MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)"

Transkripsi

1 MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: PRIAGUNG BUDIHANTORO F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: PRIAGUNG BUDIHANTORO F Dilahirkan pada tanggal 12 november 1985 di Tegal, Jawa Tengah Disetujui, Bogor, Mei 2008 Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Dosen Pembimbing I Mengetahui, Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian

4 PRIAGUNG BUDIHANTORO. F Modifikasi Pengeruk Tanah pada Ditcher Untuk Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS dan Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc RINGKASAN Budidaya tanaman tebu lahan kering memerlukan suatu sistem drainase untuk mengatur kelebihan air, sehingga terbentuk kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu. Ditcher digunakan dalam pembuatan saluran drainase. Sampai saat ini ditcher yang digunakan adalah ditcher dengan menggunakan sumber daya PTO traktor (rotary ditcher) atau dengan menggunakan furrower. Kendala penggunaan rotary ditcher adalah perawatannya yang tidak mudah. Penggunaan furrower untuk menjadi alternatif untuk mengatasi masalah ini. Namun, penggunaan furrower menyisakan tanah pada cekungan alur tanam sehingga saluran drainase menjadi terhambat. Sebuah ditcher dengan mekanisme pengeruk tanah (ditcher berpengeruk I) telah dibuat untuk mengatasi kendala dalam pembuatan saluran drainase. Mekanisme pengeruk ditujukan untuk memindahkan tumpahan tanah di cekungan alur tanam dan memindahkannya ke punggung guludan. Dari hasil pengujian, mekanisme pengeruk tersebut belum mampu untuk memindahkan tanah tumpahan sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memodifikasi sistem mekanisme pengeruk tanah. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mampu untuk meningkatkan kinerja ditcher berpengeruk. Kendala konstruksional yang terjadi pada ditcher berpengeruk I adalah: bahan konstruksinya tidak kokoh, rangka utama dan poros pengerak mekanisme pengeruk kurang tinggi terhadap pisau ditcher, perlu penyempurnaan pada roda mekanisme, perubahan ketinggian pengeruk (pengeruk terangkat akibat pergerakan roda mekanisme) terhadap perubahan ketinggian roda (roda bergerak mengikuti profil guludan) kurang tepat. Kendala fungsionalnya adalah sistem pengeruk tidak mampu untuk memindahkan tanah tumpahan di cekungan guludan ke punggung guludan. Modifikasi yang dilakukan ialah; 1) penggantian bahan konstruksi mekanisme pengeruk, 2) rangka utama dan poros penggerak pengeruk dipertinggi terhadap pisau ditcher, 3) mekanisme pin biasa diganti menjadi pin berbantalan, 4) penggunaan blok besi untuk pemegang roda mekanisme, 5) bagian pengeruk tanah didisain lebih simpel, 6) roda mekanimse didisain berada diluar roda belakang traktor, 7) setting perubahan ketinggian roda terhadap ketinggian pengeruk yang lebih tepat. Syarat yang harus dipenuhi antara lain yaitu jarak antara roda penggerak dan pengeruk tidak boleh berubah. Jarak yang harus dijaga adalah 135 cm. Sistem ini harus mampu mengeruk tanah pada dasar alur dan memindahkannya ke punggung guludan. Roda mekanisme bergerak mengikuti profil guludan dengan ketinggian maksimal 26 cm. Roda harus mampu untuk mengangkat pengeruk hingga ketinggian 60 cm dari posisi awal.

5 Pengujian yang dilakukan yaitu uji pergerakan lengan ayun, uji beban angkat roda mekanisme, dan uji kinerja ditcher perpengeruk II. Uji pergerakan lengan ayun menunjukan sistem mekanisme yang digunakan berfungsi baik. Roda dapat mengangkat pengeruk hingga ketinggian 66.8 cm dari titik awal. Pengujian beban angakat roda menunjukkan bahwa gaya maksimal yang diperlukan untuk mengangkat roda adalah N. Beban tersebut dapat ditahan oleh tahanan penetrasi tanah pada puncak guludan. Hasil uji kinerja ditcher berpengeruk II menunjukan mekanisme pengeruk tanah bekerja baik. Tanah pada permukaan cekungan guludan dapat dipindahkan oleh mekanisme ke punggung guludan. Namun, terdapat kendala yaitu sebagian tanah di sisi saluran drainase tidak bergerak ke samping luar pengeruk tetapi jatuh kembali ke samping dalam pengeruk (masuk ke dalam saluran drainase yang dibentuk). Untuk itu, pada begian pengeruk ditambahkan plat tambahan. Hasil pengerukan ditcher berpengeruk II lebih baik dari pengerukan pada ditcher berpengeruk I. Tanah tumpahan ditcher pada cekungan guludan dapat pindahkan oleh mekanisme. Namun, terkadang masih terdapat beberapa bagian tanah yang berada pada cekungan guludan. hal tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: sebagian tanah lolos melalui belakang bawah pengeruk, terkadang roda menggantung dan tidak menyentuh permukaan cekungan guludan, pengeruk tidak mampu untuk menembus tahanan penetrasi tanah tumpahan kerja ditcher.

6 RIWAYAT HIDUP Priagung Budihantoro dilahirkan di kota Tegal pada tanggal 12 November Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak H. Drs. Mufrodi dan Ibu Hj. Djamaliah, SPd. Penulis adalah tamatan SDN Randugunting 8 Tegal tahun 1997, kemudian meneruskan pendidikannya ke Mts Assalaam Surakarta dan lulus tahun Penulis melanjutkan kembali jenjang pendidikannya ke SMU Assalaam Surakarta. Penulis juga aktif di sekolahnya sehingga terpilih sebagai Anggota Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Islam Assalaam. Seiring dengan kelulusan sekolah tingkat atasnya pada tahun 2003, Penulis Meneruskan pendalaman ilmunya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis memilih untuk menjadi mahasiswa jurusan Teknik Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis memutuskan untuk memperdalam pengetahuannya pada bidang mekanisasi pertanian dan memilih sub-program studi Teknik Mesin Pertanian pada tahun Penulis merupakan seorang yang aktif mengikuti kegiatan extra kampus seperti menjadi anggota BEM TPB IPB pada awal studinya di IPB. Pada tahun 2005 penulis menjadi anggota depatemen Advokasi BEM-KM IPB dan juga diberikan kesempatan untuk menjadi ketua IMT (Ikatan Mahasiswa Tegal) pada tahun yang sama. Pada tahun 2005 penulis juga melaksanakan praktek lapangannya di PT. Djarum, Kudus dengan judul Aspek Keteknikan Pada Produksi Rokok Di PT.Djarum, Kudus.

7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar kebutuhan gula dipenuhi dari pabrik-pabrik gula di indonesia dengan bahan baku tebu. Produksi gula di Indonesia saat ini belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri sehingga masih dilakukan impor dari negara lain. Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun produksi gula nasional mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya luas areal tanaman tebu, namun demikian produksi tersebut masih belum mencukupi konsumsi gula nasional yang besarnya hampir dua kali lipat dari nilai produksi sehingga impor gula terpaksa harus dilakukan. Diperkirakan impor akan terus dilakukan hingga tahun 2014, dimana produksi gula melebihi jumlah konsumsi gula. Pada tahun 2025, diprediksikan Indonesia akan menjadi negara pengekspor gula. Tabel 1. Luas areal tebu, produksi, konsumsi, dan impor gula salama lima tahun terakhir serta proyeksi pada tahun Tahun Luas areal Produksi gula Konsumsi gula Impor gula tebu (ha) (ton) (ton) (ton) ,211 1,493,067 3,000,000 2,187, ,660 1,690,405 2,989,000 1,556, ,750 1,725,467 3,089,000 1,072, ,327 1,800,000 4,000,000 1,400, ,504 2,660,000 3,593, , ,850,000 3,653, , ,939,000 3,920, , ,000,000 4,200, ,000 Sumber: Departemen Pertanian ( Oleh karena itu, untuk meningkatkan hasil gula per satuan luas, perlu diusahakan peningkatan produktivitas tebu dengan rendemen yang tinggi. Sarjadi (1970), diacu dalam Prabawa (1998) mengemukakan bahwa besarnya rendemen dapat dipengaruhi oleh penanganan yang diberikan dalam tiga hal, (1) kegiatan budidaya tebu, (2) instalasi dalam penggilingan tebu, dan (3) pabrikasi dalam pengolahan nira menjadi gula. Kegiatan budidaya merupakan 1

8 faktor yang memiliki pengaruh paling besar dibandingkan dengan dua faktor lainnya. Sistem drainase yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya tebu berkaitan dengan pengolahan tanah. Sistem drainase bertujuan untuk menyalurkan air sisa irigasi dan air hujan yang berlebih pada alur tanam. Sistem irigasi pada budidaya tebu yang umum digunakan adalah sistem irigasi permukaan. Pada perkebunan besar, umumnya menggunakan sistem alur sehingga mempermudah dalam pembuangan kelebihan air. Saluran drainase dibuat dua jenis yaitu Saluran drainase yang sejajar dengan alur tanam (got mujur) dan Saluran drainase yang melintang alur tanam (got malang). Got malang berfungsi untuk membuang kelebihan air dari alur-alur tanam (Gambar 1). Pembuatan Saluran drainase ini dilakukan setelah pembuatan alur-alur tanam. Pabrik Gula Jatitujuh menggunakan rotary ditcher dalam pembuatan saluran drainase malang (Bahri, 2006). Alat ini dioperasikan dengan traktor roda empat dan menggunakan PTO (power take off) traktor sebagai tenaga putarnya. Penggunaan rotary ditcher menghasilkan bentuk dan dimensi saluran drainase seperti yang diharapkan, namun mempunyai beberapa kelemahan yaitu mudah mengalami kerusakan. Masalah teknis yang muncul antara lain adalah: sudu-sudu pisau mudah tumpul bahkan patah dan PTO traktor sebagai tenaga penggerak rotary ditcher sudah melemah. got mujur aliran air got malang aliran air Kemiringan lahan aliran air tanah yang menghalangi alur Gambar 1. Sketsa got mujur dan got malang pada lahan tebu. 2

9 profil guludan tanah yang menghalangi alur antar guludan guludan Gambar 2. Saluran drainase melintang yang dibuat oleh ditcher. PG. Jatitujuh juga menggunakan kair mata satu (furrower). Penggunaan furrower lebih disukai di lapangan karena lebih sederhana dalam pengoperasian maupun pemeliharaannya. Kendala utama dari penggunaan furrower pada pembuatan saluran drainase melintang yaitu tanah yang diangkat dan ditumpahkan ke samping oleh ditcher, akan menutupi alur (saluran drainase) di antara guludan (Gambar 2). Dengan kondisi tersebut maka saluran irigasi menjadi tidak efektif karena pada saat turun hujan atau dilakukan pengairan, air dari alur-alur tanam akan terhalang oleh tumpahan tanah hasil kerja furrower. lengan ayun Terjadi sumbatan lendutan karena beban puntir roda mekanisme Gambar 3. Prototipe ditcher berpengeruk I (Muharam, 2006). 3

10 Oleh karena itu, prototipe ditcher dengan mekanisme pengeruk tanah pertama (ditcher berpengeruk I) untuk lahan kering telah dibuat (Gambar 3), prototipe ini memiliki dua macam komponen utama yaitu ditcher dan mekanisme pemindah tanah (pengeruk tanah). Namun setelah dilakukan pengujian masih banyak kekurangan-kekurangan sehingga prototipe ini perlu disempurnakan dengan dimodifikasi. tanah buangan tersumbat Gambar 4. Rangka utama dan poros penggerak pengeruk pada ditcher berpengeruk I kurang tinggi. Kekurangan-kekurangan yang ada secara umum pada prototipe ditcher berpengeruk I adalah rangka utama ditcher dan poros penggerak mekanisme pengeruk kurang tinggi sehingga menghalangi tanah buangan ditcher (Bahri, 2006), jarak roda mekanisme terhadap roda traktor kurang tepat (roda mekanisme di belakang roda belakang traktor) sehingga terjadi ketidakseragaman posisi roda pada guludan (Muharam, 2006), sayap-sayap ditcher terlalu landai sehingga tanah hasil ditcher lolos melalui ujung atas sayap ditcher (Mushofa, 2006), mekanisme pengeruk belum mampu dalam mengeruk tanah (hasil kerja ditcher) pada cekungan guludan dan menumpuknya di punggung guludan, bahan konstruksi pada mekanisme pengeruk kurang kokoh sehingga menyebabkan terjadinya retakan-retakan dan merubah setting besar perubahan ketinggian roda dengan besar perubahan ketinggian pengeruk, roda pengerak mekanisme kurang mencengkram tanah dan menyebabakan mekanisme pengeruk tidak berjalan semestinya, dimensi ditcher berpengeruk I kurang besar sehingga menyebabkan kotoran-kotoran (akar-akaran, tanah yang keras) sering menyumbat dan mengganggu kerja mekanisme (Gambar 4), setting ketinggian roda dengan ketinggian pengeruk 4

11 kurang tepat sehingga mekanisme tidak dapat menghasilkan guludan yang diinginkan. B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk memodifikasi mekanisme pengeruk tanah pada ditcher berpengeruk untuk saluran drainase pada budidaya tebu lahan kering yang tidak menggunakan tenaga PTO traktor. Modifikasi pada mekanisme pengeruk tanah ini berdasarkan evaluasi yang terjadi pada prototipe sebelumnya (ditcher berpengeruk I). Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja prototipe yang digunakan untuk membuat saluran drainase malang (got malang) tanpa mengakibatkan penutupan aliran air dari alur tanam. 5

12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum Officinarum L.) termasuk (Wikipedia.com): Kingdom : Plantae; tumbuh-tumbuhan Subkingdom: Tracheobionta; tumbuhan berpembuluh Superdivisi : Spermatophyta; tumbuhan berbiji Divisi : Magnoliophyta; tumbuhan berbunga kelas : Liliopsida; Monokotil Subkelas : Commelinidae Ordo : Cyperales Famili : Poaceae; rumput-rumputan Genus : Saccharum L.; pemanis alami Spesies : Saccharum officinarum L.; Tebu merupakan tanaman asli Papua Nugini tetapi saat ini sudah hampir menyebar di 70 negara termasuk pulau-pulau lain di Indonesia. Tebu merupakan rumput menahun yang dapat tumbuh mencapai tinggi 6 m dan diameter mm (kehati.or.id). Menurut Supriyadi (1992) daur tanaman tebu terdiri atas lima fase pertumbuhan yaitu: fase perkecambahan dimulai dari pembentukan taji pendek dan akar stek pada umur 1 minggu. Fase pertunasan dari umur 5 minggu sampai 3.5 bulan, dilanjutkan dengan fase pemanjangan batang sampai umur 9 bulan. Fase pemasakan terjadi seteleh pertumbuhan tebu menurun dan sebelum fase kematian pada tebu. Pada fase pemasakan kandung gula di dalam batang tebu mulai terbentuk hingga titik optimum setelah itu rendemen gula berangsur-angsur menurun. Pada masa pertumbuhan (fase perkecambahan sampai fase pemanjangan batang), tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan air. Kekurangan air selama masa pertumbuhan akan menyebabkan tanaman tebu memiliki ukuran yang kecil dan kerdil. Kelebihan air karena hujan akan mengakibatkan kadar gula dalam batang menurun sehingga rendemen tebu akan berkurang. Pertumbuhan tebu pada daerah tanah 6

