. TPI Sumur 7. TPI Taman Jaya 8. TPI Cikeusik 9. TPI Sukanagara Keadaan iklim Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi, dan pertemuan/perputaran arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak pos pengamatan. Rata-rata curah hujan selama tahun 2007 berkisar antara 133,67 mm (Bojong) sampai 300,92 mm (Cibaliung). Suhu udara minimum dan maksimum yang terjadi di wilayah Kabupaten Pandeglang berkisar antara 27,00 C-30,65 C dengan suhu udara ratarata 27,88 C (Bappeda, 2007) Daerah penangkapan ikan dan musim Daerah penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang berada sekitar perairan Selat Sunda, Selatan Jawa, hingga ke Samudera Hindia dan Laut Jawa. Musim

37 21 penangkapan terbagi dalam tiga musim, yaitu musim barat, musim timur, dan musim peralihan. Musim-musim ini akan berdampak kepada tingkat aktivitas melaut para nelayan dan jumlah produksi hasil tangkapannya. Musim timur biasanya terjadi sekitar bulan Mei-Agustus. Musim peralihan terjadi dalam dua kali dalam setahun, yaitu musim peralihan awal yang terjadi sekitar bulan Maret- April dan musim peralihan akhir yang terjadi sekitar bulan September-Oktober. Musim paceklik umumnya terjadi sekitar bulan November-Februari Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan yang meliputi kapal/perahu, alat tangkap dan nelayan. (1) Kapal Kapal atau perahu yang ada di daerah Kabupaten Pandeglang digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT), dan kapal motor (KM). Tabel 5 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode Tahun Jumlah armada (unit) PTM PMT KM Total Pertumbuhan (%) , ,13 Rata-rata 157,4 111, ,25 0,69 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008 Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang ini setiap tahunnya didominasi oleh Kapal Motor (KM) dengan rata-rata 498 unit. Sedangkan perahu tanpa motor (PTM) dan perahu motor tempel (PMT) masing-masing 157 unit dan 112 unit. Pada periode perkembangan jumlah armada penangkapan ikan secara keseluruhan berfluktuasi tetapi pada tahun dan cenderung tidak mengalami perkembangan. Penurunan terjadi pada tahun , jumlah armada penangkapan ikan menurun sebesar -4,38 % dari 777 unit menjadi 743 unit. Penurunan drastis ini terjadi pada Kapal Motor dari 506

38 22 menjadi 482. Pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang mengalami peningkatan sebanyak 796 unit atau mengalami pertumbuhan sebesar 7,13 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan pengembangan skala usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Pandeglang dengan memperbesar jumlah armada penangkapan. Jumlah Armada (Unit) PTM PMT KM Tahun Gambar 1 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode (2) Alat tangkap Alat tangkap yang ada di Kabupaten Pandeglang beragam jenisnya seperti payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, pancing rawai, bagan rakit, bagan perahu, bagan tancap, arad, dogol, dan gorek. Pada tahun 2008 jenis alat tangkap yang mendominasi di Kabupaten Pandeglang adalah pancing sebesar 218 unit, bagan rakit 201 unit, bagan tancap 174 unit, arad 133 unit, dan jaring rampus 126 unit. Jumlah (unit) Alat tangkap Gambar 2 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Pandeglang tahun 2008

39 23 (3) Nelayan Berdasarkan Tabel 6, terlihat jumlah nelayan setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 jumlahnya mencapai orang dan menurun drastis pada tahun 2006 sebesar orang. Hal ini dikarenakan oleh menurunnya jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang pada tahun yang sama. Jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang didominasi oleh nelayan lokal walaupun setiap tahunnya mengalami penurunan yang relatif besar terjadi tahun 2005 turun sebesar -3,13 % dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, meningkat kembali mencapai jumlah orang atau 2,49 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini sejalan dengan penambahan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang. Tabel 6 menunjukan perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang rata-rata mengalami penurunan sebanyak -0,78 %. Tabel 6 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang periode Tahun Nelayan (Jiwa) Total Pertumbuhan Lokal Pendatang (%) , , , ,49 Rata-rata , ,78 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Nelayan (jiwa) Tahun Lokal Pendatang Gambar 3 Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang di Kabupaten Pandeglang periode

40 Produksi hasil tangkapan Jenis hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang sangat beragam mencapai 28 jenis ikan. Pada tahun 2008, 5 jenis hasil tangkapan yang terbanyak menurut jumlahnya adalah ikan tembang, tongkol, tenggiri, kembung, dan peperek. Berdasarkan nilai jualnya terdapat 5 jenis ikan dominan yaitu tenggiri (Scomberomorus commerson), bambangan (Lutjanus rivulatus), tongkol (Auxis sp), kembung (Rastrelliger kanagurta), dan layur (Trichiurus spp ). Harga nilai jual ini didekati menggunakan rasio (Rp/kg). Tabel 7 Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan nilai ekonomis tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 No Jenis ikan 2008 Ton Rp. 000 Rasio (Rp/kg) 1 Tembang 2.548, ,59 2 Tongkol 2.141, ,96 3 Tenggiri 1.917, ,44 4 Kembung 1.775, ,63 5 Peperek 1.499, ,96 6 Biji Nangka 1.486, ,46 7 Ikan Lainnya 1.179, ,67 8 Selar 1.177, ,49 9 Kurisi 1.167, ,83 10 Layang 995, ,21 11 Tiga Waja 980, ,22 12 Layur 971, ,32 13 Sebelah 875, ,60 14 Bambangan 799, ,00 15 Tetengkek 738, ,80 Jumlah , Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008 Tabel 8 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang periode Tahun Volume produksi Pertumbuhan Nilai Produksi Pertumbuhan (ton) (%) (Rp) (%) , ,5 1, , ,7-8, , ,8 1, , ,2 12, ,29 Rata-rata ,6 1, Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008 Jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama periode berfluktuasi. Pada tahun 2006, volume produksi ikan

41 25 mengalami penurunan sebesar -8 % dari tahun sebelumnya. Tetapi dari segi nilai produksinya semakin meningkat tajam sebesar 42,95 %. Peningkatan ini disebabkan oleh harga jual ikan-ikan ekonomis penting yang semakin tinggi (Lampiran 2). Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2008, volume produksi yang didaratkan mencapai ,2 ton dan mengalami pertumbuhan sebesar 12,67 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah armada yang tersedia di Kabupaten Pandeglang sehingga menambah volume produksi yang didaratkan di daerah tersebut. Jumlah nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang selama periode cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya (Gambar 5). Dapat dilihat pada Tabel 8, rata-rata petumbuhannya 19 % dengan kisaran 0,74 % - 42,95 %. Volume produksi (ribu ton) Tahun Gambar 4 Perkembangan volume produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode Nilai Produksi (Juta Rp) Tahun Gambar 5 Perkembangan nilai produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode

42 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Labuan Lokasi PPP Labuan Secara geografis PPP Labuan berada di Desa Teluk Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang-Propinsi Banten. Posisi PPP Labuan berada pada wilayah perairan Selat Sunda yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia 1 (ALKI 1). Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia, lokasi PPP Labuan berada pada wilayah WPP 3. Lokasi PPP Labuan berada pada titik koordinat 06º LS dan 105º BT. Jarak lokasi PPP Labuan dengan ibukota propinsi sekitar 64 km, sedangkan dari ibu kota kabupaten berjarak 42 km dengan kondisi jalan yang cukup baik Daerah penangkapan ikan dan musim Lokasi penangkapan ikan di PPP Labuan adalah Selat Sunda, Selatan Jawa/Samudera Hindia dan Laut Jawa. Berdasarkan wawancara dengan nelayan daerah penangkapan Labuan yaitu disekitar perairan Selat Sunda, Tanjung Panaitan, dan Kepulauan Seribu. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan pihak pengelola PPP Labuan terdapat tiga musim penangkapan yang sama dengan musim penangkapan di Kabupaten Pandeglang yaitu musim timur, musim peralihan, dan musim barat. Pada musim timur, aktivitas penangkapan ikan di PPP Labuan sangat tinggi. Alat tangkap pancing dan gillnet menggunakan perahu motor tempel dan daerah penangkapan dilakukan sekitar Teluk Labuan dengan jarak tempuh sekitar 1-2 jam perjalanan. Sedangkan penangkapan ikan dengan alat tangkap payang, dogol, dan jaring arad juga dilakukan secara harian, lokasi penangkapannya di daerah Teluk dan sekitar perairan Selat Sunda dengan jarak tempuh 2-3 jam perjalanan. Proses penangkapan ikan tersebut dilakukan dalam satu hari dari mulai jam dan tiba di tempat pendaratan sekitar jam atau Penangkapan yang dilakukan dengan kapal motor berukuran 8-10 GT biasanya menggunakan mini purse seine. Pengoperasiannya dilakukan selama 3-6 hari dari mulai perjalanan ke fishing ground hingga ke kembali ke pelabuhan. Lokasi penangkapan ikan di Selat Sunda atau Samudera Hindia.

