NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMA"

Transkripsi

1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMA Oleh : Sischa Dewi Agustina Fuad Nashori PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

2 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMA Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing Utama (Fuad Nashori, S. Psi, M. Si)

3 HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMA Sischa Dewi Agustina Fuad Nashori, S. Psi, M. Si INTISARI Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta yang menunjukkan bahwa akhir- akhir ini tindak kenakalan remaja cenderung meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitas.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA. Semakin tinggi efektivitas komunikasi interpersonal seseorang maka semakin rendah keterlibatan remaja pada kenakalan remaja. Sebaliknya remaja dengan efektivitas komunikasi interpersonal yang rendah maka akan memiliki kecenderungan yang besar untuk terlibat dalam kenakalan remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA 1 Depok Yogjakarta. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala efektivitas komunikasi interpersonal dan skala kenakalan remaja yang disusun oleh peneliti. Skala komunikasi interpersonal disusun berdasarkan aspek komunikasi interpersonal dari Devito (1997) yang berjumlah 30 aitem dan skala kenakalan remaja disusun berdasarkan aspek kenakalan remaja dari Sarwono (2002) yang berjumlah 36 aitem. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 12.0 for Windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja. Korelasi product moment Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0,413 dengan p = 0,000 (p<0,01) yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa. Kata Kunci : Efektivitas Komunikasi Interpersonal, Kenakalan Remaja

4 PENGANTAR Kenakalan remaja bukanlah masalah yang baru di bicarakan pada saat ini. Masalah tersebut telah muncul dari mulai berabad abad yang lalu. Namun kenakalan remaja pada saat ini sudah mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Dalam perkembangannya akhir- akhir ini tindak kenakalan remaja cenderung meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitas ( Hastuti dan Lickona (Yuwono, 2006) menyebutkan beberapa tanda dari perilaku yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa antara lain meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, pengaruh kelompok sebaya terhadap tindak kekerasan, dan semakin kaburnya pedoman moral. Dunia dengan kemajuan yang sangat pesat menyebabkan dampak negatif yang menglobal dalam berbagai bidang. Dari tahun ke tahun tidak ada satu pun negara yang terlepas dari permasalahan sosial masyarakat. Semakin meningkatnya permasalahan sosial masyarakat dapat meningkatkan kerawanan kerawanan sosial, yang menyebabkan remaja tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik ( Data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional, jumlah kasus Narkoba meningkat dari sebanyak kasus pada tahun 2000 menjadi pada tahun 2004, atau meningkat rata-rata 28,9% per tahun. Jumlah tersangka tindak kejahatan Narkoba pun meningkat dari orang pada tahun 2000 menjadi kasus pada tahun 2004 atau meningkat rata-rata 28,6% pertahun. Dalam berbagai penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar penyalahguna Narkoba 80% dari mereka adalah kaum muda/remaja. ( Selain itu, di kota-kota besar seperti

5 Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi dan jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun ( Pengaruh sosial dan kultural memainkan peranan yang besar dan sangat mempengaruhi dalam pembentukan atau pengkondisian tingkah laku kriminal anak anak remaja (Kartono, 2003). Perilaku anak remaja ini menunjukkan tanda tanda kurang atau tidak adanya konformitas terhadap norma norma sosial, mayoritas juvenile delinquency berusia di bawah 21 tahun. Angka tertinggi tindak pelanggaran dan kejahatan tersebut dilakukan pada remaja yang berusia tahun (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan (Mu tadin, 2002). Pada fase perkembangan remaja madya dan remaja akhir, remaja memiliki ketrampilan sosial yang meliputi kemampuan komunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima umpan balik, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku. Penelitian yang dilakukan oleh Berlo pada tahun 1980 menunjukkan bahwa 70% waktu aktif dipergunakan oleh masyarakat Amerika Serikat untuk berkomunikasi (Wulandari, 2004). Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan komunikasi akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan

