RINGKASAN. Kata kunci: Shorea balangeran Buck, bahan stek, sistem pemangkasan bergulir, tahap pemangkasan dan bibit stek..

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN. Kata kunci: Shorea balangeran Buck, bahan stek, sistem pemangkasan bergulir, tahap pemangkasan dan bibit stek.."

Transkripsi

1 STUDI PERTUMBUHAN TUNAS BIBIT STEK PANGKAS DAN KEMAMPUAN BERAKAR STEK BALANGERAN (Shorea balangeran Burck) DALAM SISTEM PEMANGKASAN BERGULIR KHASBIYANTO DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 2 STUDI PERTUMBUHAN TUNAS BIBIT STEK PANGKAS DAN KEMAMPUAN BERAKAR STEK BALANGERAN (Shorea balangeran Burck) DALAM SISTEM PEMANGKASAN BERGULIR Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor KHASBIYANTO DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 3 RINGKASAN KHASBIYANTO. Studi Pertumbuhan Tunas Bibit Stek Pangkas dan Kemampuan Berakar Stek Balangeran (Shorea balangeran Burck) dalam Sistem Pemangkasan Bergulir. Dibimbing oleh EDJE DJAMHURI dan ATOK SUBIAKTO Pengadaan benih dalam membangun hutan tanaman Dipterocarpaceae seperti balangeran (S. balangeran) dijumpai berbagai kendala antara lain: musim berbunga dan berbuah tidak teratur dan benihnya yang bersifat rekalsitran. Untuk mengatasi masalah tersebut, perbanyakan secara vegetatif melalui stek merupakan salah satu solusi yang tepat. Produksi massa stek untuk jenis cepat tumbuh (fast growing spesies) bergantung pada kebun pangkas sebagai sumber bahan stek. Namun, pengelolaan kebun pangkas meranti di jumpai permasalahan yaitu kemampuan pembentukan tunas yang kurang produktif dan pertumbuhannya lambat, maka dikembangkan teknik produksi bahan stek dengan sistem pemangkasan bergulir. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas dan kemampuan berakar stek dari bibit stek S. balangeran yang di pangkas. Penelitian dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam(P3HKA), Bogor dari bulan Februari - Mei Bahan dan alat penelitian berupa bibit stek balangeran, insektisida, Rootone F, media sekam padi dan media serbuk kulit kelapa, gunting stek, penggaris, sprayer, oven, timbangan analitik, rak pembiakan, sungkup propagasi dan alat tulis. Metode kerja diawali dari proses pemilihan bibit stek, pemangkasan bibit stek, persiapan media stek, pemberian zat pengatur tumbuh, penanaman stek dan pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan dan penyemprotan. Pengamatan terdiri dari tinggi tunas bibit stek pangkas, jumlah tunas bibit stek pangkas, persen berakar stek, panjang akar stek dan berat kering akar stek. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tahap pemangkasan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tunas bibit stek pangkas, persen berakar stek, panjang akar stek dan berat kering akar stek S. balangeran. Namun, tahap pemangkasan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas bibit stek pangkas, dimana setelah dilakukan pemangkasan 2 kali jumlah tunas lebih banyak (5,1 buah) dibanding setelah dilakukan pemangkasan 1 kali (4,1 buah). Penemuan mengindikasikan bahwa bahan stek dari perbanyakan vegetatif S. balangeran dapat juga diperoleh dari pemangkasan ulang (ke-2) bibit di persemaian. Kata kunci: Shorea balangeran Buck, bahan stek, sistem pemangkasan bergulir, tahap pemangkasan dan bibit stek..

4 4 Study on the Shoot Growth of Pruned Planting Stocks and Rooting Ability of Belangeran (Shorea balangeran Burck) Cuttings in the Revolving Cutting Technique. By: Khasbiyanto, Edje Djamhuri, and Atok Subiakto INTRODUCTION: Planting stock production for plantation establishment of dipterocarps species, such as of belangeran (Shorea balangeran Burck) is difficult due to erratic flowering and fruiting season and recalcitrant character of the seeds. For overcoming such problems, vegetative propagation through cutting could be one appropriate solution. For most fast growing species, mass cutting production depends on hedge orchard as a source of cutting material. However, management of dipterocarps hedge orchard is problematic due to low shoot formation ability and slow shoot growth. Therefore, a technique of cutting material production was introduced using revolving cutting technique. The objectives of this research were to study the effect of pruning on the shoot growth of pruned planting stocks, and to study the rooting ability of cuttings from pruned S. balangeran planting stocks (ortet). MATERIALS AND METHOD: The research was conducted in Research and Development Center for Forest and Nature Conservation (P3HKA), Bogor, from Februari May Research materials and equipments were: nursery raised seedling as the source of cutting material, insecticide, Rootone-F, rice husk media, coconut shell dust media, twig cutter, ruler, sprayer, oven, analytic weighting scale, propagation racks, propagation boxes, and writing materials. Research procedure was started with selection of planting stocks as cutting material source, pruning of the planting stocks (ortet), preparation of cutting media, application of growth regulator, planting of cuttings, and maintenance (watering, weeding, fertilizer application, and spraying). The observed variables included shoot height of the pruned planting stocks, number of shoot of pruned planting stocks, rooting percentage of the cuttings, root length of the cuttings, and root dry weight of the cuttings. The experiment was designed by using Completely Randomized Design (CRD). RESULT AND CONCLUSION. Pruning did not give significant effect on height of shoot of the pruned planting stocks, rooting percentage of the cuttings, root length of the cuttings, and root dry weight of belangeran cuttings. However, pruning give significant effect on number of shoots of pruned planting stocks, where after two times of pruning, number of shoot was 2 times greater (5.1 shoots) than that of one time of pruning (4.1 shoots). The findings indicated that, cutting materials of belangeran vegetative propagation could be obtained from repeated pruning (second pruning) of planting stocks in nursery. Keywords : Shorea balangeran Burck, material cuttings, revolving cutting technique, pruning, planting stocks.

5 5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pertumbuhan Tunas Bibit Stek Pangkas dan Kemampuan Berakar Stek Balangeran (Shorea Balangeran Burck) dalam Sistem Pemangkasan Bergulir adalah benar - benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2008 Khasbiyanto NRP E

6 6 Judul Skripsi : Studi Pertumbuhan Tunas Bibit Stek Pangkas dan Kemampuan Berakar Stek Balangeran (Shorea balangeran Burck) dalam Sistem Pemangkasan Bergulir Nama : Khasbiyanto NIM : E Menyetujui: Komisi Pembimbing, Ketua, Anggota, Ir. Edje Djamhuri Ir. Atok Subiakto, M. App.Sc. NIP NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. NIP Tanggal lulus :

7 7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 2 Januari 1982 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Ahmad Solihin Solat dengan Samilah. Penulis memulai jenjang pendidikan formal pada tahun 1989 di SDN III Klapagading Banyumas dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN I Jatilawang Banyumas dari tahun 1996 sampai dengan tahun Selanjutnya tahun 1999 melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Jatilawang Banyumas dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai pengurus Asrama Sylvasari Mahasiswa IPB( ), DKM Ibaadurrahmaan ( ), Organisasi Mahasiswa Daerah Ikamahamas (Ikatan Mahasiswa Banyumas IPB) tahun ( ) dan panitia Temu Manajer Jurusan Manajemen Hutan tahun Selain itu penulis juga melakukan praktek di bidang kehutanan yakni Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Banyumas Barat dan Banyumas Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dan KPH Ngawi Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada tahun 2005 dan juga penulis melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukawening, Bogor pada tahun Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Studi Pertumbuhan Tunas Bibit Stek Pangkas dan Kemampuan Berakar Stek Balangeran (Shorea Balangeran Burck) dalam Sistem Pemangkasan Bergulir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (P3H&KA) Bogor dibawah bimbingan Ir. Edje Djamhuri dan Ir. Atok Subiakto, M. App. Sc.

8 8 KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-nya sehingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Judul penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2007 adalah Studi Pertumbuhan Tunas Bibit Stek Pangkas dan Kemampuan Berakar Stek Balangeran (Shorea Balangeran Buck) dalam Sistem Pemangkasan Bergulir. Atas selesainya penyusunan karya ilmiah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Ir. Edje Djamhuri dan Bapak Ir. Atok Subiakto, M. App. Sc. selaku dosen pembimbing atas segala arahan, saran dan bimbingannya. 2. Dosen penguji perwakilan dari Departemen Hasil Hutan, Ibu Ir. Rita Kartikasari, M.Si. dan dosen penguji perwakilan dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.ScF. 3. Ayahanda Ahmad Solihin Solat dan almarhum Ibunda Samilah yang telah memberikan rasa kasih sayang dan do anya. 4. Kakak dan adik serta keponakan atas segala bentuk bantuan motivasi dan do anya. 5. Kader DKM Ibaadurahmaan yang selalu memberi semangat tausiah dan do a selama penelitian sampai selesainya penyempurnaan skripsi. 6. Pegawai dan staf Komatsu P3HKA atas seluruh masukan dan bantuannya. 7. Sahabat sahabat terbaik di kampus dan saudara-saudaraku di Asrama Sylvasari tercinta yang telah memberi warna kehidupan bagi penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi mahasiswa kehutanan. Bogor, Juli 2008 Penulis

9 9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Manfaat Penelitian Hipotesis... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Shorea balangeran Burck Sifat botanis Kegunaan Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Teknik Stek Sistem KOFFCO Sistem Pemangkasan Bergulir BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran Pengamatan Parameter Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran... 22

10 Rancangan Percobaan Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran Pembahasan Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 48

11 11 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Jadwal penyiraman stek S. balangeran Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap jumlah tunas bibit stek S. balangeran Hasil uji Duncan pengaruh tahap pemangkasan terhadap jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap persen berakar stek S. balangeran Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap panjang akar stek S. balangeran... 36

12 12 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Mekanisme teknik stek sistem KOFFCO Skema sistem pemangkasan bergulir Keadaan bibit stek S. balangeran di lokasi persemaian Kondisi pencampuran media tumbuh stek S. balangeran Metode pemotongan bahan stek Shorea balangeran Grafik pertumbuhan tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Histogram tinggi tunas rata-rata bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Grafik uji kenormalan galat untuk data tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Grafik perkembangan jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Histogram jumlah tunas rata-rata bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Grafik uji kenormalan galat untuk data jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Histogram rata-rata persen berakar stek balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Grafik uji kenormalan galat untuk data persen berakar stek S. balangeran setelah dilakukan pemagkasan 1 kali dan 2 kali Keberhasilan Stek S. balangeran dalam membentuk akar Histogram rata-rata panjang akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Grafik uji kenormalan galat untuk data panjang akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Histogram rata-rata berat kering akar S. balangeran setelah dilakukan dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Grafik uji kenormalan galat untuk data berat kering akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali... 37

13 Posisi tunas yang muncul pada bibit stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Penampang stek S. balangeran dalam peningkatkan biomassa akar stek... 44

14 14 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Rekapitulasi data penelitian pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Rekapitulasi data penelitian pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran Pertumbuhan tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali untuk setiap periode pengamatan Pertumbuhan tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 2 kali untuk setiap periode pengamatan Pertumbuhan jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali untuk setiap periode pengamatan Pertumbuhan jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 2 kali untuk setiap periode pengamatan... 60

15 15 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Balangeran (S. balangeran) adalah salah satu jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae yang umumnya tumbuh di hutan rawa gambut. Oleh karena itu, balangeran dikenal sebagai meranti rawa. Jenis kayu ini didunia perdagangan disebut juga dengan nama meranti merah. Pada pengelolaan hutan tropis, jenis - jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae memiliki peran yang penting baik secara ekologis maupun ekonomis karena merupakan salah satu suku yang mendominasi hutan tropis di Indonesia. Pengelolaan hutan alam Dipterocarpaceae secara lestari mutlak diperlukan untuk menjamin kelestarian ekonomi, ekologi dan sosial dimasa yang akan datang. Sampai saat ini, pemanfaatan kayu dari suku Dipterocarpaceae masih tertumpu pada hutan alam, dimana kondisi hutan alam saat ini sangat memprihatinkan, sehingga makin sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri perkayuan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu adanya program pembangunan hutan tanaman Dipterocarpaceae. Dalam membangun hutan tanaman Dipterocarpaceae, dijumpai kendala dalam pengadaan benih. Hal ini disebabkan musim berbunga dan berbuah jenis - jenis Dipterocarpaceae tidak teratur, terkadang bervariasi hingga 4-5 tahun, benih yang dihasilkan tidak dapat disimpan lama karena teknik penyimpanan, sementara daya kecambahnya menurun dengan cepat karena bersifat rekalsitran (Yasman & Smits 1988). Untuk mengatasi masalah tersebut teknik perbanyakan secara vegetatif merupakan solusi yang tepat. Salah satu metode pembiakan vegetatif yang telah berhasil ditangani untuk jenis - jenis meranti adalah stek. Keunggulan perbanyakan melalui stek adalah hasilnya homogen, dapat diproduksi secara masal, teknik pelaksanaan mudah, dapat memperbanyak genotipa - genotipa unggul dan dapat dilakukan setiap saat.