13 yang terendam air akan menyebabkan tanaman tebu mati karena sifat akar tanaman tebu yang mudah busuk (Wardojo, 1996). Muller dalam Sudiatso (1982), menyatakan bahwa data rata curah hujan tahunan yang baik bagi pertumbuhan tebu antara mm. Pengolahan tanah merupakan bagian dari rangkaian kegiatan budidaya tebu yang bertujuan menciptakan kondisi tanah yang baik sebagai media tumbuhnya tanaman tebu. Kepner et al. (1982) mengemukakan bahwa pengolahan tanah merupakan tindakan manipulasi mekanis terhadap tanah untuk memperbaiki struktur tanah yang diinginkan bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Bakker (1999) pengolahan tanah untuk budidaya tebu lahan kering meliputi (1) pengolahan tanah dalam (subsoiling) dengan kedalaman pemotongan sebesar mm, (2) penggaruan (harrowing) yang bertujuan mencampur dan melonggarkan tanah pada kedalaman olah mm, (3) pembajakan (plowing) untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah, memindahkan sisa-sisa tanaman, dan meratakan tanah, (4) pembuatan alur tanam (furrowing) baik berbentuk V, U, dan datar dengan jarak antar alur m sebagai tempat potongan bibit tebu. Menurut Listyanto (2007) budidaya tebu dapat dilakukan pada dua jenis lahan, yakni lahan sawah atau bekas sawah (sistem reynoso) dan lahan kering atau tegalan (rain fed system). Terdapat beberapa perbedaan yang mendasar antara kedua cara budidaya tebu tersebut. Pertama, pada cara reynoso, penyiapan lahan dimulai dengan penggalian saluran-saluran, yakni setelah jerami bekas tanaman padi dibabat atau dibersihkan, segera dimulai dengan memasang ajir-ajir untuk membuat saluran-saluran air (got mujur, dan got malang). Alur tanam (guludan) dengan kedalaman 400 mm dibuat di antara got-got malang tersebut. Pada budidaya tebu lahan kering, alur tanam dikerjakan setelah tanah atau lahan diolah terlebih dahulu dengan bajak. Dapat dikemukakan bahwa, pada cara reynoso tanah yang digarap hanya di sekitar tempat yang akan ditanami tebu saja yaitu pada cemplongan, sedangkan pada budidaya tebu lahan kering tanah diolah secara keseluruhan. Kedua, penanaman bibit tebu cara reynoso dilakukan dalam paliran dengan kedalaman mm yang dibuat di tengah-tengah guludan. Selanjutnya, 7

14 dalam paliran tersebut setek-setek tebu diletakkan dengan jarak mm bergantung pada kesuburan tanah dan varietas tebunya, sedangkan di lahan kering penanaman tebu dilakukan di dalam coklak (juringan) pada alur tanam, sehingga cara reynoso memiliki alur tanam yang lebih dalam dibandingkan dengan cara di lahan kering. Ketiga, budidaya tebu sistem reynoso tidak banyak melibatkan mesin-mesin pertanian, hal tersebut disebabkan pada sistem reynoso umumnya memiliki struktur tanah yang berat karena bekas sawah, lahan yang sempit, dan banyak got malang sehingga lalu lintas traktor sebagai sumber tenaga tarik pertanian banyak mengalami hambatan, sebaliknya dengan struktur tanah yang lebih ringan, lahan yang lebih luas, dan tidak terdapat got malang, maka penerapan alat dan mesin pertanian dapat dilakukan secara penuh (full mechanization) di lahan kering. Keempat, relevansinya dengan produksi, cara reynoso memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem budidaya tebu lahan kering (Wijanto, 1988). B. Drainase dan Irigasi Pada Budidaya Tanaman Tebu Drainase pertanian didefinisikan sebagai pemindahan dan pengaturan kelebihan air dari lahan pertanian untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman (Ochs et al, 1983). Menurut Ochs et al (1983), sistem drainase lahan pertanian terdiri dari dua bagian, yaitu: 1. Drainase permukaan (open drains), yang didefinisikan sebagai pembuangan kelebihan air di atas permukaan tanah untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tanaman dan menjaga agar air tidak tergenang dipermukaan tanah tanpa menyebabkan erosi tanah yang berlebihan. Sistem drainase permukaan terdiri dari: sistem acak (random),sistem parallel, dan sistem memotong kemiringan (diversion on interceptor system). Sistem yang digunakan tergantung pada kebutuhan tempat. 2. Drainase bawah permukaan, yang didefinisikan sebagai suatu sistem saluran yang dipasang di bawah tanah untuk mengumpulkan dan 8

15 membuang kelebihan air tanah. Sistem drainase bawah permukaan terdiri dari: interceptor drains, relief drains, dan relief mole drains. Schwab et al. (1981) menyatakan terdapat beberapa jenis bentuk saluran drainase permukaan yang umum yaitu bentuk trapozoidal, segi empat, segitiga dan parabola (Gambar 5). Gambar 5. Penampang saluran drainase (Schawab, 1981). Pembuatan saluran drainase alur dimulai dari pembuatan got keliling berukuran mm dengan kedalaman mm. Kemudian got mujur yang berukuran mm dengan kedalaman mm. Jarak antar got mujur ini m. Tegak lurus dengan got mujur dibuat got malang dengan ukuran mm dengan kedalaman mm. Jarak antar got malang ini adalah 10 m (Wardojo,1996). Menurut Jones (1990), terdapat beberapa macam cara pemberian air pada tanaman tebu, yaitu: 1. Flood irrigation/ basin irrigation. Sistem irigasi ini digunakan pada sebidang lahan yang relatif kecil, yang dikelilingi oleh tanggul. 2. Furrow irrigation. Saluran irigasi ini menyerupai bentuk kerangka tulang seekor ikan, dimana alur-alur tersebar diantara kerangka tersebut. Pemberian air dilakukan dari saluran yang paling besar kemudian ke aluralur. 3. Sistem irigasi tetes (drip/ trickle irrigation). Pada sistem ini, air diberikan pada tanaman dengan pipa-pipa kecil secara tetes di dekat daerah perakaran dengan tekanan buatan (pompa) atau secara gravitasi. 4. Sistem irigasi curah (springkler irrigation). Sistem irigasi ini merupakan sistem irigasi yang diusahakan menyerupai keadaan hujan. Sistem ini terdiri dari pompa sebagai penyedia tekanan air, jaringan pipa, serta nozzle sebagai alat penyemprot. 9

16 C. Ditcher Ditcher adalah alat untuk membuat saluran drainase (got) pada lahan pertanian. Furrower merupakan ditcher yang ditarik oleh traktor roda empat dengan menggunakan tiga titik gandeng tanpa menggunakan tenaga PTO traktor. Ditcher ini dapat menghasilkan saluran drainase bentuk V dengan buangan tanah ke kedua sisi saluran). Boers (2003) menyatakan fungsi furrower antara lain membuat alur, menutup benih dan membuat alur untuk irigasi atau saluran drainase. Furrower terutama digunakan di daerah tropis dan subtropis karena banyak tanaman yang tumbuh didaerah tersebut, seperti jagung, kentang yang dibudidayakan dalam satu alur baris (Saputro, 2004). Menurut Wilkes (1975), bagian-bagian utama furrower yaitu: 1. Mata bajak (share) yang berfungsi sebagai ujung bajak yang memulai menembus tanah. 2. Pisau bajak (cutting edge of share) yang berfungsi untuk membelah. 3. Singkal majemuk (moldboard) yang berfungsi untuk mengangkat dan membalikkan tanah ke kanan dan ke kiri. 4. Rangka batang penarik (beam) yang berfungsi sebagai tempat menempelnya bajak dan berhubungan dengan rangka utama. D. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian. Tanah yang jenuh memiliki dua bagian, yaitu bagian padat dan air pori. Tanah tidak jenuh memiliki tiga bagian, yaitu bagian padat, pori-pori udara, dan air pori (Hardiyanto, 1992). Kadar air tanah didefiniskan sebagai perbandingan antara berat cair dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki (Das, 1993). Kadar air tanah sangat berpengaruh dalam pengolahan tanah, yaitu kelengketan tanah pada alat saat pengolahan tanah. Bulkdensity tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah seluruhnya (Hardiyanto, 1992). Kerapatan isi tanah menunjukkan kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah maka semakin 10

17 tinggi kerapatan isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 1987). Tahanan penetrasi adalah kemampuan dari suatu tanah untuk melawan gaya yang bekerja, atau dikatakan juga sebagai kemampuan suatu tanah untuk mempertahankan diri dari deformasi atau regangan (Mandang dan Nishimura, 1991). Nilai tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer dengan parameter cone index (indeks kerucut). Cone index adalah indeks untuk menyatakan kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dari suatu kerucut. Faktor yang mempengaruhi nilai cone index adalah kerapatan isi, kadar air dan jenis tanah. Indeks kerucut tanah menunjukkan tingkat kekerasan tanah. Tahanan penetrasi tanah menggambarkan besarnya kemampuan yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja atau akar tanaman untuk menembus tanah. Davies et al (1993), menyatakan bahwa tahanan penetrasi tanah sangat tergantung pada kadar air tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat-tempat yang berbeda pada areal lahan yang sama pada hari yang sama. E. Sistem Mekanisme Pengeruk Kinematika adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu gerak tanpa memandang gaya penyebabnya. Rantai kinematik adalah gabungan dari batang penghubung dan sambungan yang saling terkait untuk menghasilkan gerakan teratur sebagai produk dari gerakan sumber (Norton, 1992). Kinematika mesin adalah suatu pengetahuan mengenai gerak relatif dari bagian-bagian mesin. Rantai kinematik adalah sebuah sistem dari batangbatang penghubung yang berupa benda-benda kaku, yang digabungkan atau hanya bersinggungan saja sehingga memungkinkan mereka untuk bergerak relatif satu terhadap yang lain. Mekanikal linkage adalah suatu kesatuan dari link kaku yang tersambung oleh joint untuk menghasilkan suatu gerak kinematis yang terbatas. Masing masing link memiliki dua joint atau lebih, joint-joint ini memiliki derajat bebas yang bervariasi sehingga memungkinkan terjadinya 11

18 gerak di antara link tersebut (Wikipedia.com). Mekanikal linkage umumnya digunakan untuk merubah input (pergerakan, kecepatan, ataupun mekanisme lain) menjadi ouput yang berbeda Norton (1992) menyatakan bahwa link adalah (diasumsikan) sebuah benda kaku yang setidaknya memiliki dua titik hubung atau node yang menghubungkan link dengan link. Pada node terdapat sebuah joint yang menyambungkan link sehingga memungkinkan terjadinya gerakan atau gerakan potensial di antara link yang tersambung tersebut. Tipe-tipe joint yang ada antara lain (Wikipedia.com) : Pin Pin mempunyai satu derajat bebas dengan gerakan rotasi. Contohnya adalah bearing, rivet dan engsel. Slider Slinder mempunyai satu atau dua derajat bebas dengan gerakan linier. Contohnya; linear bearing, silinder hidraulik, roller and piston. Socket and bola Joint ini menghasilkan gerakan putar dengan tiga derajat bebas. Umumnya dalam sebuah mekanisme salah satu derajat bebas dibatasi oleh joint yang lain. Gambar 6. Mekanisme four bar linkage (Wikipedia.com). Four bar linkages adalah linkage rantai kinematik terbatas yang paling simpel (Gambar 6). Linkage ini menghasilkan pergerakan yang sangat bervariasi dengan hanya menggunakan sedikit bagian-bagian simpel. Pada jaman dahulu, cara hubungan ini popoler karena mudah dalam perhitungan dan mudah dalam konversi ke dalam mekanisme lain yang lebih rumit. Four bar parallel linkage merupakan salah satu dari variasi four bar linkage yang menggunakan empat linkage yang saling terhubung dengan empat buah joint 12

19 jenis pin (Wikipedia.com). Linkage yang saling berhadapan adalah sejajar. Panjang batang l sama dengan panjang batang q dan panjang batang s sama dengan jarak p, sehingga batang l dan batang q akan selalu mempunyai kecepatan sudut yang sama (Gambar 7). linkage joint Gambar 7. Diagram kinematik four bar parallel linkage (Muharam, 2006). F. Kendala-Kendala Konstruksi Pada Ditcher Perpengeruk I Menurut Bahri (2006) dan Muharam (2006) rangka utama dan poros penggerak pengeruk pada ditcher berpengeruk I kurang tinggi. Hal ini menyebabkan tanah hasil kerukan ditcher terkumpul dan terjebak di antara rangka utama dan poros penggerak pengeruk. Tanah-tanah tersebut mengakibatkan jalannya mekanisme yang telah direncanakan tidak bekerja dengan baik (Gambar 8). Poros penggerak pengeruk Rangka utama Posisi roda terhadap roda taktor Tanah tumpahan dari ditcher Gambar 8. Kendala-kendala yang terjadi pada saat pengujian ditcher perpengeruk I. Bahri (2006) dan Muharam (2006) juga menambahkan bahwa penempatan posisi roda mekanisme terhadap roda traktor pada ditcher 13

20 perpengeruk I kurang tepat. Posisi yang kurang tepat tersebut mengakibatkan ketidakseragaman posisi roda pada guludan (Gambar 8). Menurut Mushofa (2006) sayap-sayap ditcher pembuat saluran drainase terlalu landai dan pendek sehingga menyebabkan tanah hasil kerukan ditcher ada yang masuk kembali ke saluran drainase melalui ujung atas sayap. Tanahtanah tersebut mengakibatkan saluran drainase hasil kerukan tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. 14

21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Desember Perancangan prototipe ditcher berpengeruk II dilaksanakan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian (TMBP), Departemen Teknik Pertanian. Pembuatan prototipe, uji beban roda, pergerakan lengan ayun, serta uji kinerja alat dilakukan di bengkel dan Lahan Percobaan Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. B. Bahan dan Peralatan 1. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan untuk pembuatan prototipe ditcher drainase lengan ayun terdiri dari: a. Besi plat tebal 10 mm, 8 mm, 6 mm. b. Besi silinder pejal diameter 15 mm, 20 mm, 25 mm, 45 mm,60 mm, 63 mm dan 70 mm. c. Besi pipa diameter luar 57 mm. d. Besi kanal UNP ukuran 50 x 100 mm tebal 5 mm, 75x 35 mm tebal 3 mm. e. Besi siku ukuran 100x100 mm tebal 8 mm. f. Baut, ring, mur, pillow block, flange bearing, dan bearing. g. Cat dan perlengkapan lainnya. 2. Alat Penelitian a. Alat ukur yang digunakan untuk pengukuran kondisi tanah yang terdiri dari reliefmeter, perlengkapan pengambilan contoh tanah (ring sample), penetrometer tipe SR-2, dan oven. b. Alat untuk pembuatan prototipe ditcher berpengeruk antara lain gerinda potong, las listrik, las potong, gerinda tangan, bor listrik, mesin bubut, penggaris atau meteran, busur derajat, tang, kunci pas dan kunci ring, panggung kayu. 15

22 c. Alat untuk pengukuran uji beban roda dan pergerakan lengan ayun skala laboratorium dan uji kinerja lapangan yang terdiri load cell, handy strain meter, penggaris stainless steel 100 cm dan 60 cm, busur derajat, waterpass, alat angkat (katrol rantai), traktor roda 4 dengan daya 70 hp. C. Tahapan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan rancangan secara umum yaitu berdasarkan pendekatan rancangan fungsional dan pendekatan rancangan struktural. Penelitian dilakukan dengan tahapan seperti ditunjukkan oleh Gambar 9. Gambar 9. Tahapan penelitian. 16