6 bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb (Mu tadin, 2002). Sejalan dengan hal tersebut, Tambunan (2001) menemukan faktor internal pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Hal ini juga diperkuat pendapat Saad (2003) perilaku merusak dan menyakiti pihak lain selalu memaksakan cara dan jalannya sendiri dalam membangun komunikasi dengan pihak lain, tanpa peduli sikap, penerimaan, atau konsekuensi yang bakal menimpa pihak lainnya. Sendjaja (2005) mengemukakan bahwa komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia dan sebagian besar kegiatan komunikasi berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi atau interpersonal. Sependapat dengan hal itu, Rakhmat (2002) mengemukakan bahwa kepribadian terbentuk sepanjang hidup kita, selama itu pula komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan kepribadian kita. Schutz (Rakhmat, 2002) merinci kebutuhan sosial ke dalam tiga hal antara lain, inclution, control, affection. Patterson (Berkowitz, 2003) mengungkapkan sejumlah penelitian menemukan bahwa anak anak yang melanggar hukum juga cenderung berprestasi buruk di sekolah, dan ia berkeyakinan bahwa kecenderungan ini disebabkan, paling tidak sebagian, karena kepribadiannya yang tidak mendukung. Adanya perilaku yang impulsif dan kurang kontrol, mereka cenderung gelisah dan mudah menyimpang (Berkowitz,

7 2003). Sependapat hal itu, Rakhmat (2002) mengemukakan bahwa kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif. DeVito (1997) menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal, seperti bentuk perilaku yang lain, dapat sangat efektif dan dapat pula sangat tidak efektif. Kegagalan dalam menjalin komunikasi interpersonal dalam hubungan interpersonal dapat disebabkan oleh kegagalan menerima isi pesan secara cermat atau kegagalan dalam menimbulkan pengertian disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication) sedangkan gangguan hubungan manusiawi yang timbul dari salah pengertian adalah kegagalan komunikasi sekunder (Rakhmat, 2002). Contoh kasus yang disebabkan oleh kegagalan komunikasi interpersonal yakni perkelahian pelajar pada WIB di dekat Simpang Kara, Batamcentre. Dugaan yang muncul saat itu, baku hantam disebabkan masalah yang sepele, ''Perkelahian itu, penyebabnya hanya karena salah paham saja,'' kata Handoko, ditanya penyebab baku hantam itu ( Packard (Rakhmat, 2002) menjelaskan bahwa orang yang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal akan menjadi agresif, senang berkhayal, dingin, sakit fisik dan mental, dan menderita flight syndrome (ingin melarikan diri dari lingkungan). Packard (Rakhmat, 2002) mengutip penelitian Zimbardo tentang hubungan anonimitas dengan agresi. Penelitian tersebut dilakukan pada dua daerah yang berbeda di Amerika Serikat (Rakhmat, 2002). Zimbardo (Rakhmat, 2002) berteori, anonimitas menjadikan orang agresif, senang mencuri dan merusak, serta kehilangan tanggung jawab sosialnya. Rakhmat

8 (2002) mengemukakan penyebab anonimitas adalah kegagalan komunikasi interpersonal dalam menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Perspektif situasi menurut Miller dan Steinberg (Wulandari, 2004) merupakan situasi atau perspektif yang menekankan bahwa sukses tidaknya komunikasi interpersonal sangat tergantung pada situasi komunikasi, mengacu pada hubungan dan tatap muka antara dua individu atau sebagian kecil individu dengan mangandalkan suatu kekuatan yang segera mendekati satu dengan yang lain. Miller dan Steinberg (Wulandari, 2004) juga berpendapat bahwa dalam komunikasi interpersonal komunikator dan komunikan harus menciptakan suasana hubungan antar manusia yang manusiawi. Supaya manusia tetap hidup secara sosial, ia harus terampil dalam memahami faktor faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal (Rakhmat, 2002). Karakteristik efektivitas komunikasi interpersonal dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, salah satunya adalah sudut pandang humanistik yang dibagi dalam lima kualitas umum antara lain keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan (DeVito, 1997). Sependapat dengan hal itu, dalam penelitian Maryani (2004) diungkap adanya pengaruh keharmonisan keluarga dan komunikasi interpersonal dalam keluarga memberikan pengaruh positif dan kontribusi secara efektif yang cukup besar terhadap kesadaran bahaya kenakalan remaja bagi remaja di Desa Nglarangan Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Tahun 2004.