16 16 Perbanyakan bibit jenis meranti melalui stek tidak lepas dari keberadaan pembangunan kebun pangkas sebagai unit produksi tunas (bahan stek). Akan tetapi, berdasarkan pengalaman pengelolaan kebun pangkas meranti di lapangan, masih terdapat beberapa kendala yaitu kemampuan bertunas meranti yang kurang produktif dan pertumbuhannya lambat. Sehubungan dengan hal tersebut kemudian dikembangkan teknik produksi tunas (bahan stek) dari bibit meranti tanpa kebun pangkas yaitu dengan sistem pemangkasan bergulir. Menurut Sakai dan Subiakto (2007), beberapa keunggulan sistem pemangkasan bergulir adalah dapat menjamin bahan stek berasal dari induk yang masih muda (juvenil), tidak memerlukan kebun pangkas, praktis dan dapat mengurangi biaya operasional bila dibanding sistem kebun pangkas. Sistem pemangkasan bergulir cocok untuk diterapkan pada jenis-jenis pohon yang kemampuan bertunasnya rendah seperti jenis-jenis meranti. Resiko pemangkasan pada bibit muda dapat berakibat kematian, namun dari hasil uji coba menunjukkan bahwa kematian bibit rendah. Teknik sistem pemangkasan bergulir berhasil diuji coba pada jenis S. leprosula dan S. selanica yang menunjukkan bahwa dari 2500 bibit yang dipangkas hanya terdapat kematian sebanyak 12 bibit atau 0,5 % dari bibit yang dipangkas dengan persen berakar stek masing-masing sebesar 89 % dan 83 % (Subiakto et al. 2001). Pada saat ini penerapan teknik pemangkasan bergulir pada bibit stek S. balangeran belum ada laporan, terutama pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan bibit stek pangkas dan kemampuan berakar stek. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian tentang pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan bibit stek pangkas dan kemampuan berakar stek S. balangeran dalam sistem pemangkasan bergulir Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek S. balangeran yang dipangkas. 2. Mengetahui pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek dari bibit stek S. balangeran yang dipangkas.

17 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang prospek penggunaan bahan stek jenis S. balangeran dari bibit persemaian dengan sistem pemangkasan bergulir Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Terdapat perbedaan pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran yang telah dipangkas 1 kali dan dipangkas 2 kali. 2. Terdapat perbedaan kemampuan berakar stek yang berasal dari bibit stek pangkas S. balangeran yang telah dipangkas 1 kali dan dipangkas 2 kali.

18 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Shorea balangeran Burck Sifat botanis S. balangeran mempunyai nama daerah: balangeran, kawi, kelansau, tumi, kahoi (Kalimantan) dan melangir (Bangka, Belitung). Balangeran (S. balangeran) merupakan salah satu jenis dari famili Dipterocarpaceae yang sering hidup berkelompok di hutan rawa gambut. Oleh karena itu, balangeran juga sering disebut dengan meranti rawa. Daerah penyebarannya meliputi Brunai Darussalam, Serawak dan Kalimantan (Borneo). Selain tumbuh di daerah rawa, balangeran juga memiliki sifat fenologi yang unik apabila dibandingkan dengan jenis jenis Dipterocarpaceae lainnya. Pada umumnya jenis-jenis Dipterocarpaceae memiliki siklus berbunga masal tidak teratur. Balangeran (S. balangeran) musim berbunga dan berbuah tidak terjadi setiap tahun dan sangat dipengaruhi keadaan iklim setempat. Pengamatan buah masak sering kali dilakukan bersamaan dengan jenis-jenis lain dari suku Dipterocarpaceae yaitu bulan Februari-April (Martawijaya et al. 1989, Newman et al. 1999). Balangeran (S. balangeran) memiliki habitus berupa pohon berperawakan sedang, berbatang utama lurus dengan tinggi pohon mencapai 30 m dan berbanir mencapai tinggi 1,2 m. Tajuk pohon tipis dan terbuka, hijau dan kekuningan. Ranting berbentuk bundar telur dan lancip, tangkai daun memiliki panjang 1,3-2,3 cm, daun mempunyai bentuk jorong atau bundar telur hingga melanset, berukuran 7-12,8 cm x 3,1-6,8 cm, ujung lancip pendek, pangkal memundar, permukaan atas bila mengering coklat lembayung, coklat kuning, permukaan bawah bila mengering coklat kekuningan. Pertulangan sekunder, mula-mula lurus, melengkung di dekat tepi daun atau melengkung di seluruh panjangnya, sedangkan pertulangan tersier tegak lurus atau diagonal. Bunga meliputi bagian benang sari, kelopak buah dengan tiga sayap dengan ukuran panjang sekitar 2,6-3,6 cm x 0,7-0,8 cm, dua sayap ukuran pendek sekitar 1,2-1,5 cm x 0,2-0,3 cm (Newman et al. 1999).

19 19 Buah balangeran (S. balangeran) berbentuk bulat berukuran sekitar 5 6 mm x 3-5 mm dan berwarna kecoklatan. Buah memiliki sayap yang berwarna merah pada buah muda dan berubah menjadi coklat setelah buah masak. Sayap buah berbentuk seperti spatula yang tipis. Pada buah masak, sayap menjadi kering sehingga mudah terlepas dari buahnya (Leppe & Tata 1997). Balangeran merupakan sumber utama meranti merah dan jenis kayu dengan kelas awet (I - II) serta kelas kuat II sehingga kayu balangeran sering digunakan sebagai balok atau papan bangunan, jembatan, lunas perahu dan tiang listrik (Martawijaya et al. 1989) Kegunaan Kayu balangeran (S. balangeran) dapat digunakan untuk gelagar dan papan pada bangunan rumah dan jembatan, untuk lunas perahu, dan juga untuk umpak di tanah dan tiang - tiang jembatan. Dari pohon ini dapat dihasilkan damar yang berwarna coklat (Martawijaya et al. 1989) Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Teknik perbanyakan tanaman mempunyai peranan penting dalam program pembangunan hutan tanaman, terdiri dari perbanyakan secara generatif dan vegetatif. Cara perbanyakan vegetatif menggunakan bahan tanaman bukan dari biji melainkan dari bagian vegetatif tanaman induk. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara stek, cangkok, okulasi, penyambungan dan kultur jaringan. Menurut Djamhuri et al. (1989), alasan alasan dilakukannya pembiakan vegetatif adalah: a) Tanaman tertentu hanya menghasilkan biji sedikit dan masa berbuahnya tidak teratur. b) Biji yang dihasilkan tanaman tertentu sukar berkecambah. c) Dapat dilakukan penggabungan beberapa karakter yang baik pada satu individu tanaman. d) Jenis jenis tanaman tertentu lebih ekonomis bila dibiakan secara vegetatif. Stek adalah pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari pohon induk dimana apabila ditanam dalam kondisi yang menguntungkan untuk beregenerasi, akan berkembang menjadi tanaman yang sempurna (Soerianegara & Djamhuri 1979).

20 20 Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), penyetekan dapat didefinisikan sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar bagian bagian tersebut membentuk akar. Pembiakan vegetatif cara stek umumnya untuk menanggulangi tanaman - tanaman yang tidak mungkin diperbanyak dengan biji, melestarikan klon tanaman yang unggul dan juga memudahkan atau mempercepat perbanyakan tanaman. Menurut Yasman dan Smits (1988), keuntungan dari sistem stek antara lain adalah hasilnya homogen, dapat diproduksi dalam jumlah dan waktu yang diinginkan, dan dapat memperbanyak genotipa-genotipa yang baik dari suatu jenis pohon. Hampir semua bahan tanaman dapat dipakai sebagai stek, tetapi yang sering dipakai adalah batang muda yang subur, karena bagian ini mempunyai cukup jaringan yang belum terdeferensiasi yang memungkinkan mudahnya terjadi deferensiasi primordia akar serta mempunyai tunas yang sudah atau siap terbentuk. Mudah tidaknya stek berakar tergantung pada jenisnya. Ada yang mudah sekali berakar cukup dengan medium air saja, tetapi banyak pula yang susah berakar, bahkan tidak berakar walaupun dengan perlakuan khusus. Kesuburan dan banyaknya akar yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh asal bahan steknya yaitu bagian tanaman yang dipergunakan, keadaan tanaman yang diambil stek dan keadaan luar waktu pengambilan. Menurut Yasman dan Smits (1988), dasar pengambilan bahan dasar stek adalah bibit yang bersifat juvenil/muda. Bahan stek meranti yang bersifat juvenil dapat diambil dari tanaman induk di persemaian atau dari bibit yang berumur kurang lebih satu tahun atau maksimal 5 tahun. Subiakto dan Sakai (2007), bahan stek yang baik digunakan untuk membuat stek meranti adalah tunas orthotrop dari tanaman yang masih menghasilkan tunas juvenil. Sedangkan tunas menyamping (plagiotrop) tidak digunakan dalam pembuatan stek, karena tunas akan tumbuh menjadi horizontal seperti cabang. Jenis-jenis meranti pada umumnya masih dapat menghasilkan tunas juvenil sampai dengan umur 4 tahun abila dirawat dengan baik. Di Wana Riset telah dicoba stek dari S. ovalis, S. pauciflora, S. smithiana, S. laevis, S. lamellata, D. cornutus, D. humeratus, D. grasilis, D. tempehes dan H. mangarawan dari pohon tua (diameter 30-an). Dari percobaan