23 1. Identifikasi Masalah Konstruksi Pada Ditcher Berpengeruk I Kendala-kendala yang terjadi pada ditcher berpengeruk I diidentifikasi dari laporan penelitian muharam (2006), Bahri (2006), dan Mushofa (2006) serta dokumentasi film pada saat pengujian ditcher berpengeruk I. Kendala-kendala tersebut terdapat pada dua bagian utama prototipe yaitu bagian ditcher dan bagian mekanisme pengeruk tanah. Laporan penelitian ini khusus mengkaji bagian mekanisme pengeruk tanah. Sedangkan untuk bagian ditcher dikaji oleh peneliti lain dalam tim yang sama. lendutan karena beban puntir Terjadi sumbatan pin sambungan lengan ayun pengeruk roda mekanisme Gambar 10. Pengeruk tanah dengan sistem mekanisme four bar parallel linkage pada prototipe ditcher berpengeruk I. Kendala-kendala konstruksional yang ada pada bagian pengeruk ditcher berpengeruk I adalah: a) Bahan konstruksi lengan ayun pada mekanisme pengeruk tanah kurang kokoh sehingga tidak mampu untuk menahan beban yang ada dan menyebabkan terjadinya retakan-retakan pada bagian tersebut. Bahan konstruksi poros yang kurang kokoh juga menyebabkan terjadinya lendutan pada poros akibat beban puntir sehingga merubah setting ketinggian roda dengan ketinggian pengeruk. b) Rangka ditcher dan poros pengggerak pengeruk kurang tinggi terhadap ujung pisau ditcher pada ditcher berpengeruk I sehingga menyebabkan kotoran-kotoran (akar-akaran, tanah yang keras) terjebak di antara rangka ditcher dan poros penggerak pengeruk 17

24 (Gambar 10). Hal ini menyebabkan terganggunya mekanisme gerak poros serta menyebabkan mekanisme pengeruk tidak bekerja semestinya. c) Perlu penyempurnaan pada roda penggerak mekanisme (Gambar 10) supaya tepat posisinya terhadap roda traktor. d) Setting perubahan ketinggian roda dengan perubahan ketinggian pengeruk kurang tepat sehingga mekanisme pengeruk tidak mampu untuk mengeruk tanah tumpahan pada cekungan guludan dan memindahkannya ke punggung guludan. Ketidaktepatan tersebut terlihat pada saat posisi roda di cekungan, namun posisi pengeruk tidak sampai menyentuh cekungan. Hal ini dapat disebabkan karena setting pada saat pembuatan yang kurang tepat dan juga dapat disebabkan karena pin yang digunakan pada engsel antara lengan dengan pegeruk dan roda mekanisme berubah-ubah. Kendala-kendala fungsional yang ada pada bagian pengeruk tanah pada ditcher berpengeruk I adalah pengeruk belum mampu untuk memindahkan tanah tumpahan pada cekungan guludan ke punggung guludan. 2. Pencarian Ide Alternatif Mekanisme Pengeruk dan Pemilihan Ide Terbaik Pada mulanya, peneliti dan tim ditcher berpengeruk II mencari ide alternatif mekanisme pengeruk tanah untuk mengganti konsep mekanisme yang digunakan pada ditcher berpengeruk I (menggunakan mekanisme four bar parallel linkage). Ide-ide tersebut antara lain sebagai berikut: a. Pengeruk dengan pengungkit berpegas Mekanisme ini menggunakan prinsip dasar pengungkit yang dilengkapi dengan pegas (Gambar 11). Mekanisme ini ditujukan untuk memperbaiki sistem ditcher berpengeruk I yaitu kurangnya tekanan secara vertikal pada saat bagian pengeruk mengeruk tanah tumpahan di cekungan guludan. 18

25 Pegas menekan Gaya tekan ke bawah Gambar 11. Ilustrasi alternatif ide pengeruk dengan mekanisme pengungkit berpegas. Kelebihan dari pengeruk tanah dengan mekanisme ini yaitu memiliki daya tekan yang berasal dari gaya pegas dalam menekan pengeruk secara vertikal sehingga pengeruk dapat mengeruk tanah hingga permukaan cekungan guludan. Namun, kelemahannya dari mekanisme ini adalah tanah yang dikeruk tidak dapat dipindahkan ke punggung guludan sesuai dengan yang diharapkan. b. Pengeruk dengan mekanisme saluran ber-roll Mekanisme ini bekerja dengan mengeruk seluruh bagian tanah hasil pembuangan dari furrower yang menutupi saluran irigasi dan membuangnya ke guludan samping saluran irigasi dengan menggunakan mekanisme aliran (Gambar 12). ditcher tumpahan tanah aliran tanah Gambar 12. Ilustrasi alternatif ide pengeruk dengan mekanisme saluran ber-roll. 19

26 Kelebihan dari sistem mekanisme ini adalah kemampuannya memindahkan tanah ke tempat yang diinginkan tanpa tergantung pada profil guludan. Kelemahan sistem mekanisme ini adalah dimensinya yang relatif besar sehingga cenderung sulit dalam pengoperasiannya dan pengangkutan. Selain itu mekanisme ini membutuhkan tenaga yang besar untuk memindahkan tanah dari guludan ke atas yang kemudian dijatuhkan lagi. Dengan mempertimbangkan waktu, tingkat kesulitan, tenaga kerja, dana serta kendala teknis yang tidak dapat diprediksikan secara detail bila memilih alternatif mekanisme baru, maka pengeruk tanah dengan sistem mekanisme four bar parallel linkage tetap dipilih. Namun, modifikasi dilakukan pada beberapa bagian untuk menutupi kendala-kendala yang ada pada prototipe ditcher berpengeruk I (Gambar 13). Sistem mekanisme tersebut menggunakan dua mekanisme four bar parallel linkage untuk menjaga roda dan pengeruk agar selalu berada pada posisi horizontal. Untuk menyalurkan gaya dan pergerakannya maka digunakan poros. Kelebihan dari sistem mekanime ini adalah profil gerakan pengeruk mendekati bentuk guludan asal. Kelemahan sistem mekanisme ini yaitu roda dan pengeruk akan bergeser ke samping ketika bergerak naik. Selain itu apabila sistem ini tidak bekerja dengan baik, maka roda penggeraknya akan menggusur tanah guludan ke depan. Lengan ayun pengeruk Rangka mekanisme kuping Poros penggerak pengeruk Pengeruk Rangka mekanisme depan Lengan ayun roda Roda mekanisme Gambar 13. Pengeruk dengan mekanisme four bar parallel linkage yang dimodifikasi. 20

27 Modifikasi yang dilakukan secara umum antara lain : a) Penggantian bahan konstruksi pada lengan ayun, rangka mekanisme, pengeruk, dan poros penggerak pengeruk sehingga diharapkan mampu untuk menahan beban dan momen dari roda dan pengeruk. Penggantian bahan pada poros penggerak pengeruk ditujukan agar poros penggerak pengeruk tidak melenting saat pengoperasian. b) Mekanisme pin pada sambungan antar legan ayun, pemegang roda, rangka mekanisme, dan pengeruk pada ditcher berpengeruk I diganti dengan mekanisme yang sama namun ditambah dengan dudukan/ rumah (boss) untuk pin. Hal ini bertujuan agar pergerakan lengan ayun lebih presisi dibanding dengan mekanisme pin biasa. c) Untuk memperkokoh lengan ayun dari retakan atau lentingan maka pada lengan ayun ditanam potongan besi sebagai penguat dan penambahan besi penguat berbentuk segitiga pada sambungan antar lengan ayun. d) Pempertinggi jarak rangka utama ditcher dan poros penggerak mekanisme terhadap ujung dasar pisau ditcher. Modifikasi tersebut menyebabkan diagram kinematik pada mekanisme four bar parallel linkage diperbesar. Rangka mekanisme kuping dibuat dengan adanya perbesaran diagram kinematik, karena pada rangka mekanisme belakang tidak mempunyai cukup ruang. e) Penggunaan blok baja sebagai pemegang roda yang menjadi tumpuan/ rumah boss mekanisme pin pada pemegang roda. Di samping itu, penggunaan blok baja ini menambah kekokohan pada bagian ini. f) Penambahan besi behel pada bagian roda penggerak mekanisme sehingga menambah kemampuan roda untuk mencengkram tanah pada saat menggelinding di atas guludan 21

28 awal. sedangkan lebar roda ditcher berpengeruk II diperkecil dengan diameter yang sama. g) Pengeruk ditcher berpengeruk II dibuat dengan model yang lebih sederhana dibandingkan dengan pendahulunya. h) Pen-setting-an perubahan ketinggian roda dengan perubahan ketinggian pengeruk yang lebih tepat sehingga diharapkan mekanisme dapat menghasilkan guludan yang diinginkan. Pensetting-an ini dilakukan dengan membuat panggung kayu pada saat pemasangan lengan ayun pada pengeruk dan roda mekanisme. i) Penempatan posisi roda mekanisme berada di luar lintasan belakang roda traktor sehingga roda mekanisme tidak melewati guludan yang dilintasi oleh roda traktor (guludan berubah dari guludan awal) dan mencegah roda mekanisme tidak menabrak roda traktor pada saat prototipe ini diangkat dengan tenaga hidraulik trakor pada waktu dilakukan trasportrasi. 3. Analisis Rancangan dan Pembuatan Gambar Teknik Rancangan Analisis rancangan dilakukan untuk mengetahui dimensi-dimensi yang penting/ prinsip pada bagian pengeruk tanah. Analisis rancangan awal dilakukan untuk mengetahui dimensi rangka utama ditcher (analisis ini dilakukan oleh peneliti lain). Analisis rancangan dilanjutkan untuk mengetahui kemiringan poros penggerak pengeruk, panjang diagram kinematis lengan ayun roda, dan lengan ayun pengeruk. Analisis ini menggunakan data-data kriteria rancangan yang diinginkan seperti perubahan ketinggian roda dan pengeruk. Perubahan ketingian pengeruk yang diinginkan adalah 600 mm sedangkan perubahan ketingian roda adalah 260 mm. Ketingian maksimal roda sama dengan ketinggian maksimal guludan awal karena roda harus menyentuh dan menggelinding bebas di atas permukaan guludan awal. Setelah analisis perhitungan di atas selesai dikerjakan maka analisis dilanjutkan dengan membuat gambar teknik. 22

29 Pada gambar teknik, poros penggerak pengeruk ditempatkan dan disesuikan dengan rangka utama ditcher. Kemudian ditempatkan juga poros putar (joint) pada pemegang roda, pengeruk dan pipa poros penggerak pengeruk. Posisi roda mekanisme direncanakan berada di luar lintasan roda belakang traktor (Gambar 14). Jarak antar roda belakang traktor yang digunakan pada PG. Jatitujuh adalah 2000 mm. Sehingga jarak antar roda mekanisme dirancang sebesar 2100 mm. Dengan diketahuinya posisi rangka utama, ujung paling bawah pisau ditcher, jarak antara poros putar (joint) pada pemegang roda dan poros putar (joint) pada pipa poros penggerak pengeruk maka posisi roda dapat ditentukan. Gambar 14. Posisi roda mekanisme terhadap roda belakang traktor. Posisi pengeruk dapat ditentukan dengan menggunakan data posisi roda mekanisme, jarak poros putar (joint) pengeruk dengan poros putar (joint) pada pipa poros penggerak pengeruk, ujung bawah pisau ditcher serta posisi sayap-sayap ditcher. Setelah posisi poros penggerak pengeruk, pengeruk, roda mekanisme, joint (poros putar) pada mekanisme four bar parallel linkage depan (roda) dan belakang (pengeruk) diketahui maka dimensi dan posisi dari komponen lain pada mekanisme pengeruk tanah dapat ditentukan. Analisis rancangan dilakukan dengan menggunakan komputer sebagai bantuan. Perangkat lunak yang digunakan yaitu Microsoft Excel. 23

30 Analisis lanjutan dan pembuatan gambar teknik dibantu dengan bantuan program CAD (Computer Aided Design) yaitu Autocad Pembuatan Prototipe Pembuatan prototipe ini adalah pembuatan alat secara nyata dari rancangan awal dan bahan yang telah disediakan. Pembuatan prototipe dilakukan di bengkel Bagian Teknik Mesin Budidaya Pertanian Departemen Teknik Pertanian di Leuwikopo. Bahan dan alat yang akan digunakan dalam pembuatan prototipe, dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan konstruksi (Lampiran 1) antara lain: bearing, pillow block, flange bearing, besi poros pejal, besi poros pipa, besi siku, besi UNP, plat besi, dan mur. Sedangkan alat dan bahan untuk pembuatan antara lain: piringan gerinda potong, gerinda penghalus, elektroda, sarung tangan keamanan kerja, gas LPG, oksigen, dan kayu panggung, kapur besi, las listrik, las potong, bor listrik, mesin bubut, penggaris atau meteran, busur derajat, tang, kunci pas dan kunci ring. Pembuatan bagian mekanisme pengeruk tanah dimulai dari pembutan bagian depan mekanisme (roda, poros roda, blok baja pemegang roda, dan dudukan pin pada blok) yang dimulai dengan modifikasi roda pada ditcher berpengeruk I sehingga roda sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan blok baja pemegang roda. Blok baja ini dibuat dari dua buah besi batang UNP yang dilas saling berhadapan dan kedua ujung blok ditutup dengan besi plat tipis sehingga terbentuk besi berbentuk balok. Pemasangan bagian depan mekanisme dilakukan setelah pemasangan poros penggerak pengeruk. Skema pembuatan prototipe ditunjukan pada Gambar 15. Boss dudukan pin dibuat dengan cara dibubut sesuai dengan rancangan yang ada. Setelah itu, boss dudukan pin ini dipasang pada blok baja pemegang roda. Blok baja yang telah dipasangi boss dudukan pin disatukan dengan roda mekanisme pada poros roda mekanisme secara tegak lurus dengan poros tersebut. 24

31 Pembuatan dan pemasangan poros penggerak pengeruk pada rangka utama ditcher dilakukan setelah pembuatan bagian mekanisme. Poros penggerak pengeruk kemudian digerakan rotasi, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah poros penggerak pengeruk dapat berotasi dengan baik tanpa ada hambatan. Gambar 15. Tahapan pembuatan ditcher berpengeruk II. 25