9 METODE PENELITIAN Subjek dalam penelitian ini adalah Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA I Depok Yogjakarta yang berusia antara tahun. Dalam mencari subjek penelitian, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode skala. Skala ini terdiri dari skala efektivitas komunikasi Interpersonal yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Devito (1997) dan skala kenakalan remaja yang juga disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek yang dikemukan oleh Jensen (Sarwono, 2002). Metode analisis data pada penelitian ini adalah analisis statistik. Untuk melihat hubungan antara hubungan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA yaitu dengan menggunakan korelasi product momet Pearson. HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi Sebelum melakukan analisis korelasi product moment Pearson untuk menguji hipotesis penelitian, peneliti melakukan uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linieritas. a. Uji Normalitas Hasil uji normalitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 12.0 for Windows dengan teknik one sample Kolmogorof Smirnov menunjukkan nilai K-S-Z sebesar 0,838 dengan p = 0,810 (p>0,05) untuk kenakalan remaja dan nilai K-S-Z sebesar 0,993 dengan p = 0,278

10 (p>0,05) untuk efektivitas komunikasi interpersonal. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa kenakalan remaja dan efektivitas komunikasi interpersonal memiliki sebaran normal. b. Uji Linearitas Hasil uji linearitas dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 12.0 for Windows dengan teknik Compare Means menunjukkan F = 2339,726; p = 0,000. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah linier karena p<0,05. c. Uji Hipotesis Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja nilai r = -0,413 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan, yaitu ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA dapat diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar -0,413 dengan p = 0,000 (p<0,01). Dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara

11 efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA. Semakin tinggi efektivitas komunikasi interpersonal seseorang maka semakin rendah keterlibatan siswa pada kenakalan remaja. Sebaliknya remaja dengan efektivitas komunikasi interpersonal yang rendah maka akan memiliki kecenderungan yang besar untuk terlibat dalam kenakalan remaja. Penerimaan atas hipotesis penelitian menunjukkan bahwa efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja berhubungan dengan perilaku kenakalan remaja pada siswa SMA. Resmi (2005) menjelaskan bahwa sebagai makhluk sosial, individu dituntut dapat membina hubungan dengan orang lain dan menyelesaikan masalah serta mampu menampilkan diri, sesuai aturan yang berlaku. Karena itu individu dalam hal ini akan berusaha memahami dan mengembangkan keterampilan sosialnya agar dapat menyesuaikan diri dengan baik. Mu tadin (2002) menyebutkan bahwa ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Rakhmat (2002) mengemukakan bahwa kepribadian terbentuk sepanjang hidup kita, selama itu pula komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan kepribadian kita. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial seperti komunikasi interpersonal akan menyebabkan ia sulit meyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, seperti timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku anormatif misalnya, asosial ataupun anti-sosial (Resmi, 2005). Bahkan lebih ekstrem biasa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sebagainya (Resmi, 2005). Tambunan (2001) menemukan faktor internal pada remaja yang

12 sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Berkenaan dengan adanya faktor lain di luar kemampuan remaja dalam berhubungan interpersonal, Willis (2005) mengungkapkan bahwa faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah juga ikut mempengaruhi remaja terjerumus dalam perilaku delinkuensi. Hal ini disebabkan faktor lingkungan adalah pembentuk ketrampilan komunikasi interpersonal pada seseorang, baik itu lingkungan sosial maupun lingkungan keluarga. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial berhubungan dengan daya pilih teman untuk bergaul yang membantu pembentukan perilaku positif ataupun negatif (Willis, 2005). Hal ini karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan (Mu tadin, 2002). Anak itu hidup dan berkembang berawal dari interaksi keluarga yaitu hubungan antara orang tua dengan anak, ayah dengan ibu dan hubungan anak dengan anggota keluarga lain yang tinggal bersama-sama (Willis,2005). Pendapat tersebut juga diperkuatkan oleh Berkowitz (2003) bahwa kondisi keluarga yang tidak harmonis dapat mempengaruhi perilaku antisosial pada anak. Pendapat di atas juga diperkuat dengan hasil penelitian Harmini dan Wardoyo (2003) mengenai Intensitas Komunikasi dalam Mewujudkan Keharmonisan Keluarga dan Pencegahan Kenakalan Anak yang menemukan bahwa kemampuan anak dalam