43 Unit penangkapan ikan di Labuan (1) Kapal Jumlah armada penangkapan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Jenis kapal motor yang dioperasionalkan di PPP Labuan berukuran dari 0-5 GT dan > 5 GT. Tabel 9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPP Labuan periode Tahun Jumlah armada (unit) PTM PMT KM Total Pertumbuhan (%) , , , ,91 Rata-rata 22 4,8 249,6 276,4 0,82 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008 Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat, bahwa pada tahun jumlah armada seperti perahu tanpa motor, perahu motor tempel, dan kapal motor tidak mengalami pertumbuhan. Hal ini disebabkan oleh belum adanya perkembangan skala usaha yang dilakukan oleh dinas setempat. Selain itu, jumlah perahu tanpa motor dan perahu motor tempel cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kapal motor. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya pendangkalan di wilayah PPP Labuan sehingga mengakibatkan kapal-kapal motor sulit untuk keluar masuk wilayah Labuan. Berbeda pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan di PPP Labuan mengalami pertumbuhan sebesar 2,91 % dibanding tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan jumlah kapal motor yang mengalami pertumbuhan dari 248 unit menjadi 256 unit. Hal ini dikarenakan oleh mulai adanya perbesaran skala usaha dengan meningkatkan ukuran armada penangkapan ikan. Peningkatan ini secara umum juga terjadi di Kabupaten Pandeglang (Tabel 5). (2) Alat tangkap Berdasarkan Gambar 6, terlihat ada tujuh jenis alat tangkap yang beroperasi di Labuan yaitu payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, jaring arad, dan dogol. Alat tangkap yang terbanyak yaitu jaring arad, pancing, dan gillnet;

44 28 masing-masing berjumlah 119 unit, 68 unit, dan 65 unit. Alat tangkap jaring arad merupakan alat tangkap dominan di PPP Labuan karena harga alat tangkap ini relatif lebih murah dibandingkan alat tangkap lainnya. Selain itu, komoditas yang ditangkap bernilai ekonomis penting seperti udang mutiara dan udang jerbung Jumlah (unit) Payang Purse seine Jaring rampus Gillnet Pancing Jaring Arad Dogol Alat Tangkap Gambar 6 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPP Labuan tahun Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan yang beroperasi selama periode mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap yang memiliki tingkat operasional tinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 409 unit sedangkan untuk yang terendahnya pada tahun 2004 sebesar 371 unit (Tabel 10). Adanya penurunan jumlah alat tangkap dari tahun 2007 ke tahun 2008 diikuti hilangnya alat tangkap bagan rakit dan bagan tancap di PPP Labuan. Hal ini disebabkan oleh usaha penangkapan bagan ini dipindahkan ke TPI Panimbang dan TPI sumur

45 29 Tabel 10 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan periode No Alat tangkap Tahun Payang Dogol Arad Purse seine Gillnet Jaring rampus jaring klitik Bagan tancap Bagan rakit Pancing Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008 (3) Nelayan Mayoritas nelayan yang menetap di PPP Labuan merupakan penduduk lokal (asli). Pada tahun 2008, jumlah nelayan terbanyak di PPP Labuan berjumlah atau sekitar 42,68 % dari total keseluruhan jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang. Berdasarkan wawancara dengan para nelayan, di PPP Labuan ini lebih berkembang daripada di PPI yang lain terutama dari segi jumlah hasil tangkapan yang didaratkan dan kondisi fasilitas pelabuhan yang ada sehingga banyak nelayan yang menetap di PPP Labuan (Tabel 1). Selain itu, kecenderungan nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya berdasarkan pertimbangan kedekatan relatif jarak lokasi pelabuhan dengan pemukiman nelayan. Nelayan pendatang kebanyakan berasal dari Jawa Tengah seperti Tegal. Nelayan di PPP Labuan terdiri dari nelayan pemilik, tetap, dan sambilan.

46 30 Tabel 11 Jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI tahun 2008 PPI Lokal Nelayan Pendatang Jumlah (jiwa) 1. Labuan Carita Sukanegara Panimbang Citeureup Sidamukti Sumur Tamanjaya Cikeusik Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Kelengkapan fasilitas dan kelembagaan Fasilitas pokok yang dimiliki PPP Labuan hingga saat ini dapat diuraikan menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut : A. Fasilitas pokok 1) Fasilitas pelindung : Breakwater/ Turap Breakwater atau pemecah gelombang adalah suatu bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut (Lubis, 2005), sedangkan turap adalah suatu struktur bangunan yang berfungsi untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai dari abrasi. Fasilitas ini juga dilengkapi dengan bollard untuk mengaitkan tali kapal yang sedang bertambat. Panjang breakwater yang sudah dibangun sampai dengan tahun 2006 adalah : Breakwater sisi kiri sepanjang 213,5 m dan breakwater sisi kanan sepanjang 420 m (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008). 2) Fasilitas tambat : dermaga Dermaga adalah suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut (Lubis, 2005). Dermaga di PPP Labuan berbentuk batu bersemen dengan panjang yang dimiliki PPP Labuan adalah 350 meter. 3) Fasilitas perairan : kolam pelabuhan Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga (Lubis, 2005). Pada wilayah kolam pelabuhan

47 31 ini direncanakan akan dilakukan pengerukan/pendalaman seluas 8,55 hektare dengan kedalaman yang memungkinkan kapal berukuran sampai dengan 50 GT dapat masuk ke kolam pelabuhan dengan kedalaman 2-2,5 m (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008). Daya tampung kolam pelabuhan sekitar 50 unit perahu. Tapi saat ini rencana tersebut belum direalisasikan. Salah satu fungsi kolam pelabuhan yakni adanya alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga (navigational channels). Alur pelayaran di PPP Labuan berupa alur sungai dengan panjang kurang lebih 5000 m dari pantai. Lebar sungai sekitar 5 m dengan kedalaman muara 2 m. 4) Fasilitas penghubung Fasilitas jalan utama masuk ke pelabuhan sudah tersedia dengan ukuran panjang ± 800 m dan lebar 3 m, jalan ini langsung menuju ke TPI 2 dan di sepanjang jalan ini dipenuhi rumah-rumah nelayan. Jalan menuju TPI 1 melewati pasar tradisional melalui sungai dengan alat transportasi rakit. 5) Fasilitas lahan : Lahan pelabuhan Lahan yang dimiliki seluas meter persegi termasuk penambahan lahan seluas 3 hektare yang diadakan pada tahun 2006 (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008). B. Fasilitas fungsional 1) Fasilitas penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya : gedung TPI, pasar ikan, dan cold storage. Gedung TPI yang dimiliki PPP Labuan berjumlah 2 (dua) unit masing masing : TPI 1 berukuran 25 m x 30 m yang memiliki cabang TPI unit yang berada dekat dengan pasar ikan dan TPI 2 berukuran 25 m x 30 m. Penyelenggara TPI adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan sejak akhir 2007 hingga sekarang pengelolaan TPI dikelola oleh swasta yaitu CV. Abdi Bahari Pratama. Pasar ikan di PPP Labuan berada di dekat TPI unit. Pasar ikan ini berdekatan dengan pasar tradisional dan memiliki kurang lebih 15 lapak. Cold Storage di PPP Labuan telah memiliki 1 set cold storage dengan kapasitas daya tampung ikan sebanyak 10 ton. Tetapi saat ini tidak berjalan karena alat rusak dan biaya operasional yang tinggi.

48 32 2) Fasilitas suplai air bersih, es, tangki BBM Pelayanan kebutuhan air bersih didapatkan dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) setempat dan sumur dekat TPI. Air bersih ini digunakan untuk membersihkan lantai TPI yang kotor, sedangkan untuk operasi penangkapan ikan nelayan mendapatkan air bersih dari rumahnya masing-masing. Depot es merupakan tempat penyimpanan balok-balok es sementara sebelum disalurkan ke nelayan. Depot es di PPP labuan dikelola secara perorangan oleh penduduk setempat. Ada sekitar 15 unit depot es yang tersebar di sepanjang jalan PPP Labuan. Rata-rata ukurannya sekitar 2,5 m x 3,5 m x 2 m. Biasanya satu depot es menampung 50 balok es/hari tergantung permintaan nelayan. Harga satu balok es sekitar Rp /balok. Tangki BBM di PPP Labuan berjumlah satu unit. Kapasitas dari tangki BBM liter. Solar dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa Petrovin. Frekuensi pengiriman 4-5 hari sekali. Pemasokan solar mulai berjalan dari tahun 2005, tetapi saat ini belum kembali beroperasi karena mengalami kebangkrutan. 3) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring, Sarana perbaikan mesin-mesin kapal nelayan di PPP Labuan berupa bengkel-bengkel kecil. Ada sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang diusahakan secara perorangan oleh penduduk setempat. Bengkel-bengkel ini hanya bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil saja, sedangkan untuk perbaikan mesin kapal tersedia 2 unit bengkel khusus yang diusahakan perorangan. 4) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta lainnya, Kantor syahbandar PPP Labuan terletak kurang lebih 20 m dari gedung TPI ke arah utara. Ukuran kantor syahbandar 382 m² dan kondisi baik. Kantor syahbandar ini melayani izin kapal-kapal yang akan melakukan operasi penangkapan ikan.

49 33 5) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan es, dan Alat angkut yang tersedia PPP Labuan berupa kereta dorong yang berfungsi untuk mengangkut ikan-ikan yang ada di blong dan jumlahnya yang banyak. 6) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL. Saluran limbah air berfungsi sebagai tempat saluran pembuangan limbah cair terutama limbah dari TPI. Saluran limbah air di PPP berbentuk selokan kecil yang lebarnya kurang dari 30 cm. Tempat pengolahan limbah tidak berfungsi dengan baik karena petugas kurang mengetahui fungsi dari fasilitas tersebut. Saluran ini pun menjadi sering mampet karena banyaknya sampah dan sisa-sisa pencucian ikan sehingga menimbulkan bau tidak enak. C. Fasilitas penunjang a. MCK Keberadaan MCK sangat dibutuhkan untuk tempat mandi, cuci, dan kakus. PPP Labuan mempunyai MCK seluas 3 x 4 m², terdapat di luar dan di dalam gedung TPI. Kondisinya baik dan bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. b. Mesjid PPP Labuan mempunyai sarana ibadah yang terletak di belakang tangki BBM. Ukurannya 10 x 10 m². Mesjid ini dikelola oleh pihak DKM setempat dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. c. Puskesmas Puskesmas berfungsi sebagai pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas ini berada di daerah kampung nelayan dekat dengan TPI I. d. Kedai pesisir Kedai pesisir merupakan kios bahan-bahan unit penangkapan ikan di PPP Labuan yang dikelola oleh KUD Mina Sejahtera. Kedai pesisir ini berada dekat TPI I.