32 Sebelum pembuatan lengan ayun depan (roda), roda mekanisme diatur posisinya terhadap rangka utama ditcher bagian depan (roda). Pengaturan tinggi roda menggunakan panggung kayu. Setelah itu, mal dibuat untuk lengan ayun roda atas (penghubung poros penggerak pengeruk dengan pemegang roda mekanisme) dan lengan ayun roda bawah (penghubung rangka mekanisme depan dengan pemegang roda). Selanjutnya, mal dicetak pada besi UNP dan dipasang pada posisi yang telah direncanakan. Dengan demikian, bagian mekanisme depan telah selesai dikerjakan. Pembuatan bagian belakang mekanisme dimulai dengan pembuatan pengeruk. Pengeruk dibuat dengan mengelas plat besi pengeruk bawah dan plat besi pengeruk atas yang telah dipersiapkan. Setelah itu, pemegang pengeruk (kuping pemegang boss dudukan pin) dibuat. Pemegang pengeruk ditempatkan pada pengeruk sesuai dengan rancangan. Setelah bagian pengeruk selesai dibuat, bagian pengeruk diatur dan diposisikan sesuai dengan rancangan terhadap rangka utama ditcher bagian belakang dan posisi roda mekanisme. Selanjutnya, mal dibuat dan dicetak pada UNP untuk pembuatan batang lengan ayun pengeruk. UNP yang telah dipotong sesuai mal dilas pada tempat yang telah direncanakan. 5. Pengujian Pengujian dilakukan dengan dua tahapan yaitu uji beban roda dan pergerakan lengan ayun serta uji kinerja prototipe ditcher berpengeruk (ditcher berpengeruk II). Uji beban roda dan pergerakan lengan ayun dilakukan untuk mengetahui dan memastikan tiap-tiap bagian dapat berfungsi dengan baik. Uji beban roda dan pergerakan lengan ayun dilakukan pada sistem mekanisme pengeruk. Hal ini dilakukan karena faktor keberhasilan untuk membentuk saluran drainase yang diharapkan tergantung pada sistem mekanisme ini. Parameter yang diukur adalah hubungan ketiggian roda terhadap ketinggian pengeruk, pergeseran roda, pergeseran pengeruk, gaya angkat roda, dan kesesuain roda kanan dan kiri. Alat yang digunakan adaah penggaris, alat angkat (katrol), load cell dan handy strain meter, pena, dan kertas. 26

33 y b y d y d y b Gambar 16. (a) (b) Skema pengukuran perubahan ketinggian dan perubahan posisi, (a) roda, (b) pengeruk. Pengujian dilakukan dengan cara mengangkat lengan ayun roda setiap 50 mm dari kondisi awal. Kemudian ketinggian pengeruk dan perubahan posisi (pergeseran) roda dan pengeruk diukur dengan mistar. Lengan ayun roda diangkat pada poros roda dengan menggunakan katrol rantai, yang disambungkan dengan load cell. Load cell digunakan untuk mengukur besarnya beban yang terjadi. Pengujian dilakukan saat kondisi prototipe alat berada pada posisi datar (level). Agar alat berada pada kondisi datar maka dipasang pada tiga titik gandeng traktor. Hal ini sangat penting karena posisi prototipe alat mempengaruhi pengukuran tinggi lengan ayun dan beban yang terjadi. Skema pengujian ditunjukan pada Gambar 16. Uji kinerja prototipe adalah pengujian alat di lapangan dengan Parameter-parameter yang digunakan adalah kesesuain pergerakan pengeruk tanah terhadap profil guludan, kondisi saluran drainase yang dihasilkan, serta profil guludan yang dihasilkan oleh mekanisme pengeruk. Parameter-parameter penunjang yang dijadikan acuan pada saat pengujian prototipe ini diambil pada saat uji kinerja prototipe. Parameter-parameter tersebut adalah: tahanan penetrasi tanah, bulkdensity tanah, kadar air tanah, kecepatan maju traktor. Uji kinerja selengkapnya dilakukan oleh peneliti lain. Sebelum pengujian dilakukan, lahan dipersiapkan terlebih 27

34 dahulu dengan membentuk guludan sesuai profil yang telah dihitung sebelumnya. 28

35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Mekanisme Dasar Lengan Ayun Mekanisme pengeruk merupakan mekanisme utama dalam menentukan keberhasilan kinerja ditcher. Dengan demikian maka mekanisme tersebut harus mampu membentuk saluran drainase seperti yang diinginkan, yaitu mengeruk dan memindahkan tanah buangan ditcher yang ada di cekungan guludan (alur tanam) ke punggung guludan. Mekanisme dasar yang yang digunakan pada lengan ayun adalah mekanisme four bar parallel linkage di mana linkage ini menggunakan empat link yang saling terhubung dengan empat buah joint jenis pin (wikipedia.com). Mekanisme tersebut diaplikasikan pada mekanisme lengan ayun depan (roda) dan mekanisme lengan ayun belakang (pengeruk). Seperti pada Gambar 17. y Mekanisme four bar parallel linkage roda x z Mekanisme four bar parallel linkage pengeruk Roda mekanisme pengeruk Gambar 17. Aplikasi mekanisme four bar parallel linkage pada ditcher berpengeruk. Pada Gambar 18 dijelaskan bahwa rangka mekanisme depan dan titik pusat poros gerak dalam mekanisme ini diasumsikan sebagai batang penghubung b. Rumah dudukan mekanisme pin diasumsikan sebagai joint pada mekanisme lengan ayun roda. Lengan ayun roda diasumsikan menjadi batang penghubung c (lengan ayun atas) dan d (lengan ayun bawah) sedangkan blok a 29

36 baja pemegang roda diasumsikan menjadi batang penghubung a pada mekanisme four bar parallel linkage ini. Titik pusat poros gerak dan boss dudukan pin rangka kuping seperti terlihat pada Gambar 19, diasumsikan menjadi batang b pada mekanisme lengan ayun belakang (pengeruk). Seperti fungsi pada blok baja pemegang roda, pemegang pengeruk juga diasumsikan sebagai batang penghubung a. Lengan ayun belakang (pengeruk) diasumsikan sebagai batang penghubung c (lengan ayun atas) dan d (lengan ayun bawah), sedangkan boss dudukan pin yang ada diasumsikan sebagai joint mekanisme. c a c c a b d b b d Gambar 18. Aplikasi lengan kinematik pada lengan ayun depan (roda). c b a c a b d d Gambar 19. Aplikasi lengan kinematik pada lengan ayun belakang (pengeruk). Tinggi guludan awal diasumsikan 300 mm dan tinggi guludan setelah dilintasi roda mekanisme adalah 260 mm. Guludan yang akan ingin dihasilkan adalah 600 mm. Sehingga lengan ayun didesain agar menghasilkan gerakan yang lebih tinggi dari gerakan vertikal roda (Gambar 20). Hal tersebut disebabkan karena gerakan awal berasal dari roda. Bertolak dari hal tersebut, maka desain perbedaan gerak dari titik putar harus menghasilkan gerakan yang dipertinggi (Gambar 21). Tampak bahwa 30

37 lengan pengeruk lebih panjang daripada lengan roda. Apabila roda bergerak naik rendah maka pengeruk akan bergerak naik lebih tinggi. Posisi roda penggerak direncanakan berada di luar lintasan roda traktor. Hal ini dimaksudkan agar roda mekanisme dapat menggelinding di atas permukaan guludan yang sesuai dengan profil guludan awal. depan y d belakang y b y d Gambar 20. Diagram kinematik sistem mekanisme four bar parallel linkage pada pengeruk tanah (tampak 3 sumbu koordinat). y b y b ' y d y d y b Gambar 21. Diagram pergerakan yang dipertinggi (h > h b d) pada gerak rotasi yang sama (Δα). Perubahan ketinggian pengeruk yang diinginkan (h b ) adalah 600 mm dari 31

38 posisi awal. Sedangkan perubahan ketinggian roda (h d ) akibat melintasi profil guludan adalah 260 mm. Sehingga pengeruk harus mempunyai lengan kinematis (l ) yang lebih panjang dari lengan kinematis roda (l kb kd). Skema diperagakan pada Gambar 22. y b ' y d y b y d Gambar 22. Skema mekanisme lengan ayun tampak depan. depan Gambar 23. Skema mekanisme lengan ayun tampak atas. Sisi roda dalam direncanakan berjarak 105 cm dari titik tengah rangka utama (Gambar 14). Poros roda mekanisme, titik pusat putaran (joint) pada pemegang roda berada satu garis dengan ujung depan rangka utama ditcher (Gambar 23). Ujung dasar bagian pengeruk dan ujung dasar roda berada 10 cm di atas pisau ditcher. 32

39 Perbedaan jarak antara titik pusat putaran pada pemegang roda dengan titik pusat putaran pada pipa poros penggerak pengeruk (l d ) dan kemiringan pipa poros penggerak pengeruk terhadap rangka belakang ditcher (θ), ditentukan sebelum menentukan panjang lengan kinematis depan (roda)/ lengan l kd, panjang lengan kinematis belakang (pengeruk)/ lengan l kb, dan jarak antara titik pusat putaran pada pemegang roda dengan titik pusat putaran pada poros penggerak pengeruk (l b). Seperti pada Gambar 23. Lengan kinematis roda (l ) dapat dihitung dengan persamaan: kd l kd = ld sinθ... (1) l d l kd θ Di mana: : jarak antara titik pusat putaran (joint) pada pemegang roda dengan titik pusat putaran pada pipa poros penggerak pengeruk : lengan kinematis sistem pada bagian roda (depan) : kemiringan poros penggerak pengeruk Gambar 24. Skema perhitungan mekanisme lengan ayun (tampak poros penggerak pengeruk, poros tersebut diasumsikam sebagai sumbu z). Putaran yang terjadi (Δα) akibat perubahan ketinggian roda (h d ) ditentukan terlebih dahulu sebelum menentukan lengan kinematis belakang 33

40 (pengeruk). Putaran yang terjadi (Δα) dihitung dengan perhitungan (skema perhitungan pada Gambar 24): y l d sin α d =... (2) kd 1 yd α d = sin... (3) lkd y d' = yd + h d... (4) 1 y d' α d' = sin... (5) lkd Δ α = αd αd'... (6) Di mana: α d y d y d h d α d Δα : sudut awal lengan ayun depan (roda) terhadap sumbu x : ketinggian awal ujung lengan ayun depan (roda) : ketinggian akhir ujung lengan ayun depan (roda) : perubahan ketinggian yang dihasilkan roda sebagai representasi dari ketinggian guludan : sudut akhir lengan ayun depan (roda) terhadap sumbu x : putaran yang terjadi pada poros penggerak pengeruk akibat gerakan naik Putaran yang terjadi pada poros penggerak pengeruk disalurkan ke pengeruk melalui lengan ayun belakang (pengeruk). Karena ketinggian awal ujung lengan ayun belakang terhadap pipa poros penggerak pengeruk (y b ) dan perubahan ketingian pengeruk yang diinginkan (h b ) diketahui, maka lengan kinematis bagian belakang (bagian pengeruk) dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut: y b' = yb + h b... (7) Δ α = αb αb' Δ α = αb αb' ; αb αb' o... (8) Δ α = α b + αb' ; αb αb' < o => αb = αb' Δα... (9) 1 yb α b = sin... (10) lkb 34

41 1 yb 1 yb α b' Δα = sin => αb' = sin + Δα subtitusi (9) dan (10)...(11) lkb lkb 1 y b' 1 yb + hb α b' = sin => α b' = sin subtitusi dengan (7)...(12) lkb lkb 1 yb + hb 1 yb (11) dan (12) => sin = sin + Δα...(13) lkb lkb y b y b α b α b l kb h l b b Di mana: yb = sin sin + Δα... (14) lkb yb + hb 1 l kb yb + h lkb h l b kb b y = l = sin Δα b kb + sinδα... (15) h = sin Δα b ==> kb... (16) : koordinat awal ujung lengan ayun belakang (pengeruk) : koordinat akhir ujung lengan ayun belakang (pengeruk) : sudut awal lengan ayun belakang terhadap sumbu x : sudut akhir lengan ayun belakang terhadap sumbu x : lengan kinematis sistem bagian pengeruk (belakang) : perubahan ketinggian pada pengeruk akibat perubahan ketingian pada roda : jarak antara titik pusat putaran (joint) pada pengeruk dengan titik pusat putaran pada pipa poros penggerak pengeruk Setelah nilai lengan kinematis belakang (l kb ) diperoleh, maka jarak titik pusat putaran pada pengeruk terhadap titik pusat putaran pada poros penggerak pengeruk (l b) dihitung dengan rumus: lkb l b =... (17) sin θ Berdasarkan perhitungan tersebut maka posisi titik pusat putaran pengeruk dapat diprediksikan karena nilai ketinggian (yb) dan jarak titik pusat putaran pengeruk terhadap titik pusat putaran pada poros penggerak pengeruk (l b) sudah diketahui. l 35

42 Diagram kinematik lengan depan (roda) direncanakan adalah 282 mm x 220 mm dan diagram kinematik lengan belakang (pengeruk) 704 mm x 182 mm, dengan kemiringan poros penggerak pengeruk 62 o. Koordinat ujung lengan ayun depan (roda) dan koordinat ujung lengan ayun belakang (pengeruk) akibat perubahan ketinggian roda (h d ) dapat diprediksikan dengan diketahuinya nilai ketinggian awal titik pusat putaran (joint) pada pemegang roda terhadap poros penggerak pengeruk (y d ), nilai ketinggian awal titik pusat putaran (joint) pada pengeruk terhadap poros penggerak pengeruk (y b), nilai lengan kinematis roda (lkd) dan nilai lengan kinematis pengeruk (l kb ) dapat dihitung dengan persamaaan(gambar 24): x d 2 2 = lkd y... (18) d x 2 2 d ' = lkd yd '... (19) x b 2 2 = lkb yb... (20) x 2 2 b' = lkb yb'... (21) y b' = yb + y d' = yd + x d,y d x d,y d x b,y xb b,y b h h b d Di mana:... (7)... (4) : koordinat awal ujung lengan ayun depan (roda) : koordinat akhir ujung lengan ayun depan (roda) : koordinat awal ujung lengan ayun belakang (pengeruk) : koordinat akhir ujung lengan ayun belakang (pengeruk) Posisi awal titik pusat putaran pada pemegang roda (x d,y d ) direncanakan berada 19.4 cm ke arah luar poros penggerak pengeruk dan tinggi (di bawah poros penggerak pengeruk). Sedangkan posisi awal dari ujung lengan ayun belakang (x b,yb) berada pada cm ke arah luar poros penggerak pengeruk dan cm (di bawah poros transmsi). Jika roda naik mengikuti guludan awal maka ujung lengan ayun depan (roda) dapat mencapai 9.53 cm di atas poros penggerak pengeruk dan menyebabkan ujung lengan ayun belakang (pengeruk) bergerak naik setinggi cm dari poros penggerak pengeruk. Pergeseran maksimal roda yang terjadi adalah sebesar 7.14 cm dari posisi awal. 36

43 Sedangkan pergeseran maksimal pengeruk yang terjadi adalah sebesar cm. Penambahan tinggi pengeruk akibat perubahan tinggi roda secara teoritis disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 25. Tabel 2. Penambahan ketinggian pada lengan ayun belakang (h b ) akibat penambahan tinggi lengan ayun depan (h d ) teoritis Lengan ayun belakang Lengan ayun depan (roda) (pengeruk) No hd (cm) x y x y hb (cm) Gambar 25. Gerakan lengan ayun depan (roda) dan belakang (pengeruk) teoritis. 37

44 B. Konstruksi Mekanisme Pengeruk Tanah Gambar 26. Rancangan ditcher drainase dengan mekanisme pengeruk tanah II (ditcher berpengeruk II) Gambar 27. Rancangan ditcher drainase dengan mekanisme pengeruk tanah I (ditcher berpengeruk I). Ditcher berpengeruk II memiliki dua bagian utama yaitu bagian ditcher dan bagian pengeruk tanah. Komponen-komponen dari bagian pengeruk tanah adalah rangka mekanisme, roda mekanisme, pemegang roda, lengan ayun 11 38