21 21 tersebut, jenis S. ovalis, S. pauciflora, S. smithiana, S. lamellata, S. laevis dan D. tempehes menghasilkan persen berakar antara 0-80% (Yasman & Smits 1988). Stek pucuk Dipterocarpaceae yang diambil adalah tunas orthotrop (tunas yang tumbuh vertikal), bukan plagiotrop (tunas yang tumbuh kesamping atau cabang). Alasan pemilihan tunas orthotrop karena apabila stek dari tunas plagiotrop hampir selalu tumbuh ke arah samping atau membentuk cabang. Bibit yang berasal dari tunas orthotrop pertumbuhan arsitekturnya sama dengan pohon asalnya (model arsitektur Dipterocarpaceae). Alasan lain adalah bahwa bibit Dipterocarpaceae yang diinginkan adalah pertumbuhan batang lurus. Oleh karena itu, pengambilan stek dari tunas orthotrop perlu memperhatikan tahap - tahap pertumbuhannya, dimana hampir semua jenis Dipterocarpaceae tumbuh secara ritmis. Artinya selama waktu tertentu tidak terbentuk daun baru, kemudian setelah waktu istirahat ini beberapa daun baru muncul dan terbentuk batang baru yang cukup panjang pada sumbu pokok. Selama proses pembentukan daun belum selesai dan daun paling atas masih belum cukup kuat maka tidak boleh diambil stek dari pucuk/bibit tersebut. Jadi sebaiknya bahan yang diambil dari pucuk yang dalam keadaan istirahat (Leppe & Smits 1988). Stek yang dilakukan pada bagian bawah tanaman seperti stek akar bertujuan untuk mengoptimalkan pembentukan sistem bagian atas tanaman. Sementara stek pucuk dan stek batang untuk mengoptimalkan pembentukan sistem perakaran baru. Sedangkan stek daun bertujuan untuk pembentukan sistem perakaran dan batang tanaman (Rochiman & Harjadi 1973). Berhasilnya pembiakan vegetatif dengan cara stek ditandai dengan munculnya akar pada stek. Untuk pembentukan akar pada stek diperlukan kondisi lingkungan yang optimal seperti pengaturan suhu, kelembaban, intentitas cahaya (Astuti 2002). Proses pembentukan akar dimulai dengan bekas pemotongan bahan stek yang menimbulkan luka yang berakibat sel-selnya menjadi rusak, sel-sel yang dekat dengan sel-sel yang rusak akan mengalami dediferensiasi dengan mengadakan mitosis (perbanyakan sel) kemudian terbentuk sel-sel yang bersifat parenkimatis yaitu kalus. Kalus yang terbentuk berinisiasi membentuk primordia akar yang akhirnya membentuk akar baru(hartmann & Kester 1983).

22 22 Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), proses pembentukan akar stek sebagai berikut: sel-sel meristem yang terletak diantara atau diluar jaringan pembuluh akan membelah diri, kemudian merangsang membentuk kembali lebih banyak sel-sel yang nantinya berkembang menjadi bakal akar. Sebagian dari sel yang membelah akan membentuk ujung akar yang tumbuh terus melewati jaringan kortek dan epidermis dan muncul di bagian batang menjadi akar adventif. Keberhasilan perkembangan stek dipengaruhi oleh faktor dalam tanaman (internal) dan faktor luar (eksternal) yang terdiri dari faktor lingkungan dan pelaksanaan. A. Faktor dalam (internal) adalah 1. Macam bahan stek Pada umumnya bahan stek dari bagian vegetatif tanaman (akar, batang dan daun) mudah berakar dalam waktu yang relatif singkat dengan keadaan sekeliling yang menguntungkan (Rochiman & Harjadi 1973). 2. Umur bahan stek Menurut Moko (2004) bahwa stek dari tanaman yang berumur muda akan lebih mudah berakar daripada tanaman yang lebih tua. Karena kemampuan pembelahan sel dari tanaman yang telah tua mulai menurun, sehingga bahan stek yang diambil dari jaringan tua akan mengalami kesulitan dalam pembentukan akar primordia. Penurunan kemampuan pada jaringan tanaman tua karena berkurangnya kandungan fenol yang berfungsi sebagai kofaktor auksin. Auksin berperan sebagai senyawa yang memacu inisiasi akar. Selain itu jaringan tua secara anatomi telah terbentuk sel schlerenchym yang menghambat insiasi akar. Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), apabila stek tersebut sangat muda dan lunak maka proses transpirasi menjadi sangat cepat dan akhirnya stek menjadi kering dan akhirnya mati. 3. Adanya tunas dan daun pada stek Pada beberapa jenis tanaman kehutanan pembentukan akar stek tidak akan terjadi jika seluruh tunas dihilangkan atau tunas-tunas dalam keadaan dorman. Adanya tunas pada stek sangat diperlukan karena pemberi auksin dari luar untuk mendorong perakaran. Adanya daun pada stek berfungsi

23 23 sebagai material nutrisi tertentu yang berpengaruh terhadap pembentukan akar terutama karbohidrat dan auksin, karena daun berpengaruh dalam fotosintesis dan penghasil auksin (Rochiman & Harjadi 1973). Akan tetapi, menurut Wudianto (1993), jumlah daun yang terlalu banyak akan menghambat pertumbuhan akar stek, karena daunnya juga akan mengalami proses penguapan yang cukup besar. Oleh karena itu, daun pada stek cukup satu atau dua helai daun saja lalu kemudian memotongnya 1/3-1/2 bagian. 4. Kandungan bahan makanan stek Persediaan bahan makanan terutama karbohidrat dan nitrogen sangat mempengaruhi perkembangan akar dan tunas stek. Karbohidrat merupakan hasil fotosintesis yang dilakukan oleh daun dan disimpan pada seluruh bagian vegetatif tanaman sebagai cadangan makanan. Keberadaan jumlah yang cukup juga dibutuhkan untuk mekanisme dan perangsang pembentukan akar. Stek yang batangnya berwarna kehijau-hijauan mengandung kandungan karbohidrat yang cukup dan nitrogen yang tinggi akan menghasilkan akar sedikit tetapi tunas yang dihasilkan banyak. Stek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan mempermudah terbentuknya akar dan tunas stek (Rochiman & Harjadi 1973). 5. Pembentukan kalus Pembentukan akar didahului adanya pembentukan kalus. Pembentukan ini berguna untuk menutupi luka di permukaan stek sehingga dapat mencegah busuk stek (Rochiman & Harjadi 1973). B. Faktor luar (eksternal) 1. Media tumbuh perakaran Jenis media tumbuh yang digunakan akan berpengaruh terhadap kemampuan stek untuk berakar. Media tumbuh stek sebaiknya memiliki ph 4,5-7 dari bahan longgar tetapi harus dapat menahan kelembaban serta memberi aerasi dan draenasi yang baik, bebas dari cendawan dan bakteri yang menyerang stek (Rochiman & Harjadi 1973). Menurut Hartmann dan Kester (1983) bahwa media tumbuh perakaran stek harus mempunyai tiga fungsi yaitu menahan bahan stek agar tetap berada dalam tempatnya, menyediakan dan menjaga kelembaban yang dibutuhkan stek dan untuk

24 24 penetrasi udara ke bagian dasar stek. Sementara menurut Moko (2004) bahwa media tumbuh yang baik untuk penyetekan adalah vermikulit, gambut dan pasir, selain itu media berasal dari serbuk kulit kelapa dan sekam padi. Media campuran serbuk kulit kelapa dan sekam padi merupakan media tumbuh ideal, karena memberikan persen berakar stek yang cukup tinggi untuk jenis meranti. Penggunaan media serbuk kulit kelapa dan sekam padi dengan persen berakar stek sebesar 95,6 % pada S. acuminata. Sementara hasil penelitian Rusmayasari (2006), penggunaan media campuran serbuk kulit kelapa dan sekam padi pada S. selanica menghasilkan persen berakar stek diatas 80 %. 2. Temperatur udara Temperatur udara yang optimum untuk merangsang pembentukan primordia akar pada jenis tanaman berbeda-beda. Kisaran suhu lingkungan yang baik untuk merangsang pembentukan akar stek adalah 29 0 C, sedangkan temperatur media tumbuh stek adalah 24 0 C. Temperatur udara berpengaruh terhadap terbentuknya kalus yang merupakan bakal terbentuknya akar. Temperatur udara yang tinggi akan berakibat intentitas cahaya yang tinggi sehingga akan mempercepat proses transpirasi dan kelembaban udara akan turun. Meningkatnya temperatur udara akan berakibat rusaknya sel pada jaringan batang stek (Rochiman & Harjadi 1973). 3. Kelembaban udara Kelembaban udara termasuk salah satu faktor penting dalam pembentukan akar stek. Kelembaban udara pada stek sebaiknya dipertahankan berada diatas 90% terutama sebelum stek mampu membentuk akar. Namun jika kelembaban udara tinggi sementara kondisi perakaran tidak steril akan memacu perkembangan mikroba patogen yang dapat mematikan bahan stek, oleh karena media perakaran harus disterilkan terlebih dahulu. Untuk kelembaban rendah, stek akan mati karena stek miskin dalam kandungan air sehingga pada kelembaban rendah stek akan kering sebelum membentuk akar. Pengambilan air sangat menentukan dalam pertumbuhan stek dengan jalan transpirasi dibatasi dengan kelembaban udara yang tinggi sehingga dapat

25 25 mempertahankan stek dari kekeringan dan kematian sebelum stek tersebut membentuk akar (Hartmann & Kester 1978). 3. Intentitas cahaya Stek memerlukan pengaturan intentitas dan durasi cahaya yang sesuai, karena intentitas cahaya yang diperlukan tidak sama pada stek yang dimiliki jaringan dan organ yang lengkap. Pengaturan intentitas cahaya dapat dilakukan dengan pengaturan naungan. Stek yang diberi naungan dapat berakar lebih baik daripada yang menerima cahaya matahari langsung karena intentitas cahaya yang tinggi akan menyebabkan laju transpirasi daun meningkat sehingga berakibat pula naiknya suhu udara dan turunnya kelembaban udara yang ada di sekitarnya media tempat tumbuh (Rochiman & Harjadi 1973). 4. Faktor pelaksanaan Teknik penyiapan stek yang perlu diperhatikan dalam penyetekan adalah adanya perlakuan sebelum pengambilan stek, waktu dan pengambilan stek, pemotongan stek dan pelukaan, penggunaan dan pemberian zat pengatur tumbuh, kebersihan dan pemeliharaan stek (Rochiman & Harjadi 1973). Waktu pengambilan pengambilan bahan stek antara jam 7 sampai 9 merupakan saat yang dianggap paling optimal karena pada saat itu terjadi akumulasi asimilat pada batang stek dalam jumlah yang cukup tinggi (Moko 2004). Dalam pelaksanaan penyetekan, saat memotong yang baik yaitu pada saat kelembaban udara tinggi dan tanaman tidak sedang dalam pertumbuhan. Untuk memperluas daerah keluarnya akar, pemotongan bagian pangkal stek sebaiknya dilakukan miring (kira-kira 45 0 ) agar penampang dasar stek menjadi luas sehingga lebih banyak menghasilkan jumlah akar. Kebersihan alat-alat, media dan tempat tumbuh agar bebas dari bakteri dan jamur (Rochiman & Harjadi 1973). Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), penggunaan zat pengatur tumbuh bertujuan untuk merangsang pembentukan akar stek. Perakaran yang dihasilkan biasanya lebih baik dan lebih banyak dari pada stek tanpa pemberian zat pengatur tumbuh. Pemakaian zat pengatur tumbuh belum dapat