50 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengembangan usaha penangkapan Penentuan Komoditas Ikan Unggulan Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode location quotient (LQ). Dengan analisis ini dapat ditentukan apakah jenis kegiatan perikanan tangkap terkosentrasi pada suatu wilayah atau tersebar di beberapa wilayah. Hasil penghitungan setiap nilai LQ dilihat dari jumlah dan nilai produksi ikan. Selain itu, data produksi perikanan tangkap dibedakan atas kelompok ikan pelagis, ikan demersal, mollusca, dan crustacea di Kabupaten Pandeglang dari tahun 2003 sampai tahun Jenis ikan-ikan pelagis Kelompok jenis ikan-ikan pelagis yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 11 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 12) dan nilai produksi ikan (Tabel 13). Tabel 12 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode No Jenis ikan Tahun Rata-rata nilai LQ 1 Layang 0,9106 1,0669 1,0189 1,1428 1,1041 1, Selar 1,0444 1,0803 0,8212 0,9420 0,9010 0, Tetengek 0,6950 0,7506 1,0939 1,0905 1,1598 0, Julung-julung 1,8458 1,8109 1,9863 2,0938 2,2306 1, Teri 0,8396 0,5049 0,5040 0,1207 0,1626 0, Tembang 0,7561 0,7023 0,7441 0,6136 0,6278 0, Lemuru 1,0821 1,3084 1,3116 1,2841 1,2423 1, Kembung 0,8966 0,8618 0,8497 0,8837 0,9120 0, Kuwe 0,5409 0,6268 0,6368 0,9120 0,8822 0, Tongkol 1,3624 1,3574 1,2400 1,2412 1,1775 1, Tenggiri 1,3476 1,3396 1,4620 1,5597 1,6124 1,4643 Tabel 12 menunjukan terdapat 5 jenis ikan pelagis yang memiliki nilai ratarata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksi yaitu ikan layang (Decapterus russeli) (LQ = 1,05), julung-julung (Hemirhampus far) (LQ = 1,99), lemuru (Clupea

51 35 longiceps) (LQ = 1,24), tongkol (Auxis sp) (LQ = 1,27) dan tenggiri (Scomberomorus commerson) (LQ = 1,46), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini sesuai dengan Laporan Akhir Rencana Pengelolaan Perikanan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan bahwa jenis ikan-ikan yang dominan mendaratkan hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang adalah ikan julung-julung, tongkol, dan tenggiri. Hal ini dikarenakan oleh wilayah Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda memiliki potensi ikan pelagis yang cukup besar. Kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan yaitu selar (Caranx leptolepis) (LQ = 0,96), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,95), kembung (Rastrelliger kanagurta) (LQ = 0,88), teri (Stelophorus indicus) (LQ = 0,43), tembang (Clupea fimbriata) (LQ = 0,69), dan kuwe (Caranx malabaricus) (LQ = 0,72), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami defisit produksi dan merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-ikan ini memiliki pangsa yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten. Tabel 13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode No Jenis ikan Tahun Rata-rata nilai LQ 1 Layang 0,4780 0,5556 0,4007 0,6834 1,1041 0, Selar 0,9616 0,9536 0,8369 0,4243 0,4026 0, Tetengek 0,3983 0,4213 0,7561 0,5556 0,5967 0, Julung-julung 2,1570 2,0175 2,4146 2,0454 2,1951 2, Teri 0,7941 0,4691 0,4403 0,1963 0,2462 0, Tembang 0,4394 0,3353 0,4260 0,3235 0,3203 0, Lemuru 0,8790 1,1146 1,2968 1,2671 1,2848 1, Kembung 0,6848 0,6159 0,6122 0,9325 0,9526 0, Kuwe 0,2660 1,1719 0,3766 0,9861 0,8928 0, Tongkol 1,7357 1,5954 1,6507 1,4502 1,4965 1, Tenggiri 1,3246 1,2345 1,4380 1,3652 1,4019 1,3528 Tabel 13 menunjukan bahwa kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ > 1 dilihat dari nilai produksinya ada 4 jenis ikan yaitu julung-julung (Hemirhampus far) (LQ = 2,16), lemuru (Clupea longiceps) (LQ = 1,17), tongkol

52 36 (Auxis sp) (LQ = 1,58) dan tenggiri (Scomberomorus commerson) (LQ = 1,35), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Berbeda dengan jumlah produksi, dari segi nilai produksi ikan layang memiliki nilai rata-rata LQ < 1. Hal ini dikarenakan oleh nilai produksi ikan layang yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang sebesar % dari keseluruhan nilai produksi di Propinsi Banten. Kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 7 jenis ikan yaitu ikan layang (Decapterus russeli) (LQ = 0,54), selar (Caranx leptolepis) (LQ = 0,71), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,54), kembung (Rastrelliger kanagurta) (LQ = 0,76), teri (Stelophorus indicus) (LQ = 0,43), tembang (Clupea fimbriata) (LQ = 0,37), dan kuwe (Caranx malabaricus) (LQ = 0,74), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang Jenis ikan-ikan demersal Kelompok jenis ikan-ikan demersal yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 13 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 14) dan nilai produksi ikan (Tabel 15). Tabel 14 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode No Jenis ikan Tahun Rata-rata nilai LQ 1 Sebelah 1,9671 1,8964 1,9565 2,0965 2,1188 2, Manyung 0,8647 0,9027 0,9508 0,7439 0,7588 0, Biji nangka 1,5702 1,5430 1,4538 1,5662 1,5753 1, Bambangan 0,6851 0,7956 0,8346 1,0856 1,0942 0, Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,6420 0,7010 0, Kakap 0,8713 0,8303 0,9312 1,1760 1,1879 0, Kurisi 1,1203 1,0489 1,1605 1,1047 1,0498 1, Tigawaja 1,0974 1,2532 1,3250 1,2656 1,2332 1, Cucut 0,6812 0,6357 1,0185 1,0490 0,9449 0, Pari 0,4504 0,4667 0,5675 0,5516 0,5528 0, Layur 0,4874 0,4916 0,4611 0,5197 0,4960 0, Peperek 1,0985 1,0239 0,7851 0,6930 0,6911 0, Bawal hitam 1,9546 1,7062 1,9549 2,0931 2,1145 1,9647

53 37 Tabel 14 menunjukan bahwa kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksinya ada 5 jenis yaitu ikan sebelah (Psetodes erumei) (LQ = 2,01), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,54 ), kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,1), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ = 1,23), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 1,96), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 8 jenis ikan yaitu manyung (Arius spp) (LQ = 0,84), bambangan (Letrinus sanguneus) (LQ = 0,89), kakap (Lates calcalifer) (LQ = 0,99), cucut (Squalus sp) (LQ = 0,86), peperek (Mene maculata) (LQ = 0,85), kerapu (Epinephelus bantoides) (LQ = 0,27), pari (Dasyatis) (LQ = 0,52), dan layur (Trichiurus savala) (LQ = 0,49), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami defisit dan merupakan komoditas non basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikanikan ini memiliki pangsa yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten. Tabel 15 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode No Jenis ikan Tahun Rata-rata nilai LQ 1 Sebelah 3,4029 3,0852 3,0242 2,5517 2,5685 2, Manyung 1,2851 1,3639 1,3347 0,9957 1,0216 1, Biji nangka 2,0328 1,9156 1,5728 1,2948 1,2937 1, Bambangan 0,8180 0,9181 0,9242 1,3688 1,3477 1, Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,5888 0,7493 0, Kakap 0,9466 0,8321 0,9243 0,8409 0,8123 0, Kurisi 1,4041 1,5301 1,5313 0,8895 0,8124 1, Tigawaja 0,7747 1,0566 1,1477 0,9949 0,9302 0, Cucut 0,5094 0,4396 0,8144 1,1070 0,9578 0, Pari 0,6575 0,5925 0,6525 0,8240 0,8056 0, Layur 1,1454 1,0788 0,9774 0,5555 0,5434 0, Peperek 1,3573 1,3783 0,8566 0,7156 0,7199 1, Bawal hitam 3,3602 2,5308 3,0179 2,5363 2,5539 2,7998 Kelompok ikan demersal yang memiliki rata-rata LQ nilai produksi > 1 ada 7 jenis yaitu ikan sebelah (Psetodes erumei) (LQ = 2,93), manyung (Arius spp) (LQ = 1,2), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,62), bambangan (Letrinus

54 38 sanguneus) (LQ = 1,07), kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,23), peperek (Mene maculata) (LQ = 1,01), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 2,79), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan yaitu kerapu (Epinephelus bantoides) (LQ = 0,27), kakap (Lates calcalifer) (LQ = 0,87), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ = 0,98), cucut (Squalus sp) (LQ = 0,76), pari (Dasyatis) (LQ = 0,71), dan layur (Trichiurus savala) (LQ = 0,86), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan komoditas non basis di Kabupaten Pandeglang. Berbeda dengan jumlah produksi untuk ikan manyung, bambangan, dan peperek memiliki nilai LQ > 1. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan tersebut memiliki nilai produksi yang lebih besar bila dibandingkan dengan total nilai produksi di Propinsi Banten. Sedangkan untuk nilai produksi ikan kurisi dan tigawaja masuk dalam kategori LQ < Jenis mollusca Kelompok jenis mollusca yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 16) dan nilai produksi ikan (Tabel 17). Tabel 16 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode No Jenis ikan Tahun Rata-rata nilai LQ 1 Kerang darah 1,2923 1,4308 0,7751 0,7976 0,9145 1, Cumi-cumi 0,7754 0,7337 0,9555 0,9285 0,8345 0,8455 Tabel 16 menunjukan bahwa kelompok mollusca yang memiliki nilai ratarata LQ jumlah produksi > 1 hanya komoditas kerang darah (Anadara granosa) yaitu sebesar 1,04 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Jenis cumi-cumi (Loligo sp) memiliki nilai ratarata LQ < 1 yaitu sebesar 0,84 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.

55 39 Tabel 17 Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode No Jenis ikan Tahun Rata-rata nilai LQ 1 Kerang darah 1,4453 1,3712 0,4746 0,3596 0,4047 0, Cumi-cumi 0,9516 0,9550 1,0647 1,0680 1,0577 1,0194 Kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-rata LQ nilai produksi > 1 hanya cumi-cumi (Loligo sp) yaitu sebesar 1,01 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan kerang darah (Anadara granosa) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,81 sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang. Berbeda dengan jumlah produksi, nilai produksi untuk kerang darah memiliki nilai LQ < 1, sedangkan untuk jenis cumi-cumi nilai rata-rata LQ > 1. Hal ini dikarenakan nilai harga cumi-cumi yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan kerang darah Jenis crustacea Kelompok jenis crustacea yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 18) dan nilai produksi ikan (Tabel 19). Tabel 18 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode No Jenis ikan Tahun Rata-rata nilai LQ 1 Udang putih 0,9258 1,0336 1,3033 1,3634 1,2207 1, Udang lainnya 1,0738 0,9697 0,7553 0,7272 0,8319 0,8716 Tabel 18 menunujukan bahwa kelompok crustacea yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama 5 tahun adalah udang putih (Penaeus vannamei) yang memiliki nilai rata-rata LQ jumlah produksi lebih dari 1 yaitu sebesar 1,17 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,87 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.