45 depan (roda), pipa poros penggerak pengeruk, lengan ayun belakang (pengeruk), dan pengeruk tanah (Gambar 26). Perbandingan konstruksi antara ditcher berpengeruk I dan ditcher berpengeruk II ditampilkan pada Gambar 26, 27, 28. (a) (b) Gambar 28. Perbandingan: ditcher drainase dengan mekanisme pengeruk II/ ditcher berpengeruk II (a) dan ditcher berpengeruk I (b). 1. Rangka Mekanisme Rangka mekanisme terdiri dari tiga bagian utama yaitu rangka mekanisme depan, rangka mekanisme belakang dan rangka kuping. Masing-masing dibuat sepasang yaitu bagian kanan dan kiri. Seluruh rangka mekanisme disambung dan dilas mati dengan rangka ditcher. Fungsi utama rangka mekanisme adalah menahan beban dan momen yang dihasilkan oleh roda mekanisme dan menghubungkan sistem mekanisme lengan ayun dengan rangka utama ditcher. Rangka ditcher merupakan dudukan keseluruhan sistem mekanisme four bar parallel linkage pada bagian pengeruk tanah. Rangka mekanisme depan terdiri dari rangka utama, boss dudukan pin yang dilas dengan batang lengan ayun depan (roda) bawah, dan plat besi penguat. Rangka utama mekanisme terbuat dari bahan besi kanal UNP ukuran 100 mm x 50 mm dengan ketebalan 3 mm dan panjang 300 mm. Rangka mekanisme depan ditcher berpengeruk II (Gambar 29 dan 30.a) dirancang berbeda dengan rangka mekanisme ditcher berpengeruk I (Gambar 30.b). Namun, tetap memiliki fungsi yang sama. Rangka mekanisme depan pada ditcher berpengeruk I yang terbuat dari besi siku ukuran 100x100x3 mm diganti dengan besi kanal UNP ukuran 100x50x3 39

46 mm pada ditcher berpengeruk II. Penggantian besi siku menjadi besi UNP ini dimaksudkan agar rangka lebih kokoh dalam menahan momen sambungan yang terjadi akibat tahanan gelinding roda, gesekan tanah pada pengeruk serta mudahnya bahan diperoleh. Kuping pemegang boss Boss dudukan pin Besi penguat Rangka utama mekanisme depan Gambar 29. Rancangan rangka mekanisme depan ditcher berpengeruk II. (a) (b) Gambar 30. Rangka mekanisme depan ditcher berpengeruk II (a), rangka mekanisme depan pada ditcher berpengeruk I (b). Rangka mekanisme depan dibuat dengan memotong besi UNP sepanjang 300 mm dari bahan yang telah dipersiapkan (bahan besi UNP mengambil dari bahan rangka ditcher). Ujung atas rangka dilas dengan rangka depan ditcher, sedang ujung bawah disatukan dengan kuping pemegang boss dudukan pin (Gambar 29). 40

47 Boss Poros boss Bearing Gambar 31. Rancangan boss dudukan pin pada ditcher berpengeruk II. Mekanisme pin biasa pada ditcher berpengeruk I, yang digunakan sebagai penyambung antara lengan ayun depan (roda) bagian bawah dengan rangka mekanisme depan (yang diasumsikan sebagai joint pada mekanisme four bar parallel linkage) diganti dengan mekanisme pin yang dilengkapi dengan boss/ bantalan sebagai dudukan mekanisme pin tersebut (Gambar 31 dan 32). penggantian ini bertujuan agar pergerakan lengan ayun lebih presisi dibanding dengan mekanisme pin biasa. (a) (b) Gambar 32. Boss dudukan (a) dan bearing pada rumah dudukan mekanisme pin (b). Boss dudukan mekanisme pin terbuat dari besi poros pejal diameter 70 mm dan panjang 150 mm. Boss dilubangi dengan mesin bubut untuk bearing dan poros gerak (pin). Diameter poros bearing adalah 25 mm 41

48 dengan merk NTN. Boss (yang telah disatukan dengan bearing) dilas dengan ujung lengan ayun roda (depan) bagian bawah dan dipasang pada kuping pemegang boss dudukan pin. Pin yang digunakan adalah besi poros pejal berdiameter 25 mm yang ujungnya dibuat ulir. Kuping ini berbentuk menyerupai huruf u dan dibuat dari plat besi dengan tebal 10 mm. Boss dan kuping pemegang boss dikencangkan dengan menggunakan baut (pin) dan mur (Gambar 32). Rangka mekanisme belakang ditcher berpengeruk II tetap menggunakan rangka belakang pada ditcher berpengeruk I (Gambar 33) karena bahan yang digunakan sudah cukup kuat dalam menahan beban dan momen pengeruk, serta posisi penempatan flange bearing (sebagai sambungan antara poros penggerak pengeruk dengan rangka belakang) sudah tepat. Rangka mekanisme bagian belakang terbuat dari besi siku L ukuran 100 mm x 100 mm dengan ketebalan 8 mm. Ujung atas rangka dilas mati dengan rangka belakang ditcher. Untuk pemasangan poros penggerak pengeruk pada rangka mekanisme, maka dipasangkan flange FYH- UCFS205 pada bagian bawah rangka mekanisme belakang (Gambar 33). (a) (b) Gambar 33. Rangka belakang ditcher berpengeruk II: rancangan (a), hasil pembuatan (b). Pada ditcher berpengeruk II, penempatan sambungan (pin) antara lengan ayun belakang (pengeruk) bagian atas dengan rangka belakang dan flange bearing (untuk pemegang poros penggerak pengeruk) tidak disatukan pada rangka mekanisme belakang. Pin 42

49 tersebut ditempatkan pada rangka kuping (Gambar 34). Hal ini disebakan karena diagram kinematik ditcher berpengeruk II lebih dibanding dengan diagram kinematik ditcher berpengeruk I. Rangka kuping terbuat dari dua buah plat besi dengan tebal 10 mm yang dilas pada rangka utama ditcher bagian belakang. Boss dudukan pin yang telah dilas dengan ujung batang lengan ayun belakang, ditempatkan di antara kedua plat ini. Boss tersebut terbuat dari besi poros pejal dengan diameter 70 mm dan panjang 150 mm. Boss dibuat sama seperti pada rangka mekanisme depan. Untuk menambah nilai estetika maka ditambahkan plat besi dengan tebal 4 mm sebagai penutup (Gambar 34.a). Rangka kuping (a) (b) Gambar 34. Rangka kuping ditcher berpengeruk II: rancangan (a), hasil pembuatan (b). 2. Roda Mekanisme Roda mekanisme merupakan sumber tenaga awal pada mekanisme pengeruk. Gerakan roda diharapkan mengikuti profil guludan dengan menggelinding bebas, sehingga roda mekanisme akan menghasilkan gaya angkat dan gerakan naik turun. Roda mekanisme pada ditcher berpengeruk I berada di belakang roda belakang traktor (Gambar 35). Hal ini menyebabkan mekanisme pengeruk tidak bekerja semestinya, di mana guludan yang dilewati roda telah dilintasi roda traktor dan profil guludan awal berubah sehingga pengeruk tidak naik dan turun seperti yang telah direncanakan. 43

50 Roda mekanisme dibelakang roda traktor Gambar 35. Posisi roda mekanisme terhadap roda traktor pada prototipe ditcher berpengeruk I. Roda mekanisme pada ditcher berpengeruk II dirancang berada di luar lintasan roda belakang traktor. Jarak antar ujung dalam roda adalah 2100 mm sedangkan jarak antar ujung luar roda belakang traktor yang digunakan pada PG Jatitujuh adalah 2000 mm. Dengan demikian, roda mekanisme tidak melewati guludan yang dilintasi oleh roda traktor dan mencegah roda mekanisme agar tidak menabrak roda belakang traktor pada saat prototipe ini diangkat dengan tenaga hidraulik trakor pada waktu pengangkutan. Sedangkan ukuran lebar roda mekanisme diperkecil menjadi 200 mm. Besi behel 30 o Boss roda velg (a) (b) Gambar 36. Rancangan roda penggerak mekanisme ditcher berpengeruk II. Roda mekanisme yang baru diambil dari roda mekanisme ditcher berpengeruk I (Gambar 37.c). Pemilihan tersebut dikarenakan diameter sudah tepat, hanya dilakukan beberapa modifikasi. Pemilihan diameter roda 29

51 didasarkan pada pertimbangan di mana jika diameter roda terlalu besar maka roda tidak akan melintasi dasar alur, sedangkan jika terlalu kecil roda akan menggusur tanah guludan, begitu juga jika roda terlalu berat maka roda akan menggusur tanah guludan yang ada di depannya ke depan. Hal ini didasarkan pada pengujian yang telah dilakukan pada ditcher berpengeruk I (Muharam, 2006), dengan diameter dan bobot roda tersebut ternyata mekanisme telah dapat bekerja dengan baik. (a) (b) (c) Gambar 37. Roda mekanisme pada ditcher berpengeruk II tampak atas (a), Roda mekanisme pada ditcher berpengeruk II tampak samping (b), dan roda mekanisme pada ditcher berpengeruk I (c). Roda mekanisme memiliki diameter luar 420 mm dan diameter dalam 412 mm dan lebar 200 mm. Bahan yang digunakan adalah plat tipis dengan tebal 8 mm yang di-roll agar berbentuk lingkaran. Agar dapat dapat menggelinding bebas maka dipasang dua bearing standar NTN 6005 sebagai bantalan gelinding pada kedua sisi boss. Velg roda dipilih besi plat dengan ketebalan 8 mm. Velg diberi 5 buah lubang disekeliling boss dengan masing-masing diameter 100 mm. Boss terbuat dari poros baja 30

52 bahan diameter 70 mm yang dibubut untuk tempat bearing dan lubang poros roda. Diameter lubang poros roda yaitu 25 mm (Gambar 36). Pada permukaan roda mekanisme ditambahkan dengan besi behel diameter 15 mm dengan panjang 250 mm dan dipotong menjadi dua bagian dengan sudut 120 o (Gambar 36 dan 37.a). Besi behel ini dipasang sebanyak 12 buah di permukaan roda dengan jarak antar behel 30 o dari titik poros roda (Gambar 37.b). Penambahan besi behel bertujuan untuk membantu roda agar lebih mencengkram guludan. 1. Pemegang Roda Pemegang roda terdiri dari beberapa bagian utama yaitu poros roda mekanisme, blok baja pemegang roda, besi penguat, dan boss dudukan pin (penyambung antara blok baja pemegang roda dengan lengan ayun roda). Fungsi utama bagian ini adalah untuk meneruskan gerakan naik turun roda ke bagian lengan ayun depan (roda). Poros roda mekanisme yang digunakan mempunyai diameter yang sama dengan poros roda pada ditcher berpengeruk I. Namun, panjang poros diperpendek dan ditambah dengan besi penguat pada atas dan belakang poros. Hal ini bertujuan agar poros roda dapat menahan beban yang diakibatkan oleh roda mekanisme. Poros roda disatukan dengan blok baja dengan cara blok baja dilubangi pada bagian bawahnya. Selanjutnya, poros dimasukan dan dilas tegak lurus dengan blok baja. Sebelum penyatuan, setting dilakukan agar poros roda sejajar dengan sisi luar rangka utama ditcher bagian depan. Sedangkan boss dudukan pin pada blok baja disetting agar sejajar dengan poros penggerak pengeruk. Seperti ditampilkan pada Gambar 38. Poros roda dibuat dari baja poros bahan sepanjang 290 mm dan diameter 25 mm. Pada ujung poros roda, dibuat ulir yang digunakan untuk mengencangkan roda. Poros roda dilas tegak lurus pada blok baja pada ketinggian 61 mm dari dasar blok baja. Agar poros lebih kokoh, maka diperkuat dengan menambahkan dua besi plat berbentuk segitiga setebal 10 mm. Masing-masing ukurannya mengikuti bentuk posisi blok dan poros 31

53 roda mekanisme. Besi penguat ini dipasang di atas dan di samping poros roda (Gambar 38). Lubang tempat boss dudukan pin Blok baja pemegang roda Boss dudukan pin Poros roda mekanisme Gambar 38. Rancangan pemegang roda. (a) (b) Gambar 39. Pemegang roda ditcher berpengeruk II dengan menggunakan blok baja (a), pemegang roda ditcher berpengeruk I hanya menggunakan sebuah besi UNP (b). Blok baja pemegang roda terbuat dari dua buah besi UNP yang disatukan saling berhadapan sehingga membentuk balok. Pada blok baja dibuat lubang sebagai tempat boss dudukan pin (Gambar 38 dan 39.a). Penggunaan blok baja ini ditujukan untuk lebih memperkuat bagian ini yang sebelumnya (ditcher berpengeruk I) hanya digunakan sebuah besi UNP saja (Gambar 39.b). Penggunaan blok juga berfungsi sebagai tempat 32

54 bagi boss dudukan mekanisme pin yang menggantikan mekanisme pin biasa. Blok baja dudukan dibuat dari besi kanal UNP ukuran 75 mm x 35 mm dengan ketebalan 3 mm yang disatukan berhadapan sehingga membetuk persegi dengan dimensi 75 mm x 70 mm. Bahan blok baja diambil dari lengan ayun pada ditcher berpengeruk I ukuran 75x70x3 mm dan dipotong sepanjang 400 mm. kedua ujung blok ditutup plat besi dengan tebal 2 mm. Posisi blok baja ini sejajar dengan poros penggerak pengeruk agar mekanisme four bar parallel linkage dapat bekerja. Posisi tersebut adalah 62 o dari rangka utama ditcher bagian depan. Lubang (sebagai tempat boss dudukan pin) pada blok baja memiliki diameter 60 mm. Lubang berjarak 220 mm antar titik pusat lubang. Titik pusat lubang atas berjarak 80 mm dari ujung atas blok baja. Sedangkan Titik pusat lubang bawah berjarak 100 mm dari ujung bawah blok baja (Gambar 38 dan 39.a). Boss dudukan pin terbuat dari besi poros pejal dengan diameter 60 mm yang dibubut sebagai tempat bearing dan poros gerak (pin). Bearing yang digunakan adalah bearing dengan merk NTN berdiameter poros 20 mm. Boss dudukan pin disatukan dengan bearing. Setelah itu, boss dimasukan dan dilas pada blok baja (Gambar 38). 2. Poros Penggerak pengeruk Poros penggerak pengeruk pada ditcher berpengeruk II tidak berbeda jauh dengan poros penggerak pengeruk pada ditcher berpengeruk I. Pada pengoperasian ditcher berpengeruk I terjadi lentingan akibat beban puntir yang dihasilkan oleh gerakan roda yang dikonversi menjadi gerakan putar. Hal ini mengurangi ketepatan naik pengeruk. Sehingga pada bagian ini poros penggerak pengeruk diperkuat dengan memperbesar diameter pipa poros dari 44.4 mm (pada ditcher berpengeruk I) menjadi 57 mm (Gambar 41). Tinggi poros pengerak mekanisme pengeruk dari ujung pisau ditcher adalah 775 mm. Tinggi ini didasarkan pada tinggi poros tersebut pada prototipe sebelumnya (tinggi poros dari pisau ditcher adalah 600 mm). Pada 33