26 26 menggantikan keadaan lingkungan yang baik untuk perakaran stek, jika keadaan lingkungan ini diabaikan maka pemakaian zat pengatur tumbuh tidak akan membantu keluarnya akar pada stek. Zat pengatur tumbuh efektif pada jumlah dengan konsentrasi tertentu. Salah satu zat pengatur tumbuh akar yang diperdagangkan adalah Rootone F. Zat pengatur tumbuh Rootone F berbentuk serbuk, berwarna putih, tidak larut dalam air dan berguna untuk mempercepat dan memperbanyak keluarnya akar-akar baru. Bahan aktif yang dikandung oleh Rootone F adalah 1 - Naphthaleneacetamide (NAD) sebanyak 0,067 %, 2 Methyl- 1 - Naphthaleneacetic acid (MNAA) sebanyak 0,033%, 3 Methyl -1- Naphthaleneacetamide (MNAD) sebanyak 0,013%, Indole -3- Butyric Acid (IBA) sebanyak 0,057%, thiram sebanyak 4% dan Inert Ingredient sebanyak 95,33%. Tiga senyawa aktif pada Rootone - F yang mempunyai inti naphthalene berfungsi untuk memperbanyak atau memacu perakaran sedangkan satu senyawa aktif yang mengandung indole berfungsi untuk memperbanyak dan mempercepat perakaran. Thiram berfungsi sebagai fungisida Teknik Stek Sistem KOFFCO Subiakto et al. (2005) menyatakan bahwa teknik stek sistem KOFFCO merupakan paket teknologi yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan bekerjasama dengan Komatsu Ltd. Teknik stek sistem KOFFCO dikembangkan pada awalnya untuk perbanyakan stek meranti selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai jenis Dipterocarpaceae lainnya. Teknik stek sistem KOFFCO adalah teknik pendinginan rumah kaca melalui pengkabutan, namun demikian teknologi stek yang dikembangkan mencakup proses pembuatan stek, pembentukan akar stek dan perawatan bibit hasil stek. Rumah kaca dengan fasilitas Fog Cooling System (Sistem Pendinginan Kabut) merupakan rumah kaca yang dirancang untuk menciptakan kondisi temperatur dan kelembaban yang ideal dalam proses pembentukan akar stek. Peralatan yang digunakan untuk penyembur kabut dalam sistem pendinginan kabut berupa nozzle, kipas dan misting. Sistem pendinginan kabut akan bekerja apabila suhu udara didalam sungkup propagasi lebih dari 30 0 C, maka alat ini akan mengeluarkan butiran butiran air seperti kabut. Bagian penting yang menyusun Fog Cooling System adalah thermostat yang berfungsi sebagai mengatur suhu

27 27 dalam propagasi, pompa bertekanan tinggi dengan penyaring digunakan sebagai menyedot dan mengalirkan air, tangki air digunakan untuk penampungan air dan nozzle yang berfungsi sebagai menyemburkan partikel partikel air yang lembut. Lebih jelasnya tentang mekanisme proses pendinginan dalam sistem KOFFCO dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar.1.Mekanisme teknik stek sistem KOFFCO (Sumber:Subiakto et.al. 2005) Cara kerja teknik sistem KOFFCO adalah sebagai berikut: a) Sensor dari thermostat diletakkan di dalam salah satu sungkup propagasi, kemudian thermostat dikalibrasi pada suhu 30 0 C. b) Saat sensor menangkap bahwa suhu dalam sungkup propagasi telah berada pada suhu 30 0 C maka secara otomatis thermostat akan mengaktifkan pompa air tekanan tinggi. c) Pompa air tekanan tinggi kemudian menyedot dan mengalirkan air dari penampungan air melalui pipa-pipa ke nozzle-nozel yang selanjutnya akan mengeluarkan kabut di rumah kaca. d) Kabut tersebut itu akan menguap. Untuk menjadi uap, kabut memerlukan energi, yang dalam hal ini kabut di dalam akan menarik panas di sekelilingnya untuk dijadikan energi dalam membentuk uap, sehingga

28 28 suhu di dalam rumah kaca akan turun. Turunnya suhu di dalam rumah kaca akan menurunkan suhu di dalam sungkup propagasi. e) Apabila sensor di dalam sungkup propagasi telah menangkap bahwa suhu di dalam kotak telah dibawah 30 0 C maka secara otomatis thermostat akan mematikan pompa. Sakai dan Subiakto (2007) menyatakan bahwa tujuan menjaga temperatur tidak terlalu tinggi pada sistem KOFFCO adalah menjaga perbedaan tekanan uap daun atau vapour pressure deficit (VPD) tidak terlalu besar, VPD dapat mengakibatkan dehidrasi pada stek. Oleh sebab itu VPD harus ditekan serendah mungkin. Faktor kunci untuk mengoptimalkan teknik KOFFCO adalah cahaya ( lux), kelembaban (RH> 95%) dan temperatur (tidak melebihi 30 0 C) dan media yang higienis dan porous yang dapat mengikat air. Dari hasi uji coba di Bogor, stek S. balangeran menghasilkan persen berakar stek sebesar 70,7%, di Banjarbaru menghasilkan persen berakar stek S. balangeran Burck sebesar 68,5%, di Kuok menghasilkan persen berakar stek S. balangeran sebesar 42,9 % dan di Samarinda menghasilkan persen berakar stek S. balangeran sebesar 91,3%. Sedangkan jenis meranti lain menurut Sakai et al. (1995), sistem pendingin dengan pengkabutan dapat menghasilkan persen berakar stek pada S. leprosula dan S. selanica lebih dari 90 % Sistem Pemangkasan Bergulir Subiakto et al. (2001) menyatakan bahwa teknik pemangkasan bergulir (Revolving cutting technique) adalah suatu cara untuk mendapatkan bahan stek dari bibit di persemaian tanpa menggunakan kebun pangkas. Teknik pengambilan bahan stek dari bibit persemaian, dan bibit yang dipangkas dapat ditanam di lapangan bila tunas baru yang tumbuh telah mencapai tinggi total 50 cm. Dengan teknik ini, bahan stek diperoleh dengan memangkas bibit yang telah siap tanam dan pemangkasan dilakukan pada turunan selanjutnya secara bergulir. Tunas akan tumbuh kembali dari bibit pangkas, dan setelah empat bulan bibit tersebut telah siap untuk ditanam di lapangan. Jadi bibit yang telah siap tanam mengalami penundaan selama empat bulan sebelum ditanam atau total waktu dipersemaian menjadi 12 bulan.

29 29 Lebih jelas tentang skema sistem pemangkasan bergulir dapat dilihat pada Gambar 2. Pembuatan persemaian hasil stek Bahan stek Penanaman Pembentukan akar stek Gambar 2. Skema sistem pemangkasan bergulir (Sumber: Subiakto et. al.2001) Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada tahap awal dalam sistem pemangkasan bergulir adalah sumber bahan stek berupa bibit unggul yang berasal dari bibit stek persemaian, kemudian dipangkas untuk diambil bahan steknya dan bahan stek yang diambil ditumbuhkan di rumah kaca dengan metode sistem pendinginan pengkabutan atau metode sistem KOFFCO dan dilakukan pemeliharaan stek sampai dengan terbentuknya akar. Stek yang telah berakar (3-4 bulan) di rumah kaca kemudian dipindahkan pemeliharaannya di persemaian. Apabila stek tersebut sudah menjadi bibit yang siap tanam (bibit stek mencapai tinggi ± 50 cm), maka bibit tersebut dapat dijadikan sumber bahan stek kembali dengan melakukan pemangkasan ulang. Proses ini berlanjut dengan cara berulang kembali seperti pada tahap awal, keturunan selanjutnya dilakukan secara bergulir. Setelah dipangkas, tunas baru akan tumbuh kembali dan setelah ditambah periode perawatan selama empat bulan bibit tersebut telah siap untuk ditanam di lapangan atau dijadikan sebagai sumber bahan stek kembali. Jadi total umur bibit untuk ditanam di lapangan menjadi sekitar 12 bulan.

30 30 Keunggulan dari sistem pemangkasan bergulir mencakup: a) Menjamin bahan stek berasal dari donor/induk yang masih muda (juvenile) b) Tidak memerlukan kebun pangkas. c) Praktis dalam pengelolaan dan mengurangi biaya operasional dibandingkan sistem kebun pangkas Menurut penelitian Subiakto et al. (2001), sistem pemangkasan bergulir telah diuji coba pada dua jenis meranti yaitu S. leprosula dan S. selanica menunjukan dari 2500 bibit yang dipangkas hanya terdapat kematian sebanyak 12 bibit atau 0,5% dari total bibit yang dipangkas. Persen berakar stek dari S. leprosula dan S. selanica masing - masing sebesar 89% dan 83%. Tinggi tunas 16 minggu setelah pemangkasan bibit untuk S. leprosula dan S. selanica masing - masing sebesar 26,85 cm dan 15,8 cm.

31 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (P3H&KA) Bogor, Jawa Barat, pada bulan Februari 2007 sampai dengan bulan Mei Bahan dan Alat Bahan penelitian yang digunakan adalah bibit stek S. balangeran berumur 12 bulan dan 18 bulan masing - masing sebanyak 135 bibit, insektisida, Rootone- F, media sekam padi dan media serbuk kulit kelapa. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: gunting stek, cawan petri, pot-tray, gembor atau selang air, penggaris, ember, sprayer, oven, timbangan analitik, rak pembiakan, sungkup propagasi, kertas label, spidol dan alat tulis Metode Penelitian Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Metode kerja untuk mengetahui pengaruh tahap pemangkasan bibit stek S. balangeran terhadap petumbuhan tunas adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan bibit stek Bibit balangeran berasal dari bibit stek yang belum pernah dilakukan pemangkasan berumur 12 bulan dan bibit stek yang pernah 1 kali dilakukan pangkas berumur 18 bulan. Bibit yang dipilih adalah yang segar, kokoh, seragam, tidak terserang hama dan penyakit dan tingginya ± 50 cm. Jumlah bibit stek yang diperlukan adalah sebanyak 270 bibit. Kemudian bibit stek terseleksi ditempatkan di persemaian. Hasil pemilihan bibit stek dapat dilihat pada Gambar 3.a. 2. Pemangkasan bibit stek Pemangkasan dilakukan pada bibit stek terseleksi dengan menyisakan minimal 2-3 helai daun yang segar dan sehat agar dapat mencegah kematian pada bibit tersebut. Gambar berikut menunjukkan keadaan bibit stek S. balangeran di

32 32 lokasi persemaian. Keadaan bibit stek setelah pemangkasan dapat dilihat pada Gambar 3.b. Gambar 3.a Gambar 3.b Gambar 3. Keadaan bibit stek S. balangeran di lokasi persemaian Keterangan: 3.a: Bibit stek S. balangeran dari hasil pemilihan sebagai bahan stek sebelum dilakukan pemangkasan. 3.b: Kondisi bibit stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan. 3. Pemeliharaan bibit stek pangkas a. Penyiraman Penyiraman bibit stek pangkas dilakukan setiap hari dengan intentitas 2 kali (pagi dan sore) b. Penyiangan Penyiangan dilakukan 1 bulan sekali dengan membersihkan gulma dan tanaman pengganggu lainnya yang tumbuh di dalam media atau sekitar tanaman. c. Pemupukan Pemupukan dilakukan 1 minggu sekali untuk menambah nutrisi yang diperlukan oleh bibit stek pangkas. Pupuk yang digunakan vitabloom dengan dosis 10 g/ 8 l air. d. Pencegahan serangan hama Pencegahan serangan hama dilakukan 1 minggu sekali pada bibit stek pangkas dengan menggunakan insektisida (regent) dengan dosis 1,5 ml/1 l air.

33 Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran Metode kerja untuk mengetahui pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran adalah sebagai berikut : 1. Persiapan media tumbuh stek Media yang digunakan adalah campuran media serbuk kulit kelapa dan sekam padi dengan perbandingannya 2 : 1. Campuran kedua media tersebut diaduk secara merata kemudian dimasukan ke dalam ember dan direndam dengan air sampai jenuh (Gambar 3.a), setelah itu dimasukkan ke dalam pot-tray pembiakan (Gambar 3.b). Gambar berikut mununjukkan kondisi pencampuran media stek S. balangeran. Gambar 3.a Gambar 3. b Gambar 2. Kondisi pencampuran media tumbuh stek S. balangeran Keterangan: 3.a: Media pencampuran sabut kulit kelapa dan sekam padi di tempatkan pada ember dengan perbandingan 2:1 dilakukan perendaman air. 3.b: Media tumbuh stek setelah dimasukkan ke dalam potray sungkup pembiakan 2. Pemotongan bahan stek Bahan stek S. balangeran diambil dari tunas orthotrop. Pemotongan bahan stek tersebut menggunakan gunting stek yang tajam dan dilakukan tepat atau sedikit pada bagian yang disebut nodum (ketiak daun). Pada potongan bahan stek disisakan 2-3 helai daun kemudian dipotong 1/3 atau 1/2 bagian (Gambar 4.b).