56 40 Tabel 19 Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode No Jenis ikan Tahun Rata-rata nilai LQ 1 Udang putih 0,8687 0,9200 1,0644 1,0834 1,0365 0, Udang lainnya 1,4785 1,2645 0,8260 0,7869 0,9105 1,0533 Kelompok crustacea yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama 5 tahun adalah jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki rata-rata LQ nilai produksi > 1 yaitu sebesar 1,05 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan jenis udang putih (Penaeus vannamei) yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,99 sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang. Penentuan sektor unggulan dan prioritas Dalam menentukan komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang digunakan dengan teknik pembobotan nilai dengan menjumlahkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan. Tabel 20 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan pelagis periode No Jenis ikan Bobot LQ Bobot LQ Total jumlah produksi nilai produksi bobot Keterangan 1 Layang Bukan unggulan 2 Selar Bukan unggulan 3 Tetengek Bukan unggulan 4 Julung-julung Unggulan 5 Teri Bukan unggulan 6 Tembang Bukan unggulan 7 Lemuru Bukan unggulan 8 Kembung Bukan unggulan 9 Kuwe Bukan unggulan 10 Tongkol Unggulan 11 Tenggiri Unggulan Tabel 20 dapat dilihat dari 11 spesies jenis ikan pelagis, ada 3 komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu ikan julung-julung, tongkol, dan tenggiri. Ikan-ikan tersebut memiliki bobot LQ jumlah dan nilai produksi terbesar dengan total bobot 4. Ketiga ikan unggulan ini merupakan komoditas prioritas yang baik untuk dikembangkan. Sedangkan yang masuk dalam kategori

57 41 bukan unggulan ada 8 jenis ikan yaitu layang, selar, tetengek, teri, tembang, lemuru, kembung, dan kuwe. Tabel 21 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan demersal periode No Jenis ikan Bobot LQ Bobot LQ Total jumlah produksi nilai produksi bobot Keterangan 1 Sebelah Unggulan 2 Manyung Bukan unggulan 3 Biji nangka Unggulan 4 Bambangan Bukan unggulan 5 Kerapu Bukan unggulan 6 Kakap Bukan unggulan 7 Kurisi Unggulan 8 Tigawaja Bukan unggulan 9 Cucut Bukan unggulan 10 Pari Bukan unggulan 11 Layur Bukan unggulan 12 Peperek Bukan unggulan 13 Bawal hitam Unggulan Tabel 21 menunjukan bahwa dari 13 jenis ikan demersal yang ada di Kabupaten Pandeglang terdapat 4 komoditas ikan unggulan yaitu ikan sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam. Kategori bukan unggulan terdapat 5 jenis ikan yaitu ikan manyung, kerapu, pari, layur, dan peperek. Ikan-ikan tersebut tidak dapat dikembangkan, karena rendahnya jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang dibandingkan dengan Propinsi Banten. Tabel 22 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi mollusca periode No Jenis ikan Bobot LQ Bobot LQ Total jumlah produksi nilai produksi bobot Keterangan 1 Kerang darah Bukan unggulan 2 Cumi-cumi Bukan unggulan Pada Tabel 22 dapat dilihat ada 2 jenis ikan yang masuk dalam jenis mollusca yaitu kerang darah dan cumi-cumi. Kedua jenis ikan tersebut bukan termasuk dalam komoditas unggulan karena total bobot LQ = 3, sehingga kerang darah dan cumi-cumi ini bukan merupakan komoditas yang menjadi prioritas pengembangan di Kabupaten Pandeglang.

58 42 Tabel 23 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi crustacea periode No Jenis ikan Bobot LQ Bobot LQ Total jumlah produksi nilai produksi bobot Keterangan 1 Udang putih Bukan unggulan 2 Udang lainnya Bukan unggulan Tabel 23 menunjukan bahwa dari 2 jenis crustacea yang ada di Kabupaten Pandeglang memiliki total bobot LQ = 3. Sama halnya dengan jenis mollusca, jenis crustacea yang terdiri udang putih dan udang lainnya masuk dalam kategori bukan unggulan. Dari 28 jenis ikan yang didaratkan, terdapat 7 komoditas yang dapat dijadikan sebagai salah satu prioritas pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pandeglang. Dengan pengembangan yang diprioritaskan pada komoditas unggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan yang didapatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nelayan dan kontribusi perekonomian Kabupaten Pandeglang. Jenis hasil tangkapan di PPP Labuan terdapat 12 spesies (Tabel 24). Jika dibandingkan dengan komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang terdapat 3 jenis ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan yaitu ikan tenggiri, tongkol, dan kurisi. Sedangkan jenis ikan dominan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan adalah kembung, tembang, tenggiri, layur, manyung, dan tongkol.

59 43 Tabel 24 Jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan No Jenis ikan Jumlah produksi (ton) 1 Kuwe 24,597 2 Cumi 51,369 3 Tongkol 53,771 4 Tenggiri 113,712 5 Kembung 123,441 6 Layur 70,637 7 Manyung 54,578 8 Kakap 15,119 9 Kerapu 4, Kurisi 21, Pari 29, Tembang 117,443 Sumber : Laporan tempat pelelangan ikan PPP Labuan, Analisis Alat Tangkap Efektif yang Ramah Lingkungan Berdasarkan survei yang dilakukan di PPP Labuan melalui wawancara dan pengamatan langsung dapat teridentifikasi ada tujuh alat tangkap yang beroperasi dan mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan yaitu payang, mini purse seine, pancing rawai, jaring arad, gillnet, dogol, dan jaring rampus. Hasil skoring 2 dari 7 jenis alat tangkap yang dikaji tergolong sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan yaitu pancing rawai dan gillnet, 4 diantaranya masuk kategori kurang ramah lingkungan yaitu jaring rampus, dogol/gardan, payang, mini purse seine dan 1 alat tangkap tidak ramah lingkungan yaitu jaring arad (Tabel 25). Tabel 25 Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan di PPP Labuan No Kategori Jenis alat tangkap 1 Tidak ramah lingkungan (X < 0,407) Jaring arad 2 Kurang ramah lingkungan (0,407 X 0,593) 3 Ramah lingkungan (X > 0,593) Sumber : Data kuesioner yang diolah kembali Jaring rampus Dogol/gardan Mini purse seine Payang Pancing rawai Gillnet

60 44 Tabel 26 Hasil perhitungan skoring pada masing-masing kriteria alat tangkap efektif di PPP Labuan No Kriteria Payang Mini purse seine Pancing rawai Alat tangkap Jaring arad Gillnet Dogol Jaring rampus 1. Memiliki selektivitas yang tinggi ,5 0 0,5 2. Tidak destruktif terhadap habitat ,5 0,5 3. Tidak membahayakan operator Ikan tangkapan bermutu baik Produk tidak membahayakan 5. konsumen Minimum discard dan by-catch 0,5 0, ,5 0,5 0,5 7. Tidak merusak keanekaragaman hayati 0,5 0, ,5 0,0 0,5 8. Tidak menangkap protected spesies Diterima secara sosial Jumlah ,5 5 5 Rata-rata 0,556 0,556 0,778 0,222 0,611 0,556 0,556 Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan Jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah : Jaring arad Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah jaring arad dengan nilai rata-rata 0,222. Hal ini didasarkan pada penilaian bobot skor yang diberikan dengan mengacu pada panduan jenis-jenis penangkapan ikan ramah lingkungan. Alat tangkap jaring arad terutama memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas dan hasil tangkapan sampingan (by-catch) tinggi, hal ini disebabkan oleh jaring arad menangkap semua jenis ikan yang ada di areal penangkapan dari berbagai jenis dan ukuran. Arad adalah sejenis jaring yang digolongkan pukat harimau (trawl) dalam bentuk kecil. Penggunaannya dilarang berdasarkan Keppres 39 Tahun Arad memiliki mata jaring kecil, di bawah 1 inchi (Anonim, 2007). Kriteria tidak ramah lingkungan lainnya pada jaring arad adalah merusak habitat pada wilayah yang sempit, merusak keanekaragaman hayati karena pengoperasiannya didasar, pernah menangkap spesies yang dilindungi yaitu penyu dan alat ini bertentangan dengan budaya setempat sehingga rawan konflik antar nelayan. Penggunaan jaring arad di PPP Labuan paling banyak digunakan oleh

61 45 nelayan karena harga satu unit alat tangkap jaring arad relatif terjangkau sekitar Rp Rp Jenis alat tangkap yang kurang ramah lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Jaring rampus Alat tangkap jaring rampus ini memiliki skor yang rendah pada kriteria selektivitas. Menurut Ayodhyoa 1981, jenis alat tangkap rampus termasuk yang tidak selektif dan menangkap semua jenis biota dasar yang hidup di dasar laut. Selektivitas yang rendah menyebabkan semua populasi ikan dan udang terambil, serta biota lainnya. Kriteria kurang ramah lingkungan lainnya adalah ikan hasil tangkapan mati, segar, dan cacat fisik karena cara ikan tertangkap ini umumnya terjerat atau terpuntal dan bycatch yang tinggi. 2. Dogol Alat tangkap dogol memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas, destruktif terhadap habitat dan by catch yang tinggi. Alat tangkap dogol yang beroperasi PPP Labuan dilengkapi dengan gardan yang berfungsi sebagai mesin outboard engine untuk memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan kerja nelayan diatas kapal pada saat hauling. 3. Mini purse seine Alat tangkap mini purse seine memiliki nilai yang rendah terutama dari aspek selektivitas alat tangkap dan by catch yang tinggi. Menurut muslim tadjuddah dkk (2008) ada dua kriteria yang kurang memenuhi sebagai persyaratan purse seine sebagai alat tangkap ramah lingkungan. Kedua kriteria tersebut adalah : selektifitas dan biaya investasi yang tinggi dalam satu unit penangkapan. 4. Payang Alat tangkap payang memiliki nilai yang cukup rendah pada kriteria selektivitas dan by-catch. Menurut muslim tadjuddah dkk (2008) ada terdapat satu kriteria yang kurang ramah lingkungan memenuhi sebagai persyaratan seine net dalam hal ini payang yaitu selektifitas. Sama halnya dengan purse seine, seine net juga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam hal selektifitasnya ukuran catch (panjang total dan lingkar tubuh) pada suatu fishing ground tertentu.