55 ketinggian 600 mm, poros menghalangi tanah tumpahan dari dari kerja ditcher. Dengan demikian, maka poros dipertinggi sebesar 175 mm. Poros penggerak pengeruk Poros penyambung (a) Pillow block Gambar 40. Rancangan pipa poros penggerak pengeruk (a), Rancangan poros penyambung (b). (b) Gambar 41. Pipa poros penggerak pengeruk. Pipa poros yang digunakan berdiameter luar 57 mm, diameter dalam 42 mm dan panjang 1250 mm. Ujung depan pipa dipasang pada pillow block dan ujung belakang dipasang pada flange bearing (Gambar 40.a). Untuk pemasangan pipa poros penggerak pengeruk pada pillow block dan flange bearing, maka kedua ujung pipa poros penggerak pengeruk dilas dengan besi poros penyambung dengan diameter 45 mm dan panjang total 175 mm. Poros penyambung dibubut sehingga menghasilkan poros bertingkat dengan diameter 25 mm, 45 mm, 42 mm dengan panjang 45 mm, 10 mm, dan 120 mm (Gambar 40.b). Ujung poros penyambung yang 34

56 berdiameter 25 mm dimasukan ke bearing (pillow block dan flange bearing ) dan ujung poros penyambung lainnya dimasukan dan dilas pada pipa poros penggerak pengeruk. Pillow block ditempatkan pada rangka depan ditcher dan flange bearing dipasang pada rangka mekanisme belakang. Kemiringan posisi pipa poros penggerak pengeruk adalah 62 o terhadap rangka utama depan ditcher. 3. Lengan Ayun Mekanisme Lengan ayun ditcher berpengeruk II tidak berbeda jauh dengan lengan pada prototipe sebelumnya. Namun, terdapat modifikasi yang dilakukan antara lain penggantian bahan konstruksi, penggunanaan potongan besi yang ditempatkan pada cekungan UNP lengan ayun, penggunaan besi penguat pada sambungan pada lengan ayun, serta perubahan diagram kinematis lengan ayun. Kuping pada pemegang roda Lengan ayun depan (roda) atas Boss dudukan pin pada rangka mekanisme depan Lengan ayun depan (roda) bawah (a) (b) Gambar 42. Rancangan lengan ayun depan (roda) ditcher berpengeruk II tampak isometri (a) dan tampak depan (b). Bahan konstruksi yang dipilih adalah besi UNP ukuran 100x50 mm tebal 3 mm yang menggantikan besi UNP ukuran 75x35 mm tebal 3 mm yang digunakan pada ditcher berpengeruk I (Gambar 43.b dan 45.b). Penggunaaan UNP yang lebih besar, dimaksudkan agar lengan lebih kuat dalam menerima momen dari roda dan pengeruk karena lengan-lengan ditcher berpengeruk I banyak yang mengalami retakan pada saat pengujian. Retakan-retakan yang terjadi pada lengan ayun dapat menyebakan setting 35

57 yang telah dilakukan pada awal pembuatan berubah dan menyebabkan kinerja alat menurun. Lengan ayun mekanisme mempunyai dua bagian, yaitu bagian lengan ayun depan (roda) dan lengan ayun belakang. Lengan ayun depan (roda) terbagi menjadi lengan ayun depan atas dan bawah. Lengan ayun belakang juga memiliki bagian yang sama dengan lengan ayun depan (roda). Namun, ujung lengan ayun yang dilas dengan pipa poros penggerak pengeruk adalah lengan ayun belakang bawah. Lengan ayun depan (roda) harus mampu menahan momen yang terjadi akibat berat pengeruk dan tahanan gelinding roda. Panjang Lengan ayun depan atas dan bawah adalah 350 mm dan 830 mm. Sedangkan ukuran diagram kinematisnya adalah 282 mm x 220 mm. Ujung lengan ayun depan atas dilas dengan pipa poros penggerak pengeruk untuk meneruskan gaya angkat dari pemegang roda. Sedangkan ujung lengan ayun depan bawah dilas dengan boss dudukan pin pada rangka mekanisme belakang. Hal ini ditujukan untuk menyeimbangkan gerakan turun naik sehingga pergerakan vertikal blok baja pemegang roda akan selalu dalam posisi turun naik secara sejajar. Ujung lain lengan ayun depan atas dan bawah dilas dengan kuping berbentuk huruf u. Kuping ini digunakan sebagai penyambung antara lengan ayun depan dengan bagian pemegang roda(gambar 42 dan 43.a). Kuping blok baja Besi penguat pada lengan ayun (a) (b) Gambar 43. Lengan ayun depan (roda) ditcher berpengeruk II (a), lengan ayun depan (roda) ditcher berpengeruk I (b). 36

58 Lengan ayun belakang (pengeruk) harus mampu menahan momen yang terjadi akibat berat pengeruk dan gaya geser tanah. Panjang total lengan ayun atas dan lengan ayun bawah adalah 921 mm dan 939 mm. Sedangkan ukuran diagram kinematiknya adalah 704 mm x 170 mm. Boss dudukan pin pada pengeruk Lengan ayun belakang (pengeruk) atas Boss dudukan pin pada rangka kuping Lengan ayun belakang (pengeruk) bawah Gambar 44. Rancangan lengan ayun belakang (pengeruk). Ujung lengan ayun belakang bawah dilas dengan pipa poros penggerak pengeruk untuk meneruskan putaran dari pipa poros penggerak pengeruk menjadi gaya angkat pengeruk. Ujung lengan ayun belakang atas dilas pada boss dudukan pin rangka mekanisme kuping untuk menyeimbangkan gerakan sehingga pergerakan vertikal pengeruk akan selalu dalam turun naik secara sejajar. Kedua ujung lengan ayun pengeruk lainnya, dilas dengan boss dudukan pin pada pengeruk (Gambar 44 dan 45.a). Besi penguat pada sambungan las (a) (b) Gambar 45. Perbandingan : lengan ayun belakang (pengeruk) pada ditcher berpengeruk II (a) dan lengan ayun belakang (pengeruk) pada ditcher berpengeruk I (b). 37

59 Untuk mencegah terjadinya retakan dan untuk memperkuat lengan ayun, maka lengan ayun mekanisme ditanam besi potongan yang dilas di dalam cekungan UNP, dan pada lasan antar lengan ayun dipasang besi-besi penguat (Gambar 46). besi tulang dalam lengan ayun Gambar 46. Skema potongan besi penguat pada lengan ayun bagian dalam. 4. Pengeruk Pengeruk terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pengeruk dan bagian pemegang pengeruk. Pengeruk pada ditcher berpengeruk II memiliki desain yang lebih simpel dibanding dengan pengeruk pada ditcher berpengeruk I (Gambar 48). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah menempelnya tanah pada bagian pengeruk dan menggangu jalannya mekanisme. Pengeruk ditcher berpengeruk II berbentuk lurus tidak cekung seperti pada pengeruk lama (Gambar 47). Hal ini disebabkan karena bentuk cekung ini dirasa kurang efektif. Pengeruk terbuat dari dua buah plat besi yang dilas dengan kemiringan 10 o. Besi plat atas dipasang berdiri lurus secara vertikal. Tinggi plat besi atas dan tinggi plat besi bawah adalah 250 mm dan 100 mm dengan panjang 700 mm, dan tebal 6 mm (Gambar 47). Pada ditcher berpengeruk I, pemegang pengeruk (yang berupa kuping tempat pin) disatukan antara pin pengeruk atas dan pin pengeruk bawah. Sedangkan pada ditcher berpengeruk II, pemegang pengeruk (kuping tempat pin) dipisah antara pin (joint) atas dan pin bawah. Pemisahan tersebut dikarenakan pada ditcher berpengeruk II digunakan mekanisme 38

60 boss sebagai dudukan pin di mana mekanisme ini membutuhkan ruang yang lebih besar dibanding dengan mekanisme pin biasa. Fungsi pemegang pengeruk adalah sebagai penyalur gerakan dari lengan ayun belakang (pengeruk) dan sebagai penyesuai kemiringan dari pipa poros penggerak pengeruk sehingga mekanisme four bar parallel linkage dapat bekerja. Plat besi pengeruk atas Pemegang pengeruk Plat besi pengeruk bawah Gambar 47. Rancangan pengeruk tanah. Pemegang pengeruk (a) (b) Gambar 48. Perbandingan pengeruk : pengeruk ditcher berpengeruk II (a) dan pengeruk ditcher berpengeruk I (b). Pemegang pengeruk terdiri dari dua bagian, yaitu: rangka kuping (yang menjadi tempat untuk pemasangan boss dudukan pin) dan boss dudukan pin (yang dilas dengan ujung lengan ayun pengeruk). Boss dudukan pin tersebut terbuat dari besi poros pejal dengan diameter 63 mm dan dilubangi dengan mesin bubut untuk bearing dan poros putar (pin). Bearing yang digunakan adalah bearing dengan merk NTN berdiameter poros 20 mm. Selanjutnya, boss disatukan dengan bearing. Boss atas dan 39

61 bawah mempunyai panjang 100 mm dan 60 mm. Boss bawah ini lebih kecil daripada bagian atas, yang bertujuan untuk menghindari tabrakan antara kuping pemegang boss bawah dengan guludan yang telah dilewati pengeruk ketika pengeruk turun. Boss dilas dengan ujung lengan ayun pengeruk. Sedangkan rangka kuping terbuat dari plat baja dengan ketebalan 10 mm yang dilas pada pengeruk. Boss dan rangka kuping disatukan menggunakan poros pejal berdiameter 20 mm dan dikencangkan dengan sistem mur dan baut. (Gambar 47). 5. Pengunci Mekanisme Pengeruk Tanah Fungsi pengunci mekanisme adalah untuk menahan mekanisme pengeruk tanah (seluruh mekanisme pengeruk, termasuk bagian meaknisme depan dan mekanisme belakang) agar tetap berada di posisi awal pada saat dilakukan transportrasi. Ditcher berpengeruk I tidak menggunakan mekanisme ini, namun menggunakan standar mekanisme (Gambar 49). Standar ini hanya mencegah mekanisme bergerak turun, namun tidak mencegah mekanisme bergerak naik pada saat dilakukan transportrasi. Penempatan standar mekanisme ditcher berpengeruk I (a) (b) Gambar 49. Standar mekanisme pada ditcher berpengeruk I (a), penempatan standar pada mekanisme pengeruk tanah (b). Besi utama pengunci mekanisme pengeruk pada ditcher berpengeruk II terbuat dari besi poros pejal dengan diameter 18 mm dan panjang 500 mm. Sedangkan dua buah besi yang dilas tegak lurus dengan besi utama 40

62 terbuat dari besi poros pejal dengan diameter 18 mm dan panjang 100 mm (Gambar 50(a)). Besi poros utama pengunci mekanisme Penempatan pengunci mekanisme ditcher berpengeruk II (a) (b) (c) Gambar 50. Pengunci mekanisme pengeruk tanah pada ditcher berpengeruk II (a), penempatan pengunci pada mekanisme pengeruk tanah (b), hasil pembutan (c). Pengunci ditempatkan di antara lengan ayun pengeruk bawah kanan dan lengan ayun pengeruk bawah kiri (Gambar 50(b)). Pada lengan ayun pengeruk kanan dan kiri dilas dengan besi dudukan pengunci. Dengan demikian, lengan ayun kanan dan kiri akan berada di posisi awal pada saat transportrasi. B. Pergerakan Lengan Ayun dan Beban Angkat Pada Roda Perubahan posisi roda akan mengubah posisi pengeruk. Perubahan posisi pengeruk ini bersifat dipertinggi. Pengujian dilakukan untuk mengertahui perubahan ketinggian pengeruk akibat perubahan ketinggian pada roda dan 41

63 juga kesesuian terhadap data teoritis. Pengujian tersebut juga mengukur gaya angkat yang dibutuhkan oleh roda untuk menggerakan mekanisme (Gambar 51). Sebelum dilakukan pengukuran gaya angkat roda, Load cell dikalibrasi terlebih dahulu untuk mendapatkan data pengukuran yang mendekati nilai sebenarnya. Kalibrasi Load cell (Gambar 52) dilakukan dengan menimbang beban yang akan dimasukan dalam kantong beban dan kemudian beban dimasukkan ke dalam kantong beban sehingga load cell menampilkan nilai beban dalam mikrostrain (με). Dengan demikian dapat diketahui berat beban per satuan mikrostrain. Load cell Kait untuk mengangkat roda mekanisme Gambar 51. Pengujian lengan ayun menggunakan load cell dan mistar. katrol loadcell kantong beban handy strain meter Gambar 52. Kalibrasi load cell. Data kalibrasi load cell disajikan dan ditunjukkan oleh Gambar

64 Gambar 53. Kurva hasil kalibrasi load cell. Jika suatu pengukuran menggunakan load cell yang sama maka beban sesungguhnya adalah x Nilai x adalah nilai mikrostrain yang terbaca oleh load cell. Pengujian pergerakan lengan ayun tidak dapat dilakukan dengan mengangkat lengan ayun depan (roda) tegak lurus alat. Sehingga pengangkatan roda memiliki sudut kemiringan. Data pergerakan lengan ayun disajikan pada Gambar 54 dan 55. Sedangkan beban angkat roda disajikaan pada Gambar 56. Gambar 54. Grafik gerakan lengan ayun depan (roda) dan belakang (pengeruk) bagian kanan. 43

65 Gambar 54 menunjukan bahwa pengeruk tanah kanan bekerja dengan cukup baik. Naiknya lengan ayun depan (roda) 30 cm, mengakibatkan naiknya lengan ayun belakang (pengeruk) 66.8 cm. Roda mekanisme bergerak maksimal ke arah luar sebesar 8.3 cm kemudian bergerak kembali ke arah dalam sebesar 5 cm. Gerakan kembali ini terjadi pada ketingian 15 cm dari posisi ketinggian awal. Sedangkan pengeruk bergerak maksimal ke arah luar sebesar penggerak 29.1 cm. Beban vertikal yang terjadi pada roda mekanisme kanan semakin meningkat dari ketinggian awal sampai 30 cm dari ketinggian awal dan mencapai beban maksimum seberat N. Peningkatan beban pada roda kanan tidak terlalu bervariasi (Gambar 56). Gambar 55. Grafik gerakan lengan ayun depan (roda) dan belakang (pengeruk) bagian kiri. Pada pengeruk tanah kiri, ketika lengan ayun depan (roda) naik 30 cm, lengan ayun belakang (pengeruk) naik 64 cm (Gambar 55). Roda mekanisme bergerak maksimal ke arah luar sebesar 7.2 cm kemudian bergerak kembali ke arah dalam sebesar 3.5 cm. Gerakan kembali ini terjadi pada ketingian 20 cm dari posisi ketinggian awal. Sedangkan pengeruk bergerak maksimal ke arah luar sebesar penggerak 36.9 cm. Beban vertikal yang terjadi pada roda 29