13 menjalin komunikasi sangat mempengaruhi anak dalam bersosialisasi dan kecenderungan anak berperilaku delinkuen. Kehidupan keluarga merupakan serangkaian aksi dan reaksi, di mana para anggota keluarga terus-menerus saling mempengaruhi. Saad (2003) mengemukakan kualitas hubungan dengan orangtua merupakan kualitas komunikasi interpersonal yang terbangun dalam kehidupan sehari hari di rumah. Pendapat tersebut diperkuat dengan penelitian Maryani (2004) diungkap adanya pengaruh keharmonisan keluarga dan komunikasi interpersonal dalam keluarga memberikan pengaruh positif dan kontribusi secara efektif yang cukup besar terhadap kesadaran bahaya kenakalan remaja bagi remaja di Desa Nglarangan Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Tahun Berdasarkan temuan di lapangan, faktor lingkungan yang terdapat di SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta, yaitu lingkungan sekolah yang cukup kondusif, fasilitas penunjang pendidikan yang memadai, kegiatan ekstra kurikuler yang dapat mengisi waktu luang para siswa, serta pengawasan para pendidik yang terpadu menyebabkan para siswa tidak banyak terlibat dalam perilaku delinkuensi. Seperti yang diungkapkan Willis (2005) kurangnya fasilitas pendidikan seperti alat-alat pelajaran, alat-alat praktik, alat kesenian dan olahraga, juga merupakan sumber gangguan pendidikan yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai tingkah laku negatif pada anak didik salah satunya adalah kenakalan remaja Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kebutuhan siswa SMA Negeri 1 Depok

14 akan terpadunya lingkungan yang kondusif yang dapat mendukung kegiatan belajar siswa dan mencegah perilaku delinkuen cukup terpenuhi. Hasil kategorisasi pada nilai masing-masing skala menunjukkan bahwa perilaku kenakalan berada dalam rendah yaitu 51 subjek atau 56,67% dari jumlah 90 subjek penelitian yang berada pada rentang skor 57,6-79,2 paling banyak jika dibandingkan rentang skor yang lain. Sedangkan pada efektivitas komunikasi interpersonal berada pada kategori sangat tinggi yaitu sebanyak 64 orang atau 71,11 % dari jumlah 90 subjek penelitian. Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa efektivitas komunikasi interpersonal yang dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 1 Depok berada pada kategori sangat tinggi yang berada pada rentang skor paling banyak jika dibandingkan rentang skor yang lain. Para siswa SMA Negeri 1 Depok yang menjadi subjek penelitian rata-rata memiliki perilaku kenakalan remaja yang berada dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas lingkungan yang kondusif serta efektivitas komunikasi interpersonal yang ada dalam lingkungan sekolah terjalin dengan baik. Kualitas komunikasi antarpribadi ini akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku individu terutama anak dan remaja (Saad, 2003). Suatu komunikasi interpersonal yang merupakan produk dari interaksi sosial pada hakekatnya dapat mempengaruhi individu dalam bertindak baik itu tindakan yang mengarah pada perilaku positif dan tindakan yang bersifat destruktif seperti salah satu contohnya adalah kenakalan remaja (juvenile delinkuency).

15 KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA. Yang ditunjukkan dengan hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson dengan koefisien korelasi (r) sebesar -0,413 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti semakin tinggi efektivitas komunikasi interpersonal seseorang maka semakin rendah keterlibatan remaja pada kenakalan remaja. Sebaliknya remaja dengan efektivitas komunikasi interpersonal yang rendah akan memiliki kecenderungan yang besar untuk terlibat dalam kenakalan remaja. Jadi hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA dapat diterima. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 1. Bagi Siswa a. Diharapkan para siswa menjalin komunikasi yang terpadu baik itu dengan orang tua, guru, teman dan lingkungan sosial lainnya dengan bersikap terbuka guna meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri dan menghindari perilaku delinkuen yang dapat membahayakan diri sendiri serta orang lain.