62 46 Jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Pancing rawai Alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang tinggi pada semua kriteria yaitu selektivitas tinggi karena jenis dan ukuran ikan yang tertangkap merupakan target utama tangkapan, tidak destruktif terhadap habitat, ikan tangkapan bermutu baik, produk tidak membahayakan konsumen, minimum discard dan bycatch, tidak merusak keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan diterima secara sosial. Metode pengoperasian dan bahan yang digunakan aman bagi lingkungan, maka alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang paling tinggi sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan penelitian Heriawan 2008 yang menyatakan dari analisis selektivitas alat tangkap yang dilakukan, maka yang memiliki selektivitas yang terbaik adalah pancing rawai. 2. Gillnet Kategori yang ramah lingkungan pada alat tangkap gillnet ini adalah tidak destrukti terhadap habitat, tidak membahayakan nelayan, tidak merusak keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan diterima secara sosial. Alat tangkap gillnet memiliki skor yang cukup rendah terdapat pada ikan tangkapan yang dihasilkan mati, segar, dan cacat fisik karena cara pengoperasiannya yang terjerat dan terpuntal sama seperti pada hasil tangkapan jaring rampus. Alat tangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria tersebut. Permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bagi pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang dengan menitikberatkan pada kepentingan konservasi sumberdaya (Purbayanto dan Baskoro diacu dalam Sultan 2004). 5.2 Peranan Pengelola Dalam Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pelabuhan perikanan merupakan infrastruktur perekonomian yang mempunyai hubungan terhadap usaha penangkapan ikan. Fasilitas pelabuhan perikanan dibangun dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan penangkapan,

63 47 pengolahan, pemasaran, dan distribusi ikan hasil tangkapan nelayan. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan ikan. Peranan pelabuhan perikanan, yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, pusat distribusi dan pengolahan. Peranan tersebut dapat dikatakan baik apabila penyediaan fasilitas, pengelolaan fasilitas serta pemanfaatannya telah optimal. Dengan adanya peranan pelabuhan yang baik, diharapkan dapat mendukung usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Peranan pelabuhan ini akan dilihat parameternya yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, meliputi penyediaan perbekalan melaut, penyediaan tempat pendaratan, dan penyediaan tempat perbaikan. Pusat distribusi pengolahan antara lain yang berkaitan dengan penyediaan tempat pengolahan dan distribusi. Selain aktivitas-aktivitas tersebut, adanya dukungan modal usaha penangkapan ikan juga dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Tabel 27 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan Peranan Penilaian (%) (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1. Sebagai pusat aktivitas produksi a. Penyediaan perbekalan melaut Solar Air bersih Es 53,33 46,67 b. Penyediaan tempat pendaratan Dermaga Kolam pelabuhan 0 53,33 46,67 Alur pelayaran 0 53,33 46,67 c. Penyediaan tempat perbaikan Tempat perbaikan jaring Slipways 86,67 13,33 0 Bengkel 66,67 33, Sebagai pusat distribusi dan pengolahan Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran TPI 0 13,33 86,67 Tempat pengolahan ikan 66,67 33,33 0 Pasar ikan 0 33,33 66,67 3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan Koperasi 66,67 33,33 0 Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan Keterangan : TB KB B : Tidak Berperan : Kurang Berperan : Berperan

64 48 Tabel 28 Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya No Fasilitas Ketersediaan Kondisi fasilitas Pengelola fasilitas 1 Solar Ada Tidak beroperasi DKP 2 Air bersih Ada Baik PPP 3 Es/Cold storage Ada Tidak beroperasi DKP 4 Dermaga Ada Tahap perbaikan PPP 5 Kolam pelabuhan Ada Pendangkalan Syahbandar 6 Alur pelayaran Ada Pendangkalan Syahbandar 7 Tempat perbaikan jaring Ada Tahap pembangunan Perseorangan 8 Slipways Ada Tahap perbaikan PPP 9 Bengkel Ada Baik Perseorangan 10 TPI Ada Baik CV. Abdi Bahari 11 Tempat pengolahan ikan Ada Tahap pembangunan Perseorangan 12 Pasar ikan Ada Tahap perbaikan DKP 13 Koperasi Ada Baik DKP Pusat aktivitas produksi Sarana yang diperlukan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan adalah mempersiapkan perbekalan melaut yang akan dibawa seperti solar, es, dan air bersih. 40% Tidak berperan 60% Kurang berperan Gambar 7 Peranan pengelola terhadap penyediaan solar. 60% 40% Kurang berperan Berperan Gambar 8 Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih. 47% 53% Tidak berperan Kurang berperan Gambar 9 Peranan pengelola terhadap penyediaan es.

65 49 Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap 15 responden nelayan sebesar 60 % menyatakan pengelola tidak berperan dalam penyediaan solar. Hal ini disebabkan oleh fasilitas SPDN belum beroperasi kembali karena mengalami kebangkrutan sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan solar dan pasokannya dipenuhi dari luar PPP Labuan. Sebesar 40 % responden nelayan menyatakan kurang berperan, walaupun SPDN mengalami kebangkrutan banyak penduduk setempat yang menjual solar eceran disekitar daerah PPP Labuan tetapi kebutuhannya masih dirasakan kurang oleh nelayan terutama untuk alat tangkap seperti mini purse seine yang membutuhkan solar dalam jumlah besar. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat kelancaran dalam operasi penangkapan. Gambar 8 menunjukan 60 % menyatakan bahwa peranan pengelola terhadap penyediaan kebutuhan air bersih adalah berperan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, pemenuhan kebutuhan air bersih terpenuhi untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan melaut, seperti minum, masak, dan mandi. Air bersih untuk kebutuhan melaut biasanya didapatkan dari rumah masing-masing nelayan. Air bersih juga dipasok dari PDAM yang dimiliki oleh pelabuhan biasanya digunakan untuk membersihkan lantai TPI yang kotor. Sebesar 40 % responden nelayan menyatakan kurang berperan. Bagi sebagian nelayan yang melakukan operasi penangkapan selama berhari-hari kebutuhan air bersih ini masih kurang mencukupi karena kebutuhan air bersih harus membeli ke pelabuhan. Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan bahwa pengelola tidak berperan terhadap penyediaan kebutuhan es. Hal ini disebabkan oleh pabrik es yang tidak beroperasi. Pabrik es sempat berjalan selama beberapa bulan, tetapi karena kualitas es yang dihasilkan rendah pada akhirnya pabrik es ditutup. Sebesar 46,67 % responden menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap penyediaan es, walaupun banyak penduduk setempat yang mendirikan depotdepot es, tetapi masih banyak nelayan yang belum terpenuhi kebutuhannya khususnya untuk nelayan-nelayan yang mengoperasikan alat tangkap selama berhari-hari seperti mini purse seine dan pancing rawai. Fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan dalam operasi penangkapan ikan adalah adanya penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran.

66 50 40% Kurang berperan 60% Berperan Gambar 10 Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga. 47% 53% Kurang berperan Berperan Gambar 11 Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan. 53% 47% Kurang berperan Berperan Gambar 12 Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran. Gambar 10 menunjukan sebesar 60 % menyatakan peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga adalah kurang berperan. Dermaga di PPP Labuan terletak di depan TPI II terpisah oleh lebar badan jalan kurang 200 m. Jauhnya jarak dermaga menyulitkan nelayan ketika akan mendaratkan hasil tangkapannya. Sedangkan sebesar 40 % menyatakan berperan. Dermaga tambat ini sekaligus berfungsi sebagai dermaga muat. Dermaga ini menampung kapal-kapal yang berukuran > 5 GT, sedangkan beberapa kapal kecil lainnya mendaratkan hasil tangkapan di TPI I dan bertambat disisi sungai bagian selatan bangunan ini. Kawasan perairan di PPP Labuan merupakan kawasan yang terbuka langsung menghadap ke Samudera Hindia. Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan kurang berperan terhadap penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Kolam pelabuhan di PPP Labuan mengalami pendangkalan terjadi pada muara Sungai Cipunten Agung dan area dermaga II yang merupakan batas kolam pelabuhan yang selama ini menjadi kendala kelancaran keluar masuknya kapal ke sungai atau ke TPI. Menurut hasil

67 51 pengamatan di lapangan ukuran kedalaman kolam pelabuhan mencapai ± 1 m. Alur pelayaran di PPP Labuan banyak mengalami kendala seperti mengalami pendangkalan karena banyaknya sedimen yang terbawa oleh arus dan tidak adanya rambu-rambu navigasi. Keadaan tersebut seharusnya mendapat perhatian dari pihak pengelola agar kelancaran kapal-kapal yang akan masuk menjadi teratur. Sebesar 46,67 % responden nelayan menyatakan berperan terhadap penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Berdasarkan hasil wawancara nelayan, hingga saat ini perbaikan dan penataan kolam pelabuhan dan alur pelayaran sering dilakukan sehingga kapal-kapal mini purse seine sudah bisa mendaratkan hasil tangkapannya lebih dekat ke dermaga. 100% Tidak berperan Gambar 13 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat perbaikan jaring. 13% 87% Tidak berperan Kurang berperan Gambar 14 Peranan pengelola terhadap penyediaan slipways. 67% 33% Tidak berperan Kurang berperan Gambar 15 Peranan pengelola terhadap penyediaan bengkel. Gambar 13 menunjukan bahwa penyediaan tempat perbaikan seperti tempat perbaikan jaring 100 % responden menyatakan tidak berperan. Hal ini disebabkan belum ada lahan khusus yang disediakan oleh pelabuhan untuk fasilitas perbaikan jaring di PPP Labuan sehingga untuk perbaikan jaring biasanya dikerjakan di kapal atau rumah masing-masing nelayan.