34 34 Bentuk pemotongan dibuat miring Bahan stek yang telah terpotong daunnya itu kemudian direndam dalam ember plastik yang berisi air bersih dan hindarilah dari sengatan sinar matahari secara langsung. Gambar berikut menunjukkan metode pemotongan bahan stek S. balangeran. Gambar 4.a Gambar 4.b Gambar 4. Metode pemotongan bahan stek S. balangeran Keterangan: 4.a:Bahan stek S. balangeran sebelum pemotongan 4.b:Bahan stek S. balangeran setelah dilakukan pemotongan 3. Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah Rootone F dengan dosis 100 mg/stek dilakukan dengan sistem oles yaitu dengan mengoleskan pada bagian bawah stek yang terluka. 4. Penanaman stek Sebelum stek ditanam, terlebih dahulu dibuat lubang dengan menggunakan batang kayu atau bahan lain dengan cara menusuknya pada media stek perakaran. Hal ini dimaksudkan agar zat pengatur tumbuh yang menempel pada pangkal stek tidak akan pindah/hilang dan menempel pada media stek. Selanjutnya menekan dengan ibu jari untuk memadatkan dengan maksud agar stek setelah ditanam tidak goyang karena gerakan angin atau sewaktu melakukan penyiraman.

35 35 Setelah pot-tray tertanam seluruhnya, stek disiram dengan air secukupnya. Untuk menghindari air yang berlebihan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan gembor. Selanjutnya pot-tray ditempatkan pada sungkup propagasi ditutup rapat di dalam rumah kaca dengan sistem KOFFCO. Di dasar sungkup propagasi diberi zeolit berfungsi sebagai insulasi agar udara tidak dapat keluar masuk melalui lubang dan sebagai saluran pembuangan air siraman. 5. Pemeliharaan stek Kegiatan pemeliharaan stek adalah sebagai berikut: a. Penyiraman Tahap penyiraman dilakukan berdasarkan umur stek yaitu 2 kali per minggu untuk umur stek 1 minggu, 1 kali per minggu untuk umur stek 3-4 minggu dan 1 kali per bulan untuk umur stek 2 3 bulan. Penyiraman menggunakan mesin pompa yang dihubungkan dengan selang air. Agar hasil siraman menghasilkan butiran-butiran air halus maka ujung selang ditekan/dimampatkan dengan jari tangan. Lebih jelasnya mengenai ilustrasi jadwal penyiraman dapat dilihat Tabel 3. Tabel 3. Jadwal penyiraman stek S. balangeran Penyiraman Tanggal ke-1 7 Februari 2007 ke-2 9 Februari 2007 ke-3 16 Februari 2007 ke-4 23 Februari 2007 ke-5 2 Maret 2007 ke-6 9 Maret 2007 ke-7 10 April 2007 ke-8 2 Mei 2007 Pada Tabel 3 menggambarkan serangkaian kegiatan penyiraman stek, walaupun demikian kegiatan pengecekan stek S. balangeran tetap dilakukan setiap hari, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi apabila media stek kering maka perlu disiram atau sebaliknya bila media masih terlampau basah, maka meskipun dijadwalkan untuk disiram melihat kondisi seperti itu maka tidak dilakukan penyiraman

36 36 dengan intensitas air yang banyak, karena semakin basah menyebabkan media jenuh yang akan mengakibatkan terjadi akar busuk. b. Penyiangan Penyiangan dilakukan setiap bulan sekali dengan mencabut gulma dan membuang daun - daun stek yang kering dan stek yang mati sekitar sungkup propagasi stek Pengamatan Parameter Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Parameter yang diamati untuk mengetahui pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran adalah sebagai berikut: a) Tinggi tunas bibit stek pangkas Pengukuran tinggi tunas bibit stek pangkas dilakukan setiap 2 minggu setelah dilakukan pemangkasan. Tinggi tunas bibit stek pangkas diukur dari tempat munculnya tunas pada batang bibit stek pangkas sampai dengan titik ujung tunas. Agar diperoleh data pertumbuhan tunas yang optimal pada masing-masing bibit stek yang dipangkas dipilih tunas bibit stek pangkas yang tertinggi. b) Jumlah tunas bibit stek pangkas Penghitungan jumlah tunas bibit stek pangkas dilakukan setiap 2 minggu setelah dilakukan pemangkasan bibit stek. Jumlah tunas dihitung adalah tunas yang muncul pada batang bibit stek pangkas dan diberi tanda agar memudahkan dalam proses penghitungan jumlah tunas bibit stek pangkas setiap periode pengamatan Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran Parameter yang diamati untuk mengetahui pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran adalah sebagai berikut: a) Persen berakar stek Persen berakar stek dihitung sebagai berikut:

37 37 Persen berakar stek = Stek berakar sampai akhir penelitian X 100% Stek ditanam pada awal penelitian b) Panjang akar stek Panjang akar stek yang diukur adalah akar yang terpanjang yang tumbuh pada pangkal sampai dengan titik ujung akar dengan tujuan untuk memperoleh data panjang akar stek yang optimal dari masing-masing stek yang berakar. c) Berat kering akar stek Berat kering akar stek dilakukan pada akhir penelitian dengan cara menimbang akar stek S. balangeran yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 75 0 C selama 72 jam Rancangan Percobaan Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Penelitian untuk mengetahui pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (Randomized Completely Design) dengan 2 taraf perlakuan yaitu Perlakuan 1: pemangkasan 1 kali Perlakuan 2: pemangkasan 2 kali Model rancangan acak lengkap menurut Matjik dan Sumertajaya (2000) adalah sebagai berikut; Y ij=μ+ τ i + ε ij Dimana ; Y ij = Pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umun τ i = Pengaruh perlakuan ke-i ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, terdiri atas 45 bibit per ulangan. Dengan demikian, unit percobaan yang digunakan sebanyak 6 unit perlakuan dengan jumlah bibit stek yang dipangkas 270 bibit. Layout pengacakan bibit stek tunas pangkas sebagai berikut;

38 38 A21 A22 A13 A11 A23 A12 Keterangan : Aij = Perlakuan ke-i, ulangan ke-j Sebelum dilakukan sidik ragam, data tinggi tunas dan jumlah tunas bibit stek pangkas diuji kenormalannya dengan menggunakan uji kenormalan galat Kolmogorof-Smirnov yang terdapat pada software minitab 14. Apabila data parameter tersebut menunjukkan sebaran normal, langsung dilakukan uji sidik ragam, namun apabila sebarannya tidak normal maka perlu dilakukan transformasi data. Pengolahan data untuk sidik ragam menggunakan program SAS Release version 6.12, apabila perlakuan berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat kepercayaan 95% Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran Penelitian untuk mengetahui pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (Randomized Completely Design) dengan 2 taraf perlakuan yaitu Perlakuan 1: pemangkasan 1 kali Perlakuan 2: pemangkasan 2 kali Model rancangan acak lengkap menurut Matjik dan Sumertajaya (2000) adalah sebagai berikut; Y ij=μ+ τ i + ε ij Dimana ; Y ij = Pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umun τ i = Pengaruh perlakuan ke-i ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, terdiri atas 45 stek per ulangan. Dengan demikian, unit percobaan yang digunakan sebanyak 8 unit

39 39 perlakuan dengan jumlah stek sebanyak 360 batang stek. Layout pengacakan batang stek sebagai berikut; A14 A22 A11 A23 A21 A13 A24 A12 Keterangan : Aij= Perlakuan ke-i, ulangan ke-j Sebelum dilakukan sidik ragam, data persen berakar stek, panjang akar stek dan berat kering akar stek diuji kenormalannya dengan menggunakan uji kenormalan galat Kolmogorof-Smirnov yang terdapat pada software minitab 14. Apabila data parameter tersebut menunjukkan sebaran normal, langsung dilakukan uji sidik ragam, namun apabila sebarannya tidak normal maka perlu dilakukan transformasi data. Pengolahan data untuk sidik ragam menggunakan program SAS Release version 6.12, apabila perlakuan berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat kepercayaan 95%.

40 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran Pengamatan pertumbuhan tinggi tunas bibit stek pangkas dilakukan setiap dua minggu setelah pemangkasan bibit stek di persemaian. Pertumbuhan tinggi tunas bibit stek pangkas setiap periode pengamatan dapat dilihat pada Gambar Tinggi tunas (cm) Pemangkasan 1 kali Pemangkasan 2 kali Periode Pengamatan Gambar 6. Grafik pertumbuhan tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Gambar 6 memperlihatkan pola pertumbuhan tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan setelah dilakukan pemangkasan 2 kali, menunjukkan kecenderungan kenaikan tinggi tunas yang relatif sama yaitu mengalami peningkatan tinggi tunas mulai minggu ke-4 sampai minggu ke-16.

41 41 Rata-rata tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setiap tahap pemangkasan dapat dilihat pada Gambar Tinggi Tunas (cm) Ulangan Rata-rata Ulangan Rata-rata Pemangkasan 1 kali Pemangkasan 2 kali Gambar 7. Histogram rata-rata tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Gambar 7 diketahui bahwa tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali berkisar antara 12,6-17,1 cm dengan rata - rata sebesar 14,3 cm dan setelah dilakukan pemangkasan 2 kali berkisar antara 11,9-18,8 cm dengan rata - rata sebesar 14,3 cm. Contoh tunas bibit stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali dapat dilihat pada Gambar 8. Pemangkasan 1 kali Pemangkasan 2 kali Gambar 8.Tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali

42 42 Gambar 8 menunjukkan bahwa tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali menunjukkan pertumbuhan tunas yang baik dengan tinggi rata-rata sama sebesar 14,3 cm dan layak dijadikan sebagai bahan stek. Hal ini sesuai dengan pendapat Yasman dan Smits (1988) dan Wudianto (1993), bahan stek untuk jenis - jenis Dipterocarpaceae umumya mempunyai kriteria yang baik adalah tunas yang tumbuh vertikal, sedikit berkayu, tinggi stek ± 10 cm, mempunyai 2 3 nodum dan sudah memiliki 2-3 helai daun. Hasil uji kenormalan galat untuk data tinggi tunas bibit stek pangkas dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik uji kenormalan galat untuk data tinggi tunas bibit pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Gambar 9 menunjukkan bahwa data tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran mengikuti sebaran normal karena nilai P = 0,062 lebih besar dari α = 0,05. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap tinggi tunas bibit pangkas S. balangeran dapat dilihat pada Tabel 1.