16 b. Diharapkan para siswa dapat lebih berperan aktif dalam menjaga lingkungan yang sudah cukup kondusif sehingga kegiatan belajar dan mengajar dapat berjalan dengan baik 2. Bagi Guru dan orangtua a. Diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dengan menyediakan fasilitas pendidikan yang baik bagi para siswa dalam belajar sehingga dapat membantu perkembangan ketrampilan sosial para remaja. b. Memberi pengawasan yang terpadu dan perhatian penuh serta kesempatan pada anak untuk menunjukkan kemampuan dan potensi yang dalam dirinya sehingga para siswa akan termotivasi dan terpacu untuk terus meningkatkan performa belajarnya. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Penelitian yang berkaitan dengan komunikasi interpersonal dan kenakalan remaja masih perlu untuk diungkap khususnya yang berupa data kualitatif. Selain itu perlu dilakukan penelitian lain dengan subjek yang berbeda, misalnya pada remaja yang hidup di jalan dan tidak memperoleh pendidikan formal, remaja yang berstatus single-parent sehingga menghasilkan berbagai macam variasi penelitian. b. Diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih teliti dalam pemilihan aitem dalam pembuatan skala yang sesuai dengan kondisi subjek

17 sehingga dapat meminimalisirkan adanya social desirability pada diri subjek saat mengisi skala. DAFTAR PUSTAKA Azwar, S Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Azwar, S Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Berkowitz, L Emotional Behavior. Mengenali Perilaku dan Tindakan Kekerasan di Lingkungan Sekitar Kita dan Cara Penanggulanganya. Jakarta : CV Teruna Grafika Devito, J.A Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Proffesional Books. ELN Seorang Pelajar Tewas dalam Tawuran di Bekasi. Kartono, K Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali Pers. Maryani, S Pengaruh Keharmonisan Keluarga dan Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga terhadap Kesadaran Bahaya Kenakalan Remaja di Desa Nglarangan Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Tahun Artikel. 19/01/07 Masngudin, Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Penyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga. in.htm Mu tadin, Z Mengembangkan Ketrampilan Sosial pada Remaja. Artikel. Rakhmat, J Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi). Bandung : PT Remaja Rosdakarya

18 Resmi. I Perilaku Remaja. Artikel Saad, H Perkelahian Pelajar (Potret Siswa SMU di DKI Jakarta). Yogyakarta : Galang Press Sarwono, S.W Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Sendjaja, S Pengantar Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka Tambunan, R Perkelahian Pelajar. Artikel. Willis, S Remaja & Masalahannya. Bandung : Alfabeta Wulandari, L Efektifitas Modifikasi Perilaku Kognitif Untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. Jurnal Penelitian. Yuwono, Taufik Pembinaan Agama Melalui Pendekatan Kelompok Sebaya untuk mneurunkan angka Tawuran Pelajar SMA/SMK. Jurnal Penelitian. IVV/ADP Usai UAN, Tawuran Pelajar Merebak. Artikel Himpunan Hasil Lit BNN 2003&2004. Jurnal Peneltian Perkelahian Antar Pelajar Akan Tetap Diusut

19 IDENTITAS PENULIS Nama : Sischa Dewi Agustina Alamat Rumah : Karangasem Sukoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta No. Telp/HP :

20

HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN PERILAKU PRODUKTIF PADA GURU SLB. Ermy Herawaty Sus Budiharto, S. Psi, M.

HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN PERILAKU PRODUKTIF PADA GURU SLB. Ermy Herawaty Sus Budiharto, S. Psi, M. HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN PERILAKU PRODUKTIF PADA GURU SLB Ermy Herawaty Sus Budiharto, S. Psi, M. Si, Psi INTISARI Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta yang menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA Oleh: Iffah Savitri Mira Aliza Rachmawati PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji Asumsi dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis, uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Tujuan dari uji asumsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU DELIKUEN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU DELIKUEN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU DELIKUEN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukanoleh

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa, serta masa dimana seseorang mulai mengembangkan dan memperluas kehidupan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERILAKU DELINKUEN DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSI PENYANDANG TUNALARAS DI SLB-E BHINA PUTERA SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi selalu terjadi dalam setiap kehidupan manusia. Setiap kegiatan yang dilakukan manusia merupakan refleksi dari kegiatan komunikasi, baik secara verbal maupun