68 52 Sebesar 86,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan terhadap penyediaan slipways. Berdasarkan wawancara dengan nelayan fasilitas slipways yang biasa digunakan untuk memperbaiki atau merawat bagian bawah kapal, misalnya lunas dan lambung kapal kurang berfungsi dengan baik karena hingga saat ini masih dalam perbaikan. Sebesar 66,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan terhadap penyediaan fasilitas bengkel. Hal ini dikarenakan oleh kurang berfungsinya fasilitas bengkel yang ada sehingga jika ada kerusakan mesin, nelayan biasanya memperbaiki sendiri atau meminta jasa perbaikan mesin. Ada sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang diusahakan secara perorangan oleh penduduk setempat Pusat tempat pengolahan dan pemasaran Hal-hal yang berhubungan distribusi dan pengolahan antara lain berkaitan dengan penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran. Kegiatan distribusi dan pengolahan yang lancar akan mendorong usaha penangkapan ikan di PPP Labuan melalui peningkatan harga jual ikan dan kelancaran akses dalam pemasaran. Sarana yang digunakan untuk penjualan hasil tangkapan adalah TPI (Tempat Pelelangan Ikan), tempat pengolahan ikan, dan pasar ikan. 87% 13% Kurang berperan Berperan Gambar 16 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pelelangan ikan. 33% 67% Tidak berperan Kurang berperan Gambar 17 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan.

69 53 67% 33% Kurang berperan Berperan Gambar 18 Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan. Gambar 16 menunjukan sebesar 86,67 % responden menyatakan bahwa pengelola berperan terhadap penyediaan fasilitas TPI. Hal ini disebabkan oleh adanya dukungan dari proses lelang yang berjalan secara aktif dan pengelolaanya yang baik dan sebagian besar nelayan menyatakan merasa diuntungkan dengan adanya proses lelang. PPP Labuan memiliki dua TPI : TPI I yang memiliki cabang TPI unit dan TPI II. Gedung TPI I terletak di sisi aliran sungai Cipunten Agung, untuk cabangnya yaitu TPI unit berada dekat dengan pasar ikan. TPI II terletak di tepi pantai. Pembagian TPI ini berdasarkan pada ukuran kapal yang akan masuk untuk mendaratkan hasil tangkapannya ke TPI. TPI I dikhususkan kapal-kapal kecil ukuran 0-5 GT. Sedangkan TPI II untuk kapal-kapal > 5 GT. Dari segi sanitasi, lantai TPI ini cukup kotor karena masih terlihat banyak sampah dan sisa hasil pencucian ikan yang tidak terbuang. Hal ini disebabkan oleh pembuangan air limbahnya tidak berfungsi dengan baik. Berdasarkan kondisi tersebut perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk menjaga kebersihan dan sanitasi di gedung TPI. Sedangkan 13,33 % menyatakan kurang berperan. Hal ini dikarenakan oleh sebagian nelayan jaring arad yang tidak menjual hasil tangkapan ke TPI melainkan langsung dijual melalui langgan. Sebesar 66,67 % responden menyatakan pelabuhan tidak berperan terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lahan khusus untuk usaha pengolahan di PPP Labuan. Sedangkan sebesar 33,33 % menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan. Usaha pengolahan ikan di PPP Labuan masih tergolong tradisional, sehingga masih dikelola perorangan. Sebesar 66,67 % responden menyatakan berperan dalam penyediaan pasar ikan karena lokasi yang bersebelahan dengan TPI unit memudahkan nelayan untuk langsung menjual hasil tangkapan dan sebesar 33,33 % responden

70 54 menyatakan kurang berperan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, kondisi lingkungan pasar yang tidak teratur dan kotor menyebabkan mutu hasil tangkapan nelayan yang akan dijual cepat menurun Dukungan modal usaha penangkapan Dari semua aktivitas-aktivitas tersebut, dukungan modal usaha penangkapan ikan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan usaha penangkapan ikan. 33% 67% Tidak berperan Kurang berperan Gambar 19 Peranan pelabuhan terhadap penyediaan koperasi. Dukungan mosal usaha penangkapan ikan seperti dengan adanya koperasi sebesar 66,67 % menyatakan tidak berperan dan 33,33 % kurang berperan (Gambar 19). PPP Labuan memiliki satu koperasi yaitu koperasi Mina Sejahtera. Ada tiga program yang dijalankan yaitu: 1. Dana Ekonomi Produktif (DEP) simpan pinjam 2. Kedai pesisir, dan 3. Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN). Dari semua 3 program tersebut, hanya kedai pesisir yang berjalan aktif di PPP Labuan. Kendala yang dijalankan program DEP simpan pinjam adalah nelayan pribumi sulit berkembang seperti perubahan teknologi penangkapan, pengolahan masih tradisional, faktor modal operasi sangat minim, dan bakul sulit membayar langsung ikan hasil tangkapan yang telah dilelang. Sedangkan kendala untuk Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN) adalah sistem pengelolaan yang kurang baik sehingga mengalami kebangkrutan.

71 Bahasan Terangkum Penentuan komoditas unggulan memberikan arahan untuk pengembangan selanjutnya tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan mempunyai kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Pandeglang. Komoditas unggulan dapat diartikan dengan komoditas ikan yang memberikan nilai lebih. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode location quotient (LQ). Teknik location quotient (LQ) banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector suatu kegiatan ekonomi (industri). Teori ekonomi mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi kedalam dua sektor yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk diekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional. Sektor non basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Sektor basis mencerminkan nilai LQ > 1 dan non basis mencerminkan nilai LQ < 1, dari bobot LQ tersebut didapatkan 7 komoditas ikan unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu julung-julung, tongkol, tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam sedangkan ada 12 jenis ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di daerah PPP Labuan adalah ikan kuwe, cumi-cumi, tongkol, tenggiri, kembung, layur, manyung, kakap, kerapu, kurisi, pari, dan tembang. Tiga jenis ikan diantaranya merupakan komoditas yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu ikan tongkol, tenggiri, dan kurisi. Ikan-ikan inilah yang akan memberikan kontribusi perekonomian yang lebih jika bisa dikembangkan.

72 56 Penentuan komoditas unggulan Penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan Dukungan pelabuhan perikanan dan permasalahannya Kendala-kendala yang dihadapi Arah pengembangan Gambar 20 Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Penyeleksian alat tangkap yang ramah lingkungan dipergunakan untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi / mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Alat tangkap ramah lingkungan dapat diartikan sebagai jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Jenis-jenis komoditas unggulan ditangkap menggunakan alat tangkap payang (tongkol, tenggiri, julung-julung), mini purse seine (tongkol, tenggiri, julung-julung), jaring rampus (sebelah, kurisi), gillnet (tongkol, tenggiri, kurisi), pancing rawai (tenggiri, tongkol), dan dogol (biji nangka, sebelah, bawal hitam). Melimpahnya potensi perikanan tangkap di Kabupaten Pandeglang menjadikan PPP Labuan perlu menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan usaha penangkapan. Pembangunan di PPP Labuan perlu

73 57 ditunjang dengan keberadaan fasilitas pelabuhan yang memadai. Fasilitasfasilitas tersebut adalah pertama, penyediaan perbekalan melaut seperti solar, air bersih, dan es. Fasilitas SPDN mulai diresmikan pada tahun Penyediaan solar langsung dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa Petrovin. Namun karena pengelolaannya yang kurang baik, pada awal tahun 2008 SPDN ditutup karena mengalami kebangkrutan sehingga untuk kebutuhan solar di PPP Labuan hingga saat ini masih didatangkan dari luar pelabuhan. Penyediaan air bersih untuk kebutuhan melaut, sebagian besar dipasok dari PDAM dan rumah masing-masing nelayan dan kebutuhannya sudah mencukupi. Sama halnya dengan solar, penyediaan kebutuhan es masih didatangkan dari luar pelabuhan yaitu daerah sekitar Pandeglang dan Serang. Pabrik es yang dimiliki PPP Labuan mulai dibuka pada tahun 2005, tetapi karena alat yang kurang baik dan kualitas es yang dihasilkan masih rendah seperti cepat mencair dan air yang keruh pada akhirnya pabrik es ini ditutup. Kedua, sarana penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran. Sarana tersebut masih perlu perbaikan dan penataan oleh pihak pelabuhan seperti jauhnya jarak antar dermaga dengan tempat pendaratan ikan, pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran agar kapal-kapal yang berukuran > 50 GT dapat masuk ke area kolam pelabuhan. Ketiga, sarana penyediaan tempat perbaikan seperti tempat perbaikan jaring, slipways, dan bengkel. Fasilitas perbaikan jaring dan bengkel ini belum disediakan oleh pihak pelabuhan tetapi diusahakan perorangan oleh penduduk setempat. Sedangkan fasilitas slipways masih dalam tahap perbaikan. Keempat, sarana pengolahan dan distribusi seperti TPI, tempat pengolahan ikan dan pasar ikan. Tempat pelelangan ikan di PPP Labuan berjalan aktif dengan proses lelang yang murni dan menjadi satu-satunya fasilitas yang dikelola dengan baik sehingga nelayan banyak mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan. Kelima, sarana pendukung modal usaha penangkapan salah satunya adalah koperasi. Keterbatasannya adalah dalam segi peminjaman modal usaha penangkapan ikan. Biasanya untuk melakukan usaha penangkapan nelayan memiliki modal sendiri atau meminjam modal usaha ke langgan atau juragan. Langgan adalah pedagang besar (juragan ikan) yang menampung ikan hasil tangkapan dari nelayan dan menjualnya/mendistribusikannya ke pasaran. Biasanya hasil tangkapan jaring

74 58 arad yang masuk ke langgan, sedangkan juragan adalah nelayan pemilik modal yang membiayai operasi penangkapan ikan dan hasil tangkapannya langsung masuk ke TPI. Secara umum kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam Laporan Tahunan Bidang Kelautan di Kabupaten Pandeglang 2008 menjelaskan ada beberapa masalah dan kendala yang dihadapi yaitu: 1) Masalah sumberdaya alam diantaranya adalah ketidakseimbangan ekosistem laut akibat rusaknya ekosistem terumbu kerang, hutan mangrove dan padang lamun yang fungsinya sebagai habitat dan tempat berkembangbiaknya biota laut (fishing ground), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan berakibat rusaknya dan berkurangnya sumber daya alam yang ada, serta mengancam biota laut lainnya, 2) Masalah sumberdaya manusia/masyarakat pesisir diantaranya adalah pada umumnya penangkapan ikan masih didominasi oleh nelayan kecil/tradisional, permodalan masyarakat sangat lemah, masih tergantung pada juragan/pemilik kapal motor, umumnya nelayan menggunakan sarana tangkap masih sangat terbatas yang dibuktikan dengan didominasinya kapal/perahu < 5 GT, alat tangkap dan alat bantu penangkapan sangat terbatas sehingga untuk menjangkau daerah fishing ground ikan belum semua nelayan mampu, sedikitnya BBM dan harga tinggi tidak seimbang dengan hasil yang didapat, kondisi sosial dan masyarakat yang masih kumuh dan menganut kebiasaan lama, kegiatan usaha nelayan sulit berkembang dikarenakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat yang masih rendah, sering terjadi konflik sosial sesama nelayan, masih rendahnya penanganan hasil tangkapan ikan baik oleh nelayan atau para pengolah ikan dan penerapan teknologi pasca panen masih kurang. Kaitannya dengan pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang khususnya di PPP Labuan, maka pemanfaatan sumberdaya ikan diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan yang ada baik dari kelompok ikan pelagis (tongkol, tenggiri), demersal (kurisi). Jenis-jenis ikan inilah yang akan diutamakan untuk dimanfaatkan. Unit penangkapan ikan yang prospek