43 43 Tabel 1. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran Sumber keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Tengah Kuadrat Tengah F- hitung P-value Pemangkasan 1 0, , ,0002 ns 0,99 Galat 4 41, ,48667 Total 5 41,94833 Keterangan : ns = Tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% Tabel 1 menunjukkan bahwa tahap pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal ini dapat dilihat dari nilai P lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0, Jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran Perkembangan jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran setiap periode pengamatan dapat dilihat pada Gambar Jumlah tunas (buah) Pemangkasan 1 kali Pemangkasan 2 kali Periode Pengamatan Gambar 10. Grafik perkembangan jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali

44 44 Gambar 10 memperlihatkan bahwa perkembangan jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 2 kali menunjukkan jumlah tunas yang lebih banyak dibanding setelah dilakukan pemangkasan 1 kali. Rata - rata jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran setiap tahap pemangkasan dapat dilihat pada Gambar Jumlah Tunas (buah) Rata-rata Rata-rata Ulangan Pemangkasan 1 kali Ulangan Pemangkasan 2 kali Gambar 11. Histogram rata - rata jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Gambar 11 diketahui bahwa rata - rata jumlah tunas bibit stek pangkas setelah dilakukan pemangkasan 1 kali berkisar antara 3,8-4,4 buah dengan rata - rata umum sebesar 4,1 buah dan setelah dilakukan pemangkasan 2 kali berkisar antara 4,9-5,5 buah dengan rata rata umum sebesar 5,1 buah. Hasil uji kenormalan galat untuk data jumlah tunas bibit stek pangkas dapat dilihat pada Gambar 12.

45 45 Gambar 12. Grafik uji kenormalan galat untuk data jumlah tunas bibit pangkas S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Gambar 12 menunjukkan bahwa data jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran mengikuti sebaran normal karena nilai P = 0,150 lebih besar dari α = 0,05. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap jumlah tunas bibit pangkas S. balangeran dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Tengah Kuadrat Tengah F- hitung P -value Pemangkasan 1 1, , * 0,022 Galat 4 0, ,10666 Total 5 1,82833 Keterangan : * = berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% Tabel 2 menunjukkan bahwa tahap pemangkasan memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat dilihat dari nilai P lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,022.

46 46 Hasil uji Duncan pengaruh tahap pemangkasan terhadap jumlah tunas bibit stek pangkas dapat dilhat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji Duncan pengaruh tahap pemangkasan terhadap jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran Perlakuan Pemangkasan 1 kali Pemangkasan 2 kali Rata-rata jumlah tunas 4.1 A 5.1 B Keterangan: Rata - rata sekolom diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% Tabel 3 memperlihatkan bahwa setelah dilakukan pemangkasan 2 kali bibit stek pangkas S. balangeran mampu memproduksi jumlah tunas yang lebih banyak (5,1 buah) dibanding setelah dilakukan pemangkasan 1 kali (4,1 buah) Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran Persen berakar stek S. balangeran Rata rata persen berakar stek S. balangeran setiap tahap pemangkasan dapat dilihat pada Gambar 13. Persen berakar stek (%) Ulangan Rata-rata Ulangan Rata-rata Pemangkasan 1 kali Pemangkasan 2 kali Gambar 13. Histogram rata - rata persen berakar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali

47 47 Gambar 13 diketahui bahwa persen barakar stek S. balangeran setelah pemangkasan 1 kali berkisar antara 28,9 62,2 % dengan rata - rata sebesar 51,1% dan setelah pemangkasan 2 kali berkisar antara 46,7 60,0% dengan rata - rata sebesar 53,9%. Hasil uji kenormalan galat untuk data persen berakar stek S. balangeran dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Grafik uji kenormalan galat untuk data persen berakar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali Gambar 14 menunjukkan bahwa data persen berakar stek S. balangeran mengikuti sebaran normal karena nilai P = 0,150 lebih besar dari α = 0,05. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap persen berakar stek S. balangeran dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap persen berakar stek S. balangeran Sumber keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Tengah Kuadrat Tengah F- hitung P- value Perlakuan 1 15, , ,12 ns 0,75 Galat 6 812, ,36667 Total 7 827,88000 Keterangan : ns = Tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95%

48 48 Tabel 4 menunjukkan bahwa tahap pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen berakar stek S. balangeran pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat dilihat dari nilai P lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,75. Keberhasilan stek S. balangeran membentuk akar setiap tahap pemangkasan dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15.a Gambar 15. Gambar 15. Keberhasilan stek S. balangeran dalam membentuk akar Keterangan :15. a: Penampang akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali 15. b: Penampang akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 2 kali Gambar 15 memperlihatkan bahwa stek S. balangeran masing masing tahap pemangkasan memiliki kemampuan yang sama dalam membentuk perakaran stek, sehingga kedua asal bibit stek tersebut masih layak digunakan sebagai bahan stek. Lebih lanjut menurut Hartmann dan Kester (1983) menyatakan bahwa tingkat keberhasilan pembiakan tanaman dengan stek sangat bergantung pada kemampuan tanaman untuk dapat menghasilkan sistem perakaran baru Panjang akar stek S. balangeran Rata panjang akar stek S. balangeran setiap tahap pemangkasan dapat dilihat pada gambar 16.

49 49 Panjang akar stek (cm) Rata-rata Ulangan Ulangan Rata-rata Pemangkasan 1 kali Pemangkasan 2 kali Gambar 16. Histogram rata - rata panjang akar stek S. balangeran dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali setelah Gambar 16 menunjukkan bahwa panjang akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali berkisar antara 7,7 9,4 cm dengan rata - rata sebesar 8,6 cm dan setelah dilakukan pemangkasan 2 kali berkisar antara 6,8 10,9 cm dengan rata - rata sebesar 8,9 cm. Hasil uji kenormalan galat untuk data panjang akar stek S. balangeran dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Grafik uji kenormalan galat untuk data panjang akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali

50 50 Gambar 17 menunjukkan bahwa data panjang akar stek S. balangeran mengikuti sebaran normal karena nilai P = 0,150 lebih besar dari α = 0,05. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap panjang akar stek S. balangeran dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap panjang akar stek S. balangeran Sumber keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Tengah Kuadrat Tengah F -hitung P - value Perlakuan 1 0, , ,08 ns 0,79 Galat 6 12, ,00958 Total 7 12,20875 Keterangan : ns = Tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% Tabel 5 menunjukkan bahwa tahap pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar stek S. balangeran pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat dilihat dari nilai P lebih besar dari 0,05 sebesar 0, Berat kering akar stek S. balangeran Rata-rata berat kering akar stek S. balangeran setiap tahap pemangkasan dapat dilihat pada Gambar Berat kering akar stek (gram) rata-rata Ulangan Ulangan Pemangkasan 1 kali Pemangkasan rata-rata 2 kali Gambar 18. Histogram rata - rata berat kering akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali

51 51 Gambar 18 diketahui bahwa berat kering akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali berkisar antara 0,064 0,149 g dengan rata - rata sebesar 0,090 g dan setelah dilakukan pemangkasan 2 kali berkisar antara 0,062-0,076 g dengan rata rata sebesar 0,068 g. Hasil uji kenormalan galat untuk data berat kering akar stek S. balangeran dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19. Grafik uji kenormalan galat untuk data berat kering akar stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali. Gambar 19 menunjukkan bahwa data berat kering stek S. balangeran mengikuti sebaran normal karena nilai P = 0,122 lebih besar dari α = 0,05. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap berat kering akar stek S. balangeran disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Sidik ragam pengaruh tahap pemangkasan terhadap berat kering akar stek S. balangeran Sumber keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Tengah Kuadrat Tengah F- hitung P -value Pemangkasan 1 0, , ,13 ns 0,33 Galat 6 0, , Total 7 0, Keterangan : ns = Tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95%

52 52 Tabel 6 menunjukkan bahwa tahap pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering akar stek S. balangeran pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat dilihat dari nilai P lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0, Pembahasan Pengaruh tahap pemangkasan terhadap pertumbuhan tunas bibit stek pangkas S. balangeran Hasil pengukuran tinggi tunas bibit stek pangkas dan penghitungan jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran sampai dengan akhir penelitian (16 minggu) di lokasi persemaian, secara keseluruhan nampak bahwa bibit stek jenis S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan menunjukkan kemampuan bertunas yang baik, dimana rata rata tinggi tunas bibit stek pangkas setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali adalah sama yaitu 14,3 cm. Sementara rata - rata jumlah tunas bibit stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali adalah masing - masing sebesar 4,1 buah dan 5,1 buah. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan tunas bibit stek setelah pemangkasan 2 kali jenis S. balangeran mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan lagi sebagai bahan stek tahap berikutnya. Hal ini karena secara visual tunas yang dihasilkan kedua tahap pemangkasan tersebut memiliki persamaan meliputi kondisi daun yang segar, banyak nodum dan tinggi lebih dari 10 cm (Gambar 8). Yasman dan Smith (1988) mengungkapkan bahwa pengambilan bahan stek jenis - jenis Dipterocarpaceae dengan cara memangkas ujung tunas - tunas orthotrop yang memiliki tinggi minimal 10 cm. Selanjutnya, Subiakto et al. (2001) menyatakan bahwa setelah dilakukan pemangkasan bibit stek S. selanica telah berhasil menumbuhkan tunas - tunas baru dengan rata - rata tinggi sebesar 15,8 cm dalam waktu 16 minggu dan dapat dijadikan sebagai bahan stek dengan menyisakan minimal dua helai daun dan 2 nodum Tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran Hasil sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa tahap pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran, dimana rata-rata tinggi tunas setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali adalah sama sebesar 14,3 cm. Pada kondisi seperti ini, pengaruh

53 53 kedua tahap pemangkasan terhadap tinggi tunas bibit stek pangkas S. balangeran adalah sama. Perlakuan tahap pemangkasan tidak berpengaruh nyata diduga oleh umur bibit stek S. balangeran. Bibit stek S. balangeran digunakan adalah bibit stek untuk pemangkasan 1 kali berumur 12 bulan dan pemangkasan 2 kali berumur 18 bulan masih mempunyai tingkat juvenilitas yang sama. Menurut Yasman dan Smith (1988), umur bahan tanaman Dipterocarpaceae kurang lebih satu tahun dan maksimal umur 5 tahun masih mempunyai sifat juvenil. Sementara Sakai dan Subiakto (2007) mengungkapkan bahwa bahan tanaman yang baik dalam penyediaan stek meranti adalah tunas orthotrop yang masih bersifat juvenil sampai dengan umur 4 tahun Jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran Hasil sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan tahap pemangkasan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas bibit stek pangkas S. balangeran, dimana pada bibit stek setelah dilakukan pemangkasan 2 kali mampu memproduksi jumlah tunas orthotrop yang lebih banyak (5,1 buah) dibanding setelah dilakukan pemangkasan 1 kali (4,1 buah). Perlakuan tahap pemangkasan berpengaruh nyata, diduga berkaitan dengan faktor kandungan cadangan karbohidrat dan tunas tunas yang dorman. Faktor kandungan cadangan karbohidrat, dimana bibit stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 2 kali telah tersedia cadangan karbohidrat yang cukup banyak dibanding dengan pemangkasan 1 kali. Hal inilah yang sering kali pada bibit stek setelah pemangkasan 2 kali dijumpai dalam satu nodum terdapat dua tunas (Gambar 21.b) dibanding bibit stek S. balangeran yang dilakukan pemangkasan satu kali yang hanya satu tunas dalam satu nodum (Gambar 21.a). Hartmann dan Kester (1983) menyatakan bahwa dengan persediaan cadangan karbohidrat yang cukup banyak, bahan tanaman yang telah dilakukan pemangkasan akan berpotensi menghasilkan jumlah tunas baru lebih banyak pula. Faktor tunas yang dorman berkaitan dengan kandungan auksin tanaman S. balangeran. Kusumo (1984) menyatakan bahwa pemangkasan bahan tanaman berguna untuk merangsang tumbuhnya tunas - tunas baru yang semula dalam keadaan dorman. Sementara menurut Purbiati dan Yuniastuti (2001), tunas yang