66 mekanisme kiri semakin meningkat dari ketinggian awal sampai 30 cm dari ketinggian awal dan mencapai beban maksimum seberat N. Peningkatan beban pada roda kiri pada awal pengangkatan lebih berata daripada beban pada roda kanan namun pada ketinggian selanjutnya tidak berbeda jauh (Gambar 56). Perubahan ketinggian pengeruk (h b ) akibat perubahan ketinggian roda (h d ) pada bagian kiri dan kanan menunjukan nilai yang hampir sama dengan nilai perubahan teoritis. Perbedaan tersebut nilainya relatif kecil dan masih dapat ditolelir. Nilai perubahan ketinggian pengeruk kiri dan kanan lebih rendah dari nilai teoritis pada perubahan ketinggian roda dari 25 cm ke 30 cm. Hal ini masih dapat ditolelir karena pada saat pengujian, perubahan ketinggian maksimum pada roda hanya 26 mm. Nilai pergeseran pengeruk pada pengeruk kanan sudah sesuai dengan pergeseran yang diharapkan namun nilai pergeseran pada roda mekanisme menyimpang lebih dari 3 cm dan nilai pergeseran pengeruk kiri menyimpang lebih dari 10 cm dari nilai pergeseran teoritis 40 ketinggian roda (cm) beban (N) beban angkat vertikal pada roda kiri beban angkat vertikal pada roda kanan Gambar 56. Grafik beban angkat vertikal pada roda mekanisme. Penyimpangan ini disebabkan karena pada saat pengujian, gaya pengangkatan roda mekanisme (dengan menggunakan katrol) tidak tegak lurus vertikal di atas roda mekanisme melainkan dilakukan juga penarikan ke arah luar roda (karena pergerakan lengan ayun berbentuk lingkaran tidak lurus 30

67 vertikal) sehingga menyebabkan alat bergeser sedikit ke arah samping yang diikuti pergeseran seluruh komponen termasuk roda mekanisme dan pengeruk ke arah samping luar (lihat kembali Gambar 16, tentang skema pengujian). Perbedaan nilai pergeseran roda tidak berpengaruh secara nyata pada kinerja alat dilapangan karena selisih perbedaan tersebut relatif kecil. Di samping itu, nilai penentu utama kinerja alat adalah perubahan ketinggian pengeruk (h b ) akibat perubahan ketinggian roda (h d ). Pada saat roda melintasi guludan awal, roda mekanisme menyebabkan pemadatan tanah pada lintasannya akibat beban dan beban momen yang berada pada roda. Tekanan yang terjadi ditahan oleh tahanan penetrasi tanah. Pada pengujian kedalaman tanah yang amblas akibat beban angkat roda adalah 4 cm dari permukaan puncak guludan awal. Tekanan pada tanah akibat beban angkat roda dapat dihitung dengan: F P r =... (22) A Di mana: P r : tekanan oleh roda (Pa) F : beban angkat vertikal yang diperlukan pada roda (N) F = N (asumsi beban angkat vertikal roda kanan) dan N (asumsi beban angkat vertikal roda kiri) A : luas bidang kontak roda dengan tanah (m 2 ) Luas roda yang berkontak dengan tanah (A) dapat dihitung dengan (skema perhitungan pada Gambar 57): 31

68 Gambar 57. Skema pemadatan tanah oleh roda mekanisme. A = p x l... (23) α p = 2 πr... (24) r t α = cos... (25) r Di mana: p : bagian roda yang bersinggungan dengan tanah (lihat Gambar 57) dalam m 2 l : lebar roda (m) = 0.2 m α : sudut bagian roda yang bersinggungan dengan dengan tanah r t : jari-jari roda (m) = 0.21 m : kedalaman guludan setelah dilintasi roda mekanisme dari guludan awal (m) = 0.04 m π p = cos 1 = m A = 0.13 x 0.2 = m = kpa (tekanan oleh roda kanan) Pr = = kpa (tekanan oleh roda kiri) Pr = Tahanan penetrasi pada puncak guludan pada ke dalaman 0-5 cm adalah 686 kpa (data pengukuran pada Lampiran 6). Sedangkan nilai tahanan yang dibutuhkan untuk mengangkat roda adalah sebesar kpa (dengan asumsi beban angkat vertikal maksimum, yaitu N) untuk roda kanan dan kpa (dengan asumsi beban angkat vertikal maksimum, yaitu N) untuk roda kiri. Dengan nilai tahanan yang dibutuhkan oleh roda lebih kecil dari tahanan penetrasi tanah pada kedalaman tersebut maka tekanan roda dapat ditahan oleh tanah. 32

69 D. Kinerja Pengeruk Ditcher Berpengeruk II dan Modifikasi Tambahan Kinerja ditcher berpengeruk II diketahui dari uji kinerja ditcher berpengeruk II yang dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, IPB di Leuwikopo. Pengujian dilakukan untuk mengetahui hasil pembuatan saluran drainase yang dibentuk oleh ditcher berpengeruk II. Pengujian ini juga untuk mengetahui apakah mekanisme dapat bekerja dengan baik (keselarasan pergerakan roda mekanisme dengan pengeruk). Pengujian dilakukan dengan menggunakan traktor Deutz bertenaga 70 HP sebagai penariknya (spesifikasi traktor pada Lampiran 8), seperti ditunjukan pada Gambar 58. Gambar 58. Pengujian dengan menggunakan traktor Deutz 70 HP. Gambar 59. Pengujian awal: Pergerakan pengeruk seirama pergerakan roda. 33

70 Pengujian awal dilakukan sebelum dilakukan uji kinerja. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pergerakan roda dan pengeruk bekerja semestinya. Pengujian awal ditcher berpengeruk II menunjukan bahwa mekanisme bekerja dengan baik. Pergerakan pengeruk seirama pergerakan roda (Gambar 59) baik pada bagian kanan dan kiri mekanisme. Pergerakan pengeruk dan roda tidak menggusur tanah ke depan dan menghasilkan guludan yang turun naik (tidak rata) seperti ditunjukan pada Gambar 60. Puncak Guludan Cekungan Guludan Gambar 60. Guludan hasil pengujian awal ditcher berpengeruk II. Uji kinerja ditcher berpengeruk II (Gambar 61) dilakukan setelah dipastikan mekanisme dapat bekerja dengan baik (diketahui dari pengujian awal). Sebelum Uji kinerja, dilakukan pemasangan dan pengaturan ditcher berpengeruk II pada tiga titik gandeng traktor sehingga alat berada pada kondisi datar (bagian kanan/ kiri tidak ada yang tinggi sebelah). Hasil pengujian menunjukkan slip roda traktor yang terjadi cukup tinggi, sehingga terkadang operator traktor menaikan dan menurunkan alat pada saat pengerukan untuk memperingan beban tarik traktor. 34

71 Gambar 61. Uji kinerja ditcher berpengeruk II. Kendala yang ada pada pengujian ini yaitu sebagian tanah di sisi saluran drainase tidak bergerak ke samping luar pengeruk tetapi jatuh kembali ke samping dalam pengeruk, dan masuk ke dalam saluran drainase malang yang dibentuk (Gambar 62 dan 63). Sebagian tanah yang kembali masuk saluran drainase Gambar 62. Guludan hasil pengujian kinerja ditcher berpengeruk II.. 35

72 Tanah masuk dari samping dalam pengeruk Gambar 63. Tumpahan tanah dari sisi guludan. Pengeruk dimodifikasi dengan menambahkan besi plat pada bagian samping dalam pengeruk. Modifikasi ini bertujuan agar mencegah tanah tidak jatuh (turun) ke dalam saluran drainase yang dibentuk melalui samping dalam pengeruk. Plat tersebut dipasang miring terhadap pengeruk (Gambar 64 dan 65) ujung luar plat berjarak 70 mm dari ujung plat pengeruk bawah dan panjang 250 mm. Kemudian di atas plat tersebut diberi penutup besi dengan tebal yang sama. Gambar 64. Rancangan modifikasi dengan plat tambahan pada pengeruk. 36

73 Gambar 65. Pengeruk hasil modifikasi dengan plat tambahan. Kemudian dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah dengan adanya plat tambahan dapat mengurangi tanah yang masuk kembali ke dalam saluran drainase. Pada pengeruk, hanya bagian kanan saja yang diberi plat besi tambahan untuk dibandingkan dengan bagian kiri (yang tidak diberi plat tambahan). Hasil pengujian dengan plat tambahan ini menunjukan bahwa tanah yang masuk melalui samping dalam pengeruk jauh berkurang. Tanah dipaksa (ditahan) oleh plat tambahan samping dalam pengeruk untuk menaiki guludan (Gambar 66 dan 67). Tanah yang masuk dari samping dalam pengeruk kanan berkurang Gambar 66. Tanah yang masuk kembali ke dalam saluran drainase berkurang pada bagian kanan. 37

74 Plat tambahan menahan tanah yang jatuh kembali Gambar 67. Plat tambahan menahan tanah runtuhan yang akan jatuh ke saluran drainase. Hasil pengerukan ditcher berpengeruk II lebih baik dari pengerukan pada ditcher berpengeruk I. Tanah tumpahan ditcher pada cekungan guludan dapat dikeruk oleh mekanisme. Namun terkadang masih terdapat beberapa bagian tanah yang berada pada cekungan guludan. Dari hasil pengamatan, hal tersebut diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: 1) Sebagian tanah lolos melalui belakang bawah plat pengeruk pada saat pengeruk menaiki guludan hal ini karena ketidakmulusan jalannya traktor (untuk meringankan beban tarik alat, maka operator traktor sering menaikkan dan menurunkan alat) dan juga guludan yang dilintasi roda mekanisme tidak mirip dengan guludan yang dilintasi pengeruk ( guludan tidak seragam) 2) Roda menggantung dan tidak menyentuh permukaan cekungan guludan. Hal ini mungkin disebabkan karena; a) operator traktor sering menaik dan menurunkan alat, b) ujung pisau ditcher tidak dapat menusuk tanah dengan kedalaman 10 cm dari permukaan cekungan guludan (karena pengaturan beda tinggi ujung bawah roda mekanisme dengan ujung pisau ditcher adalah 10 cm, maka jika ujung pisau tidak menusuk dengan kedalaman 10 cm mengakibatkan roda mekanisme menggantung), c) cekungan guludan hasil persiapan lahan tidak seragam dan memiliki cekungan yang lebih kecil dari diameter roda mekanisme. 38

75 3) Pengeruk tidak mampu untuk menembus tahanan penetrasi tanah tumpahan kerja ditcher. Tahanan penetrasi tanah pada tanah tumpahan sebelum menembus permukaan cekungan guludan adalah 98 kpa. sedangkan luas bidang kontak tanah adalah m 2 (bidang kontak adalah bidang ujung bawah pengeruk dengan panjang 70 cm dan lebar/ tebal plat bawah pengeruk 0.6 cm). Dengan kondisi tersebut, maka gaya yang dibutuhkan untuk menembus tanah dengan luas bidang kontak tersebut adalah: F = P. A = x = N Pada pengujian, nilai rataan gaya tekan pada pengeruk adalah N (di bawah pengeruk ditempatkan alat penimbang berat, dan diperoleh nilai N, 343 N, dan N). Gaya pada pengeruk tersebut lebih kecil dari gaya yang dibutuhkan untuk menembus tanah. Dengan demikian, tanah terkadang tidak terkeruk habis. 39

76 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Konstruksi mekanisme pengeruk tanah pada ditcher berpengeruk untuk tanaman tebu lahan kering telah dimodifikasi pada bagian: rangka mekanisme, roda mekanisme, pemegang roda mekanisme, poros transmisi, lengan ayun mekanisme, dan pengeruk. 2. Poros penggerak mekanisme pengeruk pada ditcher berpengeruk II tidak menghalangi tanah buangan ditcher. 3. Perubahan ketinggian pengeruk (pengeruk terangkat) akibat dari perubahan ketinggian roda yang melintasi punggung guludan, sudah sesuai dengan perubahan ketinggian yang telah direncanakan. 4. Beban angkat pada roda dapat ditahan oleh puncak guludan. 5. Penambahan plat besi pada samping dalam pengeruk mengurangi tanah yang jatuh kembali dari sisi guludan ke dalam saluran drainase. 6. Ditcher berpengeruk II dapat mengeruk tanah sampai permukaan dasar cekungan guludan, dan memindahkannya ke punggung guludan. Namun, masih terdapat sedikit tanah yang turun kembali ke cekungan guludan. B. Saran 1. Perlu dilakukan pengujian dengan kapasitas traktor yang lebih besar sehingga didapatkan hasil guludan yang lebih baik. 2. Persiapan lahan untuk guludan sedapat mungkin sesuai dengan guludan awal (guludan teoritis). 3. Perlu modifikasi pada pengeruk agar tanah yang dikeruk tidak ada yang lolos melalui bagian bawah pengeruk. 4. Penggantian mekanisme pengeruk tanah dengan mekanisme lain karena mekanisme ini sangat tergantung dengan keseragaman profil guludan awal. Padahal profil guludan di lapangan sangat bervariasi. 70

77 DAFTAR PUSTAKA Bahri, Samsul Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk Untuk Pembuatan Saluran Drainase Pada Budidaya Lahan Kering. Tesis. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bakker H Sugar Cane Cultivation and Management. New York: Plenum Publishers. Budi, Irianta Perencanaan Jadwal Tanam Dan Kebutuhan Pompa Air Pada Areal Perkebunan Tebu Berdasarkan Ketersediaan Air tanah di Daerah Perakaran Tanaman Tebu. Skripsi. Bogor. Jurusan Mekanisasi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Budidaya Tebu. Diakses: 2 Februari 2008 Das, Braja M Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Jakarta: Penerbit Erlangga. Davies BD, Eagle, Finney B Soil Management. Ipswich. Farming Press Four bar parallel linkage. Diakses: 2 Februari 2008 Hardiyanto HC Mekanika Tanah I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Jones CA, Santo LT, Kingston G, Gascho GJ Irrigation of Agricultural crops. Academic Press, Inc. New York. Kepner RA, Barner R, Barger EL Principle of Farm Machinery. Westport Connectitude: The Avi Publishing Company, Inc. Listyanto Evaluasi Parameter Disain Bajak Piring Yang Diputar Untuk Pengeprasan Tebu Lahan Kering. Desertasi. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mandang T, Nishimura I Hubungan Tanah dan Alat Pertanian. JICA- DGHE-IPB PROJECT/ADAET. Bogor. Muharam, Alam Disain Pengeruk Tanah Pada Ditcher Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor. 71

78 Mushofa AA Desain Ditcher Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering. Skripsi. Bogor. Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor. Norton, Robert L Design of Machinery. McGraw-Hill, Inc. New York USA. Ochs WJ, Willardson LS, Camp CR, Donnan WW, Win RJ Design and Operation Of Farm Irrigation Systems. Academic Press, Inc. New York. Prabawa, Sigit Model Pengadaan Alat dan Mesin Budidaya Tebu Bagi Pabrik Gula di Lahan Kering. Tesis. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Produksi Gula. diakses: 24 mei 2008 Saputro OWW Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan dan Modifikasi Furrower Pembuat Bedengan Untuk Budidaya Sayuran. Skripsi. Bogor. Jurusan Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor. Schwab GO, Frevert RK, Edminster TW, Barnes KK Soil and Water Conservation Engineering. New York: John Wiley and Sons, Inc. Sudiatso S Bertanam Tebu. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supriyadi, Ahmad Rendemen Tebu: Liku-liku Permasalahannya. Kanisius. Yogyakarta. Taksonomi Tanaman Tebu. Diakses: 2 Februari 2008 Wardojo dan C. Nugroho Sulistiyo P Konservasi Tanah Pada Budidaya Tebu Di Lahan Kering. Departemen Kehutanan, Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Surakarta. Wijanto Desain Alat Penanam Tebu Mekanis. Tesis. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wilkes, Smith Farm Machinery and Equipment. McGraw-Hill, Inc. New York USA. 72