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi Product Moment untuk mencari hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003). 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa dimana seorang manusia mengalami peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa peralihan ini setiap remaja meninggalkan identitas

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH IBU) - ANAK DENGAN DEPRESI PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH IBU) - ANAK DENGAN DEPRESI PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH IBU) - ANAK DENGAN DEPRESI PADA REMAJA Oleh : Finda Fatmawati Hepi Wahyuningsih PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya. Siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya kelas XI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan Pada Program Ekstensi Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja (siswa) semakin meluas, bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah lingkaran yang tidak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. uji linieritas hubungan variabel bebas dan tergantung. diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical

BAB V HASIL PENELITIAN. uji linieritas hubungan variabel bebas dan tergantung. diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi Setelah semua data penelitian diperoleh, maka dilakukan uji asumsi sebagai syarat untuk melakukan analisis data. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas sebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dalam masa peralihan ini akan terjadi perubahan-perubahan pada diri remaja seperti fisik, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel kriterium: Penyesuaian diri terhadap lawan jenis. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel kriterium: Penyesuaian diri terhadap lawan jenis. B. Definisi Operasional digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga variabel, yaitu satu variabel kriterium dan dua variabel prediktor, sebagai berikut: 1. Variabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. apabila P > 0,05 dan diperoleh hasil sebagai berikut:

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. apabila P > 0,05 dan diperoleh hasil sebagai berikut: BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG CACAT TUNARUNGU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG CACAT TUNARUNGU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG CACAT TUNARUNGU Disusun oleh: Khalimatus Sa diyah H. Fuad Nashori FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa. Melalui kegiatan olahraga

BAB I PENDAHULUAN. minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa. Melalui kegiatan olahraga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan siswa di luar kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekstrakurikuler dapat memberikan pengaruh terhadap minat, bakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Oleh : SYAIFUL ANWAR PRASETYO YULIANTI DWI ASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan ataupun kasus tawuran dan keributan antara pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis dilakukan uji asumsi terlebih dahulu yang merupakan syaratnya. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan korelasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan presentasi maupun diskusi biasanya melibatkan guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dalam suatu proses belajar mengajar, di dalam kegiatan presentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang diteliti yaitu komunikasi

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang diteliti yaitu komunikasi BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang diteliti yaitu komunikasi interpersonal dan keharmonisan keluarga. Untuk jenis penelitian kuantitatif ini, maka

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 6 KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 6 KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 Artikel Skripsi HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 6 KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Devinisi Operasional Penelitian, (C) Subjek Penelitian, Populasi dan Sampel (D)

BAB III METODE PENELITIAN. Devinisi Operasional Penelitian, (C) Subjek Penelitian, Populasi dan Sampel (D) 87 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi: (A) Identifikasi Variabel Penelitian,

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang perjalanan kehidupan dan menjadi bagian yang dilalui dalam siklus perkembangan manusia. Dewasa ini disebut

Lebih terperinci

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERAN BK TERHADAP TAWURAN PELAJAR DI INDONESIA Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum 11001192 Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVARSITAS AHMAD DAHLAN

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA KARENA KENAKALAN REMAJA DI RT RW VI KELURAHAN DARMO SURABAYA

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA KARENA KENAKALAN REMAJA DI RT RW VI KELURAHAN DARMO SURABAYA GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA KARENA KENAKALAN REMAJA DI RT 07-08 RW VI KELURAHAN DARMO SURABAYA Aristina Halawa Akademi Keperawatan William Booth Surabaya. ABSTRAK Kenakalan remaja yang merupakan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA DISUSUN OLEH SUGESTI HANUNG ANDITYA SUS BUDIHARTO PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Artikel Skripsi HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Jurusan Bimbingan Konseling FKIP UNP Kediri Oleh: SUCI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN AJARAN 2015/2016

KORELASI ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN AJARAN 2015/2016 KORELASI ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagaiab Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan masyarakat, tak hanya masyarakat di perkotaan, masyarakat didesapun mulai merasa resah dengan perilaku