75 59 untuk dikembangkan adalah unit penangkapan ikan yang ramah lingkungan seperti pancing rawai dan gillnet. Khususnya alat tangkap pancing rawai memiliki selektivitas yang tinggi. Kategori yang masuk kedalam kurang ramah lingkungan seperti mini purse seine, payang, jaring rampus, dan dogol perlu diarahkan bukan untuk meningkatkan efektivitas penangkapan ikan maupun udang yang selama ini dilaksanakan, tetapi hendaknya lebih diarahkan kepada perbaikan selektivitas alat yang diikuti pengurangan jumlah tangkapan ikan non target atau hasil tangkapan sampingan yang kurang dimanfaatkan. Kemudian perlu adanya penertiban alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti jaring arad yang paling dominan di PPP Labuan karena jika terus dibiarkan akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan berakibat rusaknya sumber daya alam yang ada. Dukungan pelabuhan perikanan sangat diharapkan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Pelabuhan perikanan yang memiliki fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan sudah seharusnya mendapat perhatian dari pemerintah terutama pada jenis alat tangkap pancing rawai dan gillnet yang menangkap ikan unggulan seperti tongkol, tenggiri, dan kurisi. Fasilitas-fasilitas di PPP Labuan yang harus menunjang dalam kegiatan usaha penangkapan tersebut adalah solar, es, air bersih karena pengoperasian pancing rawai dan gillnet dilakukan selama 5-7 hari. Selain itu fasilitas dermaga, alur pelayaran, kolam pelabuhan, bengkel, TPI, slipways, bengkel, dan pasar ikan sangat dibutuhkan untuk menunjang kelancaran usaha penangkapan ikan pancing rawai dan gillnet. Fasilitas-fasilitas ini sangat diperlukan untuk kelancaran usaha penangkapan ikan sehingga perlu ada upaya perbaikan terhadap fasilitas kolam pelabuhan dan alur pelayaran, SPDN, pabrik es, slipways, bengkel, tempat perbaikan jaring, dan tempat pengolahan ikan. Selain itu, perlu dibangun fasilitas komunikasi dan navigasi seperti rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas untuk kelancaran keluar masuknya kapal.

76 60 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1) Komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang ada 7 jenis yaitu ikan julung-julung, tongkol, tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam. Jenis alat tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah pancing rawai dan gillnet. Kategori yang kurang ramah lingkungan adalah mini purse seine, payang, dogol, dan jaring rampus. Sedangkan jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah jaring arad. 2) Responden menyatakan pelabuhan tidak berperan dalam penyediaan kebutuhan melaut seperti solar sebesar 60 %, es 53,33 %, tempat perbaikan jaring 100 %, slipways 86,67 %, bengkel 86,67 %, tempat pengolahan ikan 66,67 % dan koperasi 66,67 %. Responden menyatakan pelabuhan kurang berperan dalam memberikan pelayanan penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga sebesar 60 %, kolam pelabuhan 53,33 %, dan alur pelayaran 53,33 % nelayan. Sedangkan untuk penyediaan TPI, air bersih, dan pasar ikan masing-masing sebesar 86,67 %, 60 %, 66,67 % menyatakan pengelola berperan terhadap pelayanan penyediaan fasilitas tersebut. 6.2 Saran Saran yang diberikan dari hasil penelitian ini perlu adanya : 1) Perlu pengembangan perikanan tangkap di wilayah Kabupaten Pandeglang yang diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan dan penertiban alat tangkap tidak ramah lingkungan. 2) Perhatian dari DKP dan pemerintah setempat untuk memperbaiki fasilitasfasilitas yang menunjang usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.

77 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] Fungsi dan Peranan Sarana Pelabuhan Perikanan. Pertemuan Teknis Kepala Pelabuhan Perikanan. Jakarta. [Anonim] Arad Turunkan Sumberdaya Laut. [terhubung tidak berkala]. [30 Mei 2009]. [Anonim] Sumberdaya Alam Propinsi Banten. [terhubung tidak berkala]. [30 Mei 2009]. [Anonim] Laporan Tempat Pelelangan Ikan PPP Labuan. Pandeglang. [Anonim] Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta: Sinar Grafika. Ayodhyoa, AU Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 197 hal. [Bappeda] Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Pandeglang Kabupaten Pandeglang dalam Angka. Pandeglang: Bappeda Kabupaten Pandeglang. Baskoro, M Didalam: M. Fedi A dan Iin Solihin, editor. Kumpulan Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggung jawab: Kenangan Purnabakti Prof Dr. Ir. Daniel R. Monintja. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal Budiharsono Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta : PT Pradnya Paramita. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Laporan Statistik Perikanan. Pandeglang: DKP Kabupaten Pandeglang. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Buku Panduan Jenis-jenis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Jakarta : PT. Bina Marina Nusantara. Dwiatmoko, HN Peranan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Terhadap Aspek Produksi dari Produktivitas Nelayan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dahuri R Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Bekelanjutan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hendayana R Aplikasi Metode Location Quetient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12 (1):

78 62 Heriawan, Y Alokasi Unit Penagkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Pandeglang, Banten: Menuju Perikanan Tangkap Yang Terkendali. [Tesis]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kohar dan Suherman Analisis Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap. Di dalam: M.Fedi A. Sondita, Moch. Prihatna Sobari, Domu simbolon, Gondo Puspito, dan Anwar Bey Pane, editor. Seminar Nasional Perikanan Tangkap Menuju Paradigma Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab Dalam Mendukung Revitalisasi Perikanan. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal Lubis, E Pengantar Pelabuhan Perikanan.Diktat Kuliah. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Purwandi, S Efisiensi Usaha dan Teknis Unit Penangkapan Payang di Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pane, A.B Bahan Kuliah Metodologi Penelitian. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Pelabuhan Perikanan (tidak dipublikasikan). 6 hal. Riduwan Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta. Sultan, M Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Soegiharto, R Peran Wasdal Dalam Pengembangan Cluster Perikanan Tangkap. [terhubung tidak berkala]. [21 Februari 2009]. Tadjuddah, M.dkk Kajian Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Menurut Klasifikasi Statistik Internasional Standar FAO. [terhubung tidak berkala]. [21 Februari 2009].

79 LAMPIRAN 63

80 64 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian 64

81 65 Lampiran 2 Data jumlah produksi dan nilai produksi tahun Kabupaten Pandeglang No Jenis ikan Ton Rp Ton Rp Ton Rp Ton Rp Ton Rp Sebelah 480, , , , , Peperek 1.862, , , , , Manyung 608, , , , , Biji nangka 1.661, , , , , Bambangan 328, , , , , Kerapu , , Kakap putih 306, , , , , Kurisi 1.126, , , , , Tiga waja 841, , , , , Cucut 386, , , , , Pari 322, , , , , Bawal hitam 472, , , , , Layang 987, , , , , Selar 962, , , , , Kuwe 307, , , , , Tetengkek 251, , , , , Julung-julung 697, , , , , Teri 1.292, , , , , Tembang 1.629, , , , , Lemuru 702, , , , , Kembung 2.037, , , , , Tenggiri 1.840, , , , , Layur 333, , , , , Tongkol 2.205, , , , , Udang putih 41, , , , , Udang lainnya 48, , , , , Kerang darah 412, , , , , Cumi-cumi 762, , , , , Jumlah ,

82 66 Lampiran 3 Perhitungan LQ qi / qt LQ = Qi/ Qt LQ = Location quotient qi = produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang qt = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten 1. LQ jumlah produksi (ton) Contoh perhitungan jenis ikan layang pada tahun 2003 : LQ = 987,4 /12.913, ,52 / ,85 LQ = 0,9106 Contoh perhitungan jenis ikan layang pada tahun 2004 : 994,8/13.524,7 LQ = 1.694,5/ ,6 LQ = 1, LQ nilai produksi (Rp.000) Contoh perhitungan jenis ikan tongkol pada tahun 2003 : LQ = / / LQ = 1,7357 Contoh perhitungan jenis ikan tongkol pada tahun 2004 : LQ = / ,7 / ,3 LQ = 1,5954

83 67 Lampiran 4 Hasil kuesioner penentuan alat tangkap efektif yang ramah lingkungan di PPP Labuan No Kriteria Alat tangkap payang Skor 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu kurisi, tembang, tongkol, dan lemuru. 2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena dioperasikannya tidak sampai dasar. 3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu tembang, pepetek, papasan Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap Diterima secara sosial Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat dan perauran yang ada. Satu syarat yang tidak terpenuhi adalah biaya investasi yang tinggi. 3 Jumlah No Kriteria Alat tangkap mini purse seine Skor 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu tongkol, tenggiri, julung-julung, dan tembang Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena alat tangkap ini dioperasikan dengan cara dilingkarkan dan tidak sampai ke dasar Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu 2 7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap Diterima secara sosial Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat dan peraturan yang ada. Satu syarat yang tidak terpenuhi adalah biaya investasi yang tinggi. 3 Jumlah 29

84 68 Lampiran 4 lanjutan No Kriteria Alat tangkap pancing rawai Skor 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam yaitu tenggiri atau kakap. 2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena pengoperasiannya tidak merusak habitat yang ada disekitarnya Tidak membahayakan nelayan Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara seperti tangan yang luka-luka ketika pemasangan mata pancing Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun Minimum discard dan by-catch By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar seperti gerong Tidak merusak keanekaragaman hayati Aman bagi biodiversity. Proses pengoperasiannya tidak merusak lingkungan Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4 Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi, 9. Diterima secara sosial tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4 Jumlah 32 3 No Kriteria Alat tangkap jaring arad Skor 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh yaitu kepiting, pari, udang dan cucut. 1 Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit karena arad ini dioperasikan di dasar perairan sehingga dapat 2. Tidak destruktif terhadap habitat merusak terumbu karang Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar seperti buntal, ular laut, macam-macam ikan hias Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi pernah tertangkap yaitu penyu Diterima secara sosial Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu biaya inventasi murah dan menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat. Satu persyaratan yang tidak dipenuhi adalah tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Jaring arad ini sering menimbulkan konflik antar nelayan. 3 Jumlah 23