54 54 dorman berkaitan dengan kandungan cadangan auksin tanaman, dimana kandungan cadangan kadar auksin yang tinggi akan lebih mudah memunculkan tunas lebih banyak bila dibandingkan dengan kadar auksin yang rendah yang selalu lebih sedikit. Lebih jelasnya tentang kondisi tumbuhnya tunas S. balangeran pada setiap tahap pemangkasan dapat dilihat pada Gambar a 20. b Gambar 20. Posisi tunas yang muncul pada bibit stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali. Keterangan: 20.a. Bibit stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 1 kali pada setiap nodum selalu dijumpai satu tunas yang tumbuh. 20.b. Bibit stek S. balangeran setelah dilakukan pemangkasan 2 kali dijumpai satu nodum dijumpai dua tunas yang tumbuh Pengaruh tahap pemangkasan terhadap kemampuan berakar stek S. balangeran Hartmann dan Kester (1983) menyatakan bahwa tingkat keberhasilan pembiakan vegetatif tanaman melalui stek sangat bergantung pada kemampuan

55 55 untuk menghasilkan sistem perakaran baru. Sistem perakaran baru merupakan modal awal pertumbuhan stek yang berfungsi sebagai penyerap unsur hara dan air, sehingga sangat diperlukan dalam proses fisiologis sampai menjadi tanaman sempurna. Sebaliknya, stek yang telah menghasilkan tunas tanpa diikuti pertumbuhan akar, maka dipastikan hidup stek tersebut tidak dapat bertahan lama karena kehabisan cadangan makanan. Rochiman dan Harjadi (1973) menyatakan bahwa keberhasilan proses perakaran stek terbagi dalam 2 faktor yaitu faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi umur bahan stek, jenis tanaman dan cadangan makanan (karbohidrat). Faktor eksternal yaitu suhu, kelembaban, media dan pemberian zat pengatur tumbuh. Parameter parameter yang digunakan untuk mengetahui kemampuan berakar stek S. balangeran di rumah kaca KOFFCO selama periode pengamatan 14 minggu, meliputi persen berakar stek, panjang akar stek dan berat kering akar stek. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tahap pemangkasan terhadap persen berakar stek, panjang akar stek dan berat kering akar stek tidak memberikan pengaruh nyata. Pada kondisi seperti ini berarti perlakuan tahap pemangkasan 1 kali ataupun 2 kali mampu menghasilkan stek dengan kemampuan berakar stek S.balangeran yang relatif sama. Dengan demikian, bahan stek S. balangeran dapat diperoleh bibit stek dari pemangkasan ke Persen berakar stek S. balangeran Pada akhir periode pengamatan (14 minggu), perlakuan dengan tahap pemangkasan 1 kali dan 2 kali menghasilkan persen berakar stek S. balangeran adalah masing - masing sebesar 51,1% dan 53,9%. Sedangkan sisanya, stek S. balangeran sebagian besar baru berhasil mencapai tahap menumbuhkan kalus dengan kondisi daun yang masih segar dan bertunas. Apabila kondisi stek S. balangeran tersebut diperpanjang periode pengamatan dan didukung oleh faktor lingkungan yang optimal maka akan didapatkan persen berakar steknya lebih tinggi. Menurut Sakai dan Subiakto (2007), penelitian stek meranti di Bogor menunjukkan stek S. balangeran selama 4 bulan terbukti menghasilkan persen berakar stek sebesar 70,7 % sedangkan di Samarinda menghasilkan persen berakar stek sebesar 91,3 %.

56 56 Hasil sidik ragam (Tabel 4), menunjukkan bahwa tahap pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen berakar stek S. balangeran. Hal ini berarti bahwa ada kesamaan persen berakar stek S. balangeran antara perlakuan tahap pemangkasan 1 kali dan 2 kali. Perlakuan tahap pemangkasan tidak berbeda nyata diduga oleh faktor jenis tanaman dan faktor pemberian zat pengatur tumbuh (Rootone-F). Faktor jenis tanaman diketahui bahwa tanaman S. balangeran merupakan salah satu jenis Dipterocarpaceae yang pertumbuhan akar steknya lambat, karena selama 14 minggu setelah tanam, persen berakar stek hanya mencapai 51-53,9 %. Kusumo (1984) menyebutkan bahwa keberhasilan stek sangat ditentukan oleh jenis spesies yang digunakan, ada spesies yang mudah berakar cukup dengan air saja, tetapi banyak juga yang susah berakar meskipun dengan perlakuan khusus. Sementara Anonim (1991) mengungkapkan bahwa S. montigena merupakan jenis tanaman yang lambat proses perakarannya bila dibandingkan dengan S. polyandra yang dalam jangka waktu 7-8 minggu dapat berakar mencapai 90 persen dengan memakai media perakaran dan hormon yang sama. Faktor pemberian konsentrasi zat pengatur, dimana kedua tahap pemangkasan tersebut masing-masing stek S. balangeran diberi dosis Rootone-F 100 mg/stek. Pemberian zat pengatur tumbuh (Rootone-F) yang dilakukan telah berhasil merangsang stek S. balangeran walaupun pada akhir pengamatan ada beberapa stek baru sampai tahap pembentukan kalus di dalam rumah kaca KOFFCO. Hal ini disebabkan zat Rootone F memiliki kekuatan menembus dinding sel yang selanjutnya merangsang stek S. balangeran untuk membentuk akar. Menurut Heddy (1986), senyawa Rootone-F dapat memasuki dinding sel dengan baik sehingga merangsang berlangsungnya pembentukkan kalus, primordia akar dan akar. Dari hasil penelitian Hidayat et al. (2007), pemberian dosis Rootone-F yang sama pada jenis H. odorata menghasilkan persen berakar berakar stek diatas 92%. Sementara menurut Nasrun et al. (2001) dalam penelitian juga pada jenis S. javanica mampu menghasilkan persen berakar stek sebesar 94,4%.

57 Panjang akar stek S. balangeran Hasil sidik ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa tahap pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar stek S. balangeran, dimana rata rata panjang akar stek setelah dilakukan pemangkasan 1 kali dan 2 kali adalah berturut-turut sebesar 8,6 dan 8,9 cm. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan antara panjang akar stek S. balangeran baik terhadap pemangkasan 1 kali dan 2 kali. Tidak berbengaruh nyata perlakuan tahap pemangkasan terhadap panjang akar stek S. balangeran diduga oleh faktor umur bahan stek, dimana bahan stek (tunas) pemangkasan 1 kali berasal dari bibit stek berumur 12 bulan dan pemangkasan 2 kali berasal dari bibit stek yang berumur 18 bulan masih bersifat juvenilitas. Menurut Diana et al. (1988), umur bahan stek tanaman masih bersifat juvenilitas untuk jenis-jenis Dipterocarpaceae berumur kurang dua tahun, karena stek dengan berbahan stek juvenil memiliki sel dalam jaringan yang senantiasa aktif membelah dan cukup banyak cadangan makanannya Berat kering akar stek S. balangeran Berat kering akar stek merupakan salah satu indikator yang menunjukkan tingkat pertumbuhan stek. Dari hasil sidik ragam (Tabel 6), tahap pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering akar stek S. balangeran, dimana rata-rata berat kering akar stek terhadap pemangkasan 1 kali sebesar 0,090 gram dan pemangkasan 2 kali sebesar 0,068 gram. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh tahap pemangkasan relatif sama terhadap berat kering akar stek S. balangeran. Tidak berpengaruh nyata tahap pemangkasan terhadap berat kering akar stek diduga yaitu pemotongan bahan stek S. balangeran yang dilakukan tepat atau sedikit dibagian yang disebut nodum (Gambar 21). Yasman dan Smith (1988) mengungkapkan bahwa dengan pemangkasan bahan stek Dipterocarpacae yang tepat atau sedikit dibawah nodum lebih disebabkan cadangan karbohidrat di bagian nodum cukup banyak untuk pertumbuhan akar stek, dimana awal terbentuknya akar dimulai adanya proses metabolisme yang berupa karbohidrat yang menghasilkan energi dan selanjutnya mendorong pembelahan sel dan membentuk sel-sel baru dalam jaringan. Sementara menurut Wudianto (1993),

58 58 karbohidrat merupakan bahan dasar pembentukan akar sehingga stek yang diambil dekat nodum memberi kesempatan lebih besar dibanding stek dari bagian tengah atau jauh dari nodum. Lebih jelasnya tentang pemotongan bahan stek S. balangeran dan penampang akar stek dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21.a Gambar 21. b Gambar 21. Penampang stek S. balangeran dalam peningkatan biomassa akar stek stek. Keterangan: 21.a: Teknik pemotongan bahan stek S. balangeran yang tepat atau sedikit pada nodum. 21.b: Stek S. balangeran dengan banyak akar yang terbentuk akan menentukkan berat kering akar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Tinjauan Umum Shorea balangeran Burck 2.1.1. Sifat botanis S. balangeran mempunyai nama daerah: balangeran, kawi, kelansau, tumi, kahoi (Kalimantan) dan melangir (Bangka,

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF. Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono

III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF. Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono A. Stek Stek merupakan teknik pembiakan vegatatif dengan cara perlakuan pemotongan pada bagian vegatatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) Kopi tergolong pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Tumbuhan ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jati ( Tectona grandis) termasuk famili Verbenaceae yang mempunyai banyak keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh dalam berbagai kondisi

Lebih terperinci

~. ~ ~ ~, ~~~~ ~~ ~~ ~ ~,~-.

~. ~ ~ ~, ~~~~ ~~ ~~ ~ ~,~-. ~~ ~ ~,~-. ~.~~.~~~~. ~.~.~ ~.. ARIF BUDIMAN (E.01496103). Pengaruh Hormon IBA Terhadap Pertumbuhan Stek Slrorea baiangeran Korth. Pada Medium Air (Water Rooting System). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Supriyanto.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun tanaman hias bunga. Tanaman hias yaitu suatu tanaman yang bagian akar, batang,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan kayu dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat tersebut bila tidak diimbangi dengan usaha penanaman kembali maka degradasi

Lebih terperinci

Repositori FMIPA UNISMA

Repositori FMIPA UNISMA Studi Pemberian NAA dan 2,4-D pada Stek Batang Pohon Terompet Kuning (Tabebuia aurea) Ahmad Syafi'i 1, Ari Hayati 2 2 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Islam Malang Abstrak Stek batang lebih menguntungkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

PERBANYAKAN VEGETATIF TANAMAN BEBERAPA HASIL PENELITIAN

PERBANYAKAN VEGETATIF TANAMAN BEBERAPA HASIL PENELITIAN PERBANYAKAN VEGETATIF TANAMAN BEBERAPA HASIL PENELITIAN meranti PERTUMBUHAN DAN KUALITAS FISIK BIBIT MERANTI TEMBAGA ASAL STEK PUCUK PADA BEBERAPA TINGKAT UMUR Tujuan :untuk mengetahui pertumbuhan dan

Lebih terperinci

PENGARUH BAGIAN TUNAS TERHADAP PERTUMBUHAN STEK KRANJI (Pongamia pinnata Merril)

PENGARUH BAGIAN TUNAS TERHADAP PERTUMBUHAN STEK KRANJI (Pongamia pinnata Merril) PENGARUH BAGIAN TUNAS TERHADAP PERTUMBUHAN STEK KRANJI (Pongamia pinnata Merril) The effect of shoot part on growth cutting kranji (Pongamia pinnata Merill) Oleh Nurmawati Siregar Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

Sambung Pucuk Pada Tanaman Durian

Sambung Pucuk Pada Tanaman Durian Sambung Pucuk Pada Tanaman Durian Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP GRAFTING atau ent, istilah asing yang sering didengar itu, pengertiannya ialah menggambungkan batang bawah dan batang atas dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sederhana Dusun IX, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan,

III. BAHAN DAN METODE. Sederhana Dusun IX, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan yang berlokasi di Jalan Sederhana Dusun IX, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Lebih terperinci

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F Terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga mollucana. Blume.