79 Lampiran 1. Bahan yang digunakan pada pengeruk tanah ditcher berpengeruk II Bahan Ukuran Bagian pada pengeruk DILA II penutup blok baja pemegang roda penutup lengan ayun roda atas tebal 2 mm penutup lengan ayun roda bawah penutup lengan ayun pengeruk bawah penutup lengan ayun pengeruk atas penutup rangka mekanisme kuping plat besi pada pengeruk atas Plat besi tebal 6 mm plat besi pada pengeruk bawah plat besi modifikasi pada pengeruk tebal 8 mm velg roda mekanisme roda mekanisme kuping boss-bearing pada pemegang roda kuping boss-bearing pada rangka mekanisme tebal 10 mm depan kuping boss-bearing pada pemegang pengeruk rangka mekanisme kuping besi penguat bearing pada poros roda mekanisme diameter 25 mm bearing pada rangka mekanisme depan Bearing (NTN) bearing pada rangka mekanisme kuping diameter 20 mm bearing pada blok baja pemegang roda bearing pada pemegang pengeruk diameter 15 mm besi behel pada roda mekanisme poros pada boss-bearing pemegang pengeruk diameter 20 mm poros pada boss-bearing pada blok baja pemegang roda poros roda mekanisme diameter 25 mm poros boss-bearing pada rangka mekanisme depan Poros pejal poros boss-bearing pada rangka mekanisme kuping diameter 45 mm poros penyambung pada pipa poros penggerak pengeruk diameter 60 mm boss pada blok baja pemegang roda diameter 63 mm boss pada pemegang pengeruk diameter 70 mm boss pada rangka mekanisme depan boss pada rangka mekanisme kuping Poros pipa diameter 57 mm pipa poros penggerak pengeruk 75x35 tebal 3 mm blok baja pemegang roda rangka utama mekanisme depan Besi UNP lengan ayun roda atas 100x50 tebal 3 mm lengan ayun roda bawah lengan ayun pengeruk atas lengan ayun pengeruk bawah Besi siku 70x70 tebal 6 mm rangka mekanisme belakang Flange bearing (NTN) Pillow block (NTN) diameter 25 mm diameter 25 mm Bantalan poros penggerak pengeruk dengan rangka belakang mekanisme Bantalan poros penggerak pengeruk dengan rangka utama 73

80 Lampiran 2. perubahan ketinggian lengan ayun depan (roda) dan belakang (pengeruk) teoritis (h d terhadap h b ) lengan ayun depan Δα lengan ayun belakang αd (deg) αb h d y x (deg) (deg) y x h b

81 Lampiran 3. Data pengujian pergerakan ujung lengan ayun depan dan belakang pada ditcher berpengeruk II Lengan roda (cm) pengeruk (cm) ayun Tinggi (y) Geseran (x) Tinggi (y) Geseran (x) hd (cm) tanah poros tanah poros tanah poros tanah poros hb (cm) kiri kanan Keterangan: kolom tanah adalah tinggi/ geseran roda/ pengeruk yang diukur dari dasar tanah (titik acuan adalah dasar tanah) kolom poros adalah tinggi/ geseran roda/ pengeruk terhadap poros penggerak pengeruk 75

82 Lampiran 4. Data pengujian beban angkat roda mekanisme pada ditcher berpengeruk II Lengan ketinggian Pembacaan loadcell Berat Berat Berat vertikal ayun (cm) (με) (kgf) (N) (N) U1 U2 U3 R kiri kanan Dengan menggunakan skema gambar di bawah ini maka beban vertikal pada roda dapat ditentukan dari nilai beban yang terukur. Kemiringan awal pengukuran (α) adalah 25 o, tinggi katrol dari dasar adalah 215 cm, diameter roda mekanisme adalah 42 cm, dan ketinggian awal roda dari dasar adalah 10 cm. Dengan demikian, beban vertikal pada roda dapat ditentukan. 76

83 Lampiran 4. Lanjutan Lengan Ketinggian Pergeseran Beban yang ayun roda (cm) roda (cm) terukur (N) Tinggi terhadap katrol/ yk (cm) Jarak terhadap katrol/ xk (cm) Kemiringan Rantai/ α (der) Beban vertikal roda (N) kiri kanan

84 Lampiran 5. Data kalibrasi load cell beban (kg) berat (με) penambahan total U1 U2 U3 R

85 Lampiran 6. Data tahanan penetrasi tanah pada puncak guludan kedalaman Gaya tekan pada penetrometer tahanan penetrasi (cm) (kgf) (N) (MPa) Rumus : P = F A Di mana: P F A : tahanan penetrasi tanah (Pa) : gaya tekan (N), 1 kgf = 9.8 N : luas bidang penampang kerucut penetrometer A = 2 cm 2 = m 2 79

86 Lampiran 7. Data tahanan penetrasi tanah pada tanah tumpahan di atas cekungan guludan kedalaman Gaya tekan pada penetrometer tahanan penetrasi (cm) (kgf) (N) (MPa) Rumus : P = F A Di mana: P F : tahanan penetrasi tanah (Pa) : gaya tekan (N), 1 kgf = 9.8 N A : luas bidang penampang kerucut penetrometer A = 2 cm 2 = m 2 80

87 Lampiran 8. Spesifikasi traktor DEUTZ Merk : Deutz 7260 Negara Pembuat : Jerman Tenaga : 70 hp Berat : 2430 kg Berat Roda Depan : 930 kg Berat Roda Belakang : 1480 kg Dimensi Traktor Panjang Lebar Tinggi : 3960 mm : 1940 mm : 1800 mm Dimensi Roda Belakang Lebar : 470 mm Tinggi : 378 mm Diameter :1490 mm Lebar Jejak : 500 mm Jarak antar roda (kiri-kanan) :1530 mm Jarak antara roda belakang 81

88 Lampiran 9. Karakteristik tanah (McKyess, 1985) 82

89 Lampiran 10. Sifat-sifat beberapa bahan teknik (Popov E.P, 1994) 83

90 Lampiran 11. Sifat-sifat mekanis standar suatu bahan teknik (Sularso, 1997) 84

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon Saat ini proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam penanaman. Pertama dengan cara Plant Cane dan kedua dengan Ratoon Cane. Plant Cane adalah tanaman tebu

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Alat Penelitian Bahan Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Alat Penelitian Bahan Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai dengan bulan Juli 2006. Identifikasi masalah dilaksanakan di kebun tebu dan divisi teknik Pabrik Gula Jatitujuh,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran Menurut Williams et al. (1993) budidaya sayuran meliputi beberapa kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Budidaya

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flow Chart Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Mulai Studi Literatur Perencanaan dan Desain Perhitungan Penentuan dan Pembelian Komponen Proses Pengerjaan Proses Perakitan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Proses Pembuatan Proses pembuatan adalah tahap-tahap yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil. Dalam proses pembuatan ini dijelaskan bagaimana proses bahanbahan yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Proses Pembuatan Proses pembuatan adalah tahap-tahap yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil. Dalam proses pembuatan ini dijelaskan bagaimana proses bahanbahan yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Alat dan Bahan A. Alat 1. Las listrik 2. Mesin bubut 3. Gerinda potong 4. Gerinda tangan 5. Pemotong plat 6. Bor tangan 7. Bor duduk 8. Alat ukur (Jangka sorong, mistar)

Lebih terperinci

Ditinjau dari macam pekerjan yang dilakukan, dapat disebut antara lain: 1. Memotong

Ditinjau dari macam pekerjan yang dilakukan, dapat disebut antara lain: 1. Memotong Pengertian bengkel Ialah tempat (bangunan atau ruangan) untuk perawatan / pemeliharaan, perbaikan, modifikasi alt dan mesin, tempat pembuatan bagian mesin dan perakitan alsin. Pentingnya bengkel pada suatu

Lebih terperinci

DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: AZMI ASYIDDA MUSHOFFA F

DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: AZMI ASYIDDA MUSHOFFA F DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING Oleh: AZMI ASYIDDA MUSHOFFA F14102039 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F14103078 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2 c = b - 2x = 13 2. 2,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = mm mm = 82 mm 2 = 0,000082 m 2 g) Massa sabuk per meter. Massa belt per meter dihitung dengan rumus. M = area panjang density = 0,000082

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PROYEK AKHIR. dari tanggal 06 Juni sampai tanggal 12 Juni 2013, dengan demikian terhitung. waktu pengerjaan berlangsung selama 1 minggu.

III. METODE PROYEK AKHIR. dari tanggal 06 Juni sampai tanggal 12 Juni 2013, dengan demikian terhitung. waktu pengerjaan berlangsung selama 1 minggu. 24 III. METODE PROYEK AKHIR 3.1. Waktu dan Tempat Proses pembuatan Proyek Akhir ini dilakukan di Bengkel Bubut Jl. Lintas Timur Way Jepara Lampung Timur. Waktu pengerjaan alat pemotong kentang spiral ini

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN (Studi Kasus : Produksi Ditcher Lengan Ayun Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering) Oleh: KETSIA APRILIANNY LAYA F14102099

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam melaksanakan pengujian ini penulis menggunakan metode pengujian dan prosedur pengujian. Sehingga langkah-langkah serta tujuan dari pengujian yang dilakukan dapat sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODE PROYEK AKHIR. Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya pembuatan mesin

BAB III METODE PROYEK AKHIR. Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya pembuatan mesin BAB III METODE PROYEK AKHIR A. Waktu dan Tempat Tempat pembuatan dan perakitan mesin pemotong kerupuk ini di lakukan di Bengkel Kurnia Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 di Laboratorium Daya, Alat, dan Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian Bengkel Metanium, Leuwikopo, dan lahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Iklim

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Iklim TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tanaman tebu (saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Tebu termasuk kelas Monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Gramineae,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

III. METODE PEMBUATAN. Tempat pembuatan mesin pengaduk adonan kerupuk ini di bengkel las dan bubut

III. METODE PEMBUATAN. Tempat pembuatan mesin pengaduk adonan kerupuk ini di bengkel las dan bubut 16 III. METODE PEMBUATAN A. Waktu dan Tempat Tempat pembuatan mesin pengaduk adonan kerupuk ini di bengkel las dan bubut Amanah, jalan raya candimas Natar, Lampung Selatan. Pembuatan mesin pengaduk adonan

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMBUATAN

BAB III METODE PEMBUATAN BAB III METODE PEMBUATAN 3.1. Metode Pembuatan Metodologi yang digunakan dalam pembuatan paratrike ini, yaitu : a. Studi Literatur Sebagai landasan dalam pembuatan paratrike diperlukan teori yang mendukung

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Alat dan Bahan A. Alat dan bahan 1. Mesin las listrik 2. Mesin bubut 3. Gerinda potong 4. Gerinda tangan 5. Pemotong plat 6. Bor tangan 7. Alat ukur (jangka sorong, mistar)

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PELAKSANAAN 3.1 DIAGRAM ALIR PERANCANGAN ALAT PENGEPRES GERAM SAMPAH MESIN PERKAKAS

BAB III METODELOGI PELAKSANAAN 3.1 DIAGRAM ALIR PERANCANGAN ALAT PENGEPRES GERAM SAMPAH MESIN PERKAKAS 28 BAB III METODELOGI PELAKSANAAN 3.1 DIAGRAM ALIR PERANCANGAN ALAT PENGEPRES GERAM SAMPAH MESIN PERKAKAS Langkah-langkah penyelesaian alat mulai dari perancangan hingga pembuatan dapat dilihat pada Diagram

Lebih terperinci

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I Pertemuan ke-6 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Proses Pembuatan Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih dahulu harus mengetahui masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan September- Oktober

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN MESIN

BAB IV PROSES PEMBUATAN MESIN BAB IV PROSES PEMBUATAN MESIN 4.1 Proses Produksi Produksi adalah suatu proses memperbanyak jumlah produk melalui tahapantahapan dari bahan baku untuk diubah dengan cara diproses melalui prosedur kerja

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo, 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Pembuatan Dan Pengujian Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo, Lampung Selatan. Kemudian perakitan dan pengujian dilakukan Lab.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PRODUKSI DAN PENGUJIAN

BAB IV PROSES PRODUKSI DAN PENGUJIAN BAB IV PROSES PRODUKSI DAN PENGUJIAN 4.1 Proses Pembuatan Proses pengerjaan adalah tahapan-tahapan yang dilakukan untuk membuat komponen-komponen pada mesin pemotong umbi. Pengerjaan yang dominan dalam

Lebih terperinci

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA A. Perlengkapan Gambar 1. Drawing Pen ukuran 0,3 dan 0,5 mm 2. Maal 3 mm 3. Penggaris /

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Gempol, PG Sindang Laut, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kebun berupa lahan sawah beririgasi dengan jenis tanah vertisol. Lahan percobaan

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8) III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pelaksanaan penelitian terbagi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK 3.1 Perancangan dan pabrikasi Perancangan dilakukan untuk menentukan desain prototype singkong. Perancangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 16 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah modifikasi alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Dalam proses pembuatan mesin pengupas kulit kentang perlu memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Adapun maksud

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Proses Pembuatan Proses pembuatan adalah tahap-tahap yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil. Dalam proses pembuatan ini dijelaskan bagaimana proses bahan-bahanyang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Proses Pembuatan Proses pembuatan adalah tahap-tahap yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil. Dalam proses pembuatan ini dijelaskan bagaimana proses bahan-bahanyang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Proses Pengerjaan Proses pengerjaan adalah tahapan-tahapan yang dilakukan untuk membuat komponen-komponen pada mesin pembuat lubang biopori. Pengerjaan yang dominan

Lebih terperinci

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F14103101 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Alat dan bahan Peralatan yang digunakan untuk membuat alat troli bermesin antara lain: 1. Mesin las 2. Mesin bubut 3. Mesin bor 4. Mesin gerinda 5. Pemotong plat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di bengkel Apppasco Indonesia, cangkurawo Dramaga Bogor. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor)

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) Radite P.A.S 2, Wawan Hermawan, Adhi Soembagijo 3 ABSTRAK Traktor tangan atau

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Alat dan Bahan A. Alat 1. Las listrik 2. Mesin bubut 3. Gerinda potong 4. Gerinda tangan 5. Pemotong plat 6. Bor tangan 7. Bor duduk 8. Alat ukur (Jangka sorong, mistar)

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH Proses pembuatan rangka pada mesin pemipih dan pemotong adonan mie harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut meliputi gambar kerja, bahan,

Lebih terperinci

BAB III PROSES MANUFAKTUR. yang dilakukan dalam proses manufaktur mesin pembuat tepung ini adalah : Mulai. Pengumpulan data.

BAB III PROSES MANUFAKTUR. yang dilakukan dalam proses manufaktur mesin pembuat tepung ini adalah : Mulai. Pengumpulan data. BAB III PROSES MANUFAKTUR 3.1. Metode Proses Manufaktur Proses yang dilakukan untuk pembuatan mesin pembuat tepung ini berkaitan dengan proses manufaktur dari mesin tersebut. Proses manufaktur merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR Oleh: GINA AGUSTINA F14102037 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DESAIN RODA

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN VISKOSITAS Viskositas merupakan nilai kekentalan suatu fluida. Fluida yang kental menandakan nilai viskositas yang tinggi. Nilai viskositas ini berbanding terbalik

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI

RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN A. ANALISIS PENGATUR KETINGGIAN Komponen pengatur ketinggian didesain dengan prinsip awal untuk mengatur ketinggian antara pisau pemotong terhadap permukaan tanah, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN 4.1 Konsep Pembuatan Mesin Potong Sesuai dengan definisi dari mesin potong logam, bahwa sebuah mesin dapat menggantikan pekerjaan manual menjadi otomatis, sehingga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan

Lebih terperinci