85 69 Lampiran 4 lanjutan No Kriteria Alat tangkap gillnet Skor 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh.seperti bawal, tongkol, dan udang Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena pengoperasiannya tidak merusak habitat yang ada disekitarnya Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati, segar, dan cacat fisik karena cara tertangkapnya terpuntal Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu papasan, gulamah Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4 Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi, 9. Diterima secara sosial tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4 Jumlah 29 No Kriteria Alat tangkap dogol Skor 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh seperti jenis udang, sebelah, kurisi, dan biji nangka Tidak destruktif terhadap habitat Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit 3 3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan 4 4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar seperti pepetek, papasan Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap Diterima secara sosial Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4 Jumlah 27

86 70 Lampiran 4 lanjutan No Kriteria Alat tangkap jaring rampus Skor 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu sebelah, kurisi, udang Tidak destruktif terhadap habitat Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan 4 4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati, segar, cacat fisik karena cara tertangkapnya terpuntal Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar seperti pepetek, papasan Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4 Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi, 9. Diterima secara sosial tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4 Jumlah 28

87 71 Lampiran 5 Hasil perhitungan nilai alat tangkap ramah lingkungan Dimana : V (X) X X 1 X 0 V (A) V 1 (X 1 ) V A = V (X) = n i=1 Vi Xi X X = Fungsi nilai dari variabel X = Nilai variabel X 1 = Nilai tertinggi pada kriteria X = Nilai terendah pada kriteria X = Fungsi nilai alternatif A X X 0 0 i = 1,2,3, n = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i Contoh perhitungan alat tangkap pancing rawai: Memiliki selektivitas tinggi = 3 V (X) = = = Tidak menangkap protected spesies = 4 V (X) = 1 2 = =

88 72 Lampiran 6 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : solar No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 9 6 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 9 Tidak berperan (TB) : x 100% 15 = 60% 6 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 40 %

89 73 Lampiran 7 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : air bersih No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 6 9 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 6 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 40 % 9 Berperan (B) : x 100% 15 = 60%

90 74 Lampiran 8 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : es No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 8 7 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 8 Tidak berperan (TB) : x 100% 15 = 53,33 % 7 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 46,67 %

91 75 Lampiran 9 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : dermaga No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 9 6 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 9 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 60 % 6 Berperan (B) : x 100% 15 = 40 %

92 76 Lampiran 10 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : kolam pelabuhan dan alur pelayaran No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 8 7 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 8 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 53,33 % 7 Berperan (B) : x 100% 15 = 46,67 %

93 77 Lampiran 11 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : tempat perbaikan jaring No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 15 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 15 Tidak berperan (TB) : x 100% 15 = 100 %

94 78 Lampiran 12 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : slipways No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 13 2 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 13 Tidak berperan (TB) : x 100% 15 = 86,67 % 2 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 13,33 %

95 79 Lampiran 13 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : bengkel No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 10 5 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 10 Tidak berperan (TB) : x 100% 15 = 66,67 % 5 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 33,33 %

96 80 Lampiran 14 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : TPI No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 2 13 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 2 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 13,33 % 13 Berperan (B) : x 100% 15 = 86,67 %

97 81 Lampiran 15 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : tempat pengolahan ikan No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 10 5 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 10 Tidak berperan (TB) : x 100% 15 = 66,67 % 5 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 33,33 %

98 82 Lampiran 16 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : pasar ikan No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 5 10 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 5 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 33,33 % 10 Berperan (B) : x 100% 15 = 66,67 %

99 83 Lampiran 17 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : koperasi No Nama responden Nilai (TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1 Tono ( Nelayan purse seine) 2 Saidi (Nelayan payang) 3 Soleh (Nelayan jaring rampus) 4 Akyar (Nelayan gillnet) 5 Kardisan (Nelayan dogol) 6 Roni (Nelayan gillnet) 7 Sarman (Nelayan jaring rampus) 8 Syarif (Nelayan payang) 9 Rasbi (Nelayan purse seine) 10 Sunarto (Nelayan dogol) 11 Sarkian (Nelayan payang) 12 Amal (Nelayan payang) 13 Jamsari (Nelayan pancing rawai) 14 Heri (Nelayan jaring arad) 15 Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah 10 5 Perhitungan dengan menggunakan persentase : 10 Tidak berperan (TB) : x 100% 15 = 66,67 % 5 Kurang berperan (KB) : x 100% 15 = 33,33 %

100 84 Lampiran 18 Dokumentasi penelitian 1. Penyediaan kebutuhan melaut Depot es SPDN nelayan 2. Penyediaan tempat pendaratan Kolam pelabuhan Breakwater 3. Penyediaan tempat perbaikan jaring Aktivitas perbaikan jaring

101 85 Lampiran 18 lanjutan 4. Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran Proses pelelangan Tempat penjemuran ikan asin Alat angkut ikan 5. Dukungan modal usaha penangkapan ikan : Koperasi Kedai pesisir Koperasi Mina Sejahtera

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 21-7 10 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN ANISA FATHIR RAHMAN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengembangan usaha penangkapan 5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode location quotient (LQ). Dengan analisis ini dapat ditentukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG Oleh : FIRMAN SANTOSO C54104054 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) 1 Nurintang dan 2 Yudi ahdiansyah 1 Mahasiswa Manajemen

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAJIAN FASILITAS DAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DALAM MENUNJANG INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT SUMIATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu

Lebih terperinci

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN VARENNA FAUBIANY SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 009. Tempat pelaksanaan kegiatan penelitian di Pelabuhan Perikanan Samudera

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan. Topografi perairan ini secara

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Umum Kecamatan Labuan 5.1.1 Kondisi Geografis Kecamatan Labuan terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Daerah ini memiliki luas 15,65 Km 2. Kecamatan Labuan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA 1 TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA Oleh : SAMSU RIZAL HAMIDI PANGGABEAN C54104008 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA No.440, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tinjauan lapang dilaksanakan pada bulan April tahun 2010 dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September tahun 2010 di Kabupaten Cirebon. Pengolahan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Topografi dan Geografi Topografi wilayah Palabuhanratu adalah bertekstur kasar, sebagian besar wilayahnya merupakan dataran bergelombang dan terdiri atas daerah

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI i PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Lampiran 1 Layout Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu

Lampiran 1 Layout Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Lampiran 1 Layout Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu 60 Lampiran 2. Fasilitas di PPP Karangantu No Fasilitas Volume Satuan (baik/rusak) I. FASILITAS POKOK Breakwater 550 M Rusak Turap 700 M Baik Faslitas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan dan daratan,

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CILACAP

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CILACAP ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CILACAP Location Quotient (LQ) Analysis for Primer Fish Determination Fisheries Capture at Cilacap Regency

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kabupaten Serang 4.1.1 Letak geografis dan kondisi perairan pesisir Pasauran Serang Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada koordinassi 5 5 6 21 LS dan 105

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: ht tp :// w w w.b p s. go.id Katalog BPS: 5402003 PRODUKSI PERIKANAN LAUT YANG DIJUAL DI TEMPAT PELELANGAN IKAN 2008 ISSN. 0216-6178 No. Publikasi / Publication Number : 05220.0902 Katalog BPS / BPS Catalogue

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH Erika Lukman Staf Pengajar Faperta FPIK UNIDAR-Ambon, e-mail: - ABSTRAK Ikan tuna (Thunnus

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini 33 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Trenggalek 4.1.1 Keadaan geografi Kabupaten Trenggalek terletak di selatan Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 111 ο 24 112 ο 11 BT dan 7 ο

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o 49-107 o 00 Bujur Timur dan mempunyai

Lebih terperinci

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm 102 108 ISSN 0126-4265 Vol. 41. No.1 PERANAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DALAM PEMASARAN IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KEC.

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG 1 STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG MEIDA SAPTUNAWATI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 16 4 KEADAAN UMUM 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km dari Kota Jakarta.

Lebih terperinci

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENILAIAN TINGKAT TEKNOLOGI DOK PEMBINAAN UPT BTPI MUARA ANGKE JAKARTA ACHMAD FAUZAN

PENILAIAN TINGKAT TEKNOLOGI DOK PEMBINAAN UPT BTPI MUARA ANGKE JAKARTA ACHMAD FAUZAN PENILAIAN TINGKAT TEKNOLOGI DOK PEMBINAAN UPT BTPI MUARA ANGKE JAKARTA ACHMAD FAUZAN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6 57' LS-7 04' LS, sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

Kajian Keramahan Alat Tangkap Ikan Hias Ramah Lingkungan from Yayasan TERANGI

Kajian Keramahan Alat Tangkap Ikan Hias Ramah Lingkungan from Yayasan TERANGI Kajian Keramahan Alat Tangkap Ikan Hias Ramah Lingkungan from Yayasan TERANGI Ikan Hias Laut merupakan salah satu jenis komiditi perdagangan ikan global yang memiliki peminat serta permintaan di pasar

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir Arahan Strategi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Komoditas Unggulan yang Berdaya saing di Kabupaten Indramayu sebagai kawasan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

6. FUNGSI PPI MUARA BATU

6. FUNGSI PPI MUARA BATU 6. FUNGSI PPI MUARA BATU Fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap. Hal ini dapat dilihat secara nyata jika pembangunan perikanan

Lebih terperinci

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Hasil tangkapan di PPS Belawan idistribusikan dengan dua cara. Cara pertama adalah hasil tangkapan dari jalur laut didaratkan di PPS Belawan didistribusikan

Lebih terperinci

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4.1 DESKRIPSI PPSC Gagasan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Cilacap diawali sejak dekade 1980-an oleh Ditjen Perikanan dengan mengembangkan PPI Sentolokawat, namun rencana

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya kelautan dan perikanan menyebabkan munculnya suatu aktivitas atau usaha di bidang perikanan sesuai dengan kondisi lokasi dan fisiknya. Banyak penduduk

Lebih terperinci