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F Terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga mollucana. Blume. JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA Vol. 03 Agustus 2011 Vol. 03 No. 01 Agustus 2011, Hal. 59 65 Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (Rootone-F) 59 ISSN: 2086-8227 Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F Terhadap

Lebih terperinci

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih BUDIDAYA SUKUN Sukun merupakan tanaman tropis sehingga hampir disemua daerah di Indonesia ini dapat tumbuh. Sukun dapat tumbuh di dataran rendah (0 m) hingga dataran tinggi (700 m dpl). Pertumbuhan optimal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2016-Februari

Lebih terperinci

STUDI AWAL PERBANYAKAN VEGETATIF NYAWAI (Ficus variegata) DENGAN METODE STEK

STUDI AWAL PERBANYAKAN VEGETATIF NYAWAI (Ficus variegata) DENGAN METODE STEK STUDI AWAL PERBANYAKAN VEGETATIF NYAWAI (Ficus variegata) DENGAN METODE STEK Preliminary Research on Vegetative Propagation of Nyawai (Ficus variegata) by Cutting Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGBIAKAN VEGETATIF CANGKOK. Di Susun Oleh: Kelompok 7 Sony Paula

PERKEMBANGBIAKAN VEGETATIF CANGKOK. Di Susun Oleh: Kelompok 7 Sony Paula PERKEMBANGBIAKAN VEGETATIF CANGKOK Di Susun Oleh: Kelompok 7 Sony Paula JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUSAMUS MERAUKE 2015 DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN...2 A. Latar belakang...2

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta

Lebih terperinci

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU ketiak daun. Bunga berbentuk lancip, panjangnya sampai 5 mm, berwarna hijau kekuningan atau putih, berbau harum. Buah berbentuk bulat telur atau agak lonjong, panjangnya

Lebih terperinci

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI Pembibitan Pembibitan ulang stroberi di Vin s Berry Park dilakukan dengan stolon. Pembibitan ulang hanya bertujuan untuk menyulam tanaman yang mati, bukan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU (Fragraea fragarans ROXB) 1) Oleh : Agus Sofyan 2) dan Imam Muslimin 2) ABSTRAK Tembesu (Fragraea fragrans ROXB) merupakan jenis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Meranti Tembaga ( Shorea leprosula Miq.)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Meranti Tembaga ( Shorea leprosula Miq.) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.) Shorea lepropsula Miq (meranti tembaga) (sinonim Hopea maranti Miq., Shorea maranti Burck, S. astrostricta Scort. Ex Foxw.)

Lebih terperinci

* 2) Pusat Penelitian Pengembangan Kehutanan dan Rehabiltasi 3)

*  2) Pusat Penelitian Pengembangan Kehutanan dan Rehabiltasi 3) PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP KEBERHASILAN STEK PUCUK TEMBESU Fagraea fragrans (Roxb.) [Effect of Origin Material and Cutting Media on Successful Of Shoot Cutting Tembesu Fagraea fragrans

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

1. Benuang Bini (Octomeles Sumatrana Miq) Oleh: Agus Astho Pramono dan Nurmawati Siregar

1. Benuang Bini (Octomeles Sumatrana Miq) Oleh: Agus Astho Pramono dan Nurmawati Siregar 1. Benuang Bini (Octomeles Sumatrana Miq) Oleh: Agus Astho Pramono dan Nurmawati Siregar Nama Daerah : Benuang bini, benuwang, banuang, bunuang, benua, wenuang Nama Ilmiah : Octomeles Sumatrana Miq Family

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo: TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo: Caryophyllales, Famili: Cactaceae, Genus:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN BAB I PENDAHULUAN Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan kakao yaitu dengan merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tua, karena

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

RESPON SETEK CABANG BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris) TERHADAP PEMBERIAN AIA

RESPON SETEK CABANG BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris) TERHADAP PEMBERIAN AIA RESPON SETEK CABANG BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris) TERHADAP PEMBERIAN AIA (THE RESPONSE OF BRANCH CUTTINGS YELLOW BAMBOO (Bambusa Vulgaris) BY GIVING INDOLE ACETIC ACID) Yosepin K. Simangunsong, Indriyanto,

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor, pada bulan Januari sampai April 2008. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian 220 m di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

Maman Sulaeman I. PENDAHULUAN

Maman Sulaeman I. PENDAHULUAN TEKNIK PEMANGKASAN (Shorea leprosula Miq.) SEBAGAI BAHAN PERBANYAKAN VEGETATIF DENGAN CARA STEK Prunning Techniques of Shorea leprosula Miq. as Vegetative Propagation Material for Cutting Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L)

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L) PKMP-1-8-1 PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L) R.M. Aulia El Halim, B. Pramudityo, R. Setiawan, I.Y. Habibi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo) Tanaman jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) termasuk ke dalam famili Rutaceae. Famili Rutaceae memiliki sekitar 1 300 spesies yang dikelompokkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di Green House Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboratorium Teknik Sumber Daya Air

Lebih terperinci

PROPAGASI BIBIT POHON

PROPAGASI BIBIT POHON PROPAGASI BIBIT POHON La Dr. Yadi Setiadi Land Rehabilitation Specialist Faculty of Forestry, IPB Campus IPB, Darmaga, Bogor ysetiad55@gmail.com Bahan propagasi tanaman Bahan generatif Biji (benih) Bahan

Lebih terperinci

(STEK-SAMBUNG) SAMBUNG)

(STEK-SAMBUNG) SAMBUNG) PERBANYAKAN TANAMAN ANGGUR DENGAN STEKBUNG (STEK-SAMBUNG) SAMBUNG) Perbanyakan anggur yang banyak dilakukan adalah dengan stek batang/cabang Cabang/ranting yang digunakan adalah hasil dari pangkasan lanjutan/produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH (Camellia sinensis L.) Disusun Oleh: Danni Ramadhan H0712052 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG

PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG Dr. Yadi Setiadi Mine Land Rehabilitation Specialist Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University Campus IPB, Darmaga, Bogor ysetiad55@gmail.com

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

Pembiakan Vegetatif Pohon Hutan Gambut Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser) dengan Metode Stek Pucuk

Pembiakan Vegetatif Pohon Hutan Gambut Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser) dengan Metode Stek Pucuk JURNAL Vol. 3 Agustus SILVIKULTUR 212 TROPIKA Pembiakan Vegetatif Pohon Hutan Gambut 97 Vol. 3 No. 2 Agustus 212, Hal. 97 11 ISSN: 286-8227 Pembiakan Vegetatif Pohon Hutan Gambut Tumih (Combretocarpus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada April sampai dengan Juni 2012 di Perum Polda 2

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada April sampai dengan Juni 2012 di Perum Polda 2 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April sampai dengan Juni 2012 di Perum Polda 2 Gang Mawar no 7 Kelurahan Pinang Jaya, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

PERBANYAKAN TANAMAN. Oleh: Rommy A Laksono. Program Studi Agroteknologi UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA

PERBANYAKAN TANAMAN. Oleh: Rommy A Laksono. Program Studi Agroteknologi UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA PERBANYAKAN TANAMAN Oleh: Rommy A Laksono Program Studi Agroteknologi UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA Metode perbanyakan tanaman ada 3 : 1. Generatif (seksual) : menggunakan organ generatif (biji/benih) 2.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic Acid) terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tebu (Saccharum officinarum L.) G2 varietas

Lebih terperinci

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara. Penyulaman Penyulaman dilakukan apabila bibit ada yang mati dan perlu dilakukan dengan segera agar bibit sulaman tidak tertinggal jauh dengan bibit lainnya. Penyiangan Penyiangan terhadap gulma dilakukan

Lebih terperinci

Teknik Perbanyakan Jambu Air Citra Melalui Stek Cabang

Teknik Perbanyakan Jambu Air Citra Melalui Stek Cabang Teknik Perbanyakan Jambu Air Citra Melalui Stek Cabang Buah jambu air Citra terkenal di Indonesia, karena mempunyai cita-rasa yang sangat manis dan renyah, ukuran buah cukup besar (200 250 g/ buah), dan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Spermatophyta. : Magnoliophyta. : Magnoliopsida. : Dilleniidae. : Theales. : Dipterocarpaceae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Spermatophyta. : Magnoliophyta. : Magnoliopsida. : Dilleniidae. : Theales. : Dipterocarpaceae BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Meranti Tembaga a. Klasifikasi Kingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Dilleniidae

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Secara umum, pembiakan tanaman terbagi menjadi dua cara yaitu pembiakan generatif dan pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif merupakan perbanyakan tanaman tanpa melibatkan

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH :

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH : RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH : SARAH VITRYA SIDABUTAR 080301055 BDP-AGRONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian UMY, pada bulan Desember 2015 Maret 2016. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN STUMPKARET

RESPON PERTUMBUHAN STUMPKARET 1 RESPON PERTUMBUHAN STUMPKARET (Hevea brassiliensis Muell Arg.)TERHADAP PEMBERIAN ASAM ASETIK NAFTALEN 3,0 % DENGAN CARA PENGOLESAN DI LUKA PEMOTONGAN AKAR TUNGGANG PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) berpengaruh nyata pada jumlah akar primer bibit tanaman nanas, tetapi tidak

Lebih terperinci

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH (Rootone-F) TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR JATI (Tectona grandis) ) DALAM PERBANYAKAN SECARA STEK PUCUK SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajad Sarjana-1

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Prima atau tidaknya tanaman kelak bergantung penuh pada bibit awal.

Prima atau tidaknya tanaman kelak bergantung penuh pada bibit awal. 1 SELEKSI DAN RAWAT AGLAONEMA Seleksi dan Rawat Aglaonema Sungkup plastik diikat dan digantung Prima atau tidaknya tanaman kelak bergantung penuh pada bibit awal. Karena itu, seleksi bibit yang unggul

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Pendahuluan Tomat dikategorikan sebagai sayuran, meskipun mempunyai struktur buah. Tanaman ini bisa tumbuh baik didataran rendah maupun tinggi mulai dari 0-1500 meter dpl,

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar Menurut Sarwono (2005) ubijalar tergolong tanaman palawija. Tanaman ini membentuk umbi di dalam tanah. Umbi itulah yang menjadi produk utamanya. Ubijalar digolongkan ke

Lebih terperinci

Budidaya Tanaman Obat. Elvira Syamsir

Budidaya Tanaman Obat. Elvira Syamsir Budidaya Tanaman Obat Elvira Syamsir Budidaya Tanaman Obat untuk Murid Sekolah Dasar Pengarang: Elvira Syamsir ilustrator: yanu indaryanto Penerbit: Seafast Center IPB DISCLAIMER This publication is made

Lebih terperinci

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di laksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Jalan, Benteng Hilir, No. 19. Kelurahan, Bandar Khalifah. Deli Serdang. Penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

PEMBERIAN ROOTONE F TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG PURI (Mitragyna speciosa Korth)

PEMBERIAN ROOTONE F TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG PURI (Mitragyna speciosa Korth) PEMBERIAN ROOTONE F TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG PURI (Mitragyna speciosa Korth) Adding rootone f on the growth of stem Cuttings of puri (Mitragyna speciosa Korth) Okta Cahyadi, Iskandar, AM dan Hafiz

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, Kecamatan Tanjung Karang Barat. Kota Bandar Lampung, mulai bulan Mei sampai

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI OLEH: RIZKI RINALDI DALIMUNTHE 080301018 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium I I I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium

Lebih terperinci