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN

PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN Perbedaan Keterampilan Sosial (Afrian Budiarto) 512 PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN DIFFERENCE SOCIAL SKILLS STUDENTS ACTIVE AND PASSSIVE

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. subyek dengan rentang usia dari 15 tahun sampai 60 tahun dan

BAB IV PEMBAHASAN. subyek dengan rentang usia dari 15 tahun sampai 60 tahun dan BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Sampel dalam penelitian ini adalah 75 anggota aktif. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai gambaran sampel berdasarkan usia dan Masa bekerja. Selanjutnya akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan peredaraan dan penyalahgunaan obat-obatan. mengkhawatirkan. Badan Narkotika Nasional (2008) sendiri setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan peredaraan dan penyalahgunaan obat-obatan. mengkhawatirkan. Badan Narkotika Nasional (2008) sendiri setidaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan peredaraan dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau narkoba di Indonesia telah menunjukkan titik yang sangat mengkhawatirkan. Badan Narkotika Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berada pada tingkatan sekolah menengah pertama. Penelitian dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. berada pada tingkatan sekolah menengah pertama. Penelitian dilakukan di 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian kepada remaja yang berada pada tingkatan sekolah menengah pertama. Penelitian dilakukan di

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA Oleh : RIDHAYATI FARIDH 04320316 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat lepas dari hubungan dengan manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini, korelasi (hubungan) digunakan untuk melihat hubungan antar variable yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rinci masa remaja dibagi ke dalam 3 tahap yaitu: usia tahun adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rinci masa remaja dibagi ke dalam 3 tahap yaitu: usia tahun adalah masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja mempunyai arti yang khusus karena di dalam proses perkembangannya menempati fase yang tidak jelas. Remaja bukan termasuk golongan anak maupun golongan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI MELALUI MEDIA FACEBOOK DENGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM BERKOMUNIKASI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

HUBUNGAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI MELALUI MEDIA FACEBOOK DENGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM BERKOMUNIKASI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI MELALUI MEDIA FACEBOOK DENGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM BERKOMUNIKASI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia ke arah yang positif. Didalamnya mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu variabel tergantung. Variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN MINAT MEMBELI BARANG - BARANG BERMEREK

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN MINAT MEMBELI BARANG - BARANG BERMEREK NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN MINAT MEMBELI BARANG - BARANG BERMEREK Oleh: Amalia Gia Puspita Fuad Nashori PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisanya pada data-data numerical (angka) yang di olah dengan

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisanya pada data-data numerical (angka) yang di olah dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Pendekatan pendekatan kuantitatif menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani prosesproses perkembangan jiwanya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan Penelitian Penilitian ini dimulai dengan merumuskan variabel penelitian melalui berbagai penelitian terdahulu tentang self control

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN PADA REMAJA Bayu Mardi Saputro & Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

terbentuknya perilaku yang baik pula. Dari hasil beberapa penelitian, ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah

terbentuknya perilaku yang baik pula. Dari hasil beberapa penelitian, ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah PENDAHULUAN Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertempat di SDN Sukagalih Bandung yang berlokasi di Jalan Sukagalih No. 108, Bandung.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertempat di SDN Sukagalih Bandung yang berlokasi di Jalan Sukagalih No. 108, Bandung. 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini bertempat di SDN Sukagalih Bandung yang berlokasi di Jalan Sukagalih No. 108, Bandung. 2. Populasi Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Oleh : RIZKY OKTARIA F 100 080 149 FAKULTAS

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN MINAT SISWA DALAM BERMUSIK DI SMP N 5 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

RINGKASAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN MINAT SISWA DALAM BERMUSIK DI SMP N 5 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA RINGKASAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN MINAT SISWA DALAM BERMUSIK DI SMP N 5 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 83 yaitu mahasiswa

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 83 yaitu mahasiswa BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Sampel Penelitian Pada penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 83 yaitu mahasiswa Psikologi Bina Nusantara angkatan 2015. Setelah peneliti melakukan penyebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa. fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa. fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perkembangan manusia dimulai dari masa anak-anak, dilanjutkan dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 58 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian SMU N 1 Getasan adalah salah satu sekolah yang ada di Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan yang beralamat di Jl. Raya Kopeng KM. 08 Getasan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci